You are on page 1of 64

Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019 MEKAR 1

Proficiat
ATAS PERESMIAN

PAROKI HATI
KUDUS YESUS
Citra Indah-JOnggol

2 MEKAR Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019


Susunan Redaksi

Pelindung
S a l a m R e da k s i
Mgr Paskalis Bruno Syukur

Penanggung Jawab
RD David Lerebulan
Gereja Katolik
(Ketua Komisi Komsos
Keuskupan Bogor) dalam
Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi
RD Jeremias Uskono
Keberagaman
Redaktur Budaya Indonesia
Aurelia Rani
Maria Dwi Anggraeni

P
embicaraan tentang Indonesia selalu
Kontributor
erat dengan pembahasan kekayaan dan
Paroki-paroki
budayanya. Sebagai bangsa yang diberkati
dengan sumber daya alam dan keragaman
Desain dan Tata Letak
etnis yang berlimpah, Indonesia memiliki
Mentari Puteri Muliawan
privilese sekaligus tantangan yang unik dalam
Hari Sisworo
mengukuhkan dirinya sebagai negara berdaulat yang
kompeten di kancah dunia. Keunikan ini juga menjadi
Pemasaran & Penjualan
unsur yang lekat dalam perkembangan Gereja Katolik
Matheus Rico Herjuno
di Indonesia, khususnya Keuskupan Bogor.
MEKAR edisi ini mengulas berbagai aspek
Keuangan
‘perkawinan’ antara Gereja Katolik dengan budaya-
Hartati Hambalie
budaya lokal yang menjadi tanah perkembangan
Isabella Jany
Gereja di Indonesia. Salah satunya adalah penjabaran
sudut pandang imam Keuskupan Bogor mengenai
Sirkulasi & Distribusi
interaksi antara Gereja Katolik yang tumbuh dan
Komsos se-Keuskupan Bogor
beradaptasi di dalam tatar Sunda.
Sekretaris Paroki se-Keuskupan Bogor
Simak juga laporan khusus mengenai kegiatan
terkini dari para seminaris yang menyelami kehidupan
Alamat Redaksi & Usaha
salah satu suku asli Indonesia, yakni suku Baduy.
Gedung Pusat Pastoral
Dalam rubrik Liturgi, Anda juga akan menemukan
Keuskupan Bogor
jawaban yang (mungkin) selalu Anda cari selama
Jl. Kapten Muslihat No. 22 Bogor
ini: sejauh mana unsur adat Indonesia boleh
16122
diikutsertakan dalam liturgi?
Telp: (0251) 8313997
Melalui ulasan-ulasan ini, semoga kita semakin
Fax: (0251) 8359102
mampu memaknai pluralisme sebagai anugerah
E-mail:
Allah. Kiranya pemahaman ini pun bermanfaat
mekarkeuskupanbogor@gmail.com
untuk memperkaya wawasan iman sekaligus
kebanggaan kita sebagai bangsa yang multikultural.
Rekening BCA
Selamat merayakan kemerdekaan dan keberagaman
No. Rek: 166.035.2348
Indonesia! •
a.n. David Lerebulan &
Hartati Hambalie
2019 © MAJALAH MEKAR
Percetakan MAJALAH MEKAR menerima tulisan, artikel, reportase, foto, dan karikatur dari
PT Grafika Mardi Yuana umat. Syarat tidak mengandung SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan)
dan bermanfaat bagi umat (menambah pengetahuan wawasan, menginspirasi
Jl. Siliwangi No. 50 Bogor 16131
iman, keterampilan memecahkan masalah, menggugah emosi, menghibur,
menyentuh kepekaan etis dan estetis, dan lain-lain). Redaksi menunggu kiriman
Anda via e-mail mekarkeuskupanbogor@gmail.com.
Isi di luar tanggung jawab percetakan.

Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019 MEKAR 1


DAFTAR ISI
4 Gembala Menyapa
6 Surat Yesus

Laporan Khusus
20 Merayakan Keberagaman
dalam Temu Seminaris
Regio Jawa 2019

Opini
24 Antara Gereja dan Budaya

Geliat Paroki
26 Pesta Umat
Bercita Rasa Nusantara

Geliat Komisi
28 Ber-WhatsApp Ria
untuk Dalami Kitab Suci

Suara Tanah Misi


30 Keuskupan Agats
Tungku Api di Dalam Gereja

32 Sosok: Clarensia Albertina

34 Komik Katolik
Melaka, Awal Jalan Iman Kristen
35 Liturgi & Katekese di Negeri Jiran
36 Kesehatan 42
44 Lintas Iman

45 Tunas

48 Internasional

49 Nasional

50 Ragam

2 MEKAR Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019


FOKUS

8 Gereja Bertumbuh
dalam Kearifan Lokal

Kekatolikan dan Kesundaan

56 Gereja Katolik dalam Wajah Budaya Lokal

38 54 Sekilas Dokumen

55 Lensa Mekar
Pekan Komsos
Nasional 2019 58 Pojok Sinode

60 Wajah

Desain Sampul
Hari Sisworo

Foto-foto
Komsos Keuskupan Bogor
Celestien Palembangan

Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019 MEKAR 3


G e m B a l a me NYa Pa

Membangun
Gereja Katolik
Berbudaya
Nusantara

Mgr Paskalis Bruno Syukur

“Indonesia Tanah Airku,


Tanah Tumpah Darahku,
di sanalah aku berdiri, jadi pandu Ibuku...
Hiduplah Tanahku, hiduplah Negeriku…
Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya
untuk Indonesia raya!”

I Itulah suatu cuplikan dari


lagu kebangsaan kita. Kita
menyanyikan dengan suatu
kebanggaan. Rasa bangga
lagunya amat tegas sebagai
suatu panggilan bagi kita untuk
bertindak.
Kita sebagai persekutuan
untuk pengembangannya.
Menghadapi arus
globalisasi dan fakta bahwa
dunia ini sudah merupakan
sebagai bagian dari bangsa Gereja Katolik ikut serta “suatu kampung yang besar”,
Indonesia senantiasa mesti secara kreatif dan aktif kita bangsa Indonesia
ditumbuh-kembangkan dalam membangun bangsa ini. menghadapi tantangan,
hati nubari dan tindakan kita. Salah satu kekayaan bangsa termasuk dalam bidang
Perayaan 17 Agustus yang patut diapresiasi ialah kebudayaan. Budaya asing
sebagai perayaan Hari Ulang keberagaman budaya bangsa beserta atributnya mengalir
Tahun Kemerdekaan kita Indonesia. Rumusan “Budaya deras dan mempengaruhi
memanggil kita agar tetap Nusantara” mengandung kehidupan bangsa Indonesia.
bangga sebagai anggota gagasan tentang beragamnya Kebudayaan dari negara-negara
bangsa ini, mencintai dan ikut kultur-budaya bangsa. Sejak Eropa mewarnai kehidupan
serta membangun kemajuan awal kemerdekaan bangsa bermasyarakat kita. Demikian
dan kesejahteraan bangsa ini, keberagaman budaya juga kebudayaan dari
dan negara Indonesia. Syair ditampung dan diberi tempat negara-negara Timur Tengah

4 MEKAR Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019


G e m B a l a me NYa Pa

Foto: Komsos St Joannes Baptista Parung

turut memberi warna bagi kebudayaan itu dalam kesempatan liturgis,


kehidupan kita. kehidupan berimannya. pertemuan-pertemuan
Tentu saja pengaruh- Karya-karya kegembalaan bersama Gereja Keuskupan.
pengaruh kebudayaan dari kita mesti menyuburkan Dan masih ada contoh-
luar itu tak terelakan. Ada ekspresi kebudayaan contoh lain yang diusahakan
pengaruh positif, tetapi juga nusantara ini. Maka Gereja.
ada dampak negatifnya. proses inkulturasi perlu Akhirnya patut dicatat
Hal yang mesti dijaga ialah dikembangkan. Karya bahwa merayakan
bangsa Indonesia, terutama kegembalaan kita mesti kemerdekaan Indonesia
generasi mudanya tidak boleh memberi kesempatan berarti juga merayakan
kehilangan kecintaan mereka agar ekspresi kebudayaan anugerah keberagamanan
akan budaya nusantara. Nusantara mendapat tempat kita, termasuk keberagaman
Ekspresi kebudayaan pengembangannya. budaya. Penerimaan akan
itu terlihat dalam cara Konkretnya dapat keberagaman membantu
berpakaian, cara berpikir, disebutkan lagu-lagu liturgis kita untuk mengembangkan
cara berdoa, cara bercorak budaya nusantara bangsa dan negara Indonesia.
memandang alam, cara diciptakan dan digunakan; Maka melalui surat ini,
memandang sesama manusia, paguyuban berbasis budaya kami mengajak seluruh umat,
cara membangun rumah, yang bercorak inklusif para pastor, para suster,
cara menata kebun, cara difasilitasi di paroki-paroki; bruder untuk bersama-sama
berbahasa, dan sebagainya. pakaian-pakaian khas “membangun Gereja kita
Gereja kita sebagai daerah dipergunakan secara yang bercorak Nusantara”.
Gereja bercorak Indonesia masal, terprogramkan dan Semoga. •
mesti mengembangkan dipertanggungjawabkan
tumbuh suburnya ekspresi dalam kesempatan-

Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019 MEKAR 5


S U R aT Y e S U S

Ilustrasi: Yesus dan 12 Rasul karya nicholas Poussin. (Sumber: aleteia.org)

Surat kepada Para Rasul


setelah Mereka Kembali dari Misi Petama
Oleh: Mgr Paskalis Bruno Syukur

Peristiwa Yesus mengutus para muridNya untuk melakukan misi pertama dilukiskan dalam Mrk 6:7-13;
30-32.
“Ia memanggil kedua belas murid itu dan mengutus mereka berdua-dua. Ia memberi mereka kuasa atas
roh-roh jahat, dan berpesan kepada mereka supaya jangan membawa apa-apa dalam perjalanan mereka,
kecuali tongkat, roti pun jangan, bekal pun jangan, uang dalam ikat pinggang pun jangan, boleh memakai alas
kaki, tetapi jangan memakai dua baju.
Kata-Nya selanjutnya kepada mereka: “Kalau di suatu tempat kamu sudah diterima dalam suatu rumah,
tinggallah di situ sampai kamu berangkat dari tempat itu. Dan kalau ada suatu tempat yang tidak mau
menerima kamu dan kalau mereka tidak mau mendengarkan kamu, keluarlah dari situ dan kebaskanlah debu
yang di kakimu sebagai peringatan bagi mereka.”
Lalu pergilah mereka memberitakan bahwa orang harus bertobat, dan mereka mengusir banyak setan, dan
mengoles banyak orang sakit dengan minyak dan menyembuhkan mereka”
“Kemudian rasul-rasul itu kembali berkumpul dengan Yesus dan memberitahukan kepada-Nya semua
yang mereka kerjakan dan ajarkan. Lalu Ia berkata kepada mereka: “Marilah ke tempat yang sunyi, supaya
kita sendirian, dan beristirahatlah seketika!” Sebab memang begitu banyaknya orang yang datang dan yang
pergi, sehingga makan pun mereka tidak sempat. Maka berangkatlah mereka untuk mengasingkan diri dengan
perahu ke tempat yang sunyi”.

D
alam karya pelayanan dan pewartaan, kadang- pemberian dari kasih Bapa. Seperti para rasul, kita
kadang kita mengalami penderitaan karena mesti mencari waktu bagi diri kita sendiri; waktu untuk
penolakan, kegagalan, pencobaan-pencobaan mencari keheningan sendiri dan juga bersama dengan
(lihat Surat 13). Tetapi kita juga mengalami masa-masa sahabat-sahabat terbaik kita (seperti Yesus pergi ke
di mana Tuhan begitu baik kepada kita: orang-orang Bethania) dan khususnya dengan rekan-rekan imam
menanggapi secara positif dan berlaku baik kepada kita; kita. Kalau tidak, kita akan kelelahan dan ada risiko
mereka bersikap ramah dan merasakan kebahagiaan kehabisan energi rohani.
melalui pelayanan kita. Ada pepatah kuno mengatakan “seekor keledai
Maka dari itu, kita perlu menyadari bahwa segala hidup lebih baik daripada seekor singa yang mati. Tetapi
sesuatu itu rahmat; segala sesuatu itu merupakan seekor singa yang hidup pasti itulah yang terbaik”. •

6 MEKAR Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019


S U R aT Y e S U S

Sahabat-sahabatKu,
Salam damai.

Selamat kembali dari tugas perutusan. Aku berbahagia melihat wajah-wajah ceria kalian setelah
melaksanakan karya perutusan dengan baik. Semua ini barulah permulaan dari perutusan kita. Seperti
kisah beberapa orang darimu yang telah Kudengar, kalian mengalami terpenuhinya kebenaran firman-Ku
dan janji-janji-Ku. Kalian bisa menyembuhkan orang sakit dan mengusir setan-setan. Kalian mampu
meyakinkan orang-orang bahwa Kerajaan Allah ada di sini, di tengah-tengah kita.
Tetapi Aku mendengar laporan juga bahwa ada beberapa orang yang marah karena orang-orang
yang didatangi tidak menerima mereka dengan baik. Yudas Iskariot bercerita, malah ada juga yang mau
menurunkan api dari langit untuk menghancurkan orang-orang tersebut.
Tindakan seperti itu tentu amat kontra-produktif. Tidak akan ada gunanya. Tentu mereka akan
mempunyai pandangan lain terhadap tingkah lakumu, tetapi juga sikap seperti itu tidak akan membawa
hasil yang kita harapkan. Ya, Kerajaan Allah akan mengalami penderitaan karena kekerasan dan
kekerasan fisik akan berlalu. Kekerasan hati akan menghasilkan keberanian di tengah-tengah pertentangan,
penganiayaan dan bahkan kematian. Kalian akan mengalami hal ini malah dari orang-orang terpilih,
kelompok yang beriman itu sendiri, sebab beberapa orang tidak sadar bahwa motif-motif dan tujuan mereka
perlu dimurnikan. Dan pemurnian itu merupakan satu hal yang paling sulit dalam kehidupan dan karya
pelayanan kita.
Perlihatkanlah senantiasa ketidakberdayaan kalian yang benar. Artinya, kuasa Allah yang Mahatinggi
sedang berkarya dalam diri kalian, dan bukan oleh kekuatan atau talenta kalian sendiri. Karya pelayanan
itu adalah karya Allah dan kalian selalu mesti rendah hati mengakui Dialah sumber rahmat dan anugerah
bagi kalian. Aku telah berkata kepada kalian untuk selalu membawa damai kemana saja kalian pergi,
kepada semua orang, rumah-rumah dan kelompok-kelompok orang. Letakanlah seluruh keyakinan kalian
pada Tuhan dan penyelenggaraan ilahi-Nya. Kalau kalian melakukan karya-karya demi membangun
Kerajaan surga, pastilah Dia akan menyediakan segala keperluan-keperluan kalian.
Lagi pula, ketika Roh Kudus datang melengkapi pekerjaan-Ku, kalian akan memahami semua hal
ini dengan lebih baik, khususnya bahwa di tengah segala situasi apapun, kalian mesti membawa damai,
harapan dan sukacita ke dalam hati semua orang.

Aku gembira melihat kalian kembali.

Yesus
NB. Kini Aku mengundang kalian semua ke suatu tempat yang indah di mana kita dapat beristirahat,
berdoa dan bersyukur kepada Bapa dan orang-orang yang telah berbuat baik kepada kalian dalam karya
pelayananmu. Di sana kalian bisa berbagi pengalaman-pengalaman itu sambil minum anggur kiriman
ibu-Ku dan makan ikan goreng yang disiapkan oleh Zebedeus, ayah dari Yakobus dan Yohanes. Aku
menghendaki kalian menuturkan pula kisah-kisah lucu yang dialami. Kalian perlu juga tertawa ria bersama.
Perahu-perahu sudah siap menanti kita.

Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019 MEKAR 7


FOkUS

GEREJA BERTUMBUH DALAM KEARIFAN LOKAL:

Kesundaan
dan Kekatolikan
8 MEKAR Edisi 01 Tahun XXXVI Januari–Februari 2019
G e R e J a da N k e a R i Fa N l O k a l

Foto: Misdinar Paroki St Andreas Sukaraja

A
pakah saya orang yang tepat untuk
berbicara tentang ‘Kesundaan dalam
Kekatolikan’, atau Kekatolikan
dalam Kesundaan? Tidak tahu.
Apakah saya memiliki otoritas untuk
membicarakannya? Juga tidak tahu. Yang menjadi
kekuatan saya untuk menuliskan, membicarakan
atau mendialogkan bahkan lebih tepatnya
membagikan pengalaman pendek dan pengetahuan
singkat saya ini yakni karena Ibunda saya orang
Sunda dan saya Pastor Katolik Roma.
Saya lahir di Bogor, menghabiskan masa kanak-
kanak di kampung Limaratus Subang dan mengisi
sisa hidup sampai hari ini di Bandung. Tak dapat
dimungkiri bila spesialisasi studi saya dalam bidang
ilmu ritual yang dipelajari di Italia Kota Suci Roma.
Oleh: Karenanya personalitas dan visi Kekatolikan saya
RD Fabianus Heatubun ‘diandaikan’ merupakan representasi dari ‘adonan’
Dosen Fakultas Filsafat kesundaan dan kekatolikan. Meskipun adonan ini
Universitas Parahyangan Bandung masih encer dan belum aduk benar.

Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019 MEKAR 9


FOKUS

Kesundaan
yang Masih Sumir

D
ialog kultural itu mengandaikan adanya Realitas kesundaan menjadi maya; ada namun
akulturasi. Suatu proses pertemuan dua serentak tak kentara. Tidak pernah dapat ditunjuk dan
kebudayaan. Dalam proses itu biasa diurai sosoknya secara ‘clara et distincta’. Tapi diakui
ada proses interaksi, adaptasi, seleksi keberadaanya. Ajip Rosidi mengakui lemahnya catatan
dan sinkretisasi. Sehingga dalam kultur atau bukti-bukti sejarah yang dapat direkonstruksi jejak
tertentu itu menjadi paduan dari proses pertemuan. kesundaan orang Sunda. Data yang ambigu ada dalam
Akulturasi bersifat dialogis dalam arti saat folklore dan nyanyian (pupuh), namun diduga masih
pertemuan itu terjadi ‘perbincangan’ yang sama- muda.
sama saling mendengarkan. Meski ada diskusi atau Abad ke-5 bila akan dijadikan titik tumpu analisis
perdebatan tapi lebih merupakan ikhtiar untuk saling historis bersentuhan dengan Kerajaan Tarumanagara
berbagi; membangun koherensi dan kohesi dan dengan Rajanya Purnawarman atau Kerajaan Pakuan-
kontroversi dibahas hingga menjadi konsesus. Pajajaran yang rajanya bernama Sribaduga Maharaja,
Bila yang didialogkan itu menyangkut praksis, maka tidak menyimpan data historis yang paradigmatik, di
perbedaan yang kontroversial itu menjadi kolaborasi. samping pernah dijajah oleh Mataram dan Belanda
Dapat dirumuskan A+B=AB; aku+engkau= kita. Hanya selama 4 abad.
tersimpan pertanyaan; apakah masih ada sebuah kultur Historisitas kerajaan ini tidak banyak berbicara
yang tidak terkontaminasi oleh sejumlah kultur yang untuk menggarisbawahi kesundaan. Justru ketika
lainnya? Sehingga ‘A’ atau ‘B’ itu tidak pernah bersifat bercampurnya realitas dengan ‘mitisisme’ (=bukan
tunggal. mistisisme) dalam sosok Prabu Siliwangi, Ajip cukup
Akulturasi sudah menjadi interkulturasi yang memberi perhatian pada world-view orang sunda yang
bersifat plural. Sudah bukan dialog lagi tapi multilog. menentukan Sunda Ideal ada pada sifat dan karakter
Karenanya bila memperkarakan Kekatolikan dalam Prabu Siliwangi.
Kesundaan tidak bisa direduksi hanya ‘A’ berjumpa Prabu Siliwangi tokoh yang masih diperdebatkan
untuk berdialog dengan ‘B’. historisitasnya itu, bagi Ajip lebih bersifat imaginer.
Secara Kekatolikan versi Katolik Indonesia sudah Fiksi, dalam terminologi Harari. Prabu Siliwangi adalah
bukan murni ‘ala’ Vatikan. Adagium 100% Indonesia proyeksi atau tokoh utopian insan kamil yang diciptakan
dan 100% Katolik dengan sendirinya telah mereduksi secara populis melalui narasi fiktif sebagai sublimasi
versi Vatikan-nya. Meski kita sudah mahfum juga bila kultural. Prabu Siliwangi itu tokoh identifikasi yang
Katolisisme itu sendiri sudah merupakan ‘adonan’ toleran, terbuka dan bijaksana. Membiarkan rakyatnya
dari kultur Yudaisme+Helenisme+Romanisme. Sering untuk memeluk agama Islam sebagai pendatang dan
juga disebut Yudaisme yang berbadan Romanisme kemudian menaklukan Pakuan-Pajajaran. Konon Prabu
dan berbaju Helenisme. Intinya hendak mengatakan Siliwangi tidak beragama Islam namun mempunyai
Katolisisme itu sendiri berisifat jamak. Demikian juga salah satu istrinya yang beragama Islam yakni Nyi
Kesundaan. Subanglarang.
Secara antropologis dapat dilacak apakah masih ada Kesundaan yang fitri masih sulit dan sumir untuk
kesundaan yang masih fitri, sejati dan taktercemarkan secara simplistis direduksi pada sekedar mengikuti
oleh ‘kultur’ lainnya? Bila mengacu pada pemikiran adagium “Sunda adalah Islam dan Islam adalah Sunda”
Dr.Hc. Ajip Rosidi seorang sastrawan dan Sundanolog, menjadi parameter identitas. Sementara penjajahan
kesundaan orang Sunda itu ada dalam tataran “mitik- Mataram (baca: Jawa 1624-1708) telah mendifraksi
poetik”. Dalam terminologi Benedict Anderson, imagined (membias) kesundaan dan kejawaan terutama dalam
community. Atau dalam terminologi Juval Noah Harari, ‘undak usuk’ bahasa yang menegaskan hierarki dan
fiction. Realitas imaginer yang bagi Sapiens, fiksi itu feodalisme menjadi begitu kental.
menyatukan dan menciptakan eksistensi diri dan Bagi Ajip, orang Sunda yang genealogisnya sebagai
realitasnya melalui narasi atau kisah. peladang atau penghuma, tidak mengenal tingkatan
bahasa itu. Tidak heran berbagai kesenian daerah yang

10 MEKAR Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019


G E R E J A DA N K E A R I FA N L O K A L

Menyelami kehidupan suku Baduy. RD Alfonsus Sombolinggi (kanan) berbaur dengan masyarakat setempat saat
mengunjungi desa suku Baduy. Foto: Dok. RD Alfonsus Sombolinggi

telah menginkulturasi dengan kultur Jawa menjadi kesundaan yang berkarakter agung, luhur dan kuat
citra kesundaan. Ajip Rosidi mencoba merekonstruksi untuk kemajuan peradaban dan kultural di tanah Sunda.
manusia Sunda dengan menunjukkan sejumlah tokoh Apakah Dedi berniat untuk ‘membersihkan’ hal-hal yang
menonjol yang selalu menjadi acuan kepribadian Sunda. telah mengkontaminasi kesundaan, pada waktu itu?
Ajip menunjuk Mundinglaya, Sangkuriang, Yogaswara, Sampai di sini saya hanya hendak mengungkapkan
Dewi Sartika, di samping Prabu Siliwangi. Pribadi- kompleksitas sebuah budaya yang hendak diajak untuk
pribadi tersebut dipakai secara indexis atau sekedar berdialog secara kultural. Katolistias itu sendiri bersifat
‘naming’ personalitas yang menunjukkan keaslian plural, apalagi Katolik Indonesia, begitu juga Kesundaan
kesundaan. juga bersifat plural dan ambigu. Suatu pemaparan bukan
Secara fenomenal ada yang menarik untuk ditelaah bersifat pesimistik, tetapi suatu sikap yang mengajak
dengan penampilan Dedi Mulyadi yang menjadi figur kita harus kritis dan tidak simplistis.
representasi adanya kerinduan untuk menampilkan

Edisi 01 Tahun XXXVI Januari–Februari 2019 MEKAR 11


FOKUS

Tari tradisional. Mgr Paskalis Bruno Syukur bersama para penari tradisional selepas Misa Pembukaan Sinode II
Keuskupan Bogor. Foto: Komsos St Joannes Baptista Parung

S
ecara peyoratif bila istilah ‘dialog’ dianggap
sebagai sebuah gerakan, berati ada masalah.
Ada gap, kesenjangan dan kecurigaan yang
saling mengancam dan saling merugikan. Dialog
direduksi hanya menjadi semacam ‘negosiasi’
supaya tidak terjadi ‘perang’. Dialog itu bukan suatu

Kesundaan
aktivitas yang terprogram dan sekali selesai. Tapi lebih
suatu sikap hidup yang berkelanjutan.
Istilah ‘silaturahmi’ atau ‘tak kenal tak sayang’ atau
dalam pepatah Jawa “Witing tresno jalaran mergo kulino”,
adalah ungkapan populer dan sehari-hari yang menyiratkan
perlunya dialog terus menerus untuk menemukan makna

yang Terbuka
yang dalam. Dengan pertemuan formal atau informal yang
terus-menerus akan melahirkan ‘deep understanding’,
pemahaman yang tersingkap karena tertutup oleh

untuk Dialog kecurigaan. Kemunafikan dan kepura-puraan dapat


terbentang dengan lapang.
Pertemuan bisa mengeliminasi prasangka dan stigma
negatif serta stereotipe tentang orang lain. Sikap hendak
menghormati orang lain dengan segala keberbedaanya
akan pupus pelan-pelan ketika datang lebih mendekat.
Dengan kata lain, dialog itu dapat meng-counter
xenophobia: Ketakutan tanpa alasan pada orang asing, atau
pendatang.
Pepatah Sunda mengatakan ‘Urang kudu someah ka
semah’ adalah sikap hospitalia yang kuat dan mendalam
kepada tamu dan orang asing. Tidak mengandaikan

12 MEKAR Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019


G E R E J A DA N K E A R I FA N L O K A L

bahwa kenyataanya orang asing yang tidak tahu tata Belum lagi terciptanya apa yang disebut dengan
krama; tidak tahu ‘tata titi, duduga peryoga’ (tidak istilah ‘default thinking’ yakni pola berpikir yang seolah-
mengindahkan sopan santun dan etika moral yang olah sudah ada jawaban langsung tanpa ada refleksi
benar). Peribahasa Sunda ini menyiratkan keterbukaan, lebih jauh atau verifikasi lebih seksama.
menunggu dan ‘welcome’ kepada orang asing. Menariknya, istilah ini berasal dari bahasa Latin
Orang Sunda tidak ditandai oleh xenophobia. Orang fallere artinya ‘mengecewakan’ atau bahasa Perancis
Sunda lebih xenophilia; cinta pada orang asing. Bangga, defaillir artinya ‘gagal’. Pemikiran yang bersifat dogmatis
bahagia dan suka bila kedatangan orang asing. Saya yang mengharamkan untuk berfikir atau menafsir di
teringat pada tahun 70-an ketika saya biasa melewati luar standar baku ini memudahkan untuk diadu domba
jalan dari Bogor menuju Rangkasbitung lewat Gajrug. dan dihasut untuk berkonflik, bahkan untuk menjadi
Di depan rumah orang-orang biasa menyediakan kendi teroris yang siap bunuh diri. Artinya ‘gagal paham’.
air yang boleh diminum oleh siapa saja yang lewat di Dialog dalam kondisi seperti itu dapat
sana. Bahkan bila kemalamanpun dipersilahkan untuk mengeliminasi kecenderungan negatif. Karena dalam
menginap. Hanya oleh karena kelakuan tamu-tamu dialog terjadi perluasan horison berpikir dan mampu
yang ‘kurang ajar’ saja sehingga tradisi dan budaya menjadikan relatif apa yang bersifat absolut. Paling
seperti itu hilang. tidak ada ikhtiar mengubah ‘default thinking’ menjadi
Stereotipe, stigma dan apriori adalah rumput kering ‘customized thinking’. Kebenaran sering ditemukan
yang mudah terbakar atau dibakar. Sentimentalitas secara revelatif dalam dialog dan pertemuan sehari-
yang sensitif ini paling sering dipakai untuk hari.
mengerahkan masa demi kepentingan kekuasan.

Perarakan dengan adat Sunda. Dalam berbagai kegiatan, Gereja Katolik Keuskupan Bogor memadukan unsur adat Sunda
dengan perayaan liturgis, seperti yang nampak pada acara peresmian taman doa Bumi Maria Sareng Para Rasul di Paroki
St Andreas Sukaraja ini. Foto: Dok. Misdinar Paroki St Andreas

Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019 MEKAR 13


FOKUS

Tradisi bancakan. Orang Sunda, tak terkecuali suku Baduy, terkenal dengan keramahan dan budaya guyubnya. Nilai ini
terlihat juga dalam budaya makan bersama yang disebut bancakan.
Foto: Celestien Palembangan

14 MEKAR Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019


G E R E J A DA N K E A R I FA N L O K A L

Paradoks Globalisme

T
idak dapat disangkal bila dampak positif akan kebutuhan jati diri (being recognized). Secara
dari globalisasi itu juga banyak, baik dari eksistensial manusia membutuhkan jati dirinya yang
sisi kesejahteraan sosial ekonomi maupun jelas tapi telah hilang. Ingin menemukannya kembali,
dari sisi perkembangan ilmu pengetahuan. tapi tekanan untuk menjadi masal dan kolosal lebih
Tatar Sunda adalah ‘global village’ itu sendiri. kuat. Ketika globalisme memupus ide ‘mereka’ atau ‘dia’
Dunia komunikasi dan media telah merangsek segala dan direduksi menjadi ‘kita’, muncul pemberontakan
macam batas.Dunia yang tanpa jarak; spatio-temporal batin; semacam hasrat untuk mempertahankan atau
yang menyempit dan memendek banyak memberi mengeksplisitkan kata ‘kita’ secara lebih tegas.
kemudahan dan kenyamanan. Yang ada di sana juga ada Konsep pluralisme yang ambigu juga mudah
di sini, dan begitu sebaliknya. Kita makan dan minum disalahartikan karena dianggap tidak menghargai
yang sama, serta mengetahui hal yang sama pula. Pola kebenaran tunggal dan universal. Pada gilirannya
pikir yang sempit ditarik ke wilayah yang lebih luas. dianggap menjerumuskan keunikan dan keunggulan
Tempurung-tempurung lokalitas yang menutupi ‘katak- yang sudah diyakininya. Kegagalan dalam menerima
katak’ dengan sendirinya telah terbuka; pikiran yang perbedaan awalnya karena ekstremisme dari keunikan
kerdil telah berubah menjadi besar dan tanpa batas. yang dijadikan dasar penentu identitas. Sindrom
Namun dalam waktu yang sama, hasil negatif dari mayoritas yang dirasa tidak memiliki identitas,
globalisme juga harus dibayar sangat mahal. Dalam kemudian merasa terancam oleh minoritas yang
konteks pembahasan kesundaan secara kultural dan dianggap lebih militan dan agresif dan memiliki identitas
katolisitas ini, saya akan bersandar pemikiran Arjun yang lebih jelas. Dalam kelompok minoritas, ide bawah
Apadurai, seorang antropolog sosial-budaya India sadar tentang ‘bukan mereka’ menjadi kekuatan untuk
yang dianggap paling pakar untuk berbicara tentang menampilkan diri secara sosial, politik dan kultural.
globalisme. Tatkala berbicara mengenai pentingnya Yang menarik adalah tatkala kelompok minoritas
‘hubungan’, komunitas dan dialogisme dalam itu sendiri datangnya dari mayoritas yang merasa tidak
kebudayaan, Apadurai melihat titik kelemahan yang punya identitas. Kelompok yang ‘menyempal’ dari
mengancam. mayoritas. Kemudian berpengaruh pada mayoritas yang
Hubungan sosial itu kini dibentuk berdasarkan tidak tahan untuk menampilkan diri. ‘Silent majority’
produksi, ekonomis, uang dan dagang; bukan hubungan menjadi ‘shouting majority’ yang mengungkapkan dirinya
yang dibangun berdasarkan manusia dengan manusia dalam penindasan, anihilasi sampai pembantaian
secara personal. Apadurai menyebutnya dengan genocide. Ketika agama dijadikan wahana untuk
istilah commodity fetishism: Suatu bentuk hubungan mengungkapkan naluri eksplisitas jati diri itu maka
yang riskan, rapuh dan tidak menyentuh esensi dari terorisme menjadi aktual.
perjumpaan hati. Terorisme menjadi bentuk nyata dari hasrat kuat
Adanya kolektivitas juga hanya ada dalam imajinasi. untuk menunjukkan identitas. Naluri itu potentia
Collective imaginings dan imagined collectiveness selalu dan terorisme hanyalah actus. Karenanya menurut
bertentangan akibat dari teknologi siber yang gagal Apadurai banyak orang yang ditandai oleh ‘anxiety of
menyaring komunikasi yang positif karena dihantui incompleteness’ dan ‘a fear of the minorities’ yang ada di
oleh hoaks, retorika, dan distorsi komunikasi. Kemudian luar atau di dalam kelompok sendiri.
Apadurai mencatat bahwa akibat tekanan globalisme ini Kecemasan psikologis karena merasa ada yang
mengakibatkan “a fear of small numbers”: Ketakutan dari belum utuh dan lengkap itu menjadi biang keladi dari
kelompok-kelompok kecil, dan yang besar juga takut sejumlah pertentangan sosial, termasuk terorisme
akan kelompok-kelompok kecil ini. Dengan kata lain, yang menjadi wujud ekspresinya. Misalnya, sekadar
sistem global menekan kelompok atau individu-individu menyebut beberapa, di Timur Tengah, Asia Selatan
untuk memantapkan ‘a sense of identity’. Globalisme (Afganistan, Pakistan, dsb), Myanmar dengan Rohingya-
menggilas identitas. nya, Eropa dengan imigrannya, juga Indonesia sendiri
Krisis identitas secara makro itu terus mendesak dengan terorisme dan radikalismenya.

Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019 MEKAR 15


FOKUS

Meleburkan Katolik dengan Kesundaan. Visualisasi dalam pembukaan Sinode II Keuskupan Bogor, menampilkan
gambaran peran para uskup Bogor dalam mewartakan Injil di tengah masyarakat Sunda.
Foto: Komsos Paroki St Joannes Baptista Parung

“Anxiety of incompleteness” menurut Apadurai menjadi pemangsa yang ditakuti (victimized


membuat mayoritas menjadi predator atas menjadi victimizer).
minoritas. Mayoritas mengalami ‘majority Arjun Apadurai menganggap realitas
complex’; mayoritas yang kehilangan identitas sosial ini sedang mengalami ‘disjunctive’; ada
karena terstandarisasi, masif dan anonim. keterpisahan, alienasi, diskoneksi antara pribadi
Mayoritas menjadi mudah meledak, agresif dan seseorang atau kelompok dengan realitas sosial
paranoid terhadap minoritas. Niatnya hanya yang merupakan subsistem yang kompleks.
bagaimana membasmi minoritas. Globalisme secara tidak langsung dimengerti
Di sisi lain, minoritas juga menjadi lebih sebagai bentuk imperialisme kultural yang
agresif. Yang semula menjadi mangsa berbalik anonim dan memecah belah.

16 MEKAR Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019


G E R E J A DA N K E A R I FA N L O K A L

Mgr Geise dan Suku Baduy


saat Vatikan mengakui pendirian en Moslems in Lebak Parahiangan, Zuid
hierarki Gereja Katolik Indonesia Banten” dan mendapat gelar Doktor
pada 3 Januari 1961, status Prefektur Antropologi dari Universitas Nijmegen,
Apostolik Sukabumi ditingkatkan Belanda. Sebagai tanda menyatu dengan
menjadi keuskupan. Pusat keuskupan masyarakat setempat, Mgr Geise juga
pun dipindahkan dari Sukabumi ke memilih nama khas Sunda, yaitu Niti
Bogor, dan RP Paternus Nicholas Ganda.
Joannes Cornelius Geise OFM diangkat Komunitas masyarakat Baduy
menjadi Uskup Bogor. merupakan kelompok masyarakat Sunda
Selama dua tahun, Mgr Geise pernah yang masih memegang ketat budaya
menetap di daerah Baduy di Kampung dan adat istiadat leluhurnya. Warisan
Cipeureun, Banten. Di tanah Jawa inilah, relasi Mgr Geise dengan masyarakat
Mgr Geise menggelar penelitian di Baduy ini masih terus dilanjutkan oleh
bidang Antropologi. umat di Paroki St Maria Tak Bernoda
Ia membuat penelitiannya menjadi Rangkasbitung. • Mentari
suatu disertasi dengan judul “Baduys

Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019 MEKAR 17


FOKUS

Pesan

Magisterial
Gereja Katolik

T
anggal 20 April 2018 yang lalu, Kardinal
Jean-Louis Tauran yang menduduki
Ketua Komisi Inter Religious Dialogue pada
Kuria Roma memberikan seruan penting
bagaimana kita harus bersikap pada
kaum Muslim. Kardinal Tauran menyerukan agar kita
bergeser dari kompetisi menuju kolaborasi.
Rivalitas antara Katolik dengan Muslim lebih
membuat banyak hal yang negatif. Spirit kompetitif
itu merusak relasi personal dan menciptakan
kecemburuan, tuduh-menuduh yang tanpa dasar, dan
tegangan-tegangan yang menciptakan konfrontasi keji
dan kejam. Lebih parahnya yakni menggunakan agama
sebagai alat tunggangannya untuk kepentingan rivalitas ATAS: Siswa Sekolah Marsudirini menampilkan kesenian
politisnya. Ini adalah suatu sikap yang melukai citra dan degung dalam pembukaan sinode.
Foto: Komsos St Joannes Baptista
hakikat agama dan para pemeluknya.
BAWAH: RD Alfonsus Sombolinggi dan beberapa umat
Agama bukan lagi menjadi sumber kedamaian, berfoto di Gua Maria Bukit Kanada.
malah menjadi penghasut dan penyulut, bahkan Foto: Dok. RD Alfonsus Sombolinggi
digunakan untuk menghalalkan peperangan dan
pertikaian. Bahkan, pembunuhan dianggap tindakan

“ Katolik
suci dan jaminan untuk masuk surga.
Perlu adanya pengertian akan nilai-nilai bersama dan Kesundaan
dan perlu selalu menghargai perbedaan. Begitu pula hendaknya menjadi
kita perlu kembali pada nilai-nilai moral yang ada saksi Cinta dari Yang
pada setiap agama masing-masing dan menghargai
perbedaan yang sah dari keyakinan masing-masing; Mahabesar kepada
perbedaan yang dapat saling memperkaya dalam kerja kemanusiaan.
sama demi kesejahteraan.

18 MEKAR Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019


G E R E J A DA N K E A R I FA N L O K A L

MENGENAL URANG KANEKES


Urang Kanekes, atau Orang utara dari wilayah tersebut.
Baduy/Badui merupakan kelompok Orang Baduy menganut
etnis masyarakat adat suku Banten kepercayaan Sunda Wiwitan, suatu
di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. ajaran leluhur turun temurun yang
Mereka merupakan salah satu suku berakar pada penghormatan kepada
yang mengisolasi diri dari dunia luar, karuhun atau arwah leluhur dan
dan terdiri dari dua golongan: Baduy pemujaan kepada roh kekuatan alam.
Dalam dan Baduy Luar. Bentuk penghormatan kepada
Sebutan “Baduy” merupakan roh kekuatan alam ini diwujudkan
sebutan yang berawal dari para melalui sikap mereka yang sangat
peneliti Belanda yang agaknya menjaga dan melestarikan dan
menyamakan mereka dengan merawat alam sekitar mereka
kelompok Arab Badawi yang sebagai bagian dalam upaya menjaga
nomaden. Kemungkinan lain adalah keseimbangan alam semesta. •
karena adanya Sungai Baduy dan Celestien Palembangan
Gunung Baduy yang ada di bagian

Katolik dan Islam (baca: Kesundaan) hendaknya Bahkan generalisasi ‘tatar Sunda’ untuk mengatakan
menjadi saksi Cinta dari Yang Mahabesar kepada Jawa Barat, sebetulnya terasa tidak pas. Cianjur yang
kemanusiaan dan sekaligus mempromosikan harmoni ‘napasnya bau’ syariah, tidak sama dengan Sukabumi
dalam masyarakat yang semakin menjadi multietnis, yang ‘nyantri’. Bogor dan Depok yang dikategorikan
multireligi dan multikultural. sebagai kota yang tidak toleran secara nasional itu,
Pesan magisterial ini tentu bukan hanya dalam serentak merupakan kota satelit dari Metropolit
tataran keagamaan, tapi menyeluruh sampai pada Jakarta.
tingkat kultural. Panggilan misioner Katolik menjadi Kota-kota ini pun bahkan tak terhindar dari kultur
perlu direvisi dan dievaluasi kembali, baik dalam urban. Lantas di manakah kesundaan itu berada? •
cakupan nasional maupun secara regional kultural.

Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019 MEKAR 19


LAPORAN KHUSUS

Merayakan Keberagaman dalam


Temu Seminaris se-Regio Jawa
Teks RD Agustinus Wimbodo Purnomo & Albertus Andre Antono Bayu
Foto Dionisius Dimas

Seminari Menengah Stella Maris Bogor dipercaya untuk menjadi tuan rumah acara besar yang
diselenggarakan 4 tahun sekali, yakni Temu Seminaris Seminari Menengah se-Regio Jawa.
Pada tanggal 2-5 Juli 2019, sebanyak 275 seminaris yang berasal dari Seminari Menengah
Marianum (Keuskupan Malang), Seminari Menengah St Vincentius A Paulo (Keuskupan Surabaya),
Seminari Menengah St Petrus Canisius (Keuskupan Agung Semarang), Seminari Menengah Cadas
Hikmat (Keuskupan Bandung), Seminari Menengah Stella Maris (Keuskupan Bogor), dan Seminari
Menengah Wacana Bhakti (Keuskupan Agung Jakarta) berkumpul di Gua Maria Bukit Kanada -
Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten.
Tema pertemuan tahun ini adalah ‘’Plural (is) Me’’. Melalui tema ini, seminari menegaskan kembali
pentingnya menghargai makna keberagaman dalam proses formasi para seminaris.

20 MEKAR Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019


LAPORAN KHUSUS

P
ertemuan dibuka secara resmi dengan pemukulan
bedug oleh RD Dion Manopo selaku ketua panitia,
RD Jimmy Rampengan selaku Rektor Seminari
Menengah, RD Andreas Bramantyo selaku Pastor
Paroki Santa Maria Tak Bernoda Rangkasbitung
dan RD Adam Suncoko selaku koordinator Regio Jawa
setelah sebelumnya diiringi oleh tari-tarian tradisional khas
Sunda.
Hal yang khas dari acara temu seminaris ini adalah
kunjungan ke perkampungan Baduy luar dan Pesantren
Manahijussadat. Para seminaris diajak untuk belajar hidup
berkomunitas dari suku Baduy dan para santri.
Suku Baduy adalah suku asli Banten. Terdapat dua
suku baduy yaitu: suku Baduy Luar dan suku Baduy
Dalam. Suku Baduy atau Urang Kanekes saat ini berjumlah
sekitar 26.000 orang. Suku ini adalah salah satu suku
yang mengisolasi diri mereka dari dunia luar, bahkan dari
teknologi.
Dalam kunjungan ke pesantren, para seminaris disambut
oleh Drs KH Sulaiman Effendi, M.Pd.I sebagai pimpinan
Pondok Pesantren Modern Manahijussadat. Pesantren
yang memiliki sekitar 700 santri ini sudah berdiri sejak
tahun 1997.
Kiai Sulaiman berbagi dalam pengajarannya bahwa
yang diutamakan dalam pesantren ini adalah akhlak. Maka
cara pengajarannya pun adalah dari teladan para guru
dan pengasuh santri. Kiai Sulaiman berharap semoga para
seminaris dapat menjadi tokoh agama yang dengan akhlak
yang baik dapat membangun Gereja dan bangsa ini.

Serba-serbi pluralisme
Pluralisme sebagai identitas, komunitas dan misi
para seminaris pun ditegaskan oleh para pembicara yang
diundang ke acara teris ini. Mereka adalah RD Habel Jadera,
RD Mikail Endro Susanto, dan RD Agustinus Wimbodo
Purnomo.
Romo Habel mengatakan bahwa kitalah yang harus
menjaga toleransi antaragama. Dalam dialog antaragama
terdapat tujuan untuk saling mengenal satu sama lain di
dalam perbedaan. Dialog antaragama ini bukanlah tujuan
akhir, namun sebuah metode evangelisasi, sebagai media
untuk saling menerima dan juga mewartakan kebaikan.
Romo Endro memberikan teladan bahwa pluralisme
bukanlah hanya sebuah teori melainkan harus
diwujudnyatakan dalam hidup. Sosok Romo Endro yang
dikenal ramah oleh tokoh-tokoh agama telah berusaha
menjalin relasi antarumat beragama sehingga menjadi
teladan bagi para seminaris dalam belajar menghargai
perbedaan yang ada.
Tak hanya akrab dengan beda agama, namun dengan
sesama pastor pun perlu membina keakraban. Untuk
menjalin relasi yang baik maka diperlukan nongkrong atau
ngobrol bareng, yakni meluangkan waktu untuk sekadar
berbincang santai.

Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019 MEKAR 21


LAPORAN KHUSUS

Keberagaman adalah keniscayaan baru. Proses adaptasi itu dipertemukan sedemikian rupa
Pluralitas adalah suatu kenyataan yang terberikan apa dengan dinamika perjumpaan di dalam tenda yang berisi
adanya. Darinya kita menimba inspirasi segar berkaitan para seminaris dari berbagai seminari. Artinya, bahkan
dengan siapa kita, dimana kita hidup, tumbuh, dan untuk istirahat dan tidur pun rekan-rekan seminaris pun
berkembang, serta apa yang harus dilakukan selanjutnya. menghidupi dan menjalani pluralitas.
Dalam rangka saling memperkaya, dan pada gilirannya Dari kebiasaan itu, sebenarnya para seminaris
saling berbagi, kita pun sebenarnya diajak secara aktif- diajak untuk berani meninggalkan zona nyamannya dan
reflektif untuk melihat kekayaan dalam diri kita sebagai menemui orang-orang baru; untuk menerima, entah suka
pribadi-pribadi yang berasal dari berbagai macam latar atau tidak suka, perbedaan dan keragaman pribadi itu.
belakang. Dengan begitu, sudah mulai terlihat proses bagaimana
Adagium bahasa Latin yang berbunyi nemo dat quod masing-masing pribadi mulai mencair, saling mengenal,
non habet dengan tepat membahasakan bahwa keunikan berinteraksi melalui perkenalan serta sosialisasi.
dan kekhasan yang beragam itulah yang akhirnya menjadi
suatu modal yang akan dibagikan dalam acara temu Hakikat untuk berdialog
seminaris ini. Tidak mungkin kita bisa saling berbagi Dalam temu seminaris ini khususnya, para seminaris
jika kita tidak memiliki apapun. Maka, perbedaan dan dan formatores diajak mengalami perjumpaan dan
keberagaman diri kita masing-masinglah yang menjadi bersentuhan langsung dengan dua entitas pluralisme,
modal awal untuk saling memperkaya, sehingga akhirnya yakni budaya dan agama. Dimensi eksperiensial menjadi
menjadi momen berbagi berkat dalam semangat penting karena seluruh keberadaan dan keterlibatan
panggilan menjadi murid-murid Kristus, entah sebagai diri kita masuk di dalamnya. Kita tidak berjarak dengan
formator ataupun formandi/seminaris. realitas pluralisme.
Bahkan dari cara memilih kedua belas murid pun, Perjalanan ke Baduy dengan segala pesona kearifan
Yesus telah mengisyaratkan keberagaman sebagai syarat. lokalnya mengajak seminaris menyaksikan langsung
Para rasul terdiri dari berbagai macam latar belakang, betapa kayanya tanah air Indonesia ini. Pengalaman
pribadi, dan karakter. Singkatnya, Yesus pun menerima kedua yang juga tak kalah pentingnya adalah tatkala
dan mengamini pluralisme. seminaris mengunjungi pesantren Manahijussadat.
Selama temu seminaris ini para seminaris beradaptasi Berjumpa dan bergaul dengan kaum Muslim tentu
dengan lingkungan, suasana, serta sekian banyak kenalan bukan hal asing, mengingat Indonesia merupakan

22 MEKAR Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019


LAPORAN KHUSUS

Menjadi seorang imam itu bukan


hanya sekadar menjadi ‘tukang Misa’.
Lebih dari itu, para seminaris diajak
menyadari peran penting seorang
imam karena perutusannya sebagai
man of dialogue.

negara dengan pemeluk agama Islam terbesar di dunia. termasuk juga apa yang para seminaris lakukan dalam
Tetapi barangkali ada yang baru pertama kali masuk teris ini. Romo Endro menekankan bahwa keluar dari
dan berkunjung ke “seminari orang Islam” ini, sehingga zona nyaman untuk blusukan dan berdialog serta
mungkin meninggalkan kesan tersendiri, apalagi membangun relasi itu amat sangat penting sebagai
kunjungan ini menyertakan dialog di dalamnya yag seorang (calon) imam. Hal ini dicontohkan Yesus yang juga
terkadang justru dihindari. senang berjalan berkeliling (blusukan) untuk mengajar dan
Setelah dimensi eksperiensial dipenuhi di hari kedua, menjumpai banyak pihak untuk berdialog, berelasi, dan
maka kegiatan di hari ketiga lebih bersifat pengayaan membangun jejaring.
(enrichment) dari para pembicara. Dua imam diosesan Di hari ketiga ini, sekat-sekat perbedaan serta rasa
Keuskupan Bogor hadir untuk memberi insight praktis enggan dan sungkan untuk membangun komunikasi
sekaligus teologis tentang tema pluralisme ini. antarseminaris sudah lebur. Apalagi dengan acara
Romo Habel kembali membawa seminaris pada dinamika kelompok dan malam kreativitas yang membuat
wawasan yang sifatnya kognitif, sehingga ada begitu para seminaris saling akrab satu sama lain.
banyak konsep, teori, serta ajaran Magisterium Gereja
yang diperkenalkan. Tujuannya tak lain adalah agar Imam untuk semua
para seminaris paham tentang kekayaan Gerejani yang Santo Paus Yohanes Paulus II dalam Anjuran Apostolik
melandasi pemikiran serta sikap Gereja tentang tema Ecclesia in Asia menandaskan bahwa benua Asia memiliki
pluralisme ini. ciri yang mempesona dengan keanekaragaman bangsa
Menurut Romo Habel, pada dasarnya menjadi seorang dan warisan budaya, agama dan tradisi (EA 6). Kekayaan
religius itu seharusnya otomatis menjadi interreligius. budaya, agama, dan tradisi ini menjadi tantangan untuk
Dengan kata lain, seorang religius harus menerima mewartakan iman Kristiani di Asia. Gereja menghargai
kehadiran tradisi-tradisi religius lainnya. Selain itu, pada kekayaan tersebut dan berusaha membangun dialog.
hakikatnya seorang religius itu memiliki sifat dasar untuk Isu ini juga ditekankan dalam dokumen tentang
berelasi, sehingga ketika ia menolak atau enggan berelasi, pembinaan calon imam, yakni Pastores Dabo Vobis, yang
maka sesungguhnya ia menolak apa yang secara natural mengamanatkan dengan gamblang bahwa para imam
ada pada dirinya (contra natura). Pada akhirnya, para harus menjadi insan perutusan dan dialog dalam banyak
seminaris diajak untuk menyadari kembali karakter dasar konteks dan bidang. Imam harus menjangkau segenap
seorang Kristiani yakni memiliki jiwa misioner; semangat lapisan masyarakat lintas agama, suku, budaya, dan strata
untuk diutus bahkan keluar dari zona nyamannya. sosial.
Di sesi lain, Romo Endro dan Romo Dion Manopo Melalui acara Teris Regio Jawa 2019 ini, para
membagikan tips yang bersifat praktis. Para seminaris seminaris diingatkan kembali bahwa tugas dialog itu
didorong untuk merefleksikan bahwa menjadi seorang akan terus diemban karena identitas, komunitas, dan
imam itu bukan hanya sekadar menjadi tukang Misa. misinya dibentuk dan diperkaya dalam konteks Asia/
Lebih dari itu, para seminaris diajak menyadari peran Indonesia. Masa depan Gereja Indonesia ada di tangan
penting seorang imam karena perutusannya sebagai man para seminaris yang akan terus berproses sesuai dengan
of dialogue; berdialog dengan berbagai macam elemen, tuntutan zaman kelak. •
mulai dari pemerintah, sesama pemuka agama, dan juga
masyarakat.
Untuk sampai di tahap itu perlu proses yang panjang,

Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019 MEKAR 23


OPINI

Antara Gereja
dan Budaya

Oleh: Fr Fransiscus Joko Umbara

D
ua kata: Gereja dan budaya, tetapi sebenarnya justru tak jarang mengikis
memunculkan satu pertanyaan makna hakiki dan sisi ilahi satu antara yang
klasik yang sudah sering terdengar: lainnya.
mampukah dipertemukan atau
dipersatukan secara sempurna? Berbeda fungsi
Pertanyaan itu seolah mengingatkan kita Gereja dan budaya, jika dipahami secara
mengenai fenomena yang terjadi di dalam sederhana mempunya peran dan posisi
lingkungan kita, dalam ritus keagamaan kita. yang berbeda. Gereja mengusahakan untuk
Di banyak daerah, dapat kita jumpai bangunan mengantar manusia kepada kematangan
gereja yang mengadopsi elemen-elemen spiritual dan rohani dengan ritus dan ibadat
bangunan adat tertentu. Atau mungkin sucinya. Sedangkan budaya berusaha mengantar
suatu tarian yang dimasukkan ke dalam manusia kepada kematangan perilaku dan
ritus ibadat suci dalam Gereja. Semua itu akal budi yang telah tertanam dalam nilai-nilai
memancing kekaguman akan keindahan yang budaya yang sudah mengakar dari sejak awal.
ditampilkannya. Keduanya saling mengisi dan memenuhi serta
Pertanyaan yang kemudian muncul, apakah saling memberi roh satu sama lain.
itu yang sesungguhnya yang benar? Tak jarang Gereja memenuhi dengan roh yang dapat
kita terjebak pada nilai “tepung gathuk” yang menjadikan nilai-nilai dalam budaya menjadi
dalam bahasa Jawa berarti “dicocok-cocokkan”. sesuatu yang ilahi, yang menyelamatkan manusia
Artinya, terkadang kita memberi sebuah tarian dalam tatanan norma dan tindakan. Sedangkan
atau sesuatu yang berkaitan dengan suatu budaya membuat Gereja menjadi lebih menyatu
budaya pada ritus ibadat Gereja kita, yang tak dan membumi dengan yang ada dalam daerah
jarang membuat umat terpesona pada apa tempatnya bertumbuh.
yang ditampilkan dan lupa kepada apa yang Gereja terbuka bagi seluruh bangsa dengan
dipersembahkan. latar belakang yang dimiliki masing-masing
Sadar atau tidak sadar, kita melihat kedua bangsa. Secara hakiki pun Gereja memiliki
unsur ini seolah saling mengisi satu sama lain, tugas mewartakan. Melalui misi Gereja dalam

24 MEKAR Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019


OPINI

mewartakan keselamatan kepada seluruh telah mendominasi Gereja sekian lama. Untuk
bangsa, Gereja berhadapan langsung dengan pertama kalinya secara resmi Gereja mengakui
permasalahan fundamental mengenai budaya kenyataan dunia yang multikultural melalui Acta
setiap tempat. Di satu sisi, manusia tidak bisa Apostolicae Sedis Paus Pius XII yang di dalamnya
hidup tanpa kultur tertentu, namun di sisi lain Paus Pius XII menegaskan soal pluralitas budaya
manusia sebagai makhluk religius menganut yang harus diterima.
suatu kepercayaan yang tidak serta-merta Karl Rahner menggambarkan Gereja pasca-
sejalan dengan kultur yang dihidupi. Konsili Vatikan II sebagai Gereja yang mulai
Kehidupan agama pun tidak bisa dibuang bergerak meninggalkan cara pandang helenistik-
begitu saja karena menyangkut perkara iman latin (Eropa) dan mentransformasikan diri
kepercayaan seseorang akan Tuhan, dan dengan menuju Gereja dunia yang sadar akan pluralitas
memeluk agama, manusia mendapatkan wadah agama dan kultural (Rahner (1979), 716-27).
untuk mencapai keselamatan yang ia imani. Dari Semangat misi modern telah diwarnai
hal ini, manusia berhadapan dengan dua aspek dengan semangat dialog dan penghargaan
besar dalam hidupnya, yakni agama dan kultur terhadap kultur setempat. Dalam Redemptoris
atau adat yang melekat sejak lahir. Missio, Paus Yohanes Paulus II menyatakan
Seseorang tidak bisa menyangkal dirinya bahwa Gereja mau tidak mau harus terlibat
untuk tidak lahir dalam suatu kultur tertentu dalam proses inkulturasi sebagai konsekuensi
dan tidak bisa melepaskan latar belakang dari kegiatan misionaris Gereja yang hidup di
yang melekat padanya sejak lahir begitu saja tengah bangsa-bangsa.
hanya karena ia memeluk suatu agama atau Dalam Redemptoris Missio art. 52, dikatakan
kepercayaan tertentu. Budaya sendiri meyakini bahwa arah misi bukan semata-mata conversio
nilai-nilai yang luhur dan tidak bisa digantikan animarum ataupun pendirian gereja setempat,
begitu saja dengan tradisi lain, sementara nilai melainkan pewartaan pesan kristianitas dengan
pesan Injili pun (atas dasar semangat misi) menggunakan bahasa dan kultur setempat
tidak bisa digantikan begitu saja oleh nilai sebagai media pewartaan.
budaya lain yang belum tentu sesuai dengan Dalam Injil Lukas 10, Yesus mengutus murid-
semangat kristiani. Namun, Gereja sendiri Nya untuk memberitakan Kerajaan Allah. Ada
dalam perkembangan sejarahnya mengalami satu perintah Yesus kepada murid-Nya ketika
perkembangan pandangan atas misiologi Gereja. memasuki sebuah kota. Para murid diminta
untuk tinggal di sana ketika kota itu menerima
Budaya sebagai media pewartaan diri mereka, dan menerima damai yang dibawa
Kaitan antara Gereja dan budaya juga telah oleh mereka.
mengukir banyak sejarah yang menggambarkan Perintah Yesus inilah yang ketika
betapa eratnya hubungan antara Gereja dan direnungkan merujuk bagaimana Yesus
budaya. Khususnya pada abad XX ketika mulai mengharapkan para murid untuk membumi,
munculnya gairah misi yang baru yang membawa tinggal bersama kultur budaya yang ada di sana.
kesadaran baru yakni kesadaran multikultural, Dengan demikian, maka Kabar Sukacita itu akan
bahwa terdapat realitas kultural lain di samping terwartakan kepada mereka yang terpanggil
kultur Eropa (Barat, helenistik-latin) yang untuk menerimanya. •

Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019 MEKAR 25


G E L I AT P A R O K I

Paroki St Ignatius Loyola Semplak

“Pesta Umat”
Bercita Rasa Nusantara
Teks dan Foto Michael Dhadack Pambrastho & Adolf Parhusip

S
ukacita dan suasana semarak tampak di sukacita dalam perbedaan.
Paroki Santo Ignatius Loyola Semplak pada Tampak pakaian adat Batak, Sunda, Rote (NTT),
hari Minggu, 16 Juni 2019. Memperingati Dayak, Jawa, Makassar dan Bali yang dikenakan oleh
25 tahun Tahbisan Presbyterat Pastor para panitia. Kebudayaan pun ditampilkan lewat
Paroki Santo Ignatius Loyola Semplak, beberapa mata acara hiburan dan menu makanan yang
RD Antonius Dwi Haryanto, warga Gereja St “Iglo” disajikan bagi umat.
menyelenggarakan “Pesta Umat bercita rasa nusantara”.
Ide ini diambil dari narasi yang terdapat dalam Buku Marak tarian
Panduan Bulan Kitab Suci Nasional 2018. RD Antonius Dwi Haryanto ditahbiskan bersama
Seperti hendak menanggapi ajakan Gereja tersebut dengan RD Bartolomeus Gatot Wotoseputro pada 11
dan melalui momen ulang tahun tahbisan presbyterat Juni 1994 di Gereja BMV Katedral Bogor oleh Mgr
Romo Anton, panitia “Pesta Umat” menetapkan bahwa Leo Sukoto. Pihak Keuskupan Bogor telah merayakan
semua orang yang terlibat dalam kepanitiaan diminta ulang tahun tahbisan ini dengan Perayaan Ekaristi pada
untuk mengenakan pakaian adat yang mencirikan Selasa, 11 Juni 2019 yang lalu, di Gereja BMV Katedral
identitas masing-masing daerah yang ada di Nusantara Bogor. Minggu, 16 Juni 2019, giliran umat di Paroki
ini. Maka saat pelaksanaan “Pesta Umat”, seluruh umat Santo Ignatius Loyola Semplak yang memperingati dan
yang hadir dapat menyaksikan bagaimana para panitia merayakannya secara khusus dan meriah pula.
kemudian tampak dalam busana adat yang dipilihnya “Pesta Umat” diawali dengan Perayaan Ekaristi
masing-masing. pukul 08.30 WIB yang dipimpin secara konselebrasi
Panitia mengenakan pakaian adat tradisional dari oleh Selebran utama RD Antonius Dwi Haryanto dan
sebagian kekayaan budaya bangsa Indonesia sehingga didampingi oleh RD Jimmy Rampengan, RD Antonius
memperlihatkan keindahan, kebersamaan, kesatuan, Garbito Pamboaji, RD Yohanes Maria Ridwan Amo,

26 MEKAR Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019


G E L I AT P A R O K I

Dalam narasi tema minggu kedua pada Buku Panduan untuk Bulan Kitab Suci Nasional 2018
“Mewartakan Kabar Gembira di Tengah Kemajemukan Budaya (Matius 1: 18-25)” ditulis:
Masyarakat kita adalah masyarakat majemuk dalam budaya. Perbedaan budaya, menimbulkan perbedaan dalam
pola pikir, pola pandang, cita rasa, sikap dan perilakunya. Juga pastilah berpengaruh pada kebersamaan hidup
bermasyarakat.
Kenyataan adanya kemajemukan budaya dalam masyarakat, menjadi konteks konkret Gereja dalam
mewartakan Kabar Gembira. Kekayaan budaya Indonesia sungguh mengagumkan. Di banyak tempat, sudah
ada upaya memanfaatkannya untuk penyebaran dan perkembangan iman umat. Kontekstualisasi, inkulturasi di
berbagai tempat, melewati tahap-tahap yang berbeda. Di beberapa tempat, masalah inkulturasi ini berada pada
ranah liturgi: bagaimana kekayaan budaya, seperti lagu-lagu, tata busana serta tarian yang merupakan ekspresi
batin dan tradisi budaya tertentu, bisa menyumbang peran untuk semakin merasakan kasih Tuhan dalam perayaan
dan bagi ibadat gereja. Di tempat lain, mulai dicari dan dipikirkan juga titik temu antara gagasan dan pengharapan
yang terungkap dalam aneka ungkapan dan simbol yang terdapat dalam budaya setempat dengan pengharapan
yang ditawarkan oleh kekristenan.
Upaya pewartaan Kabar Gembira mesti memperhatikan konteks budaya masyarakatnya. Dalam kebersamaan
hidup Gereja di tengah masyarakat akan muncul sikap meniru, menyesuaikan diri, mengambil alih, mengangkat,
mengubah, bahkan menyempurnakan unsur-unsur budaya yang ada.
Seturut dinamika misteri inkarnasi, Firman yang menjadi manusia, Gereja mesti memperhatikan unsur-unsur
budaya sebagai konteks pewartaan Kabar Gembira. Dengan demikian, kontekstualisasi merupakan proses
kontinyu agar nilai-nilai kristianitas terungkap dalam segi-segi kehidupan masyarakat. Dengan demikian, nilai-nilai
kristianitas berdampak (mengangkat dan mengubah, menyempurnakan dan memuliakan) dalam kehidupan
masyarakat di segala seginya, secara nyata dan paripurna. Setiap upaya pewartaan Kabar Gembira seharusnya
mendekatkan relasi Firman dengan konteks kehidupan manusia, di sini dan sekarang. (hal 56-57)

RD Jeremias Uskono, RP Swasono SJ, RD Rofinus Anton, para imam, serta tamu-tamu
Neto Wuli (Romo Ronny). Pesta dilanjutkan dengan undangan.
serangkaian kegembiraan yang dimeriahkan oleh Dalam tarian tersebut,
para pendukung acara yang berasal dari berbagai seorang wakil dari para penari
Lingkungan dan Wilayah yang ada di Paroki St menyematkan sehelai “Ulos
Ignatius Loyola Semplak. Selepas Misa, persembahan Kehormatan” kepada Romo
tari “Tortor Somba-Somba”, menyambut Romo Anton. Ulos yang diberikan
merupakan Ulos Holong yang
merupakan simbol dari jembatan
RD Antonius Dwi Haryanto. kasih sayang yang hangat, lambang
(Foto: Istimewa)
penghormatan umat Paroki
Semplak, yang diwakili oleh IKKSU (Ikatan Keluarga
Katolik Sumatra Utara) Semplak Bogor kepada Romo
Anton yang berulang tahun. Menjelang akhir acara,
Romo Ronny bersama Bapak Greg Djako turut tampil
memandu “Tari Jai”, sebuah tarian massal yang aslinya
berasal dari daerah Bajawa, Flores.
Pesta umat bercita rasa Nusantara ini hendak
menyatakan persatuan dan kebersamaan dalam
perbedaan di antara umat paroki Semplak. Pesta umat
bercita rasa nusantara ini juga merupakan wujud cinta,
dukungan dan doa untuk Romo Anton serta memberi
perhatian dan apresiasi yang baik terhadap budaya
yang ada di Nusantara ini. •

Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019 MEKAR 27


G e l i aT k O m i S i

Para peserta pertemuan baca Kitab Suci dari komunitas teritorial dan kategorial di Keuskupan Bogor. (Duduk keempat dari kiri: RD Agustinus Adi Indiantono). Foto: Pius P Ketaren

KOMISI KITAB SUCI

Ber-WhatsApp Ria
untuk Dalami Alkitab
Oleh: Pius P Ketaren
Umat Paroki BMV Katedral Bogor; Ketua Pelaksana Sinode 2002 Keuskupan Bogor

K
itab Suci (Alkitab) merupakan sabda yang tidak menggunakan ruang kelas seperti pada kursus
menjadi salah satu pilar penting dari tiga pilar umumnya, tetapi cukup dengan ruang dunia maya.
iman Katolik. Ungkapan Santo Hieronimus
“Tidak mengenal Kitab Suci berarti tidak Efektif dan bermanfaat
mengenal Kristus” (Ignoratio Scripturarum Saat ini, Keuskupan Bogor memiliki sedikitnya
Ignoratio Christi Est), menjadi semakin menggairahkan dua komunitas baca Kitab Suci menggunakan aplikasi
kita umat Katolik untuk membaca Kitab Suci. WA. Pada akhir Maret 2019 lalu, 17 anggota dari dua
Setelah Konsili Vatikan II pada tahun 1965, komunitas ini menghadiri pertemuan di Paroki Santo
semangat membaca Kitab Suci semakin semarak dengan Fransiskus Asisi Sukasari - Bogor untuk mengevaluasi
munculnya berbagai kelompok baca Kitab Suci: Kursus efektivitas kegiatan baca Kitab Suci via WA. RD
Pendidikan Kitab Suci (KPKS), Kursus Evangelisasi Agustinus Adi Indiantono, Ketua Komisi Kitab Suci
Pribadi (KEP), Sekolah Evangelisasi Pribadi (SEP), dan Keuskupan Bogor, turut hadir dan mendampingi peserta
Kelompok pendalaman Kitab Suci lainnya. dalam pertemuan ini.
Gerakan membaca Kitab Suci beberapa tahun Dalam pertemuan tersebut, para anggota komunitas
terakhir ini terus semakin menggelora, terutama dengan membahas mengenai manfaat dari penggunaan WA
munculnya komunitas Kelompok Baca Kitab Suci yang sebagai sarana membaca Kitab Suci. Seluruh peserta
sangat berbeda dengan bentuk kursus baca Kitab Suci sepakat bahwa membaca Kitab Suci menggunakan
umumnya, yaitu menggunakan aplikasi WhatsApp (WA). aplikasi WA sangat menyenangkan dan bermanfaat
Grup baca Kitab Suci menggunakan aplikasi WA ini, untuk anggota, terutama dalam meningkatkan

28 MEKAR Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019


G E L I AT K O M I S I

ketrampilan dan pemahaman sabda Tuhan dalam Contoh Kesepakatan KOMUNITAS


Kitab Suci. Baca Kitab Suci dalam Grup WHATSAPP
Kewajiban tiap anggota untuk membaca satu pasal
tiap hari dan melaporkannya di grup WA membentuk 1. Baca satu pasal setiap hari. Bila lupa baca, maka anggota
kedisiplinan dan komitmen untuk setia membaca harus membaca dua pasal pada hari berikutnya.
Kitab Suci. Walaupun kadang-kadang ada yang 2. Setelah membaca, anggota melaporkannya melalui
merasa terpaksa karena kesibukan, interaksi dengan “posting” dalam grup WA. Laporan ini dapat dilakukan
sesama anggota grup dapat memotivasi peserta dengan menggunakan salah satu dari 3 versi bentuk
untuk membaca seluruh isi Kitab Suci sampai selesai. laporan yang disediakan, yaitu:
Beberapa anggota bahkan ada yang ingin membaca • “Mazmur 90 sudah selesai saya baca”, atau
ulang Kitab Suci setelah selesai nanti supaya lebih • “Mazmur 90 sudah selesai saya baca: Masa hidup
paham. kami 70 tahun, dan jika kami kuat, 80 tahun, dan
Dengan membaca Kitab Suci, para anggota kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan;
komunitas ini merasa semakin mampu mawas diri dan sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang
lebih baik dalam mengendalikan emosi. Selain itu, grup lenyap (Mzm 90:10)”, atau
WA ini juga dirasa berguna sebagai sarana komunikasi • “Masa hidup kami 70 tahun, dan …………………… kami
dengan teman seiman, yang mampu memberi melayang lenyap (Mzm 90:10). Tafsiran kelompok
kekuatan saat menghadapi kesulitan. Jerusalem: Satu-satunya yang dapat dibanggakan
ialah kesusahan hidup. Dalam terjemahan kuno
Potensi besar terbaca kebanyakannya kesukaran dan penderitaan”.
Jumlah pengguna WA di dunia diperkirakan 3. Laporan dalam bentuk ‘posting’ di atas akan diberi
sebanyak 1,5 milyar orang (Kompas, 2018), dan tanda oleh Host grup WA dengan rincian sebagai berikut:
52 juta orang di antaranya tinggal di Indonesia • laporan diterima Host antara pukul 00.01-08.00
(Widyanto, Mei 2018). Jika 2,9% dari pengguna WA diberi tanda hati;
di Indonesia adalah Katolik, maka terdapat sekitar • laporan antara pukul 08.01-20.00 diberi tanda
1,5 juta orang Katolik pengguna WA di Indonesia, Jempol; dan
yang berpotensi membaca Kitab Suci menggunakan • laporan antara 20.01-24.00 atau lupa membaca,
aplikasai WA. diberi tanda es krim.
Jika mengandalkan kursus/sekolah, sungguh
besar gedung dan biaya yang dibutuhkan untuk
mengakomodasi murid potensial tersebut. Dengan
memanfaatkan aplikasi WA, kendala tersebut bisa
diatasi. Di samping itu, komunitas ini juga dapat
memudahkan peserta yang ingin melanjutkan
pendalaman materi di sekolah/kursus Kitab Suci.
Meski sarat potensi, pemanfaatan grup WA untuk
membaca Kitab Suci ini juga butuh kehati-hatian,
terutama dalam hal penafsiran. Untuk menggali
dengan tepat arti nas-nas suci, penafsir harus
benar-benar memperhatikan isi dan kesatuan seluruh
Alkitab, dengan mengindahkan Tradisi hidup Gereja
serta analogi iman (Dei Verbum 12; KGK 109-111).
Semua yang menyangkut cara menafsirkan
Alkitab itu berada dibawah keputusan Gereja, yang
menunaikan tugas serta pelayanan memelihara
dan menafsirkan sabda Allah. Maka dari itu, setiap
komunitas baca Kitab Suci melalui aplikasi WA
dianjurkan untuk melibatkan seorang pastor, atau
setidaknya seorang Katekis sebagai pendamping.
Mudah-mudahan dengan banyaknya orang tua
yang sudah membaca Kitab Suci, generasi Katolik
selanjutnya juga dapat mengenal Kitab Suci sejak
dini, terutama melalui dongeng tokoh Kitab Suci yang
diceritakan oleh orangtua mereka sebelum tidur. •

Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019 MEKAR 29


S U A R A TA N A H M I S I

KEUSKUPAN AGATS

Tungku Api
di dalam Gereja
Teks dan Foto RD Lucius Joko Kasihanto*)

*) Penulis adalah imam diosesan Keuskupan Bogor yang sedang menjalani misi di Keuskupan Agats.

S
ekitar bulan September 2018 yang
lalu, saya berkesempatan untuk
mendampingi perjalanan pastoral
Gereja Katolik tidak pernah tabu dengan Uskup Agung Jakarta, Mgr Ignatius
Suharyo di Keuskupan Agats, Asmat.
budaya lokal atau setempat. Selalu ada tempat
Mgr Aloysius Murwito, Uskup Agats, dan
bagi budaya lokal atau setempat dalam Mgr Antonius Subianto, Uskup Bandung
Gereja Katolik demi sebuah penghayatan dan sekaligus Sekjen KWI turut hadir dalam
pengalaman iman akan Kristus yang semakin rombongan ini.
mendalam. Bahkan, Gereja Katolik juga ikut Agenda dari kunjungan pastoral Mgr
hadir dalam melestarikan nilai-nilai positif Ignatius Suharyo kali ini adalah menuju
beberapa paroki dan karya-karya pastoral
budaya lokal atau setempat tersebut.
dalam bidang pendidikan dan kesehatan
Demikian juga yang terjadi di Keuskupan di Keuskupan Agats. Salah satu Paroki
Agats-Asmat, budaya Asmat sangat kental yang kami kunjungi adalah Paroki Kristus
nampak terwujud dalam langkah gerak pastoral Amore Sawa Erma. Saat ini Paroki
di keuskupan ini dalam banyak aspek. Salah tersebut dikepalai oleh Pastor Vince Cole,
satunya adalah dalam gaya bangunan gereja, seorang Pastor Misionaris dari Maryknoll.
Gereja pusat di Paroki ini sangat unik
arsitektur maupun interior bangunan gereja.
dan menarik. Sangat jauh berbeda dengan
gedung gereja di Keuskupan Agats pada
umumnya. Di Gereja Kristus Amore Sawa
Erma ini kita akan menemukan beberapa

30 MEKAR Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019


S U A R A TA N A H M I S I

benda budaya dengan ukiran yang indah. Salib


utama yang biasanya dalam gereja hanya ada
satu dan terpusat, di gereja ini memiliki dua
salib besar yang terpasang.
Pastor Vince dan beberapa dewan sedikit
menjelaskan saat itu bahwa salib yang
terpasang adalah salib yang dimaknai sebagai
salib kematian dan salib kehidupan. Salib
kematian terlihat ada ‘corpus’ (tubuh Yesus),
sedangkan salib kehidupan tanpa corpus,
melambangkan Yesus yang sudah mengalami
keselamatan abadi yaitu kebangkitan.
Selain dua salib tersebut, di dalam gereja
ini ada bejana baptis besar. Bejana baptis
diletakkan di tengah bangunan gereja. Ada
juga ambo dengan ukiran yang menarik,
tempat liturgi sabda dilakukan. Elemen-
elemen bangunan di dalam gereja ini hampir
90 persen diukir oleh tangan-tangan lincah
masyarakat Asmat setempat.
Perlu diketahui juga bahwa bangunan
gereja di Paroki Kristus Amore ini tanpa kursi
seperti yang terdapat pada gereja-gereja lain
pada umumnya. Hal ini bukan karena gereja
tidak mampu menyediakan kursi, melainkan bagi masyarakat Asmat. Tungku api
meniru gaya masyarakat adat saat melakukan melambangkan pusat hidup bagi masyarakat
musyawarah adat di dalam rumah adat atau Asmat. Tungku api ini biasanya ada di dalam
“jew”. rumah adat “Jew” atau dikenal juga dengan
Lebih menarik lagi adalah adanya istilah rumah bujang.
tungku api di dalam gereja. Tungku api ini Di dalam “jew” sendiri jumlah tungku api
memiliki makna yang cukup mendalam biasanya sesuai dengan banyaknya keluarga
di dalam Jew tersebut. Kaitan adanya tungku
api di dalam gereja menurut Pastor Vince
adalah supaya masyarakat Asmat mampu
menyadari bahwa Gereja adalah sebuah
keluarga. Oleh karena itu setiap anggota
keluarga seharusnya selalu hidup saling
mengasihi satu sama lain. Hal lainnya juga
untuk mengarahkan masyarakat setempat
bahwa Ekaristi di dalam gereja juga adalah
pusat kehidupan dalam menggereja.
Dengan model gereja ini justru semakin
mampu menghantarkan masyarakat setempat
semakin memahami dan mengalami nilai-nilai
Kristiani.
Sayang sekali waktu kunjungan sangat
terbatas sehingga tidak memungkinkan untuk
mencari tahu lebih banyak tentang keunikan
arsitektur dan interior di gereja ini. Ada
keinginan sekali waktu mengikuti perayaan
Ekaristi bersama dengan umat di tempat ini.
Semoga! Dormomo. Tuhan memberkati. •

Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019 MEKAR 31


SOSOK

Clarensia Albertina

TAK GENTAR
Melatih Kor
Seminaris
Usia muda tidak menghalangi Clarensia
Albertina, untuk berbagi pengalaman
sebagai pendamping dan pelatih kor para
seminaris di Seminari Menengah Stella
Maris Bogor.

Meski awalnya merasa takut dan


grogi karena belum pernah punya
pengalaman mengajar kelompok kor
sendirian, Clarensia tetap bertahan dan
mencoba menikmati tiap proses dalam
mendampingi para seminaris.

Foto-foto: Dok. Pribadi

Halo Clarensia! Seperti apa perasaanmu saat stay cool. Saat itu saya langsung berhadapan
pertama kali bertugas sebagai pelatih kor dengan kelas senior. Whoa... Mereka asyik
seminaris? dengan kelas dan cara bernyanyi mereka sendiri.
Ketika diberi tawaran oleh Romo Jemie Awalnya saya hanya bisa diam... Ketika lagu
(RD Jeremias, red.) untuk membantu latihan yang dilatih sudah selesai, barulah saya ajak
kor, rasanya ragu, takut dan gak percaya diri. mereka mengobrol. Di situlah terlihat pandangan
Apalagi yang dibantu adalah calon-calon frater, mereka seolah mengatakan “Siapa lagi ini?
jadi pasti lebih baik dan lebih matang daripada Mengganggu kebebasan gue aja sih.” Sungkan
kemampuanku yang pas-pasan ini. Malu. Takut rasanya. Saya merasa ada di ranah mereka yang
salah memberikan materi, menjelaskan tema, gak boleh dimasuki oleh orang lain, meskipun ini
menyampaikan tujuan lagu, atau yang fatal, salah perintah dari ‘bapak’ mereka sendiri.
nada. Sangat minder dan baper (terbawa perasaan,
Tetapi Romo Jemie selalu meyakinkan, red.) sekali, karena pandangan mereka seolah
bahkan mengizinkan saya untuk mencoba bicara “ah, cuma temannya Romo Jemie”, bukan
berhadapan langsung dengan anak-anak terlebih sebagai pendamping yang bisa dipercaya untuk
dulu. Dengan keberanian yang lebih sedikit membantu mereka konsultasi, apalagi memahami
dibandingkan groginya, saya menyanggupi trial lagu.
class yang ternyata cuma ‘pancingan’, karena Lama-lama, saya mulai terbiasa dengan
setelahnya saya diminta datang setiap Sabtu. situasinya. Saya mencoba untuk menyesuaikan
Pertama kali berhadapan dengan anak-anak, ritme latihan seperti apa yang mereka bentuk.
bukan main groginya, tapi saya mencoba untuk Pastinya setiap kelas punya karakteristiknya

32 MEKAR Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019


SOSOk

masing-masing. Dan ternyata, tidak semua kelas


resisten; ada kelas yang justru memanfaatkan dengan
Clarensia Albertina
baik ketika ada pendamping. Mulai dari konsultasi Tempat, tanggal lahir
materi lagu, mengulas tugas-tugas, bahkan ngobrol Jakarta, 4 Juli 1992
Hobi
sambil cerita pengalaman. Tidak hanya pengalaman
Masak, membaca
yang berhubungan dengan nyanyi, kadang sampai ke
cerita personal yang tidak berkaitan dengan lagu.
@albertineclarens
Apa saja kejadian berkesan selama Clarensia melatih
kor di seminari? bilang mereka lebih rapi dan baik ketika tugas”. Syukur
Saya suka sekali ketika mereka sudah mulai cerita kepada Allah usaha saya datang setiap Sabtu malam
tentang kehidupan mereka. Meski agak menyimpang tidak sia- sia.
dari job desc, saya tetap memanfaatkan hal itu untuk
menjadi lebih dekat dengan mereka. Ketika sudah Apa saja suka-dukanya saat mendampingi para
dekat akan lebih mudah untuk ‘transfer’ hal-hal lainnya. seminaris berlatih?
And it really works. Lambat laun, mereka semakin dekat Ketika ditanya lebih banyak suka atau duka dengan
dengan saya dan lebih mudah menerima masukan. mereka, jelas lebih banyak sukanya.
Tidak jarang mereka juga malah mencari saya ketika Meski jarak dari rumah saya ke seminari cukup jauh,
kelas mereka tidak didampingi. itu masih bisa diatasi. Lebih banyak senangnya karena
Anak-anak seminaris ini juga ada saja tingkah lucu menyadari ada kemampuan saya yang bisa diasah dan
dan alasannya kalau sedang malas latihan. Suatu ketika, dibagikan ke anak-anak. Hilang sudah rasa malu, takut,
ada satu anak yang bilang tidak bisa ikut bernyanyi sungkan, terlebih rasa gak percaya diri. Sama-sama
karena batuk dan suaranya habis, tapi begitu kelas belajar antara anak-anak dan pengajar.
bubar, dia bisa panggil temannya dengan suara keras. Dukanya, ketika saya harus terima kabar bahwa
Pernah juga ada yang bilang ngantuk terus tugas kor mereka dikritik umat atau pastor, dan
sepanjang latihan, bahkan tidur. Begitu latihan selesai, saya tidak ada di sana untuk sekedar menyemangati
dia langsung bisa lari dan bercanda dengan temannya. mereka. Sedih juga ketika saya merasa anak-anak
Saya sih anggap kejadian-kejadian seperti itu sebagai sudah bertugas all out dan sebaik mungkin dengan
hiburan saja. persiapan yang tidak main-main dan pasti melelahkan,
Rutinitas kami adalah latihan di Sabtu malam untuk tapi mereka seolah dianggap biasa aja tanpa apresiasi.
tugas di Minggu pagi. Sedihnya, saya belum pernah Ketika buruk dikritik, masa ketika sudah bagus tidak
mendampingi mereka tugas mingguan. Kelihatannya diakui?
tugas mingguan mereka mungkin sepele. Tapi justru Momen yang paling sedih ketika bersama mereka
tugas mingguan itu yang diperhatikan banyak umat, adalah ketika penglepasan kelas 7BC tahun 2019 ini.
sementara kualitas mereka belum stabil. Imbas dari sering sharing pribadi yaa ke-baper-an saat
Senang sekali sewaktu dapat kabar “banyak umat berpisah. • Mentari

Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019 MEKAR 33


KOMIK SIMON-SIMIN
©2019 Seksi KOMSOS Paroki St. Joannes Baptista Parung
LINMAS

#2019
RAJIN
!
@komikkatolik MISA TUMAN!!

KOMIK
SIMON-SIMIN
woi ngapain lu?
gua sekarang
Jadi joki samsat?
seksi liturgi,
lagi nyiapin
lagu
gua lagi
konsen
nih... 2

OMK 1 gaya lu...


mana sini
OMG
coba gua liat...

Lah apaan nih??


3 Ngapa emang? 4
Masa ritus Kan lagu-lagunya
pembuka pakai lagu keren tuh.
c
ti
ho

Jarang Goyang?? Ada yang pakai


g

Trus persembahan bahasa


ada joget daerah, kekinian
Blekping segala? juga, pasti
misanya
makin asik deh...
OMK
OMG
Hadeh tuyul...
liturgi dengan budaya
memang bisa dipadukan.
5 7
Tapi tetep prinsip
utamanya: harus
tetap Ritus Romawi,
tetap sakral,
dan nggak mengganggu
kontak umat dengan
Allah Tritunggal
dan para kudus
hmm..
selama perayaan
Ekaristi! gitu ya...

skahaaa
6
YAUDAH DARI PADA
LAGUNYA MUBAZIR,
SAYA LAMPIASKAN
DI SINI SAJA...

8 Kok gua bis


n s at u
a
tah a

k ! komik SAm
a

lic Ini boca h


c terus yak

34 MEKAR Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019


L I T U R G I & K AT E K E S E

Misa Umat Bertanya,


Inkulturatif
Pastor Menjawab
Anastasia, Paroki SFA Sukasari:

Q Mohon penjelasan kapan kita boleh mengatakan bahwa sebuah Perayaan Ekaristi dapat disebut Misa
Inkulturasi, dan kapan itu disebut Misa bernuansa daerah (Jawa, NTT, dan lain-lain)? Sejauh mana dalam
liturgi kita boleh melibatkan “kedaerahan” (lagu, perarakan, tarian dan sebagainya)?

A RD Fabianus & Thomas Sutadi, Komisi Liturgi Keuskupan Bogor

Istilah inkulturasi baru muncul beberapa tahun disebut sebagai sebuah misa inkulturatif.
sesudah Konsili Vatikan II, namun dinamika inkulturasi Inkulturasi dalam misa menuntut bahwa budaya
dalam liturgi telah tumbuh bersamaan dengan yang hendak diangkat itu benar-benar budaya yang
perkembangan Gereja. masih dihidupi, atau setidaknya masih ditemukan dalam
Sesungguhnya tidak ada yang disebut misa hidup sehari-hari. Inkulturasi seharusnya otentik,
inkulturasi. Semua misa sama. Tetapi barangkali kita tidak mengada-ada, tidak memaksa umat. Karena jika
dapat menggunakan istilah misa inkulturatif untuk unsur itu tidak otentik, misa hanya akan berupa sebuah
menjelaskan sebuah misa yang menggunakan sejumlah pagelaran atau tontonan di mata umat.
unsur budaya setempat menurut ketentuan mengenai Hal ini tentu berlainan dengan apa yang terjadi
penyesuaian yang diizinkan oleh Konferensi Waligereja pada kelompok umat yang heterogen, yang terdiri dari
sebagai bentuk pelaksanaan Konstitusi Liturgi artikel berbagai suku bangsa dan latar belakang budaya seperti
37-40 yang ada di sebagian besar paroki di Keuskupan Bogor.
Secara awam dapat dijelaskan bahwa yang disebut Misa dengan segala variasi penggunaan budaya yang
dengan inkulturasi dalam liturgi, khususnya dalam sebuah tidak dipahami atau dihayati umat hampir pasti akan
misa, adalah upaya untuk memasukkan berbagai unsur memunculkan keluhan, debat kusir atau canda tawa
budaya lokal yang sudah sangat dijunjung tinggi ke dalam karena apa yang terjadi mungkin dianggap tidak lebih
liturgi, yang mampu mengungkapkan iman, yang tidak sebagai pertunjukan atau ajang kreasi atau ekpresi para
bertentangan dengan Injil serta mampu menggambarkan pelaku atau peraya liturgi.
makna berbagai simbol liturgi yang digantikannya. Saran kami, bila sebuah paroki hendak
Misa inkulturatif bukanlah misa yang berusaha menyelenggarakan misa inkulturatif dengan pilihan
menggantikan unsur-unsur liturgi Romawi ke dalam budaya tertentu, pastikan bahwa bukan hanya
budaya lokal, melainkan misa yang mengangkat budaya pastor paroki saja namun umat setuju untuk
lokal yang sedari awal sudah diakui sebagai sesuatu menyelenggarakannya. Jika umat sangat heterogen,
yang sakral dan dijunjung tinggi nilainya ke dalam liturgi sebaiknya misa tersebut diselenggarakan di luar jadwal
Romawi. Karena itu, hanya nyanyian, alat musik, tata misa yang sudah ada. Selain itu, harus dipastikan bahwa
gerak, tarian, busana, tata letak ruangan dan sebagainya semua bentuk seni budaya yang digunakan betul-betul
yang oleh masyarakat tradisional diakui memiliki nilai-nilai memiliki akar dan nilai sakral yang mampu mengarahkan
sakral dan mampu menggambarkan dengan jelas ajaran umat kepada perjumpaan dengan Allah, dan semua pilihan
Injil yang dapat diangkat ke dalam liturgi. Penyesuaian bentuk seni budaya itu tetap liturgis.
budaya ini pun harus telah melalui penelitian yang Misa inkulturatif bukan sekadar misa bernuansa
mendalam dari para ahli budaya dan ahli liturgi, dan harus budaya tertentu. Misa inkulturatif bukan sekadar bahwa
mendapatkan persetujuan Konferensi Waligereja. umat berpakaian adat, atau imam menggunakan kasula
Contohnya adalah penggunaan nyanyian dengan bermotif batik, atau nyanyian menggunakan iringan
iringan degung di lingkungan Panti Asuhan St Yusuf degung. Misa inkulturatif bukan sekedar kegiatan misa
Sindanglaya Cipanas. Di komunitas ini gending dianggap yang didokumentasikan. Hal-hal yang tampak itu harus
memiliki daya yang mampu mengangkat hati anggota memperlihatkan sakralitas Ekaristi karena lewat budaya
komunitas yang berkebudayaan Sunda atau yang telah yang dijunjung tinggi itu umat mengalami perjumpaan
terbiasa dengan kebudayaan Sunda untuk terarah kepada dengan Allah dan mereka dikuduskan lewat pembacaan
Sang Pencipta. Maka misa dengan nyanyian dan degung firman dan persatuan dengan Tubuh dan Darah Kristus. •
yang melodi dan syairnya liturgis tesebut sudah dapat

Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019 MEKAR 35


K E S E H AT A N

PSIKOSOMATIS:
“SI KECIL”
YANG BIKIN
DOMPET TIPIS!
Oleh: Lidwina Florentiana Sindoro, S.Psi.*)

Pernahkah Anda mengalami sakit fisik yang berulang dan


tidak kunjung sembuh meskipun sudah berobat ke dokter?
Apakah tiap mengalami stres Anda mudah jatuh sakit?
Nah, mungkin Anda sedang mengalami psikosomatis.

P
sikosomatis adalah penyakit fisik yang muncul
sebagai respon tubuh terhadap kondisi psikologis
yang menekan, seperti stres atau kecemasan.
Ketika kita menghadapi situasi yang menekan, tubuh
kita secara alami akan meresponnya. Kita akan berusaha
mengerahkan seluruh kemampuan untuk menyelesaikan
masalah yang muncul (fight response) atau memilih untuk
menghindarinya (flight response).
Jika situasi menekan terjadi secara terus menerus
namun kita tidak dapat keluar dari situasi tersebut, secara
psikologis kita akan merasa lelah dan membuat kondisi
tubuh kita juga menurun. Saat itulah psikosomatis muncul.
Psikosomatis biasanya berulang dan polanya sama pada
tiap individu karena masing-masing memiliki organ inferior
atau bagian tubuh yang lemah. Individu yang terkena
psikosomatis seringkali tidak menyadarinya karena gejala
fisik yang muncul dianggap “kecil” atau “wajar”. Mereka
berobat ke dokter lalu mendapatkan obat untuk penyakit
mereka. Akan tetapi, penyakit tersebut akan segera
kambuh ketika obat habis. Psikosomatis akan hilang
dengan sendirinya ketika situasi penyebab stres berakhir.
Ilustrasi: unsplash.com

36 MEKAR Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019


k e S e H aTa N

Psikosomatis
• Sariawan
• Maag atau GERD
• Eksema
• Hipertensi atau hipotensi, dll

Situasi Stres
• Tekanan pekerjaan, studi
• Masalah keluarga, relasi


interpersonal
Tekanan ekonomi, dll
Pencegahan
• Sariawan
• Maag atau GERD
• Eksema
• Hipertensi atau hipotensi, dll

Jika psikosomatis muncul terus menerus dan Anda tidak dapat mengatasinya, sebaiknya
Anda segera mencari bantuan. Anda dapat meminta saran kepada orang terdekat Anda,
misalnya pasangan atau anggota keluarga.
Jangan segan untuk datang dan berkonsultasi dengan imam, konselor atau psikolog
yang Anda rasa mampu membantu permasalahan yang sedang Anda hadapi. Jangan sampai
psikosomatis membuat kantong Anda tipis karena berobat ke sana kemari ya! Kenali sebabnya,
temukan polanya, dan lakukan pencegahan serta pengobatan yang tepat! •

*) Penulis adalah mahasiswa Magister Profesi Psikologi Klinis Dewasa UI.

Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019 MEKAR 37


NASIONAL

38 MEKAR Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019


NASIONAL

PEKAN KOMSOS NASIONAL 2019

Manfaatkan
Media Digital,
Gereja Ajak Umat
Perkokoh NKRI
Teks dan Foto RD David Lerebulan

M
asih ingat beberapa bulan
lalu saat pemerintah
melalui Kemenkominfo
membatasi arus informasi
lewat WA ketika terjadi
peristiwa kerusuhan 21-22 Mei 2019?
Hal tersebut dianggap cukup optimal
dan ideal untuk mengurangi potensi
penyebaran hoax dengan segala efeknya.
Media digital menjadi salah satu
peluang sekaligus tantangan dalam
menciptakan iklim sosial yang kondusif.
Sadar akan potensinya yang bisa
konstruktif (membangun) sekaligus
destruktif (merusak), Gereja melalui
Komisi Komunikasi Sosial serius
dalam ikhtiar membangun komunitas
digital yang menjunjung tinggi martabat
dan nilai-nilai kemanusiaan serta
meningkatkan kualitas kehidupan
manusia.

Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019 MEKAR 39


NASIONAL

Komunitas Insani “Kita Adalah Sesama Anggota (Efesus 4:25).


Dalam rangka menyemarakkan Hari Minggu Berawal Dari Komunitas Jejaring Sosial Menuju
Komunikasi Sedunia ke-53, Komsos KWI Komunitas Insani”. Bapa Suci mengajak seluruh
menggelar Pekan Komunikasi Sosial Nasional anggota gereja untuk menciptakan komunitas
(PKSN). Romo Kamilus Pantus (Sekretaris persaudaraan dan menguatkan nilai-nilai Injili
Eksekutif Komsos KWI) mengundang salah satu (kasih dan sukacita). Kehadiran teknologi dengan
untuk menjadi penyelenggara kegiatan ini. Tahun segala peluang dan tantangnya memerlukan
ini, PKSN dilaksanakan di Keuskupan Makassar sebuah sikap kritis yang tidak boleh krisis.
(26 Mei 2019 – 2 Juni 2019). “Perkokoh NKRI
Melalui Media Digital” menjadi roh utama yang Ikhtiar Bersama
digaungkan dalam seluruh rangkaian PKSN PKSN digelar dengan mengajak seluruh
keenam ini. pegiat komsos di keuskupan-keuskupan seluruh
Gereja Katolik terpanggil untuk berperan Indonesia untuk turut berpartisipasi. Tiga
secara nyata menciptakan iklim komunikasi tahun terakhir ini, Komsos KWI juga bersinergi
dan interaksi yang menjunjung tinggi nilai-nilai bersama Kemenkominfo memberantas dengan
Injili dalam semangat kebangsaan. Riuhnya lugas, tegas dan cerdas bencana yang disebabkan
media sosial terlebih dalam suasana politik oleh media digital.
kemarin menjadi peluang berkembang luasnya Perang dan tsunami informasi menjadi
nilai-nilai negatif. Nilai-nilai kemanusiaan terusik sebuah kenyataan tak terbantahkan. Lewat
dan tercerabut manakala ujaran kebencian, literasi media, pelatihan jurnalistik, pembuatan
intoleransi, berita palsu, hoax, benih-benih film pendek, pentas budaya serta eksplorasi
radikalisme dan disintegrasi bangsa mewabah kearifan lokal Indonesia, Gereja mengajak setiap
dalam jagat maya. insan khususnya generasi milenial untuk mengisi
Bapa Suci Paus Frasiskus mengangkat jagat maya dengan hal-hal yang produktif, kreatif
tema pada Hari Komunikasi Sedunia ke-53 dan positif.

40 MEKAR Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019


NASIONAL

Digelar di dua tempat, PKSN 2019 ini


diselenggarakan di Makassar dan Tana Toraja. Di
Makassar digelar Seminar Nasional “Perkokoh NKRI
Melalui Media Digital” yang dihadiri sekurangnya
700-an orang yang mayoritas generasi milenial. Para
narasumber seperti Dra. R. Niken Widiastuti, M.Si hadir
mewakili Menkominfo Rudiantara, S.Stat., M.B.A.
Dra. Niken mengajak generasi muda mempersiapkan
diri menyambut revolusi industri 4.0 dengan segala
keterampilan dan kreativitas. Indonesia adalah bangsa
yang potensial yang mampu bersaing sejajar dengan
negara-negara hebat lainnya. Kemkominfo pun
menyediakan beasiswa untuk mendorong kesiapan dan
daya saing Indonesia di tengah dunia. Pastor Yans Sulo Paganna, serta kunjungan ke tempat
ziarah kultural dan spiritual di sekitar Toraja berhasil
Hadirkan wajah Kristus dalam media menjadi daya tarik yang menghipnotis semua peserta.
Gereja beradaptasi dengan perkembangan era Dua Bapa Uskup terlibat dalam PKSN kali ini :
transformasi digital. Setiap pribadi diundang untuk Mgr Antonius Bunjamin (Uskup Bandung sekaligus
hadirkan wajah Kristus di belantara internet. Berbagai Sekretaris KWI) serta Mgr John Liku Ada (Uskup
praktisi komunikasi, literasi, jurnalis hingga sineas hadir Keuskupan Agung Makassar). Akhirnya kegiatan ini
menularkan ilmu dan kekritisan mereka membaca hendak menyadarkan peran komsos sebagai media
tanda-tanda zaman. Prof. Eko Indrajit, Drs Errol komunikasi, informasi dan edukasi dalam menyiarkan
Jonathans, Budi Sutedjo, Trias Kuncahyo, Drs. Eusabius kabar baik dan kabar benar yang meningkatkankan
Binsasi hingga Romo Ismurti SJ (Produser Film kualitas kehidupan beriman, berbangsa dan bernegara.
“Soegija”) dan Romo Eko OSC hadir menyemarakkan Mari rajut kembali kesatuan dan keutuhan NKRI,
rangkaian PKSN ini. tebarkan nilai-nilai injili yang menyelamatkan dan
Pelatihan jurnalistik dan pembuatan film pendek mendamaikan untuk menyambut transformasi media
diselenggarakan di Tana Toraja. Gereja Paroki Hati Tak digital dalam revolusi industri 4.0 dengan kekuatan
Bernoda SP Maria, Makale menjadi sentra kegiatan mental spiritual yang kokoh. Teknologi, manusia, NKRI,
PKSN di Tana Toraja. Ekplorasi budaya Toraja menjadi Gereja. •
suguhan yang sangat memikat bagi semua pengunjung
Toraja, tak terkecuali dengan para pegiat komsos ini.
Gelaran pesta budaya Toraja, sharing kearifan lokal dari

Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019 MEKAR 41


J e Ja k i ma N

Melaka,
Awal Jalan Iman Kristen
Foto: Vivid travel di Negeri Jiran
Oleh: Fr Alexander Editya

B
Malaysia sebagai salah angunan asli gereja ini adalah sebuah kapel sederhana
satu negara yang mayoritas yang dibangun pada tahun 1521 yang didedikasikan
penduduknya beragama Islam, untuk Bunda Maria dan dikenal sebagai nossa Senhora
ternyata memiliki sejarah da Annunciada (Bunda Maria Menerima Kabar gembira). Kapel
perkembangan Gereja Katolik yang tersebut dibangun oleh seorang bangsawan Portugis, Duarte
menarik. Salah satunya adalah Coelho, sebagai ujud syukur setelah pelariannya dari badai di Laut
momentum berdirinya Gereja China Selatan.
Katolik di sana. Gereja Santo Paulus Kapel tersebut diserahkan dengan akta resmi kepada Yesuit
sebagai sebuah bangunan gereja pada tahun 1548 oleh Uskup Goa, João Afonso de Albuquerque,
bersejarah di Melaka, Malaysia di mana sertifikat tanahnya diterima oleh Fransiskus Xaverius.
yang menurut aslinya dibangun Kapel ini kemudian diperbesar lagi pada tahun 1556 dengan
pada tahun 1521, menjadikannya penambahan lantai dua, dan menara lonceng ditambahkan pada
bangunan gereja tertua di Malaysia tahun 1590. Kapel ini kemudian berganti nama menjadi Igreja
dan Asia Tenggara. Gereja ini de Madre de Deus (gereja Bunda Allah). Sebuah tempat
terletak di puncak Bukit Santo permakaman dibuka pada tahun 1592 dan banyak tokoh penting
Paulus dan saat ini merupakan yang dimakamkan di sana, termasuk Pedro Martins, Uskup Funay,
bagian dari Kompleks Museum Jepang yang kedua.
Melaka yang terdiri dari reruntuhan Bersamaan dengan penaklukan Melaka oleh Belanda pada
A Famosa, Stadthuys, dan tahun 1641, gereja ini dikonsekrasi ulang untuk penggunaan
bangunan-bangunan bersejarah Gereja Reformasi Belanda sebagai Bovernkerk atau Gereja
lainnya. Tinggi. Gereja ini tetap digunakan sebagai gereja utama
komunitas Belanda sampai Bovenkerk yang baru (lebih dikenal

42 MEKAR Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019


J e Ja k i ma N

Foto: malacca.ws
saat ini sebagai Gereja Kristus Melaka) selesai pada kuburan di Pulau Shangchuan dan sementara
tahun 1753. Gereja tua ini kemudian dialihkan untuk dikuburkan di gereja ini sebelum akhirnya dikirim ke
penggunaan sekuler dan bangunannya dimodifikasi dan Goa. Sebuah kuburan terbuka di gereja ini masih ada
diperkuat sebagai bagian dari benteng Melaka. Bagian sampai sekarang, yang menandai tempat penguburan
tengah bangunan gereja kemudian digunakan sebagai Xaverius.
halaman gereja.
Ketika Britania menduduki Melaka pada tahun gereja Katolik Malaysia saat ini
1824, gereja tersebut digunakan sebagai gudang mesiu Pada akhirnya, sebuah misi agama dikatakan
dan dibiarkan memburuk lebih lanjut. Pada tahun 1952, berhasil bukan hanya dilihat dari jumlah Gereja secara
sebuah patung Fransiskus Xaverius didirikan di depan kuantitas tetapi kualitasnya. Malaysia kini memiliki 3
reruntuhan gereja dalam rangka memperingati ulang Keuskupan Agung yaitu Kuala Lumpur, Kuching dan
tahun ke 400 persinggahannya di Melaka. Kota Kinabalu serta 6 Keuskupan Suffragan.
Sehari setelah patung itu dikuduskan, sebuah pohon Jumlah umat Kristiani di Malaysia hanya 9,2 %
casuarina besar jatuh menimpanya, memutuskan dari populasi penduduk Malaysia, di mana jumlah
lengan kanannya. Sebelumnya, lengan bawah kanan terbesar ada di Sarawak dan Sabah. Perkembangannya
dari jasad Xaverius memang dipotong pada tahun 1614 sebagai agama minoritas masih menyisakan dilema.
untuk diabadikan sebagai sebuah relikui. Hingga kini, Gereja Katolik Malaysia masih mencoba
untuk bertahan dan berjuang untuk mempertahankan
Hubungan dengan Santo Fransiskus Xaverius imannya, mengingat Konstitusi memungkinkan
Pada tahun 1548, Fransiskus Xaverius dengan pembatasan penyebaran agama selain Islam kepada
bantuan dengan bantuan rekan-rekan Yesuit, Fr komunitas Muslim, dan ambiguitas dari ketentuan
Francisco Peres dan Bruder Roque de Oliveira, tersebut telah mengakibatkan beberapa masalah.
mendirikan sebuah sekolah di tempat kapel yang Kini Gereja diperbolehkan di Malaysia, meskipun
dikenal sebagai Kolese Santo Paulus. Ini mungkin ada pembatasan pembangunan gereja baru melalui
merupakan sekolah pertama dalam pengertian modern hukum zonasi diskriminatif. Untungnya, kebebasan
yang didirikan di Semenanjung Malaya. untuk mempraktikkan dan menyebarkan agama dijamin
Xaverius menggunakan gereja tersebut sebagai di bawah Pasal 11 dalam Konstitusi Malaysia.
pangkalan untuk perjalanan misionarisnya ke Tiongkok Mari kita doakan dan dukung bersama saudara kita
dan Jepang. Dalam salah satu perjalanan tersebut, ini di sana, di tengah kemajemukan agama, semoga
Xaverius jatuh sakit, dan pada tahun 1552 di Pulau perlindungan Hak Asasi masih diutamakan demi
Shangchuan Tiongkok, Xaverius pun meninggal. perdamaian dan keselarasan hidup bersama. •
Pada tahun 1553, jenazah Xaverius digali dari

Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019 MEKAR 43


l i N Ta S i ma N

Gereja Perlu B
ertempat di Hotel Novotel Surabaya, Komisi Hubungan
Antaragama dan Kepercayaan (HAAK) KWI bekerja sama
dengan Bimas Agama Katolik mengadakan pembekalan

Seimbangkan dan pelatihan nasional bagi anggota Komisi HAAK dari seluruh
Keuskupan yang ada di Indonesia. Kegiatan yang dilaksanakan

Pendekatan
selama tiga malam ini (19-22 Juni 2019) mengambil tema
Indonesia Tanah Damai. Keuskupan Bogor mengirim dua wakilnya
yakni RD Mikail Endro Susanto dan RD Dion Manopo untuk hadir

Kultural dan dan mengikuti pelatihan ini.


Mgr Yohanes Harun Yuwono selaku ketua komisi HAAK KWI

Hukum
turut hadir dan membuka rangkaian kegiatan pelatihan tersebut.
Di dalam sambutannya, Mgr Yohanes mengungkapkan bahwa
tujuan pelatihan ini adalah agar kita semua untuk dapat saling
belajar, saling memperkaya dan saling berbagi pengalaman terkait
penanganan konflik di daerah masing-masing.
Guna semakin menegaskan arah kegiatan pelatihan ini,
dihadirkan pula para pembicara yang kompeten dan yang telah
memiliki segudang pengalaman penanganan konflik. Komjen
(Purn) Goris Mere, Irjen (Purn) Nicholas Eko, RD Benny Susetyo,
Jus Felix Mewengkang, Rusdi Marpaung, Alexander Argo
Hernowo, dan RD Let. Kol. Yos Bintoro merupakan nama-nama
yang menjadi pemateri di dalam seminar dan pelatihan nasional
komisi HAAK.
Dari pelatihan ini, peserta belajar bagaimana cara
menyeimbangkan pendekatan kultural dan pendekatan hukum
dalam hidup bermasyarakat. Keduanya merupakan pendekatan
yang penting dalam membina relasi dengan sesama. Namun perlu
diingat bahwa dalam pelaksanaannya, dibutuhkan “kepekaan
pastoral” sehingga kita dapat menentukan hal baik bagi semua
pihak, tidak cuma baik bagi kelompok sendiri saja.
Selanjutnya, pada pembekalan dan pelatihan ini, Gereja
juga diajak untuk berpartisipasi aktif dalam menanamkan nilai
cinta kebangsaan dan tanah air Indonesia. Hal ini sebenarnya
bukanlah sesuatu yang asing di dalam rekam jejak Gereja Katolik
di Indonesia. Oleh karena itu, hal yang kembali disadarkan
pada pertemuan ini ialah pentingnya dimensi kesinambungan
partisipasi Gereja dalam hidup bermasyarakat. Dengan demikian,
Gereja Katolik di Indonesia akan selalu menghidupi semboyan
100% Katolik dan 100% Indonesia.• RD Dion Manopo

44 MEKAR Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019


TUNaS

BIR Wilay a h Bo n d ongan

Berlatih Jadi
Pemimpin Masa Depan
P
ada tanggal 1-3 Juni 2019 yang lalu, BIR Melalui kegiatan ini, para peserta dapat mengasah
wilBOND mengadakan Latihan Dasar keterampilan bekerja sama.
Kepemimpinan (LDK). LDK sebagai dasar
dalam mendidik remaja, diharapkan mampu Mendukung perubahan positif
mengenalkan dan menyiapkan remaja menjadi Ibadat pagi dan sarapan mengawali kegiatan di hari
calon pemimpin, dimulai dari kelompoknya. kedua, dilanjutkan dengan outbond individual dan rally
LDK diselenggarakan selama dua malam pada tanggal outbond dinamika kelompok. Tawa canda mengiringi
1-3 Juni 2019 di Bukit Tajhal, Cijeruk, Bogor. LDK ini aktivitas outbond yang menjadikan para peserta
mengambil tema “Menjadi Pemimpin Kristiani yang berlumuran lumpur, tepung, dan air. Melalui permainan-
Penuh Sukacita, Misioner, Injili, Peduli, Cinta Alam dan permainan ini, peserta belajar untuk saling percaya dan
Tanah Air”. penuh sukacita dalam bekerja sama.
Pendekatan yang digunakan adalah dilakukan di Di malam hari, peserta mengikuti sesi 'Commitment',
tengah alam (bukan di wisma/hotel), dengan konsep yaitu mempelajari ciri-ciri pemimpin Kristiani yang
permainan yang bertujuan untuk mengasah keterampilan materinya dibawakan oleh RD Antonius Garbito
memimpin, komunikasi, kerja sama tim, serta membangun Pamboaji. Peserta pun diminta membuat komitmen untuk
karakter cinta bangsa, disiplin, kerja keras, dan tangguh. menjadi pribadi yang lebih baik dengan memberikan
Dalam acara ini, para peserta berinteraksi langsung cap tangan di sebuah kanvas besar. Setelah prosesi cap
dengan alam, khususnya dalam permainan yang komitmen, acara dilanjutkan dengan Perayaan Ekaristi
bersentuhan dengan cacing, ikan dan air. dan persiapan malam inagurasi.
Hari pertama LDK diawali dengan upacara bendera Saat malam inagurasi tiba, tiap kelompok
yang diikuti oleh seluruh peserta yang berjumlah 28 menampilkan pertunjukan yang sudah disiapkan di
remaja, 10 pendamping dari OMK, serta 10 pembina depan api unggun. Di sesi ini diberikan berbagai macam
sekaligus panitia. Tujuan dari upacara ini adalah untuk penghargaan, baik untuk pembina maupun peserta.
membangkitkan kembali rasa cinta kepada bangsa yang Sebagai puncak kegiatan LDK ini adalah terbentuk dan
dikaruniai kelimpahan sumber daya alam ini. terpilihnya susunan pengurus baru BIR WilBond, yang
Sore pertama diisi dengan berbagai permainan terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris dan bendahara.
kelompok. Salah satunya adalah tantangan untuk Sr Ferdinanda memimpin ibadat pagi di hari ketiga.
membuat menara dari sedotan, di mana para pembina Pastor Paroki St Fransiskus Asisi Sukasari RD Markus
dengan sengaja mengkritik keras hasil rancangan para Lukas pun turut hadir menyampaikan sambutan.
peserta. Tujuan dari kritik ini adalah agar para peserta Romo Markus berpesan bahwa kegiatan ini baik dalam
memiliki mental yang tangguh, serta mawas diri dan mendukung perubahan positif para remaja Katolik,
rendah hati dalam pelayanannya. terutama dalam memberikan bekal sebagai pemimpin
Pada malam hari, peserta mengikuti kegiatan Jelajah masa depan. Acara pun diakhiri dengan rekreasi ke Curug
Malam. Peserta wajib mengitari area perkemahan untuk Putri Pelangi. • Lucia Vivi Anita
menyelesaikan teka-teki dan tantangan di pos-pos.

Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019 MEKAR 45


TUNaS

BRIGHT 2019,
Awal Kebaruan Iman OMK
Perjumpaan selalu menjadi aspek vital dari kehidupan umat
beriman yang bersatu dalam communio, terlebih bagi para OMK.
Setelah sempat mengalami perjumpaan besar dalam Bogor Youth
Day 2015, Indonesian Youth Day 2016, dan Asian Youth Day 2017,
para OMK Keuskupan Bogor kembali dipertemukan dalam ajang
BRIGHT 2019.

S
ekitar 700 OMK dari 23 paroki dan Gereja pencurahan Roh Kudus, para frater CSE dan suster
Mahasiswa memadati area Lembah Karmel, P.Karm. membantu menyiapkan generasi muda agar
Cikanyere pada 5-7 Juli 2019 untuk semakin berani mewartakan iman Katolik kepada dunia
mengikuti acara BRIGHT 2019. BRIGHT, secara konkret dalam hidup sehari-hari.
yang merupakan singkatan dari Bina Rohani Perayaan Ekaristi di awal dan akhir acara pun
dan Sinode generasi Harapan Tuhan, merupakan semakin mengobarkan iman dan semangat perutusan.
ajang perjumpaan iman orang muda Katolik se- Para orang muda ini ‘ditantang’ untuk bersaksi tentang
Keuskupan Bogor. Acara ini digagas dan dikoordinasi imannya akan Yesus yang wafat dan bangkit mulia.
oleh Komisi Kepemudaan Keuskupan Bogor yang
bekerja sama dengan para pastor dan frater dari tarekat Sentuh emosi, olah rohani
CSE, serta para suster dari kongregasi Putri Karmel. Meski kegiatan OMK baik di tingkat wilayah, paroki,
Acara yang telah dipersiapkan sejak awal tahun maupun keuskupan selalu ada dan beragam jenisnya,
2019 ini terdiri dari rangkaian aktivitas pembinaan BRIGHT 2019 membawa konsep yang berbeda dari
iman bagi kaum muda. Selama tiga hari dan dua malam, kegiatan OMK pada umumnya. Sebanyak 70% dari
para OMK merefleksikan dan meresapi indahnya acara BRIGHT adalah kegiatan bina rohani. Dengan
panggilan Tuhan dalam diri mereka masing-masing, demikian, seluruh peserta diajak mendalami sekaligus
sehingga selalu siap diutus sebagai duta Kerajaan Allah mengalami sendiri kasih Tuhan dalam doa-doa dan
yang tangguh. kebersamaan orang muda.
Melalui pendalaman iman dan Kitab Suci, ibadat Selama BRIGHT, OMK mengolah hidup rohani
Taize, doa-doa, pujian dan penyembahan, serta pribadi mereka melalui interaksi dalam kebersamaan di

46 MEKAR Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019


TUNaS

Foto-foto: Dok. Panitia BRIGHt 2019

bawah satu atap yang sama, meskipun mereka berasal Ignatia Ivana, Koordinator Seksi Acara BRIGHT
dari paroki yang berbeda-beda. Di sisi lain, 30% acara 2019, mewakili seluruh panitia pun menyampaikan
BRIGHT ini terdiri dari acara kreativitas dan seni. harapan-harapan mereka bagi para peserta BRIGHT
Melalui pentas seni, OMK disadarkan kembali tentang 2019. “Tentunya kami berharap sukacita itu tidak
kekayaan budaya daerah yang dimiliki Indonesia, berakhir di BRIGHT ini. Sebaliknya, BRIGHT bisa
sekaligus belajar untuk semakin peka, kreatif, dan menjadi titik awal kebaruan rohani OMK, sehingga
responsif pada sapaan Allah yang bisa ditemukan di mereka tidak ragu ambil bagian dalam diakonia, yakni
mana saja. pelayanan Gerejawi,” ungkap Ivana.
Agenda acara BRIGHT yang cukup padat tidak Panitia juga ingin agar OMK dapat mengembangkan
menggerus antusiasme peserta. Hal ini terlihat dari komitmen dalam empat pilar pelayanan Gereja
semangat para peserta BRIGHT dalam mengikuti setiap lainnya. Pertama, bahwa para OMK tidak berjalan
sesi dan kegiatan. Banyak peserta merasa tersentuh sendirian, melainkan selalu berada dalam persatuan
secara emosional, terutama selama sesi pertobatan dan dengan Gereja dalam iman akan Kristus (koinonia).
adorasi. Keterlibatan emosional ini menjadi indikator Kedua, OMK juga diharapkan untuk berani berbagi
yang baik sebagai awal dari kesadaran dan komitmen kompleksitas pengalaman imannya selama BRIGHT
sebagai OMK. kepada mereka yang tidak berpartisipasi dalam
BRIGHT ini (kerygma).
Tidak berakhir di sini Selain itu, melalui doa-doa, ibadat, dan perayaan
Penyelenggaraan BRIGHT ini pun mendapat Ekaristi yang intens, panitia berharap OMK semakin
respons positif dari para peserta. Tak hanya karena mencintai tradisi-tradisi iman dalam Gereja Katolik, dan
rangkaian kegiatannya berdampak positif bagi mampu mengaplikasikan kembali praktik hidup doa di
perkembangan iman mereka, namun juga karena paroki masing-masing (leitourgia).
suburnya rasa sukacita yang berasal dari perjumpaan “Terakhir, tentu saja kami berdoa agar seluruh
dengan teman-teman baru. Selepas acara iini, para peserta mampu menjadi saksi iman dalam kehidupan
peserta didorong untuk mau membina kehidupan keseharian yang majemuk, di mana mereka harus
rohaninya dengan lebih serius, baik melalui doa pribadi berhadapan dalam komunitas lintas agama dan budaya
maupun dalam pelayanan di komunitasnya masing- yang berbeda-beda (martyria),” ungkap Ivana. • Mentari
masing.

Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019 MEKAR 47


iNTeRNaSiONal

Kunjungan Ad Limina, Tanda Persekutuan


Uskup dengan Takhta Suci
Foto: Komsos KWI

K
unjungan ad limina merupakan Perkokoh relasi dengan Muslim Dalam pertemuan tersebut ada tiga
pertemuan para Uskup Dalam perjumpaan ini pun hal pokok yang dibahas.
sedunia setiap 5 tahun sekali Paus Fransiskus berpesan kepada Pertama, penandatanganan
dan dilakukan secara bergantian para Uskup untuk dapat menjalin dokumen dialog antar iman yang
per negara. Ad limina berasal dari hubungan yang lebih erat dengan dilakukan oleh Paus Fransiskus
bahasa Latin, artinya terbatas. umat Islam, dengan menarik inspirasi bersama Imam Besar Al-Aqsar pada
Pengertian lain dari ad limina adalah dari dokumen “Persaudaraan Manusia Februari lalu. Di Indonesia, dokumen
“Menghampiri ambang pintu kedua untuk Perdamaian Dunia dan Hidup tersebut sudah menjadi bahan ajar
Rasul agung Petrus dan Paulus” yang Bersama,” yang ditandatanganinya di di pesantren-pesantren tertentu.
menumpahkan darah kemartiran di Abu Dhabi bersama dengan Ahmed Namun, hal ini dinilai masih lemah di
Kota Abadi, Roma, pada awal-awal Al Tayeb, Imam Besar Al Azhar dalam lingkungan Katolik.
abad Masehi. kunjungannya ke Uni Emirat Arab Kedua, perubahan teks liturgi
Pada tanggal 8-16 Juni yang pada bulan Februari lalu. bahasa Indonesia. Disampaikan bahwa
lalu, Mgr Paskalis Bruno Syukur Paus menyatakan keprihatinannya akan ada perubahan teks liturgi
beserta 35 Uskup Indonesia lainnya atas meningkatnya intoleransi di dalam bahasa Indonesia, yang kita
yang terhimpun dalam Konferensi Indonesia. Paus Fransiskus juga pakai sekarang. Perubahan tersebut
Waligereja Indonesia (KWI) mengikuti menyampaikan kepada para uskup dirasa sangat mendesak mengingat
kunjungan Ad Limina yang diadakan untuk berusaha mempraktikkan beberapa terjemahan dalam teks
di Vatikan, Roma. Kunjungan Ad prinsip-prinsip dalam dokumen liturgi tidak terlalu cocok dengan cita
Limina merupakan sebuah momen tersebut yang dianggap sebagai rasa umat Katolik Indonesia.
pertemuan antara para Uskup tonggak penting dalam relasi umat Ketiga, Informasi bahwa
dengan Bapa Paus untuk bertemu Muslim dan Kristen, yang mengajak Indonesia menempati urutan kelima
dan membahas mengenai situasi kedua belah pihak untuk saling di dunia perihal panggilan calon
kehidupan Gereja Katolik di negara menghargai dan bekerja sama demi rohaniwan, biarawan dan biarawati.
asal para Uskup, dalam kunjungan kebaikan bersama. Hal ini menjadi sebuah kebanggaan
ini pun dibahas serta dilaporkan Paus Fransiskus yang dikenal tersendiri karena masih banyak orang
situasi dan kondisi yang terjadi di rendah hati dan suka bergurau ini muda di Indonesia ini yang tertarik
keuskupannya masing-masing, lalu mencairkan suasana dialog menjadi pada panggilan-panggilan khusus
bersama-sama berdiskusi untuk sangat akrab. Seusai dialog, ia untuk menjadi imam, suster, dan
mencari solusi. menyalami satu per satu para uskup bruder. Namun, perlu diperhatikan
Ada tiga kegiatan utama yang dari Indonesia dan memberikan bahwa formasi bagi para calon imam,
dilakukan para uskup dalam audiensi bingkisan kecil berupa salib dan suster maupun bruder ini harus cukup
dengan Paus, yaitu: membarui janji beberapa teks ajarannya. memadai sejak awal agar semakin
pengabdian kepada Takhta Suci, kuat dan tabah dalam menjalani
menyampaikan laporan tertulis Menumbuhkan panggilan panggilannya.
tentang keadaan keuskupan, Selain berjumpa dengan Kunjungan ad limina ini diakhiri
dan mendengarkan Paus yang Paus Fransiskus, para uskup dengan Misa di Basilika Santa Maria
menawarkan perspektifnya tentang juga menyempatkan diri dengan Maggiore yang dihadiri pula oleh para
tantangan yang dihadapi Gereja di bertemu dan sharing bersama Ikatan imam dan umat yang tengah berada di
keuskupan itu. Rohaniwan-Rohaniwati Indonesia di Italia. • Maria Dwi Anggraeni
Kota Abadi-Roma Katolik (IRRIKA).

48 MEKAR Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019


NASIONAL

TEMU KURIA REGIO JAWA 2019

Inovasi dan Kreativitas, Kunci Pastoral Kontekstual

Foto: Istimewa

P
ara Uskup Regio Jawa (Keuskupan Agung
Jakarta, Keuskupan Bogor, Keuskupan Bandung,
Keuskupan Agung Semarang, Keuskupan
Purwokerto, Keuskupan Malang dan Keuskupan
Surabaya) berkumpul di Pusat Pastoral Sanjaya
Muntilan pada 2-4 Juli 2019. Bersama dengan Dewan
Harian Uskup (Kuria Keuskupan – Uskup, Vikjen,
Vikjud, Sekretaris dan Bendahara) dari keuskupan
masing-masing, pertemuan Temu Uskup Regio Jawa
ini mewujudkan sebuah upaya untuk saling belajar dan
bekerja sama dalam reksa pastoral Gereja di keuskupan
masing-masing.
Gelaran yang dilangsungkan selama tiga hari ini
dilontarkan untuk memperoleh pemahaman yang lebih
diisi empat sesi yang sangat padat: liturgi (misa dan
mendalam.
doa bersama), edukasi (sharing karya, talk show), dan
Pertemuan ini bertujuan untuk menajamkan
rekreasi ke Melcosh (salah satu percontohan praksis
kembali visi, misi dan fokus pastoral Gereja, khususnya
pastoral di Keuskupan Agung Semarang).
keuskupan--keuskupan di regio Jawa. Dalam
Sebagai tuan rumah, Keuskupan Agung Semarang
menghadapi Revolusi Industri 4.0, Gereja pun berbenah
menyampaikan sharing karyanya yang dibawakan
diri mempersiapkan reksa pastoral yang kontekstual,
oleh Mgr Robertus Rubiyatmoko. Sebuah sistem
kreatif dan inovatif. Gereja harus terus hadir membawa
berjalannya pastoral gereja di Keuskupan Agung
tanda kegembiraan dan harapan di tengah keprihatinan
Semarang diformulasikan dalam bentuk Rencana
manusia.
Induk Keuskupan Agung Semarang (RIKAS) dan
Pertemuan ini diakhiri dengan risalah rencana
ARDAS. Kebijakan baru yang ditempuh saat ini adalah
tindak lanjut yaitu mencari praksis pastoral gereja
menjadikan Kevikepan sebagai Pusat Kegiatan Pastoral.
yang bisa dilakukan sebagai sebuah gerakan bersama
Mgr Paskalis bersama dengan staf kuria
keuskupan-keuskupan d Regio Jawa. Hal-hal yang bisa
mensharingkan reksa pastoral Keuskupan Bogor yang
direkomendasikan ke tingkat KWI sehingga menjadi
diformulasikan dalam Road Map Keuskupan Bogor.
gerakan yang lebih berskala nasional pun menjadi
Panduan pelaksanaan pastoral di masing-masing
sebuah cita-cita bersama. Tahun 2020, kegiatan
keuskupan, dirumuskan dan dilaksanakan sesuai dengan
ini rencananya akan dilangsungkan di Keuskupan
ciri khasnya. Dalam setiap sharing, berbagai pertanyaan
Surabaya. • RD David Lerebulan

Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019 MEKAR 49


RaGam
MISDINAR ST THOMAS KELAPADUA

Dari Pesimis Menjadi Sukacita

Foto-foto: Aureliarani

S
etiap tahun, misdinar paroki Santo Thomas “Menjadi Buah-buah Roh” oleh Frater Norbertus
Kelapadua mengadakan rekoleksi dan latihan Rio Chandra dan Frater Agustinus Damas Adi. Sesi
dasar kepemimpinan (LDK). Beberapa tahun ini bertujuan untuk menguatkan iman para misdinar
belakangan, kegiatan ini dilakasanakan hanya di area dan menjelaskan tugas pelayanan mereka sebagai
paroki. Namun pada pergantian pengurus tahun ini, pelayan altar. Acara dilanjutkan dengan perkenalan
mereka berkeinginan untuk mengadakan pelatihan calon ketua misdinar, kegiatan outbond, dan debat
di luar paroki. kandidat ketua. Pada malam hari, para misdinar
“Sudah lama kita ga jalan-jalan, sekarang sih mengikuti malam keakraban, acara pembasuhan
pinginnya yang deket dulu aja, seperti Puncak gitu. kaki, dan sharing session, ditutup dengan ibadat
Sekalian refreshing mumpung teman-teman juga malam.
masih pada libur sekolah, mungkin ga ya? Dana kita
cukup ga ya?” ujar Christella Carmel, ketua misdinar,
kepada pendamping misdinar.
Berbekal niat yang besar, kerja sama, dan
kekompakan, anak-anak misdinar akhirnya mampu
mengumpulkan dana untuk mencukupi kebutuhan
kegiatan rekoleksi dan pelatihan mereka. Dari
latihan paduan suara untuk pencarian dana, hingga
menjual majalah Mekar, dengan penuh semangat
dan sukacita mereka kerjakan.
Awalnya panitia cukup kerepotan, dengan
ekspektasi peserta sekitar 50 orang yang akhirnya
membludak hingga 76 orang, otomatis kebutuhan
biaya juga naik. Panitia sempat pesimis kekurangan Pada hari kedua, kegiatan berlanjut dengan
dana, namun semangat mereka mengantar banyak kegiatan outbond yakni mencari harta karun dengan
tangan baik untuk memberi donasi lebih. Akhirnya, petunjuk ayat-ayat Alkitab. Dalam permainan ini
panitia LDK Misdinar paroki Santo Thomas semakin peserta diajak untuk membaca dan memahami isi
semangat dan memutuskan untuk memanfaatkan perintah berdasarkan ayat yang diberikan.
liburan sekolah sebagai waktu untuk mengadakan Menjelang akhir acara, hasil voting untuk
kegiatan ini. Kegiatan diadakan 1-2 Juli 2019 ketua baru pun diumumkan. Aprilia Riskyana Dau
bertempat di Wisma Abdi, Cipayung. Bubu terpilih menjadi ketua misdinar paroki Santo
Thomas periode 2019-2021. Kegiatan ditutup
Kerja keras berbuah manis dengan misa pengukuhan pengurus baru dan
Setelah mengikuti Misa harian, pukul 06.40 berkat pengutusan untuk seluruh peserta oleh
mereka berangkat ke tempat tujuan. Acara Pastor Dionysius Adi Tejo Saputro, Pastor Paroki St
rekoleksi dibuka dengan sesi materi bertemakan Thomas Kelapadua. • Aureliarani

50 MEKAR Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019


RaGam
KPKS KEUSKUPAN BOGOR

Menyelami Ajaran Yesus


lewat Injil Lukas
Foto: Maria Dwi Anggraeni

P
engajaran Yesus dalam inkarnasinya sebagai Tidak hanya itu, Pastor yang pernah menjadi dosen
manusia membawa pembebasan, pengampunan, di STF Driyarkara ini juga mengajak peserta untuk
penyembuhan dan penyelamatan bagi manusia. menyelami bagaimana cara kerja dan tujuan Lukas
Orang-orang yang membuka telinga, menerima dan mengumpulkan semua bahan tentang Yesus. Setelah
memelihara berita keselamatan dari-Nya dengan iman menyelidiki segala peristiwa dan asal mulanya, Lukas
akan mengalami daya penyembuhan dan pembebasan. pun mengambil keputusan untuk membukukannya
Penjelasan tersebut merupakan bagian dari isi dengan teratur bagi Theofilus.
materi seminar yang diadakan oleh Kursus Pendidikan Theofilus sendiri berasal dari dua kata Yunani, yaitu
Kitab Suci (KPKS) Santo Yohanes Penginjil Keuskupan ‘Theos’ yang artinya Allah, dan ‘philia’ yang artinya kasih.
Bogor, yang mengambil tema ‘Membedah Injil Yesus Selain menunjuk kepada nama pribadi, nama Theofilus
Kristus Menurut Lukas’. Seminar yang diadakan pada bisa juga menunjuk kepada semua pembacanya dengan
hari Sabtu (29/6/2019) lalu di Aula Lantai 4 Pusat menyebut mereka “Yang Mengasihi Allah”. Selain itu
Pastoral Keuskupan Bogor ini mengundang RP Martin dalam karyanya, Yerusalem adalah poros seluruh karya
Harun OFM sebagai pembicara. Lukas. Tujuan perjalanan dan pelayanan Yesus Mesias
dan titik tolak pewartaan firman oleh para Rasul
gambaran Yesus yang berbelas kasih kepada segala bangsa.
Pater Martin mengajak peserta untuk lebih
mendalami pengajaran dari sudut pandang dan latar Rutin diadakan
belakang Lukas. Menurut tradisi kuno, sosok Lukas, Ditemui di sela-sela seminar, Marcel Hartono yang
yang dipercaya menulis Injil Lukas, merupakan merupakan alumni KPKS dan ditunjuk sebagai ketua
seorang tabib. Lukas sendiri bukan orang Yahudi panitia seminar ini mengatakan bahwa ada tiga hal
dan merupakan teman seperjalanan Paulus saat yang ingin dicapai dalam seminar ini. Pertama, sebagai
mewartakan pengajaran mengenai Yesus. Lukas wadah penyegaran ilmu mengenai Injil Lukas bagi
memiliki pendidikan tinggi dan menguasai bahasa para alumni KPKS Keuskupan Bogor. Kedua, memberi
Yunani, tidaklah heran apabila ia memiliki seni bercerita penerangan akan Injil Lukas secara komprehensif
tinggi, gaya bahasa yang matang dan sangat mengenal bagi umat awam dan para peserta KPKS angkatan
kebudayaan Yunani-Romawi. baru (angkatan ke-14,), dan terakhir memperkenalkan
Lukas ingin menggambarkan Yesus yang Pater Matin Harun yang sosoknya begitu berpengaruh
menunjukan belas kasih melalui perbuatan-perbuatan- dalam pengajaran Kitab Suci kepada umat awam di
Nya. Tindakan belas kasih kepada orang-orang yang Keuskupan Bogor.
terpinggirkan. Apa yang dikatakan-Nya, itulah yang Alumni KPKS rutin mengadakan kegiatan-kegiatan
dilakukan-Nya. Dalam seminar ini, Injil Lukas dijelaskan setiap tahunnya. Kegiatan-kegiatan tersebut berupa
ke dalam tiga bagian, yaitu ketika Yesus di Yerusalem, seminar ataupun kursus-kursus singkat. • Maria Dwi
pada saat Yesus mengalami sengsara dan penyaliban Anggraeni
serta pada kisah kebangkitan-Nya.

Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019 MEKAR 51


RAGAM

Foto: AEMS

PEMUDA KATOLIK

Siap Hadapi Revolusi Industri 4.0


Kepemimpinan Kader Menengah (KKM) tingkat daerah
dan Kepemimpinan Kader Lanjut (KKL) tingkat nasional. Ini
merupakan proses regenerasi dan kaderisasi yang harus
dilakukan sesuai mekanisme organisasi.
Sedangkan di bidang eksternal, forum memberikan
sikap terhadap perkembangan kebangsaan pasca pesta
demokrasi pemilu 2019 dengan membuat pernyataan
sikap politik yakni tetap menjaga persatuan masyarakat.
Pemuda Katolik memandang penting untuk memberi
perhatian khusus pada Revolusi Industri 4.0 dalam
mengembangan diri di era perkembangan dunia teknologi,
khususnya mempengaruhi dunia bisnis dan ekonomi,

P
mendorong para kader untuk berwirausaha secara
enyelenggaraan Rapat Kerja Nasional I (Rakernas)
terampil, kreatif, dan inovatif.
Pemuda Katolik yang berlangsung mulai 21-23 Juni
2019 di Hotel Grand Cempaka telah usai. Tema
Harapan untuk kaderisasi
yang diusung ialah “Kaderisasi yang Berkelanjutan untuk
Edi Silaban, Delegasi Pemuda Katoik Komcab Kota
Mewujudkan Pemuda yang Terampil, Kreatif dan Inovatif
Depok (Komda Jawa Barat), berharap pasca Rakernas
di Era Revolusi Industri 4.0”. Dalam rakernas ini, forum
Pemuda Katolik ini akan tumbuh kader-kader baru,
menetapkan program-program kerja di bidang internal
khususnya di Jawa Barat, sehingga dapat menghidupi dan
dan eksternal untuk menunjang pengembangan organisasi
terus berkarya di tengah Gereja dan bangsa.
Pemuda Katolik ke depannya.
“Sebagai organ pemuda dan komponen penting bangsa
Di bidang internal, forum fokus pada pengembangan
ini, Pemuda Katolik memberi peluang dan terbuka kepada
kaderisasi dengan mengaktifkan dan mengefektifkan
seluruh umat khususnya pemuda untuk bergabung,
struktur organisasi di segala tingkatan. Secara struktur,
berkarya dan duduk bersama di tengah masyarakat dalam
Pemuda Katolik berbentuk Kesatuan Nasional yang terdiri
membangun negeri,” ucapnya.
dari Pengurus Pusat (PP) tingkat nasional, Pengurus
Acara Rakernas I Pemuda Katolik dihadiri oleh seluruh
Komisariat Daerah (Komda) tingkat provinsi, Pengurus
jajaran Pengurus Pusat Pemuda Katolik, 26 Komda dan
Komisariat Cabang (Komcab) tingkat kabupaten/kota,
69 Komcab perwakilan yang datang dari seluruh penjuru
Pengurus Anak Cabang (Komac) tingkat kecamatan dan
Indonesia. Dalam rakernas turut hadir Kepala BSSN Letnan
Ranting tingkat desa/kelurahan.
Jenderal TNI (Purn.) Hinsa Siburian, Sekjen Kominfo Dra.
Forum Rakernas juga menyepakati untuk
Rosarita Niken Widiastuti, M.Si., serta para perwakilan dari
melakukan kaderisasi berjenjang yang diawali dengan
kementerian, di antaranya Kemenko PMK, Kemenpora,
Masa Penerimaan Anggota (MAPENTA) kemudian
Kemensos, Kemendagri, Kementerian ESDM, dan
mengadakan latihan kepemimpinan kader yang terdiri
perwakilan Pemprov DKI Jakarta. • AEMS
dari Kepemimpinan Kader Dasar (KKD) tingkat cabang,

52 MEKAR Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019


RAGAM

Foto-foto: RD David Lerebulan

SEMINARI TINGGI ST PETRUS-PAULUS

Pesta Emas, Ajang Reuni dan Refleksi

“K
ubaktikan hidupku dan panggilanku
demi bumi karyaku” adalah tema yang
dipilih oleh Seminari Tinggi St. Petrus-
Paulus Keuskupan Bogor sebagai gambaran
sukacita ulang tahun pesta emas yang jatuh
pada tahun ini. Pesta diselenggarakan pada
27-28 Juli 2019 di Seminari Tinggi St. Petrus-
Paulus Keuskupan Bogor yang bertempat di
Buah Batu, Bandung.
Rangkaian pesta yang sederhana, penuh
memori dan berkesan bagi para frater sebagai tamah serta potong kue sebagai simbol ulang
panitia dan para pastor Diosesan Bogor yang tahun. Kue dipotong oleh Mgr Paskalis dan
hampir semuanya berasal dari seminari ini. Kurang diberikan kepada RD Jatmiko.
lebih ada 40 Pastor yang hadir dalam rangkaian
acara pesta emas ini. Di hari pertama, para pastor Pembinaan holistik
diajak untuk napak tilas 50 tahun perjalanan Perayaan ulang tahun ini merupakan bukti
seminari tinggi dalam rekoleksi yang dipimpin oleh bahwa Keuskupan Bogor terus berjuang untuk
RD Fabianus Heatubun. Romo Fabie mengajak mempertahankan pembinaan calon imam
para pastor untuk rehat dan mengingat sejenak secara mandiri dan kontinu untuk memperkaya
bagaimana perjuangan mereka dalam menapaki keuskupan dengan imam-imamnya yang dididik
panggilan di Seminari tercinta ini. dan dibekali dengan pengetahuan secara holistik,
Di hari kedua, para pastor dan frater serta para melalui pembinaan intelektual, pastoral, humanis,
undangan merayakan Ekaristi bersama pesta emas communio dan spiritual.
seminari tinggi. Misa yang diselenggarakan pukul Diharapkan dengan perjuangan dalam
09.00 tersebut dipimpin oleh Mgr. Paskalis Bruno memperoleh kebahagiaan imamat ini, para
Syukur sebagai selebran utama dan didampingi formandi sungguh-sungguh mempersembahkan
oleh Vikaris jenderal RD Paulus Haruna dan para hidup dan panggilannya hanya untuk memuliakan
formator Seminari Tinggi St. Petrus-Paulus, RD Tuhan dalam karya dan baktinya seumur hidup. • Fr
Nikasius Jatmiko, RD Robertus Untung dan RD Alexander Editya
Habel Jadera. Acara dilanjutkan dengan ramah

Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019 MEKAR 53


S e k i l aS dOkUme N

CHRISTUS VIVIT
S E R U A N A P O S T O L I K PA S C A S I N O D E O R A N G M U D A

Dokumen apakah ini?


Christus Vivit (Kristus Hidup) adalah dokumen seruan apostolik yang dikeluarkan oleh Paus
Fransiskus sebagai tanggapan atas hasil Sinode tentang Orang Muda yang diselenggarakan di
Vatikan pada Oktober 2018 silam yang bertemakan Orang Muda, Iman, dan Panggilan.

Dokumen ini ditandatangani pada 25 Maret 2019, ketika Paus Fransiskus mengunjungi Basilica
della Santa Casa di Loreto, Italia dan dipublikasikan pada 2 April 2019, bertepatan dengan hari
peringatan wafatnya Santo Paus Yohanes Paulus II, penggagas Hari Orang Muda Sedunia (World
Youth Day).

Kepada siapa dokumen ini ditujukan?


Christus Vivit utamanya ditujukan kepada orang muda, namun Paus Fransiskus juga menulisnya
untuk seluruh Gereja. Karena seperti yang dialami Paus Fransiskus sendiri, refleksi kita tentang
kaum muda dapat menginspirasi hidup kita semua.

Christus Vivit menyampaikan bahwa...



Anda dapat belajar dari para orang muda
dalam Kitab Suci yang berperan signifikan
Anda dapat menemukan kesamaan diri

Jika kamu kehilangan gairahmu,
mimpi-mimpimu, antusiasme,
optimisme, dan kemurahan
Anda dengan Kristus yang selalu muda hatimu, Yesus berdiri di
• Anda tengah mengalami isu-isu sulit di hadapanmu seperti Ia berdiri
dunia masa kini di hadapan anak janda yang
• Anda selalu rindu akan kebenaran Injili
telah wafat, dan dengan kuasa
• Anda dapat mengalami hal-hal yang
mengagumkan ketika Anda menangggapi kebangkitan-Nya Ia berkata
Injil kepadamu: “Hai anak muda, Aku
• Anda belajar dan bertumbuh dengan berkata kepadamu, bangkitlah!”
bantuan kaum beriman dari seluruh (Lukas 7:14)


generasi
• Anda membutuhkan pastoral kaum muda
Christus Vivit 20
yang berani dan kreatif
• Anda dapat menemukan kehendak Tuhan Scan QR Code ini untuk
untuk hidup Anda membaca teks lengkap
• Anda didorong untuk berdoa bagi karunia Christus Vivit
membedakan (discernment) (dalam Bahasa Inggris).

54 MEKAR Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019


Frater teologan Keuskupan Bogor mengikuti Retret Dunia Digital di Ambarawaa. (Foto: Istimewa) Para imam dan frater Keuskupan Bogor bermain futsal bersama.
(Foto: Dok. RD Habel Jadera)

Mgr Paskalis bersama para oMK dalam acara BRIGHt 2019.


(Foto: Panitia BRIGHt 2019)

RD Alfonsus Sombolinggi bersama para anggota Mgr Paskalis dalam acara kick-off proyek pemulihan
Apostolus Missionis. (Foto: Maria Dwi Anggraeni) pascatsunami oleh Biro Caritas Keuskupan Bogor. (Foto: Maria)

Para frater regio Jawa berkumpul dalam pembukaan acara UFo 2019.
Para formator dan pengajar Seminari Menengah Stella Maris Bogor. (Foto: Dok. RD Jeremias) (Foto: Komsos Keuskupan Bogor)

Mgr Ch tri Harsono, Mgr Paskalis Bruno Syukur, dan Mgr Cosmas Michael Angkur hadir dalam peresmian Penutupan bulan Maria di Paroki Santa Maria
Paroki Hati Kudus Yesus-Citra Indah Jonggol. (Foto: RD David) tak Bernoda Rangkasbitung. (Foto: Fr Constantin Reynaldo)
de ST i N aS i

Gereja Katolik
dalam Wajah Budaya Lokal

I
ndonesia memiliki ragam corak budaya yang
menjadi sebuah identitas yang begitu khas dan tidak
tergantikan. Pengaruh ragam corak budaya tersebut
merasuk pula dalam perkembangan Gereja Katolik di
Nusantara sehingga di masa awal perkembangannya,
ada unsur kearifan lokal yang turut campur dalam sejarah.
Ragam keunikan tersebut dapat terlihat dari ornamen yang
terpasang, bentuk bangunan ataupun tradisi ritual yang masih
dijalankan hingga saat ini. Seperti gereja-gereja yang telah Mekar
rangkum, selain memiliki keunikan, gereja-gereja ini berperan
besar dalam perkembangan agama Katolik di Indonesia.

{ Gereja Paroki Hati Kudus Yesus } Palasari, Bali


Dikenal sebagai gereja Katolik yang pertama didirikan di
Pulau Dewata, Gereja Paroki Hati Kudus Yesus-Palasari ini
memiliki arsitektur unik yang memadukan antara unsur Eropa
yang ditampilkan melalui desain arsitektur gothic dan unsur
tradisional Bali yang ditampilkan dengan adanya gapura dan
berbagai macam ornamen khas Bali seperti janur, payung,
maupun tedung.
Bermula pada 15 September 1940, bertepatan dengan
perayaan Maria Pieta. RP Simon Buis SVD memimpin 18
keluarga Katolik dari Paroki Tritunggal Mahakudus, Tuka
beserta enam keluarga dari Paroki Santa Maria Ratu, Gumbrih
melakukan eksodus ke Bali Barat yang saat ini dikenal dengan
nama Desa Palasari.
Di area paroki ini terdapat pula kompleks pemakaman
para uskup, para imam serta para bruder yang mengabdi di
Keuskupan Denpasar. Sekitar 100 meter dari gereja, terdapat
juga Goa Maria Palasari, yang dikenal dengan nama Lourdes dan
sekarang diberi nama Palinggih Ida Kaniaka Maria. Goa Maria ini
telah ada sejak tahun 2000 dan hingga kini menjadi salah satu
wisata rohani di Bali yang sering dikunjungi.

56 MEKAR Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019


DE ST I N AS I

{ Gereja Paroki St Servatius } Kampung Sawah, Bekasi


Gereja Paroki Santo Servatius yang terletak di Kampung Sawah,
Bekasi, Jawa Barat ini memiliki unsur budaya Betawi yang begitu lekat
melalui penggunaan bahasa dan kosakata Betawi.
Tidak hanya itu, kekhasan budaya Betawi dirumuskan dalam
berbagai kegiatan gereja. Misalnya, pada nyanyian dan busana khas
Betawi yang dikenakan oleh pelayan liturgi. Setiap 13 Mei, paroki Santo
Servatius selalu mengadakan ritual bebaritan atau biasa dikenal dengan
sedekah bumi. Ada juga pesta rakyat dalam bentuk berbagi hasil bumi
berupa makanan khas Kampung Sawah seperti kue abug, singkong
rebus, kacang rebus, serta pembuatan dodol yang dikenal dengan
sebutan ngaduk dodol.
Gereja Paroki Santo Servatius berada di lingkungan yang majemuk.
Tidak berada jauh dari gereja terdapat pula Gereja Kristen Pasundan
Jemaat Kampung Sawah, dan Masjid Agung Al Jauhar Yasfi. Namun,
perbedaan tersebut bukanlah penghalang untuk saling menjalin
toleransi dan persaudaraan di antara para warga di Kampung Sawah.

{ Gereja Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus}


Ganjuran, Yogyakarta
Gereja yang terletak di Ganjuran, Bantul ini merupakan gereja tertua
di Bantul, Yogyakarta. Sebagai tempat ziarah umat Katolik, Candi HKTY
memiliki keunikan sejarah budaya, yaitu model candi bergaya Hindu Jawa,
gabungan Mataram Kuno dan Majapahit, dengan patung Hati Kudus
bercorak Jawa.
Pada tahun 1938, Mgr Soegijapranata, pastor paroki yang kemudian
diangkat sebagai Uskup pribumi pertama di Indonesia, memprakarsai
perarakan sakramen Maha Kudus sebagai penghormatan kepada Hati
Kudus Tuhan Yesus di altar candi Ganjuran.
Gereja HKTY rutin menggelar Misa berbahasa Jawa dengan nyanyian
yang diiringi gamelan yang dilaksanakan setiap hari Kamis sampai hari
Minggu pukul 05.30 WIB, serta setiap Misa Jumat Pertama.

{ Gereja Graha Maria Annai Velangkanni}


Medan, Sumatera Utara
Gereja yang awalnya dihadirkan untuk mengakomodasi kebutuhan
spiritual para umat Katolik keturunan Tamil India yang berdomisili di Medan
ini memiliki nama pelindung yang berasal dari sosok Annai Velangkanni Arokia
Matha, yang dikenal sebagai Bunda Penyembuh di India. Graha berarti rumah
atau tempat suci dalam bahasa Sanskrit.
Arsitektur dari gereja yang dibangun pada tahun 2001 oleh Pastor James
Bharataputra SJ ini sangat berbeda dari gereja Katolik pada umumnya.
Keunikan struktur bangunan ini terletak pada campuran gaya arsitektur
Indo-Mughal. Desain Indo-Mughal membuat bangunan ini terlihat sekaligus
seperti Gereja, Kuil, dan Masjid. Unsur khas Sumatera Utara nampak pada
ornamen di bagian pintu gerbang.
Gereja Maria Annai Velangkanni kini dikenal sebagai landmark ibukota
Provinsi Sumatera Utara, tidak hanya untuk beribadah, namun juga sebagai
tujuan wisata bagi para wisatawan yang berasal dari Medan dan luar kota.

Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019 MEKAR 57


POJOK SINODE

#Sinode2019
T i ngkat Paroki

Paroki St Matias Cinere

Stasi St Arnoldus Jonggol

58 MEKAR Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019


POJOK SINODE

Paroki St Yakobus Rasul Megamendung

Paroki St Joannes Baptista Parung

Paroki Hati Maria Tak Bernoda Cicurug

Paroki St Fransiskus Asisi


Cibadak
Paroki St Joseph
Sukabumi

Paroki St Maria Para Malaikat Cipanas

Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019 MEKAR 59


Wa J a H

Melvin Manuel
Bangga Ikut Mempersiapkan Para Calon Imam

M
enjadi bagian dari proses Choir. Namun dengan begitu banyak tentang kegiatan kor itu sendiri,
formasi para calon pengalaman pun, Melvin merasa tentang seminari, hubungan dengan
imam dapat membawa bahwa mengajar para seminaris teman-teman, bahkan kejadian
kebahagiaan dan kebanggan memberikan dan mengajarkannya horor.
tersendiri. Hal inilah yang dirasakan hal-hal baru. Salah satunya adalah Walaupun Melvin sangat
oleh Melvin Manuel, pelatih cara mengatasi kesenjangan menikmati seluruh proses berjalan
kelompok kor Seminari Menengah generasi dalam komunikasinya bersama para seminaris, ada kalanya
Stella Maris Bogor. dengan para seminaris yang usianya juga ia merasa kesal, terutama
Melatih paduan suara bukan terpaut cukup jauh di bawahnya. ketika para seminaris tampil kurang
hal yang baru bagi Melvin. Selain “Saya senang mengajar para prima dalam tugas di Misa Minggu
melatih kor seminari, Melvin juga seminaris, sebab di situ saya dapat pagi, atau ketika mereka tidak serius
mengajar dalam kelompok paduan bertemu banyak adik baru. Dari saat latihan. Namun demikian, pria
suara Aeternum dan BMV Youth mereka juga saya belajar mengenai kelahiran 14 April ini tetap bisa
sikap, perilaku, dan latar belakang maklum karena memang dari segi
mereka,” ujar pria berkacamata ini. usia, para seminaris memang masih
berada dalam tahap pencarian jati
Berbagi cerita horor diri.
Melvin baru bergabung menjadi “Saya senang dan bangga bisa
staf pengajar kelas paduan suara di ambil bagian dalam mempersiapkan
seminari sejak Februari 2019. Bagi mereka (para seminaris) menjadi
Melvin, para seminaris bukan hanya imam masa depan. Harapan
sekadar murid di kelas saja, namun saya, kelak mereka akan menjadi
juga bisa menjadi teman ngobrol. imam yang pandai bernyanyi dan
Sebelum atau setelah latihan mampu membawa umat semakin
kor, mereka bisa membicarakan menghayati iman lewat nyanyian,”
Foto: Dok. Pribadi
berbagai macam hal, mulai dari ungkap Melvin. • Mentari

Inspirasi iman
dan informasi
Rek. BCA 166.035.2348 keuskupan,
a.n. David Lerebulan & Hartati Hambalie
diantar langsung
mekarkeuskupanbogor@gmail.com kepada Anda.
Hubungi distributor kami
dan jadilah yang pertama
mendapatkan edisi-edisi
terbaru Mekar.
Matheus Rico Herjuno
0821-2091-2451

60 MEKAR Edisi 04 Tahun XXXVI Juli–Agustus 2019


Proficiat
atas p ere s mi an
Paroki Hati Kudus Yesus - Citra Indah Jonggol

You might also like