Professional Documents
Culture Documents
TEORI BERMAIN
OLEH KELOMPOK 4 :
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Bermain dan anak merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Aktivitas bermain
dilakukan anak dan aktivitas anak selalu menunjukkan kegiatan bermain. Bermain dan anak sangat erat
kaitannya. Oleh karena itu, salah satu prinsip pembelajaran di pendidikan anak usia dini adalah bermain
dan belajar.
Pada usia anak – anak fungsi bermain berpengaruh besar sekali bagi perkembangan anak. Jika
pada orang dewasa sebagian besar perbuatannya diarahkan pada pencapaian tujuan dan prestasi dalam
bentuk kegiatan kerja, maka kegiatan anaka sebagian besar dalam bentuk bermain.
Permainan adalah kesibukan ynag dipilih sendiri oleh tujuan umpamanya saja, jika anak bayi
berusaha menyentak-nyentakkan tangan dan kakinya dengan tidak henti-hentinya meremas-remas jari-
jari, dan teruis menerus menggoyang-goyangkan badannya.Gerakan-gerakan tersebut dilakukan demi
gerkan itu sendiri, dalam iklim psikis bermain-main yang mengasyikkan dan menyenangkan hati.
Kegiatan bermain bayi-bayi dan anak-anak kecil itu lebih tepat jika disebutkan sebagai usaha mencoba-
coba dan melatih diri.
Sekalipun kita menyangka anak itu Cuma bermain-main dengan rasa acuh tak acuh saja, namun,
pada hakikatnya kegiatan tadi disertai intensitas kesadaran, minat penuh, dan usaha yang keras. Gerak-
gerak bermain anak itu disebabkan oleh :
a. Kelebihan tenaga yang teradapat pada dirinya dan dikemudian hari digerakkan
b. Dorongan belajar guna melatih semua fungsi jasmani dan rohani.
Dengan jalan bermain anak melakukan eksperimen-eksperimen tertentu dan bereksplorasi, sambil
mengetes kesanggupannya. Melalui permainan anak mendapatkan macam-macam pengalaman yang
menyenangkan, sambil menggiatkan usaha belajar dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan. Semua
pengalamannya via kegiatan bermain-main akan memberi dasar yang kokoh kuat bagi pencapaian
macam-macam keterampilan. Yang sangat diperlukan bagi pemecahan kesulitan hidup dikemudian hari.
Dalam makalah ini akan dibahas teori bermain bagi akan menurut beberapa teori.
BAB II
PEMBAHASAN
Bermain pada awalnya belum mendapat perhatian khusus dari para ahli ilmu jiwa, karena
terbatasnya pengetahuan tentang psikologi perkembangan anak dan kurangnya perhatian mereka pada
perkembangan anak. Salah satu tokoh yang dianggap berjasa untuk meletakkan dasar tentang bermain
adalah Plato, seorang filsuf Yunani. Plato dianggap sebagai orang pertama yang menyadari dan melihat
pentingnya nilai praktis dari bermain. Menurut Plato, anak-anak akan lebih mudah mepelajari aritmatika
dengan cara membagikan apel kepada anak-anak. Juga melalui pemberian alat permainan miniature
balok-balok kepada anak usia tiga tahun pada akhirnya akan mengantar anak tersebut menjadi seorang
ahli bangunan.
Ada beberapa teori yang menjelaskan arti serta nilai permainan, yaitu sebagai berikut[1] :
1. Teori Rekreasi yang dikembangkan oleh Schaller dan Nazaruz 2 orang sarjana Jerman
diantara tahun 1841 dan 1884. Mereka menyatakan permainan itu sebagai kesibukan
rekreatif, sebagai lawan dari kerja dan keseriusan hidup. Orang dewasa mencari kegiatan
bermain-main apabila ia merasa capai sesudah berkerja atau sesudah melakukan tugas-
tugas tertentu. Dengan begitu permainan tadi bisa “ me-rekriir ” kembali kesegaran tubuh
yang tengah lelah.
2. Teori kelebihan tenaga Teori ini diutarakan oleh Herbert Spencer, seorang bangsa
inggris, ia mengatakan bahwa kelebihan tenaga (kekuatan, atau vitalitas) pada anak atau
orang dewasa yang belum digunakan, disalurkan untuk bermain. Kelebihan tenaga
dimaksudkan sebagai kelebihan energy, kelebihan kekuatan hidup, dan vitalitas, yang
dianggap oleh manusia untuk memelihara lewat permainan.
3. Teori kontak sosial
Teori kontak sosial berasal dari bahasa “ cum/con” artinya bersamaan dan “ tangere “
definisinya menyentuh. Sehingga kelahiran kontak sosial ini sebagai sutau proses
bersama-sama dalam kehidupan manusia, melalui sosialisasi yang menyentuh antara
masyarakat lainnya.
4. Teori Insting
Insting ialah suatu berkas atau butir energy psikis atau seperti yang dikatakan Freud.
Suatu ukuran tuntutan pada jiwa untuk bekerja (1950,hlm.168). Seluruh insting bersama-
sama merupakan keseluruhan energy psikis yang tersedia bagi kepribadian.
5. Teori Rekapitulasi
Dalam bukunya Amsyah (2005:296) berpendapat bahwa rekapitulasi adalah informasi
ringkas dengan hasil akhir dari suatu perhitungan (kalkulasi) atau gabungan perhitungan
yang beresiko angka-angka yang disajikan dalam bentuk kolom-kolom.
Pertengahan sampai akhir abad 19 teori evolusi sedang berkembang sehingga pembahasan teori
bermain banyak dipengaruhi oleh paham tersebut. Bermain memiliki fungsi untuk memulihkan tenaga
sesorang setelah bekerja dan merasa jenuh. Pendapat ini dipertanyakan karena pada anak kecil yang tidak
bekerja tetap melakukan kegiatan bermain. Jadi penjelasan mengenai kenapa terjadi kegiatan bermain
pada makhluk hidup belum dapat dijawab secara memuaskan.
Sebelum terjadi Perang Dunia ke-1, ada beberapa tokoh yang dapat dikategorikan dalam teori
klasik. Mereka berusaha menjelaskan mengapa muncul perilaku bermain serta apa tujuan dari bermain.
Ellis (dalam Johnson et al, 1999) menyebutnya sebagai armchair theories karena teori itu dibangun
berdasarkan refleksi filosofis dan bukan melalui riset eksperimental. Teori klasik mengenai bermain dapat
dikelompokkan dalam dua bagian, yaitu (1) surplus energi dan teori rekreasi, serta (2) teori rekapitulasi
dan praktis. Friedrich Schiller seorang penyair berkebangsaan Jerman (abad 18) dan Herbert Spencer
seorang filsuf Inggris (abad 19) mengajukan teori surplus energi untuk menjelaskan mengapa ada perilaku
bermain. Herbert Spencer di dalam bukunya Principles of Psychology, pertengahan abad 19 (dalam
Millar, 1972) mengemukakan bahwa kegiatan bermain seperti berlari, melompat, bergulingan yang
menjadi ciri khas kegiatan anak kecil maupun anak binatang perlu dijelaskan secara berbeda.
Spencer berpendapat bermain terjadi akibat energi yang berlebihan dan ini hanya berlaku pada
manusia serta binatang dengan tingkat evolusi tinggi. Pada binatang yang mempunyai tingkat evolusi
lebih rendah, misalnya serangga, katak energi tubuh lebih dimanfaatkan untuk mempertahankan hidup.
Ketrampilan kelompok binatang dengan tingkat evolusi rendah sangat terbatas sehingga harus banyak
menguras tenaga untuk mempertahankan hidup. Energi lebih ini dapat diumpamakan sebagai sistem kerja
air atau gas yang akan menekan ke semua arah untuk mencari penyaluran. Tekanan akan lebih kuat dan
butuh penyaluran yang lebih banyak bila volume air atau gas sudah melebihi daya tampungnya.
Pada masa tersebut teori surplus energi mempunyai pengaruh besar terhadap psikologi, namun
teorinya dirasakan kurang tepat dan mendapat tantangan. Sebagai contoh, anak akan cepat-cepat akan
menyelesaikan tugas kalau dijanjikan boleh bermain setelah tugasnya selesai. Bayi yang sudah
mengantuk seringkali tetap ingin bermain dengan mainannya. Dari kedua contoh tersebut, jelas tergambar
bahwa bermain merupakan suatu insentif, dan bukan muncul akibat kelebihan energi.
Abad 19, teori evolusi mempunyai pengaruh besar terhadap studi tentang anak. Apa yang
dikemukakan Herbert Spencer dirasakan terlalu spekulatif tetapi pendapat Charles Darwin di dalam
bukunya Origin of Species (dalam Millar, 1972) tidak dapat diabaikan begitu saja. Bahwa manusia
merupakan hasil evolusi dari makhluk yang lebih rendah akhirnya merangsang dan mendorong minat para
ilmuwan untuk mempelajari perkembangan manusia sejak bayi sampai menjadi dewasa. Kalau
sebelumnya pendekatan yang dilakukan untuk mempelajari perilaku manusia bersifat spekulatif, maka
sejak saat itu dilakukan lebih ilmiah, melalui metode observasi. Para ayah, termasuk darwin membuat
pencatatan atas perkembangan anak-anak mereka.
G. Stanley Hall, seorang profesor Psikologi dan paedagogi berminat terhadap teori evolusi dan
bidang pendidikan, dia juga mempelajari perkembangan anak. G. Stanley Hall meninjau bermain dari
teori rekapitulasi, dan gagasannya adalah sebagai berikut: ”anak merupakan mata rantai evolusi dari
binatang sampai menjadi manusia”. Artinya anak menjalankan semua tahapan evolusi, mulai dari
protozoa (hewan bersel satu) sampai menjadi janin. Sejak konsepsi atau bertemunya sel telur dengan
sperma sampai anak lahir, melampaui beberapa tahap perkembangan yang serupa dengan urutan
perkembangan dari species ikan sampai menjadi species manusia. Dengan demikian, perkembangan
sesorang akan mengulangi perkembangan ras tertentu sehingga pengalaman-pengalaman ’nenek
moyangnya’ akan tertampil didalam kegiatan bermain pada anak (dalam Millar, 1972 dan johnson et al,
1999). Teori rekapitulasi berhasil memberi penjelasan lebih rinci mengenai tahapan kegiatan bermain
yang mengikuti urutan sama seperti evolusi makhluk hidup. Sebagai contoh, kesenangan anak untuk
bermain air dapat dikaitkan dengan kegiatan ’nenek moyangnya’, species ikan yang mendapat
kesenangan di dalam air. Anak yang berkeinginan untuk memanjat pohon dan berayun dari satu dahan ke
dahan lain sebagai cerminan kebiasaan monyet dan perilaku bermain jenis ini muncul sebelum anak
terlibat dalam kegiatan bermain kelompok. Anak usia 8 – 12 tahun, anak senang berkemah, berperahu,
memancing, berburu bersama sekelompok teman dan ini merupakan cermin kebiasaan masyarakat
primitif. Teori yang diajukan G. Stanley Hall tentu saja mempunyai kelemahan, tetapi setidaknya dapat di
anggap mempunyai peran besar karena berhasil mendorong minat ilmuwan lain untuk mempelajari
perilaku anak dalam berbagai tahap usia.
Teori praktis yang diajukan oleh Karl Groos, seorang filsuf yang meyakini bahwa bermain
berfungsi untuk memperkuat instink yang dibutuhkan guna kelangsungan hidup di masa mendatang.
Dasar teori Groos adalah prinsip seleksi alamiah yang dikemukakan oleh Charles Darwin. Binatang dapat
mempertahankan hidupnya karena dia mempunyai ketrampilan yang diperoleh melalui bermain. Bayi
yang baru lahir dan juga binatang mewarisi sejumlah instink yang tidak sempurna dan instink ini penting
guna mempertahankan hidup. Bermain bermanfaat bagi yang masih muda dalam melatih dan
menyempurnakan instinknya. Jadi tujuan bermain adalah sebagai sarana latihan dan mengelaborasi
ketrampilan yang diperlukan saat dewasa nanti.
Contoh bahwa bermain berfungsi sebagai sarana melatih ketrampilan untuk bertahan hidup dapat
kita amati pada anak-anak kucing yang lari mengejar dan menangkap bola sebagai latihan menangkap
mangsanya. Bayi menggerak-gerakkan jari, tangan, kaki tiada lain sebagai latihan untuk mengkontrol
tubuh. Bayi berceloteh untuk melatih otot-otot lidah yang dibutuhkan untuk bicara.
Teori yang dikemukakan Gross mengandung kelemahan, tetapi sekaligus memberi sumbangan
karena kegiatan bermain yang dulunya dianggap tidak berguna, pada kenyataannya mempunyai manfaat
secara biologis, paling tidak untuk mempertahankan hidup. Selain itu pendapat bahwa bermain
merupakan sarana melatih ketrampilan tertentu masih bisa diterima.
Tabel: Teori-teori Klasik
No Teori Penggagas Tujuan Bermain
1 Surplus Schiller/Spencer Mengeluarkan energi
Energi berlebihan
2 Rekreasi Lazarus Memulihkan tenaga
3 Rekapitulasi Hall Memunculkan instink
nenek moyang
4 Praktis Groos Menyempurnakan
instink
Anak dan bermain tidak dapat dipisahkan. Dorongan alamiah anak adalah bermain. Beberapa
manfaat diperoleh dari kegiatan bermain yaitu dapat mengembangkan aspek perkembangan anak.
Tahapan perkembangan anak juga dapat menjadi ciri dalam kegiatan bermain anak, sehingga kegiatan
bermain dapat diprediksi dan dijadikan acuan dalam perkembangan anak. Ketika pentingnya bermain
dapat dipahami oleh pendidik maka pendidik dapat mengupayakan kegiatan bermain menjadi lebih utama
dalam kegiatan belajar untuk anak. Upaya lain yang dapat dilakukan pendidik adalah dengan merancang
lingkungan yang kondusif untuk anak bermain, dan menjadi fasilitator serta motivator untuk anak ketika
anak sedang bermain.
DAFTAR PUSTAKA
Mayke S. Tedjasaputra, 2001. Bermain, Mainan, dan Permainan. Jakarta: Penerbit PT Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Mayke Sugianto, Bermain, Mainan dan Permainan, Jakarta : Dirjen Pendidikan Tinggi, 1995.