Professional Documents
Culture Documents
REFERAT
OBAT-OBAT OTOTOKSIK
Pembimbing :
dr. M. A. Sri Wahyuningsih, Sp. THT-KL
Referat ini dengan judul : Obat-obat Ototoksik Atas Nama : Yosephina Paula
kegiatan kepaniteraan klinik bagian Telinga Hidung Tenggorok RSUD Prof. Dr.
Mengetahui Pembimbing :
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat, perlindungan, dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat
dengan judul obat-obat ototoksik di kepaniteraan klinik bagian ilmu Teling
Hidung Tenggorok RSUD Prof. W. Z. Johannes / Fakultas Kedokteran
Universitas Nusa Cendana. Penulisan referat ini tidak lepas dari bantuan,
dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis
menyampaikan terimakasih kepada :
1. dr. M. A. Sri Wahyuningsih, Sp. THT-KL, selaku ketua bakordik bagian
Teling Hidung Tenggorok RSUD Prof. W. Z. Johannes dan selaku
pembimbing dalam penyusunan referat ini.
2. Seluruh staf Instalasi Kedokteran bagian Ilmu Teling Hidung Tenggorok
RSUD Prof. W. Z. Johannes – Fakultas Kedokteran Universitas Nusa
Cendana.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini jauh dari sempurna
maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga laporan
kasus ini memberi manfaat bagi banyak orang.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
terjadi karena efek samping dari konsumsi obat-obatan. Gangguan yang terjadi
bersifat reversibel dan bersifat sementara, atau tidak dapat diubah dan permanen.
Menurut hasil penelitian oleh WHO pada tahun 2013 bahwa terdapat 360
juta orang di dunia mengalami gangguan pendengaran atau tuli. Dari data tersebut
dapat disimpulkan bahwa 5,3% populasi di seluruh dunia menderita tuli. Telah
diperkirakan bahwa pada tahun 2030-2050 populasi penderita tuli akan terus
meningkat akibat bertambah tua, pemeriksaan yang tidak dilakukan dengan baik,
yang cukup tinggi (4,6%), 3 negara lainnya adalah Sri Lanka (8,8%), Myanmar
(8,4%), dan India (6,3%). Berdasarkan data yang didapatkan dari Litbang Depkes
terdapat 9 provinsi di Indonesia dengan angka prevalensi tuli pada penduduk usia
lebih dari 5 tahun yang telah melebihi angka nasional (2,6%), yaitu di Provinsi
Sumatra Selatan, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Lampung dan Nusa Tenggara
Indonesia yang berusia 5 tahun ke atas sebanyak 2,69% mengalami tuli. [7]
2
ototoksis yang semakin sering. Berhubung tidak ada pengobatan untuk tuli akibat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibular yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak
skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media
skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda
telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke
Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang
sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran
defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi
pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses
yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke
struktur dan/atau fungsi dari telinga dalam. Kerusakan dapat terjadi pada struktur
disebabkan telah terjadi perubahan struktur anatomi pada organ telinga dalam.
Kerusakan yang ditimbulkan oleh preparat ototoksik tersebut antara lain :1,4
6
a) AMINOGLIKOSIDA
tobramisin, amikasin dan yang baru adalah netilmisin dan sisomisin. Gentamisin
terhadap koklea dan vestibula. Penelitian terhadap hewan dan manusia mencatat
terjadinya akumulasi obat-obat ini secara progresif dalam perilimfe dan endolimfe
telinga dalam. Akumulasi terjadi bila konsentrasi obat dalam plasma tinggi.
Waktu paruh amioglikosida 5-6 kali lebih lama di dalam cairan otik daripada di
dalam plasma. Sebagian besar ototoksisitas bersifat ireversibel dan terjadi akibat
Saat molekul obat ini memasuki sel rambut pada organ corti melalui
Tuli yang diakibatkannya bersifat bilateral dan bernada tinggi, sesuai dengan
kehilangan sel-sel rambut pada putaran basal koklea dan dapat juga terjadi tuli
b) ERITROMISIN
Hal ini teramati setelah pemberian intravena eritromisin gluseptat atau laktobionat
dosis tinggi ( 4 gr/hari) atau konsumsi oral eritromisin estolat dosis tinggi.6
8
kerusakan terjadi pada striae vaskularis, yang pada akhirnya mengganggu potesial
ionik. Peneliti lain menyatakan obat ini mempengaruhi jaras pendengaran sentral.
terjadi tuli sensorineural nada tinggi bilateral dan tinitus setelah pemberian IV
dosis tinggi atau oral. Biasanya gangguan pendengaran dapat pulih setelah
c) LOOP DIURETICS
pompa Na+-K+-2Cl—di bagian asenden tebal ansa Henle, sehingga diuretik ini
disebut juga sebagai diuretik loop.6 Ketiga obat yang tersebut di atas adalah obat
Target kerja dari obat ini adalah protein soldium-potassium-2 chloride (Na+-
K+-2 Cl-) cotransporters. Protein ini ternyata banyak ditemukan pada sel epitelial
dan non-epitelial dan juga terlokalisasi pada stria vaskularis koklea. Inhibisi dari
9
kerja protein ko-transporter tersebut menyebabkan eksresi Na+ dari sel marginal
ke ruang intrastrial sehingga menimbulkan edema pada ruang intrastrial dan juga
pada sel penyusun stria vaskularis. Kondisi ini akan mempengaruhi potensial
Furosemid dilaporkan memiliki efek langsung pada motilitas sel rambut luar (
Ototoksisitas paling sering terjadi pada pemberian intravena secara cepat dan
sangat jarang terjadi pada penggunaan oral, terlebih lagi bila diberikan pada
Waktu paruh furosemid plasma adalah 45-92 menit pada orang sehat. Pada
pasien dengan gagal ginjal, waktu paruh obat ini memanjang menjadi 3 jam.
d) ANTI INFLAMASI
Salah satu golongan obat yang saat ini digunakan secara luas adalah obat-obat
lipofilik, dan bila pH semakin rendah (daerah inflamasi biasanya pH asam) maka
yang normal. Hal ini menyatakan bahwa efek ototoksisitas obat ini adalah
reversibel.9
Kina dan kloroquin adalah obat anti malaria yang biasa digunakan.1
Pemberian klorokuin atau hidroksiklorokuin dengan dosis harian yang tinggi (>
dan tinitus. Namun bila pengobatan dihentikan maka pendengaran akan pulih
kembali dan tinitus hilang. Klorokuin dan kina dapat melalui plasenta sehingga
dalam jangka waktu yang panjang dan dengan dosis tinggi. Dosis oral kuinin yang
fatal untuk dewasa adalah 2-8 gram. Kerusakan N.VIII menimbulkan tinitus,
tumor ovarium, testis, vesica urinaria, dan tumor kepala-leher. Seperti banyak
diinginkan antara lain ototoksisitas. Efek ini terjadi pada 30% pasien yang diterapi
terakumulasi di cairan telinga dalam dan diabsorbsi oleh sel epitel telinga.
Platinated DNA ditemukan pada sel rambut dan sel-sel penunjang. Pajanan
cisplatin juga meningkatkan Reactive Oxygen Species (ROS) di dalam sel rambut
menyatakan target primer cisplatin masih belum jelas, sel rambut ataukah tipe sel
struktural pada sel-sel penunjang koklea.11Dari hasil penelitian pada sel rambut
pendengaran biasanya terjadi secara bilateral dan muncul pertama kali pada
frekuensi tinggi ( 6000 Hz dan 8000 Hz). Penurunan ke frekuensi yang lebih
rendah ( 2000 Hz dan 4000 Hz) dapat terjadi bila terapi dilanjutkan. Gejala
ototoksisitas dapat menjadi lebih berat setelah pemberian obat melalui bolus
13
injeksi. Efek ototoksik dapat dikurangi dengan cara pemberian secara lambat
seperti Neomisin dan Polimiksin B. Terjadiya ketulian oleh karena obat tersebut
(semacam monyet besar) (± > 65 mikron), tetapi dari hasil penelitian masih dapat
Obat tetes telinga diindikasikan untuk pasien yang menderita infeksi telinga
timpani. Jalur untuk obat ototopikal melewati telinga tengah ke telinga dalam
adalah melewati tingkap bundar dan menuju perilimfe skala timpani. Membran
membran tingkap bundar menjadi lebih tebal akibat deposisi dari jaringan ikat dan
14
juga terbentuknya mucosal web. Hal ini menyebabka membran mejadi kurang
bervariasi dalam derajat toksisitas vestibular dan koklea. Contohnya, pada pasien
dengan kadar plasma aminoglikosida yang tinggi (dalam jangka waktu yang
terbebas dari ekresi renal atau metabolisme hepar. Preparat topikal telinga yang
memiliki efek protektif terhadap koklea dan vestibular adalah iron chelator,
V. FAKTOR RESIKO
WHO)
1. Usia lanjut
2. Neonatus
dan oral.
15
5. Kehamilan
6. Gagal ginjal
7. Insufisiensi hepar
diuretik)
Efek awal dari obat ototoksik adalah kerusakan sel rambut luar di bagian
threshold testing ) untuk frekuensi diatas 8000 Hz, berkisar di atas 16 atau 20
atau cisplatin. Oleh karena itu HFA saat ini umum digunakan untuk
Merupakan respons koklea yang dihasilkan oleh sel rambut luar yang
luar. Dalam probe tersebut terdapat mikrofon dan pengeras suara yang
untuk deteksi dini. DPOAE menggunakan stimulus dua nada murni (F1,F2)
akibat obat ototoksik. Akan didapatkan tuli sensorineural frekuensi tinggi pada
audiogram.13
18
VII. PENATALAKSANAAN
Bila pada waktu pemberian obat-obat ototoksik terjadi gangguan pada telinga
Kerentanan pasien termasuk yang menderita insufisiensi ginjal, renal, serta sifat
antara lain denga alat bantu dengar, psikoterapi, auditory training, belajar
berkomunikasi total dengan belajar membaca bahasa isyarat. Pada tuli total
VIII. PENCEGAHAN
Berhubung tidak ada pengobatan untuk tuli akibat obat ototoksik, maka
IX. PROGNOSIS
pengobatan, serta kerentanan pasien. Pada umumnya pronosis tidak begitu baik
BAB III
KESIMPULAN
Dari hasil ―WHO Multi Center Study” pada tahun 2013, Indonesia
tinggi (4,6%). Berdasarkan data yang didapatkan dari Litbang Depkes terdapat
9 provinsi di Indonesia dengan angka prevalensi tuli pada penduduk usia lebih
dari 5 tahun yang telah melebihi angka nasional (2,6%), salah satunya Nusa
Tenggara Timur.
eritromisin, diuretik loop, obat anti inflamasi, obat anti malaria, anti tumor, dan
audiologi. Tuli yang diakibatkan oleh obat-obatan ototoksik tidak dapat diobati.
Apabila ketulian sudah terjadi dapat dicoba melakukan rehabilitasi. Pada tuli
DAFTAR PUSTAKA