You are on page 1of 10
Wayan P. Windia wie. dig Deve Pakrarsan Awig -Awig Desa Pakraman Wayan P. Windia Abstract ‘Awig-awig isa se of rules that regulate he system ofthe life of Balinese traditional community, kxown as desa pekraman. Some are writen rules but mest of ther are not, Writen awig-avig of ong time ago are diferent from the present one. The difference lies in us systematiation and substance. Commonly ancient aivig- ‘vig was not systematically arranged so that its dificult know is substance. Future awig-awig needs o be designed in line with the development af tine, especially about its systematization, substance, and sanction that befall to the rep raptor ofthe violation ofthe provisions contained ini, to that it iseasy to understand and perform. Pendahuluan, Awig-awig adalah perangkat ataran ‘yong mengatur tatanan kebidupan Komunitas tradisional Bali, yang dikenal dengan desa pakraman, Sesuai judulnya, tulisan ini bermaksud menggambarkan secarasumir sistimatike dan subtansi “awig-awig jaman ‘dulu” dan “awig-awig sokarang™. Sesudah itu, pada bagian penutup dikemukakan beberapa pemiikiran sebagai bahen renungan untuk ‘merumuskan “avig-awig, masa depan” ‘Ada beberape tonggak sarah yang patut dicata, terkait eksistensi awig-ewig, sebagai perangkat aturan yang mengatur tatanan Kehidupan penduduk desa pakraman ‘yang terri dari krama desa, krama tamiudan tamiu. Pertama, diselenggarakannya Seminer HHukum J, tentang “Pombinaan Awig-awig Desa Dalam Tertib Masyarakat", tanggal 8-9 September 1969, oleh Fakuitas Hokum Universitas Udayana bekerja sama dea Pemerintah Daerah Propinsi Bali. Kedua, dikeluarkannya Perda Prop. Bali Nomor 06 Tahun 1986 tangeal 25 Juni 1986 tentang Kedudutan on Desa A sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat dalam Propinsi Daerah Tingkta1 Bali, Ketiga, terbentuknya Majelis Desa Pakraman (MDP) Bali, pada tanggal 27 Pebruari 2004, Fam FW Fas Fike Te Pembahasan mengeasi anig-awig dese pakraman dolu, sekarang dan mesa depen, mengacu kepada kurun wat tersebut. Astinya, yang dimaksud. dengén “awig-awig zaman dula” adalah awig-awig yang dibuat sebelum tahun 1969. “Awig-owig zaman sekarang” adalah awig-awig yang dibuat sntara taku 1969 dan 2004. Sedangkan yang imaksud “awig-awig masa cepan” adaish awig-avig yang dikarapkan_sesudah tahun 200M atau sesudah terbentuknya MDP Bal ‘Awig-Awig Jaman Dut Zaman dulu ada beberapaistilh yang ‘digunaken untuk menyebut perangkat aiuran ‘yang kini dikenal dengan avig-aig. Ada Yyangmenyebutaya sina, dresta,adat, hum ‘adet, gama, perarem, pengeling-elin ‘aiggul, geguet, dl. Keberadaas sila “aig wig” di Bali, hampir sema dengan istlah yang dite oleh pomerixtah Kolonia Belanda untuk “hk aa. Sebeforn istilah fnokum adat resmi dipakei dalam eturan perundang-undangan, juga diel beraga meayebut ‘perangkat aturan tidak tertlis yang berlaku bagi golongan pribumi. Istlah adatrecht (hukum adzt) diperkenatkan pertama kali sokitar tahun 1893-1894 den 35 takua 357 ‘Wayan P. Windia: Awievini Desa Paria cemudian (1929), barulah secara resmi jakui” oleh pemerintah Kolonial Bolanda, eagan dicentumkannya dalam Indische Stoatsregeling (LS.) pasal 134 ayat 2. Sepert halnya hukum adat, awig-awig zaman dul pada umumnya juga tidak tertalis Tetapi hal ini tidak dengan sendicinya mengandung arti bahwa jaman duly. sama sotali tidak ada awig-awig.tertulis. Dari ‘penelitian Tjok Raka Dherana yang kemudian ierbitkan dalam buku berjudul “Desa Adat ddan Awig-awig dalam struktur Pemerintahan Bai” (1995) dapat diketahoi bahwa usaha ‘earah penulisan awig-awig sebenarnya telah imulaijauh sebolum 1986. Beberapa contoh, seperti awig-awig Desa Sibetan, Karangasem, iulis tahun Teaka 1300 91378 Masehi) Avig-awig Desa Kubutambahen menentukan ‘sb Dino erat sukra kliwon, ware jenar titi tanggal ping 11, sasih 9, rah 2 tanggal 6, ‘saka 1759. Awig-awig desa Pupuan, Tabanan ‘eslaku mula tanggal 1 Januari 1914. Awig- vig Desa Mengwitani mienyebutkan : wis keanggahan tur keraremin duk ring dine wrespati wage, ware sungsang, tanggal Beanéa 4 bulan, thon 1930. Di Desa Truayen ijrmpai awig-awig.tertalis yang antara lain rmenyebutkan : Nian ki awig-awigtingkahing ‘tara Frama desa. ring Trunyan, sane sampun Kanargiang antuk kiwong desa ring dese Trenyan, Tika di suata desa pakraman tidak dijumpaiawig-awig tertulis, tidak berarti bbakwa desa itu tidak pernah mempunyai awis- avg tells Mangkin pads matanye dese area suf ly menyebaan avi ‘ertalsnye lenyap. Seperti yang tered di Desa Paizaman Tenganan Pegringsingan. Kareaa awig-awig desa pakraman ini teroaicar (Dherana, 1995 : 126), kemudian warga setsmpat’ mengitadep kepada Kaja Karangasem, dan juga kepada Raja Klunghung. Hal ini dapat diketahui dari awig- swig dese itu yang menentokan sebagai beck; ine Jani dening sing ade 358 iu dint di Hungkung, kai menglagra Iwong ddesane ring Tenganan Pegringsingan ne ani rikrikang di desa, ambul ken inget ane wong desa di Tenganan Pegringsingan, pacang angon ibe, pekeriadesa di Tenganan ‘Pegringsingan patut pnekang katulis apang ada wong desane di Tenganan Pegringsingan gegaduian pekertan desa, dening buka jani ‘ah pegawen Widi, ambul ken je inget wong desane, ambul topnekang abaiiba vong desane Tenganan Pegringsingan katuls, kai ‘manglugrahin iba wong desane Tenganan Pegringsinga. vec.” Berdasarkan hail penelitian atas beberapa awig-awig tertulis. zaman dulu, ditemakan beberapa iri yang hampir micip sata dengan yang lainnya. Kemiripaanya antara len tempak pada, sistimatikanya yang kurang jolas. Ketentuan dalam awig-wig terkesan seperti notulen rapat. Tidak mencantumkan batas wilayah yang jelas. Semaa penduduk yang tinggal di evatadesa pakraman dianggap sebagai trama desa. Belum adaketentuan yang mengatur mengensi ‘amin di desa pekraman. Ketentuan tentang sanksi langsung melekat pada masing-mosing perbuatan yang dilarang. Awig-awig,dibuat untuk mengatur pelaksanaan Kehidepan ‘beragama Hindu dan pelsksansan adatistadat i desa pakraman tertentu, sehingga muansa ““dosa mawcara” sangat kental, Avvig-Awig Zaman Sekarang ‘Daptikatakan sebagat awa petian smasyarakat Bali (kbosusny Prop. Bali beeta jajeramnys)terhadap pentingnys penulisen awig-awig adalah pada abn 1969, yt seak Aiteksanakannya Seminar Haku 1, textang “Pembinaan Avig-aig Desa Daiam Tet Masyarakat” angzal £9 September 176, oleh Fakulias Hokum Universitas Udayana tokerjasama_dengan Pemeriniaa Daerah Propinsi Bali. Beberapa kesimpulan seminar teebot, mengtyartkan aga stap avig- fog esa supaya eer! Benak fers oie desabersengkatan. “Avig-aig yang beim Sarathi Vol. 15 No. 3 Oktober 2008 Wayan P. Windia: Awigswig Desa Pakranan tertulis, dalam waktu singkat supaya diusahakan penulisannye, dengan catean, sambil_ menunggu penolison tersebut, wig: awig yang tidak tertulis masih’ tetap ‘mempunyai Kekuatan berlaku sebagaimana biasa. Di dalam penulisan awig-ewig oleh esa, supaya diperbatikan. sistimatka yang ‘menjamin adanya sustn susunan yang mudah cipahami dan dipergunakan” (FH Unud, 1970 91) ‘Terinspirasi oleh Kesimpulan seminar tersebut, pada tahun 1971 30 Agustus 1971), Jawaten Agama Hindu dan Budha Prop. Bai, mengeluarkan buku yang berjudul “Tata Nuntu Miwah Midabdabin Desa Adat Ring Bali”. Sesuai judulnye, buku ini berisi tata cara menulis awig-awig beserahal-hal yang sepatutnya dituangkan dalam avig-awig tertulis, agar desa adat di Bali dapat berjalan sesuai herapan, Tahun 1973, dilanjutkan dengan mengeluarkan “Imba Awig-awig Desa Adat Ring Bali oleh jawatan yang sama. Pada tahun 1974 (12-15 Juli 1974), desa adat se- Kabupaten Badung mengadakan pesamuan (rapat). Tujuan pesamuan tersebut antara lain ‘untuk menegaskan kepada semua desa adat se-Kabupaten Badung agar segere menuliskan awig-awig desanya masing-masing. (Dherana, 1982 : 6, Surpha, 2002 : 159), Sebagaitndak lanjut hast kesimpulen Seminar Hukum J tersebut di atas dan Kesepakatan dalam pesamuan desa adat Kabupaten Badung, dimulailah proyek embinaan dan penulisan awig-awig yang dlilaksanakan oleh Prop. Bali bekerja sama dengan Fakultas Hukum dan Pengetahuan ‘Masyarakat, Unud. Tabun 1974, dlaksanaken i Kabupaten Badung, Gianyar, Bangli dan Tabonan. Kemudian dilanjutkan di Kabupaten Kiungktung, Kerangasem, Jombrana dan Euleieng (1981 ~ 1982). Sctelohterbemmknya Majelis Pembina Lembage ‘melaksmnakan tugaspembinaan dan penulisan awig-awig, bersama instansvonit kerja terkait yang linn ISSN : 0852-7741 penulisin awig-awig, etapi fornet avig-awig terulis belum seragam. Saya berpendapat, kketidak seragaman itu disebabkan arena belum ada pedoman tentang tata cara penulisan avig-awig, Setelah pedomanvteknis penyusunan awig-awig, dan kepotusen desa adat bethasil irumaskan (setelah beberapa kali mengalami penyempurnaan, terakhir diterbitkan oleh Biro Hukum dan HAM Setda Prop. Bali, tun 2002), baik sistimatika maupun sebagian besar substansi pokok awig-awig tertutis (dikenal dengan sebutan giying), tampak Seragam di seluruh Bali. Kalau ada beberapa perbedaan, akan tampak pada perarem. Hal ini madah dimengerti, Karena ppedorsan ini selanjutnya menjadi semacam “buku suei” bagi masyarakat (terutama tim ppembina penyuratan awig-awig dikabupsten ‘maupun propinsi pada saat yangbersangkutan smelaksanakan tugas, Dengan demikian, kalan diihat dari sudut sistimatika dan usaha penulisan awig swig, apa yang dirinis oleh Pemda Prop. Bali bekerja sama dengen Fakultes Hukum dan Pengetahuan Masyarakat Universitas Udayana (1969) dapat dikstatan berhasil. ‘Sistimatike yang semula tampak “sesuka hati" kin rola lebih baik,sohingga lebih mudah likuti dan dimengerti. Kalan sebolum 1969 Kebanyakan esa polraman tidak memiliki awig-awig tertulls, sedangkan sekarang (erjadi keadaan yang sebaliknya,kebanyakan desa pakraman telah memiliki awig-awig tertuis. Perbandingan Beberapa Awig.awig Untuk memudahkan mendapat gambaran tentang sistimatika dan substansi bebsrapa awig-awig tertul ddikemokeken beberapa ketentucn awig-awig ‘oan dat dn again earn porbedsen,baikssimatka maurun subsansi awigeawig terutama yang menyangkut batas desa, penduduk des ayaa F. Windia: Avi Anis Dos Parana avig-awig yang mengatur hubungan antar sdesa pakraman. Sistematika awig-awig jeman ddolu Kurang jelas. Ketentuan dalam awig- vig terkesan seperti notulenrapst. Sementara sitimatka awig-awig zaman sekarang relatif losin baik. Sesudah tahun 1986, sistimatikanya disusun sebagai berikut. (1) aran_lan wawidangan. (2) Patitis lan panitukuh. (3) Sukertatata pakraman. (4) Sukerta tata agama. (5) Sukerta tata awongan. (| Wicara lan pamidanda, Demikian pula halnya dengen betas esa. Awig-awig zaman dulu tidak ‘mencentumkan batas wilayah desa pakraman yang lebih jelas. Kelau sekarang suasananya bela. Ada ketentuan tentang batas wilayeh, fempi umunya menggunakan betas alam (tulad, relabah, panglung), atau wileych desa Perbandingan Awig-Awig Tertuli pakraman tetangga, atau hamparan tanah persathan (subak). Pada zaman dulu, semua penduduk: yang tinggaldisuatu desa pakraman adalah warga esa. Belum adaketentusn yang ‘mengatur mengenai temiu di desa. Semeatara lau sekarang, penduduk desa pakraman dibagi menjadi dua, yaitu (1) Frama desa dan (@) tamiu, Hal lain yang juga menarik untuk Giamati adalah ketidakedaan — Ketentuan mengenai hubungan antar desapakraman sata ‘dengan desapakraman Ininnya dan ketentuan mengenai hubungan desa pakraman dengan Jembaga lain diluar desa pakraman. ‘Ketidakadaan ketentuan semacam ini mudah imengerti, antara lain disebabkan arena perbedaan situasi dan kondisi pada saatewig- awig ito dibuat, is Zaman Dulu dan Jaman Sekarang “Awig-avig so teralis 2amen dua omen sekarang ‘Sistematita | Sistematikanya Kura ‘Ketetuan alam avig-ev seperth notulen rapa Batas Wilayah ‘yang ele. Pendudok | Sema penduduk yang ‘mengatur mengendi tami | Tidak dakotonuan sks! Santi” danda ‘masiog-masing tami de ‘Awig-ewig dibuae soa polakeae Lada Penyerageman aaron teen, ‘ental Sulitmenumuskan | yang sama untuk beberapa dest pakrsaoa, 360 ‘Tidak mencantamkan bataswilayah So despa adalah aga deta, Bolum ada Hetatuen pang Sanksi. dicanramkan langsung pada indy dan plakssnsan ada itiadt ‘Sistematka ela Iebin balk Sesodah ‘abun 1986, sstimatikanya’ diseun sb ‘Arsn lan wawidaagan. Pautis lan pamikukuh ‘Sukertatata‘pakramsan ‘Sokerta tala egema Sakerta tala pawongan ‘Wicara lan pumidanda Mencantumkan las wiles, tapi Umeorya menggunaan bas in Ckad,felabahs pangkang) seo Seah des pkrmanftney, ea Iamparan potable on dow tpn ena yt (rma ceasan am | Sankiands ada dam esl (awe) zendit, Besekeciaja. snk yng Sip iene, rr gh da peren ng. elas. ig tetkesan geal indi dese tersendi ematika. den siying it pokok) awig-awig hampirsoragam.Perbedan Diasenyatampak dalam perarem sd2 peluang untuk meromusian Sehingas ” sangat ‘wvig-avig Sarath Vol. 15 No.3 Oktober 2008 ‘Wagan P. Windia: Avie vig Desa Petraman Beberapa Masalah ‘Memperhatikan sistimatika dan substansi beborapa awig-awig seperti igambarkan di tas, dapat dikemukekan beberapa masalah, sebagai berikut, Pertama, tentang sistimatika. Sistimatika awig-ewig tertulis yang selama ini dijadikan pedoman, isusun sebagai berikut: Sukerta Tata Pakraman Sukerta Tata Agama dan Sukerta tata Pawongan Sistimatika ini tampak korang sejlan Gongan unsur-unsur esa pakraman (Parkyangan, pawongan dan palemahan), kerena tidak meneantumkn tatanan hubungan smanusia dengan alam sekitar(palemahan)I Selain itu tampak seperi ada Kerancuan antara Suterta Tata Pakraman dan Sukerta Tata Pawongan, karena keduanya mengatur ‘mengenai manusia (pawongan), khususnya rama dese pakraman, Kedua, tantang batas desa pakraman Secaratradisional, batas antar desa pakraman satu dengan yang lainnya di Bali, ditandai dongan_ menggunakan batas alam, seprti sungai (lah atau tukad),jurang (pangtung), ‘gunung atau bukit, desa pakraman, laut atau segara, dl, seperti dalam beberapa coatoh berikut Pawos 1 Awig-awig Desa Adat Kembang Merta Baturiti, Tabanan, yang menentukan bahwe : jebar kakuub wawidangannya mawates nyatur: 4. Sisth Wetan Bukit Pengelengan b. Sisth Kulon Bukit Pengelengan ©. Sisth Lor Wewidangan Bul . Sisih Kidul Banjar Adat Candi Kuning)2 Basal 2 awig-avig Desa Adat Bulcleng (Keputusan Ketian Adat Buleleng Nomor 1 ‘whun 1972, yang disyshikan oieh : Bupati Kepala Daerah Kabupaten Buleleng dengan. Surat Nomor : 27/Agm. 19/0555 tanggel 22 ISSN + 0852-747 ‘Maret 1972, menentuken bates Desa Adat Buleteng sbb ; esa Buleleng Metiputi a. Wilayah Banjar_yang menyungsing Kahyangan Tiga Desa Buleleng , Wilayah Subak yang mengungsung Kahyangan tiga Desa Buleleag Selain menggunakan sebotan batas seperti beberapa contoh diatas, ada kalanya juga bates dese pakraman “itu ditandai dengan a. Wilayah subak (bengang stau disebut subak). . Laba pura atau telajakan pure (duwe atau malik pura) «. Parit(elabah) 4. Tugu batas Desa ‘Memperhatikan beberepa contoh batas desa di atas, tempak tahwa desa pakraman i Bali, tidak memiliki garis wilayah yang jelas, yang memonubi syarat sebuah garis perbatasan. Kalaxpun batas- betasnya dianggep ada, tetapi wilayahaya tidak tergambarkan dale satu peta wilayah yang rudah dibaca. Walaupun Keadaan batas ‘desanya seperti itu, pada jamandula hal ini Jarang mambewa masalah. Adanya kesulitan prasarana transportasi dan komunikasi, menyebabian pada umunya warga desa pakraman hidup dan mempertahanken Kehidupannya, terbatas dalam wilayah desanys, walaupun dia berada dalam satu aerah Yang sangat terpencil. sekalipun, Moreka akan membangun rumah tinggal, berms dalam suka den duke (pasukadukaan) dan bekeria sesuai dengan mata pencahariannys (umunya bertani), terbatas disekitar desanya_ pula XKeaaan ini secara alamiah menyebsbican tidak memungkinkan bagi wargs desa ‘mengadakan Kegiaton melampui wilayo (wewengkon) desanya atau melanggar wilayah dese yang lainnya. Walaopun bates 368 Wayan P. Wind: Avig-vigDesePabraman wilayahnyaagak kabur (gabeng atau saru ‘geremeng). Selan it, sebagian besar tanh yang ada, boleh dikatakan. duwe (milk), raja atau pura, sehingga kalau eda bintik-bintik Kecil masalah (termsuk mengenai batas wilayah dalam satu wilayah kerajaan), Jangsung diserahken dan diputuskan oleh raja, ddan masalahpun selesa. Maka menjadi masuk ‘kal kalau pada masa lau jarang muscul persoalan bates dese, Persoalan menjadi agak berbeda bilaterjdi masalah perbatasan antar kerajaan Sekarang suasananye beda. Dukungen sarana transportasi dan komunikasi yang ‘memadsi, menyebaban mobilitas krama esa, begita tinggi. Mereks dapat membangun rumah tinggal dan tempat usaba di wilayah esa sendisi, diwilayah desa pakraman yang Jain maupun di wilaysh “abu-abu”. Artinya, sebelum ada tempat usaha, wilayah itu tidak Jelas masuk wilayah mane (saru gremeng), Tetapi setelah ada compat ussha, masing- ‘masing desa pakraman bertetangga sama- sama mengklaim bahwa daerah, ity termasuk wilayahaya, sehingga.- cenderung rmonimbulkan Konflik antar desa pakraman yang bertetangga. CContob, Desa Adat Kembang Morta Kalau desa ini mengatakan bahwa batas wilayah sisth kidul (elatan) adalah Banjar ‘Adat Candi Kuning, berartt ada kemungkinan Banjar Adat Candi Kuning akan mengatakan bahwa batas wilayah sisdh lor (utara) banjar dat ini adalah Desa Adat Kembang Merta. Dalam keadaun seperti ini, daerah mana yang dapanaisebnesobagei gars batas wileysh antar esa dan banjar_tersebut ? Susah dijelaskan, ‘arena faktanya memang tidak jlas alias sare geremeng. Ketiga, tentang penduduk Bali. Dalam svig-awig (ertulis aupun tidak idaktertlis) yang selama ini ads, penduduk Bali aan warga yang bertempat tinggal di desa pakraman, Aikelompokan menjadi dua, yats kramadesa [anggota esa) dan ramin (nendatang). 302 ‘Ketentuan tentang krama desa diatur dengan sangat detail, sementara ketentuan tentang, ‘amu, sangat sumir. Dalam rancangan awige wig tertulis, tentang krama desa dan tamiu, ‘dirumuskan sebagai berikut: (2) Sane kabawos krama desa, inggih punika Kula warga sane meagama Hindu saha ngemong karang desa avi jumenek ring sawidangan desa (Yang disebutanggota desaadalsh warga yang ‘beragima Hindu, menempatitarah desa atau tinggaltetap di wilayah dsa). (2) Sejaba punika sinanggeh tamix, sane abinayang dados kali, inggih punika sane meagama Hindu mivah sewosan ring meagama Hindu (Sein itadisebut pendatang, yang dapat dibagi menjadi ua, beragama Hindu dan non Hindu. Sesudab itu, dilanjutkan dengan puluhen pawos (pasl-pasal) tentang pxbustan yang walib dilaksanakan (swadharma) oleh ‘rama desa, sementara tentang tamu, selesai dn tidak ada kelanjotannye. Kalaupun ada, aturannya dituangkan dalam bentuk gerarem, tersendiri dan pada-umunya lebih ‘menekankan pada masalah dana, baik berupa sumbanganwajib- maupun sumbangan sukarela (dana puria) dan bakan mengensi ‘swadharma dalam arti Laas. Keempat, tentang sanksi, Sacskiadat (danda) yang harusdikenakan kepads trama desa yang dianggap molangger ketentuan awig-awig, relatif ketat dan berat. Kalau ketentuan tentang sanski dalam awig-awig lirasa kurang jelas, akan diatur embali Kesepakatan Iain yang dirumuskan dalam rapat desa (pesangkepan atau paruman), Selain tiu, masin ada “sanksi tarcbahan’ (dikenai pula dengan sanksi seledewn atau “tirikan”), yang siap ditimpakan pada saat yang tepet, kepada rama desa yang diangeap ‘kurang disiplin dalam menjalankan awig- wig, Senksiseledetan ii terkesanringan dan gampang, totapi dalam kenyataannys tidak Sarathi Vol. 15 No. 3 Oktober 2008 ‘Wayan P. Windia: Awg-Avig ess Patranay demikian adanya. Perianyaanys, apa yang dapat diperbuat oleh prajura desa_ terliadap tamu yang kebetulan metakukan pelenggaran suas awig-awig dese pakraman ?Jawabannya belum jelas Bena, ‘Adanya Ketidakseimbangen Ketentusn awig-awig yang mengauut krama desa dan ‘amis, mengesankan seolsh-olah awig-awig dlibnat untuk mencekik leher sendii. Selin itu keadaan ini juga dapat_mendorong timbulnys kecemburuan sosial dan berbagai masalsh tidak terduga aionys, terutama ketika desa pakraman harus berhadapan dengan tamiu, baik dalam kapasitasnya sebagai pemulung, pedagang asongan, investor rmanpun wisatawan. Contoh soal, pemulung. biasanye “dilarang masuk” ke tempat emukiman tertentu tetapi tidak demikian hanya dongan pedagang asongan. Bersamaan dengan itu, atas nama peningketan PAD, pemerintah kabupaten dan propinsi ‘mengundang investor dan wisatawan seolah tanpa reserve, atas_nama peningkatan ekonomi masyarakat Bali, dengan ‘memberikan berbagei Kemudahan, Kelima, tentang desa mavecara. Desa pakraman di Bali mempunyai cil yang relatif sama. Akan tetapi kerena masing-masing desa pakraman bersifat otonom, maka dalam beberapa hal, runeul aturan yang berbeda antar desa pakraman satu dengan desa pakraman yang lainnya, untuk bidang Kehidupan_yeng sama, Terlebih lagi dengan adanya konsep desa, kala, patra (bermakna pengakuan alas perbedaan yang muncul arene, beda tempat, waktu dan kondisi obyektif), lebib “mengesabkan lagi awig yang ‘masing-masing desa pakraman. Babkan Kemudian “hak untuk berbeda” itu juga eibenrkan dalam atanan masyrakat Bal dalam konsep desa mavvecara fhakéesa patra war cg dcaya, sesuai tradisi setempat). Sebagai masing-masing desa konsekuensinya, pakraman seperti berlombs-lowba membust aawig-aveg sendir tentang tamu dan investor. Saking banyaknya, bukan hanya tamu yang ibuat bingung, babkan drama desa dan ‘Prajurudesa, pada akhimya juga ikutbingung, ‘Awig-avig Masa Depan ‘Terlepas dari keberhasilan yang telah licapai (setelah berlaku kurang lebih selama 35 tahun), ini Fakultas Hukum Universitas ‘Udayana, Kembali menggelar acara serupa, dengan maksud dan tujuen yang agak bored. Kalau dimasa lal seminar hukum diadskan dengan maksud untuk merintis usaha penulisen awig-awig, Kini seminar serupa perlu dengan maksud mengevaluasi satan menyesuaikan podoman/tinis penulisan awig-awig. yang selama ini telah ada, agar imasa depan tercipta awig-avig yang lebin sesuai dengan perkembagan jeman, Evaluasi semacam ini perlu diadaken atas dasar Deberapa alasen, antara lain. Pertama, untuk mengingatkan Kembali dan menumbuhkan_persepsi yang sama diaatara penduduk Bali bahwa Kehidupan di Bali umunya dandesa pakraman Khususnya, memiliki beberapa Keunikan. Tatanan kehidupannya, selain diatur berdasarkan hukum nasionel, juga distur berdasarkan perangkat hukum adst Bali yang

You might also like