You are on page 1of 11

Jember, 21-22 Juli, 2011 [PROSIDING SEMINAR NASIONAL PERTETA 2011]

Analisis Perpindahan Panas Dan Massa Proses Pengeringan Jagung Tongkol


Pada Beberapa Metode Pengeringan Sederhana
(Heat And Mass Transfer Analysis Of Corn Cobs Drying Process Using Some Simple
Drying Methods)

Apriadi1) , Hanim Z. Amanah1),Nursigit Bintoro1),.


1) JurusanTeknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian UGM
Jl. Flora No 2 Bulaksumur Yogyakarta 55281

ABSTRAK

Green house drying method is one of the simple drying methods using solar heat. This method usually used in
the day time. In order to use it when there is no sunlight, this research was carried out in the night time by using
150 watt lamps as the source of heat. The purpose of this research was to determine the drying rate constant
(kM), corn temperature increment rate constant (kT), the value of convective heat transfer coefficient (h), and
particle density decrement rate constant (kγ) from some drying variation.In this research, 10 cobs of corn were
dried using 4 kinds of drying method : Day-time green house drying(RK.S), direct sun drying (LJ), day-night time
green house drying (RK.SM), night time green house drying (RK.M). These drying was done until water content
was about 17-20 %, or safe to be shelled. In the process of drying, datas were taken every 30 minutes, they
were temperature, RH and grain water content. The value of convective heat transfer was analyzed using lump
capacitant method, the water content was analyzed to determine drying rate constant, particle density decrement
rate constant (kγ) and value of convective heat transfer coefficient (h) by using page equation method.The result
showed that value of convective heat transfer coefficient (h) for RK.S drying is 0,427 W/m2 oC, for LJ drying is
0,244 W/m2 oC, for RK.SM drying is 0,254 W/m 2 oC, and for RK.M drying is 0,165 W/m2 oC. Drying rate constant
(kM) for RK.S drying is 3,00 hour-1, for LJ drying is 2,36 hour-1, for RK.SM drying is 2,08 hour-1, and for RK.M
drying is 1,78 hour-1. Particle density decrement rate constant (kγ) for RK.S drying is 0,124 hour -1, for LJ drying is
0,106 hour-1, for RK.SM drying is 0,092 hour-1, and for RK.M drying is 0,056 hour-1. Corn temperature increment
rate constant (kT) for RK.S drying is 0,287 hour-1, for LJ drying is 0,261 hour-1, for RK.SM drying is 0,223 hour-1,
and for RK.M drying is 0,215 hour-1. The conclusion from this research is the Day-time Green house drying has

Kajian Teknik Pasca Panen Dan Proses Hasil Pertanian


higher value of h,kM,kγ and kT than the other methods.

Keyword : corn cob, drying, green house, heat transfer, mass transfer

PENDAHULUAN

Salah satu proses pascapanen jagung yang harus diperhatikan adalah proses pengeringan,
karena proses pengeringan jagung dapat menentukan mutu atau kualitas jagung baik digunakan untuk
bahan pangan atau untuk benih. Pengeringan jagung tongkol pada kadar air (18-20%) merupakan
kadar air aman untuk dipipil. Dengan kadar air antara 18-20% pemipilan jagung tongkol lebih mudah
dan mengurangi kerusakan pada saat pemipilan.
Metode pengeringan yang dilakukan masyarakat untuk mengeringkan jagung adalah dengan
memanfaatkan sinar matahari. Namun pengeringan dengan penjemuran langsung memiliki beberapa
kekurangan yaitu jagung bisa terkontaminasi langsung dengan kerikil, debu dan bakteri, selain itu juga
pengeringan membutuhkan waktu yang lama. Untuk mengurangi kekurangan-kekurangan pada
penjemuran langsung, cara pengeringan lain yang memanfaatkan panas matahari adalah dengan
melakukan modifikasi penjemuran penjemuran dengan menggunakan rak beratap kaca yang
memanfaatkan prinsip dengan efek rumah kaca. Pengeringan dengan prinsip rumah kaca akan lebih

319
Jember, 21-22 Juli, 2011 [PROSIDING SEMINAR NASIONAL PERTETA 2011]

aman dan bisa mengantisipasi kontaminasi dari kerikil, debu, dan bakteri.
Biasanya pengeringan rumah kaca hanya dilakukan pada siang hari, untuk dapat
memanfaatkan rumah kaca pada malam hari maka pada penelitian ini akan menggunakan bola lampu
sebagai sumber pemanas sehingga rumah kaca dapat berfungsi pada siang dan malam hari. Penelitian
ini akan mengkaji peningkatan kecepatan pengeringan jagung tongkol dengan metode modifikasi
penjemuran dengan efek rumah kaca dan penjemuran langsung. Pada penelitian ini dilakukan 4
macam variasi perlakuan yaitu penjemuran langsung dengan lantai jemur, pengeringan rumah kaca
siang hari, pengerigan rumah kaca siang dan malam hari dan pengeringan rumah kaca malam hari.
Pada pengeringan malam hari menggunakan bola lampu sebagai sumber pemanas. Dari 4 macam
variasi perlakuan pengeringan ini akan dilakukan perbandingan terhadap beberapa variabel-variabel
yang mempengaruhinya. Selain itu juga akan dilakukan analisis tentang perpindahan massa dan
energi.

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan teori
1. Perpindahan Massa pada Proses Pengeringan
Laju pengeringan produk hasil pertanian dipengaruhi oleh suhu, kelembaban udara, dan
laju aliran udara. Laju pengeringan terdiri dari periode laju konstan dan periode laju menurun
(Hall, 1980 dan Bakker –Arkema, 1974).
Laju pengeringan konstan terjadi pada bahan yang berkadar air tinggi, sehingga laju
penguapan air yang terjadi pada periode ini dapat disamakan dengan laju penguapan air pada
permukaan bebas. Biasanya periode ini berlangsung sebentar, hingga air bebas pada permukaan
telah habis, kemudian laju pengeringan akan semakin menurun. Pada laju pengeringan konstan
dapat dinyatakan seperti persamaan 1 :

= -k (1)
Dari persamaan di atas dapat diturunkan untuk mencari konstanta laju perubahan kadar air
seperti terlihat pada persamaan 2 :

Kajian Teknik Pasca Panen Dan Proses Hasil Pertanian


= -k
=k
Mt – Mo = -k.t (2)
MO (moisture, % db) merupakan kadar air awal bahan, Mt (% db) merupakan kadar air
bahan tiap waktu. Nilai k merupakan konstanta laju penurunan kandungan air bahan, dan t
merupakan lama pengeringan. Diplotkan dalam grafik dimana (Mt – Mo) sebagai sumbu y, dan
lama pengeringan sebagai sumbu x. Nilai k merupakan slope dari persamaan garis y=bx, dari
persamaan garis ini b merupakan konstanta laju pengeringan. Selama proses pengeringan maka
bahan akan mengalami perubahan berat, sehingga berat satuan partikel akan berubah.
Dengan cara yang sama dapat dihitung nilai konstanta laju penurunan berat satuan
partikel dan nilai konstanta laju kenaikan suhu bahan.

2. Perpindahan Panas Secara Konveksi Selama Proses Pengeringan


Perpindahan panas secara konveksi dapat digolongkan menjadi dua yaitu free convection
dan force convection. Free convection adalah perpindahan panas yang terjadi secara alami yaitu
karena perbedaan tekanan udara. Sedangkan force convection adalah perpindahan panas yang

320
Jember, 21-22 Juli, 2011 [PROSIDING SEMINAR NASIONAL PERTETA 2011]

terjadi secara paksa dengan adanya aliran udara buatan (Incropera, 1985). Adapun persamaan
umum dari perpindahan panas secara konveksi adalah sebgai berikut:
(3)
Partikel bijian yang dipanasi berukuran kecil sehingga suhu di dalam partikel bahan
dianggap seragam. Berdasarkan prinsip Lump Capacity, untuk nilai NBi <0,1 maka hambatan
internal perpindahan panas dapat diabaikan yang menyebabkan keseragaman suhu pada bahan.
Kondisi ini dapat dinyatakan dalam persamaan 4 dan 5 (Singh dan Heldman, 2001) :
(4)
(5)
Dengan q merupakan besar panas yang dipindahkan (watt), ρ berat satuan bahan (kg/m3), Cp
panas jenis bahan (kJ/kgoC), V volume bahan (m3), h koefisien perpindahan panas konveksi
(W/m2oC), A luas permukaan bahan (m2), To suhu awal (oC), dan Tl suhu lingkungan (oC).
Jika variabelnya dipisahkan dan diintegralkan pada limit tertentu, maka akan diperoleh
persamaan 6 dan 7 (Singh dan Heldman, 2001) :
Ln (6)

T(t) =( x (To-Tl) +Tl) (7)


Persamaan 6 dapat dianalogikan sebagai persamaan garis linear dengan nilai absis (x = t) dan
ordinat Ln nisbah suhu udara Ln . Dengan persamaan tersebut, nilai dari persamaan
dapat diketahui yaitu nilai dari gradien persamaan garis yang dibuat. Dari persamaan garis

diperoleh persamaan y = bx-a, b adalah slope sehingga dapat dicari h= .

B. Bahan dan alat penelitian

Kajian Teknik Pasca Panen Dan Proses Hasil Pertanian


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jagung tongkol dengan kadar air
sekitar 29 – 35% yang diperoleh dari petani di daerah Klaten. Alat yang digunakan pada penelitian
ini antara lain : rumah kaca, thermocouple, thermohygrometer, grain moisture meter, timbangan
analitik, dan oven.

Keterangan :

1. Rak
2. Penutup
3. Ventilator
4. Kaca
5. Lampu

Gambar 1. Skema alat pengering rumah kaca


C. Prosedur Penelitian

321
Jember, 21-22 Juli, 2011 [PROSIDING SEMINAR NASIONAL PERTETA 2011]

Sebelum dilakukan pengambilan data dilakukan penelitian pendahuluan untuk


menentukan lama pengeringan tiap variasi untuk mencapai kadar air aman untuk dipipil yaitu
sekitar 18-20%. Pengeringan jagung tongkol dilakukan dalam 4 variasi perlakuan yaitu
pengeringan rumah kaca siang hari (RK.S), pengeringan lantai jemur (LJ), pengeringan rumah
kaca siang dan malam hari (RK.SM), dan pengeringan rumah kaca malam hari (RK.M). Pada
pengeringan malam hari menggunakan bola lampu sebagai sumber pemanas dengan daya 150
watt.
Jagung sebanyak 10 tongkol dijemur pada rak pengering secara merata. Jagung tongkol
dijemur dalam alat pengering rumah kaca dan dijemur langsung di bawah terik matahari.
Pengambilan sampel untuk diukur penurunan kadar air jagung tongkol dilakukan setiap 30 menit
untuk siang hari dan 60 menit untuk pengambilan data malam hari hingga kadar air jagung tongkol
mencapai < 20 %. Untuk mengetahui secara periodik kapan penjemuran berakhir, dilakukan
pengukuran kadar air jagung. Untuk mengetahui tingkat keseragaman kadar air bahan, sampel
diambil seberat kira-kira 3-5 gram dari tiga titik pada rak pengering yaitu sampel jagung 1, sampel
jagung 2, dan sampel jagung 3.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Perpindahan panas selama pengeringan


1. Perubahan suhu bahan selama pengeringan

Kajian Teknik Pasca Panen Dan Proses Hasil Pertanian


Gambar 1. Contoh grafik hubungan antara suhu bahan dengan lama pengeringan.
Dari gambar 1 dapat dilihat bahwa suhu bahan pada perlakuan pengeringan rumah kaca siang
hari lebih tinggi dibandingkan suhu bahan pada perlakuan penjemuran langsung dan pengeringan
rumah kaca malam hari. Hal ini disebabkan karena pengeringan dengan menggunakan rumah kaca
dapat memperangkap panas sehingga suhu pada ruang pengering rumah kaca lebih tinggi
dibandingkan udara lingkungan luar.

2. Koefisien perpindahan panas konveksi (h) udara pengeringan.


Koefisien pindah panas konveksi (h) merupakan besaran yang menyatakan tingkat kecepatan
perpindahan kalor konveksi. Semakin tinggi nilai koefisien pindah panas konveksi maka perpindahan
laju panas konveksi akan semakin tinggi, sehingga penurunan kadar air bahan semakin cepat.
Dibawah ini akan disajikan nilai koefisien pindah panas konveksi dalam beberapa perlakuan (variasi)
pengeringan pada Tabel 1

322
Jember, 21-22 Juli, 2011 [PROSIDING SEMINAR NASIONAL PERTETA 2011]

Tabel 1. Koefisien pindah panas konveksi pengeringan (h) (W/m2.oC) pada beberapa variasi
perlakuan.

h (W/m2.oC)
Ulangan
RK.S LJ RK.SM RK.M
1 0,5883 0,3501 0,2402 0,1292
2 0,3420 0,1389 0,2795 0,2028
3 0,3520 0,2422 0,2430 0,1616
rerata 0,4274 0,2437 0,2542 0,1645

Tabel 1 menunjukkan bahwa pengeringan dengan menggunakan rumah kaca siang hari
(RK.S) memiliki nilai koefisien pindah panas konveksi (h) paling besar dibandingkan variasi perlakuan
yang lainnya. Hal ini dikarenakan efek rumah kaca pada alat pengering mengakibatkan panas yang
masuk berupa gelombang pendek yang selanjutnya dipantulkan dalam bentuk gelombang panjang
yang terperangkap dalam rumah kaca, sehingga suhu udara lingkungan pengering lebih tinggi. Suhu
udara berbanding lurus dengan koefisien pindah panas konveksi. Nilai koefisien pindah panas konveksi
dipengaruhi oleh suhu udara pengering, semakin tinggi suhu udara pengering maka nilai koefisien
pindah panas konveksi akan semakin besar. Koefisien perpindahan panas konveksi akan bervariasi
tergantung pada kondisi pengeringan berupa suhu (T) dan tekanan parsial uap dalam tekanan vakum
(Singh dan Heldman, 2001).

3. Menentukan Konstanta Laju Kenaikan Suhu Bahan (KT)


Tabel 2. Konstanta laju kenaikan suhu bahan (k T) selama proses pengeringan.
Laju kenaikan suhu bahan (kT) (/jam)
Ulangan
RK.S LJ RK.SM RK.M
1 0,252 0,486 0,246 0,141
2 0,288 0,102 0,204 0,246
3 0,321 0,195 0,219 0,258

Kajian Teknik Pasca Panen Dan Proses Hasil Pertanian


rerata 0,287 0,261 0,223 0,215

Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai konstanta laju kenikan suhu bahan paling tinggi terjadi pada
pengeringan rumah kaca siang hari (RK.S), hal disebabkan karena rumah kaca dapat memperangkap
panas sehingga suhu udara lebih tinggi. Faktor lingkungan baik suhu maupun kelembaban sangat
berpengaruh terhadap laju kenaikan suhu bahan (k T). Sedangkan nilai laju konstanta kenaikan suhu
bahan (kT) yang paling rendah adalah pada pengerigan malam hari (RK.M).

4. Prediksi Suhu Bahan


Pada grafik suhu bahan prediksi berdasarkan nilai koefisien pindah panas konveksi (h) dan
suhu bahan prediksi berdasarkan konstanta laju kenaikan suhu bahan (k T) digabung menjadi satu
grafik supaya bisa dibandingkan bagaimana tingkat perbedaannya.

323
Jember, 21-22 Juli, 2011 [PROSIDING SEMINAR NASIONAL PERTETA 2011]

Gambar 2. Contoh grafik hubungan suhu bahan prediksi berdasarkan nilai (h) dan (k T) terhadap lama
pengeringan. Ket: grafik kiri hari ke-1 dan grafik kanan hari ke-2, Tpred1 (h) dan Tpred2 (kT).
Nilai gradien garis rata-rata berdasarkan nilai koefisien pindah panas konveksi (h) sebesar
0,9569 dan nilai gradien garis berdasarkan konstanta laju kenaikan suhu bahan (k T) sebesar 0,9499.
nilai determinasi (R2) berdasarkan nilai koefisien pindah panas konveksi (h) sebesar 0,704 sedangkan
nilai determinasi (R2) berdasarkan konstanta laju kenaikan suhu bahan (k T) sebesar 0,599. Kalau dilihat
tingkat perbedaan suhu prediksi berdasarkan h dan k T dapat disimpulkan bahwa suhu bahan prediksi
berdasarkan koefisien pindah panas konveksi (h) lebih mendekati suhu bahan observasi karena nilai
gradien garis dan determinasi (R2) lebih mendekati 1.

B. Perubahan Kadar Air


1. Penurunan Kadar Air Selama Pengeringan

Kajian Teknik Pasca Panen Dan Proses Hasil Pertanian

Gambar 3. Contoh grafik hubungan antara kadar air dengan lama pengeringan jagung
tongkol.

Gambar 3 terlihat bahwa terjadi penurunan kadar air jagung selama pengeringan semakin
berkurang sebanding dengan lamanya waktu pengeringan. Penurunan kadar air terjadi karena adanya
perbedaan tekanan uap air antara jagung dengan udara pengering. Gambar 3 terlihat penurunan kadar
air pada pengeringan rumah kaca siang hari (RK.S) lebih cepat dibandingkan pengeringan rumah kaca
siang malam hari (RK.SM), hal ini disebabkan suhu udara lingkungan pada rumah kaca siang hari lebih
tinggi dibandingkan rumah kaca malam hari. Rumah kaca siang hari mampu memperangkap panas
sehingga suhu udara dalam rumah kaca lebih tinggi.

324
Jember, 21-22 Juli, 2011 [PROSIDING SEMINAR NASIONAL PERTETA 2011]

2. Konstanta Laju Pengeringan (kM).


Konstanta laju pengeringan disimbolkan dengan k, dimana konstanta laju pengeringan adalah
besaran yang menyatakan tingkat kecepatan air atau massa air untuk berdifusi keluar meninggalkan
bahan yang dikeringkan. Penelitian ini hanya pada laju pengeringan konstan (constant rate period)
karena pada penelitian ini kadar air jagung hanya pada batas aman untuk dipipil sekitar 18-20%.

Tabel 3. Nilai konstanta laju pengeringan (kM) jagung tongkol selama proses pengeringan.
kM (/jam)
Ulangan
RK.S LJ RK.SM RK.M
1 4,20 3,00 1,74 1,74
2 2,64 2,22 2,04 2,04
3 2,16 1,86 2,46 1,56
rerata 3,00 2,36 2,08 1,78

Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa secara rata-rata nilai konstanta laju pengeringan pada
pengeringan RK.S lebih tinggi dibandingkan nilai laju pengeringan pada pengeringan LJ, pengeringan
RK.SM, dan pengeringan RK.M. Hal ini disebabkan karena rumah kaca dapat memperangkap panas
sehingga suhu udara pada ruang pengering lebih tinggi. Namun karena cuaca yang berubah-ubah,
terkadang laju pengeringan pada variasi perlakuan lain lebih tinggi (dapat dilihat pada tabel 3).
Sedangkan nilai konstanta laju pengeringan paling rendah terdapat pada variasi perlakuan
pengeringan rumah kaca malam hari (RK.M).

3. Prediksi kadar air

Kajian Teknik Pasca Panen Dan Proses Hasil Pertanian

Gambar 4. Perubahan kadar air prediksi dan kadar air observasi terhadap lama pengeringan

Gambar 4 menunjukkan bahwa kadar air prediksi dan kadar air observasi hampir mendekati.
Hal ini dapat dilihat sekilas pada grafik gambar 4 bahwa garis kadar air prediksi tepat diatas titik-titik
yang merupakan kadar air observasi. Hampir semua perlakuan menunjukkan bahwa kadar air prediksi
dan kadar air observasi hampir mendekati. Dari nilai gradien garis nilai koefisien determinasi (R2)
menujukkan bahwa perbedaan antara kadar air prediksi dan kadar air observasi sangat kecil karena
nilai gradien garis untuk semua perlakuan (variasi) mendekati 1.

325
Jember, 21-22 Juli, 2011 [PROSIDING SEMINAR NASIONAL PERTETA 2011]

C. Perubahan Berat Satuan Patikel (γ)


1. Penurunan berat satuan partikel selama proses pengeringan.
Berdasarkan grafik pada Gambar 5 terlihat bahwa terjadi penurunan berat satuan partikel tiap
waktu (γ). Dari grafik juga menunjukkan bahwa penurunan berat satuan partikel (γ) lebih cepat pada
pengeringan rumah kaca siang hari (RK.S) dan pengeringan lantai jemur (LJ) bila dibandingkan
dengan pengeringan rumah kaca siang malam hari (RK.SM) dan pengeringan rumah kaca malam hari
(RK.M). hal disebabkan karena pada pengeringan siang hari suhu udara lebih tinggi, sedangkan pada
malam hari suhu rendah dan kelembaban lingkungan yang tinggi sehingga penurunan berat satuan
partikel (γ) sulit terjadi.

Gambar 5. Contoh grafik hubungan antara berat satuan partikel dengan lama pengeringan selama
pengeringan.

2. Konstanta Laju Penurunan Berat Satuan Partikel Bahan (kγ) Selama Proses Pengeringan
Tabel 4. Konstanta laju penurunan berat satuan partikel (kγ) selama proses pengeringan

Kajian Teknik Pasca Panen Dan Proses Hasil Pertanian


jagung tongkol.
kγ (/jam)
Ulanngan
RK.S LJ RK.SM RK.M
1 0.198 0.06 0.066 0.024
2 0.066 0.096 0.174 0.078
3 0.108 0.162 0.036 0.066
rerata 0.124 0.106 0.092 0.056

Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai konstanta laju penurunan berat satuan partikel bahan (kγ)
berbeda-beda pada setiap perlakuan (variasi) pengeringan. Dari tabel 4 terlihat bahwa laju
pengeringan pada variasi perlakuan RK.S memiliki nilai yang paling besar dibandingkan variasi yang
lain. Hal ini dikarenakan suhu udara di dalam rumah kaca lebih tinggi. Efek rumah kaca dapat
menperangkap panas dari sinar matahari sehingga suhu udara pada ruang alat pengering lebih panas.
Suhu yang tinggi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam alat pengering jadi rendah sehingga
terjadi perbedaan tekanan uap air pada bahan dan udara pengering. Perbedaan tekanan uap air ini
dapat memaksa uap air pada bahan keluar ke udara pengering yang biasa disebut driving force.

326
Jember, 21-22 Juli, 2011 [PROSIDING SEMINAR NASIONAL PERTETA 2011]

3. Prediksi Berat satuan partikel

Gambar 6. Contoh grafik perubahan berat satuan partikel prediksi dan berat satuan partikel observasi
terhadap lama pengeringan.

Gambar 6 menunjukkan berat satuan partikel prediksi dengan berat satuan observasi memiliki
perbedaan yang cukup kecil atau dengan kata lain mendekati. Dari grafik pada gambar 6 juga terlihat
bahwa garis berat satuan partikel prediksi mendekati atau berimpit dengan titik berat satuan partikel
observasi. Dari nilai gradien garis dan nilai koefisien determinasi (R 2) menunjukkan bahwa perbedaan
antara berat satuan partikel prediksi dan berat satuan partikel observasi sangat kecil karena nilai
gradien garis untuk semua perlakuan (variasi) mendekati 1.

D. Analisis Perkecambahan dan Serangan Jamur Biji Jagung


1. Persentase kecambah biji jagung.
Tabel 5. Persentase perkecambahan biji jagung

Kajian Teknik Pasca Panen Dan Proses Hasil Pertanian


Perlakuan Rerata kecambah (%)
RK.S 42,0
LJ 42,7
RK.SM 45,0
RK.M 51,3

Berdasarkan (SNI 01-6944-2003), persentase kecambah biji jagung yang standar adalah
minimal 85%, sedangkan kalau dilihat dari tabel 5 persentase perkecambahan sekitar 42-51%. Hal ini
disebabkan karena pada saat melakukan perkecambahan tidak dilakukan sortasi terhadap benih
(diambil secara acak) dan juga jagung yang digunakan dalam perkecambahan bukan jagung benih tapi
untuk konsumsi. Dilihat pengaruh suhu udara pengering terhadap perkecambahan dapat dijelaskan
bahwa pengeringan dengan menggunakan rumah kaca siang hari memiliki daya kecambah paling
rendah dibandingkan perlakuan yang lain. Hal ini disebabkan karena suhu udara di ruang pengering
lebih tinggi yang melebihi batas suhu aman untuk pengeringan benih biji jagung. Suhu standar
pengeringan biji jagung yang paling tepat sekitar 40 0C. Sedangkan persentase perkecambahan paling
tinggi terdapat pada perlakuan pengeringan rumah kaca malam hari (RK.M) sekitar 51,3%. Namun
secara keseluruhan persentase perkecambahan belum memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).

327
Jember, 21-22 Juli, 2011 [PROSIDING SEMINAR NASIONAL PERTETA 2011]

KESIMPULAN

1. Perbedaan metode pengeringan sederhana berpengaruh signifikan terhadap suhu bahan, berat
satuan partikel, dan kadar air.
2. Konstanta laju pengeringan (k M) dari metode pengeringan yang diuji berkisar antara 0,178 – 0,300
jam-1. kM paling besar pada RK.S dan terkecil pada RK.M.
3. Konstanta laju kenaikan suhu bahan (k T) dari metode pengeringan yang diuji berkisar antara 0,223
– 0,287 jam-1. kT paling besar pada RK.S dan terkecil pada RK.SM.
4. Konstanta laju pengeringan (kγ) dari metode pengeringan yang diuji berkisar antara 0,056 – 0,124
jam-1. kγ paling besar pada RK.S dan terkecil pada RK.M.
5. Koefisien pindah panas konveksi (h) dari metode pengeringan yang diuji berkisar antara 0,1645 –
0,4274 w/m2 oC. h paling besar pada RK.S dan terkecil pada RK.M..
6. Persentase kecambah biji jagung rata-rata sebesar 42-51,3%, dan persentase perkecambahan biji
jagung pada penelitian ini belum memenuhi SNI 01-6944-2003.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standardisasi Nasional. 2003. Standar Nasional Indonesia Beras (SNI 01-6944-2003). Badan
Standardisasi Nasional : Jakarta.
Brooker, D.B., F.W. Bakker., and C.W. Arkema. 1974. Drying cereal grains. The A VI Publishing Co. Inc,
West Port. USA.
Earle, R.L. 1983. Unit Operations in Food Processing. Pergamon Press. United Kingdom.
Firmansyah, I.U., S. Saenong, B. Abidin, Suarni, dan Y. Sinuseng. 2006. Proses pascapanen untuk
menunjang perbaikan produk biji jagung berskala industri dan ekspor. Laporan Hasil Penelitian,
Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. p. 1-15.
Hall, CW. 1980. Drying and Storage of Agricultural Crops. AVI Publishing Compony. Westport
Connecticut College of Engineering Washington Stage University. Pullman. Washington.

Kajian Teknik Pasca Panen Dan Proses Hasil Pertanian


Handerson S. M. dan R. L. Perry. 1979. Agricultural Process Engineering. The AVI Publishing Co.,
Westport.
Incropera, Frank P. 1985. Introduction of Heat Transfer. John Wiley & Sons. New York.
Lewis, M. J., 1987. Physical Properties of Foods and Food Processing System. Ellis Horwood.
Chichester.
Muhlbauer, W. 1983. Drying of agricultural products with solar energi. Procedings of Technical
Consultstion of European Cooperative Network on Rural Energy, Tel. Aviv, Israel. 3:29-36.
Prastowo, B,. I G.P. Sarasutha, T.M. Lando, Zubachtirodin, B. Abidin, dan R.H. Anasiru. 1998.
Rekayasa teknologi mekanis untuk budi daya tanaman jagung dan upaya pascapanennya
pada lahan tadah hujan. Jurnal Engineering Pertanian 5(2):39-62.
Sears, Francis W., Mark W. Zemansky, Hugh D. Young. 1982 . University Physics. Sixth edition.
Addison-Wesley Publishing Company. Kanada
Setijahartini. S., 1980. Pengeringan. Jurusan Teknologi Industri, FATETA, Institute Pertanian Bogor.
Bogor.

328
Jember, 21-22 Juli, 2011 [PROSIDING SEMINAR NASIONAL PERTETA 2011]

Singh, Paul R, Heldman, Dennis R. 2001. Introduction of Food Engineering. Academic Press. London,
UK.
Soetopo, L. 2002. Teknologi Benih. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Taib, G., G, Said., S, dan Wiraatmadja. 1988. Operasi Pengeringan Pada Pengolahan Hasil Pertanian.
Penerbit P.T. M Ediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.
Winarno, F. G. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia. Jakarta.

Kajian Teknik Pasca Panen Dan Proses Hasil Pertanian

329

You might also like