Jurmal imu Tanah dan Lingkungan Vol 3 (1) (2002) pp 10-17
Kajian Struktur Tanah Lapis Olah :
1. Agihan ukuran dan dispersitas agregat
Suci Handayani & Bambang Hendro Sunarminto
Jorusan Tanah, Fakuttas Pertanian, Universitas Gadjah Mada
Penclitian tentang distribusi ukuran agregat dan dispersitas agregat tanah lapis olah sebagai
akibat proses pembasalan dan pelarutan selektif telah dilakukan di Jaboratoriuin Fisika Tanah
Fakultas Pertanian UGM, Hasil Penclitisn menunjukkan bahwa proses pembasahan berpengaruh
terhadap penyebaran (distribusi) ukuran agregat maupun dispersitas agregat. Pembasahan cepat
menghasilkan agregat berukuran kecil lebih banyak anding pembasahan lambat dan
peabasahan alkohol. Distribusi agregat di atas 2 mm untuk Vertisol, Alfisol dan Inceptisol berturut-
turut 73.36%, 71.47% dan 55.84%. Dispersitaas agregat berukuran kurang dari 100 um Vertisol
paling tinggi diikuti oleh Alfisol dan Inceptisol dengan nilai berturut-turut 14.67%, 12.76% dan
11.66%. Pelarutan selektif menghasitkan agregat berukuran < 100 um berkisar antara 80-90%,
The objective of this research was to study the aggregate size distribution and aggregate
dispersioa of top soil as affected by prewetting and selective dissolution, The results showed that
aggregate size distribution and aggregate dispersity were affected by prewetting and selective
dissolution. Rapid wetting resulted in more amount in the small aggregate than slow wetting and
alcohol wetting treatment. The aggregate size distribution up to 2.0 mat of Vertisols were 73.36%,
Inceptisols were 71.47% and Alfisols were 55.84%. The natural dispersion of aggregate less than 100
um by slow wetting and aleoho! wetting of Vertisols were 14.67% and. 14.60%, Alfisols were 12.76%
and 10.86% and Inceptisols were 11.66% and 10.38%, respectively. The selective dissolution
treatments resulted about 80-90% particles fess than 100 um.
Keywords: Aggregate dispersion, aggregate size distribution, prewetting, selective dissolution
PENGANTAR bahwa struktur tanah berpengaruh terhadap
gerakan air, gerakan udara, suhu tanah dan
Struktur tanah merupakan sifat fisik hambatan mekanik perkecambahan biji serta
tanah = yang = menggambarkan = susunan__penetrasi akar tanaman. Karena kompleknya
keruangan partikel-partikel tanah yang peran struktur, maka pengukuran_ struktur
bergabung satu dengan yang lain membentuk tanah didekati dengan sejumlah parameter
agregat. Dalam tinjauan morfologi, struktur ‘antara lain bentuk dan ukuran agregat, agihan
tanah diartikan sebagai susunan partikel- ukuran agregat, stabilitas agregat, persentase
partikel primer menjadi satu kelompok agregasi, porositas (BV, BJ), agihan ukuran
partikel (cluster) yang disebut agregat, yang pori, dan kemampuan menahan air (Amezketa
dapat dipisah-pisahkan kembali_—serta_ er al, 1996; Verplancke, 1993; De Boodt,
mempunyai sift yang berbeda dari 1978; Baver ev al, 1972: Kemper & Chepil,
sekumpulan partikel primer yang tidak 1965). Kemper & Chepil (1965) dan Baver ef
teragregasi. Dalam tinjauan edafologi, a@/. (1972) menyatakan agihan ukuran agregat
sejumlah faktor yang berkaitan dengan dan stabilitasnya berkaitan dengan kepekaan
struktur tanah jauh lebih penting dari sekedar struktur tanah terhadap erosi baik erosi angin
bentuk dan ukuran agregat. Dalam hubungan maupun erosi air. Kedua parameter ini juga
tanah-tanaman, agihan ukuran por, stabilitas merupakan parameter tidak langsung terhadap
agregat, kemampuan teragregasi kembali saat sirkulasi dan agihan air dan udara dalam tanah
kering, dan kekerasan (hardness) agregat jauh yang merupakan faktor utama pertumbuhan
lebih penting dari ukuran dan bentuk agregat tanaman.
iw. sendiri. De Boodt (1978) menyatakan
10Handayani & Sunarminto. Agihan ukuran dan dispersitas agregat "1
Air merupakan sumber energi perusak
utama agregat tanah di alam. Pembasahan
agregat menyebabkan sejumlah ikatan antar
partikel dalam agiegat menjadi lebih lemah,
lebih lentur dan bahkan ada yang hancur.
Menurut Kemper (1965) agar dihasilkan
analisis agregat yang mencerminkan keadaan
di lapangan, perlu mempertimbangkan cara
preparasi contoh agregat sebelum dilakukan
penyayakan basah. Ada beberapa metode
pembasahan yang sering dilakuken yaitu (I)
pembasahan cepat atau langsung (rapid
wetting, direct wetting, immersion methods),
(2) pembasahan. tambat (slow wetting,
capiliary wetting, spray wetting), (3)
pembasahan dengan alat_ vacum, (4)
pembasahan dengan tekanan (pressure
wetting) (Kemper, 1965) dan (5) dibasahi
dengan suatu senyawa tertentu misal ethanol
ety! alkohol) (Amezketa ef al, 1996).
Pembasahan cepat menyebabkan
penghancuran agregat awal lebih besar
dibanding pembasahan melalui kapiler, hal ini
berkaitan dengan adanya udera yang terjebak
di dalam port tanah. Udara terjebak ini
menimbulkan gaya kompresi yang besar dan
mendadak sehingga mampu memecahkan
sebagian agregat fanah. Untuk menghindari
gaya kontpresi udara dikembangkan metode
pembasahan dengan alat vacum. Air divapkan
di tempat vacum. sehingga pembasahan
agregat berlangsung melalui proses adsorpsi
wap ait aleh permukaan agregat. Pembasahan
dengan vacum ini merupakan metode yang
dibakukan (Amezketa et al., 1996; Kemper.
1965). namun demikian banyak laboratorium
yang tidak mampu mengadopsi. Henin et af.
(1955 cit. Baver et af. 1972) mengusulkan
alternatif pembasalian dengan menggunakan
ethyl alkoho! untuk menghindari kerusakan
agreyat yang terlalu cepat. Alkohol merupakan
senyawa yang mempunyai —_tegangan
permukaan dan sudut singgung yang kecil,
sehingga mampu mendorong udara dalam pot!
Tanah secara perlahan-lahan.
Dalam penelitian ini akan dikajé
bagaimana pengaruh pembasahan cepat,
pembasahan fambat dan pembasahan dengan
alkohol terhadap agihan. ukuran agregat dan
dispersitas agregat. Pembiasahan — cepat
merupakan simulasi kondisi tanah pada saat
awal musim penghujan / awal irigasi, sehingga
tanah kering langsung terkena air hujan atau
ait irigasi, sedang pembasahan tambat
menggambarkan kondisi tanah lembab: diberi
tambahan air, sedang pembasahan alkohol
menggambarkan tingkat strukturisasi tanah
asli.
BAHAN DAN METODE
Contoh tanah lapis olah diambil dari 13
lokasi yang berbeda di daerah Semanu
Gunungkidul, yang metiputi 3 ordo tanah yaitu
Alfisol, Vertisol dan Inceptisol. Setiap lokasi
merupakan komposit dari 3 — tempat.
Selanjutnya contoh tanah dikering-anginkan di
dalam ruangan tanpa terkena sinar matahari
Jangsung. Setelah ering contoh tanah
digrinder (dihancurkan), untuk mendapatkan
ukuran agregat berdiameter 2,0 —1.0 mm dan
8,0 - 4,76 mm, masing-masing contob tanah
kemudian disimpan daiam kantong plastik
tebal. Setiap contoh tanah_— dilakukan.
pembasahan dengan air dan alkohol, dan
perlakuan pelarutan selektif dengan senyawa
pirofosfat, oksalat dan ditionit-sitrat.
Perlakuan pembasahan
Pembasahan dilakukan dengan 3 metode
(Amezketa ef ai, 1996; Waters & Oades,
1991) yaitu : (1). Pembasahan lambat.
Agregat kering diletakkan di atas kertas
saring, kemudian ditaruh di atas bed pasir
basah sampai diperoleh kondisi jenuh (15-30
menit). (2). Pembasahan eepat. Agregat
kering langsung diletakkan dalam air dan
dibiarkan + 10 -15 menit. (3) Pembasahan
alkohol. Agregat kering dibuat kondisi jenuh
dengan alkohol —secara_perlahan-lahan.
Pembasahan dapat melalui samping atau
melalui kertas saring,
Perlakuan pelarut selektif
Agregat kering ( 50 g) direndam dalam
sejumlah volume tertentu (+100 m!) senyawa
pelarut selektif (pirofosfat, oksalat dan
ditionit-sitrat) dan digoyang-goyang selama |
menit (+ 20 kali) kemudian didiamkan sélama
30 menit. Setelah waktu perlakuan selesai,
dilakukan proses pengukuran agikan ukuran2
agregat dengan metode pengayakan basah,
sedang pengukuran dispersitas _agregat
dilakukan dengan metode sedimentasi.
Banyaknya agregat yang _terdispers
secara alamiah dipengaruhi oleh pH tanahnya.
‘Untuk itu diukur juga dispersitas agregat zanah
pada berbagai kisaran pH.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Distribusi Ukuran Agregat
Distribusi ukuran agregat tanah disajikan
pada Gambar 1 dan 2 Gambar tersebut
menunjukkan bahwa proses pembasahan awal
yaitu dengan dibasahi langsung dan dibasahi
dengan alkohol memperlihatkan perubahan
distribusi ukuran agregat tanah yang sangat
mencolok. Pembasahan langsung
menyebabkan proses penghancuran agregat
cepat berlangsung. Menurut Baver ef af.
(1972), dan Amezketa af al. (1996) hal ini
berkaitan dengan adanya udara yang terjebak
di dalam agregat tanah karena air masuk ke
dalam pori agregat secara cepat, dan
mengakibatkan udara_terkompresi dan
menimbulkan tekanan yang cukup besar
sehingga mampu menghancurkan agregat.
Distribusi ukuran agregat pada Alfisol
rata-rata untuk agregat berukuran 6,4 mm, 3,8
mm, 2,4 mm, 1,5 mm, 0,75 mm, 0,40 mm dan
0,15 mm berturut-turut 3.50%, 7.45%, 5.42%,"
16.22%, 20.32%, 11.09% dan 31.00% untuk
pembasahan langsung (cepat), sedang untuk
pembasahan alkohol (lambat) berturut-turut
34.31%, 13.94%, 7.59%, 15.22%, 9.93%,
5.62% dan 15,4%. Distribusi ukuran agregat
pada Vertisol rata-rata untuk —agregat
berukuran 6,4 mm,.3,8 mm, 2,4 mm, 1,5 mm,
0,75 mm, 0.40 mm dan 0,15 mm berturut-turut
21.32%, 20.16%, 12.97%, 18.64%, 7.54%,
2.81%, dan 16.57% untuk pembasahan
Jangsung (cepat), sedang untuk pembasahan
alkohol (lambat) —berturut-turut 52.62%,
15.32%, 5.42%, 7.15%, 3.8%, 1.37% dan.
14.32%,
Distribusi ukuran agregat pada Inceptisol
rata-rata untuk agregat berukuran 6,4 mm, 3,8
mm, 2,4 mm, 1,5 mm, 0,75 mm, 0.40 am dan
0,15 mm berturut-turut 16.57%, 10.84%,
7.22%, 20.22%, 17.26%, 6.64%, dan 21.25%
untuk pembasahan langsung (cepat), sedang
2 Jurnal Iimu Tanah dan Lingkungan Vol 3 (1) (2002)
untuk pembasahan alkohot (lambat) berturut-
turut 50.42%, 15.40%, 5.65%, 8.76%. 4.79%.
1.62%, dan 13.37%.
Dari gambar 1 terlihat bahwa penyebaran
agregat alami (perlakuan alkohof) untuk
Alfisol mempunyai kisaran yang paling lebar,
diikuti Inceptisol dan Vertisol. Rata-rata
agregat berukuran di atas 2 mm untuk Alfisol
55.84%, untuk {nceptisol 71.47%, sedang,
Vertisol 73.36%. Dilihat dari kenampakan di
fapangan dari jumlah dan lebar rekahan
menunjukkan bahwa tana Vertisol dan
Inceptisol_mempunyai kandungan mineral
lempung monunorilonit cukup tinggi
dibandingkan Alfisol. Lempung montmorilonit
metnpakan lempung yang mempunyai muatan
yang tinggi, sehingga _mampu membentuk
ikatan yang lebih kuat. Dari gambar 2, secara
umum pembasahan cepat-—_(langsung)
memberikan distribusi ukuran agregat yang
lebih didomin oleh —_agregat-agregat
berukuran kecil (< Imm). Alfisol mempunyai
tingkat agregasi yang paling rendah, diikuti
oleh Inceptisol dan Vertisol. Alekseeva &
Alekseev (1998) menduga bahwa jenis
mineral lempung sangat berperan dalam
proses agregasi. Mereka melaporkan bahwa
tanah feralitik di China mempunyai stabilitas
agregat yang rendah. Dinel ef al. (199)) juga
melaporkan bahwa pembasahan —_cepat
menghasilkan agregat berukuran kecil pada
tanah-tanah bertekstur geluh lempungan di
Canada. Quirk (1987) menyatakan bahwa
proses penghancuran langsung oleh air ini
dikenal dengan istilah pelumpuran (slaking)
yang terjadi pada kondisi di awal-awal hujan
atau pada awal irigasi. Dinel ef af (1991)
melaporkan bahwa pemberian senyawa
hidrofob (long-chain aliphatic) menyebabkan
proses pelumpuran ini bisa dikurangi sampai
3-4 kali. Amesketa (1998) menyatakan bahwa_
besarnya agregat yang hancur ke ukuran yang,
lebih kecil mencerminkan kekuatan ikatan
kohesi antar partikel dalam agregat tersebut
lemah.
Pada pembasahan dengan alkohol
memberikan hasil distribust akuran agregat
yang sebaliknya. Rata-rata agregat tanah tidak
hancur. Reichert & Norton (1994) menyatakan
bahwa pembasahan lambat menghasilkaa
pengrusakan agregat yang kecil, danHandayani & Sunarminto, Agihan ukuran dan dispersitas agregat 3
menggambarkan kondis! pembasahan alami
melalui proses kapilaritas air tanah. Lebil
lanjut dikatakan bahwa semakin lebar selisih
dari kedua pembasahan — mencerminkan
kepekaan tanah terhadap erosi_ permukaan
(Reichert & Norton, 1994).
Dispersitas Agregat
Dispersitas agregat yang dimaksud
adalah banyaknya agregat tanah yang hancur
menjadi agregat berukuran kurang dari 100
miksometer, yang terbagi menjadi agregat
berukuran pasir sangat halus (100-50 4),
berukuran debu (50 - 2y) dan berukuran
lempung (< 2). Hasil dispersitas agregat
tertera pada Gambar 3. Agregat tanah rusak
akibat pembasahan cepat, lambat dan alkohol
untuk Alfisol rata-rata berturut-turut 10.87%,
8.18%, dan 6.55% untuk agregat berukuran
pasir sangat halus. 7.64%, 3.19%, dan 2.78 %
untuk agregat berukuran debu dan agregat
berukuran lempung berturut-turut 1.51%,
1.38% dan 1.53%, untuk Vertisol 9.59%,
8.26% dan 8.3% untuk agregat berukuran pasir
sangat halus, 7.28%, 5.03% dan 5.17% untuk
agregat berukuran debu dan agregat berukuran
lempung berturut-turut 1.12%, 1.38% dan
1.2%; dan untuk Inceptisol 7.96%, 6.74% dan
5.91% untuk agregat berukuran pasir sangat
halus, 6.53%, 3.83% dan 3.61% untuk agregat
berukuran debu dan agregat _berukuran
lempung berturut-turut 0.84%, 1.09% dan
0.86%. Pembasahan dengan alkohol- dan
melalui kapiter (lambat) memberikan_hasil
dispersitas agregat yang hampir sama, sedang
pembasahan ‘epat (langsung) menghi
dispersitas agregat mendekati 2 kali dari
pembasahan dengan alkohol maupun
pembasahan lambat. Baver ef al. (1972)
menjelaskan bahwa pembasahan dengan
alkohol memberikan hasil yang hampir sama
dengan proses pembasahan secara vacum.
Semakin lebamya perbedaan antara dispersitas
agregat_ maupun stabilitas agregat yang
dihasilkan dari proses pembasahan cepat
dengan pembasahan alkohol menurut
Amezketa ef al. (1996) dan Dinel et al. (1991)
menunjukkan bahwa ikatan antara partikel
penyusun agregat dan / atau antar agregat
mikro membentuk agregat yang lebih besar
masih lemah, schingga proses strukturisasi di
dalam tanah belum berlangsung dengan
optimal. Dari hasil di atas/ menunjukkan
bahwa proses pembasahan akan sangat
berpengaruh dalam = menentukan _penilaian
struktur tanah. Dari ketiga proses pembasahan
hanya agregat berukuran lempunglah yang
tidak terpengaruh secara nyata, yang berarti
bahwa pada tanah-tanah daerah Semanu
partikel lempung hampir —_keseluruhan
teragregasi ke dalam agregat-agregat tanah.
Secara keseluruhan bahwa proses
pembasahan cepat rata-rata menyumbangkan
20%, 18% dan 15% berturut-turut untuk
Alfisol, Vertisol dan Inceptisol besarnya
kerusakan agregat tanah menjadi ukuran yang
sangat halus (< 100 um).
Secara alamiah (pembasahan alkohol)
agregat tanah berukuran < 100 pm, Vertisot
menempati urutan yang pertama disusul oleh
Alfisol dan Inceptisol, yaitu berturut-turut
15%, 11% dan 10%. Hasil yang hampir sama
dengan pembasahan lambat untuk Vertisol,
Alfisol dan Inceptisol berturut-turut 15%, 13%.
dan 12%.
Pelarutan selektif yaitu dengan
larutan pirofosfat, oksalat dan dithionit-sitrat,
menyebabkan dispersitas agregat yang sangat
tinggi, rata-rata Alfisol berturut-turut 1.44%,
2.81% dan 3.59% untuk agregat berukuran
pasir sangat halus: agregat berukuran debu
berturut-turut 12.22%, 37.69% dan 25.47%:
dan agregat berukuran lempung 76.04%,
36.63% dan 60.12%; Vertisol rata-rata
berturut-turut 2.31%, 2.37% dan 3.31% untuk
agregat berukuran pasir sangat halus; agregat
berukuran debu berturut-turut 19.12%, 39.87%
dan 18.75%; dan agregat berukuran lempung
52.61%, 44.37% dan 63.83%; sedang untuk
Inceptisol berturut-turut 2.20%, 3.98% dan
4.08% untuk agregat berukuran pasir sangat
halus; agreget berukuran debu berturut-turut
24.19%, 40.50% dan 29.91%: dan agregat
berukuran lempung 59.71%, 26.21% dan
50.14%. Menurut Blakemore er al. (1987)
senyawa pirofosfat digunakan secara luas
untuk melarutkan senyawa organik komplek di
dalam tanah, senyawa oksalat digunakan
umtuk melarutkan bahan amorf (non kristalin)14 Jornal Imu Tanah dan Lingkungan Vol 3 (1) (2002)
dan dithionit-sitrat_ digunakan untuk
melarutkan mineral kristalin sederhana.
Secara keseluruhan dari hasi! analisis di
atas_menunjukkan bahwa pirofosfat_ mampu
menghasilkan agregat berukuran < 100um
untuk Alfisol, Vertisol dan Inceptisol berturut-
turut 89,69%, 74.05% dan 86.11%; untuk
oksalat berturut-turut 77.13%, 86.62% dan
70.70%; sedang untuk ditionit-sitrat berturut-
turut 89.18%, 85.90% dan 84.12%. Dari hasil
ini dapat dikatakan bahwa urutan bahan
sementasi yang berperan dalam agregasi untuk
Alfisol dan Inceptisol yaitu komplek organik,
oksida kristalin dan bahan amorf, sedang
Vertisol yaitu bahan amorf, oksida kristalin
dan kompleks organik.
Menurut Oades (1987) oksida-oksida Al
dan Fe dan senyawa-senyawa organik serta
komplek logam-organik berperan _besar
sebagai bahan sementasi agregat berukuran <
2504. Dengan demikian _hasil di atas
memperkuat pernyataan Oades tersebut.
Dengan hilangnya bahan-bahan sementasi
dalam proses agregasi menyebabkan agregat
akan hancur menjadi _partikel-partikel
penyusunnya,
Pengaruh pH tanah terhadap dispersitas
agregat berukuran lempung tertera pada
Gambar 4, Pada pH di bawah 5 hampir tidak
ada lempung yang terdispersi untuk semua
jenis tanah. Semua lempung terflokulasi atau
terendapkan, baik untuk Alfisol, Vertisol
maupun Inceptisol. Tama dan El-Swaify
(1978) dan Suarez. ef a/. (1984) menyatakan
bahwa dispersitas lempung merupakan fungsi
dari pH dan konsentrasi elektrolit. Lebih lanjut
dinyatakan bahwa pada pH titik isoelektrik
muatan lempung mendekati nol schingga
fempung terflokulasi dengan baik. Tanah di
daerah Semanu mempunyai pHo_ berkisar
antara 4.85 — 6.07. Pada pH alami yaitu 5.77 ~
6.90. - dispersitas lempung tanah daerah
Semanu rata-rata (dan kisaran) antara 20.15%
(11.06-28.81%) untuk Alfisol: 31.19% (26.00-
36.375) untuk Vertisol dan 29.61% (19.69-
40.50 %) untuk Inceptisol. Hasil, ini sesuai
dengan urutan nilai perbandingan dispersi
tanah yaitu tertinggi Vertisol kemudian
Inceptisol dan Alfisol
Menurut Suarez e/ af, (1984) lebih lanjut
dinyatakan bahwa tanah-tanah_— dengan
dispersitas lempung yang tinggi menyebabkan
rendahnya daya hantar air dalam keadaan
jenuh, Resiah ef af, (1992) mendapatkan
yhubungan antara dispersitas lempung dengan
kandungan lempung, pH, bahan organik dan
kadar lengas awal. Dispersitas lempung
meningkat sejalan peningkatan kadar
Tempung, pH dan penurunan bahan organik
tanah (Rasiah ef ai. 1992). Lebih lanjut
dinyatakan bahwa lempung dan pH tanah
menyumbangkan dispersitas empung hampir
80%. Rasiah (1994) menyebutkan bahwa
peningkatan dispersitas lempung lebih tinggi
pada tanah-tanah_ —_—bertekstur Jempung
dibandingkan tanah_bertekstur _geluhan.
Goldberg e¢ al. (1988) mendapatkan hubungan
finier negatif antara dispersitas _fempung
dengan C organik, kandungan Al oksida
bebas, dan kandungan lempung dan jenis
mineral lempung
UCAPAN TERIMA KASIH.
Penulis menyampaikan ucapan terima
kesih kepada Dr.lr. Sri Hastuti Soeparnowo,
MSc. (Almb.) atas saran dan kritik sclama
penelitian ini berlangsung, Semoga menjadi
amal beliau disisi Alloh SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Alekseeva, T. & A. Alekseev. 1998. Factors
affecting aggregate stability of ferrallitic
and fersiallitic soils of China, Poster
presentation on the 16" World Congress
of Soil Science. Montpellier, France, Aug
20-26, 1998. 7p.
‘Amezketa, E. 1998. A combination of wet-
sieving and laser ray diffraction for a
complete characterization of soil
aggregate stability. Poster presentation
on the 16" World Congress of Soil
Science. Montpellier, France, Aug 20-2
1998. 10p.
Amezketa, £, MJ. Singer & Y. Le
Bissonnais, 1996. Testing 2 new
procedure for measuring water-stableHandayani & Sunarminto, Agihan ukuran dan dispersitas agregat 15
aggregation. Soil Sci. Soc. Amer. J.
60:888-894,
Baver, L.D., W.H. Gardner & W.R. Gardner.
1972. Soil Physics. 4" ed. Wiley Eastern
Limited, New Deihi. India. Xx+498p.
Blakemore, L.C.. P.L. Searle & B.K. Daly.
1987. Methods for Chemical Analysis of
Soils. NZ Soils Bureau, Department of
Scientific and Industrial Research. Lower
Hutt, New Zealand. 103p.
De Boodt, 1978. Soi! Physics. Rijkuniversiteit
Gent. Lecture Note. Unpublished. 98p.
Dinel. H., G.R. Mehuys & M. Levesque. 1991.
Influence of humic and fibric materials
on the aggregation and aggregate
stability of lacustrine silty clay. Soil Sci.
151 (2): 146-158.
Goldberg, S., D.L. Suarez & R.A. Glaubig.
1988. Factors affecting clay dispersion
and aggregate stability of arid-zone soils.
Soil Sei. 146 (3) : 317-325.
Kemper, W.D. & W.S. Chepil. 1965. Size
Distribution of Aggregate. Dalam. Black,
C.A. (ed.). Methods of Soil Analysis. Part
1: Physical and — Mineralogical
Properties, Including Statistics of
Measurement and Sampling. American
Society of Agronomy, Inc. Publisher.
Madison, Wisconsin. Pp: 499-510.
Kemper, W.D. 1965. Aggregate Stability.
Dalam. Black, C.A. (ed.). Methods of
Soil Anabysis. Part I: Physical and
Mineralogical Properties, Including
Statistics of Measurement and Sampling.
American Society of Agronomy. Inc.
Publisher. Madison. Wisconsin. Pp: 51 1-
319,
Oades. JM. 1987. Aggregation in soil,
Datam, Rengasamy, P. (ed). Soil
Structure and Aggregate Stability.
Conference Proceeding No. 12. April,
1987. Australia. Pp: 74-101.
Quivk. J.P. 1987. The physical and chemical
basis for the management of soil
structure of Red Brown Earth soil.
Dalam. . Rengasamy, P. (ed). Soil
Structure and Aggregate Stability.
Conference Proceeding No. 12. April,
1987. Australia, Pp: 2-31.
Rasiah, V. 1994. Equations to predict
Measures of structural stability at
imum strength. Soil Sci. 158:170-
173,
Rasiah, V.. B.D. Kay & T. Martin. 1992.
Variation of structural stability with
water content: Influence of selected soil
properties, Soil Sci. Soc. Amer. J. 56:
1604-1609.
Reichert, JM. & L.D. Norton. 1994.
Aggregate stability and rain-impacted
sheet erosion of air-dried and prewetted
clayey surface soils under intense rain.
Soil Sei, 158: 159-169,
Suarez, D.L., J.D. Rhoades, R. Lavado &
C.M. Grieve. 1984, Effect of pH on
saturated hydraulic conductivity and soil
dispersion. Soil Sci. Soc. Amer. 3, 48:
50-35.
Tama, K. & S.A, El-Swaify. 1978. Charge,
colloidal and structural __ stability
interrelationships for oxidic soils.
Datam, Emerson, W.W., R.D. Bond &
AR. Dexter. Modification of Soil
Structure. John Wiley & Sons, Toronto.
Pp: 41-49.
Verplancke, H. 1993, Relationship berween
soil physical properties and crop
production. Dalam. G. Stoops (ed.). New
Waves in Soil Science, Refresher Course
Sor Ahunut of the International Training
Center for Post Graduated Soil Scientists
of the Gent University. Lecture note,
poster and papers. ITC-Gent Publication
no. 4. Department of Soii Science.
Faculty of Agriculture, Gadjah Mada
University. Yogyakarta. Pp: 47-118
Waters, A.G. & 3.M. Qades. 1991. Organic
Matter in Water-stable Aggregate.
Duta, Wilson, W-S. (ed.). Advances in
Soil Organic Matter Research : The
impact on Agriculture and the
Environment. ‘The Royal Society of
Chemistry, Cambridge. Pp: 163-174.16 Jurnal Iimu Tanah dan Lingkungan Vol 3 (1) (2002)
3000
gz m00 Allfisol
0.00
Bite.
24000
2 30.00
2 2000
> taco
000
1S 040 075 150 240 380 G90
Ukran Aes! (nm)
ea Ped Ped a Bs HON NYS St
01S 040 075 150 240 380 640
en
‘inceptisol
15 040 075 150 240 380 5.40
Ukuron Ageaat (rm)
oP BNL NE St
Gambar 1. Distribusi ukuran agregat akibat
pembasahan alkohol
0.00
ses Also! ere
er
com
sno eons!
000 ae
3 ome cons
3 200 _
5 rom =
ooo
01s 040 075 150 240 330 640
ran Aes i)
m0
we | Verisol er
z | —
sooo mee
5 00
3 2000
§ 2000
* 000
00
15 040 075 150 240 180 640
‘uur Ages or
eee lnceptsol
= #0 bea
= sooo —eoN
B wooo Ne
2 3000 eS?
2 roo
E1000
000 be : =.
015 040 075 150 240 3.80 6.40
‘Unuran Agreyat (um)
Gambar 2. Distribusi ukuran agregat akibat
pembasahan langsungHandayani & Sunarminto, Agihan ukuran dan dispersitas agregat 17
Awe 100-50
suv
= 00
oo GED GEO ah eo oe
sou
a
mw Allo
gen :
Ns
E soo
Bow —o-Ns!
=
zac 2S
row
ate
om 200 40 ow gw 1m 1200
so00 -
mo gen Vertis
_ se Sot
Eso a
5 —_
B ooo
foo
2000
v0
oa
00280 $00 evo bay tomy 1200
ou
ovo
oe ee Inceptisol
sag HON
Z sou Ne
Fic om
2 sooo
5
2000
von
900
co 20) 4m on 800 10v0 1200
se Lautst Abolnt Pie Ok Dae
Pecbhian
2 Mini esol Inept!
save Ages $0-20y -
0m
é
34000 .
g
el ul
uo en ex, on,
Cyt Lona AkaBOT Fim GSE Dion
Perak
BA! a Metiolcemisat
hee = 2a
soo
oom
Boo :
20.00
ou |. Ls
BAMset Vento sept
Gambar 3. Dispersitas agregat < 100 pm
pada berbagai perlakuan
px
Gambar 4. Pengaruh pH terhadap dispersitas
lempung