You are on page 1of 10
BAB II TEORI DASAR _—___ 2.1 Karakteristik Bahan Ferromagnetik Bahan magnetik adalah bahen yang terpengaruh oleh medan manget berupa penyearahan dipol-dipol magnetik pada bahan ( magnetisasi ) yang memenuhi hubungan : M=%nH 21 dengan: M = magnetisasi yang timbul pada bahan H = kuat medan magnet yang diberikan pada bahan An = suseptibilitas magnetik bahan Secara matematis hubungan antara kuat medan magnet luar yang diberikan pada bahan dan medan magnet induksi yang diterima oleh bahan adalah : B=) (H+M) 22 dengan :B = medan magnet induksi Ho permeabilitas magnetik vakum TEORI DASAR 5 Dengan mensubstitusi persamaan 2.1 ke persamaan 2.2 maka diperoleh hubungan : B=, 23 dengan adalah permeabilitas magnetik bahan yang memenuhi hubungan H= Mo (1 +%m) 24 Secara sederhana berdasarkan besaran ym ( Butler, 1992 ), bahan magnetik diklasifikasi-kan menjadi : = Bahan paramagnetik dengan Xm, yang kecil, konstan, dan positif. = Bahan diamagnetik dengan %m yang kecil, konstan, dan negatif. = Bahan ferromagnetik dengan %m yang besar, tidak konstan ( tergantung besar H_), irreversibel ( tergantung pada Xm sebelum- nya ), dan positif. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar 2.1. Kurva karakteristik bahan feeromagnetik mempunyai bentuk yang khas karena sifatnya yang irreversibel dan besar magnetisasinya selain bergantung pada besar medan magnet luar yang diberikan juga bergantung pada magnetisasi sebelumnya. TEORI DASAR 6 Gambar 2.1 Karakteristik magnetisasi bahan magnetik a. paramagnetik, b. diamagnetik, c. ferromagnetik 2. 2 Kurva Histeresis dari Bahan Magnetik Pada dasarnya kurva histeresis ( hysteresis loop ) adalah kurva yang memperlihatkan hubungan antara magnetisasi ( M ) yang terjadi pada suatu bahan dengan medan magnetik yang menimbulkannya ( HI ). Kadang-kadang kurva ini juga dinyatakan sebagai hubungan antara induksi mangnetik ( B ) atau intensitas mangnet ( J ) dengan H. Pada bahan-bahan paramagnetik hubungan antara M dan H bersifat linier. Pada bahan-bahan lain hubungan tersebut tidak lagi bersifat linier [ Aharoni, 1998 ]. Kurva histeresis diperoleh dengan cara memberikan medan magnetik yang besar pada suatu arah kemudian diperkecil sehingga menuju nol dan selanjutnya dibalikkan pada arah yang TEORI DASAR 7 berlawanan. Respon dari bahan dalam bentuk M atau B akan memberikan informasi mengenai parameter-parameter magnetik yang mungkin diperlukan dalam kajian mengenai suatu bahan. Parameter- parameter tersebut antara lain : = M, (J) intensitas saturasi ( maksimum ) dari M, = M, (Jr) intensitas renarnen dari M ( nilai M untuk H = 0 ), * H, besamya medan magnetik yang memberikan nilai M= M,, * H, besarnya medan magnetik yang memberikan nilai M = 0. Gambar 2.2 Kurva histeresis Parameter-parameter magnetik yang lain lazimnya dapat diturunkan dari keempat parameter di atas. Bentuk dari kurva histeresis juga dapat memberikan informasi mengenai sifat-sifat magnetik dari bahan TEORI DASAR 8 Ada beberapa variabel yang berperan dalam menentukan bentuk kurva histeresis bahan. Salah satu diantaranya adalah domain dari bahan tersebut. Secara garis besar domain bahan magnetik dapat dibedakan atas dua yaitu single domain ( SD ) dan multi domain ( MD ). Pembedaan ini berdasarkan diameter bulir bahan magnetiknya. Tiap-tiap bahan magnetik mempunyai ukuran masing-masing untuk SD dan MD. Secara umum dapat dikatakan bahwa ukuran diameter bulir untuk SD lebih kecil dibanding MD. Kurva histeresis untuk SD dam MD dapat dilihat pada gambar 2.3 dan gambar 2.4. Untuk bahan besi dengan diameter bulir 200-350 A ( SD ) dan diameter bulir 800-1100 A ( MD ), kurva histeresisnya dapat dilihat pada gambar 2.5. Single - domain (S0} H(A/m) Gambar 2.3 Kurva histeresis magnetisasi yang ideal bahan SD (Dunlop dan Ozdemir, 1997. Nitai yang tertera adalah untuk bahan magnetite ) TEORI DASAR Muttidomoin (MD) Gambar 2.4 Kurva histeresis magnetisasi yang ideal bahan MD (Dunlop dan Ozdemir, 1997. Nilai yang tertera adalah untuk bahan magnetite ) 200-350 4 Fe Magnetization, M 800-00 4 Fe ereresene Ay tt tt -OB8 -06 -04 -02 02 04 O06 O08 He (T) Gambar 2.5 Kurva histeresis magnetisasi besi ( Dunlop dan Ozdemir, 1997 ) TEORI DASAR 10 Informasi yang diperoleh akan lebih banyak lagi jika kurva histeresis dapat diukur pada temperatur yang berbeda, misalnya pada temperatur di bawah nol ( sub-zero temperature ) atau pada temperatur tinggi mendekati temperatur Curie dari bahan tersebut [ Radhakrisnamurty, 1993]. Selain itu tentu saja untuk bahan-bahan magnetik, pengukuran kurva histeresis dipergunakan untuk karakterisasi dan ukuran kualitas dari bahan-bahan lain. Sebagai contoh, dalam kajian tentang sifat kemagnetan batuan, keberadaan suatu mineral magnetik serta serta ukuran-ukuran bulimya dapat dianalisa dengan melihat kurva histeresisnya [ Dunlop dan Ozdemir, 1997 ]. Kajian tentang bahan superkonduktor juga memerlukan informasi tentang sifat magnetik bahan khususnya pada suhu rendah. Respon suatu bahan superkonduktor terhadap medan magnetik dapa menjadi indicator tipe bahan tersebut dan kelayakan penggunaannya [ Jiles , 1991 ] . Dalam hal-hal tertentu pengukuran histeresis dapat juga menjadi metoda dalam masalah- masalah rekayasa khususnya dalam evaluasi tanpa merusak atau non destructive evaluation ( NDE ). Metoda ini memamfaatkan apa yang dikenal dengan efek magnetik Barkhausen atau magnetic Barkhausen effect ( MBE ) dan efek emisi akustik-magnetik atau magneto-acoustic emission ( MAE ) [ Jiles, 1991 ]. MAE muncul pada bahan ferromagnetic akibat adanya medan magnetik yang bervariasi terhadap waktu sementara MBE muncul karena secara makroskopik perubahan M dan Hi bukanlah proses yang betul-betul kontinu tetapi merupakan TEORI DASAR ll kumpulan dari lompatan-lompatan ( jumps ) akibat pergerakan dari dinding domain magnetik. 2.2 Hukum Faraday tentang Induksi Andaikan suatu loop kawat penghantar C seperti pada gambar 2.3. Jika medan induksi B melewati loop kawat tersebut maka akan timbul fluks magnet ® melalui permukaan S$ yang dilingkupi oleh loop kawat C, yaitu : ©=(B. da 25 dengan da adalah vektor elemen luas. fF Gambar 2.6 Fluks yang melewati loop kawat C TEORI DASAR 12 Pada loop kawat tidak terdapat baterai. Jika fluks yang melalui loop kawat C konstan maka d@/dt = 0. Jika fluks berubah atau tidak konstan, d@/dt # 0, maka arus induksi akan muncul dalam loop kawat yang secara numerik tergantung pada resistansi dari kawat atau lebih tepat disebut ggl ( gaya gerak listrik ) induksi yakni besarnya usaha W, yang dilakukan per unit muatan q. _ Ma Sing = —— 2.6 q Dengan demikian dapat pula dituliskan bahwa : ing =— 2.7 Persamaan 2.7 menyatakan hukum Faraday. Tanda negatif menyatakan arah dari ggl induksi. Arah tersebut menyatakan hukum Lenz bahwa ggl induksi_ mempunyai arah yang berlawanan dengan perubahan dari penyebabnya. Untuk suatu lilitan berjumlah N yang menginduksi B maka besamya ggl induksi yang timbul adalah : Sing = — N-— 28 TEORI DASAR 13 Perubahan fluks © dapat disebabkan oleh efek-efek berikut dan dapat pula terjadi dari kombinasi efek-efek tersebut, yaitu : = perubahan medan induksi B, = perubahan bentuk dari loop kawat yang berpengaruh terhadap besarnya luasan permukaannya, = perubahan gerakan loop kawat ( bertranslasi atau berotasi ).

You might also like