You are on page 1of 17

Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA (JIPI), 1(1): 81-97, Juni 2017 p-ISSN: 2614-0500

www. jurnal.unsyiah.ac.id/jipi

PERANGKAT PEMBELAJARAN IPA BERBASIS INKUIRI TERBIMBING


DENGAN TUGAS PROYEK MATERI SISTEM EKSKRESI
UNTUK MENUNTASKAN HASIL BELAJAR SISWA SMP

Baharuddin1, Sifak Indana2, dan Toeti Koestiari3

1Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Surabaya


2Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Surabaya

3Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya

*Corresponding Author: udhinbahar83@gmail.com

Abstract. This research purposed to produce science learning materials that eligible to complete
student learning achievement at junior high school of the System of Excretion materials. The
development of this learning tool based on Dick and Carey model and the using test based One
Group Pretest-Posttest Design. The test conducted in eighth grade student of SMP Negeri 16
Poleang Tengah. This research consisted of two stages: 1) Developing the learning materials
consisted of lesson plan, student’s book, and student’s worksheet, and learning achievement test
validated by experts. 2) Implementation of the validated learning materials which instrument that
used in this research are validation sheet, observational sheet of learning accomplishment, the
learning constraints, observational sheet of student’s activity, and Student’s response
questionnaire. The result showed that: 1) The learning materials were valid; 2) the lesson plan
accomplishment was categorized as good; 3) The student activities indicated that they learn to
actively build their own knowledge through a process of inquiry; 4) The students responded
positively to the learning process; 5) The student’s learning achievements of attitude, knowledge,
and skill aspects were accomplished. Based on the following results can be concluded that the
science learning materials based on guided inquiry with a project task on Excretion of System were
valid, practical, and effective. Thus the science learning materials can be used on the learning
process and proofed to be effective to complete student’s learning achievement.
Keywords: Guided inquiry, project task, completeness of student’s, excretion system.

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan perangkat pembelajaran IPA yang layak
untuk menuntaskan hasil belajar siswa SMP pada materi Sistem Ekskresi. Pengembangan
perangkat pembelajaran mengikuti model Dick and Carey dengan ujicoba menggunakan rancangan
one group pretest-posttest design. Ujicoba telah dilaksanakan pada siswa Kelas VIII SMP Negeri 16
Poleang Tengah. Penelitian terdiri dari dua tahap yaitu: 1) pengembangan perangkat pembelajaran
meliputi RPP, buku ajar, lembar kegiatan siswa, tes hasil belajar yang telah divalidasi oleh para
pakar; 2) perangkat pembelajaran yang telah divalidasi, kemudian diimplementasikan. Instrumen
yang digunakan antara lain lembar validasi, lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran,
lembar observasi kendala dalam pembelajaran, lembar observasi aktivitas siswa, dan angket
respons siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) validitas perangkat pembelajaran yang
dikembangkan berkategori valid; 2) keterlaksanaan RPP berkategori baik; 3) aktivitas siswa
menunjukkan ke arah pembelajaran siswa aktif membangun pengetahuannya sendiri melalui
proses inkuiri; 4) siswa memberikan respon positif terhadap proses pembelajaran; 5) hasil belajar
siswa baik dari aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan mencapai ketuntasan. Berdasarkan
hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa perangkat pembelajaran IPA berbasis
pembelajaran inkuiri terbimbing dengan tugas proyek pada materi sistem ekskresi sudah valid,
praktis dan efektif sehingga layak digunakan dalam pembelajaran dan terbukti efektif untuk
menuntaskan hasil belajar siswa.
Kata Kunci: Inkuiri terbimbing, tugas proyek, hasil belajar siswa SMP, sistem ekskresi

81
Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA (JIPI), 1(1): 81-97, Juni 2017 p-ISSN: 2614-0500
www. jurnal.unsyiah.ac.id/jipi

PENDAHULUAN

Pembelajaran merupakan proses interaksi antar peserta didik, peserta didik


dengan tenaga pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar
(Permendikbud No. 103, 2014). Proses pembelajaran menuntut siswa menjadi manusia
berkualitas yang mampu dan proaktif dalam menjawab tantangan zaman, sebagai wujud
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan bertanggungjawab (Depdiknas, 2008). Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran yang memberikan akses
bagi siswa untuk dapat berkembang menjadi manusia berkualitas yang mampu proaktif
dalam menjawab tantangan zaman.
IPA merupakan suatu disiplin ilmu yang mencari tahu tentang alam secara
sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta-
fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan cara kerja, cara
berpikir dan cara memecahkan masalah. Pembelajaran IPA diharapkan dapat menjadi
wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri, alam sekitar dan mampu
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan IPA juga diarahkan untuk
proses inkuiri dan berbuat, sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh
pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar (Mulyasa, 2013). Pembelajaran
inkuiri memungkinkan siswa untuk dapat menjawab masalah-masalah dan mencari
penjelasan-penjelasan yang memungkinkan untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Inkuiri dapat dipandang sebagai suatu proses untuk menjawab pertanyaan dan
memecahkan masalah berdasarkan fakta dan observasi. Pembelajaran inkuiri
membimbing siswa bagaimana meneliti masalah dan pertanyaan berdasarkan fakta,
melibatkan siswa dalam kegiatan inkuri merupakan salah satu cara yang efektif untuk
membantu siswa memahami struktur atau ide kunci dari suatu disiplin ilmu (Kardi,
2013).
Menurut Piaget, inkuiri merupakan pembelajaran yang mempersiapkan siswa
pada situasi untuk melakukan eksperimen sendiri secara luas agar melihat apa yang
terjadi, ingin melakukan sesuatu, mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan mencari
jawabannya sendiri, serta menghubungkan jawaban yang satu dengan yang lain,
membandingkan apa yang ditemukan antar siswa (Slavin, 2011). Proses inkuiri adalah
menemukan masalah, menyusun hipotesis, merencanakan eksperimen, melaksanakan
eksperimen untuk menguji hipotesis, mensintesis pengetahuan mengembangkan
beberapa sikap yaitu sikap objektif, ingin tahu, terbuka dan bertanggung jawab
(Sanjaya, 2006). Pembelajaran inkuiri merupakan proses pembelajaran yang
menekankan pada pengembangan kemampuan siswa untuk memecahkan suatu masalah
berdasarkan eksperimen, sedangkan guru membantu mengembangkan keterampilan
dan sikap percaya diri dalam memecahkan masalah yang dihadapi siswa, sehingga
berguna untuk membelajarkan siswa dalam menemukan masalahnya sendiri dan
sekaligus memecahkannya.
Berdasarkan hasil survei yang dilaksanakan di SMP Negeri 16 Poleang Tengah,
pembelajaran IPA pada kenyataannya tidak memfasilitasi siswa untuk aktif membangun
pengetahuannya sendiri. Siswa hanya duduk mendengarkan guru, mencatat dan
mengerjakan latihan. Proses pembelajaran hanya sebatas pada konsep-konsep yang
tertuang dalam buku pelajaran, tanpa ada upaya untuk menerapkan konsep-konsep
tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Siswa lebih dituntut untuk menghafal pelajaran,
tanpa diminta untuk memahami dan mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam
kehidupan sehari-hari sehingga kemampuan sikap, pengetahuan dan keterampilan tidak
dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Siswa hanya mampu menjawab
pertanyaan tanpa tahu bagaimana menerapkan konsep dan prinsipnya dalam kehidupan
sehari-hari.
Sistem pembelajaran yang cenderung monoton, tidak bervariasi dan kurangnya
upaya guru untuk mengaplikasikan konsep dan prinsip yang diterima siswa, menjadikan
mata pelajaran IPA menjadi mata pelajaran yang membosankan dan sulit untuk
dipahami. Fakta ini terlihat dari rendahnya persentase ketuntasan hasil belajar siswa

82
Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA (JIPI), 1(1): 81-97, Juni 2017 p-ISSN: 2614-0500
www. jurnal.unsyiah.ac.id/jipi

Kelas VIII tahun pelajaran 2014/2015 pada semester ganjil. Ketuntasan hasil belajar
siswa Kelas VIII tahun pelajaran 2014/2015 semester ganjil SMP Negeri 16 Poleang
Tengah pada mata pelajaran IPA hanya mencapai 42% sedangkan 58% siswa
dinyatakan tidak tuntas. Hasil wawancara dari beberapa siswa Kelas VIII, menunjukkan
bahwa mata pelajaran IPA kurang menarik bagi para siswa. Pelajaran IPA merupakan
pelajaran yang membosankan karena guru hanya memberi informasi kepada siswa dan
kemudian memberi beban kepada siswa dengan hafalan materi yang sangat banyak.
Pengetahuan yang diperoleh siswa hanya sebatas pengetahuan konseptual, sehingga
pembelajaran menjadi tidak bermakna.
Model pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk
mendapatkan pemahaman tentang metode ilmiah guna mengembangkan kemampuan
berpikir, pengaturan diri dan pemahaman tentang topik-topik spesifik adalah model
pembelajaran inkuiri. Pembelajaran inkuiri adalah model pembelajaran yang dirancang
untuk memberi siswa pengalaman metode ilmiah. Metode ilmiah adalah pola pemikiran
yang menekankan pada pengajuan pertanyaan, mengembangkan hipotesis untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan dan menguji hipotesis dengan data (Eggen dan
Kauchak, 2012). Proses inkuiri merupakan kegiatan menjawab permasalahan dengan
cara membuat prediksi dan mengujinya dengan data sehingga siswa mendapatkan
pengalaman memecahkan masalah dan melakukan penyelidikan. Proses mengumpulkan
data dan analisis hipotesis yang rumit memerlukan bimbingan guru untuk membantu
siswa melalui proses inkuiri terbimbing (Banchi, 2008).
Peneliti menggunakan model inkuiri terbimbing yang dipadukan dengan tugas
proyek. Tugas proyek tersebut berupa rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan,
pengumpulan data, pengorganisasian data, pengolahan dan penyajian data, serta
pelaporan (Kemendikbud, 2015). Pembelajaran model inkuiri terbimbing merupakan
salah satu model pembelajaran IPA yang memberi pengalaman bagi siswa untuk mampu
menyelesaikan masalah yang sulit untuk dipecahkan dan membangun keterampilan
yang diperlukan dalam kehidupan. Kelebihan dari pembelajaran inkuiri adalah siswa
dibimbing untuk membangun pengetahuannya secara aktif dalam memecahkan masalah
pembelajaran berbasis penyelidikan (Khalid & Azeem, 2012), sehingga pada akhirnya
siswa akan terbantu dalam meningkatkan aktivitas penalaran mereka dan meningkatkan
pemahaman mereka tentang konsep-konsep ilmiah (Smyrnaiou, 2012). Pembelajaran
model inkuiri dengan tugas proyek memberi dampak besar bagi perkembangan mental
positif siswa melalui keterlibatan aktif siswa dalam menyelesaikan masalah dan
membangun keterampilan sehingga mampu memecahkan masalah dan mengaplikasikan
prinsip dan konsep yang diterima dalam kehidupan sehari-hari (Alberta, 2004).
Pembelajaran berbasis inkuiri terbimbing diimplementasikan pada materi sistem
ekskresi. Materi pelajaran sistem ekskresi merupakan materi IPA di Kelas VIII yang
mempelajari sistem kerja pada tubuh makhluk hidup khususnya pada manusia yang
berkaitan dengan struktur dan fungsi organ sistem ekskresi, cara kerja organ sistem
ekskresi, kandungan zat yang dikeluarkan oleh organ sistem ekskresi, serta kelainan dan
penyakit yang terjadi pada organ sistem ekskresi pada manusia sangat sulit untuk
dipahami. Materi sistem ekskresi pada manusia sangat sarat dengan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip yang berhubungan dengan sistem kerja organ tubuh manusia sehingga
diperlukan proses pendekatan inkuiri untuk memberikan pemahaman yang lebih
bermakna dan mudah dipahami. Pembelajaran akan lebih bermakna jika melalui proses
inkuiri ilmiah yang dipadukan dengan tugas proyek guna menumbuhkan kemampuan
berpikir, bekerja dan kecakapan hidup yang memberi pengalaman belajar langsung
melalui tugas keterampilan dalam bentuk tugas proyek (Kemendikbud, 2015).
Tugas proyek pada materi sistem ekskresi diwujudkan dalam bentuk karya tulis
sehingga siswa mampu mengembangkan konsep-konsep, prinsip-prinsip dan fakta-fakta
dalam bentuk sebuah karya tulis ilmiah. Karya ilmiah mengambil tema pentingnya
menjaga kesehatan organ sistem ekskresi guna memenuhi tuntutan kompetensi
keterampilan dalam bentuk sebuah karya tentang sistem eksresi pada manusia dan
penerapannya dalam menjaga kesehatan diri dengan indikator membuat tugas proyek
berupa karya tulis ilmiah tentang penyakit dan upaya menjaga kesehatan organ sistem

83
Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA (JIPI), 1(1): 81-97, Juni 2017 p-ISSN: 2614-0500
www. jurnal.unsyiah.ac.id/jipi

eksresi pada manusia sehingga siswa dapat menuangkan ide-ide dalam bentuk konsep,
fakta dan prinsip tentang kelainan dan penyakit pada sistem ekskresi serta bagaimana
cara menjaga kesehatan organ sistem eksresi dalam kehidupan sehari-hari. Tugas
proyek memberikan kesempatan pada siswa untuk bekerja lebih otonom, dalam
mengembangkan pembelajaran mandiri, menjadi lebih realistik dan menghasilkan suatu
produk (Sastrika, 2013).
Tugas proyek memiliki potensi yang sangat besar untuk menuntaskan hasil
belajar siswa. Tugas ini menuntun siswa berlatih dan memahami berfikir kompleks dan
mengetahui bagaimana mengintegrasikan bentuk keterampilan dengan kehidupan nyata
sehingga terbiasa aktif dan kreatif dalam mengaplikasikan prinsip-prinsip yang diterima
(Widiyatmiko, 2012). Tugas proyek menghasilkan produk pembelajaran, sehingga siswa
mampu dan terampil dalam menerapkan konsep yang diperoleh serta dapat
meningkatkan hasil belajarnya. Tugas proyek sangat penting dalam rangka mendukung
proses belajar dan memberikan penekanan pada aspek proses dan produk sains,
sehingga meningkatkan kemampuan berpikir sistematis, objektif dan kreatif dalam
segala hal (Roessingh, 2012).
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis ingin mencoba melakukan
penelitian dengan judul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Berbasis Inkuiri
Terbimbing dengan Tugas Proyek materi Sistem Ekskresi untuk Menuntaskan hasil
belajar Siswa SMP”. Perangkat pembelajaran IPA yang dikembangkan terdiri dari
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kegiatan Siswa (LKS), Buku Ajar
Siswa (BAS), dan Instrumen Penilaian Sikap, Pengetahuan dan keterampilan (Tugas
Proyek).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (development research) yang


bertujuan untuk menghasilkan perangkat pembelajaran meliputi: Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), Buku Ajar Siswa (BAS), Lembar Kegiatan Siswa (LKS), dan Lembar
Penilaian sikap, pengetahuan, dan keterampilan, dengan menggunakan pembelajaran
berbasis inkuiri terbimbing dengan tugas proyek materi sistem ekskresi. Tahap
Pengembangan perangkat pembelajaran yang digunakan mengacu pada model Dick and
Carey yang terdiri atas (1) mengidentifikasi tujuan pembelajaran (2) melakukan analisis
instruksional (3) menganalisis karakteristik siswa dan konteks pembelajaran (4)
merumuskan tujuan pembelajaran khusus (5) mengembangkan instrumen penilaian (6)
mengembangkan strategi pembelajaran (7) mengembangkan dan memilih bahan ajar
(8) merancang dan mengembangkan evaluasi formatif (9) melakukan revisi terhadap
program pembelajaran, dan (10) merancang dan mengembangkan evaluasi sumatif.
Subjek dalam penelitian ini adalah perangkat pembelajaran IPA berbasis inkuiri
terbimbing dengan tugas proyek untuk menuntaskan hasil belajar siswa SMP yang
dikembangkan peneliti dan subjek ujicoba adalah siswa SMP Negeri 16 Poleang Tengah
kelas VIII semester ganjil Tahun Pelajaran 2016/ 2017. Variabel-variabel dalam
penelitian ini adalah: (1) validitas perangkat pembelajaran meliputi RPP, BAS, LKS, dan
lembar penilaian; (2) kepraktisan perangkat pembelajaran meliputi keterlaksanaan RPP,
aktivitas siswa, serta kendala-kendala yang dihadapi selama proses pembelajaran; dan
(3) keefektifan perangkat mengacu pada hasil tes pengetahuan dan tugas proyek dan
respon siswa terhadap pembelajaran berbasis inkuiri terbimbing dengan tugas proyek.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan validasi, dokumentasi, pengamatan,
pemberian tes, dan pemberian angket. Instrumen penelitian dikembangkan berdasarkan
instrumen-instrumen peneliti sebelumnya yang diadaptasi dan disesuaikan dengan
kebutuhan peneliti serta dilakukan validasi oleh para ahli untuk memperoleh masukan
dan saran sebelum instrumen digunakan. Teknik analisis data menggunakan teknik
analisis deskriptif kualitatif.

84
Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA (JIPI), 1(1): 81-97, Juni 2017 p-ISSN: 2614-0500
www. jurnal.unsyiah.ac.id/jipi

Validitas Perangkat Pembelajaran


Validitas perangkat pembelajaran model inkuiri terbimbing yang dikembangkan
ditentukan berdasarkan hasil penilaian ahli dengan kriteria seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Kriteria Pengkategorian Lembar Penilaian

Interval skor Kategori Keterangan


Tidak dapat digunakan dan masih memerlukan
1,00 ≤ SVP ≤ 1,59 Tidak valid
konsultasi
1,60 ≤ SVP ≤ 2,59 Kurang valid Dapat digunakan dengan banyak revisi
2,60 ≤ SVP ≤ 3,59 Valid Dapat digunakan dengan sedikit revisi
3,60 ≤ SVP ≤ 3,59 Sangat valid Dapat digunakan tanpa revisi
(Sumber: Ratumanan dan Laurens, 2011)

Hasil penilaian tiga orang validator selanjutnya dianalisis menggunakan analisis


statistik precentage of agreementsebagai berikut:
𝐴
𝑃𝑒𝑟𝑐𝑒𝑛𝑡𝑎𝑔𝑒 𝑜𝑓 𝐴𝑔𝑟𝑒𝑒𝑚𝑒𝑛𝑡𝑠 = 𝑥 100%
𝐴+𝐷

Keterangan:
A = Frekuensi kecocokan antar penilai (Agreement).
D = Frekuensi ketidakcocokan antar penilai (Disagreement).
Instrumen dikatakan cocok apabila memiliki Percentage of agreement > 75%
(Borich, 1994).

Kepraktisan Perangkat Pembelajaran


1) Analisis Keterlaksanaan RPP
Analisis Keterlaksanaan RPP dihitung menggunakan rumus:

jumlah tahap pembelajaran yang dilaksanakan


P= x 100%
jumlah seluruh tahap pembelajaran

Persentase keterlaksanaan RPP setiap pertemuan akan dikonversikan dalam


kategori seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Kategori Persentase Keterlaksanaan RPP

Interval (%) Kategori


0 - 24 Tidak terlaksana
25 - 49 Terlaksana kurang baik
50 - 74 Terlaksana baik
75 - 100 Terlaksana sangat baik

Penilaian keterlaksanaan RPP ditentukan dengan membandingkan rata-rata


penilaian yang diberikan kedua pengamat dengan kriteria penilaian seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Deskripsi Skor Keterlaksanaan Pembelajaran

Interval Skor Rata-rata Kategori


1,00 – 1,49 Kurang
1,50 – 2,49 Cukup
2,50 – 3,49 Baik
3,50 – 4,00 Baik sekali
(Sumber: Riduwan, 2012)

85
Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA (JIPI), 1(1): 81-97, Juni 2017 p-ISSN: 2614-0500
www. jurnal.unsyiah.ac.id/jipi

Skor Keterlaksanaan RPP dihitung dengan menggunakan rumus percentage of


agreement (Borich, 1994) sebagai berikut:

𝐴−𝐵
R = [1 − ] 𝑥 100%
𝐴+𝐵
Keterangan:
R= Percentage of Agreement.
A= Skor aspek keterlaksanaan yang teramati dengan skor tinggi.
B= Skor aspek keterlaksanaan yang teramati dengan skor rendah.
Instrumen dikatakan cocok apabila memiliki tingkat kecocokan antar pengamat >
75% (Borich, 1994:385).

2) Analisis Aktivitas Siswa


Aktivitas yang dilakukan siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung dinilai
oleh dua pengamat dengan menggunakan instrumen lembar aktivitas siswa. Data yang
diperoleh selanjutnya dipersentasekan menggunakan rumus Arifin (2012) sebagai
berikut:

∑R
P= x 100%
∑N
Keterangan:
P = Persentase aktivitas siswa
ΣR = Frekuensi aktivitas yang muncul dalam menit
ΣN = Frekuensi keseluruhan siswa dalam menit

Perhitungan reliabilitas aktivitas siswa menggunakan persamaan Borich (1994)


sebagai berikut:
A−B
R = (1 − ) x 100%
A+B
Keterangan:
R = Pesentase reliabilitas instrumen (percentage of agreement)
A = Skor tertinggi yang diberikan olah pengamat
B = Skor terendah yang diberikan olah pengamat

Instrumen penilaian perangkat digolongkan reliabel, jika memiliki nilai reliabilitas


≥ 75% (Borich, 1994).

3) Analisis Kendala Pembelajaran


Kendala-kendala dalam kegiatan pembelajaran dianalisis dengan menggunakan
analisis deskriptif kualitatif yaitu pengamat dan peneliti memberikan catatan-catatan
tentang hambatan yang terjadi sepanjang kegiatan belajar mengajar serta alternatif
pemecahan masalah yang dapat dilakukan.

Keefektifan Perangkat Pembelajaran

1) Analisis Tes Hasil Belajar


Analisis tes hasil belajar menurut lampiran yang terdapat dalam Permendikbud RI
No 53 (2015) tentang panduan penilaian aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan
di SMP menggunakan skala 0 – 100 dengan ketentuan predikat sebagai berikut:

86
Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA (JIPI), 1(1): 81-97, Juni 2017 p-ISSN: 2614-0500
www. jurnal.unsyiah.ac.id/jipi

Tabel 4. Konversi Skor dan Predikat Hasil Belajar

Nilai Kompetensi
Predikat
Sikap Pengetahuan Keterampilan
(Sangat Baik) 86-100 86-100 A
(Baik) 71-85 71-85 B
(Cukup) 56-70 56-70 C
(Kurang) ≤ 55 ≤ 55 D
(Sumber: Kemendikbud No. 53, 2015)

Kompetensi Dasar (KD) pada Kompetensi Inti (KI) 3 dan KI 4 hasil belajar,
dikatakan mencapai ketuntasan secara individu apabila memenuhi Kriteria Ketuntasan
Minimum yang ditetapkan yaitu sebesar 71 dan memiliki predikat minimal B (Baik).
Efektivitas perangkat pembelajaran yang dikembangkan didasarkan pada data hasil
pretest dan posttest untuk mengetahui peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa.
Data tes tersebut dianalisis secara deskriptif kuantitatif menggunakan rumus N-gain.
Besarnya peningkatan atau gain dianalisis dengan menggunakan rumus Hake (1999)
sebagai berikut:

〈𝑆𝑝𝑜𝑠𝑡 〉 − 〈𝑆𝑝𝑟𝑒 〉
〈𝑔 〉 =
〈𝑆𝑚𝑎𝑥 〉 − 〈𝑆𝑝𝑟𝑒 〉
Keterangan
g : Nilai gain
Spost : Nilai posttest
Spre : Nilai pretest
Smax : Nilai maksimal

Hasil perhitungan N-gain tersebut kemudian dikonversikan dengan kriteria seperti


pada Tabel 5.

Tabel 5. Kriteria Normalized Gain

Skor Normalized Gain Kriteria Normalized Gain


0,7 <N-Gain Tinggi
0,3 ≤ N-Gain ≤ 0,70 Sedang
N-Gain < 0,30 Rendah
(Sumber: Hake, 1999)

Penilaian keterampilan berupa tugas proyek yang dilakukan pada pertemuan 1


sampai pertemua 4. Penilaian tugas proyek ditentukan berdasarkan instrument penilaian
tugas proyek, kemudian skor yang diperoleh dikonversi. Siswa dikatakan tuntas untuk
aspek ketarampilan (tugas proyek) apabila mendapatkan nilai ≥ 71 dengan predikat B
(Baik). Aspek keterampilan menggunakan rumus sebagai berikut:

𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ


Nilai Siswa = x 100%
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙

2) Analisis Respons Siswa

Angket respon siswa digunakan untuk mengetahui pendapat siswa terhadap


penerapan perangkat pembelajaran yang dikembangkan. Respon siswa dianalsis secara
deskriptif menggunakan persamaan sebagai berikut:

87
Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA (JIPI), 1(1): 81-97, Juni 2017 p-ISSN: 2614-0500
www. jurnal.unsyiah.ac.id/jipi

∑K
P= x 100%
∑N
Keterangan:
P = Persentase respon siswa
ΣK = Jumlah siswa yang memilih jawaban dengan kategori pilihan yang ada
ΣN = Jumlah siswa yang mengisi angket

Persentase respon siswa yang didapat, selanjutnya dikonversi sesuai Riduwan


(2012) dengan kriteria sebagai berikut:
Angka 0 - 20% : Negatif (Sangat lemah)
Angka 21 - 40% : Negatif (Lemah)
Angka 41 – 60% : Cukup
Angka 61 – 80% : Positif (Kuat)
Angka 81 – 100% : Positif (Sangat Kuat)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini merupakan pengembangan dan penerapan perangkat pembelajaran


berbasis inkuiri terbimbing dengan tugas proyek pada materi sistem ekskresi untuk
ketuntasan hasil belajar siswa SMP. Pengembangan perangkat pembelajaran
menggunakan Kurikulum 2013 meliputi: 1) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP);
2) Lembar Kegiatan Siswa (LKS); 3) Buku Ajar Siswa (BAS); dan 4) Instrumen penilaian
hasil belajar yang terdiri dari: instrumen penilaian sikap, instrumen penilaian hasil
belajar aspek pengetahuan, dan instrumen penilaian hasil belajar siswa pada aspek
keterampilan dalam hal ini tugas proyek. Proses pengembangan perangkat pembelajaran
mengacu pada model pengembangan Dick & Carey (2009). Pemilihan model
pengembangan perangkat dengan model Dick & Carey dikarenakan memiliki tahapan-
tahapan yang lebih terperinci dan sistematis, ini terlihat dari masing-masing tahap yang
harus dilakukan pada penyusunan perencanaan proses pembelajaran. Penelitian ini
mengembangkan perangkat dengan menggunakan Kurikulum 2013 dan secara ringkas
hasil pengembangan perangkat pembelajaran berbasis inkuiri terbimbing dengan tugas
proyek disajikan sebagai berikut:

Validasi Perangkat Pembelajaran


1. Hasil Validasi RPP
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) diartikan sebagai persiapan mengajar
yang oprasional, rinci, dan siap untuk diimplementasikan (Kardi, 2012). Hasil validasi
RPP yang dilakukan oleh tiga orang validator ahli didapatkan rata-rata hasil validasi dari
semua aspek sebesar 3,53 sehingga dikategorikan valid, (Ratumanan & Laurens, 2011).,
sedangkan rata-rata percentage of agreement antar tiga validator sebesar 86,24 %
(Borich, 1994). Hasil tersebut menunjukkan bahwa RPP yang dikembangkan secara
umum masuk kategori valid dan layak digunakan dalam pembelajaran setelah melalui
tahap revisi sesuai saran dari validator ahli. RPP yang dikembangkan masuk kategori
layak atau valid, karena penyusunannya mengacu pada Permendikbud No. 103 Tahun
2014 yang di dalamnya memuat beberapa komponen RPP antara lain: identitas sekolah,
mata pelajaran, kelas/semester, alokasi waktu, Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar
(KD), indikator pencapaian kompetensi, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran,
penilaian, dan media/ alat, bahan, serta sumber belajar. Kegiatan pembelajaran yang
terdapat dalam RPP disesuaikan dengan fase-fase inkuiri terbimbing dengan tugas
proyek. Perpaduan ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran yang dapat
mengintegrasikan sikap, pengetahuan, dan keterampilan sehingga dapat membekali
siswa dengan kompetensi IPA yang utuh.

88
Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA (JIPI), 1(1): 81-97, Juni 2017 p-ISSN: 2614-0500
www. jurnal.unsyiah.ac.id/jipi

2. Hasil Validasi Lembar Kerja Siswa


Lembar kerja siswa adalah suatu bahan ajar cetak berupa lembar-lembar kertas
yang berisi materi, ringkasan dan petunjuk-petunjuk pelaksanaan tugas pembelajaran
yang harus dikerjakan oleh peserta didik, yang mengacu pada kompetensi dasar yang
harus dicapai (Prastowo, 2012). Pada penelitian ini disusun tiga LKS untuk tiga kegiatan
inkuiri terbimbing yaitu LKS 3.10.1 (percobaan tentang ginjal), LKS 3.10.2 (percobaan
tentang kulit), LKS 3.10.3 (percobaan tentang paru-paru). Validasi LKS dilakukan pada
aspek-aspek antara lain; format, isi, dan bahasa. Hasil penilaian dari tiga validator yang
terdiri dari semua aspek penilaian dengan masing-masing aspek didapatkan rata-rata
hasil validasi sebesar 3,42 dinyatakan valid (Ratumanan & Laurens, 2011). Rata-rata
percentage of agreement antar tiga validator sebesar 78,52% sehingga dikategorikan
cocok karena ≥ 75% (Borich, 1994). Hasil tersebut secara umum menunjukkan bahwa
LKS yang dikembangkan peneliti layak digunakan pada proses pembelajaran.

3. Hasil Validasi Buku Ajar Siswa


Bahan ajar merupakan seperangkat materi atau substansi pembelajaran
(teaching material) yang disusun secara sistematis dan menampilkan sosok utuh dari
kompetensi secara runtut dan sistematis (Prastowo, 2013). Buku ajar siswa merupakan
salah satu bentuk media cetak, pengembangan buku siswa dilakukan dengan mengikuti
tahapan tertentu, yaitu penentuan Kompetensi Dasar, pemilihan materi, format, bahasa
dan tampilan fisik. Buku siswa digunakan sebagai sumber pengembangan konsep pada
materi sistem ekskresi dalam proses pembelajaran. Hasil validasi BAS dari ketiga
validator dapat diketahui bahwa rata-rata hasil validasi pada semua aspek memperoleh
skor sebesar 3,21 sehingga dikategorikan valid (Ratumanan & Laurens, 2011). Rata-rata
percentage of agreement antar tiga validator sebesar 79,46% sehingga dikategorikan
cocok karena ≥ 75% (Borich, 1994). Hasil validasi tersebut menunjukkan bahwa buku
ajar siswa yang telah dikembangkan layak untuk dijadikan panduan siswa maupun guru
dalam proses pembelajaran setelah direvisi sesuai dengan saran validator ahli. Perbaikan
yang disarankan meliputi: perbaikan kalimat yang disesuaikan dengan ejaan yang baik
dan benar, perubahan susunan penyampaian dan penambahan beberapa materi, serta
perbaikan beberapa gambar dalam BAS. BAS yang disusun dapat dikategorikan layak
karena telah disesuaikan dengan panduan penyusunan bahan ajar oleh Depdiknas
(2008) dengan komponen BAS yang meliputi meliputi kesesuaian uraian materi dengan
kompetensi yang akan dicapai, keakuratan materi, teknik penyajian, dan pendukung
penyajian.

Hasil Validasi Instrumen Penilaian


1) Hasil Validasi Penilaian sikap
Instrumen penilaian sikap siswa adalah instrumen penilaian dengan lembar
pengamatan sikap selama proses pembelajaran dengan menggunakan perangkat
pembelajaran berbasis ingkuiri terbimbing dengan tugas proyek. Instrumen penilaian
sikap digunakan untuk mendata sikap siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
Instrumen penilaian sikap dikembangkan oleh peneliti dengan mangadaptasi dan
mengacu pada instrumen penilaian permendikbud No.53 tahun 2015. Hasil validasi
penilaian aspek sikap dapat diketahui bahwa rata-rata skor validasi isi dan bahasa
masing-masing 3,92 dan 3,83 dengan kategori sangat valid (Ratumanan & Laurens,
2011). Sedangkan rata-rata percentage of agreement antar tiga validator sebesar
87,50% sehingga dikategorikan cocok karena ≥ 75% (Borich, 1994). Instrumen
penilaian ini masuk kategori valid karena dalam penyusunannya didasarkan pada
Permendikbud No. 53 Tahun 2015. Instrumen penilaian aspek sikap yang dikembangkan
berupa jurnal. Perilaku yang baik atau kurang baik dideskripsikan dalam jurnal tersebut
tidak terbatas pada butir-butir nilai sikap yang hendak ditanamkan melalui pembelajaran
yang saat itu sedang berlangsung sebagaimana dirancang dalam RPP. Predikat penilaian
sikap terdiri dari empat skala yaitu: SB= sangat baik, B= baik, C= cukup dan K=
kurang.

89
Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA (JIPI), 1(1): 81-97, Juni 2017 p-ISSN: 2614-0500
www. jurnal.unsyiah.ac.id/jipi

2) Hasil Validasi Penilaian pengetahuan


Tes hasil belajar yang dikembangkan oleh peneliti digunakan untuk mengukur
aspek pengetahuan (penguasaan konsep) siswa. Butir soal disusun berdasarkan pada
Permendikbud No. 53 tahun 2015 dan berpedoman pada aspek pengetahuan taksonomi
Bloom revisi (Anderson & Krathwohl dalam Manuhutu, 2001) yang meliputi kemampuan
memahami (C2), menerapkan (C3), menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan
menciptakan (C6) pada materi sistem ekskresi. Soal tes dibuat sebanyak 25 soal yang
terdiri dari 20 butir soal pilihan ganda dan 5 butir soal uraian yang merujuk pada
indikator. Hasil validasi instrumen penilaian aspek pengetahuan dari aspek isi
mendapatkan rata-rata hasil validasi sebesar 3,59 dan dikategorikan valid, dan rata-rata
hasil validasi aspek bahasa sebesar 3,60 dan dikategorikan sangat valid (Ratumanan &
Laurens, 2011). Rata-rata percentage of agreement antar tiga validator sebesar 86,67%
sehingga dikategorikan cocok karena ≥ 75% (Borich, 1994). Hasil tersebut menunjukkan
bahwa tes pengetahuan yang dikembangkan layak digunakan sebagai alat ukur tingkat
penguasaan pengetahuan pada materi sistem ekskresi pada siswa, karena penyusunan
tes pengetahuan telah mengacu pada indikator dan sesuai dengan saran dari validator.
Saran dari validator ahli terkait perbaikan butir soal meliputi kata operasional dari soal
disesuaikan dengan tingkat kognitif revisi Bloom, perbaikan redaksi bunyi soal, gambar
soal diperjelas dan penyempurnaan pilihan jawaban pada soal pilihan ganda. Setelah
direvisi sesuai dengan saran validator, instrumen tes aspek pengetahuan dapat
digunakan dalam proses pembelajaran.

3) Hasil Validasi penilaian tugas proyek


Penyusunan lembar penilaian tugas proyek didasarkan atas sembilan tahapan
yang merujuk pada teknik penilaian proyek Permendikbud Nomor 53 Tahun 2015 yang
meliputi persiapan, perumusan judul, sistematika penulisan, keakuratan sumber
data/informasi, kuantitas sumber data, penarikan kesimpulan, performan,
presentasi/penguasaan materi, dan produk sedangkan kriteria penilaian dikembangkan
sendiri oleh peneliti. Validasi instrumen penilaian tugas proyek meliputi isi dan bahasa.
Berdasakan hasil validasi aspek isi memperoleh rata-rata skor 3,52 dengan kategori
valid dan aspek bahasa sebesar 3,41 dengan kategori valid (Ratumanan & Laurens,
2011). Sedangkan rata-rata percentage of agreement antar tiga validator sebesar
85,19% sehingga dikategorikan cocok karena ≥ 75% (Borich, 1994). Instrumen
penilaian tugas proyek ini dikategorikan layak digunakan sebagai panduan penilaian.

Data Hasil Uji Coba


1) Analisis Keterlaksanaan RPP
Analisis data hasil pengamatan keterlaksanaan pembelajaran diketahui bahwa
persentase keterlaksanaan tahapan pembelajaran pada pertemuan ke-1dan pertemuan
ke-3 sebesar 95%, sedangkan pertemuan ke-2 dan pertemuan ke-4 masing-masing
sebesar 100% dengan kategori keterlaksanaan sangat baik. Hasil persentase tersebut
menunjukkan bahwa seluruh tahap pembelajaran yang dilaksanakan masuk kategori
sangat baik dengan rentang rata-rata skor setiap tahap antara 3,63 – 4,0. Rata-rata
kecocokan pengamat (Percentage of agreement) sebesar 95,85% dengan kategori
sangat baik (Borich, 1994). Hasil penilaian keterlaksanaan pembelajaran disajikan dalam
bentuk Gambar 1.

90
Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA (JIPI), 1(1): 81-97, Juni 2017 p-ISSN: 2614-0500
www. jurnal.unsyiah.ac.id/jipi

3,5

2,5

1,5

0,5

0
pendahuluan kegiatan inti penutup pengelolaan suasana kelas
waktu

pertemuan 1 pertemuan 2 pertemuan 3 pertemuan 4

Gambar 1. Diagram Penilaian Keterlaksanan Pembelajaran

2) Analisis Aktivitas Siswa


Aktivitas siswa merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan siswa selama
mengikuti pembelajaran meliputi: (1) memperhatikan penjelasan guru, (2), menjawab
pertanyaan guru, (3) meminta bimbingan kepada guru, (4) merumuskan masalah, (5)
merumuskan hipotesis, (6) menentukan variabel percobaan, (7) menyiapkan alat dan
bahan sesuai dengan rancangan percobaan, (8) merancang dan melakukan percobaan,
(9) menganalisis data hasil percobaan, (10) mencari dan membaca informasi yang
sesuai dengan percobaan dan hasil tugas proyek, (11) mempresentasikan hasil
percobaan dan hasil tugas proyek, (12) menjawab dan menanggapi pertanyaan (13)
menyimpulkan hasil kegiatan pembelajaran, dan (14) tindakan yang kurang relevan
dengan pembelajaran.
Berdasarkan hasil analisis data pengamatan aktivitas siswa yang memiliki
persentase aktivitas yang tinggi dan mengalami peningkatan persentase setiap
pertemuannya yaitu aktivitas proses inkuiri terbimbing dengan tugas proyek yaitu
merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, menentukan hipotesis, merancang dan
melakukan percobaan, menganalisis data percobaan, mencari dan membaca informasi
yang sesuai dengan hasil percobaan dan tugas proyek, mempersentasikan hasil
percobaan dan hasil tugas proyek, menjawab dan menanggapi pertanyaan serta
menyimpulkan pembelajaran. Aktivitas tersebut merupakan aktivitas yang berpusat
kepada siswa, hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis inkuiri terbimbing
merupakan pembelajaran yang mengedepankan peran aktif siswa, siswa membangun
sendiri. Peningkatan aktivitas siswa terjadi akibat adanya bantuan (scaffolding) yang
dilakukan oleh guru seperti memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami
kesulitan dalam memahami pertanyaan, memberikan informasi kegiatan pembelajaran
yang harus dilakukan, dan membimbing siswa dalam menarik suatu kesimpulan, pada
akhirnya siswa akan terlatih untuk menyelesaikan tugas-tugas dengan sedikit atau tanpa
bantuan dari guru, hal ini dapat dilihat persentase bimbingan guru mengalami
penurunan dari setiap pertemuannya dari rentang nilai 8,05% turun menjadi 5,11%. Hal
ini menunjukkan bahwa guru memberikan bantuan kepada siswa dikurangi tahap demi
tahap, sehingga siswa pada akhirnya terbiasa dengan sendirinya. Ide bantuan
(scaffolding) didasarkan atas teori Brunner, bahwa anak-anak menggunakan bantuan
sebagai dukungan sementara membangun pemahaman yang kuat yang pada akhirnya
memungkinkan untuk mengatasi masalahnya (Wolfolk, 2009).
Aktivitas siswa yang mengalami penurunan dalam setiap pertemuan yaitu
memperhatikan penjelasan guru, mengurangi bimbingan kepada siswa, dan tindakan
yang tidak relevan. Hal ini memberi gambaran bahwa pada pertemuan pertama siswa
memerlukan banyak bimbingan dari guru dalam proses inkuiri, karena siswa tidak
terbiasa melakukan proses inkuiri, pada pertemuan pertama guru berusaha memberi

91
Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA (JIPI), 1(1): 81-97, Juni 2017 p-ISSN: 2614-0500
www. jurnal.unsyiah.ac.id/jipi

motivasi dan menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan, memberi


masukan pada siswa bahwa proses ini akan sangat bermanfaat dalam menyelesaikan
masalah. Pada pertemuan selanjutnya secara berkala guru mengurangi bimbingan pada
siswa, karena siswa sudah mulai terbiasa dengan pembelajaran inkuiri, dan pada
pertemuan terakhir peran guru sepenuhnya hanya sebagai fasilitator. Hal ini sesuai
dengan proses pembelajaran inkuiri terbimbing dimana sedikit demi sedikit bimbingan
terhadap siswa dikurangi, namun pada pertemuan ke-4 proses inkuiri terbimbing
menunjukkan persentase aktivitas siswa 0%, hal ini disebabkan karena tidak ada proses
inkuiri melainkan presentasi hasil tugas proyek.
Persentase aktivitas siswa yang tidak relevan dengan pembelajaran mengalami
penurunan dari setiap pertemuan yaitu dari 1,41% menjadi 0,28%. Hal ini menunjukkan
suasana belajar yang diciptakan dapat menarik antusiasme siswa sehingga siswa fokus
pada kegiatan pembelajaran. Ketika siswa tertarik pada pembelajaran dan melibatkan
diri secara aktif dalam kegiatan pembelajaran maka siswa cenderung tidak akan
melakukan akivitas yang kurang relevan (Aydin dan Yilmaz, 2010).

30

Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 3 Pertemuan 4


25

20

15

10

0
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11 A12 A13 A14

Gambar 2. Diagram Aktivitas siswa

Aktivitas yang tidak relevan ini adalah aktivitas yang tidak diinginkan selama proses
pembelajaran berlangsung yaitu seperti tidak dapat bekerja sama dengan teman satu
kelompok, tidak dapat menyatakan pendapat dengan bahasa yang baik dan kurang
disiplin. Aktivitas siswa yang tidak relevan seperti tidak dapat bekerjasama dengan
teman satu kelompok maka pada pertemuan berikutnya siswa tersebut diberi tugas yang
lebih mudah dalam melakukan percobaan agar dapat bertanggung jawab dan
berinteraksi dengan teman satu kelompok. Keseluruhan aktivitas siswa dapat
ditunjukkan pada Gambar 2.

3) Analisis Kendala Pembelajaran


Kendala-kendala yang dihadapi selama proses pembelajaran berbasis inkuiri
terbimbing dengan tugas proyek disajikan pada Tabel 6.

92
Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA (JIPI), 1(1): 81-97, Juni 2017 p-ISSN: 2614-0500
www. jurnal.unsyiah.ac.id/jipi

Tabel 6. Kendala-kendala Selama Proses Pembelajaran.

No Hambatan yang ditemukan Alternatif Solusi


Mengorganisir kembali alokasi waktu yang diperlukan
Waktu yang kurang sesuai
sehingga semua kegiatan pembelajaran terlaksana dan
1 (melebihi) dengan alokasi waktu
menginformasikan kepada siswa waktu pelaksanaan tiap
yang direncanakankan dalam RPP.
kegiatan pembelajaran.
Siswa kurang aktif membaca dan Guru harus sering mengingatkan untuk membaca BAS
2 menggunakan buku siswa sebagai yang dapat mendukung dalam menyelesaikan masalah
sumber belajar yang mendukung. dalam LKS.
Guru mencari alternatif solusi media, sarana dan alat-lat
Kurangnya fasilitas sarana dan alat-
3 percobaan yang relevan dengan pengembangan
alat di sekolah
perangkat pembelajaran yang sudah disusun

4) Ketuntasan hasil belajar


a. Sikap
Hasil belajar aspek sikap diperoleh melalui data hasil pengamatan terhadap
perilaku yang baik dan kurang baik yang muncul pada siswa selama pembelajaran
berlangsung dan dideskripsikan didalam jurnal pengamatan sikap. Guru memberikan
bimbingan kepada siswa dalam bentuk inkuri terbimbing harapannya aga siswa tepat
waktu (melatih disiplin) dalam mempersiapkan, merangkai dan melaksanakan percobaan
dengan jujur, dan tanggung jawab. Sikap spiritual yang diamati meliputi rasa syukur dan
sikap sosial yang meliputi disiplin, jujur dan tanggung jawab. Berdasarkan hasil
pengamatan dapat diketahui bahwa sikap spritual siswa yaitu rasa syukur dari 22 siswa
menunjukkan perilaku rasa syukur yang sangat baik, dan sikap sosial (tanggung jawab,
jujur, dan disiplin) menunjukkan sangat baik, baik dan meningkat (Kemendikbud No. 53,
2015).

b. Pengetahuan
Tes hasil belajar aspek pengetahuan dilakukan untuk mengukur ketercapain
kompetensi siswa sesuai indikator pembelajaran. Tes aspek pengetahuan dilakukan
sebelum (pretest) dan sesudah (posttest) proses pembelajaran dengan menggunakan
pembelajaran berbasis inkuiri terbimbing dengan tugas proyek. Pretest dimaksudkan
untuk menyiapkan siswa dalam proses belajar, mengetahui tingkat kemajuan siswa
sehubungan dengan proses pembelajaran yang dilakukan, mengetahui kemampuan awal
siswa, dan mengetahui tujuan pembelajaran yang perlu mendapatkan penekanan dan
perhatian khusus (Mulyasa, 2013).
Berdasarkan analisis hasil tes aspek pengetahuan, dapat diketahui bahwa
persentase ketuntasan siswa pada saat pre-test sebesar 0% yang artinya semua siswa
belum mencapai ketuntasan. Hal ini terjadi karena siswa belum mengikuti pembelajaran
pada materi sistem ekskresi yang diujikan sehingga jawaban mereka hanya berdasarkan
pengetahuan awal atau bahkan perkiraan siswa. Hasil pre-test siswa berkebalikan
dengan hasil post-test yang menunjukkan persentase ketuntasan hasil belajar siswa
siswa sebesar 100% baik secara individual maupun klasikal. Seluruh siswa yang
mengikuti pembelajaran dengan pembelajaran berbasis inkuiri terbimbing dengan tugas
proyek dapat mencapai ataupun melebihi skor minimal yang ditetapkan sekolah yaitu
71, karena seorang siswa dikatakan tuntas belajarnya jika nilainya telah mencapai ≥ 71
(Kemendikbud No. 53, 2015). Ketuntasan seluruh siswa ini sangat berkaitan dengan
keaktifan siswa untuk terlibat dalam proses pembelajaran. Siswa dapat belajar dan
menyerap ilmu dengan baik jika mereka dapat terlibat aktif dalam proses pembelajaran
(Bruner dalam Slavin, 2011).
Data ketuntasan pre-test dan post-test yang telah dipaparkan di atas
menunjukkan adanya peningkatan pemahaman dan pengetahuan siswa tentang materi
sistem ekskresi. Peningkatan tersebut juga dapat diketahui melalui hasil penghitungan
rata-rata N-gain yaitu sebesar 0,79 dengan kategori tinggi (Hake, 1999). Meningkatnya
hasil belajar berarti ini menandakan bahwa siswa telah mengikuti pembelajaran inkuiri
terbimbing dengan tugas proyek yang dibuktikan dengan adanya perubahan hasil belajar

93
Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA (JIPI), 1(1): 81-97, Juni 2017 p-ISSN: 2614-0500
www. jurnal.unsyiah.ac.id/jipi

siswa kearah yang lebih baik. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan
menggunakan perangkat pembelajaran inkuiri terbimbing dengan tugas proyek yang
dikembangkan efektif dalam peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa. Hasil yang
sama juga ditunjukkan oleh hasil penelitian Deta (2013) dan Utami (2014), yang
menyatakan bahwa pembelajaran berbasis inkuiri terbimbing dengan tugas proyek
meningkatkan prestasi belajar siswa dan dapat melatihkan kemampuan berpikir kreatif
serta meningkatkan ketuntasan hasil belajar siswa.
Berdasarkan data pada Tabel 4.10 menunjukkan bahwa semua siswa yang
diberikan pre-test tidak mencapai ketuntasan hasil belajar siswa, hal ini dilihat dari rata-
rata nilai pre-test sebesar 34,16 dengan predikat kurang. Setelah diberikan perlakuan
dengan melalui pembelajaran berbasis inkuiri terbimbing dengan tugas proyek kemudian
diberikan post-test maka semua nilai siswa tuntas, hal ini dapat dilihat rata-rata nilai
post-test siswa sebesar 85,71 dengan predikat baik (Permendikbud No 53 Tahun 2015).
Ketuntasan hasil belajar siswa disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 3.

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11 A12 A13 A14 A15 A16 A17 A18 A19 A20 A21 A22

Pre-test Post-test

Gambar 3. Diagram Ketuntasan Hasil Belajar Pada Aspek Pengetahuan

c. Tugas Proyek
Penilaian tugas proyek merupakan suatu kegiatan untuk mengetahui kemampuan
siswa dalam mengaplikasikan pengetahuannya melalui penyelesaian tugas dalam
periode waktu tertentu (Permendikbud No. 53 Tahun 2015. Penilaian proyek dapat
digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan mengaplikasikan, kemampuan
penyelidikan dan kemampuan menginformasikan siswa pada mata pelajaran tertentu
secara jelas (Kemendikbud, 2013). Penilaian keterampilan tugas proyek diambil pada
saat siswa melakukan kegiatan proyek pada pertemuan 1-4 yang meliputi persiapan,
rumusan judul, sistematika penulisan, keakuratan sumber data/informasi, kuantitas
sumber data, penarikan kesimpulan, performan, presentasi/penguasaan materi dan
produk. Penilaian persiapan dan rumusan judul dinilai pada saat pertemuan kedua dan
ketiga, sedangkan sistematika penulisan, keakuratan sumber data/informasi, kuantitas
sumber data, penarikan kesimpulan dinilai dari makalah yang dikumpulkan oleh siswa
pada saat pertemuan keempat, penilaian performan dan presentasi/penguasaan
dilakukan serta produk juga pada pertemuan keempat.
Berdasarkan hasil analisis data tugas proyek menunjukkan bahwa rata-rata nilai
tugas proyek sebesar 86 dengan predikat A. Keseluruhan siswa mendapatkan nilai diatas
71 maka dinyatakan tuntas (Permendikbud No.5 Tahun 2015). Menurut Educational
Technology Division (2006), pembelajaran dengan tugas proyek akan membantu peserta
didik untuk dapat berpikir abstrak, tugas berpikir (intelektual) untuk mengeksplorasi
permasalahan kompleks. Hal tersebut akan mendorong pemahaman, yaitu pengetahuan
sejati. Siswa akan mengeksplorasi, membuat keputusan, menafsirkan, dan mensintesis
informasi secara bermakna. Melalui penerapan tugas proyek, siswa akan dibawa
langsung ke dalam dunia yang konkret tentang penanaman konsep pembelajaran,
sehingga siswa tidak hanya bisa menghayalkan materi dan pada akhirnya akan

94
Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA (JIPI), 1(1): 81-97, Juni 2017 p-ISSN: 2614-0500
www. jurnal.unsyiah.ac.id/jipi

meningkatkan hasil belajar (Uno & Mohamad, 2012). Tugas Proyek disajikan pada
Gambar 4.

100
90
80
70
60
Nilai

50
40
30
20
10
0
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11 A12 A13 A14 A15 A16 A17 A18 A19 A20 A21 A22
Inisial siswa

Gambar 4. Diagram Ketuntasan Tugas Proyek

5) Respon Siswa Terhadap Model Inkuiri Terbimbing


Data respon siswa terhadap komponen-komponen kegiatan pembelajaran
berbasis inkuiri terbimbing dengan tugas proyek dikumpulkan melalui angket.
Berdasarkan hasil analisis respon siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan
perangkat pembelajaran berbasis inkuiri terbimbing dengan tugas proyek yang
dikembangkan diperoleh rata-rata keseluruhan 97,66% siswa memberikan respon yang
positif dengan kategori sangat kuat, dan 2,34 % siswa memberikan respon yang kurang
baik terhadap pembelajaran dengan kategori sangat lemah (Riduwan, 2010). Hal ini
menunjukkan bahwa siswa memiliki minat, senang, dan mendukung pelaksanaan
pembelajaran menggunakan perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan. Siswa
yang memberikan respon kurang baik kurang terlibat aktif dan antusias dalam
pembelajaran.
Sebanyak 98,05% siswa merasa senang pada saat mengikuti proses
pembelajaran dengan kategori respon yang sangat kuat dan sebanyak 1,95% siswa
merasa tidak senang pada saat mengikuti proses pembelajaran dengan kategori sangat
lemah (Riduwan, 2012). Rasa senang ini dapat mendorong siswa untuk dapat lebih
terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Siswa yang memberikan respon tentang
pembelajaran yang merupakan hal baru bagi mereka sebanyak 99,35% dengan kategori
sangat kuat, dan 0,65% siswa menyatakan bahwa pembelajaran yang telah
dilaksanakan bukanlah hal baru dengan kategori sangat lemah (Riduwan, 2012).
Sebagian besar siswa merasa bahwa buku siswa yang digunakan, cara guru mengajar,
dan suasana belajar yang dilatihkan guru merupakan sesuatu yang baru sehingga
memotivsi mereka untuk lebih antusias dalam pembelajaran. Siswa yang menyatakan
bahwa pembelajaran yang dilaksanakan bukan hal baru disebabkan siswa tersebut telah
mendapatkan materi pelajaran dan media yang serupa ketika mereka masih berada
dijenjang pendidikan sebelumnya.
Respon siswa terhadap buku ajar dan LKS yang digunakan menunjukkan 96,21%
siswa memberikan respon menarik dengan kategori respon yang sangat kuat, dan
3,79% siswa memberikan respon tidak menarik yang masuk kategori respon sangat
lemah (Riduwan, 2012). Sebagian besar siswa berpendapat bahwa buku ajar dan LKS
yang diberikan menarik karena didalamnya terdapat banyak gambar, disajikan dengan
berbagai warna dan hiasan, serta bahasa yang digunakan sesuai dengan tingkat
pemahaman siswa SMP. Respon siswa terhadap penjelasan dan bimbingan guru pada
saat pembelajaran sebanyak 94,70% siswa menyatakan mudah dengan kategori respon
sangat kuat, sedangkan 5,30% siswa menyatakan sulit dengan kategori respon sangat
lemah (Riduwan, 2012). Aspek yang dirasa sulit oleh sebagian kecil siswa adalah

95
Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA (JIPI), 1(1): 81-97, Juni 2017 p-ISSN: 2614-0500
www. jurnal.unsyiah.ac.id/jipi

mengerjakan tugas proyek yang dilaksanakan. Hal ini disebabkan siswa merasa tugas
proyek yang dilaksanakan merupakan hal baru sehingga mereka belum terbiasa
mengerjakan hal tersebut. Guru memberikan bimbingan yang sesuai kepada siswa
maupun kelompok yang mengalami kesulitan dalam pembelajaran.
Hasil analisis respon siswa yang berminat terhadap kegiatan pembelajaran
sebanyak 100% dengan kategori sangat kuat (Riduwan, 2012). Hal ini menunjukkan
bahwa siswa mendukung pelaksanaan pembelajaran berbasis inkuiri terbimbing dengan
tugas proyek yang telah dilakukan. Siswa juga berpendapat agar pada pembelajaran
berikutnya dapat dilaksanakan pembelajaran dengan cara yang sama. Respon positif
dari siswa ini diperkuat dengan hasil penelitian dari Utami (2014) yang menyatakan
bahwa siswa memberikan respon positif terhadap pelaksanaan pembelajaran berbasis
inkuiri terbimbing dengan tugas proyek yang telah dilakukan.

KESIMPULAN

Berdasasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan telah diuraikan pada Bab
V, maka dapat disimpulkan bahwa perangkat pembelajaran berbasis inkuiri terbimbing
dengan tugas proyek yang dikembangkan dinyatakan layak digunakan untuk
menuntaskan hasil belajar siswa SMP pada materi Sistem Ekskresi.

DAFTAR PUSTAKA

Alberta. (2004). Focus Inquiry. A Teacher’s Guide to Implemeting Inquiry- Based


Learning. Canada: Edmonton Alberta.
Anderson, L.W. & Krathwol, D.R. (2001) . A Taxonomy for Learning , Teaching and
Assesing. United States :Addison Wesley Longman.
Arifin, Zaenal. (2012). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Aydin, N., & Yilmaz, A. (2010). The Effect of Constructivist Approach in Chemistry
Education on Students' Higher Order Cognitive Skills. H. U. Journal of Education,
39: 57-68.
Banchi., Heather., & Bell, R. (2008). The many Levels of Inquiry, Inquiry Comes in
Various Forms. Dalam Science and Children, diunduh pada tanggal 23 Februari
2016.
Borich, G.D. (1994). Observation Skills for Effective Teaching. United State of America:
Macmillan Publishing Company.
Depdiknas. (2008). Panduan Pengembangan Silabus. Jakarta: Depdiknas Dirjen
Pendidikan Dasar dan Menengah.
Deta, U.A., Suparmi, & Widha, S. (2013). Pengaruh Metode Inkuiri Terbimbing dan
Proyek, Kreativitas, Serta Keterampilan Proses Sains Terhadap Prestasi Hasil
Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia. UNNES Semarang JPFI. ISSN:
1693-1246.
Dick, W., Carey, L., & Carey, J.O. (2009), The Systematic Design of Instruction. 7th
Editions. London: Pearson Education Ltd.
Eggen, P. & Kauchak, D. (2012). Strategi dan Model Pembelajaran. Edisi Keenam.
Jakarta: PT. Indeks.
Gronlund, N.E. (1995). Constructing Achievement Test. USA: Prentice-Hall Inc.
Hake. 1999. Analyzing change/gain scores. (Online). Tersedia http://www.physicsindiana-
edu/sdi/Analyzing-change-gain. pdf.
Kardi, Soeparman.(2013). Model Pembelajaran Langsung Inkuiri Sains Teknologi dan
Masyarakat. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2014). PP No 103 Tahun 2014 Tentang
Pembelajaran Pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Jakarta :
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2015). Permendikbud Nomor 53 Tahun 2015
Tentang Panduan Penilaian Untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP). Jakarta:
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

96
Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA (JIPI), 1(1): 81-97, Juni 2017 p-ISSN: 2614-0500
www. jurnal.unsyiah.ac.id/jipi

Khalid, A. & Azeem, M. (2012). “Constructivist Vs Traditional: Effective Instructional


Approach in Teacher Education”. International Journal of Humanities and Social
Science, 2(5): 170-177.
Mulyasa, E. (2013). Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Ratumanan, T.G. dan Laurens. T., (2011). Penilaian Hasil Belajar pada Tingkat Satuan
Pendidikan edisi 2. Surabaya: Unesa University Press.
Riduwan. (2012). Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Roessingh, H. (2012). Service Learning and student Engagement: a Dua Language Book
Project. Canadian Journal of Education, 35(4): 286-293.
Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana.
Sastrika, I.A.K., Sadia, I.W,. & Muderawan, I.W. (2013). Pengaruh Model Pembelajaran
Berbasis Proyek Terhadap Pemahaman Konsep Kimia dan Keterampilan Berpikir
Kritis. E-journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program
Studi IPA. Volume 3.
Slavin, R.E. (2011). Psikologi Pendidikan: Teori dan Praktik. Jilid 1. Edisi Kesembilan.
Jakarta: PT. Indeks.
Smyrnaiou, Z., Moustaki, F., & Chronis, K. (2012). Students’ Constructionist Game
Modelling Activities as Part of Inquiry Learning Processes. Electronic Journal of e-
Learning. 10(2): 235-248.
Uno, H.B. & Mohamad, N. (2012). Belajar dengan pendekatan PAIKEM: Pembelajaran
Aktif, Inovatif, Lingkungan, Kreatif, Efektif, Menarik. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Utami, U.A. (2014). Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Model Inkuiri
Terbimbing Dengan Tugas Proyek Untuk Melatihkan Keterampilan Berpikir Kreatif.
Tesis. Program Studi Pendidikan Sains Pascasarjana UNESA Surabaya.
Widiyatmiko. (2012). Pembelajaran Berbasis Proyek untuk Mengembangkan Alat Peraga
IPA dengan Memanfaatkan Bahan Bekas Pakai. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia,
1(1): 51-56.
Wolfolk, A. (2009). Educational Psychology Active Learning Edition. Edisi Kesepuluh.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

97

You might also like