You are on page 1of 16

ANALISIS ESTIMASI KEMAMPUAN DAYA SERAP EMISI KARBON

DIOKSIDA (CO2) BERDASARKAN BIOMASSA HIJAU


MELALUI PEMANFAATAN CITRA ALOS AVNIR-2
(KASUS DI KOTA SURAKARTA)

PUBLIKASI ILMIAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Mencapai Derajat Sarjana S-1
Fakultas Geografi

Diajukan Oleh

Nur Azis Widodo


NIM : E100120006

Kepada
FAKULTAS GEOGRAFI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SURAKARTA
2014
HALAMAN PENGESAHAN
PUBLIKASI ILMIAH

ANALISIS ESTIMASI KEMAMPUAN DAYA SERAP EMISI KARBON


DIOKSIDA (CO2) BERDASARKAN BIOMASSA HIJAU
MELALUI PEMANFAATAN CITRA ALOS AVNIR-2
(KASUS DI KOTA SURAKARTA)

NUR AZIS WIDODO


NIM : E100120006

Telah disetujui dan dinyatakan memenuhi syarat oleh


Team Pembimbing :

Tanda Tangan

Pembimbing I : Drs. H. Yuli Priyana, M.Si. (............................)

Pembimbing II : Jumadi, S.Si., M.Sc. (............................)

Surakarta, Februari 2014


Dekan Fakultas Geografi

Drs. Priyono, M.Si.

ii
ANALISIS ESTIMASI KEMAMPUAN DAYA SERAP EMISI KARBON
DIOKSIDA (CO2) BERDASARKAN BIOMASSA HIJAU
MELALUI PEMANFAATAN CITRA ALOS AVNIR-2
(KASUS DI KOTA SURAKARTA)

Analysis Estimation of Absorption Ability Carbon Dioxide Emissions (CO2)


Based on the Green Biomass Through the Use of ALOS AVNIR-2 Imagery
(Case in Surakarta City)
by
Nur Azis Widodo¹, Yuli Priyana² dan Jumadi3
¹Mahasiswa Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta
², 3Dosen Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan, Surakarta 57102
e-mail : nuraziswidodo@gmail.com

ABSTRACT
This research was conducted in the city of Surakarta. The objectives of this research were (1)
to assess the ability of ALOS AVNIR-2 image for mapping vegetation index using vegetation
index transformation (Normalized Difference Vegetation Index) NDVI, (2) estimating the
spatial distribution of green biomass by calculating the linear regression equation between
vegetation index (Normalized Difference Vegetation Index) NDVI and content ground
biomass, (3) estimating the absorption ability of carbon dioxide emissions (CO2) by green
biomass through conversion value of green biomass using photosynthesis equation and (4)
analyze the relationship between green biomass and the ability of absorption of carbon
dioxide emissions (CO2). The method used in this study is the use of remote sensing NDVI
vegetation index transformation with image analysis on a per pixel level. Geographic
information system is used to assist the processing and presentation of data, especially in the
form of a map. The calculation is done with the content of the biomass field approach by
George W. Cox (1976) in Siwi (2012) and the assumptions used by Owen (1974) in
Yamamoto (1983) in Siwi (2012). The sampling technique used in this study is purposive
sampling method based on three classes of vegetation density. Content of green biomass
estimation is done using a mathematical equation model of the statistical analysis of linear
regression between NDVI values of vegetation indices and biomass content of the field while
the ability to estimate the absorption of carbon dioxide emissions is done by converting the
content of green biomass by photosynthesis equation.The results of the research that has been
conducted shows that the image of ALOS AVNIR-2 can be used for mapping the vegetation
index NDVI class with a classification accuracy of 88.5%. Spatial distribution of green
biomass estimation results based on the regression equation Y = 57.001 X - 7.946 indicates
that in Surakarta obtained green biomass content of 197,973.10 kg. Based on the results of
conversion using the equation of photosynthesis is known that the absorption ability of
carbon dioxide emissions in Surakarta was 291,020.46 kg. Based on the results of correlation
analysis showed that green biomass and absorption ability of carbon dioxide emission level
of closeness have a very strong relationship with a correlation coefficient of r = 1 a positive
correlation with the direction and the direction in which the amount of green biomass will be
followed by the amount of absorption ability of carbon emissions dioxide produced.

Keywords: Image ALOS AVNIR-2, Green Biomass, Ability Absorption of Carbon Dioxide
Emissions (CO2)

1
ABSTRAK
Penelitian ini dilaksanakan di Kota Surakarta. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengkaji
kemampuan Citra ALOS AVNIR-2 untuk pemetaan indeks vegetasi menggunakan
transformasi indeks vegetasi (Normalized Difference Vegetation Index) NDVI, (2)
mengestimasi distribusi agihan biomassa hijau berdasarkan perhitungan persamaan regresi
linier antara nilai indeks vegetasi (Normalized Difference Vegetation Index) NDVI dan
kandungan biomassa lapangan, (3) mengestimasi kemampuan daya serap emisi karbon
dioksida (CO2) berdasarkan biomassa hijau melalui konversi nilai biomassa hijau
menggunakan persamaan reaksi fotosintesis serta (4) menganalisis keeratan hubungan antara
biomassa hijau dan kemampuan daya serap emisi karbon dioksida (CO2). Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah penginderaan jauh menggunakan transformasi indeks
vegetasi NDVI dengan analisis citra pada tingkat per piksel. Sistem informasi geografis
digunakan untuk membantu pengolahan dan penyajian data terutama dalam bentuk peta.
Perhitungan kandungan biomassa lapangan dilakukan dengan pendekatan oleh George W.
Cox (1976) dalam Siwi (2012) dan asumsi yang digunakan oleh Owen (1974) dalam
Yamamoto (1983) dalam Siwi (2012). Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu dengan metode pengambilan sampel secara purposif berdasarkan tiga kelas kerapatan
vegetasi. Estimasi kandungan biomassa hijau dilakukan dengan menggunakan model
persamaan matematis hasil analisis statistik regresi linier antara nilai indeks vegetasi NDVI
dan kandungan biomassa lapangan sedangkan untuk estimasi kemampuan daya serap emisi
karbon dioksida dilakukan dengan konversi kandungan biomassa hijau berdasarkan
persamaan reaksi fotosintesis. Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
Citra ALOS AVNIR-2 dapat digunakan untuk pemetaan kelas indeks vegetasi NDVI dengan
ketelitian klasifikasi sebesar 88,5 %. Hasil estimasi agihan biomassa hijau berdasarkan
persamaan regresi Y = 57,001X – 7,946 menunjukkan bahwa di Kota Surakarta diperoleh
kandungan biomassa hijau sebesar 197.973,10 kg. Berdasarkan hasil konversi menggunakan
persamaan reaksi fotosintesis diketahui bahwa kemampuan daya serap emisi karbon dioksida
di Kota Surakarta sebesar 291.020,46 kg. Berdasarkan hasil analisis korelasi menunjukkan
bahwa biomassa hijau dan kemampuan daya serap emisi karbon dioksida mempunyai tingkat
keeratan hubungan yang sangat kuat dengan nilai koefisien korelasi r =1 dengan arah korelasi
yang positif dan searah dimana besarnya biomassa hijau akan diikuti pula dengan besarnya
kemampuan daya serap emisi karbon dioksida yang dihasilkan.

Kata kunci : Citra ALOS AVNIR-2, Biomassa Hijau, Kemampuan Daya Serap Emisi
Karbon Dioksida (CO2)

PENDAHULUAN
Terjadinya perubahan iklim di Indonesia dengan istilah gas rumah kaca (BMKG,
tidak terlepas dari pengaruh semua kegiatan 2012). Berkaitan dengan perubahan iklim
manusia baik di bidang ekonomi, industri, maka yang menjadi pemicu munculnya
transportasi serta dukungan dari beberapa peristiwa tersebut adalah terbentuknya gas
unsur alami. Hal ini menunjukkan bahwa rumah kaca. Menurut Konvensi PBB
dari berbagai kegiatan yang dilakukan mengenai Perubahan Iklim UNFCCC
tersebut maka akan membawa dampak pada (United Nations Framework Convention on
kondisi iklim yang ada baik secara Climate Change) terdapat 6 jenis gas yang
langsung maupun tidak langsung. Dampak dikelompokkan sebagai gas rumah kaca
tersebut tidak lain adalah dihasilkannya (GRK) yang diantaranya ialah Karbon
beberapa macam gas utama yang disebut Dioksida (CO2), Dinitroksida (N2O),

2
Metana (CH4), Sulfurheksafluorida (SF6), daerah kota. Pembangunan di daerah
Perfluorokarbon (PFCs) dan perkotaan sekarang ini cenderung mengarah
Hidrofluorokarbon (HFCs) (Trismidianto pada pengurangan keberadaan ruang
dkk, 2008). Upaya penangggulangan untuk terbuka hijau. Lahan-lahan yang tersedia
mencegah meluasnya dampak dari justru banyak diubah fungsinya menjadi
pemanasan global yang mengakibatkan permukiman, pusat perdagangan dan
perubahan iklim yaitu salah satunya dengan pertokoaan, tempat rekreasi, pusat industri
dihasilkannya suatu kesepakatan bersama dan lain sebagainya. Akibatnya yang terjadi
secara internasional yang tertuang dalam adalah wilayah perkotaan yang mengalami
Protokol Kyoto. Berdasarkan hasil kemajuan secara perekonomian akan tetapi
kesepakatan tersebut disebutkan bahwa mengalami kemunduran secara ekologi.
negara-negara industri di beberapa negara Kondisi tersebut akan berimbas pada tidak
maju diwajibkan untuk melakukan proses seimbangnya ekosistem wilayah perkotaan.
penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) Akibatnya ialah munculnya berbagai
dengan rata-rata sebesar 5,2 % dari tingkat macam permasalahan lingkungan
emisi tahun 1990 pada periode tahun 2008- diantaranya ialah pencemaran udara seperti
2012. Selain Protokol Kyoto, upaya meningkatnya gas-gas rumah kaca di udara,
penurunan emisi lainnya dapat ditempuh terciptanya suasana yang gersang,
diantaranya melalui proses perdagangan timbulnya kebisingan serta meningkatnya
karbon, implementasi bersama dan suhu udara perkotaan. Menurut Sumarwoto
mekanisme pembangungan bersih yang (2002) dalam Siwi (2012) menjelaskan
bersifat ramah lingkungan. Menurut bahwa terdesaknya kawasan hijau alamiah
Informasi yang diperoleh dari Kementerian yang berada di tengah perkembangan kota
Lingkungan Hidup dalam Indonesia Second yang pesat akan berdampak pada
National Communication Tahun 2010 berubahnya unsur lingkungan yang biasa
menyebutkan bahwa pada tahun 2000 , total disebut dengan iklim mikro. Pesatnya
emisi gas rumah kaca untuk tiga gas rumah pertumbuhan ekonomi perkotaan umumnya
kaca utama yaitu CO2, CH4 dan N2O tanpa juga disertai dengan semakin padatnya lalu
penggunaan lahan dan perubahan tata guna lintas di bidang transportasi. Hal ini
lahan dan kehutanan yang mencapai mendorong banyaknya mobilitas kendaraan
556.728,78 Gg CO2e. Dengan adanya yang melintas baik dari yang menuju dalam
inklusi (Land Use, Land Use Change and maupun luar kota. Terdapatnya aktivitas
Forestry) LULUCF, total berat bersih emisi kendaraan yang padat secara bersamaan
gas rumah kaca dari Indonesia meningkat juga turut memproduksi emisi gas buang
secara signifikan sekitar 1.377.982,95 Gg sehingga menambah buruk kondisi kualitas
CO2e. Adanya gas rumah kaca dapat udara serta berdampak pada menurunnya
dijumpai di daerah perkotaan yang mana kualitas lingkungan perkotaan dan juga rasa
memungkinkan terjadinya perubahan kenyamanan manusia yang tinggal di
penggunaan lahan dan alih fungsi lahan. daerah tersebut. Surakarta merupakan salah
Selain itu, gas rumah kaca yang merupakan satu kota besar di Jawa Tengah yang
jenis gas polutan dapat dikurangi sedang berkembang menuju kota yang lebih
jumlahnya dengan memanfaatkan fungsi maju dan modern. Perkembangan kota
ruang terbuka hijau (RTH) yang berada di tersebut menunjukkan tingginya
pertumbuhan fisik kota dan juga fasilitas-

3
fasilitas perkotaan yang terus dibangun. Di pengembangan ruang terbuka hijau di Kota
sisi lain, ketersediaan lahan yang ada Bandung dengan estimasi melalui
menjadi semakin terbatas seiring dengan transformasi indeks vegetasi (Normalized
besarnya alih fungsi lahan yang terjadi, Difference Vegetation Index) NDVI dan
khususnya konversi dari lahan pertanian estimasi berdasarkan suhu permukaan
menjadi lahan non pertanian terutama untuk dengan menggunakan Citra Landsat ETM
lahan permukiman serta perdagangan dan +. Penelitian yang mengkaji tentang
jasa. Penggunaan lahan permukiman di pengembangan ruang terbuka hijau di Kota
Kota Surakarta selama kurun waktu lima Surakarta sendiri sebelumnya telah
tahun terakhir mulai dari tahun 2007 hingga dilakukan oleh Ohira (2012) dengan
tahun 2011 berdasarkan data Surakarta menggunakan Citra ALOS AVNIR-2.
Dalam Angka 2011 mengalami peningkatan Teknik analisis yang digunakan yaitu
luas menjadi sebesar 124,77 ha. Menurut melalui klasifikasi multispektral dengan
Kepala Bidang Pengendalian Kerusakan metode terbimbing yaitu maximum
Lingkungan Hidup (PKLH) Badan likehood untuk mendapatkan luasan ruang
Lingkungan Hidup (BLH) Pemerintah Kota terbuka hijau. Penelitian tersebut yang
Surakarta menyebutkan bahwa luas RTH menjadi berbeda karena dalam perhitungan
yang sebelumnya hanya mencapai 11,9%, kebutuhan gas selain karbon dioksida (CO2)
tetapi setelah ada penambahan ruang dari yaitu oksigen (O2) melalui pendekatan
bantaran sungai, yang kemudian dapat metode Gerrarkis adalah untuk menghitung
mencapai 12,2%. Sementara itu, menurut kebutuhan ruang terbuka hijau. Citra ALOS
perundangan yang berlaku, kebutuhan AVNIR-2 merupakan salah satu produk
ruang terbuka hijau harus mencakup 30% dari data penginderaan jauh hasil dari
dari luas daerah yang ada. Karbon dioksida perekaman satelit yang mana dapat
(CO2) merupakan salah satu emisi gas diaplikasikan untuk memantau kondisi
buang yang berbahaya bagi manusia dan sumber daya alam. Berbekal dengan empat
juga lingkungan. Keberadaan jumlah gas saluran dan kemampuan resolusi spasial
tersebut terutama di daerah kota tidak sebesar 10 meter maka dapat menjadi salah
sedikit. Oleh karena itu, untuk menekan satu alternatif pilihan. Alternatif tersebut
jumlah gas polutan tersebut yaitu dengan ialah dengan memanfaatkan kemampuan
memanfaatkan fungsi dari ruang terbuka citra tersebut dalam mendeteksi keberadaan
hijau secara optimal. Setiap jenis dari ruang biomassa hijau berdasarkan transformasi
terbuka hijau memiliki kemampuan indeks vegetasi. Biomassa merupakan
menyerap karbon dioksida yang berbeda- bagian dari tumbuhan yang mana memiliki
beda dan kemampuan daya serap karbon kemampuan untuk menyerap gas berbahaya
dioksida juga dapat diketahui dengan khususnya karbon dioksida (CO2). Melalui
metode yang tidak sama. Data konsep proses persamaan reaksi kimia
penginderaan jauh sampai sekarang ini fotosintesis pada vegetasi maka dapat
telah banyak dimanfaatkan oleh berbagai dikonversi menjadi kandungan biomassa
pihak yang mana salah satunya dapat untuk kemudian diperoleh kemampuan
digunakan untuk memantau kondisi sumber daya serap emisi karbon dioksida (CO2)
daya alam di bumi. Pemanfaatan data berdasarkan massa karbon dioksida (CO2).
tersebut sebelumnya telah dilakukan oleh Berdasarkan uraian yang telah disampaikan
(Rushayati, dkk, 2011) untuk tersebut maka penulis mengambil penelitian

4
dengan judul “Analisis Estimasi dalam penelitian ini adalah purposive
Kemampuan Daya Serap Emisi Karbon sampling berdasarkan tingkat strata kelas
Dioksida (CO2) Berdasarkan Biomassa kerapatan vegetasi. Metode analisis data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Hijau Melalui Pemanfaatan Citra ALOS
analisis keruangan yang berkaitan dengan
AVNIR-2, Kasus Di Kota Surakarta”. agihan distribusi spasial tingkat kerapatan
Penelitian ini bertujuan (1) Mengkaji vegetasi berdasarkan tiga kelas kerapatan
kemampuan Citra ALOS AVNIR-2 untuk yang tersebar di daerah penelitian, analisis
pemetaan indeks vegetasi menggunakan tentang agihan biomassa hijau dan agihan
transformasi indeks vegetasi (Normalized kemampuan daya serap emisi karbon
Difference Vegetation Index) NDVI, (2) dioksida (CO2). Analisis kuantitatif yang
digunakan berupa analisis statistik regresi
Mengestimasi distribusi agihan biomassa
linier antara nilai indeks kecerahan NDVI
hijau berdasarkan perhitungan persamaan sebagai variabel X (bebas) dan kandungan
regresi linier antara nilai indeks vegetasi biomassa lapangan atau biomassa sampel
(Normalized Difference Vegetation Index) sebagai variabel Y (terikat) yang dipakai
NDVI dan kandungan biomassa lapangan, untuk mengestimasi biomassa hijau
(3) Mengestimasi kemampuan daya serap sedangkan analisis korelasi liner dengan
emisi karbon dioksida (CO2) berdasarkan metode Pearson Correlation digunakan
untuk mengetahui tingkat keeratan
biomassa hijau melalui konversi nilai
hubungan antara biomassa hijau dan
biomassa hijau menggunakan persamaan kemampuan daya serap emisi karbon
reaksi fotosintesis, (4) Menganalisis dioksida (CO2).
keeratan hubungan antara biomassa hijau
dan kemampuan daya serap emisi karbon 1. Transformasi Indeks Vegetasi NDVI
dioksida (CO2). Salah satu bentuk transformasi spektral
yang dapat digunakan untuk menonjolkan
METODE PENELITIAN tingkat kehijauan vegetasi ialah
Metode yang digunakan dalam penelitian transformasi indeks vegetasi NDVI. Untuk
ini adalah penginderaan jauh menggunakan dapat menggunakan metode indeks vegetasi
transformasi indeks vegetasi NDVI dengan
tersebut maka diperlukan band inframerah
analisis citra pada tingkat per piksel
berdasarkan citra satelit resolusi menengah. dan band merah yang terdapat pada Citra
Sistem informasi geografis digunakan ALOS AVNIR-2. Proses transformasi
untuk membantu pengolahan dan indeks vegetasi NDVI dilakukan dengan
penyajian data terutama dalam bentuk peta. menggunakan bantuan tools BandMath
Data yang digunakan dalam penelitian ini pada perangkat lunak ENVI 5.0. Adapun
adalah Citra ALOS AVNIR-2 Perekaman persamaan transformasi indeks vegetasi
22 Juli Tahun 2010. Peta Rupabumi
NDVI menurut Tucker (1979) dalam
Indonesia (RBI) lembar 1408-343 Surakarta
Tahun 2001 Skala 1 : 25.000. Alat yang Danoedoro (2012) adalah sebagai berikut :
digunakan dalam penelitian ini adalah
kamera digital, GPS, klinometer dan pita
ukur. Perangkat lunak pendukung yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
ArcGIS 10.1 yang merupakan perangkat Keterangan :
lunak berbasis Sistem Informasi Geografis, NDVI : Normalized Difference
ENVI 5.0 untuk pengolahan citra digital Vegetation Index
dan IBM SPSS 21 untuk keperluan analisis NIR : Saluran Inframerah dekat
statistik. Metode sampling yang digunakan Red : Saluran merah

5
Nilai hasil transformasi indeks vegetasi tahun 2003 yang dapat dilihat pada Tabel
NDVI secara umum berkisar antara -1 1.12.
sampai dengan +1 dimana semakin Tabel 1.12. Klasifikasi Kelas Kerapatan
mendekati nilai 1 maka menunjukkan Vegetasi
bahwa tingkat kehijauan vegetasinya tinggi Rentang Kelas Kerapatan
No
dan sebaliknya jika semakin menjauhi nilai Nilai NDVI Vegetasi
1 dan semakin negatif nilai tersebut 1 > 0,42 - 1 Tinggi
menunjukkan semakin rendah tingkat 2 > 0,32 - 0,42 Sedang
kehijauan vegetasi yang dihasilkan. 3 0,100 - 0,32 Rendah
Sumber : Departemen Kehutanan (2003) dengan
2. Klasifikasi Tingkat Kerapatan penyesuaian dalam Maryantika, dkk
Vegetasi Hal yang menjadi dasar
Nilai indeks vegetasi NDVI perlu dilakukannya proses klasifikasi nilai NDVI
dilakukan klasifikasi agar diperoleh kelas dalam penelitian ini adalah dengan
kerapatan vegetasi berdasarkan rentang mengacu pada klasifikasi tingkat kerapatan
nilai NDVI yang dihasilkan. Dalam hal ini vegetasi dari Departemen Kehutanan tahun
kelas kerapatan vegetasi diklasifikasikan ke
2003 dengan sedikit penyesuaian pada
dalam tiga kelas yaitu rendah, sedang dan rentang nilai NDVI dimana yang
tinggi. Ukuran kerapatan vegetasi yang ditampilkan hanya nilai NDVI yang
terkait dengan pembagian interval di setiap bervegetasi saja sedangkan nilai NDVI
kelas kerapatan dari hasil transformasi yang tidak bervegetasi tidak dimasukkan
indeks vegetasi NDVI dalam hal ini dalam rentang nilai klasifikasi indeks
mengacu pada klasifikasi tingkat kerapatan vegetasi NDVI. Proses penyesuaian kelas
vegetasi yang di keluarkan oleh interval kerapatan vegetasi dan jumlah
Departemen Kehutanan tahun 2003. Oleh kelas kerapatan dilakukan dengan
karena itu, dalam penelitian ini tidak melakukan proses editing pada raster color
dilakukan klasfikasi kerapatan vegetasi slice memanfaatkan software ENVI 5.0.
berdasarkan nilai ambang batas atau
3. Penentuan Sampel
threshold nilai maksimum dan nilai Teknik sampling yang digunakan dalam
minimum pada citra yang telah diolah. penelitian ini yaitu pengambilan sampel
Berpedoman pada klasfikasi kerapatan berdasarkan pertimbangan cermat dan
vegetasi yang telah baku tersebut maka akurat dimana menurut Yunus (2010) juga
untuk melakukan verifikasi di lapangan disebut dengan purposive sampling. Sampel
terkait dengan perbedaan di setiap kelas yang telah dipilih dianggap secara relevan
kerapatan vegetasi yaitu rendah, sedang dan dapat mewakili karakter dari seluruh
tinggi dapat menjadi relatif berdasarkan populasi yang terdapat heterogenitas terkait
pengalaman peneliti ketika berlangsungnya dengan obyek vegetasi. Selain itu,
observasi di lapangan dengan tetap melihat pengambilan sampel berstrata didasarkan
nilai indeks vegetasi NDVI dari klasifikasi pada tiga kelas kerapatan vegetasi yang
yang telah baku tersebut. Berikut disajikan berbeda yaitu rendah, sedang dan tinggi.
informasi mengenai klasifikasi tingkat
4. Perhitungan Biomassa Lapangan
kerapatan vegetasi berdasarkan rentang Perhitungan biomassa lapangan dilakukan
nilai NDVI dari Departemen Kehutanan berdasarkan hasil plot pada daerah sampel
yang sebelumnya telah ditentukan.

6
Biomassa lapangan dihitung dengan dikemukakan oleh Harjadi (1979) dalam
menggunakan pendekatan yang disebutkan Gratimah (2009) bahwa atom karbon yang
oleh George W. Cox (1976) dalam Siwi terdapat pada karbon dioksida berbanding
(2012) dengan perubahan. Komponen lurus dengan atom karbon yang terdapat
biomassa lapangan yang diukur meliputi pada glukosa (C6H12O6). Adapun untuk
ketebalan tajuk, kerapatan tajuk, persentase menghitung massa karbon dioksida yaitu
tutupan tajuk dan persentase tutupan dengan mengalikan antara massa C6H12O6
vegetasi bawah. Berdasarkan asumsi yang dengan 1,47. Rumus untuk menghitung
digunakan yaitu bahwa standar biomassa massa karbon dioksida (CO2) dihasilkan
yang ditujukan untuk vegetasi atas setara dari persamaan reaksi fotosintesis sebagai
dengan kandungan biomassa hijau areal berikut :
Energi Matahari
pepohonan dan semak belukar yaitu sebesar
6,0 kg/m2. Sementara itu, untuk vegetasi 6CO2 + 6H2O C6H12O6 + 6O2
bawah setara dengan persawahan, standar Berdasarkan persamaan reaksi tersebut
biomassanya diasumsikan sebesar 1,5 diketahui bahwa 1 mol C6H12O6 memiliki
kg/m2 ((Owen, 1974 dalam Yamamoto, kesetaraan dengan 6 mol CO2, dengan
1983) dalam Siwi, 2012). Bentuk demikian maka cara perhitungannya yaitu:
persamaan matematis untuk perhitungan
biomassa lapangan yaitu sebagai berikut :

BM = {[Te × Re × Cp × 6,0 kg/m2) +


(Cr × 1,50)}

Dimana,
BM = kandungan biomassa hijau
(kg/m2)
Te = ketebalan tajuk (m)
Re = kerapatan tajuk (%/m)
Cp = persentase tutupan tajuk (%)
Cr = persentase tutupan vegetasi
bawah (%)
Sumber : Siwi (2012)

5. Estimasi Kemampuan Daya Serap Dimana,


Emisi Karbon Dioksida Massa CO2 = jumlah berat CO2 (kg)
Estimasi kemampuan daya serap CO2 1,47 = angka tetapan yang diperoleh
didasarkan atas konversi dari biomassa dari persamaan reaksi fotosintesis
Kandungan Biomassa = Massa C6H12O6
bersih sehingga dapat digunakan untuk
Mr = massa molekul relatif
menghitung massa CO2. Sebelum
Ar = atom relatif
melakukan perhitungan penyerapan CO2 Ar C = 12,
maka terlebih dahulu harus dicari massa Ar H = 1,
molekul relatif dari CO2 (Mr CO2). Ar O = 16
Perolehan dari massa karbon dioksida Mr C6H12O6 = (6 x Ar C) + (12 x Ar H)
dihasilkan dari konversi massa karbohidrat. +(6 x Ar O)
Hal ini ditambah dengan pernyataan yang = (6 x 12) + (12 x 1) + (6 x

7
16) Dimana :
= 72 + 12 + 96 Y = Variabel terikat (Biomassa)
= 180 X = Variabel bebas (NDVI)
Mr CO2 = (1 x Ar C) + (2 x Ar O ) a = Penduga bagi intersap α
= (1 x 12) + (2 x 16) b = Penduga bagi intersap β
= 12 + 32
α, β = Parameter yang nilanya tidak
= 44
diketahui sehingga diduga menggunakan
Sumber : Siwi (2012)
statistik sampel
6. Analisis Data Sumber : Siwi (2012)
Analisis spasial dilakukan dengan
Analisis korelasi dalam penelitian ini
menggunakan perangkat lunak Sistem
dimaksudkan untuk mengetahui tingkat
Informasi Geografis yang digunakan untuk
keeratan hubungan antara variabel
menyajikan agihan kelas indeks vegetasi
biomassa hijau (X) dengan kemampuan
NDVI berdasarkan transformasi indeks
daya serap emisi karbon dioksida (CO2)
vegetasi NDVI. Selain itu, dapat juga
yang merupakan variabel Y. Dilakukannya
digunakan untuk menyajikan informasi
analisis korelasi tersebut dimaksudkan
spasial yang terkait dengan agihan
untuk mengetahui pengaruh variabel
kandungan biomassa hijau dan agihan
biomassa hijau terhadap variabel
kemampuan daya serap emisi karbon
kemampuan daya serap emisi karbon
dioksida (CO2) berdasarkan indeks vegetasi
dioksida (CO2). Analisis korelasi tersebut
NDVI.
dilakukan dengan memanfaatkan perangkat
Analisis regresi linier sederhana merupakan lunak IBM SPSS 21. Koefisien korelasi
model persamaan matematika yang product moment (Pearson’s Coefficient of
digunakan dalam penelitian untuk Correlation) merupakan jenis analisis
mengestimasi biomassa hijau berdasarkan korelasi yang digunakan dimana bentuk
indeks vegetasi NDVI dan pengukuran persamaan rumusnya adalah sebagai berikut
biomassa lapangan. Dalam hal ini, :
biomassa berfungsi sebagai variabel terikat
Y yang merupakan variabel yang akan
diestimasi nilainya. Sementara itu, NDVI
berperan sebagai variabel bebas X yang
mana merupakan variabel prediktor. Dimana :
Proses analisis regresi ini dilakukan dengan R = Koefisien Korelasi Pearson
bantuan IBM SPSS 21 yang merupakan X = Skor variabel biomassa hijau
perangkat lunak dengan kemampuan Y = Skor variabel kemampuan
daya serap emisi karbon dioksida (CO2)
analisis statistik yang cukup tinggi. Analisis
N = Ukuran Sampel
regresi dilakukan dengan mengacu pada
Sumber : Siwi (2012)
jumlah sampel pengukuran biomassa
lapangan. Persamaan model regresi linier HASIL DAN PEMBAHASAN
indeks vegetasi NDVI (X) dan biomassa Kerapatan vegetasi dihasilkan dari
(Y) adalah sebagai berikut : pengkelasan hasil transformasi indeks
vegetasi NDVI. Rapat tidaknya vegetasi
Y = aX + b dapat dipengaruhi oleh banyak sedikitnya

8
jumlah vegetasi dalam suatu area baik memang dapat dilakukan tetapi harus
berupa jumlah pohon atau belukar maupun disertai dengan cek lapangan. Cek lapangan
vegetasi bawah seperti semak dan rumput. dilakukan karena tiga kelas kerapatan
Selain itu, tingkat kerapatan vegetasi juga vegetasi yang dihasilkan masih berupa hasil
dapat dilihat dari jarak antar pohon dalam kerapatan secara tentatif sehingga jika
area tertentu serta banyak sedikitnya hanya mengandalkan hasil dari pengkelasan
vegetasi yang menutupi suatu area tertentu nilai NDVI saja tidak cukup. Faktor lainnya
sehingga dapat dikatakan rapat atau jarang. bahwa kelas kerapatan vegetasi yang
Berkaitan dengan kerapatan vegetasi, maka diperoleh dari hasil klasifikasi nilai NDVI
akan sangat berbeda apabila ditinjau dari tidak sepenuhnya merepresentasikan
perbedaan wilayah dalam hal ini antara tingkat kerapatan yang sebenarnya di
daerah kota dan daerah hutan. Perbedaan lapangan. Tingkat kerapatan di daerah
wilayah yang dimaksud ialah berdasarkan penelitian berdasarkan klasifikasi yang
variasi dari topografi yang berada di daerah telah dilakukan hanya ditentukan sebanyak
kota maupun di kawasan hutan. Pada tiga kelas. Dari hasil pengkelasan tingkat
umumnya kawasan hutan berada pada kerapatan vegetasi berdasarkan nilai NDVI
daerah topografi yang relatif curam hingga maka dapat diperoleh informasi bahwa
terjal sedangkan di daerah kota biasanya secara spasial distribusi atau agihan yang
berada di daerah yang relatif datar. Hal ini menunjukkan tingkat kerapatan vegetasi
tentu berbeda jika melihat dari sudut kelas rendah hingga sedang dapat dilihat
pandang kewilayahan terkait dengan hampir semua menyebar di pusat kota. Hal
kerapatan vegetasi. Daerah kota walaupun ini sejalan dengan realita yang ada di
mempunyai variasi vegetasi yang lapangan karena memang di daerah tersebut
bermacam-macam akan sangat berbeda dan sekitarnya banyak didominasi oleh
dalam hal proses identifikasi tingkat bangunan. Namun disisi lain untuk kelas
kerapatan dan penggunaan klasifikasi kerapatan yang dikategorikan tinggi tidak
tingkat kerapatan yang sesuai untuk daerah dapat dijumpai di pusat kota dan sekitarnya.
kota. Dalam penelitian ini, metadata citra Kelas kerapatan tinggi justru dapat
yang digunakan terkait dengan waktu ditemukan di daerah yang agak jauh dari
perekaman juga mempunyai pengaruh yang pusat kota khususnya di Kecamatan Jebres.
besar dalam menentukan tingkat kerapatan Ditinjau dari aspek topografi memang
vegetasi. Citra ALOS AVNIR-2 yang diketahui bahwa di daerah tersebut
digunakan merupakan perekaman bulan Juli mempunyai kemiringan yang tergolong
dimana bulan tersebut masuk musim landai. Selain itu, masih cukup banyak
kemarau. Hal ini dapat diartikan bahwa ruang-ruang hijau yang mudah dijumpai
tingkat kehijauan daun vegetasi di daerah terlebih lagi dapat ditemukan beberapa
penelitian tersebut akan berbeda ketika pepohonan yang tingginya di atas empat
memasuki musim penghujan. Maksudnya meter sehingga hal inilah yang menguatkan
ialah kandungan air pada daun di musim pada kelas kerapatan yang tinggi. Biomassa
tersebut akan berkurang sehingga pantulan pada dasarnya mempunyai definisi yang
yang berasal dari daun pun juga menjadi beraneka ragam dan tergantung pada
tidak terlalu kuat. Penggunaan transformasi aplikasi dan penggunaannya. Berkaitan
indeks vegetasi NDVI untuk memperoleh dengan hal tersebut maka dalam penelitian
klasifikasi tingkat kerapatan vegetasi ini yang dimaksud dengan biomassa yaitu

9
berhubungan dengan semua material yang banyak sedikitnya jumlah daun yang ada.
merupakan bagian dari tumbuhan yang Daun sendiri merupakan bagian dari
hidup. Setiap jenis dari tumbuh-tumbuhan tanaman atau pohon yang memiliki
yang hidup mempunyai kandungan kontribusi dalam menghasilkan biomassa.
biomassa yang berbeda-beda terkait dengan Hal ini karena daun merupakan tempat
energi yang dihasilkan. Penggunaan berlangsungnya proses fotosintesis
komponen biomassa dalam penelitian ini sehingga juga akan menentukan besar
terdiri dari kerapatan tajuk, ketebalan tajuk, kecilnya biomassa. Biomassa dalam
persentase tutupan tajuk dan persentase pengukuran secara teknis di lapangan
vegetasi bawah. Kerapatan tajuk memang dikategorikan kegiatan yang selain
merupakan bagian dari vegetasi yang sulit dan mahal juga menghabiskan banyak
mencerminkan rimbun tidaknya suatu jenis waktu dan tenaga. Keberadaan biomasa
pohon tertentu dalam suatu area tertentu. sendiri sangat penting karena mempunyai
Umumnya jika satu atau beberapa pohon peran dalam menyerap emisi karbon
mempunyai tutupan tajuk atau kanopi yang dioksida (CO2) yang merupakan salah satu
lebar maka dapat diduga bahwa usia pohon- gas yang memicu terjadinya pemanasan
pohon tersebut lebih dari tiga tahun atau global. Kandungan biomassa hijau yang
bahkan bisa lebih. Dengan demikian, usia diestimasi yaitu hanya pada ruang terbuka
tanaman atau pohon merupakan salah satu hijau yang dari hasil pemrosesan citra
faktor yang juga menentukan tingkat mempunyai nilai indeks vegetasi yang
kerapatan tajuk. Faktor lainnya yang juga mencerminkan kenampakkan vegetasi.
dapat mempengaruhi kerapatan tajuk adalah Nilai hasil transformasi Indeks vegetasi
kecepatan pertumbuhan tanaman. Suatu NDVI merupakan salah satu data yang
pohon atau tanaman tertentu jika digunakan dalam mengestimasi kandungan
mempunyai tingkat pertumbuhan yang biomassa hijau. Perhitungan estimasi
bagus maka akan berpengaruh terhadap biomassa hijau berdasarkan 52 lokasi
tingkat kerapatan tajuknya. Proses sampel dilakukan dengan menggunakan
pertumbuhan tanaman yang baik akan pendekatan yang dikemukakan oleh Cox
meningkatkan kemampuan untuk (1976) dalam Siwi (2012) yang mana juga
menghasilkan jumlah tajuk. Cepat tidaknya diterapkan dalam penelitian ini. Asumsi
pertumbuhan suatu tanaman atau pohon yang digunakan beliau adalah bahwa
juga didukung oleh kecukupan penerimaan standar biomassa yang nilainya 6 kg/m2
cahaya matahari. Apabila diperhatikan digunakan untuk vegetasi atas yang
bahwa jika tanaman dalam masa mempunyai kesetaraan dengan kandungan
pertumbuhannya berada pada daerah yang biomassa hijau areal pepohonan dan semak
kurang akan cahaya matahari yang diterima belukar. Selain itu, untuk vegetasi bawah
maka akan berpengaruh terhadap proses standar biomassanya sebesar 1,5 kg/m2
fotosintesis yang kemudian menjadi yang mempunyai kesetaraan dengan
terganggu. Akibatnya ialah proses persawahan. Dalam kajian penelitian ini
pertumbuhan tanaman menjadi terhambat digunakan sebuah model persamaan untuk
sehingga tajuk yang dihasilkan juga tidak menduga atau mengestimasi biomasa hijau.
lebat atau tidak rimbun. Ketebalan tajuk Penggunaan model persamaan tersebut juga
adalah bagian dari tanaman atau pohon terdapat keterkaitan dengan Citra ALOS
yang dapat diidentifikasi berdasarkan AVNIR-2 yang digunakan. Keterkaitan

10
yang dimaksud adalah bahwa estimasi Kelas kemampuan daya serap emisi karbon
biomassa hijau dilakukan berdasarkan per dioksida yang kedua yaitu 35564 – 71127
piksel dari hasil transformasi indeks kg yang termasuk kelas rendah. Kelas
vegetasi NDVI pada Citra ALOS AVNIR- kemampuan daya serap emisi karbon
2. Diketahui bahwa dalam pemrosesan dioksida yang ketiga termasuk dalam kelas
transformasi spektral yaitu transformasi sangat rendah yaitu <= 35564 kg. Dengan
indeks vegetasi NDVI diperoleh nilai adanya daya serap emisi karbon dioksida
ambang batas di daerah penelitian yaitu dari keberadaan biomassa hijau di daerah
0,100 sampai dengan 0,533. Dari hasil penelitian maka setidaknya mempunyai
tersebut diasumsikan bahwa nilai piksel kontribusi dalam penurunan emisi karbon
yang digunakan untuk mengestimasi dioksida di wilayah kota. Selain itu,
biomassa hijau adalah nilai piksel di atas perubahan iklim mikro di Kota Surakarta
0,100 sedangkan nilai piksel dibawah 0,100 juga dapat diminimalisir sehingga suhu
tidak digunakan dalam perhitungan estimasi udara di wilayah tersebut juga dapat
biomassa hijau karena dianggap bukan menjadi berkurang walaupun tidak terlalu
vegetasi. Berdasarkan hasil analisis regresi signifikan pengaruhnya. Hal tersebut juga
dengan menggunakan aplikasi program dapat memberikan rasa yang lebih nyaman
SPSS diketahui bahwa model persamaan bagi penduduk yang tinggal di daerah
matematis untuk mengestimasi biomassa perkotaan. Kecamatan Jebres merupakan
hijau dalam penelitian ini adalah Y = wilayah yang mempunyai kemampuan daya
57,001X – 7.946. Berdasarkan persamaan serap emisi karbon dioksida tertinggi
tersebut maka nilai-nilai piksel indeks dengan daya serap emisi karbon dioksida
vegetasi NDVI yang mencerminkan sebesar 163.770,97 kg. Hal yang
vegetasi di Kota Surakarta kemudian menjadikan wilayah tersebut mempunyai
dijumlahkan sehingga akan diperoleh daya serap emisi karbon dioksida karena
informasi biomassa hijau pada setiap potensi kandungan biomassa hijau yang
kelurahan dan setiap kecamatan di daerah dihasilkan juga tinggi. Selain itu, tipe
penelitian. Secara spasial keberadaan penggunaan lahan yang terdapat di wilayah
biomassa hijau di Kota Surakarta sebagian tersebut yaitu berupa lahan kosong yang
besar terkonsentrasi di dua kecamatan yaitu banyak ditumbuhi rumput atau tanaman
Kecamatan Banjarsari dan Kecamatan sejenisnya, tegalan juga masih banyak
Jebres. Selain itu, keberadaan biomassa ditemukan di wilayah tersebut. Selain itu,
hijau yang tidak terlalu menonjol dari peta adanya taman kota merupakan salah satu
terlihat tersebar di tiga kecamatan lainnya dari perwujudan ruang terbuka hijau yang
yaitu di Kecamatan Laweyan, Kecamatan juga terdapat di wilayah tersebut. Beberapa
Serengan dan Kecamatan Pasar Kliwon. tipe penggunaan lahan yang ada di
Kemampuan daya serap emisi karbon Kecamatan Jebres mempunyai potensi
dioksida dalam penelitian ini dikaji kandungan biomassa hijau yang tinggi
berdasarkan tingkat kelurahan dan tingkat sehingga juga daya serap emisi karbon
kecamatan. Kemampuan daya serap emisi dioksida yang dihasilkan juga akan besar.
karbon dioksida di Kota Surakarta secara Kecamatan Banjarsari merupakan salah
keseluruhan terbagi ke dalam tiga kelas. satu wilayah di Kota Surakarta yang
Untuk kelas yang pertama yaitu termasuk mempunyai kemampuan daya serap emisi
kelas sedang yaitu sebesar >71127 kg. karbon dioksida sebesar 70.815,16 kg.

11
Jumlah emisi karbon dioksida tersebut cukup apabila tidak ditunjang dengan
merupakan emisi tertinggi kedua yang ketersediaan kecukupan kandungan air pada
dapat diserap setelah Kecamatan Jebres. daun karena hal tersebut juga berpengaruh
Beberapa tipe penggunan lahan yang pada kesehatan daun. Daun yang sehat dan
menjadi faktor pendukung besarnya cukup kandungan air tentunya dapat
kemampuan daya serap emisi karbon melangsungkan aktivitas kegiatan
dioksida yang dihasilkan yaitu tanah fotosintesis dengan baik dan optimal.
kosong, tegalan, persawahan, tanah Kemampuan vegetasi atau tumbuhan dalam
pemakaman atau kuburan, lapangan olah menyerap emisi karbon dioksida ada
raga dan taman kota. Berdasarkan tipe kaitannya dengan berlangsungnya aktivitas
penggunaan lahan yang ada tersebut juga kegiatan fotosintesis. Kaitannya ialah
terdapat potensi kandungan biomassa hijau bahwa dalam proses fotosintesis diperlukan
yang cukup tinggi. Biomassa hijau karbon dioksida dan air yang merupakan
merupakan energi yang sumbernya bahan utama dari proses fotosintesis. Hasil
diperoleh dari vegetasi atau tumbuhan yang dari proses persamaan reaksi fotosintesis
masih hidup. Tumbuhan dikatakan masih adalah glukosa (C6H12O6) dan oksigen.
hidup apabila di dalam tubuh tumbuhan itu Glukosa dalam hal ini diasumsikan sebagai
sendiri terdapat suatu aktivitas kegiatan energi yang juga merupakan biomassa
untuk menunjang atau menopang hijau. Perolehan kemampuan daya serap
pertumbuhannya serta untuk memenuhi emisi karbon dioksida dihitung berdasarkan
kelangsungan hidupnya. Pada umumnya massa karbon dioksida dengan
semua tumbuhan mempunyai akar dimana mengkonversikan kandungan biomassa
salah satu bagian dari tumbuhan tersebut hijau yang dihasilkan dari aktivitas kegiatan
mempunyai peran dalam penyerapan unsur fotosintesis. Oleh karena itu, besar kecilnya
hara yang bermanfaat bagi tumbuhan yang kemampuan vegetasi dalam menyerap
diperoleh dari tanah. Akar sendiri emisi karbon dioksida juga ditentukan oleh
merupakan bagian dari biomassa bawah besar kecilnya kandungan biomassa hijau
permukaan tumbuhan. Akan tetapi, yang yang dihasilkan. Untuk mengetahui tingkat
menjadi kajian utama bukan terletak pada keeratan hubungan antara biomassa hijau
akar tumbuhan melainkan bagian dari dan kemampuan daya serap emisi karbon
tumbuhan lainnya yaitu daun. Daun dioksida maka dilakukan analisis secara
merupakan bagian dari biomassa atas statistik. Analisis statistik tersebut
permukaan. Daun memegang peranan yang dilakukan berdasarkan data yang diambil
sentral dalam tumbuhan karena hanya di dari hasil perhitungan dengan jumlah
tempat tersebut aktivitas fotosintesis dapat sampel sebanyak 52 buah. Keeratan
berlangsung. Aktivitas fotosintesis dapat hubungan antara biomassa hijau dan
berlangsung hanya pada daun yang kemampuan daya serap emisi karbon
mempunyai klorofil atau zat hijau daun dioksida dapat dijelaskan dengan nilai r =
sehingga apabila daun yang telah 1. Hal ini dapat diartikan bahwa hubungan
kehilangan zat hijau daun maka sudah tidak antara biomassa hijau dan kemampuan daya
dapat melangsungkan kegiatan fotosintesis. serap emisi karbon dioksida adalah sangat
Fotosintesis dalam prosesnya juga dibantu kuat dengan arah yang positif. Arah positif
dengan energi cahaya matahari. Banyaknya tersebut dapat diartikan bahwa besarnya
kandungan zat hijau pada daun saja tidak nilai biomassa hijau akan diikuti pula

12
dengan besarnya kemampuan daya serap Untuk Kecamatan Banjarsari, kemampuan
emisi karbon dioksida. Dengan demikian, daya serap emisi karbon dioksida yang
berkaitan dengan hipotesis yang diajukan dihasilkan sebesar 70.815,16 kg. Untuk
maka Ho ditolak karena berdasarkan Kecamatan Laweyan, kemampuan daya
korelasi yang dihasilkan tersebut maka serap emisi karbon dioksida yang
dapat diperoleh jawaban bahwa memang dihasilkan sebesar 28.987,50 kg sedangkan
terdapat hubungan antara biomassa hijau Kecamatan Pasar Kliwon diperoleh
dan kemampuan daya serap emisi karbon kemampuan daya serap emisi karbon
dioksida. dioksida sebesar 21.507,98 kg, (4)
biomassa hijau dan kemampuan daya serap
KESIMPULAN DAN SARAN emisi karbon dioksida mempunyai tingkat
Berdasarkan pembahasan dan hasil analisis keeratan hubungan yang sangat kuat yang
yang telah dilakukan maka dapat diambil ditunjukkan dengan nilai korelasi r sebesar
kesimpulan sebagai berikut : (1) Citra 1 dan arah hubungan antara dua variabel
ALOS AVNIR-2 dapat digunakan untuk tersebut adalah positif yang berarti bahwa
kajian pemetaan indeks vegetasi di daerah semakin besar biomassa hijau akan diikuti
penelitian berdasarkan transformasi indeks pula dengan besarnya kemampuan daya
vegetasi NDVI (Normalized Difference serap emisi karbon dioksida yang
Vegetation Index) dengan memanfaatkan dihasilkan. Saran yang disampaikan dalam
band 3 (merah) dan band 4(inframerah), (2) penelitian ini adalah sebagai berikut : (1)
hasil estimasi distribusi agihan kandungan hendaknya untuk penelitian yang
biomassa hijau di Kota Surakarta antara selanjutnya dengan tema yang sama
lain tersebar di lima kecamatan yaitu diharuskan menggunakan peralatan yang
Kecamatan Jebres mempunyai kandungan lebih canggih dengan biaya yang jauh lebih
biomassa hijau sebesar 111.408,82 kg, memadai serta dengan didukung hasil uji
Kecamatan Banjarsari mempunyai laboratorium yang baik untuk menghitung
kandungan biomassa hijau sebesar kemampuan daya serap karbon dioksida
48.173,82 kg, Kecamatan Laweyan berdasarkan sampel per satuan luas daun
mempunyai kandungan biomassa hijau pada jenis vegetasi tertentu dengan hasil
sebesar 19.719,38 kg, Kecamatan Pasar yang lebih detil dan akurat, (2) hendaknya
Kliwon mempunyai kandungan biomassa diperlukan optimalisasi program yang lebih
hijau sebesar 14.631,28 kg dan Kecamatan baik lagi untuk penambahan jenis tanaman
Serengan mempunyai kandungan biomassa yang khusus dengan kemampuan daya
hijau sebesar 4.040,04 kg. Kandungan menyerap karbon dioksida yang tinggi
biomassa hijau tertinggi terdapat di dimana lebih diprioritaskan pada daerah-
Kecamatan Jebres sedangkan kandungan daerah perkotaan baik berupa spot atau
biomassa terendah terdapat di Kecamatan zonasi yang dinilai rentan terjadi
Serengan, (3) kemampuan daya serap emisi pencemaran udara dengan tingkat polusi
karbon dioksida berdasarkan biomassa yang tinggi dan (3) sebaiknya untuk
hijau di Kota Surakarta tertinggi sebesar estimasi biomassa hijau digunakan data
163.770,97 kg berada di Kecamatan Jebres citra yang multitemporal sehingga dapat
sedangkan kemampuan daya serap emisi digunakan untuk memantau tingkat
karbon dioksida terendah berada di perubahan ketersediaan ruang terbuka hijau
Kecamatan Serengan sebesar 5.938,86 kg. dan tingkat perubahan kemampuan daya

13
serap emisi karbon dioksida dalam periode Berdasarkan Distribusi Suhu
waktu tertentu dengan hasil yang lebih Permukaan Di Kabupaten
optimal. Bandung. Jurnal Forum Geografi
No. 25/I/Juli 2011 ISSN 0852 –
DAFTAR PUSTAKA 2682. Surakarta : Universitas
BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan
Muhammadiyah Surakarta.
Geofisika). 2012. Buku Informasi
Perubahan Iklim dan Kualitas Siwi, S. Estuti. 2012. Kemampuan Ruang
Udara Di Indonesia. Jakarta : Hijau Dalam Menyerap CO2 Di
BMKG. Kota Depok. Tesis. Jakarta :
FMIPA Universitas Indonesia.
Danoedoro, Projo. 2012. Pengantar
Penginderaan Jauh Digital. Trismidianto, dkk. 2008. Studi Penentuan
Yogakarta : Andi. Konsentrasi CO2 dan Gas Rumah
Kaca (GRK) Lainnya di Wilayah
Gratimah, Rd. Guti. 2009. Analisis
Indonesia www.dirgantara-
Kebutuhan Hutan Kota Sebagai
lapan.or.id diakses pada tanggal
Penyerap Gas CO2 Antropogenik
9 Februari 2013.
Di Pusat Kota Medan. Thesis.
Sumatera Utara : FMIPA Yunus, Hadi Sabari. 2010. Metodologi
Universitas Sumatera Utara. Penelitian Wilayah Kontemporer.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
KLH (Kementerian Lingkungan Hidup).
2010. Indonesia Second National
Communication. Jakarta :
Kementerian Lingkungan Hidup.

Maryantika, dkk._______.Analisis
Perubahan Vegetasi Ditinjau Dari
Tingkat Ketinggian Kemiringan
Lereng Lahan Menggunakan
Citra Satelit Landsat Dan Spot 4
(Studi Kasus Kabupaten
Pasuruan). Paper. FTSP.
Surabaya : ITS.

Ohira, 2012. Analisis Citra ALOS AVNIR-


2 Dan Sistem Informasi
Geografis Untuk Pengembangan
Ruang Terbuka Hijau (Kasus
Studi : Kota Surakarta dan
Sekitarnya). Tesis. Yogyakarta :
Fakultas Geografi UGM.

Rushayati, dkk. 2011. Pengembangan


Ruang Terbuka Hijau

14

You might also like