You are on page 1of 12

KAWASAN BANTARAN SUNGAI CIKAPUNDUNG SEBAGAI PEMUKIMAN

MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH (MBR) DI KOTA BANDUNG


Karto Wijaya1, Asep Yudi Permana2 Noor Suwanto3
1 Program Studi Arsitektur Universitas Kebangsaan
2 Program Studi Arsitektur FPTK UPI
3 Program Studi Magister Teknik Arsitektur FT UNDIP

E-mail: kartowijaya@universitaskebangsaan.ac.id
yudi.permana@upi.edu
noorsuwanto@gmail.com

Informasi Naskah: Abstract: The city of Bandung has always been a tourist attraction with various
Diterima: activities every year. Bandung population growth rate in the last 5 years reached
5 September 2017 0.89% per year and in the expansion area reached 6.79% per year. With an area
Direvisi:
of only about 17,000 ha, Bandung is now inhabited by ± 2.481.901 inhabitants. The
24 Oktober 2017 rate of population growth above the average growth rate of the population of West
Java province. No wonder the average population density is 145 people / ha.
Disetujui terbit:
1 November 2017
Though ideally the population density of Bandung is 50-60 people / Ha. There are
657 districts and 57,687 homes that experience environmental degradation and 67
Diterbitkan:
areas identified as urban slums.
Cetak: The implication of the high urbanization of Bandung City in Metropolitan scale to
15 November 2017 the scale of the region emerged the problem of integration of settlements with
surrounding functions. The problem of settlement of Bandung City also includes
Online
segmentation of residential objects such as Low Income Community (MBR), non
30 Novemver 2017
MBR, immigrants, local residents, students and workers of various Sectors. Thus
the problems of the settlement of Bandung City include low level of fulfillment of
adequate housing needs, limited access of Low Income Community to housing
resources, unfinished system of financing and housing market, decreasing the
quality of housing and settlement environment and not yet integrated development
of area Housing and settlements with the construction of housing and settlement
infrastructure, facilities and utilities. This research method to find out how far the
level of slum settlement contained in Cihampelas Bandung Settlement and
recommendations that can be done for the improvement of the settlement of the
kampong.

Keyword:Urbanization, Integration, Human settlement, Metropolitan

Abstrak: Kota Bandung selalu menjadi daya tarik pendatang dengan berbagai
aktivitas setiap tahunnya. Laju pertumbuhan penduduk Kota Bandung dalam 5
tahun terakhir mencapai 0,89% per tahun dan di wilayah perluasan mencapai
6,79% per tahun. Dengan luas wilayah hanya sekitar 17.000 Ha, Bandung kini
dihuni oleh ± 2.481.901 jiwa. Laju pertambahan penduduknya diatas laju
pertumbuhan rata-rata penduduk provinsi Jawa Barat. Tidak heran jika tingkat
kepadatan penduduk rata-rata 145 jiwa/Ha. Padahal idealnya tingkat kepadatan
penduduk Kota Bandung adalah 50-60 jiwa/Ha. Terdapat 657 kawasan dan 57.687
rumah yang mengalami penurunan kualitas lingkungan dan 67 kawasan
diidentifikasi sebagai kawasan kumuh perkotaan.
Impilikasi dari tingginya urbanisasi Kota Bandung dalam skala Metropolitan hingga
skala kawasan muncul masalah integrasi permukiman dengan fungsi sekitarnya.

Karto Wijaya, Asep Yudi Permana, Noor Suwanto: [Kawasan Bantaran Sungai Cikapundung] - 57
Permasalahan permukiman Kota Bandung juga meliputi segmentasi objek hunian
seperti masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), non MBR, pendatang,
penduduk lokal, mahasiswa dan pekerja berbagai sektor. Dengan demikian
masalah-masalah yang permukiman Kota Bandung meliputi rendahnya tingkat
pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak, terbatasnya akses Masyarakat
Berpenghasilan Rendah (MBR) terhadap sumber daya perumahan, belum
mantapnya sistem pembiayaan dan pasar perumahan, menurunnya kualitas
lingkungan perumahan dan permukiman dan belum terintegrasinya
pengembangan kawasan perumahan dan permukiman dengan pembangunan
prasarana, sarana, dan utilitas perumahan dan permukiman. Metode penelitian ini
untuk mengetahui sejauh mana tingkat kekumuhan pemukiman yang terdapat di
Permukiman Cihampelas Bandung dan rekomendasi yang dapat dilakukan demi
perbaikan pemukiman kampung tersebut.

Kata kunci: Urbanisasi, Integrasi, Pemukiman, Metropolitan

PENDAHULUAN mantapnya sistem pembiayaan dan pasar


Kondisi pemukiman kota-kota besar yang perumahan, menurunnya kualitas lingkungan
mengalami penurunan kualitas menyebabkan perumahan dan permukiman dan belum
permukiman kota menjadi lingkungan kawasan terintegrasinya pengembangan kawasan
pemukiman kumuh membawa permasalahan baru, perumahan dan permukiman dengan
seperti perkembangan fisik kota yang tidak baik, pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas
memberikan efek visual yang jelek, tingkat perumahan dan permukiman.
kesehatan masyarakat yang semakin rendah Penjelasan dari latar belakang di atas dapat
sebagai akibat dari kondisi permukiman yang tidak dirumuskan permasalahan-permasalahan yang
sesuai dengan standar kesehatan dan timbul dalam studi kasus ini yaitu: Bagaimana
memberikan dampak sosial dan ekonomi kondisi kawasan pemukiman bantaran sungai
masyarakat yang buruk. Cikapundung sebagai salah satu kawasan
Bertumbuhnya pemukiman Kota yang pemukiman masyarakat berpenghasilan rendah
menjadi kawasan pemukiman kumuh dialami oleh (MBR) di Kota Bandung?. Melihat dari masalah
Kota Bandung. Kota Bandung dengan jumlah yang ada dalam studi kasus ini, tujuan yang ingin
penduduk 3.542.823 jiwa dengan peningkatan dicapai untuk mengetahui kualitas dan kondisi
penduduk Kota Bandung mencapai 67% selama kawasan pemukiman bantaran sungai
lebih kurang sepuluh tahun terakhir ini (Badan Cikapundung sebagai kawasan pemukiman
Pusat Statistik Kota Bandung, 2012). Tingkat masyarakat berpenghasilan rendah.
pertumbuhan ini menyebabkan perkembangan
fisik Kota yang tidak teratur (Permana, 2012a). Bila KAJIAN TEORI
dilihat dari tingkat kepadatannya, Kota Bandung Pengertian Pemukiman
termasuk ke dalam kepadatan yang tinggi dengan Perumahan dan permukiman di dalam
30.000 jiwa/km2 (Permana, 2013). Permukiman Undang- undang no 1 tahun 2011 adalah sebagai
padat di sepanjang Sungai Cikapundung bagian satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan,
tengah salah satunya di daerah kampung Taman penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan
Hewan RW.04 - 06 Kelurahan Cipaganti kawasan permukiman, pemeliharaan dan
Kecamatan Coblong Kota Bandung (Permana, perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas
2012b). terhadap perumahan kumuh dan permukiman
Permasalahan permukiman Kota Bandung kumuh. Perumahan memberikan kesan tentang
juga meliputi segmentasi objek hunian seperti rumah atau kumpulan rumah beserta prasarana
masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), non dan sarana ligkungannya. Dengan demikian
MBR, pendatang, penduduk lokal, mahasiswa dan perumahan dan pemukiman merupakan dua hal
pekerja berbagai sektor. Dengan demikian yang tidak dapat dipisahkan dan sangat erat
masalah-masalah yang permukiman Kota hubungannya, pada hakekatnya saling
Bandung meliputi rendahnya tingkat pemenuhan melengkapi.
kebutuhan perumahan yang layak, terbatasnya Pemukiman Kota
akses Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) Pemukiman Kota tentunya berbeda dengan
terhadap sumber daya perumahan, belum pemukiman bukan Kota. Ciri pemukiman Kota
58 - ARCADE: Vol. I No. 2, November2017
sangat erat hubungannya dengan ciri sosial Kota e) Sebagian besar penghuni pemukiman kumuh
itu sendiri. Menurut Bintarto, 1983 ciri sosial Kota, adalah mereka yang bekerja di sektor informal
terutama di kota-kota tergolong Kota besar antara atau mempunyai mata pencaharian tambahan
lain: di Sektor informal.
a) Lapisan sosial ekonomi, misalnya perbedaan
pendidikan, status sosial dan pekerjaan. Perumahan tidak layak huni adalah kondisi
b) Individualisme, misalnya sifat kegotong- dimana rumah beserta lingkungannya tidak
royongan yang tidak murni, kemudahan memenuhi persyaratan yang layak untuk tempat
komunikasi. tinggal baik secara fisik, kesehatan maupun sosial
c) Toleransi sosial, misalnya kurangnya perhatian (Kurniasih, 2007), dengan kriteria antara lain:
kepada sesama. a) Luas lantai perkapita, di Kota kurang dari 4 m2
d) Jarak sosial, misalnya perbedaan kebutuhan sedangkan di desa kurang dari 10 m2.
dan kepentingan. b) Jenis atap rumah terbuat dari daun dan lainnya.
e) Penilaian sosial, misalnya perbedaan status, c) Jenis dinding rumah terbuat dari anyaman
perbedaan latar belakang ekonomi, pendidikan bambu yang belum diproses.
dan filsafat. d) Jenis lantai tanah.
e) Tidak mempunyai fasilitas tempat untuk Mandi,
Kawasan Kumuh Cuci, Kakus (MCK).
Kawasan kumuh adalah kawasan di mana
rumah dan kondisi hunian masyarakat di kawasan Faktor-faktor Penyebab Meningkatnya Jumlah
tersebut sangat buruk. Rumah maupun prasarana Kawasan Kumuh
dan sarana yang ada tidak sesuai dengan standar Penyebab adanya kawasan kumuh atau
yang berlaku, baik standar kebutuhan, kepadatan peningkatan jumlah kawasan kumuh yang ada di
bangunan, persyaratan rumah sehat, kebutuhan Kota menurut Suparlan, 2004, adalah:
sarana air bersih, sanitasi maupun persyaratan 1) Faktor ekonomi atau kemiskinan mendorong
kelengkapan prasarana jalan, ruang terbuka, serta bagi pendatang untuk mendapatkan kehidupan
kelengkapan fasilitas sosial lainnya (Budihardjo, yang lebih baik di kota-kota.Dengan
1984; Budihardjo, 1997;Kurniasih, 2007). Kawasan keterbatasan pengetahuan, ketrampilan, dan
kumuh seperti yang diungkapkan menurut modal, maupun adanya persaingan yang
Suparlan, 2004, adalah: sangat ketat diantara sesama pendatang maka
Fasilitas umum yang kondisinya kurang atau tidak pendatang-pendatang tersebut hanya dapat
memadai. tinggal dan membangun rumah dengan kondisi
yang sangat minim di kota-kota. Di sisi lain
a) Kondisi hunian rumah dan pemukiman serta pertambahan jumlah pendatang yang sangat
penggunaan ruang-ruanganya mencerminkan banyak mengakibatkan pemerintah tidak
penghuninya yang kurang mampu atau miskin. mampu menyediakan hunian yang layak.
b) Adanya tingkat frekuensi dan kepadatan 2) Faktor bencana dapat pula menjadi salah satu
volume yang tinggi dalam penggunaan ruang- pendorong perluasan kawasan kumuh.Adanya
ruang yang ada di pemukiman kumuh sehingga bencana, baik bencana alam seperti misalnya
mencerminkan adanya kesemrawutan tata banjir, gempa, gunung meletus, longsor
ruang dan ketidakberdayaan ekonomi maupun bencana akibat perang atau
penghuninya. pertikaian antar suku juga menjadi penyebab
c) Pemukiman kumuh merupakan suatu satuan- jumlah rumah kumuh meningkat dengan cepat.
satuan komunititas yang hidup secara tersendiri
dengan batas-batas kebudayaan dan sosial Pandangan Masyarakat Berpenghasilan
yang jelas, yaitu terwujud Sebuah satuan Rendah terhadap Hunian
komuniti tunggal yang terwujud sebagai sebuah Untuk menangani kawasan kumuh, maka perlu
RT atau RW atau bahkan terwujud sebagai didasarkan pada pandangan masyarakat
sebuah Kelurahan, dan bukan hunian liar. berpenghasilan rendah terhadap rumah. Dalam
d) Penghuni pemukiman kumuh secara sosial dan Sistem Perumahan Sosial, maka Santoso, 2006
ekonomi tidak homogen, warganya mempunyai mengungkapkan bahwa rumah bagi masyarakat
pekerjaan dan tingkat kepadatan yang berpenghasilan rendah adalah:
beranekaragam, begitu juga asal muasalnya. a) Dekat dengan tempat kerja atau di tempat yang
Dalam masyarakat pemukiman kumuh juga berpeluang untuk mendapatkan pekerjaan,
dikenal adanya pelapisan sosial berdasarkan minimal pekerjaan di sektor informal.
atas kemampuan ekonomi mereka yang
berbeda-beda tersebut.

Karto Wijaya, Asep Yudi Permana, Noor Suwanto: [Kawasan Bantaran Sungai Cikapundung] - 59
b) Kualitas fisik hunian dan lingkungan tidak Strategis Sungai Cikapundung ini merupakan
penting sejauh mereka masih bisa kawasan yang melintasi 3 (tiga) Sub Wilayah Kota
menyelenggarakan kehidupan mereka. (SWK), yaitu SWK Cibeunying, Karees dan
c) Hak-hak penguasaan atas tanah dan bangunan Tegalega serta lintas wilayah administrasi
khususnya hak milik tidak penting. Yang Kelurahan dan Kecamatan. Kota Bandung
penting bagi mereka adalah mereka tidak diusir dikelilingi oleh pegunungan, sehingga Bandung
atau digusur, sesuai dengan pola berpikir merupakan suatu cekungan (Bandung Basin).
mereka bahwa rumah adalah sebuah fasilitas. Bandung mempunyai nilai strategis terhadap
daerah-daerah disekitarnya (Bappeda Kota
Penanganan kawasan kumuh harus Bandung, 2011).
ditinjau kasus per kasus sesuai dengan kondisi Kota Bandung dialiri oleh sungai-sungai
fisik kawasannya. Namun demikian secara umum utama seperti Sungai Cikapundung dan Sungai
dengan mengacu pada Undang-undang No. 4 Citarum serta anak-anak sungainya yang pada
tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, umumnya mengalir ke arah Selatan dan bertemu
pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa kegiatan di Sungai Citarum. Kawasan Strategis
yang dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas Cikapundung ditetapkan dalam RTRW Kota
pemukiman meliputi upaya melalui perbaikan atau Bandung Tahun 2011-2030 yang merupakan
pemugaran, peremajaan serta pengelolaan dan kawasan dengan lintas wilayah administrasi
pemeliharaan yang berkelanjutan. Kelurahan dan Kecamatan serta melintasi 3 (tiga)
Sub Wilayah Kota (SWK) yaitu SWK Cibeunying,
HASIL DAN ANALISA PENELITIAN Karees dan Tegalega. Oleh karena itu, bila ditinjau
Gambaran Umum Wilayah dari lokasi ini maka kawasan Cikapundung ini
Wilayah yang digunakan sebagai daerah sangatlah strategis, sehingga perkembangan
studi kasus adalah Kampung Taman Hewan kawasan ini sangatlah pesat. Pekembangan
RW.04 - 06 Kelurahan Cipaganti Kecamatan Kawasan Strategis Cikapundung memberikan
Coblong Kota Bandung, yang terletak di bantaran dampak terhadap perkembangan Kota seluruhnya.
atau lembah sungai Cikapundung. Batas Pengaruh sektor ekonomi sangatlah kuat, hal ini
kelurahan Cipaganti adalah sebelah Utara mengakibatkan pengaruh pada sektor lain (sosial,
kelurahan Hegarmanah, sebelah Timur Kelurahan budaya, bahkan politik). Salah satu dampak dari
Pasteur, sebelah selatan Kelurahan Tamansari, perkembangan ini adalah tumbuhnya permukiman
dan sebelah Barat kelurahan Lebak Siliwangi. kumuh sepanjang DAS Sungai Cikapundung Kota
Sungai Cikapundung merupakan sungai terbesar Bandung (Bappeda Kota Bandung, 2011).
yang melintasi Kota Bandung. Lokasi penelitian
untuk melihat permukiman masyarakat Kepadatan Bangunan
berpenghasilan rendah dapat dilihat pada gambar Permukiman eksisting sekarang memiliki
di bawah ini: kepadatan bangunan yang termasuk tinggi, terlihat
dari kerapatan antar bangunan yang ada.
Kerapatan dapat dilihat dari setiap rumah tidak
memiliki lahan sebagai halaman. Antar bangunan
rumah satu dengan lainnya tidak ada jarak yang
memisahkan. Fasilitas umum seperti ruang terbuka
sangat minim atau hampir tidak ada. Ruang
terbuka yang ada juga berfungsi sebagai ruang
sirkulasi. Lebar jalan sebagai ruang sirkulasi tidak
besar sekitar 80 – 100 cm. Kegiatan masyarakat
berkumpul dan bersosialisasi di lakukan di jalur
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian sirkulasi (Permana, 2013).
(Sumber: RTRW Kota Bandung 2013–2030 dan Google Ruang privat bagi penghuni hanya
Earth) terdapat di dalam rumah yang relatif sempit. Faktor
pencahayaan dan sirkulasi penghawaan sangat
Berdasarkan Rencana Tata Ruang
tidak baik. Karena terdapat jalan atau rumah yang
Wilayah (RTRW) Kota Bandung Tahun 2011-2030,
tidak mendapat sinar matahari, sebab diatasnya
Kawasan Sungai Cikapundung ditetapkan sebagai
tertutup oleh bangunan yang bertingkat dan
salah satu Kawasan Strategis Kota (KSK) yang
bangunan di sebelahnya, sehingga tidak
mempunyai nilai strategis dari sudut kepentingan
menyisakan ruang bagi pencahayaan (Permana,
fungsi Daya Dukung Lingkungan Hidup. Kawasan
2013).
60 - ARCADE: Vol. I No. 2, November2017
dapat mengganggu kesehatan. Untuk bangunan
bertingkat menggunakan konstruksi kayu. Dinding
bangunan menggunakan papan kayu atau seng,
serta ada yang menggunakan dinding bata tanpa
di plester sehingga ditumbuhi banyak lumut dan
lembab. Terlihat juga dalam pembuatan tangga
untuk naik ke lantai dua yang dibangun dengan
konstruksi seadanya serta lebar dan bentuk
tangga yang tidak nyaman. Konstruksi bangunan
terlihat tidak layak dengan pondasi, dinding dan
juga bagian atap yang dibangun tanpa perhitungan
dalam pembangunannya serta sudah banyak
terjadi kerusakan.
Gambar 2. Permukiman Bawah jembatan layang
Pasopati (Tahun 2014)
(Sumber gambar: dokumentasi pribadi)

Jarak Antar bangunan


Bangunan satu dengan lainnya tidak
mempunyai jarak sama sekali. Jarak antar
bangunan hanya di batasi oleh dinding tembok
antar rumah yang saling menempel. Antar
bangunan dibatasi oleh jalan sirkulasi yang
lebarnya sekitar 80 - 100cm. Bahkan pintu masuk
rumah warga juga saling berhadapan langsung Gambar 4. Bangunan Rumah Semi Permanen dan Tidak
permanen (Tahun 2014)
tanpa batas penghalang atau tidak adanya
(Sumber gambar: dokumentasi pribadi)
pekarangan rumah yang membatasi, hanya
terpisahkan jalan sirkulasi yang sempit. Kondisi Kependudukan
Penduduk yang tinggal di kawasan ini
kebanyakan adalah warga pendatang untuk
mencari pekerjaan dari luar daerah Kota Bandung.
Para pendatang tertarik dengan kawasan ini
karena kawasan ini merupakan salah satu pusat
perekonomian di Kota Bandung. Kondisi penduduk
di kawasan ini memiliki kepadatan yang sangat
tinggi ditandai dengan banyaknya bentuk rumah
petak atau rumah kost yang memiliki luas sangat
kecil, rumah petak ini di bagi atas dan bawah.
Bahkan ada hunian yang ditempati rata-rata 4-8
orang/rumah. Satu rumah bisa ditempati lebih dari
satu KK. Hal ini terjadi karena kondisi
Gambar 3. Dinding Saling Menempel Sebagai Batas perekonomian masyarakat di wilayah ini sangat
Antar Bangunan (Tahun 2014) rendah sehingga tidak memungkinkan memiliki
(Sumber gambar: dokumentasi pribadi) rumah yang cukup luas terutama untuk anak-anak
mereka. Kebanyakan dapat dilihat bahwa bentuk
Konstruksi Bangunan rumah yang hampir seluruhnya bertingkat dan
Bangunan yang berada di bantaran sungai luasannya yang kecil.
Cikapundung untuk wilayah Kelurahan Cipaganti
sebagian besar atau lebih dari 60% menggunakan Wilayah Perekonomian
bangunan semi permanen dan tidak permanen. Wilayah perekonomian dilihat dari sudut
Bangunan yang berada di kawasan ini memiliki seberapa penting wilayah ini berpengaruh
konstruksi yang dibangun tanpa memperhatikan terhadap perkembangan dan perencanaan tata
kelayakan bangunan atau standar bangunan tahan ruang Kota kedepannya. Wilayah perekonomian
gempa, karena pembangunan dilakukan dengan juga dapat dilihat dari tingkat kepentingan dan
perhitungan ilmu kira-kira. Bangunan di bangunan fungsi kawasan serta jarak tempat kerja
masih banyak menggunakan atap asbes yang masyarakat.

Karto Wijaya, Asep Yudi Permana, Noor Suwanto: [Kawasan Bantaran Sungai Cikapundung] - 61
Tingkat kepentingan dan fungsi kawasan
ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan
kawasan sekitarnya sebagai kawasan
perekonomian. Kawasan ini terbentuk menjadi
daerah yang padat karena adanya daya tarik.
Kawasan ini di kelilingi oleh pusat perekonomian,
pendidikan, dan hiburan yang mendorong untuk
berkembangnya sektor perekonomian informal.
Kemudahan masyarakat untuk mencari pekerjaan,
karena kawasan perekonomian ini menawarkan
banyak lapangan pekerjaan dengan penghasilan
yang bervariasi mulai dengan penghasilan yang Gambar 7. Kondisi Jalan Atau Gang Di Permukiman
tinggi sampai rendah. Daya tarik yang dihasilkan (Tahun 2014)
(Sumber gambar: dokumentasi pribadi)
tidak diimbangi oleh ketersediaannya lahan
permukiman yang memadai. Sehingga timbul Gang yang berada di pemukiman ini
masalah pemukiman padat dan penyalahgunaan memiliki peranan sangat penting bagi masyarakat
lahan di bantaran sungai yang seharusnya tidak karena banyak kegiatan masyarakat yang
digunakan sebagai permukiman melainkan dilakukan di gang tersebut. Keterbatasan lahan
sebagai resapan. dengan padatnya permukiman mendorong warga
Jarak tempat mata pencaharian yang melakukan kegiatan sosial di jalur sirkulasi. Gang
sangat dekat dengan tempat pekerjaan digunakan oleh masyarakat untuk kegiatan seperti
memberikan banyak keuntungan yang banyak bagi : yang utama sebagai jalur sirkulasi menuju jalan
para pekerja dengan penghasilan yang sangat utama dari tempat tinggal, tempat berjualan
kecil. Keuntungan yang diperoleh adalah biaya pedagang keliling, tempat bermain anak-anak,
transportasi dapat dihemat, kemudahan dalam untuk parkir motor warga, sebagai tempat
mendapatkan kebutuhan pokok yang dapat menjemur pakaian, tempat meletakkan gerobak
dipenuhi tanpa harus menempuh jarak yang jauh, warga yang berprofesi sebagai pedagang, tempat
tersedianya rumah hunian dengan harga yang bertemu antar warga saling mengobrol atau hanya
rendah, kondisi lingkungan pemukiman yang duduk-duduk saja di depan rumah yang saling
sudah terbentuk dengan penghuni yang sudah berhadapan, sebagai tempat meletakkan tanaman
banyak, serta fasilitas pemukiman seperti mck, air warga, sebagai tempat untuk mengumpulkan
bersih serta listrik yang dapat dengan mudah sampah, sebagai tempat hajatan, tempat acara
diperoleh. perayaan hari raya dan untuk mencuci motor serta
alat rumah tangga.
Kondisi Prasarana dan Sarana Ruang terbuka sangat sedikit jumlahnya
Kondisi serta kualitas sarana dan atau hampir tidak ada. Karena kepadatan
prasarana mempengaruhi suatu permukiman bangunan yang ada pada kawasan pemukiman ini.
termasuk dalam kawasan yang kumuh atau tidak. Lahan lebih diperuntukan sebagai tempat hunian
Minimnya kondisi sarana dan prasarana yang jauh dari pada sebagai tempat untuk kepentingan
dari kata layak menjadi salah satu penyebab bersama. Bila adapun runag terbuka lebih
kawasan tersebut menjadi kumuh. Kondisi sarana difungsikan atau lebih digunakan sebagai area
dan prasarana yang diamati dalam studi ini terdiri yang berorientasi ekonomi. Ruang terbuka yang
dari kondisi jalan, ruang terbuka, drainase, air ada adalah ruang sirkulasi yang memiliki fungsi
bersih, air limbah, fasilitas MCK, dan sungai. Jalan ganda. Ruang terbuka yang juga berfungsi
yang berada di kawasan permukiman ini sebagai ruang atau jalur sirkulasi, maka aktivitas
merupakan sebuah jalan yang berupa gang pada ruang terbuka ini sama dengan aktivitas yang
dengan lebar sekitar 80 – 100 cm. Gang tersebut terjadi pada jalur sirkulasi. Aktivitas tersebut
menghubungkan setiap hunian yang ada. Lebar seperti sebagai tempat berjualan pedagang
gang yang sempit dan kontur daerah yang terjal keliling, tempat bermain anak-anak, untuk parkir
karena di tepi bantaran sungai, menyebabkan motor warga, sebagai tempat menjemur pakaian,
banyaknya undakan serta ram yang tidak tempat meletakkan gerobak warga yang berprofesi
memenuhi standar kenyamanan sehingga sebagai pedagang, tempat bertemu antar warga
memaksa pengguna jalan harus berhati-hati. Gang saling mengobrol atau hanya duduk-duduk saja di
yang ada merupakan sarana sirkulasi masyarakat depan rumah yang saling berhadapan, sebagai
sehari-hari. Material yang banyak digunakan untuk tempat meletakkan tanaman warga, sebagai
jalur sirkulasi adalah beton tumbuk.
62 - ARCADE: Vol. I No. 2, November2017
tempat untuk mengumpulkan sampah, sebagai Air Bersih
tempat hajatan, tempat acara perayaan hari raya Air bersih yang digunakan masyarakat di
dan untuk mencuci motor serta alat rumah tangga. kawasan ini menggunakan air bersih PDAM untuk
konsumsi sehari-hari. Karena selain kondisi Kota
Bandung degan muka air tanahnya yang dalam
susah di dapat karena membutuhkan biaya yang
mahal. Permukiman dengan kepadatan bangunan
yang tinggi menjadi salah satu penyebab
masyarakat menggunakan air bersih dari PDAM
karena kondisi air tanah yang cenderung buruk.
Kebutuhan air bersih digunakan untuk masak dan
minum, serta untuk mandi, cuci dan kakus. Biaya
untuk mendapatkan air bersih menjadi mahal
karena harus menggunakan sumur bor yang
memerlukan biaya besar dengan kedalaman air
tanah di Kota Bandung sangat dalam. Untuk para
Gambar 8. Aktivitas Warga di Jalur Sirkulasi Tidak warga dengan penghasilan yang rendah biaya
Adanya Ruang Terbuka (Tahun 2014)
tersebut sangat berat.
(Sumber gambar: dokumentasi pribadi)
Air bersih dari PDAM yang digunakan oleh
Drainase warga mudah di dapat sehingga masyarakat dapat
Sistem drainase pada lingkungan memiliki fasilitas air bersih secara personal bagi
pemukiman sangat terbatas. Sistem drainase masyarakat yang mampu. Walau ada yang sudah
adalah jaringan saluran untuk mengalirkan air memiliki fasilitas air bersih secara pribadi, masih
hujan ke sungai. Kawasan permukiman ini memiliki banyak juga masyarakat yang belum memliki
drainase yang terbatas karena topografinya miring fasilitas tersebut. Warga yang belum memiliki
pada kawasan bantaran sungai. Saluran drainase fasilitas air bersih menggunakan air bersih secara
tetap diperlukan untuk mengalirkan air hujan yang komunal dengan fasilitas MCK umum. Masih
melimpas dari kawasan yang diatasnya dialirkan sebagian kecil terdapat warga yang menggunakan
ke sungai. Kepadatan bangunan yang ada pada air tanah yang memiliki kondisi kurang memadai.
permukiman ini sangat diperlukan saluran drainase
agar air hujan yang menuju sungai tidak Air Limbah
menggenang atau masuk ke rumah penduduk. Sistem pembuangan air limbah dibagi
Drainase yang ada tidak terlalu besar dan minim, menjadi dua yaitu pertama air limbah yang berasal
dengan kondisi drainase yang ada tidak berfungsi dari air sisa mandi, air sisa mencuci baju, air sisa
dengan baik. Saluran drainase yang ada jarang memasak, dan air sisa mencuci alat dapur. Kedua
dilakukan pembersihan dan terjadi pendangkalan, air limbah dari sisa buang air besar. Untuk sistem
sehingga menimbulkan genangan dan sumbatan pembuangan air besar masyarakat menggunakan
karena sampah yang ada. Kondisi drainase yang sarana saptictank secara perseorangan atau
ada menyebabkan lingkungan menjadi kumuh. secara komunal melalui fasilitas MCK umum.
Untuk fasilitas pembuangan limbah air sisa mandi,
sisa mencuci baju, sisa memasak, dan sisa
mencuci alat dapur langsung dialirkan ke sungai.
Saluran air limbah tersebut tidak teratur karena
jaringan saluran limbah berada di kawasan
permukiman sangat padat. Kondisi ini
menyebabkan perawatan terhadap saluran
tersebut mengalami kesulitan, sehingga bila terjadi
kebocoran menyebabkan genangan dan susah
untuk diperbaiki. Genangan yang terjadi atau
perbaikan yang dilakukan tidak dapat maksimal,
sehingga menyebabkan kawasan tersebut menjadi
semakin kumuh. Sedangkan sistem pengelolaan
limbah air besar menggunakan saptictank yang
secara komunal atau perseorangan yang terletak
Gambar 9. Sistem Drainase Dengan Dimensi Kecil
di tengah pemukiman dengan gang yang sangat
(Tahun 2014)
sempit menyulitkan dalam perawatan bila
(Sumber gambar: dokumentasi pribadi)

Karto Wijaya, Asep Yudi Permana, Noor Suwanto: [Kawasan Bantaran Sungai Cikapundung] - 63
saptictank penuh, karena digunakan oleh warga Garis Sepadan Sungai
yang sangat banyak. Saluran air limbah Sungai mempunyai peranan sangat
penting bagi Kota Bandung, karena sebagai
sarana drainase kota yang alami untuk
mengalirkan air hujan agar tidak terjadi banjir.
Dengan adanya pemukiman yang tumbuh padat di
bantaran sungai mengurangi kapasitas daya
tampung air yang melintas terlebih saat terjadi
hujan. Didukung dengan kedalaman sungai yang
dangkal dan tampungan air hujan berkurang
karena jarak dari permukaan aliran air normal
sampai permukaan tanah tempat tinggal warga
kurang dari 3 meter. Menurut peraturan Kota
Bandung Garis sepadan Sungai tidak kurang dari
6 meter dari bibir sungai. Garis sepadan sungai
yang seharusnya di maksimalkan untuk menjaga
Gambar 10. Sistem Saluran Air Limbah Rumah Tangga sungai warga sekitar membangunnya untuk rumah
(Tahun 2014) kontrakan dan rumah tinggal masyarakat
(Sumber gambar: dokumentasi pribadi)
berpenghasilan rendah di sekitar kawasan.
Fasilitas MCK
Fasilitas MCK umum di kawasan ini di rasa
masih sangat kurang, bila dilihat dari jumlah warga
yang menggunakan fasilitas ini dan dilihat dari
jumlah warga yang memiliki fasilitas MCK secara
perseorangan masih sedikit. Bangunan fasilitas
MCK umum dan pribadi memiliki kondisi yang
sama, kondisinya sama-sama terlihat kumuh.
Kondisi bangunan fasilitas MCK menggunakan
fasilitas seadanya, menggunakan atap asbes yang
sebagian sudah mengalami kerusakan, dinding
fasilitas MCK ada yang menggunakan bentuk semi
permanen, lantai kamar mandi menggunakan
material yang memberikan kesan kumuh, kondisi Gambar 12. Kondisi Tepi Sungai Dengan Rumah Warga
dinding yang terlihat kotor, dan saluran (Tahun 2014)
pembuangan seadanya asal bisa mengalir. (Sumber gambar: dokumentasi pribadi)
Masyarakat lebih cenderung ingin membangun
Pemukiman yang padat di bantaran sungai
fasilitas MCK pribadi, walaupun dengan saluran
memaksa lebar sungai menjadi sempit, karena tepi
pembuangan limbah yang tidak teratur dan tidak
bangunan berada di tepi sungai atau pondasi
terencana. Sehingga menyebabkan kawasan
rumah menjadi tanggul pembatas aliran sungai.
permukiman ini menjadi semakin kumuh, karena
Selain itu terjadi pencemaran sungai karena
fasilitas MCK pribadi yang dibangun jauh dari kata
masyarakat yang ada di bantaran sungai
bersih.
membuang air limbah rumah tangga ke dalam
sungai serta kadang tidak jarang masyarakat
membuang sampah ke sungai. Penataan sungai
sangat penting dilakukan karena untuk
mengurangi banjir yang akan melanda pemukiman
padat bantaran sungai dan mengurangi
pencemaran sungai sehingga sungai dapat lebih
bermanfaat.

Pemukiman Kawasan Kumuh


Kawasan pemukiman dapat dikatakan
Gambar 11. Fasilitas MCK Umum dan MCK Pribadi kumuh atau tidak dilihat dari berbagai kondisi
(Tahun 2014) kualitas pemukiman itu sendiri. Kawasan
(Sumber gambar: dokumentasi pribadi) pemukiman padat di bantaran Sungai

64 - ARCADE: Vol. I No. 2, November2017


Cikapundung RW.04 – 06 memiliki kondisi kualitas bentuk perhatian dari pemerintah tersebut
seperti dibawah ini: tidak lepas dari keinginan pemerintah untuk
a) Fasilitas umum yang ada di kawasan ini menata kawasan ini. Walaupun masyarakat
sangat kurang memadai. Jalur sirkulasi mendirikan bangunan di atas tanah
sangat sempit dengan bentuk undakan dan pemerintah dengan status hak guna
ram tidak memenuhi standar. Ruang terbuka bangunan. Status tersebut seluruh warga
tidak dimiliki oleh kawasan ini, ruang terbuka yang tinggal di daerah tersebut melakukan
yang digunakan masyarakat adalah jalur pembayaran pajak hak guna kepada
sirkulasi. Minimnya fasilitas MCK yang pemerintah. Dukungan dari pemerintah
memadai dari faktor kebersihan dan jumlah. tersebut kurang relevan karena peruntukan
Fasilitas peribadatan warga yang berukuran daerah tersebut sebagai daerah bantaran
kecil dengan daya tampung sedikit, jumlahnya sungai yang bebas dari pemukiman.
trmpat peribadatan sedikit, dan bangunan e) Penduduk yang berada di kawasan ini berasal
tidak terlihat sebagai tempat peribadatan. dari berbagai daerah, warga yang tinggal ada
Sistem sanitasi yang masih buruk karena yang menetap sudah lama atau hanya
perawatan sangat sulit dilakukan dengan menetap secara tidak tetap. Kemampuan
kondisi pemukiman padat, sehingga sering ekonomi dari setiap warga berbeda-beda
terjadi genangan air limbah rumah tangga dapat dilihat dari bentuk rumah hunian yang
yang dibuang ke sungai. ada. Mata pencaharian dari tiap warga sangat
b) Kondisi dari rumah yang ada di kawasan ini berbeda-beda dari sektor formal sampai
memiliki ruang yang terbatas, karena bentuk informal. Rata-rata penghasilan dari warganya
rumah yang ada merupakan bentuk rumah relatif kecil. Kondisi bangunan yang
petak. Rumah petak memiliki luasan yang digunakan adalah semi permanen dan tidak
sempit. Kondisi rumah yang ada memliki permanen dengan konstruksi bangunan asal
pencahayaan yang sangat kurang dan dibangun
sirkulasi udara terbatas. Kondisi rumah yang f) Sebagian besar masyarakat yang ada di
bertingkat dan saling menempel memberikan kawasan ini memiliki pencaharian di bidang
penghawaan dan pencahayaan yang buruk informal. Karena di dorong letak kawasan ini
menyebabkan kondisi rumah menjadi lembab. yang berada di kawasan perekonomian,
Terdapat rumah yang pintu masuk langsung pendidikan dan hiburan. Terutama yang
menghadap langsung ke jalur sirkulasi yang mencolok adalah mata pencaharian sebagai
diatasnya tertutup oleh bangunan bertingkat pedagang makanan keliling.
dua, sehingga gelap jalan dan rumah g) Perilaku masyarakat yang tinggal pada
tersebut. kawasan tersebut itu sendiri yang kurang
c) Pembentukan ruang yang ada di kawasan ini memperhatikan faktor kebersihan lingkungan.
terjadi dengan sendirinya memaksimalkan Perilaku tersebut tercermin dari pembuang air
ruang hanya untuk hunian. Pola yang limbah rumah tangga yang dibuang ke sungai,
terbentuk tidak teratur di lihat dari pola jalan melakukan semua aktivitas yang
dan bangunan tempat tinggal. Saling menghasilkan air limbah buangan dengan
berhimpitan dan saling bertumpuk satu rumah saluran pembuangan yang tidak memadai,
dengan rumah lainnya hanya menyisakan dan warga kurang menjaga kebersihan
jalur sirkulasi yang sempit. Jalur sirkulasi yang lingkungan dengan tembok yang kotor tak
sempit tersebut juga dimanfaatkan untuk terawat.
kegiatan sosial, sehingga semakin semrawut. h) Pencemaran lingkungan terjadi di kawasan ini
Luas dari lahan yang digunakan tiap orang yaitu dengan pencemaran sungai yang
untuk tinggal kurang dari 4 m2. dilakukan masyarakat dengan membuang
d) Pemukiman terletak dalam satuan unit RW sampah ke sungai dan membuang limbah
yang mempunyai perangkat pemerintahan rumah tangga ke sungai. Pengelolaan
untuk mengelola kawasan tersebut. sampah yang masih sangat kurang.
Pembentukan perangkat pemerintahan, Penghijauan yang sangat kurang di kawasan
pemberian status kependudukan yang legal, ini tidak dapat membantu Kota mengurangi
dan pemberian dukungan pemerintah dengan polusi udara dan suhu di kawasan ini kian
adanya program dari pemerintah menjadikan meningkat.
kawasan ini menjadi kawasan kreatif dalam Penjelasan diatas mengenai kondisi
bidang seni seperti atap rumah warga yang kualitas permukiman kawasan RW.04 – 06
akan dihiasi dengan seni mural. Semua Kelurahan Cipaganti Kecamatan Coblong Kota

Karto Wijaya, Asep Yudi Permana, Noor Suwanto: [Kawasan Bantaran Sungai Cikapundung] - 65
Bandung yang terletak di bantaran sungai pendatang yang terpenting adalah tempat
Cikapundung terlihat jelas sekali bahwa kawasan mereka tinggal tidak digusur atau di usir.
permukiman tersebut termasuk dalam pemukiman Uraian diatas tentang faktor-faktor yang
kumuh Kota. Sehingga perlu dilakukan penataan mempengaruhi terbentuknya kawasan pemukiman
terhadap kawasan permukiman ini agar kumuh, dapat menjadi pertimbangan atau dasar
masyarakat mempunyai pemukiman yang layak dalam penataan atau penanganan kawasan
dan tidak mencemari lingkungan sungai dan kumuh yang efektif dan bermanfaat bagi
sekitar. Penataan harus memperhatikan masyarakat sebagai penghuninya.
kebutuhan masyarakat agar perekonomian dapat
tetap berjalan dan semakin meningkat. Prioritas Penanganan Kawasan
Pemukiman Kumuh
Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kawasan Kawasan permukiman kumuh yang
Kumuh terindentifikasi sebagai kawasan permukiman yang
Kawasan kumuh berkembang tidak dapat memiliki fungsi sebagai penyangga atau
lepas faktor-faktor penyebabnya, khususnya berpengaruh terhadap kawasan perkotaan lainnya
penyebab kawasan kumuh di bantaran sungai dapat dijadikan sebuah kriteria dalam menentukan
Cikapundung Kota Bandung: prioritas penanganan kawasan. Kriteria kawasan
a. Kemiskinan mendorong masyarakat di daerah diatas menghasilkan lokasi kawasan permukiman
pinggiran atau Kota kecil untuk bermigrasi ke bantaran sungai Cikapundung di RW.04 – 06
Kota besar untuk mendapatkan kehidupan menjadi prioritas untuk mendapat pengananan,
yang lebih layak sehingga terbebas dari karena letaknya yang berdekatan dengan kawasan
kemiskinan. perekonomian perkotaan. Berdasarkan identifikasi
b. Daya tarik Kota besar yang banyak tentang kualitas pemukiman kumuh diatas
menyediakan lapangan pekerjaan ataupun kawasan pemukiman bantaran sungai
lapangan usaha dari sektor informal. Cikapundung di RW.04 – 06 Kelurahan Cipaganti
c. Pendatang dengan faktor pengetahuan, Kecamatan Coblong Kota Bandung termasuk
keterampilan, dan modal yang sangat dalam kawasan pemukiman kumuh.
terbatas maka pendatang hanya dapat tinggal Pemukiman ini menjadi kawasan
dan membangun rumah dengan kondisi yang pendukung kawasan perekonomian yang ada di
minim. kecamatan Coblong dan sekitarnya. Kawasan ini
d. Keterbatasan lahan pemukiman di tengah tidak dapat dipisahkan dari perkembangan Kota
Kota yang tidak sebanding dengan laju maka sangat diperlukan penataan dan
pertambahan penduduk dan pendatang. penanganan yang serius. Dilatarbelakangi kondisi
Kawasan Kota yang memiliki nilai properti pemukiman dan faktor-faktor yang membentuk
yang tinggi mengakibatkan kepemilikan lahan kawasan ini menjadi kumuh dapat diketahui bahwa
untuk pemukiman berganti dengan bangunan kawasan ini dapat diperbaiki, diremajakan, dikelola
yang mempunyai nilai jual tinggi. atau dipelihara secara berkelanjutan. Adapun
e. Keterbatasan yang dimiliki oleh pendatang rencana dalam penanganannya dapat dilakukan
lebih memilih tinggal di kawasan yang tidak sebagai berikut:
jauh dari tempat para pendatang bekerja
terlebih untuk sektor informal. Pendatang a) Membuat konsep rumah secara vertikal
memilih hunian di kawasan yang dapat sehingga sisa lahan yang ada dapat
memberikan peluang pekerjaan. dimanfaatkan untuk ruang terbuka. Konsep
f. Kualitas fisik bangunan serta sarana dan pengembangan rumah secara vertikal ini
prasarana tidak menjadi prioritas pendatang penting untuk menghindari pengembangan
dengan penghasilan rendah. Keterbatasan rumah secara horizontal yang cenderung
pendatang menyebabkan tidak memakan lahan. Pembuatan rumah vertikal
memperhatiakan prioritas tersebut. Proiritas harus disesuaikan dengan kebutuhan
pendatang adalah selama penyelenggaraan masyarakat sekitar yang sebagian besar
kehidupan dapat terus berjalan, dalam bekerja di sektor informal. Biaya sewa relatif
pemenuhan kebutuhan pokok dapat terpenuhi murah agar terjangkau oleh masyarakat yang
walau dengan kondisi yang minim. berpenghasilan rendah. Lokasi pembuatan
g. Pendatang dengan penghasilan yang rendah tidak berada di tempat lain, melainkan di area
tidak memperdulikan status kepemilikan lahan bantaran sungai tersebut.
yang digunakan sebagai hunian. Bagi b) Perhatian pemerintah sudah ditunjukkan
melalui permukiman terletak dalam satuan

66 - ARCADE: Vol. I No. 2, November2017


unit RW yang mempunyai perangkat dapat tetap menjalankan kehidupan tanpa harus
pemerintahan legal, status kependudukan kehilangan atau mencari lagi mata pencaharian.
yang legal, adanya program menjadikan
kawasan ini menjadi kawasan kreatif dalam KESIMPULAN
bidang seni, dan perhatian pemerintah lebih di Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik
tingkatkan dengan memberikan keuntungan dari studi kasus permukiman di bantaran sungai
bagi masyarakat yang mau di tata Cikapundung RW.04 – 06 Kelurahan Cipaganti
kawasannya dengan bantuan yang mendidik. Kecamatan Coblong Kota Bandung adalah
Pembuatan rumah susun dengan status legal sebagai berikut:
bagi warga bantaran yang ingin pindah ke Kondisi lingkungan yang ada di kawasan
rumah susun. pemukiman bantaran sungai Cikapundung di
c) Memaksimalkan ruang terbuka yang ada RW.04 – 06 Kelurahan Cipaganti Kecamatan
dengan tidak menutupi dengan perkerasan Coblong Kota Bandung termasuk ke dalam
beton. kawasan permukiman kumuh Kota dilihat dari
d) Memanfaatkan jarak antar bangunan sebagai beberapa kondisi:
ruang terbuka hijau. 1. Kondisi fisik bangunan yang termasuk di
e) Perencanaan sempadan bangunan yang dalamnya adalah :
berada di pinggiran sungai penetapan a) Faktor kepadatan bangunan, terlihat dari
sempadan sungai yang berjarak 100 meter kerapatan antar bangunan tidak memiliki
dari pinggir sungai. Memundurkan bangunan halaman, tidak ada jarak antar bangunan,
(setback) dari pinggir sungai, Membuat tidak memiliki ruang terbuka, dan lebar jalur
dinding penahan untuk mengurangi terjadinya sirkulasi 80 – 100 cm.
erosi yang akan mendangkalkan aliran b) Jarak antar bangunan, tidak mempunyai
sungai, dan membuat jalur hijau di pinggiran jarak sama sekali hanya dibatasi tembok
sungai sebagai barrier terhadap terjadinya dan terpisahkan jalan sikulasi.
erosi. c) Konstruksi bangunan, semi permanen, tidak
f) Perbaikan bangunan yang tidak layak huni permenen, material papan kayu dan
dengan pemberian material sesuai kebutuhan konstruksi seadanya.
atau pemerintah dapat bekerja sama dengan d) Kondisi kependudukan, berbentuk rumah
instansi terkait seperti Menpera yang memiliki petak yang ditempati rata-rata 4-8
program perbaikan rumah tidak layak. orang/rumah.
g) Pembuangan limbah domestik diarahkan 2. Wilayah perekonomian memiliki faktor tingkat
menggunakan sistem septik tank dengan kepentingan dan fungsi kawasan yang
resapan/filter, sebagian dengan septik tank mendukung atau berada di kawasan yang
tanpa resapan. Dengan proses pengolahan stategis bagi Kota, dan jarak tempat mata
langsung ke dalam IPLT yang sudah ada pencaharian dengan permukiman sangat
(menggunakan truk tinja) dan menggunakan dekat sehingga menguntungkan masyarakat
sistem SPAL. Pengelolaan dan pembuatan berpenghasilan rendah.
fasilitas domestik yang melibatkan partisipasi 3. Status tanah adalah hak guna bangunan
masyarakat dengan dukungan bantuan dengan masyarakat membayar pajak hak
pemerintah. guna bangunan kepada pemerintah.
h) Pembangunan dan pengelolaan sistem air
bersih pedesaan dilakukan secara partisipatif 4. Kondisi prasarana dan Sarana memeliki
dimana masyarakat secara mandiri beberapa aspek yaitu :
membangun instalasi air bersih dengan a) Kondisi jalan, lebar sekitar 80 – 100 cm,
difasilitasi oleh pemerintah. kondisi jalan yang tidak nyaman karena
i) Penyediaan spot-spot bak sampah di setiap tidak standar, dan jalan digunakan sebagai
kawasan kumuh, pengolahan sampah aktivitas sosial masyarakat.
menjadi sampah organik dan ditempatkan b) Ruang terbuka, tidak mempunyai ruang
TPS untuk menampung sampah-sampah terbuka karena ruang terbuka adalah jalur
rumah tangga sementara. sirkulasi itu sendiri.
Inti dari perbaikan daerah pemukiman c) Drainase, ukuran tidak terlalu besar serta
kumuh ini adalah memperbaiki lingkungan minim, drainase tidak berfungsi baik, jarang
pemukiman tanpa harus merelokasi warga yang dibersihkan, dan timbul genangan serta
tinggal di bantaran sungai. Tanpa relokasi, warga sumbatan sampah.

Karto Wijaya, Asep Yudi Permana, Noor Suwanto: [Kawasan Bantaran Sungai Cikapundung] - 67
d) Air bersih, menggunakan air bersih PDAM, 11). Semarang.
sebagian kecil menggunakan air tanah yang Permana, A. Y. (2012b). Peran Ruang Terbuka
cenderung buruk, masyarakat tidak sanggup Publik dI Kawasan Slums DAN Squatters
menggunakan air tanah yang baik karena sebagai “Ruang Ketiga” (Kasus: Kawasan
dalam serta biaya mahal. Bantaran Sungai Cikapundung di Kota
e) Air limbah, pembuangan limbah dialirkan ke Bandung. In SEMINAR NASIONAL
”Sustainable Urbanism” Adaptasi Perubahan
sungai, jaringan saluran limbah tidak teratur,
Ruang Perkotaan-Pendekatan Teoritik dan
terjadi genangan bila saluran bocor, dan
Praktek (pp. 84–98). Semarang: Media
kesulitan dalam perawatan serta Plano : Biro Penerbit Planologi UNDIP.
pengelolaannya. Permana, A. Y. (2013). Transformasi Gubahan
f) Fasilitas MCK, atap dari asbes yang mulai Ruang: Pondokan Mahasiswa di Kawasan
rusak, dindingnya semi permanen, lantai Balubur Tamansari Kota Bandung.
terlihat kotor tidak dapat dibersihkan, Universitas Diponegoro Semarang.
dindingnya yang kotor tidak dibersihkan, dan Santoso, J. (2006). Menyiasati Kota tanpa Warga.
saluran yang seadanya. Jakarta: KPG dan Centropolis.
g) Sungai, lebar sungai yang menyempit akibat Suparlan, P. (2004). Masyarakat dan Kebudayaan
permukiman, dan pencemaran sungai akibat Perkotaan: Perspektif Antropologi Perkotaan.
air limbah rumah tangga serta sampah. Jakarta: Yayasan Pengembangan Kajian
Dilatarbelakangi status tanah yang dimiliki Ilmu Kepolisian.
Undang-undang No. 4 tahun 1992. (1992).
warga adalah status guna bangunan, pencemaran
Undang-undang No. 4 tahun 1992.
sungai yang dilakukan masyarakat bantaran Undang undang no 1 tahun 2011. (2011). Undang
sungai, melihat kawaan permukiman ini memilki undang no 1 tahun 2011.
pengaruh serta fungsi yang penting bagi
perkembangan kawasan sekitarnya, kondisi
penghasilan warganya yang relatif rendah dapat di
dorong untuk dilakukan perbaikan kawasan
dengan pemberian kemudahan dan fasilitas yang
menguntungkan, dan masyarakat berpenghasilan
rendah lebih perduli dimana mereka bisa tinggal
dekat dengan tempat kerja tidak terlalu peduli baik
tidaknya kondisi tempat tinggal atau status
kepemilikannya. Melihat kondisi kawasan
pemukiman dan warga yang tinggal di dalamnya,
kawasan permukiman ini dapat diperbaiki,
diremajakan, dikelola atau dipelihara secara
berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Kota Bandung. (2012). Data


Statistik Kota Bandung tahun 2012. Bandung:
BPS Kota Bandung.
Bappeda Kota Bandung. (2011). Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung. Kota
Bandung: Bappeda.
Bintarto. (1983). Interaksi Desa-Kota dan
Permasalahannya (1st ed.). Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Budihardjo, E. (1984). Sejumlah Masalah
Permukiman Kota. Bandung: Alumni.
Budihardjo, E. (1997). Tata Ruang Perkotaan.
Bandung: Alumni.
Kurniasih, S. (2007). Usaha Perbaikan Pemukiman
Kumuh di Pertukangan Utara-Jakarta
Selatan. Universitas Budi Luhur.
Permana, A. Y. (2012a). Eco-architecture Sebagai
Konsep Urban Development di Kawasan
Slums dan Squatters Kota Bandung (pp. 1–
68 - ARCADE: Vol. I No. 2, November2017

You might also like