Professional Documents
Culture Documents
21149-00 Laporan Perencanaan Struktur 19 Avenue
21149-00 Laporan Perencanaan Struktur 19 Avenue
19 Avenue, Tangerang
Laporan Perencanaan
Struktur
www.kinematika.com
PT Margahayu Land
19 Avenue, Tangerang
Laporan Perencanaan Struktur
Januari 2015
Job No
21149-00
PT Rekacipta Kinematika
Consulting Engineers
Kawasan Niaga Citra Gran R12/3, Jatisampurna, Bekasi 17435 Indonesia
(t) +62 21 8430 6407 (e) kine_cad@kinematika.com
www.kinematika.com
PT Margahayu Land 19 Avenue, Tangerang
Job No
Job Title 19 Avenue
21149-00
Document Title Laporan Perencanaan Struktur File Reference
-
Signature
Signature
Signature
DAFTAR ISI
Hal
1. PENDAHULUAN 2
1.1 Maksud dan Tujuan 2
1.2 Gambaran Umum 2
1.3 Rencana Pelaksanaan Konstruksi 4
4. PENUTUP 102
Lampiran A
Gambar Skematik
1. PENDAHULUAN
1.2.1 Lokasi
Lokasi proyek 19 Avenue di Jalan Daan Mogot, Tangerang, Jawa Barat.
Lokasi Proyek 19
Avenue
Jl. Daan
Mogot
1.2.2 Bangunan
Bangunan 19 Avenue terdiri atas:
• Delapan gedung apartemen, yaitu Tower A, B, C, D, E dan Tower F, masing-masing terdiri atas
17 (tujuh belas) lapis lantai di atas permukaan jalan.
• Satu gedung Kantor dan mall terdiri atas 14 (empat belas) lapis lantai di atas permukaan jalan.
• Satu gedung bangunan Hotel, terdiri atas 9 (sembilan) lapis lantai di atas permukaan jalan.
Tower F
Tower E
Jl. MERR
Tower D
Tower C
Tower B
Tower A
(Eksisting)
Hotel
Office
(Kantor)
Jalan Daan
Mogot
Gambar 1.3. Potongan Umum Gedung 19 Avenue, Jl. Daan Mogot, Tangerang
Kontur tanah turun sekitar 1.2 – 1.5 meter dari tanah sekeliling. Sehingga besmen yang ada tetap berada
diatas tanah asli. Sistem struktur penahan beban lateral 19 Avenue terdiri atas : sistem ganda dinding geser
beton bertulang daktail dan rangka portal penahan momen khusus (SRPMK) beton bertulang.
Seluruh pelat lantai struktur atas menggunakan sistem konvensional yaitu pelat satu/dua arah dan balok
beton bertulang.
Sistem pondasi bangunan menggunakan pondasi tiang pancang.
Gambar denah struktur dapat dilihat dalam Lampiran A laporan ini.
.
2.1.3.2 Hasil Uji Konsolidasi dan Korelasi Nilai Cc, Cs, P’c dan OCR
Nilai-nilai uji konsolidasi didapatkan dari uji laboratorium konsolidasi dan pada prinsipnya pengambilan
parameter tanah telah mempertimbangkan hasil uji laboratorium dan korelasi empiris dari hasil uji lapangan
yang telah dilakukan.
Dalam analisis, bila data uji konsolidasi tidak mencukupi, maka korelasi yang digunakan dalam
memperkirakan nilai Cc, mengacu pada hubungan antara Cc dengan tahanan ujung konus sondir, qc
(research of E.C.L and I.N.S.A., Lyons, 1967), dimana nilai Cc berada pada rentang antara:
dan
Korelasi dari hasil uji laboratorium, LL dan wn:
Cc = 0.009(LL-10) (Terzaghi and Peck 1967)
Cc = 0.01wn (Azouz et al. untuk Chicago Clay 1976)
Dikarenakan tidak tersedianya data sondir pada kedalaman > 20 m, maka diperlukan korelasi SPT value
terhadap nilai qc. Dimana untuk nilai SPT dikorelasikan terhadap tahanan ujung sondir sebagai berikut:
Number of
Soil Type Value of n
comparative test
Clay, silty clay, clayey silt 202 3.5
Sandy clay and silty sand 120 2
Sandy silt 131 3.5
Fine sand 104 6
Sand 122 10
Untuk mendapatkan nilai Pre consolidation pressure dari hasil korelasi maka nilai Pc' didapatkan melalui
rumus empiris sebagai berikut:
Dimana nilai kuat geser tak teralir dalam kondisi normally consolidated dibagi dengan tegangan vertikal
efektif didapatkan menggunakan rumus dari skempton sebai berikut:
Untuk penurunan parameter ϕ' (sudut geser dalam drained) dari tanah lempung digunakan korelasi dari
indeks plastisitas. Korelasi ini menggunakan grafik yang berasal dari Kenney, Bjerrum & Simon, Ladd et
al.1977 yang merupakan korelasi untuk tanah lempung kondisi NC tak terganggu:
Gambar 2.5. Korelasi Empiris antara ϕ’ dan PI (US Dept. Of Navy, 1986 & Ladd et al., 1977)
Untuk mendapatkan nilai sudut geser dalam pada tanah pasiran digunakan korelasi menggunakan grafik
yang bersumber dari Peck et al 1974.
Gambar 2.7. Undrained Shear Strength dari Uji Laboratorium & Korelasi SPT vs. Depth
Gambar 2.8. Sudut Geser Dalam Efektif (TX-CU) dan Korelasi IP-φ’ untuk Tanah Kohesif dan Korelasi SPT-φ’ untuk
Tanah Non Kohesif vs. Depth
Modulus undrained yang didapat dari beberapa uji diatas, baik lapangan maupun laboratorium dikonversi
kedalam modulus drained untuk digunakan dalam analisis dengan konversi sebagai berikut:
Gambar dibawah ini merupakan plotting nilai modulus yang didapat dari beberapa uji dan korelasi.
Tabel 2.3 Resume Parameter Desain Tanah Berdasarkan Semua Data Penyelidikan Tanah
Undrained Drained
Elevasi Deskripsi E'
Su c' ν
m Tanah kN/m3 ϕ'° kN/m2
kN/m2 kN/m2
CH, Silty Clay,Medium Stiff,
0.00 - -8.00 17.0 63 - 10 23 26000 0.30
High Plasticity
CH, Silty Clay, Very Stiff,
-8.00 - -20.00 18.0 130 - 25 25 46667 0.40
High Plasticity
CH, Silty Clay, Very Stiff,
-20.00 - -30.00 17.0 130 - 51333 0.40
High Plasticity
SP, Sand, Poorly Graded,
-30.00 - -38.00 20.0 - 41 90000 0.30
Very Dense
CH, Silty Clay, Very Stiff,
-38.00 - -52.00 18.0 200 - 65333 0.40
High Plasticity
CH, Silty Clay, Hard, High
-52.00 - -56.00 20.0 330 - 93333 0.40
Plasticity
ML, Silt, Stiff, Low
-56.00 - -60.00 18.0 140 - 43333 0.40
Plasticity
DKM.BH.1 20.4 SD
DKM.BH.2 9.7 SE
DKM.BH.3 20.4 SE
di mana:
su = kuat geser niralir tanah di ujung tiang (kPa)
Ap = luas penampang tiang pancang (m2)
Daya dukung ujung tiang pancang pada tanah non-kohesif dihitung berdasarkan rumus dari Meyerhof
(1976) dengan memperhitungkan batas tahanan ujungnya.
di mana:
q = tegangan efektif (kPa)
N’q = koefisien daya dukung untuk tiang pancang (Meyerhof, 1976)
Ap = luas penampang tiang pancang (m2)
φ= sudut geser dalam (°)
Gambar 2.11. Koefisien Daya Dukung Tiang Pancang, Nq’ dari Meyerhof (1976)
Gambar 2.12. Koefisien Gesekan pada Tanah Kohesif, α dari Tomlinson (1994)
Gambar 2.13. Daya Dukung Izin Aksial Tekan dan Tarik Tiang Pancang 40x40 vs. Kedalaman
Setelah melakukan optimasi desain, Perencana memilih tiang pancang 40 cm x 40 cm dengan kedalaman
bervariasi antara 22 sampai 30 m. Maka, daya dukung aksial Rencana dapat dirangkum sebagai berikut.
Gambar 2.14. Model Tiang dengan Beban Lateral dengan Kurva P-Y
Analisa ini memodelkan tiang pondasi sebagai serangkaian elemen balok elastis, sedangkan lapisan tanah
dimodelkan sebagai pegas non-linier tipe “Winkler”. Perilaku tegangan-deformasi tanah dimodelkan dengan
metode P-Y. Pegas tersebut hanya menyalurkan beban horizontal, yang langsung terkait dari tekanan-
tekanan tanah yang timbul pada saat tiang pondasi berdeformasi pada arah lateral. Kekakuan pegas tekan
pada analisa P-Y diambil berdasarkan kekakuan untuk beban siklis.
γ' J
Pu = 3 + ⋅ z + ⋅ z ⋅ cu ⋅ b atau
cu b
Pu = 9 ⋅ cu ⋅ b
di mana:
γ’ = berat jenis efektif rata-rata dari permukaan tanah sampai ke level yang ditinjau
z= kedalaman dari permukaan tanah sampai ke level yang ditinjau
cu = kuat geser niralir pada kedalaman z
b= lebar tiang pondasi
Kedalaman kritis dapat dihitung dengan persamaan:
6 ⋅ cu ⋅ b
zR =
(γ '⋅b + J ⋅ cu )
Maka, kurva P-Y untuk beban statik jangka pendek dibentuk dengan koordinat sebagai berikut:
di mana:
P/Pu Y/Yc
0.00 0.0
0.24 0.2
0.50 1.0
0.72 3.0
1.00 8.0
1.00 s/d 2.5 b
di mana:
P= tahanan tanah per unit panjang
Y= defleksi lateral
Yc = 2.5 ⋅ ε 50 ⋅ b
ε 50 = regangan pada setengah dari tegangan maksimum dari tes triaxial undrained
Jika data tes spesifik tidak tersedia, maka nilai ε 50 dapat diambil dari tabel berikut ini (dari Sullivan, et al.,
1980):
Konsistensi cu, kPa ε 50
Soft < 50 0.020
Medium 50 - 100 0.010
Sedangkan, kurva P-Y untuk beban siklik jangka pendek dibentuk dengan koordinat sebagai berikut:
di mana:
z ≥ zR z < zR
P/Pu Y/Yc P/Pu Y/Yc
0.00 0.0 0.00 0.0
0.24 0.2 0.24 0.2
0.50 1.0 0.50 1.0
0.72 3.0 0.72 3.0
0.72 s/d 2.5 b 0.72 z/zR 15.0
0.72 z/zR s/d 2.5 b
Kurva-kurva P-Y tersebut di atas di-generate secara otomatis oleh program Allpile.
di mana:
P/Pu Y/Yc
0.00 0.0
0.24 0.2
0.50 1.0
0.72 3.0
1.00 8.0
1.00 s/d 2.5 b
Jika data tes spesifik tidak tersedia, maka nilai ε 50 dapat diambil dari tabel berikut ini (dari Sullivan, et al.,
1980):
Sedangkan, kurva P-Y untuk beban siklik jangka pendek dibentuk dengan koordinat sebagai berikut:
di mana:
z ≥ zR z < zR
P/Pu Y/Yc P/Pu Y/Yc
0.00 0.0 0.00 0.0
0.24 0.2 0.24 0.2
0.50 1.0 0.50 1.0
0.50 s/d 2.5 b 0.50 z/zR 15.0
0.50 z/zR s/d 2.5 b
Kurva-kurva P-Y tersebut di atas di-generate secara otomatis oleh program Allpile.
di mana:
Titik P Y
u Pu sesuai persamaan di atas 3⋅b
Yu =
80
m B 1
Pm = ⋅ Pu Ym = ⋅b
A 60
di mana:
B = faktor empiris untuk beban
statik dan siklis dari Reese et al.
(1974). Lihat grafik berikut.
k z n
Pk = ⋅ k1 ⋅ Yk b ⋅ P n −1
b Yk = m
1
k1 ⋅ z ⋅ y m n
di mana:
Pm ⋅ (Yu − Ym )
n=
Ym ⋅ (Pu − Pm )
k1 = modulus subgrade
Kurva P-Y di antara titik k dan m berbentuk parabola, di mana persamaannya adalah:
P 1
P = 1m ⋅ y n
y mn
2.2.4.3.5. Daya Dukung Lateral untuk Kondisi Free dan Fixed Head
Kepala tiang tunggal dianggap bebas bergerak searah bidang vertical gaya lateral yang dibebankan, dalam
kondisi terjepit penuh untuk mensimulasikan pergerakan lateral pile pada saat terjadi gempa.
Analisa lateral dilakukan dengan kondisi fixed head dan free head dengan nilai kh untuk silt/clay diambil
sebesar 0.4 x kh-statis, sesuai rekomendasi dari Reese (1974), untuk merepresentasikan kondisi pile pada
kondisi beban gempa.
Maka, daya dukung Lateral untuk kondisi fixed head dan free head adalah sebagai berikut:
Analisis fixed head digunakan untuk menghitung kapasitas lateral tiang tunggal akibat beban gempa
nominal dan gempa kuat:
• Daya dukung izin lateral untuk gempa nominal: Ha = 160 kN @ δ = 6.35 mm
• Daya dukung izin lateral untuk gempa kuat: Ha = 291 kN @ δ = 19.05 mm
Sedangkan analisa free head digunakan untuk memprediksi beban uji lateral tiang tunggal, di mana Beban
Rencana diambil sebesar Ha / 2 di mana Ha = daya dukung izin lateral untuk gempa nominal = 80 kN.
Maka, beban lateral rencana adalah 160 / 2 = 80 kN.
• daya dukung izin pondasi untuk kondisi beban 5 dan 6 diambil sebesar 1.2 x daya dukung izin untuk
kondisi beban tetap.
n 2 ⋅ P12
η = 1+
PB2
di mana:
η = faktor efisiensi kelompok tiang
n = jumlah tiang dalam kelompok
P1 = daya dukung tekan ultimit tiang tunggal, kN
PB = cu ⋅ 9 ⋅ Ag + f s − avg ⋅ Pg ⋅ Le , kN
Efisiensi kelompok tiang rencana, η diambil dari rata-rata faktor efisiensi yang dihitung dari semua
persamaan tersebut di atas. Nilai η tidak boleh lebih besar dari 1.0.
Efisiensi kelompok tiang, η untuk beban aksial tekan pada bangunan ini adalah:
• P1 dan P2: η = 1.000
• P3 dan P4: η = 0.901
• P5: η = 0.824
• P6 dan P7: η = 0.8
• P8 san P9: η = 0724
di mana:
pq = keliling efektif pile group
Leff = kedalaman atau panjang efektif dari pile group
fs-avg = tahanan selimut rata-rata sepanjang tiang
WB = berat tiang total dalam group
Tabel berikut ini merangkum efisiensi kelompok tiang untuk beban aksial Tarik untuk setiap tiap Pilecap.
Group
No Type Diameter L.eff n Efficiency
Pilecap Pile, m m η
1 P1 – P6 0.40 30.0 1 -6 1.00
2 P7 0.40 30.0 7 0.80
6 P8-P9 0.40 30.0 8-9 0.72
Gambar 2.16. Pengaruh jarak antar tiang pada interaksi tiang-tanah-tiang: (a) tiang segaris, (b) tiang berjajar, (c) tiang yang
tidak tegak lurus dengan arah beban. Dari Reese & van Impe (2001)
Efisiensi sebuah tiang pondasi dalam kelompok bervariasi, dari spasi antar tiang dan posisinya dalam
kelompok tiang, yaitu:
□ Tiang Pondasi berjajar:
0.34
s s s
e = 0.64 ⋅ jika 1 ≤ ≤ 3.75 ; dan e = 1.0 jika > 3.75
b b b
□ Tiang Pondasi segaris, tiang paling depan:
0.26
s s s
e = 0.7 ⋅ jika 1 ≤ ≤ 4.0 ; dan e = 1.0 jika > 4.0
b b b
□ Tiang Pondasi segaris, tiang berikutnya:
0.38
s s s
e = 0.48 ⋅ jika 1 ≤ ≤ 7.0 ; dan e = 1.0 jika > 7.0
b b b
Jika tata letak pondasi tidak segaris maupun berjajar dan membentuk sudut miring, maka efisiensi
kelompok dihitung berdasarkan kombinasi dari efisiensi di atas, di mana:
di mana:
ei = efisiensi tiang pondasi dalam keadaan segaris
es = efisiensi tiang pondasi dalam keadaan berjajar
β= sudut antar tiang, lihat Gambar di atas
Maka, pada suatu Kelompok Tiang yang terdiri dari N buah tiang pondasi, faktor reduksi / efisiensi daya
dukung lateral tiang pondasi dapat dihitung dari persamaan berikut ini:
e = e1 ⋅ e2 ⋅ e3 ⋅ e4 ⋅ e5 ⋅ .....ei ⋅ .....e N
di mana:
Pkelompok = e ⋅ Ptunggal
s
Pada gedung ini, jarak antar tiang pondasi adalah 3 kali diameter, maka = 3.0 .
b
Hasilnya kami rangkum dalam tabel berikut ini.
Tabel 2.10 Efisiensi Kelompok Tiang dan Daya Dukung Lateral Tiang Tunggal
Allowable Load
No Type Dimensi L.eff Jml Tiang Efisiensi Lateral, η Single Pile
Pilecap Pile, m m @ Group Arah X Arah Y Ha Hu
n kN kN
1 P1 0.40 30.0 1 1.00 1.00 80 160
P2 s.d.
2 0.40 30.0 2-6 0.70 0.70 80 160
P6
3 P7 0.40 30.0 14 0.70 0.70 80 160
7 P8 & P9 0.40 30.0 56 0.68 0.68 80 160
Q My ⋅x Mx ⋅ y
Pp = ± ±
n ∑ x2 ∑ y2
di mana:
n = jumlah bore pile dalam pilecap
Mx, My = momen guling terhadap as X dan Y
x, y = jarak dari bore pile terhadap as X dan Y
Dalam hal terdapat lebih dari satu kolom dan/atau dinding geser di dalam sekelompok tiang, maka nilai Q,
Mx dan My yang digunakan dalam persamaan di atas adalah nilai resultantenya yang mempertimbangkan
kopel momennya terhadap titik pusat kelompok tiang.
Tabel Reaksi Tiang Maksimum untuk setiap tiang pondasi beserta daya dukung, referensi borlog, efisiensi
kelompok tiang serta rasio Q/Qa untuk setiap kondisi beban dapat dilihat dalam Lampiran.
Dalam hal ini, jumlah pile ditentukan oleh settlement dan tahanan lateral pada kondisi gempa kuat, maka
reaksi aksial maksimum tiang pondasi jauh lebih kecil dari daya dukungnya. (OK).
Maka, jumlah pondasi telah memenuhi persyaratan.
2.4 Dewatering
Sistem dewatering basemen 19 Avenue terdiri atas dua sistem, yaitu:
• Sistem deep well di galian STP/GWT untuk menurunkan muka air tanah selama konstruksi.
• Sistem sump pit untuk menampung dan mengalirkan air hujan yang jatuh ke dalam galian.
di mana:
k = Koefisien aliran / resapan air = 0.8
I = intensitas hujan maksimum untuk durasi 5 menit = 209 mm/jam
A= luas galian basement = 10040 m2
Maka debit air hujan yang masuk ke dalam basement, Q = 28 m3/menit.
Air hujan yang jatuh pada lokasi galian basement diatasi dengan pompa air pada lubang-lubang sum-pit.
Jumlah air hujan yang diestimasikan pada saat puncaknya harus mampu ditampung oleh lubang sum-pit
dan sistim pompa selama waktu t = 5 menit (rata-rata diantara 4-6 menit).
Maka, perlu disiapkan 16 buah sump pit, masing-masing dengan ukuran 2.0 x 2.0 x 2.0 m dengan total
kapasitas 128 m3 sehingga cukup menampung air hujan selama 5 menit. Kapasitas pompa minimum pada
setiap sump pit adalah 1.6 m3/menit untuk mampu memompa air hujan yang masuk ke dalam galian.
1 − 1 − cos 2 φ
Ka = = koefisien tekanan tanah aktif
1 + 1 − cos 2 φ
γ = berat jenis tanah, kN/m3
H = kedalaman tanah, m
Sedangkan tekanan air tanah adalah tekanan hidrostatik biasa, dalam hal ini tekanan air tanah = 0 karena
MAT berada di bawah elevasi lantai Lower Ground.
2
Ψv =
(1 −ν ) ⋅ (2 − ν )
di mana: ρ = massa jenis tanah, T/m2
H = tinggi dinding basement, m
ν = konstanta Poisson tanah
• Menghitung gaya gempa lateral dengan persamaan:
VW = m ⋅ S a (T ) (kN)
(
pi = pT ⋅ − 0.0015 + 5.05 y − 15.84 y 2 + 28.25 y 3 − 24.59 y 4 + 8.14 y 5 )
(kN/m’)
di mana: y = Y/H (m)
Y = tinggi level-i dari dasar dinding basement (m)
o 6 dbs = 6 x 13 = 78 mm
o 200 mm
• Bila tulangan transversal terdiri dari spiral atau sengkang bulat, rasio volumetrik tulangan
transversal spiral dalam daerah tiang daktail harus memenuhi:
f c' Ag 1. 4 ⋅ P
ρ s = 0.25 ⋅ ⋅
− 1
⋅ 0 .5 +
f yh Ach f c' ⋅ Ag
f c' 1.4 ⋅ P
ρ s = 0.12 ⋅ ⋅ 0. 5 + '
f ys f c ⋅ Ag
dan
ρs ≤ 0.021
di mana:
f’c = kuat tekan silinder beton umur 28-hari, MPa
fys = kuat leleh tulangan spiral, MPa
D = diameter tiang, mm
db = diameter tulangan memanjang, mm
Beban aksial rencana diperoleh dari reaksi tiang tunggal akibat beban gravitasi, yaitu Pgrav = 1800 kN
(tekan).
Maka, dipasang spiral D8-75 dengan mutu baja BJ-TD50, fyh = 500 MPa dengan rasio volumetrik, ρs =
0.0214 > 0.021 (OK).
Taraf
Penjepitan
Lateral
Untuk perencanaan struktur bawah, juga ditinjau kombinasi pembebanan terhadap tekanan tanah dan/atau
air tanah yaitu:
• Kombinasi 7 = (0.9 - 0.2 SDS) D ± 1.0 ρ Ey ± 0.3 ρ Ex + 1.6 H
• Kombinasi 8 = (1.0 + 0.14 SDS) D +/- 0.7 ρ E + H + F
• Kombinasi 9 = (1.0 + 0.105 SDS) D + 0.75 L +/- 0.525 ρ E + H + F
• Kombinasi 10 = (0.6 - 0.14 SDS) D +/- 0.7 ρ E + H
di mana:
D = beban mati
L = beban hidup
Ex = beban gempa arah X
Ey = beban gempa arah Y
H = beban tekanan tanah
F = beban tekanan air tanah
ρ = faktor redundansi, untuk desain seismik D sampai F nilainya 1.3
Untuk perencanaan struktur bawah, dengan mempertimbangkan faktor kuat lebih maka nilai E harus
dikalikan dengan Ω0, namun tidak perlu dikalikan dengsan faktor redundansi, ρ.
Em = Ω0.E
di mana: E = gaya gempa pada struktur atas
Ω0 = faktor kuat lebih struktur ditentukan sesuai dengan sistem struktur yang digunakan.
• BS 5950: Part 1: 1990 - Structural Use of Steelwork in Building. Code of Practice for Design in
Simple and Continuous Construction: Hot Rolled Sections
3.3.1 Beton
Kuat tekan silinder beton pada umur 28 hari (f’c) yang disyaratkan yang akan dipakai pada gedung ini
adalah sebagai berikut:
Baja keras ulir akan dipakai secara umum untuk tulangan semua elemen-elemen struktur. Baja lunak polos
hanya digunakan untuk tulangan spiral pada tiang pancang.
• Analisa struktur dinamik dinamik tiga dimensi dengan kekakuan penampang retak untuk kondisi
batas layan, untuk memperoleh waktu getar alami struktur, Td.
• Kontrol waktu getar alami dan hasil analisa dinamik, yaitu translasi pada ragam pertama dan ragam
kedua serta rotasi di ragam ketiga.
• Perhitungan gaya geser dasar statik, V1 berdasarkan nilai Cs koefisien respons dinamik yang
ditentukan berdasarkan nilai SDS (percepatan spektrum respon desain periode pendek), R dan Ie.
• Analisa struktur dinamik tiga dimensi dengan respon spectrum gempa rencana untuk mendapatkan
distribusi gaya geser tingkat dari analisa respons spectrum dengan kombinasi CQC (Complete
Quadratic Combination). Massa ragam kumulatif yang tercapai > 90% dari massa total dalam
masing-masing arah horisontal ortogonal.
• Bila kombinasi respons untuk gaya geser dasar lebih kecil dari 85% maka gaya geser tingkat dari
analisa respon spectrum tersebut diskalakan dengan Faktor Skala terhadap 85% dari gaya geser
dasar static, V1 di atas dibagi dengan gaya geser dasar dari kombinasi yang disyaratkan, Vt.
• Bila respons terkombinasi untuk gaya geser dasar, Vt kurang dari 85% dari Cs dikali dengan berat
bangunan W, maka simpangan antar lantai harus dikalikan dengan 85% dari Cs W/Vt.
• Analisa struktur statik tiga dimensi dengan beban gempa statik ekivalen dengan Faktor Skala,
dengan kekakuan penampang retak untuk kondisi batas ultimit. Hasil analisa struktur ini digunakan
untuk perencanaan komponen-komponen struktur seperti dinding geser, balok dan kolom struktur.
• Perencanaan dinding geser dan balok perangkai sesuai persyaratan dinding geser daktail.
• Perencanaan struktur balok dan kolom sesuai persyaratan Rangka Portal Penahan Momen Khusus
sehingga memenuhi persyaratan balok lemah kolom kuat.
Tabel 3.3 Kekakuan Elemen Struktur Beton Bertulang dengan Penampang Retak
Beban Mati
Beban Hidup
Lokasi Superimpose *) Keterangan
kN/m2
kN/m2
Semua Unit Apartemen,
2.50 2.00 Beban pada lantai
kecuali yang ditulis lain
Retail / Pertokoan Lantai
1.50 5.00 Beban pada lantai
Ground
Beban Mati
Beban Hidup
Lokasi Superimpose *) Keterangan
kN/m2
kN/m2
Retail / Pertokoan Lantai
1.50 4.00 Beban pada lantai
lainnya
Lantai Lobby Utama 1.50 5.00 Beban pada lantai
Lantai Parkir 1.50 4.00 Beban pada lantai
Lantai Drive Way 2.45 12.00 Beban pada lantai
Koridor dan Tangga Darurat 1.50 5.00 Beban pada lantai
Kolam Renang 2.50 12.00 Beban pada lantai
Pool Deck 2.50 5.00 Beban pada lantai
Roof Garden 10.45 5.00 Beban pada lantai
Ruang ME 1.50 7.50 Beban pada lantai
Ruang Genset 5.20 10.00 Beban pada lantai
Beban pada lantai,
Tangki air, STP 1.10 45.00 sesuai beban yang
ada
Tangki air (atap) 2.45 20.00 Beban pada lantai
Atap datar, tanpa ME 2.45 2.00 Beban pada lantai
Atap datar, dengan ME 2.45 5.00 Beban pada lantai
*) tidak termasuk ketebalan pelat beton.
Denah beban lantai dapat dilihat dalam Lampiran C2.
4.57
L = Lo ⋅ 0.25 +
K LL ⋅ AT
di mana:
L= beban hidup merata yang direduksi, kPa
Lo = beban hidup merata sebelum direduksi, kPa
KLL = faktor unsur beban hidup sesuai SNI 03-1727-2013 Tabel 4.2
AT = luas tributari, m2
Nilai L tidak boleh kurang dari 0.5 Lo untuk unsur vertikal yang memikul 1 lantai dan 0.4 Lo untuk unsur
vertikal yang memikul 2 lantai atau lebih.
Perhitungan nilai L dan AT untuk setiap unsur vertikal dilakukan otomatis dalam ETABS dengan nilai KLL = 2.
q z = 0.613 ⋅ K z ⋅ K zt ⋅ K d ⋅ V 2 (kPa)
di mana:
Kd = faktor arah angin (directionality factor) = 0.85 untuk struktur sekunder
Kzt = faktor topografi = 1.00 untuk daerah dataran
Kz = koefisien tekanan angin, sesuai Tabel 30.3-1 dari SNI 03-1727-2013
V= kecepatan angin dasar = 33 m/sec
Tekanan angin dasar ini akan digunakan dalam perencanaan struktur-struktur sekunder, di mana koefisien-
koefisien tekanannya akan dijelaskan lebih lanjut dalam sub bab yang relevan.
• PGA = 0.369 g
• Fa = 1.302
• Fv = 2.769
• FPGA = 0.994
• SMS = Fa.Ss = 0.910
• SM1 = Fv.S1 = 0.852
• PGAM = FPGA. PGA = 0.367
• SDS = 2/3.SMS = 0.607 g
• SD1 = 2/3.SM1 = 0.568 g
• SD0 = 2/3.PGAM = 0.244 g
• TS = SD1/SDS = 0.936 detik
• T0 = 0.2 Ts = 0.187 detik
Parameter-parameter di atas konsisten dengan Peta Zonasi Gempa Indonesia (Irsjam, et al, 2010) yang
cuplikannya kami sajikan berikut ini.
Gambar 3.9. Kontur Percepatan pada T = 1 detik (S1) pada Batuan Dasar. Ref. Peta Zonasi Gempa Indonesia (Irsjam, et
al, 2010)
Gambar 3.10. Kontur Percepatan pada T = 0.2 detik (SS) pada Batuan Dasar. Ref. Peta Zonasi Gempa Indonesia, (Irsjam,
et al, 2010)
Gambar 3.11. Kontur Percepatan pada Batuan Dasar (PGAm) pada Batuan Dasar. Ref. Peta Zonasi Gempa Indonesia,
(Irsjam, et al, 2010)
Jenis pemanfaatan dari bangunan ini adalah sebagai gedung apartemen yang masuk dalam Kategori
Resiko II dan faktor keutamaan bangunan Ie yaitu 1.00.
Sistem penahan gaya gempa lateral berdasarkan sistem struktur dan batasan ketinggian dari bangunan
adalah Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) dengan parameter ;
• Koefisien Modifikasi Respons, R = 7
• Faktor Kuat Lebih Sistem, Ω0 = 2.5
• Faktor pembesaran defleksi, Cd = 5.5
Dengan memasukkan data-data diatas maka didapat spektrum respons desain seperti gambar berikut.
Spektrum respons desain ini yang akan dimasukkan ke dalam input analisis respons dinamik.
Gambar 3.12. Respons Spektrum Gempa Rencana untuk Kota Surabaya Klasifikasi Situs SE
Tabel 3.5 Bentuk Ragam & Waktu Getar Alami Struktur dalam Kondisi Batas Layan:
Tower B
Ragam ke-1
T = 1.95 detik
Translasi Y
Mass Participating Factor
66.14 %
Ragam ke-2
T = 1.74 detik
Translasi X
Mass Participating Factor
65.88 %
Ragam ke-3
T = 1.69 detik
Translasi X
Mass Participating Factor
5.16 %
Tabel 3.6 Bentuk Ragam & Waktu Getar Alami Struktur dalam Kondisi Batas Layan:
Tower C
Ragam ke-1
T = 1.82 detik
Translasi Y
Mass Participating Factor
39.45 %
Ragam ke-2
T = 1.72 detik
Translasi X
Mass Participating Factor
49.96 %
Ragam ke-3
T = 1.43 detik
Translasi X
Mass Participating Factor
13.61 %
Tabel 3.7 Bentuk Ragam & Waktu Getar Alami Struktur dalam Kondisi Batas Layan:
Tower D
Ragam ke-1
T = 1.96 detik
Translasi Y
Mass Participating Factor
50.09 %
Ragam ke-2
T = 1.75 detik
Translasi X
Mass Participating Factor
53.91 %
Ragam ke-3
T = 1.58 detik
Translasi X
Mass Participating Factor
10.56 %
Tabel 3.8 Bentuk Ragam & Waktu Getar Alami Struktur dalam Kondisi Batas Layan:
Tower E
Ragam ke-1
T = 1.97 detik
Translasi Y
Mass Participating Factor
53.06 %
Ragam ke-2
T = 1.44 detik
Translasi X
Mass Participating Factor
55.43 %
Ragam ke-3
T = 1.22 detik
Translasi X
Mass Participating Factor
10.38 %
Tabel 3.9 Bentuk Ragam & Waktu Getar Alami Struktur dalam Kondisi Batas Layan:
Tower F
Ragam ke-1
T = 1.69 detik
Translasi Y
Mass Participating Factor
54.29 %
Ragam ke-2
T = 1.47 detik
Translasi X
Mass Participating Factor
66.29 %
Ragam ke-3
T = 1.35 detik
Translasi Y
Mass Participating Factor
9.34 %
Tabel 3.10 Bentuk Ragam & Waktu Getar Alami Struktur dalam Kondisi Batas Layan:
Kantor dan Mall
Ragam ke-1
T = 1.89 detik
Translasi Y
Mass Participating Factor
43.81 %
Ragam ke-2
T = 1.71 detik
Translasi X
Mass Participating Factor
51.91 %
Ragam ke-3
T = 1.31 detik
Translasi X
Mass Participating Factor
9.48 %
Tabel 3.11 Bentuk Ragam & Waktu Getar Alami Struktur dalam Kondisi Batas Layan:
Hotel
Ragam ke-1
T = 1.47 detik
Translasi X
Mass Participating Factor
56.64 %
Ragam ke-2
T = 1.16 detik
Translasi Y
Mass Participating Factor
56.13 %
Ragam ke-3
T = 0.9 detik
Translasi X
Mass Participating Factor
3.92 %
Tinggi
Waktu getar
struktur dari Batas atas,
analisis Batas bawah, Desain, T
Struktur taraf Tmax = Cu.Ta
dinamik, Td Ta (sec) (sec)
penjepitan, hn (sec)
(sec)
(m)
Tower B 47.10 X-dir: 1.74 0.88 1.23 X-dir: 1.23
Y-dir: 1.95 Y-dir: 1.23
Tower C 47.10 X-dir: 1.72 0.88 1.23 X-dir: 1.23
Y-dir: 1.82 Y-dir: 1.23
Tower D 47.10 X-dir: 1.96 0.88 1.23 X-dir: 1.23
Y-dir: 1.75 Y-dir: 1.23
Tower E 47.10 X-dir: 1.44 0.88 1.23 X-dir: 1.23
Y-dir: 1.97 Y-dir: 1.23
Tower F 47.10 X-dir: 1.47 0.88 1.23 X-dir: 1.23
Y-dir: 1.69 Y-dir: 1.23
Office dan 47.8 X-dir: 1.71 0.89 1.25 X-dir: 1.25
Mall
Y-dir: 1.89 Y-dir: 1.25
Hotel 27.5 X-dir: 1.47 0.59 0.82 X-dir: 0.82
Y-dir: 1.16 Y-dir: 0.82
ragam CQC (Complete Quadratic Combination) karena waktu getar ragam kedua dan ketiganya berdekatan
yaitu < 15%. Jumlah ragam yang disertakan dalam analisa respons spektrum adalah:
• Tower B: 50 ragam dengan partisipasi 99.9% untuk arah X dan 99.9% untuk arah Y
• Tower C: 15 ragam dengan partisipasi 97.3% untuk arah X dan 92.9% untuk arah Y
• Tower D: 15 ragam dengan partisipasi 97.3% untuk arah X dan 97.3% untuk arah Y
• Tower E: 30 ragam dengan partisipasi 99.5% untuk arah X dan 99.6% untuk arah Y
• Tower F: 15 ragam dengan partisipasi 96.9% untuk arah X dan 94.5% untuk arah Y
• Office dan Mall: 15 ragam dengan partisipasi 91.7% untuk arah X dan 91.2% untuk arah Y
• Hotel: 15 ragam dengan partisipasi 98.6% untuk arah X dan 92.9% untuk arah Y
Maka, jumlah ragam yang disertakan telah memadai untuk memobilisasikan lebih dari 90% dari massa
bangunan.
Analisa dinamik respons spektrum dilakukan pada kedua arah sumbu utama bangunan.
C s ≥ 0.044 ⋅ S DS ⋅ I e ≥ 0.01
di mana:
Cs = koefisien respons seismik
W =berat seismik efektif, kN
SDS = parameter percepatan spektrum respons desain perioda pendek
SD1 = parameter percepatan spektrum respons desain pada perioda 1 detik
R = faktor modifikasi respons
Ie = faktor keutamaan gempa
Gambar 3.13. Distribusi Gaya Geser Tingkat Dinamik dan Statik: Tower B
Gempa Arah X
Gempa Arah Y
Gambar 3.14. Distribusi Gaya Geser Tingkat Dinamik dan Statik: Tower C
Gempa Arah X
Gempa Arah Y
Gambar 3.15. Distribusi Gaya Geser Tingkat Dinamik dan Statik: Tower D
Gempa Arah X
Gempa Arah Y
Gambar 3.16. Distribusi Gaya Geser Tingkat Dinamik dan Statik: Tower E
Gempa Arah X
Gempa Arah Y
Gambar 3.17. Distribusi Gaya Geser Tingkat Dinamik dan Statik: Tower F
Gempa Arah X
Gempa Arah Y
Gambar 3.18. Distribusi Gaya Geser Tingkat Dinamik dan Statik: Office dan Mall
Gempa Arah X
Gempa Arah Y
Gambar 3.19. Distribusi Gaya Geser Tingkat Dinamik dan Statik: Hotel
Gempa Arah X
Gempa Arah Y
Gempa Arah X
Gempa Arah Y
Gempa Arah X
Gempa Arah Y
Gempa Arah X
Gempa Arah Y
Gempa Arah X
Gempa Arah Y
Gempa Arah X
Gempa Arah Y
Gambar 3.25. Distribusi Beban Gempa Statik Ekivalen: Office dan Mall
Gempa Arah X
Gempa Arah Y
Gempa Arah X
Gempa Arah Y
Beban gempa rencana termasuk torsi tak terduga yang sesuai digunakan untuk melakukan pemeriksaan
simpangan lateral akibat gempa rencana.
Gambar 3.28. Distribusi Simpangan Antar Tingkat untuk Kinerja Batas Ultimit: Tower B
Gambar 3.29. Distribusi Simpangan Antar Tingkat untuk Kinerja Batas Ultimit: Tower C
Gambar 3.30. Distribusi Simpangan Antar Tingkat untuk Kinerja Batas Ultimit: Tower D
Gambar 3.31. Distribusi Simpangan Antar Tingkat untuk Kinerja Batas Ultimit: Tower E
Gambar 3.32. Distribusi Simpangan Antar Tingkat untuk Kinerja Batas Ultimit: Tower F
Gambar 3.33. Distribusi Simpangan Antar Tingkat untuk Kinerja Batas Ultimit: Office dan Mall
Gambar 3.34. Distribusi Simpangan Antar Tingkat untuk Kinerja Batas Ultimit: Hotel
Pada gambar tersebut tampak bahwa simpangan antar tingkat maksimum pada batas ultimit adalah sekitar
1.5% untuk semua Tower, Office dan Mall dan Hotel, keduanya masih di bawah batas maksimum
simpangan sebesar 1.55%. Maka, kinerja batas ultimit telah terpenuhi (OK).
Berikut adalah pemeriksaan Ketidakberaturan Torsi dan Pembesaran Torsi Tak Terduga pada struktur
bangunan 19 Avenue.
Tower B
Beban Ketidakberaturan
Direction δmax/δavg A-max
Gempa Torsi
EX1 X None 1.029 1.000
EY1 Y Type 1a 1.310 1.192
EX2 X None 1.029 1.000
EY2 Y Type 1a 1.310 1.192
Struktur Tower B mengalami ketidakberaturan torsi pada gempa arah Y. Maka, momen torsi lantai akibat
gempa arah Y harus dikalikan dengan nilai Ax ≥ 1.0 sesuai dengan lantainya.
Tower C
Beban Ketidakberaturan
Direction δmax/δavg A-max
Gempa Torsi
EX1 X None 1.037 1.000
EY1 Y Type 1a 1.813 1.168
EX2 X None 1.037 1.000
EY2 Y Type 1b 1.813 1.168
Struktur Tower C mengalami ketidakberaturan torsi pada gempa arah Y. Maka, momen torsi lantai akibat
gempa arah Y harus dikalikan dengan nilai Ax ≥ 1.0 sesuai dengan lantainya.
Tower D
Beban Ketidakberaturan
Direction δmax/δavg A-max
Gempa Torsi
EX1 X None 1.040 1.000
EY1 Y Type 1a 1.366 1.296
EX2 X None 1.040 1.000
EY2 Y Type 1a 1.366 1.296
Struktur Tower D mengalami ketidakberaturan torsi pada gempa arah Y. Maka, momen torsi lantai akibat
gempa arah Y harus dikalikan dengan nilai Ax ≥ 1.0 sesuai dengan lantainya.
Tower E
Beban Ketidakberaturan
Direction δmax/δavg A-max
Gempa Torsi
EX1 X Type 1a 1.231 1.052
EY1 Y Type 1b 1.618 1.818
EX2 X Type 1a 1.231 1.052
EY2 Y Type 1b 1.618 1.818
Struktur Tower E mengalami ketidakberaturan torsi pada gempa arah X dan Y. Maka, momen torsi lantai
akibat gempa arah X dan Y harus dikalikan dengan nilai Ax ≥ 1.0 sesuai dengan lantainya.
Tower E
Beban Ketidakberaturan
Direction δmax/δavg A-max
Gempa Torsi
EX1 X Type 1a 1.231 1.052
EY1 Y Type 1b 1.618 1.818
EX2 X Type 1a 1.231 1.052
EY2 Y Type 1b 1.618 1.818
Struktur Tower E mengalami ketidakberaturan torsi pada gempa arah X dan Y. Maka, momen torsi lantai
akibat gempa arah X dan Y harus dikalikan dengan nilai Ax ≥ 1.0 sesuai dengan lantainya.
Tower F
Beban Ketidakberaturan
Direction δmax/δavg A-max
Gempa Torsi
EX1 X None 1.048 1.000
EY1 Y Type 1a 1.231 1.052
EX2 X None 1.074 1.000
EY2 Y Type 1a 1.566 1.703
Struktur Tower F mengalami ketidakberaturan torsi pada gempa arah Y. Maka, momen torsi lantai akibat
gempa arah Y harus dikalikan dengan nilai Ax ≥ 1.0 sesuai dengan lantainya.
Struktur Tower F mengalami ketidakberaturan torsi pada gempa arah X dan Y. Maka, momen torsi lantai
akibat gempa arah X dan Y harus dikalikan dengan nilai Ax ≥ 1.0 sesuai dengan lantainya.
Tower Hotel
Beban Ketidakberaturan
Direction δmax/δavg A-max
Gempa Torsi
EX1 X Type 1b 1.923 2.568
EY1 Y Type 1a 1.325 1.220
EX2 X Type 1b 1.923 2.568
EY2 Y Type 1a 1.325 1.220
Struktur Tower F mengalami ketidakberaturan torsi pada gempa arah X dan Y. Maka, momen torsi lantai
akibat gempa arah X dan Y harus dikalikan dengan nilai Ax ≥ 1.0 sesuai dengan lantainya.
Beban gempa yang sudah direvisi momen torsinya kemudian diaplikasikan kembali ke dalam model ETABS
dan digunakan untuk perencanaan unsur-unsur primer penahan gempa yaitu dinding geser, balok
perangkai dan SRPMK beton bertulang.
• wu ⋅ l n 11
2
Momen (+) bentang ujung menerus tak terkekang
• wu ⋅ l n 14
2
Momen (+) bentang ujung tak menerus menyatu dgn pendukung
• wu ⋅ l n 16
2
Momen (+) bentang interior
• wu ⋅ l n 9
2
Momen (-) muka eksterior pendukung utama: 2 bentang
• wu ⋅ l n 10
2
Momen (-) muka eksterior pendukung utama: > 2 bentang
• wu ⋅ l n 11
2
Momen (-) muka lainnya dari pendukung interior
• wu ⋅ l n 24
2
Momen (-) muka interior dari pendukung exterior (spandrel)
di mana:
wu = beban terbagi rata pada pelat (kN/m2)
ln = panjang bentang bersih pelat (m)
Pembesian pelat lantai arah melintang dihitung dengan menggunakan metode perhitungan kuat lentur
penampang persegi dengan tulangan tunggal, sesuai persyaratan dalam bab 10 SNI 03-2847-2013.
2⋅Mu
• Tinggi stress blok tekan pada beton: a = d − d 2 −
0.85 f c' ⋅ b ⋅ φ
fy
l n 0.8 +
1500
• Jika 0.2 < α m ≤ 2.0 maka tebal minimal pelat, h = ≥ 120 mm
36 + 5 ⋅ β ⋅ (α m − 0.2 )
fy
l n 0.8 +
1500
• Jika α m > 2.0 maka tebal minimal pelat, h = ≥ 90 mm
36 + 9 ⋅ β
di mana:
ln = panjang bentang bersih pelat (m)
f’c = kuat tekan silinder beton umur 28 hari (kPa)
fy = kuat leleh baja tulangan (kPa)
β= rasio bentang panjang dibagi bentang pendek pelat
α m = adalah nilai rata-rata rasio kekakuan lentur balok terhadap pelat untuk semua balok pada
tepi-tepi suatu panel pelat lantai. Lihat bab 13.6 SNI 03-2847-2013.
Jika tidak dihitung dengan analisa struktur, maka momen-momen dalam pelat dua arah dihitung
berdasarkan koefisien-koefisien dalam Tabel 13.3.2 PBI 1971 yang berlaku untuk Pelat Persegi yang
Menumpu Pada Keempat Tepinya Akibat Beban Terbagi Rata.
Pembesian pelat lantai pada kedua arah dihitung dengan menggunakan metode perhitungan kuat lentur
penampang persegi dengan tulangan tunggal, sesuai persyaratan dalam bab 10 SNI 03-2847-2013, dengan
memenuhi persyaratan tulangan susut, yaitu minimal 0.18% dari luas bruto penampang, seperti dijelaskan
dalam bab 3.11.1.
Seluruh perhitungan tersebut di atas dilakukan dalam spreadsheet Excel yang kami buat untuk
perencanaan pelat lantai sederhana.
Gambar 3.36. Orientasi Sumbu Netral Dinding Geser pada Sudut Sembarang
• Program akan menghitung diagram interaksi P-M2-M3 dari setiap pier dan menghitung rasio kuat
perlu / kapasitas dari pier tersebut. Diagram interaksi dihitung dengan analisa kompatibilitas
regangan berdasarkan tulangan terpasang, dan dilakukan untuk setiap potongan dengan interval 15
derajat dari sumbu utama.
• Parameter berikut ini digunakan dalam menentukan diagram interaksi:
• Program menghitung kompatibilitas regangan dengan jarak garis netral sebagai variabel, di mana
regangan tekan beton selalu senilai -0.003 dan regangan pada baja tulangan bervariasi dari -0.003
sampai dengan tak terhingga.
• Maka relasi tegangan-regangan pada sebuah panel dinding geser adalah sebagai berikut:
• Sehingga gaya dalam baja tulangan adalah: Ts = σ s ⋅ As untuk tarik atau C s = σ s ⋅ As untuk
tekan
• Maka kuat tekan aksial rencana untuk setiap kondisi distribusi regangan adalah:
φPn = φ ⋅ (∑ Ts − C c − ∑ C s ) ≤ Pmax
• Kuat momen rencana φ.M2n dihitung dengan menjumlahkan semua momen yang ada terhadap
sumbu lokal 2 dari penampang, demikian pula kuat momen rencana φ.M3n dihitung terhadap sumbu
lokal 3 dari penampang.
• Setelah φPn, φM2n, φM3n diperoleh untuk setiap variasi garis netral, maka diperoleh diagram
interaksi tipikal seperti ini untuk setiap penampang:
• Proses tersebut di atas diulangi untuk setiap penampang dengan interval sudut 15° terhadap sumbu
utama dinding geser.
• Rasio kuat perlu / kuat rencana dihitung dalam diagram interaksi, di mana jika rasio tersebut > 1.0
maka titik koordinat Pu, Mu yang ditinjau terletak di luar diagram interaksi, berarti dinding tersebut
mengalami ’overstress’ dan harus ditinjau kembali dengan menambah jumlah tulangan atau
menambah dimensi dinding geser.
N
l w ⋅ f c' + 2 ⋅ u
lw ⋅ h h ⋅ d
Vc = ⋅
1
f c' + ⋅
2 M u lw 10
−
Vu 2
di mana d = 0.8 x lw dan h = tw. Persamaan kedua tidak berlaku jika (Mu/Vu – lw/2) bernilai negatif.
• Maka, luas tulangan geser dapat dihitung dengan:
Vu
− Vc
φ
Av =
f ys ⋅ d
di mana:
Vu 5
Vn = ≤ ⋅ f c' ⋅ h.d
φ 6
• Khusus untuk dinding geser penahan gempa, khususnya pada zona sendi plastis, kuat geser
nominal dinding juga dihitung dengan:
1 Av 2
Vn = ⋅ f c' + ⋅ f ys ⋅ t w ⋅ l w ≤ ⋅ f c' ⋅ t w ⋅ l w
6 tw 3
di mana:
Vu1
− ⋅ f c' ⋅ t w ⋅ l w
φ 6
Av = vs
f ys ⋅ l w
Catatan:
Dalam rumus di atas terlihat bahwa program menganggap kuat geser nominal maksimum adalah
2
Vn = ⋅ f c' ⋅ t w ⋅ l w , yang sebenarnya merupakan batas kuat geser nominal untuk keseluruhan
3
sistem dinding geser pada arah gempa yang ditinjau. Batas kuat geser nominal untuk satu panel
5
dinding geser adalah Vn = ⋅ f c' ⋅ t w ⋅ l w . Maka, dalam beberapa kasus program akan
6
melaporkan kuat geser dinding melebihi batas maksimum, di mana secara terpisah perencana akan
memeriksa apakah kuat geser nominal dalam panel dinding itu sendiri maupun total kuat geser
nominal dalam sistem dinding geser pada lantai tersebut masih dalam batas-batas maksimum yang
disyaratkan seperti di atas.
• Rasio tulangan geser minimum untuk dinding geser adalah 0.0025.
• Kemudian tulangan geser tersebut diaplikasikan sebagai tulangan horizontal dan dimasukkan dalam
spreadsheet Excel, untuk dirasionalisasikan dan dibagi menjadi beberapa zona menurut ketinggian
lantainya.
• Simpangan rencana, δu dihitung dengan mengalikan simpangan lateral hasil analisa struktur dengan
faktor pembesaran defleksi, Cd dari Tabel 9 SNI 03-1726-2012.
Nilai Cd untuk ”Sistem Ganda Dinding Geser Beton Bertulang Khusus dengan Rangka Pemikul
Momen Khusus” adalah 5.5.
• ETABS akan menghitung kuat tekan nominal dari penampang dinding geser:
• Daerah batas khusus diperlukan jika tegangan pada serat tekan terluar melebihi 0.2 f’c, atau jika
jarak garis netral dari beban aksial terfaktor dan kuat momen nominal yang menyebabkan simpangan
rencana, δu melebih batasan ini:
lw
c≥
600(δ u hw )
di mana: δ u hw ≥ 0.007
• Bila rasio tulangan utama pada daerah batas khusus lebih besar dari 400/fy, maka daerah batas
harus diberi tulangan pengekang sesuai persyaratan untuk kolom SRPMK.
• Panjang minimum daerah batas dihitung sesuai persyaratan SNI 03-2847-2013 bab 21.9.6 yaitu:
L BZ ≥ c − 0.1l w
LBZ ≥ c 2
s ⋅ hc ⋅ f c'
Ash = 0.09 ⋅
f
yh
• Kemudian zona komponen batas tersebut diaplikasikan dalam spreadsheet Excel, untuk
dirasionalisasikan dan dibagi menjadi beberapa zona menurut ketinggian lantainya.
3.11.1 Kolom
Perencanaan kolom yang menjadi bagian dari Struktur Rangka Portal Penahan Momen Khusus (SRPMK)
dilakukan dengan bantuan post-processor Frame Design dari ETABS v.9.6 berdasarkan metode
perencanaan dari ACI 318-05, dengan nilai parameter desain yang telah disesuaikan dengan SNI 03-2847-
2013, yaitu:
• Beban kombinasi sesuai dalam bab 3.1 di atas
• Faktor reduksi kekuatan sebagai berikut:
- φ = 0.90 untuk aksial tarik dan lentur
- φ = 0.65 untuk aksial tekan, aksial tekan dan lentur dengan sengkang biasa
- φ = 0.75 untuk aksial tekan, aksial tekan dan lentur dengan spiral
- φ = 0.75 untuk geser dan torsi
Metode perencanaan dari ACI 318-05 dipilih karena paling mendekati dengan persyaratan perencanaan
dalam SNI 03-2847-2013.
Perencanaan kolom terdiri atas langkah-langkah berikut ini:
• Menghitung diagram interaksi aksial-lentur yang dibutuhkan.
• Menghitung rasio kapasitas atau luas tulangan yang diperlukan terhadap beban aksial dan momen
lentur (biaksial) ultimit terfaktor dari setiap kombinasi beban.
• Menghitung kebutuhan tulangan geser kolom.
Gambar 3.11. Idealisasi Distribusi Tegangan dan Regangan pada Penampang Kolom
Maka, gaya tekan maksimum pada kolom dibatasi sebesar φ.Pn(max), yaitu:
φ ⋅ Pn (max) = 0.85 ⋅ φ ⋅ [0.85 ⋅ f c' ⋅ (Ag − Ast ) + f y ⋅ Ast ] untuk kolom dengan spiral
φ ⋅ Pn (max) = 0.80 ⋅ φ ⋅ [0.85 ⋅ f c' ⋅ (Ag − Ast ) + f y ⋅ Ast ] untuk kolom dengan sengkang
di mana:
φ = 0.70 untuk kolom dengan spiral
φ = 0.65 untuk kolom dengan sengkang biasa
Maka, dapat dibuat diagram interaksi aksial-lentur kolom seperti pada gambar berikut ini:
• Program menghitung beban kombinasi terfaktor untuk gaya aksial dan lentur ultimit: Pu, Mux dan
Muy. Nilai momen lentur dicek terhadap persyaratan eksentrisitas minimum, yaitu (0.06 + 0.03h)
dalam satuan inci, di mana h = dimensi kolom pada arah lentur.
• Program menghitung faktor pembesaran momen untuk kondisi bergoyang, δs dan tidak bergoyang,
δns adalah 1, karena analisa struktur telah dilakukan dengan analisa P-δ terhadap beban gravitasi.
• Kemudian momen lentur tersebut dikalikan dengan faktor pembesaran momen untuk stabilitas
kolom, yaitu:
M c = δ ns ⋅ M 2 dimana:
Cm
δ ns = ≥ 1. 0
Pu
1−
0.75 ⋅ Pc
π 2 ⋅ EI
Pc =
(k ⋅ lu )2
0. 4 ⋅ E c ⋅ I g
EI =
1 + βd
PDL (max)
βd =
Pu (max)
Ma
C m = 0.6 + 0.4 ⋅ ≥ 0.4
Mb
Di mana Ma dan Mb adalah momen pada ujung kolom, dan Mb > Ma. Ma/Mb adalah positif untuk
lentur dengan kurvatur tunggal dan negatif untuk lentur dengan kurvatur ganda. Nilai Cm di atas
berlaku jika tidak ada beban melintang yang bekerja pada kolom, jika demikian maka nilai Cm = 1.
• Maka, rasio kapasitas, CR yaitu rasio dari beban-beban yang bekerja pada kolom dibanding dengan
kapasitasnya dapat dihitung dengan menggunakan diagram interaksi aksial lentur yang dihitung
sebelumnya. Dalam gambar berikut, rasio kapasitas, CR dihitung sebagai OL/OC. Jika CR <= 1.0
maka kapasitas kolom telah memadai:
di mana:
M nT + M nB
Vp =
hn
di mana MnT dan Mnb adalah kuat lentur di ujung atas dan bawah kolom yang dihitung
berdasarkan kuat leleh baja tulangan sebesar 1.0 fy dan faktor reduksi kekuatan, φ = 1.0,
• Kuat geser nominal kolom yang dibebani gaya aksial tekan adalah:
Nu f c' 0.3 ⋅ N u
Vc = 1 + ⋅ ⋅ b ⋅ d ≤ 0.3 ⋅ f c' ⋅ bw ⋅ d ⋅ 1 +
14 ⋅ A 6 w Ag
g
• Kuat geser nominal kolom yang dibebani gaya aksial tarik adalah:
0.3 ⋅ N u f c'
Vc = 1 + ⋅ ⋅b ⋅d ≥ 0
Ag 6 w
di mana nilai Nu adalah (-) untuk tarik.
• Kuat gese nominal kolom, Vc = o bila salah satu dari kondisi ini terpenuhi :
- Gaya geser akibat gempa yang dihitung mewakili 50% atau lebih dari kuat geser perlu
maksimum pada bagian sepanjang lo.
f c' ⋅ Ag
- Gaya tekan aksial terfaktor termasuk akibat pengaruh gempa tidak melampui Pu <
20
• Maka luas tulangan geser perlu dalam bentuk tulangan sengkang tertutup atau kait pengikat dengan
spasi s adalah:
Vu − V ⋅ s
φ c
Av =
f ys ⋅ d
di mana :
Vu 2
Vs =
φ − Vc ≤ 3 ⋅ f c ⋅ bw ⋅ d
'
φ = 0.75
• Spasi maksimum sengkang tertutup dan kait pengikat pada rentang lo dari muka hubungan balok-
kolom untuk SRPMK tidak boleh melebihi yang terkecil dari :
- 6 db or bc / 4
f'
Ash = 0.09 ⋅ s ⋅ hc c (mm2)
f yh
Dimana ;
s = spasi penulangan transversal, mm
hc = lebar kolom di arah tegak lurus gaya geser, mm
f’c = kekuatan tekan beton umur 28 hari, Mpa
fyh = kekuatan leleh tulangan transversal, Mpa
Ag = luas daerah kolom, mm2
Ach = luas daerah kolom yang tertutup yang terdekat dengan sengkang, mm2
3.11.2 Balok
Perencanaan balok portal dilakukan dengan bantuan post-processor Frame Design dari ETABS v.9.6
berdasarkan metode perencanaan dari ACI 318-05, dengan nilai parameter desain yang telah disesuaikan
dengan SNI 03-2847-2013, yaitu:
• Beban kombinasi sesuai dalam bab 3.1 di atas
• Faktor reduksi kekuatan sebagai berikut:
- φ = 0.90 untuk lentur
- φ = 0.75 untuk geser dan torsi
Metode perencanaan dari ACI 318-05 dipilih karena paling mendekati dengan persyaratan perencanaan
dalam SNI 03-2847-2013.
Perencanaan balok terdiri atas langkah-langkah berikut ini:
• Menghitung luas tulangan lentur yang dibutuhkan:
2⋅Mu
a = d − d2 −
0.85 ⋅ f c' ⋅ φ ⋅ b
di mana:
f c' − 30
β1 = 0.85 − 0.05 ⋅ ; 0.65 ≤ β1 ≤ 0.85
7
ε c ⋅ Es 600
cb = ⋅d = ⋅d
ε c ⋅ Es + f y 600 + f y
- Tinggi blok tekan maksimum adalah :
a max = 0.75 ⋅ β1 ⋅ cb
• Jika a ≤ amax, maka tulangan tekan tidak diperlukan dan luas tulangan tarik perlu adalah :
Mu
As =
a
φ ⋅ fy ⋅d −
2
• Jika a > amax, maka tulangan tekan diperlukan sebagai berikut :
- Gaya tekan pada beton saja adalah:
a
M uc = C ⋅ d − max ⋅ φ
2
- Maka, momen lentur yang dipikul oleh baja tulangan tekan dan tarik adalah:
M us = M u − M uc
- Maka, luas tulangan tekan perlu adalah:
M us
As' =
(
f ⋅ d − d ' ⋅φ
s
'
)
c − d '
f s' = 0.003 ⋅ E s ⋅
c
- Luas tulangan tarik untuk mengimbangi gaya tekan pada beton adalah:
M uc
As1 =
a
φ ⋅ f y ⋅ d − max
2 ; dan
- Luas tulangan tarik perlu untuk mengimbangi gaya tekan pada tulangan tekan adalah:
M us
As 2 =
φ ⋅ f y ⋅ (d − d ' )
f c'
As ,min = ⋅ bw ⋅ d ; dan
4⋅ fy
1.4
As ,min = ⋅ bw ⋅ d
fy
• Khusus untuk balok pada Struktur Rangka Penahan Momen Khusus (SRPMK), maka berlaku
ketentuan-ketentuan berikut pada perencanaan tulangan lenturnya:
- Batas tulangan maksimum adalah: As ≤ 0.025 ⋅ bw ⋅ d
- Luas tulangan positif di muka tumpuan minimal 1/3 kali luas tulangan negatifnya.
- Luas tulangan lentur di titik mana pun di sepanjang balok minimal 1/5 kali luas tulangan
negatif/positif di muka tumpuan yang terbesar.
• Menghitung kuat geser perlu yang diambil dari nilai yang terkecil antara:
- Gaya lintang akibat kuat lentur nominal balok pada ujung-ujungnya:
Vu = V p + VD + L
di mana:
M nL + M nR
Vp =
ln
di mana MnL dan MnR adalah kuat lentur di ujung kiri dan kanan balok yang dihitung berdasarkan
kuat leleh baja tulangan sebesar 1.0 fy dan faktor reduksi kekuatan, φ = 1.0,
atau;
Vu − V ⋅ s
φ c
Av =
f ys ⋅ d
di mana :
Vu 2
Vs =
φ − Vc ≤ 3 ⋅ f c ⋅ bw ⋅ d
'
φ = 0.75
• Spasi maksimum sengkang tertutup dan kait pengikat pada rentang lo dari muka hubungan balok-
kolom untuk SRPMK tidak boleh melebihi yang terkecil dari 8db atau 24 dbs atau d/4 atau 300 mm.
• Panjang lo pada balok SRPMK tidak boleh kurang dari 2 hb.
di mana:
ΣMe = jumlah momen pada pusat hubungan balok-kolom, sehubungan dengan kuat lentur
nominal kolom yang merangka pada hubungan balok-kolom tersebut.
ΣMg = jumlah momen pada pusat hubungan balok-kolom, sehubungan dengan kuat lentur
nominal (φ = 1.0) balok-balok yang merangka pada hubungan balok-kolom tersebut.
Jika persyaratan tersebut tidak dipenuhi, maka kolom pada hubungan balok-kolom tersebut harus
direncanakan dengan tulangan transversal penuh sesuai persyaratan pada daerah sendi plastis, yang
dipasang di sepanjang tinggi kolom.
Khusus untuk SRPMK, kuat lentur nominal dihitung berdasarkan kuat leleh tulangan tanpa faktor kuat lebih
bahan.
Pemeriksaan rasio kapasitas balok vs kolom SRPMK tersebut dilakukan oleh program ETABS untuk setiap
kolom, di mana jika nilai rasio kapasitas kolom vs balok > 1.2 maka rasio kapasitas sudah memenuhi
syarat. Jika tidak, maka tulangan transversal dipasang penuh di sepanjang tinggi kolom.
V jn = 1.7 ⋅ f c' ⋅ A j , untuk hubungan balok-kolom yang terkekang pada keempat sisinya.
V jn = 1.25 ⋅ f c' ⋅ A j , untuk hubungan yang terkekang pada ketiga sisinya atau dua sisi yang
berlawanan.
4. PENUTUP
Demikian keterangan umum dari Laporan Perencanaan Struktur ini dibuat, semoga dapat memberikan
gambaran secara garis besar tentang proyek dan perencanaan strukturnya kepada pembaca.
Sudah barang tentu laporan ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kami Tim Perencana mohon maaf atas
kekurangannya.
Jakarta, 22 Januari 2015
Perencana Struktur Bawah Perencana Struktur Atas
REFERENSI
[1] ACI Committee 318, 2008, “Building Code Requirements for Structural Concrete,” ACI 318M-08, American
Concrete Institute, Farmington Hills, MI.
[2] AISC, 2010, “ Specification for Structural Steel Buildings,” ANSI/AISC 360-10, American Institute of Steel
Construction, Chicago, IL.
[3] ASCE, 2010, “Minimum Design Loads for Buildings and Other Structures,” ASCE/SEI 7-10, American
Society of Civil Engineers, Reston, VI.
[4] Atmodarwinto, W., et al, 1991, “Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 7 Tahun 1991 tentang
Bangunan dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta,” Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
[5] Bowles, J.E., 1997, “Foundation Analysis & Design, 5th edition”, McGraw-Hill, Singapore.
[6] CSI, 2009, “Concrete Frame Design Manual for SAP2000 and ETABS,” Computer & Structures Inc.,
Berkeley, CA.
[7] CSI, 2005, “CSI Analysis Reference Manual for SAP2000, ETABS and SAFE,” Computer & Structures Inc.,
Berkeley, CA.
[8] CSI, 2005, “Shear Wall Design ACI 318-05 Technical Note,” Computer & Structures Inc., Berkeley, CA.
[9] Day, R.W., 2006, ”Foundation Engineering Handbook: Design and Construction with the 2006 International
Building Code,” McGraw-Hill, Singapore.
[10] BSN, 2012, “Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non
Gedung,” SNI 03-1726-2012, Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
[11] BSN, 2013, “Beban Minimum untuk Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur Lain,” SNI 03-1727-2013,
Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
[12] BSN, 2013, “Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung,” SNI 03-2847-2013, Badan
Standarisasi Nasional, Jakarta.
[13] Dep. PU, 2002, “Tata Cara Perencanaan Bangunan Baja Untuk Gedung,” SNI 03-1729-2002, Departemen
Pekerjaan Umum, Jakarta.
[14] Harries, K.A., Gong, B., Shahrooz, B.M., 2000, ”Behavior and Design of Reinforced Concrete, Steel, and
Steel-Concrete Coupling Beams,” Earthquake Spectra, Vol.16, No.4, November 2000, pp.775-799.
[15] ICBO, 1997, ”1997 Uniform Building Code, Volume 2: Structural Engineering Design Provisions,”
International Conference of Building Officials, Whittier, CA.
[16] Kramer, S.L., 1996, ”Geotechnical Earthquake Engineering,” Prentice-Hall, Upper Saddle River, NJ.
[18] Oasys, 1997, “FREW 17 Geo Suite for Windows,” Oasys Ltd., London
[20] Ou, C.Y., 2006, “Deep Excavation Theory & Practice,” Taylor & Francis, London.
[21] Ostadan, F., “Seismic Soil Pressure for Building Walls – an Updated Approach,” Journal of Soil Dynamics
and Earthquake Engineering, Vol.25, Issues 7-10, August-October 2005, pp.785-793.
[22] Paulay, T., Priestley, M.J.N., 1992, “Seismic Design of Reinforced Concrete and Masonry Buildings,” John
Wiley & Sons.
[23] Poulos, H.G., Davis, E.H., 1980, ”Pile Foundation Analysis & Design”, University of Sydney.
[24] Reese, L.C., Van Impe, W.F., 2001, ”Single Piles and Pile Groups under Lateral Loading”, Taylor & Francis,
London.
[25] Sasongko, H., 2007, ”Peraturan Kepala Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta tentang Pedoman Perencanaan Struktur dan Geoteknik Bangunan,” Dinas
Penataan dan Pengawasan Bangunan Provinsi DKI Jakarta.
[26] SEAOC Seismology Committee, 1999, ”Recommended Lateral Force Requirements and Commentary,
1999 7th Edition,” Structural Engineers Association of California (SEAOC), Sacramento, CA.
[27] Tamboli, A.R., 1999, ”Handbook of Structural Steel Connection Design and Details”, McGraw-Hill, New York
NY.
[28] Tomlinson, M.J., 1994, ”Pile Design & Construction Practice”, E & FN Spon, London.
[29] Tomlinson, M.J., Boorman, R., 1995, ”Foundation Design & Construction”, Longman Scientific & Technical,
Essex.
[30] Wesley, L.D., 2010, ”Fundamentals of Soil Mechanics for Sedimentary and Residual Soils”, John Wiley &
Sons, Hoboken, NJ.
Appendix A
Gambar Skematik
Appendix B
Perencanaan Konstruksi
Struktur Bawah
Appendix C
Perencanaan Konstruksi
Struktur Atas