Professional Documents
Culture Documents
Implementasi Model Kesehatan Reproduksi Berbasis M PDF
Implementasi Model Kesehatan Reproduksi Berbasis M PDF
ABSTRACT
The issue of adolescent reproductive health is an international issue. Circumstances that occur
in Indonesia, young women are more afraid of social risks such as virginity, pregnancy out of wedlock
which will be a source of public gossip compared to sexual risk, which concerns reproductive health
and sexual health. This study aims to collect and analyze articles related to the implementation of the
Problem Based Reproductive Health (KRBM) model for female Adolescent Reproductive Health
(KRR). The method used is literature review, articles are collected using search engines such as
EBSCO and Sciencedirect. The criteria for the articles used are those published in 1995-2018. Based
on the results that the situation of the reproductive health of young women is an issue behind the still
high maternal and infant mortality rates. This condition is aggravated by other factors such as early
marriage, early pregnancy, sexually transmitted diseases / sexually transmitted infections, HIV / AIDS,
non-communicable diseases such as breast and cervical cancer, abortion, premarital sex, nutrition
and others. Adolescent girls' exposure to reproductive health from the social environment about health
education through adolescent approaches involving peers, counseling guidance/teachers, families or
parents, health workers and stakeholders. Conclusions are information about reproductive health
issues, besides being important to be known by health care providers, decision makers, also important
for stakeholders, so that they can help reduce reproductive health problems for young women.
ABSTRAK
Permasalahan kesehatan reproduksi remaja menjadi isu internasional. Keadaan yang terjadi di
Indonesia, remaja putri lebih takut pada risiko sosial seperti kehilangan keperawanan, hamil di luar
nikah yang akan menjadi bahan gunjingan masyarakat dibanding risiko seksual, yang menyangkut
kesehatan reproduksi dan kesehatan seksualnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan dan
menganalisa artikel yang berhubungan dengan implementasi model Kesehatan Reproduksi Berbasis
Masalah (KRBM) pada Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) putri. Metode yang digunakan adalah
literature review, artikel dikumpulkan dengan menggunakan mesin pencari seperti EBSCO dan
Sciencedirect. Kriteria artikel yang digunakan adalah yang diterbitkan tahun 1995-2018. Berdasarkan
hasil bahwa situasi kesehatan reproduksi remaja putri menjadi isu dibalik masih tingginya angka
kematian ibu dan bayi. Kondisi ini diperberat dengan faktor lain seperti, pernikahan dini, kehamilan
dini, PMS/IMS, HIV/AIDS, penyakit tidak menular seperti kanker payudara dan leher rahim, aborsi,
seks pranikah, gizi dan lain-lain. Keterpaparan remaja putri tentang kesehatan reproduksi dari
lingkungan sosial tentang pendidikan kesehatan melalui pendekatan remaja yang melibatkan teman
sebaya, guru BK, keluarga atau orang tua, petugas kesehatan serta stakeholder. Kesimpulan yaitu
informasi mengenai masalah kesehatan reproduksi, selain penting diketahui oleh para pemberi
pelayanan kesehatan, pembuat keputusan, juga penting bagi stakeholder, agar dapat membantu
menurunkan masalah kesehatan reproduksi remaja putri.
47
Lestyoningsih IH. Implementasi Model Kesehatan Reproduksi... 48
yang orang muda usia (15-25 tahun) yang reproduksi remaja", dan ”kesehatan reproduksi
hidup dengan HIV. Pengetahuan remaja remaja putri”, dan seks pranikah remaja” yang
tentang IMS dan HIV-AIDS masih sangat diidentifikasi melalui artikel. Dari jumlah
rendah, dan remaja yang datang untuk tersebut hanya sekitar 38 artikel yang dianggap
menjalani pemeriksaan penyakit ini masih relevan. Dari jumlah artikel ada 11 artikel yang
sangat jarang. memiliki kriteria penuh, 7 artikel yang
Kementerian Kesehatan RI sejak tahun berkualitas menengah, dan 1 artikel yang
2003, telah mengembangkan program berkualitas rendah. Penelitian ini dilakukan
kesehatan remaja dengan menggunakan mulai tanggal 11 Juli 2018 sampai tanggal 27
pendekatan khusus yang dikenal sebagai Agustus 2018.
Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR). Populasi yaitu 456 artikel atau jurnal
Sejak tahun 2003, hingga akhir tahun 2013, tentang kesehatan reproduksi remaja putri.
dilaporkan bahwa dari 497 Kabupaten/Kota Sampel ialah 38 artikel atau jurnal tentang
yang ada di Indonesia, sebanyak 406 (81,69%) kesehatan reproduksi remaja putri. Jenis data
kabupaten/kota telah memiliki minimal 4 yang digunakan penulis dalam penelitian ini
Puskesmas mampu laksana PKPR. Selain itu, adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh
pengembangan PKPR di tingkat Rumah Sakit dari jurnal, buku, dokumentasi, melalui EBSCO
sebagai layanan rujukan juga telah dilakukan. dan Science Direct. Data-data yang sudah
Berbagai upaya kerjasama lintas sektor diperoleh kemudian dianalisis dengan metode
instansi terkait juga dilakukan seperti BKBP3A, analisis deskriptif. Metode analisis deskriptif
Dinas Pendidikan, Departemen Agama, dan dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-
lain-lain. Menurut Mega, 2017 kolaborasi fakta yang kemudian disusul dengan analisis,
kegiatan yaitu Saka Bhakti Husada, Usaha tidak semata-mata menguraikan, melainkan
Kesehatan Sekolah, Pelayanan informasi juga memberikan pemahaman dan penjelasan
Komunikasi KRR dan PKPR yang secukupnya.
dikembangakan dan diterapkan kepada remaja
putri di beberapa sekolah, di luar sekolah, SLB, HASIL DAN PEMBAHASAN
remaja calon ibu, korban kekerasan Menurut Lembaga Demografi FEN UI,
perempuan dan anak, serta dilakukan di jenis resiko kesehatan reproduksi yang harus
daerah bencana dan konflik, namun dihadapi remaja antara lain kehamilan dini
pelaksanaannya masih belum maksimal dilihat maupun kehamilan yang tidak diinginkan,
dari data cakupan PKPR yang masih rendah aborsi, penyakit menular seksual, kekerasan
(73%) Belum terpenuhinya hak-hak reproduksi seksual, serta masalah keterbatasan akses
itu mengakibatkan timbulnya masalah dan terhadap informasi dan pelayanan kesehatan.
bahkan kematian bagi remaja putri (8). Hasil Resiko ini dipengaruhi oleh berbagai faktor
konferensi ICPD dan MDG’s, mengharapkan di yang saling berhubungan, dalam lingkungan
akhir tahun 2015, minimal 90% dari seluruh kehidupan sosial dan pendidikan. Hal ini
jumlah remaja sudah harus mendapatkan membutuhkan pendekatan intensif terhadap
informasi tentang kesehatan reproduksi dan masalah yang dialami remaja putri dengan
seksual serta hak-hak yang menyertainya. mengikut sertakan peran lingkungan (9). Hasil
Namun sampai saat MDGs berakhir dan penelitian Samidah, remaja kekurangan
berlanjut pada program SDGs cakupan informasi dasar mengenai keterampilan
tersebut belum tercapai. Berdasarkan latar menegosiasikan hubungan seksual dengan
belakang di atas maka penulis tertarik meneliti pasangannya. Remaja putri juga memiliki
perkembangan upaya penanganan masalah kesempatan yang lebih kecil untuk
kesehatan reproduksi di Indonesia serta mendapatkan pendidikan formal dan pekerjaan
implementasi model kesehatan reproduksi yang pada akhirnya akan mempengaruhi
berbasis masalah pada prilaku kesehatan pengambilan keputusan dan pemberdayaan
reproduksi remaja putri di Indonesia. mereka untuk menunda perkawinan dan
kehamilan serta mencegah kehamilan yang
METODE tidak dikehendaki. Bahkan pada remaja di
Metode yang digunakan adalah literature pedesaan, menstruasi pertama biasanya akan
review yaitu sebuah pencarian literature, baik segera diikuti dengan perkawinan yang
internasional maupun nasional dengan menempatkan mereka pada resiko kehamilan
menggunakan pencarian database melalui dan persalinan dini. Ketidak harmonisan
media EBSCO, dan ScienceDirect. Awal tahap hubungan orang tua juga dapat menjadi
pencarian artikel jurnal diperoleh 456 artikel pencetus perilaku atau kebiasaan tidak sehat
dari tahun 1995 sampai tahun 2018 pada remaja. Hal ini berawal dari sikap orang
menggunakan kata kunci "kesehatan tua yang menabuka pertanyaan remaja tentang
reproduksi remaja” pada “metode kesehatan fungsi dan proses reproduksi, serta penyebab
Lestyoningsih IH. Implementasi Model Kesehatan Reproduksi... 50
rangsangan seksualitas (10). Menurut secara proaktif menghampiri para remaja, dan
Kusumaryani dan Kementerian Kesehatan, menyosialisasikan hak-hak atas kesehatan
orang tua cenderung risih dan tidak mampu reproduksinya, melalui pendidikan formal
memberikan informasi yang memadai maupun non formal (16,17). Melalui lingkup
mengenai alat reproduksi dan proses kebijakan, pemerintah, para akademisi,
reproduksi itu. Tidak ada informasi dari orang organisasi non pemerintah dan masyarakat
tua membuat remaja mengalami kebingungan yang lebih dulu memahami dan menyadari hak-
akan fungsi dan proses reproduksinya. hak atas kesehatan reproduksi harus sepakat
Ketakutan kalangan orang tua dan guru, bahwa untuk tidak mengabaikan hak-hak remaja putri,
pendidikan yang menyentuh isu perkembangan sehingga masalah ketidaktahuan akan
organ reproduksi dan fungsinya akan kesehatan reproduksi, aborsi, Kehamilan Tidak
mendorong remaja untuk melakukan hubungan Diinginkan (KTD), anemia, Angka Kematian Ibu
seks pranikah, justru mengakibatkan remaja (AKI), dan lain sebagainya dapat dikurangi
diliputi oleh ketidaktahuan atau mencari (18,19).
informasi yang belum tentu benar, yang pada Penelitian-penelitian terhadap kesehatan
akhirnya justru dapat menjerumuskan remaja reproduksi remaja harus lebih banyak
kepada ketidaksehatan reproduksi (11, 12). dilakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan
Berdasarkan hasil artikel yang remaja dan mengimplementasi undang-undang
dikumpulkan dan analisa peneliti didapatkan kesehatan reproduksi yang seharusnya
bahwa situasi pendidikan kesehatan serta menjadi hak remaja. Pada lingkup yang lebih
promosi kesehatan menjadi faktor predisposisi praktis, harus mengadakan pelatihan dan
remaja putri yang mengalami masalah kaderisasi atau konselor sebaya berkaitan
kesehatan reproduksi, seperti kurangnya dengan pemenuhan hak-hak kesehatan
pengetahuan, informasi, dan edukasi tentang reproduksi remaja, dan mulai memasukkan
kesehatan reproduksi, rendahnya sikap prilaku agenda kesehatan reproduksi remaja dan
dalam pelaksanaan kesehatan reproduksi, melaksanakannya di setiap bidang pelayanan
kurangnya dukungan keluarga, lingkungan kesehatan di Indonesia. Sarana pelayanan
sekolah, teman sebaya, lingkungan kesehatan harus mulai dilengkapi sesuai
masyarakat, lintas sektor dan kebijakan. kebutuhan remaja berkaitan dengan hak-hak
Permasalahan yang dihadapi oleh remaja di kesehatan reproduksinya dengan informasi
atas adalah seputar perubahan di dalam dirinya yang benar dan akurat. Hal ini dibutuhkan
yang terkait dengan kesehatan reproduksi. kerjasama dan dukungan dari segenap pihak,
Secara khusus kesehatan reproduksi tidak mulai dari microsystem dimana remaja
dipelajari di sekolah sebagai bagian dari berinteraksi secara langsung yakni keluarga,
kurikulum. Sedangkan di rumah dan di mesosystem yang biasanya melibatkan
lingkungan, mungkin juga tidak banyak lingkungan yang lebih luas seperti di sekolah
informasi terbuka mengenai hal-hal yang dan organisasi atau klub-klub, macrosystem
berkaitan dengan kesehatan reproduksi secara yang melibatkan media informasi dan pengaruh
benar. Masalah aborsi yang tidak aman, kultur yang lebih luas, bahkan mendunia (20,
kematian karena melahirkan pada usia muda, 21). Remaja putri di perkotaan mengakses
ketidak waspadaan terhadap penyakit menular internet lebih tinggi di daripada di perdesaan
seksual, kasus HIV/AIDS yang terus dan meningkat seiring peningkatan pendidikan
meningkat, serta diskriminasi gender yang responden. Informasi perubahan fisik pada
seringkali meminggirkan dalam banyak hal, remaja putri yang paling banyak diketahui
baik dalam pendidikan dan wawasan remaja adalah mulai haid sebanyak 89%, payudara
putri, pelayanan kesehatan, dan lainnya membesar sebanyak 78%, serta tumbuh
(13,14,15). Sebenarnya banyak hal dapat rambut disekitar alat kelamin atau ketiak
dilakukan untuk memenuhi hak-hak kesehatan sebanyak 39%. Remaja putri mendiskusikan
reproduksi remaja. Tentu saja hal ini tentang haid dengan teman sebesar 58%,
disesuaikan dengan kebutuhan masa remaja diskusi bersama ibunya sebesar 45%. Satu dari
akan informasi dan pelayanan kesehatan lima remaja wanita tidak mendiskusikan
reproduksi yang memadai. Sebagai langkah tentang haid dengan orang lain sebelum
awal pencegahan, dapat dilakukan peningkatan mengalami haid yang pertama. Remaja di
pengetahuan remaja mengenai kesehatan Indonesia kurang mengenal metode
reproduksi yang ditunjang dengan materi kontrasepsi tradisional. Menurut remaja putri,
komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) yang median umur ideal menikah pertama adalah
tegas tentang segala hal yang berkaitan 23,7 tahun. Responden remaja putri yang
dengan kesehatan reproduksi remaja. Bahkan menyebutkan umur ideal menikah yang paling
mungkin tidak harus menunggu remaja tinggi adalah yang berumur 20-24 tahun (24,2
memanfaatkan sarana layanan ini, tetapi dapat
51 Jurnal Berkala Kesehatan, Vol. 4, No. 2, Nov 2018: 47-54
DOI: 10.20527/jbk.v4i2.5659
tahun), tinggal di perkotaan (23,9 tahun), dan perilaku remaja, khususnya perilaku pacaran
berpendidikan > SLTA (23,9 tahun) (1,2,3). yang sehat, perilaku mengatakan tidak untuk
Remaja putri (92%) memiliki tingkat seks pranikah dan perilaku pengambilan
pengetahuan yang lebih tinggi tentang HIV- keputusan remaja utnuk mencegah seks
AIDS. Hasil ini cenderung meningkat jika pranikah, dalam upaya pendidikan KRR. Model
dibandingkan dengan hasil KRR SDKI 2012, ini dapat menjadi model bagi puskesmas untuk
yakni masing-masing 89% pada remaja putri menghidupkan program pelayanan kesehatan
mengatakan bahwa HIV-AIDS dapat dicegah di sekolah (5,10,16).
dengan menggunakan kondom setiap kali Menurut Mega dan Oktarina,
melakukan hubungan seksual. Persentase menyatakan bahwa kesehatan siswa, termasuk
remaja putri pada kelompok umur 20-24, kesehatan reproduksi mutlak diperlukan.
tinggal di perkotaan, dan memiliki tingkat Sumber informasi siswa tentang KRR yang
pendidikan tinggi yang mengetahui tentang paling banyak didapatkan dari media,
metode pencegahan HIV-AIDS lebih tinggi kemudian dari guru. Pendidikan KRR di
dibandingkan kelompok lainnya. (3). Menurut sekolah merupakan salah satu upaya untk
Oktavina, cara pencegahan HIV-AIDS yang lain meningkatkan derajat kesehatan siswa (8,16).
adalah dengan membatasi hubungan seksual Banyak penelitian menunjukkan bahwa
dengan satu pasangan. Metode ini diketahui pengetahuan remaja tentang seksualitas dan
oleh 74% remaja putri. Secara umum, kesehatan reproduksi masih rendah.
persentase remaja putri yang menyetujui Rendahnya pengetahuan remaja tentang
hubungan seksual pranikah dan boleh merupakan salah satu risiko bagi remaja untuk
melakukan hubungan seksual sebelum mengalami masalah kesehatan reproduksi
menikah sebanyak 4%. Sikap terhadap remaja. Beberapa materi KRR yang
hubungan seksual pranikah bervariasi menurut seharusnya diketahui oleh remaja putri sudah
umur, daerah tempat tinggal dan tingkat ada pada mata pelajaran IPA (Biologi). Materi
pendidikan. Persentase remaja wanita KRR diberikan pada mata pelajaran IPA
berpendidikan rendah yang setuju dengan (Biologi) di kelas VIII dan IX. Materi KRR juga
hubungan seksual pranikah lebih tinggi diberikan pada mata pelajaran Bimbingan
dibandingkan dengan yang berpendidikan Konseling, dan kegiatan ekstrakurikuler
tinggi (17). Pada komponen KRR SDKI 2017, Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)
secara umum, remaja putri yang pernah dan PMR, tetapi pemberian materi yang
melakukan hubungan seksual sebanyak (2%). terpisah-pisah, kurang sistematis, dan tidak
Pengalaman seksual di kalangan remaja ada koordinasi di antara mata pelajaran dapat
bervariasi menurut tingkat pendidikannya. 10% menimbulkan kebingungan pada siswa. Kondisi
remaja putri belum kawin yang tidak seperti ini akan mendorong siswa untuk
berpendidikan pernah berhubungan seksual, mencari informasi pada sumber lain yang
lebih tinggi dibandingkan mereka yang telah belum tentu benar (1,2,9). Terdapatnya materi
menyelesaikan pendidikan dasar dan lebih KRR pada mata pelajaran IPA maupun BK
tinggi (15, 21, 22). menunjukkan bahwa PKRR dapat dilakukan
Sekolah memiliki andil yang besar dalam secara terintegrasi pada mata pelajaran
intervensi pencegahan kehamilan pada remaja tersebut. Integrasi tersebut harus dilakukan
dan upaya pencegahan agar remaja tidak dengan sistematis dan strategi pembelajaran
melakukan perilaku seksual pranikah serta yang tepat. Penelitian menunjukkan bahwa
masalah prilaku terkait kesehatan reproduksi layanan informasi KRR melalui BK cukup
remaja putri. Pelayanan kesehatan sekolah efektif dalam meningkatkan pengetahuan KRR
bertugas memfasilitiasi respon positif siswa (2,7,9,10).
perkembangan anak atau remaja, melakukan Interaksi antara teman sebaya akan
promosi kesehatan dan keselamatan, mempengaruhi sikap dan prilaku remaja putri.
memberikan intervensi masalah kesehatan Adanya interaksi antara siswa, dan antara
actual dan potensial pada remaja, melakukan siswa dan guru dapat meningkatkan hasil
kolaborasi aktif dengan pelayanan kesehatan belajar remaja putri dan melatih dalam
lain untuk membangun kapasitas anak atau berkomunikasi. Perkembangan kognitif remaja
remaja dan keluarga untuk beradaptasi, putri memungkinkan untuk dibelajarkan dengan
manajemen diri sendiri, advokasi diri dan strategi pembelajaran berbasis masalah.
belajar. Model Kesehatan Reproduksi Berbasis Masalah yang dikaji dalam PKRR merupakan
Masalah (KRBM) lebih terfokus kepada masalah real yang terjadi di lingkungan siswa
masalah utama yang sedang dialami remaja atau yang dialami oleh siswa. Karena
putri melalui pelayanan di sekolah bekerjasama keterbatasan bahan ajar KRR di SMP dan
dengan keluarga, lingkungan dan kebijakan, SMA, maka untuk memfasilitasi PKRR yang
untuk hasil yang efektif dapat meningkatkan sesuai dengan kebutuhan siswa dan tujuan
Lestyoningsih IH. Implementasi Model Kesehatan Reproduksi... 52
pembelajaran IPA, maka perlu dikembangkan Pencetus perilaku atau kebiasaan tidak sehat
modul KRRBM berbasis masalah (13,18,22). pada remaja justru adalah akibat ketidak
PKRR secara terintegrasi pada mata pelajaran harmonisan hubungan ayah dan ibu, sikap
IPA dapat dilakukan dengan strategi orangtua yang menabukan pertanyaan anak
pembelajaran berbasis masalah. Pada kegiatan atau remaja tentang fungsi atau proses
pembelajaran tersebut, siswa dilatih reproduksi dan penyebab rangsangan
memecahkan masalah kesehatan reproduksi seksualitas, serta frekuensi tindak kekerasan
secara ilmiah. Pembelajaran berbasis masalah anak. Mereka cenderung merasa risih dan tidak
pada PKRR menempatkan siswa pada mampu untuk memberikan informasi yang
masalah tersebut, sehingga dapat melatih memadai mengenai alat reproduksi dan proses
siswa untuk memahami orang lain. reproduksi tersebut. Karenanya, mudah timbul
Pembelajaran yang membelajarkan siswa rasa takut di kalangan orangtua dan guru,
untuk dapat memahami orang lain merupakan bahwa pendidikan yang menyentuh isu
pembelajaran sikap dan prilaku menurut perkembangan organ reproduksi dan fungsinya
Notoadmodjo. Penelitian yang dilakukan oleh justru malah mendorong remaja untuk
Olgavianita, ditemukan bahwa pembelajaran melakukan hubungan seks pranikah (13, 20).
berbasis masalah dapat memberikan bekal Pilihan dan keputusan yang diambil
kecakapan hidup seperti kecakapan berpikir seorang remaja sangat tergantung kepada
kritis, kecakapan akademik, dan kecakapan kualitas dan kuantitas informasi yang mereka
sosial peseta didik (2). Pembelajaran berbasis miliki, serta ketersediaan pelayanan dan
masalah menigkatkan keterampilan berpikir kebijakan yang spesifik untuk mereka, baik
kritis. Dengan meningkatnya keterampilan formal maupun informal. Sebagai langkah awal
berpikir pada siswa akan meningkatkan pula pencegahan, peningkatan pengetahuan remaja
keterampilan hidup dalam bidang KRR. mengenai kesehatan reproduksi harus
Keterampilan atau kecakapan yang dapat ditunjang dengan materi komunikasi, informasi
dilatihkan melalui pembelajaran berbasis dan edukasi (KIE) yang tegas tentang
masalah sangat penting dalam PKRR agar penyebab dan konsekuensi perilaku seksual,
siswa memiliki keterampilan hidup dalam apa yang harus dilakukan dan dilengkapi
bidang KRR (12,14,19). dengan informasi mengenai saranan pelayanan
Menurut Hastuti, pengetahuan seksual yang bersedia menolong seandainya telah
yang benar dapat memimpin seseorang kearah terjadi kehamilan yang tidak diinginkan atau
perilaku seksual yang rasional dan tertular infeksi menular seksual dan penyakit
bertanggung jawab dan dapat membantu menular seksual. Hingga saat ini, informasi
membuat keputusan pribadi yang penting tentang kesehatan reproduksi disebarluaskan
tentang seksualitas. Sebaliknya pengetahuan dengan pesan-pesan yang samar dan tidak
seksual yang salah dapat mengakibatkan fokus, terutama bila mengarah pada perilaku
presepsi salah tentang seksualitas, sehingga seksual (1, 3, 7). Di segi pelayanan kesehatan,
selanjutnya akan menimbulkan perilaku pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak serta
seksual yang salah dengan segala akibatnya. Keluarga Berencana di Indonesia hanya
Informasi yang salah menyebabkan pengertian dirancang untuk perempuan yang telah
dan presepsi masyarakat khususnya remaja menikah, tidak untuk remaja. Petugas
tentang seksmenjadi salah pula. Akhirnya, kesehatan pun belum dibekali dengan
semua ini diekpresikan dalam bentuk perilaku keterampilan untuk melayani kebutuhan
seksual yang buruk, dengan segala akibatnya kesehatan reproduksi para remaja putri (5, 8,
yang tidak diharapkan (4). Menurut Mega, 10).
khusus bagi remaja putri, mereka kekurangan Jumlah fasilitas kesehatan reproduksi
informasi dasar mengenai keterampilan yang menyeluruh untuk remaja sangat
menegosiasikan hubungan seksual dengan terbatas. Kalaupun ada, pemanfaatannya relatif
pasangannya. Mereka juga memiliki terbatas pada remaja dengan masalah
kesempatan yang lebih kecil untuk kehamilan atau persalinan tidak direncanakan.
mendapatkan pendidikan formal dan pekerjaan Keprihatinan akan jaminan kerahasiaan atau
yang pada akhirnya akan mempengaruhi kemampuan membayar, dan kenyataan atau
kemampuan pengambilan keputusan dan persepsi remaja terhadap sikap tidak senang
pemberdayaan mereka untuk menunda yang ditunjukkan oleh pihak petugas
perkawinan dan kehamilan serta mencegah kesehatan, semakin membatasi akses
kehamilan yang tidak dikehendaki (8). Bahkan pelayanan lebih jauh, meski pelayanan itu ada.
pada remaja putri di pedesaan, haid pertama Di samping itu, terdapat pula hambatan legal
biasanya akan segera diikuti dengan yang berkaitan dengan pemberian pelayanan
perkawinan yang menempatkan mereka pada dan informasi kepada kelompok remaja.
risiko kehamilan dan persalinan dini (7,9). Karena kondisinya, remaja merupakan
53 Jurnal Berkala Kesehatan, Vol. 4, No. 2, Nov 2018: 47-54
DOI: 10.20527/jbk.v4i2.5659