NT aa 4S
F arp ~ “ gs 8
~~ Ghina Nauvalia
Penulis Wattpad @Nanvli_aTestineni Pembaca
Defeated, by love
“Baca cerita ini tuh bener bener nggak rugiii, ngikutin banget
perkembangannya dari awal. Dan, sekarang udah dinovelin, I feel so happy
... Karena jarang banget aku nemu yang kayak gini, cerita yang bisa bawa
pembaca terhanyut ke dalamnya. Pokoknya the best. Dapet banget deg-
degannya, percintaannya juga pokoknyaaa.”
—@RahmatikaSiregar, pembaca Defeated by Love di Wattpad
“Ceritanya menarik banget masa :”). Setelah baca cerita ini sampai habis,
aku nggak bisa move on dua hari dua malam sampai kebawa mimpi. Ya,
intinya seru, deh :”). Semoga ada karya-karya lain yang Kakak buat, and
bisa bikin aku tambah terinspirasi.”
—@fancyunixcorn, pembaca Defeated by Love di Wattpad
“DBL itu keren banget!!! Setiap part bikin jantungku berdesir. Aku suka
sama alur penyampaiannya. Baru kali ini baca cerita yang bikin aku
ikut merasakan apa yang dirasakan tokohnya. Gemas, kesal, dan sedih.
Kisahnya serasa nyata.”
—@indahnofiafitri, pembaca Defeated by Love di Wattpad
“Cerita ini tuh bagus, punya daya tarik sendiri. Apalagi buat aku yang
masih remaja gini rasanya pas aja baca cerita ini. Sering dibuat baper,
ketawa sendiri kayak orgil wkwkwk. Saking kerennya sampai nggak bisa
diungkapin dengan kata-kata. Author-nya juga ramah, hihi. Sukses terus,
ya! Ditunggu karya selanjutnya®.”
—@Meylaazmi, pembaca Defeated by Love di Wattpad“Ceritanya keren abisss. Bikin baper, bikin senyum-senyum sendiri, bahkan
sampai nangis. Ceritanya nggak ngebosenin, dan ini jadi mood booster buat
gue. So, yang jomlo, yang nggak pernah ngerasain baper, wajib baca cerita
ini karena ceritanya sukses nyihir pembacanya. Pokoknya nggak bakalan
nyesel deh bacanya.”
—@saldiv213, pembaca Defeated by Love di Wattpad
“Defeated by Love ceritanya menarik, keren abis. Kadang-kadang gue
geregetan sendiri bacanya. Ceritanya bikin baper, bikin gue kayak orang
gila senyum-senyum sendiri, feel-nya dapet banget. Dari sekian banyak
cerita yang gue baca, ini cerita yang paling gue suka. Pokoknya cerita ini
the best banget. Gue salut sama author yang bikin cerita ini. Banyak banget
rintang buat Alika dan Dika, tetapi itu semua mereka kalahkan dengan
cinta mereka. Defeated by Love the best banget!”
—@klerensiaMaringka, pembaca Defeated by Love di Wattpad
“First impression pas baca DBL itu ASYIK. Nggak ada kata bosen pas baca,
serasa naik rollercoaster pas baca DBL. Percaya cerita ini nggak mainstream.
Baca DBL itu serasa lihat doi lewat depan mata: deg-degan :v.”
—@Auraci, pembaca Defeated by Love di Wattpad
“Sangat memotivasi pembacanya untuk terus membaca cerita ini. Di dalam
cerita ini mengajarkan kita untuk saling berbagi dan saling mempererat tali
persahabatan.”
—@Angiisulastri_, pembaca Defeated by Love di Wattpad
“Aku baca DBL itu serasa ada kupu-kupu yang beterbangan di perut.
Ceritanya itu keren banget, susah ditebak apa yang terjadi selanjutnya.
FIGHTING! NEVER STOP READING!”
—@cipaaaaa__, pembaca Defeated by Love di Wattpad“Kocak, keren, baper, nggak garing, menarik, pokoknya kayak ada ikatan
batinnya gitu sampai bisa ngerasain apa yang diceritain =D”
—@duvvvwv, pembaca Defeated by Love di WattpadHeh opta dieing undangundrg
Dirang mesqutp tou nemperbanysh sebogon
lou sean stub fon an tert dan penedD efe ti
Los 0Defeated by Love
Karya Ghina Nauvalia
Cetakan Pertama, Juli 2017
Penyunting: Hutami Suryaningtyas & Dila Maretihaqsari
Perancang & ilustrasi sampul: Nocturvis
Tlustrasi isi: Belinda C.H.
Pemeriksa aksara: Mia Fitri Kusuma
Penata aksara: Rio & Tomo
Digitalisasi: FHekmatyar
Diterbitkan oleh Penerbit Bentang Belia
(PT Bentang Pustaka)
Anggota Ikapi
Jin, Plemburan No. 1 Pogung Lor, RT 11 RW 48 SIA XV, Sleman, Yogyakarta 55284
Telp. (0274) 889248 - Faks. (0274) 883753
Surel: infoebentangpustaka.com
Surel redaksi: redaksi@bentangpustaka.com
hittp://www.bentangpustaka.com
Ghina Nauvalia
Defeated by Love/Ghina Nauvalia; penyunting, Hutami Suryaningtyas & Dila
Maretihaqsari.—Yogyakarta: Bentang Belia, 2017.
ISBN 978-602-430-151-4
E-book ini didistribusikan oleh:
Mizan Digital Publishing
JL Jagakarsa Raya No. 40
Jakarta Selatan - 12620
Telp.: +62-21-7864547 (Hunting)
Faks.: +62-21-7864272
Surel: mizandigitalpublishingemizan.comCUS
Novel ini aku persembahkan untuk teman-teman
agar lebih suka membaca buku, bukan membaca
pesan dari doi, hehehe.lika meemas ujung tasnya. Ia merasa tegang dan grogi duduk di
alam mobil abangnya. Ini adalah hari pertamanya sekolah di SMA
Merdeka. Sebelumnya, ia adalah siswi di sebuah SMA yang ada
di Bandung. Karena harus mengikuti kepindahan orang tuanya, ia pun
pindah ke SMA di Jakarta.
Saat ini, Alika memikirkan berbagai macam hal yang mungkin
terjadi di sekolah barunya nanti. Hal-hal yang sering dibacanya dalam
cerita-cerita remaja tentang anak baru berseliweran dalam pikirannya.
Apakah ada yang mau berteman dengannya? Apakah ada yang tidak suka
kepadanya? Apakah ada yang akan berbuat jahat kepadanya? Serta sederet
pikiran buruk lainnya.
Bang Adit melirik Alika. Ia langsung menyadari kegelisahan adik
ceweknya itu. Ia pun berusaha untuk menghibur Alika. “Nggak usah
tegang, Dek. Kalo ada yang berani macam-macam sama lo, bilang aja sama
gue!”Alika menoleh ke arah Bang Adit. Ia tahu, Bang Adit
mengkhawatirkannya. Sedikit perasaan lega menghinggapinya. Namun,
ia tetap saja masih merasa cemas.
“Iya, Bang, tapi tetep aja takut. Gue, kan, anak baru, Bang. Nanti kalo
Gue ada salah sedikit aja, pasti langsung di-bully.”
“Nggak akan! Selama ada Abang di sini, Abang selalu siap mati-matian
belain lo, Dek! Tenang aja!”
Alika tersenyum menatap abangnya. Dia yakin Bang Adit nggak bakal
berhenti meyakinkan dirinya sampai ia tenang. “Iya gue percaya. Makasih
ya, Bang!”
“Nah, gitu dong! Senyum. Kan, cakep!” goda Bang Adit.
“Th, apaan sih, Bang!”
Sampai di sekolah, Bang Adit memarkir mobilnya dan membukakan
pintu untuk Alika.
“Sok sweet lo, Bang! Nanti ada pacar lo lihat, beuh, abis dah gue!”
“Gue walau ganteng gini nggak punya pacar, Dek!” ucapnya.
“Nah Ioh kenapa? Lo nggak laku? Atau, jangan-jangan Abang suka
sama cowok lagi, nih!”
“Sialan!” kesalnya, lalu meninggalkan Alika di parkiran mobil.
Alika hanya tertawa kecil melihat sikap abangnya itu. Lalu, Alika
pun mengejar abangnya. Alika terus berlari kecil untuk menghampiri
abangnya, tetapi langkah kaki Bang Adit sangat berbeda dengan Alika.
“Dih, Abang jangan ninggalin gue! Gue, kan, nggak tahu sekarang harus
ke mana. Gue bingung tahu!”Akhirnya, Bang Adit menghentikan langkahnya. Ia berbalik ke arah
Alika sambil mengembuskan napasnya. “Ya, udah. Ayo ke Ruang Kepala
Sekolah sama gue!” ucap Bang Adit. Alika pun menganggukkan kepala
dengan semangat.
Selama Alika berjalan bersisian dengan Bang Adit, banyak siswa-siswi
memperhatikannya dari atas hingga bawah. Ada yang berbisik, ada juga
yang menyapa Bang Adit. Apa seterkenal itu Bang Adit di sekolah ini?
Bang Adit memang sejak awal sudah sekolah di SMA ini. Setelah
kedua orang tua mereka pindah tugas dari Bandung ke Jakarta, barulah
Alika menyusul abangnya ke sekolah yang sama. Bang Adit tidak pernah
cerita soal ketenarannya di sekolah. Namun, bila melihat reaksi orang-
orang yang mereka lewati, sepertinya Bang Adit cukup populer di sini.
Setelah sampai depan Ruang Kepala Sekolah, Bang Adit mengetuk
pintu Ruang Kepala Sekolah dan menunggu sampai mereka dipersilakan
masuk.
“Masuk.” Terdengar suara seorang wanita dari dalam, lalu Alika dan
Bang Adit masuk ke Ruang Kepala Sekolah.
“Bu Lili, ini adik saya yang baru pindah dari Bandung,” ucap Bang Adit
dengan sopan.
“Oh, Alika ya namanya? Silakan kalian duduk dulu,” ucap Kepala
Sekolah.
Kriiinggg ....
“Sudah bel masuk. Adit, kamu masuk ke kelas kamu saja, biar adikmu
bersama Ibu,” ucap Bu Lili selaku Kepala Sekolah.
Setelah Bang Adit keluar dari Ruang Kepala Sekolah, kini hanya Alika
dan Bu Lili di ruangan itu. Alika merasa ketegangan makin menyelimutidirinya. Tak lama, Alika dan Bu Lili melewati koridor sekolah yang sepi
karena kelas sudah dimulai. Alika dan Bu Lili pun masuk ke kelas XIIPA 1.
Saat Alika dan Bu Lili masuk ke kelas, semua orang menatap Alika.
Para cowok menatap Alika kagum, sedangkan beberapa cewek menatap
Alika dengan tatapan tak suka. Tetapi, Alika tak menghiraukannya.
“Anak-anak, hari ini kalian punya teman baru, pindahan dari
Bandung. Ibu harap kalian bisa berteman baik dengannya,” ucap Bu Lili.
“Saya permisi dulu ya, Bu Nina,” ucap Bu Lili, Bu Nina menganggukkan
kepala sambil tersenyum. Lalu, Bu Nina yang berdiri di samping Alika
mulai membuka suaranya.
“Oke! Sekarang, silakan perkenalkan diri,” ucap Bu Nina dan kelas
pun hening seketika.
Alika menahan napasnya dan memulai memperkenalkan diri. “Nama
saya Alika Fasya, panggilan saya Lika. Saya pindahan dari Bandung. Saya
harap, saya bisa berteman baik dengan kalian,” ucap Alika dengan gugup.
“Oke. Terima kasih, Alika. Ada yang ingin bertanya kepada Alika?”
tanya Bu Nina.
Tiba-tiba kelas XI IPA 1 yang awalnya tenang, langsung ribut,
terutama para cowok.
“ID Line, dong, Alika.”
“Udah punya pacar, belum?”
“Nomor sepatu, dong?”
“Lika rumahnya di mana?”
“Pin BBM, dong!”
“Nama Path atau Instagram gitu?”
4“Sok cantik.”
“Nanti ke kantin bareng, ya!”
“Jalan, yuk”
“Alikaaaaaa aku padamu ....”
“Bh, sudah sudah! Kalian ini ya, disuruh bertanya malah ribut nggak
karuan. Ya sudah, Alika sekarang kamu duduk di bangku paling belakang,
ya. Nggak apa-apa, kan?” ucap Bu Nina.
“Nggak apa-apa kok, Bu,” ucapnya sambil tersenyum dan Alika
langsung melangkahkan kakinya ke kursi yang ditentukan oleh Bu Nina.
Alika menduduki kursinya dan membuka tas untuk mengambil
buku. Tiba-tiba, suara knop pintu terbuka dan semua siswi di kelas baru
Alika berteriak, kecuali Alika karena ia tak tahu apa-apa. Akhirnya, Alika
melihat ke arah pintu itu dan ternyata yang datang adalah seorang cowok
yang juga berseragam putih abu-abu.
Cowok itu jangkung dan putih. Seragamnya sangat berantakan. Meski
demikian, tampilannya yang sangat berantakan itu tak mampu menutupi
ketampanan wajahnya. Mata cokelatnya yang dibingkai alis tebal mampu
membuat wanita tak berkedip.
“Ya ampun ganteng banget,” gumam Alika pelan.
“Maaf, Bu, saya telat,” ucap cowok itu sambil tersenyum.
“Waduuuhhh ... yang punya sekolah baru dateng, hebat!!!” ucap salah
seorang siswa yang ada di kelas Alika, dan seisi kelas menertawakannya.
“Dika ... Dika, kenapa harus kamu lagi yang telat. Sekarang apa lagi
alasannya, hem?” tanya Bu Nina“Jadi gini Bu, tadi saya udah berangkat pagi banget sebenernya. Pas
lagi di jalan, tiba-tiba mendadak macet gitu, Bu. Ternyata yang membuat
macet itu nenek-nenek lagi nyeberang,” ucap Dika, dan seisi kelas pun
tertawa.
“Bilang aja, Dik, bilang kalo kesiangan,” ucap salah seorang siswa.
“Jangan dengarkan mereka, Bu. Mereka nggak tahu apa yang saya
rasakan. Kan, nggak mungkin ada nenek-nenek lagi nyeberang terus saya
tabrak. Saya masih ingat dosa, Bu,” ucap Dika lagi, yang membuat seluruh
isi kelas kembali tertawa.
“Sudah, sudah. Kali ini Ibu maafkan kamu, Dik. Silakan kamu ke
tempatmu.” Kemudian, Dika berjalan ke arah tempat duduknya.
Alika mengikuti arah Dika berjalan. Betapa terkejut Alika ketika
Dika berjalan menuju bangku kosong yang ada di samping bangkunya.
Seketika dia merasa sangat beruntung bisa duduk di samping Dika. Cowok
terganteng yang dia temui hari ini.
“Lo anak baru, ya?” tanya Dika.
Alika masih terpaku memandang kagum wajah Dika, sebelum akhirnya
tersadar dan menjawab pertanyaan Dika dengan gugup. “I-iyaaa
“Gue Dika,” ucapnya sambil mengulurkan tangannya kepada Alika.
Tetapi, Alika hanya diam menatap Dika.
Dika yang mulai bingung dengan sikap cewek yang ada di sebelahnya
itu, alhirnya melambaikan tangan di depan wajah Alika.
“Halo!”
Alika yang terkejut, langsung membalas uluran tangan Dika. “E-eh,
gue Alika.” Alika berusaha menyembunyikan salah tingkahnya dengan
senyuman kecil.Cantik juga, batin Dika.
oy
Kringggggg....
Bel istirahat berbunyi, seluruh siswa-siswi kelas Alika berhamburan
keluar dan menuju kantin sekolah, kecuali Alika. Ia hanya duduk di depan
kelasnya karena ia belum tahu apa-apa tentang sekolah ini.
Tiba-tiba seorang cewek duduk di samping Alika.
“Hai, aku Via,” ucapnya sambil mengulurkan tangan kepada Alika.
Alika pun membalas uluran tangannya dan berkata, “Aku Alika.”
“Ke kantin, yuk!” ajaknya, to the point.
“Ayo!” balas Alika. Lalu, mereka berdua pergi ke kantin. Sesampainya
di kantin, mereka melihat keadaan kantin yang sangat ramai.
“Yah, duduk di mana nih, kita?”
Mata Alika menyapu seisi ruangan dan menemukan kursi kosong
untuk mereka. “Tuh, di pojok aja, ada yang kosong, kok!”
Setelah duduk, Alika dan Via langsung memesan makanan yang
mereka berdua inginkan. Tiba-tiba terdengar suara histeris bermunculan.
Tak perlu menunggu lama, Alika segera mengetahui penyebab kehebohan
itu. Dika dan teman-temannya sedang berjalan di kantin.
Mata Via pun berbinar saat melihat geng Dika. “Duh, kelompok anak
cowok paling ganteng di sini, tuh!”
“Masak, sih?” ucap Alika tak percaya.“Iyalah, Lika. Lihat, dong, mereka semua ganteng. Makanya, lo tuh
beruntung banget. Tempat duduk lo persis di sampingnya Dika. Semua
cewek pasti iri!” ucap Via. Alika hanya tersenyum kecil.
“Termasuk lo juga, dong! Kan, lo cewek, jadi lo juga iri dong sama
gue?” balas Alika sambil tersenyum jail.
Via yang mendengar ucapan Alika barusan, tidak terima. “Eeeit ...
nggak dong! Gue mah sukanya sama Harry. Dia beda sama yang lain gitu!
Hehehe ....”
Tidak lama kemudian, pesanan mereka berdua pun datang.
Semangkuk bakso untuk Alika dan sepiring siomay untuk Via. Mereka
langsung menyantapnya sebelum waktu istirahat usai.
bows
KRIIINGGGGGGG.
Seluruh siswa-siswi SMA Merdeka pun berhamburan keluar setelah
bel pulang berbunyi. Alika berjalan ke arah kantin, tempat ia akan
menunggu Bang Adit untuk pulang bersama. Sesampainya di kantin, Alika
memesan segelas jus avokad untuk menemaninya menunggu abangnya.
Usai memesan, ia duduk di kursi paling pojok dan mengeluarkan
ponselnya. Tiba-tiba ada notifikasi Line dari Bang Adit.
“Duh, nggak enak, nih, firasat gue,” gumam Alika sambil membuka
Line dari Bang Adit.
Aditya Fasya: Dek, gue balik sore nih kayaknya, mau latihan basket. Lo di
mana?Alika Fasya: Gue di kantin, Bang. Ya udah, gue pulang naik angkot aja ya,
Bang.
Aditya Fasya: Nggak, nggak, nggak usah. Gue udah minta tolong temen
gue buat nganterin lo pulang. Dia udah mau ke kantin,
kok, nyamperin lo. Ya udah, hati hati ya, Dek! Bye adikku
tersayang :*
Alika hanya membaca Line terakhir dari Bang Adit dan segera
menghabiskan jus avokadnya.
Tidak lama kemudian, Alika melihat Via berjalan ke kantin sendirian.
“Alika! Gue kira lo udah balik,” teriaknya dari jauh.
“Ini sebentar lagi mau pulang, Lo kenapa belum pulang?” tanya Alika.
“Belum, lagi nunggu dijemput,” ucapnya.
“Dijemput siapa? Harry, ya?” ledek Alika, dan Via hanya tersipu malu.
Tidak lama kemudian, seorang cowok tiba-tiba duduk di samping
Alika dan membuat kedua cewek itu terkejut.
“Hei, Cantildkk!” ucap Dika dengan cengiran khasnya.
“[-iyaa. Eh Dika,” ucap Alika kaget.
“Abang lo Adit, ya?” katanya.
“Liyaaa, kok lo tahu? Jangan-jangan lo temen Bang Adit yang dimintai
tolong buat nganter gue pulang?” ucap Alika.
“Iya, Lik. Ya udah, langsung balik aja, yuk!” ucapnya sambil menarik
tangan Alika.Alika yang tidak siap, hanya bisa mengikuti ajakan Dika sambil
menatap Via bingung. “Via gue duluan, ya.” Via mengacungkan jempolnya
sambil tersenyum.
Deg...
Oh inikah cinta ... cinta pada jumpa pertama, batin alika. Eh, kok, gue
malah nyanyi sih! batinnya lagi. Alika hanya melihat tangannya yang ada di
genggaman tangan Dika. Entah kenapa Alika tidak berusaha melepaskan
tangannya itu.
Sesampainya di parkiran, Dika baru sadar dengan apa yangia lakukan.
Ia langsung melepaskan tangan Alika. “Eh, sori, Lik. Gue nggak sengaja,”
ucapnya membuyarkan pikiran Alika.
Sengaja juga nggak apa-apa, kok! batin Alika, lalu ia tersenyum.
“Iya, nggak apa-apa, kok!”
Selama perjalanan pulang, hanya ada keheningan di antara mereka
berdua.
“Masuk kompleks, terus belok mana lagi?” tanya Dika memecahkan
keheningan.
“Belok kiri, Rumah keempat di sebelah kanan.”
Tak lama kemudian, mereka berdua sampai di depan rumah Alika.
Keheningan kembali menyelimuti mereka. Dika menghentikan
mobilnya dan melihat ke arah Alika. Alika hanya diam, menatap keluar
dengan tatapan kosong.
Dika pun memecahkan keheningan. “Lik, udah sampai, Lik.”
Masih hening. Alika tidak bereaksi sedikit pun.
10Dika pun mengguncang pundak Alika dan melambaikan tangan di
depan wajah cewek di sampingnya. “Helllooo, ada orang? Likaaa, udah
sampai,” ucap Dika sekali lagi.
Bahu Alika terguncang kaget. Matanya langsung membulat. “E-eh iya
Dik, udah sampai, ya? Makasih ya, Dika,” ucap Alika sambil tersenyum.
Alika meraih tuas pintu mobil. Lalu, ia berhenti dan menatap Dika.
“Mau mampir?”
“Nggak usah. Gue ada urusan lagi, Cantik,” jawab Dika sambil
tersenyum. Alika mengangguk dan turun dari mobil. Setelah berpamitan,
lalu Dika pergi dari rumah Alika. Setelah mobil Dika hilang dari pandangan,
Alika masuk ke rumah dengan suasana hati yang sangat bahagia.
Saat Alika memasuki rumahnya, kondisi rumah sangat sepi. Alika
berpikir pasti bundanya tengah memasak di dapur. Alika pun berteriak
memanggil bundanya.
“BUNNNDAAAAAA. LIKA CANTIK PULANG.”
“Udah sih, Dek, jangan berisik. Bunda pusing beneran nih, denger
suara kamu. Kayak lagi di hutan aja,” ucap Bunda.
“Ish, Bunda mah gitu.” Alika pura-pura ngambek sambil menggelayut
manja di pundak Bunda.
“Kamu dianterin siapa, Dek? Abang kamu mana?”
“Abang ada ekskul. Pulangnya lama. Jadi, aku dianterin temen,” ucap
Alika dengan wajah yang berbinar.
Bunda menyadari perubahan di wajah anak perempuan satu-satunya
itu. Ia pun tergelitik untuk menggoda Alika. “Temen apa temen?” goda
Bunda sambil tersenyum jail.“Ish, apa sih, Bun. Udah, Lika mau ke kamar dulu ya, Bunda. Bye-
bye,” ucap Alika sambil mencium pipi bundanya. Lalu, ia lari ke dalam
kamarnya. Sesampainya di kamar, Alika mengganti baju seragamnya
dengan baju santai, lalu merebahkan tubuhnya di atas kasur dan tertidur.
Setelah dua jam lamanya Alika tertidur, akhirnya Alika terbangun.
“Hoaaaaaaaaaaaammm.” Alika meregangkan otot-otot tubuhnya
yang terasa kaku setelah tidur.
“Lho, udah sore, ya?” gumamnya.
Butuh waktu beberapa saat sampai akhirnya Alika turun dari
ranjangnya. Ia langsung mengambil handuk dan mandi. Usai mandi, Alika
memakai baju santai dan menuruni anak tangga menuju ruang makan.
Bunda pasti sedang menyiapkan makan malam. Alika berniat membantu
bundanya. Saat menapaki anak tangga terakhir, Alika melihat Bang Adit
baru pulang.
Alika pun menghampiri abangnya itu. “Baru pulang, Bang? Beuh,
capek gue mah kalo jadi lo, Bang!”
“Berisik! Eh, gimana tadi dianterin pulang sama cogan?”
“Biasa aja.”
Alika yang tidak kuasa menahan senyumnya itu, buru-buru pergi dari
hadapan abangnya. Lalu, ia mendengar abangnya bergumam pelan.
“Padahal seneng, tuh!”
Alika menghentikan langkahnya, ia berbalik ke arah abangnya sambil
menaruh kedua tangannya di pinggang.
“Apa lo bilang, Bang?!”Bang Adit hanya nyengir dan berkata, “Eh, eh, nggak, Dek! Aduh,
aduh gerah, Abang ke kamar dulu, ya! Byeee....” Lalu, ia pergi ke kamarnya.
Beberapa saat kemudian, Alika makan malam bersama keluarganya.
Meski hanya berempat, tanpa kehadiran dua abangnya lagi, Alex dan Aldi,
yang sedang kuliah di luar kota.
“Alika, gimana hari pertamamu di sekolah?” tanya Papa.
“Biasa aja, Pa,” jawab Alika singkat.
“Asyik, kan? Ada cowok gantengnya, nggak? Udah punya temen,
belum?” tanya Bunda bertubi-tubi.
Th, Bunda mah, cowok ganteng mulu yang ditanya. Kalo temen mah
udah ada, lah. Namanya Via,” jawab Alika.
“Kalo cowok ganteng mah banyak di sekolah Alika sekarang. Termasuk
yang lagi ngomong nih, cowok ganteng di sekolah,” ucap Bang Adit sambil
membusungkan dadanya.
“Huek, huek, huek.” Alika bereaksi pada ucapan Bang Adit. Bunda
hanya terkekeh melihat kelakuan mereka berdua. Usai makan malam,
Alika membantu bundanya membereskan meja makan, lalu mengulang
kembali pelajaran yang ia terima di sekolah tadi.
Di tempat lain, Dika yang memiliki ritme kehidupan yang berbeda
dengan Alika, masih ada di luar rumah. Ia sedang nongkrong di kafe
bersama dua sobatnya, yaitu Harry dan Viko.
“Tadi balik sama siapa lo?” tanya Viko.
“Sama Alika,” ucap Dika.
“Oh, Alika anak baru yang adiknya Bang Adit, ya?” tanya Harry.“Iya,” jawab Dika sambil menenggak sisa kopinya dari gelas. “Yuklah,
cabut!” ajaknya. Lalu, mereka bertiga pergi ke salah satu taman yang
menyediakan tempat untuk bermain skateboard.
4Chapter
2
agi harinya, Bunda menyuruh Adit yang baru saja selesai
mandi untuk membangunkan Alika. Adit ke kamar Alika dan
mengguncang pelan tubuhnya. Alika hanya membuka matanya
sedikit, menarik selimut, memunggungi Adit, dan kembali tidur. Beberapa
kali Adit berusaha membangunkannya, tetapi reaksi yang ia dapat sama.
Adit hampir menyerah, lalu ia melihat sekeliling kamar Alika. Lalu, senyum
jail mengembang di bibirnya.
Adit mengambil jam dinding yang ada di kamar Alika dan mengubah
jarum jamnya. Lalu, ia melakukan hal yang sama pada jam beker milik
Alika. Tak lupa ia menyetelnya tepat satu menit ke depan. Lalu, ia kembali
meletakkan jam beker itu di dekat telinga Alika. Setelah selesai dengan
rencananya, Adit pun keluar dari kamar Alika dan melanjutkan bersiap-
siap.
Kringgggge.
Alika menekan tombol di jam beker itu. Setengah sadar, Alika melihat
ke arah jam kecil itu. Alika terkejut. Lalu, tatapannya segera beralih kearah jam dinding untuk memastikan apa yang dilihatnya tak salah. Jarum
jam di dinding pun menunjukkan pukul enam lewat tiga puluh.
“Hah!!! Setengah tujuh! Gawat gawat gawat!”
Alika pun segera mandi seadanya dan memakai seragamnya dengan
buru-buru.
“Aduh, Bunda bisa marah besar ini.”
Setelah selesai bersiap-siap, Alika pun menuruni anak tangga menuju
ruang makan. Di ruang makan, Bang Adit dan Papa tengah asyik melahap
sarapannya.
Alika langsung menarik tangan abangnya. “Abang, ayo jalan, udah
telat!”
Adit hanya menatap Alika dan berkata, “Telat apanya? Tuh, lihat jam
dinding”
Alika pun menoleh ke arah jam dinding yang dimaksud, dan ternyata
masih pukul enam lewat sepuluh.
Alika pun curiga dengan abangnya ini. “Pasti Abang, deh, yang
ngelakuin ini semua,”
Awalnya Adit akan memasang tampang polos menanggapi Alika.
Namun, ia tak kuasa menahan tawanya dan membuat Alika yakin bahwa
dugaannya benar.
“Abang parah, ya. Gue sampai buru-buru mandi, nih!”
Bang Adit hanya tertawa dan berkata, “Hahaha ... makanya jadi cewek
jangan kebo!”
+7“Udah, nggak usah ngambek, mau berangkat bareng, nggak? Kalo
nggak mau, Abang jalan duluan, ya. Dahhb ...,” ucap Bang Adit yang
langsung pamit dan pergi ke mobilnya.
Alika yang melihat Bang Adit beranjak pergi menuju mobilnya,
langsung mengambil setangkup roti bakar, lalu pamit kepada bunda dan
papanya.
“Abang, tunggu ....”
Selama di jalan, Alika hanya menghabiskan sarapannya dan diam
melihat ke luar jendela.
“Dek, udah sampai, nih!”
“Bh, udah sampai, ya?”
“Hahaha ... makanya jangan mikirin Dika terus. Nanti juga ketemu,
sabar aja, sih!”
“Ha? Terserah lo deh, Bang. Oh, iya, nanti pulang sama gue, kan?
Parah aja kalo nggak bareng lagi.”
“Iya, Dek.”
Lalu, Alika keluar dari mobil Bang Adit dan berjalan menuju kelasnya.
Saat Alika membuka pintu kelasnya dan berjalan masuk, tiba-tiba ....
Bruwughhh ....
“ALIKAAAAAA....”
Semuanya menjadi gelap.
Ketika tersadar, Alika sedang berada di UKS dengan Dika.
“Alika? Akhirnya bangun juga lo,” ucap Dika. Wajahnya tampak sangat
lega melihat Alika membuka matanya.
n“Kok, lo ada di sini? Bang Adit ke mana?” tanya Alika sambil
mengedarkan pandangan mencari sosok abangnya.
“Dia masuk kelas. Dia nyuruh gue buat nemenin lo sampai lo sadar,”
ucap Dika sambil memegang tangan Alika secara tiba-tiba.
Deg...!
Boleh melayang, nggak? batin Alika.
Dika yang melihat wajah Alika sangat tegang itu, menyunggingkan
senyumnya dan berkata, “Jangan terbang dong, nanti atap sekolah jebol
gimana? Ck.”
Dia, kok, bisa tahu isi hati gue, ya? batin Alika.
Alika hanya menahan senyumannya yang hampir merekah.
Alika pun menepis tangan Dika dan berusaha bangun dari ranjang
UKS. “Ish, Dik, apa sih. Udah, ah, gue mau ke kelas.”
“Yakin lo udah nggak apa-apa? Ya udah, ayo kita ke kelas,” ucap Dika
sambil membantu Alika pergi ke kelas.
Selama di koridor menuju kelas, Alika hanya diam. Tiba-tiba saja Dika
merangkul pundak Alika.
Alika sangat terkejut karena perbuatan Dika. Dia langsung menatap
Dika. Tetapi, Dika dengan santai hanya berkata, “Jangan ge-er, ini biar lo
nggak jatuh aja.”
“Sebenernya gue itu kenapa, sih, Dik? Kok, gue tiba-tiba ada di UKS.”
“Lo tadi jatuh di depan kelas. Kepala lo kejatuhan buku dari atas
pintu. Kepala lo nggak luka, sih, karena bukunya nggak begitu tebel. Kata
dokter jaga di UKS tadi, mungkin lo shock, makanya lo sampai pingsan.
Gue curiga, lo tadi kena jebakan gengnya Bella,” jawab Dika. Alika kemarin
rfdiberi tahu Via bahwa Bella itu fan beratnya Dika. Bahkan, dia pernah
nembak Dika, tapi ditolak mentah-mentah oleh Dika.
Tanpa Alika sadari, mereka berdua sudah sampai depan kelas. “Udah,
lo masuk gih ke kelas. Gue mau ke kantin dulu sama anak-anak,” ucap
Dika, lalu pergi meninggalkan Alika di depan kelas. Setelah Dika hilang
dari pandangan, Alika masuk ke kelas dan keadaan kelas sangat ribut
karena tidak ada guru.
Kalau tahu nggak ada guru mah mending di UKS dulu rebahan, batin
Alika.
“Lo abis dari mana?” tanya Via tiba-tiba.
“UKS, Vi,” jawab Alika.
“Lho, lo kenapa?” tanyanya.
“Gue jatuh kena jebakannya geng Bella gitu. Miris yaa ...,” ucap Alika
sambil tertawa kecil.
“Emang, lo ada masalah apa?” tanyanya.
“Padahal, gue kemarin cuma balik bareng Dika doang. Tiba-tiba tadi
pagi gue dijailin sampai gue pingsan.”
“Tyalah, lagian lo pake acara pulang bareng Dika segala. Ya udah, biarin
aja. Pantesan tadi gue lihat Bang Adit ngomong serius banget sama Bella.
Tumben banget Bang Adit mau ngobrol sama cewek kayak Bella. Biasanya,
kan, abang lo sok cool gitu kalo sama cewek,” ucap Via.
“Dikasih pelajaran? Duh! Jangan sampai Bang Adit ikut diapa-apa .
“Nggak bakal, lah. Gitu-gitu, abang lo juga termasuk cowok populer
di sekolah ini. Gue aja dulu sempet naksir sama dia. Kalo sampai ada yang
berani macam-macam sama Bang Adit, pasti banyak yang belain,” ucap Via
memotong pembicaraan Alika.
ra“Wah gue bilangin Harry, nih!” ledek Alika.
“Jangan, dong! Gitu, ih, lo mah!” ucap Via sambil melipatkan kedua
tangannya. Alika hanya tersenyum melihat teman barunya itu.
bow
Bel istirahat pun berbunyi, siswa-siswi SMA Merdeka langsung
Kriiiingggg ....
berhamburan ke kantin.
“Ke kantin yuk, Lik?” ajak Via.
“Yuk! Eh, tapi gue ke toilet dulu, ya,” ucap Alika, dan Via menjawab
dengan mengacungkan jempolnya.
Saat Alika ingin bangkit dari kursinya, Dika yang tadi sedang
mendengarkan musik tiba-tiba mencegah Alika keluar.
Nih anak apa-apaan, sih, batin Alika.
“Lo mau ke mana?” tanya Dika.
“Ke toilet, kenapa?”
“Nggak apa-apa. Gue cuma mau ajak lo ke kantin. Ya udah, gue ke
kantin duluan, yah,” ucap Dika yang langsung meninggalkan Alika dan Via
dikelas.
Setelah Dika keluar dari kelas, mereka berdua hanya saling menatap
satu sama lain, “Dika kenapa, ya?”
“Entahlah .... Ayo ke toilet!” ajak Alika, dan mereka berdua pergi ke
arah toilet bersama.
“Bh, gue nunggu di loker aja, ya. Gue mau telepon nyokap dulu
sebentar,” ucap Via. Alika mengangguk, lalu menuju toilet sendirian.
2%Saat memasuki toilet cewek, Alika merasa heran, tumben sekali toilet ini
sangat sepi saat istirahat.
“Tumben ini toilet sepi,” gumamnya.
Ketika Alika akan memasuki salah satu bilik toilet, ia melihat ada
gayung di atas pintu.
“aneh banget gayung ditaruh di atas,” ucap Alika sambil meraih
gayung itu. Pada saat Alika mengambil gayung itu, tiba-tiba—
Byuuuuuurrr ...
Gayung yang berisi air dan telur busuk itu jatuh. Isinya tumpah
membasahi rambut dan tubuh Alika.
“Aaarrrrrrggghhh .... Siapa, sih, yang iseng sama gue! Emang gue salah
apa sampai ada yang tega giniin gue,” lirih Alika.
Alika hanya menatap wajahnya yang berantakan di cermin. Alika
berusaha untuk membersihkannya, tetapi bau busuk dari telur itu masih
saja terasa. Ketika Alika ingin membuka pintu toilet, ternyata pintu itu
terkunci dari luar. Alika hanya bisa berteriak di dalam toilet, tetapi tidak
ada jawaban sama sekali.
“Tolong!!! Bukain. Please, yang lagi di luar sana tolong gue!”
Alika terus berteriak dan tak lama kemudian, ia pun menangis.
“Tolongin gue! Gue takut sendirian!”
Cekleeekk....
Alika langsung mengusap air mata di pipinya dan ia pun bangkit. Ia
membuka pintu itu lebar, lalu segera keluar dari toilet. Saat Alika keluar,
munculah wajah Dika di depan Alika.
“Kok, lo di sini Dik?” ketus Alika.
a“Udah, cepet ikut gue!” ucap Dika yang langsung menggandeng
tangan Alika.
Nih, orang maksudnya apa, sih? batin Alika, tetapi ia tetap mengikuti
ajakan Dika. Tak lama, Alika tahu ke mana Dika membawanya pergi-
“Whaaatttttt .... Kok, ke Ruang Kepsek, sih, Dik. Nggak usah, Dik!
Apaan sih, lo? Gue mau bersihin badan gue dulu. Nggak lihat apa badan
gue udah kacau banget kayak gini? Dika!” Alika berusaha melawan tarikan
Dika. Namun, Dika tetap membawanya berjalan mendekati Ruang Kepsek.
“Nih cewek berisik banget, sumpah!” gumamnya.
“Gue masih bisa denger lo, ya, Dik!” ucap Alika kesal.
Sesampainya di depan Ruang Kepala Sekolah, Dika langsung
mengetuk pintu. “Masuk,” ucap Bu Lili dari dalam. Dika membuka kenop
pintu dan mengajak Alika masuk bersamanya. Saat Alika sudah ada di
dalam Ruang Kepala Sekolah, dia melihat ada Bella dan teman-temannya
juga di sana.
Lho..... Kok, ada Bella? batin Alika.
“Dik, ngapain sih, bawa gue ke sini? Emang gue punya masalah apa,
Dik?” bisik Alika.
“Alika,” Bu Lili berkata, sebelum Dika sempat menjawab pertanyaan
Alika.
“[-iya Bu. Ada a-apa ya, Bu?” ucap Alika gugup.
“Coba ceritakan apa yang bisa membuatmu menjadi seperti ini,” pinta
Kepala Sekolah.
Akhirnya, Alika menceritakan semua kejadian yang baru saja ia alami.“Apa kamu yakin, Dika, kalau Bella yang melakukannya?” tanya Bu
Lili.
“Iya, Bu. Saya punya bukti,” ucap Dika tenang sambil mengeluarkan
ponsel dan menyodorkannya kepada Kepsek.
Dika diem-diem baik, ya, batin Alika sambil tersenyum.
Dika menyetel sebuah rekaman dari ponsel di tangannya itu. Lalu,
sebuah suara dari rekaman itu mulai terdengar. Seluruh orang di dalam
Ruang Kepala Sekolah pun mendengarkan dengan saksama.
=?
Dika sedang berada di kantin. Tanpa ia sadari, matanya mencari keberadaan
Alika. Karena dia tidak menemukan Alika di kantin, Dika pun kehilangan minat
untuk mengisi waktu istirahatnya di sana. Dika memutuskan kembali ke kelas.
Dia tidak juga menemukan Alika di sana. Entah kenapa, Dika merasa ada yang
tidak beres dengan ketidakhadiran Alika di kantin dan di kelas. Akhirnya, ia
memutuskan untuk pergi ke toilet sebelum kembali mencari Alika.
Saat akan masuk ke toilet cowok, Dika melihat Bella dan gengnya di depan
toilet cewek. Mereka terlihat sedang berkasak-kusuk merencanakan sesuatu
dan Bella memegang sebuah kunci. Karena penasaran dan merasa ada yang
tidak beres, Dika diam-diam mendekati mereka sambil berusaha menyalakan
aplikasi perekam suara di ponselnya.
“Kena si Alika, nggak, ramuan menjijikkannya tadi? Sebel banget gue lihat
kelakuannya yang sok cantik itu!” tanya Bella kepada salah seorang temannya.
“Tenang ajaaa ... semuanya beres! Kita lihat aja nanti, Alika bakalan gue
bikin malu. Kuncinya masih lo pegang kan, Bel? Nanti aja bukanya pas udah
bel masuk. Mau ke mana lagi dia kalo kelas udah mulai?” jawab cewek yang
ditanyai Bella tadi.
BDika tak tahan mendengar obrolan itu. Ia menggeram kesal, mematikan
aplikasi perekam, dan langsung mendekati Bella.
“Bel, itu kunci apa?” tanyanya.
“Oh i-itu kunci ... rumah ... kunci rumah. Iya, kunci rumah gue,” jawab
Bella gugup. Bella tidak bisa menutupi kekagetannya melihat Dika yang tiba-
tiba muncul.
“Oh, ya? Coba gue lihat, dong. Gue pengin lihat kunci rumah gedongan.
Kan, katanya Bella orang kaya,” ucap Dika sambil merebut kunci dari tangan
Bella, Dika pura-pura mengamati kunci yang ada di tangannya.
“Bukannya ini kunci toilet wanita, ya? Siapa yang lagi lo kunciin?” tanya
Dika datar sambil menatap Bella, tajam.
Dengan polosnya, salah seorang teman Bella ada yang keceplosan .
“Alikaaa dong!” ucap cewek yang langsung menutup mulutnya itu.
“Oh, Alika ya? Sini lo!” ucap Dika yang langsung menarik lengan Bella ke
few)
og
Bella dan gengnya hanya menundukkan kepalanya dan diam tidak bisa
Ruangan Kepala Sekolah.
berbicara apa-apa lagi. Usai mendengarkan rekaman singkat dari ponsel
Dika, tidak ada lagi hal yang bisa dibantah bahwa mereka yang mem-bully
Alika.
“Saya sangat kecewa kepada kalian semua. Terutama kamu, Bella!”
ucap Kepsek tegas.
“Maaf, Bu,” ucap Bella dan gengnya serempak.“Kalian dihukum membersihkan toilet dan gudang. SEKARANG!”
bentak Bu Lili.
“Dan, buat kamu, Alika, ini baju seragam yang baru. Silakan kamu
ganti baju dulu, setelah itu baru masuk kelas. Dan, Dika, silakan langsung
masuk kelas,” ucap Bu Lili sambil menyodorkan seragam untuk Alika.
Alika dan Dika langsung keluar dari Ruang Kepala Sekolah. Teman-
teman geng Dika sudah menunggu di depan ruangan itu.
“Brood .... Lo kenapa sampai ke Ruang Kepala Sekolah?” tanya Viko.
“Wah, jangan-jangan dia kena masalah, tuh!” ucap Harry.
“Jangan-jangan ketangkap basah dia sama Alika,” ucap Harry lagi dan
mereka berdua tertawa.
Alika pun langsung menggelengkan kepala. “Nggak, kok! Malah tadi
Dika habis bantuin gue,” sanggah Alika.
“Oh, gitu. Ya, ya, ya,” balas Harry.
“Mmm, Dik, Ry, Ko
Alika dengan senyumnya.
‘ue duluan, ya! Gue mau ganti baju dulu,” ucap
“Iya, Lik, hati-hati,” jawab Dika.
Alika berlalu dari tiga cowok itu. Dika menatap punggung Alika yang
perlahan menjauh dan menghilang dari pandangan. “Dilihat-lihat, Alika
cantik, ya,” ucap Harry sambil menyenggol lengan Dika.
Iya, emang dia cantik! batin Dika.w
ari Sabtu, hari ketika SMA Merdeka hanya mengadakan kegiatan
Hee Saat ini, Alika sedang di rumah bersama
keluarganya.
“Bang, lo bete, nggak, sih di rumah? Jalan, yukkk!” ajak Alika.
“Nggak, ah! Gue males jalan. Gue lagi pengin main PS aja di rumah,”
tolak Bang Adit.
“Kalo gue ikut lo main PS, gimana?” tanya Alika.
“Nggak, nggak! Suka rusuh lo kalo main PS. Udah, jalan sendiri sana!”
balas Adit.
“Ah, nggak asyik banget lo, Bang!” ucap Alika kesal sambil melempar
bantal ke arah Adit.
To00k .... TORK...
“Buka sana, Lik!” ucap Bang Adit.
“Males, ah. Jauh Bang, jauh,” ucap Alika sambil merentangkan
tangannya ke depan.“Ish, punya adik malesan. Awas aja kalo gue jalan, nggak bakalan
gue ajak lo!” ucapnya kesal dan itu membuat Alika refleks berdiri dan
membukakan pintu.
“Gue bukain pintu, tapi ajak gue tiap lo jalan, yal” tawar Alika.
“Iya, bawel! Udah gih, bukain pintunya,” jawab Bang Adit.
Saat Alika membuka pintu itu, munculah kedua pria yang sangat ia
rindukan.
“Bang Alex! Bang Aldi!” teriaknya. Alika sangat kaget, tetapi ia
merasakan kebahagiaan yang luar biasa.
“Alikaaaaaaaa!” ucap mereka berdua sambil terkekeh dan
merentangkan tangan.
Bukannya menyambut pelukan mereka, Alika malah memukul lengan
kedua abang kembarnya itu. “Ih, kok, pulang nggak bilang-bilang Lika,
sih? Kan, nanti bisa dijemput di bandara. Lika kangen sama Abang!” ucap
Alika sambil memeluk kedua abang tersayangnya.
“Sama Abang yang satunya lagi, nggak, kangen?” ucap Bang Adit yang
tiba-tiba sudah berada di belakang Alika.
“Lo mah resek. Males gue kangen sama lo, Bang! Gue kangennya sama
Bang Aldi sama Bang Alex aja, ah!” teriak Alika sambil memegang tangan
kedua abangnya itu.
Beberapa jam setelah kedatangan Aldi dan Alex, akhirnya Alika dan
ketiga abangnya itu pergi ke salah satu mal yang ada di Jakarta.
Banyak tatapan iri kepada Alika yang diapit oleh cowok-cowok
ganteng, Banyak juga tatapan menggoda dari cewek-cewek yang ditujukan
kepada abang-abang Alika itu.Setelah menemani Alika membeli beberapa novel, kini ia yang harus
mengikuti ketiga abangnya itu bermain di Timezone.
“Terus aja main! Gue dicuekin!” ucap Alika kesal.
“Masih mending kita mainnya di Timezone, Dek, daripada main di
hati cewek?” ucap Bang Aldi bercanda.
“Iyalah! Kita mah cowok sejati. Ya, nggak, Bang?” ucap Bang Adit.
“Iya, dong!” Lalu, mereka bertiga ber-high five ria yang membuat Alika
heres
oy
Malam itu, keluarga Alika berkumpul. Makan malam bersama dengan
makin memanyunkan bibirnya.
formasi lengkap. Suasana nyaman melingkupi acara makan malam itu.
“Gimana nih, sekolahnya adik-adikku?” tanya Bang Alex saat suasana
tengah hening.
“Aman, Bang. Lancar! Iya kan, Dek?” ucap Bang Adit sambil
menyenggol lengan Alika dengan sikutnya. Tetapi, Alika masih asyik
menikmati makanannya.
“Tahu, nggak, Bang, Alika sekarang punya gebetan, Iho! Udah gede
nih, adik kita,” ucap Bang Adit terkekeh.
“Oh, ya? Coba dong bawa pacarnya ke sini,” ucap Bunda.
Ucapan Bang Adit itu membuat Alika tersedak.
“Uhuk uhuk! Apa-apaan sih, Bang? Siapa juga yang punya gebetan,”
kesal Alika.
“Kalo nggak merasa mah nggak usah marah kali, Dek. Cieee cieeeeee
..” ucap Bang Adit lagi dan itu membuat Alika semakin geram.
2B“Omongan ngaco Bang Adit mah nggak usah dipercaya!” ucap Alika
kesal sambil meneguk air putih di depannya.
“Yang ada Bang Adit, tuh, playboy banget di sekolah. Temen-temen
sekelas Lika aja banyak yang naksir. Sombong! Huuu....” Alika mencibirkan
bibirnya ke arah Bang Adit.
“Wah! Bagus, dong! Dulu gue sama Aldi juga banyak fan loh pas masih
SMA. Ya, nggak, Di?” Aldi hanya mengangguk sambil terus mengunyah.
Alika yang melihat kelakuan abang-abangnya hanya bisa bengong.
Sementara itu, Papa dan Bunda tertawa melihat tingkah laku anak-
anaknya yang selalu bisa menghidupkan suasana.eesokan harinya, Bunda masuk ke kamar Alika. Seperti hari
Kore biasanya, Alika selalu bangun lebih siang. Saat Bunda
duduk di pinggir ranjang Alika, putrinya itu masih tidur dalam
balutan piama, Bunda membelai lembut kepala Alika.
“Alika, Sayang, bangun, udah siang”
Alika membuka mata dan menatap langit-langit kamarnya.
“Jam berapa sih, Bun?” tanyanya sambil mengucek mata.
‘Jam tujuh,” ucap Bunda.
Alika pun langsung terduduk di ranjangnya. “Hahhhi!!!!!! Terus Bang
Alex, Bang Adit, sama Bang Aldi ninggalin aku joging?” Semalam, ketiga
abangnya itu sudah berjanji untuk mengajaknya joging bareng pukul 6.00
pagi hari ini.
“Kamu susah dibangunin, jadinya abang-abang kamu ninggalin kamu,
deh. Oh, iya, di bawah ada temenmu, tuh,” ucap Bunda.
“Siapa?” tanya Alika.“Via, katanya temen sekelasmu. Cepetan turun. Kasihan dia nungguin
kamu,” ucap Bunda dan langsung pergi meninggalkan kamar Alika.
Alika pun langsung mandi dengan terburu-buru. Setelah rapi, Alika pun
menuruni anak tangga dan melihat Via sudah berdandan dengan cantik.
“Heil” sapa Alika.
“Oh. Hai, Alika!”
“Tumben banget pagi-pagi udah sampai sini. Ada apa, Vi? Jangan
bilang lo mau ajak gue joging? Udah siang, sist!”
“Astaga, gue punya temen satu, nih, ya, kalo ngomong nggak bisa
direm. Gue mau ajak lo ke salon. Terus habis itu nanti kita cari baju.
Shopping ala-ala gitu, deh! Mau kan, Lik? Mau, kaaaaaan?” ucapnya sambil
menggamit lengan Alika.
“Kalo gini, siapa yang ngomongnya nggak bisa direm coba? Oke, oke!
Gue ganti baju dulu. Tapi, lepas dulu tangannya,” ucap Alika. Lalu, Alika
pergi ke kamarnya untuk mengganti pakaian.
Setelah ganti baju, Alika turun dan berpamitan kepada Bunda. Lalu,
mereka berdua pergi ke mal dengan menggunakan mobil Via.
“Tumben lo ajak gue jalan. Ayang bebeb lo ke mana emang?” ledek
Alika.
“Ishh, ayang bebeb gue siapa ?” tanya Via bingung.
“Siapa lagi kalo bukan Harry,” ucap Alika terkekeh. Via hanya tersipu
malu.
“Wah, ini anak. Jangan-jangan udah jadian beneran lagil” tebak Alika,
dan Via hanya tertawa. Sesampainya di mal, Via memarkir mobilnya, lalu
berjalan bersama Alika menuju salon langganannya. Hampir dua jam
waktu yang mereka habiskan di salon. Setelah itu, Alika dan Via jalan-
31jalan mengelilingi mal mencari butik yang sedang mengadakan sale. Yah,
namanya juga cewek. Barang diskonan pasti selalu tampak menarik.
“Astaga Likaaaal!!” teriak Via histeris. Alika menoleh, lalu
menghampirinya.
“Apa sih, Vi? Berisik banget lo. Malu gue dilihatin orang-orang!” ujar
Alika setengah berbisik.
“tu bajunya bagus banget! Diskonnya lumayan banget lagi! Gue
mau ambil itu, ah!” ucap Via tak memedulikan orang-orang yang sedang
memperhatikan mereka.
“Ya, tinggal ambil aja sih, Vi, kalo suka. Nggak usah pake teriak-teriak
gitu.”
Saat Via hendak mengambil baju yang ia maksud, tiba-tiba ada tangan
lain yang juga ingin mengambilnya.
“Maaf ya, tapi saya duluan yang ambil,” ucap Via sopan.
“Enak aja! Gue duluan!” jawabnya nyolot.
Alika merasa sangat mengenali suara tersebut.
Saat Alika dan Via menoleh ke arah pemilik tangan itu.
“Bella,” ucap mereka serempak.
“Oh kalian. Ngapain lo ke sini?” tanya Bella ketus.
“Gue di sini ya belanja, lah! Pake nanya segala. Mana ke siniin baju
gue!” ucap Via tak kalah ketus.
“Apaan? Ini baju gue!” Bella mencengkeram baju itu erat.
“Heh! Baju itu gue duluan yang megang. Jadi, gue yang lebih berhak
buat beli baju itu!” Via tetap tidak mau mengalah.
32“Udah, Vi, udah. Nanti kita cari yang lain. Oke?” Alika mencoba
melerai mereka berdua. Via menatap Alika, lalu matanya beralih pada baju
pink di genggaman Bella. Ia mendengus kasar.
“Makan tuh, baju diskonan! Katanya orang kaya, tapi diskonan aja
masih dipertahanin. Kaya apaan!” ujar Via ketus. Kemudian, ia berbalik
dan menarik lengan Alika.
“Udah deh, jangan berurusan sama dia. Nggak akan selesai,” ucap
Alika setelah mereka keluar dari butik tadi.
“Iya Lik. Heran, deh, gue sama dia. Katanya orang kaya, tapi cari baju
diskonan. Udah gitu direbutinnya aja, ya, ampun, setengah mati! Bangkrut
kali ya bokapnya?” ucap Via masih kesal.
“Stet ... udah jangan marah-marah, mending kita makan,” Alika
mencoba menenangkan sahabatnya itu.
“Makan apa emang?”
“Lagi pengin piza.”
“Ya udah, ayok!”
Lalu, mereka berdua masuk ke restoran piza yang ada di mal tersebut.
“Bh, Lik, itu bukannya Dika, Viko, sama Harry, ya?” tanya Via sesaat
setelah mereka selesai memesan makanan.
Alika menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Via dan mengerutkan
keningnya. Ia berusaha mencari sosok-sosok yang disebutkan Via tadi.
“Bh, iya. Itu Dika, ya? Ngapain dia ke sini?”
“Ya makan, lah! Aneh banget sih, pertanyaan lo!” ucap Via sambil
menoyor kepala Alika.
“Sakit tahu, Via!” Alika mengusap pelan kepalanya.
33Via baru saja akan berteriak memanggil Harry ketika Dika mengetahui
keberadaan mereka berdua di sana. Mereka bertiga langsung menghampiri
meja Alika dan Via.
“Hai, Alika! Hai, Yayang Vial” ucap Harry dengan nada sok cool-nya.
“Hail” ucap mereka berdua sambil tersenyum.
“Kami boleh gabung, nggak?” tanya Viko. “Kasihan nih, kawan gue
yang satu ini, dari tadi ngelihatin lo terus, Lik,” lanjutnya sambil menatap
Alika, lalu terkekeh.
“Boleh kok, gabung aja,” ucap Alika lembut.
Cara lo ngomong bikin hati gue tenang Lika, batin Dika.
Akhirnya, mereka berlima pun duduk di satu meja. Layaknya teman
satu sekolah, mereka berbincang dan menertawai hal-hal lucu di sekolah.
“Dik. Jangan tegang, dong!” ledek Viko ketika ia menyadari Dika yang
menjadi lebih pendiam hari itu. Ledekan Viko disambut oleh tawa dari
Via, Harry, dan Alika.
Tak lama kemudian, pesanan mereka semua sampai. Meja yang
tadinya ramai oleh canda tawa mendadak hening. Mereka semua sibuk
dengan makanan yang ada di depan mereka.
Baru saja mereka menyelesaikan makan, tiba-tiba ponsel Alika
berbunyi. Ada yang menelepon Alika.
“Siapa yang telepon?” tanya Dika tiba-tiba dan membuat yang lainnya
terkejut.
“Cieeeeee,” ucap Harry, Viko, dan Via serempak.
“Hehehe ... dari Bang Adit. Sebentar ya, gue terima telepon dulu,”
ucap Alika dan langsung meninggalkan meja.
34Setelah Alika pergi, meja itu kembali hening. Viko asyik dengan
minumannya, Via sibuk dengan ponselnya, Dika terlihat bingung melihat
ke sekeliling restoran, sedangkan Harry tampak sedang memikirkan
sesuatu.
BRRRAAAKKKKKK.....
“Gue punya ide!” ucap Harry tiba-tiba.
Seketika seluruh pengunjung menatap Harry dengan tatapan aneh.
“Maaf ya, Bapak, Ibu. Teman saya sedang bermasalah,” ucap Viko.
Lalu, suasana kembali seperti semula.
“Kenapa sih, lo? Kalo gue mati karena jantungan gimana?” ucap Viko
sambil memegang dadanya.
“Tahu, nih! Harry nggak jelas banget, sumpah!” ucap Via terkekeh.
“Gue punya permainan, nih!” ujar Harry.
“Apaan?” tanya Dika malas.
“ToD. Alias truth or dare,” ucap Harry.
“Oke! Gue nggak takut. Hayuklah mulai!” ucap Dika dengan tampang
sok cool.
“Jangan nafsu dulu, broooo ... tunggu Alika,” ucap Via.
“Oke, oke! Kita tunggu Alika,” balas Dika.
Tak lama, Alika kembali ke meja. Harry kembali menjelaskan
permainan yang berasal dari idenya. Kemudian, mereka memulai
permainan. Permainan dimulai dari Viko.
“Truth or dare?” tanya Harry kepada Viko.
“Truth,” jawabnya.“Mantan yang masih ada di hati lo, siapa?” tanya Harry.
“Melisa,” jawab Viko dengan muka memelas.
“Kasihaaannn....,” ucap yang lainnya serempak, lalu langsung tertawa.
“Oke, oke, giliran lo, Vi. Truth or dare?” tanya Viko kepada Via.
“Truth,” ucap Via.
“Lo sama Harry beneran jadian?” tanya Viko.
“Bener,” ucap Via singkat. Lalu, ledekan-ledekan meledak dari mereka
semua kepada Via dan Harry.
“Piza dibayarin sama Via dan Harry. Setuju?” ucap Dika.
“Setuju!” ucap Viko dan Alika. Lalu, mereka berdua tertawa.
“Sekarang lo, Dik. Hahaha ... truth or dare?” tanya Viko.
“Gue dare, deh! Cowok cool kayak gue mah, harus dare, jangan truth.
Nggak seru, Hahaha ...”” ucapnya jumawa. Harry justru melihat Viko
dengan senyum penuh makna.
Kayaknya gue mau dikerjain, nih! batin Dika yang langsung menyesali
pilihannya.
“Gue tantang lo nembak Alika sekarang. Kalo dia nerima lo,
kalian berdua harus jadian selama sebulan!” ucap Viko yang langsung
melayangkan tos dan disambut oleh Harry. Alika hanya diam menganga
sambil melihat Viko dan Harry.
“Oke!” ucap Dika tanpa ragu. “Alika,” ucap Dika sambil memegang
tangan mungil Alika yang duduk di sebelahnya. “Kamu, mau, nggak, jadi
pacar aku?” tanya Dika tulus sambil tersenyum. Alika masih diam terpaku
dan melihat Dika yang masih menunggu jawabannya.
3“Puas lo!” sembur Dika ke arah Viko, masih sambil menggenggam
tangan Alika.
“Nah, sekarang Alika, nih. Truth or dare?” tanya Via.
“Dare, deh!” Lalu, Alika langsung menutup mulutnya, menyesali
pilihannya yang spontan. “Eh, nggak, truth aja deh, truth,” ucapnya lagi.
“Nggak bisa diganti, Alika Sayang,” ucap Via, dan Alika hanya
mendengus kesal. Via melirik ke arah Viko yang langsung menangkap
maksud tatapannya.
“Oke, Lika, lo harus nerima Dika. Lo harus anggep dia pacar selama
sebulan,” ujar Viko.
Alika terbelalak. Entah mengapa ia merasa teman-temannya sudah
merencanakan ini semua. Tapi, mau bagaimana lagi. Dia harus menuruti
aturan permainan. Alika kembali menatap mata Dika.
“O-oke aku mau jadi pacar kamu,” ucapnya sambil tersipu malu. Lalu,
Dika tersenyum lebar mendengar jawaban Alika.
Ngapain gue seneng, kan, ini pura-pura, batin Alika.
“Seneng kan, lo?” tanya Harry sambil menyenggol tangan Dika.
“Apaan, sih,” ucap Dika. Lalu, tiba-tiba ia ingat sesuatu.
“Bh, lo belom Ry! Jangan curang lo!!!” ujar Dika.
“Iya ya? Gue sampai lupa. Truth or dare?” tanya Via.
“Truth. Biar sama kayak ayang bebeb,” jawab Harry yang disambut
tatapan jijik dari teman-temannya.
“Lo lebih sayang sama Via apa sama mantan lo dulu?! Mampus lo,
hahaha ...,” tanya Viko.“Sama ayang Via-lah!” ucapnya mantap sambil tersenyum.
og
Usai makan, mereka berpisah dan pulang masing-masing. Alika pulang
dengan Dika atas paksaan teman-teman mereka. Menurut Via, Viko, dan
Harry, pasangan baru harus pulang berdua. Mau tak mau, Alika dan Dika
menurut. Lagi pula, Via bersikeras ingin pulang bersama Harry.
Selama di jalan, mereka berdua hanya diam. Alika dan Dika merasa
canggung untuk memulai sebuah percakapan. Mereka baru kenal selama
beberapa hari, dan sekarang mereka adalah sepasang kekasih. Meski
hanya pura-pura, mereka tetap merasa canggung.
Tak lama kemudian, mereka sampai di rumah Alika. Dika pun
berinisiatif membukakan pintu untuk Alika.
Alika pun turun dari mobil dan tersenyum kepadanya. “Hhhmmm....
Makasih ya, Dik!”
Dika pun membalas senyuman Alika. “Iya, sama-sama.”
Alika tak segera masuk ke rumah. Ia menatap Dika, sambil menimang
sesuatu.
“Mmm ... Dika, gue tahu kita cuma pacaran bohongan. Tapi, itu
udah bikin gue seneng banget, Dik. Karena ... gue ... emang suka sama lo.
Mmmm... tapi gue juga masih bingung sama perasaan gue sendiri,” ujar
Alika yang membuat Dika melebarkan matanya.
“Lo serius suka sama gue?” tanyanya. Mata teduh Alika mendadak
melebar dan menyiratkan kejailan.
“Nggak ding! Gue bohong! Hehehe .... Gue duluan, ya, Dik!” ucap
Alika sambil berjalan masuk ke rumahnya.
38“Percuma lo ngeles nggak suka sama gue.Gue bisa lihat itu dari mata
lo, Lik,” gumam Dika. Kemudian, ia pergi dari rumah Alika.di SMA Merdeka. Saat Alika berjalan di koridor, banyak siswi yang
menatap Alika tak suka dan berbisikcbisik.
Kasi harinya, berita Alika dan Dika pacaran sudah tersebar luas
“Bener dia pacaran sama Dika?”
“Nggak rela gue!”
“Kenapa harus dia, sih?”
“Ah, iri gue!”
“Cantik juga nggak!”
Perkataan aneh dari para siswi itu membuat Alika risih. Lalu, Alika
mempercepat jalannya agar cepat sampai kelas.
Sesampainya dikelas, Alika pun duduk di tempatnya. Via menghampiri
Alika dengan wajah semangat.
“Alikaaaaaaaaa ....”
“Apa, sih? Mau gosipin gue juga pagi-pagi?” ucapnya kesal.“Nggak, kok, nggak. Hehehe ... lihat PR Kimia, dong! Gue belum
selesai, nih!” ucap Via memohon.
“Ya udah, gue ambil dulu buku PR gue.”
Via langsung duduk di samping Alika. Kemudian, Alika memberikan
buku Kimia-nya kepada Via yang langsung diterimanya dengan mata
berbinar. Dengan sigap, Via langsung membuka buku tulis bersampul biru
itu dan menyalin PR dari sahabatnya. Alika hanya menggeleng melihat
kelakuan temannya dan mengambil novel dari dalam tas. Tak lama, ia
sudah hanyut dalam cerita novel kesukaannya.
“Bh, temen-temen! Kalian udah lihat jadwal kamping kita belum?”
Raka sang ketua kelas tiba-tiba muncul di depan kelas. Alika pun langsung
menoleh ke arah sumber suara.
“Yang bener lo?” tanya seorang cewek, teman sekelas Alika.
“Iya, udah ada pengumumannya di mading,” jawab Raka.
“Kapan, Ka?”
“Dalam waktu dekat ini. Buat jelasnya bisa lo baca di mading, ya. Ada
daftar barang yang wajib dibawa juga. Mulai dari sekarang, jaga kesehatan
masing-masing, ya!” jelas Raka lagi.
Kringgggeg ....
Bel pun berbunyi dan semua guru bersiap-siap memasuki kelas
mereka sesuai jadwal.
Tiba-tiba, munculah Viko di depan kelas. Wajahnya semringah,
seakan-akan ada kabar gembira yang ingin ia ucapkan.
“WOY! LO TAHU, NGGAK, GURU KIMIA HARI ININGGAK MASUK?”
ucap Viko lantang.
“Seisi kelas langsung menoleh ke arah Viko.
“Serius lo, Vik? Tampang lo mencurigakan gitu.”
“Iya bener, dia nggak—” Viko tak jadi melanjutkan omongannya
karena, Bu Beti, guru Kimia mereka, masuk bersama Harry dan Dika.
“Ada apa ini berisik sekali?” tanya Bu Beti.
“Viko bilang Ibu nggak masuk,” ucap Karin.
“Nggak Bu, nggak! Apa sih lo, Karin? Jangan fitnah dong!” ucap Viko
mencoba ngeles.
“Sudah, diam! Viko, kamu duduk,” ucap Bu Beti.
Viko diam dan pergi ke kursinya tanpa membantah.
“Buka halaman 50. Kerjakan soal-soalnya dan kumpulkan. Ibu mau
rapat dengan guru-guru yang lain. Jangan ada yang keluar dari kelas,”
perintahnya.
“Baik, Buuu ...,” jawab para murid. Lalu, dengan patuh mereka
membuka buku yang dimaksud. Bu Beti pun pergi menuju ruang rapat
para guru.
Alika mengambil headset dari dalam tas, menancapkan ujungnya di
ponsel, dan memasang di kedua telinga. Lalu, Alika mulai mengerjakan
soal-soal yang diperintahkan dengan tenang sambil mendengarkan
lagu. Kelas XI IPA 1 pun menjadi hening karena para penghuninya sibuk
mengerjakan tugas dari Bu Beti. Beberapa saat kemudian, Alika telah
selesai mengerjakan tugasnya, begitu pula dengan murid-murid lainnya.
Perlahan, kelas menjadi riuh kembali. Beberapa bahkan meninggalkan
kelas dan pergi ke kantin. Termasuk Dika, Harry, dan Viko.
Kringgggeeees.
42“Mau ke kantin, nggak?” tanya Via.
“Iya, tunggu sebentar.” Alika membereskan peralatan tulisnya dan
pergi ke kantin bersama Via.
Saat Alika dan Via duduk di bangku kantin, Dika, Viko, dan Harry
datang dan duduk di bangku yang sama.
“Mau makan apa? Biar gue yang pesenin,” Harry menawarkan diri.
“Nasi goreng sama jus avokad,” ucap Alika dan Dika serempak.
“Cieee ..., Viko, Harry, dan Via berseru tak kalah kompak. Alika dan
Dika hanya saling menatap dan tersipu.
Setelah makan, Alika dan Via ke toilet cewek. Saat mereka masuk, ada
Bella dan gengnya di dalam.
“Bh, lihat nih, siapa yang dateng,” ucap Bella sinis.
“Udah deh, Bel. Ini sekolah. Gue nggak mau ribut-ribut sama lo,” ucap
Alika tegas.
“Nggak mau ribut sama gue? Heh! Lo tuh, udah ambil Dika dari gue!!!”
ucap Bella yang tangannya sudah terangkat untuk menampar wajah Alika.
Tetapi, Via dengan sigap menahannya.
“Udahlah, Lik, balik aja yuk!” ucap Via sambil meraih lengan Alika.
“Gue tunggu lo pulang sekolah di taman belakang sekolah! Cabut,
girls!” ucap Bella. Ia dan teman-teman gengnya pun berlalu dari toilet.
Alika yang masih bengong akhirnya ditarik paksa oleh Via menuju kelas.
fr
og
“Pulang bareng gue, yuk!” ajak Dika.
43“Iya, sebentar. Gue tadi disuruh ke ruangan Pak Budi dulu. Lo tunggu
sini sebentar, ya,” ucap Alika sambil tersenyum tipis.
Kemudian, Alika pergi ke taman belakang sekolah untuk menemui
Bella.
“Punya nyali juga lo!” ucap Bella sambil menyilangkan tangan di
dadanya.
“Gue nggak takut sama lo, Bel,” ucap Alika datar.
“Pegang dia,” ucap Bella ke teman-temannya yang langsung bergerak
maju.
“Alaaah, lo beraninya keroyokan doang! Pecundang!” ucap Alika
sebelum cewek-cewek itu mendekatinya.
PLAKKKKKK.
Alika memegang pipi kanannya yang ditampar oleh Bella yang berhasil
mendahului teman-temannya mencapai Alika.
“Gue bukan pecundang!!!” ucap Bella.
PLAAAKKKKKK.
Satu tamparan lagi mendarat di pipi kiri Alika. Tetapi, Alika hanya
diam menahan rasa sakit di kedua pipinya itu.
“Udah puas lo, Bell?” ucap Alika dengan mata berkaca menahan rasa
sakit.
“Segini doang lo udah nangis? Sekarang siapa yang pecundang?” ucap
Bella.
“Seenggaknya gue berani dateng ke sini sendirian! Nggak kayak lo
yang beraninya keroyokan!” teriak Alika.
“Alah banyak omong!!! Serbu, girls!” ucap Bella.
4Saat mereka baru akan mendekati Alika, tiba-tiba ada seseorang yang
berteriak.
Bella menoleh dengan cepat. Ia merasa marah dengan orang yang
menghentikan kemenangannya itu. Namun, apa yang dilihatnya membuat
rasa marah itu berubah menjadi ketakutan.
“Dik—ka,” ucap Bella kaget.
Dika langsung berlari memeluk Alika. “Sampai Alika kenapa-kenapa,
gue nggak akan segan-segan sama lo!!! Pak, maaf ya, saya hanya ingin
Bapak tahu perilaku putri Bapak,” ucap Dika kepada papa Bella yang sudah
berdiri tak jauh dari Bella.
“Papa kecewa sama kamu, Bella!”
“Ini nggak seperti apa yang Papa lihat, Pa!” ucap Bella mencoba
membela diri.
“Papa udah lihat semuanya. Besok kamu pindah dari sekolah ini!”
ucap pria paruh baya itu sambil meninggalkan Bella.
Dika menuntun Alika menjauh dari tempat itu. Dika mengajak Alika
duduk di sebuah bangku tak jauh dari taman. Setelah Alika terlihat lebih
tenang, Dika mulai mengajaknya berbicara.
“Kenapa sih, lo nggak bilang aja sama gue?” tanya Dika lirih.
“Maaf, gue cuma nggak mau nyusahin lo, Dik,” ucap Alika sambil
menunduk.
“Lain kali, kalau lo ada masalah, cerita sama gue, ya. Sekarang kita
pulang, yuk!” ajak Dika. Lalu, mereka berdua pulang.ika berjalan melewati koridor sekolah. Seperti biasa, banyak
cewek yang berusaha menarik perhatiannya. Namun, Dika tak
peduli dan tetap berjalan tanpa menoleh.
“Hello, bro! Yang lagi seneng habis jadi pahlawannya Alikal” ucap
Harry sambil menepuk bahu Dika.
“Berisik lo!” balas Dika ketus.
“Hahahahahaha ... akhirnya jatuh cinta beneran, kan, lo sama Alika,”
ucap Harry tak menggubris sikap ketus Dika.
Dika mendadak diam. Dia berusaha mencerna perkataan Harry
barusan. Dika jatuh cinta sama Alika? Tidak mungkin. Alika memang
cantik, tapi cantik saja belum cukup membuatnya jatuh cinta. Saat ini dia
memang menyayangi Alika. Tapi, kalau jatuh cinta ....
KRINGGGGGGGGG.
Bel masuk berbunyi. Dika, Harry, dan Viko segera masuk ke kelas.
Pelajaran pertama mereka hari itu adalah Matematika.“Pelajaran Bu Nina, ya? Duh, gue lupa banget belum kerjain PR, nih!”
ucap Dika.
“Lo udah belum, Vik, Har?” tanya Dika kepada dua sahabatnya.
“Astaga! Lupa gue!” ucap Harry. Dan, ekspresi Viko yang membelalak
lebar dengan mulut terbuka pun sudah cukup menjawab bahwa dia juga
tidak mengerjakan PR.
“Pagi, anak-anak,” suara Bu Nina menambah kepanikan mereka
bertiga. Setelah Bu Nina duduk, beliau kembali berkata, “Kita ada PR,
ya? Ayo, dikumpulkan di depan semua.” Semua murid di kelas itu pun
mengumpulkan buku PR mereka, kecuali tiga orang.
“Dika,Viko, Harry. Kalian nggak ngerjain PR lagi?” tanya Bu Nina.
“Belum, Bu Cantik,” ucap Dika merayu.
“Wuuuuuuuun ...., seru semua murid kepada mereka bertiga.
“Beehhh ... kenapa ini pada nyorakin cowok-cowok ganteng?” ucap
Viko dengan penuh kepercayaan diri. Lalu, semuanya menyorakinya lagi.
Bahkan, lebih kencang.
“Diam, diam! Dika, Viko, Harry, Langganan Ibu ini. Sini maju!”
perintah Bu Nina.
Setelah mereka bertiga ada di depan, Bu Nina memukul lengan
mereka bertiga dengan penggarisnya.
“bu bosan lihat kalian bertiga lagi yang nggak mengerjakan PR.
Sekarang kalian berdiri menghadap tiang bendera,” ucap Bu Nina. Mau
tak mau, mereka bertiga melaksanakan perintahnya.
“Gilaaa ... capek!” keluh Dika.
“Hausss ... haussss ...,” susul Harry.
”“Pegelll ... pegelll...” Viko tak mau kalah.
Tak lama kemudian, bel istirahat berbunyi. Seluruh siswi yang melihat
kejadian ini, langsung mencari perhatian mereka dengan membelikan
minuman atau makanan ringan .
Dika mencari sesosok cewek di antara para siswi itu. Dan, dia hanya
mendengus kesal saat melihat cewek yang dicarinya sedang menertawakan
mereka bertiga dari jauh bersama Via.
“Cewek gue tega ya, ninggalin gue yang lagi capek gini,” omel Dika.
Tak lama kemudian, Dika melihat Alika dan Via berjalan menuju
mereka bertiga dengan membawa makanan dan minuman.
“Nih, buat lo semua,” ucap Alika. Dika dan yang lain langsung
menerima makanan dan minuman dari tangan Alika, lalu segera
melahapnya. Alika dan Via tetap berdiri di situ, agar mereka bisa menjadi
alibi bila tiba-tiba Bu Nina datang.
“Capek, nih, berdiri terus. Mending kita makan di kantin aja. Ayo,
Sayang!” ajak Dika sambil menggandeng Alika.
“Emang hukuman kalian udah selesai?” tanya Alika.
“Nggak usah dipikirin itu mah!”
“Dasar cowok nekat!”
Sesampainya di kantin, Dika dan Alika mencari tempat yang biasa
mereka duduki. Ternyata kursi itu sudah diduduki oleh Gerry. Ketua
OSIS yang terkenal angkuh. Sisi egois Dika muncul. Ia merasa tak terima
tempatnya diambil orang lain. Ia pun menghampiri Gerry yang sedang
makan.
“Sori, tapi ini tempat gue,” ucap Dika.
48“Setahu gue, ini kantin umum. Tadi juga gue nggak lihat ada nama lo
di meja ini. Lo siapa? Yang punya sekolah ini? Main atur tempat duduk. Lo
nggak tahu siapa gue?” Gerry membalas Dika.
“Jangan banyak omong, deh, lo! Kalo emang nggak mau pergi bilang
aja! Nggak usah nyolot bikin orang kesel, dong!” Suara Dika meninggi,
membuat kantin menjadi hening.
“Udah, Dik, udah. Kita cari tempat lain aja,” Alika menggamit lengan
Dika, berusaha menenangkan dan mengajaknya pergi. Dika melunak saat
merasakan sentuhan Alika di lengannya. Namun, ia kembali geram saat
mengetahui Gerry sedang memandang Alika lekat.
“Ngapain lo ngelihatin cewek gue!” ucap Dika sambil mendorong
bahu kanan Gerry.
“Cewek lo? Kok, mau sih, dia pacaran sama cowok kayak lo!” ucapnya
sambil menunjuk wajah Dika.
Tangan Dika sudah terangkat untuk memukul Gerry, tetapi ada
sebuah tangan yang memegang pergelangan tangan Dika.
Dika melihat ke arah tangan itu. Tangan Alika, pacarnya.
“Udah, Dik, udah ...,” lerai Alika mencoba tetap tenang.
“Orang kayak dia harus dikasih pelajaran, Lik!”
“Nggak harus berantem buat nyelesaiin masalah.”
“Bener kata Alika. Berantem malah bisa nambah masalah,” ucap Viko.
“Kali ini lo bebas, tapi hat nanti!” ancam Dika. Gerry hanya
tersenyum sinis dan meninggalkan kantin.
“Baru kali ini Dika nggak jadi berantem, nih!” ucap Harry.“Udahlah, daripada ngomongin orang itu, mending kita makan,” ucap
Viko.
“Yeee, makan mulu lo mah!” ucap Dika. Lalu, ia memesankan
makanan untuknya dan Alika. Mereka akhirnya duduk di tempat biasa
mereka makan.
Saat mereka berlima tengah asyik dengan makanannya masing-
masing, tiba-tiba ada yang menjewer telinga Dika.
“Awwwhhh awwwhhh, sakit!”
Dika pun menoleh ke arah pemilik tangan itu. Ternyata, Bu Nina yang
menjewer Dika.
“Aduh, sakit, Bu, sakit,” ucap Dika.
“Kalian ini, ya, disuruh berdiri di lapangan malah makan di sini!” ucap
Bu Nina.
“Ampun, Bu, ampun,” ucap Harry.
“Tampang seperti kalian tidak ada kapok-kapoknya. Cepat! Kalian
kembali lagi ke lapangan!” ucap Bu Nina sambil menarik Dika dan kawan-
kawannya.
Kringgg.....
Bel pulang pun berbunyi, semua siswa di SMA Merdeka berhamburan
keluar kelas.
“Gue duluan, ya,” ucap Via.
“Oke!” balas Alika.
“Lika balik bareng gue, kan?” tanya Dika kepada Alika.
“Oke. Sekarang aja yuk pulangnya,” ucap Alika.
50Lalu, Alika pulang bersama Dika dengan motor merah milik Dika.
Selama di jalan, Dika selalu membuat Alika tertawa terbahak-bahak
hingga tak sadar kalau mereka sudah sampai di depan rumah Alika.
“Udah sampai, nih, betah aja di belakang gue,” ucap Dika yang
membuat Alika memukul punggungnya.
“Dik... makasih, ya,” ucap Alika.
“Iya, Sayang,” balas Dika.
Saat Alika berbalik, tangan Dika menahannya.
“Kenapa, Dik?” tanya Alika kaget.
“Gue mau bilang sesuatu.”
“Oke, bilang aja,” Alika tersenyum.
“Aku mau bilang, kalo sekarang ini aku bener-bener jatuh cinta
sama kamu. Nggak tahu kenapa, tapi menurutku kamu beda sama yang
lain, Kamu bener- bener istimewa, Lik. Apa kamu mau jadi pacar aku?
Jadi pacar yang bukan karena paksaan. Bukan karena permainan. Tapi,
aku ingin kita pacaran karena perasaan kita. Saling mengisi kelemahan
kita. Aku bakalan tunggu jawaban kamu, Sayang. I love you, Alika Fasya,”
ucapnya sambil tersenyum.
DEG!
DEG!
DEG!
Jantung Alika pun menari-nari saat Dika menyatakan isi hatinya.
Alika ingin segera menjawab, tetapi lidahnya terasa kelu, dan air mata pun
mulai menetes tanpa bisa ia kendalikan.
5f“Maaf” Akhirnya, Alika bisa mengucapkan satu kata itu sambil
menyeka air matanya.
“Maksud kamu, Lik? Kamu nolak aku?” ucap Dika berusaha tenang.
Ia mencoba menyembunyikan kesedihan yang mendadak menyerangnya.
“Maaf ... aku nggak bisa nolak kamu,” lanjut Alika sambil menunduk,
menahan senyum di wajahnya.
“Ya ampun, Alika! Aku pikir kamu nggak mau terima aku! Alika, Alika,
terima kasih, Alika .... Aku cinta kamu, Alika Fasya,” ucap Dika. Lalu, ia
meraih dagu Alika dan membawanya menatap matanya.
“Iya Dika, Sayang.... Aku juga cinta sama kamu,” ucap Alika, dan Dika
langsung memeluknya.
DEG!
DEG!
DEG!
“Ahhh, Sayang, kamu lucu kalo lagi malu gini,” ucap Dika sambil
mencubit kedua pipi Alika.
“Awh, sakit Dikal” ucap Alika sambil mengelus pipinya yang merah
itu.
“Makin cantik aja kamu kalo pipinya merah gini,” ucapnya sambil
menjawil dagu Alika. Hal itu justru membuat pipi Alika semakin panas.
“Andai waktu bisa berhenti, aku pengin waktu berhenti sekarang.
Karena aku suka momen kayak gini sama kamu. Aku sayang kamu, Dika,”
ujar Lika. Kali ini Dika yang diam terpaku. Ternyata sebesar itu perasaan
Alika untuknya.“Cieee ... malu juga yaaa? Hahaha ... satu sama, ya, Dikaaa ....” ledek
Alika sambil tertawa. Dika yang baru sadar dirinya dikerjai, kembali
mencubit pipi Alika.
“Dasar kamu! Masuk sana!”
Alika mengangguk dan segera berbalik masuk ke rumahnya.
Setelah Alika menghilang dari pandangannya, Dika langsung
menghidupkan motor dan bergegas pulang. Di tengah jalan, Dika merasa
ponselnya bergetar lama. Awalnya dia ingin mengabaikan panggilan itu
dan melihatnya di rumah nanti. Namun, ponselnya terus bergetar. Dika
pun memutuskan untuk berhenti karena mengira itu panggilan penting.
Dika melihat layar ponselnya. Ada nomor tak dikenal di sana.
“Halo,” Dika menerima panggilan itu.
“Dika, ini gue,” jawab orang di seberang sana. Dika langsung mengenali
suara yang baru didengarnya tadi siang.
“Gerry.”
“Yup, Dika. Gue mau lo tanding basket satu lawan satu sama gue malam
ini di lapangan sekolah.”
“Dalam rangka apa?”
“Memperebutkan Alika.”
Dika mendengus mendengar jawaban Gerry. “Lo nggak usah macam-
macam ya sama Alika. Dia itu udah jadi cewek gue!”
“Hahaha ... bakal beda ceritanya kalo gue juga deketin dia. Kalo lo emang
jantan, temui gue malem ini. Yang menang dapetin Alika. Gue tunggu!”
Sambungan telepon langsung dimatikan oleh Gerry.
“Ab, sial!!! Maunya apa, sih?!” teriaknya.
8Kemudian, Dika menghubungi teman-temannya untuk menemaninya
malam ini.
“Halo, bro!” ujar Dika saat Harry menjawab teleponnya.
“Ada apa, bro?”
“Temenin gue tanding basket di sekolah malem ini.”
“Acara apa?”
“Gerry nantangin gue. Siapa yang menang, dapetin Alika. Dia nggak
peduli walau Alika udah jadi milik gue. Gue nggak mau dianggap pengecut
sama Gerry!” jelas Dika penuh emosi.
“Ya udah, ya udah. Gue sama Viko langsung ke rumah lo.”
Dika mengakhiri teleponnya dan melanjutkan perjalanan pulang.
few)
og
Saat Alika masuk ke rumahnya, ia langsung mencium bau harum dari arah
dapur yang membuat Alika lapar seketika. Alika langsung menuju bau
harum itu.
“Bunda, aduh baunya enak banget!”
“Mau? Ayo makan bareng Bunda,” ajak Bunda.
“Bang Aldi sama Bang Alex ke mana?”
“Kan, mulai hari ini mereka kerja di tempat Papa,” ucap Bunda. “Yuk
makan! Udah mateng nih, masakannya. Sana kamu ganti baju dulu.”
Alika menurut dan segera mengganti baju seragamnya. Setelah itu,
ia makan bersama bundanya. Usai makan, Alika pergi ke ruang keluarga
untuk menonton film-film dari TV kabel.
54Drttt... drttt....
Alika menatap layar ponsel yang menyala. Ternyata telepon dari Via.
“Tumben Via telepon gue.”
Lalu, Alika mengangkat telepon dari Via.
“Halo Vi.”
“Halo, Alika. Lo harus tahu ini!”
Ekspresi Alika yang tadinya tenang menjadi tegang. Pikirannya
langsung menuju kepada Dika.
“Vi ...Vi lo tenang dulu kalo ngomong. Gue takut, nih!”
“Oke, oke, mending sekarang gue ke rumah lo, oke? Gue jalan sekarang,
ya!” ucapnya langsung menutup sambungan teleponnya.
“Inj anak aneh banget,” gumam Alika.
Dua puluh lima menit kemudian ....
Tok ... tok... tokkk....
“Ya, sebentar,” ujar Alika sambil berjalan ke arah pintu. Saat Alika
membukakan pintu, tampaklah wajah Via yang terlihat cemas.
“Alika, lo harus denger ini, Lik...”
“Tenang Via, tenang, Tarik napas dulu ...”
“Dika, Lik, Dika,” ucapnya yang membuat Alikka ikut panik.
“Dika kenapa®” tanya Alika.
“Gue denger dari Harry, kalo dia mau tanding basket malam ini sama
Gerry. Gerry mau ngerebut lo dari Dika, Lik!”
“Kenapa jadi begini?”“Mending nanti malem kita ke sana, deh!”
“Duh, gimana ya? Gue takut.”
“Mau gimana lagi. Yang bisa hentiin mereka, tuh, lo, Lik. Cuma lo.”
Alika tampak berpikir sebentar. “Oke, deh! Kalo gitu nanti gue dateng
bareng abang gue. Lo dateng juga sama gue ya, Vi,” pinta Alika.
“Bisa diatur. Udah siap gue mah kalo harus nginep di sini juga.
Bereslah!” ucap Via.
Alika mengangguk.
“Mmmm... Lik,” lanjut Via lagi.
Alika menoleh.
“Apa, Vi?”
“Bagi air, dong. Haus,” ucapnya terkekeh. Alika ikut tersenyum dan
memukul lengannya pelan.
56Chapter
‘ebenarnya Dika sangat malas berurusan dengan Gerry. Apalagi
mengingat tingkahnya yang angkuh itu, membuat Dika makin muak
dengan Gerry. Tapi, dia sadar juga, kalau dia yang kali pertama
menyinggung Gerry. Karena itu, dia tidak menolak tantangan Gerry. Dia
tidak mau lari dari masalah.
“Udah siap lo?” tanya Viko.
“Siap, sih. Cuma basket doang. Tapi, gue kepikiran Alika. Gue nggak
enak sama dia. Jadiin dia taruhan gini. Dia bukan barang,” ucap Dika.
“Tenang, kalo dia marah sama lo, gue bersedia nyiapin bahu buat dia.
Hahaha ...,” kekeh Viko yang langsung diam melihat perubahan ekspresi
wajah Dika.
“Alamaaak! Seremnya ...,” ucap Viko sambil kabur.
“Dik
Ternyata Alika dan Via sudah datang,
sebuah suara lembut membuatnya menoleh ke belakang.
“Udah mau mulai, Dik? Hati-hati ya, Dik!”“Tenang aja, Alika. Aku udah sering main basket. Pasti nggak bakal
kalah dari dia. Kamu nggak usah khawatir, aku nggak akan kenapa-
kenapa.”
“Kamu menang atau kalah, aku tetap milik kamu,” kata Alika.
“Makasih, Sayang,” ucap Dika tersenyum.
Pertandingan One on One antara Dika dan Gerry memang bersifat
personal. Namun, entah siapa yang menyebarkannya, banyak murid SMA
Merdeka yang datang malam itu. Bahkan, seorang anggota ekskul Basket
bersedia menjadi wasit dalam pertandingan itu.
Peluit dibunyikan. Dika dan Gerry segera memasuki lapangan
basket sekolah. Dika hanya menatap Gerry dengan datar. Tetapi, Gerry
memberikan tatapan meremehkan kepada Dika. Wasit menyebutkan
beberapa peraturan informal kepada keduanya.
Dan....
PRITIMITTT!!
Peluit kembali dibunyikan. Kali ini permainan dimulai. Dika dan
Gerry tos untuk saling memperebutkan bola. Dika dan Gerry dikenal
sebagai jagoan olahraga di sekolah mereka. Gerry adalah salah seorang
anggota klub sepak bola di SMA Merdeka. Sedangkan Dika, meskipun ia
tidak bergabung dalam klub mana pun, ia kerap dimintai bantuan saat ada
pertandingan melawan sekolah lain.
Pertandingan berlangsung ketat. Lima menit setelah permainan
dimulai, Dika mendapatkan skor pertama. Hal itu membuat Gerry sangat
geram kepadanya. Ia mempertajam serangannya kepada Dika. Namun,
Dika tidak terpancing dan tetap fokus dengan bola basket yang mereka
perebutkan.Waktu terus berjalan, perbedaan skor antara Dika dan Gerry sangat
tipis. Mendekati akhir pertandingan, Dika masih unggul. Gerry yang
merasa kesal, mulai mencoba bermain kasar. Saat Dika melompat untuk
mendapatkan three point, Gerry menubruknya. Tanpa persiapan dan
keseimbangan di udara, Dika jatuh dengan cukup keras. Gerry mengambil
bola yang terlepas dari tangan Dika. la membawa bola itu menuju ring.
“Dika!!!” Alika berteriak, lalu membekap mulutnya. Seolah ia ikut
merasakan sakit yang diderita Dika.
Dika berusaha bangkit, meskipun ia merasakan sakit di lengan kiri
yang menjadi tumpuannya saat jatuh. Dika mengejar Gerry. Gerry yang
tak menyangka Dika bangkit secepat itu, tidak menjaga bola dengan ketat.
Dika berhasil merebut bola itu dengan mudah. Dika kembali menggiring
bola ke arah luar dan shoot ....
PRIIITTT.
Waktu pertandingan berakhir tepat ketika bola masuk dengan mulus
ke ring. Three points terakhir dari Dika menutup pertandingan malam itu.
Dika menjadi pemenang dari pertaruhan yang diciptakan Gerry.
Alika menghambur ke arah Dika. Ia tak memedulikan tatapan orang
lain dan langsung memeluk kekasihnya itu.
“Aku menang, Lika. Buat kamu,” ucap Dika. Alika melepas pelukannya
dan menatap Dika.
“Makasih, Dika.” Alika tersenyum dan kembali memeluk Dika.
how
oYKriiinggggge.
Bel sekolah berbunyi, tanda pelajaran pertama akan dimulai. Hari ini
adalah hari terakhir mereka belajar sebelum mengikuti kegiatan kamping
sekolah. Banyak murid yang sudah tidak konsentrasi pada pelajaran
karena sudah tidak sabar akan mengikuti kegiatan itu.
“Jam pelajaran siapa, sih, sekarang?” tanya Dika.
“Bu Ella,” jawab Alika yang duduk di sebelahnya. Dika menoleh ke arah
Alika. Dipandanginya cewek yang telah resmi menjadi pacar benerannya
itu. Berapa kali pun Dika melihatnya, ia tak pernah bosan melihat Alika.
Mata Alika yang tampak berbinar selalu berhasil membuat Dika seakan
terhipnotis.
“Udah, Dik. Jangan dilihatin terus. Her tub, iler,” ucap Viko yang
duduk di belakang Alika. Dika tersentak kaget dan refleks memegang
bibirnya.
“HAHAHAHAHAHA ...” tawa Viko dan Harry, yang duduk di
sebelahnya, berbarengan. Sadar baru membangunkan macan tidur,
keduanya lari menjauhi Dika.
Dika baru saja bangkit dari kursinya akan mengejar Viko dan Harry,
saat ia melihat Bu Ella datang. Dika langsung duduk tenang di kursinya.
Tapi, tidak dengan Viko dan Harry yang belum sadar akan kehadiran Bu
Ella.
“Kenapa lo, Dik?” tanya Viko heran melihat Dika tidak jadi mengejar
mereka.
“Penakut, nih, Dika sekarang,” ledek Harry.“Iya, takut gue sama kalian berdua. Nggak bakal bisa ngejar, deh!”
ucap Dika sambil tersenyum. Viko dan Harry tertawa mengejek saat
mendengar ucapan Dika. Tapi, tawa mereka tak bertahan lama.
“HARRYYY! VIKOOOOOO!” ucap Bu Ella.
“Bu Ella!” ucap mereka serentak.
Wajah Viko dan Harry pun terkejut saat ia mengetahui bahwa Bu Ella
sudah berdiri di belakang mereka.
“Sini kamu, sini,” ucap Bu Ella sambil menjewer telinga Harry dan
Viko.
“ampun, Bu, ampun,” ucap mereka.
“Sekarang kalian ke lapangan dan lari lima belas putaran.
SEKARANG'!!"” teriak Bu Ella.
Lalu, Viko dan Harry keluar kelas untuk menjalankan hukuman dari
Bu Ella. Kemudian, pelajaran pun dimulai.
Kringgegeeees.
“Ya, sekian dari Ibu. Jangan lupa kerjakan tugasnya, ya, anak-anak,”
ucap Bu Ella.
“Iya, Bu.”
Setelah Bu Ella keluar dari kelas, Viko dan Harry datang dengan
wajah yang kecapekan.
“Hahbh hahhh ... capek, Dik,” ucap Viko sambil membanting
badannya di kursi.
“Nggak, ah!” balas Dika.
“Iya, lo enggak.... Lah kita?!” ucap Harry. Dika tertawa melihat kedua
sahabatnya yang sedang mengatur napas.
ot“Kalian lari lima belas putaran sampai dua jam pelajaran?” tanya Alika.
“Ke kantin dululah, Lik. Bisa mati muda kita berdua kalo nggak
minum nggak makan habis lari,” jawab Viko enteng.
bow
“Lik, mau ikut, kan?” tanya Dika sambil menunggu Alika membereskan
buku.
“Ayo!” jawab Alika. Kemudian, mereka berdua keluar kelas, menyusul
teman-teman mereka.
Siang itu, mereka berlima akan pergi ke mal. Mereka menaiki mobil
Pajero Sport Harry. Seperti biasa, formasi duduk mereka adalah Harry dan
Via di depan, Dika dan Alika di tengah, lalu Viko di belakang.
Seperti biasa, Jakarta macet tanpa mengenal waktu. Entah karena
lelah setelah seharian belajar di sekolah atau apa, keadaan di mobil Harry
hening. Viko yang sendirian di belakang pun merasa bosan dan jenuh.
“Gue bosen di sini, nih, Dik. Gue pindah ke samping lo, ya. Lo yang di
tengah, deh,” pinta Viko. Dika hanya membalas dengan anggukan.
“Yesssi!!” ucap Viko senang dan langsung meloncat ke kursi tengah.
Tanpa sengaja, ia menindih tangan Dika.
“Sakit!!!” ucap Dika, lalu menoyor kepala Viko.
“Sori, beb!” ucap Viko sambil mengelus tangan kiri Dika.
“Astagfirullah Vikooo, Dika. Ternyata kalian ...,” ucap Alika, dan Dika
langsung menepis tangan Viko.
“Alika ih, ganggu aja, deh! Gue, kan, lagi mengobati lukanya
kesayangan gue,” ucap Viko dengan suara alaynya. Alika pun geli melihat
dan mendengarnya.
6Setelah menerobos kemacetan, mereka akhirnya tiba di mal yang
mereka tuju.
“Aduuuhhh ... mal!!! Ayem ka
dari mobil langsung berlari-larian di parkiran.
ing!!!” ucap Viko yang begitu turun
“Jauhin, jauhin! Temen kayak gitu udah nggak waras,” ucap Harry.
Via, Dika, dan Alika serempak tertawa. Mereka pun meninggalkan Viko
yang masih lari berputar-putar di parkiran mobil. “Eh, mau ngapain, sih,
kita ke mal?” tanya Via.
“Nggak tahu, nih! Pengin aja. Besok, kan, kita ke hutan, jadi sekarang
puas-puasin lihat mal dulu,” jawab Harry.
“Kita nonton, yuk!” ajak Dika.
“Alahhh, lo mah modus. Mau gelap-gelapan, kan, sama Alika?” tuduh
Via.
“Apa, sih?”
“Lo semua jahat ya pada ninggalin gue. Untung radar gue bisa nemuin
lo pada. Kalo nggak, gue stres, nih!” ucap Viko tiba-tiba. Rupanya ia benar-
benar tidak sadar sudah ditinggal teman-temannya tadi.
“Ck! Udah jangan lebay lo. Ayo cepet nonton!” ucap Via.
Akhirnya, Dika dan teman-teman memilih menonton film horor.
Sebenarnya, ini film pilihan Dika dan Harry. Siapa tahu mereka bisa
mengambil kesempatan dalam kesempitan bila pacar mereka takut nanti.
Benar saja. Baru setengah jalan film diputar, Alika tampak meringkuk
di kursi sebelah Dika.
“Lika, kamu takut, yaaa?” ucap Dika mengejek. Setengahnya ia
berharap Alika benar-benar ketakutan dan merapat kepadanya.
8“Bnak aja! Kata siapa? Biasa aja, kok!” ucap Alika gengsi.
“Yang bener?”
“Beneran!” ucap Alika sambil mengacungkan jempolnya.
“Kalo takut, peluk Aa Dika aja ya,” ucap Dika sambil terkekeh dan
mendapatkan jitakan dari Alika.
Sepanjang film, mereka benar-benar ketakutan. Beberapa kali Via
dan Alika berpelukan. Bahkan, Viko dan Harry sempat secara refleks
berpelukan. Dika? Ia tertidur pulas.Chapter
8
agi ini, murid kelas XI SMA Merdeka mengadakan kamping.
| > Alika yang sudah rapi dengan celana panjang, baju panjang, dan
tas ransel besar yang membawa perlengkapan kemahnya. Ia lalu
menuruni anak tangga dari kamarnya menuju ruang makan.
“Pagi semua!” ucap Alika kepada orang tua dan abang-abangnya.
“Pagi Alika, Sayang,” ucap mereka serempak.
“Ayo sarapan dulu, Lika, biar ada tenaga,” ucap bunda Alika.
Alika mengangguk, duduk di samping bundanya, dan ikut sarapan
bersama. Setelah selesai sarapan, Alika dan Bang Adit kembali memeriksa
peralatan kamping mereka.
“Bang ayo, nanti telat,” ajak Alika kepada Bang Adit.
“Sebentar, Dek,” jawab Bang Adit.
Setelah semua perlengkapan siap dibawa, Alika dan Bang Adit pamit
kepada kedua orang tua mereka.“Hati-hati ya di sana, Adit jagain adikmu ya,” ucap Bunda.
“Nanti gue sama Aldi nyusul, yal” ucap Alex tiba-tiba.
“Nggak bolehhh!!!” tolak Alika.
“Bun, boleh kan, Bun? Adit aja boleh ikutan. Dia kan, udah kelas XII,
ngapain ikutan kegiatan anak kelas XI? Aku sama Alex ikutan juga, ya,
Bun,” rayu Aldi meminta dukungan Bunda.
“Adit, kan, panitia dari kelas XII. Kamu juga ngapain ikutan? Itu, kan,
acara sekolah, bukan acara keluarga, Sayang,” jelas Bunda. Meski dengan
tampang ditekuk, Aldi dan Alex pun melepas kepergian dua adiknya itu.
Sesampainya di sekolah, Bang Adit memarkir mobilnya di tempat
khusus untuk mobil yang menginap. Setelah keluar dari mobil, mereka
berpisah karena Adit harus berkumpul bersama para panitia lain. Alika
pun bergegas menuju tempat teman-temannya menunggu.
Dari kejauhan, Alika sudah bisa melihat Via yang sedang berbincang
dengan Dika, Harry, dan Viko di depan kelas mereka.
Alika memulai membuka suaranya untuk memanggil sahabatnya itu.
“VIAAAAAAAAAAAA!!"” teriak Alika sambil melambaikan tangannya.
“Tumben agak siang lo datengnya,” tanya Via setelah Alika bergabung.
“Biasa, abang-abang gue resek, pengin ikutan kemah,” jawab Alika.
“Kok, nggak lo ajak aja? Kan, lumayan buat cuci mata.” Via langsung
berhenti dan melirik Harry yang mengernyitkan dahi melihatnya. Alika
dan yang lainnya tertawa.
“Ya udah, yuk, kita kumpul di depan,” ajak Dika. Lalu, mereka
menyusul murid-murid kelas XI lain yang sudah berkumpul untuk
mendengarkan pengarahan sebelum berangkat.
6Taklama, mereka sudah ada di dalam bus menuju tempat perkemahan.
Alika duduk dengan Via, sementara Dika, Viko, dan Harry duduk bertiga
di belakang.
Layaknya murid sekolah yang sedang dalam perjalanan karyawisata,
bus yang mereka tumpangi tak pernah sepi. Ada saja bahan yang membuat
mereka tertawa dan bersenang-senang. Perjalanan pun tak terasa. Tanpa
sadar, mereka sudah sampai di tempat tujuan. Saat turun dari bus, betapa
takjubnya mereka semua mendapati pemandangan yang sangat indah.
Alika langsung mengambil ponsel miliknya dan mengambil beberapa foto
pemandangan dan berswafoto. Tak hanya Alika, sebagian besar murid
SMA Merdeka melakukan hal yang sama. Tak lama, Bu Lili berbicara lewat
pengeras suara.
“Kepada murid-murid, harap berkumpul,” ucap Bu Lili. Lalu, semua
siswa-siswi kelas XI SMA Merdeka pun berkumpul dengan tertib.
“Tbu ucapkan terima kasih kepada kalian yang telah mendukung dan
mengikuti acara perkemahan kita pada hari ini, lalu Bu Lili melanjutkan
sambutan sekaligus secara resmimembuka kegiatan kemah SMA Merdeka.
Setelah Bu Lili selesai memberi sambutan, giliran panitia yang
berbicara. Mereka membagi kelompok-kelompok kecil untuk mengikuti
kegiatan. Kebetulan, Dika, Harry, Viko, Alika, dan Via ada dalam satu
kelompok.
“Setelah ini, panitia akan membagikan tenda kepada kalian. Buat
tenda kalian masing-masing dan taruh barang kalian. Kalau sudah selesai,
kalian harus mengumpulkan kayu bakar sebanyak-banyaknya. Kalau ada
kesulitan, bisa menghubungi panitia. Sudah mengerti? Ada yang mau
ditanyakan? Kalau tidak ada, silakan ambil tenda di sebelah kanan kalian,”
salah seorang panitia memberikan pengarahan.
aAkhirnya, seluruh kelompok berpencar untuk membawa kayu bakar
sebanyak-banyaknya. Malam itu kegiatan mereka hanya diisi dengan
pentas seni yang disiapkan secara dadakan oleh setiap kelompok.
Keesokan harinya, usai sarapan, para murid berkumpul untuk
melaksanakan permainan. Kepala Sekolah yang memberi petunjuk
bagaimana permainan itu dilaksanakan.
“Murid-murid yang saya sayangi, hari ini kita akan bermain
mencari harta karun. Jadi, nanti setiap kelompok akan diberikan teka-
teki yang berbeda. Saat memecahkan teka-teki nanti, setiap kelompok
harus kompak, ya, agar bisa cepat menemukan harta karun yang sudah
disembunyikan. Jangan ada yang nyasar. Ikuti jalan yang sudah diberikan
pita merah. Oke, selamat menemukan harta karun,” ucap Kepala Sekolah.
Kemudian, setiap ketua kelompok mengambil teka-teki tersebut. Dika
sebagai ketua kelompok, ikut mengambil teka-teki untuk kelompoknya.
“Bh, eh, ch, kelompok kita dapet teka-teki apa?” tanya Viko kepada
Dika yang baru saja mengambil kertas yang berisi teka-teki.
Saat membaca apa isi teka-teki itu, Dika mengerutkan keningnya dan
membuat seluruh anggota penasaran dengan teka-teki tersebut.
“Mana sini gue lihat,” ucap Alika merebut kertas yang digenggam
Dika. Alika membaca tulisan yang ada di kertas itu.
“KUE HUTAN HITAM?” gumam Alika yang masih bisa didengar oleh
teman-teman sekelompoknya.
“Hah, lo bilang apa? Kue hutan hitam? Apaan, tuh?” tanya Via
bingung.
“Udah jangan bingung dulu. Sekarang kita jalan aja dulu, Siapa tahu
nanti kita bisa tahu apa maksud teka-teki itu,” ucap Dika tegas.
83Selama di jalan, kelompok Dika masih bingung memecahkan teka-
teki yang mereka dapat.
“Siapa, sih, yang bikin teka-tekinya? Ngerjain banget, nih!” ucap Viko.
“Tahu, tuh! Apaan, sih, ini maksudnya? Nggak pake clue apa-apa lagi
ini?” ucap Harry.
“Stee ... jangan berisik! Lagi mikir, nih, gue!” ucap Via.
“Masih jauh nggak, nih, Dik?” tanya Alika kepada Dika.
“Harusnya nggak jauh lagi, sih, ini. Gue dari tadi ngikutin jalan yang
dikasih pita merah doang. Hehehe ...,” ucap Dika.
Alika mengangguk.
“Eh, coba gue pinjam kertasnya sebentar.” Dika mengambil kertas
dari tangan Via. Dika mencoba memahami tiap kata yang ada di kertas itu.
Kue hutan hitam. Apa, ya? Apa mungkin ini anagram? Atau, bahasa lain?
batin Dika.
“AHA! YES! YES! YES!” teriak Dika tiba-tiba.
“Dika! Kaget gue!” ucap Harry sambil menoyor kepala Dika.
“Udah stres kali, nih, anak!” ucap Viko.
“Astagfirullah ... Alika, pacar lo kerasukan, tuh!” ucap Via ngasal.
“Gue tahu maksud teka-tekinya! Yeyeyeyeyeye!” ucap Dika sambil
melompat-lompat kegirangan.
“Baru kali ini gue lihat Dika kayak gitu. Biasanya, kan, sok cool gitu
dia. OMG, jangan- jangan dia kerasukan! Dika, sadar, Dik! Nyebut Dik,
nyebut!” ucap Viko ngelantur dan mendapatkan toyoran dari Dika.
ay“Gue tahu jawaban teka-tekinya. Ini, tuh, gampang banget sebenernya.
Nih, ya, kita jadiin bahasa Inggris aja kata-katanya. Kue kan, cake. Hutan
kan, forest. Hitam kan, black. Jadi ....” Dika diam menunggu jawaban
teman-temannya. Namun, mereka hanya menatap satu sama lain.
“Arghbh! Kenapa, sih, nih kelompok gue! Itu artinya black forest cake-
lah, Paham, kan?” ucap Dika.
“Oh iya yaaa ... kok, gue nggak sadar, ya?” Harry menepuk jidatnya.
“Udah jangan buang waktu lagi. Ayo kita cari!” ucap Dika bersemangat.
Setelah sampai di pos yang mereka tuju, mereka langsung berkeliling
mencari black forest cake yang dimaksud dalam teka-teki itu. Tak lama
mencari, mereka sudah menemukannya.
“Ye, selesai juga teka-tekinya!” ucap Alika.
Sesampainya di tempat perkemahan, kelompok Dika memberikan
harta karun mereka kepada panitia.
“Dika, gue nggak nyangka otak lo lumayan encer kadang-kadang,”
ucap Viko.
“Gue juga nggak tahu dapet mukjizat dari mana,” Dika terkekeh.
“Ya udah, yang penting sekarang kita udah berhasil memecahkan
teka-teki ini,” ucap Alika sambil tersenyum kepada Dika.
“Kamu memang bisa diandalkan, Dika,” lanjut Alika. Dika yang
mendengarnya, hanya tersipu.
7q
‘etelah kegiatan kemah selesai, Alika dan Bang Adit pun sampai
di rumah dengan selamat. Sesampainya di rumah, Alika tak
menghiraukan barang bawaannya dan langsung mencari keberadaan
papa dan bundanya.
“BUNDA, PAPA, ALIKA PULANG ...!” teriak Alika sambil mencari
kedua orang tuanya itu.
“Ya Allah, Nak, jangan berisik,” ucap Bunda.
“Maaf, Bun. Hehehe ...,” ucap Alika dengan cengiran manjanya.
“Woiii, Dek! Tas lo, nih! Bawa, kek!” ucap Bang Adit yang tengah
membawa tas Alika.
“Bawain dong, Bang. Aku kan, capek,” ucap Alika menahan tawa.
Bunda menyenggol lengan Alika. Alika menoleh ke arah bundanya yang
memberikan tatapan “kasihan-abangmu”.
Dengan perasaan malas, Alika mengambil tasnya dan pergi ke kamar.“Haiii Kamar! Gue kangen bangeceeeet!” ucap Alika sambil
merebahkan tubuhnya ke ranjang.
“ALIKA, ADIT, ALEX, ALDI, CEPETAN MANDI! TERUS TURUN KE
BAWAH, YA. BUNDA SAMA PAPA MAU NGOMONG SESUATU,” teriak
Bunda.
Lalu, Alika bergegas mengambil handuk dan segera mandi. Setelah
memakai baju santainya, Alika menuruni anak tangga dan berjalan menuju
ruang keluarga. Semua anggota keluarga ternyata sudah berkumpul di
sana.
Alika pun ikut duduk di antara Bunda dan Bang Aldi.
“Alika, Bunda mau bicara sama kamu,” ucap Bunda yang membuat
seisi ruangan menjadi tegang.
“Iya, Bun?” ucap Alika yang sudah memiliki firasat tidak enak.
“Bunda mau jodohin kamu sama anaknya sahabat Bunda. Bunda
yakin, kok, pilihan Bunda itu yang terbaik buat kamu, Lik,” terang Bunda
yang membuat Alika terkejut.
“Apa???!!! Bunda mau jodohin Alika? Nggak Bun, ini bukan zaman
Siti Nurbaya!” protes Bang Alex.
“Ap-apaan sih, Bun? Lika nggak mau dijodohin,” ucap Alika.
“Bunda tahu kamu pasti bakal nolak. Kamu coba kenalan dulu sama
anaknya sahabat Bunda ini. Kalau memang Alika benar-benar nggak suka,
nanti kita bicarakan lagi. Besok malam keluarga kita akan makan malam
bersama keluarga mereka di restoran Papa. Kamu pakai baju yang bagus
dan dandan yang cantik, ya. Bunda yakin kamu pasti bakal suka sama
pilihan Bunda,” Bunda mencoba menenangkan. Kemudian, Bunda dan
Papa pergi dari ruang keluarga.Setelah Bunda dan Papa pergi, Alika menoleh ke arah abang-abangnya
sambil memasang wajah sedih.
“Ah, kok gue dijodohin, sih? Gimana ini? Tolongin gue dong,” lirih
Alika.
Ketiga abangnya hanya mengedikkan bahu dan mengerubungi Alika.
“Aduh, mati konyol nih, gue,” ucapnya.
how
1
Di tempat lain, Dika juga sedang memikirkan pembicaraannya dengan
orang tuanya. Ia merasa gelisah. Lalu, tiba-tiba ia teringat kepada
kekasihnya.
Akhirnya, lelaki itu mengambil ponsel dan menghubungi kekasihnya
itu.
“Lik, jalan yuk! Aku jemput kamu, ya, sekarang?” ucap Dika sesaat
setelah Alika mengangkat teleponnya.
“Eh? Mmmn.... iya, Dik. Hati-hati, ya. Aku siap-siap dulu,” jawab Alika dan
langsung menutup teleponnya. Ia terkejut karena Dika menelepon tepat
ketika ia sedang memikirkannya.
Lalu, Alika langsung mengganti bajunya dengan baju pergi yang
sederhana untuknya. Setelah selesai memoles wajah dengan dandanan
yang natural, Alika menuruni anak tangga dan menunggu kedatangan
Dika di ruang tamu.
Tidak lama kemudian, suara klakson mobil berbunyi di depan rumah
Alika.
“Pasti Dika,” gumam Alika. Alika pamit kepada kedua orang tuanya
dan pergi menghampiri Dika.
B“Kamu nunggu aku lama, ya?” tanya Dika.
“Nggak, Sayang,” jawab Alika. Lalu, ia masuk ke mobil Dika.
“Kita mau ke mana?” lanjutnya.
“Tenang aja. Pasti kamu bakalan suka, deh!” ucap Dika tersenyum.
Alika membalasnya dengan senyuman.
Setelah satu setengah jam Dika mengendarai mobilnya, akhirnya
sampai juga di tujuan. Dika menoleh ke Alika yang tengah tertidur.
“Lik, bangun, ini sudah sampai,” ucap Dika lembut sambil menyentuh
pundak Alika.
Alika bangun dan mengucek-ucek kedua matanya. “Udah sampai,
Dik?” tanya Alika setengah mengantuk.
“Iya, Lik. Ayo keluar, kamu pasti suka, deh! Aku bukain pintunya
dulu.” Lalu, Dika keluar dari mobil dan membukakan pintu mobil untuk
Alika. Dika mengulurkan tangan yang langsung disambut oleh Alika. Saat
ia keluar, Alika melihat pemandangan yang sangat jarang ditemui di kota
besar.
Kedua mata Alika berbinar saat melihat padang rumput penuh
dengan bunga-bunga liar yang sangat indah. Sepoi-sepoi angin menyapa
wajah Alika dan udara segar memenuhi paru-parunya.
“Woaaaaaa ... ini indah bangettt!” ucap Alika.
Kedua mata Alika tertuju pada sebuah rumah pohon, tak jauh dari
tempat mereka berdiri. Dika yang sejak tadi memandang Alika pun ikut
menatap rumah pohon itu. “Mau ke rumah pohon? Ayo aku bantu!” ucap
Dika sambil mengajak Alika ke rumah pohon tersebut.
4Ketika sampai di atas rumah pohon itu, mereka melihat hamparan
hijau yang dihiasi warna-warni bunga. Keduanya tersenyum hangat
memandangi pemandangan itu.
“Aku sayang kamu, Alika Fasya,” ucap Dika.
“Aku juga sayang kamu, Dika Saputra,” ucap Alika.
“Alika, sudah belum, Sayang? Kita semua menunggu kamu,’ teriak Bunda
yang tengah menunggu anak perempuan satu-satunya di ruang keluarga.
Malam ini adalah malam yang sangat menyedihkan untuk Alika.
Kenapa harus ada perjodohan? Alika sangat membenci perjodohan saat ia
sudah mempunyai kekasih yang sangat ia sayangi.
Malam ini, Alika memakai dress putih biru dan high heels setinggi
7 cm. Rambut lembutnya dibiarkan tergerai bebas dan Alika berdandan
senatural mungkin.
Alika menuruni anak tangga dan menghampiri bundanya yang sudah
menunggu.
“Anak Bunda cantik banget,” puji Bunda.
“Terima kasih, Bun,” ucap Alika dengan senyum simpulnya.
“Wih, yang mau duluin kita-kita, nih!” ucap Bang Aldi.
“Diem ah! Bete!” ucap Alika kesal.
Lalu, keluarga Alika pergi dengan menggunakan mobil milik Bang
Alex.
“Bun, beneran mau jodohin aku? Aku takut nggak cocok,” ucap Alika
lesu.
5“Alika, kamu kenalan dulu sama anak temennya Bunda, ya. Bunda
yakin anaknya baik. Bunda pasti selalu memikirkan yang terbaik buatmu,
Nak,” ucap Bunda yang kembali meyakinkan Alika.
Tak lama kemudian, sampailah mereka di restoran milik Papa. Mereka
pun langsung memasuki ruangan VVIP yang telah disiapkan.
“Ayo Alika, duduk,” ajak Bunda, Alika pun duduk di antara Bang Aldi
dan Bang Alex.
“Halo Pak Johan.” Seorang pria paruh baya memasuki ruangan
mereka dan memanggil nama Papa.
“Halo Pak Joshua Saputra,” balas papa Alika antusias, dan mereka
berdua berjabat tangan.
Di samping Pak Joshua, berdiri seorang wanita yang sepantaran dan
sama cantiknya dengan bunda Alika.
“Bu Mira. Aduh, udah lama kita tak berjumpa,” ucap bunda Alika
kepada istrinya Pak Joshua.
“Hai, Bu Lia. Aduh, makin cantik saja kamu. Ini putrimu, ya? Aduh,
kamu cantik sekali. Dulu kamu masih kecil banget. Sekarang sudah besar,
ya,” ucap Bu Mira.
Setelah Pak Joshua dan Bu Mira menduduki kursi masing-masing,
Papa mulai membuka suara.
“Oh iya, di mana anakmu Josh? Si Saputra kedua,” ucap papa Alika.
“Ohiya, anak kita mana ya, Ma? Jangan-jangan ketinggalan di rumah,
ya, Ma,” gurau Pak Joshua.
“Selamat malam,” ucap seorang cowok di seberang sana, Semua
menoleh ke arah suara itu.
%Mata Alika pun membulat saat melihat pria itu.
“Kamu,” ucap Alika.
“Lho? Kalian udah saling kenal?” tanya papa Alika.
“Iya, Pa. Bunda sih, inget banget anak ini yang suka nganterin Alika,
Pa,” ucap Bunda.
“Lho? Ini kan, Dika, temen sekolah sekaligus pacarnya Alika,” ucap
Bang Adit.
Semuanya menoleh ke arah Bang Adit karena tanpa sengaja, ia telah
membongkar hubungan Alika dan Dika.
“Oooh, jadi ini yang diceritain abang kamu waktu itu, Lika? Kenapa
nggak dikenalin ke Bunda, Sayang,” ucap bunda Alika.
Alika hanya bisa tersenyum menanggapi semuanya. Ia masih tak
percaya dengan apa yang terjadi malam ini. Perjodohan. Dika.
“Haduh-haduh, kalau sudah saling mengenal seperti ini, kita bisa
mempercepat proses tunangannya,” ucap Pak Joshua.
Alika dan Dika pun terkejut dengan perkataan tersebut.
“HAH TUNANGAN?!”
“Aduuuhhh, adek gue udah mau tunangan aja. Kalah gue,” ucap Bang
Alex.
“Makanya cari pacar!” ledek Bang Aldi.
“Gue juga harus ngomong kayak gitu ke lo, ya, Bang. Soalnya lo juga
sama, jomlo,” balik Bang Alex dan semuanya tertawa.
“Sudah-sudah, jangan bertengkar. Habis ini kita akan menentukan
tanggal pertunangan untuk Alika dan Dika,” ucap Pak Joshua.
7Kemudian, kedua keluarga itu melangsungkan makan malam yang
sangat menyenangkan. Banyak canda tawa yang terlontar antara kedua
keluarga tersebut. Dengan mudahnya, kedua keluarga itu melebur menjadi
satu.
Sesuai kesepakatan, seusai santap malam, keluarga Alika dan Dika
pun menentukan tanggal yang pas untuk acara tunangan keduanya.
“Kira-kira, enaknya kapan, ya, Alika dan Dika tunangan?” ucap papa
Alika.
“Bunda, sih, penginnya sehabis mereka wisuda.”
“Iya Jeng, kalau sekarang, sih, kecepetan ya.”
“Atau, bagaimana kalau sebelum UN? Kalian setuju, tidak?” usul papa
Dika.
“Jangan!” seru Dika dan Alika bersamaan. Semua menoleh ke arah
mereka berdua.
“Belum tunangan aja udah kompak banget,” ledek Bang Alex.
Keduanya saling pandang dan tersipu.
“Kenapa memangnya kalau sebelum UN?” tanya papa Dika.
“Ya, nanti aku sama Alika nggak bisa konsen ke UN-nya, Pa. Mungkin
lebih baik kalau setelah UN aja,” usul Dika yang mendapat anggukan dari
Alika.
“Wah, dengan kata lain, kalian menerima perjodohan ini tanpa
paksaan, ya?” tanya mama Dika senang. Dika dan Alika kembali bertukar
pandang dan tersipu. Lalu, keduanya mengangguk.
Akhirnya, mereka pun memutuskan bahwa tanggal pertunangan
Alika dan Dika dilangsungkan setelah mereka menjalankan UN.
8ferry
oY
Alika membuka kedua matanya melirik sekilas jam yang ada di layar
ponsel.
“Masih jam 05.00 lewat,” gumamnya sambil bangkit dari tidurnya.
Alika langsung memasuki kamar mandi.
Setelah mandi dan menjalankan ibadah, Alika menonton film kartun
yang ia suka.
Waktu berjalan dengan cepat. Tanpa terasa, sudah pukul 06.00 lewat
dan Alika masih menonton film kartun kesukaannya itu.
Tok ... tok... tok.
“Masuk,” jawab Alika. Pintu kamar terbuka dan ada bunda Alika di
sana.
“Alika, ayo turun. Kita sarapan bareng. Di bawah udah ada Dika,”
Bunda menekankan nama Dika dan membuat Alika terbelalak. Alika
langsung berdiri dari duduknya. Kemudian, ia bersiap-siap dengan cepat.
Alika menuruni anak tangga dan berjalan menuju ruang makan.
“Pagi semuanya,” sapa Alika.
“Pagi juga, Sayang. Ayo sini sarapan!” ajak Bunda.
Lalu, Alika, keluarganya, dan Dika pun sarapan bersama.
“Bun, Alika sama Dika berangkat, ya,” pamit Alika.
Setelah pamit, Alika dan Dika menaiki ninja hitam milik Dika yang
terparkir di depan rumah Alika. Lalu, mereka berdua berangkat ke sekolah
bersama.Sesampainya di sekolah, Alika disambut Via yang juga baru tiba.
“ALIKAAAAAAAAA!!!”" suara menggelegar Via memenuhi koridor
sekolah. “Alikaaa, lo tahu, nggak. Katanya di kelas kita ada anak baru. Ada
yang bilang, sih, cantik banget. Tapi, gue juga belum lihat, sih. Cantikan
dia apa gue, ya?” ucap Via tanpa jeda.
“Oh, ya? Jadi penasaran juga, nih, gue. Ya udah, yuk ke kelas bareng,”
ucap Alika yang kemudian berjalan mendahului Dika.
“Yah, gue ditinggalin. Ya udah, deh,” gumam Dika. Lalu, Dika pergi
ke kantin untuk menemui kedua sahabatnya yang bisa dipastikan sedang
sarapan di sana.
Kringgggegege.
Bel masuk pun berbunyi, semua siswa-siswi SMA Merdeka masuk ke
kelas masing-masing.
“Pagi anak-anak,” ucap Bu Vera.
“Pagi, Bu,” ucap seisi kelas serempak.
“Hari ini kita kedatangan murid baru. Silakan perkenalkan diri,” ucap
Bu Vera.
“Perkenalkan, nama saya Vita Amelia, panggil saja saya Vita,” ucap
cewek yang berdiri di depan kelas itu.
“Terima kasih Vita, sekarang kamu duduk di tempat yang kosong
itu, ya,” ucap Bu Vera sambil menunjuk bangku di sebelah Via. Vita
mengangguk dan bergegas duduk di kursi sebelah Via.
Tok... tok... tok...
Bu Lili berdiri di depan pintu kelas dengan Dika, Viko, dan Harry yang
ia jewer.“Ada apa, Bu Lili?” tanya Bu Vera.
“Ini Bu Vera, anak murid kelas Ibu, kebiasaan sekali membolos di
kantin,” ucap Bu Lili.
“Kalian ini, ya. Saya capek ngadepin kalian lagi, kalian lagi. Sering
sekali membolos saat jam pelajaran. Sekarang kalian malah datang telat
ke kelas. Apa lagi alasan kalian, hmmm?” omel Bu Vera.
“Begini Bu, tadi pagi-pagi sekali kami sudah sampai di sekolah. Karena
berangkat terlalu pagi, kami nggak sempat sarapan. Terus laper, kan, Bu?
Ya udah, kami bertiga makan dulu di kantin. Biar kuat buat belajar, Bu,”
jelas Dika.
“Lalu, kenapa kalian lama sekali di kantin? Kenapa nggak langsung
masuk kelas?” tanya Bu Vera.
“Nah, Bu, sehabis makan kan, kami harus menunggu makanan
itu turun ke dalam perut biar tecerna dengan baik. Dan, itu memakan
waktu yang lama, Bu. Maklum ya, Bu,” jawab Dika. Harry dan Viko hanya
mengangguk di belakangnya. Teman-teman yang mendengarnya tertawa.
“Tidak!!! Sekarang kalian keluar dari kelas. Berdiri di depan kelas dan
saling menjewer antara satu sama lainnya sampai istirahat!” ucap Bu Vera.
Mau tak mau, mereka bertiga melaksanakannya.
Kringggegeses.
Waktu istirahat pun tiba. Semua siswa-siswi SMA Merdeka
berhamburan keluar. Saat Bu Vera telah keluar kelas menuju ruang guru,
Dika dan kawan-kawannya langsung masuk kelas.
“Arggghhh kurang lama, tuh, Bu Vera kasih hukuman,” keluh Dika.
“Iya ya, Dik. Untung nggak panas-panasan di bawah matahari lagi,”
ucap Viko.
8Saat akan menduduki kursinya, Dika melihat anak baru yang bernama
Vita. Kedua mata Dika langsung membulat lebar.
“Tuh kan, gue bilang apa, bro. Cantik, kan? Mau gue deketin, nih!”
bisik Viko.
“Gih deketin. Gue mah udah punya Alika,” ucap Dika penuh rasa
bangga.
“Gue juga punya Via,” ucap Harry.
“Pada sombong-sombong banget, sih!” protes Viko.
“Makanya jangan kelamaan jones," ucap Via dan Alika yang membuat
mereka tertawa.
Kritingggege.
Bel masuk berbunyi. Mereka berlima masuk ke kelas dan menunggu
pelajaran Bu Nina. Saat pelajaran Bu Nina dimulai, Dika tertidur sangat
pulas. Lalu, Harry melemparkan kertas kepada Dika, yang membuatnya
terbangun dari tidurnya. Lalu, ia membuka surat itu.
“Sialan, nih anak!” ucap Dika.
“Sttt ...,” ucap Alika.
“Hayo siapa yang berbicara?” ucap Bu Nina.
Semuanya diam.
Saat Bu Nina kembali menulis di papan tulis, Dika datang ke meja
Viko dan Harry, lalu memukul pelan kepalanya.
“Sakit bego!” teriak Harry.
“Stttttt ...,” seisi kelas mendesis ke arah mereka.
“Sakit bego ...,” bisiknya.“Hahaha ...,” kekeh Viko.
Lalu, Dika kembali ke tempatnya dan kembali tertidur dengan pulas.
“DIKAAAAAAAAA!!!!!!” ucap Bu Nina yang membuat Dika
membulatkan matanya.
“Bh, eh iya, Bu Nina cantik,” rayu Dika.
“Keluar dari kelas sekarangl!!” ucapnya. Lalu, Dika keluar dari kelas
dengan mata yang tertutup. Alika yang melihat kelakuan pacarnya itu
hanya bisa menggelengkan kepala. Saat keluar kelas, tujuan Dika hanya
fry
Bel pulang berbunyi, semua murid bergegas keluar dari kelas mereka
satu saat ini, pergi ke kantin.
masing-masing. Sedangkan Alika, Viko, Harry, dan Via pergi ke kantin
untuk menghampiri Dika yang sedang tertidur.
“WOOOO!” teriak Viko.
“Astagfirullah!” ucap Dika kaget.
“Tidur aja lo! Makan yuk!” ajak Harry.
“Lo aja sana. Gue udah kenyang,” ucap Dika dan kembali tertidur.
Lalu, mereka berempat memesan makanan, meninggalkan Dika.
“Kenyaaaaaang ...,” ucap Harry.
“Perut lo, tuh! Buncit banget kayak lagi hamil. Hahaha ...,” ucap Viko
sambil memukul perut Harry.
“Sakit, bro!” ucap Harry.
“Guys, gue ke toilet dulu ya,” ucap Alika. Lalu, ia pergi bersama Via.
%Setelah sampai toilet, Alika melihat Vita tengah mencuci mukanya di
wastafel toilet. Tiba-tiba dompetnya terjatuh dan Alika pun berinisiatif
mengambil dompet itu. Dompet itu terjatuh dalam keadaan terbuka. Saat
Alika mengambilnya, ia melihat sebuah foto orang yang dikenalnya.
“Dika?”
Di dalam dompet itu ada foto seseorang yang sangat persis dengan
Dika. Alika cepat-cepat menutup dompet itu dan mengembalikannya
kepada Vita. Kemudian, Alika berkata kepada Via, “Lo duluan aja, ya.
Nanti gue nyusul,” ucap Alika.
Setelah Via berlalu, Alika pergi ke halaman belakang sekolah dan
menangis di bawah pohon yang rindang.
“Dika selingkuh atau gimana, sih,” gumamnya.
Katanya dia sayang sama gue. Katanya cinta. Ternyata kayak gini.
Pantesan aja dari tadi tegang gitu. Gue harus gimana? batinnya.
Tiba-tiba ada yang menepuk pundak Alika, membuatnya langsung
menoleh dan buru-buru menghapus air matanya. Namun, terlambat. Via
sudah melihat air mata Alika.
“Lo kenapa, Lik?” tanya Via cemas. Alika diam, tetapi air matanya
kembali mengalir.
“Tenangin diri lo dulu, Lik. Habis itu, cerita sama gue,” ujar Via lagi
sambil mengelus lembut punggung sahabatnya. Alika menarik napas
panjang dan menahannya selama beberapa detik. Setelah mengembuskan
napasnya kembali, ia mulai bercerita kepada Via tentang foto yang ia
temukan di dompet Vita tadi.
“Sabar, Lik, semuanya akan baik-baik aja. Lo harus ngomong sama
Dika. Biar semuanya jelas dan nggak ada kesalahpahaman antara kalian,”
84ucap Via sambil memeluk tubuh mungil Alika. Alika membalas pelukan
Via dan menumpahkan kekalutannya.Chapter
10
emenjak kejadian Alika menemukan foto Dika, Alika menjadi dingin
terhadap Dika. Alika sudah meminta penjelasan kepada Dika. Dika
pun sudah berterus terang siapa Vita sebenarnya.
Vita adalah mantan pacarnya. Mungkin seharusnya Alika tidak perlu
bersikap dingin seperti itu. Karena bagi Dika, cewek yang paling penting
baginya saat ini adalah Alika. Dan, dia hanya ingin membuat Alika bahagia
selamanya.
“Teman-teman, gue ada pengumuman, nih. Mohon perhatiannya,”
ucap Raka sang ketua kelas tiba-tiba. Kelas yang awalnya ribut, langsung
hening. Semua perhatian tertuju kepada Raka.
“Gue mau kasih tahu kalau hari Sabtu nanti, sekolah mengadakan
pertandingan. Futsal, basket, dance, menyanyi, dan fashion show. Ada yang
mau ikut? Satu orang boleh mengikuti lebih dari satu lomba,” jelas Raka.
Kemudian, ia menulis kategori perlombaan dan memberi ruang untuk
menuliskan nama-nama peserta di papan tulis.
“Alika aja yang nyanyi, Ka,” ucap Dika yang membuat Alika kaget.“Nggak, nggak .... Gue nggak bisa nyanyil” ucap Alika.
“Jangan bohong, baby,” ucap Dika yang membuat Alika diam.
“Beneran. Suara gue juga lagi serak, nih,” ucap Alika sambil menunjuk
tenggorokannya.
“Ya udah, yang nyanyi Karin aja. Setuju?” ucap Raka. Lalu, ia
menuliskan nama Karin di papan tulis.
“Gue sama Alika mau dong ikutan dance!” Via menawarkan diri
bergabung dengan kelompok peserta dance.
“Oke! Dance udah. Nyanyi udah. Futsal putra, tim yang biasa aja, ya.
Basket juga timnya udah ada. Oke! Tinggal fashion show couple, nih! Ada
yang mau ajuin kandidat, nggak?” tanya Raka.
“DIKA SAMA ALIKA!” Hampir seluruh murid kelas XI IPA 1
menyebutkan nama yang sama. Alika terkejut hingga membulatkan
matanya.
“Kok, jadi gue, sih?” ucap Alika terkejut.
“Nggak apa-apalah, Sayang. Kan, kita emang best couple,” ucap Dika
sambil mencolek pipi Alika. Sebenarnya ia sedang berusaha agar Alika
tidak bersikap dingin lagi kepadanya. Alika menepis tangan Dika dengan
lembut. Hatinya mulai luluh. Ia pun tak tahan berlama-lama mendiamkan
pacarnya itu.
Bel pulang pun berbunyi. Para peserta yang mengikuti lomba untuk
hari Sabtu diharuskan mengikuti rapat di ruang OSIS. Termasuk Alika dan
Dika yang sudah duduk bersebelahan di ruang OSIS.
“Oke, saya langsung aja, ya. Banyak yang harus kalian pahami untuk
acara Sabtu besok,” ujar salah seorang panitia acara dari pihak OSIS.
“Untuk yang ikut lomba nyanyi, dari panitia ada pilihan lagu. Kalian
aboleh pilih yang mana aja. Nanti dicatat sama panitia bagian kesenian.
Terus untuk dance, pilihan lagunya terserah kalian. Untuk peraturannya,
yang penting nggak ada gerakan yang mesum, ya,” jelas panitia yang juga
berasal dari kelas XI.
“Huuuu ... nggak asyik!” protes para cowok yang hanya direspons
dengan senyuman dari panitia.
“Udah, udah .... Sekarang bagian olahraga. Sepak bola dan basket
peraturannya sama aja, sih, kayak peraturan tahun-tahun sebelumnya.
Nah, untuk fashion show couple, kalian pakai baju daerah, ya. Terserah dari
daerah mana saja. Selain fashion show, nanti akan ada pertanyaan yang
harus dijawab dari para juri untuk peserta. Itu tadi gambaran lomba buat
hari Sabtu nanti. Ada yang kurang jelas?” tanya panitia acara. Beberapa
tangan terangkat. Lalu, mereka mengadakan sesi tanya jawab.
“Kita mau fitting baju di mana, Sayang?” tanya Dika usai mengikuti
rapat dengan panitia tadi.
“Di butik langganan bunda aku aja. Di situ kebayanya bagus-bagus
banget, kok,” ucap Alikka.
“Oke, kita ke sana,” ajak Dika. Ia menggandeng tangan Alika ke
parkiran dan mereka pergi ke tempat yang dimaksud Alika.
Sesampainya di butik langganan Bunda, mereka berdua disambut
hangat oleh pemilik butik.
“Kalian mau nikah atau gimana ini?” tanya Mbak Bunga, si pemilik
butik.
“Nggak, Mbak! Gini, Mbak, kami mau ada acara fashion show di
sekolah, dan dress code-nya itu baju daerah. Jadi, kami milih kebaya aja
yang nggak ribet,” jelas Alika. Mbak Bunga mengangguk-angguk mengerti.
8“Oke. Ini Mbak kasih lihat kebaya yang cocok untuk dipakai oleh
kalian. Nanti kalian pilih sendiri, ya,” ucap Mbak Bunga mengajak mereka
melihat kebaya-kebaya buatannya.
Lalu, mereka berdua pun sibuk memilih kebaya yang mereka
inginkan. Memilih kebaya tidak sesederhana yang Alika bayangkan. Ada
saja komentar dari Dika atas kebaya pilihan Alika. “Nah, ini pas buat
kalian. Kulit Alika kan, putih. Dika juga. Jadi, cocok memakai kebaya yang
ini,” ucap Mbak Bunga sambil menyodorkan satu kebaya berwarna pastel
kepada Alika.
“Oke! Aku suka, sih. Kamu gimana?” tanya Alika kepada Dika yang
dibalas dengan acungan jempol.
“Ya, udah Mbak, yang ini aja. Terus, hari Sabtu pagi, Mbak Bunga
dateng ke rumah, ya. Sama perias dari salon langganan Bunda dan Mbak
Bunga, ya. Buat make-up-in aku dan Dika,” ucap Alika sopan.
Mbak Bunga mengangguk.
Setelah itu mereka berdua pamit kepada Mbak Bunga dan berterima
kasih atas bantuannya. Sepanjang perjalanan pulang, Dika bersyukur
mereka dipilih menjadi peserta fashion show couple. Dengan begitu, Alika
jadi melupakan kekesalannya kepada Dika dan kembali ceria.Chapter -
C
" T
ari terasa cepat berganti. Hari yang ditunggu para siswa-siswi SMA
| persia kian dekat. Hari ini Alika dan teman-temannya tengah
latihan dance untuk perlombaan nanti.
“Lik, nanti latihan ya, di ruang dance,” Via mengingatkan.
Alika yang sedang mengunyah roti, menelan isi mulutnya, dan
menjawab, “Oke!”
Setelah bel pulang sekolah berbunyi, perwakilan dari kelas Alika
yang mengikuti dance langsung menuju ke ruang dance. Dika dan kawan-
kawannya pun ikut untuk melihat latihan itu.
Setelah sampai di ruang dance, Via memberikan aba-aba untuk
memulai dance-nya. “Yuk, kita mulai!”
Lalu, Alika, Via, Bianca, Cika, Lily, dan Rita latihan dance dengan
diiringi lagu Becky G. yang berjudul “Shower”.
Setelah satu jam mereka latihan dance, akhirnya mereka selesai juga.
Kedua mata Alika tengah mencari-cari keberadaan Dika yang tak tampak
di ruangan. Ia pun bertanya kepada teman-teman Dika yang ada di sana.“Lihat Dika, nggak?”
Viko dan Harry pun melihat samping kanan-kiri mereka, tapi tidak
menemukan Dika. “Nggak lihat, Lik. Ke toilet kali,” ucap Viko.
Akhirnya, Alika keluar dari ruang dance dan mencari Dika. Nih cowok
ke mana, sih, gerutunya dalam hati.
Ketika Alika melewati lorong sekolah, matanya membulat saat
ia melihat Vita yang sedang memeluk Dika. Alika diam mematung dan
hatinya tergores.
DUK
Botol air minum yang ia bawa tiba-tiba jatuh dan membuat keduanya
menoleh. Tak seperti Vita, Dika yang melihat keberadaan Alika di sana,
sangat terkejut.
Alika meninggalkan tempat itu, meski Dika terus memanggil
namanya. “Alika! Alika tunggu!”
Alika terus berlari tanpa mendengarkan apa yang Dika katakan. Ia
pun tak berhenti saat teman-temannya yang lain memanggil.
Dasar laki-laki nggak punya hati!
Gue nyesel kenal lo, Dikkk!
“Arrrghhhhhh,” Alika berteriak, seolah ingin melepas sesuatu yang
mengimpitnya.
Entah sudah seberapa jauh ia berlari, ia tak berhenti. Walaupun sudah
di luar sekolah, Alika tak menghentikan langkahnya. Saat Alika tengah
menyeberang di jalan, ia mendengar suara klakson dari arah kanan. Saat
ia menoleh, sebuah lampu menutupi penglihatannya. Suara klakson itu
terus berbunyi dan mendekat. Alika tak tahu lagi harus bagaimana. Ia
7]mencoba untuk menghindari sorot lampu itu, tetapi semuanya terlambat.
Alika terpental dan semuanya menjadi gelap gulita.
Alika terbaring tak berdaya di aspal. Dika yang melihat kejadian itu
pun langsung berteriak dan memanggil namanya, “ALIKAl!!”
fe
oy
Sesampainya di rumah sakit, Alika langsung dibawa ke ruang UGD. Dengan
tangan yang bergetar, Dika menelepon Bang Adit.
“Halo, Bang”
“Iya, kenapa, Dik?”
“Alika ... hmmm ....”
“Alika kenapa?”
“Alika kecelakaan, Bang. Sekarang lagi ditangani dokter di UGD.”
“Rumah sakit mana? Gue ke sana!”
Setelah memberi tahu Bang Adit, Dika menutup teleponnya. Ia
menunggu di ruang tunggu dan tidak pernah berhenti berdoa untuk
keselamatan Alika.
Tak lama kemudian, keluarga Alika dan teman-teman mereka berdua
datang. Mereka ikut menunggu dokter yang sedang memeriksa Alika.
Pintu UGD terbuka dan keluarlah seorang dokter yang memakai jas
putih.
“Dok, bagaimana keadaan putri saya?” tanya bunda Alika.
“Anak Ibu dan Bapak baik-baik saja. Tetapi, karena benturan di
kepalanya, membuat otaknya mengalami trauma. Kemungkinan putri
Bapak dan Ibu akan mengalami amnesia,” jelas dokter itu.
a“Amnesia, Dok?” bunda Alika terhuyung mundur. Dengan sigap, Papa
menangkap bahunya.
“Bapak dan Ibu jangan panik dulu. Kalau boleh, mari ikut saya.
Akan saya jelaskan kondisi putri Bapak dan Ibu,” dokter menenangkan.
Kemudian, Papa menuntun Bunda mengikuti dokter itu.
Tak lama, Alika dipindahkan ke ruang rawat. Dika dan teman-
temannya pun mengikutinya.
Saat ingin masuk ke ruang rawat Alika, Bang Adit menutupi jalan
Dika. “Lo utang cerita sama gue. Kenapa adik gue bisa kayak gini?”
Dika mengangguk lesu.
Semoga kamu cepat pulih ya, Lik. Aku kangen sama kamu, batin Dika
saat sekilas ia melihat Alika yang terbaring tak sadarkan diri.
born
Semenjak kejadian yang membuat Alika amnesia, Dika sangat frustrasi.
Hari Sabtu ini adalah hari diadakannya berbagai macam lomba
antarkelas. Hari di mana seharusnya Alika menjadi peserta lomba itu.
Namun, Alika masih di rumah sakit karena keadaannya belum membaik.
Viko menghampiri Dika yang tengah berdiam diri di kelasnya.
“Dik, fashion show lo gimana?”
“Nggak tahu, deh,” ucapnya dingin.
Tiba-tiba seorang cewek bergabung di pembicaraan Viko, Harry, dan
Dika. Vita.
“Dika. Lo sama gue aja fashion show-nya,” ujarnya antusias.
BDikaberdiri dan berkata, “Nggakperlu!” Lalu, Dikapergimeninggalkan
berry
oy
Alika membuka kedua matanya. Ia memegang kepalanya yang terasa
mereka.
sangat sakit.
“Alika, lo udah sadar,” ucap cewek yang berada di kiri ranjangnya.
Alika menoleh ke sumber suara. Ia tidak mengenal cewek tersebut.
“Ka-kamu siapa?”
“Ya Allah Lik, gue sahabat lo. Gue Via, Lik,” ucap cewek itu.
Alika mencoba mengingat. “Vi-Via?” Tak lama kemudian ada seorang
cowok tampan yang berdiri di hadapannya.
“Ka-mu siapa?” ulangnya.
“aku pacar kamu, Sayang, aku Dika,” ucapnya sambil menggenggam
tangan Alika.
Alika semakin mengerutkan keningnya. “Pacar?”
Alika mulai panik karena kebingungan. Ia tidak bisa mengingat apa
pun atau siapa pun. Ia semakin merasa kalut karena ia tidak mengenali
dua orang di depannya saat ini. “Aku nggak kenal kalian! Aaahhh! Siapa
kalian?”
Alika terus saja berteriak, “Tidakdck!! Tidakdck!!!? Aku tidak mengenal
kalian. Kalian orang jahat. Iya, kalian pasti orang jahat!!!
Tidak lama kemudian, seorang dokter dan dua orang perawat datang
ke kamar Alika. Mereka tiba tak lama setelah Via menekan tombol
pemanggil yang ada di samping ranjang Alika.
"“Sudah sadar, Alika? Saya periksa sebentar, ya,” ujar dokter sambil
menyiapkan stetoskopnya.
Di luar dugaan, Alika tetap memberontak. Dia tidak ingin di sentuh
oleh siapa pun. Bahkan, oleh dokter sekalipun. “Nggak mau! Kalian semua
ini siapa? Siapa?”
Alika baru hendak turun dari ranjang, ketika dua orang perawat tadi
dengan sigap memegangi lengannya. Dokter yang datang bersama mereka
langsung mengambil sebuah suntikan dan mengambil cairan dari botol
kecil di salah satu sakunya. Setelah yakin Alika sudah dipegangi dengan
baik, dokter menyuntikkan cairan itu ke lengan Alika. Setelah dokter
memeriksa Alika, kondisi hening seperti semula. Dika menemani Alika
seorang diri. Via sedang membelikan makanan dan orang tua Alika sedang
pergi ke ruangan dokter.
Tak lama kemudian, Alika membuka kedua matanya secara perlahan-
lahan.
Alika menoleh ke arah Dika. Ia pun kembali bertanya, “Kamu siapa?”
Dika pun membalasnya dengan lembut, “Aku pacar kamu, Lika.”
Alika pun berpikir, lalu ia merasakan sakit di bagian kepalanya.
“P-pacar?”
Dika pun mencegah Alika untuk berpikir lebih keras. “Jangan banyak
berpikir, Sayang, aku punya bukti kok, kalo kita pacaran.”
Lalu, Alika pun menangis. “Jangan nangis dong, Sayang,” ucap Dika
sambil mengelus kepala Alika lembut.
“Apa kamu orang baik?” tanya Alika yang membuat Dika tertawa.
“Hai, Sayang. Kalo aku bukan orang baik, mungkin aku sudah makan
kamu,” ucapnya lembut.
%“Hehehe ...,” Alika terkekeh.
“Akhirnya, kamu ketawa juga,” ucap Dika.
Tok... tok...
Dika dan Alika menoleh ke arah pintu. Saat pintu terbuka, ada suster
yang mengantarkan makan untuk Alika.
Setelah suster itu pergi, Dika menyuruh Alika untuk makan. “Sekarang
waktunya makan. Kamu makan, ya. Mau aku suapin?”
Alika mengangguk. Lalu, Dika menyuapi kekasihnya itu.
Setelah selesai menyuapi Alika, keheningan menyelimuti kamar Alika.
“Kamu tahu siapa orang tuaku?”
“Aku tahu, kok! Abang kamu, keluarga kamu, aku tahu semuanya.
Sahabat kamu pun aku tahu, Sayang,” jawab Dika.
“Sahabat? Apa itu sahabat?” tanyanya.
Dengan sangat sabar, Dika pun menjelaskan makna seorang sahabat
kepada Alika.
“Sahabat itu seperti sandal, mereka akan setia melindungi kita dari
duri-duri yang siap menikam meskipun sering terinjak.”
“Oh gitu. Kok, sahabat saya tidak datang saat saya terjatuh?” ucapnya
yang membuat Dika terkejut.
“Cewek yang tadi kamu lihat waktu pertama kali sadar, itu sahabat
kamu. Sekarang dia lagi di bawah, beli makanan.”
Tidak lama kemudian, munculah wanita dan pria paruh baya yang
menatap Alika sedih.
“Alika-ku,” ucap wanita itu sambil memeluk gadis semata wayangnya.
%Alika mengerutkan keningnya. “Kalian siapa?”
“Mereka adalah orang tuamu Alika. Wanita ini adalah bundamu
yang melahirkan kamu dan menjagamu sampai sekarang. Dan, pria ini
adalah papa kamu yang memberikanmu fasilitas dan membiayai semua
kebutuhanmu, Sayang,” jelas Dika.
“Bun-Bunda ... Papa ....”
Aku perlahan-lahan akan membuatmu ingat dengan duniamu, Alika,
batin Dika.
ery
oY
Hari Minggu ini, Alika sudah diperbolehkan pulang oleh dokter.
Dika yang menjemput Alika, membantunya bersiap-siap.
“Ayo, Sayang, udah siap, kan?” tanya Dika.
Alika mengangguk.
Dika mengangkat tas yang berisi baju Alika, lalu menggenggam
tangannya.
Saat sampai parkiran mobil, Dika membukakan pintu untuk Alika.
“Ayo Tuan Putri silakan masuk.”
Alika tersenyum dan masuk ke mobil. Lalu, Dika melajukan mobilnya
ke arah rumah Alika.
Sesampainya di rumah Alika, Dika membukakan pintu dan
menggenggam tangan Alika kembali.
“Ini rumah siapa? Kok, besar sekali?” tanyanya.
“Ini rumah orang tuamu.”Sampai di dalam rumah, Alika mengerutkan keningnya karena
rumahnya tidak ada siapa-siapa. “Kenapa sepi?”
“Mungkin mereka sedang keluar. Ayo aku antar kamu ke kamar, ya,
Sayang”
Saat Dika membuka knop pintu kamar Alika, tiba-tiba lampu kamar
menyala.
“SURPRISEEEEEE.....”
“WELLCOME HOME, ALIKA.”
Teriak Abang, Bunda, Papa, dan teman-teman Alika.
Dika melihat raut wajah Alika yang menahan tangisannya, Dika
langsung menenangkannya.
“Terima kasih, kalian sahabatku, bukan?” tanyanya ragu-ragu.
Teman-teman Alika pun terkekeh, “Iya Alikaaaaaaaaa.” Dan, mereka
semua memeluk Alika.
“Kalian bertiga siapa?” ucapnya sambil menunjuk kepada ketiga
abangnya.
“[tu abang kamu Alika, saudara kandung kamu, jelas Dika.
“Abang,” ucapnya sambil memeluk ketiga abangnya itu.
“Makasih ya, Dik, atas usaha lo agar Alika bisa mengingat kita semua,”
ucap Bang Adit sambil menepuk pundak Dika.= Chapter
\ \ 12
etelah beberapa hari Alika beristirahat di rumah, akhirnya ia kembali
masuk sekolah.
Alika melirik jam yang berada di nakas samping ranjangnya.
“HAH, JAM TUJUH?!”
Alika langsung terburu-buru untuk mandi, memakai seragam, dan
langsung turun.
Sesampainya di ruang makan, Alika langsung berpamitan dengan
kedua orang tuanya.
“Bunda, Papa, aku berangkat, ya.”
Alika pun segera menyusul Bang Adit yang sudah menunggunya
di mobil. Sesampainya di sekolah, Bang Adit menemani Alika sampai di
koridor menuju kelasnya. Sedangkan Bang Adit harus ke ruang guru. Alika
mencari kelas XI IPA 1 sesuai petunjuk Bang Adit. Setelah menemukan
tulisan kelas yang dicarinya, ia masih ragu untuk memasuki ruang itu.
“Bener nggak, ya, ini kelas gue?”Alika mengalihkan pandangan ke dalam kelas. Matanya langsung
tertuju kepada Dika di sana. Akhirnya, Alika memasuki kelas tersebut.
Saat memasuki kelas, Alika melihat pemandangan yang membuat
hatinya sakit. Vita sedang duduk berdekatan dengan Dika. Alika yakin
bahwa cewek yang ada di sebelah Dika saat ini adalah Vita yang sering
diceritakan oleh Via.
BRAAAKKKKKKKKK!!!
Alika memukul meja dengan sangat kencang, membuat Dika dan Vita
menoleh ke arah Alika.
Dika sangat terkejut melihat Alika di kelas.
“Alika?” ucap Vita.
“Alika, ini nggak seperti apa yang kamu lihat,” Dika berusaha
menjelaskan.
Wajah Alika terlihat sangat marah.
“Nggak seperti apa yang aku lihat kamu bilang? Jangan bohong!
Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Sudah, kamu pacaran
saja dengan cewek penggoda seperti dia. Tidak usah mengejarku atau
memanggil namaku lagi!!!”
Alika melempar tasnya dan langsung keluar kelas.
Ia duduk di bangku koridor sekolah, lalu menangis. Tiba-tiba Bang
Adit menghampiri Alika.
“Lo kenapa, Dek?”
“Dika, Bang...”
Alika melihat tatapan abangnya yang sangat marah.
100“Kenapa Dika? Cerita sama gue sekarang!!!”
Lalu, Alika menceritakan kejadian itu secara detail. Wajah Bang Adit
mulai memerah karena menahan marah.
“Gue nyesel harus nitipin lo ke Dika. Sumpah gue nyesel!”
Kemudian Bang Adit marah-marah dan terus mengumpat Dika.
melihat abangnya seperti itu, ternyata menimbulkan rasa tidak terima
di hati Alika. Bagaimanapun, ia tidak mau abangnya membenci Dika.
Seketika ia tersadarkan akan sesuatu. Bagaimana jika memang Dika nggak
salah? Alika lalu mengingat-ingat lagi.
“Tenang, Bang. Bang, kayaknya memang sebenarnya itu bukan salah
Dika, tapi salah cewek itu. Tadi aku cuma emosi aja.”
Bang Adit mengerutkan keningnya. “Kamu tahu dari mana?”
Alika menceritakan semua tentang tingkah Vita yang ia ketahui dari
Via. Ia yakin, sahabatnya itu tidak mungkin berbohong kepadanya.
Bang Adit terkekeh dengan cerita yang baru saja Alika ceritakan.
“Aduh, Adek gue pinter, ya. Ada gunanya juga lo amnesia. Lo jadi lebih
berani mengungkapkan pikiran lo dan nggak diem aja sama orang yang
jahat sama lo.”
Alika pun tertawa. “Aku nggak akan membiarkan orang yang aku
cintai berpaling.”
Bang Adit pun memberikan dua ibu jarinya untuk adik kesayangannya
itu.
“Good!!!”
a
101Siang itu adalah waktunya pelajaran Olahraga untuk kelas XI IPA 1.
Usai mengganti baju, Alika kembali memasuki kelasnya. Alika melihat
CCTV yang telah ia tutup dan memastikan tidak ada orang lagi di sana.
Lalu, Alika mulai memasukkan sampah yang ada di keranjang ke tas Vita.
Setelah selesai menjalankan rencananya, Alika hanya tersenyum puas dan
pergi ke lapangan untuk ikut pelajaran Olahraga.
Seusai mengikuti pelajaran Olahraga, Alika bersikap biasa dan
membaur dengan teman-temannya yang lain. Alika tengah mengambil
seragamnya ketika ia mendengar seseorang berteriak.
“ARRRRRRGHHHHHHHHHHHH TAS GUE KENAPAAAAAA??????
!!!” Vita berteriak histeris. Teriakan itu membuat seluruh isi kelas
langsung mengerumuni Vita. Kedua mata Vita langsung mengarah kepada
Alika. Vita pun menghampiri Alika dengan tatapan kesal.
“Hehbh! Ini pasti ulah lo, kan? Iya, kan?! Lo yang ngelakuin semuanya
kayak begini!!! Lo sengaja masukin semua sampah ini ke tas gue, kan?!”
Alika hanya menjawab dengan santai, “Kalo nggak kenapa? Kalo iya
kenapa?”
PLAK....
Pipi kanan Alika ditampar oleh Vita. Semua siswi di kelas diam
seketika.
Alika pun angkat bicara, “Udah puas lo?” tanyanya masih tanpa emosi.
“Nggak! Karena lo, Dika nggak mau sama gue!”
Alika menahan kemarahannya. a membalas dengan tenang.
“[tu, kan, terserah Dika mau pilih siapa. Bukan gue yang paksa dia.
Kok, lo yang ribet, sih? Lagian, kan, lo juga cantik, masak iya lo mau
ngerendahin diri sendiri dan ngejar-ngejar cowok yang udah punya pacar.
5Lo nggak malu apa?! Mau sampai kapan lo ngejar cowok gue? Nggak takut
apa dibilang murahan?”
Vita tidak terima dengan apa yang dibicarakan oleh Alika barusan. Ia
menjambak rambut Alika. Alika yang tidak siap, hanya merintih kesakitan.
Via yang tak tega melihat sahabatnya itu, akhirnya turun tangan. Ia
berusaha melerai keduanya.
“Udah, udah, Vit. Lo mau bersikeras ngerusak hubungan Alika dan
Dika juga nggak mempan. Percuma!!!”
Suara bas itu menggelegar di dalam kelas, membuat semua orang
terdiam.
“Lo apa-apaan sih, Vit!”
Vita terkejut melihat Dika yang terlihat sangat marah itu. Iamencoba
membela diri. “Ini, tuh, semuanya gara-gara Alika!!! Dia yang rebut lo dari
guel!!”
“Kok, lo malah nyalahin orang? Berapa kali gue kasih tahu, gue cinta sama
dia, bukan lo. Alika nggak ngerebut gue! Kita udah lama selesai. Sekarang yang
ada, lo yang mau ngerebut gue dari Alika! Bener kata Via barusan. Percuma lo
mau misahin kami berdua, nggak akan pernah bisa, Vit. Camkan itu!”
Lalu, Dika membawa Alika ke UKS untuk mengobati pipinya.
Sesampainya di UKS, Dika langsung memberikan obat kepada Alika agar
pipinya tidak lebam karena tamparan Vita.
“Kamu jangan lakuin itu sendiri lagi, ya,” ujar Dika lembut.
Alika mengangguk.
18Chapter
13
tahun kemudian.
Hari ini adalah hari yang sangat bahagia untuk Alika dan Dika. Setelah
berbagai rintangan yang mereka alami, akhirnya pada hari ini mereka
berdua melangsungkan pertunangan.
Kini Alika tengah duduk manis di depan meja riasnya. la memandang
wajahnya yang sudah dirias dengan make-up natural.
Bunda Alika pun masuk ke kamar putrinya.
“Sayang, kamu udah siap?”
Alika menarik napasnya. “Aku siap, Bunda.”
Alika dan Bunda pun menuruni tangga menuju ruang tamu yang
sudah diubah menjadi tempat pertemuan dua keluarga besar. Dika sudah
duduk di sana. Ia tampak sangat tampan dengan balutan jas berwarna
hitam.
MC pun memulai acara pertunangan Alika dan Dika. Sampai akhirnya
Dika pun memakaikan cincin untuk Alika. Kini Alika Fasya sudah resmimenjadi tunangan Dika Saputra. Setelah selesai acara inti, akhirnya para
tamu yang hanya terdiri atas keluarga besar dan teman-teman dekat pun
memberikan ucapan selamat untuk Alika dan Dika. Di sela-sela acara, Dika
menggenggam tangan Alika. Alika menoleh ke arahnya dan tersenyum.
“T love you, Alika,” bisik Dika di telinga Alika. Alika tersenyum dan
menyandarkan kepala di dada Dika.
105&
Chapter
4
eberapa minggu setelah acara pertunangan Alika dan Dika adalah
Be: tahun Alika. Tidak ada perayaan khusus di hari ulang
tahunnya. Hanya ucapan selamat dari kedua orang tua dan abang-
abangnya. Setelah itu, Papa, Bang Aldi, serta Bang Alex pergi ke kantor,
Bang Adit berangkat kuliah, dan Bunda pergi arisan dengan teman-
temannya. Tinggalah Alika sendiri di rumah. Ia baru saja merayakan
lolosnya ia dan Dika di universitas yang sama. Saat ini mereka hanya
tinggal menunggu tanggal masuk kuliah.
Alika baru akan bertemu Dika nanti malam. Karena tidak ada yang
bisa ia kerjakan, seharian Alika hanya menonton film di rumah. Ia merasa
bosan di hari ulang tahunnya. Sampai akhirnya ia tertidur.
Alika membuka kedua matanya dan mengusapnya. Ia melirik jam
dinding di kamarnya. Betapa terkejutnya ia melihat jarum jam di sana.
‘Jam enam???!!!”Alika panik karena Dika berjanji akan menjemputnya pukul tujuh.
Artinya Alika hanya punya waktu satu jam untuk bersiap-siap. Sementara
ia sendiri belum mandi.
Alika buru-buru mengambil handuk dan masuk kamar mandi. Lima
belas menit kemudian ia keluar dari kamar mandi.
“Aduh, gue harus dandan cantik, nih! Birthday dinner gue harus
sempurna,” gumamnya sambil berpakaian.
Baru saja ia akan mengambil peralatan make up-nya, tiba-tiba lampu
mati.
“AAAAAAKKK!!!” Betapa kagetnya Alika. Dia tidak suka gelap. Ia
bahkan tidak pernah tidur dalam keadaan gelap gulita. “Ya Tuhan! Parah
banget ultah gue kali ini! Udah ada orang belum, ya? Aduh, ponsel gue
di mana lagi?” Alika meraba-raba dalam gelap. Ia berusaha mencari
ponselnya untuk dijadikan senter. Namun, hasilnya nihil. Ia tidak terbiasa
mencari dalam gelap.
Alika menemukan pintu keluar. Ia membukanya, berharap ada orang
diluar kamarnya. Namun, keadaan diluar tak jauh berbeda dari kamarnya.
Hanya ada sedikit cahaya dari luar.
“Bunda? Bang Adit?” panggilnya. Namun, tak ada jawaban.
Alika merayap, menyusuri tembok. Ia teringat persediaan lilin yang
ada di dapur. Perlahan, ia menuruni anak tangga. Saat tiba di anak tangga
paling bawah, Alika menarik napas panjang dan mengembuskannya
dengan lega. Namun, baru saja ia bernapas lega, ada suara yang menarik
pendengarannya. Alika menengadah berusaha menerka suara benda jatuh
itu. Hening.
7Alika kembali berjalan menuju dapur. Alangkah kagetnya ia melihat
sekelebat bayangan putih lewat di depannya. Alika terpaku dan bergerak
mundur. Dalam hati, ia merapal berbagai macam doa yang ia hafal.
Saat tengah ketakutan, ia kembali melihat bayangan itu. Namun,
kali ini bayangan itu tidak hilang meski Alika berkali-kali mengerjapkan
matanya.
Alika yang sedari tadi meringkuk ketakutan langsung membuka
matanya dan membulatkan matanya.
Lampu sudah menyala. Di depannya ada kawan-kawan Alika, Dika,
dan keluarga Alika yang berkumpul sambil memegang kue ulang tahun.
Ruang tamu di belakang mereka sudah dihiasi dengan banyak balon
berbentuk love favorit Alika.
Via pun datang menghampiri Alika. “Jangan nangis dong! Kasihan
banget sahabat gue,” ucapnya sambil memeluk Alika.
“Ini rencana kalian?” ucap Alika tak percaya.
“Iya,” ucap mereka semua.
“Huhuhu ... jahat banget! Udah tahu gue penakut. Bisa mati jantungan
tadi gue!”
“Salahin aja biang keroknya, nih!” tunjuk Via ke arah Dika. Dika
mendekati Alika dan memeluknya.
“Happy birthday, Sayang”
“Cieee ....”
18“Kamu jahat banget! Aku, kan, belum dandan ini! Jelek deh, ini foto-
foto kejutannya.”
Semua yang ada di sana tertawa mendengar kekhawatiran Alika.
“Woi! Pegel, nih, megang kue dari tadi! Tiup dulu dong lilinnya. Gue
udah pengin rasain kuenya,” ucap Bang Alex sambil memelas. Semua yang
ada di situ kembali tertawa.
Alika maju. Ia memejamkan mata dan berdoa dalam hati.
Tuhan, semoga aku bisa terus merasakan kebahagiaan bersama mereka.
Alika membuka mata dan meniup lilinnya.
“Yeeeeeeyyy!” ucap Viko dan semua bertepuk tangan.
“Wah, Viko seneng banget, pasti ada maunya,” ucap Dika.
“Iya, nih! Hati-hati, Lik,” ucap Harry.
“Potooong Viko-nya! Potong Viko-nyal” ucap Harry dan Dika.
“Th, kok, gue, sih yang dipotong. Pada jahat, nih!” ucap Viko manja.
Semua tertawa karena tingkah Viko.
“Udah, kita lanjut barbeque-an di halaman belakang, yuk! Semua
udah disiapin,” ajak Bunda. Semua pun menurut dan beralih ke halaman
belakang.
Acara ulang tahun Alika berlangsung sangat seru. Semua sangat
bahagia sampai tanpa sadar, malam sudah larut.
“Gue nginep di rumah lo, boleh, nggak?” tanya Via dan membuat
Alika membulatkan mata.
“BOLEHHHHHH BANGEEET"” ucapnya girang.
14“Kami nginep di sini juga boleh, nggak?” ucap Dika, Harry, dan Viko
berbarengan.
Alika mengernyit menatap mereka bertiga.
“Iyuuuh,” ujarnya pelan. Namun, kemudian ia tertawa dan menoleh
ke arah Bunda.
“Bunda, Dika sama teman-teman mau nginep di sini, boleh, nggak?”
“Boleh, asal mau tidur seadanya,” jawab Bunda sambil tersenyum.
“Dan, Dika nggak boleh tidur di kamar Alika!” Bang Alex
memperingatkan dengan tegas.
“Yaaaaaahhh ...,” Dika kecewa. Semua yang mendengarnya tertawa.
Malam ini adalah salah satu malam terindah untuk Alika. Ulang
tahunnya dimeriahkan oleh orang-orang yang ia sayang. Hal itu
memberikan banyak energi positif untuknya. Orang-orang inilah yang
selalu ada, apa pun keadaan Alika.
Itulah arti sahabat bagi Alika. Saat kita susah, mereka susah. Kita
bahagia, mereka bahagia.
Aku sayang mereka, batin Alika sambil tersenyum.
10Chapter
a 15
tidur, termasuk abang-abang Alika. Maklum, hari Sabtu adalah
hari bermalas-malasan bagi mereka yang memiliki kesibukan lima
hari dalam seminggu. Papa dan bunda Alika sudah selesai sarapan dan
1 eesokan harinya, semua yang menginap di rumah Alika masih
sedang bersantai di pinggir kolam renang halaman belakang. Alika dan
Via yang pertama bangun dibanding para cowok.
Mereka berdua turun ke ruang keluarga. Dika dan yang lainnya masih
tertidur di sana. Akhirnya, Alika dan Via berinisiatif menyiapkan sarapan
untuk semuanya. Usai menyiapkan sarapan, ternyata para cowok itu
masih tidur. Lalu, Alika berjalan ke arah dapur dan mengambil panci serta
sendok.
Dung!
Dung!
Dung!
“Astagfirullah,” ujar Viko kaget.“Bangun banguuun! Udah siang, ayo sarapan!!!” ucap Via dan
semuanya langsung bangun.
Setelah semua bangun, Alika kembali mengajak mereka sarapan.
“Ayo sarapan! Makanannya udah siap,” ajak Alika. Dengan malas,
mereka semua mengikuti Alika ke ruang makan.
Saat mereka menyantap sarapan bersama, seorang asisten rumah
tangga Alika masuk sambil membawa amplop.
“Neng Alika, ini ada amplop di depan rumah tadi. Kirain nyasar, tapi
ada tulisan nama Neng di depannya. Jadi, saya bawa masuk aja,” ujar
wanita yang mulai berumur itu.
Alika menerima amplop dari tangan asisten rumah tangganya itu.
“Terima kasih, Bi!”
Alika melihat amplop putih di tangannya. Tak ada tulisan lain selain
namanya di sana. Ia mengedarkan pandangan ke arah teman-teman dan
abangnya.
“Dari siapa, ya? Ada yang mau ngerjain gue lagi, nih?” tanyanya
sambil nyengir.
“Udah kelar surprise-nya. Cepetan dibuka, penasaran, nih!” jawab
Dika.
Alika merobek atas amplop itu dan mengeluarkan selembar kertas
putih yang dilipat di dalamnya.
Alika membuka lipatan kertas itu dan membaca isinya. Matanya
terbelalak dan tangannya mendekap mulutnya.
“Kenapa, Lik?” tanya Dika ketika melihat perubahan di wajah Alika.
Alika menyerahkan surat itu kepada tunangannya. Dika membacanya.
1Ternyata surat itu berisi ancaman atas keselamatan Alika. Dika meremas
kertas itu dan langsung memeluk Alika.
“Jangan khawatir, Sayang. Ini kerjaan orang iseng. Ada aku. Kamu
nggak bakal kenapa-kenapa.”
Disisi lain, seorang cewek sedang berdiri di balik pohon tak jauh dari
rumah Alika. Ia mengumpat melihat kehebohan yang terjadi pagi hari itu.
“Lo sampai sekarang masih belum bisa juga, ya, jauh dari Dika. Dia
tuh, milik gue!” gumamnya. “Dika tuh, milik gue! Nggak boleh ada yang
milikin dia selain gue! Lihat aja nanti, Lik!” Lalu, cewek itu tertawa dan
beranjak pergi.
18Chapter
1b
ari ini Alika mulai masuk kuliah setelah OSPEK selesai. Ia bersiap
berangkat kuliah dengan semangat. Walaupun beda jurusan dengan
teman-temannya, tetapi tetap saja mereka kuliah di satu universitas
yang sama.
Siang itu mereka semua tengah nongkrong bersama di halaman
belakang kampus. Dika sedang menelepon orang yang menyelidiki siapa
orang yang sudah meneror Alika beberapa minggu belakangan ini.
“Iya, Pak. Oke, terima kasih,” ucap Dika sambil memutuskan telepon.
“Gimana, Dik?” tanya Viko.
“Mereka belum menemukan orang yang meneror Alika. Tapi, waktu
itu ada wanita yang memakai baju serbahitam berdiri di belakang pohon
depan rumah Alika. Waktu kita nginep bareng itu, Iho. Pas ada satpam
kompleks yang menegurnya, ch dia malah kabur gitu,” ucap Dika.
“Wah, jangan-jangan dia orangnya,” ucap Harry.“Tapi, selama Alika kuliah, ada body guard yang menemaninya, kan?”
tanya Viko.
“Ada, kok! Kan, ada kalian. Hehehe ...,” jawab Alika.
“Papa juga udah sewa orang buat jagain gue. Ada yang nyamar dan
jagain gue dari jauh. Agak berlebihan ya papa gue,” lanjut Alika.
“Ya, nggak dong! Kamu kan, anak perempuan satu-satunya. Aku juga
setuju, kok, sama tindakan papa kamu,” ujar Dika sambil mengacak pelan
rambut Alika. Alika hanya tersenyum.
fen
og
Sudah sebulan Alika menjalani kuliahnya dengan baik, dan teror pun
lama-kelamaan hilang.
Saat ini Alika sedang berkumpul bersama Dika, Via, Harry, dan Viko
di sebuah coffee shop tak jauh dari kampus.
“Gimana terornya, Dik?” tanya Harry.
“Udah nggak ada, sih, belakangan ini, tapi buat jaga-jaga, Alika tetep
dijagain body guard. Gue juga selalu anter-jemput dia,” jawab Dika.
“Bener juga, sih, Dik. Semoga aja dia nggak kepikiran bayar orang,”
ucap Viko.
“Hey guys, gue ke toilet dulu, ya,” ucap Alika.
“Sendirian, Lik?” tanya Via.
“Iya, Vi. Cuma ke toilet ini.” Lalu, Alika sendirian ke toilet.
BrrruwukKKk....
“Awwwhhh,” Alika meringis.“Sori sori,” ucap cowok yang menabraknya.
“Nggak apa-apa, kok,” ucap Alika sambil membersihkan pakaiannya.
“Ehmmm ... gue Rey. Lo anak kampus sini juga, kan?” ucap cowok itu
sambil mengulurkan tangannya.
“Iya, gue Alika,” ucap Alika dan membalas ulurannya. “Gue duluan,
ya,” pamit Alika, lalu pergi dari hadapannya.
Cantik, batin Rey sambil tersenyum.
Setelah Alika kembali dari toilet, Alika pun kembali ke mejanya di
teras coffee shop bersama teman-temannya.
“Heeei, lama sekali kau. Mules, ya?” ucap Harry.
“Berisik aja lo!” ketusnya.
Tak lama, pesanan mereka datang.
“Ini pesanannya sudah semua, ya? Selamat menikmati,” ucap Waiters
yang mengantarkan pesanan mereka. Lalu, mereka menikmati makanan
mereka. Tanpa mereka sadari, seorang cowok mengawasi Alika dari dalam
fe
XY
Sore itu, Dika mengantar Alika pulang. Mereka berdua duduk di ruang
coffee shop itu.
keluarga sambil menikmati es jeruk yang baru saja Alika buat.
“Capek ya anter-jemput aku tiap hari?” tanya Alika.
“Nggak kerasa, kok. Kan, jadi bisa sering-sering ketemu kamu,” jawab
Dika.
“Gombal aja!” kata Alika tersipu.
16“Habis kamu suka digombalin, sih! Hehehe .... Eh, aku main PS
dulu, ya. Masih macet kalo mau balik jam segini,” ujar Dika. Alika pun
mengangguk. Dika sering menghabiskan waktunya bermain PS bersama
ketiga abang Alika. Karena itu, dia sudah tidak canggung ketika akan
menghabiskan waktunya bermain PS di rumah Alika.
Alika pun menemani Dika bermain PS. Meski bukan hobinya,
tetapi besar bersama tiga kakak cowok, membuat Alika lumayan mahir
memainkan permainan itu. Sebelum mulai bermain, Alika memotret
aktivitas mereka dan mengunggahnya ke Instagram.
628
AlikaFsya:
DikaSptr:
AlikaFsya:
Viacantik:
Harry_:
Vikoviko:
AlikaFsya:
Dikasptr:
Waktunya main yaaa. Siap-siap ya kamu kalah hehehe ....
Walau kalah tetep love you, kok!
5.123 likes. 123 comment
heyyy heyyy yang kalah kamu yaaa, Sayang @AlikaFsya
wkwkwk yang kedua aku menang yeeeyeye @Dikasptr
alaaah yang lagi pacaran, masih aja komen-komenan :p
wah main PS ya lo? Gue mau ikut! OTW ke rumah lo ya, Lik! @
Dikasptr
tuh, kan, gue nggak diajak. Ok fine! —_-
weyyy Viko ngambek, noh @Dikasptr @Harry_ @Vikoviko @
Viacantik
sayangkuuuuuu .... Ya udah Viko buruan ke sini keburu gue
balik! @Vikoviko
1Adityaaa:
Dikasptr:
Aldigans:
Alex:
AlikaFsya:
Dikasptr:
Vikoviko:
Harry_:
Viacantik:
Aldigans:
Adityaaa:
Alex:
AlikaFsya:
Dikasptr:
Adityaaa:
Vikoviko:
Viacantik:
Aldigans:
Harry_:
Woi! PS siapa itu? Enak aja pada mo maen. Gue juga nggak
diajak. Pada lupa, nih, sama gue. @Dikasptr
Sori Bang. Gue pinjem PS-nya. Buruan balik! Hahaha .... @
Adityaaa
Ada yang rame-rame nggak ngajak kita, nih Bang @Alex
iya bro @Aldigans. Alika-ku sayang, tunggu abangmu ini ya,
Sayang duuuh Abang rindu kamu :p
mau muntah
mau muntah(2)
mau muntah(3)
mau muntah(4)
mau muntah(6)
mau muntah(7)
mau muntah(8)
Terus aja bully gue. Nggak akan gue traktir.
Abang Alex ganteng banget jangan ngambek.
Abang Alex ganteng banget jangan ngambek (2)
Abang Alex ganteng banget jangan ngambek (3)
Abang Alex ganteng banget jangan ngambek (4)
Abang Alex ganteng banget jangan ngambek (5)
Abang Alex ganteng banget jangan ngambek (6)
Abang Alex ganteng banget jangan ngambek (8)Setelah selesai membaca comment aneh dari mereka. Akhirnya, Alika
menaruh ponselnya dan mengambilkan camilan untuk Dika.
Di tempat lain, Rey yang sudah berhasil menemukan akun Instagram
Alika, sedang geram karena membaca komentar di Instagram Alika.
“Sial, Alika udah punya cowok? Dan, sekarang mereka sedang
berduaan di rumah?” ucap Rey.
“Gue harus tahu di mana rumah Alika,” ucapnya lagi.
a
Malam ini, teman-teman Alika berkumpul di rumahnya. Tak hanya teman-
temannya, ketiga abang Alika sudah sampai di rumah sebelum petang.
“Eh, jalan yuk!” ucap Viko.
“Iya kita ke mal aja, yuk! Udah lama nggak nonton. Kapan lagi kita
nonton bareng-bareng kayak gini,” ucap Alika dan semua menyetujuinya.
Lalu, Alika dan Via pun bersiap-siap. Sebelum berangkat, tak lupa
Alika meng-upload foto di media sosialnya.
628
AlikaFsya: best friend goals :* kita capcus guysssss
4.500 likes 99 comment
Dika pun terkekeh melihat Alika mem-post foto itu. “Ayo jalan!” ucap
Dika. Kemudian, mereka semua pergi dengan dua mobil berbeda.
Sesampainya di mal, mereka langsung menuju ke bioskop dan
membeli sembilan tiket. Film yang mereka tonton kali ini bukan film
19horor karena Alika menolak mentah-mentah ide untuk menonton film
genre itu. Akhirnya, mereka menonton film drama komedi yang direstui
semua orang,
“Dika aku mau pop corn,” ucap Alika.
“Ya udah, yuk beli. Biar kamu sekalian bisa milih makanan lain juga,”
ucap Dika. Alika mengangguk dan mengikuti Dika.
Setelah membeli makanan dan minuman yang mereka inginkan,
mereka berdua masuk ke studio dan menonton film pilihan mereka.
“Laper gue!” ujar Viko seusai menonton film.
“Sekarang mau makan di mana kita?” tanya Viko.
“Di Pizza HUT aja yuk!” ucap Alika dengan memasang puppy eyes-nya.
“Duh, kalo Alika udah masang puppy eyes-nya gitu mah udah nggak
bisa ditolak lagi. Ya udah yuk ke Pizza HUT. Abang Aldi bayarin,” ucap
Bang Aldi dan semuanya langsung senang.
“Alika sama Dika nostalgia, nih!” ucap Viko setelah mereka selesai
memesan. Alika hanya terkekeh.
“Emang di sini kenapa, sih?” tanya Bang Aldi.
“Dulu Alika sama Dika mulai jadian di sini, Bang,” jelas Harry. Ketiga
abang Alika pun mengangguk mengerti.
Tak lama kemudian, pesanan mereka semua pun datang. Mereka
mulai melampiaskan rasa lapar mereka pada makanan yang terhidang itu.
Drttt.... Drttt.....
Tiba-tiba ponsel Dika bergetar saat tengah menikmati makanannya.
Dika mengambil ponselnya dan melihat pesan yang masuk.
to828
Kalau mau Alika selamat, jauhin dia sekarang.
Dika terbelalak. Tanpa disadarinya, Alika yang duduk di sebelahnya
pun ikut membaca pesan itu.
“Tenang aja, ya, Sayang, ada aku di sini. Kamu nggak akan kenapa-
kenapa?” ucap Dika lembut. Alika mengangguk.
Lo punya masalah sama Dika Saputra. Belum tahu dia, gue itu siapal!
batin Dika.Chapter
iv]
ing ... tong...
Alika membuka pintu. Dika sudah berdiri di sana.
“Hai Al....,” Dika tak bisa melanjutkan kata-katanya saat melihat
Alika. Tunangannya itu sudah berdandan rapi dengan mini dress merah
muda yang simpel dan elegan. Rambutnya digerai membingkai wajah
mungilnya yang dirias sederhana.
“Dika? Kamu kenapa, Sayang?” tanya Alika.
“Tunanganku cantik banget,” jawab Dika. Alika tersipu malu.
“Gombal mulu! Ayo ab, jalan!”
Kemudian, keduanya berjalan menuju mobil Dika. Siang itu mereka
berdua akan menghadiri acara pertunangan Via dan Harry. Acara
sederhana seperti acara pertunangan mereka berdua dulu.
Sesampainya di sana, Dika dan Alika melihat Via dan Harry yang
tampak sangat bahagia.“Kita dulu kayak gitu juga ya, Sayang,” ujar Dika. Alika mengangguk
sambil tersenyum.
“Aku masih ingat, lho, perasaanku waktu itu. Bahagia banget!”
“Aku juga masih ingat gimana deg-degannya aku dulu. Takut tiba-tiba
kamu nolak pertunangan kita,” ujar Dika.
“Ya, nggaklah, Sayang,” balas Alika sambil menggelendot manja di
bahu Dika. Tak terasa hari sudah berganti malam. Alika dan Dika pun
pamit kepada kedua sahabatnya itu.
“Gue pulang duluan, ya,” ucap Dika.
“Mau pulang lo?” ucap Viko.
“Iya, nih. Alika nggak boleh pulang malam-malam. Semua pasti
khawatir sama dia,” ucap Dika sambil merangkul Alika.
“Iya udah nggak apa-apa. Jagain Alika, ya. Harus dianter sampai
masuk rumah, lho!” ucap Via khawatir.
“Siap! Ya udah, gue balik dulu,” ucap Dika sambil mengajak Harry dan
Viko ber-high five.
“Oke hati-hati, bro!” ucap Harry.
Lalu, mereka berdua pergike arah parkiran mobil sambilbergandengan
tangan. Saat sampai depan mobil, ada seseorang yang menarik Dika.
“Gue udah pernah nyuruh lo jauhin Alikal” ucap cowok itu.
“Siapa lo?” tanya Dika.
“Gue orang yang bakal gantiin lo buat jaga Alika,” ucap cowok itu lagi.
Pria itu memakai masker, jadi Alika tidak bisa melihat wajahnya.
Dengan sigap, Alika membuka maskernya. “Rey?” ujar Alika terkejut.
18“Kamu kenal dia?” tanya Dika.
“Aku pernah beberapa kali ketemu dia di kampus. Dia anak kampus
kita juga. Aku nggak nyangka dia punya niat buruk. Siapa yang butuh
kamu buat jagain aku?” bentak Alika.
“Lo denger apa kata Alika? Mending lo pergi daripada lo babak belur
di sini,” ucap Dika.
“Gue nggak takut!” ucapnya meremehkan Dika.
“Wah, sialan lo!” ucap Dika. Lalu, Dika menyerangnya. Perkelahian di
antara mereka tak dapat dihindari.
Alika mengkhawatirkan Dika. Ia pun mengambil ponselnya dan
menelepon Viko.
“Halo, Vik!”
“Iya ada apa, Lik?”
“Dika berantem di parkiran, Vik. Tolongin, Vik!”
“Hah? Gue ke sana!”
Lalu, Alika mematikan sambungan teleponnya.Tak lama kemudian,
Viko datang bersama beberapa orang kerabat Harry.
“Woil” teriak Viko.
Dika pun menoleh ke arah Viko. Lalu, Alika langsung mendekat untuk
memisahkan Dika dan Rey. Pada saat itu juga, Rey ingin memanfaatkan
kelengahan Dika. Rey melayangkan pukulannya kepada Dika, tetapi malah
mengenai wajah Alika.
“Aaaaaawwwhbh!!” teriak Alika. Lalu, ia terjatuh tak sadarkan diri.
Dika menangkapnya dan segera menggendongnya menjauhi Rey.
te“Kalo sampai Alika kenapa-kenapa, gue bakal cari lo!” ancam Dika
kepada Rey.
Dika segera membawa Alika ke dokter. Di tengah jalan, Alika tersadar.
“Sayang,” ujarnya lirih.
“Alika. Kamu udah sadar? Sebentar ya, aku bawa kamu ke rumah
sakit terdekat,” ujar Dika.
“Nggak usah, Dik. Kita pulang aja. Aku nggak mau Bunda khawatir,”
Alika menolak.
“Tapi, Lik .
“Aku nggak apa-apa Dika. Kita pulang aja, ya.”
Akhirnya, Dika menuruti keinginan Alika.
Sesampainya di rumah Alika, Dika langsung meminta es untuk
mengurangi lebam di wajah Alika. Seperti dugaan Alika, Bunda sangat
mengkhawatirkannya. Ketiga abang Alika sangat marah dan berencana
mencari Rey. Namun, Alika berhasil menenangkan mereka dan
meyakinkan bahwa dia akan baik-baik saja.
Keesokan harinya, semua berkumpul di rumah Alika. Jadi, semuanya
bisa ke rumah Alika sepanjang hari.
“Makasih ya kalian semua mau nemenin gue. Pas Bunda, Papa, sama
abang-abang gue harus ke luar kota. Untung ada kalian,” ujar Alika.
Seharusnya hari ini Alika ikut keluarganya ke luar kota untuk meresmikan
bisnis baru Papa.
“Makasih ya kalian selalu ada buat gue,” ucap Alika.
“Aaahhh, sayang Alika,” ucap Via sambil memeluk Alika.“Udah Viudah, gue nggak bisa napas.” Via melepas pelukannya sambil
tertawa.
“Wiiih ada Frozen! Diem dulu, gue mau nonton!” ucap Viko, lalu
duduk manis di sofa dan menonton kartun itu.
“Woooo ... dasar bocah!” ledek Dika dan Harry. Namun, tak lama,
semuanya ikut menonton film itu. Tak hanya menonton, semuanya
bahkan ikut menyanyi mengikuti tokoh-tokoh di film itu. Alika hanya
menggeleng-geleng melihat tingkah kocak para sahabatnya itu.
“Yahhh abis,” ucap Viko lesu saat film yang mereka tonton selesai.
“Nonton apa lagi, ya?” tanya Harry.
Ting... tong...
“Gue buka pintu dulu,” ujar Dika sambil bangkit dari duduknya.
“Rey,” gumam Dika saat membuka pintu.
“Siapa Dik?” tanya Alika. Dika mengabaikan pertanyaan Alika.
“Mau apa lo dateng ke sini?” ucap Dika sambil menatapnya tajam.
“Mau jenguk Alika,” jawab Rey datar.
“Lo nggak malu udah nyakitin Alika?”
“Rey? Ngapain lo ke sini?” tanya Alika yang menyusul Dika.
“Gue minta maaf Lik,” ucap Rey, tetapi Alika tak menghiraukannya.
“Lo sekarang berurusan sama gue. Jangan ganggu Alika lagi,” ucap
Dika.
“Sori Alika .... Gue nggak sengaja,” ucap Rey, mengabaikan Dika, Viko,
Harry, dan Via yang sudah ikut bergabung dengan Alika.
26“Di kamus kehidupan gue, kata maaf karena udah nyakitin orang yang
gue sayang, tidak diterima,” ucap Dika sambil mengepalkan tangannya.
“Gue tanya sama lo, kenapa sih, segitunya banget lo pengin ngerebut
Alika dari Dika?” selidik Viko.
“Karena gue suka sama Alika,” ucap Rey yang membuat Dika makin
panas.
“Lo suka sama Alika?” ucap Dika.
“Iya. Gue suka sama Alika. Emang kenapa? Nggak boleh? Lagian juga,
kan lo cuma pacar doang. Jadi, masih bisa dong gue rebut dia,” ucap Rey
santai dan semuanya terbahak-bahak.
“Kenapa lo ketawa?” gumam Rey.
“Rey, gue kasih tahu, ya. Alika ini bukan pacar gue. Dia tunangan gue.
Segera setelah kami berdua lulus, gue bakal nikahin dia. Orang tua gue
sama Alika udah sama-sama setuju. Bahkan, mereka yang punya rencana
nikahin gue sama Alika. Jadi, mending lo nyerah aja,” jelas Dika.
“Nggak, nggak mungkin. Lo pasti bohong!”
“Udahlah Rey. Gue udah maafin lo. Mending lo pergi dari rumah
gue sekarang, Gue nggak mau ada ribut-ribut lagi,” suara lembut Alika
terdengar sangat tulus.
““Maaf Alika, maf. Gue berbuat kayak gini karena provokasi seseorang.
Gue dapet informasi yang salah soal lo berdua,” ujar Rey.
“Provokasi? Siapa orangnya?” tanya Dika penuh rasa curiga. Ia
menduga bahwa hal ini ada kaitannya dengan teror yang Alika dapat.
“Orangnya ada di sini. Dia yang kasih tahu alamat rumah lo, Lik.
Tunggu, gue ajak dia turun buat minta maaf ke kalian juga. Lalu, Rey
kembali ke mobilnya.
07Tak lama, Rey kembali bersama seorang cewek yang sangat dikenal
oleh Dika dan Alika.
“Vita? Lo yang...”
“Iya! Gue yang nyuruh Rey buat ngerebut Alika dari lo. Emang
kenapa?!!!” jawab Vita sambil tersenyum sinis.
“Tapi, kenapa?” tanya Dika.
“Asal lo tahu, gue masih cinta samalo, Dika,” ujarnya sambil mendekat
ke arah Dika.
“Tapi, gue nggak, Vit!” ucap Dika geram. Ia mengepalkan kedua
tangan di sisi tubuhnya. Melihat itu, Alika mendekati Dika dan memegang
bahunya.
“Tenang Dika,” ujarnya lembut.
“Dia udah keterlaluan!” jawabnya.
“Biarin aja .... Biar waktu yang membuatnya sadar kembali,” ucap
Alika.
“Oh, ada Alika di sini,” ucap Vita sambil menghampiri Alika.
“Ini rumah gue. Lo ada perlu apa sama gue?” tanya Alika.
“Gue nggak minta macem-macem. Dari dulu gue cuma minta lo jauhin
Dika,” jawabnya.
“Dasar cewek nggak tahu malu lo, yal” ucap Viko geram.
“Gue nggak peduli lo mau ngomong apa. Gue mau Dika,” ucap Vita.
“Vita udah!” bentak Rey tiba-tiba. Ia benar-benar merasa bersalah
kepada Dika dan Alika. Ia memang menyukai Alika, tapi ia tidak ingin
menyakiti Alika.Vita memelotot ke arah Rey.
“Lol Berani bentak gue? Cowok cupu! Harusnya lo bisa ngerebut apa
yanglo suka! Cuma misahin mereka berdua aja lo nggak becus!” teriak Vita
ke arah Rey.
“Harusnya rencana kita berjalan mulus, seandainya lo nurut sama
gue! Dasar cowok yang nggak bisa diandalkan! Lemah!” lanjut Vita. Rey
yang tak tahan dengan tingkah Vita langsung menarik kedua tangannya.
“Diem lo! Ikut gue! Jangan buat onar di rumah orang!” ujar Rey
dengan wajah marah. Lalu, ia menatap ke arah Alika yang sedang memeluk
lengan Dika.
“Alika, Dika, gue bener-bener minta maaf. Gue bener-bener nggak
tahu udah percaya sama orang yang salah,” ujar Rey tulus. Alika hanya
mengangguk. Kemudian, Rey membawa paksa Vita yang masih berteriak-
teriak ke dalam mobilnya.Chapter
18
ia kembali kuliah. Lebam di wajahnya tinggal sedikit tersisa. Hari
R= hari setelah kejadian tak mengenakkan di rumah Alika,
ini Alika mengambil kelas kuliah siang. Seperti biasa, Dika yang
menjemputnya.
“Sayang, sebentar lagi SMA kita mau ada acara reuni, Iho!” kata Dika.
“Oh, ya? Mau dateng, nggak?” tanya Alika.
“Kalo kamu mau dateng, aku juga mau.”
“Huuun ... ikut-ikutan!”
“Hehehe ... kalo nggak ada kamu, hidupku hampa, Lik.”
“Gombaaaaaalll!”
“Hahaha ... jadi mau dateng, nggak?”
“Agak aneh, sih, ya. Baru lulus berapa bulan juga ini kita, udah ikutan
reuni aja.”
“Nggak apa-apalah. Kangen kantin, nih, aku.”“Hahaha ... ya udah kita ikutan, ya. Ajak yang lain juga nanti.”
“Siap, Bos!”
og
Hari reuni tiba, mereka berlima datang ke SMA Merdeka.
“Ya, selamat datang untuk Bang Adit, Bang Dika, Bang Viko, Bang
Harry, Kak Via, dan Kak Alika,” ucap MC yang membuat mereka semua
menoleh ke arahnya, lalu mengacungkan jempol.
“Kenapa ya kalo udah lulus, sekolahan pasti jadi lebih bagus daripada
pas kita masih sekolah di situ?” ucap Harry saat mereka memasuki gedung
sekolah. Sudah ada beberapa bagian sekolah yang mengalami perubahan.
“Lo nyesel Har?” tanya Viko.
“Masuk lagi sono!” imbuh Dika.
“Ogah! Kalo masuk SMA lagi, nanti gue nggak bisa sering-sering lihat
wajah Via yang cantik,” ucap Harry, dan mereka berempat menoyor kepala
Harry.
Kemudian, mereka berlima menikmati acara reuni yang meriah ini.
Tak lama, ketiga abang Alika yang juga alumnus SMA Merdeka, bergabung
dengan mereka.
“Sayang, pudingnya enak! Mau lagi dong diambiliiin,” ucap Alika
manja.
“Siap!”
Tak lama, Dika datang membawa puding. Ia tak menyerahkan puding
itu kepada Alika, tetapi langsung menyuapi tunangannya itu.
“Deuh, romantisnya. Bikin orang-orang iri aja lo berdual” ujar Viko.
ft“Deuh, kasihan banget yang kelamaan jomlo. Makanya cari pacar!”
balas Dika yang disambut tawa teman-temannya.
Setelah makan dan berfoto ria, Dika berjalan menelusuri sekolah
ini. Ingatan saat Dika dan Alika bersama-sama pun datang. Kenangan itu
berputar dalam benaknya.
Saat Alika berantem dengan Bella. Saat mereka baru pertama jadian.
Dan, juga saat Dika selalu kabur di jam pelajaran yang membosankan.
Hampir semua hukuman ringan pernah ia dapat dari para guru. Berdiri di
lapangan, bersihin koridor, dan banyak lagi.
“Kayaknya sifat bad boy gue udah hilang, nih,” gumam Dika sambil
tersenyum geli.
Tak lama kemudian ada orang yang menepuk pundak Dika. Dika pun
menoleh.
Ternyata Harry dan Viko yang sedang ngos-ngosan seperti dikejar
hantu.
“Lo berdua kenapa?” tanya Dika.
“Eh itu ... itu ...,” ucap Viko sambil mencoba mengatur napasnya.
“Atur napas dulu baru ngomong,” ucap Dika.
“Itu Dik, mobil lo,” ucap Viko setelah berhasil mengatur napasnya.
“Kenapa mobil gue?” tanya Dika panik.
“Ada yang coret-coret mobil lo pakai cat. Alika lagi nangis di deket
mobil lo,” ucap Harry yang membuat mata Dika membulat.
Dika langsung berlari tanpa menghiraukan kedua temannya.
Mendengar Alika menangis lebih menakutkan daripada kenyataanmobilnya dirusak orang tak bertanggung jawab. Ketika Dika tiba di tempat
Alika yang sedang menangis, ia langsung memeluknya.
“Dika,” ucap Alika sesenggukan.
“Ada aku Lik. Nggak apa-apa. Semua baik-baik aja. Ada aku,” ucap
Dika sambil mengelus kepalanya.
Alika menangis semakin kencang, menumpahkan impitan di dadanya.
Dika melihat, mobilnya ditulisi dengan cat berwarna hitam.
628
Hidup kalian nggak bakal tenang.
a
Sejak kejadian di acara reuni, teror kembali mendatangi Alika. Bahkan,
lebih sering dibandingkan sebelumnya. Kadang Alika sampai tidak ingin
kuliah karena takut. Namun, Dika tetap datang menemaninya setiap hari.
Meski hanya satu atau dua jam, Dika pasti datang ke rumah Alika.
Dika dan papa Alika sudah menyewa orang untuk mengawasi serta
menyelidiki siapa yang menyebar teror ini. Namun, belum ada hasilnya.
Orang itu terlalu licin untuk ditangkap.
Sore ini Dika ingin mengajak Alika keluar. Ia merasa kasihan melihat
tunangannya itu frustrasi di rumah karena teror yang menghantuinya.
Untungnya Alika mau.
“Kamu mau ke mana, Sayang?” tanya Dika.“Aku mau makan yang enak, Sayang, Aku stres! Aku mau makan yang
banyak!” jawab Alika.
“Hehehe ... iya iya ... mau makan apa aja bakal aku traktir!”
Sesampainya di restoran yang diinginkan Alika, mereka langsung
memesan makanan. Sesuai keinginan Alika, ia memesan banyak menu
terenak yang ada di restoran itu.
“Cukup pesenannya?” tanya Dika. Alika mengangguk.
“Kalo kebanyakan, kamu yang habisin ya, Sayang,” ucap Alika.
“Lah? Aku kan, pesen makan juga. Bungkus aja, ya. Siapa tahu sampai
rumah kamu laper lagi.”
Alika mengangguk dan menggenggam tangan Dika yang ada di atas
meja.
“Sayang aku takut,” ucap Alika tiba-tiba.
“Jangan takut, ada aku,” ucap Dika ganti memegang tangan Alika
fern
Sy
Usai makan, mereka langsung pulang. Alika masih khawatir bila keluar
yang ada di atas tangannya.
rumah terlalu lama. Sesampainya di rumah, Alika melihat Via yang baru
saja tiba di rumahnya.
“Eh, Via tuh! Tumben ke rumah sendirian,” ucap Alika. Ia lalu segera
turun dan menghampiri Via.
“Vial Tumben malem-malem dateng sendirian. Harry mana?”
“Alika! Nggak usah sok baik lagi lo sama gue!” kata Via tiba-tiba.
Ford“Via? Lo kenapa?” tanya Alika terkejut.
“Diem lo! Gue kecewa sama lo! Selama ini gue udah anggep lo sodara
gue Lik,” lanjut Via.
“Gue nggak ngerti Vi:
“Lo nggak usah sok polos di depan gue! Gue udah muak sama lo! Lo,
kan, yang nyebar fitnah soal gue dan Harry ke anak-anak kampus? Norak
lo! Bercanda lo nggak lucu, Lik!”
Alika makin tak mengerti. Ia hanya bisa diam saat Via berteriak-
teriak memakinya.
“Udah deh, Lik, Gue udah tahu siapa lo! Cewek munafik! Harusnya
gue nggak pernah bantuin lo tiap lo di-bully dulu! Kecewa gue sama lo!”
Dika yang baru datang sehabis memarkirkan mobil bingung melihat
Alika terdiam bagai patung.
“Alika, kenapa?”
“Dika! Mendingan lo mikir lagi, deh! Lo beneran mau nikahin cewek
kayak gini?” ujar Via.
“Vial Gue nggak tahu, ya, kalian ada masalah apa. Tapi, omongan lo
nggak pantes! Mending lo pergi dinginin kepala lo!” bentak Dika.
“Bmang gue mau pergi. Gue nggak betah lama-lama deket cewek lo
ini! Jangan pernah sapa gue lagi!” Lalu, Via pergi meninggalkan Alika dan
Dika. Dika langsung memeluk Alika yang tampak hampir jatuh.
“Ayo masuk, Sayang” Dika menuntun Alika masuk.
Dari depan pagar rumah Alika, Vita tersenyum puas melihat adegan
barusan.Chapter |
11
‘dah tiga bulan Via menjauh dari Alika. Bahkan, beberapa kali Alika
melihatnya nongkrong bareng Vita. Alika sedih. Ia benar-benar
sudah menganggap Via adalah sahabat sejatinya. Dia ingat, Via
adalah orang pertama yang selalu membelanya dulu.
“Kamu kenapa ngelamun terus?” tanya Dika. Hari itu Dika menemani
Alika sepanjang hari karena kedua orang tuanya sedang menghadiri acara
pernikahan anak dari rekan bisnisnya. Sementara ketiga abangnya sedang
memiliki urusan masing-masing.
“Nggak apa-apa kok, Dik,” ucap Alika, lalu mengusap air matanya.
“Hei, hei, kenapa nangis?” tanya Dika lagi.
“Gue nggak kenapa-kenapa Dika. Biarin gue sendiri dulu,” pinta Alika.
Dika pun pergi ke ruang makan meninggalkan Alika di ruang keluarga.
“Sayang makan yuk! Ini aku bawain makan siangnya ke sini. Kita
makan sambil nonton TV, ya,” ucap Dika.
“Nggak ah, masih kenyang,” ucap Alika.“Kenyang apanya? Dari pagi kamu baru minum segelas jus jeruk
doang. Ayo dimakan. Nanti kamu sakit. Aku suapin, ya,” rayu Dika.
Akhirnya, Alika menyerah dan menerima suapan dari Dika. Saat
sedang makan, terdengar bunyi bel pintu. Alika bangkit dari duduknya.
“Aku buka pintu duly,” kata Alika.
“aku ikut!”
Ditemani Dika, Alika pun membuka pintu rumahnya.
“Alika,” panggil orang yang ada di depan pintu itu.
“Via?” tanpa sadar, Alika menggenggam tangan Dika erat.
Setengahnya, ia merasa takut Via akan memakinya lagi tanpa alasan.
“Jangan takut dulu, Lik! Gue mau kasih tahu sesuatu sama lo,” ucap Via
sambil memegang tangan Alika. Lalu, Alika mengajak Via duduk di ruang
keluarga.
Alika pun merasa kebingungan dengan semua ini. “Ada apa, sih, ini?”
Tak lama beberapa orang menyusul masuk ke ruang keluarga. Harry,
Viko, Bang Adit, Bang Alex, Bang Aldi, dan ... Vita.
Alika makin bingung dengan situasi ini.
“Tenang Alika. Gue mau jelasin semuanya sama lo. Lo nggak usah
khawatir. Hari ini, semua teror ke lo bakal selesai,” ujar Via. Setelah
melihat Alika tenang, Via mulai bercerita.
“Sebenernya gue jauhin lo itu bohongan. Sebelum gue marah-marah
sama lo, Vita dateng ke gue. Dia nuduh lo udah fitnah gue. Gue tahu dia
bohong. Gue percaya sama lo. Tapi, gue pura-pura percaya. Gue cuma mau
mastiin, bener dia dalang di balik semua teror ini bukan? Akhirnya, gue
ikutin skenario dia. Harry dan Viko tahu ini Alika. Cuma lo sama Dika
yang nggak tahu. Ternyata dugaan gue dan yang lainnya bener. Vita yang
87terus-terusan neror lo. Tapi, daripada gue ngebuka semuanya dan Vita
tetep bakal ngelakuin ini lagi ke lo, gue coba deketin dia. Gue coba nyadarin
dia. Dan, berhasil. Udah beberapa hari ini, gue ajak dia ketemu lo, tapi dia
belum siap. Dia malu sama lo. Akhirnya, hari ini, dia siap ketemu lo sama
Dika,” jelas Via panjang lebar.
“Tapi, sebelum Vita minta maaf ke lo, gue yang mau minta maaf ke
lo. Maafin gue yang ngata-ngatain lo kemarin ya, Lik,” tambah Via. Tanpa
berkata apa-apa, Alika langsung memeluk Via.
“Viaaa ... lo nggak tahu betapa ketakutannya gue kehilangan lo! Gue
yang minta maaf udah mikir yang nggak-nggak kemarin. Gue sayang lo
Via,” ujar Alika sambil menangis.
Setelah Alika melepas pelukannya kepada Via, ia menatap Vita.
“Alika, maafin gue. Dika, maafin gue. Gue sadar gue udah jahat banget
sama kalian. Gue sadar, ternyata bukan karena gue cinta sama Dika yang
jadi alasan gue jahatin Alika. Tapi, karena gue iri sama Alika. Dia punya
segalanya yang gue nggak punya. Dia punya Dika dan dia punya.... sahabat.
Maafin gue, Lik. Gue bener-bener minta maaf sama lo. Lo mau maafin gue,
kan?” tanya Vita sambil menangis.
Alika bingung harus berkata apa. Ia menoleh kepada ketiga abangnya
untuk meminta pertimbangan. Ketiganya mengangguk. Alika tahu
maksudnya.
“Gue udah maafin lo dari sebelum lo minta maaf sama gue,” ucap
Alika.
Vita langsung memeluk Alika secara tiba-tiba. Alika terdiam sesaat
karena terkejut. Kemudian, ia membalas pelukannya.
“Kita temenan, ya,” ucap Vita, dan Alika menganggukkan kepala.
28Vita kembali memeluk Alika. Kemudian, Via ikut memeluk mereka
berdua.
“Udah, udah. Nangis-nangisannya udah. Kalian udah makan siang
belum? Gue laper, nih! Delivery order yuk!”
“Setuju!”
“Pizal”
“Bang Aldi yang bayar!”
“Lah, kok jadi gue?”
Satu jam kemudian, mereka tengah menikmati piza dan pasta yang
Alika pesan. Tak ada rasa canggung. Semuanya merasa lega. Tidak ada lagi
beban, ketakutan, dan kebencian.
“Oh, iya Vit, jadi sekarang lo udah nggak suka sama gue lagi, kan?”
tanya Dika.
Vita menggeleng malu.
“Bagus, deh! Jangan ngejar hal yang mustahil lagi, ya,” ujar Dika bijak.
“Nanti gue cariin cowok deh, Vit. Temen gue banyak yang jomlo, kok,”
kata Bang Adit.
“Nggak usah repot-repot Bang, Udah ada calonnya, nih, Vita,” ujar Via
sambil memasukkan potongan piza ke mulutnya.
“Hah? Cepet banget lo dapet pengganti gue! Kecewa gue!” ujar Dika
yang langsung mendapat cubitan dari Alika.
Vita hanya tersenyum malu sambil menunduk.
“Siapa Vit?” tanya Alika.
“Lo juga kenal Lik,” jawab Via. Alika berpikir sejenak. Matanya
menyapu ruang keluarga tempat mereka makan. Kemudian, ia terhenti
Bdsaat melihat sosok yang sok cool di pojok sofa. Padahal, biasanya dia paling
heboh urusan ngeledekin temen.
“Viko?” tanya Alika tak percaya.
“CIEEEEEEEEEEEE ...,
sama-sama bersemu merah.
” ucap mereka semua. Wajah Viko dan Vita
“Wahbh! Wajib kita rayain, nih, berakhirnya masa jomlo Viko!” ucap
Dika, lalu semuanya tertawa.
Tak ada lagi dendam. Mereka semua sekarang adalah teman.
Suasana hangat pun kembali merayapi ruang keluarga itu.
Hangat. Dekat. Lekat.
40Ekstra
da yang bilang, bila kita bahagia maka waktu terasa cepat berjalan.
Begitu halnya dengan Alika. Setelah Vita tak lagi mengganggu,
bahkan berteman dengannya, kehidupan kampus Alika terasa
sangat menyenangkan. Hingga tanpa terasa, mereka sudah ada di
penghujung masa-masa mereka ada di kampus.
Kini Alika, Dika, Via, Harry, dan Viko tengah mengikuti acara wisuda
di kampusnya.
Alika sangat bangga dengan teman-temannya. Mereka semua
menepati janji untuk berjuang agar lulus bersama. Alika lebih merasa
bangga lagi kepada Dika yang lulus dengan gelar cum laude-nya.
“Th seneng, udah lulus kuliah aja, ya,” ucap Alika setelah mereka usai
menjalani prosesi wisuda.
“Iya ya, perasaan baru kemarin masuk jadi mahasiwa baru. Sekarang
udah lulus aja,” ucap Via.“Guys! Foto studio bareng-bareng yuk kelar acara sama keluarga.
Masak foto kita background-nya lemari buku doang. Nggak asyik!” ajak
Via. Mereka semua menyetujui usul Via. Setelah itu mereka mengikuti
rangkaian acara wisuda yang telah disiapkan bersama para keluarga.
“Duh, Bunda sama Papa mana sih, ini? Katanya ada urusan penting
mau balik. Kok, malah ngilang gini?” gumam Alika. Ia sedang menunggu
kedua orang tuanya yang menghilang usai makan siang bersama di
kampus.
“Papa lagi nemenin bunda lo ke toilet kali, Lik,” ujar Via mencoba
menenangkan sahabatnya.
“Kalo gitu, coba gue cari ke toilet, deh!”
“Udah biarin aja, Lik. Nanti juga balik.”
“Tadi kata Papa, dia ada janji sama orang jam dua. Ini udah mepet.
Kalo kena macet gimana? Sebentar ya, Vi”
“Bh tunggu, Lik! Yah, dia pergi.”
Alika tak menghiraukan panggilan Via. Dia hanya ingin mencari Papa
dan Bunda, yang menurutnya, sudah menghilang terlalu lama.
Alika baru akan berbalik ke arah toilet ketika dia melihat sosok-sosok
yang dikenalnya sedang berkumpul.
“Bunda. Kirain ke mana. Ditungguin sama Alika dari tadi di sana.”
Bunda yang dipanggil, menoleh dengan kaget. Bersama Bunda, ada
Papa, Dika, dan kedua orang tuanya.
“Eh Alika. Ini lho ada orang tuanya Dika. Salaman dulu.” Alika pun
menyapa dan menyalami kedua orang tua Dika. Setelah berbasa-basi
sebentar, orang tua Alika berpamitan.
142“Ya udah, kami pamit dulu. Sampai ketemu lagi, ya. Semoga lancar
semuanya,” ujar Papa kepada Dika dan kedua orang tuanya. Dika
tersenyum canggung. Alika menatap papanya bingung.
Lancar? batinnya heran.
Bunda dan Papa langsung pergi setelah itu. Ada pertemuan dengan
rekan bisnis Papa sehingga Alika tidak pulang bersama mereka. Alika pun
segera berkumpul dengan teman-temannya untuk pergi ke studio foto di
mal yang biasa mereka kunjungi.
Saat menuju ke parkiran mobil di kampus mereka, tiba-tiba Dika
melepas genggaman tangannya kepada Alika. Alika menoleh ke arah
tunangannya itu. Dika sedang memegang dadanya. Wajahnya tampak
sangat kesakitan.
“Aaaaaargh!!!” Dika mulai berteriak hingga membuat Via, Harry, dan
Viko menoleh.
“Dik, kamu kenapa?” ucap Alika panik.
Dika terus saja mengeluh kesakitan sambil memegang dadanya.
Sampai akhirnya, Dika tergeletak di lapangan.
Alika mulai menangis. “Dika! Sadar Dika!” ucapnya sambil
mengguncang badan Dika. Namun, sia-sia. Dika tetap terpejam.
Orang-orang yang ada di sekitar mereka mulai berkumpul. Beberapa
menyarankan untuk memanggil ambulans. Alika sudah tidak bisa
berpikir. Dia hanya duduk di samping Dika sambil terus berusaha
membangunkannya.
“Coba gue cipratin pakai air. Siapa tahu dia sadar,” ucap Viko sambil
membuka botol air mineral miliknya. Kemudian, ia menyipratkan isinya
kepada Dika. Tetapi, hasilnya nihil. Alika semakin panik melihatnya.
143Tiba-tiba ia merasa tubuhnya sangat lemah. Ja butuh bersandar. Ia pun
memeluk Via dengan sangat erat.
“Vi ... Dika ....”
“ALIKA.”
Tiba-tiba Alika mendengar suara bas yang sangat ia kenali. Ia
menghentikan tangisnya dan mencoba meyakinkan diri bahwa ia tak salah
mengira. Alika pun menoleh ke belakang. Ia sangat terkejut saat melihat
Viko dan Harry memegang spanduk dengan tulisan:
WILL YOU MARRY ME?
Alika menutup mulut dengan kedua tangannya. Ia juga melihat Dika
yang sudah berdiri dengan tegap, membawa buket bunga. Dika berjalan
mendekat ke arahnya dan menyodorkan buket bunga kepada Alika. Alika
menerimanya tanpa mengucapkan apa-apa.
“Walaupun kita udah tunangan, aku mau ngelamar kamu dengan cara
ini, Aku mau membuat semuanya spesial buat kamu. Karena kamu spesial
buat aku, Alika,” ucap Dika yang membuat Alika kembali menangis. Kali
ini karena bahagia.
jangan nangis dong! Cepetan jawab! Pegel, nih!” teriak Viko yang
masih memegang spanduk bersama Harry. Semua yang mendengarnya
tertawa, Dika kembali menoleh kepada Alika.
‘Jadi, apa jawabannya?" tanya Dika. Alika tersenyum dan
menganggukkan kepalanya. Semua orang yang ada di situ bertepuk
tangan. Dika menarik kedua tangan Alika dan membenamkannya dalam
pelukan.
fry
oy
144Enam bulan kemudian, tibalah hari yang sangat berbahagia untuk Alika
dan Dika. Pernikahan mereka berdua. Saat ini, Alika sedang berada di
ruang rias. Sejak pagi ia sudah bangun dan mulai didandani. Sekarang,
perias pengantin tinggal melakukan polesan terakhir pada riasan dan
gaun pengantin yang ia pakai. Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu.
“Masuk,” ujar Alika. Pintu terbuka, Via muncul di baliknya. Via pun
terlihat cantik dengan riasan natural dan balutan dress mini.
“Cantik banget yang mau jadi mahmud (mamah muda),” ucap Via
sambil mencolek dagu Alika.
Alika menepis lengan Via sambil tersipu malu. “Apaan, sih Vil”
“Jangan marah-marah dong, nanti cantiknya hilang, loh!” ucap Via
tetap menggoda Alika.
Tak lama kemudian, bunda Alika masuk ke ruang rias untuk
menjemput Alika karena acara akan segera dimulai. Bunda terpana begitu
melihat putri bungsunya yang baru didandani hingga secantik ini.
“Alika,” panggil Bunda. Alika menoleh dan melihat bundanya. Ia
menyambut bundanya.
“Alika aneh, ya, dandan tebel gini, Bun?” tanya Alika. Bunda
tersenyum dan menggeleng.
“Alika, saat kamu lahir, Bunda bersyukur mendapatkan seorang
bidadari mungil dalam keluarga kita. Hari ini Bunda seperti melihat
bidadari sungguhan di depan Bunda. Dan, hari ini juga Bunda harus
melepas bidadari Bunda ke tangan orang lain. Tapi, Bunda percaya,
bidadari Bunda akan berada di tangan yang tepat,” ujar Bunda sambil
mengusap ujung kepala Alika.
“Bunda ....” Mata Alika berkaca-kaca.
15“Udah yuk! Jangan nangis dulu. Nanti riasannya luntur. Hehehe ...
yuk keluar! Penghulunya udah siap. Acaranya udah mau dimulai,” ajak
Bunda. Alika mengangguk dan keluar menuju tempat ijab kabul bersama
Bunda dan Via.
Saat Alika memasuki tempat diselenggarakannya ijab kabul, semua
tamu undangan pun melihat tak berkedip. Alika memang tampak sangat
berbeda hariitu. Kecantikannya bertambah berkali-kali lipat. Bukan hanya
karena riasan, melainkan juga karena aura kebahagiaan yang memancar.
Kemudian, sampailah Alika di meja yang akan menjadi saksi bisu
proses ijab kabul Alika dan Dika. Dika sudah duduk di salah satu kursi
yang mengelilingi meja itu. Raut wajahnya sangat tegang sampaiia melihat
Alika mendekat. Sedikit kelegaan terpancar di wajahnya. Alika tersenyum
kepadanya dan duduk di sampingnya.
Ijab kabul berjalan dengan lancar dan khidmat. Dika berhasil
mengucapkan kalimat ijab kabul dalam satu tarikan napas dan tanpa
kesalahan. Semua orang yang ikut menahan napas, akhirnya bisa bernapas
dengan lega dan mengucapkan kalimat hamdalah. Mereka berdua sudah
sah menjadi suami-istri detik itu juga.
Setelah rangkaian acara ijab kabul selesai, Alika dan Dika dibawa ke
ruang rias untuk berganti pakaian. Kali ini, mereka berganti pakaian di
ruangan yang sama. Setelah selesai mengganti pakaian, Dika duduk di
sofa yang ada di ruang rias. Ia menunggu Alika selesai mengganti gaun
pengantinnya.
Tak lama, Alika selesai dengan gaun barunya. Ia mendekati Dika dan
duduk di sampingnya. Dika menatapnya tak berkedip.
“Dika, kenapa sih?” tanya Alika.
“Cantik banget istriku,” jawabnya. Alika tersipu malu.
146“Gombal, ah!”
“Tapi, kamu suka kan, digombalin? Auw!” Dika mengaduh karena
Alika mencubit pahanya.
“Akhirnya, kita sampai di sini juga, ya,” ujar Alika. Dika tersenyum
dan menggenggam tangan Alika yang telah memakai cincin pernikahan
mereka.
“Alika, aku kan, pernah bilang, kita nggak akan bisa dipisahin. Coba
kamu ingat, waktu Vita masih membenci kamu. Seberapa pun usaha Vita
untuk memisahkan kita, kita tetap bertahan agar selalu menyatu. Bahkan,
akhirnya Vita ‘menyerah’ kalah karena cinta. Cinta kita berdua dan cinta
dari Viko. Itu semua udah takdir Tuhan. Walau banyak rintangan, kita
pasti tetap bisa bersatu,” ucap Dika. Alika tersenyum.
“Sok bijak banget suamiku,” ujar Alika.
“Th, kamu ini, ya. Jarang-jarang nih, aku ngomong serius gini.” Dika
pura-pura ngambek.
“Iya, iya. Aku tahu. Terima kasih ya suamiku. Terima kasih untuk
selalu ada di sampingku dalam keadaan apa pun. I love you, Dika,” ucap
Alika sambil menyenderkan kepalanya di bahu Dika. Dika tersenyum
mendengarnya.
“I love you too, Nyonya Dika Saputra.”
Alika tersenyum mendengarnya. lamemejamkan matanya, merasakan
kehangatan yang didapatkannya dari cowok yang ada di sebelahnya.
Kehangatan yang mulai hari ini akan ia rasakan setiap hari.
147Ucapay Terima Kasih,
Aku ingin mengucapkan terima kasih tentunya kepada Allah Swt. yang
sudah mengabulkan keinginanku untuk menjadi seorang penulis. Kedua
orang tuaku dan juga kepada Jeje, Okta, Indah yang selalu menyemangati
dalam menyelesaikan novel ini. Terima kasih juga kepada Chaca Faza
(penulis Come on Late dan Bad Boy's Effect) yang selalu memberi tahu cara
menulis yang benar dan menyemangatiku. Terutama kepada Bentang
Pustaka yang telah menerbitkan novel Defeated by Love. Terima kasih
juga kepada Kak Dila dan Kak Tami yang selalu membantuku untuk
menyelesaikan novel ini.Profil Penylis
Ghina Nauvalia, perempuan _ kelahiran
Jakarta 16 Agustus 1999 ini baru saja
lulus dari SMK jurusan Farmasi dan
berniat untuk melanjutkan pendidikannya.
Ketertarikannya pada menulis saat Ghina
berada di kelas X. Awalnya menulis hanya
sebuah keisengan pada waktu luang.
Setiap ada waktu luang, ia menumpahkan
imajinasinya dalam bentuk tulisan di aplikasi
Wattpad.
Selain sibuk mencari kuliah, ia juga sibuk mencari imajinasi yang
akan ia kembangkan di karya-karya lainnya.
Defeated by Love merupakan karya pertamanya yang diterbitkan.
Baginya, menulis novel itu tidaklah mudah. Butuh banyak kata yang harus
dirangkai, banyak juga hambatan dan rintangan yang ia lalui. Kamu bisa
menikmati karya-karya lainnya di akun Wattpad-nya, ya!
Wattpad: Nanvli_a
Instagram: Ghina1608
Surel: Ghina.nauvalia123@gmail.comCorita-cerita manis dari Wattpad avorit
Caramel Macchiato
Ifa Arigoh_)
RpHH.000,00
Lo, Tunangan Gue!
Yenny Marissa )
Rp59.000,00When Love Walked In
Ega. Dyp )
Rpé4.000,00
Just be Mine
Pit Sansi )
Rpb9.000,00b
F
Google play
READ
anytime
anywhere
Kini, buku-buku
Bentang Pustaka
juga tersedia dalam
bentuk digital.
Praktis
Cepat v
Mudah
Se