You are on page 1of 8

JURNAL MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN

VOLUME 17 No. 01 Maret  2014 Halaman 37 - 44


Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan
Artikel Penelitian

UPAYA MANAJEMEN RUMAH SAKIT DALAM MENDUKUNG KOLABORASI


ANTARA DOKTER UMUM DAN SPESIALIS
DI INSTALASI GAWAT DARURAT

HOSPITAL MANAGEMENT INTERVENTION TO SUPPORT COLLABORATION BETWEEN GENERAL


PHYSICIAN AND SPECIALISTS AT EMERGENCY DEPARTMENT IN SEHATI HOSPITAL

Lussy Messiana Gustantini1 dan Mubasysyir Hasanbasri2


Manajemen Rumah Sakit, Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

ABSTRACT poor team performance. Hospital managers should enforce


Background: General practitioners play a major role in run- their hospital bylaws to control personal and professional ar-
ning the service in the emergency department. As members of rogance.
the team, general practitioners often disagree with specialist
doctors. Problems in communication and coordination often Keywords: Collaboration between GP and specialists, hospi-
have an impact on the poor service. They even have legal tal management, emergency unit.
consequences for the hospital.
Objective: This study identified problems of collaboration be- ABSTRAK
tween general practitioners and specialists in the manage- Latar belakang: Dokter umum memainkan peranan besar
ment of patients in the emergency unit, factors that impede the dalam memberikan pelayanan instalasi gawat darurat. Sebagai
collaborative process and evaluated efforts of hospital man- anggota tim, dokter umum sering berbeda pendapat dengan
agement in supporting the collaborative process. spesialis. Masalah dalam komunikasi dan koordinasi sering
Methods: This descriptive and exploratory study obtained berdampak pada buruknya pelayanan. Kondisi ini memiliki
data from in-depth interviews, official documents and routing, konsekuensi hukum bagi rumah sakit.
as well as participant observation and field observations. Tujuan: Penelitian ini mengidentifikasi permasalahan kolaborasi
Results: General practitioners and specialists have a poor antara dokter umum dan spesialis dalam penatalaksanaan
working relationship that can be coined the legal consequences pasien di instalasi gawat darurat, faktor yang menghambat
in the management of patients in the emergency unit. Individual proses kolaborasi serta mengevaluasi upaya manajemen rumah
factors such as a lack of confidence in the competence of sakit dalam mendukung proses kolaborasi.
specialist physicians, social closeness, the arrogance of spe- Metode: Penelitian deskriptif dan eksploratif ini memperoleh
cialists to general practitioners, incomplete standards of care data dari wawancara mendalam, dokumen resmi rumah sakit,
in the emergency unit, and physician adherence to hospital serta observasi partisipatif dan observasi lapangan.
policies and regulations are all obstacles in implementing co- Hasil: Dokter umum dan spesialis memiliki hubungan kerja yang
operation teamwork in the emergency unit. The hospital man- buruk yang dapat memiiki konsekuensi hukum dalam penatal-
agement, on the other hand, takes a losing position in the aksanaan pasien di instalasi gawat darurat. Faktor individu
presence of doctors. Hospital management failed to prioritize seperti kurangnya kepercayaan spesialis terhadap kompetensi
the development and the implementation of hospital bylaws dokter umum, kedekatan sosial, sikap arogansi spesialis ter-
that control poor professional coordination and communica- hadap dokter umum, belum lengkapnya standar pelayanan di
tion. The hospital management still has problems in contract instalasi gawat darurat, serta ketidakpatuhan dokter terhadap
system with the doctor, the procedures in the recruitment pro- kebijakan dan peraturan rumah sakit yang ke semuanya meru-
cess, debriefing doctor, and the standard of care in the emer- pakan hambatan dalam melaksanakan kerja sama teamwork di
gency unit. This situation becomes more complicated with the instalasi gawat darurat. Manajemen rumah sakit, di sisi lain,
existence of blaming culture, no informal meetings between mengambil posisi yang lemah di hadapan dokter-dokter. Mana-
doctors, tacit practices in the supervision and guidance of the jemen rumah sakit gagal memprioritaskan penyusunan dan pe-
medical staff, as well as management’s lack of assertiveness laksanaan hospital bylaws yang mengontrol permasalahan
offenses committed by doctors on hospital policies and regu- koordinasi dan komunikasi profesi. Manajemen rumah sakit
lations. memiliki masalah dalam sistem kontrak dengan dokter masih
Conclusion: This study shows that general practitioners and lemah karena ketidakjelasan prosedur dalam proses rekrutmen,
medical specialists fail to understand the legal consequences pembekalan dokter jaga, dan standar pelayanan di instalasi
of poor cooperation in emergency services. If a hospital man- gawat darurat. Situasi ini diperberat dengan konteks kerja yang
ager develop and enforce the hospital bylaws relevant to situ- lemah: budaya saling menyalahkan, tidak ada pertemuan-per-
ational problems in emergency care, reluctance and barriers temuan informal antar dokter, praktik tahu sama tahu dalam
collaboration between physicians, personal issues, and pro- pengawasan dan pembinaan terhadap staf medis, serta kurang-
fessional bias in medical practice would no longer a source of nya ketegasan manajemen terhadap pelanggaran yang dilaku-

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 17, No. 1 Maret 2014  37


Lussy Messiana Gustantini, dkk.: Upaya Manajemen Rumah Sakit

kan oleh dokter terhadap kebijakan dan peraturan rumah sakit. terjadi serta hal-hal yang berkontribusi sebagai
Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa dokter penghambat proses kolaborasi tersebut.
spesialis dan dokter umum gagal memahami konsekuensi hukum
dari kerjasama yang buruk dalam pelayanan darurat. Jika Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi ada-
seorang manajer rumah sakit menerapkan hospital bylaws nya permasalahan kolaborasi antara dokter umum
secara tegas, keengganan dan hambatan dalam kerja sama dan spesialis yang berkontribusi terhadap pengambil-
antar dokter, isu personal, dan profesional bias dalam praktik an keputusan penatalaksanaan pasien di IGD, meng-
kedokteran tidak lagi menjadi sumber layanan yang buruk.
Penelitian ini juga menekankan agar manajer rumah sakit tidak identifikasi faktor individu yang menghambat proses
ragu-ragu menyusun dan mengimplementasi hospital bylaws kolaborasi serta mengevaluasi upaya yang telah dila-
secara mengikat bagi semua pekerja rumah sakit. kukan oleh manajemen RS dalam mendukung pro-
ses kolaborasi antara dokter umum dan spesialis.
Kata kunci: kolaborasi dokter umum dan spesialis, manajemen
RS, IGD
BAHAN DAN CARA
PENDAHULUAN Penelitian ini menggunakan penelitian studi
Komunikasi kolaboratif dan kerjasama tim kasus yang bersifat deskriptif dan diperdalam dengan
adalah elemen penting untuk kualitas pelayanan dan mengeksplorasi suatu peristiwa, situasi dan proses
keselamatan pasien. The Joint Commission yang terjadi dalam kolaborasi antar dokter umum
(JCAHO, 2004) melaporkan bahwa selama tahun dan spesialis dalam penatalaksanaan pasien di
1995-2003, komunikasi yang tidak efektif merupakan instalasi gawat darurat, termasuk evaluasi terhadap
penyebab 70% kasus preventable medical errors dan upaya manajemen rumah sakit dalam mengatasi
hampir 75% yang berakibat kematian atau cedera situasi tersebut. Data bersumber dari 1) wawancara
serius1. Dalam mendukung pelayanan medis di ru- mendalam; 2) analisis dokumen RS sebagai pen-
mah sakit (RS) dokter umum memegang peranan dukung data; 3) observasi situasi pelayanan di
yang cukup strategis. Keterbatasan jumlah spesialis instalasi gawat darurat 4) observasi pertisipatif pada
serta belum mampunya RS dalam memberikan kom- pertemuan pembahasan kasus. Pengumpulan data
pensasi kepada spesialis, menyebabkan RS masih dilakukan pada Januari-Februari 2013.
mengandalkan dokter umum sebagai dokter jaga di Subyek penelitian adalah dokter umum, spesia-
Instalasi Gawat Darurat (IGD). lis serta manajemen medis. Identitas informan dira-
IGD merupakan pintu gerbang masuknya pasien hasiakan. Dokumen yang dianalisis adalah laporan
ke RS untuk ”menyalurkan” pasien kepada spesialis insiden keselamatan pasien RS tahun 2011- 2012,
melalui prosedur rujukan. Unit ini membutuhkan kolo- berkas rekam medis kasus terkait untuk melengkapi
rasi di antara petugas kesehatan dari berbagai pro- data, hospital bylaws, medical staff bylaws, kontrak
fesi dalam memberikan pelayanan pasien melalui kerja dokter, struktur ketenagaan dokter, sistem pe-
seringnya interaksi di antara staf. Kegagalan pembe- nugasan dokter, kebijakan rumah sakit terkait pela-
rian informasi dalam pengambilan keputusan meng- yanan di instalasi gawat darurat, panduan pelayanan
akibatkan 28% kesalahan di IGD2. Dilema yang terjadi klinik termasuk sistem konsultasi dan rujukan, serta
adalah ketika dokter umum selaku dokter jaga IGD data pendukung lainnya. Penelitian dilakukan di
berbeda pendapat dengan spesialis yang saat itu instalasi gawat darurat RS ”Sehati” di Jawa Barat.
secara tidak langsung menilai kondisi pasien, se- Seluruh data hasil rekaman wawancara dibuat
hingga pada beberapa kasus akhirnya menyebabkan transkripsi, kemudian dilakukan koding data dan
keterlambatan dalam penatalaksanaan pasien bah- editing untuk melihat kelengkapan data. Apabila dite-
kan sampai berdampak fatal (sentinel adverse event). mukan hasil yang tidak lengkap akan segera dileng-
Para profesional harus lebih konsekuen dalam kapi dan disusun menjadi satu kesatuan dalam ben-
kolaborasi dan koordinasi kerja yang dibutuhkan da- tuk kalimat. Koding dilakukan dengan mengelom-
lam pelayanan klinik dan dibutuhkan adanya kon- pokkan menjadi pola dan kategori tertentu. Untuk
sep untuk membantu membangun kolaborasi di meningkatkan trustworthines peneliti melakukan
antara mereka ke dalam suatu sistem, sekalipun konfirmasi kembali kepada informan terhadap data
pada saat yang bersamaan mereka memiliki kepen- yang telah dikelola serta dilakukan validasi dengan
tingan pribadi atas otonomi dan kemandirian profesi- mencocokkan dengan dokumen RS yang diteliti.
nya3. Penanganan kasus yang menyebabkan clini- Data disajikan dalam bentuk quotasi langsung dan
cal outcome yang tidak baik masih terjadi karena narasi yang digunakan untuk analisis dan interpretasi
kurang optimalnya kolaborasi antara dokter umum data. Hasil pengumpulan data melalui analisa doku-
dan spesialis sehingga membutuhkan pengkajian men dilakukan pengolahan dan disajikan dalam
lebih lanjut untuk mengetahui proses kolaborasi yang bentuk teks dan bersifat naratif.

38  Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 17, No. 1 Maret 2014


Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

HASIL PENELITIAN Permasalahan kolaborasi sering terjadi, bahkan


Penelitian dilaksanakan pada Januari-Februari seluruh responden menyatakan pernah mengalami
2013. Wawancara mendalam dilakukan terhadap masalah kolaborasi dengan spesialis selama peng-
tujuh responden. alaman mereka bekerja sebagai dokter jaga IGD.

Tabel 1. Karakteristik Responden


Responden Usia (tahun) Jenis Kelamin Pengalaman dokter jaga (tahun) Jabatan saat ini
D1 42 Pria 14 Dokter umum IGD (purna waktu)
D2 25 Wanita 1,5 Dokter umum IGD (paruh waktu)
D3 35 Wanita 6 Dokter umum IGD (purna waktu)
S1 46 Pria 0 Dokter spesialis
S2 52 Wanita 0 Dokter spesialis
M1 50 Pria 8 Kepala IGD (Dokter umum)
M3 45 Wanita 4 Wakil Direktur Medis (Dokter umum)

Jumlah dokter umum IGD dua belas orang, “……bagaimana ya itu sudah menjadi bagian
terdiri dari 60% dokter purna waktu dan 40% dokter yang sehari-hari kita alami, menghadapi sikap
spesialis yang terkadang sulit menerima
paruh waktu. Rentang usia antara 25-53 tahun de- pendapat kita” (D2)
ngan pengalaman sebagai dokter jaga IGD bervariasi
antara 1-15 tahun. Perbedaan pendapat yang paling sering terjadi
Konsultasi ke spesialis dilakukan oleh dokter adalah dalam memutuskan indikasi rawat terutama
umum melalui telepon dan spesialis akan memberi- untuk perawatan intensif, selain itu juga dalam hal
kan saran jika sifatnya konsultasi terapi atau meng- pemberian terapi serta penetapan indikasi operasi
instruksikan untuk tindakan medis tertentu. Jika di- cito pada pasien yang tidak diperiksa langsung oleh
perlukan maka dokter umum meminta spesialis untuk spesialis bedah.
datang ke IGD menilai langsung keadaan pasien. “Iya ini dilema, di satu sisi kita sebetulnya
pinginnya kondisi seperti ini harusnya dira-
1. Permasalahan kolaborasi antara dokter wat, tapi disisi lain dokter spesialis tidak setu-
ju… akhirnya kami turuti saja tetapi setelah
umum dan spesialis di instalasi gawat dua jam atau lebih pasien jadi tidak
darurat tertolong.” (D2)
Berdasarkan dokumen hasil pembahasan kasus
didapatkan bukti adanya permasalahan kolaborasi 2. Faktor individu dalam proses kolaborasi
berupa ketidaksepakatan dalam pengambilan kepu- antara dokter umum dan spesialis di IGD
tusan penatalaksanaan pasien. Peneliti menemukan Spesialis menyatakan kurangnya kompetensi
perbedaaan pendapat antara terapi yang diberikan dokter umum menyebabkan keraguan termasuk keti-
oleh dokter umum dan pendapat spesialis sebagai- dakmampuan dalam melaporkan dan meyakinkan
mana tergambar dalam contoh kasus di bawah ini: spesialis tentang keadaan pasien.
Pada pasien anak dengan diagnosa kejang “….ibaratnya jika kita ingin percaya orang lain
demam, dokter umum merencanakan rawat kita harus tahu siapa orangnya… masalahnya
inap untuk observasi pasca kejang. Dokter mungkin dari dokter umumnya sendiri, kom-
umum melaporkan kepada spesialis yang petensi mereka kan berbeda-beda dan ases-
saat itu sedang praktik di poliklinik RS. Sete- mennya juga berbeda-beda. Hal tersebut
lah dijelaskan oleh dokter umum akhirnya yang menjadi awal kami sulit untuk percaya
spesialis setuju untuk rawat inap walaupun karena meragukan dokter umum yang se-
pada awalnya tidak menyetujui. Spesialis ter- dang melapor ini sebenarnya pintar atau
sebut tidak bersedia memenuhi permintaan tidak…” (S1)
dokter umum untuk hadir ke IGD agar menilai
langsung kondisi pasien. Beberapa jam dira- Spesialis lebih senang bekerjasama dengan
wat kondisi pasien memburuk dan pasien
meninggal dunia di ICU. Keluarga pasien dokter umum purna waktu. Menurut kepala IGD,
menggugat manajemen RS dan spesialis dokter jaga paruh waktu kurang menguasai kebijakan
karena tidak bersedia hadir memeriksa pa- RS, standar prosedur serta kemampuan dalam ber-
sien dan awalnya bersikeras tidak mengan- komunikasi dan keberanian mengambil keputusan.
jurkan rawat inap seperti yang disarankan
“…kalau menerima laporan dari dokter jaga
oleh dokter umum. Perbedaan pendapat
paruh waktu... terus terang saja saya kurang
antar dokter tersebut diketahui oleh pasien.
percaya dengan laporannya dan agak sulit
Hasil gugatan berakibat kerugian materi dan
berdiskusi dengan mereka…” (S1)
non materi, di pihak RS serta pencabutan ijin
praktik spesialis oleh MKDKI.

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 17, No. 1 Maret 2014  39


Lussy Messiana Gustantini, dkk.: Upaya Manajemen Rumah Sakit

Dokter umum dan spesialis merasakan bahwa Ketidakpatuhan terhadap peraturan RS juga
kedekatan individu turut menentukan keberhasilan sering terjadi terutama masalah kedisiplinan spesialis
kolaborasi. Dokter umum merasakan adanya sikap dalam mentaati jadwal jaga yang telah ditetapkan.
arogansi yang ditunjukkan oleh beberapa individu Ketidakhadiran spesialis untuk melakukan penilaian
spesialis, bahkan sebagian besar dokter umum telah langsung terhadap pasien juga menimbulkan perbe-
menganggapnya sebagai bagian dari risiko pekerjaan. daan pendapat antara dokter umum dan spesialis,
“Spesialis terkadang marah..., akibatnya kami terutama pada kasus-kasus yang membutuhkan tin-
tidak berani mengambil tindakan karena takut dakan operasi segera. Hal ini menunjukkan ketidak-
dimarahi. Spesialis sering menyepelekan
dokter umum...” (D2) patuhan spesialis terhadap aturan rumah sakit.
“…Dokter spesialis tersebut mengambil
keputusan hany a berdasarkan laporan
Kedekatan pribadi antar individu dokter mening- dokter jaga di RS pengirim saja... Saya ingin
katkan rasa percaya diri dokter umum dalam berko- beliau datang untuk menilai keadaan pasien,
munikasi dengan spesialis, terutama dialami oleh tapi tidak bersedia, namun langsung
dokter-dokter umum yang lebih senior. Demi kepen- menginstruksikan persiapan operasi
cito…”(D1).
tingan keselamatan pasien beberapa dokter umum
memiliki keberanian untuk meminta pendapat spesia- 3. Evaluasi terhadap upaya manajemen RS
lis yang lain untuk second opinion jika terjadi keragu- dalam mendukung kolaborasi antara dokter
an dan perbedaan pendapat dengan spesialis yang umum dengan spesialis di instalasi gawat
dimintai konsultasi sebelumnya. darurat
“….saya second opinion ke dokter anak yang
ada dan ternyata setuju bahwa sepertinya a. Upaya untuk mengatasi faktor individu
bukan kasus akut dan cito. Pada akhirnya dokter yang menghambat kolaborasi
dokter bedah marah... karena saya lihat untuk Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya me-
kepentingan pasien kenapa saya harus nyiapkan dokter umum yang kompeten belum opti-
takut.” (D2)
mal pelaksanaannya. Proses rekrutmen dokter
Pada beberapa kasus ternyata hasil penilaian umum bervariasi, belum terstandarisasi, dan seba-
klinik dokter umum lebih tepat dari penilaian spesialis gian belum melalui proses kredensial. Hal ini antara
namun dokter umum kurang berani untuk berdiskusi lain disebabkan sulitnya mencari dokter umum yang
atau berargumentasi dengan spesialis, terlebih saat telah memenuhi persyaratan yang diinginkan, serta
berada dihadapan orang tua pasien, sehingga dengan peran komite medik yang belum optimal dalam kre-
terpaksa mengikuti instruksi spesialis. densial dokter baru, sedangkan kebutuhan pengisian
“Pernah ada kejadian berdasarkan hasil dokter harus cepat dipenuhi. Pemberian materi pem-
pemeriksaan saya ngotot untuk dirawat di bekalan calon dokter jaga meliputi kemampuan tek-
PICU tapi ternyata spesialis tidak setuju..., nis medis dan kemampuan berkomunikasi, termasuk
ternyata 1 jam di ruangan perawatan terjadi cara melaporkan kasus ke spesialis pada pelaksa-
kesulitan pemasangan infus sehubungan
dengan kondisi pasien yang sudah berat, naannya belum berjalan secara seragam ke seluruh
pasien apnoe dan akhirnya meninggal” (D2). calon dokter jaga karena masih belum adanya
standar.
Hal ini juga dikarenakan masyarakat lebih “Idealnya dokter emergency harusnya bisa
percaya kepada spesialis daripada dokter umum ACLS, ATLS dan paling tidak sudah ada
sertifikasi, tapi ternyata masih ada beberapa
walaupun pada akhirnya beberapa kasus yang terpaksa kita terima tanpa pelatihan
mengakibatkan keterlambatan penatalaksanaan, tersebut” (M2).
bahkan berdampak fatal sampai kematian pasien.
Permasalahan kolaborasi juga terjadi karena Kegiatan pendidikan dan pelatihan untuk me-
kurang dipatuhinya kebijakan RS dan keputusan ningkatkan kompetensi dokter umum belum secara
komite medik oleh spesialis. rutin dilakukan oleh manajemen, dan biasanya hanya
“Pernah dalam hal tata laksana pada bayi dilakukan menindaklanjuti setelah terjadinya suatu
dengan nebulizer pada bayi kurang dari satu kasus. Penilaian terhadap kompetensi dokter umum
tahun kami tidak boleh memberikan
nebuliz er dengan combivent menurut yang dilakukan secara sistematis belum dilakukan.
standar pelayanan medik, namun… kami “Masalah kesenjangan kompetensi biasanya
terpaksa mengikuti instruksi spesialis terungkap pada pembahasan kasus, ...
walaupun saya tahu itu melanggar standar” sedangkan penilaian yang khusus belum
(D3). pernah dilakukan” (M1).

40  Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 17, No. 1 Maret 2014


Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

Pertemuan pembahasan kasus yang diadakan lam meningkatkan rasa percaya diri dokter umum
manajemen yang seharusnya dapat dimanfaatkan sehingga dapat mempercepat pengambilan keputus-
untuk menambah pengetahuan dan mengakrabkan an. Budaya menyalahkan yang masih terjadi mem-
ternyata tidak dihadiri oleh dokter jaga paruh waktu buat dokter umum semakin tidak percaya diri karena
yang menangani kasus. Selain itu suasana “blam- selalu menjadi pihak yang dipersalahkan. Peneliti
ing” masih terjadi, dan spesialis masih mendominasi mengikuti salah satu rapat pembahasan kasus dan
proses diskusi. Upaya untuk mengakrabkan dokter mendapatkan situasi dimana bahwa dokter umum
melalui pertemuan-pertemuan informal secara rutin paruh waktu yang langsung menangani kasus terse-
belum dilaksanakan. but tidak hadir karena keterbatasan waktu sehubung-
an masih bertugas di tempat lain. Situasi diskusi
b. Upaya dalam pengelolaan pelayanan dalam pertemuan yang bersifat formal ini cenderung
medis di instalasi gawat darurat didominasi oleh spesialis.
Panduan praktik klinik belum lengkap terutama “... padahal jelas tertulis di status, dokter IGD
tentang indikasi rawat. sudah mengusulkan rawat PICU tapi DPJP
merasa belum perlu. Kembali lagi yang
“… untuk di IGD kita dihadapkan dengan suatu
disalahkan tetap dokter umumnya, padahal
kondisi emergency yang harus ditangani seca-
dia sudah mengingatkan, jadi menurut saya
ra cepat, misal bagaimana menangani pasien
sangat membantu kalau manajemen mau
dengan kejang, dengan sesak napas, trauma,
back-up dokter IGD yang disalahkan” (D3)
standar pelayanan berupa algoritma berda-
sarkan gejala jauh lebih dibutuhkan” (D1)
Kegiatan pertemuan non formal antar dokter un-
Penyusunan panduan praktik klinik belum selu- tuk tujuan keakraban yang dilaksanakan secara ru-
ruhnya melibatkan spesialis. Kondisi ini berakibat tin oleh manajemen belum ada. Dokter umum dan
seringnya terjadi perbedaan pendapat antara dokter spesialis mengharapkan adanya pertemuan yang
umum dan spesialis pada saat pelaksanaannya. Kri- bersifat non formal agar mereka saling mengenal le-
teria yang telah dijadikan standar dalam penentuan bih dekat. Pernah dilakukan beberapa kali pertemuan
indikasi rawat hanya ada untuk perawatan NICU dan yang mendatangkan dokter jaga IGD. Hasilnya lebih
PICU, dan ternyata hal itu dapat mengatasi sebagian mengakrabkan antar dokter, saling mengenal secara
masalah perbedaan pendapat. pribadi, sehingga dokter jaga tidak terlalu takut lagi
Permasalahan kolaborasi merugikan pasien untuk melapor dan berdiskusi dengan spesialis.
karena dokter umum tidak berani menyampaikan dan
berdiskusi dengan spesialis untuk menyampaikan c. Upaya pembinaan disiplin staf medis untuk
pendapatnya. mematuhi kebijakan RS
”Saya sudah mengingatkan kondisi pasien Sistem pembinaan profesi dokter yang meliputi
tapi spesialis berpendapat lain dan itu terjadi mekanisme atau proses penegakan disiplin jika ter-
di hadapan pasien, sehingga saya tidak berani jadi pelanggaran pada etika profesi maupun admin-
meneruskan dan akhirnya say a mengikuti
instruksinya” (D2) istratif belum diatur secara terinci baik di dalam hos-
pital bylws, medical staff bylaws, maupun kontrak
Belum seluruh dokter baik dokter umum mau- kerja dokter.
pun spesialis memahami dan mengimplementasikan “Pemberian sanksi terhadap dokter y ang
melakukan kesalahan belum berjalan dengan
kebijakan tentang dokter penanggung jawab pela- baik… Ketidaktegasan manajemen dalam
yanan (DPJP) di instalasi gawat darurat, sehingga membina spesialis y ang bermasalah
dalam prakteknya masih sering terjadi kesalahpa- membuat dokter umum semakin sulit untuk
haman. Sebagian dokter umum menyatakan kebijak- melaksanakan aturan...” (M1).

an ini cukup membantu dokter umum dalam mence-


gah keterlambatan pelayanan. Peran kepala IGD dalam menjembatani kola-
“… dokter jaga tahu sebenarnya tentang kebi- borasi antara dokter umum dengan spesialis sangat
jakan Dokter Penanggung Jawan Pasien dibutuhkan, sehingga harus menguasai permasa-
(DPJP) tersebut tetapi tetap saja belum bera- lahan di lapangan dan memiliki kepemimpinan yang
ni. Seharusnya kebijakan ini harus dipahami kuat.
juga oleh spesialis sehingga mereka me-
“Kepala IGD harus betul-betul menguasai as-
ngerti tanggung jawab dokter umum...” (M1)
pek klinik, memiliki keberanian dan kemam-
puan berkomunikasi yang baik sehingga
Kebijakan RS tentang konsultasi ke atasan se- dapat membantu meny elesaikan masalah-
cara berjenjang saat terjadi keraguan dokter umum masalah kolaborasi antara spesialis dan
dalam pengambilan keputusan cukup membantu da- dokter jaga...”(D1).

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 17, No. 1 Maret 2014  41


Lussy Messiana Gustantini, dkk.: Upaya Manajemen Rumah Sakit

PEMBAHASAN implementasinya di lapangan termasuk pengawasan


Penelitian ini membuktikan adanya permasalah- terhadap profesi dokter khususnya kepatuhannya da-
an dalam kolaborasi antara dokter umum dengan lam menjalankan standar. Peneliti menemukan bah-
spesialis, berupa ketidaksepakatan dalam pengam- wa terjadi ketidakpatuhan spesialis terhadap peratur-
bilan keputusan terapi maupun tindakan medis yang an rumah sakit. Spesialis umumnya resisten terha-
akan dilakukan terhadap pasien, yang akhirnya me- dap pedoman, cenderung kurang menerima dan kha-
micu tumbuhnya hubungan yang kurang harmonis watir akan kehilangan otonomi mereka8. Belum ter-
sebagai suatu tim kerja. Dokter umum merasa pen- sosialisasinya kebijakan dan standar pelayanan
dapatnya kurang dihargai oleh spesialis, sebaliknya kepada seluruh dokter di RS tempat penelitian dapat
spesialis kurang mempercayai dokter umum. menjadi penyebab terjadinya ketidaksesuaian antara
Dua atau lebih profesional dapat berkolaborasi, pelaksanaan di lapangan dengan kebijakan dan stan-
namun jika tidak ada pengambilan keputusan secara dar yang telah ditetapkan oleh manajemen. Belum
bersama maka kerja tim tidak terjadi, padahal kerja terlaksananya kebijakan rumah sakit yang mengatur
tim adalah bagian dari kolaborasi4. Banyak hambatan sistem rekrutmen dokter umum termasuk proses kre-
menyatukan dokter dalam proses kolaborasi karena densial dan standarisasi pelatihan yang dipersyarat-
adanya tanggung jawab terhadap pengambilan kepu- kan dalam pembekalan awal merupakan sebagian
tusan5. kontribusi manajemen terhadap permasalahan ini.
Kurangnya kepercayaan spesialis kepada dok- Pertemuan pembahasan kasus yang diadakan
ter umum paling sering dikemukakan sebagai faktor oleh rumah sakit merupakan salah satu sarana untuk
yang mendasari permasalahan kolaborasi, utamanya meningkatkan kompetensi dokter umum namun
adalah karena kurangnya kompetensi klinik dokter tidak dihadiri oleh dokter umum yang terkait langsung
umum sebagai dokter jaga IGD termasuk cara pela- dengan kasus yang terjadi. Pertemuan dirancang
poran kasus yang kurang informatif. Kepercayaan ketika dokter umum dan spesialis membahas area
didasari oleh persepsi terhadap kompetensi orang yang tumpang tindih dalam pelayanan dan kolabo-
lain, tanpa kepercayaan tampaknya tidak mungkin rasi, serta alih pengetahuan dan saling mengenal
membangun pendekatan kolaborasi3. Suatu hubung- satu sama lain9.
an kolaboratif tidak dapat dibangun jika setiap indi- Peneliti mendapatkan belum lengkapnya stan-
vidu tidak menghargai kompetensi individu yang lain6. dar pelayanan yang sangat dibutuhkan sebagai pedo-
Penelitian ini membuktikan bahwa dokter umum man oleh dokter jaga berakibat banyaknya variasi
paruh waktu kurang dapat dipercaya oleh spesialis dari masing-masing individu dokter dalam langkah-
dibandingkan dengan dokter umum purna waktu. langkah penatalaksanaan pasien. Adanya standar
Ketidaklengkapan standar menimbulkan ba- tentang indikasi perawatan Neonatal Intensive Care
nyaknya variasi dalam pemberian layanan yang me- Unit (NICU) dan Pediatric Intensive Care Unit (PICU)
micu timbulnya perbedaan pendapat antara dokter yang disusun dengan melibatkan spesialis terbukti
umum dan spesialis. Kebutuhan adanya algoritme dapat mengurangi perbedaan pendapat. Standarisasi
yang berisi langkah-langkah penatalaksanaan pasien dan proses yang konsisten penting dalam komplek-
yang datang dengan kondisi kegawat-daruratan ter- nya manajemen kesehatan, setiap standarisasi dihu-
tentu merupakan pedoman yang akan mengurangi bungkan dengan kontrol birokrasi yang berbeda
perbedaan pendapat. dengan otonomi profesional10.
Kolaborasi terfasilitasi ketika para dokter menge- Dokter umum merasakan dapat berkolaborasi
nal satu sama lain secara lebih personal. Interaksi baik dengan spesialis jika terjadi kedekatan secara
antar dokter umum dan spesialis terutama terjadi individu satu sama lain, terutama dirasakan oleh dok-
hanya pada saat penanganan kasus, sehingga mere- ter umum dengan masa kerja yang lebih lama, se-
ka kurang mengenal satu sama lain. Dokter umum dangkan dokter umum baru sering merasakan sikap
merasakan sikap arogansi dari spesialis. Sebuah arogansi spesialis terhadap mereka. Manajemen
hirarki menyebabkan kesenjangan antara spesialis berupaya membentuk budaya belajar dan budaya
dan dokter umum yang dapat menjadi hambatan pen- tidak saling menyalahkan namun pelaksanaannya
ting dalam praktik kolaborasi7. Kedekatan secara belum berjalan konsisten. Sikap menyalahkan terha-
individu terbukti sangat membantu dokter umum da- dap dokter umum masih tampak dan mudahnya
lam berkolaborasi tanpa disertai rasa takut, terutama manajemen menjatuhkan sanksi. Baik dokter umum
dirasakan oleh dokter umum yang lebih senior. maupun spesialis menginginkan adanya pertemuan
Manajemen telah membuat regulasi dan stan- informal namun manajemen kurang memfasilitasinya.
darisasi dalam pelayanan namun kurang ditindak- Pertemuan informal kadang lebih efektif daripada per-
lanjuti dengan sosialisasi dan pengawasan terhadap temuan formal11. Ketiadaan aturan rinci yang me-

42  Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 17, No. 1 Maret 2014


Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

nyangkut pembinaan profesi staf medis berkontribusi da seluruh dokter memicu terjadinya perbedaan
terhadap belum terlaksananya secara konsisten tin- pendapat antara dokter umum dan spesialis.
dakan terhadap dokter yang melakukan pelanggaran. Kondisi di atas juga diperberat dengan belum
Hal ini berdampak pada tidak adanya perubahan optimalnya sistem pengawasan dan pembinaan ser-
perilaku dokter yang bersangkutan dan kesalahan ta kurangnya ketegasan manajemen terhadap terja-
yang sama cenderung terulang kembali. dinya pelanggaran yang dilakukan oleh staf medis.
Kebijakan tentang dokter penanggung jawab pe- Penelitian ini juga menekankan bahwa manajemen
layanan belum berjalan optimal sehingga dilema ma- harus mengimplementasikan hospital bylaws secara
salah pengambilan keputusan masih sering terjadi. mengikat bagi semua pekerja rumah sakit agar ham-
Belum adanya sanksi atau tindakan tegas dari mana- batan dalam kerja sama antar dokter, isu personal,
jemen terhadap pelanggaran yang terjadi terhadap arogansi profesi dan profesional bias dalam praktik
peraturan yang berpotensi membuat kebijakan/per- kedokteran tidak lagi menjadi sumber layanan yang
aturan rumah sakit menjadi kurang efektif pelaksa- buruk.
naannya. Situasi ini membuat dokter umum menjadi
kurang berani bersikap tegas dan percaya diri dalam DAFTAR PUSTAKA
menghadapi spesialis yang diketahuinya tidak me- 1. Baker, DP, Day, R, & Salas, E (2006) Teamwork
matuhi kebijakan maupun peraturan rumah sakit, se- as an Essential Component of High-Reliability
lain itu juga terjadi kesulitan dalam melakukan fungsi Organizations. Health Research and
kontrol terhadap para dokter terutama spesialis. Educational Trust Part II; 41 (4): 1475-6773
Keberhasilan dari penerapan standar membu- 2. Creswick, N, Westbrook, JI and Braithwaite, J
tuhkan kolaborasi antara klinisi dengan manajer (2009) Understanding Communication Networks
RS12. Hambatan dalam kolaborasi interdisiplin, bah- in The Emergency Department. BMC Health
wa organisasi kesehatan penuh dengan kesulitan Services Research; 9:247
berupa lemahnya kepemimpinan, dan rentan terha- 3. D’Amour, D, Goulet, L, Labadie, J (2008) A Model
dap tuntutan banyak profesi yang berusaha menge- and Typologi of Collaboration Between
lola praktik profesi mereka masing-masing10. Professionals in Healthcare Organizations. BMC
Health Services Research 8:188
KESIMPULAN 4. Xyrichis, A & Ream, E (2008) Teamwork: A
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RS Concept Analysis. Journal of Advances
‘Sehati’, dibuktikan adanya permasalahan kolaborasi Nursing;61(2):232-241
antara dokter umum dan spesialis dalam penatalak- 5. Whitehead, C (2007) The Doctor Dilemma in
sanaan pasien di IGD. Faktor-faktor individu dokter Interprofessional Education and Care: How and
merupakan unsur utama yang berkontribusi terhadap Why Will Physicians Collaborate? Medical
timbulnya permasalahan ini terutama kurangnya Education; 41: 1010–101 25.
kepercayaan spesialis terhadap kompetensi dokter 6. McCallin, AM (2006) Interdisciplinary
umum, selain itu faktor kedekatan individu antara Researching: Exploring the Opportunities and
dokter umum dengan spesialis, serta kurangnya Risks of Working Together, Nursing and Health
kepatuhan dokter dalam melaksanakan kebijakan Sciences; 8: 88–94 5.
dan peraturan yang telah ditetapkan oleh RS. 7. Berendsen, AJ, Benneker, WHGM, Schuling,
Evaluasi terhadap upaya-upaya yang telah dila- J, et al (2006) Collaboration with general
kukan oleh manajemen dalam mendukung proses practitioners: preferences of medical specialist
kolaborasi antara dokter umum dan spesialis terbukti a qualitative study. BMC Health Services
belum efektif dengan adanya beberapa kondisi yang Research, 6:155
ditemukan yaitu; 1) belum terlaksananya secara kon- 8. Hanafiah, MJ (2009) Etika Kedokteran dan
sisten proses kredensial serta program pembekalan Hukum Kesehatan, edisi 4
yang menentukan tingkat kompetensi dokter umum 9. Annette J Berendsen*, Annegriet Kuiken, Wim
sebagai dokter jaga IGD sehingga akhirnya membuat HGM Benneker, Betty Meyboom-de Jong, Theo
kurangnya kepercayaan spesialis terhadap dokter B Voorn and Jan Schuling (2009) How Do
umum; 2) upaya mendekatkan antar individu dokter General Practitioners and Specialists Value
melalui untuk menjalin komunikasi dan keakraban Their Mutual Communication? A Survey. BMC
belum dilaksanakan secara rutin; serta 3) standar Health Services Research; 9:143
pelayanan yang tidak lengkap serta belum tersosia- 10. Heckscher, C, Rubinstein, S, Flynn, L, et al
lisasinya kebijakan dan standar pelayanan RS kepa- (2008) Collaboration and the Quality of Health
Care Delivery

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 17, No. 1 Maret 2014  43


Lussy Messiana Gustantini, dkk.: Upaya Manajemen Rumah Sakit

11. Gittell, JH, Seidner, R, Wimbush, J (2009) A 12. The Governance Institute (2009) Leadership in
Relational Model of How High-Performance Work Healthcare Organization, a Guide to Joint
Systems Work. Organization Science, Articles Commission Leadership Standards. San Diego.
in Advance pp 1-17.

44  Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 17, No. 1 Maret 2014

You might also like