You are on page 1of 18
urnal Heder Internasional International Law Making ‘Convention for the Unification of Certain Rules for International Carriage by Air (Montreal Convention) 1999 Konsep (Concept) Convention for the Unification of Certain Rules for International Carriage by Air 1999 (Konvensi Montreal) merupakan inisiatif yang diajukan oleh International Civil Aviation Organization (ICAO) dalam rangka memodemisasi Convention for the Unification of Certain Rules relating to International Carriage by Air 1929 (Konvensi Warsawa). Konvensi Montreal mempertahankan prinsip universalitas dan aspek-aspek yang terdapat dalam Sistem Konvensi Warsawa, serta menekankan pada ketentuan-ketentuan ganti rugi yang tidak ierbatas. Konvensi Montreal mengbasilkan dua (2) perubahan yang signifikan dati Konvensi Warsawa, yaitu mengenai: 1. Rezim ganti rugi tanpa batas; dan 2, Kemampuan bagi para penumpang untuk memilih bukum nasional mereka dalam mengajukan Klaim. Konvensi Montreal memperkenalkan 2 tingkat sistem ganti rugi, yaitu: 242 Indonesian tourna! of International Lane Internationel Law Making *Tingkat pertama, menaikkan ganti rugi hingga 100.000 ‘Special Drawing Rights' (sckitar US$ 135.000) per korban terlepas dari adanya kesalahan. Tingkat kedua, mengijinkan perusahaan (carrier) untuk menggunakan pembelaan hukum tertenta untuk Klaim di atas 100.000 Special Drawing Rights, totapi ‘tanpa batasan ganti rugi. Konvensi Montreal juga mempunyai 4 tambahan keistimewaan penting lainnya, yaitu: © Perusahaan pengangkutaa (carrier) wajib mempertahankan jumizh jaminan asuransi yang sesuai untuk menutupi ganti rugi yang mungkin timbul; ‘@ Tindaken hukum sebagai akibat dari kematian atau luka-luka dari penumpang, dapat dibawa ke negara utama dari penumpang dan ke negara tempat tinggal tetap (permanent residence) dati penumpang yang bersangkutan, sepanjang perasahaan pengangkutan aktif beroperasi di yurisdiksi negara bersangkutan; © Perusahaan pengangkutan berwenang menggunakan proses dokumentasi ciektronik moder, untuk hal-hal soperti tiket penumpang dan konosemen udara (air waybill), untuk kargo; * Hukum —nasional dapat mevajibkan _perusahaan pengangkutan untuk mendahuluken pembsyaran guna ‘membantu orang-orang yang berhak dan yang mempunyai Kebutuhan ckonomi mendesak. Jumlah pembayaran yang mendesak ‘ersebut akan menjadi subyck dari hukum nasional dan dikurangi dari penetapan akhir. * Special Drawing Rights mewekili suata “keranjang” wang ciptaan International Monetary Fund (IMF) watuk kegunaan akuntansi intemal untuk emas sebagai standar dunia, seperti dilutip dari rlhererw cangolaw. i clihiml. Volume 3 Nomor 2 Januari 2006 243 Jurnal Huber tnternasional Latar Belakang (Background) Pembentukan Konvensi ini dilatarbelakangi oleh perluaya kontribusi yang signifikan bagi Konvensi Warsawa, pentingnya memodernisasi dan mengkonsolidasikan Konvensi Warsawa dengan instrumen-instrumen yang terkait, schingga tercipta suatu harmoni dari hukum perdata udara internasional. Konvensi ini juga dibentuk mengingat pentingnya suata perlindungan terhadap Kepentingan para konsumen dalam bidang pengengkuten udara internasional dan kebutuhan akan adsaya kompensosi yang seimbang berdasarkan pinsip restitusi (the principle of restitution), kebutuhan akan Ketertiban operasi transportasi udara internasional, arus penumpang; dan kargo yang sesuai dengan prinsip-prinsip dan ‘iujuan dati Convention on International Civil Aviation (Konvensi Chicago 1944), Keberlakuan (Entry into Force) Koavensi ini terbuka untuk ditandatangani di Montreal pada 28 Mei 1999 oleh negara-negara yang berpartisipasi dalam Konferensi Internasional mengenai Hukum Udara (international Conference on Air Laws), yang diselenggarakan di Montreal sejak 10 hingga 28 Mei 1999. Konvensi ini juga terbuka untuk ditandatangani oleh negara- negara lainnya dan oleh Regional Economic integration Organisations setelah 28 Mei 1999 di Markas Besar International Civil Aviation Organization (ICAO), Montreal. Konvensi ini mulai berlaka pada hari ke-60 setelah masuknya instrumen ratifikasi, acceptance, approval, atau accession ke-30 (Pasal 53). Dengan melakukan ratifikasi tethadap Konvensi Montreal maka bagi negara-negara peratifikasi konvensi ini juga akan berlaku Keientuan-ketentuan yang terdapat dalam Sistem Warsawa. Sementara itu, bagi negara-negara yang meraiifikasi Konvensi Warsawa tetapi tidak meratifikasi Konvensi Montreal maka akan. timbul masalah dalam hal keseragaman pengaturan di bidang pengangkutan udara. Konvensi ini mulai berlaku pada 4 November 2003, dan sudah beranggotakaa 69 negara. 244 Indonesian Journal of Internetional Law International Law Making kepentingan-kepentingan konsumen internasional dan adaaya kebutnhaa kompensasi yang sesuai dengan prinsip restitusi (the principle of restitution). Konvensi ini diterapkan untuk semua _pengangkutan intemnasional baik itu pengangkutan orang, barang, atau kargo yang disclenggarakan oleh perusahaan penerbangan yang bersifat ‘menguntungkan (Pasal 1 (1). Konvensi ini juga dapat diterapkan ‘erhadap pengangkutan yang dilakukan oleh perusabaan penerbangan non-profit. Dalam Konvensi ini ditentukan “pengangkutan internasional” adalah pengangkutan, yang dilakukan berdasarkan perjanjian antar para pibak, dimana tempat keberangkatan dan tempat tujuannya tertentu di wilayah dua negara, stan di wilayah satu negara yang tempat pemberhentiannya berada di negara lain, termasuk di dalam negara bukan pihak konvensi @asal 1 (2)). Pengangkutan yang dilakukan beberapa angkutan penerbangan, sesuai dengan Konvensi ini, dapat dianggap sebagai satu pengangkutan yang tidak terpisah apabila oleh para pihak dianggap sebagai satu operasi, baik yang sudah disetujui dalam satu kontrak maupun dalam beberapa kontrak penganglartan tersebut dan tidak kehilangan karaktermya sebagai pengangkutan internasional karena kontrak-kontrak tersebut (Pasal 1 (3). Konvensi ini berlaku juga untuk pengangkutan yang diselenggaraken oleh negara atau oleh suatu badan hukum asalkan sesuai dengan syarat-syarat yang diatur daiam Pasal i (Pasal 2 (1)). perusahaan pens benda pos (Pasal 2 (2). Berdasarkan Pasal 2 (3) maka ketentuan- ketentuan dalam Konvensi ini tidak dapat diberiakukan terhadap pengangkuian benda-benda pos, kecuali yang telah diatur dalam Pasal 2 (2). Volume 3 Nomor 2 Jansari 2006 245 Jurnal Huleen Interrasional Berkaitan dengan tanggung jawab tethadap kematian dan luke: juka yang menimpa penumpang, seria tanggung jawab terhadap kerusakan barang-barang, diatur dalam Pasal 17. Dalam Pasal 17 ayat 2 disebutkan dalam hal terjadi kehancuran atau kebilangan atau kerasakan barang-barang bawaan yang telah diperiksa, yang terjadi di daiam pesawat terbang, maka hal ini merupakan tanggung jawab dari ara pengangkutan (carrier), kecuali kerusakan tersebut ‘merupakan kerusakan bawaan, kualitas atau sifat buruk dari barang- barang ‘bawaan yang bersangkutan. Terhadap .barang-berang bawaan yang tidak diperiksa, termasuk barang-barang bawaan pribadi, bila terjadi kerusakan yang disebabkan oleh kesalahan dari perusahaan pengangkutan (carrier) tersebut, atau kesalahan dari pegawai-pegawai ataupun agen-ageunya, maka tanggung jawab juga dipikul oleh perusahaan pengangkutan (carrier). Tindaken yang menycbabkan kerugian, baik disebabkan oleh Konvensi ini, afau kontrak, atau perbuatan melawan hokum (PMH), hanya dapat diterapkan ketentuan terientu dan pertanggungjawaban yang sesuai dengan yang ditentukan dalam Konvensi ini. Hal ini tanpa mempertanyakan siapa yang dapat mengajukan gugatan dan apa hak mercka (Pasal 29). Sciap klaus yang terdapat dalam perjanjian pengangkutan dan setiap perjanjian-perjanjian ktusus yang berlaku sebelum terjadinya kerusakan dimana para mengaku tclah melanggar ketentuan-ketentuan Konvensi, baik dengan memutuskan berlakunya suatu peraturan atan dengan mengubah aturan-aturan disesuaikan dengan yurisdiksi, dapat dibatalkan dan dinyatakan tidak berlaku (Pasal 49). Konvensi ini berlaku juga bagi setiap aturan-aturan yang diterapkan tethadap pengangkutan udara internasional: (1) antara negara-negara angola Konvensi berdasarkan negara-negara yang menjadi anggota dari (a) Convention for the Unification of Certain Rules relating to International Carriage by Air signed at Warsaw on 12 October 1929; (b) Protocol to amend the Convention for the Unification of Certain Rules relating to International Carriage by Air signed at Warsaw on 12 October 1929, done at The Hagur on 28 September 1955; (@) the Convention, Supplementary to the Warsaw Convention for the Unification of Certain Rules relating to Indonesian Journal of International Law International Law Making International Carriage by Air Performed by a Person other than the Contracting Carrier, signed at Guadalajara on 18 September 1961; (@ the Protocol to amend the Convention for the Unification of Certain Rules relating to International Carriage by Air on 12 October 1929 as amended by the Protocol done at The Hague on 28 September 1955, signed at Guetamata City on 8 March 1971; (€) Additional Protocol Nos. } to 3 and Montreal Protocol No. 4 ta amend the Warsaw Convention as amended by The Hague Protocol or the Warsaw Convention as amended by both The Hague Protocol and the Guatemala City Protocol, signed at Montreal on 25 September 1975; (2) dalam wilayah suatu negara anggota Konvensi Montreal dengan negara-negara yang menjadi anggota dari satu atau lebih perjanjian intemasional yang diatur dalam bagian (a) hingga (e) tersebut di atas (Pasal 55). Bagi negara-negara yang memiliki Iebih dari satu sistem hukum maka berlaku ketentuan dalam Pasal 56, yaitu (1) bila suata negara memiliki dua ataw lebih kesatuan wilayah dengan perbedaan sistem hhukum dalam pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam Konvensi ini, dapat menyatakan perluasan berlakunya Konvensi ini di schuruh ‘esatuan wilayah mereka atau hanya di satu atau lebih wilayahaya, pada saat penandatanganan, ratifikasi, acceptance, approval, atau accession, dengan cara mengajukan deklarasi sctiap saat; (2) setiap deldarasitersebut vajib diberitahukan kepada depositary daa wajib dinyatakan segera di kesatuan wilayah dimana Konvensi tersebut diberlakukan; dan (3) berkaitan dengan negara anggota Konvensi yang telah membuat suata deklarasi: (a) sesuai dengan Pasal 23 maka “national currency” yang dipakai adalah mata wang yang sesvai dengan kesatuan wilayah dari negara yang bersangkuian; dan (b) sesuai dengan Pasal 28 “national iaw” yang dipakai adalah bukum yang berlaku di wilayah ‘yang. bersangkutan. Tethadap ketentuan-ketentuan Konvensi ini tidak ek dapat dilakukan reservasi, Kecuali negara anggota Konvensi tersebut memberikan suatu pemberitahuan kepada depositary yang menyatakan bahwa Konvensi ini tidak diberlakukan tethadap: (a) peagangkutan udara intenasional yang dilakukan dan dioperasikan langsung oleh negara tersebut tidak dimaksudkan untok kepentingan komersial sesuai fiangsi dan tugasnya sebagai negara yang berdaulat (maskapai Volume 3 Nomor 2 Januari 2006 247 urna fluke Internasional penerbangan nasional suatu negara); dan/atau (b) pengangkutan orang, Kargo, dan barang-barang untuk otoritas militer dalam pesawat yang terdaftar atau disewakan oleh negara tersebut, dilakukan sepenubnya oleh otoritas militer tersebut sesuai dengan ‘kapasitasnya (Pasal 57). Materi-Materi Pokok (Main Topics) Konveasi Montreal terdiri dari 57 pasal yang terbagi dalam 7 bagian, yaitu: ‘* Bagian i meliputi ruang lingkup dari Konvensi. * Bagian Ii metiputi penggunaan dokumen-dokumen yang disyaratkan dan beberapa aspek mengenai kargo. Bagien 1M melipusi pembatason gan rugi den defnisi Peninjauan pembatasan, pembayaran, pembelaan en no a ears ne in ete © Bagian IV meliputi macam-macam jenis pengangkutan. * Bagian V meliputi kondisi dimana pengangkntan disediakan oleh suatu perusahaan pengangkutan (carrier) selain perusahaan pengangkutan (carrier) yang mengadakan perjanjian. © Bagian Vi meliputi ketentuan-ketentuan tein, seperti asuransi. © Bagian Vil meliputi ketentuan-ketentuan penutup yang berkaitan dengan keberlakuan Konvensi, penandatanganan, dan reservasi dari Koavensi. Konvensi ini secara umum membatasi keberlakuannya bagi pengangkutan komersial udara intemasional, termasuk penerbangan aniara 2 negara anggota Konvensi atau perjalanan pulang-pergi dari ‘suatu negara anggota Konvensi dengan tempat pemberhentian di negara Iain yang telah disetujui, tanpa mempethatikan apakan negara tersebut merupakan anggota Konvensi ini (Pasal 1). Konvensi ini mengatur mengenai pengangkuian udara yang 248 Indonesian Journal of International Lane Internationel Law Making diselenggarakan olch negara atau oleh suatu badan hukum sesuai dengan persyaratan dalam Pasal 1, dan pengangkutan tetbadap ‘benda-benda pos yang berhubungan dengan administrasi (Pasal 2). Dalam Pasal 3 Konvensi ini, diatur mengenai pengangkutan penumpang dan barang. Dalam ayat i, discbutkan bahwa untuk pengangkuian penumpang dibutuhkan dokumen-dokumen yang pemberhentian atan lebih dalam wilayah negara Iain, maka dibutubkan indikasi mengenai sekurang-kurangnya satu tempat pemberhentian, Semeniara itu, mengenai cara-cara selain dari yang distur dalam ayat 1 dapat diganti dengan mengantarkan dokumen- dokumen yang telah disebutkan dalam ayat 1 tersebut, dan apabila cameos kin teocbet yang digmalan, ‘maka pena bersangkutan (ayat 2). Dalam ayat 3, disebutkan bahwa perusabaan pengangkian eee ee a ee ee penumpang untuk setiap barang yang telah diperiksa, dan penumpang wajib diberikan pemberitabman tertulis keberlakuan ketentuan-ketentuan dalam Konvensi ini (ayat 4). Dalam hal pengangkutan kargo, wajib diberikan suatu konosemen udara (air waybili) (Pasal 4). Konosemen udara (air waybill) ‘ersebut harus mencakup: (a) indikasi dati tempat keberangkatan dan tempat tujuan; (b) apabila tempat keberangkatan, dan tempat tujuan dalam wilayah suatu negara anggota, atau apabila suatu tempat pemberhentian atau lebih dalam wilayah negara lain, maka dibutuhkan indikasi mengenai sckurang-kurangnya satu tempat pembethentian; dan (c) indikasi berat dari_pengiriman tersebut (Pasal 5). Pengirim barang dapat diwajibkan untuk smemenuhi semua aturan-aturan dari dinas pajak, kepolisian, otoritas publik lainnya, apabila dibutuhkan, untuk memberikan dokumen yang mengindikasikan mengenai sifat dasar kargo tersebut (Pasal 6. Volume 3 Nomor 2 Janvari 2006 249 Jurnal Hideurinternasionat Konosemen udara (air waybill) harus dibuat oleh pengirim barang (consignor). dalam tiga bagian. Bagian pertama untuk perusahaan pengsngkutan (carrier) dan ditandatangani oleh pengirim barang (consignor), bagian kedua untuk penetima barang (consignee) dan ditandatangani oich perusahaan pengangkutan (carrier) beserta pengirim barang (consignor), dan bagian ketiga ditandatangani oleh perusahaan pengangkutan (carrier) yang akan menyerabkan barang tersebut kepada pengirim barang (consignor) setelah kargo diterima. Tanda tangan dari perusahaan pei (carrier) dan pengirim barang (consignor) dapat dicetak atau dicap. Apabila, berdasarkan permintaan dari pengirim barang (consignor), perusahaan pengangkutan (carrier) yang membuat konosemen udara (air waybill), maka perusahaan pengangkutan dianggap melakukannya atas nama pengirim barang (consignor) (Pasal 7). Scmentara itu, apabila terdapat lebih dari satu paket, maka: (a) perusahaan pengangkutan (carrier) bethak mewajibkan. pengirim barang (consignor) untuk membuat konosemen udara (air waybiil) yang texpisah; dan (b) pengitim barang (consignor) berhak perusahaan —_ pengan; mempengaruhi keberadaan atau validitas kontrak pengangkutan, dimana datam hal ini menjadi subyek dari ketentuan-Ketentuan daiam Konvensi ini termasuk yang berkaitan dengan pembatasan ganti rugi (Pasal 9). Pasal 10 mengatur mengenai tanggung jawab tethadap dokumentasi fakta-fakta, yaitu bahwa pengirim barang (consignor) berianggung jawab atas Kebenaran fakta-fakta dan pernyataan- pemyataan yang berkaitan dengan kargo, yang ditempatkan olehnya atau atas namanya, dalam konosemen udara (air waybill) atau yang dilengkapi olchnya atau atas namanya terhadap perusahaan penganglaitan atas penempatan dalam tanda terima kargo, atau penempatan dalam catatan yang dilakukan dengan cara- cara lain yang diatur dalam Pasal 4 ayat 2 (ayat 1); pengirim barang (consignor) wajib mengganti kerugian perusahaan pengangkutan (carrier) atas scluruh kerusakan yang diderita olebnya, atau oleh 250 Indonesian Journal of International Law International Law Making seseorang yang bertanggung jawab dari perusahaan pengangkutan (carrier), berdasatken alasan ketidakteraturan, ketidakbenaran, atau fdaklengkapan dckumen-dokumen dan jernyataan ‘yang diberikan oleh pengirim barang (consignor) atau alas namanya (eyat 2). Scmentara itu, berkaitan dengan ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 dan 2 Pasal ini, perusahaan pengangkutan (carrier) ‘wajib mengganti kerugian pengirim barang (consignor) atas seluruh erusakan yang diderita olehnya, atau oleh seseorang yang bertanggung jawab dari pengirim barang (consignor), berdasarkan jengkapan dokumen-dokumen dan pemyataan-pernyataan yang diberikan oleh perusahaan pengangkutan (carrier) atau atas namanya dalam tanda terima kargo atau di dalam catatan yang dilakukan dengan eara-cara lain yang diatur dalam Pasal 4 ayat 2 (ayat 3). Kondisi Kargo bukan merupakan bukti untuk —perusahaan pengangkutan (carrier), kecuali keduanya telah dinyatakan dalam konosemen udara (air waybill) atau tanda terima kargo, dan telah diperiksa dengan disaksikan oleh pengirim barang (consignor), atau ‘bethubungan dengan kondisi dari kargo yang bersangkutan (ayat 2). Pasal 12 mengatur mengenai kok pengaturan kargo. Berdasarkan pasal tersebut, pengirim barang _(consignor) mempunyai hak untuk mengatur kargo dengan cara meninggalkan 2 Prima facie: a fact presumed to be true’ unless disproved by some evidence to the contrary, seperti dikutip dari Henry Campbell, Black's Law Dictionary, (St. Paul: West Publishing Co,, 1990), hal. 1189. Volume 3 Nomor 2 Sarwari 2006 25h Jurnat Hakam Internasional kargo tersebut di bandara keberangkatan atau bandara tujuan, atau dengan meninggalkannya di setiap tempat pemberheatidn, aiau dengan. meminta agar kargo tersebut diantarkan ke tempat iujuan atau kepada orang sclain pencrima barang (consignee), atau il bandara dalam hal ini pengirim barang (consignor) haras membayat kembali semua pengehiaran yang telah dilakukan (ayat 1). Dalam ayat 2, discbutkan bahwa jika tidak mungkin untuk melaksanakan perintah dari pengirim barang (consignor), maka perusahean pengangkutan (carrier) wajib memberikan informasi kepada pengirim barang (consignor) secepat mungkin; sementara apabila perusahaan pengangkutan (carrier) melaksanakan perintah pengirim barang (consignor) dalam hal pengaturan kargo tanpa dilengkapi dengan bagian konosemen udara (air waybill) atau tanda ‘terima pengiriman kargo kepada pengirim barang (consignor), ‘maka perusahaan pengangkuian (carrier) akan bertanggung jawab tethadap setiap kerusakan yang mungkin timbul kepada orang yang bethak tethadap terscbut bagian konosemen udara (air waybill) atau ianda terima pengiriman kargo (ayat 3). Berdasarkan Pasal 13, penetima barang (consignee) bethak untuk mewajibkan perusahaan pengangkutan (carrier) untuk menganiar kargo kepadanya, atas pembayaran dari biaya-biaya yang sesuai dengan kondisi kargo, pada saat kargo tersebut tiba di ‘tempat tujuan (ayat 1). Apabila disctujui sebaliknya, perusahaan pengangkutan (carrier) bertugas untuk memberikan pemberitahuan kepada penerima baraag (consignee) segera setelah kargo tersebut tiba (ayat 2). Berdasarkan ayat 3, apabila perusahaan pengangkutan (carrier) mengakui telah kehilangan kargo tersebut, atau apabila kargo tersebut tidak juga tiba tujuh (7) hari setelah tanggal jatuh tempo, maka penerima barang (consignee) bethak untuk meminta kontrak pengangkutan kepada perusahaan pengangkutan (carrier). Penerapan hak-hak dari pengirim barang (consignor) dan hak- hak dari penerima barang (consignee) diatur dalam Pasal 14, yaitu bahwa pengirim parang (consignor) dan penerima barang (consignee) dapat menerapkan hak-hak mereka berdasarkan Pasal 252 Indonesian Journal of International Law International Lave Baking 12 dan Pasal 13, masing-masing atas namanya, baik mereka bertindak ates kepentingan mereka masing-masing atau atas kepentingan yang satu dengan yang lainnya. Sementara itu, antara pengitim barang (consignor) dengan penetima barang (consignee) atan hubungan dengan pihak ketiga distur dalam Pasal 15, dan dalam Pasal 16 diatur mengenai formalitas dari dinas pajak, kepolisian, dan otorites publik Jainnya. Hal-hal yang berkaitan dengan tanggung jawab dari perusahaan pengangkutan dan perluasan dari kompensasi atas kerusakan diatur dalam Pasal 17 hingga Pasal 37. Dalam Pasal 17 terdapat ketentuan, ‘yang berkaitan dengan tanggung jawab terhadap kematian dan luka- juka yang menimpa penumpang, serta tanggung jawab terhadap Kerusakan barang-barang. Dalam pasal tersebut discbutkan bahwa bila terjadi kematian atau luka-luka terbadap scorang penumpang daa terjadi kehancuran atau kehilangan atau kerusakan barang- barang bawaan yang telah diperiksa, yang terjadi di dalam pesawat terbang, maka dalam hal ini merupakan tanggung jawab dati Dee oa vas ioaia nl berate beens bewann oud ak ocala atau bila barang-barang bawaan yang telah diperiksa tersebut belum tiba 21 hati setelah tanggal jatuh tempo, maka penumpang berhak meminta haknya berdasarkan kontrak pengangkutan kepada perusahaan penganglaitan (carrier). Dalam Pasal 18 diatur mengenai tanggung jawab dari perusahaan pengangkutan (carrier) terhadap _kehancuran, kehilangan, dan kerusakan kargo. Pengeculian dai posal techut adalah kehancuran, kehilangan, dan kerusakan kargo yang merupakan akibat dari: (a) kerusakan yang melekat, kualitas, atau sifat buruk dari kargo tersebut; (b) kerusakan kemasan dari kargo Volume 3 Nomor 2 Januari 2006 253 Jurnal Hake Internasional yang disebabkan oleh seseorang yang bukan berasal dari Perusahaan pengangkutan (carrier) atau pegawai-pegawai atau agen-agennya; (c) perang atau konflik bersenjata; dan (d) tindakan dari otoritas publik yang dilakukan berkaitan dengan masuk, keluar ataupun transit dari kargo tersebut (ayat 2). Mengenai tanggung jawab dari perusahaan pengangkutan (carrier) terhadap kerusakan kargo yang terjadi akibat keterlambatan dan pengeculiannya diatur dalam Pasal 19. Sementara itu, dalam Pasal 20 diatur mengenai pembebasan dari tuduhan terhadap terjadinya kerusakan barang- barang, kematian, dan luka-luka yang menimpa penumpang, Mengenai jumiah kompensasi yang diperolch dalam kasus kematian atau juka-luka yang menimpa penumpang diatur dalam Pasal 21. Untuk kerusakan seperti pada Pasal 17 ayat 1 yang tidak ebih dati 100.000 Special Drawing Rights (SDR) untuk setiap penumpang, maka perusahaan pengangkutan (carrier) tidak dapat menarik diri atau membatasi diri dari ganti rugi, namun jika kerusakan tersebut lebih dari 100.000 Special Drawing Rights (SDR) untuk setiap penumpang maka perusahaan pengangkuian (carrier) tidak bertanggung jawab sepanjang _perusahaan pengangkutan (carrier) dapat membuktikan bahwa: (a) kerasakan tersebut bukan akibat dari kelalaian, aiau kesalahan, aan kesengajaan dari perusahaan pengangkutan (carrier), atan pepawai- Pegawai atan agen-agennya; (b) kerusakan tersebut merupakan akibat kelalaian, atau kesalahan, atan kesengajaan dari pihak ketiga. Sementara itu, batasan ganti rugi ierhadap keterlambatan dari barang-barang dan kargo diatur dalam Pasal 22. Pasal 23 mengatur mengenai konversi unit-unit keuangan. Dalam pasal terscbut disebutkan bahwa jumlah yang discbutkan dalam batasan Special Drawing Rights (SDR) dalam Konvensi ini horus dianggap mengacu pada Special Drawing Rights (SDR) yang ditentukan oleh International Monetary Fund (IMF), konversi dati sojumlah wang tersebui ke dalam mata uang nasional suatn negara dapat dilakukan sesvai dengan nilai mata uang terscbut terhadap batasan Special Drawing Rights (SDR) pada saat itu. Pasal 24 mengenai peninjawan kembali terhadap batasan besamya ganti rugi yang diatur dalam Pasal 21, 22, dan 23 akan ditinjau kembali oleh 254 Indonesian Journal of International Lane Incernational Law Making depositary slap 5 thu sek ‘Sementara itu, Pasal 25 mengatur lebih besar dari yang ditentukan dalam Konvensi atan tidak ditentukan sama sekali. Pasal 26 mengatur mengenai invaliditas ketentuan-ketentuan dari Kontrak, yaitu bahwa setiap ketenfuan yang bertujuan untuk melepaskan diri dari ganti rugi ataw memposisikan batas terendah dari yang ditentuken dalam Konvensi dapat dibatalkan dan dinyatakan tidak berlaku, akan tetapi pembatalan ketentuan tersebut tidak meliputi pembaialan sclurah kontrak. Pasal 27 mengatur mengenai kebebasan untuk membual suatu kontrak. Dalam Pasal 28 diatur mengenai advance payments’, yaitu bahwa Konvensi ini mengakui hak dari negara-negara anggota untuk memiliki hukum nasional mereka yang mensyaratkan perusabaan pengangkutan (carrier) mereka agar mengatur pembayaran yang sedemikian rupa dalam hal terjadi kematian atau Jukeuka terhadap penumpangaya dan untuk melakukan cara-cara Khusus berkaitan dengan masalah pembayaran tersebut. Sementara itu, dalam Pasal 29 diatur mengenai landasan pengajuan klaim, ‘yaita bila terdapat suat perbuatan yang menyebabkan kerusakan ketentuan-ketentwan yang lain, sesuai Konvensi ini hanya dapat dijadikan syarat-syarat dan batasan ganti magi, tanpa harus ‘mempertanyakan siapa pihak yang bethak mengajukan gugatan dan apa saja hak masing-masing pihak. Pasal 30 mengatur mengenai pegawai-pegawai, agen-agen, berkaitan dengan kesatuan Klaim- ‘kiaim. Pasal 31 mengatur mengenai pemberitahuan dari pengaduan yang tepat waktu, > Advance payment: a payment made in anticipation of a contingent or {fixed future liability or obligation, seperti dikutip dari Bryan A, Gamer, Black's Law Dictionary, 8° Ed, (St. Paul: West Publishing Co., hal. 1165. Volume 3 Nomar 2 Jatwart 2006 255 Jurnel Hulum Internasional Pasal 32 mengatur mengenai kematian dari orang yang bectanggung jawab. Dalam hal orang yang bertanggung jawab meninggal dunia, maka dapat diselesaikan dengan seseorang yang mewakili orang tersebut secara hmkum. Pasal 33 mengatur ‘mengenai yurisdiksi. Sementara itu, Pasal 35 mengatur mengenai batasan-batasan dati tindakan, yaitn bahwa hak terhadap kerusakan- kerusakan akan hilang bila tidek dilakukan suatu tindakan dalam waktu 2 tahun, terhitung sejak tanggal kedatangan di tempat tujuan, atau dati tanggal dimana pesawat terbang tersebut scharusnya tiba, atau dari tanggal pengangkutan tersebut bethenti; dan metode pethitungan periode tersebut ditentukan olch pengadilan yang memroses asus tersebut. Pasal 36 mengatur mengenai pengangkutan yang berturut-turut. Pasal 37 menyebutkan bahwa tidak ada ketentuan dalam Konvensi yang dapat digunakan bagi ‘unink dimintai hak pembayaran kembali apabila berhadapan dengan pibak ketiga. Dalam Pasal 38 diatur mengenei gabungan pengangkutan. Dalam Pasal 39 sampai Pasal 49 diatur mengenai pengangkutan udara yang diselenggarakan oleh pihak di luar Contracting Carrier. Pasal 40 mengatur bila actual carrier yang melakukan sebagian atau seluruh pengangkutan, yang menurut Pasal 39 dilakukan berdasarkan Konvensi ini, maka baik contracting carrier mapa eetual carrier merspakan subyek dari ketentuan-ketentuan Konvensi ini, kecuali ditentukan lain. Tindakan dan kelalaian dari actual carrier, potugas-petugas, dan agen-agen mercka dalam melaksanakan pekerjaan mereka, dalam kaitamya dengan Pengangkutan yang dilakukan oleh carrier tersebut, dapat yang dilakukan actual carrier dapat dikecualikan dari perluasan tanggung jawab yang diatur dalam Pasal 21, 22, 23, dan 24;,setiap perjanjian yang menyatakan bahwa contracting carrier mengabaikan kewajiban-kewajiban dari Koavensi ini tidak akan 256 Indonesian Journal of International Law International Law Making Berkaitan dengan pengangkutan yang dilakukan oleh actual carrier, jumlch kescluraban yang dapat diselamatkan dati perusabaan pengangkutan (carrier) dan dati contracting carrier, dari pogawai-pegawai dan agen-agen mereka yang bertindak sesuai uang lingkup tugas mercka, tidak botch melebihi jumalah tertinggi yang dapat diberikan, baik terbadap contracting carrier ian tethadap actual carrier, sesuai Konvensi ini, akan tetapi tidak satu ‘orang pun akan bertanggung jawab atas kelebihan dari batas yang berlaka bagi orang terscbut (Pasal 44). Berkaitan dengan pengangkautan yang dilakukan oleh actual carrier, maka dapat dilakukan suata tindakan hukum bagi kerusakan-kerusakan sesuai ‘opsi dari penggugat, terhadap actual carrier atau contracting carrier, atau tehadap kedua-duanya, atau secara terpisah; bila ‘indakan tersebut dilakukan terhadap salah satu dari mercka, maka perusahaan pengangkutan (carrier) tersebut bethak menentukan perusahaan pengangkutan (carrier) yang lain untuk bergabung dalam proses pengadilan, sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku di negara yang bersangkutan (Pasal 45). dimaksud dalam Pasal 45 sesuai opsi dari penggugat wajib dibawa ke wilayah suata negara anggota Konvensi, baik ke hadapan pengadilan dimana tindakan tersebut melawan contracting carrier, atau ke hadapan pengadilan yang merupakan yurisdiksi dari actual carrier (Pasal 46). Sctiap ketentuan kontrak yang ditujukan untuk melepaskan contracting carrier atau actual carrier dari tangguag ini dan dinyatakan tidak berlaku; namun demikian pembatalan terhadap ketentuan tersebut tidak membatalkan keseluruhan konirak, yang tetap menjadi subyek dari ketentuan-ketentuan dalam Bagian ini asal 47). Ketentuan Lain (Other Provisions) ‘Dalam Pasal 49 diatur mengenai mandatory application, yang menyatakan bahwa setiap Klausa yang terdapat dalam kontrak Volume 3 Nomor 2 Jaruari 2006 257 Jurnal Huu Iternasional oe Pengangkutan dan semua perjanjian-perjanjian khusus yang berlaku sebelum terjadinya kerusakan dimana para pihak mengaku telah menyalahi aturan-aturan dalam Konvensi ini, dengan cara memberlakukan Ketentuan tersebut maupun dengan mengubah aturan-aturan tersebut mengenai yurisdiksinya, harus dibatalkan dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 50 mengatur mengenai asuransi, yaitu bahwa negara-negara anggota Konvensi harus mewajibkan Perusahaan-perusahaan —pengangkutan mereka untuk mempertahankan asuransi yang sesuai untuk menutupi ganti rugi di bawah ketentuan Konvensi ini. Selain itu, suatu perusahaan Pengangkutan dapat diwajibkan oleh negara anggota dimana perusahaan tersebut beroperasi untuk melengkapi bukti-bukti yang menunjukkan bahwa perusahaan tersebut mempertahankan asuransi yang sesuai untuk menutupi ganti rugi di bawah ketentuan Konvensi ini. Pasal $1 menyatakan babwa ketentuan-ketentuan dalam Pasal 3 sampai Pasal 5, Pasal 7, dan Pasal 8, yang berkaitan dengan dokumentasi dari pengangkutan tidak berlaku untuk pengangkutan yang disclenggarakan dalam keadaan-keadaan Iuar biasa, di Iuar ruang lingkup bisnis dari perusahaan Semeniara itu, definisi mengenai “hari” yang digunakan dalam Konvensi inj adalah hari-hari penanggalan, bukan hari-hari kerja (Pasal 52). Dalam Pasal 54 terdapat ketentuan mengenai penarikan dizi dari Konvensi, yaitu bahwa (1) setiap negara anggota Konvensi dapat _menarik diri dari Konvensi dengan mengajukan pemberitahuan tertulis yang diserahkan kepada depositary, dan (2) Penarikan diri tersebut akan berlaku efektif setelah 180 hari dari ‘tanggal penerimaan pemberitahuan tersebut kepada depositary. Penyelesaian Sengketa (Settlement of Dispute) Dalam Konvensi ini diatur mengenai metode penyelesaian sengketa yang dapat dipergunakan oleh negara-negara anggota Konvensi, yaitu melalui arbitrasi. Ketentuan tersebut terdapat dalam Pasai 34. Berdasarkan ayat 1 pasal tersebut, jika terjadi sengketa antar negara-negara anggota Konvensi ini maka sengketa tersebut dapat diselesaikan melalui arbitrasi, dan perjanjian tersebut harus dalam bentuk tertulis. Proses arbitrasi tersebut atas pilihan 258 ‘Indonesian Journal of ternational Law International Lew Making pefuntut dilakukan dalam yurisdiksi wilayah sesuai denganyang diatur dalam Pasal 33 Konvensi ini (ayat 2). Arbitrator atau pengadilan arbitrasi wajib menerapkan aturan-aturan dari Konvensi ini (ayat 3). Ketentuan-ketentuan dari ayat 2 dan ayat 3 Pasal 33 ini hharus menjadi bagian dari setiap Klausa atau perjanjian arbitrasi, dan setiap batasan dari Klausa atau per} dengan ketentuan ini harus ibaalkan dan dinyatakon tidak berlaku {ayat 4). (Maria Aya) Volume 3 Nomor 2 Janwari 2006 259

You might also like