You are on page 1of 382
Gan: Penulis: Jenessa Deora g CeCe ane oe Penata Letak: Shinta Chan Desain Sampul: Tim Desain Hikaru Publishing Led Peat sata) Pra Ree ecune ta Se wR Rel) NMP M Cees Mee URC Cee ean natn Kotamadya Depok, Jawa Barat eRe aa noe eros ol pare nace eve aan] TEC Pav) ETCH EU CPE ABOVE ELT ler) Jakarta Selatan, 12620 AEST ROPBNE-tIBesLe) Pesce) I Jakarta 2018 KATALOG DALAM TERBITAN att eC ee ae eG Jakarta: Hikaru Publishing, 2018. cr Cr ae ae) ISBN 978 - 602 - 51828-1-5 UCAPAN TERIMA KASIH as terima kasih kepada Allah swt yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan untuk menyelesaikan buku pertamaku ini Terima kasih buat keluargaku yang udah ngizinin aku buat nyalurin hobi menulisku. Buat Mama yang sering ngomel tiap aku ketawa dan ngoceh sendiri saat lagi nulis, terima kasih atas kesabaran dan ketabahannya punya anak sepertiku. Buat abang dan kakakku, terima kasih atas dukungannya sampai saat ini. Buat Kakak Yosi, Fani, Fiska, dan Lidia, terima kasih juga udah ikhlas sering direpotin sama aku. Kalian yang selalu semangatin aku tiap aku ngerasa jenuh. Terima kasih banyak udah mau dengerin ocehan nggak jelasku tiap hari. Kalian selalu sabar direcokin dan dimintai pendapat sama aku. Kalian teman diskusi yang sabar dengerin kebawelan aku dan selalu ngasih saran buatku. Buat Penerbit Hikaru Publishing, terima kasih sudah melirik dan mau menerbitkan karyaku. Terima kasih sudah membantu memperbaiki naskahku yang masih acak-acakan. Buat Kak Fitria, yang selalu sabar jelasin ini itu samaku yang lemot ini, terima kasih atas semua bantuannya ya Kak. Maaf kalo aku sering ngerepotin. Terakhir, terima kasih yang sebesar-besarnya buat yang sudah membaca ceritaku di Wattpad. Kalian yang dengan suka rela baca cerita absurd itu. Kalian yang setia nunggu update dan sering kasih komen yang lucu yang bikin aku makin semangat buat nulis. Terima kasih atas dukungan kalian semua. Sayang kalian semua. Apa kau pernah menyukai seseorang? Menurutmu, mana yang lebih menyakitkan? Saat kau menyukai seseorang, tapi dia tidak menyukaimu, saat kau sangat menyukai seseorang, tapi dia justru pergi meninggalkanmy, atau saat kau menyukai seseorang, tapi dia tidak mengenalmu? “RION ADHITAMA SYAHREZA AND MIKAILA TARISYA CONFIRM THEY ARE DATING” Mata Alleta melotot membaca berita itu. Dia langsung melempar ponselnya ke arah sofa sambil berteriak kesal. Dia juga mengacak rambutnya hingga berantakan. “Ah, Mama! Rion taken! Jahat si Rion mah. Letta kurang apa sampe dia lebih milih cewek cungkring itu? Nggak rela, pokoknya nggak rela!” Aletta berteriak sambil menangis. Dia yang menyukai Rion, tapi kenapa laki-laki itu berpacaran dengan orang lain? Tidak adil! Dia terus menangis sesenggukan di atas sofa. Dia menggigit bantal sofa untuk melampiaskan kekesalannya. Dia benar-benar merasa sakit hati. Ingin rasanya Aletta membenturkan kepalanya ke tembok. Sampai akhirnya, dia merasakan seseorang menarik rambutnya dari belakang. Aletta menoleh dan semakin menangis dengan kencang saat mengetahui siapa yang menarik rambutnya. “Vika! Letta sakit hati. Rion punya pacar. Kesel Dedek tuh. Rion nyakitin Dedek. Hajar, bantai, terjang dia tuh,” adu Aletta masih sambil menangis. Vika, sahabat sekaligus sepupunya hanya bisa memutar bola matanya malas. Dia sudah kebal dengan kelakuan sepupunya yang aneh 5 dan ajaib itu karena sudah sering melihat Aletta mengalami hal seperti ini. Sepupunya yang aneh dan manja itu memang sangat menggilai Rion, si Penyanyi yang menurutnya tampan itu. Padahal, menurut Vika wajahnya biasa saja. “Aletta Syaquilla, jangan lebay, plis. Emang kenapa kalo dia punya pacar? Suka-suka dia lah. Masalah buat nenek lo?" balas Vika santai. "Kok jahat? Kan Letta suka, sayang, cinta sama dia. Letta sakit hati dia sama cewek lain. Vika nggak ngertiin Letta banget dah.” “Heh Onta! Elo tuh cuma fans. Jangan lebay, deh. Biarin aja sih dia punya pacar. Artinya idola lo laku. Biarin dah dia melepas masa jomblonya.” “Tapi kan, Vik...” “Udah sih, Ta. Boleh aja nge- fans sama dia. Tapi ya jangan berlebihan. Gue tuh kadang kesel sama tingkah lo ini. Elo bisa ketawa kek orang gila cuma karena liat muka dia di TV, atau di IG. Sekarang lo nangis karena dia punya pacar. Sadar, Ta. Lo nangisin dia yang punya pacar. Bisa aja dia sama pacarnya sekarang lagi senang-senang. Air mata lo sia-sia, dodol!” omel Vika. Aletta menundukkan kepalanya mendengar omelan Vika. Dia sudah sering mendengar kalimat itu. Bahkan, Vika juga sering mengucapkan kalimat yang lebih menohok lagi. Namun, tetap saja dia tidak bisa berhenti menyukai Rion. Dia sudah jatuh hati pada Rion sejak pertama kali melihat laki-laki itu sedang bernyanyi di TV. Dia sudah tergila-gila pada Rion bahkan sebelum mereka bertemu dan tidak saling mengenal. Rion itu seorang penyanyi. Penyanyi pasti punya suara yang bagus, kan? Saat pertama kali mendengar suara Rion, Aletta sudah menyukainya. Sejak saat itu dia selalu mengisi lagu Rion di ponselnya dan sering memutarnya karena ingin mendengar suara laki-laki itu. Selain punya suara yang bagus, Rion juga punya wajah yang tampan. Rion punya hidung yang mancung dan alis yang tebal. Tubuhnya tidak terlalu berisi. Dia tidak punya otot yang kekar. Tapi dia tidak terlalu 6 kurus. Dan yang paling penting, Rion sangat tinggi. Mungkin tingginya lebih dari 180 cm. Yang jelas, Aletta menyukai segala hal tentang Rion. Meski aku hanya bisa melihatmu dari jauh, meski kau tidak mengenalku, bahkan tidak menyadari aku bernapas atau tidak, aku tetap menyukaimu. Mungkin seperti itulah yang Aletta pikirkan saat pertama kali dia memutuskan untuk mengidolakan Rion. Jadi saat seseorang berusaha menyadarkannya bahwa menyukai Rion adalah hal yang sia-sia, Aletta hanya bisa terdiam. Dia bahkan tidak membantah ucapan Vika. Dia langsung mengambil ponselnya, lalu membuka akun Instagram. Di layar terpampang akun Instagram milik Rion. Dia kemudian mengirimkan pesan pada artis pujaannya itu. Meski tahu Rion tidak akan membalas, bahkan tidak membacanya, dia tidak peduli. Alettasyaquilla : Bang Rion. Bang Rion kok pacaran sama Mimi Cungkring sih ah. Jahat! @ Setelah mengetik kalimat itu, Aletta meletakkan ponselnya di saku. Dia tahu Rion tidak akan membalas pesan itu. Jadi dia tidak akan menunggunya. Ketika tiba-tiba ponselnya bergetar, dengan malas- malasan dia meraihnya. Saat itulah dia melihat bahwa Rion yang membalas pesannya. Aletta langsung melotot dan berteriak heboh. “Ya ampun! Demi kupu-kupu berenang, buaya terbang, ikan lari, Rion balas pesan Letta!” teriak Aletta. Vika awalnya mengira Aletta berhalusinasi, jadi dia hanya menatap Aletta datar. Namun, saat Aletta tidak berhenti berteriak, dia penasaran juga, lalu langsung mengintip ponsel Aletta. “Keajaiban. Balas, Ta, balas!” teriak Vika. Aletta mengangguk mantap, lalu langsung membalas pesan itu. Rion_as : Iya pacaran. Kenapa emang? Alettasyaquilla : Gapapa bang. Selamat ya @. Rion_as : Makasih ya. Kamu pasti lagi sedih ya? Alettasyaquilla : Engga tuh biasa aja @). Rion_as : Yah, padahal aku ngarep kamu sedih Alettasyaquilla : Emang kalo aku sedih abang bakalan putusin si cungkring itu demi aku? Rion_as : ENGGALAH. SIAPA LO SIAPA GUE @. Rion terbahak melihat pesan yang dia kirimkan pada salah satu fans- nya. Rion tidak pernah melakukan hal ini sebelumnya. Namun, entah kenapa membalas pesan dari fans-nya kali ini terasa menyenangkan untuknya. Dia menunggu balasan pesan dari fans-nya yang bernama Aletta itu. Gadis itu menanyakan berita tentang Rion yang berpacaran dengan Mikaila. Rion membalasnya sambil bercanda. Tapi, dia tahu gadis itu pasti sedang menangis kencang sekarang. Alettasyaquilla : SETANLAH BANG @. Rion melotot. Setan? Fans-nya mengatainya setan? Fans macam apa dia ini? Rion ingin mengetahui wujud fans-nya itu, tapi dia tidak menemukan foto gadis itu di akun Instagram miliknya. Isi akunnya hanya foto Rion semua. Baiklah, Rion akan mengabaikan fans kurang ajar yang mengatainya setan itu. Oh, jangan lupakan saat dia mengatai Mikaila, kekasihnya, dengan sebutan cungkring. Suatu saat, jika mereka bertemu, Rion akan meminta pertanggungjawaban darinya. Tunggu saja sampai waktunya tiba. AS masih fokus mengerjakan PR matematikanya. Tapi dia langsung Imenghentikan kegiatannya saat mendengar suara seseorang mengucapkan salam sambil memasuki rumahnya. “Abang pulang!" teriak orang itu. Aletta langsung tersenyum cerah. Dia bangkit dari duduknya, lalu langsung menerjang orang itu. “Abang udah pulang? Letta kangen. Capek nggak? Mau Letta pijitin nggak? Sini sini,” rayunya. “Kenapa setiap ada maunya selalu baik sama Abang? Biasanya juga ngajak berantem.” “Th, Abang nggak boleh gitu. Leta sebenamya kan adik yang baik. Abang aja yang nggak sadar. Terus juga kenapa suka banget sih noyor Letta? Nanti Letta bego gimana? Ucapannya itu membuatnya mendapat satu toyoran lagi dari orang yang dia panggil "Abang" itu. “Jadi mau kamu apa? Nggak usah bertele-tele. Langsung aja,” cetus Gara. Mendengar ucapan abangnya, senyum Aletta semakin cerah. Dia duduk di samping abangnya sambil memijat tangannya pelan. “Bagi duit dong, Bang," ucap Aletta pelan. Sontak saja abangnya itu terkejut. “Buat apa? Kamu kan dikasih uang jajan sama Papa. Abis ya? Kamu ke manain? Jangan bilang kamu main judi ya!" “th, Bang Gara. Orang Letta mau beli kuota. Kuota Letta abis. Beliin ya, Bang? Kalo nggak ada kuota, Letta mana bisa nyari info tentang Bang Rion. Nanti Letta nggak bisa tidur sebelum tau kabar Bang Rion.” “Heh!” Sekali lagi Gara menoyor kepala Aletta. Gadis itu cemberut sambil mengusap keningnya. Gara, abangnya menatapnya sinis. “Nggak usah genitlah. Masih kecil juga. Lagian nggak ada gunanya nge-fans sama cowok kayak gitu. Nggak usah buang waktu, buang tenaga, buang kuota buat nyari informasi tentang dia. Percuma, karena dia nggak kenal sama kamu. Nggak perlu urusin dia. Belajar aja yang bener.” Nggak usah buang waktu, buang tenaga, buang kuota buat nyari informasi tentang dia. Percuma, karena dia nggak kenal kamu. Aletta menatap Gara sebal. Kenapa ucapannya sangat menyakitkan? Abangnya ini memang sangat menyebalkan. Namanya saja sudah aneh. Iya, Gara. Tepatnya Reynald Anggara Putra. Itu semua karena saat hamil, mamanya tergila-gila dengan Gaara si rambut merah yang ada di anime Naruto. Gara ini lumayan tampan. Dia juga sebenarnya baik. Hanya saja terkadang omongannya sangat pedas. “Ayolah Bang, kasiani Letta. Letta punya duit, sih. Tapi kan kata Papa nggak boleh boros. Itu duit buat beli album Bang Rion kalo keluar entar. Abang mah nggak sayang sama Letta,” rajuknya. Gara menghela napas pelan. Aletta ini sama seperti mamanya. Ratu Drama! Dia tidak bisa menolak keinginan kedua perempuan itu saat mereka merajuk. Sekesal apa pun Gara pada kedua perempuan itu, dia tetap akan luluh melihat wajah cemberut mereka. Gara menarik Aletta ke dalam pelukannya, lalu mengecup kepalanya sekilas. Aletta tahu, abangnya sudah kalah. Diam-diam dia berterima kasih pada mamanya yang sudah mengajarinya memasang wajah memelas untuk mendapatkan keinginannya. “Ya udah, kerjain PR dulu. Nanti kalo udah selesai, bilang Abang. Abang beliin kuota. Belajar ya!” ujar Gara akhirnya. Aletta mengangguk antusias. “"Belajar!” suruh Gara lagi. "Siap, Abang. Makasih banyak. Sayang Abang, meski Abang ubanan!" ucap Aletta sambil memeluknya erat. Dan ucapannya itu, sekali lagi membuat Gara menoyornya. 10 “Abang nggak sayang kamu. Dasar wanita kardus!” ucap Gara sambil meninggalkan Aletta yang sedang terbahak. ue Aletta merebahkan kepalanya di atas meja. Dia memasang headset di telinganya, lalu memutar lagu yang dinyanyikan Rion Adhitama. Matanya mulai terpejam. Dia sangat mengantuk karena semalaman menonton drama Korea. Sekarang sedang jam pelajaran Bahasa Indonesia. Guru mereka tidak masuk, jadi mereka bebas. Banyak siswa yang ke kantin, ke perpustakaan, ke lapangan basket, dan sebagian lagi di kelas. Vika, sepupu sekaligus teman sebangku Aletta itu bahkan sudah menghilang entah ke mana. “Tata, udah makan belum?" Aletta tahu itu suara Yuda Pratama, teman sekelasnya. Yuda itu teman dekatnya selain Vika. Mereka juga bertetangga karena kedua orangtua mereka bersahabat sejak sekolah. Keluarga mereka sudah sangat dekat. Bahkan orangtua Yuda sudah menganggap Aletta anak sendiri, karena mereka tidak punya anak perempuan. Yuda duduk di sebelahnya sambil ikut merebahkan kepalanya di atas meja menghadap Aletta. Gadis itu membuka matanya menatap Yuda sambil tersenyum dan menggeleng samar. Matanya benar-benar sangat berat. Ditambah Yuda yang sedang mengusap kepalanya, membuatnya semakin ingin tertidur. “Tidur aja selagi gak ada guru. Pelajaran terakhir kan ini? Abis ini juga kita pulang. Nanti kalo bel pulang bunyi gue bangunin,” ucap Yuda. Dan Aletta mulai mengikuti perkataan Yuda. Dia pun tertidur. Aletta terlonjak kaget saat melihat jam yang melingkar di tangannya menunjukkan pukul 14.50. Kalau Gara tahu dia pulang terlambat bisa mati dia. Lagipula, kenapa Yuda tidak membangunkannya? Dengan tergesa-gesa Aletta menyusun bukunya. Dia harus segera sampai di rumah karena tidak ingin membuat abangnya khawatir. Astaga! 11 Harusnya Aletta tidak tertidur tadi. “Nggak usah panik, elah, Ta. Santai aja. Gue udah hubungin Bang Gara kalo lo pulang sama gue,” jelas Yuda. “Serius?” Aletta mendesah lega. Setidaknya dia sudah punya alasan pulang terlambat. Gara dan papanya tidak akan marah kalau dia pergi dengan Yuda, karena dia temannya dari kecil. “Lagian kenapa Yuda nggak bangunin Letta, sih?” "Nggak tega, Ta. Muka lo unyu banget pas tidur. Lagian lo keliatan pulas banget. Ngapain aja sih lo tadi malem? Nonton, kan? Sekali-kali gue kasih tau bokap lo, tau rasa!” ancam Yuda. Bukannya takut, Aletta justru tersenyum cerah pada Yuda. Dia melingkarkan tangannya di lengan Yuda sambil mengajaknya berjalan keluar kelas. “Yuda udah bilang sama Bang Gara kalo Letta pulang sama Yuda, kan? Jadi nggak pa-pa pulang telat. Ayok jalan. Traktir Letta makan sama beliin es krim ya?” rayu Aletta. Yuda melepaskan tangannya dari Aletta dan menatapnya sengit. “Nggak mau! Gue bangkrut kalo jalan sama lo!” “Pelit banget sih Yuda. Nanti Letta bantuin PDKT sama Vika, deh." Aletta masih berusaha membujuknya. “Enggak. Siapa juga yang mau sama temen lo yang bawel itu!” tolak Yuda. Aletta cemberut. Tapi satu ide terlintas di pikirannya. “Letta bikinin PR matematika deh kalo ada PR. Sumpah!" ucap Aletta sambil mengangkat jari telunjuk dan tengahnya. Dia hampir tertawa saat melihat mata Yuda berbinar. "Serius ya? Tiga kali ngerjain PR, gue traktir makan. Kalo ngerjain enam kali, gue tambah es krim.” “Curang. Tiga kali kerjain PR traktir makan sama es krim titik!" Dan di sinilah mereka sekarang. Berjalan di salah satu mall sambil memakan es krim. Yuda sendiri tidak heran kenapa Aletta mengajaknya ke sini. Gadis licik itu pasti sedang merencanakan sesuatu. 12 “Yuda, tiga hari lagi Bang Rion ulang tahun. Letta kasih kado apa ya? Cinta udah pernah, sayang juga udah pernah. Letta pernah sih ngelempar sepatu dari luar gerbang rumahnya. Tapi nggak pernah dipake, sih. Kali ini Letta bakalan lemparin diri Letta aja ke dalam pelukannya,” ocehnya. Yuda hanya menggelengkan kepalanya mendengar ocehan Aletta. Dia sudah mengenal Aletta sejak kecil. Dia sudah paham jika gadis itu sering berbicara hal aneh. Sebenarnya Aletta ini gadis yang cantik. Kulitnya putih. Matanya bulat dan bibirnya mungil. Hidungnya tidak terlihat mancung, tapi terlihat pas untuknya. Rambutnya sepunggung, dan Yuda sangat suka menarik rambutnya. Dia juga punya kaki yang pendek. Gadis itu sangat suka es krim dan sangat menggilai kuota. Hidupnya akan hampa jika tidak ada kuota. Aletta juga gadis yang pintar dalam pelajaran. Tapi dia akan berubah menjadi sedikit gila jika sedang membahas Rion, idolanya. Gadis itu benar-benar menjadi penguntit sejati sekarang. Dia selalu mencari tahu semua hal tentang Rion. Dia bahkan mencari tahu alamat rumah lelaki itu dan sering melemparkan hadiah dari luar pagarnya. Karena kelakuannya itu, dia selalu mendapat teriakan dari penjaga rumah itu. Kamarnya? Jangan ditanya! Poster besar berisi wajah laki-laki itu sudah tertempel rapi di dinding kamarnya. Dasar stalker! Fangirl sinting! “Astaga, Yuda!” jerit Aletta tiba-tiba. Dia mencengkeram tangan Yuda dengan kuat. “Apa sih Tata, sakit tangan gue, bego!” protes Yuda sambil berusaha melepaskan cengkeraman tangan Aletta. “Ttu tuh, liat tuh!” Aletta mengarahkan wajah Yuda ke depan agar melihat siapa yang ada di sana. Yuda hanya mengerutkan keningnya bingung. Sementara Aletta? Dia ingin pingsan sekarang. "Yuda, tolong videon Letta. Letta mau samperin Bang Rion," pinta Aletta. 13 “HP gue mati,” balas Yuda cuek. “Yuda jangan gitu, nanti Letta nangis!” ancamnya. Mendengar ancaman itu, Yuda menghela napas pasrah. Dia mengangguk dan mulai mengeluarkan ponselnya. “Bang Rion,” panggil Aletta. Rion tersenyum padanya. "Boleh foto nggak, Bang? Letta mau tunjukin ke Mama biar Mama sirik. Mama juga fangirl soalnya. Meskipun Mama suka oppa Korea, sih. Mau ya, Bang?” rayu Aletta. Rion mengangguk sambil kembali tersenyum. "Bang Rion jangan senyum!” bentak Aletta. Rion dan orang yang bersamanya terkejut. “Kenapa?” tanya Rion bingung. “Letta bisa mati kehabisan napas liat senyum Abang,” jawabnya polos. Rion langsung terbahak dan menariknya mendekat. Dia mengambil ponsel Aletta lalu mulai berfoto. “Bang Rion makasih!” teriak Aletta. “Sama-sama, cantik," balas Rion masih sambil tersenyum. “Bang, Letta mau nanya satu hal aja. Boleh?” tanya Aletta. Rion mengangguk ragu. “Gimana kabar pacar Bang Rion?” tanyanya dengan suara pelan. “Dia baik,” jawab Rion kalem. “Oh. Titip salam buat Mimi Cungkring ya, Bang. Letta doain semoga kalian cepat putus!” ucapnya sadis. Rion terlonjak kaget. Tapi dia tersenyum miring. “Saya bakalan sampein salam kamu ke dia. Tapi saya dan dia nggak akan putus secepat doa kamu.” “Setanlah, Bang!” umpat Aletta sambil berjalan menjauh dari Rion. Dia masih terkejut dengan umpatan gadis itu. Dia merasa kalimat gadis itu tidak asing. Hah, sudahlah! Dia akan mencari tahu itu nanti. 14 dah kelar belum tugasnya?” Gara menatap Aletta tidak sabaran. Sudah dua jam gadis itu meminjam laptopnya dengan alasan ingin mengerjakan tugas. “Bentar lagi ya, Bang ganteng. Sabar dong, Abang Sayang. Tugasnya susah banget ya ampun. Pusing pala Letta.” “Tugas apa, sih? Belom kelar dari tadi. Sini Abang bantu biar cepat kelar." Aletta terkejut saat Gara sudah berdiri di depannya. Dia langsung menutup laptop itu dengan cepat agar kakaknya tidak tahu apa yang sedang dia lihat. “Udah, biar Letta aja sih, Bang. Abang nggak bakalan ngerti. Udah sana keluar dulu. Nanti kalo udah kelar, Letta balikin laptopnya. Keluar gih sana.” Aletta berusaha mendorong Gara agar keluar dari kamarnya. Namun, anak lelaki yang sangat mirip dengan papanya itu tidak bergerak sedikit pun. Dia menatap Aletta dengan curiga. Dengan cepat, Gara merampas laptopnya dari tangan Aletta. “FILM TERBARU RION ADHITAMA SYAHREZA” “MANTAN PACAR RION” “RION KISSING SCENE” “ABS SEKSINYA RION” Itulah bebarapa tulisan yang tertera di laptop. Gara mendengus kesal. Dia pikir adiknya itu benar-benar mengerjakan tugas. Gara tertipu! Dia menatap Aletta yang sedang menunduk. Tadinya, Gara ingin memarahi 15 gadis tengil itu. Tapi dia tidak tega. Dia langsung mematikan laptopnya dan keluar dari kamar Aletta tanpa mengatakan apa pun. “Abang, jangan dibawa ih, Letta masih pake!” teriak Aletta sambil mengejar Gara. Gara langsung membanting pintu kamarnya dengan kencang. “Dasar Gara Manusia Pasir. Nggak temen kita tuh. Bye!” teriak Aletta. Gadis itu merapikan meja belajarnya dengan kesal. Sejujurnya dia sudah selesai mengerjakan PR. Dia masih tahu aturan. Mamanya tidak pernah melarangnya jika dia menghabiskan waktu di kamar hanya untuk memandangi laptop ataupun ponselnya. Asal dia tidak melupakan makan, belajar, dan salat. Aletta bersyukur terlahir di keluarganya ini. Dia punya Gafaro Aldi Putra, papanya yang tampan tapi galak. Gafa itu sangat protektif. Selain sekolah, Aletta tidak boleh pergi ke mana pun tanpa dia atau Gara. Jika ada yang mengganggu Aletta, Gafa akan sangat marah. Percayalah, papanya itu sangat menyeramkan saat marah. Dia juga punya Nafiza, sang Mama yang cantik, aneh, dan ceroboh. Wanita itu suka berbicara panjang lebar tanpa henti. Padahal kadang yang dia ucapkan tidak ada yang penting. Wanita itu juga sering mengganti nama seseorang sesukanya. Mamanya yang sudah mulai tua itu juga masih mengilai oppa Korea. Dia sering memasak sambil mendengarkan lagu Korea dan menari. Mamanya juga sangat ceroboh. Sering terjatuh secara tiba-tiba, dan hal itu menular pada Aletta. Lalu dia punya Gara, abangnya yang tampan tapi kadang menyebalkan. Gara punya rahang yang tegas. Hidungnya mancung dan punya lesung pipi. Rambutnya hitam lebat dan dia lumayan tinggi. Gara itu kutu buku. Dia suka mengganggu dan menoyor kepala Aletta. Tapi Aletta tahu, abangnya itu sangat sayang padanya. ae 16 Rion mendesah lega saat tubuh lelahnya menyentuh kasur yang sangat empuk. Tubuhnya benar-benar sangat lelah karena dia baru saja menyelesaikan syuting film terbarunya. Dia bersyukur syuting sudah selesai. Tapi tetap saja jadwalnya masih sangat padat. Umur Rion baru sembilan belas tahun. Namun, sepertinya sebentar lagi wajahnya akan terlihat sepuluh tahun lebih tua dari aslinya. Pekerjaan yang menumpuk membuatnya sedikit stres. Rion sudah akan memejamkan matanya. Sampai akhirnya, ponselnya bergetar. Dia meraih benda itu dengan malas. Lalu, dia tertawa sinis saat membaca pesan dari seseorang. Mikaila Tarisya: Jangan lupa istirahat ya Sayang @. Sampe ketemu besok @ Dia mendengus kuat, lalu melempar ponselnya sembarangan. Dia bahkan tidak membalas pesan dari wanita itu. Mikaila Tarisya, kekasihnya. Tepatnya, dia terpaksa mengakui wanita itu sebagai kekasihnya. Tapi tenang saja. Status itu tidak akan bertahan lama. Sebentar lagi dia akan mengubah status pacar itu menjadi mantan. he “Yuda kerempeng! Sini sini buruan!" Aletta melambaikan tangannya pada Yuda yang sedang berbicara dengan temannya. Yuda dan kedua temannya, Alfan dan Raihan, langsung berjalan ke meja yang sedang di tempatinya. “Heh, Letoy! Jangan biasain manggil gue gitu di sekolah. Lo pikir gue apaan, sih? Gue nggak suka!” balas Yuda ketus sambil duduk di depannya. Laki-laki itu merampas jus yang sedang dipegang Aletta, lalu mulai meminumnya. “Udah sih, gitu aja baper. Letta becanda, oke? Eh tapi, itu jusnya belum dibayar. Bayarin sekalian yak,” cetus Aletta. Dia menatap Yuda sambil menampilkan wajah polosnya yang ingin sekali Yuda cakar. 17 “Nggak jadi gue minum. Udah gue keluarin lagi! Ciuh cuih cuih!” “Jorok banget sih, Yud. Jijik gue liatnya!” teriak Vika yang duduk di sebelah Aletta. Yuda hanya mengusapkan tangannya di depan wajah gadis itu sehingga Vika langsung menggigit tangannya. Sepupu Aletta yang satu ini memang punya kebiasaan menyiksa orang dengan cara menggigit. Sepertinya tidak ada satu pun yang waras di keluarga Aletta. “Aduh, sakit, gila! Rakus banget lo, segala makan tangan gue.” “Berantem terus. Jodoh entar," sambung Aletta. “Nggak mungkin!” teriak Vika dan Yuda bersamaan. “Gila, kompak banget kalian. Udah, apa lagi? Jadian dong, jadian. Sekalian PJ di mari mumpung lagi di kantin,” ucap Alfan. “Gue mau makan banyak ini. Bayar ya, Yud. Mbak Milah, baksonya dua, sekalian jus jeruknya dua ya. Elo mau apa Fan? Gue pesanin nih sekalian.” “Samain aja, Han,” balas Alfan sambil ikut tertawa. “Letta mau siomay, Coy. Laper juga Dedek tuh,” sahut Aletta sambil mengusap perutnya. “Gila, bangkrut gue, Setan!” teriak Yuda. "Segitu doang nggak berarti apa-apa, Yud. Cintanya Vika lebih berarti dari duit,” kata Raihan. “Kalo itu gue setubuh. Pinter juga lo kadang-kadang ya, Han. Tapi masih pinteran si Letta, sih. Pinter teriak, pinter nimpuk orang,” sahut Alfan. “Makasih pujiannya. Letta emang cantik. Jangan salahin Letta yang terlahir mempesona gini,” sambar Aletta dengan ekspresi jemawa. “Hanya Vika yang waras di sini. Terima kasih, Ya Allah, sudah memberikan Vika otak yang cerdas. Jadi Vika nggak bego kayak mereka,” ucap Vika sambil mengangkat kedua tangannya seakan berdoa. “Jadi Letta bego ya?" tanya Aletta penuh ancaman. “Lo pinter sendiri ya?” sambung Alfan. 18 “Nyari masalah, Vik?” Raihan mengepalkan tangannya. “Tunggu apa lagi? Sikat!” teriak Yuda. Raihan dan Alfan memegang kedua tangan Vika. Yuda memasukkan kecap ke dalam jus jeruk milik Vika. Sementara Aletta mendapat tugas untuk memasukkan jus itu ke dalam mulut gadis malang itu. “Sialan! Awas masuk beneran ke mulut gue, gue gigit sampe lo semua kena rabies!" ancam Vika. "Gak takut!" teriak mereka berempat sambil tertawa kencang. ae “Jadi Abang pulangnya sore?” Aletta cemberut. Harusnya Gara mengantarnya pulang karena dia tidak mau dijemput sopir. Tapi Gara sudah ada janji dengan temannya. Mau bagaimana lagi? Gara dan Aletta bersekolah di tempat yang sama. Umur mereka hanya berbeda dua tahun. Gara kelas 3 SMA, dan Aletta kelas 2. Harusnya Aletta masih kelas 1. Tapi dia terlalu cepat masuk. Jadi mereka hanya berbeda satu kelas. “Jadi Letta pulang sama siapa?” “Sama Vika aja. Dia bawa motor, kan?” tanya Gara. “Vika udah pulang dari tadi!” ujar Aletta kesal. “Yuda kan ada sih, Dek. Udah pulang sana,” suruh Gara. “Minta duit dulu sini. Siapa tau nanti Yuda ninggalin Letta di jalan. Kan Letta bisa naik Gojek.” “Gue gak gitu ya, Letoy,” sahut Yuda tidak terima. Aletta melotot seakan menyuruh Yuda diam. Yuda yang paham langsung bungkam. “Nurun siapa sih ini anak mata duitan banget,” gerutu Gara. Dia kesal, tapi tetap mengeluarkan selembar uang seratus ribu untuk Aletta. “Makasih, Bang Gara Manusia Pasir paling ganteng sejagat rawa- rawa dunia. Sayang Abang)" teriak Aletta sambil memeluk Gara sekilas. Gara hanya memutar bola matanya malas, lalu langsung meninggalkan Aletta. 19 “Titip Manusia Rubah itu ya, Yud. Tihati lo digigit berubah jadi Valak,” cetus Gara sambil melangkah meninggalkan mereka. Aletta mencibir pelan, lalu langsung menggandeng tangan Yuda. “Hayo, Yuda. Kita kudu beliin si Vikachu es krim sama cokelat biar dia nggak ngambek abis dikerjain. Kuy kuy kuy, jalan!” “Berisik amat sih lo, Bagong!" sinis Yuda. “Apa itu Bagong?” tanya Aletta polos. “Bayi dugong!" “Dugong itu apa?” Aletta kembali bertanya. "Serah, Ya Allah, Yuda gak denger Tata nanya apa,” ucap Yuda pasrah. Aletta langsung terkikik geli. ake “Bawain dong. Yuda kan cowok, harus gentle dong. Bawain ini belanjaannya,” suruh Aletta sambil menyerahkan plastik berisi es krim pada Yuda. Tapi laki-laki itu menggeleng. “Nggak ah, lo aja sih. Lo yang beli.” “Gak boleh gitu. Kata Abah Dodi, cowok itu gak boleh ngebiarin cewek bawa belanjaan berat,” kata Aletta. “Jangan panggil bokap gue Abah sih, Ta. Papi kek, Daddy kek. Lagian itu juga nggak berat,” sahut Yuda. “Yuda memang anak lelaki yang tidak berperikelelakian. Tega kamu, Mas, ngebiarin Letta bawain yang berat kek gini. Bawain cepat!” teriak Aletta. Yuda berpura-pura tidak mendengar ucapannya. Laki-laki itu justru berjalan sambil membuka bungkusan permen karetnya. Aletta terus memanggilnya, tapi dia tidak peduli. “Heh Yuda! Tungguin woiii!” teriak Aletta. “Kayak ada yang manggil? Kok nggak ada orangnya? Ngumpet di sepatu gue kali ya?” oceh Yuda. Dia_berjongkok dan berpura-pura mencari sesuatu di sepatunya. Saat tidak menemukan apa yang dicari, 20 dia kembali berjalan sambil mengunyah permen karet, dan melangkah menuju tempat dia memarkirkan motor. “Yuda jahat! Anak Abah Dodi yang nggak ada gantengnya sedikit pun. Yuda kurapan, kutilan, panuan, kutuan!” sembur Aletta kesal. Yuda meremas bungkusan permen karetnya, lalu melempar ke arah Aletta. Dan tepat sekali, kertas itu mengenai matanya. Tentu saja Aletta tidak terima dengan perlakuan Yuda. Dia ingin membalasnya. Aletta ingat mamanya pernah mengajarkan cara membalas perbuatan orang jahat. Gadis itu tersenyum licik. Dia membuka sepatunya dan melemparnya ke arah Yuda. Aletta sudah ingin terbahak, tapi tidak jadi. Dia pikir sepatu itu mengenai kepala Yuda. Namun ternyata... kena mobil orang. Yuda terbahak saat Aletta tidak berhasil melemparnya. Namun, gadis itu tidak memedulikan tawa Yuda yang penuh kepuasan karena dia terpaku saat melihat seseorang keluar dari mobil itu. Tubuhnya bergetar. Matanya melotot seakan ingin keluar. Mulutnya menganga. Tawa Yuda semakin menjadi melihat ekspresinya. Dia langsung mengambil ponselnya dan mengabadikan wajah bodoh Aletta. Dia akan menjadikan foto itu sebagai ancaman kalau Aletta menyebalkan. “Siapa sih yang nimpuk mobil gue? Untung nggak pecah ini kaca,” gerutu seseorang di sebelah Yuda. “Napas buatan, plis. Letta mau pingsan. Tolong pegangi Letta. Jangan sampe Letta meluk orang itu. Ah, Mama! Jodoh Letta nongol. Bang Rion!” teriak Aletta heboh. Yuda melongo. Sementara Aletta terus berlari ke belakang Yuda untuk menghampiri seseorang. Siapa lagi kalau bukan Rion sang idola. Saat sudah dekat, Aletta langsung memeluk Rion erat. Dasar gadis tidak tahu malu! “Bang Rion jodohnya Letta.” “Astaga, apa-apaan ini?” teriak Rion yang terkejut saat seseorang tiba-tiba memeluknya. Dia berusaha melepaskan pelukan itu, tapi gadis 21 itu tidak mau. Rion hanya bisa pasrah saat seseorang yang dia yakini adalah fans-nya itu memeluknya erat. Nasib orang ganteng mah gini. Di mana-mana ada aja yang meluk, batin Rion. 22 41, 4dah, lepasin ya? Malu diliatin orang,” ucap Rion sambil berusaha Unretepaskan pelukan Aletta. “Kenapa malu, Bang? Harusnya mereka iri karena Letta bisa dipeluk Bang Rion. Akhirnya kesampean juga meluk Bang Rion. Bang Rion ingat Letta, nggak? Kita pernah poto bareng, loh,” ucap Aletta antusias. Dia sudah melepaskan pelukannya, membuat Rion menghela napas lega. “Bang Rion ingat Letta nggak?” tuntut Aletta. Rion menggaruk kepalanya pelan. Sudah sangat banyak penggemar yang berfoto dan memeluknya. Mana mungkin dia bisa mengingat mereka satu per satu. “Bang Rion pasti lupa ya? Padahal Bang Rion pernah balas DM Letta di Instagram. Kecewa Dedek tuh. Sakitnya sampe jempol kaki, ya ampun. Perih hati ini, Bwanggg," ucap Aletta sambil cemberut. Rion tidak tahu harus melakukan apa. Dia benar-benar tidak ingat. "Ya udah, saya permisi dulu ya. Ada urusan,” cetus Rion. Dia tidak mau berlama-lama berada di minimarket ini. Dia ini artis terkenal. Jika banyak fans yang tahu dia kemari, maka bisa dipastikan mereka langsung mengelilinginya. Bersyukurlah Rion, karena gadis yang ada di depannya ini tidak membuat orang memperhatikan mereka. “Manggilnya ‘aku-kamu' aja sih, Bang, biar mesra gitu. Saya-sayaan kayak di kantor aja," protes Aletta. Rion hanya tersenyum tipis menanggapinya. Tanpa mengatakan apa pun pada Aletta, Rion langsung memasuki mobilnya dan melajukannya menjauh dari gadis itu. “Mampusin! Letta belum selesai ngomong main pergi aja, woi. Mana 23 Letta belum minta maaf lagi udah nimpuk mobilnya.” Yuda yang sedari tadi memperhatikannya sambil terdiam kini menatap Aletta miris. Temannya itu sudah seperti orang gila saja berbicara sendiri. Yuda mengambil sepatu yang dilempar Aletta tadi, lalu mengangkat Aletta ke atas motornya. "Yuda gila! Kaget bego! Main naikin orang aja, sih. Kalo jatoh gimana?” omel Aletta. Yuda malas menanggapi ucapannya. Dia memakaikan sepatu Aletta, lalu ikut naik ke motornya. “Jangan ngomong kasar. Ntar bokap lo marah, tau rasa. Ini kita langsung pulang, kan?” tanya Yuda. Aletta mengangguk lesu. Harusnya dia bahagia kan bertemu Rion? Tapi dia sedih karena Rion tidak mengingatnya. Dia suka Rion, tapi Rion tidak mengenalnya. Aletta ingin menangis rasanya. Menyebalkan! he “Letta nyontek, dong. Elah, pelit banget lo.” Raihan mencolek-colek bahu Aletta yang duduk di depannya. “Tunggu bentar, Han, dikit lagi selesai,” sahut Aletta. Gadis itu masih fokus mengerjakan soal Fisika yang diberikan gurunya. Sesekali keningnya berkerut saat memikirkan jawaban soal itu. Kadang dia juga menggigit bolpoinnya. Dan saat dia mendapatkan jawabannya, dia langsung tersenyum cerah. “Selesai.” Aletta bertepuk tangan pelan. Setelah itu dia memberikan buku itu pada Raihan dan Yuda yang duduk di belakangnya. “Nanti kumpulin ya? Letta mau ke toilet dulu.” “Ikut!” cetus Alfan polos. Dia duduk di depan Aletta bersama Dhika, teman dekat mereka juga. Dhika langsung memukul kepalanya kuat. “Tkut pala lo! Mau ngintipin Letta lo? Mati lo dipenggal Bang Gara,” ucap Dhika. “Lah, maksud gue ikutan nyontek, bego! Bukan ke toilet. Otak lo aja 24 yang mikirnya ke mana-mana,” sahut Alfan santai. “Berisik kalian. Jangan rebutan Letta, plis. Letta nggak bisa milih kalian berdua. Maap ya. Coba lagi, semoga beruntung.” Gadis itu menepuk pundak kedua lelaki itu, lalu meminta izin pada gurunya untuk ke toilet. “Ngomong aja lo sama upil gue!” sinis Alfan. Dia langsung duduk di bangku Aletta dan merebut buku gadis itu dari meja Yuda. “Setan! Main ambil aja lo. Gue belum selesai, bego!” desis Yuda. Mereka berbicara sangat pelan agar guru yang ada di depan tidak mendengarkan suara mereka. Bukannya mengembalikan buku itu, Alfan justru kembali ke bangkunya dan menyalin tugas Aletta dengan santai bersama Dhika. “Sialan emang ya. Nyelamatin diri sendiri. Awas lo gue bales ntar,” ancam Raihan. Yuda melirik Vika yang sedang menenggelamkan wajahnya di meja. Gadis itu duduk di samping Aletta. Yuda dan Raihan tersenyum cerah saat melihat buku gadis itu. Langsung saja Yuda mengambilnya. Baru saja mereka akan menyalin tugas Vika, gadis itu menarik bukunya dan menatap mereka tajam. “Nyolong buku gue gak bilang-bilang ya? Tabok, nih?” ancam Vika. “Si bego. Sejak kapan orang nyolong pake bilang?” sinis Raihan. “Sejak gue yang buat peraturan!” tegas Vika. “Bacot lo, ah. Sini nyontek dulu.” Yuda kembali mengambil buku itu dan menjauhkannya dari Vika. Gadis itu mendengus kesal, lalu kembali menenggelamkan kepalanya di meja. Sementara itu, Aletta sedang fokus menatap ponselnya. Gadis itu masih berada di dalam toilet sekolah. Dia sengaja keluar agar bisa memainkan ponselnya. Untung saja dia sudah menyelesaikan tugasnya. “Aduh gila, Bang Rion nge-post poto baru. Gila! ABS. Roti sobek!” pekik Aletta. Dia bahkan melompat di kamar mandi hingga tiba-tiba dia 25 terpeleset. “Mampus pantat Letta!” teriaknya. Dia berdiri sambil mengusap bokongnya yang menyentuh lantai. Seakan tersadar, dia langsung mencari ponselnya yang terjatuh. Matanya hampir keluar saat melihat layar benda itu retak. “HP Letta! Ya ampun, ini semua salah Bang Rion. Nah kan, belahan jiwa Letta jadi rusak begini. Bang Rion harus tanggung jawab!" Dia memeriksa ponselnya. Untung saja hanya retak sedikit. Dia harus segera memperbaiki ponselnya karena dia tidak akan bisa membeli yang baru. Bukan karena orangtuanya pelit atau karena dia tidak sanggup. Aletta hanya tidak ingin terlalu menyusahkan orangtuanya. Papanya dengan senang hati mengabulkan permintaannya asalkan tidak aneh-aneh. Papa dan mamanya memang sering memenuhi permintaannya, tapi bukan berarti mereka memanjakannya. Aletta tetap harus berusaha dulu baru mendapatkan apa yang dia inginkan. Contohnya ponselnya ini. Aletta harus mengumpulkan uang setengah dari harga ponselnya. Lalu sisanya Papa yang mengurus. Gafa tidak mau membayar keseluruhan harga ponsel itu. Dia bilang, Aletta harus merasakan sedikit pengorbanan dan perjuangan untuk mendapatkan sesuatu yang dia inginkan. Sekali lagi dia menatap foto Rion di Instagram miliknya. Laki-laki itu terlihat tampan dan sangat seksi. Apalagi Rion berpose sambil bertelanjang dada. Aletta semakin terpesona. Biasanya Aletta selalu berkomentar di foto yang Rion upload dengan segala kalimat anehnya. “BANG RION JODOHNYA LETTA.” “ABANG KAPAN HALALIN LETTA?” “KAPAN ABANG JELEK? GANTENG TERUS, LETTA MAKIN CINTA.” “SELAMAT MALAM MINGGUAN ABANG SAYANG. KENCAN KUY?” “ABSNYA SEKSEH SEKALEH.” 26 Andai saja Gafa dan Gara melihat apa yang sedang gadis itu lakukan, mereka pasti akan memarahinya. Apalagi saat tahu apa yang dia lihat. Kalau kata Gara sih, cewek yang melihat cowok tanpa baju itu matanya akan berasap. Padahal, Gara sering berkeliaran tanpa baju atasan di rumah mereka. Aletta mengibaskan rambut sebahunya lalu kembali fokus pada ponselnya. Dia kembali mengirim pesan yang biasanya disebut DM di akun Instagram Rion. Dan dia berharap semoga Rion kembali membalas pesannya. Meskipun dia yakin kalau Rion tidak akan membalasnya. Jangankan dibalas, dibaca saja tidak. Alettasyaquilla : Abang senyumnya manis banget bikin diabetes. Alettasyaquilla : Cepat putus ya Bang. Kutunggu jonesmu. Di lain tempat, Rion menyemburkan air yang diminumnya saat membaca pesan salah satu fans-nya. Jika ada waktu luang, biasanya dia selalu membuka akun sosial medianya untuk membaca komentar fans-nya pada foto yang dia upload. Kadang dia tersenyum geli saat membaca komentar fans-nya yang benar-benar lucu. Dia juga menyukai beberapa komentar yang menarik. Dan kini, matanya melotot saat membaca pesan dari salah satu fans-nya. Dia memang sering membaca beberapa pesan tanpa membalasnya. Tapi kali ini tangannya bergerak sendiri untuk membalas pesan itu sambil tersenyum miring. Ke “"Gue bakalan kirimin alamatnya. Nanti kalo lo diizinin bokap lo, kita ketemu di sana ya, Ta? Mudah-mudahan diizinin yak. Kapan lagi kita bisa liat Bang Rion secara langsung?” teriak Keeyara dari telepon. Keeyara itu anak dari salah satu teman papa Aletta yang bernama Danu. Keeyara itu anak pertama Danu. Umur mereka berbeda satu tahun. Umur Aletta lima belas tahun, sedangkan Keeyara enam belas tahun. Keeyara seumuran dengan Yuda dan Vika. Mereka berdua sama-sama pencinta Rion Adhitama Syahreza. Jika mereka bertemu, maka yang mereka bicarakan hanyalah tentang Rion. 27 “Letta udah dua kali ketemu tau. Bahkan udah pernah peluk,” balas Aletta dengan bangga. “Gue gak percaya. Udah pokoknya kalo Io bisa kita ketemu di sana yak. Ini acara LIVE, Ta. Gratis lagi, gak pake tiket. Kali ini kita bakalan jadi penonton alay. Udah dulu yak. Dadah Letta.” Keeyara memutuskan panggilannya. Gadis itu meneleponnya dan memberi tahu kalau besok, hari Minggu, Rion menjadi bintang tamu di salah satu acara musik. Sebenarnya Rion seorang penyanyi. Tapi sekarang dia sudah sering bermain film. Kali ini dia akan menyanyi secara langsung. Mereka tidak boleh melewatkan kesempatan ini, kan? Tapi sebelumnya, dia harus meminta izin dulu kepada Papa. Papanya yang posesif itu tidak akan mudah memberikan izin. Sekalipun dia mengizinkan, Aletta tidak boleh pergi sendiri. Dan dia tidak akan mungkin pergi bersama Gara. Abangnya itu tidak suka pada Rion. Satu nama terlintas di pikirannya. Yuda. Ya, siapa lagi yang bisa membantunya selain Yuda? Baiklah, dia akan merayu Yuda agar mau menemaninya pergi. Dia langsung berlari menuruni tangga sambil menggenggam ponselnya. Dia berpapasan dengan Gara yang berjalan sambil mengunyah keripik kentang, makanan favoritnya. “Mau ke mana, Ta?” tanya Gara bingung. “Mau ke rumah Abah. Dadah Abang)” teriak Aletta. Belum sempat Gara membalas ucapannya, Aletta sudah berlalu meninggalkannya. “Letta mau ke mana?” tanya Gafa yang sedang menonton TV. Gadis itu tersenyum cerah dan berlari ke arahnya. Dia memeluk Gafa, lalu mencium pipinya sekilas. “Letta mau ke rumah Abah bentar, Pa. Ada urusan sama Yuda. Nanti Letta mau ngomong serius sama Papa. Papa jangan bobo dulu ya. Dah Papal” teriak Aletta berlari keluar rumahnya. Gafa hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan putrinya itu. “Anak mamanya sekali,” cibir Gafa sambil tersenyum geli. 28 ke “Assalamualaikum,” ucap Aletta sambil memasuki rumah Yuda. “Walaikumsalam,” jawab Dodi dan Rifa, orangtua Yuda, yang sedang menikmati teh di ruang tamu. “Halo Abah, apa kabarnya hari ini?” tanya Aletta sambil tersenyum cerah. “Baik, Letta sayang. Duduk sini,” suruh Dodi. Aletta menggeleng. “Letta mau ketemu Yuda, Abah!” jawabnya. “Letta ih, jangan panggil ‘Abah’ kenapa sih? Panggil ‘Papa’ aja,” protes Rifa. Dia kesal karena anak dari sahabatnya itu suka sekali memanggil suaminya dengan sebutan “Abah". “Letta udah punya Papa di rumah, Tante. Abah itu panggilan spesial. Udah ya, Letta ke Yuda dulu. Dadah Tante, Abah.” “Dasar anak Pijah,” gerutu Rifa saat gadis itu sudah berlari ke lantai atas. “Yuda besok kita ke—" Aletta melongo saat membuka pintu kamar Yuda. Laki-laki itu menoleh sambil berteriak. “Bego, Tata! Masuk kamar ketok dulu, bego! Keluar!” teriak Yuda. Aletta terbahak melihat reaksi Yuda. Yuda punya kebiasaan aneh. Dia sering tertidur hanya memakai celana dalam. Sebenarnya tidak masalah, kan? Dia melakukan itu di dalam kamarnya sendiri. Tidak akan ada yang melihatnya. Tapi Yuda lupa kalau Aletta suka memasuki kamarnya tanpa izin. Dia kembali menyuruh Aletta keluar dari kamarnya karena dia akan memakai celananya. Bukannya keluar, gadis itu menatap Yuda sambil tersenyum geli. Dia menangkupkan tangannya seakan memuja Yuda. Yuda yang sudah memakai celananya mendorong Aletta keluar kamarnya. Satu sifat Aletta yang Yuda ketahui, gadis itu sangat mesum. Padahal usianya belum genap enam belas tahun. “Dasar Aletta, bego! Mesum! Awas aja kalo lo masuk kamar gue 29 tanpa ketok pintu lagi!” bentak Yuda. Dia benar-benar kesal pada temannya itu. Aletta yang masih terbengong tiba-tiba terbahak. Dia menepuk-nepuk tangannya dengan gemas. “Apa itu tadi? Ya ampun, mata suci Letta ternodai. Abis liat abs Bang Rion malah dikasih liat badan si Yuda. Ini musibah apa anugerah?” "Yuda kerempeng! Tulang semua badannya hahaha.” Aletta masih terbahak sambil mengentakkan kakinya. Sebenarnya Yuda itu punya wajah yang lumayan tampan. Alisnya tebal. Dia punya hidung yang mancung dan mata yang tajam. Yuda tidak terlalu gemuk. Tapi Aletta tidak menyangka Yuda sekurus itu. Gadis itu berjalan di tangga sambil memainkan ponsel. Dia kembali membuka Instagram saat ada notifikasi pesan. Dia menatap ponselnya dengan mulut ternganga saat membaca nama yang mengiriminya pesan. Ya ampun, itu dari Rion. “Mama! Bang Ri... Aduh!” Aletta terpeleset dan jatuh terguling di tangga sampai kepalanya membentur lantai. Dodi dan Rifa terkejut melihatnya, kemudian langsung berlari ke arah Aletta. “Aletta! Ya Allah kok bisa gini, sin?” Dodi berseru panik. “Yuda!" teriak Rifa. “Kenapa, Ma? Loh Tata!" jerit Yuda. “Panggil Om Gafa, kita bawa Letta ke rumah sakit,” suruh Dodi. Yuda mengangguk dan langsung berlari keluar rumah untuk mengabari keluarga Aletta. Gadis itu merasakan pusing di kepalanya. Badannya seakan remuk. Dia meringis dan meneteskan air matanya. Bukan! Dia bukan menangis karena terjatuh. Tapi karena melihat ponselnya hancur. Belahan jiwa Letta tewas, ucap Aletta dalam hati. 30 letta menyembunyikan wajahnya di balik selimut. Gadis itu masih Arrest tanpa memedulikan bujukan keluarganya. “Letta, udah dong, Sayang, jangan nangis terus. Sarapan dulu ya?" ucap Gafa. Di depan pintu kamar Aletta, Nafiza dan Gara menatapnya dengan cemas. “Gimana, Mas?" Nafiza menghampiri Gafa dengan khawatir. Melihat suaminya menggeleng, Nafiza semakin khawatir. “Letta belum makan dari tadi malem sampe ini pagi. Kalo dia makin sakit gimana?” Nafiza tidak mau hal buruk menimpa Aletta. “Ma,” panggil Gara sambil memeluk Nafiza. “Aletta pasti baik-baik aja. Mama jangan khawatir. Mama tau Letta kaya gimana kan? Dia itu, kuat. Dia butuh sendiri, Ma. Nanti kalo dia ngerasa baikan, dia pasti keluar kamar, kok,” ujar Gara menenangkan ibunya. “Bener, Yang. Leta nggak pa-pa, kok. Dia lagi sedih aja. Nanti juga dia baik sendiri. Dia udah sering kayak gini, Yang. Udah, kamu istirahat aja dulu ya.” Gafa membawa Nafiza ke kamarnya untuk beristirahat. Semalaman istrinya itu bolak-balik ke kamar Aletta untuk memastikan keadaan putrinya. Aletta membuka selimutnya setelah mendengar pintu tertutup. Dia mengusap wajahnya yang basah sehabis menangis, lalu dengan hati- hati berjalan ke arah pintu untuk menguncinya. Gadis itu menatap pantulan dirinya di cermin. Wajah sembapnya, dan perban di keningnya membuat wajahnya terlihat semakin jelek. “Ada setan,” celetuk Aletta sambil menunjuk dirinya di cermin. 31 Semalam, sehabis Aletta jatuh dari tangga, keluarganya dan keluarga Yuda mengantar Aletta ke rumah sakit. Dia tidak terluka parah. Hanya luka kecil di keningnya akibat terbentur lantai. Namun, sekarang sudah diperban. Badannya juga terasa sakit dan terdapat memar kebiruan di tangan dan pinggangnya. Kakinya? Aletta juga tidak tahu kenapa bisa bengkak. Harusnya, dia bahagia di hari Minggu ini karena dia dan Keeyara akan melihat Rion bernyanyi secara langsung. Tapi karena dia kecelakaan di tangga, dia jadi tidak bisa ke mana-mana. Dia tidak bisa melihat Rion secara langsung, dia tidak bisa mengambil foto Rion secara langsung, dan dia tidak bisa berteriak memanggil Rion. Ini sangat menyebalkan. Aletta bisa saja menonton acara itu di TV. Tapi melihat secara langsung akan terasa lebih menyenangkan, bukan? Tapi rasa sedih itu tidak sebanding dengan rasa sedih kehilangan belahan jiwanya. Dia kehilangan ponselnya saat terjatuh di tangga. Ponselnya tewas di depan matanya. Ponselnya yang malang. Nah kan, Aletta jadi ingin menangis lagi rasanya. Dia tidak bisa tenang kalau tidak memegang ponselnya. Bayangkan saja, dia tidak bisa membalas chat teman gilanya. Dia tidak bisa membuka media sosial dan mencari info tentang Rion. Ya ampun, apa yang harus Aletta lakukan? Ke “Lo nggak pa-pa kan, Ta? Ya ampun, sedih banget gue liat muka cantik lo ini tersakiti.” Dhika menatap Aletta dengan miris. Dia tidak tahu kalau temannya itu terjatuh dari tangga. Kalau dia tahu, dia pasti sudah menjenguk Aletta dari semalam. “Lebay banget sih, Dhik! Gue aja kalo sakit lo nggak peduli,” sinis Alfan. “Karena lo nggak secantik Aletta. Kalo gue khawatir dan panik pas lo sakit, malah aneh jadinya. Ntar lo baper lagi. Dikira gue suka sama lo,” sahut Dhika. 32 “Dih mit-amit ya. Sekalipun nggak ada cewek seksi lagi di dunia ini juga gue gak bakal mau sama lo,” balas Alfan sinis. “Berisik banget ya ampun. Sana deh kalian semua! Letta itu lagi sakit. Beliin makanan kek, apa kek. Malah berisik. Bubar sana!" teriak Vika. “Judes banget sih, Vik. Untung Yuda cinta sama lo. Kalo enggak, jomblo terus karena nggak ada yang berani deketin,” cetus Raihan. Vika menatapnya tajam dan bersiap menjambaknya. Tapi Yuda menahan tangannya. “Udah, Vik. Tadi lo nyuruh jangan berisik. Ya udah, diem sekarang,” ucap Yuda. “Cieee... pegangan tangan. Ehem ohok eakkk!” ejek Aletta. “Cieee... Vika Yuda udah mulai romantisan,” sambung Alfan. “Berisik, woi! Tabok nih ya?” ancam Vika. Aletta, Alfan, Raihan, dan Dhika terbahak. Tapi Yuda dan Vika hanya menatap mereka datar. “Galak banget cewek lo, Yud," ejek Dhika sambil tersenyum menggoda. “Bacot lo!” Yuda mendorong Dhika secara tiba-tiba hingga dia terjatuh ke lantai. “Sakit bego! Yuda sialan!” teriak Dhika. Baru saja Dhika akan membalas perbuatan Yuda, guru Matematika mereka masuk ke dalam kelas. Mereka langsung duduk di bangku masing-masing. Vika tidak suka matematika. Otaknya seperti terbang saat melihat angka-angka. Di depan mereka, Alfan dan Dhika sedang berbisik tentang Gevina si cewek menor yang sedang memakai bedak. Di belakangnya, Aletta juga menemukan dua makhluk aneh lainnya. Yuda sedang membuat gambar naga di tangan Raihan dengan pulpen. Ya ampun, kenapa teman Aletta tidak ada yang waras? “Bosan!”" cetus Aletta tanpa sadar. Dia benar-benar pusing. Biasanya, saat dia malas mendengarkan penjelasan guru, dia memainkan ponselnya di laci meja. Namun sekarang belahan jiwanya tidak ada. 33 “Siapa tadi yang bilang bosan?" Seluruh penghuni kelas tiba-tiba menunduk mendengar suara Bu Gundari, guru Matematika. Wanita itu memang sangat jarang marah. Tapi ketika marah, dia sangat menyeramkan. “Saya tanya sekali lagi siapa tadi yang bilang bosan?!" teriak Bu Gundari. Aletta terkejut mendengar teriakannya. “Kenapa, sih?” bisik Aletta di telinga Vika. “Mending lo diem aja, Ta. Mulut lo tutup aja dulu sebelum lo kena masalah,” suruh Vika sambil menatap Aletta prihatin. “Siapa yang bilang bosan? Nggak ada yang mau ngaku, saya hukum. ya satu kelas?” ancam Bu Gundari. “Lah, kan tadi Letta yang bilang gitu, kan?” bisik Aletta. “Diem, Ta!” ujar Yuda tegas. Seluruh kelas terdiam. Mereka tahu Aletta pelakunya. Tapi mereka tidak berbicara. Mereka tidak mau salah satu teman mereka terkena masalah. “Letta, Bu!” Aletta mengangkat tangannya dengan polos. “Nyari mati kamu, Ta. Mana tega aku liat kamu digrepe-grepein dengan nista sama Bu Gun," bisik Dhika. Alfan menepuk kepalanya pelan. “Alay banget lo. Jijik, bego!” “Letta jangan banyakan makan kertas HVS, elah. Polos banget lo,” gerutu Raihan. Yuda hanya memijat keningnya pelan. “Maju ke depan, Aletta!” perintah Bu Gundari. “Kamu bosan sama pelajaran saya?” tanya Bu Gundari. Aletta mengerutkan keningnya bingung mendengar ucapan gurunya itu. “Kenapa nggak keluar kalo kalian jujur bosan sama pelajaran saya? Dengan senang hati saya izinkan keluar! Jadi Aletta, kamu mau keluar?’ “Ibu ngomong apa sih, Bu? Siapa yang bosan sama pelajaran Ibu? Letta suka kok belajar Matematika. Biasanya kan Letta sering ngerjain tugas.” “Jadi kenapa kamu bilang gitu tadi?” “Letta emang bosan. Tapi bukan karena belajar. Letta bosan 34 karena HP Letta tewas. Udah gitu kaki Letta kalo digerakin sakit. Susah duduknya. Jadinya bikin bosan,” jelas Aletta. “Kaki kamu kenapa?” “Jatuh, Bu, di tangga.” “Ya udah. Saya suka murid jujur. Karena kamu jujur, kali ini saya maafkan.” “Makasih, Bu. Kata Papa Letta, bohong sama orang tua itu dosa. Jadi Letta nggak bakalan bohong sama Ibu.” “Ya udah, balik ke bangku sana,” perintah Bu Gundari. Aletta berjalan menuju bangkunya sambil tersenyum geli. Vika bahkan melongo saat guru itu tidak marah padanya. “Jadi, ada lagi yang bosan sama pelajaran saya?” tanya Bu Gundari. “Saya, Bu!” Yuda, Raihan, Alfan, dan Dhika mengangkat tangan bersamaan. Semua murid menatap mereka heran. “Kalian berempat boleh keluar, kok. Saya nggak larang.” “Alhamdulillah!” Keempat orang itu langsung berjalan keluar. “Tapi, abis pulang sekolah bersihkan kelas di lantai tiga ya!” tegas Bu Gundari. “Lah, itu sih namanya dihukum Bu," protes Alfan. “Memang.” “Lah, katanya Ibu suka murid jujur. Kita kan udah jujur, Bu. Kok dihukum, sih?” Yuda tak terima. “Keluar!” tegas Bu Gundari. “Mampusin! Suruh siapa sok polos,” cibir Vika sambil terkikik geli. ee Aletta duduk di bangku panjang yang ada di depan kelas Gara. Abangnya itu sedang bermain basket. Mungkin sebentar lagi dia akan muncul. Di depannya, Yuda dan ketiga teman lainnya sedang duduk di lantai. Di samping mereka sapu dan kain pel tergeletak sembarangan. Bukannya menjalankan hukuman, mereka justru asyik mengobrol. 35 Aletta menggerakkan kakinya bosan. Dia seperti orang bodoh. Dia tidak bersemangat tanpa ada ponsel di tangannya. Nanti, sampai di rumah dia akan meminta Papa untuk membelikan ponsel baru. “Ya Allah, sedih banget Letta tuh. Pengen nangis tapi malu,” cetus Aletta. Matanya sudah berkaca-kaca. “Jatoh dari tangga nggak bikin Aletta gila, kan? Tuh liat diangomong sendiri," ucap Dhika di samping Alfan. Mereka memperhatikan Aletta yang masih berbicara sendiri. “Th, serem si Letta. Cantik-cantik demen ngomel sendiri. Kayaknya harus segera disadarkan dengan ciuman Babang Raihan.” Raihan sudah akan berdiri mendekati Aletta, tapi Yuda menahan tangannya. “Apa sih, Yud?” tanya Raihan. “Biarin aja. Paling dia stres kagak megang HP. Lo tau kan HP dia rusak, Lagian itu anak kalo megang HP kelakuannya makin gak jelas. Ntar ketawa sendiri, ngomel sendiri, teriak sendiri. Sakit jiwa si Letta karena si Rion Rion itu,” jelas Yuda. “Ah Mama, Letta nggak kuat kayak gini. Sedih banget ya ampun. Letta jomblo aja nggak ngenes. Masa kehilangan HP kayak kehilangan pacar. Nasib Letta kok gini amat, sih?” “HP kenapa ninggalin Letta secepat ini, sin? Letta masih butuh kamu, Sayang. Masih cinta sekarat pokoknya mah. Letta nggak bisa idup tanpa kamu. Balik dong, Sayang!” “Ya Allah, Letta! Malu oiii! Ngoceh nggak jelas gitu!” teriak Yuda. Aletta tidak peduli, dia semakin menangis kencang. "Gak mau tau, pokoknya HP harus balik lagi!” “Pinjemin HP sih, Yud, kasian itu anak,” suruh Alfan. “Kagak! Ntar dia buka hal-hal aneh tentang cowok idolanya itu. Geli gue liat potonya di HP gue. Gak mau pokoknya!” tolak Yuda. “Letta pake HP gue, nih. Udah jangan galau,” ucap Raihan. “Baik bener,” cetus Alfan. “Ada kuota gak?" tanya Aletta antusias. 36 “Cek dulu ya, Ta. Ada sih Ta. 26 MB cukup kagak?” ucap Raihan sambil nyengir. “Halah, baru buka IG langsung nggak bisa ngapain-ngapain. Segitu mah nggak ada gunanya," cibir Aletta. “Udah nih pake punya gue aja. Kuota gue banyak.” Dhika menyerahkan ponselnya pada Aletta. “Seriusan ini boleh pinjem? Ya ampun, Dhika baik banget!” Aletta berteriak sambil memeluk Dhika. Laki-laki itu tersenyum cerah sambil mengedipkan matanya pada ketiga temannya. “Alhamdulillah!” ucap Dhika tanpa suara. Ketiga temannya menatapnya iri. Mereka juga ingin dipeluk Aletta. Setelah menerima ponsel Dhika, Aletta sibuk membuka segala media sosial yang beberapa hari ini tidak dia buka. Sementara keempat orang itu sibuk menyapu dan mengepel kelas yang ada di sebelahnya. “Lagi ngapain?” Gara tiba-tiba muncul di sebelahnya dengan tubuh berkeringat. Bajunya bahkan sudah basah. “Lagi bobo syantik, Bang. Abang jauhan ya. Ketek Abang bau!" ujar Aletta ketus tanpa menatap Gara. Kakaknya itu tersenyum miring, lalu merangkul Aletta dan mencium pipinya gemas. “Abang jauhan ih, jorok. Pake nyium segala. Nggak malu apa diliatin orang?” Aletta melotot. “Ngapain malu. Sama adek sendiri juga. Si Yuda ngapain di sebelah? Dihukum lagi?” Aletta mengangguk singkat. Mereka sudah tidak heran jika Yuda dihukum. Anak itu memang suka membuat masalah di sekolahnya. Gara memasuki kelasnya untuk membereskan buku-bukunya. Sementara Aletta, dia masih fokus pada tulisan dan gambar di Instagram. Dia sedang membaca berita tentang Rion dan Mikaila, kekasihnya, yang sedang kencan. Aletta juga melihat beberapa foto saat Rion merangkul Mikaila, foto Rion yang sedang tertawa dengan pacarnya itu. Dan foto 37 saat mereka berpelukan. Hampir saja Aletta melemparkan ponsel yang ada di genggamannya itu. Dia sangat kesal. Dia tidak suka melihat Rion dengan wanita lain. Musuh terbesar fangirl adalah pasangan idolanya. Setidaknya itu menurut Aletta. Mungkin dia terlalu egois karena tidak suka pada pacar Rion. Secantik apa pun Mikaila itu, Aletta tetap berharap Rion memutuskannya. Aletta melakukan itu bukan karena ingin Rion jadi miliknya. Dia juga sadar diri. Dia pernah membaca sebuah kalimat, “Seorang idola memiliki fans. Tapi seorang fans tidak bisa memiliki idolanya”. Jadi Aletta tidak akan berharap Rion bisa menjadi suaminya di kemudian hari. Tapi dia tetap tidak setuju Rion berpacaran dengan Mikaila. Apa bagusnya sih wanita itu? Mikaila Tarisya, kekasih Rion baru berumur 18 tahun dan masih kelas 3 SMA. Sebentar lagi dia akan lulus sekolah. Dia adalah seorang model, juga seorang artis yang pernah bermain film bersama Rion. Hanya itu informasi yang Aletta ketahui tentang Mikaila. Dia tidak suka pada gadis yang merebut Rion. Jadi dia tidak akan mencari informasi terlalu dalam tentang gadis itu. Membuang waktu saja. “Bang Rion itu ganteng, kaya, terkenal. Mirip banget sama Papa. Tapi papanya Letta pinter dong. Nyari istri cantik, muda kaya Mama. Lah Bang Rion, mau aja sama Mimi Cungkring. Cantik enggak, kurus iya. Dasar Bang Rion bego!” teriak Aletta sambil melempar ponsel yang ada di tangannya. Yuda dan ketiga teman lainnya yang terkejut mendengar teriakan Aletta langsung keluar. Dhika langsung melotot melihat ponselnya tergeletak tak bernyawa di lantai. “HP gue!” teriak Dhika. “Alhamdulillah!” teriak Yuda, Raihan, dan Alfan. Aletta hanya memasang tampang menyesal. eco Ponce: 38 H/ , letta?” Gara mengetuk pintu kamar adiknya dengan pelan. Pintu AG terbuka dan menampilkan wajah cemberut Aletta. “Kenapa Bang?” tanya Aletta malas. “Udah Isya?” Aletta menggeleng. Gara menghela napas pelan, lalu mengacak rambut adiknya itu. “Salat dulu sana. Mama sama Papa lagi keluar. Abis salat belajar,” suruh Gara. Aletta kembali mengangguk dengan lemah. “Abang udah?" “Udah barusan. Abang ke kamar dulu,” kata Gara. Aletta. bersyukur punya Abang seperti Gara yang sering mengingatkannya salat. Setelah selesai salat, Aletta memutuskan pergi ke kamar Gara. “Abang, Letta masuk ya?” ucap Aletta sambil mengetuk pintu kamar Gara. Setelah mendapat izin, dia langsung memasuki kamar itu. Aletta duduk di kasur dan tersenyum tipis melihat abangnya yang sedang sibuk dengan laptopnya. Selain suka bermain games di ponsel, hobi Gara yang lainnya adalah belajar. Terkadang Aletta bingung dengan abangnya itu. Sebagian anak laki-laki lebih suka menghabiskan waktu dengan bermain bersama temannya, kan? Namun Gara tidak. Dia lebih suka belajar daripada keluar bersama temannya. Kadang Aletta sering mengejeknya dengan sebutan Si Ganteng Cupu karena dia selalu berkutat dengan bukunya. Tapi Gara seakan tidak peduli dengan ejekannya. Dia hanya menjawab satu hal. “Punya muka ganteng nggak harus jadi badboy. Kalo bisa jadi cowok 39 ganteng yang pintar, kenapa harus jadi cowok ganteng yang nakal?” Kalau Gara sudah mengucapkan kalimat seperti itu, Aletta tidak bisa menjawab apa pun. Dia hanya terdiam. Karena menurutnya apa yang Gara ucapkan ada benarnya. “Abang, Mama ke mana?” tanya Aletta sambil berbaring di kasur Gara. “Abang kan tadi udah bilang, Mama sama Papa keluar.” “Abang, pinjem HP dong.” Gara menatap Aletta sambil menaikkan sebelah alisnya. Dia mengambil ponsel dari meja belajarnya, lalu menyerahkannya pada Aletta. Tentu saja gadis itu menerimanya dengan tersenyum cerah. Tapi perlahan senyum itu pudar saat menyadari ponsel Gara mati. “Th, Abang! HP mati dikasihin ke Letta. Lagian Abang tuh kebiasaan banget nggak ngecas HP,” omel Aletta. Gara tidak peduli dengan omelan adiknya itu. Dia tetap fokus pada laptopnya. Aletta mendengus kasar sambil melempar ponsel Gara ke kasur. Dengan kesal dia membuka pintu kamar dan membantingnya. “Mau ke mana?” teriak Gara dari dalam kamar. “Mau ke rumah Abah!” Aletta balas berteriak. ae “Assalamualaikum!" Aletta) memasuki rumah Yuda sambil mengucapkan salam. “Walaikumsalam,” jawab Rifa. “Abah mana Tante? Kok nggak ada?” tanya Aletta. Biasanya saat dia masuk ke rumah Yuda, Dodi selalu duduk sambil menonton TV. Tapi kali ini dia tidak ada. “Lembur di kantor. Lagi banyak kerjaan. Letta udah makan? Makan dulu gih. Tadi Tante liat Mama sama Papa pergi ya?” “Makasih, Tante. Tapi Letta udah makan. Iya, Mama sama Papa lagi kencan kayaknya.” 40 “Dasar kamu. Ya udah sana ke kamar Yuda. Tante mau ke kamar juga ini. Dah Letta.” Rifa memasuki kamarnya, sementara Aletta berjalan dengan pelan di tangga. Dia masih merasa ngeri berjalan di tangga yang pernah membuatnya terjatuh itu. “Yuda, Letta masuk ya!” Aletta berteriak sambil membuka pintu kamar. Yuda yang melihat ke arahnya langsung berdecak kesal. Sementara Aletta hanya nyengir. “Hai Yuda? Tumben nggak pake celana dalam doang.” “Siapa yang ngizinin lo masuk kamar gue?” ucap Yuda sinis. Aletta berpura-pura tidak mendengar ucapannya. Dia langsung duduk di kasur Yuda dan mengambil ponsel yang ada di kasurnya. “Nah kan, malah mainin HP gue. Keluar sana lo!” suruh Yuda tanpa menoleh ke arah Aletta lagi. Dia sedang fokus bermain PS. Seakan tuli, Aletta mengabaikan suara Yuda. Dia tetap memainkan ponsel itu sambil berbaring di kasur. “Ya ampun!" teriakan Aletta membuat Yuda terkejut. Dia melempar Aletta dengan kulit kacang yang berserakan di lantai. “Ngapain sih lo, ah. Teriak nggak jelas. Pulang sana!” usir Yuda ketus. “Ah gila, ini gila! Masa kemarin Bang Rion ultah, Letta lupa ngucapin. Oh tidak! Letta gak bisa kayak gini. Pokoknya besok Letta harus kasih kado ke dia! Tapi kasih apa ya?" Aletta berusaha berpikir. “Kasih aja celana dalam!” sambar Yuda sekenanya. “Nah iya. Pinter anak Abah, ih!” Gadis itu terus berteriak. Yuda yang merasa jengah melihatnya langsung berdiri dan menarik ponselnya dari tangan gadis itu. Aletta hendak protes, tapi Yuda membekap mulutnya dan mengangkatnya secara paksa keluar dari kamarnya. “Lo kalo ke rumah gue cuma berisik, mending jangan datang ya! Pulang sono! Jangan balik lagi, hush hush!” usir Yuda. “Yuda kasar! Awas aja ya, Letta aduin Abah ntar.” “Dasar anak Abah!" cibir Yuda. Dia membanting pintu kamarnya 41 tepat di hadapan Aletta. Gadis itu melotot, lalu menendang pintu kamar Yuda dengan kasar. “Dasar Kuda! Udah jelek, kerempeng, songong, gak ada abs lagi. Jahat!" “Pulang sana!” teriak Yuda. “Awas aja kalo di sekolah nyontek tugas Letta, gak bakal Letta izinin. Biarin aja dihukum. Tau rasa. Siapa suruh nyebelin. Abis itu Letta suruh aja Vika buat mutusin dia. Tau rasa si kerempeng.” ke “Gara! Letta! Sarapan! Kalo lama, Mama potong uang jajan kalian!” teriak Nafiza dari lantai bawah. Aletta memakai ranselnya dan berjalan keluar kamarnya. Bukannya langsung turun seperti permintaan mamanya, dia justru berjalan ke kamar Gara. “Abang, Letta masuk ya?” Aletta langsung masuk tanpa menunggu jawaban abangnya. Dia melihat Gara yang sedang memakai sepatu sekolahnya. “Abang, pinjem duit dong,” ucap Aletta pelan. Gara menatapnya sekilas tapi tidak menjawab. “Abang,” rengeknya lagi. Kali ini dia ikut duduk di kasur Gara sambil menarik lengan baju Abangnya. “Abang nggak ada uang, Ta. Kemarin abis beli sepatu baru, kan?” Aletta menatapnya curiga. Gara menghela napas pasrah, lalu mengeluarkan dompet dari saku celananya. Aletta membuka dompet itu dengan semangat. Dia melihat uang seratus ribuan satu lembar, lima puluh ribu tiga lembar, dan satu uang dua puluh ribuan. Totalnya dua ratus tujuh puluh ribu rupiah. “Sisain lima puluh ribu buat jajan Abang,” sambung Gara. Aletta menatap isi dompet itu dengan diam. Lihat, kan? Meskipun abangnya tidak ada uang, dia tetap merelakan sisa uang jajannya untuk Aletta. Sementara Aletta, dia hanya menyusahkan abangnya saja. 42 Aletta mengeluarkan dompet dari tasnya. Dia menatap isi dompetnya. Ada sekitar tujuh ratus ribu di sana. Itu uang jajan yang sengaja dia kumpulkan untuk menonton konser Rion suatu saat nanti. Tapi sekarang niatnya sudah berubah. Dia mengumpulkan uang itu untuk membeli ponsel baru. Gara masih sibuk menyisir rambutnya tanpa tahu bahwa Aletta baru saja memasukkan dua lembar uang seratus ribuan ke dalam dompetnya. Kali ini biar Aletta yang mengorbankan uang jajannya untuk abangnya. “Sayang Abang,” ucap Aletta sambil memeluk Gara. Gara menatapnya bingung, lalu menoyor keningnya pelan. “Gak cocok, sok imut. Jijik liatnya,” cibir Gara. Aletta langsung cemberut. ke “Belin apa ya? Letta udah pernah kasih sepatu, kaos juga udah pernah. Malah Letta juga udah pernah kasih boneka Hello Kitty haha... Tapi semuanya nggak pernah dipake Bang Rion. Jahat dia tuh.” Aletta terus mengoceh tanpa peduli pada Yuda, Vika, dan Dhika yang menatapnya jengah. Saat ini, keempat orang itu sedang berada di mall. Aletta mengajak mereka untuk menemaninya membeli kado yang akan diberikannya pada sang idola. Awalnya Yuda menolak. Dia benci sekali dengan idola Aletta itu. Untuk apa dia merepotkan dirinya demi membeli kado manusia tidak penting itu? Tapi dia juga memikirkan Aletta. Dia tidak pernah bisa menolak kemauan gadis itu kan? “Udah sih, Ta, buang waktu, tenaga, sama duit aja lo ngelakuin hal kaya gini. Toh itu orang juga nggak bakalan tau kalo lo beliin kado buat dia. Dia juga nggak bakal ngucapin makasih juga. Atau mungkin itu semua kado yang lo beli cuma dilemparin ke tong sampah doang,” ucap Vika panjang lebar. “Enggak! Letta tau dia pasti nerima itu kado. Mungkin juga dipake. 43 Tapi nggak pake pas ada acara di TV, makanya nggak pada tau,” sahut Aletta. Sebenarnya dia juga tidak yakin dengan apa yang dia ucapkan. “Udahlah, jangan berantem. Malu diliatin orang,” balas Dhika. “Udah cepat sih, Ta. Lo mau beli apa biar langsung pulang. Ntar nyokap lo marah kalo pulang telat,” sambung Yuda. “Tapi Letta nggak tau mau kasih apa.” Aletta menunduk lesu. “Udah gue bilang, beliin celana dalam aja. Biar cepat. Gih sana!” “Dasar bego si Yuda. Gila aja cewek lo suruh beliin celana dalam buat cowok.” Vika menatapnya kesal. “Ya udah, lo beliin aja bikini biar dia pake. Kan lucu cowok idola si Letta pake bikini sambil nari-nari di tengah jalan. Makin banyak tuh fans-nya yang tergila-gila sama idola gila kayak dia," balas Yuda sinis. “Yuda kasar banget kalo ngomong,” cibir Aletta. “Ya lo juga jangan bodoh makanya. Ngapain lo susah-susah mikirin idola yang nggak kenal sama lo itu? Dia aja nggak tau lo siapa. Lo rela buang uang jajan lo buat kado demi orang yang bahkan nggak pernah tau lo idup apa enggak." “Tapi Letta pernah ketemu Bang Rion. Pernah meluk juga,” ucap Aletta tak terima dengan perkataan Yuda. “Terus dia ingat sama lo? Dia tau nama lo, orang yang pernah meluk dia?” balas Yuda yang membuat Aletta terdiam “Enggak, kan? Makanya udah, nggak usah peduliin dia. Ayo, pulang!” teriak Yuda. Dia berjalan melewati Aletta. “Ayo, pulang!” ajak Vika. Dia juga merasa mereka sudah terlalu lama berputar-putar. Dia pun berjalan menyusul Yuda. Tinggal Aletta dan Dhika yang masih berdiam diri. “Ta,” panggil Dhika. Aletta menoleh dengan sedih. “Dhika mau pulang juga? Gih sana! Letta nggak pa-pa, kok.” “Enggak. Udah, ayo gue temenin. Ucapan Yuda jangan masukin hati. Masukin perut aja terus keluarin jadi kentut,” canda Dhika. Aletta 44 langsung terbahak mendengar ucapannya. “Tapi gue serius, Ta. Lo tau Yuda emang gitu, kan. Dia gitu karena peduli sama lo. Ntar juga dia baik lagi, kan. Udah yuk, lo mau beli apa, gue temenin.” “Cowok biasanya suka apa ya, Dhik? Letta bingung.” “Gue cowok, Ta. Dan gue suka makan," jawab Dhika. “Letta cewek dan Letta juga suka makan.” “Kasih jam tangan aja gimana?" saran Dhika. “Dia udah banyak jam tangan mahal. Letta sering liat potonya pake jam mahal-mahal.” “Kalo gitu kasih parfum?” “Jangan! Ntar kalo parfum pas Letta lempar jadi pecah.” “Lempar?” tanya Dhika lagi. Aletta tidak menjawab. Dhika tidak tahu saja kalau selama ini Aletta melempar semua kado yang dia berikan untuk Rion. Itu karena penjaga rumahnya tidak mau membuka pagar rumah Rion. Mau tidak mau Aletta harus melemparnya. Entah kado itu disimpan atau langsung dibuang, Aletta tidak tahu dan tidak mau tahu. Yang penting dia sudah memberikan kado itu untuk Rion. “Kasih boneka Barbie aja sih, Ta. Siapa tau idola lo itu demenannya mainan gitu,” cetus Dhika. “Th Dhika, Bang Rion itu macho, tau. Masa dikasih gitu.” “Lah, katanya lo udah pernah kasih boneka Hello Kitty. Sama aja kan boneka. Atau bener kata Yuda. Lo kasih kutang aja.” “Yuda bilang bikini tau!” bantah Aletta. “Sama aja, elah. Atau kasih sendal jepit, deh. Yang ada bulu-bulunya sekalian. Warna pink. Lucu, kan?" Aletta terdiam sebentar. Tiba-tiba dia berteriak sambil memeluk Dhika. “Ah, iya bener. Pinter Dhika. Bang Rion kan belum pernah tuh pake sendal jepit unyu hihi. Ntar Letta beliin itu aja.” Dhika melongo. Tadinya dia mengatakan itu sebagai candaan. Tapi 45 dia tidak menyangka Aletta setuju dengan usulnya. Tapi siapa peduli? Yang penting sekarang Aletta memeluknya, kan? Ya ampun, rasanya Dhika tidak mau melepas Aletta. he “Gila emang! Gue nggak nyangka lo bahkan tau alamat rumahnya. Tapi lo yakin ini rumahnya? Gede banget gila!” Dhika menatap rumah yang ada di hadapannya dengan kagum. Saat ini mereka sedang berada di depan rumah Rion. “Ini rumah pasti kolam renangnya gede. Jadi pengen renang di sana, deh,” cetus Dhika. Aletta menggelengkan kepalanya prihatin. Kenapa Dhika tiba-tiba berubah jadi kampungan seperti ini? Padahal di rumahnya juga ada kolam renang. “Dhika jangan katro, plis. Di rumah kita juga ada kolam renang, kan.” “Iya sih. Renang bareng yuk, Ta?” Dhika menaik-turunkan alisnya menggoda Aletta. “Boleh. Izin dulu sama Papa tapi ya.” “Bercanda!” teriak Dhika. Dia meneguk ludahnya dengan susah payah saat Aletta membahas Papanya. Dhika tidak mau berurusan dengan laki-laki itu. Gafa memang tampan dan baik. Tapi dia sangat posesif pada anak perempuannya. Bayangkan saja jika laki-laki lain mengajak anaknya itu berenang bersama. Apa yang akan Gafa lakukan? Tidak. Dhika tidak mau membayangkan hal itu. Itu pasti sangat mengerikan. Sudah pasti Gafa akan menghajarnya. “Ayo sini ikut Letta samperin rumahnya.” Aletta menarik tangan Dhika menuju pagar rumah Rion. Dia tidak tahu jadwal Rion. Apa dia syuting film? Lagi keluar negeri? Atau mungkin sedang tidur? Aletta tidak tahu apa pun tentang Rion semenjak ponselnya rusak. “Pak Satpam! Hala spada hilawww" teriak Aletta sambil memukul pagar rumah itu. Beberapa menit kemudian seorang laki-laki berkulit 46 gelap dan beruban datang menghampirinya. Dia bahkan sudah tahu namanya karena sering datang ke rumah itu. “Halo Pak Jaya,” sapa Aletta sambil tersenyum manis. Jaya, satpam itu hanya mengembuskan napas pelan. “Kamu lagi? Saya kira nggak bakal datang lagi.” “Wooo... ya nggak mungkin. Kenapa, Pak? Kangen ya? Hihi. Makanya izinin Letta masuk.” “Mimpi kamu!" ketus Jaya. “Dih, songong ni orang,” cibir Dhika. Aletta mengangguk setuju. “Pak, bukain dong pagarnya. Letta mau kasih kado buat Bang Rion. Kan dia ultah tuh kemarin. Letta lupa ucapin. Jadi sekarang Letta ke sini mau ucapin secara langsung sama Bang Rion. Ayo buka pintunya jangan malu-malu,” suruh Aletta. “Nggak bisa. Mas Rion itu baru pulang. Harus istirahat. Datang lagi kapan-kapan aja. Sana pulang!” usir Jaya. “Jadi Bang Rion ada di rumah?” Aletta menatap Jaya dengan berbinar. Baru saja dia ingin berbicara, Jaya sudah memotongnya. “Udah pulang aja. Saya capek ngurus penggemar kayak kamu.” “Lah emang temen saya penggemar macam apa Pak?" tanya Dhika. “Ya itu, fans yang suka mimpi bisa jadi pasangannya Mas Rion. Padahal dia udah punya pacar sih. Lagian anak sekolah aja mimpinya udah ketinggian. Sekolah dulu yang tinggi. Jangan mentingin idola. Udah, pulang sana. Percuma ngasih kado juga. Mas Rion udah punya segalanya.” Dhika menatap Aletta yang terdiam. Dia menatap Jaya sinis. Untuk seorang satpam, Jaya ini terlalu banyak bicara dan menyebalkan. Dasar sok pintar. “Bapak ngeselin ya?" cibir Aletta. Dia berjalan mundur menjauhi pagar itu. Jaya tersenyum. Dia berpikir kalau Aletta kesal dan akan langsung pulang. Setelah itu dia 47 tidak akan datang lagi dan Jaya tidak akan pusing memikirkan fans gila macam Aletta. Tapi dia salah. Aletta mundur bukan karena ingin pulang. Dia justru melemparkan bungkusan yang dia pegang dengan sekuat tenaga agar bisa melewati pagar tinggi itu. Dan berhasil. Aletta tersenyum cerah bersamaan dengan teriakan seseorang yang terkena lemparan itu. “Apa-apaan ini? Siapa yang ngelempar saya?" teriak orang itu. “Mampus, Ta. Lo nimpuk orang? Ayo kabur!" teriak Dhika. Jaya menatap mereka dengan marah. “Kalian ngelempar... Ya ampun jangan kabur kalian!” teriak Jaya sambil berusaha membuka pagar itu. Sementara Aletta dan Dhika bersiap kabur. “Aaa... kita nggak boleh ketangkep, Dhika. Ayo, kabur!” teriak Aletta panik. 48 letta menarik tangan Dhika agar menjauh dari rumah Rion. Mereka Aves menuju motor Dhika. Entah karena Dhika terlalu gugup atau karena memang mereka sedang sial, motor Dhika mendadak tidak bisa menyala. Mereka semakin panik. “Elah, kayanya motor gue ngambek, Ta. Sana lari duluan. Biar satpamnya gue yang urus. Gih sana!" suruh Dhika. Aletta semakin ketakutan karena satpam itu sudah membuka pagarnya. Tapi dia tidak akan meninggalkan Dhika. Yang salah kan dia. “Enggak. Letta nggak bakalan ninggalin Dhika sendiri. Letta bakalan tetep di sini.” “Ya ampun, Ta, ini bukan saatnya romantisan. Gih sana! Ntar lo dibawa....” “Kalian nggak akan bisa kabur!" Pak Jaya memotong ucapan Dhika dan langsung menangkap tangan Aletta. Gadis itu terkejut dan langsung berteriak melihat Pak Jaya tahu-tahu sudah berdiri di depan mereka. “Omaigat. Pak Jaya ngagetin. Kalo Letta mati kena serangan jantung, Bapak mau tanggung jawab, hah? Letta itu masih muda, masih pengin idup tau,” omel Aletta. “Nggak usah banyak omong. Ayo ikut saya. Kamu harus tanggung jawab." Jaya menarik tangan Aletta ke arah pagar rumah Rion. Gadis itu kembali menjerit. Tentu saja Dhika tidak membiarkan itu. Dia mengejar mereka dan menarik Aletta ke balik punggungnya. “Bapak jangan seenaknya ya sama temen saya. Jangan berani narik dia kayak gitu lagi di depan saya. Saya hargai Bapak karena lebih tua. Tapi kalo Bapak kurang ajar sama temen saya, saya nggak bakalan 49 tinggal diam!” tegas Dhika. Aletta berbinar mendengar ucapan Dhika. Dari balik punggung laki-laki itu, Aletta menjulurkan lidahnya pada Jaya. Tentu saja laki-laki itu berdecak kesal. “Terus kamu pikir saya takut sama kamu?” tantang Jaya. “Oh, jelas Bapak harus takut. Saya nggak main-main kalo ngomong." “Jadi kamu ngajak ribut? Maju sini kalo berani!” “Hajar, Dhik, bantai. Terjang aja, jangan kasih ampun,” seru Aletta. Dhika dan Jaya sama-sama maju ke depan. Mereka sudah siap untuk saling membantai. Aletta juga sudah siap memberi semangat untuk Dhika. Namun, tiba-tiba mereka mendengar suara klakson mobil. Sontak saja mereka menoleh ke arah mobil itu. Mobil itu berhenti tepat di depan rumah Rion. Jaya langsung membuka pagar dengan lebar saat tahu siapa yang ada di dalam mobil itu. Sementara Aletta, menyipitkan matanya memandangi siapa yang ada di dalam mobil itu. Dan rasa penasarannya terjawab saat Rion keluar dari mobil dan meliriknya sekilas. Dia berbicara sebentar pada Jaya lalu berjalan ke arah Aletta. “Mampus Dhika, itu Bang Rion. Ya Allah, ganteng banget sih. Ngomong-ngomong, Pak Jaya ubanan itu boongin Letta tadi. Katanya Bang Rion udah di dalem. Lah ini baru pulang. Dasar tuti alias tukang tipu," ucap Aletta sambil menggigiti lengan baju Dhika. Dhika gemas sekali melihat kelakuannya. “Mata lo tutup sih, Ta. Copot ntar gelindingan di tanah!” cetus Dhika. “Gila, dia ke sini kan, Dhika? Omaigat, Letta udah syantik belum? Malu dong ketemu Bang Rion kalo Letta kayak gembel.” “Lo itu udah cantik. Kayak gimana juga udah cantik,” jawab Dhika lirih. Tapi Aletta tidak mendengar. Dia justru fokus pada Rion yang saat ini tersenyum di depannya. “Hai,” sapa Rion. “Napas buatan, plis. Tangkap Letta plis, mau jatoh ini!” pekik Aletta. Rion hanya terkekeh melihat kelakuan fans-nya itu. 50 “Kamu nungguin saya?” tanya Rion lagi. Dia tersenyum cerah membuat Aletta sesak napas. Aletta bahkan tidak bersuara. Dia hanya mengangguk. “Maaf ya, saya baru aja pulang kuliah. Kata Pak Jaya, kamu bawa kado buat saya? Makasih ya. Saya suka.” Rion mengedipkan sebelah matanya. “Aelah, Bang Rion genit banget. Setanlah, Bang!” umpat Aletta tanpa sadar. Rion terkejut mendengar ucapannya. Buru-buru Aletta menggeleng. “Maksud Letta, Pak Jaya itu ngeselin. Nggak mau ambil kado dari Letta. Jadi Letta lemparin aja lewat pagar. Nggak sengaja nimpuk orang. Mungkin juga kadonya rusak.” Aletta memasang tampang melasnya. Sekali lagi Rion tersenyum. Kali ini dia juga mengacak rambut Aletta. Gadis itu langsung melongo. “Nggak pa-pa. Sekali lagi makasih ya kadonya. Saya masuk dulu ya?” Rion berjalan ke arah rumahnya, sementara Aletta memukul-mukul tangan Dhika. Laki-laki itu hanya menaikkan sebelah alisnya. "Pinjem HP,” ucap Aletta. Dhika menggeleng cepat. Dia masih trauma dengan ponselnya yang pernah dibanting Aletta. “Cepat, Dhika. Nggak bakal Letta banting deh, sumpah. Letta mau potoin Bang Rion, mumpung masih keliatan punggungnya.” Sambil menghela napas pasrah, Dhika meyerahkan ponselnya pada Aletta. Gadis itu langsung mengarahkan kamera ponselnya ke Rion yang sedang berjalan. Meskipun hanya punggungnya yang terlihat, Aletta tetap senang. Hari ini mungkin aku hanya bisa melihatmu berjalan dari belakang. Siapa tahu besok aku bisa berjalan di sampingmu sambil bergandengan tangan, ucap Aletta dalam hati sambil tersenyum geli. “Makasih, Dhika. Jangan dihapus ya potonya. Kuy, pulang,” ucap Aletta sambil menyerahkan ponsel Dhika dan langsung berjalan menuju 51 motornya. Mungkin memang benar. Tadi Dhika sangat gugup sehingga susah menyalakan motornya. Lihat sekarang, motornya bahkan langsung menyala dan dia melajukannya dengan cepat. Sementara itu, Rion yang sudah berada di kamarnya terlihat sedang memikirkan sesuatu. Gadis yang tadi ada di depan rumahnya itu, entah kenapa Rion seperti mengenalnya. Oh, tunggu dulu! Sepertinya Rion ingat sekarang. Gadis itu yang dia temui di mall dan membisikkan sesuatu di telinganya. Gadis itu mendoakan dia dan Mikaila segera putus. Gadis itu juga yang pernah melempar mobilnya dengan sepatu. Dan Rion ingat jelas, gadis itu sudah dua kali mengatainya “setan” saat mereka bertemu. “Gue kerjain tau rasa lo,” ucap Rion sambil tersenyum miring. Dia membuka akun Instagram miliknya, lalu mencari akun gadis itu. Dia harus menemukannya. Setelah menemukan akun gadis itu, Rion langsung memulai aksinya. Sepertinya ini kegiatan yang menyenangkan. Lumayan mengurangi rasa bosan Rion. he “Makan yang banyak, Sayang, biar kamu tuh semangat belajarnya, terus nggak lemot.” Nafiza meletakkan nasi goreng di piring Aletta dan segelas sirup untuknya. Aletta itu punya kebiasaan yang aneh. Dia tidak terlalu suka air putih. Dia jarang minum air putih. Dia suka minuman berwarna dan berasa. Jadi, setiap pagi Nafiza menyiapkan jus atau sirup untuknya. Dia akan minum air putih hanya di saat tertentu. Misalnya di saat minum obat. Padahal air putih sangat diperlukan tubuh. Tapi kalau Aletta tidak mau, Nafiza bisa apa? “Kamu pulang sama Papa ya hari ini. Nanti siang Papa jemput," ucap Gafa. “Lah, sama Abang aja, Pa,” kata Aletta. “Abang kan hari ini mau les. Kalo pulang lagi, ntar kelamaan dong, 52 Sayang,” sambung Gafa. “Ya udah, sama Yuda aja, Pa. Kan Papa capek kalo dari kantor harus jemput Letta. Lagian Letta nggak bisa ngabarin Papa. Kan HP Letta udah nggak ada.” Aletta memasang tampang melasnya. Modus biar dibeliin HP baru, batin Gara. Gara menatap Aletta sambil tersenyum geli. Aletta itu sangat licik. Gara saja sudah sering tertipu. Dia pasti berpura-pura sedih dan mencari alasan agar dibelikan HP baru. Gara paham sekali dengan kelicikannya. Dasar Gadis Rubah. “Pake HP Abang aja. Abang nggak pake, kok.” Gara mengeluarkan ponselnya dari saku dan menyerahkan pada Aletta. Gadis itu melotot bermaksud menyuruh Gara menyimpan ponselnya. Kalau dia pakai punya Gara, papanya tidak mau membelikannya ponsel baru, kan? “Itu pake punya Abang,” suruh Nafiza. Aletta tersenyum tipis dan menggeleng. “Nggak usah deh, Ma. Letta nggak mau gara-gara pinjemin HP ke Letta, pacar Abang marah karena nggak balas chat." “Gara udah punya pacar?” Gafa dan Nafiza terkejut. Gara langsung menggelengkan kepalanya. Aletta ini benar-benar ya. “Nggak ada, Ma. Bercanda aja si Letta," bantahnya. Aletta menjulurkan lidahnya pada Gara. “Ya gak ada lah. Orang kamu belajar mulu gimana mau ada yang naksir. Udah, buruan sarapan ntar telat sekolah!” tegas Nafiza. Aletta dan Gara mengangguk patuh dan mulai menghabiskan sarapan mereka. Setelah itu mereka berpamitan pada kedua orangtua mereka untuk berangkat ke sekolah. Sepanjang perjalanan menuju sekolah, Aletta terus berteriak dan memukul punggung Gara. Gara-gara dia, Aletta tidak bisa meminta ponsel baru pada papanya. Aletta kesal pada Gara. Bahkan, saat turun dari motor pun dia tidak berpamitan pada abangnya. Gara hanya 53 menaikkan kedua bahunya seolah tidak peduli. Aletta memasuki kelasnya dengan wajah kusut. Dia semakin bingung saat Raihan dan Yuda sudah ada di kelas. Biasanya kedua orang itu masuk belakangan. Aletta berjalan menuju bangkunya. Vika langsung menyambutnya dengan pelukan. Dhika dan Alfan yang duduk di depan mereka juga tiba-tiba tersenyum bahagia. Kenapa Aletta merasa ada hal yang tidak beres ya? “Akhirnya lo datang juga, Ta. Coba kalo lo nggak datang, nasib gue gimana? Bisa gila gue!” teriak Vika. “Sakit nih si Vikachu. Udah nelen sianida belum, Vik?" ejek Aletta. Bukannya tersinggung, Vika kembali memeluknya. “Duh, Vika sayang Aletta!” “Ada maunya nih pasti. Kalian pada kenapa coba?" Aletta menatap mereka penasaran. “Gak usah bacot, Ta. Nih, belajar Fisika aja buruan. Jam pertama kita ulangan, Ta. Lo belajar yang bener, ntar kita nyontek,” ucap Raihan sambil menyerahkan buku pada Aletta. Yang lain mengangguk menyetujui ucapan Raihan. Aletta justru mendengus kasar. “Letta nggak mau! Belajar sendiri. Kenapa Letta harus capek belajar? Kalian malah enak nyontek,” tolak Aletta. “Th, jangan gitu, Ta. Lo sepupu gue, mana boleh gitu. Kasian kali, Ta, sama gue,” bujuk Vika. “Gue juga tetangga lo, Ta. Kalo pelit, gue aduin bokap gue,” sambung Yuda. “Apalagi ini si Yuda. Letta nggak mau ngasih contekan lagi. Kemarin Letta diusir dari kamarnya!” sembur Letta. Dia masih kesal atas perlakuan teman sekaligus tetangganya itu. “Kalo gitu, dia nggak usah, Ta. Kita aja,” balas Alfan. “Nah, itu betul!” teriak Dhika. Yuda menatap mereka kesal. Dasar tidak setia kawan! “Gue traktir es krim?” rayu Yuda. Aletta berbinar. Tapi dia pura-pura cemberut. “Seminggu ya?” tawar Aletta. “Dua hari aja lah. Mana ada duit gue,” tolak Yuda. “Ya udah, nggak usah!” tegas Aletta. Yuda pasrah. “Iya iya. Udah belajar sana!” “Iya, Ta, belajar gih. Ntar gue traktir jajan bakso di kantin,” sambung Vika semangat. "Gue beliin esnya deh," Raihan menyahut. “Gue apa ya? Butuh tisu nggak lo, Ta? Gue beliin deh ya?” tawar Alfan. “Kalo gue mah bakal gue pinjemin HP nanti, Ta. Kuota gue kan banyak.” Dhika tersenyum cerah. Dari sekian banyak penawaran, Aletta hanya tergiur dengan tawaran Dhika. Aletta tersenyum geli. Di saat seperti ini, Aletta bersyukur mendapat sedikit kepintaran dari papanya. Mamanya memang pintar. Tapi pintar mengomel. Itulah yang dia turunkan pada Aletta. Aletta baru akan membuka bukunya, tapi gurunya sudah masuk. Semua murid panik. Namun tidak dengan Yuda dan kawan-kawan. Selagi ada Aletta, mereka akan aman. Mereka bersyukur, setidaknya salah satu dari mereka ada yang cerdas seperti Aletta. Semua murid berusaha mengerjakan tugas itu dengan tenang. Yuda dan Raihan berpura-pura menulis, padahal tidak ada setitik tinta pun yang tertera di kertas jawaban mereka. Vika sibuk melirik kertas jawaban Aletta dan menyalinnya. Setelah itu dia memberikan kepada Raihan, lalu pada Dhika. Begitulah seterusnya yang mereka lakukan sampai akhirnya waktu ulangan itu habis. “Akhirnya perang sudah berakhir, Babang Raihan mau kantin dulu beli minum, yak. Telepon kalo guru udah masuk.” Raihan berjalan menuju pintu kelas. Alfan langsung mengikutinya. 55 “Gila ya pala gue mau pecah rasanya. Bukan karena soalnya susah, tapi gue panik takut ketauan nyontek,” cetus Vika. “Halah, kan udah biasa nyontek. Kek anak polos aja lo,” cibir Yuda. Vika melototkan matanya lalu berbalik membelakangi Yuda. “Dhika, sini pinjemin Letta HP.” Aletta menarik seragam Dhika sampai laki-laki itu menoleh. Tanpa banyak bicara, Dhika menyerahkan ponselnya pada Aletta. Aletta membuka album foto di ponsel Dhika. Dia melihat foto Rion yang dia ambil kemarin, lalu mengusapnya sambil tersenyum geli. Setelah itu dia membuka Twitter, lalu Instagram. Sudah tahu kan apa yang akan dia lakukan? lya, Aletta mencari berita terbaru tentang Rion di Twitter. Saat tidak menemukan hal yang menarik, dia langsung membuka Instagram. Dia masih bersikap santai. Sampai akhirnya, saat dia membuka DM, matanya hampir copot. “Ya ampun, demi abs Yuda yang gak berbentuk, demi mulut ember Alfan, Bang Rion DM Letta. Omaigat mimpi apa Letta sebelum lahir?” teriaknya. Yuda, Dhika, dan Vika ikut melihat ke arah ponsel Dhika. Dan benar, Rion mengiriminya pesan. Rion_as : Hai Aletta © Hanya pesan singkat, tapi sudah membuatnya hampir tidak bernapas. "Ah, Papa! Pokoknya Letta mau minta HP baru. Kalo aja HP Letta nggak rusak, ini balasnya pasti cepat. Udah gitu pasti langsung ngobrol panjang lebar sama Bang Rion. Eh, itu juga kalo dia balas DM lagi hihi. Pokoknya Letta harus minta HP baru. Kalo enggak, Letta ngancem buat ngubur diri dalam pot kaktus Mama,” Aletta menceracau. Vika, Yuda, dan Dhika menatap Aletta prihatin. Sepertinya kegilaan teman mereka itu semakin bertambah. letta dan Yuda sedang duduk di halte bus sambil menunggu Arsen berhenti. Tadi setelah bel pulang sekolah berbunyi, Aletta langsung menarik tangan Yuda ke parkiran dan menyuruhnya pergi ke minimarket. Tentu saja dia menagih es krim yang dijanjikan Yuda. Saat dalam perjalanan pulang, hujan tiba-tiba turun. Yuda menghentikan motornya di halte agar mereka tidak kehujanan. Yuda memperhatikan Aletta yang sedang menikmati es krimnya. Dasar gadis bodoh. Seharusnya di saat hujan dia meminum minuman hangat, kan? Bukannya malah menikmati es krim. Yuda tidak habis pikir, kenapa Aletta bisa seaneh itu. Dia berdecak kesal sambil merampas es krim itu dari tangan Aletta, lalu langsung membuangnya. Aletta melotot dan hendak protes, tapi Yuda langsung membekap mulutnya. “Hujan, Ta. Nggak baik dingin-dingin gini makan es krim. Minum air putih aja,” ucap Yuda sambil menyodorkan sebotol air mineral yang sengaja dia beli saat di minimarket tadi. Aletta menatap botol itu sekilas, lalu mendorongnya ke arah Yuda. “Letta nggak suka air putih.” “Ini lebih bagus daripada minuman berasa dan berwarna macam- macam kayak yang sering lo minum. Minum aja sih. Hujannya bakalan lama kayaknya,” balas Yuda. “Nggak ada hubungannya hujan sama air minum. Udah sih kita pulang aja. Letta udah laper,” rengek Aletta. Yuda kembali menyerahkan air minum itu pada Aletta. Dia juga mengeluarkan beberapa bungkus makanan ringan dari dalam tasnya, lalu membuka bungkusnya. 57 “Makan ini dulu buat ganjel perut. Nanti kalo hujannya udah nggak deras, kita pulang,” jelas Yuda. Aletta menerima Lays yang diserahkan Yuda, lalu mulai memakannya. Dia juga menyuapkan makanan itu ke dalam mulut Yuda. Begitulah mereka. Kadang saling berteriak kesal, kadang saling memperhatikan satu sama lain. Setelah hujan mulai reda, Yuda langsung mengajak Aletta pulang. Dia mengantar gadis itu sampai depan rumahnya, lalu dia langsung pulang ke rumahnya. Aletta pun membuka sepatunya tepat di depan pintu rumahnya. Di rumahnya ini tidak ada pembantu. Semua pekerjaan Nafiza yang mengurus. Dia tidak mungkin memasuki rumah dengan sepatu yang basah dan sedikit kotor itu. Kasihan mamanya jika harus mengepel lantai lagi. Terkadang Aletta sangat kagum pada mamanya. Meskipun mengerjakan semua pekerjaan rumah, dia tidak pernah mengeluh. Sebenarnya Papa sanggup jika harus membayar asisten rumah tangga, tapi mamanya menolak. Jadi mereka hanya punya sopir yang biasa mengantar Aletta dan mamanya belanja atau ke mana pun saat Gara dan papanya tidak bisa mengantar mereka. “Assalamualaikum. Ma, Letta pulang!” teriak Aletta. Dia meletakkan sepatunya di rak yang ada di sebelah pintu, lalu berlari menuju dapur. Dia sudah bisa menebak di mana mamanya berada saat dia pulang sekolah. Kalau tidak di dapur, pasti dia membaca novel sambil mendengarkan lagu Korea di dekat kolam renang. Sudah Aletta bilang kan kalau mamanya itu sangat ajaib. Sudah tua, tapi kelakuan masih seperti remaja. “Mama, Letta pulang, yuhuuu!" sekali lagi Aletta berteriak. Nafiza yang sedang membuat kue di dapur menoleh ke arahnya sambil tersenyum. “Kamu udah pulang, Sayang? Rambutnya basah gini. Kehujanan ya?” Nafiza mengusap rambut Aletta yang sedikit basah. 58 “Enggak kok, Ma. Tadi sama Yuda neduh dulu di halte. Pas hujannya udah lumayan reda, kita pulang. Cuma rambut aja sih yang kena gerimis,” jelas Aletta. “Ya udah, kamu bersih-bersih gih. Jangan lupa salat dulu. Mama siapin makanan dulu buat kamu.” Aletta mengangguk. Dia mencium pipi Nafiza sekilas, lalu berlari menuju kamarnya. Dia langsung mengganti seragamnya, salat, lalu kembali turun ke bawah. Saat dia turun, mamanya masih sibuk di dapur. Dia berjalan ke meja makan, lalu mulai menyantap makanan yang sudah disiapkan Nafiza. “Mama masak apa sih, Ma?” “Mama lagi bikin cheese cake buat abang kamu. Tadi malem dia minta dibuatin itu sama Mama.” “Emang Mama bisa buatnya? Enak nggak tuh ntar?” ejek Aletta. Nafiza mendelik dan Aletta hanya cengengesan. “Kalo udah selesai makan, belajar gih sana. Atau tidur siang kek. Nggak usah mantengin laptop atau HP terus. Lama-lama mata kamu rusak. Atau main deh sana sama temen kamu. Mama perhatiin kamu tuh temennya cuma Yuda, Vika doang!” cetus Nafiza. Aletta tidak suka mendengar ucapan terakhir Nafiza. Dia memang jarang bergaul di sekolah, tapi bukan berarti temannya hanya dua itu, kan? Masih ada Alfan, Dhika, dan Raihan. Sebenarnya Aletta punya banyak teman hampir dari segala kota. Tapi hanya teman yang kenal dari media sosial. Tepatnya sih teman sesama penggemar Rion. Mereka sering berkirim pesan dan kadang video call. Meskipun belum pernah bertemu, Aletta merasa nyaman berteman dengan mereka. Dan sekarang Aletta sedih, karena semenjak ponselnya rusak, mereka jadi tidak bisa berkomunikasi. “Letta dengar Mama nggak, sih?” ujar Nafiza kesal karena Aletta tidak merespons ucapannya. “lya, Leta denger, Ma. Letta udah selesai makan. Mau ke kamar dulu 59 ya?” “Nanti dulu. Ini anterin cheese cake buat Tante Rifa gih,” ucap Nafiza sambil menyerahkan bungkusan berisi cheese cake itu pada Aletta. Aletta hendak menolak, tapi melihat pelototan sang Mama, dia langsung menunduk takut. Dengan terpaksa, Aletta mengambil bungkusan itu, lalu berjalan ke rumah Yuda. “"Sabar, Letta. Nggak boleh ngelawan Mama. Harus jadi anak baik, siapa tau dibeliin HP baru, ya kan? Nurut aja sama Mama pokoknya,” ucapnya pelan. Nafiza yang memperhatikan kelakuannya hanya terkikik gel. ke “Rion sayang, besok jadwal kamu kosong, kan? Kita jalan yuk?” ajak Mikaila, kekasih Rion yang saat ini sedang menyiapkan makan malam untuknya. Dia sengaja membeli makanan karena tahu Rion tidak akan mau diajak makan di luar. Pacarnya ini seperti tidak ingin terlihat bersamanya di tempat umum. Rion tidak menjawab ucapannya. Dia masih fokus pada ponselnya. Kalau boleh jujur, dia sudah muak dengan Mikaila ini. Mereka baru berpacaran dua minggu, tapi Mikaila benar-benar membosankan. Kalau saja bisa, akan dia putuskan Mikaila sekarang juga. Mikaila Tarisya. Rion akui gadis itu cantik. Umur mereka hanya berbeda satu tahun. Mereka pernah syuting film yang sama. Dari situlah mereka bertemu, mulai pendekatan, lalu berpacaran. Awalnya Rion merasa senang berada di dekat wanita itu. Dia terlihat dewasa, baik, cantik, dan... seksi. Namun, belakangan ini dia merasa Mikaila mulai menyebalkan. Menurut Rion, semakin hari Mikaila semakin posesif. Gadis itu terlalu banyak menuntut agar Rion sering menghabiskan waktu dengannya. Dia semakin sering merajuk, marah dan suka mengatur 60 Rion untuk melakukan ini dan itu. Dia juga sering cemburu saat Rion syuting dengan perempuan lain. Rion memang kekasihnya. Tapi bagi Rion, kelakuan Mikaila itu sedikit berlebihan. Rion tidak suka. “Rion, kamu denger aku ngomong nggak, sih? Aku capek ngomong, kamu malah diem aja,” protes Mikaila. Rion melirik wanita itu sekilas, lalu mulai mengembuskan napas pelan. “Nggak bisa, Mik. Aku ada urusan besok. Lagian kamu juga kan masih ada pemotretan besok abis pulang sekolah. Kapan-kapan ajalah,” tolak Rion. Mikaila tampak tidak senang dengan ucapannya. Dia bahkan menghentikan kegiatannya mengatur piring dan lauk pauk di atas meja makan. “Kapan-kapannya itu kapan? Kamu tiap hari sibuk. Nggak ada waktu buat aku. Padahal, sesibuk apa pun aku, aku berusaha luangin waktu buat kamu. Kita baru pacaran loh, Rion. Kita ini termasuk pasangan yang lagi disorot media. Harusnya kita tunjukin kemesraan kita. Kenapa malah ribut gini sih?” “Lah kamu yang nyari ribut. Udahlah kamu pulang aja dulu. Aku mau istirahat!” balas Rion tak sabar. Dia sudah semakin jemu dengan situasi ini. “Kamu ngusir aku?” Mikaila menatap Rion kesal. Dia sungguh tersinggung dengan respons Rion. Laki-laki itu hanya menaikkan kedua bahunya seolah tidak peduli. Mikaila ingin berteriak, tapi dia menahannya. Dia menarik napas kasar sambil mengambil tasnya. Tanpa banyak bicara, dia langsung keluar dari rumah Rion. Rion menatap punggung Mikaila sambil mengacak rambutnya. Dia frustrasi. Tapi bukan karena kepergian Mikaila. Tapi karena seorang fans yang ingin dia kerjai justru mengerjainya balik. lya, gadis itu adalah Aletta Syaquilla. Gadis yang sering mengatainya “setan”. Dia sudah mengirim pesan di Instagram gadis itu. Harusnya gadis itu bersyukur karena jarang-jarang Rion mau melakukan hal seperti itu pada fans-nya. 61 Rion sudah tidak sabar menunggu balasan dari gadis itu. Si Aletta itu pasti pingsan mendapat pesan darinya. Setelah itu, dia akan membalas pesan Rion dengan semangat, kan? Seharusnya memang begitu. Tapi ini tidak. Gadis kecil itu justru membalas dengan satu emoticon saja. Dan itu membuat Rion semakin kesal padanya. Alettasyaquilla : @ Sekali lagi Rion menatap pesan balasan gadis itu. Dia berteriak kesal sambil melempar ponselnya ke atas meja makan. Dasar fans menyebalkan! ae “"Halah, tau gini gue nggak usah ganti baju tadi. Ngapain gue pake baju olahraga kalo Pak Joko aja nggak datang,” omel Vika. Aletta mengangguk setuju. Mereka sedang berada di lapangan basket sambil melihat Yuda dan yang lainnya bermain basket. Seharusnya saat ini pelajaran olahraga. Tapi karena gurunya tidak datang, mereka Jadi bebas. Sebagian bermain basket, sebagian ke kantin, atau sedang bergosip di kelas. “Ayo, ganti baju aja deh, Ta. Gerah gue pake baju olahraga gini,” ajak Vika. Dia bahkan sudah berdiri dan bersiap pergi ke ruang ganti. “Enggak, deh. Letta mau kantin aja.” “Ya udah, ntar gue nyusul,” balas Vika. Aletta mengangguk. Setelah Vika pergi, Aletta berjalan menuju kantin. Setelah memesan jus mangga, dia mengeluarkan ponsel Dhika dari saku celananya. Sekarang Dhika memang sering menitipkan ponselnya pada Aletta. Laki-laki itu tahu kalau Aletta butuh benda itu. Terkadang Aletta merasa kalau Dhika terlalu baik padanya. Dia tidak pernah kasar pada Aletta. Dia yang paling sedih saat Aletta sakit. Dan dia juga selalu ada saat Aletta butuhkan. Yuda juga sering baik padanya. Tapi Yuda juga sering menyebalkan. Aletta tersenyum cerah saat jus pesanannya sudah jadi. Saat dia 62 akan meminumnya, seseorang menarik gelas itu dan menggantinya dengan botol air mineral. “Yuda!” jerit Aletta. Yuda tidak menjawab. Dia langsung meminum jus itu tanpa rasa bersalah. “Gantil” tegas Aletta. “Itu gue ganti air putih.” “Gak mau. Letta mau jus!” teriak Aletta. “Heh, Tata Aletta. Udah gue bilang, sering minum air putih biar lo sehat.” “Jus juga sehat, kok,” sahut Aletta. “Tapi lo jarang minum air putih. Itu tuh bikin lo nggak fokus. Makanya lo sering ngomong sendiri kayak orang gila. Kasian gue Ta sama nyokap-bokap lo kalo anak bungsunya mulai gila,” cetus Yuda. “Yuda kok nyebelin, sih?” “Udah dengerin aja,Ta. Itu artinya si Yuda peduli sama lo. Turutin aja," sambung Dhika yang tiba-tiba muncul dan duduk di sebelahnya. Dhika datang membawa nasi gorengnya. “Tapi kan dia suka banget jutekin Letta. Mana ada orang peduli begitu.” “Dia bukan cuek. Cuma cara perhatiannya kurang halus. Udah, jangan banyak omong. Makan nih.” Dhika menyodorkan sesendok nasi goreng padanya. Tanpa ragu Aletta melahapnya. Yuda yang memperhatikan mereka langsung mendengus kasar. “Jijik, bego. Jangan sok romantis depan gue,” cibir Yuda. “Cemburu ya? Gih sono samperin Vika,” ejek Dhika. Yuda menendang kakinya dari bawah meja, lalu bangkit meninggalkan mereka berdua. “Tuh kan, apa gue bilang. Pasti cemburu,” ucap Dhika pelan. “Dhika ngomong apa? Letta nggak denger tadi.” “Nggak pa-pa, Ta. Makan aja yang banyak nih.” Dhika kembali menyuapkan nasi goreng ke Aletta. Dia tersenyum geli melihat gadis itu makan dengan lahap. Bahkan dia hampir menghabiskan sepiring 63 nasi goreng milik Dhika. Lucu banget sih. Gemes pengen cubit, batin Dhika. he “Letta, ada yang nyariin lo tuh!” teriakan Gevina menghentikan kegiatan Aletta yang sedang menyusun bukunya. Gevina ini salah satu murid yang menurut Aletta tidak suka padanya. Aletta tidak tahu apa salahnya pada gadis itu. Yang jelas Gevina sering sekali ketus padanya. “Siapa?” tanya Aletta bingung. “Mana gue tau siapa. Tadi gue juga dikasih tau anak lain buat nyampein sama lo. Katanya ganteng, cuma udah agak dewasa. Tuh lagi nungguin elo di depan gerbang. Naik mobil,” cerosos Gevina. “Siapa, Ta? Lo bukan simpenan Om-om, kan?” Vika menatapnya curiga. Raihan langsung menyentil jidat Vika. “Sembarangan kalo ngomong, Vik. Biar gila begini, si Letta nggak naksir Om-om kali!" Aletta terkikik geli saat Raihan membelanya. Raihan memang yang terbaik. “Dia tuh simpenan kakek-kakek!” sambung Raihan sambil terbahak. Yang lain ikut terbahak. Raihan sialan! Aletta menyesal mengatakan dia baik. Sambil mengentakkan kakinya, Aletta berjalan keluar kelas. Dia penasaran siapa yang mencarinya. “Siapa ya kira-kira yang nyariin Letta? Bang Rion kali ya hihi.” Aletta terkikik geli. Gadis itu terus berjalan menuju gerbang sekolahnya. Dia benar- benar penasaran dengan orang yang mencarinya. Gevina bilang laki- laki dewasa, ganteng, dan naik mobil. Aletta berlari menuju gerbang sekolahnya. Saat tiba di sana, dia langsung menemukan orang itu. Aletta tersenyum dan berlari menghampiri laki-laki itu lalu memeluknya. a A I pyapa!" Aletta berlari ke arah Gafa dan langsung memeluknya. Laki- laki itu tersenyum dan mengusap kepala putrinya itu dengan sayang. “Papa jemput Letta? Kok nggak ngabarin dulu, sih. Eh, tapi Papa nggak sibuk apa? Papa nggak bolos kerja, kan?” Aletta menatap Gafa curiga. “Kalo Papa sibuk nggak mungkin ada di sini, kan?” Aletta cengengesan. Gafa menyuruh Aletta memasuki mobilnya. Gadis itu menurut. Dia menatap papanya yang sedang mengendarai mobil. Papanya itu masih sangat tampan. Badannya juga masih bagus. Dia tersenyum geli teringat saat Gevina bilang kalau orang yang mencarinya sudah dewasa. Padahal Papanya ini sudah tua, kan? Sebenarnya tidak terlalu tua, sih. Papanya masih berusia empat puluh tahun. Orangtuanya memang menikah di usia muda. Duly, Aletta pikir Gara anak pertama. Tapi ternyata tidak. Mamanya bilang, dia punya satu abang lagi. Namanya Qadaffa. Namun sayang, Daffa meninggal saat masih dalam kandungan usia lima bulan. Meski tidak pernah bertemu Daffa, dia dan keluarganya tetap sering mengunjungi makam abang tertuanya itu. “Mikirin apa?” Suara Gafa mengagetkan Aletta. “Letta cuma mikir, kita mau ke mana Pa?” “Kencan?” Aletta terbahak. “Nanti Mama cemburu loh, Pa." “Jangan sampe tau, dong. Kita kencan diam-diam.” goda Gafa. “Oke!” Aletta mengangguk setuju sambil tersenyum geli. Kadang- 65 kadang papanya ini memang konyol. Tiba-tiba, Gafa menyodorkan paper bag padanya dan menyuruh Aletta mengambilnya. Masih dengan wajah bingung, Aletta meraih paper bag itu sambil menahan rasa penasaran. “Hadiah dari Mama buat kamu. Mama mau kasih sendiri, tapi malu. Ya udah Papa wakilin aja,” sahut Gafa saat Aletta bertanya apa isinya. Aletta melongo. Sejak kapan mamanya punya rasa malu? Dan kenapa tiba-tiba Mama memberikan kado untuknya? Aletta jadi curiga. “Mama nggak kerasukan setan pohon beringin kan, Pa? Kenapa tiba- tiba ngasih kado coba? Letta kan belum ulang tahun.” “Dibuka aja, Sayang,” suruh Gafa. Aletta tidak membantah. Dia membuka paper bag itu dan mengeluarkan isinya. Matanya langsung berkaca-kaca melihat benda yang ada di tangannya. “HP baru!” teriak Aletta. Dia membuka kotak itu, lalu memeluk ponselnya. Akhirnya, belahan jiwanya kembali hadir. “Makasih ya, Pa.” Aletta memeluk papanya sambil menangis. Dia bahkan tidak sadar kalau mereka sudah berhenti di depan sebuah masjid. “Makasihnya sama Mama ya. Kan Mama yang ngasih ke kamu.” “Letta, dengar Papa ya, Sayang. Mama kamu itu, meski kadang sifatnya aneh, tapi dia baik. Itu yang bikin Papa sayang sama dia. Mungkin dia sering ngomel sama kamu, sering ngejek kamu. Tapi percaya sama Papa, dia sayang kamu lebih dari apa pun.” Aletta menundukkan kepalanya mendengar ucapan Gafa. Dia sedih dan merasa bersalah. Sebenarnya, Aletta sering kesal saat mamanya terlihat lebih perhatian pada Gara. Apa yang Gara mau selalu diberikan. Gara ingin makan apa saja dibuatkan. Bahkan, Aletta sering sekali melihat Gara manja pada mamanya. Misalnya memeluk, atau tidur di pangkuan mamanya. Aletta tidak benci pada Gara. Dia sayang pada abangnya itu. Dia hanya cemburu. “Letta sayang Mama, Pa," bisik Aletta. 66 “Mama lebih sayang kamu, Nak. Ya udah, berhenti nangis ya? Kita salat dulu. Abis itu kita makan siang, gimana? Kita masih mau kencan, kan?" Aletta terbahak mendengar godaan papanya. Mereka turun dari mobil dan berjalan memasuki masjid. Setelah selesai shalat, Aletta dan Papanya melanjutkan perjalanan mereka. Kencan? Ya ampun, kenapa rasanya menggelikan sekali? Aletta memang sering pergi berdua dengan papanya, tapi itu pun hanya sebatas ke minimarket atau warung sate saja. “Papa makan yang banyak, deh. Hari ini Letta yang traktir. Nanti kita bungkusin juga buat Mama sama Abang.” “Emang punya uang?” Gafa menaikkan sebelah alisnya. Aletta cemberut. Dia tahu saat ini papanya sedang mengejeknya. “Ada lah, Pa. Uang Letta masih banyak. Kan uang jajannya dikumpulin. Tadinya kan Letta mau beli HP. Tapi karena udah dikasih Mama, uangnya buat traktir makan aja,” ucapnya sambil menaik-turunkan alisnya. Mereka pun mulai menyantap makanan dengan lahap. Sampai akhirnya, Aletta tersedak melihat pemandangan yang ada di depannya. "Pelan-pelan, Sayang,” tegur Gafa sambil menyerahkan minuman untuknya. “Maaf ya, Pa. Emm, Letta mau ke toilet dulu ya, Pa,” pamitnya. Aletta meraih ponselnya, lalu berdiri dari kursinya. “Mau ke toilet kenapa bawa HP?” “Cuma mau pamer aja sama setan toilet kalo Letta punya HP baru,” ucapnya sambil tersenyum polos. Dia langsung berlari menuju toilet. “Dasar anak Nafiza!” ujar Gafa sambil menggelengkan kepalanya. ae Rion memakai kacamata hitamnya sambil berjalan pelan ke arah toilet. Saat ini dia sedang makan di sebuah restoran bersama Mikaila. Padahal, kekasihnya itu baru pulang sekolah. Kenapa dia tidak lelah, sih? Awalnya Rion menolak pergi bersama Mikaila, tetapi gadis itu 67 terus memaksa. Dengan terpaksa juga Rion menurutinya. Dia lelah mendengar ocehan Mikaila. Lebih tepatnya Rion berpura-pura mendengar ucapannya. Dia meminta izin pada Mikaila untuk ke toilet. Sebenarnya dia ingin langsung keluar dari restoran ini. Tapi dia masih punya hati. Dia tidak mungkin meninggalkan gadis itu sendirian. Saat berjalan ke arah toilet, Rion merasa seseorang berjalan di belakangnya. Orang itu berada sangat dekat dengannya. Sebelum dia membalikkan badannya, suara orang itu terdengar. “Om telolet Om!" Rion membalikkan badannya. Matanya membulat melihat orang itu. Orang yang baru-baru ini dia ingat. Orang yang mengaku fans-nya. Orang yang membalas pesannya dengan satu emoticon. Dan orang yang ingin sekali Rion telan. “Aletta!” tanpa sadar Rion berteriak. Aletta yang masih sibuk mengambil foto dan video punggung Rion langsung tersentak kaget. Mulutnya terbuka lebar. Dia tidak menyangka Rion mengenalnya. Bahkan, laki-laki itu memanggil namanya! “Oh, halo fans,” sapa Aletta sambil melambaikan tangannya pada Rion. Tidak lupa senyuman polosnya, padahal jantungnya berdebar kencang setelah tahu kalau idolanya itu mengingat namanya. Melihat tingkah menyebalkan Aletta, tentu saja Rion semakin kesal. “Ngapain kamu di sini?” desis Rion. “Letta lagi motoin Bang Rion, dong. Tuh liat HP Letta masih baru hihi.... Maap ya, Bang, kemarin Letta balas DM Abang lama. Soalnya HP Letta rusak.” Membahas pesan balasan gadis ini, Rion semakin kesal saja. Harga dirinya serasa diinjak-injak. Dasar fans kurang ajar. Sebenarnya dia ini fans atau bukan, sih? “Ya udah sana balik. Saya mau ke toilet!” jawab Rion ketus. 68 “Letta tau, makanya Letta ikutin.” “Heh? Gila kamu ya. Ngapain ngikutin saya ke toilet. Saya itu cowok, kamu cewek. Toilet kamu sebelah sana. Udah sana!” usir Rion. “Nggak mau. Letta mau videoin Bang Rion. Bang Rion masuk aja. Letta nggak bakalan ngintip, kok. Nanti pas videoin, mata Letta bakalan ditutup, kok, ” balasnya dengan keras kepala. “Masih kecil udah mesum!” ujar Rion ketus. “Nggak pa-pa sih mesum, daripada dimesumin. Rugi di Letta, dong,” sahutnya santai. Rion terperangah. Baru kali ini dia bertemu orang gila macam Aletta. Padahal gadis ini masih kecil. Tapi kenapa selalu bisa membalas ucapannya? “Bang Rion sini, deh." Aletta menarik tangannya mendekat. Dia berniat menolak, tapi gadis itu memegang tangannya kuat. “Liat itu deh, Bang, laki-laki yang ada di situ. Ganteng, kan?” Rion mengikuti arah pandangan Aletta. Seorang laki-laki sedang menikmati makanan sendirian. Lalu apa maksud gadis ini? “Itu papanya Letta. Udah ganteng, baik juga. Nggak galak kayak Bang Rion. Papanya Letta itu dulu terkenal gini kayak Bang Rion. Di sekolah, di kampus, dan di mana-mana banyak fans-nya. Tapi papa Letta nggak sombong!” tegas Aletta. Rion menarik napas pasrah. Dia tahu gadis ini sedang menyindirnya. “Bang Rion tau nggak. Dulu ya, Papa pernah ditawarin jadi anggota boyband di Korea karena gantengnya itu. Udah gitu pinter sih. Tapi sayang Papa nggak mau. Soalnya Papa nggak mau disuruh oplas. Suaranya juga nggak bagus. Lagian Papa udah jatuh cinta sama Mama dan nggak mau ninggalin Mama. Bayangin aja kalo Papa jadi artis. Bang Rion mah nggak ada apa-apanya.” “Inti omongan kamu ini apa?” desah Rion. Dia lelah menghadapi gadis ini. Aletta berbinar mendengar pertanyaan Rion. “Minta nomor WA Bang Rion,” ucapnya kalem. Rion melongo. Gadis 69 ini bicara panjang lebar, tapi akhirnya malah minta nomor ponselnya? Ya ampun, dasar gadis gila. Memang artis mana yang mau memberi nomor ponselnya pada penggemarnya? Rion tidak mau. Bisa-bisa dia diteror oleh Aletta. Gadis ini sepertinya sanggup berbuat kriminal. “Enggak!”" tolak Rion. Tidak lupa dengan toyoran di kening Aletta. Gadis itu tidak senang dengan perbuatannya, dan langsung memukul pundak Rion keras. “Bang Rion jangan kasar sama Letta. Letta aduin Papa, bisa abis Bang Rion. Papanya Letta itu jago ngebantai orang. Terus ya, kalo orang pada tau Bang Rion aniaya Letta, karier Bang Rion hancur. Ntar muncul deh berita, ‘SEORANG IDOLA MENGANIAYA FANS-NYA’. Wuppp! Bang Rion nggak laku lagi. Terus jadi miskin, deh. Ntar Letta jadi orang pertama yang ketawa liat muka gembel Bang Rion.” “Kamu ngancam saya? Kamu pikir saya takut?” tantang Rion. “Harus takut. Letta teriak, nih?” Aletta sudah bersiap-siap berteriak, tapi Rion langsung membekap mulutnya. Aletta langsung tersenyum cerah. Dengan pasrah Rion memberikan nomor ponselnya pada gadis itu. Ingatkan dia untuk mengganti kartunya setelah gadis ini pergi. “Makasih ya, Bang Rion. Jangan coba-coba ganti kartu. Nanti kalo Letta telepon, dijawab ya. Dadah idolanya Letta yang ganteng.” Aletta memberikan ciuman jarak jauh untuk Rion dan berlari menuju papanya. “Fans gila! Jangan lagi deh ketemu dia. Mati berdiri gue. Nggak bisa berbuat apa-apa. Kayaknya gue disantet itu cewek.” ae “Makasih ya, Dhika,” ucap Aletta sambil mengembalikan ponsel Dhika. Dia baru saja mengirim foto Rion yang ada di ponsel Dhika ke ponselnya. “Makasih juga traktirannya!” teriak Alfan. Saat ini Aletta, dan temannya sedang berada di kantin. Mereka 70 minta traktiran karena Aletta dapat ponsel baru. Aletta tidak menolak. Dia benar-benar membayar makanan yang dipesan temannya itu. “Tapi serius lo kemarin ketemu si Rion Rion itu, Ta?” tanya Vika penasaran. Mendengar nama Rion, Yuda mendadak mual. Dasar Vika oon! Kenapa memancing Aletta membicarakan idolanya itu, sih? “Vika bego!” ketus Yuda. Vika yang tidak tahu kesalahannya menatap Yuda penuh tanya. “Bego lo emang, Vik. Ngapain bahas idola dia, sih? Sakit kepala gue dengernya,” sambung Yuda. “Ya nggak usah dengar! Sana balik ke kelas!" ketus Aletta. Dia heran, kenapa Yuda kesal sekali saat dia membahas Rion. Memangnya salah Rion apa? “Emang mau balik. Ngapain juga di sini dengerin omongan gak penting lo itu,” balas Yuda sinis. Dia bangkit dari bangkunya dan menatap Raihan. “Lo masih mau di sini, Han? Ayo, balik,” ajak Yuda. “Gue sih males dengerin omongan Letta. Gue juga nggak tau si Rion itu. Tapi gue lebih males ke kelas. Gue mau ke perpus aja,” balas Raihan. “Wih, gila! Setan apa yang merasukimu, Nak? Kenapa jadi normal gini?” Alfan menatap Raihan dengan ngeri. “Lo nggak karacunan makanan traktiran si Letta kan, Han? Disantet lo ya? Tumben banget ke perpus,” balas Yuda. “Jangan salah paham dulu dong, Sayang. Babang Raihan mau ke perpus bukan buat baca buku dong. Babang lebih suka nonton daripada baca," jelas Raihan. “Nonton anu kan lo?” tuduh Vika. “Anu apa sih, Baby Vika? Anu itu satu kata beribu makna.” “yijik banget denger lo ngomong, Han. Udah sana cabut lo!" usir Vika. Kecuali Dhika, akhirnya cowok-cowok itu membubarkan diri. Yuda 71 dan Alfan pilih kembali ke kelas, sementara Raihan dan “niat mulianya” membawanya ke perpustakaan. Aletta pun mulai menceritakan pertemuannya dengan Rion. Saat dia mengikuti laki-laki itu ke toilet, saat dia mengancam Rion, dan saat mendapatkan nomor telepon Rion. “Serius lo? Gila aja. Mana ada artis yang mau ngasih nomornya sama fans. Boong lo pasti!” tuduh Vika. “Th, Letta nggak pernah boong. Tuh buktinya fotonya ada di HP letta.” “Itu nomor palsu kali,” cetus Dhika. “Nah, iya juga,” kata Vika tiba-tiba menyadari kemungkinan dirinya dikerjai Rion. “Cek dulu coba. Kalo nggak aktif, berarti lo kena tipu,” sambung Dhika. Aletta terdiam. Apa benar nomor yang diberikan Rion palsu? Kalau dipikir-pikir, memang bisa jadi, sih. Mana ada idola yang dengan gampangnya memberikan nomor ponselnya pada penggemarnya. Aletta saja yang bodoh. Awas saja kalau cowok itu menipunya. Aletta menekan nomor yang diberikan Rion. Dia kira nomor itu tidak tersambung. Tapi benar, nomor itu aktif. Bahkan panggilannya sudah terjawab. Tapi yang membuat Aletta bingung adalah suara pemilik nomor itu. Suara perempuan. “Halo, ini siapa, sin? Kalo nggak penting, jangan nelepon, deh. Ganggu!” teriak orang itu. Tunggu dulu, kenapa Aletta merasa kenal dengan suara ini? Jadi, ini nomor.... “Mimi Cungkring!” teriak Aletta sambil mematikan sambungan teleponnya. 72 Mc menatap Rion sambil menyipitkan matanya. Dia baru saja mengangkat telepon untuk kekasihnya itu saat Rion ke kamar mandi. Dan betapa terkejutnya dia saat mendengar suara perempuan yang menghubungi Rion. “Kenapa liatinnya gitu amat, sih?” protes Rion. “Tadi ada telepon di HP kamu.” Mikaila memulai pembicaraan. “Aku kira itu penting. Jadi aku angkat.” “Kamu ngangkat telepon aku? Lancang banget kamu!" bentak Rion. “Rion, aku ini pacar kamu. Apa salahnya sih aku angkat?” protes Mikaila. “Salah! Lo itu cuma pacar gue, kan? Bukan istri. Lo nggak ada hak ngangkat telepon gue kayak gitu.” “Rion, kamu kok kasar sih sama aku?” teriak Mikaila. “Kamu... jangan bilang kamu bener-bener selingkuh. Aku nggak terima ya Rion kamu giniin. Kamu pikir aku perempuan apa, hah?” “Ngomong apa, sih?” Rion tidak mengerti apa maksud Mikaila. “Kamu nggak usah pura-pura lagi ya. Tadi itu yang nelepon perempuan. Kamu sengaja kan nggak ngasih nama kontak itu biar aku nggak tau? Aku nggak terima dia ngatain aku cungkring!” bentak Mikaila. Rion hampir terbahak mendengar ucapan terakhir Mikaila. Cungkring? Ya ampun, sepertinya Rion tahu siapa pelakunya. Rion meraih ponselnya dari tangan Mikaila. Tanpa banyak bicara dia langsung berjalan menjauh dari wanita itu. Tentu saja Mikaila tidak tinggal diam. Dia mengikuti Rion karena gadis itu ingin tahu apa yang kekasihnya itu lakukan. Rion tersenyum licik sambil menghubungi nomor yang 73 barusan meneleponnya. Rion akan memberikan kejutan untuk Aletta, si penggemar licik. “Halo, Mbak Mimi Cung....” “Aletta,” potong Rion. Tidak ada suara di seberang sana. Rion tahu, Aletta pasti sedang mengumpulkan nyawanya sekarang. Dia pasti terkejut mendengar suara merdu Rion. “Bang Rion?" tanya Aletta ragu. “lya. Maaf ya, Sayang, tadi aku lagi sibuk jadi nggak bisa ngangkat telepon kamu,” bisik Rion sambil mengulum senyum. Dia tahu Mikaila sedang mengikutinya, jadi dia berpura-pura selingkuh agar Mikaila segera memutuskan hubungan mereka. “Sayang gigi lo goyang! Bang Rion mabok ya? Atau stres kebanyakan syuting? Ini Aletta loh bukan Mimi Cungkring.” Rion berdecak kesal. Dia semakin yakin kalau Aletta ini bukan fans- nya. Mana ada fans yang bicara seketus itu pada idolanya? “Woi, Bang Rion! Tidur ya? Letta matiin nih ya? Letta sibuk oi!” sambungnya. “Jangan dimatiin dong, Sayang. Jangan marah ya. Aku tau aku salah.” “Ya Allah, idola Letta stres. Sedih Letta tuh,” pekik gadis itu. Kalau saja Aletta ada di hadapannya, sudah Rion telan dia hidup-hidup. “Ya, aku juga sayang kamu.” “Setanlah Bang!” umpat Aletta sambil menutup teleponnya. Rion meremas ponselnya kencang. Dasar bocah sialan! Berani-beraninya gadis itu mematikan sambungan telepon tanpa seizin Rion. Rion membalikkan badannya dan berpura-pura terkejut melihat Mikaila. Catat! Berpura-pura. Semoga saja wanita ini meminta putus darinya. “Dari kapan kamu di sini?" tanya Rion kaku. “Dari tadi!" teriak Mikaila. “Jadi bener ya kamu selingkuh?! Siapa itu Aletta? Siapa yang ngatain aku cungkring? Bakalan aku cakar dia!” bentak Mikaila. Aletta yang ngomong. Cakar aja sih. Tendang ke bulan sekalian, 74 jawab Rion dalam hati. “Jawab aku, Rion!” teriak Mikaila. “Mik.” “Enggak! Aku nggak mau putus dari kamu. Aku bakal cari orang yang jadi selingkuhan kamu!” Mikaila menatap Rion tajam. “Awas aja kalo ketemu, aku acakin mukanya,” ucap Mikaila sebelum pergi dari rumah Rion. “Elo yang nggak bakal selamat, Mik. Gue aja nggak sanggup ngadepin itu bocah. Jangan ketemu lagi deh sama dia, Ya Allah, nggak sanggup hamba,” omel Rion. ae “Letta, makan!” teriak Gara dari luar kamarnya. Aletta menatap pintu sekilas dan kembali fokus pada ponselnya. Dia sedang bermain games. “Adek! Makan dulu!” tegas Gara. Aletta bersungut kesal. Kalau Gara sudah memanggilnya dengan sebutan “adek", Aletta tidak bisa berkutik. “Lama banget sih buka pintunya,” gerutu Gara. “Leta sibuk,” sahutnya cuek. Dia mengulurkan tangannya pada Gara, meminta digendong. Dia sedang malas berjalan ke ruang makan. Gara yang mengerti dengan kemauan adiknya itu hanya mengembuskan napas pasrah. Dia menoyor kepala Aletta pelan, lalu menggendongnya di punggungnya. Gadis itu menyandarkan kepalanya di pundak Gara sambil tersenyum geli. “Dasar manja,” omel Gara sambil berjalan menuruni tangga. Nafiza dan Gafa yang melihat Aletta berada di gendongan Gara langsung panik. “Leta kenapa, Sayang? Kamu sakit?” ujar Nafiza dengan nada panik. Gadis itu cengengesan. “akting paling. Anak kamu banget sih, Yang, tukang drama,” sahut Gafa. 75 “Lah, berarti Letta bukan anak Papa ya?” Aletta duduk di samping Gara sambil cemberut. “Bukan. Kayaknya kamu anak tetangga,” balas Gafa. Kalau saja Gafa ini bukan papanya, sudah Aletta jambak rambutnya. Eh tidak tidak! Aletta tidak berani melakukannya. Dia bukan mamanya yang berani menjambak, atau menimpuk papanya dengan sepatu. Aletta kan lemah lembut. “Makan, Mas, jangan ngomel,” tegur Nafiza. Mereka makan sambil sesekali mengobrol. Setelah selesai makan, Gara membantu mamanya mencuci piring. Gafa duduk di sofa ruang tamu. Dia meletakkan laptop di pangkuannya. Sepertinya dia sedang menyelesaikan pekerjaannya. Sementara Aletta, bukannya membantu mamanya, dia justru berlari keluar rumah. Ke mana lagi tujuannya selain rumah Yuda? Aletta tidak punya teman di rumah. Jadi ketika dia bosan, dia selalu mengganggu Yuda. Untung saja rumahnya dan Yuda berdekatan. “Assalamualaikum, Abah!" teriak Aletta sambil memasuki rumah Yuda. Yang pertama kali dia cari tentu saja Dodi. “Abah!" teriak Aletta saat tidak ada yang menjawab panggilannya. “Abah, yuhuuu! Tante Rifa! Yuda kerempeng!" “Berisik tau! Kayak monyet aja lo. Demennya teriakan!" Yuda tiba- tiba muncul, sepertinya dia dari dapur karena membawa segelas sirup. “Emang monyet suka teriak gitu?” Aletta duduk di karpet depan TV. Dia melihat sekotak donat di meja dan berniat mengambilnya. Tapi tangannya langsung ditepis Yuda. “Pelit!” pekik Aletta. “Nah itu, elo monyet yang suka teriak,” cibir Yuda. Aletta menatapnya penuh perhitungan. Dia kesal karena Yuda tidak memberikannya donat. Dia memang sudah makan, tapi saat melihat donat itu tiba-tiba dia kembali lapar. Yuda duduk di sebelah Aletta sambil mengambil donat. Aletta 76 memalingkan wajahnya. Dia tahu sebentar lagi Yuda pasti akan mengejeknya dengan makanan itu. Tapi lagi-lagi dugaannya salah. Yuda justru menyuapkan donat itu ke mulutnya. Sambil tersenyum polos, Aletta menggigit donat yang disuapkan Yuda itu. “Pasti tadi ngiranya gue nggak bakalan kasih donat, kan? Pasti bilangnya gue pelit,” gerutu Yuda sambil membersihkan mulut Aletta dengan tisu. “Kan emang biasanya pelit,” sahut Aletta. Yuda menjambak rambut Aletta pelan, tapi tetap menyuapkan donat itu padanya. Biarpun Aletta ini menyebalkan, Yuda peduli padanya. Aletta ini ceroboh. Dia pasti akan mengotori tangannya, lalu mengelapnya di baju. Itu sebabnya Yuda menyuapinya. “Abah ke mana?" tanya Aletta. “Elo tuh kayak selingkuhan bokap gue ya lama-lama. Nyariinnya bokap gue terus. Entar emak gue cemburu, rasain!” “Tante Rifa apa Yuda yang cemburu? Halah, jangan bilang Yuda naksir Letta. Letta nggak suka cowok bawel dan kerempeng kaya Yuda,” sinis Aletta. “Lah setan!” Yuda menarik bibir Aletta kuat sampai gadis itu menjerit. “Gue nggak kerempeng, bego. Ya emang gue belum punya abs aja. Nanti kalo gue udah punya abs juga lo naksir lah sama gue. Si Rion itu juga bakalan ilang dari otak lo. Gue lebih ganteng tuh dari dia.” “Anak Abah banyakan mimpi. Cuci kaki, tangan, gosok gigi sana. Jangan lupa minum susu. Matiin lampu, tarik selimut, bobo kerempeng sana. Letta mau pulang dulu. Bye!” Aletta berlari ke luar rumah Yuda. Dia tertawa saat mendengar teriakan kesal anak laki-laki itu. he Aletta memasuki kelasnya sambil melepaskan headset dari telinganya, kemudian duduk di bangkunya sambil memperhatikan Alfan dan Raihan 7 yang sedang menulis sesuatu di buku mereka. Dia sudah bisa menebak kalau mereka sedang menyontek PR Vika, karena sepupunya itu sedang merengut. “Woi pada ngapain lo di bangku gue!” Yuda menggebrak mejanya. Dia juga baru datang. “Berisik aja, anak kadal. Gue lagi ngerjain PR. Gue biar bandel gini tetep aja ngerjain tugas. Nggak kayak elo. Udah gak ganteng, gak ngerjain PR lagi,” sahut Alfan. “Gaya lo, kutil! Nyontek aja songong!” balas Yuda sinis. Alfan langsung terbahak. “Kok gue nggak tau ada PR?” Yuda terlihat bingung. Sementara yang lain menatapnya malas. Memang sejak kapan Yuda peduli dengan pelajaran? Dia hanya datang, duduk, diam lalu pergi ke kantin. Dia tidak pernah memperhatikan pelajaran. Tapi saat guru memperhatikannya, dia berpura-pura menulis. “Ta, kok lo nggak bilang ada PR?” protes Yuda. “Halah sejak kapan situ peduli pelajaran?” ejek Aletta. “Nyontek, Ta,” rengek Yuda. “Kagak mau!” tolak Aletta “Vik, kerjain PR, dong,” rayu Yuda. Vika langsung berpura-pura merapikan rambutnya. Yuda merengut. Dia menatap Aletta dengan melas. Tapi gadis itu tidak tersentuh. “Duduk sini, Letta ajarin bikin PR.” “Halah lama, Ta. Tulisin aja sih,” sahut Yuda. “Ya udah kalo nggak mau." “ya iya!” ujar Yuda pasrah sambil duduk di bangku Dhika dan Alfan. Berbicara tentang Dhika, laki-laki itu belum muncul. Biasanya dia datang lebih dulu dari Yuda dan Raihan. Sepertinya hari ini dia tidak sekolah. Aletta. mulai mengajari Yuda mengerjakan PR-nya. Awalnya Yuda malas-malasan mengerjakannya. Tapi Aletta tetap sabar. 78 Sampai akhirnya Yuda selesai mengerjakan lima soal Matematika itu. Sebenarnya, Yuda tidak terlalu bodoh. Meskipun tulisannya jelek seperti benang kusut, dia lumayan pintar. Tapi sayang, anak laki-laki itu pemalas. Sepertinya Aletta harus mengadukan kelakuan Yuda pada mamanya agar anak laki-laki itu dikasih pelajaran dan tidak malas lagi. Setelah selesai mengerjakan PR, guru Matematika mereka memasuki kelas. Mereka mengumpulkan PR, lalu mendengarkan penjelasan guru itu. Tapi sampai bel istirahat hampir berbunyi, Dhika belum juga muncul. “Dhika sakit kali ya? Kok nggak ada kabar, sih?” Vika kembali mengoceh. “Vika sok perhatian gitu sama Dhika. Nanti Yuda cemburu tau,” protes Aletta. “Lah, bodo amat. Sapa Yuda sapa gue!” ujar Vika ketus. “Kalian kan pacaran,” ucap Aletta polos. Vika ingin memukul bibir Aletta, tapi dia menahannya. “Gosip aja lo!" ketus Vika tanpa melihat wajah Aletta. ke "Si Dhika kagak sakit, neneknya yang di Medan meninggal,” kata Alfan. Mereka sedang berjalan menuju parkiran sekolah. “Kita nggak bisa datang dong ya?” sesal Vika. “Kasian Dhika pasti sedih. Kalo ada Vika pasti Vika tenangin, Vika hibur gitu.” “Cium sekalian, Vik. Senang dia tuh,” balas Alfan. Aletta langsung menabok mulut Alfan dan menatapnya tajam. Laki-laki itu langsung tersenyum polos. “Lo naksir Dhika ya, Vik? Kasian ntar ada yang patah hati,” kata Raihan. Semua memandangnya penasaran. “Siapa?" tanya Yuda sambil menaikkan sebelah alisnya. “Si Vika sendirilah. Mana mau Dhika sama cewek vampir kayak dia hahaha!” Raihan langsung lari sebelum Vika menggigitnya. 79 “Cabut sih gue. Ayok pulang Vik, gue anterin. Gak bawa motor kan lo?” tanya Alfan. Vika mengangguk semangat. Mereka berpamitan pada Aletta dan Yuda untuk pulang lebih dulu. Yuda mengambil motornya dan menyuruh Aletta menunggunya di depan gerbang. Gadis itu menurut. Dia berdiri di samping gerbang sambil memainkan ponselnya. Sampai akhirnya dia mendengar suara klakson. Aletta pikir itu Yuda, tapi ternyata bukan. Ada mobil berhenti di depannya. Kaca mobil itu terbuka sedikit dan menampilkan wajah seseorang yang sangat Aletta kenal. Pria itu memakai kacamata hitam, dan melambaikan tangannya sambil tersenyum pada Aletta. “Halo Sayang,” sapanya sambil tersenyum genit. “Orang gilal” teriak Aletta. Dia tidak sadar beberapa orang memperhatikannya. Sementara orang itu, Rion, menatapnya penuh dendam. Sudah cukup gadis ular ini mempermalukannya. “Masuk, Aletta,” suruh Rion. Dia benar-benar kesal sekarang. Enak saja orang setampan dirinya dibilang gila. Hanya orang gila seperti Aletta yang menyebutnya gila. Dan Aletta memang gila. Kalau memang Rion gila, kenapa dia mengidolakan orang gila seperti Rion? Nah kan, siapa yang gila sekarang? “Masuk woiii!” ulang Rion. Gadis itu masih terdiam. Mungkin dia terkejut, senang, bahagia, dan hampir pingsan melihat sosok itu tiba- tiba muncul. Pesona Rion memang tak bisa ditolak. Tanpa membuang waktu, Rion membuka pintu mobilnya dan menarik Aletta masuk. Setelah itu dia melajukan mobilnya menjauh dari sekolah Aletta. Sementara Yuda, dia langsung panik melihat Aletta tiba-tiba pergi dengan orang yang tidak dia kenal. Jangan bilang Aletta diculik. Tapi... memang ada yang mau menculiknya? “Nyusahin aja si Letta mah. Gue kudu nelepon Om Ganteng ini,” ucap Yuda sambil menghubungi Gafa. 80 letta terus menghela napas kasar. Saat ini dia duduk di kursi salah As. restoran yang ada di Jakarta. Dia duduk saling berhadapan dengan seseorang yang ingin sekali dia tusuk dan ingin dia cakar hingga wajahnya tidak berbentuk. Ya, orang itu adalah Rion. Manusia yang entah kenapa bisa diidolakan oleh Aletta. Aletta sempat berteriak protes saat Rion memaksa Aletta memasuki mobilnya dan membawanya ke tempat yang Aletta tidak tahu. Itu namanya penculikan kan? Aletta pikir, Rion akan membawanya ke hutan lalu meninggalkannya. Atau mungkin menyekapnya di gudang tua lalu memperkosanya. Dan sepertinya Aletta terlalu banyak menonton sinetron atau terlalu banyak mengkhayal, karena Rion justru membawanya ke restoran. Sekali lagi, restoran! Tidak, Rion tidak mengajaknya untuk makan bersama. Dia hanya meminta Aletta menemaninya makan. Lalu nasib Aletta? Dia hanya duduk di depan Rion sambil memperhatikan laki-laki itu makan. Rion menyeringai senang. Dia memang sengaja memaksa gadis itu menemaninya makan dan tidak memberikan gadis itu minuman. Sudah Rion bilang, dia akan membalas gadis itu, kan? Rion sudah sering dibuat kesal olehnya. Sekarang giliran Rion yang membuatnya kesal. “Bang Rion jomblo banget ya? Makan aja ditemenin fans. Pacar Bang Rion yang cungkring itu mana?” Aletta mengeluarkan suaranya setelah hampir lima belas menit dia terdiam. “Gak usah banyak tanya. Kapan lagi idola kaya saya mau makan berduaan sama fans? Kamu harus bangga dong. Jarang loh ada fans yang dapat kesempatan kaya gini," bangga Rion. Aletta membuat gerakan ingin muntah. 81 “Kalo nasibnya sama kayak Letta sekarang sih mending gak usah.” “Oh, jadi kamu mau makan juga? Pesan sana. Tapi bayar sendiri. Saya gak sudi bayarin fans licik kaya kamu,” balas Rion. “Biasanya kalo cowok sama cewek makan tuh yang bayarin si cowok kali.” “Itu kan karena mereka pacaran. Kalo kita? Idola yang berbaik hati membiarkan fans-nya melihat ketampanannya saat makan,” ucap Rion sambil tersenyum puas. Sementara Aletta terdiam. “Kecuali kalo kamu mau bujuk saya buat beliin kamu makanan.” “Maap aja ya, Letta bukan pengemis tuh. Lagi pula, papanya Letta masih sanggup kok ngasih makan anaknyal” Gadis itu bangkit dari duduknya dan menatap Rion tajam. “Oh ya, satu lagi. Papa bilang, seenak dan semahal apa pun makanan di luar sana, tetap masakan Mama yang paling luar biasa. Letta nggak bakal sudi ngerendahin diri demi ditraktir sama Bang Rion.” Aletta pergi meninggalkan Rion yang masih terdiam. Rion membayar pesanannya secepat mungkin, lalu berlari mengejar Aletta. Dia bahkan tidak peduli saat beberapa orang yang mengenalinya mulai mengambil fotonya. Yang dia pikirkan saat ini adalah Aletta. Dia bertanggung jawab mengantar gadis itu pulang, karena dia yang sudah membawanya. Dia terus mencari gadis itu di sekitar parkiran. Dan dia kembali diam saat melihat Aletta sudah berada dalam pelukan seorang lelaki. Lelaki itu tampan dan terlihat lebih tua darinya. Apa itu idola Aletta yang lain? Atau... astaga, laki-laki itu menatap ke arahnya. Dan kalau Rion tidak salah lihat, dia menggeret Aletta ke arahnya. “Kamu!” ucap laki-laki itu terlihat geram. Dia sudah berniat mencengkeram kerah baju Rion, tapi Aletta menggelengkan kepalanya mencegahnya agar tidak melakukan apa pun pada Rion. “Dengar! Saya tau anak saya mengidolakan kamu. Saya juga nggak tau apa yang dia lihat dari kamu. Tapi satu yang kamu harus tau. Kamu nggak bisa bersikap seenaknya sama dia. Sekali lagi kamu bawa dia pergi 82 tanpa sepengetahuan saya, nggak peduli kamu artis atau bukan, saya habisin kamu!” “Bang Rion jangan kasar sama Letta. Letta aduin ke Papa, abis Bang Rion. Papanya Letta itu jago ngebantai orang.” Tiba-tiba saja ucapan Aletta terngiang di telinga Rion. Dia bergidik ngeri. Ternyata benar, papa Aletta menyeramkan. Untung saja Rion tidak dibantainya. Bukan tidak, tapi belum. her Aletta memasuki rumahnya dengan perasaan gugup. Tadinya dia pikir sesampainya di rumah, papanya langsung mengamuk karena pergi tanpa kabar. Aletta semakin bingung memikirkan bagaimana Papa bisa tahu keberadaannya. Apa dia memasang alat pelacak di jidat Aletta? Tidak ada yang memarahinya. Tidak ada yang bertanya apa pun padanya saat dia sudah berada di dalam rumah. Mamanya yang biasa selalu heboh, kini mendadak diam. Nafiza hanya memeluknya erat sambil tersenyum dan menyuruhnya segera makan. Gafa pasti sudah menceritakan segalanya pada Nafiza. Gadis itu menaiki tangga menuju kamamnya. Dia sedang tidak berselera makan sekarang. Dia malas melakukan apa pun. Masih dengan seragam sekolahnya, Aletta berbaring di kasur. Dia bahkan belum melepas sepatunya. “Bang Rion bener-bener ngeselin. Tapi kasian juga sih tadi dimarahin Papa. Letta jadi merasa bersalah. Minta maaf gak ya? Ya udah, Letta tidur aja. Minta maaf dalam mimpi aja kalo ketemu,” ocehnya sambil memejamkan matanya. Rasanya, baru beberapa menit Aletta tertidur. Dia terbangun karena merasa sentuhan di kakinya. Seseorang sedang membuka sepatu dan kaus kakinya. “Yuda ngapain?” tanya Aletta sambil mengucek matanya. “Lagi nyuci piring, Ta,” sahutnya asal. Dia meletakkan sepatu Aletta di bawah tempat tidurnya. “Jorok amat sih, Ta. Belum ganti baju, belum buka sepatu, udah 83 tidur aja lo. Ganti baju sana! Abis itu makan.” Yuda menunjuk ke arah meja di samping tempat tidur Aletta. Dia membawakan nasi beserta lauknya, dan segelas jus jeruk. “Ganti baju, Ta!” tegas Yuda saat Aletta tidak merespons. “Gantiin,” ucap Aletta sambil tersenyum polos. Dia juga mengangkat kedua tangannya seakan menyuruh Yuda membukakan pakaiannya. “Anak tokek! Mesum aja masih bocah!” balas Yuda ketus. Aletta hanya tertawa sambil mengambil pakaian ganti, lalu masuk ke kamar mandi. “Ke mana aja sih tadi Ta? Kenapa nggak nelepon gue? Panik kan gue. Kirain lo diculik. Meskipun gue yakin nggak ada yang mau nyulik elo,” oceh Yuda. “Tadi Letta ketemu Bang Rion,” ucapnya lirih. Yuda terlihat terkejut, tapi tidak mengatakan apa pun. Dia mengambil nasi yang ada di meja, lalu menyuapkan makanan itu pada Aletta. Gadis itu menerimanya tanpa protes. “Ya gitu, dia bawa Letta ke restoran buat nemenin makan. Terus pas Letta mau pulang, ketemu Papa di luar. Ya udah, pulang,” jelas Aletta singkat. “Udah, gitu doang?” Gadis itu mengangguk. “Lain kali kalo ada apa- apa itu telepon gue. Ada HP, kan? Ada pulsa, kan? Jangan bikin panik!” cerocos Yuda, masih dengan nada ketus. Tiba-tiba saja Aletta teringat dengan ucapan Dhika beberapa hari yang lalu. Dia bukan cuek. Cuma cara perhatiannya aja kurang halus. “Halah, Yuda khawatirnya mah gitu, sok cuek.” “Gue nggak khawatir sama lo. Kesian aja gue sama bokap gue. Kalo lo ilang kan bokap gue sedih. Lo anak kesayangan bokap gue, sih.” “Halah sok gengsi. Letta mah tau Yuda kan saiyangsss sama Letta. Ya kan ya kan?" goda Aletta. “Kagak sih, Ta. Udah, makan sendiri nih. Abis itu kerjain PR gue ya. Tuh bukunya di tempat tidur lo. Gue mau pulang dulu.” Yuda keluar dari kamar Aletta sambil tersenyum geli. ae “Aku nggak akan keluar kamar sebelum kamu putusin aku. Biar aja aku mati di kamar ini. Aku udah nggak suka sama kamu. Kapan sih kamu ngertiin aku!” “Jangan gini, Sayang. Kita cari jalan keluarnya. Aku nggak mau pisah sama kamu." “Kalau gitu terserah kamu. Pilih putusin aku atau aku mati di sini!" “Sayang, plis, kasih aku satu kesempatan lagi. Aku nggak mau pisah sama kamu. Aku cinta sama kamu.” “CUT!” Rion menghela napas lega hanya karena mendengar satu kata itu. Akhirnya syuting hari ini selesai. Dia benar-benar lelah. Yang ingin dia lakukan sekarang hanya mandi, lalu tidur nyenyak. “Langsung pulang kan, Yon? Hari ini lo istirahat deh. Besok jam sembilan gue jemput ke lokasi syuting,” ujar Agam sang manajer. Rion tidak terlalu mendengarkan. “Woi, Yon. Dah sampe, woi. Bangun lo. Cabut sana! Gue juga mau pulang!" teriak Agam saat mobilnya sudah tiba di depan rumah Rion. Rion yang baru saja membuka matanya, langsung menatap Agam tajam. “Berisik aja lo, ah. Pulang sana lo!” usir Rion sambil membuka pintu mobil. Dia masih berusaha mengumpulkan kesadarannya. “Dasar artis durhaka. Kurang ajar. Kurang ganteng. Gue doain lo bangkrut, deh. Nggak laku lagi jadi artis!" balas Agam tidak kalah sengit. “Eh, jangan deng. Kalo lo nggak laku, gue kerja apaan lagi ntar? Ya kali gue jadi montir,” gerutu Agam sambil melajukan mobilnya. Sesampainya di kamar, Rion menghempaskan tubuhnya di kasur. 85 Dia memijat keningnya pelan, lalu mengecek ponselnya. Hanya ada tujuh panggilan tak terjawab dari Mikaila, si calon mantan pacar. Dan beberapa pesan dari Agam, manajer sekaligus sepupunya. Juga pesan dari Mikaila yang menanyakan kabarnya, kegiatannya, dan segala hal tidak penting lainnya. Dia malas membalasnya, jadi dia meletakkan ponselnya di meja. Rion menguap lebar. Dia mencuci mukanya sambil mengganti pakaiannya. Dia sudah memakai celana hitam selutut dengan kaus hitam polos dan bersiap tidur. Tapi ponselnya kembali bergetar. Ada pesan masuk. Dengan malas Rion membuka pesan itu. Seketika matanya terbelalak. Medusa : Maaf @ Hanya itu? Tunggu dulu, apa Rion mengharapkan kalimat lain? Tapi kenapa? Haruskah Rion membalasnya? Dan apa yang harus dia katakan? Sejujurnya Rion bingung kenapa Medusa alias Aletta tiba-tiba meminta maaf. Mungkin saja karena kejadian tadi. Rion Adhitama : Saya juga minta maaf karena bikin kamu marah. Medusa: Siapa pun ini, maaf ya tadi HP letta dibajak Kurang ajar, batin Rion. Bocah sialan! Jadi dia tidak menyimpan nomor ponsel Rion begitu? Rion Adhitama : Aletta, ada yang mau saya omongin. Boleh saya telepon kamu? Medusa : Boleh Bang. Boleh Bangettttttt! © Nah kan ketahuan. Gadis ini ingin main-main rupanya. Rion juga bisa membalasnya. Rion Adhitama : Siapa pun ini, maaf ya. HP saya dibajak. Maklumlah artis ganteng @ Medusa : SETANLAH BANG &) Rion terbahak. Entah kenapa, kali ini dia tidak marah saat Aletta memanggilnya setan. Dasar Medusa! 86 Hy etta, cepat, Dek. Dari tadi ditungguin juga!” Gara terus berteriak Easy duduk di atas motornya saat Aletta belum juga muncul dari dalam rumah. “Sabar, Bang!” Aletta muncul dari pintu sambil menenteng sepatu sekolahnya. Dia berlari ke arah Gara dan langsung duduk di belakang Gara. Dia bahkan masih memakai sandal bulu berbentuk kelinci miliknya. “Lah, kok pake sendal sih, Ta? Pake sepatu dulu kali,” suruh Gara. “Nggak keburu, Bang. Kita udah telat. Letta pake di sekolah aja ya?” “Serah deh. Kenapa bisa kesiangan? Emang Mama nggak bangunin?” “Jalan aja deh, Bang. Yuk mareee!” teriak Aletta. Dia tidak mau memberi tahu Gara apa yang dia lakukan tadi malam. Lagi pula dia tidak melakukan apa pun. Dia hanya tidak bisa tidur setelah Rion membalas pesannya. lya, Rion idolanya yang menyebalkan itu. Kalau saja Aletta penggemar biasa seperti penggemar Rion lainnya, mungkin dia akan berteriak heboh sambil menari atau lompat-lompat saat mendapat pesan dari Rion. Tapi Aletta justru kesal. Rion itu menyebalkan. Tapi Aletta tidak bisa berhenti menyukai Rion. Aletta pikir hidupnya semakin bahagia kalau suatu hari nanti dia bertemu Rion. Namun, ternyata semuanya tidak sesuai dengan apa yang dia pikirkan. Semakin sering bertemu dengan Rion, dia bukannya senang, justru kesal. Entahlah, dia hanya merasa kalau Rion tidak seperti apa yang sering dia lihat di TV. Semalaman Aletta memikirkan tentang idolanya itu sampai dia susah tidur. Dia tidur sekitar pukul 03.00 dan bangun hampir setengah tujuh. Itu sebabnya dia kesiangan dan hampir terlambat. Ya ampupn, dia 87 juga belum sarapan. “Udah sampe, Ta. Pake sepatu gih. Itu sandalnya masukin tas,” suruh Gara. Aletta patuh. Dia turun dari motor Gara, lalu duduk menyamping di atas motor itu sambil memakai sepatunya. Gara hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat kelakuan adiknya itu. “Letta udah selesai. Letta masuk kelas ya, Bang. Abang juga belajar yang rajin, biar cepat lulus.” Aletta langsung berlari menuju kelasnya tanpa menoleh lagi ke arah abangnya. Sesampainya di kelas, Aletta mengembuskan napas lega. Ternyata dia tidak terlambat. Teriakan seseorang menghentikan langkahnya. Aletta menoleh dan langsung tersenyum cerah melihat wajah Dhika. Akhirnya anak itu sekolah juga. Dia berlari ke arah Dhika dan memeluknya. “Dhika, akhirnya sekolah juga. Apa kabar? Sehat, kan?" tanya Aletta. Dhika hanya terkekeh sambil menepuk kepalanya pelan. “Letta denger, neneknya Dhika meninggal ya? Letta turut berduka cita ya. Maaf juga Letta nggak bisa datang,” ucap Aletta. “Nggak pa-pa, Ta. Liat lo peduli kek gini sama gue, gue udah seneng kok. Makasih ucapannya tadi," balas Dhika sambil tersenyum manis. Iya manis. Senyum Dhika itu seperti gula. Aletta saja malas melihatnya terlalu lama. Takut terkena diabetes. Sementara kalau senyum Yuda, jangan ditanya. Dia tidak pernah tersenyum tulus di hadapan Aletta. “Woi! Pagi-pagi mesraan aja. Pelukan lagi. Ih, baper kan gue,” gerutu Vika dengan nada bercanda. Dia merangkul lengan Dhika dan menatapnya dengan tampang sedih. “Dhik, gue turut berduka cita ya atas meninggalnya nenek lo. Maap banget kita-kita nggak bisa datang. Jauh soalnya, Dhik,” jelas Vika. “Nggak pa-pa, Vik. Gue ngerti. Makasih loh ya. Sini sini gue peluk.” Dhika sudah merentangkan tangannya bermaksud memeluk Vika. Tapi gadis itu langsung berlari menuju bangkunya dan menelungkupkan 88 kepalanya di meja. Dia sedang menutupi wajahnya yang memerah. Aletta yang sadar dengan kelakuan sepupunya itu langsung terbahak. Jangan-jangan dia suka pada Dhika? Pantas saja saat Dhika tidak sekolah, dia terlihat cemas. Aletta masih terbahak, tapi lain halnya dengan Dhika. Anak itu justru menatap Vika dengan ekspresi bingung. “Dedek nggak tau, Mas. Mungkin dia lelah,” sahut Aletta cuek. Dia kembali berjalan menuju bangkunya. Tapi lagi-lagi seseorang menghentikan langkahnya. Orang itu menarik rambutnya. Aletta langsung membalikkan tubuhnya sambil memasang wajah galak. “Lepasin, woi. Sakit rambut Letta!” teriaknya. Yuda cengengesan. Dia mengangkat kotak makanan dan tempat minum berisi jus jeruk di depan wajah Aletta. “Bekal lo, nih! Belum sarapan kan lo? Noh, makan sono!” Yuda menyerahkan bekal Aletta, lalu mendorong gadis itu ke arah mejanya. Aletta menerima itu sambil cemberut. Yuda ini memang tidak ada manisnya sama sekali. Yuda ini kasar dan tukang nyontek. Menyebalkan! “Woi, Bang. Dah masuk sekolah lo? Cepat amat sih. Gue kalo jadi lo sih, gue datangnya tiga hari kemudian aja," cetus Yuda pada Dhika. “Sayangnya gue bukan elo ya, Bang. Udah muka pas-pasan, otak pas-pasan lagi. Enak di sekolah lah. Di rumah bosen gue kek anak perawan yang dikurung,” sahut Dhika. “Yuda lo jangan ngajarin Dhika yang enggak-enggak, deh. Lo kalo mau bolos, sendiri aja jangan ngajarin orang,” omel Vika. “Iya calon pacar,” sahut Yuda cuek. “Heh! Siapa calon pacar lo? Ngarep aja lo!” bentak Vika. “Kata siapa calon pacar gue? Pacarnya si Dhika lah. Mana mau gue sama vampir kayak elo. Abis badan gue ntar lo gigitin. Dasar tomcat lo!” balas Yuda. Vika hanya menendang kakinya sekilas. Aletta memandang mereka sambil menopang dagunya di meja. Dia bahkan tidak menyentuh bekalnya. Mamanya memasakkan nasi goreng 89 untuknya. Tapi dia sedang tidak berselera makan. Bahkan rasanya dia tidak sedang bersemangat hari ini. Dia hanya memperhatikan saja saat sahabat-sahabatnya bercanda di depannya. ae “Kan gue udah bilang, Yon, jam sembilan gue jemput. Lo aja yang nggak dengerin gue. Tidur mulu lo ngalahin beruang hibernasi,” omel Agam. “Nggak usah bacot lah, Gam. Babu tuh nggak boleh ngomel sama majikan,” balas Rion. “Babu kepala lo tiga. Gue ini orang penting buat lo ya. Nggak ada gue, lo tuh nggak bisa berbuat apa-apa. Nurut sama gue!” bentak Agam. Dia kesal pada Rion. Cowok ini memang minta dihajar. Sudah Agam bilang pukul sembilan mereka akan syuting, tapi dia tetap tidur. Agam sudah mati-matian membangunkannya. Tapi memang dasar Rion kerbau berjenggot. Dia tidur seperti mayat. Susah dibangunkan. Mereka selesai bersiap-siap tepat pukul sebelas. Dia sudah terlambat dua jam. Itu sebabnya Agam cerewet Karena dia yang akan mendapat amukan sutradara mereka. Sementara Rion? Dia bahkan tidak merasa bersalah sedikit pun. Memang artis sialan! “Yon, ada tawaran sinetron kemarin. Unik sih ceritanya kata gue.” Agam memulai pembicaraan. “Cerita apaan sih, Gam? Males gue main sinetron. Gitu terus ceritanya. Kali ini judulnya apa? ‘Tukang Cendol Mencari Cinta’? ‘Cinta di Kolong Jembatan’? ‘Anakku Hamil Anakmu’?” “Kali ini lo jadi duda muda gitu, Yon. Anak lo satu, cewek, masih TK.” “Hah? Gila aja gue jadi duda!” teriak Rion. “Halah, santai sih. Nanti lo didandanin biar makin dewasa. Lagian lo juga udah keliatan tua kok,” ejek Agam. “Bangke lo!” ketus Rion. Agam terbahak. Akhirnya dia bisa membuat 90 Rion kesal dan tidak sanggup membalas ucapannya. “Jadi kan, Yon, lo tuh duda, anak lo cewek umur lima tahun. Terus lo ketemu guru anak lo di sekolah. Terus saling jatuh cinta gitu,” jelas Agam. “Nggak, ah. Ogah gue jadi bapak-bapak!” tolak Rion. “Aelah, Yon. Jadi ni guru tuh sering datang ke rumah lo. Anak lo suka gitu ceritanya. Suka pake baju seksi lah gitu. Nah, lo yang duda haus belaian, usaha dah dapetin tuh cewek seksi hahaha.” “Anak gue lima tahun ya? Itu cewek nakal gitu? Kok gue jadi inget si Aletta ya? Kan dia nakal tuh,” gumam Rion. Agam mengernyitkan dahinya bingung melihat Rion berbicara sendiri. “Siapa Cikaleta?” tanya Agam. “Ular peliharaan tetangga,” balas Rion cuek. “Lah bagus amat nama tuh ular. Lagian sejak kapan lo tau tetangga lo punya ular? Nyapa aja kagak pernah. Lo kan jarang di rumah.” “Ular yang ini beda, Gam. Dia yang ke rumah gue. Tuh kan, ular aja nge-fans sama gue.” “Terserah lo aja lah. Jadi terima kagak nih sinetronnya?” “Gimana ya? Nanti gue kabarin, deh. Siapa tau gue nemu lawan main yang pas di jalan." “Lawan main lo udah ada, bego!” ketus Agam. “Bodo!” balas Rion ketus. Dia mengambil ponselnya dan mengetikkan sesuatu di sana sambil tersenyum geli. ker “Woi, pinjem pulpen dong. Tinta pulpen gue abis masa,” cetus Vika. “Letta cuma bawa satu, Vik,” kata Aletta. “Dhika, pinjemin Vika pulpen kali,” rengek Vika sambil menarik lengan baju Dhika. Laki-laki itu menoleh sambil menggeleng. “Udah dipinjem Alfan, Vik. Gantian aja gimana? Kalo gue kelar 91 nyatet gue pinjemin.” “Aelah, lama kalo gitu. Keburu pulang kita!” gerutu Vika. Dhika mengangkat bahunya tak acuh. “Alfan," panggil Vika. “Ya, Sayang?” sahutnya. “Jijik elah!" cibir Vika. “Ya udah, jangan ngomong sama gue!” ketus Alfan. Vika pasrah. Dia berhenti meminjam pulpen dan berencana meminjam catatan Aletta saja nanti. Lagi pula, sebentar lagi pulang. “Vik, lo nggak minjem sama gue?” goda Raihan. Vika tidak menjawab. “Si Vika mah tau Raihan mana pernah bawa pulpen. Nyatet aja nggak pernah, kan?” ejek Aletta. “Dih sembarangan kalo ngomong ya. Dengerin gue nih. Dulu kalo SD gue bawa pulpen tiga, pulangnya bawa tiga juga. Masuk SMP bawa pulpen tiga, eh pulangnya cuma bawa satu. Tiap hari gitu terus. Nah sekarang pas SMA, gue nggak pernah bawa pulpen. Tapi pulangnya bisa bawa berpuluh-puluh pulpen. Hebat kan gue? Pinjem sama gue aja, Vik, pas pulang,” ucap Raihan panjang lebar. “Si kutil. Pulpen hasil nyolong aja lo banggain,” desis Yuda. “Penting gue ke sekolah ada hasil yang dibawa pulang. Gak cuma datang, duduk, diam, pulang. Noh bawa pulpen kan. Bisa dijual,” jelas Raihan. “Terserah lo aja, Bagong!” balas Yuda pasrah. Bel pulang sekolah berbunyi. Sontak saja semua murid berteriak senang. Aletta menyerahkan buku catatannya pada Vika yang langsung diterima gadis itu dengan senang. Setelah itu mereka memasukkan buku pelajaran ke dalam tas. “Alhamdulillah, akhirnya pulang. Capek gue belajar seharian,” ujar Alfan. “Belajar gigi lo. Sok oke lo Fan,” cibir Raihan. 92 “Nah, setelah lelah belajar. Ayo kita bermain. Main PS kuy di rumah gue? Setuju nggak?” tanya Alfan. “Bolehlah. Traktir makan ya, Bang?” rayu Raihan. “Iya, Sayang, tenang aja. Kadal goreng buat lo.” “Kutil lo!” ketus Raihan. “Lo ikut kagak, Dhik?” tanya Yuda. Dhika terlihat berpikir, kemudian mengangguk. Mereka berjalan menuju parkiran sambil mengobrol. “Ta, lo pulang sama Bang Gara, kan? Gue duluan ya?” Aletta mengangguk pada Vika. Gadis itu meninggalkan Aletta yang masih sibuk menyusun bukunya ke dalam tas. Aletta mengeluarkan ponselnya, berniat menghubungi Gara agar bisa pulang bersama. Tapi, belum sempat dia menghubungi Gara, Abangnya sudah mengirimkan pesan padanya agar dia pulang dengan Yuda. Gara ada urusan dengan temannya, jadi tidak bisa pulang bersama. “Aelah, Yuda kan udah pulang. Tau gitu Letta tadi pulang sama Vika,” gerutunya. Dia kembali membaca pesan yang masuk di Whatsapp. Beberapa pesan dari mamanya yang mengingatkannya jangan lupa makan. Pesan dari papanya yang mengatakan kalau Aletta ingin pergi harus izin dulu dengannya. Juga pesan dari beberapa temannya. Dan terakhir, pesan dari seseorang yang membuat matanya melotot. Mata Aletta tidak salah membaca nama itu kan? Rion_as : Saya tunggu di tempat kemarin. Gak bakal diculik lagi deh. Janji. Aletta terkikik geli. Kenapa Rion terlihat konyol sekarang? Tunggu dulu, tempat kemarin? Gerbang sekolah? Ya ampun, untuk apa Rion ke sekolahnya? Aletta langsung berlari menuju gerbang. Di sana terlihat ramai. Oh, tentu saja ramai. Laki-laki itu berdiri di sana sambil tersenyum manis kepada murid perempuan yang ada di depannya. Ya ampun, Aletta baru tahu teman di sekolahnya banyak yang mengidolakan Rion. 93 Kalau dia tahu kan teman sesama penggemar Rion semakin banyak. Atau mungkin mereka fans musiman? Melihat Rion tersenyum ramah seperti itu rasanya Aletta seperti melihatnya dalam TV. Dia tidak terlihat menyebalkan. Dia juga tidak menolak saat ada yang memintanya berfoto atau minta tanda tangan. Inilah Rion idolanya. Bukan Rion yang menculiknya kemarin. Anggap saja yang kemarin itu setan Rion. Aletta mengeluarkan ponselnya. Melihat Rion seperti itu, jiwa fangirl gadis itu langsung bangkit. Dia mengambil foto Rion sebanyak-banyaknya, dan berniat memasukkannya ke Instagram. Setelah beberapa menit, Rion memasuki mobilnya. Murid-murid itu mulai bubar, Mungkin mereka pikir Rion akan segera pergi. Tapi sampai sekolah hampir sepi, laki-laki itu belum menjalankan mobilnya. Dia tidak sedang menunggu Aletta, kan? Rion_as : Buruan masuk sih! Rion_as : Yang artis itu saya. Harusnya kamu yang nunggu kedatangan orang ganteng kayak saya © Nah kan, setan Rion muncul. Sifat menyebalkannya keluar lagi. Di depan banyak orang dia ramah. Tapi dengan Aletta dia bersikap menyebalkan. Dasar artis bermuka dua! “Bang Rion itu serakah. Muka aja sampe dua. Kasih pinjem sih orang yang nggak punya muka,” gerutu Aletta sambil berjalan menuju mobil Rion. Entah ke mana Rion akan membawanya kali ini. Semoga saja papanya tidak tahu. Bisa hancur muka Rion kalau ketahuan membawa Aletta tanpa izin Gafa. “22 eeWeeee: II ,yo turun!” Rion yang sudah keluar dari mobilnya menunggu Avett turun. Bukannya turun, gadis itu justru meremas sabuk pengamannya. Rion jadi semakin bingung dengan kelakuan Medusa ini. “Ayo turun. Nggak bakal diperkosa juga. Saya nggak napsu kok sama kamu," ujar Rion dengan nada menyebalkan. Aletta mendengus. Dia memang tidak akan diperkosa. Tapi ini tetap menyeramkan. Bagaimana tidak? Rion mengajaknya pergi. Dia bilang dia ingin minta maaf karena kemarin membuat Aletta marah. Dia berniat mentraktir Aletta kali ini. Dan benar, dia menepati janjinya. Dia membawa Aletta ke tempat makan. Tapi serius, Aletta lebih baik kelaparan. Tahu kenapa? Karena Rion membawanya ke GG Kafe. Kafe ini milik papa dan mamanya, hadiah pernikahan dari orangtua papanya untuk mereka. Dulu kafenya masih kecil. Tapi sekarang kafe itu sudah mulai berkembang. Meskipun sekarang papanya bekerja di perusahaan kakeknya, kafe itu masih dikelolanya. Bahkan kadang, Mamanya berada sampai sore di kafe itu. Nah, kalau papanya ada di kafe bagaimana? Kalau dia tahu Aletta pergi dengan Rion tanpa izinnya, Aletta bisa terkena amukannya. “Aletta, buruan turun. Jangan bilang kamu minta digendong ya. Jangan ngelunjak. Masih untung saya mau traktir!” ketus Rion. “Letta mau pulang aja,” katanya. Rion menaikkan sebelah alisnya. “Kenapa sih? Makanan di sini enak kok.” “Letta tau kali. Makanan di sini enak, bersih juga. Nggak masalah juga kalo Bang Rion bawa orang sekampung ke sini. Letta bakalan sangat berterima kasih. Tapi jangan ajak Letta.” 95 “Alasannya kenapa?” Rion mulai tidak sabar. “Karena ini kafe papanya Letta,” cetusnya. Rion terlihat terkejut. “Sekali lagi kamu bawa dia pergi tanpa sepengetahuan saya, nggak peduli kamu artis atau bukan. Saya habisin kamu!" Susah payah Rion menelan ludahnya saat mengingat ucapan terakhir papa Aletta. “Tuh kan!” pekik Aletta. “Kenapa?” “Ttu liat tuh perempuan yang pake baju kuning.” Aletta menunjuk seorang wanita yang baru turun dari mobil sambil berjalan memasuki kafe. Rion memperhatikan wanita itu. Tidak ada yang aneh. “Kenapa sama Mbak itu?’ tanya Rion lagi. “Mbak?" pekik Aletta tertahan. “Mbak dari Hong Kong! Itu mamanya Letta tau!” ujarnya ketus. Rion hanya mengangguk. Sekali lagi dia terkejut dengan pengakuan gadis itu. Dia tidak menyangka mamanya masih muda dan cantik. Kalau diperhatikan, Aletta ini memang cantik. Mungkin karena dia masih terlalu kecil jadi dia tidak terlalu menarik. Bukan tidak, tapi belum. Rion yakin, saat gadis itu dewasa dia semakin cantik dan seksi. Sayang sekali tingkahnya aneh, mulutnya lebih aneh lagi. Apa semua remaja sifatnya seperti Aletta? Sepertinya tidak. “Bang, jadi pergi nggak, sih?” Rion mengerjapkan matanya mendengar teriakan Aletta. Dia harus segera pergi dari sini sebelum terkena masalah. Ngomong-ngomong, hidupnya mulai aneh sejak bertemu Aletta. Dasar Medusa pembawa masalah! er “Umur kamu berapa?” tanya Rion saat mereka sudah duduk di salah satu kafe. Gadis itu bahkan sedang menikmati makanannya tanpa peduli sekitar. Sepertinya dia benar-benar semangat mendapat traktiran dari Rion. 96 “Apa tadi, Bang?” tanya Aletta kurang fokus. Rion menghela napas kasar, lalu meminum jus melonnya. “Umur kamu berapa?” ulang Rion. “Lima belas tahun, Bang,” jawabnya santai. Sementara Rion langsung tersedak jus yang sedang diminumnya. Lima belas tahun? Yang benar saja. Apa Rion sedang kencan dengan anak yang baru lahir? Oh tidak, ini bukan kencan. Ini hanya semacam acara kemurahan hati sang idola yang memberi makan fans-nya. lya, kan? “Kenapa? Kaget ya, Bang, kencan sama dedek gemes?" Gadis itu memamerkan cengirannya. “Sebenarnya umur Letta udah mau enam belas tahun, kok. Tapi tetep gemesin. Betewe Bang, dedek gemes kaya Letta tuh lebih menarik daripada cewek kayak Mimi Cungkring. Abang sih, ngapain juga pacaran sama makhluk titisan Mimi Peri itu. Putusin aja kali, Bang. Masih banyak wanita syantik di luaran sana,” ucap gadis itu panjang lebar. Rion mengulum senyum. Entah kenapa mendengar ocehan gadis itu dia ingin tertawa. Apalagi saat Aletta menyebut Mikaila cungkring. Gadis ini kenapa lucu sekali? Boleh tidak Rion bawa dia pulang, lalu mengurungnya di dalam kamar? Tentu saja boleh. Lalu setelah itu Rion juga akan segera dibawa Papa Aletta ke dalam sebuah kamar. Kamar mayat tepatnya. “Kamu jangan hina Mikaila gitu. Dia masih pacar saya loh,” tegur Rion. Dia harus membela kekasihnya, kan? Kasihan Mikaila kalau Rion ikut mengejeknya. “Itu bukan hinaan tapi kenyataan. Betewe Bang, sekarang kita ini apa?” “Maksudnya?” “Kita nggak sekedar fans dan idola, kan? Nggak ada idola yang ngajak kencan fans-nya. Kita bukan temen juga. Terus kita apa? Om dan ponakan?" goda Aletta. Rion tertawa kencang. Benar kan? Aletta ini sangat lucu. Rion jadi ingin melemparnya ke got. 97 “Kita... selingkuhan?” Rion mengedipkan sebelah matanya. Aletta langsung melotot. “Enak aja selingkuhan. Kita kan nggak pacaran!” protes Aletta. “Tapi kamu kencan sama pacar orang. Itu artinya selingkuhan, kan?" Rion sengaja ingin mengerjai gadis ini. Tahu rasa dia. Aletta masih terdiam mencerna ucapan Rion. Dia kencan dengan kekasih Mikaila. Itu artinya dia selingkuhan? Jadi, Aletta ini perempuan penggoda begitu? Ya ampun, Aletta jadi gadis nakal sekarang? Kalau papanya tahu, habislah dia. Baru saja Aletta ingin membantah ucapan Rion, seseorang menggebrak meja mereka. Tentu saja mereka terkejut. Rion ingin memaki orang itu, tapi dia sadar mereka sedang di tempat umum. Sementara Aletta, gadis itu langsung melotot. Matanya hampir terjatuh ke lantai saat seorang lelaki menatapnya dan Rion dengan tajam. Tamat riwayatnya kali ini. “Aletta, ayo pulang! Jalan sendiri atau dipaksa, pilihan ada di tangan kamu," ucap laki-laki itu dengan tenang. Aletta mengangguk patuh. Dia mengambil tas sekolahnya, lalu berdiri dan menyusul laki-laki itu tanpa berpamitan pada Rion. Selamatkan Aletta Ya Allah, batinnya. ke Aletta meremas kedua tangannya yang terasa dingin. Dia sangat gugup. Saat ini dia duduk di sofa ruang tamunya seperti seorang tersangka yang sedang diinterogasi. Di depannya, laki-laki itu duduk tenang sambil terus menatapnya. Jangan lupakan Vika dan Yuda yang juga duduk santai di depannya. Kedua anak itu sedang fokus mengunyah keripik pisang tanpa merasa kasihan padanya. Dasar menyebalkan! Apa mereka datang ke rumahnya hanya untuk menumpang makan dan mengejeknya? “Jadi Aletta, bisa kamu jelaskan kenapa kamu ada di sana? Kenapa 98 nggak langsung pulang ke rumah?” “Om,” rengek Aletta sambil menunjukkan tampang melasnya. Dia menatap Allan Nugraha, sepupu dari papanya. Ya, orang yang dia temui di kafe tadi memang Allan Nugraha, Papa dari Ravika Adelia Nugraha, sepupunya. Allan ini sudah seperti papanya sendiri. Jadi Aletta menghormatinya. “Jawab Aletta!” tegas Allan. “Aletta nggak ngapain-ngapain, Om. Cuma makan doang di situ sambil ngobrol. Om juga liat kan Letta nggak ngapa-ngapain? “Om baru tau kamu punya temen yang udah berumur. Jangan bilang itu pacar kamu. Kamu masih kecil, jangan pacaran dulu. Kalo Papa kamu tau, dia pasti marah.” “Itu Bang Rion, Om. Om tau kan Aletta sama Keeyara suka sama Bang Rion. Udah lama banget pengen ketemu. Selama ini kan cuma liat di TV. Om jangan kasih tau Papa dong. Ntar Letta dimarahin, gimana? Lagian Letta sama dia gak pacaran kok," jelasnya. “Laporin aja, Om. Biar tau rasa si Tata. Biar aja dikurung di rumah. Nggak boleh megang HP. Berkah idup lo, Ta,” ejek Yuda. Vika mengangguk setuju. Ingin rasanya Aletta menendang mereka. Dasar pengkhianat. “Ke sini Aletta,” suruh Allan. Dia menyuruh Aletta mendekat ke arahnya. Tentu saja gadis itu menurut. Dia berjalan ke arah Allan dan duduk di sebelahnya. Allan langsung memeluk Aletta. “Jadi dia artis?” Allan mengusap rambutnya. Aletta mengangguk. “Dengar Aletta, Om ini sayang sama kamu. Kamu sama Vika itu sama-sama anak perempuan Om. Om nggak mau kalian kenapa- kenapa. Kamu bilang dia artis kan? Itu sebabnya kamu gak boleh terlalu dekat sama dia. Artis yang tiba-tiba ngajak fans-nya makan itu patut dicurigai. Kalo dia niat buruk gimana?” “Dia nggak gitu, Om. Dia baik kok meski kadang nyebelin. Orang- 99 orang juga bilang dia ramah. Kalo di TV aja dia selalu sopan sama orang,” bantahnya. “Karena katanya bukan faktanya, Aletta. Apa yang terlihat di TV itu bukan yang sebenarnya. Kamu tau artis kan? Kerjaannya akting. Mereka nggak hanya akting saat syuting di TV. Ada kalanya mereka akting di dunia nyata. Kamu tau... semacam pencitraan.” “Iya sih, Om, dia emang artis bermuka dua,” sahut Aletta. “Kamu harus hati-hati. Jangan terlalu percaya sama dia. Om nggak akan bilang hal ini sama papa kamu. Tapi kamu harus janji jangan ulangin itu ya. Jangan pergi sendiri. Dan harus izin Papa kamu. Ingat?" Aletta mengangguk. “Makasih, Om. Letta sayang sama Om,” ucapnya sambil memeluk Allan. Allan tersenyum sambil mengecup kepalanya. Sementara Vika dan Yuda melongo. Sejak kapan Allan manusia paling tidak jelas itu bisa berbicara bijak? Ya ampun, Papa Vika ini tidak kerasukan jin, kan? “Vika nggak mau peluk Papa? Peluk sini?” suruh Allan. Vika langsung menggeleng. “Vika udah besar, Papa. Gak mau lagi dipeluk Papa. Papa peluk aja Aletta, Vika ikhlas lahir batin dunia akhirat.” “Ayo sini peluk, Papa.” Allan merentangkan tangannya sambil berjalan ke arah Vika. Gadis itu bangkit dari sofa sambil berteriak menghindari pelukan Allan. Dia sudah besar dan merasa malu jika masih sering memeluk papanya. Dan Papanya yang aneh itu suka sekali menggodanya. Di saat Vika dan Allan masih saling kejar-kejaran, ponsel Aletta bergetar. Yuda memperhatikan gadis itu yang sedang membaca dan membalas pesan. Rion_as : Aletta, kamu gak pa-pa? Alettasyaquilla : Letta oke Bang. Jangan khawatir. Alettasyaquilla : Makasih traktirannya Bang. Maaf tadi gak pamit. Lain kali traktir lagi ya hehe. 100 Rion_as : Syukur kalo gak papa. Saya takut kamu dimarahin orang yang tadi. Rion_as : Saya heran, orang yang dekat sama kamu semuanya serem. Aletta terkikik geli membaca pesan terakhir Rion. Tapi dia tidak membalas pesan itu. Dia memasukkan ponselnya ke dalam tas. Dia bahkan tidak sadar saat Yuda memperhatikannya. “Abang pulang dulu ya, Ta,” pamit Yuda. Aletta melotot mendengar panggilan Yuda. Abang? Enak saja. “Abang rambutmu gersang!” balas Aletta sinis. Yuda tertawa. Dia mengacak rambut gadis itu dengan gemas. “Ganti baju sana. Nyokap lo lagi di kafe. Kalo lapar makan ke rumah gue aja. Jangan lupa belajar,” kata Yuda sambil berjalan ke arah pintu. Tapi tiba-tiba dia menghentikan langkahnya. Dia menatap Aletta sekali lagi, membuat gadis itu heran. “Dengar, Ta. Gue tau lo nge-fans sama si Rion Rion itu. Tapi lo harus hati-hati. Jangan terlalu percaya sama orang yang menurut kita baik. Kita nggak tau kejahatan apa yang bakal dia lakuin ke kita nanti. Gue kan lebih tua. Lo itu adek gue. Gue _nggak mau lo kenapa-kenapa. Kalo mau ketemu dia, ajak gue. Gue nggak bakalan ganggu. Cuma bakalan mastiin kalo adek gue nggak kenapa-kenapa. Jangan bikin orang panik, Ta. Semua sayang elo. Semua yang kita lakuin buat kebaikan lo juga,” pesan Yuda. Setelah mengucapkan itu, Yuda kembali berjalan keluar. Aletta hanya terdiam mendengar ucapannya. Jangan terlalu percaya sama orang yang menurut kita baik. Kita nggak tau kejahatan apa yang akan dia lakuin ke kita nanti. Hebat sekali Yuda bisa bicara panjang lebar seperti itu. Keripik pisang yang dia makan tadi tidak mengandung racun, kan? 101 HI qletta... bangun woi! Udah pagi. Kebo banget sih lo!” teriak Aeseorang sambil menarik rambut Aletta. “Tata!” Lagi-lagi orang itu berteriak di telinganya. Aletta membuka sedikit matanya untuk melirik jam. Sudah hampir pukul tujuh pagi. Tapi tidak masalah karena sekarang hari Minggu. Itu artinya, dia bisa tidur sedikit lebih lama. Jadi, mengabaikan orang yang berteriak seperti penghuni hutan itu dengan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut adalah cara terbaik. “Tata bagong, bangun woi!” “Tata kebo!” “Aletta muka pas-pasan. Otak pas-pasan kelakuan juga pas-pasan hahaha. Aletta mesum, tukang ngiler. Bangun ngapa sih, Ta!” Cukup sudah! Aletta sudah tidak sanggup mendengar suara berisik seperti radio rusak itu. Dia membuka selimutnya dan langsung mendorong manusia yang sedang melompat di kasurnya itu hingga terbaring di kasur. “Ngapain sih Yuda? Ganggu aja sih! Keluar sana!” teriak Aletta. Bukannya menuruti keinginan Aletta, Yuda justru berbaring nyaman di kasurnya sambil cengengesan. “Dah siang, Ta. Bangun elah. Di bawah udah rame. Lo sendiri yang nggak ada. Nggak malu apa lo perempuan bangunnya lama banget,” jelas Yuda. “Letta masih ngantuk!” “Ini hari Minggu, Ta,” balas Yuda. 103 “Nah itu. Justru karena ini hari Minggu, Letta mau tidur lebih lama. Jadi, biarkan saya beristirahat sejenak, Yang Mulia. Sekarang silakan keluar dari kamar saya ini,” usir Aletta. “Di luar udah rame. Ini hari Minggu. Mandi sih lo. Keeyara sama Vika lagi bantuin emak-emak masak. Sono bantuin.” Aletta terdiam. Ini hari Minggu? Artinya hari perkumpulan. lya, perkumpulan keluarga antara papanya dan para sahabatnya. Setiap sebulan sekali mereka memang rutin mengadakan acara itu. Bisa dibilang ini arisan. Dan kali ini rumah Aletta yang mendapat giliran. Pantas saja tadi malam Vika dan orangtuanya menginap di rumah mereka. “Woi! Bengong lagi. Sana mandi!” Yuda kembali berteriak. Oke, lebih baik Aletta mandi sebelum mamanya masuk ke kamarnya dan mengguyurnya dengan air dingin. Aletta mengambil handuknya dan berjalan ke kamar mandi. Saat akan membuka pintu, dia membalikkan badannya melihat Yuda yang masih betah di kasurnya. “Yuda?" panggil Aletta. Yuda hanya menjawab dengan gumaman. “Letta mau mandi.” "Ya mandi sih, Ta. Jangan manja elah minta dimandiin gue,” sahut Yuda. Aletta berdecak kesal. Dia berjalan ke arah Yuda dan menarik tangannya agar bangkit dari kasur. ae “Ya apa sih lo. Mainnya jauhan dikit bodoh!” protes Gara pada Yuda yang menempel di sebelahnya sambil memegang stick PS. Di hari perkumpulan ini, mereka sedang sibuk dengan kegiatan masing-masing. Nafiza, Jenessa, Yosi, dan Rifa sedang sibuk menyiapkan makan siang untuk mereka semua. Sementara para ayah, Gafa, Allan, Danu, dan Dodi sedang mengobrol. Dan anak mereka sedang sibuk bermain. Aletta duduk di samping Gara sambil memainkan ponsel. Seperti 104 biasa, dia sedang sibuk dengan media sosialnya. Dia sedang melihat beberapa foto Rion yang sedang melakukan syuting film terbarunya. Di karpet bawah sofa yang mereka duduki itu, Gara dan Yuda sedang fokus menatap layar yang ada di depan mereka. Sesekali mereka berteriak heboh sambil saling mendorong bahu. Itu kegiatan rutin Yuda dan Gara. Mereka sering menghabiskan waktu dengan bermain PS sampai sering lupa waktu. Kadang karena keasyikan bermain, Yuda bahkan sering tertidur di rumah Aletta. Begitu pula sebaliknya. Gara juga sering tertidur di rumah Yuda. “Maskaranya belum, Vika. Ya ampun, Vika jangan gerak, berantakan kan jadinya,” omel Keeyara. Aletta hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan mereka. Keeyara, anak Danu itu sangat centil. Ke manapun dia pergi, tidak pernah melupakan tas berisi make up miliknya. “Ngomong-ngomong, Gaf..” Danu mulai berbicara. “Gara sama Keeyara udah gede ya. Ayolah kita jodohin, Gaf. Cocok kan mereka,” ucap Danu sambil tersenyum geli. Keeyara dan Gara yang merasa namanya disebut, berpura-pura tidak mendengar. Gara menghentikan permainannya sambil memejamkan matanya berpura-pura tidur. Sementara Keeyara tampak mengomel pelan. Papanya suka sekali mengatakan hal itu. “Jangan mulai, Dan. Udah gue bilang gue gak mau besanan sama lo!” ketus Gafa. “Mas ih, gak boleh gitu ah,” tegur Nafiza. “Ya gimana, Yang. Orang Gara sama Keeyara aja belum lulus sekolah, dia ngomongin jodoh mulu!” “Bercanda aja kan,” sahut Nafiza. “Bercanda apaan. Kalo dia ngomong begitu dari Keeyara belum lahir sampe sekarang artinya bukan bercanda tapi ngarep!” “Ya biarin lah, Gaf. Makin erat hubungan kalian,” balas Dodi sambil tertawa bersama Allan. Mereka tahu Gafa sangat benci membicarakan 105 perjodohan anak mereka. Dia benar-benar tidak mau berbesanan dengan Danu. Aletta dan Yuda tersenyum geli melihat wajah cemberut Keeyara. Gadis itu sama seperti Aletta. Sama-sama menyukai Rion. Keeyara bilang, dia tidak mau pacaran sebelum Rion menikah. Kalau Rion belum menikah, artinya dia masih punya kesempatan jadi pacarnya meski mustahil. Tapi kalau Rion sudah menikah, berarti dia sudah tidak punya kesempatan lagi. “Ki, ini Bang Rion ganteng ya?" Aletta menunjukkan fotonya bersama Rion. Awalnya Keeyara melihat foto itu dengan malas. Dia tidak percaya Aletta benar-benar bertemu idolanya itu. Tapi saat melihat foto Aletta bersama Rion, dia langsung histeris. “Eh, gila! Ini editannya bagus banget. Pake aplikasi apaan? Gue mau juga!” teriak Keeyara. Aletta menatapnya sebal. Dasar Keeyara kurang ajar. Padahal itu foto asli. Enak saja dibilang editan. “Tolong dah, di saat ada gue gini jangan ngomongin Rion gak penting itu. Sakit kepala Abang!” cetus Yuda. “Diem!” teriak Aletta dan Keeyara bersamaan. Yuda menjitak kepala mereka kuat, lalu fokus dengan ponselnya. “Serius, Ta, ini kayak asli. Gue mau dong dibuatin gini,” rayu Keeyara. “Th, ini asli tau. Letta sama Yuda ketemu Bang Rion di mal. Ya kan, Yud?" Aletta menyikut Yuda agar membenarkan perkataannya. Yuda tidak menjawab. Dia hanya menaikkan kedua bahunya cuek. Hal itu semakin membuat Keeyara tidak memercayainya. “Hoax berarti. Udahlah, Ta. Kita sama-sama fans. Sama-sama ngarep ketemu idola. Tapi jangan boong juga lah,” sambung Keeyara. “Th, kok gak percaya sih? Yuda juga nggak mau jelasin. Eh, Vika!" panggil Aletta saat Vika sudah kembali dari kamar mandi dengan wajah segar. Dia baru saja selesai mencuci wajahnya untuk menghilangkan bekas make up yang tadi dipakaikan Keeyara padanya. 106 “Apa?” tanya Vika malas. “Letta pernah ketemu Bang Rion, kan?” “Mana gue tau. Kenal juga kagak!” “Th, Vika!" Aletta mulai kesal. “Pa, masa nggak ada yang percaya Letta ketemu Bang Rion. Papa bilang dong kalo Leta nggak bong. Papa kan ketemu dia juga,” rengek Aletta pada Gafa. “lyain aja, Om, biar dia seneng. Nggak pa-pa, Ta. Gue percaya, kok." Keeyara menepuk pundak Aletta prihatin. Gadis itu semakin kesal. “Papa jawab, dong!” Aletta mulai tak sabaran. “Papa nggak tau, Sayang. Papa kan kerja. Mana mungkin bisa ketemu artis,” sahut Gafa. “Semuanya jahat, ah! Letta tuh sering kirim pesan pake WA sama dia. Tuh ada nomornya juga tuh. Obrolannya juga masih lengkap.” Aletta menunjukkan ponselnya pada mereka dengan wajah kesal. “Ta, segitu frustrasinya elo pengen ketemu Rion, sampe temen lo dikasih nama Rion juga? Sabar Ta, nge-fans jangan berlebihan,” kata Yuda. “Tungguin deh Letta telepon dia. Awas aja kalo diangkat kalian jantungan. Udah dibilang Letta nggak boong.” Keeyara hanya menatapnya datar. Aletta berusaha menghubungi Rion. Tapi tidak ada jawaban. Dia hampir menangis saat Keeyara dan Yuda terus mengejeknya. Kenapa semua orang menyebalkan, sin? Padahal Aletta tidak berbohong. “Abah,” rajuk Aletta sambil memeluk Dodi. “Manja!" teriak Yuda. Tapi gadis itu tidak peduli. “Malu Aletta sama temennya. Kamu udah besar, masih manja gitu,” ejek Nafiza. Aletta tetap tidak peduli. Dia sedang merajuk pada Dodi. Dari sekian banyak orang yang menjahilinya, hanya Dodi yang selalu membelanya. 107 “Abah percaya Letta, kan? Letta nggak pernah bohong, kan?” “lya, Papa percaya,” ucap Dodi sambil tersenyum menenangkan. Tak lupa dengan usapan di rambut Aletta. Saat tahu ada yang berpihak padanya, Aletta menatap semua orang dengan sombong. “Heran gue, lo anaknya bokap gue apa anak Om Ganteng sih, Ta?” Yuda menggeleng prihatin. “Yuda, kamu mau main-main sama Om?" tegur Gafa. Yuda menggeleng sambil tersenyum polos. Semua orang kembali sibuk dengan kegiatan mereka. Aletta masih menempel pada Dodi karena masih kesal dengan semua orang. Terutama Rion. Artis bermuka dua itu sama sekali tidak membantunya. Kenapa Rion tidak bisa dihubungi? Oh, tentu saja tidak bisa. Dia artis yang sangat sibuk, kan? Memang Aletta siapa bisa menghubunginya sesuka hati? Dia harus sadar diri, dia cuma fans. Cuma fans! Tiba-tiba saja, ponsel Aletta bergetar. Dia membuka pesan masuk dan tertawa kencang saat melihat nama yang tertera di layar ponselnya. “Tuh kan! Bang Rion ngirim pesan ke Letta. Tuh liat deh semua liat!” Aletta memamerkan ponselnya pada semua orang. Tapi semua hanya menatapnya datar. Menyebalkan. Hanya Nafiza yang tersenyum geli melihat kelakuan putrinya itu. Rion_as : Aletta? Alettasyaquilla : Yoi Bro? Rion_as : Di mana? Alettasyaquilla : Di sini Bang, di suatu tempat sambil memikirkanmu @ Rion_as : Serius. Rion_as : Saya di depan. Alettasyaquilla : Depan mana? Di barisan terdepan orang yang mau lamar Letta? 108 Alettasyaquilla : Kok soswit sih @ Rion_as : Di depan rumah kamu... Rion_as : Cepat keluar! Alettasyaquilla : Oh, depan rumah Letta? Ya udah selamat beristirahat Bwangggg. Aletta meletakkan ponselnya di sofa tanpa menyadari apa yang dibilang Rion. Tiba-tiba dia berteriak dan berlari keluar rumahnya hingga semua orang menatapnya aneh. “Di depan rumah? Omaigat, Abang tukang bakso, mari mari sini, Letta mau beli hahaha. Bang Rion datang woi. Jangan pada kaget ya!” seru Aletta dengan penuh kemenangan. Dia membuka pintu rumahnya. Dan benar. Di sana, artis bermuka dua itu berdiri dengan kaku. Keeyara yang penasaran dengan ucapan Aletta langsung mengikutinya. Saat Aletta membuka pintu, dia melongo. Dia bahkan tidak bisa mengedipkan matanya melihat Rion. “B... Bang... Bang Rion?” pekik Keeyara. Aletta tersenyum puas melihat wajah bodoh Keeyara. Sementara Rion, dia menegang saat melihat ke dalam rumah Aletta. Dia juga tidak tahu kenapa dia bisa berpikir untuk pergi ke rumah Medusa ini. Apalagi sekarang rumahnya terlihat ramai. Sepertinya Rion datang di waktu yang tidak tepat. Dia mengedarkan pandangannya ke penjuru rumah Aletta. Dan saat matanya bertatapan dengan Gafa, tubuhnya terasa kaku. Abis gue. Kali ini bener-bener abis. Rion bego emang. Selamatkan aku Tuhan, batin Rion. 109 110 M1 ppita harus atur strategi, Om. Pokoknya itu artis yang gantengnya Kosoak seberapa harus cepat pergi dah dari sini!” ucap Yuda sambil melipat kedua tangannya di dada. Saat ini, ketiga laki-laki yang mengaku tampan itu sedang berdiri memperhatikan semua perempuan yang ada di hadapan mereka dengan kesal. Ya, mereka adalah Gafa, Gara, dan Yuda. Sejak kedatangan Rion si artis yang menurut Aletta bermuka dua itu, rumah Aletta yang seharusnya menjadi tempat arisan keluarga itu berubah menjadi tempat meet and greet antara idola dan fans. Para perempuan itu langsung menarik Rion dan menyuruh para laki-laki mengungsi ke rumah Dodi, kecuali Gafa, Gara, dan Yuda. “Gara nggak tau ya, Pa, itu artis ngapain tiba-tiba datang nemuin si Letta. Menurut Papa gimana?” tanya Gara masih sambil memperhatikan Rion yang saat ini sedang dikelilingi oleh para wanita itu. “Awas aja kalo dia berani datang ke sini buat lamar Aletta. Papa habisin dia," geram Gafa. “Yuda bantuin Om," sahut Yuda penuh semangat. “Dih, apa-apaan itu? Kok Tante Yosi nyubitin pipinya. Najis banget. Ganteng juga enggak!” sinis Yuda saat Yosi, mama Keeyara, mencubiti pipi Rion. Dan Rion butuh Aletta saat ini. lya, Aletta si Medusa yang sudah menyantet Rion. Buktinya, Rion tidak tahu kenapa dia bisa ada di rumah Gadis Ular itu. Rion pernah mencari tahu sekolahnya. Dan kali ini dia mencari tahu alamat rumahnya. Jangan tanya bagaimana Rion melakukannya. Dia artis, dan dia banyak uang. Tidak sulit baginya melakukan hal itu. Yang jelas, sekarang Rion 111 benar-benar sudah gila. “Jadi, umur kamu berapa?” tanya Nafiza sambil menangkupkan kedua tangannya di wajahnya. Aletta mendengus kasar melihat kelakuan ajaib mamanya. “Emm, sembilan belas, Mbak,” jawab Rion gugup. lya, Rion si artis yang sering akting itu sedang gugup sekarang. Benar-benar luar biasa. Rion masih menunggu reaksi para wanita itu setelah mengetahui umurnya. Tapi mereka semua melongo. Memangnya ada yang salah dengan umurnya? Dia tidak terlalu tua, kan? Sekali lagi Rion melihat Nafiza. Dia ingat bahwa wanita ini adalah mamanya si Medusa. Wanita cantik yang Rion pikir bernasib malang karena punya suami segalak Gafa dan seaneh Aletta. Tapi ternyata sifat mereka tidak jauh berbeda. Tiba-tiba saja mereka berteriak sambil bertepuk tangan. Sementara Aletta dan Keeyara menutup wajah mereka dengan tangan karena malu dengan kelakuan mama mereka. Lalu Vika? Jangan ditanya. Gadis itu tidak terlalu suka dengan keramaian. Dia berlari ke kamar Aletta untuk menenangkan dirinya. "Ya Allah, dia manggil gue ‘Mbak’. Tuh kan, pasti gue masih cantik banget!” teriak Nafiza heboh. “Duh, kalo aja Keeyara udah gede, udah aku nikahin Keeyara sama si Ganteng ini. Biarin deh gak jadi sama Gara," ucap Yosi. “Ya kayak dia mau aja sama Keeyara!” sinis Jenessa. “Apalagi sama Vika. Nggak mungkin banget. Vika tuh nggak ada kalemnya sama kaya mamanya,” sambung Nafiza sambil terkekeh. “Wah, ngajak berantem,” tantang Jenessa sambil menatap Nafiza tajam. Tapi wanita itu hanya tersenyum geli. Rion menggaruk kepalanya kuat. Dia benar-benar pusing sekarang. Ya ampun, apa yang harus dia lakukan agar terbebas dari tante-tante di hadapannya? Siapa pun, tolonglah Rion! “Mama, ih. Bang Rion itu ke sini mau ketemu Letta, bukan tante- 112 tante genit. Ayo Bang, sini sama Letta. Awas aja kalo ada yang berani narik Bang Rion lagi,” ancam Aletta. Para wanita itu langsung manyun. “Kamu sih, Ta, gak seneng banget kalo tantenya seneng,” gerutu Rifa. “Bukan gitu, Tante. Kasian Bang Rionnya, ih. Dari tadi pusing dikelilingi tante-tante. Tuh liat mukanya jadi makin jelek kan digangguin.” Aletta kurang ajar! Tadinya Rion sudah senang saat tahu Gadis Ular ini menolongnya. Tapi ujung-ujungnya menghina. Dasar Medusa. “Bang Rion, poto bareng yuk. Sekali aja. Keeyara fans-nya juga loh," ucap Keeyara sambil menatap Rion dengan tatapan memuja. Dia bahkan sudah membuka kamera ponselnya bersiap berfoto bersama Rion. Rion tersenyum tipis. Dia sudah akan mengangguk menyetujui permintaan Keeyara. Tapi si Medusa menariknya ke belakang agar menghindar dari Keeyara. “Nggak bisa!” tegas Aletta. “Kok gitu?” Keeyara tidak setuju. “Gak boleh poto sama Bang Rion. Bang Rion ke sini mau ketemu Letta. Jadi saat ini dia punya Letta,” jelas gadis itu. Rion hanya menggelengkan kepalanya. Punya Aletta? Dia pikir Rion ini barang? " Dih, siapa elo ngelarang gitu. Bang Rionnya aja mau kok foto sama gue!” ketus Keeyara. “Nggak bisa. Pokoknya Letta nggak izinin. Lagian kalian semua juga tadi nggak percaya kan kalo Letta kenal Bang Rion. Letta udah buktiin kan kalo Letta itu nggak bohong. Bang Rion itu sering ngirim pesan sama Letta. Udah, ah, pokoknya Letta mau bawa Bang Rion pergi dulu sebelum dibantai kalian semua. Bye!” Aletta menarik tangan Rion, berniat membawanya keluar rumah. Tapi langkahnya terhenti begitu mendengar teriakan mamanya dan para tante itu. “Main pergi aja kamu, Ta. Ini si Rion beneran artis kan, ya? Kenapa 113 kamu bisa kenal coba,” tanya Jenessa menuntut penjelasan. “Panjang ceritanya, Tante.” “Disingkat aja,” kekeh Jenessa. “Nggak bisa, Tante. Ribet. Entaran aja deh!” “Kalo gitu, jawab kenapa artis ganteng kayak dia ini bisa tiba-tiba datang ke rumah kamu?” “Nah itu. Nggak mungkin tiba-tiba niat main, kan? Hayo Letta, Jjelaskan ke Mama kenapa dia bisa tau rumah kita!” tuntut Nafiza. Aletta terdiam mencerna ucapan mama dan tantenya. Benar juga. Aletta heran kenapa Rion bisa tahu sekolah dan rumahnya. Rion bukan manusia yang tidak punya kerjaan lalu mencari tahu tentang dia, kan? Ya ampun, Rion itu artis. Lalu bagaimana cara dia mengetahui semua tentang Aletta? Astaga, jangan bilang Rion sekarang menjadi fans Aletta? Dasar stalker! “Jawab Aletta!” tegas Nafiza. Aletta menatap Rion agar laki-laki itu menjelaskan semuanya. Rion menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil berdeham pelan. “Biar saya yang jelaskan!” tegas Rion. Semua orang menunggu Rion melanjutkan ucapannya. “Jadi, kemarin saya ketemu Aletta. Kami sudah beberapa kali bertemu dan... kami berteman. Ya kan, Aletta?” Rion menunjukkan senyum termanis yang dia punya pada gadis itu. Dan Aletta hanya mengangguk menyetujui ucapannya. “Kami ketemu karena ada yang mau saya bicarain sama Aletta. Tapi karena kemarin dia langsung diajak pergi sama seorang laki-laki, jadi saya belum sempat ngomong. Makanya saya ke sini buat ketemu Aletta lagi," jelas Rion. “"Jadi kemarin kamu ketemu dia, Aletta?” tanya Gafa sambil menatapnya tajam. Aletta menatap papanya dengan gugup. “Dih, kamu ngapain di sini, Mas? Kan udah disuruh ke rumahnya 114 Dodi,” protes Nafiza. “Sebentar, Yang. Aku lagi nanya Aletta,” cetus Gafa. “Jadi, Aletta Syaquilla, kenapa kamu ketemu dia dan nggak izin sama Papa? Terus siapa laki-laki yang bawa kamu pergi? Jawab Papa!” “Bukan siapa-siapa, Pa,” jawab Aletta sambil menunduk. “Jawab, Ta!" perintah Gara. “Om Allan,” ujar Aletta lirih. “Dia liat Letta lagi makan sama Bang Rion, terus ajak Letta pulang,” sambungnya. “Allan memang sialan! Beraninya dia nggak bilang sama Papa!” geram Gafa. “Gara, Papa mau nemuin Om Allan dulu. Kamu awasi Aletta. Jangan sampai laki-laki itu macam-macam sama adik kamu!” tegas Gafa. Setelah Gara mengangguk, bapak dua anak itu langsung berjalan keluar rumahnya sambil mengepalkan tangannya. Sepertinya dia benar-benar akan menghajar Allan karena tidak memberi tahu Gafa kalau Aletta pergi dengan orang asing. Mendadak rumah itu terasa sepi. Tidak ada satu pun yang bersuara. Sampai akhirnya suara Rifa mencairkan suasana. “Ya udahlah. Udah jelas semua. Si Ganteng kan temennya Aletta. Dia nggak punya niat jahat kan. Udah, jangan pada tegang gini dong. Makan aja yuk makan!” ucap Rifa semangat. “Nah, iya bener. Kan kita udah masak. Ayo semuanya kita makan!” teriak Yosi. “Masih aja mikirin makan. Dasar emak-emak,” cibir Yuda. “Ehem. Permisi," ucap Rion tiba-tiba. Semua orang menatapnya dengan penasaran. “Ada yang mau saya bicarain sama Aletta. Boleh saya ajak dia keluar sebentar? Saya janji bakalan antar dia dengan selamat nanti,” ucap Rion hati-hati. Aletta melongo. Apa-apaan Rion ini? Memang siapa yang mau 115 pergi dengannya? Aletta sih tidak mau. Bukan tidak mau, tapi tidak berani. Dia takut papanya semakin marah kalau tahu dia kembali pergi bersama Rion. Oh, tunggu dulu. Aletta masih punya Mama. Mamanya sepertinya sangat suka pada Rion. Dia pasti akan mengizinkan Aletta pergi bersama idolanya itu. Iya, kan? “Ma... boleh gak?" tanya Aletta . “Nggak boleh!" teriak Gara dan Yuda. “Apaan sih kalian. Kok nggak boleh. Mama aja nggak marah. Aletta boleh kok pergi sama si Ganteng. Tapi pulangnya jangan lama-lama ya, Sayang,” jawab Nafiza. “Ma...” Gara ingin protes tapi Nafiza memelototinya. “Kamu jangan bantah deh Gara. Nanti Mama suruh tidur luar tau rasa.” “Gara lebih baik tidur di luar asalkan Gara tau kalo adiknya Gara ada di dalam rumah ini dalam keadaan selamat. Mama pikir Gara bakalan tenang ngebiarin dia keluar sama orang asing? Laki-laki pula. Gara gak akan biarin itu. Aletta, masuk kamar!" tegas Gara. “Abang, ih," protes Aletta kesal. “Masuk kamar sana lo. Bandel banget kalo dikasih tau!” ujar Yuda. Aletta mengentakkan kakinya, lalu berlari menuju kamarnya. Keeyara yang bingung langsung menyusul Aletta ke kamarnya. “Dan elo!” Gara menunjuk Rion. “Pulang lo sana. Lo artis, kan? Banyak kerjaan pasti. Nggak mungkin banget punya banyak waktu luang buat orang yang nggak penting buat lo kayak adek gue, kan? Sana syuting lo,” usir Gara. Rion menatapnya datar. Apa-apaan mereka ini. Artis tampan dan terkenal macam Rion malah diusir? Yang benar saja. “Budek lo ya? Pulang sana!” sambung Yuda. “Yuda, Gara. Nggak boleh gitu. Nggak sopan,” tegur Jenessa. Tapi kedua anak laki-laki itu tidak mendengarkan ucapan tante mereka itu. 116 Rion menghela napas pasrah. Baiklah, anggap saja kali ini dia mengalah. Dia akan keluar dari rumah ini. Awas saja kalau suatu saat nanti mereka minta tanda tangan padanya. Rion tidak akan memberinya sampai mereka menangis. Dasar bocah kurang ajar! “Saya permisi,” pamit Rion. Setelah mendapat senyuman dan anggukan dari para ibu-ibu, dia langsung keluar. Dia bahkan tidak menatap Gara dan Yuda. Biarkan saja. Memangnya siapa yang mau menatap wajah menyebalkan mereka? oe “Lo yakin makan itu, Ta? Itu pedes banget gila!” Vika bergidik ngeri melihat mangkuk bakso Aletta yang penuh dengan cabai. Aletta itu tidak suka makan pedas. Tapi kali ini dia makan bakso itu tanpa merasakan pedas sedikit pun. “Gila lo, Ta. Mencret dah lo abis itu,” sahut Alfan. Aletta tidak peduli dengan ocehan temannya. Dia tetap memakan bakso super pedas itu dengan lahap. Meski keringatnya bercucuran, meski ingusnya hampir keluar, dan meski bibirnya sudah hampir terbakar, dia tetap menikmati bakso pedas itu. Aletta sedang kesal. Tidak! Lebih tepatnya dia merajuk. Tentu saja dia merajuk. Di saat idola yang selalu dipujanya mengajaknya pergi, Gara melarangnya. Belum lagi papanya yang memberikan ceramah panjang kali lebar. Aletta tidak boleh keluar dengan orang asing lah. Aletta tidak boleh pergi tanpa izin lah. Aletta harus berhenti mengidolakan Rion lah. Ya ampun, papanya keterlaluan sekali. Papanya itu juga menyita ponselnya. Semakin menderita saja hidup Aletta. Dia kesal pada semua orang yang seakan tidak suka melihatnya senang. Aletta kan sudah besar. Dia bisa jaga diri. Dia tidak suka terlalu dikekang. Saat sarapan pagi tadi, tidak ada satu pun yang bersuara. Papanya makan tanpa mengajaknya berbicara. Gara juga tidak 117 mengajaknya berangkat ke sekolah bersama. Jadi dia pergi bersama Yuda. Tega sekali mereka melakukan itu padanya. Saat di kelas pun Aletta tidak banyak berbicara. Vika dan yang lainnya sudah berusaha mengajaknya ngobrol, tapi Aletta tidak merespons. Dia sedih, karena belahan jiwanya disita Papa. Dasar ponsel malang. “Ini si Letta kenapa sih? Tumben banget diam gini? Serem gue kalo dia kaga ngoceh!” cetus Raihan. "Galau lo, Ta? Gak ada uang jajan ya? Tenang, gue traktir. Makan aja sepuas lo. Atau lo nggak ada kuota? Nanti Babang beliin,” sambung Raihan. “Berisik aja lo!” ketus Yuda. Dia memperhatikan Aletta yang masih menikmati kuah baksonya itu. Yuda yakin sekali sebentar lagi dia akan berlari ke toilet. Biarkan saja! Itu kemauannya, kan? Dia tidak boleh mengeluh kalau sampai bolak-balik ke toilet. “Ta, ih, gue sedih banget liat lo galau gini. Ini makan sosis bakar aja, Ta. Enak kok. Udah buang aja tuh bakso lo.” Vika menarik mangkuk bakso Aletta. Saat gadis itu akan protes, Vika langsung menyumpal mulutnya dengan sosis bakar hingga Aletta cemberut. “Jahat kalian, sih. Nggak peka. Letta lagi galau tau!” ketusnya sambil mengunyah sosis. “Gak jahat Babang tuh. Peluk sini peluk.” Raihan merentangkan tangannya bermaksud memeluk Aletta, tapi Yuda langsung menjambak rambutnya. Yuda dan Gara tidak akan membiarkan siapa pun menyentuh Aletta. Mereka selalu menjaganya dari laki-laki tukang modus. Salah satunya Raihan. “Jangan modus!” bentak Yuda. “Cie cemburu. Dah, tembak aja tembak. Dor dor dor. Tapi awas nyasar tuh peluru, Yud. Ya kali yang kena si Vika. Sial lo entar digigit mulu,” cetus Alfan. "Ngomong apa lo hah!" teriak Vika sambil melotot. 118 “Ngomong aku sayang kamu Vika,” balas Alfan kalem. “Gue enggak tuh!” ketus Vika. “Gue sih yes, gak tau kalo Bang Dhika,” ejek Alfan. “Dasar upil!” teriak Vika. Alfan hanya menjulurkan lidahnya. Alfan memang suka sekali mengganggu Vika yang galak itu. Dia merasa lucu saat berhasil membuat Vika berteriak kesal. “Lo kenapa sih, Ta?” Dhika yang sejak tadi terdiam mulai bersuara. Aletta hanya menunjukkan tampang melasnya. “Boleh sedih, tapi gak boleh nyiksa diri. Lo makan pedas gitu entar sakit perut gimana? Yang ngerasain sakit siapa?” sambungnya. “Letta sih.” “Nah itu. Kalo lo sakit, keluarga lo pasti panik. Gue sama yang lain juga bakalan sedih kalo lo kenapa-kenapa. Daripada lo nyiksa diri gitu mending lo cerita. Lo kenapa?” tanya Dhika sambil mengusap rambut Aletta. Dia masih menatap Aletta dengan lembut, sampai akhirnya seseorang memukul pundaknya kuat. “Sial! Sakit, bego!” teriak Dhika. Dia menoleh ke arah Vika yang memukulnya. “Hati Vika lebih sakit. Elo mah enak mesraan sama si Letta. Nggak mikirin perasaan gue. Aelah kitati Dedek, Mas!” lirih Vika. “Sok imut banget lo!” Yuda menoyor kepala Vika. “Tuh kan, kalo Aletta kenapa-kenapa aja pada peduli. Sama gue aja pada jahat. Tega kalian. Dhika juga nggak mau belain gue. Jahat lo!” “Udah, lo dibelain sama gue aja sini,” goda Alfan. Vika langsung melotot padanya hingga Alfan terbahak. “Heh Vikachu! Jangan bilang lo naksir gue ya?” Dhika menatapnya curiga. “Th, emang yal" teriak Aletta dan Alfan. Mendadak Aletta tersenyum melihat wajah merona Vika. Dia tahu Vika sangat ingin mencakar wajahnya, tapi dia tidak mungkin melakukannya di hadapan Dhika. 119 “Serius lo, Vik?” Dhika menatapnya tak percaya. “Hayooo ketauan,” ejek Aletta sambil tersenyum geli. “Mampus lo, Vik, mampus! Kelar idup lo!” sambung Yuda. “Dhik, bantai Dhik, terjang di kamar. Eh, maksud gue peluk gitu, Dhik. Sian amat itu mukanya merah gitu. Ululuh Vika imut aned sih,” goda Alfan. “Eh, beneran lo suka sama gue, Vik?" tanya Dhika lagi. Bukannya menjawab, Vika bangkit dari duduknya, lalu berlari sambil menutup wajahnya. “Yah malah kabur. Penonton kecewa huhu. Kejar, Dhika!” teriak Aletta. Dhika hanya menggaruk tengkuknya sambil tersenyum canggung. Dia tidak tahu harus melakukan apa. ake “Tata, ayo pulang!” teriak Yuda dari pintu kelasnya. Seluruh temannya sudah pulang duluan. Tinggal Aletta si lemot yang masih setia di kelas sambil merapikan bukunya. “Woi Aletta, gue mau main ini buruan.” “Duluan aja. Letta pulang sama...” “Bang Gara hari ini les. Vika udah pulang. Ayo, buruan jangan lelet!” Aletta cemberut. Dia sedang tidak ingin pulang. Dia kan masih merajuk. Tapi, kalau tidak pulang bersama Yuda, dia mau pulang dengan siapa? Gadis itu memakai tas sekolahnya, lalu berjalan menghampiri Yuda dengan malas. Yuda berjalan dengan cepat sambil sesekali melirik jam tangannya. Mungkin dia ada janji dengan Raihan dan yang lainnya. Tanpa membuang waktu, Aletta langsung naik ke atas motor Yuda. Lalu perlahan motor Yuda melaju meninggalkan sekolah. 120 aki-laki itu menatap nanar makam yang ada di hadapannya. Perlahan ES berjongkok, lalu mengelus nisan itu dengan penuh perasaan. “Hai Sayang,” sapanya lirih. Mata laki-laki itu memerah menahan tangis. Tubuhnya mulai bergetar. Tanpa sadar, air matanya jatuh membasahi pipinya. Dia tidak berniat menghapus air mata itu. Dia tidak peduli meski banyak orang yang melihatnya menangis. “Aku kangen kamu,” ucapnya sambil terus menangis. “Kamu tau, hidup aku sekarang sepi. Sama kayak rumah kamu yang sekarang ini. Kamu kesepian gak di sana? Kalo aku iya. Aku pengin nemenin kamu dan pengen ditemenin kamu terus. Tapi kenapa kamu ninggalin aku?” “Tapi tenang aja, sebentar lagi aku pasti nyusul kamu. Kita bakal ketemu lagi, Sayang. Tunggu aku sebentar lagi ya? Aku cinta kamu,” ucapnya sambil mencium nisan itu penuh sayang. Dia menghapus air matanya, lalu berdiri. Sekali lagi dia menatap makam itu. Kali ini dengan senyum tipis. Setelah itu dia mulai berjalan meninggalkan makam itu. “Sampai jumpa, Sayang,” bisiknya. “CUT!” Teriakan itu membuat Rion menghela napas lega. Akhirnya syuting filmnya selesai juga. Judul filmnya kali ini adalah Don’t Leave Me. Menceritakan tentang seorang wanita yang ingin berpisah dengan kekasihnya karena tidak tahan dengan sifat posesifnya. Tapi kekasihnya menolak karena sangat mencintai perempuan itu. Dia melakukan berbagai cara agar perempuan itu tetap menjadi miliknya. Dan perempuan itu lebih memilih bunuh diri karena sudah tidak sanggup menghadapi kekasihnya yang selalu mengekangnya. Lalu, laki-laki yang 121 tidak rela ditinggalkan itu pun ikut bunuh diri menyusul sang kekasih. Ya, seperti itulah kira-kira secuil kisahnya. Dia tersenyum saat beberapa orang memyji aktingnya. Dia sudah biasa menerima perlakuan seperti itu. Dia melihat Agam berjalan ke arahnya, lalu menyodorkan sebotol air mineral untuknya yang langsung dia teguk hingga habis. Sementara Agam terus berbicara panjang lebar. "Yon! Lo denger gue kagak, sih?” Agam menepuk pundak Rion hingga kesadarannya kembali. Dasar manajer kurang ajar. Mengganggu saja. “Iya tau. Dua jam lagi gue jadi bintang tamu di Go-Hitz, kan? Terus besok pagi gue ada pemotretan, kan? Hapal gue mah,” balas Rion dengan tampang sombongnya. Agam mendengus kesal. Kalau saja Rion tidak membuatnya mendapatkan banyak uang, sudah Agam tinggal sepupu kurang ajarnya ini. “Jangan mikir terlalu ekstrim, Gam. Yang lo harus pikirin itu, kalo gue mati, lo mau kerja apa? Mau dapat duit dari mana? Biaya nikah sekarang mahal, Gam. Lo kudu baik-baik ama gue.” Rion tersenyum sinis. “Belagu amat lo!” ujar Agam ketus sambil menyingkirkan tangan Rion dari pundaknya, lalu meninggalkan laki-laki itu. he “Aletta sayangnya Mama! Ini ada Rion di TV. Kamu nggak mau liat? Biasanya kamu nggak mau ketinggalan berita apa pun tentang dia?” Nafiza memasuki kamar Aletta sambil berteriak heboh. Dia memperhatikan anaknya yang sedang berbaring di kasur tanpa semangat. Buku pelajarannya bahkan berserakan di karpet bawah tempat tidurnya. “Letta lagi males ngapain-ngapain, Ma. Mau tidur aja. Mama keluar dulu, deh,” ucap Aletta. “Th, kamu kok ngusir Mama sih?” protes Nafiza. “Letta nggak ngusir Mama. Tapi Letta emang lagi nggak pengin 122 diganggu.” “Berarti Mama ganggu kamu ya? Ya udah, kalo Mama ganggu, Mama keluar aja. Maaf ya, Sayang, udah bikin kamu kesel.” “Maaa,” rengek Aletta. Dia bangkit dari kasur, dan langsung memeluk Nafiza. Mamanya tersenyum dan mengusap rambutnya dengan sayang. “Letta minta maaf kalo bikin Mama kesel. Tapi serius, Letta stres banget, Ma. Pengin nangis aja gitu rasanya," jelas Aletta. “Kenapa sih, Sayang? Kamu masih marah sama Papa sama Abang karena nggak bolehin kamu dekat sama Rion?" tanya Nafiza. Gadis itu mengangguk cepat. “Letta gak bakalan kenapa-kenapa kok, Ma. Letta udah sering ketemu dia dan nyatanya Letta sehat aja, kan? Letta itu udah gede, Ma. Letta juga pengin senang-senang.” “Nggak ada yang larang kamu buat senang-senang, Aletta. Lakuin apa yang kamu sukai selagi itu hal wajar,” potong Nafiza. Aletta terdiam sebentar, lalu mulai mengeluarkan isi hatinya. Sang Mama berusaha mendengarkan ucapannya dengan penuh kesabaran. Dari pagi sampai siang hari, Aletta belajar di sekolah. Lalu saat pulang sekolah apa Aletta tidak boleh bersenang-senang? Aletta tidak minta hal aneh. Dia cuma minta diberikan waktu untuk mencari informasi tentang idolanya saja. Apa tidak boleh? “Aletta,” panggil Nafiza. “Mama juga pernah muda, kan? Mama juga punya idola kan dulu? Coba deh Mama di posisi Letta. Coba kalo Nenek larang Mama nyari info tentang Lee Donghae. Mama kesel gak?” “Tenang, Sayang. Mama ngerti apa yang kamu rasain. Tapi kamu juga harus ngertiin Papa, dong. Orangtua pasti gak mau anaknya kenapa-kenapa. Wajar kalo papa sama abang kamu khawatir kamu terlalu dekat sama Rion. Rion itu artis kan, Sayang. Nggak semua yang kamu liat sebagai kelebihannya di TV itu sesuai dengan di dunia nyata. 123 Kamu belum tau kan gimana dia aslinya?” “Siapa sih yang gak senang bisa ketemu idola, bisa deket sama idola? Nggak ada yang nggak seneng, Sayang. Mama aja kalo ketemu Lee Dong Hae pasti ngarep dijadiin istri.” “Tapi kan kita juga harus waspada. Coba deh kamu pikir, kenapa Rion yang artis terkenal, yang sibuk syuting bisa sering luangin waktu buat ketemu kamu? Yakin dia naksir kamu? Kamu kan masih kecil. Itu harus dipertanyakan juga kan alasannya? Gimana kalo dia niat macem- macemin kamu?" “Bang Rion baik kok, Ma. Dia nggak bakal jahatin Letta.” “Yakin? Kamu bisa jamin dia benar-benar baik?” tanya Nafiza lagi. Tapi Aletta tidak menjawab. “Gini deh. Kamu baru ketemu Rion beberapa kali, Sayang. Sementara kamu ketemu Papa hampir enam belas tahun. Tapi kamu malah ngambek sama Papa yang khawatir kamu diapa-apain sama Rion. Kamu kesel Papa ngelarang kamu ketemu Rion. Kamu lebih ngebela Rion dari Papa. Kamu bilang Rion baik. Terus Papa jahat gitu? Kamu minta Papa ngertiin kamu. Tapi, apa kamu bisa ngertiin Papa?” “Papa cuma mau yang terbaik buat kamu. Tapi, kalo menurut kamu apa yang Papa lakuin itu salah ya udah terserah aja. Mama bakalan bilang sama Papa buat balikin laptop sama HP kamu. Dan Mama juga bakalan minta Papa buat berhenti ngelarang kamu suka sama Rion. Dan kamu tau artinya kalo Papa setuju dengan permintaan Mama?” Aletta masih terdiam, mencerna ucapan sang Mama. Perlahan dia menggelengkan kepalanya. Hal itu membuat sang Mama tersenyum. “Artinya, Papa kamu rela ngelakuin apa aja asal kamu senang, meski dia nggak akan tenang ngebiarin kamu ketemu Rion lagi. Sekarang tergantung kamu. Apa yang bisa kamu lakuin biar Papa bisa senang dan tenang?” Nafiza mengakhiri ucapannya sambil bangkit dari kasur. Dia kembali 124 tersenyum, dan mengelus kepala Aletta yang masih memikirkan kata- katanya. Dia tahu Aletta sedang bingung sekarang. Tanpa bersuara lagi, wanita itu keluar dari kamar Aletta, meninggalkan gadis yang masih terdiam itu. Dia akan memberikan Aletta waktu untuk berpikir apa yang akan dia lakukan nantinya. he “Jadi, Mas Rion benar-benar berhenti jadi penyanyi?” tanya seorang wanita yang merupakan presenter acara Go-Hitz itu. Sebenarnya Rion tidak suka menghadiri acara seperti ini. Mereka terlalu sering bertanya tentang urusan pribadinya. Rion akui, dia memang artis. Artinya, apa saja yang dia lakukan dan alami, pasti tidak luput dari sorotan kamera. Dan itu membuat Rion kesal. Rion berusaha menjawab pertanyaan presenter itu. Tapi dia harus tersenyum dulu agar semua penonton semakin terpesona padanya. “Saya nggak berhenti jadi penyanyi. Cuma saat ini memang lagi fokus syuting film aja dulu. Kalo ada waktu luang, ada tawaran nyanyi ya saya ambil juga,” jawab Rion kalem. “Kira-kira Mas Rion ada rencana buat album baru nggak tahun ini?” “Belum tau ya, Mbak. Mungkin tahun depan kali ya.” “Nah, masalah percintaan nih, Mas. Kan Mas Rion lagi pacaran kan sama Mikaila Tarisya. Jadi hubungannya sekarang gimana? Makin harmonis dong ya?" Nah ini. Ini yang Rion tidak suka. Dia benci sekali saat ditanya hubungan percintaannya. Kalau Rion menjawab satu hal, pasti banyak pertanyaan lainnya. Kalau Rion tidak menjawab, mereka pasti mencurigai hubungannya dengan Mikaila. Lalu muncullah gosip tentang dirinya dan Mikaila. Rion bertengkar lah, Rion putus lah. Seperti tidak ada berita lain saja. “Saya dan Mikaila baik-baik aja. Masih sering komunikasi. Cuma, karena lagi sama-sama sibuk jadi jarang ketemu.” 125 “Udah ada rencana buat ke jenjang serius nggak nih, Mas? Tunangan misalnya.” “Wah, kalo itu belum, Mbak. Saya sama Mikaila juga baru mulai. Kami juga masih muda kan ya. Doakan saja.” Doakan saja semoga cepat putus, sambung Rion dalam hati. Selanjutnya hanya pertanyaan-pertanyaan biasa. Rion tetap menjawabnya dengan penuh senyuman sampai acara itu berakhir. Dan di sinilah dia sekarang. Duduk di mobil yang sedang dikendarai oleh Agam. Dia sangat lelah, dan ingin segera tertidur. “Yon, lo laper nggak? Makan dulu apa gimana?" tanya Agam. “Lo anter gue pulang aja, Gam. Abis itu lo makan dah sama siapa aja yang mau diajak makan sama lo,” ujarnya singkat. Sungguh, dia sangat ingin memejamkan matanya saja saat ini. ae Rion menghempaskan tubuhnya di kasur setelah selesai membersihkan diri. Perutnya terasa lapar. Harusnya tadi dia suruh saja Agam membeli makanan untuknya. Dia meraih ponselnya dan membuka Instagram. Seperti biasa, dia akan mengecek komentar apa saja yang menarik dari penggemarnya, lalu memberikan tanda hati untuk mereka. Dia juga membuka DM. Tidak ada nama yang dia kenal, dan tidak ada yang menarik. Biasanya Rion menemukan nama Aletta di deretan nama yang mengirimkan pesan di Instagram miliknya. Tapi kali ini tidak ada. Kira-kira dia sedang apa? Dan ada di mana? Tumben sekali tidak mengganggu Rion. Tunggu dulu. Apa dia baru saja memikirkan Aletta? Astaga, apa- apaan ini? Apa Rion sudah gila. Kenapa pula dia harus memikirkan Medusa itu? Tapi, Rion sadar kalau dia memang sedikit merindukan Aletta. Maksudnya rindu gangguannya. Rion kan sudah bilang kalau gadis itu lucu. Dia selalu bisa membuat Rion kesal dan tertawa di saat 126 bersamaan. Tidak! Jangan pikirkan Aletta, Rion! Dia hanya gadis kecil menyebalkan yang umurnya bahkan belum genap enam belas tahun. Ya ampun, Rion tidak menyukainya, kan? Aletta? Si Gadis Ular dan Rion sang Pangeran tidak mungkin pantas bersanding. Lupakan saja gadis itu. Tapi, Rion benar-benar ingin tahu kabarnya. Nah kan, kenapa Rion seperti penggemar yang merindukan idolanya? Kalau Aletta tahu Rion sedang memikirkannya, bisa besar kepala dia. Sudahlah, lebih baik Rion tidur saja. Untuk apa memikirkan Aletta yang mungkin saat ini sudah bermimpi indah tanpa mengingatnya. Kalau begitu biar Rion saja yang memimpikannya. Hahaha, Rion memang sudah gila. Baru saja dia akan memejamkan matanya, ponselnya bergetar. Dengan semangat dia membukanya dan berharap itu pesan dari si Medusa. Tapi, saat tahu siapa yang mengiriminya pesan, wajahnya menjadi masam. Mikaila Tarisya: Hai Sayang, kamu udah pulang? Jangan lupa istirahat ya @ Mikaila Tarisya : Aku kangen kamu @ kapan kita kencan? Mikaila Tarisya : Hubungi aku kalo kamu udah gak sibuk ya Baby. Lopyu @ Rion merinding membaca pesan dari wanita itu. Dia ingin mengabaikan pesan itu. Tapi kasihan juga Mikaila. Baiklah, dia akan membalas pesannya. Meskipun singkat, yang penting dia sudah membalasnya, kan? Rion_as: @ 127 4 aj mpun dah. Si Dhika seksi banget sih keringatan gitu. Gemes kan gue jadinya,” ucap Vika sambil menggigit sedotan jus yang dia pegang. Dia terus tersenyum sambil menatap ke arah lapangan basket. Aletta memutar bola matanya, malas melihat kelakuan Vika. Dia tidak menyangka sepupunya itu bisa terlihat aneh saat menyukai seseorang. Dia kan galak. Suka menggigit orang. Tapi jika di hadapan Dhika, dia berusaha menjadi perempuan kalem. Sudahlah, biarkan saja Vika merasakan indahnya jatuh cinta. Aletta tidak akan mengganggunya. Aletta kembali melirik ke arah lapangan basket. Di sana ada Yuda, Dhika, Alfan, Raihan dan dua teman sekelas mereka lainnya yaitu Fadil dan Ataka. Mereka terlihat sibuk membawa bola ke sana ke mari. “Kantin yuk, ah. Haus gue,” cetus Ataka, teman sekelas mereka. “Ikut gue woi. Pengin mandi pake es teh manis rasanya!” teriak Alfan. Dia merangkul Fadil dan Ataka untuk ke kantin. “Woi, nggak pada haus lo?" tanyanya. “Gue titip jus melon ya, Fan. Jangan lama-lama. Gue tungguin sini,” sahut Raihan. “Duitnya mana?” tanya Alfan. “Pake duit lo dulu sih, Fan. Ntar kembaliannya buat elo juga.” “Sapi lo. Minta traktir aja banyak bacot!” sewot Alfan. Raihan hanya nyengir, tapi dia tetap ikut Alfan dan yang lainnya ke kantin. “Bagi minum, Ta,” ucap Yuda sambil meraih Pop Ice dari tangan Aletta dan langsung meminumnya. Aletta menepuk kening Yuda karena menghabiskan minumannya. “Diabisin, ih. Orang baru dibeli juga. Ganti gak?” geram Aletta. Yuda cengengesan. Dia mengambil kemeja sekolahnya dari tangan 129 Aletta. Tadi, sebelum bermain basket dia membuka kemejanya, menyisakan kaus putih polosnya. Dia tidak mau kemejanya basah dan bau keringat. “Vik, minta minum dong,” cetus Dhika. Tinggal Vika yang masih duduk sambil memegang minumannya. Aletta sudah balik ke kelas setelah kesal dijahili terus oleh Yuda dan Raihan. Dhika mengambil jus milik Vika dan langsung meminumnya. Vika melongo memperhatikan cowok itu. Ya ampun, Dhika meminum minuman bekas Vika? Yang benar saja. “Nih, Vik. Thanks yak.” Dhika mengembalikan jusnya yang masih tersisa setengah. “Bu... buat lo aja.” Vika gugup. Dia menundukkan kepalanya sambil mengusap pipinya. Dia malu sekali berada dekat Dhika. “Gu... gue, gue ke kelas duluan!” Vika bangkit dan berjalan dengan terburu-buru menuju kelasnya. Dia bahkan tidak tahu cowok itu menatapnya dengan senyum geli. “Elah si Vika. Nggak cocok banget sok malu-malu gitu. Biasa juga lo malu-maluin, Vik. Tapi lucu sih,” oceh Dhika. Tapi tiba-tiba dia memukul kepalanya karena merasa bertingkah aneh. Kenapa tiba-tiba dia merasa Vika si tukang gigit itu lucu? Ada-ada saja. ae “Aletta, Papa boleh masuk?” Gafa mengetuk pintu kamar anak gadisnya itu. Aletta yang masih mengerjakan PR-nya membuka pintu kamarnya dan kembali duduk di karpet bawah tempat tidurnya tanpa menatap wajah papanya. Gafa tersenyum geli sambil menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Aletta. Pria itu duduk di samping anaknya sambil memperhatikan Aletta yang sedang menulis sesuatu di bukunya. “Banyak PR?" tanya Gafa basa-basi. Aletta bergumam pelan. Dia masih berpura-pura sibuk dengan PR-nya yang Gafa ketahui sudah 130 selesai. Aletta kan masih merajuk pada papanya. Dia tidak boleh banyak bicara agar papanya tahu kalau dia benar-benar marah. Gafa tidak kuat menahan tawa melihat kelakuan putrinya yang menggemaskan itu. Langsung saja dia memeluk Aletta dan menciumi kepalanya hingga gadis itu protes. “Papa apaan, sih. Lepasin, ah. Letta lagi ngerjain PR tau.” “Jadi, Papa harus peluk sama cium kamu dulu baru mau ngomong sama Papa? Nggak bilang dari kemarin sih. Kalo kangen dipeluk Papa, bilang dong.” “Apaan sih Papa. Norak banget.” Aletta cemberut. Tapi dia tetap balas memeluk papanya. Rasanya sudah lama sekali dia tidak bermanja- manja dengan papanya. Aletta rindu dengan pelukan hangat sang Papa dan rindu dengan aromanya saat memeluk Aletta. “Papa minta maaf.” “Papa nggak salah,” potong Aletta. “Papa salah. Papa tau kamu udah besar. Tapi kamu belum dewasa, Sayang. Bagi Papa, kamu itu masih gadis kecil Papa. Papa belum bisa lepasin kamu gitu aja.” “Papa tau Papa terlalu ngekang kamu. Kamu ke mana aja harus izin. Nggak boleh pergi sama cowok atau jangan jauh-jauh. Tapi itu Papa lakuin bukan karena nggak percaya kamu bakalan aneh-aneh di luaran sana. Tapi Papa khawatir.” “Sebelumnya Papa nggak pernah larang kamu buat idolain laki-laki itu. Kamu nyari info tentang dia di kamar sampe kadang lupa makan Papa, maklum aja. Kamu tempel poster dia di kamar, padahal Papa udah larang. Tapi Papa nggak marah, kan? Bagi Papa nggak masalah kamu mau aneh-aneh di rumah. Yang penting Papa tau kamu aman.” “Pa...” Aletta terisak pelan. Dia tahu papanya sangat sayang padanya. Meskipun kadang caranya berlebihan, Aletta tahu itu demi kebaikannya. Aletta jadi merasa bersalah. 131 “Kamu tau kenapa kemarin Papa sita HP sama laptop kamu?” tanya Gafa yang dibalas Aletta dengan menggeleng. “Papa nggak niat gitu sebenarnya. Papa tau kamu nggak bisa jauhan dari HP. Tapi Papa nggak mau kamu ketemu lagi sama dia. Apa nggak bisa kamu kayak dulu aja? Kagum sama dia lewat HP sama laptop aja? Nggak perlu sampe ketemuan.” Aletta terdiam. Apa dia bisa melakukan semua itu? Sepertinya akan sulit. Dulu memang dia hanya mengagumi Rion lewat media sosial. Tapi dia berharap suatu saat akan bertemu dengan Rion secara langsung. Tentu saja dia senang. Fans mana yang tidak senang saat harapannya bisa bertemu sang idola terkabul? Tapi sekarang, saat dia sudah bertemu dan dekat dengan Rion, papanya justru melarang. Dia tidak mau membantah papanya. Tapi, apa dia sanggup tidak bertemu Rion lagi? Kalau dia ingin foto dengan Rion bagaimana? Apa Aletta harus datang ke rumahnya lagi seperti dulu? Aletta tidak mau. Dia sudah benci pada Jaya, satpam Rion yang menyebalkan itu. Dia tidak mau bertemu Jaya lagi. "Jangan mikir terlalu keras,” tegur Gafa. "Papa nggak akan larang kamu lagi nyari info tentang dia. Kamu juga boleh ketemu dia.” “Serius, Pa?" Aletta menatap Gafa tidak percaya. “Ada syaratnya tapi,” sambung Gafa. Nah kan, harusnya Aletta sudah bisa menduga hal ini. Papanya mana mau rugi. “Boleh main HP sama laptop di kamar asal jangan lupa makan, belajar, sama salat.” “Sip, Pal” tegas Aletta. “Boleh ketemu dia juga. Tapi izin dulu sama Papa, ke mana, ngapain, kasih tau semua.” Aletta ingin protes. Tapi Gafa langsung mengangkat tangannya agar Aletta mau mendengar kelanjutan ucapannya. “Papa nggak bakal ganggu. Nggak bakal Papa samperin juga. Itu semua cuma buat jaga-jaga aja. Kalo kamu lagi sama dia dan dia jahatin kamu, telepon aja Papa. Papa langsung bisa datangin dia dan hajar dia 132 saat itu juga.” “Papa galak banget sih. Untung sayang,” ucap Aletta sambil terkikik geli. Gafa tidak menjawab. Dia justru menyerahkan ponsel Aletta yang disambut gadis itu dengan mata berbinar. “Laptop kamu di kamar Papa. Ambil aja nanti. Itu HP-nya juga udah Papa beliin kuota.” “Serius, Pa? Makasih Papa!” Gafa mengangguk. Aletta kembali memeluk papanya dan mengucapkan terima kasih. Gafa balas memeluknya sambil mengelus kepalanya. Andai saja Aletta tahu kalau ponselnya, belahan jiwanya hampir dihancurkan Gafa, gadis itu pasti akan kembali merajuk. Ya, Gafa memang hampir membanting ponsel anaknya itu. Bagaimana tidak? Rion sang idola anaknya itu terus saja mengirim pesan padanya. Laki- laki itu terus menanyakan kabarnya. Gafa akan mengalah kali ini demi Aletta. Dia tahu gadis seusia Aletta memang banyak yang mengidolakan artis tampan. Tapi tetap saja tidak boleh berlebihan. Dan Gafa bersumpah, kalau Rion menyakiti anaknya dan bersikap kurang ajar pada anaknya, akan Gafa hajar dia. ker Rion menyemburkan air yang diminumnya saat membaca pesan dari Aletta. Dia tidak salah lihat, kan? Ya ampun, sudah berhari-hari Rion bersikap bodoh dengan mengirim pesan pada gadis itu. Dia bahkan tidak tahu apa manfaatnya mengirim pesan pada fans gilanya itu. Tapi saat Aletta tidak membalas, dia merasa seperti ada yang kurang. Makanya dia tetap mengirimi gadis itu pesan dan berharap mendapat balasan. Harusnya Rion lega saat gadis itu membalas pesannya, tapi Rion justru kesal. Gadis kurang cantik itu memang bisa membuat Rion menjadi gila. Medusa : Oj Fans! Rion_as : Siapa? 133 Medusa : Pura-pura gak kenal @ Medusa : Biasa juga neror WA. Kangen ya Fans? Maap ya, Letta sibuk akhir-akhir ini @ Nah kan, dia memang kurang ajar! Rion_as : Kalo gak penting jangan ganggu! Saya sibuk! Medusa : Sombong banget © Medusa : Bang, sibuk gak besok? Rion_as : Artis terkenal mah mana ada waktu buat hal gak penting. Rasakan itu! Rion tersenyum miring melihat pesan balasannya. Dia tahu pasti Aletta akan berteriak kesal membaca itu. Medusa : Ya udah deh gak jadi QE Apa-apaan ini? Kenapa Rion jadi penasaran. Rion_as : Mau ngapaian emang? Medusa : Letta traktir makan di kafe. Pesan apa aja gratis deh @ Rion_as : Oke! Medusa : Ya udah, besok jemput di sekolah ya. Dadah Fans @ Rion tidak membalas pesan itu. Dia justru sedang merutuki dirinya sendiri. Kenapa dia setuju dengan ajakan Aletta? Dia harusnya menolak kan? Dia kan artis sibuk. Dan apa tadi katanya? Dia harus menjemput Aletta? Astaga, idola mana yang menjemput penggemarnya? Kenapa Rion merasa murahan sekali ya mau ditraktir. Seperti dia tidak punya uang saja. “Emang dasar cewek ular. Lincah banget emang. Mulutnya emang berbisa banget. Ketipu terus gue,” gerutu Rion. 134 ee Nee ; “a II pita makan di sini?” Rion menatap tempat yang ditunjuk Aletta dengan mata melotot. “Kamu serius?” Rion memastikan, dan gadis itu hanya mengangguk-anggukkan kepalanya sambil memasang tampang sok imut. “Kamu jangan bercanda!” ketus Rion. “Kenapa sih, Bang? Lebay banget. Dah masuk aja yuk?” ajak Aletta. Dia menarik tangan Rion menuju pintu kafe. Dia sudah berjanji akan mentraktir Rion, kan? Rion juga menepati janjinya menjemput Aletta di sekolah. Ya, meskipun sepanjang perjalanan artis bermuka dua itu terus saja mengomel. “Aletta, saya tanya sekali lagi. Kamu becanda, kan?” “Enggak, Bang. Ngapain bercanda sih, ah. Abang ribet ya! Masuk aja ayo!” Aletta kembali menarik tangannya. Sejujurnya dia ingin sekali pergi dari sini. Dia seperti memasuki kandang hewan buas. Itu karena Aletta membawanya ke GG KAFE! Rion masih ingat bagaimana ketakutannya Aletta waktu dia ajak makan di kafe ini. Dan sekarang dia dengan polosnya mengajak Rion ke sini. Dia bilang ingin mentraktir Rion? Di kafe keluarganya? Yang benar saja. Aletta ini sengaja mengajaknya ke sini agar tidak mengeluarkan uang, kan? “Nggak usah jadi traktir deh. Saya mau ke kampus. Baru ingat ada kelas.” Rion mencoba memberi alasan. “Kenapa sih, Bang? Boong itu dosa tau. Letta mah tau Abang nggak sibuk-sibuk amat. Biasa juga malas kuliah. Abang juga nggak selaku itu kok jadi artis.” Kurang ajar. Kurang ajar. Kurang ajar! Rasanya ingin Rion jahit 135 bibirnya agar tidak bicara sembarangan. Kalau dia tidak terkenal, mana mungkin si Medusa ini mengidolakan dirinya. “Terserahlah. Saya mau pergi!" jawab Rion pasrah. “Bang Rion mah gitu sama Letta. Padahal hari ini Letta ulang tahun loh." Aletta menundukkan kepalanya sambil memasang tampang paling menyedihkan. Tapi tenang saja, Rion tidak akan tertipu. “Oh ya?” Rion menaikkan sebelah alisnya. Gadis itu mengangguk sedih. “Oke. Selamat ulang tahun ya," ucap Rion sambil menepuk- nepuk kepalanya. Setelah itu dia berjalan meninggalkan Aletta yang menatapnya sebal. “Bang Rion mah artis. Tau aja mana yang lagi akting. Muka cantik Letta nggak cocok jadi sedih gitu kali ya, makanya dia nggak ketipu. Ah, bodo amat, Letta kesel sama Bang Rion.” Aletta memasuki kafe papanya sambil mengentakkan kaki. Dia melirik ke seluruh kafe mencari mamanya. Dia tersenyum cerah saat melihat Mama dan Abang sedang sibuk membagikan semangkuk es krim ke setiap meja pengunjung kafe. Hari ini usia Aletta tepat enam belas tahun. Dia tidak pernah merayakan ulang tahun dengan acara mewah. Bahkan tidak ada kue dan lilin ulang tahun untuknya. Biasanya saat Aletta ulang tahun, mama dan papanya hanya membagikan dessert gratis untuk pengunjung kafe sebagai rasa syukur atas bertambahnya umur Aletta. Aletta menatap mamanya sambil tersenyum cerah. Dia sudah bersiap untuk mendekati wanita itu, tapi seseorang memeluknya dari belakang hingga dia terkejut. Setelah membalikkan badannya, terlihatlah wajah Gafa, sang Papa yang sedang tersenyum. “Selamat ulang tahun sayangnya Papa. Papa doain semua yang terbaik buat kamu,” ucap Gafa sambil mencium keningnya. “Makasih Papa. Kadonya mana?” Aletta menunjukkan senyum polosnya sambil menengadahkan tangannya, bermaksud meminta 136 kado pada sang Papa. Gafa berdecak sebal. Tapi dia tetap memberikan kado pada anaknya itu. Aletta menerima kado itu dengan mata berbinar. Setelah mengecup pipi Gafa, dia memasukkan kado itu ke dalam tas, lalu menghampiri Gara dan mamanya untuk membantu membagikan es krim. Ke “Selamat ulang tahun ya anak gadisnya Mama. Mama doain semua yang terbaik buat kamu. Kamu mau kado apa nanti bilang ya sama Mama. Nanti Mama beliin. Mama belum sempat beli kado soalnya.” “Makasih, Ma. Letta nggak minta apa-apa. Letta udah punya semuanya. Tapi kalo Mama ngotot mau ngasih kado, kasih aja Letta duit lima juta,” ucapnya sambil mengerjapkan matanya. Nafiza langsung melotot mendengar ucapannya. Sementara Gara langsung menoyor kepalanya hingga dia cemberut. “Minta kado apa morotin sih?” cibir Gara. “Selamat ulang tahun adek gue yang bawel,” ucap Gara sambil memeluk Aletta. Tapi seseorang menjambak rambutnya dari belakang. “Mulut kamu ya Gara, Papa bilang jangan ngomong gue-elo kalo di rumah," tegur Gafa. Gara meringis sambil mengusap rambutnya. Aletta terkikik geli melihat penderitaan abangnya. “Sekali lagi ngomong gitu, nggak Papa kasih uang jajan kamu,” ancam Gafa. “Iya, Pa, maaf. Lagian ini bukan di rumah. Nih, Ta, kado buat kamu. Abang udah doain buat kamu. Pesan Abang, jangan cepat punya pacar. Dah sana pulang sama Papa.” Gara menarik tangan Nafiza ke dalam ruangan pribadi mamanya di kafe. Sementara, Gafa akan mengantar Aletta pulang. Saat Gafa membuka pintu kafe, seseorang yang akhir-akhir ini membuatnya kesal berdiri sambil tersenyum di hadapannya. Jika Gafa ingin menonjok 137 orang itu, maka Aletta justru ingin memeluknya. “Bang Rion!” pekik Aletta. “Bang Rion balik lagi? Sini masuk!” Aletta ingin mengajak Rion masuk ke dalam kafe, tapi Gafa menghalanginya. “Ngapain kamu ke sini?” sinis Gafa. “Ttu, saya cuma mau ngajak Aletta keluar sebentar, Pak. Boleh, kan?” Rion berbicara dengan hati-hati. “Saya bukan bapak kamu!" ketus Gafa. “Om?" Rion memastikan. “Sejak kapan saya nikah sama Tante kamu?” “Panggil papa mertua aja,” saran Aletta. Gafa melotot padanya. Tapi Aletta hanya cengengesan. “Pa, boleh ya Letta keluar sama Bang Rion?” rayu Aletta. “Enggak!” tegas Gafa. “Papa, ih. Kan Letta hari ini ulang tahun. Boleh ya, Pa?” Aletta memeluk lengannya sambil menujukkan tampang memelasnya. Kalau sudah begitu, Gafa mana bisa menolak keinginannya. “Jangan pergi lama-lama. Dan jangan macam-macam sama anak saya. Awas kalo anak saya kenapa-kenapa. Habis kamu!” ancam Gafa. Rion menelan ludahnya dengan susah payah sambil mengangguk meyakinkan. Gafa ini benar-benar sangat menyeramkan. Apa dia Raja Ular yang akan menggigit Rion sampai mati karena menyakiti anaknya? Sudahlah... lupakan saja. “Bang Rion kok balik lagi, sih? Letta kira mau pulang beneran.” Aletta memulai percakapan ketika mereka dalam perjalanan. Rion meliriknya sekilas. Tadinya, Rion memang akan pulang. Tapi entah kenapa saat tahu Aletta ulang tahun, dia ingin memberikan kado untuknya. Ya ampun, Rion ini artis terkenal. Harusnya dia tidak perlu repot membelikan kado untuk Gadis Ular ini, kan? Tapi, sudahlah. Anggap saja ini kemurahan hati idola tampan, terkenal, dan kaya seperti Rion untuk 138 fans gila macam Aletta. “Kamu ulang tahun, kan?” tanya Rion. Aletta mengangguk semangat. “Saya punya kado buat kamu,” sambung Rion. “Oh ya? Mana?" Aletta terlihat antusias. Rion menunjuk ke belakang mobil. Aletta melirik ke belakang dan langsung menjerit. “Astaghfirullah. Berhentiin mobilnya!” teriak Aletta. Rion menatapnya bingung, tapi dia tetap menghentikan mobilnya. Aletta keluar dari mobil dan terduduk di samping mobil itu. Rion ikut keluar dan melihat wajah Aletta yang terlihat pucat. Ya ampun, apa yang terjadi dengan Gadis Ular ini? “Kamu kenapa?" tanya Rion. Aletta menatapnya berang hingga Rion semakin bingung. Memangnya dia salah apa? “Bang Rion ngapain bawa bom?” teriak Aletta. “Bom apa” tanya Rion polos. Aletta menunjuk ke belakang mobil Rion. Di sana banyak sekali balon. Rion memang sengaja membeli itu. Dia pikir Aletta akan suka diberi balon. “Itu balon, Aletta. Kamu kan ulang tahun, makanya saya kasih balon. Cewek biasanya suka balon, kan?” “Letta bukan cewek biasanya!” pekik Aletta. Benar juga. Oh tunggu dulu, kenapa Aletta terlihat tidak suka dengan balon? Apa dia takut dengan balon? Ya ampun, ya ampun! Rion ingin tertawa rasanya. Rion menyeringai. Dia berjalan ke belakang mobilnya dan mengeluarkan beberapa balon, lalu berjalan ke arah Aletta. “Aletta, balonnya bagus, kan?” ucap Rion sambil berjongkok di samping Aletta. Gadis itu langsung berteriak histeris. “Sana! Jangan deketin Letta!” teriak Aletta. “Kamu kenapa, sih? Ini lucu loh. Bisa meledak lagi. Tuh tuh.” Rion meletakkan balon itu di tanah lalu menginjaknya hingga balon itu pecah dan mengeluarkan suara nyaring. Aletta memucat melihat 139 perlakuan Rion. Sementara Rion terus melakukan aksinya. Dia bahkan tidak peduli dengan teriakan Aletta. Dia tetap tersenyum miring. Ya ampun, kapan lagi Rion bisa mengerjai Aletta dan membuatnya kesal? “Kamu nggak mau mecahin balonnya? Seru loh. Ini coba.” Rion menyerahkan satu balon pada Aletta. Tapi gadis itu justru menangis dan menjauh dari Rion. Dia menangis sambil menyembunyikan wajahnya di lututnya. “Bang Rion jahat. Letta aduin Papa ntar,” isak Aletta. Rion terdiam. Bukan! Dia bukan takut dengan ancaman Aletta. Dia justru takut melihat keadaan gadis itu. Dia terlihat... kacau. Apa Rion sudah keterlaluan? “Aletta?” panggil Rion. Gadis itu tidak menjawab. “Kamu beneran takut balon?” Aletta mengangkat wajahnya sambil mengangguk. Rion jadi tidak tega melihat wajah tersiksanya. “Maaf. Saya cuma bercanda,” sesal Rion. “Becandanya gak lucu!” teriak Aletta. Rion mengangguk. Dia mengusap air mata Aletta dan memeluknya. Catat! Rion sang idola sedang memeluk Aletta si fans gila. Kalau saja Aletta tidak sedang kacau, dia pasti akan kegirangan dan balas memeluk Rion tanpa mau melepasnya. “Saya minta maaf. Saya nggak niat bikin kamu nangis. Serius saya cuma bercanda.” “Hmm,” gumam Aletta. “Tapi, saya masih punya kado loh buat kamu.” Rion kembali tersenyum miring. Aletta menggeleng panik. “Nggak usah, Bang. Ya Allah, nggak usah repot, Bang,” tolak Aletta. Dia takut Rion memberikan kado aneh lainnya. “Nggak repot, kok. Tunggu ya.” Rion berjalan ke arah mobilnya dan mengambil sesuatu di sana. Aletta menggigit kukunya dengan panik. Kali ini apa lagi yang akan diberikan Rion?” “Ini buat kamu.” Rion menyodorkan kadonya pada Aletta. Aletta melongo. Bagaimana tidak? Rion memberikannya topi pantai berwarna 140 biru dengan pita berwarna pink. Ya ampun, apa tidak ada kado lain? “Kok Letta dikasih topi?” “Nggak pa-pa. Topinya bagus. Cocok buat kamu,” jawab Rion. Dalam hati Rion tertawa. Dia sengaja memberi Aletta topi pantai lebar itu, berharap ular yang ada di kepalanya tidak keluar lagi. Semoga Aletta tidak licik lagi dan tidak mengeluarkan kata-kata berbisa yang selalu membuat Rion tertipu. Astaga, apa yang Rion pikirkan? Dia pasti sudah gila, kan? Aletta menerima kado itu meski bingung. Rion memakaikan topi itu di kepalanya sambil tersenyum dan menepuk-nepuk kepalanya. Rion bahkan lupa kalau saat ini mereka sedang ada di pinggir jalan. Dia tidak sadar banyak yang memperhatikan mereka dan mengambil foto Rion bersama Aletta. Dia tidak memikirkan masalah apa yang akan dia hadapi akibat kelakuannya kali ini. er “Tata buka pintunya!” Aletta yang sedang membuka kado dari para temannya melirik pintu balkon kamarnya. Dia seperti mendengar suara seseorang. Tapi tidak ada wujudnya. Akhirnya Aletta mengabaikan suara itu. Dia membuka kado yang diberikan Dhika, boneka bebek dengan ukuran yang sangat kecil. Bonekanya sangat lucu. Aletta suka. Lalu dia membuka kado dari Raihan dan langsung terbahak karena Raihan memberikannya satu kotak pulpen. Maksudnya satu buah pulpen dalam satu kotak. Ada-ada saja. Baru saja Aletta ingin membuka kado dari Alfan, pintu balkonnya kembali diketuk. Dengan penasaran, Aletta membuka pintu itu dan terlihatlah wajah bodoh Yuda. “Yuda ngapain, sih?!” Aletta kesal. “Mau ngasih kado, Ta. Gue lupa beli tadi. Ini baru gue beliin buat elo,” balas Yuda sambil nyengir. Dia menyerahkan kotak kado itu pada Aletta, 141 “Ngapain coba manjat kamar Letta, kenapa nggak lewat pintu aja?” “Pengin aja, Ta. Biar greget gitu kayak di pilem-pilem,” sahut Yuda santai. Dia memasuki kamar Aletta dan berbaring di kasurnya. Sementara Aletta duduk si karpet bawah tempat tidurnya sambil membuka kado dari Yuda. Matanya berbinar saat melihat flat shoes berwarna pink dari Yuda. Ukurannya pas dengan kaki Aletta. Gadis itu memakai sepatu dari Yuda sambil melompat kegirangan. Yuda duduk dan menatapnya sambil tersenyum. Dia senang jika Aletta menyukai kadonya. “Yuda! Makasih sepatunya. Letta suka banget!” teriak Aletta sambil memeluk Yuda. Yuda mengangguk sambil mengelus rambut Aletta. “Selamat ulang tahun ya, Ta. Semoga elo selalu sehat, makin pinter, cepat waras, dan selalu bahagia,” ucap Yuda sambil tersenyum tipis. Aletta mencubit perutnya yang tidak ada six pack-nya itu. Enak saja dia mendoakan Aletta cepat waras. Memang Aletta gila? “Dah. Ta, peluknya. Gue mau pulang!” Yuda melepaskan pelukannya dan berjalan ke arah balkon Aletta. Sebelum dia keluar, Aletta mengecup pipinya sekilas. “Makasih lagi ya, Yuda. Letta sayang Yuda," kata Aletta. Yuda menatap Aletta sambil melotot lalu menjitak kepala gadis itu. “Jangan sembarangan nyium cowok!" teriak Yuda. “Selain Papa, Abah, sama Abang, cuma Yuda kok cowok yang Letta cium. Itu ciuman pertama Letta loh.” “Lo tau nggak? Kalo bokap sama abang lo tau lo nyium gue, abis gue dibantai!” ujar Yuda ketus. “Makanya jangan tau. Sini sini Letta cium lagi,” godanya. Yuda bergidik ngeri melihatnya. Dia menarik rambut Aletta kuat, lalu keluar dari kamar gadis itu secepat mungkin. Aletta langsung terbahak melihat ekspresi Yuda. “Cemen Yuda. Digituin aja baper.” “0 ePene: 142 “ R™ apa maksudnya ini?” Rion tersentak kaget saat seseorang membuka pintu kamarnya dengan kencang. Dia mendengus kuat saat tahu Mikaila pelakunya. Dia melanjutkan memakai sepatunya tanpa menjawab pertanyaan wanita itu. Rion sedang ada kuliah pagi. Daripada bertengkar dengan gadis itu, lebih baik Rion pergi saja. Lagi pula, memangnya dia tidak sekolah? “Rion, aku lagi ngomong sama kamu ya! Kamu harus dengerin aku!” bentak Mikaila. Rion menaikkan sebelah alisnya, lalu tersenyum sinis. Dia bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah Mikaila. “Kamu yang harus dengerin aku, Mik! Kamu nggak bisa datang ke rumah aku dan masuk ke kamar aku sesuka kamu ya. Kamu pikir kamu siapa?!” Mikaila. memundurkan tubuhnya. Dia merasa terkejut dengan teriakan dan tatapan tajam Rion. “Rion, ak... aku pacar kamu,” jawab Mikaila dengan gugup. “Kamu masih pacar, bukan istri aku!” “Kamu kenapa sih jadi marah-marah? Harusnya aku yang marah sama kamu! Tega kamu sama aku!” teriak Mikaila. Kali ini dia benar- benar kesal pada pacarnya itu. Dia menyerahkan ponselnya pada Rion dengan kasar. Rion melihat isi ponsel Mikaila. Banyak sekali yang membahas tentang dirinya. Dia juga melihat banyak sekali yang mengunggah fotonya dengan pose yang sama. Di foto itu, dia sedang memeluk perempuan. Rion ingat, itu terjadi saat dia mengerjai Aletta dengan balon, lalu gadis itu menangis dan dia memeluknya untuk menenangkan 143 gadis itu. Sebenarnya itu hal yang biasa saja kalau terjadi pada orang biasa. Tapi ini Rion. Pasti banyak sekali gosip yang akan bermunculan tentangnya. Apalagi saat ini dia masih menjalin hubungan dengan Mikaila. Akan semakin banyak gosip buruk tentangnya. Syukurnya, foto gadis itu disamarkan. “Kamu udah liat, kan?” tanya Mikaila. Rion mengangguk sambil tersenyum geli. “Aku ganteng di sini ya, Mik? Tapi muka si Letta nggak keliatan. Nyempil gitu. Dia beneran kecil kayak upil, kan?” canda Rion. “Jadi dia yang namanya Aletta? Tapi bukan itu intinya, Rion!” erang Mikaila. “Kamu itu pacar aku. Kalo kamu keliatan foto sama cewek lain, kamu bisa dituduh selingkuh. Atau kamu beneran selingkuh?” Rion hanya mengangkat bahu tak acuh. “Kamu tuh... ya ampun, aku nggak tahan lagi sama sikap kamu, Rion. Kamu keterlaluan ya. Bisa-bisanya kamu selingkuhin aku. Aku kurang apa, hah!" Kurang belaian, kurang lucu, kurang gemesin. Nggak kayak Aletta yang bikin gemes pengin nabok, batin Rion. “Aku mau kita putus!” tuntut Mikaila. “Alhamdulillah!” teriak Rion sambil tersenyum bahagia. Dia senang sekali dengan ucapan Mikaila. Ya ampun, akhirnya kalimat yang dia nantikan muncul juga. Apa dia harus merayakannya? Sementara itu, Mikaila merasa tidak terima dengan perlakuan Rion. Harusnya laki-laki itu sedih, kan? Kenapa Rion terlihat sangat bahagia? Menyebalkan! Rion seperti menginjak harga dirinya. Ini tidak bisa dibiarkan. Mikaila akan membalas perbuatannya nanti. “Kamu kelewatan ya, Rion. Awas kamu! Aku bikin nyesal udah giniin aku. Aku bakalan bilang ke wartawan kalo kamu selingkuh. Biar karier kamu ancur! Rasain kamu!" teriak Mikaila sambil keluar dari kamar Rion. 144 Setelah wanita itu pergi, Rion menghela napas kasar. Dia sungguh menyesal bisa berhubungan dengan gadis itu. Sifatnya benar-benar menyebalkan. Sama seperti Aletta si Gadis Ular. Ngomong-ngomong tentang Aletta, bagaimana ya dengan gadis itu? Apa dia sudah melihat berita mereka? Dia ketakutan tidak ya menjadi bahan gosip? Tentu saja tidak. Aletta pasti bangga digosipkan dengan Rion. Sebenarnya Rion tidak perlu khawatir dengan gosip itu. Agam bisa menyelesaikan semuanya. Dia hanya harus mempersiapkan diri dengan beberapa berita yang mungkin akan muncul kalau mereka tahu siapa Aletta sebenarnya. “RION ADHITAMA SYAHREZA PUTUS DENGAN MIKAILA KARENA ORANG KETIGA” “RION ARTIS TERKENAL BERPACARAN DENGAN GADIS BIASA” Ya ampun, haruskah Rion membayangkan akan ada berita seperti itu? Yang benar saja. Dia harus bertemu si Medusa itu dan membicarakan gosip tentang mereka. Tapi hari ini Rion sangat sibuk. Dia harus melakukan beberapa pemotretan. “Urusan Aletta mah gampang. Telepon aja ntar. Ditraktir makan doang pasti nurut kata gue. Mending gue sekarang kerja aja dulu. Ya ampun, gue jomblo. Kok bahagia ya? Hahaha!” Rion terbahak sambil bertepuk tangan. Sepertinya dia sudah gila. ake Yuda dan Raihan menguap untuk kesekian kalinya. Mereka kompak menelungkupkan kepala di meja sambil memejamkan mata. Saat ini, guru kelas mereka tidak hadir. Bagi kebanyakan murid mungkin akan senang kalau guru mereka tidak masuk. Mereka bisa bebas melakukan apa pun dan pergi ke mana pun. Tapi sayangnya kelas Aletta dan yang lainnya tidak bisa berbahagia. Guru mereka memang tidak masuk. Tapi 145 mereka diberikan tugas yang sangat banyak dan harus dikumpulkan saat pulang sekolah oleh ketua kelas mereka. Mereka ingin protes, tapi tidak bisa. “Ngantuk banget Babang Raihan. Nggak bisa apa yak tidur sebentar? Lelah Babang belajar terus,” gerutu Raihan. “Halah, kayak lo belajar aja sih, Han. Dari tadi lo cuma nguap doang. Nguap gak bikin tugas lo kelar. Buruan kerjain!” teriak Vika. “Kerjain, Vik, nanti Babang traktir siomay," balas Raihan. Vika menggelengkan kepalanya cepat. “Enggak mau. Gue mah punya duit,” sahut Vika sambil menjulurkan lidahnya. Raihan jadi ingin menabok mukanya. “Tata, kerjain tugas gue sekalian,” suruh Yuda. Aletta yang sedari tadi sibuk mengerjakan tugas Matematika melirik sinis ke arah Yuda. Yuda tahu, saat gadis itu tidak menjawab, dia pasti menolak permintaan nya. “Nanti Yuda traktir es krim. Tata mau, kan?” rayu Yuda. “Enggak, ah. Letta bisa makan sepuasnya di kafe Papa.” “Hmm... Yuda beliin kuota deh. Gimana?” Yuda berusaha membujuk Aletta. Dia tahu Aletta tidak akan menolak yang namanya kuota. “Letta bisa minta sama Bang Gara.” “Jangan sering minta kuota sama dia sih, Ta. Kasian tau. Gara-gara beliin lo kuota, dia nggak bisa jajanin ceweknya ntar,” sahut Yuda. Aletta terdiam. Dia baru tahu kalau Gara punya pacar. Yuda pasti bercanda! “Emang Bang Gara punya pacar?” tanya Aletta penasaran. “Menurut lo aja. Dia ganteng, pinter. Ya kali jomblo terus!” ketus Yuda. Aletta berpikir sebentar. Benar juga. Abangnya kan ganteng, pintar, dan baik. Pasti banyak sekali yang menyukainya. Mungkin saja Gara sudah punya pacar, tapi tidak berani bilang. “Ya udah deh.” Yuda berteriak girang. Dia menyerahkan bukunya pada Aletta yang 146 diterima gadis itu dengan sedikit tidak rela. “Cantik banget sih, Tata. Makin sayang,” ucap Yuda sambil mengelus rambut Aletta. Jangan lupakan senyum menyebalkannya. Raihan, Alfan, Vika, dan Dhika memperhatikan kelakuan mereka sambil menggelengkan kepala. Mereka berdua sering sekali bertengkar, tapi saling peduli. Dhika bahkan tersenyum geli. Dia tahu Aletta mengerjakan tugas Yuda bukan karena kuota, tapi karena dia peduli pada Yuda. Dia tidak mau Yuda terkena masalah karena tidak mengerjakan tugas. Kedua makhluk itu tidak menyadari bahwa di balik pertengkaran yang sering mereka lakukan, terselip rasa peduli satu sama lain. Mungkin itu terjadi karena mereka sudah berteman sejak kecil. “Enak lo ya, Yud. Gue mah apa. Nunggu contekan.” Alfan pasrah. “Eh, ada berita gembira. Denger-denger ya, ada anak baru di sekolah kita," kata Raihan. “Lah berita gembira apaan kayak gitu. Biasa juga anak baru kagak ribet,” sahut Dhika. "Ya kalo anak biasa mah bakalan biasa beritanya. Lah ini artis. Lo bayangin aja ada artis yang sekolah di tempat kita. Apalagi cewek. Kan mantep. Siapa tadi namanya tuh. Mikabilla, Mirabella. Oh, Mikaila!” pekik Raihan “Th, namanya kok mirip Mimi Cungkring sih?” protes Aletta. “Siapa itu Mimi Cungkring?” tanya Alfan. “tu loh pacarnya Bang Rion.” “Nah bisa jadi dah tuh pacarnya si Orion idola lo itu,” kata Raihan. “Udah woi, kerjain tugas. Udah mau pulang. Gosip aja lo pada!” cetus Dhika. “Kerjain bareng aja sini, ntar Letta ajarin, deh,” kata Aletta. “Gabungin aja ini mejanya biar gampang nyontek,” saran Raihan. Mereka mengangguk setuju. Dhika dan Yuda menyatukan ketiga 147 meja mereka. Lalu mereka duduk di samping meja itu. Aletta fokus mengerjakan tugas, Vika dan Alfan menyalin, lalu memberikan contekan pada Raihan dan Dhika. Sungguh, kerja sama yang sangat baik. Ke “Raihan! Lo nyolong pulpen gue lagi ya?" teriak Gevina sambil menarik rambut Raihan. Cowok itu menjerit sambil menyentakkan tangan Gevina. “Heh, Tante Menor! Gila lo ya? Datang teriak, nuduh gue nyolong, jambak lagi. Kriminal banget lo!” ketus Raihan. “Bacot lo ya. Kemarin aja lo rusakin bedak gue nggak ngaku. Siapa lagi coba di kelas yang suka ngumpulin pulpen kalo bukan elo?" ketus Gevina. “Ya ampun Gevina yang cantik tapi boong. Gue emang suka minjem pulpen sama temen sekelas tapi nggak nyolong pulpen lo ya,” bantah Raihan. “Kasian ya Raihan. Sekalinya ditaksir cewek menor begitu,” kata Aletta. Vika dan Dhika terbahak mendengar ucapannya. “Eh Ta, lo udah liat berita belum? Masa ya Ta, si Rion idola lo itu putus ama pacarnyal” cerocos Vika. Aletta melotot. Apa tadi Vika bilang? Rion putus? Dari Mimi Cungkring itu? Ya ampun, ini benar-benar berita paling membahagiakan untuknya. Kenapa Aletta tidak tahu ya? Tentu saja dia tidak tahu, dia belum mengecek ponselnya hari ini. "Serius Vika? Ya ampun, akhirnya Bang Rion jomblo juga. Seneng banget Leta tuh!” teriaknya. Alfan dan Yuda hanya menggaruk kepala mereka melihat kelakuan Aletta. Kapan ya gadis itu bisa berubah jadi perempuan normal? “Tapi, Ta, ada berita lainnya,” sambung Vika. Aletta menunggu gadis itu melanjutkan ucapannya. Vika terlihat ragu mengucapkannya. “Ttu, Ta. Anu... si Rion punya cewek baru.” 148 “Apa?” teriak Aletta. Keempat temannya langsung menutup telinga mendengar suaranya yang luar biasa cempreng itu. Sepertinya Aletta benar-benar terkejut dengan berita itu. “Nih, lo liat deh, Ta. Masa dia pelukan sama cewek di jalan. Nggak tau sih siapa. Soalnya foto ceweknya dibikin blur gitu. Cepat banget ya dia move on. Apa jangan-jangan dia selingkuh ya, Ta?” cerocos Vika sambil menyerahkan ponselnya pada Aletta. Aletta terbelalak kaget. Bagaimana tidak? Foto yang diperlihatkan Vika adalah foto saat Rion memeluk perempuan. Aletta yakin sekali itu fotonya bersama Rion saat Rion memeluknya karena ketakutan dengan balon. Untung saja foto dirinya disamarkan. Tidak ada yang mengenalinya. Kalau tidak, dia pasti sudah seperti artis yang dikejar para wartawan. “Ta," panggil Dhika. Dia menoleh sekilas dengan wajah panik. Aletta masih tidak percaya fotonya dan Rion tersebar. Siapa ya yang melakukannya? Pasti fans Rion yang tidak sengaja melihat mereka. “Woi, Ta! Ngelamun aja lo. Tau sih gue lo nge-fans sama si Rion. Tapi udah lah, jangan lebay. Biarin dia mau pacaran sama siapa. Nggak usah baper lo. Lagian dia udah tua. Nggak cocok sama lo!” sinis Yuda. “Iya, Ta, mending lo sama gue aja!” tegas Alfan. “Ta, gue tau lo lagi sedih karena si Rion meluk cewek lain. Tapi jangan nangis ya, Ta. Udahan aja sedihnya,” ucap Vika sambil memeluk sepupunya itu. Andai saja dia tahu kalau Aletta bukan sedih karena Rion pelukan dengan perempuan. Sebenarnya Aletta takut kalau papanya melihat berita itu, dia pasti marah. Bukan karena dia menjadi bahan gosip, tapi karena dia pelukan dengan laki-laki. Aletta yakin sekali kalau Gafa tahu bahwa gadis yang bersama Rion itu dirinya. Papanya yang posesif itu melarangnya dekat dengan laki-laki. Bagaimana kalau dia tahu Aletta berpelukan dengan Rion? Ya ampun, Aletta harus apa? "Ta, sedih banget ya? Emang sedih sih kalo doi lagi mesraan sama 149 cewek lain. Sakit banget hati ya kan, Ta?” tanya Vika lagi. “lya, ya ampun, Letta sedih banget. Tega Bang Rion meluk cewek. Sakit hati Letta,” ucap Aletta berpura-pura sedih. “Lo peluk gue aja Ta biar nggak sedih lagi.” Dhika mengelus kepala Aletta, lalu merentangkan tangannya, bermaksud memeluk gadis itu. Aletta menggeleng sambil tersenyum tipis. Di sebelahnya, Vika melotot. Dhika kurang ajar. Dasar manusia tidak peka. “Aduh sakit!" teriak Vika. “Apa yang sakit, Vik?” goda Yuda. Gadis itu cemberut. “Kaki Vika sakit, ih, kejepit bangku. Dhika tolongin dong,” rengeknya. “Tumben banget lo manja, Vik?” Dhika menatapnya bingung. Gadis itu semakin kesal. “Eh, pada nyium bau gosong kagak?" tanya Alfan. “Tunggu dulu, ada bunyi patahan juga,” sambung Yuda. “Ini hati siapa ya yang patah dan gosong? Prihatin gue,” sahut Alfan. “Pada bahas apa sih?” Dhika semakin bingung. “Vik, hati lo baik-baik aja, kan? Bukan punya lo kan yang patah dan gosong?" tanya Yuda. “Kalian jahat ya sama gue. Nggak ada yang peduli sama perasaan gue. Kalo sama Letta aja peduli. Nggak temen ah, sama kalian!" teriak Vika sambil berjalan meninggalkan mereka. Dia bahkan sempat menabrak bahu Dhika dengan kuat. “Kenapa sih Vika? Aneh banget,” cibir Dhika. Aletta, Alfan, dan Yuda hanya terbahak. Dhika ini polos atau apa? Dasar tidak peka! Mereka masih tertawa sambil berjalan ke arah parkiran sekolah. Tiba-tiba ponsel Aletta bergetar. Dia menghela napas pasrah saat membaca pesan dari seseorang. “Duh, Letta takut pulang. Letta kudu gimana dong ini?" bisiknya pelan. “oe ceWonee: 150 letta semakin takut untuk pulang ke rumah. Apa papanya akan marah Ac. menyita ponselnya lagi? Atau kali ini dia dilarang keluar rumah? Ya ampun, memikirkannya saja sudah membuat Aletta ingin menangis. My Hero: Pulang cepat ya. Papa tunggu di rumah. Sudah berulang kali Aletta membaca pesan itu. Dia pusing memikirkan fotonya bersama Rion. Sebenarnya Aletta tidak yakin papanya tahu tentang foto itu. Bisa saja kan papanya tidak mengenali gadis yang dipeluk Rion? Wajah Aletta kan tidak kelihatan. “Ngelamun aja sih? Ayo pulang,” ajak Gara. Dia sudah menunggu Aletta di parkiran agar bisa pulang bersama. Aletta menatap abangnya dengan ragu. Lalu dia melirik ke arah Yuda. Laki-laki itu sudah memakai jaket dan helmnya. Tapi dia belum menyalakan mesin motornya. Dia masih sibuk bermain games di ponselnya. Perlahan, Aletta bergeser ke arah Yuda, lalu menarik ujung jaketnya hingga Yuda menghentikan permainannya dan menatapnya bingung. Aletta tersenyum tipis pada Gara. “Abang pulang duluan aja. Letta sama Yuda,” ucapnya pelan. Gara menaikkan sebelah alisnya melihat tingkah Aletta yang sedikit aneh. Sementara Yuda hanya terdiam tanpa mengatakan apa pun. Dia tahu ada sesuatu yang Aletta sembunyikan. “Ya sekalian aja sama Abang sih, Ta. Kamu kan serumah sama Abang bukan sama Yuda," sahut Gara. “Tapi Yuda udah janji mau traktir Letta es krim. Terus juga mau beliin Letta kuota.” Sungguh alasan yang sangat bagus. Ingin rasanya Yuda menyumpal mulut gadis itu dengan sepatunya. 151 “Ya udahlah. Hati-hati kalian. Jangan pulang kesorean. Jagain adek gue, Yud. Lecet dikit aja gue kasih kepalan tangan kiri ke muka lo,” ancam Gara. Setelah mengacak rambut Aletta, Gara pun melajukan motornya meninggalkan sekolah. “Kenapa lo bohong?" tanya Yuda ketus. Aletta menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. Dia tidak mungkin mengatakan pada Yuda kalau dia takut pulang, kan? “Itu... sebenarnya, Letta ada janji sama Keeyara. Dia minta ditemenin beli sesuatu buat Bang Rion. Terus—" “Udah!" potong Yuda. “Jadi intinya gue harus gimana? Pulang bareng lo, atau pulang sendiri?” “Yuda jangan pulang. Ke rumah Raihan atau Alfan dulu kek. Nanti kalo Letta udah kelar pergi, jemput Letta ya?” Aletta memamerkan cengiran polosnya. Yuda menjambak rambutnya pelan, lalu menyalakan motornya. “Ini lo beneran sama Keeyara, kan?” tanya Yuda. Aletta mengangguk. “Gue tungguin sampe dia nongol.” “Jangan!" teriak Aletta. Yuda menyipitkan matanya. Dia semakin curiga dengan Aletta. “Duluan aja. Bentar lagi Keeyara pasti jemput Letta kok.” “Jangan macem-macem lo ya. Kalo ada apa-apa hubungin gue langsung!" pesan Yuda. Aletta) mengangguk cepat. Dengan perasaan ragu, Yuda meninggalkan Aletta di sekolah. Setelah memastikan Yuda benar-benar menghilang, Aletta tersenyum puas. Dia memang berbohong saat mengatakan akan pergi dengan Keeyara. Dia kan sudah bilang dia takut pulang. Dia akan jalan-jalan sendiri kali ini. Entah ke mana, yang penting dia bisa menunda kemarahan papanya. Aletta mulai keluar dari gerbang sekolah. Dia ingin makan. Jadi dia akan mencari warung mi ayam. Setelah itu, baru dia bisa jalan-jalan ke mana pun. 152 ale Rion menghabiskan sebotol air mineral yang disodorkan Agam. Dia benar-benar haus. Dia juga lapar. Tapi dia tidak sedang berselera makan. Saat ini dia sedang berada di dalan mobil yang sedang dikendarai Agam. Dia baru saja menyelesaikan pemotretan dengan salah satu majalah. Rion lelah dan butuh istirahat. Tapi, yang lebih dibutuhkannya adalah Aletta. Bukan karena dia merindukan Gadis Ular itu. Dia hanya ingin membahas tentang foto mereka yang beredar. Rion pusing sekali rasanya. Saat dia selesai pemotretan dan ingin memasuki mobil, para wartawan langsung mengadangnya dan mewawancarainya dengan pertanyaan yang malas sekali Rion jawab. “Gila ya, Yon, berita lo heboh banget,” komentar Agam. “Wajarlah, Gam. Risiko jadi artis terkenal,” ucap Rion lesu. “Jadi lo beneran putus sama si Mika? Itu cewek yang lo peluk siapa sih? Lo kok nggak mau ngasih tau gue? Gue kan manajer lo!” cerocos Agam. “Itu si Aletta!” jawab Rion. “Lah, lo bilang Cikaleta nama ular tetangga lo. Itu perempuan jelmaan ular apa ya?” tanya Agam lagi. “Bodo amat, Gam,” balas Rion malas. “Eh Yon, lo masih ingat kan tawaran sinetron yang gue bilang waktu itu? Yang lo jadi duda ngejar guru itu. Lo masih nggak mau terima?” “Kagak!” tolak Rion. Dia mulai sibuk dengan ponselnya. Dia berusaha menghubungi Aletta. Tapi gadis itu tidak menjawabnya. “Terima aja kali, Yon. Lo kan lagi jadi bahan gosip sekarang. Masih untung ada yang nawarin elo syuting. Biasanya ya kalo artis ada skandalnya itu kontraknya dibatalin.” Rion tidak mendengarkan ucapan Agam yang panjang lebar itu. Dia masih berusaha menghubungi si Medusa. Tapi tetap tidak dijawab. 153 Tiba-tiba matanya terbelalak melihat seseorang yang sedang dia pikirkan. Gadis itu baru keluar dari warung mi ayam. Dan yang paling penting, dia sendirian. “Gam, berhenti dulu, Gam." Agam menuruti perkataan Rion. “Napa sih, Yon? Lo pengin makan mi ayam? Tau aja gue laper,” cetus Agam. Tanpa menanggapi ucapan Agam, Rion keluar dari mobil dan mengejar Aletta yang hendak menyeberangi jalan. Tapi sebelumnya, Rion menutup wajahnya dengan masker. Dia tidak mau ada berita miring lagi tentangnya. “Aletta!” panggil Rion sambil menarik tangan gadis itu. Aletta terkejut dan langsung berteriak, “Penculik!” Mendengar teriakan itu, Rion membekap mulutnya. Aletta memberontak. Tapi, Rion langsung menariknya ke dalam mobil. “Om, jangan culik Letta, plis. Nanti Papanya Letta nyariin loh. Nggak usah minta tebusan. Yang ada kepala Omnya yang dipenggal Papa. Papanya Letta serem tau.” “Diam, Aletta! Ini saya Rion!” Aletta menatapnya bingung, lalu mengelus dadanya dengan lega karena tidak benar-benar diculik. “Bang Rion!” pekik Aletta. “Setelah semua yang terjadi, Bang Rion mau nyulik Letta? Ya ampun, Letta nggak bakal dibunuh, kan?” Agam sudah tidak bisa menahan tawanya. Dia tertawa puas. “Muka lo kriminal ya, Yon. Pantes jadi penculik,” ejek Agam. “Diam lo!” bentak Rion. he “Jadi, Bang Rion mau ngomong apa?" tanya Aletta. Saat ini mereka sedang berada di sebuah kafe. Namun, sejak mereka datang sampai makanan pesanan mereka disediakan, Rion belum memulai percakapan. “Kamu ngapain tadi di jalan sendirian?” tanya Rion basa-basi. 154 “Masih tanya?” ujar Aletta sinis. “Itu semua karena foto kita yang kesebar. Letta takut Papa tau, terus Letta dimarahin. Makanya Letta takut pulang. Bang Rion harus tanggung jawab kalo Letta dimarahin!” “Ya ampun, di sini yang dirugiin saya Aletta. Yang artis itu saya. Yang jadi bahan gosip itu saya. Yang dipertaruhkan di sini karier saya. Memangnya kalo karier saya hancur, kamu mau tanggung jawab?" “Th, enak aja. Letta nggak mau ya nikahin Bang Rion. Minta tanggung jawab aja sana sama Mimi Cungkring!” Rion melongo. Astaga, dia lupa kalau Aletta ini gadis aneh. Bodoh sekali dia berharap bisa berbicara dengan serius pada gadis ini. “Jangan- jangan kamu ya yang sengaja nyebar foto itu? Kamu mau terkenal karena terlibat skandal dengan saya?" tuduh Rion. Ya ampun, demi kupu-kupu berenang, buaya terbang, dan badak melompat, Rion ini benar-benar menyebalkan. Bisa-bisanya dia menuduh Aletta seperti itu. Dasar artis muka dua kurang ajar! “Nggak nyangka ya, bisa banget Bang Rion nuduh Letta kaya gitu! Kalo aja Letta sengaja nyebar foto itu, ngapain Letta kabur karena takut sama Papa?” “Bisa aja kamu pura-pura biar saya simpati! Kamu kan stalker. Kamu tau dong jadwal dan tempat kerja saya? Kamu pasti sengaja kan tadi di sana biar pura-pura ketemu saya? Atau kamu memang niat hancurin karier saya seperti ancaman kamu waktu itu?” Aletta tidak tahan lagi mendengar tuduhan Rion. Dasar sialan! Ingin sekali Aletta menonjok wajahnya itu. Aletta jadi bertanya-tanya, kenapa dia bisa mengidolakan artis macam Rion? “Karena katanya bukan faktanya Aletta. Apa yang terlihat di TV itu bukan yang sebenarnya. Kamu tau artis, kan? Kerjaannya akting. Mereka nggak hanya akting saat syuting di TV. Ada kalanya mereka akting di dunia nyata. Kamu tau... semacam pencitraan.” “Ternyata benar ya kata Om Allan. Apa yang orang liat dari TV 155 tentang Bang Rion itu nggak bener. Di TV Bang Rion keliatan baik. Tapi aslinya? Kasar, jahat, tega! Bisa-bisanya Bang Rion ngomong sekejam itu sama fans-nya.” “Terserah aja Bang Rion mau nuduh Letta apa. Tapi, Letta nggak pernah ngelakuin itu. Letta bahkan nggak berniat buat jadi artis. Terserah kalo nggak percaya. Kalo udah nggak ada yang mau diomongin, Letta pulang!” Gadis itu bangkit dari duduknya. Rion masih duduk sambil memperhatikan gadis itu. Matanya sontak melotot saat beberapa orang mengadang Aletta. Sialan! Itu para wartawan! Apa yang mereka lakukan di sini? Siapa yang memanggil mereka? Kalau sampai mereka tahu Aletta gadis yang difoto bersamanya, bisa habis mereka. Apalagi saat ini mereka sedang bertemu berdua. Entah berita apa lagi yang akan beredar. Dengan kesal Rion mendekati Aletta yang tengah kesusahan menghindari para wartawan. Dia harus melakukan sesuatu, atau kariernya benar-benar akan hancur. “Mas Rion, benar Mas Rion putus dengan Mikaila karena orang ketiga?” "Gak, semua itu gak benar. Saya dan Mikaila memang putus, tapi bukan karena ada orang lain. Kami hanya merasa tidak cocok.” “Lalu gadis yang difoto itu siapa, Mas? Bisa dijelaskan? Apa gadis yang bersama Mas Rion ini orangnya? Apa hubungan kalian sebenarnya?” “Iya, gadis itu memang dia. Namanya Aletta. Kami nggak ada hubungan apa-apa. Dia hanya fans saya.” “Kenapa bisa berpelukan di tengah jalan?” “Oh itu. Kalian tau kan fans sekarang kelakuannya gimana? Ya gitu, selalu berharap jadi pacar idolanya. Tapi saya nolak. Jadi Aletta saya peluk buat nenangin dia. Hanya seperti itu,” ucap Rion dengan hati- hati. Dia melirik Aletta yang sedang menatapnya. 156 Kurang ajar Rion ini! Dia memanfaatkan Aletta! Aletta memang gadis aneh, tapi Rion tidak berhak mempermalukannya di hadapan wartawan, kan? Ya ampun, mau ditaruh di mana wajah Aletta setelah ini? Astaga, Aletta ingin menangis rasanya. Papa, Bang Rion jahat! Kalo Papa ketemu dia, tolong tonjok dia, ucap Aletta dalam hati. “Jadi, kenapa Mas Rion bisa sama Aletta di sini berduaan? Kencan?” “Aletta ini masih SMA, kan? Apa benar Mas Rion pacaran sama dia saat masih pacaran dengan Mikaila?” “Kencan? Hahaha. Nggak mungkin saya kencan sama dia. Dia cuma minta maaf sama saya karena foto itu. Dia merasa bersalah jadi dia....” “Tata!” teriak seseorang. Aletta tahu siapa yang memanggilnya. Hanya satu orang yang memanggilnya seperti itu. “Yuda,” lirih Aletta. Yuda melangkah ke arahnya. Rasanya Aletta ingin memeluknya. “Udah selesai makannya?” tanya Yuda. Aletta mengernyitkan dahinya bingung. Tapi dia tetap mengangguk. “Mata lo kenapa merah gitu? Berair lagi. Ngantuk?" tanya Yuda lagi. Aletta kembali mengangguk. “Ayo pulang. Lo butuh tidur siang." Yuda merangkul bahu Aletta. Mereka berjalan menerobos para wartawan itu. Tiba-tiba Yuda menghentikan langkahnya, lalu berbalik ke arah Rion. “Berapa harga makanan Aletta?” tanya Yuda sambil mengeluarkan dompetnya. Rion menggeleng tegas. “Nggak usah. Saya aja yang bayar. Anggap aja traktiran buat fans.” “Lo pikir traktiran cukup buat bayaran perlakuan lo sama Aletta gue? Aletta bukan orang susah. Nggak perlu sedekahin dia!” tegas Yuda sambil meletakkan tiga lembar uang seratus ribuan di tangan Rion. Dia tidak peduli masih banyak wartawan yang merekam kegiatan mereka. Memang itu yang Yuda inginkan. Dia menarik Aletta keluar dari kafe itu. 157 Rion akan mendapat balasan atas perlakuannya pada Aletta. Yuda akan memastikan itu. Sampai di luar kafe, Aletta menarik jaket Yuda. Tadinya, dia terkejut karena Yuda bisa muncul. Tapi dia bersyukur ada Yuda yang menyelamatkannya. “Yuda?" “Hmm?” “Letta tau Letta sering minta traktir sama Yuda. Tapi Letta gak nyangka duit Yuda sebanyak itu. Harusnya tadi kasih sepuluh ribu aja. Orang Letta nggak makan,” cerocosnya. Yuda menjambak rambut Aletta kuat. Apa di saat seperti ini dia harus membahas hal tidak penting itu? Dia bahkan hampir menangis tadi. Ya ampun, dasar Aletta anak Nafiza! Sama-sama aneh dan menyebalkan! “Bodo amat, Ta. Duit gue ini. Serah gue mau diapain!” “Sayang tau. Mending buat Letta!” “Dasar mata duitan!” teriak Yuda. Dia menyetop sebuah taksi dan menyuruh Aletta masuk. Aletta melongo. Pasalnya, Yuda meninggalkan motornya di kafe itu dan ikut masuk ke dalam taksi. “Kita kok naik taksi? Kan Yuda bawa motor! Itu nanti motornya gimana?” “Biar aja. Nanti gue ambil sama Dhika. Taksi lebih aman buat lo. Kalo mau nangis juga nggak bakal ada yang liat. Bisa nyandar di pundak gue juga.” “Th, Yuda kok soswit? Jangan-jangan selama ini Letta salah ngidolain orang. Ah, Yuda kerempeng keren banget. Sayang banget sama Yuda.” “Bacot!" ketus Yuda sambil membekap mulut Aletta. Sejujurnya dia ingin sekali memeluk gadis itu. Dia tidak suka gadis itu terluka. Lo boleh suka sama siapa aja. Tapi kalo dia bikin lo terluka, bakalan berurusan sama gua, batin Yuda. 158 HI , letta, Papa masuk ya?” Gafa mengetuk pintu kamar Aletta. Tidak Ase jawaban. Mungkin Aletta sedang tidur. Jadi, Gafa langsung membuka pintu itu. Saat pintu terbuka, Aletta yang sedang berbaring di kasur lah yang terlihat. Gadis itu memejamkan matanya. Tapi Gafa tahu dia tidak tertidur. Di telinganya terpasang headset. Tentu saja dia sedang mendengarkan musik. Gafa berjalan dan duduk di pinggir kasur Aletta. Merasa kasurnya bergerak, Aletta membuka matanya. Dia juga melepas headset dari telinganya saat melihat wajah Gafa. “Papa udah lama?" tanyanya. Gafa menggeleng sambil memeluknya dengan sayang. Awalnya Aletta bingung dengan pelukan tiba-tiba itu. Tapi dia tetap membalas pelukan papanya. “Kamu udah makan? Tadi tidur siang nggak? Udah belajar belum?” tanya Gafa sambil mengecup kepala Alleta. Gadis itu terkikik geli mendengar rentetan pertanyaan dari Papanya. “Udah semua, Pa. Eh, ada satu sih yang belum.” “Apa?” tanya Gafa cepat. “Papa belum kasih Leta duit. Bagi duit dong, Pa,” jawabnya sambil nyengir. Gafa melepas pelukannya sambil tertawa. “Kadang Papa suka mikir. Kamu itu anaknya siapa coba, mata duitan gini?” “Emang Mama enggak, Pa? Katanya Letta itu Mama versi muda.” “Enggak. Anehnya, ajaib, dan bawelnya aja yang sama. Tapi Mama nggak mata duitan. “Terus Letta ini anaknya siapa? Mungkin nggak sih Letta ini seorang 159 putri kerajaan? Kenapa bisa nyasar di sini? Letta bukan titisan Mimi Peri dari kayangan, kan?” ocehnya. Kalau sudah bicara seperti itu tandanya Aletta baik-baik saja. Gafa senang mengetahui hal itu. “Terus ketawa kayak gitu ya, Sayang. Jangan sedih-sedih. Papa nggak suka Aletta Papa sedih,” ucap Gafa tiba-tiba. Aletta memandang papanya sendu. Dia tahu apa maksud papanya. Ini pasti ada hubungannya dengan Rion si artis muka dua itu. Aletta sangat yakin berita tentang dirinya dengan Rion sudah muncul di mana-mana sejak dua hari yang lalu. Ya, sudah dua hari berlalu. Kejadian memalukan itu benar- benar membuat Aletta terkenal. Terkenal karena kejelekannya. Rion si artis bermuka dua, menyebalkan, dan kurang ajar itu seenaknya memanfaatkan Aletta. Dia memang mengidolakan Rion. Tapi Rion tidak boleh melakukan hal seperti itu, kan? Kejadian itu membuat keluarganya semakin protektif. Semuanya karena citra Aletta yang buruk sejak hasil wawancara Rion itu tersebar. Teman sekolahnya menghujatnya. Banyak yang mengatakan Aletta perusak hubungan Mikaila dan Rion. Dia juga dianggap fans yang terlalu banyak bermimpi ingin menjadi pacar Rion. Ada juga yang mengatakan bahwa dia fans tidak tahu diri yang ingin menghancurkan karier Rion. Ya ampun, kata-kata itu terlalu berlebihan, kan? Aletta bahkan tidak tahu apa-apa. Dia hanya gadis polos berusia 16 tahun. Kenapa masalahnya sangat berat? Untung saja dia punya sahabat seperti Yuda, Vika, Dhika, Alfan, dan Raihan yang selalu membelanya. Bagi Aletta, seberat apa pun masalah yang menghampirinya, dia tidak akan takut menghadapinya. Asalkan ada keluarga dan sahabatnya, Aletta tidak apa-apa. Keluarga memang penyemangat nomor satu. Semua masalah akan mudah dihadapi asalkan orang yang kita sayangi mendampingi. Aletta menatap papanya yang juga sedang menatapnya. Papanya ini masih sangat tampan. Dia juga masih sangat jahil dan galak meski 160 sudah mulai tua. Tapi Aletta sayang padanya. “Papa tau kan, Letta sayang banget sama Papa. Letta nggak bakalan sedih lagi. Yang penting uang jajan Letta nambah. Abis itu nanti kita liburan ke luar negeri ya, Pa? Papa harus bilang iya. Kan katanya Papa suka liat Letta senang. Letta senang kalo kita liburan. Papa setuju, kan?” rayunya. Gafa mulai menatapnya kesal. Dasar anak Nafiza! “Udah, kamu tidur udah malam. Papa lupa masih ada kerjaan. Tadi juga Mama udah buatin kopi buat Papa. Takutnya dingin. Papa keluar dulu ya. Selamat malam, Sayang.” Gafa mencium kening Aletta, lalu keluar dari kamar gadis itu secepat mungkin. “Papa, ih! Orang belum dijawab! Kita liburan kan, Pa? Harus!” teriaknya. ae Yuda sedang bermain games di laptopnya saat pintu kamarnya diketuk seseorang. Dia tahu itu pasti mamanya. “Yuda, Mama masuk ya?" teriak Rifa sambil membuka pintu itu. Yuda bahkan belum menjawab. Untung saja dia memakai pakaian lengkap. Dia berjanji tidak akan memakai celana dalam lagi saat di kamar. Karena Aletta, gadis licik itu suka sekali memasuki kamarnya secara tiba-tiba. Ayolah, dia sudah tujuh belas tahun. Dia pasti malu kan saat seorang perempuan memasuki kamarnya dan melihatnya telanjang? Aletta saja yang tidak tahu malu. Yuda langsung menghentikan acara bermainnya dan berpura-pura mencari bahan pelajaran di laptop. Kalau ketahuan bermain, bisa dipotong uang jajannya. Memangnya ancaman orang tua apa lagi yang menyeramkan untuknya kalau bukan menyita motor dan memotong uang jajan? “Kamu belajar?” “Iya Ma,” jawab Yuda kalem. “Belajar main games kamu?” 161 “Ya Allah, Ma. Jangan gitu, ah. Nggak baik loh berburuk sangka sama anaknya.” “Nggak usah banyak omong. Mama lagi marah sama kamu!" ujar Rifa kesal. “Marah kok bilang sih, Ma?” “Ya biar kamu tau!” balas Rifa. “Oh, kalo gitu Yuda keluar dulu ya Ma?” “Ngapain?” tanya Rifa bingung. “Mau menghindar dari kemarahan Mama. Nanti kalo Mama udah kelar marahnya, bilang ya?” Yuda berbicara dengan wajah kalem. Rifa menatap Yuda berang. Dia mendekati anaknya itu dan menjewer telinganya hingga Yuda berteriak kesakitan. “Kamu tuh nakalnya nggak bisa diilangin apa, hah? “Aduh sakit elah, Ma. Lepasin, dong,” pinta Yuda. “Kamu tuh bikin malu Mama, tau nggak. Masa tadi ada guru kamu, siapa itu Mama lupa, dia nelepon Mama. Katanya kamu belum bayar SPP. Kamu kemanain uang yang Mama kasih? Kamu nilep uang SPP buat apa, hah?" Mampus gue! Apa yang harus Yuda katakan sekarang? Alasan apa pun yang dia ucapkan, mamanya ini tidak akan percaya. Lagi pula, siapa yang kurang kerjaan menghubungi mamanya? Menyebalkan sekali. Ya, sebenarnya uang tiga ratus ribu yang Yuda berikan pada Rion itu uang SPP. Dia sengaja melakukan itu agar terlihat keren saat membela Aletta. Dan sekarang, aksi sok pahlawannya menjadi masalah besar. Yang membuat Yuda tidak habis pikir adalah, kenapa aksinya saat membela Aletta tidak ditayangkan di TV? Dia tidak ingin pamer. Hanya saja, seharusnya itu bisa mempermalukan Rion, kan? Lalu kenapa tidak ditayangkan? Yuda kesal sekali rasanya. “Kamu ya, Mama lagi ngomong malah ngelamun. Jawab Mama, Yuda. Uangnya ke mana? Kamu nggak narkobaan, kan? Beli rokok 162 ya? Kamu jangan aneh-aneh, Yuda!” teriak Rifa. Kesabarannya sudah semakin menipis. “Astaghfirullah, Yuda nggak gitu ya, Ma!” bantahnya tegas. “Terus ke mana uangnya?” “Ada, Ma." “Tunjukin ke Mama!” perintah Rifa. Yuda bangkit dari kasurnya. Dia berpura-pura melangkah ke arah tasnya. Lalu tiba-tiba dia berlari secepat mungkin dari kamarnya. “Yuda Pratama!” teriak Rifa. “Ya Allah, anak satu-satunya. Tapi nakalnya minta ditabok.” ee “Ta, tunggu di gerbang sama Vika. Gue toilet dulu,” suruh Yuda. “Gue temenin, Ta. Pulang bareng. Gue mau ke rumah Yuda,” sahut Raihan. “Ngapain sih ke rumah Yuda? Emaknya bawel,” cetus Vika. “Dedek Ravika, pelicin, pewangi, dan pelembut pakaian, nggak boleh ngomong gitu. Itu kan mantan calon mertua,” balas Alfan. “Diem lo, ah. Dasar banteng bunting!” ketus Vika. “Udah, jangan pada berantem. Naksir ntar kalian,” kata Dhika. Vika menatapnya sebal. Dhika ini memang makhluk tidak peka. Malang sekali nasib Vika menyukai laki-laki seperti itu. Eh, tunggu dulu! Barusan Vika mengaku menyukai Dhika? Ya ampun, kalau Dhika tahu, mau ditaruh di mana mukanya? “Dhik, peka Dhik, peka. Kasian anak perawan orang lo pehapein. Lo tau kan, Dhik, seseorang berarti itu kalo dia udah pergi. Lo bisa nyuruh orang pergi dari hadapan lo. Tapi nggak bisa nyuruh dia pergi dari ingatan lo, Lo paham, kan?” tanya Raihan sambil memasang tampang serius. “Kagak! Lo ngomong apa juga gue nggak ngerti. Gak jelas onongan 163 lo!” balas Dhika sinis. “Masa sih? Gue udah capek padahal merangkai kata,” cetus Raihan sambil menggaruk kepalanya. “Berisik woi! Pulang ayo! Katanya mau makan gratis di rumah Yuda. Kuylah. Lapar Abang, Dek!” teriak Alfan. Yuda dan Raihan, juga Dhika menoyor kepalanya bergantian. Aletta dan Vika menunggu yang lainnya di depan gerbang. Mereka sedang mengambil motor. Vika sengaja menjaga Aletta, karena sejak tadi Gevina dan beberapa biang gosip di sekolah mereka menatap Aletta sinis. “Heh Vika, lo jadi bodyguard ya sekarang? Enak ya si Leta, udah jadi artis terkenal sekarang. Muncul di mana-mana. Pantesan lo ngintilin dia kayak ekor gitu,” ejek Thalita, murid kelas XI IPA3. “Bacot lo, ah. Sana minggir lo!” ketus Vika. “Sayangnya itu sepupu lo terkenal karena sensasi bukan prestasi. Ngarep banget jadi pacar Rion. Nggak ngaca lo, hah?” sahut Siska, teman sebangku Gevina. “Udah ngaca sih. Muka Letta cantik kok. Buta ya? Gak bisa liat apa? Imut begini," balas Aletta. “Cantik dari Hong Kong? Muka kayak ban mobil aja belagu lo!” kata Thalita. “Dih, Letta mah dari Indonesia bukan Hong Kong. Dasar sok tau!” “Th, belagu banget sih lo, Ta. Udah jelas lo itu perusak hubungan orang. Eh, ditolak sih. Artis mau digebet. Ya nggak mungkin. Pede banget sih masih keliaran. Sana pulang. Ngurung diri di kamar sekalian ngaca. Mana sih dari lo yang cantik? Nggak ada kali!" bentak Gevina. “Th, Gevina lo kok ikutan, sih? Jahat banget jadi temen sekelas. Dasar cewek dempul lo!” ketus Vika. “Biarin sih. Gue ngomong kenyataan. Sepupu lo itu keliatannya aja kalem. Tapi nyatanya gimana?" sinis Gevina. 164 “Emang kenyataannya gimana?” Gara muncul di hadapan Gevina sambil memasang wajah datarnya. Seketika Gevina terdiam. “Udah, jangan lanjutin. Mending lo pergi deh sebelum gue murka,” ancam Gara. “Kalo gue gak mau gimana?” tantang Gevina. “Kalo gak mau ya udah kita aja yang pergi. Enek liat muka dempul lo. Lo bawa bedak kan, Gev? Ada noh kacanya. Ngaca sono. Cantik banget apa?" sinis Alfan yang juga muncul bersama teman yang lainnya. Wajah Gevina langsung memerah menahan amarah. Dia hendak memukul Alfan, tapi ditahan Raihan. “Jauh lo, Gev. Gak usah caper gitu sama gue. Sono balik sama temen lo!” kata Raihan, Mau tidak mau, Gevina dan dua temannya yang tadi menghina Aletta langsung pergi. Aletta merasa bersyukur punya teman seperti Yuda dan lainnya. Mereka benar-benar melindungi dirinya. Ya ampun! Dia sayang sekali pada teman-temannya itu. “Ayo pulang, Ta. Lo bareng gue. Vika, lo nggak bawa motor, kan? Sono sama Dhika!” suruh Yuda. Aletta ingin naik ke motor Yuda. Tapi Gara langsung menarik tangannya agar mereka pulang bersama. Yuda tidak masalah Aletta pulang dengan Gara, yang penting dia pulang dengan selamat sampai rumahnya. Saat mereka semua akan pergi, seseorang memanggil nama Aletta. Mereka semua menoleh sambil memasang wajah penuh tanya. “Lo Aletta, kan?” tanya orang itu memastikan. Dia berjalan mendekati Aletta sambil melipat kedua tangannya di dada. Aletta melongo melihatnya. Bagaimana tidak, orang yang ada di hadapannya saat ini adalah Mikaila Tarisya. Mantan pacar Rion. Ya ampun, jadi artis yang pindah ke sini itu benar-benar dia? “Iya,” jawab Aletta singkat. Dia pikir Mikaila akan marah padanya karena Aletta berfoto dengan Rion. Aletta bahkan sudah siaga kalau saja Mikaila akan menyerangnya. Tapi siapa sangka gadis itu justru 165 tersenyum padanya. “Haloo Aletta, gue Mikaila. Lo tau gue siapa, kan?” tanyanya. Aletta hanya mengangguk singkat. “Gue juga tau siapa lo. Dan kayaknya, mulai sekarang kita bakal sering ketemu. Seneng ketemu elo,” kata Mikaila sambil melirik sekilas ke arah belakang Aletta. Tidak tahu apa yang terjadi padanya. Yang Jelas senyumnya semakin lebar. Baru saja Mikaila ingin pergi, sebuah mobil muncul di depan mereka. “Aletta,” panggil Rion saat sudah turun dari mobilnya. Dia tersenyum cerah pada Aletta. Sementara Yuda dan Gara tersenyum sinis. Bisa- bisanya dia tersenyum seperti itu setelah semua yang sudah dia lakukan. Lihat saja, akan Gara hajar dia. Rion mendekati Aletta, ada yang ingin dia jelaskan pada gadis itu. Sepertinya dia tidak menyadari kehadiran Mikaila di sana. Baru saja dia ingin menarik tangan Aletta, seseorang menarik tangannya dan menggigitnya kuat hingga Rion berteriak kencang “Jangan sentuh sepupu gue, sialan!” teriak Vika setelah melepaskan gigitannya. “Mantap sekali. Vampir Vika beraksi. Abang padamu, Dek!” teriak Alfan. "Vika, Babang Raihan padamu juga, Dek!” bangga Raihan. Dhika tersenyum geli melihat kelakuan Vika. Entah kenapa aksinya itu terlihat lucu di mata Dhika. Vika memang seperti itu. Dia sangat sayang pada Aletta. Meski Aletta aneh, dia tidak akan membiarkan siapa pun menyakiti sepupunya itu. Termasuk Rion, idola Aletta sendiri. “Kerja bagus, Vika,” puji Gara. Mikaila sendiri menatap kejadian itu sambil tersenyum sinis. 166 Ye" Alfan, dan Raihan sampai di depan rumah Yuda. Sementara Dhika mengantar Vika terlebih dahulu, baru menyusul ke rumah Yuda. Mereka akan bermain seharian di rumah Yuda. Maklum saja, mereka semua jomblo. Tidak ada yang berkencan dengan pacar mereka di malam Minggu. Mereka lebih suka menghabiskan waktu dengan PS tercinta. Yuda membuka pintu rumahnya, bermaksud menyuruh temannya masuk. Tapi saat pintu terbuka, seseorang mengadang mereka. Yuda mengernyitkan dahinya melihat mamanya yang berdiri sambil meletakkan kedua tangannya di pinggang. Ya ampun, jangan lupakan wajah menyeramkannya. “Nyokap lo ngapain sih, Yud?” bisik Alfan. Yuda menggelengkan kepalanya. Yuda juga tidak tahu apa yang mamanya itu lakukan. “Ma, ngapain sih berdiri di situ? Mau gantiin satpam? Atau mau jadi patung? Minggir dong, Ma. Temen Yuda mau lewat,” pinta Yuda. Rifa semakin melotot. “Temen kamu mau lewat?" ulang Rifa. Yuda mengangguk kalem. Rifa membiarkan Alfan dan Raihan masuk ke dalam rumahnya. Kedua laki-laki itu tersenyum sopan yang dibalas Rifa senyum manis. Ketika Yuda ingin menyusul kedua temannya, Rifa kembali mengadangnya. Raihan dan Alfan tertawa pelan dari dalam. Mereka langsung berjalan ke kamar Yuda. Mereka sudah biasa bebas keluar-masuk di rumah Yuda. Rifa juga tidak mempermasalahkan itu. Karena dia sudah mengenal baik para sahabat Yuda. “Kamu mau ke mana?” tanya Rifa galak. “Mau masuk lah, Ma. Itu ntar Alfan sama Raihan nungguin Yuda. 167 Kasian Ma, belum pada makan loh.” “Buka sepatu kamu!” perintah Rifa. Yuda terlihat bingung. Tapi dia tetap melakukan apa yang disuruh mamanya. Dia membuka sepatunya, lalu memberikannya pada Rifa. “Tas kamu kasih ke Mama. Itu kemeja sekolahnya juga buka sekalian.” Tanpa protes, Yuda kembali melakukan perintah Rifa. Sebenarnya dia bingung dengan sikap mamanya. Setelah menyerahkan kemeja dan tasnya, Yuda bersiap memasuki rumah. Tapi lagi dan lagi Rifa menahannya. Ya ampun, mamanya ini kenapa, sih? Ada-ada saja. “Mama mau bawain barang Yuda ke kamar? Tumben banget baik, ya ampun. Makasih ya, Ma. Udah, kan? Yuda masuk ya?” “Siapa yang nyuruh kamu masuk hah?" tanya Rifa dengan nada tinggi. “Tadi malam kamu bisa kabur waktu Mama tanyain uang SPP. Tadi pagi juga kamu pergi sekolah diam-diam, kan? Kali ini Mama nggak bakal ketipu lagi sama kamu. Sebelum kamu kasih tau uangnya dikemanain, Mama hukum kamu. Tunggu sini dan jangan masuk!" Rifa masuk ke dalam rumahnya sambil menutup pintu agar Yuda tidak bisa memasuki rumah. Yuda menghela napas pasrah. Dia sangat hafal sekali, mamanya selalu memberi hukuman tanpa ampun. Yuda memperhatikan penampilannya. Dia hanya memakai celana sekolah dan kaus putih polosnya. Dia bahkan tidak memakai alas kaki. Berdiri di depan rumah yang tertutup pintunya dengan penampilan seperti ini, Yuda terlihat seperti gembel. Beberapa menit kemudian, Rifa keluar sambil memegang sesuatu di tangannya. Yuda bergidik ngeri. Apa yang akan dilakukan mamanya dengan benda itu? “Kamu tau ini apa, kan?” tanya Rifa sambil mengangkat benda itu. Yuda mengangguk ragu, lalu panik saat Rifa meletakkan benda itu di tangannya. Itu adalah gunting rumput. Untuk apa dia diberikan benda macam 168 itu? Apa untuk memotong rambut Aletta? Kalau iya, dengan senang hati akan dia lakukan. Rambut Aletta tidak terlalu panjang. Hanya sedikit melewati bahu. “Sekarang kamu ke halaman belakang. Liat, rumput di sana udah pada tinggi. Kamu potong deh pake gunting itu sampe rapi. Awas aja kalo nggak dikerjain. Nggak Mama kasih makan kamu,” ancam Rifa. Yuda langsung melotot mendengar ucapannya. “Loh kok gitu? Yuda kira ini buat gunting rambut si Tata. Kok Yuda disuruh gunting rumput sih, Ma? Capek lah. Pake mesin yang buat basmi rumput aja, Ma, biar kelarnya cepat.” “Kamu udah gila ya? Berani kamu gunting rambut Aletta? Mau leher kamu digunting papanya yang galak itu?” Yuda menggeleng. Dia lupa Aletta punya Papa yang sangat menyeramkan. “Cepat sana gunting rumputnya! Mama bakalan berhenti hukum kamu, kalo kamu jujur sama Mama.” “Ma, Yuda kan udah bilang uangnya ada.” “Ya mana?" bentak Rifa. “Udah Mama tenang aja. Nggak usah pikirin. Yuda janji bakal bayar SPP sendiri. Nggak minta Mama lagi deh bulan ini.” “Ini bukan masalah uangnya, Yuda Pratama. Mama nggak marah kalo kamu bilang uangnya buat apa. Mama cuma pengin kamu bertanggung jawab. Jangan suka bohong. Mama nggak mau kamu pake uang itu buat aneh-aneh. Jangan coba-coba beli rokok ya!” “Ya Allah, Yuda nggak ngerokok, Ma!” bantah Yuda. “Kalo gitu kasih tau Mama duitnya buat apa? Nggak beli narkoba kan kamu? Kasih tau Mama!” paksa Rifa. “Astaghfirullah, Yuda nggak beli narkoba, Mama. Tapi Yuda nggak bisa kasih tau." Yuda menundukkan kepalanya. “Mama tau kamu nggak pinter dalam pelajaran. Mama tau kok kamu itu malas belajar, malas ngerjain PR. Tukang nyontek juga. Enggak pa- 169 pa. Mama nggak marah. Tapi Yuda, Mama mohon sama kamu. Kalo nggak bisa jadi anak pintar, setidaknya jangan jadi anak nakal. Nilai pelajaran kamu udah jelek. Kelakuan kamu jangan ikutan jelek!" “Wajar kalo anak laki nakal. Tapi ada batasnya. Jangan merokok, Jangan balapan. Pokoknya jangan aneh-aneh. Ngerti kamu?” Yuda mengangguk paham. “Ya udah sana ke belakang, gunting rumput!” Astaga, Yuda pikir Mamanya sudah lupa dengan hukumannya setelah nasihat panjang lebarnya. Ternyata dia masih ingat. Yuda pun berjalan ke samping rumah. Setelah beberapa langkah, dia bisa melihat kolam renang. Iya, Yuda melewati kolam renang itu, lalu terus berjalan ke belakang rumahnya. Tepat di depan kolam renang itu ada pintu kaca yang terhubung langsung dengan rumahnya. Astaga! Yuda bahkan bisa melihat Raihan dan Alfan yang sedang menikmati makan siang mereka dengan tenang lewat pintu itu. Raihan melirik sekilas ke arahnya sambil tersenyum geli. Dia bahkan menggigit ayam goreng dengan berlebihan. Dia sengaja melakukan itu untuk mengejek Yuda. Dasar tidak setia kawan! “Yud!" teriak Alfan sambil membuka pintu kaca itu. Yuda menoleh dengan malas. “Masakan emak lo enak ya, Yud. Terbaik pokoknya. Kenyang gue. Nggak pa-pa kan kalo diabisin? Lo juga kaga boleh makan kan hahaha. Sono kerja, Yud. Gunting sampe botak tuh rumput,” ejek Alfan. “Ho oh Yud. Semangat kerjanya ya. Siapa tau abis itu lo dapat makan. Anggap aja lo kerja, baru digaji," sambung Raihan. “Bacot!" teriak Yuda. ke “Makan siang dulu lo. Abis pemotretan sekali lagi lo bebas deh Istirahat biar kagak kusam gitu tuh muka." Agam menyerahkan nasi kotak pada Rion. Rion menerimanya dengan malas. Dia tidak berselera 170 makan. Tapi dia butuh tenaga. Masih ada pekerjaan yang harus dia selesaikan. Sejak tadi, Agam terus mengomel. Terkadang mulut laki-laki itu bisa lebih cerewet dari perempuan. Muka Rion terlalu kusam lah. Rion terlihat lemah lah. Rion tidak fokus bekerja lah. Semua dia komentari. Kepala Rion semakin pusing rasanya. Rion mencoba memasukkan nasi ke dalam mulutnya. Setelah dua kali suapan, dia menyerahkan nasi kotak itu pada Agam. “Makan, Yon. Lo bukan cewek yang perlu diet, kan? Ntar dikira gue manajer nggak bertanggung jawab lagi kagak ngasih makan artisnya.” “Lagian lo kenapa sih lemas terus beberapa hari ini? Kalo lo sakit, ke dokter. Ingat, lo punya banyak kerjaan. Jangan sampe ngecewain para—" “Diem bisa kagak lo, Gam? Ini kepala gue makin mau pecah dengar suara lo. Udah lo tenang aja. Abis pemotretan ini, lo antar gue pulang. Abis itu lo bebas dah mau ngapain. Besok juga gue kagak ada kerjaan kan. Pokoknya lo diem aja deh. Itu ngebantu gue banget!” tegas Rion. Mau tidak mau Agam terdiam. Agam heran, akhir-akhir ini Rion terlihat tidak bersemangat. Dia lebih banyak diam seperti sedang memikirkan sesuatu. Agam tidak tahu apa yang dia pikirkan. Rion baru bisa menghela napas lega saat pekerjaannya selesai. Dia langsung berjalan menuju mobil Agam, sementara manajernya itu berusaha mengumpulkan semua barang-barang Rion. Ya ampun, kenapa dia makin mirip pembatu Rion, sih? Dasar artis kurang ajar! gam masuk ke dalam mobil, lalu mengendarai mobilnya menuju rumah Rion. Setelah sampai, Rion langsung turun tanpa mengucapkan sepatah kata pun padanya. Rion benar-benar artis yang “sangat sopan”. Dia memasuki rumahnya, lalu berjalan menuju kamarnya. Hal pertama yang akan dia lakukan adalah mandi. Tubuhnya terasa lengket. 171 Lima belas menit di kamar mandi, kemudian dia selesai dengan aktivitas mandinya. Dia bahkan sudah berpakaian. Rion merebahkan tubuhnya di kasur, lalu segera mengambil ponselnya. Dia kembali kecewa saat tidak ada pesan masuk dari Aletta. Jangan bertanya kenapa dia mengirim pesan untuk Aletta. Tentu saja untuk minta maaf. Tadi, Rion ke sekolah gadis itu untuk berbicara serius dengannya. Setelah berita tentang Rion dan Aletta muncul di TV, Aletta susah sekali dihubungi. Dia sengaja menunggu gadis itu di depan sekolah, dan berniat menculiknya sebentar agar bisa berbicara. Tapi semua rencana Rion gagal hanya karena satu gigitan dari sepupu Aletta. Sebenarnya, gadis yang bernama Vika itu tidak hanya menggigitnya. Tapi menamparnya. Bukan tamparan di pipinya, tapi tamparan berupa kalimat pedas. “Jangan sentuh sepupu gue, sialan! Setelah apa yang Io lakuin ke Aletta, lo masih berani muncul di depan dia? Dasar gak tau diri! Artis gak tau malu! Pergi lo sana! Jangan ganggu Aletta lagi!” “Aletta emang ngidolain elo ya. Tapi lo nggak boleh seenaknya sama dia. Dia emang polos. Tapi jangan semena-mena sama dia. Selama ini dia banggain elo ke semua orang yang dia kenal. Elo ganteng, memesona, baik. Dia bahkan ngabisin waktu buat nyari info tentang elo meski dia sibuk belajar. Dia ngumpulin duit buat beli album lo. Dia bahkan rela didiamin bokapnya gara-gara belain elo mati-matian” “Tapi apa balasan lo ke penggemar setia lo, hah? Lo manfaatin kepolosan dia. Lo fitnah dia. Lo jadiin dia kambing hitam atas kesalahan lo. Demi karier lo, lo tega bikin dia dijauhin temen, dikatain nggak baik. Dasar nggak punya hati!” Tidak punya hati? Kalimat itu terus terngiang di telinga Rion. Apa benar dia tidak punya hati? Sepertinya begitu. Rion akui itu. Sejak wawancaranya dengan wartawan itu, perasaannya tidak enak. Harusnya dia lega kan saat namanya tidak tercemar? Tapi dia justru merasa aneh. 172 Bohong kalau Rion tidak merasa bersalah. Dia merasa berdosa sudah memanfaatkan Aletta. Gadis itu, meskipun aneh, tapi dia tidak pernah berbuat jahat pada Rion. Dia memang sering mengancam Rion, tapi itu hanya omongan saja. Aletta gadis baik. Dia bahkan tidak membantah saat Rion melimpahkan kesalahan padanya di depan wartawan. Rion akui dia memang egois. Demi nama baiknya, dia membuat nama Aletta tercemar. Rion tahu banyak sekali yang menghujat gadis itu. Dia merasa sangat bersalah. Makanya Rion terus menghubungi gadis itu untuk meminta maaf. Tapi, sepertinya kesalahan Rion sudah sangat fatal. Semua orang yang dekat dengan Aletta berusaha menjauhkannya dari Rion, seakan Rion adalah virus mematikan. Rion yakin sekali, kalau dia bertemu dengan papa Aletta, dia benar-benar akan dihajar. Dia benar-benar bingung mau melakukan apa. Sejak tadi Rion melirik ponselnya. Ada satu foto Aletta yang memang diam-diam dia ambil saat gadis itu sedang melihat makanan pesanannya di kafe. Dia tidak tahu apa tujuannya waktu itu. Tapi sekarang dia bersyukur. Setidaknya foto itu bisa dia ajak berbicara, seakan-akan dia berbicara dengan Aletta. “Kadang gue ngerasa males ketemu si Medusa. Tapi kadang gemes juga pengin ketemu. Dasar ular berbisa. Racun kamu bener-bener mematikan ya, Aletta. Idola kamu ini hampir sekarat karena nggak bisa ketemu kamu. Eh, apa kamu masih anggap Rion idola setelah semua kejahatannya? Enggak ya? Hahaha!” “Maafin saya, Aletta,” ujar Rion lirih. aoe “Assalamualaikum!” Aletta memasuki rumah Yuda sambil menenteng bungkusan. Dia melihat ruang tamu Yuda kosong. Jadi, dia langsung menuju dapur. Dan benar, Rifa ada di sana. “Tante! Letta ngucapin salam masa nggak dijawab!" protesnya. Rifa 173 menatapnya dengan terkejut, lalu tersenyum. “Waalaikumsalam. Maaf ya, Sayang. Tante nggak denger tadi.” “Abah mana, Tante?” “Ada di kamar. Baru pulang kantor. Lagi siap-siap juga mau kondangan. Ini, kamu anterin rotinya ke kamar Yuda ya. Tante mau siap-siap dulu. Tante ke kamar dulu ya.” Setelah Rifa ke kamarnya, Aletta menaiki tangga ke kamar Yuda. Setelah sampai di depan kamar Yuda, dia langsung membuka pintu tanpa mengetuknya. Aletta memang tidak punya sopan santun. Tapi hanya terhadap Yuda. Karena Yuda menyebalkan. Dia melongo melihat isi kamar Yuda. Bantal berjatuhan di lantai. Kaleng bekas minuman dan bungkusan keripik kentang berserakan. Dan jangan lupakan empat manusia yang sedang tertidur dengan sembarangan di kamar itu. Dhika dan Alfan tidur di kasur Yuda yang seprainya sudah tidak berbentuk. Di karpet bawah, Yuda dan Raihan tidur bersebelahan dengan tangan Yuda yang ditindih kaki Raihan. Ya ampun, tangan Yuda pasti sakit. Aletta meletakkan piring itu di meja samping kasur Yuda. Dia melirik Raihan sekilas, lalu berusaha menyingkirkan kakinya yang menindih Yuda dengan cara menendang pahanya. Catat! Menendang. Raihan langsung berteriak sambil membuka matanya. Aletta terkejut. Apa tendangannya sesakit itu? “Eh Raihan, maaf Letta nggak sengaja,” sesalnya. Raihan langsung terduduk. Yuda juga ikut terbangun mendengar teriakan Raihan. “Berisik banget sih lo, Han! Ngapain lo teriak kayak gitu?” protes Yuda. “Diem lo. Ini si Letta ngapa nendang gue, sih? Lo dendam ama gue ya? Gue tidur aja dianiaya. Salah Babang apa?” teriak Raihan. “Th, maap. Letta kan nggak sengaja. Tadi itu niatnya mau geserin kaki Raihan yang nindih tangan Yuda. Kasian tau tangannya pasti sakit," 174 jelas Aletta. “Ya elah. Kagak pake nendang juga, Ta. Cium aja, gue pasti bangun kok.” “Mulut lo, Han,” tegur Yuda. Raihan langsung nyengir. “Lo juga ngapain sih, Ta, masuk kamar gue? Udah tau banyak cowok bukannya keluar aja!” ujar Yuda ketus. “Emang kenapa kalo isinya cowok?” “Ya menurut lo?!" Yuda mendorong kepala Aletta. Entah karena Yuda yang terlalu kuat mendorongnya, atau karena Aletta yang terkejut, kepala gadis itu terbentur meja di samping tempat tidur Yuda. “Adoh sakit, bego,” teriak Aletta. “Nggak boleh ngomong kasar, Ta,” tegur Yuda. Dia bahkan tidak merasa bersalah sudah mendorong Aletta. Dia justru menguap dengan santai. “Lo kenapa, Ta?” Dhika terbangun dan langsung turun menghampiri Aletta. Aletta mengadukan kelakuan Yuda padanya seperti seorang anak yang mengadu pada ayahnya. Dhika menyuruh Aletta duduk di kasur sambil mengusap belakang kepalanya yang terbentur meja. “Jangan kasar gitu kali, Yud, sama Letta. Kasian tau. Cewek nih,” ucap Dhika. “Tuh dengerin!” sinis Aletta. Yuda memandangnya kesal, lalu menyeretnya keluar dari kamar. Dia tidak peduli meski gadis itu berteriak protes. “Tante, Yuda jahat,” adunya saat bertemu dengan mama Yuda. Rifa hanya menggeleng. Itu sudah biasa terjadi. Kedua anak itu kalau bertemu memang selalu bertengkar. “Ta, Tante mau tanya. Tapi kamu jawab jujur ya.” “Tanya apa, Tante?” “Tapi jangan bilang Yuda. Jadi gini, pernah nggak sih Yuda keliatan aneh di sekolah?" tanya Rifa hati-hati. 175 “Th, Yuda kan selalu aneh.” “Bukan gitu, Ta. Maksudnya, dia punya pacar? Pernah nggak dia bilang mau beliin sesuatu buat pacarnya? Atau beli hal aneh gitu. Kamu pernah liat dia beli rokok? Atau ikutan tawuran, balapan gitu?” “Tante kok nanya gitu?” “Bukan apa-apa. Tante cuma nggak mau Yuda nakal banget. Dia udah bohong sama Tante. Kamu tau nggak, masa uang SPP yang Tante kasih nggak dibayarin, malah diabisin sama dia. Nggak tau buat apa. Takutnya buat hal aneh. Kalo buat hal yang jelas nggak pa-pa sih. Kamu ngerti, kan?” “Bukan masalah uangnya, Ta. Tapi dia gak mau jujur. Tante takut uangnya buat aneh-aneh. Tante udah hukum nggak kasih makan siang sama suruh pangkas rumput, dia tetep nggak ngaku. Tante kira dia bakalan jera.” Aletta terdiam. Dia terlihat berpikir. Yuda tidak punya pacar di sekolah. Dia juga tidak pernah berbuat aneh selain berbuat keributan di kelas. Pulang sekolah mereka sering bersama. Lalu Yuda kemanakan uang itu? Tunggu! Aletta pernah melihat Yuda memegang banyak uang. Dia sempat heran dari mana uang itu. Kalau tidak salah, uang itu Yuda berikan pada Rion. Jangan bilang kalau... “Yuda!" teriak Aletta frustrasi. 176 letta. mengerjapkan matanya saat mendengar bunyi alarm dari Ae Dia meraih benda itu, lalu mematikannya. Perlahan dia duduk sambil memegangi matanya. Aletta merasa aneh dengan matanya. Dia merasa matanya sedikit susah dibuka. Sepertinya matanya bengkak. Tentu saja bengkak. Setelah mengetahui bahwa Rifa menghukum Yuda dengan tidak memberinya makan dan memangkas rumput, Aletta berteriak histeris sambil menyebut nama Yuda. Rifa sampai terkejut. Belum sempat Rifa bertanya tentang keadaannya, gadis itu sudah berlari ke rumahnya dengan wajah basah. Aletta menangis. Tentu saja dia menangis. Yuda rela dihukum mamanya karena Aletta. Uang yang diberikan Rifa pada Yuda digunakannya untuk menolong Aletta. Kenapa Yuda tidak jujur, sih? Kalau Aletta tahu Yuda dihukum karena dirinya, Aletta pasti akan menolongnya balik. Aletta akan mengganti uang itu. Sejak pulang dari rumah Yuda, gadis itu langsung memasuki kamarnya sambil menangis. Untung saja tidak ada keluarganya yang melihat. Kalau papanya tahu dia menangis, dia pasti bertanya macam- macam dan Aletta sedang tidak ingin ditanyai apa pun. Aletta merasa bersalah pada Yuda. Yuda itu, meskipun kadang jahat padanya, sebenarnya dia selalu memperhatikan Aletta. Dia seperti Gara, abangnya yang selalu melindunginya. Yuda itu sebenarnya baik. Tapi dia jahil. Lalu bagaimana cara Aletta membalas kebaikannya? Aletta kasihan saat Yuda dihukum. Apa dia mengaku saja ya pada Rifa? “Aletta, bangun, Sayang. Mama masuk ya?" Nafiza mengetuk pintu kamar Aletta. Setelah mendapat izin dari putrinya, dia membuka pintu 177 kamar, lalu menghampiri Aletta yang sedang menundukkan kepalanya. “Th, kok belum mandi sih, Sayang? Mandi gih. Kamu nggak lupa kan ini hari apa? Ini Minggu. Kita mau arisan di rumah Om Danu. Ayo buruan siap-siap!” suruh Nafiza. Dia mengerutkan keningnya saat melihat Aletta. Gadis itu masih menunduk dan hanya merespons dengan anggukan. “Kamu kenapa sih? Sakit?” tanya Nafiza lagi. Kali ini Aletta menggeleng. “Aletta, kalo Mama ngomong diliat dong. Mamanya cantik gini kok dicuekin? Liat Mama!” tegas Nafiza. Aletta mengangkat kepalanya dengan takut. lya, dia takut mamanya histeris melihat mata bengkaknya. Mamanya ini kan luar biasa berlebihan. Hal kecil saja bisa berubah menjadi masalah besar. “Loh loh, mata kamu kenapa?" teriak Nafiza panik. Nah kan, apa Aletta bilang! Mamanya itu pasti berteriak. Suara cemprengnya itu bisa menggetarkan bumi. Kapan sih mamanya bisa bersikap lembut? “Aletta, jawab Mama! Kenapa mata kamu bengkak? Digigit kecoa? Nggak mungkin! Kamu pasti nangis, kan? Nangis kenapa? Siapa yang jahatin kamu? Bilang ke Mama. Atau Mama panggil Papa ya, biar yang bikin kamu nangis dihajar sama Papa.” Nafiza sudah bangkit untuk memanggil Gafa. Tapi Aletta menahan tangannya. Apa-apaan sih mamanya ini? Dia kan belum cerita. Kenapa sudah mengambil kesimpulan. Memangnya orang menangis hanya karena dijahati? Bisa saja kan menangis karena merasa bersalah sudah berbuat jahat. “Ma, Letta nggak dijahatin orang. Letta sebel sama Yuda." “Kenapa? Kalian berantem lagi?” tanya Nafiza dengan tampang lelahnya. Aletta dan Yuda selalu saja bertengkar. Padahal Gafa dan Dodi, Nafiza, dan Rifa kan sangat akrab. “Yuda itu jahat, Ma. Dia dorong kepala Letta tapi nggak minta maaf. 178 Udah gitu Letta diusir dari kamarnya. Padahal kan Letta juga mau ngobrol sama temen yang lain!” ucap Aletta. Dia mengatakan hal sebenarnya kan? Dia tidak berbohong. Hanya saja, dia tidak akan mengatakan alasan dia menangis. Biar dia dan Yuda yang menyelesaikan masalah mereka berdua. “Emang Yuda bilang apa waktu suruh kamu keluar kamar?” tanya Nafiza lagi. “Dia bilang Letta nggak boleh masuk kamarnya karena lagi banyak cowok. Bahaya. Padahal kan mereka temennya Letta.” “Ya ampun, Sayang. Yuda itu udah ngelakuin hal yang bener. Kamu cewek, di kamar dia banyak cowok. Meskipun temen kamu, tetep aja bahaya. Kamu sadar nggak sih kalo Yuda itu berusaha lindungin kamu dari temennya yang bisa aja berbuat nakal sama kamu? Kamu harusnya berterima kasih sama Yuda. Yuda itu peduli sama kamu,” jelas Nafiza sambil mengelus kepala Aletta. Aletta mengangguk mengerti. Benar! Dia harus berterima kasih pada cowok itu. Yuda peduli padanya dan selalu melindunginya. Yuda itu sudah seperti kakak keduanya. Mulai sekarang, Aletta harus berbuat baik padanya. Tidak masalah meski Aletta harus mengerjakan PR-nya. ae “Woi... berhenti dulu ngapa! Capek gue!” teriak Vika sambil mengatur napasnya yang ngos-ngosan. Aletta juga berhenti di sampingnya, lalu duduk di aspal sambil mengusap keringat yang menetes di tubuhnya. “Aletta, jangan duduk di tengah jalan gitu, ah. Ditabrak orang nanti Minggir sana kalo mau duduk," tegur Gara sambil membawa Aletta duduk di bangku taman. Saat ini, Aletta, Gara, Vika, dan teman Aletta yang lainnya sedang lari pagi di taman dekat rumah mereka. Yuda, Alfan, Raihan, dan juga 179 Keeyara yang tadi pagi datang ke rumah Aletta terus berlari tanpa peduli dengan Vika yang terlihat kelelahan. Vika, dan Aletta duduk di bangku taman, sementara Gara berdiri di samping mereka sambil memainkan ponselnya. “Abang, Letta haus banget. Pengin minum,” ucap Aletta. Vika mengangguk, bermaksud mengikuti ucapan Aletta. Dia juga sangat haus dan dia butuh minum. Gara menghapus keringat kedua gadis itu dengan handuk yang melingkar di lehernya. Kedua gadis yang berstatus adiknya itu tidak mau membawa handuk. Mereka bahkan sempat menolak diajak lari pagi. Tapi Gara memaksa mereka. Olahraga itu kan baik untuk kesehatan. “Tunggu sini, Abang beli minum dulu,” ujar Gara. Sebelum pergi, dia meletakkan handuknya di paha Vika agar menutupi paha gadis itu karena Vika memakai celana super pendek. Tadinya, Aletta juga memakai kaus dan hot pants. Tapi Gara menyuruhnya mengganti celana dengan legging hitam panjang dan kaus hitam lengan pendek yang panjangnya mencapai paha Aletta. Aletta menurut saja. Dia tahu apa yang Gara lakukan demi kebaikannya. “Capek banget gue. Kapok gue lari-lari kayak gini. Itu makhluk lari terus gak ada capeknya apa ya?” cetus Vika sambil memperhatikan Yuda, Alfan, Raihan, dan Keeyara. Dia mengernyitkan keningnya bingung. Sepertinya ada yang kurang, Tapi dia tidak tahu apa itu. Vika menaikkan kedua bahunya tak acuh sambil menyandarkan kepalanya di pundak Aletta. “Haus banget gue, Ta. Berapa tahun lagi Bang Gara nyampe?’ tanya Vika. “Nggak lama, Vik. Seabad lagi mungkin!" cetus Aletta. Lalu mereka tertawa bersama menyadari kekonyolan mereka. Tiba-tiba sebuah botol minuman muncul di depan wajah Vika. Dia melotot melihat orang yang memberinya minum. Ya ampun, ini orang yang tidak dia temukan 180 bersama Yuda. Dari mana saja sih dia? “Minum Vik, lo haus kan?” tanya Dhika sambil kembali menyodorkan minuman dingin pada Vika. Vika menatapnya melongo, lalu tersadar saat Aletta menyikut pelan perutnya. “Ambil, Vika. Kapan lagi dapat minuman dari gebetan,” bisik Aletta sambil tersenyum geli. “Ma... makasih. Makasih, Dhika. Tau aja gue, gue haus,” ucap Vika terbata. Dia menerima minuman itu, lalu meneguknya dengan cepat. Lalu dia menyemburkan minumannya saat Dhika tiba-tiba mengacak rambutnya. “Jorok lo Vik, ah!” protes Dhika. Dia mengelap bekas minuman yang ada di dagu Vika. Vika kembali melotot sambil menepis tangan Dhika. “Lo... Lo siapa sih? Lo beneran Dhika? Andhika Al-Farizi? Lo bukan hantu, kan? Bukan jin setan dan sebangsanya, kan?" tanya Vika berentetan. “Kenapa sih lo, Vik?” Dhika menatapnya aneh. "Ya lo kenapa tiba-tiba baik sama gue? Bawain minum, ngacak rambut gue. Ngelap dagu gue lagi. Kenapa lo?” “Kenapa sih? Lo gak suka?” “Su... suka. Suka lah. Tapi, tapi aneh. Ah, tau ah!" Vika bangkit lalu berjalan meninggalkan Aletta yang menahan tawanya dan Dhika yang menggaruk tengkuknya bingung. “Vika tuh kenapa sih? Gue cuekin, dia caper. Gue perhatiin, dia kesel. Bingung gue kan!” gerutu Dhika. “Sabar, Bang. Usaha aja terus ya!” Aletta menepuk bahu Dhika masih sambil menahan tawanya. er “Ta, bagi duit dong. Sekali-sekali traktir gue. Jangan lo terus yang 181 ditraktir,” kata Yuda sambil menarik rambut Aletta pelan. Saat ini mereka sedang berada di rumah Yuda. Aletta duduk di sofa, sedangkan Yuda duduk di karpet. “Mau beli apa emangnya?” tanya Aletta. “Belum tau. Nanti kalo udah sampe minimarket baru tau mau beli apa. Ayok, traktir gue Ta. Jangan pelit,” kata Yuda sambil menarik tangan Aletta ke luar rumah. Aletta hanya bisa pasrah saat Yuda mengajaknya berjalan ke minimarket dekat rumah mereka. Yuda langsung masuk ke dalam setelah Aletta menyerahkan uang seratus ribu padanya. Gadis itu melirik Yuda dengan kesal. Dia hanya berdiri di luar sambil menatap Yuda yang sedang sibuk membeli makanan yang dia mau. “Kalo aja Letta gak merasa bersalah, ogah Letta mah baik-baik sama Yuda. Dia mah jahat, tega, semena-mena sama Letta. Aduin Abah ntar biar dimarahin!” omel Aletta. Aletta terus menatap ke arah Yuda. Dia bahkan tidak sadar seseorang berada di belakangnya. Tiba-tiba orang itu menutup mulutnya. Aletta terkejut. Dia meronta saat orang itu menariknya ke dalam mobil dan melaju dengan kencang. Yuda yang melihat kejadian itu langsung keluar dari minimarket. Dia melirik mobil itu sambil mengepalkan tangannya kuat. Dia hafal mobil itu. Dia pernah melihat mobil itu di sekolahnya. Itu milik Rion. “Sialan!” umpat Yuda. “Berani banget dia nyulik Aletta. Awas aja kalo Tata kenapa-kenapa. Nggak bakal gue maafin si banci itu!” desis Yuda. Dia meraih ponselnya lalu menghubungi Gara. Mereka harus membawa Aletta pulang sebelum Gafa tahu apa yang terjadi dengan putrinya itu. Kalau Gafa tahu Aletta diculik, maka tamatlah Rion. 182 letta turun dari mobil Rion saat mobil itu sudah memasuki rumah Aican itu. Dia membanting pintu mobil itu dengan kencang tanpa peduli dengan protes Rion. Dia sedang marah sekarang. Aletta tidak habis pikir. Kenapa Rion si artis bermuka dua itu nekat menculiknya? Ini sudah kedua kalinya Rion melakukan hal itu. Apa dia tidak berpikir kalau kelakuannya ini bisa membahayakan dirinya sendiri? Bagaimana kalau Yuda melaporkan kejadian ini ke papanya? Bisa kacau semuanya. “Ayo masuk,” ajak Rion. Dia menatap Aletta yang masih termenung. Sepanjang perjalanan tadi, yang dilakukan gadis itu hanya berteriak dan mengancamnya. Rion sudah biasa mendapat ancaman darinya. Dan itu hanya omongan saja. Jadi, Rion tidak takut. Awalnya Rion tidak berniat menculik Aletta. Tapi hanya ini cara yang bisa dia lakukan agar mereka bisa berbicara dengan tenang. “Aletta, ayo masuk. Kita butuh bicara,” tegas Rion. Aletta meliriknya sekilas sambil mendengus. Dia mengeluarkan ponselnya, berniat menghubungi Yuda agar tidak khawatir padanya. Baru saja Aletta menempelkan ponselnya ke telinga, Rion langsung merampasnya. “Balikin HP Letta!” pinta Aletta ketus. “Saya bakal balikin kalo kamu janji nggak akan nelepon siapa pun.” “Halooo! Mau Letta nelepon siapa kek, SMS siapa kek, terserah Letta dong. HP punya Letta, tangan juga punya Letta. Masalahnya buat situ apa?" tanyanya sinis. “Kita harus bicara. Ini penting. Kalo kamu mau HP kamu saya balikin, nurut sama saya! Ayo!” Rion mengulurkan tangannya pada Aletta. “Saya nggak bakal ngapain-ngapain kamu, Aletta. Percaya sama saya,” ucap Rion. 183 “Aletta nggak percaya sama Bang Rion. Bang Rion itu kan Tuti! Sama kayak Pak Jaya, satpamnya Bang Rion yang suka boongin Letta. Majikan sama satpam itu sama aja!" “Tuti?” Rion mengerutkan keningnya bingung. “Tukang Tipu!” teriak Aletta. Ngomong-ngomong tentang Jaya, Aletta tidak melihatnya. Kalau Jaya tahu Aletta bisa masuk rumah Rion berkat Rion sendiri, dia pasti terkena serangan jantung. Ya ampun, rasanya Aletta ingin pamer padanya. Aletta tersenyum geli menatap tempat Jaya berdiri. Mendadak sebuah ide muncul di kepalanya. Rion hanya memperhatikan gadis itu dengan diam. Sampai akhirnya Aletta berjalan ke arah Jaya dan menepuk pundaknya hingga laki-laki tua itu terkejut. “Halo Pak Jaya," sapa Aletta dengan senyum manisnya. Dia juga melambaikan tangannya dengan santai. “Kamu!” teriak Jaya. “Ngapain di sini? Lewat mana kamu? Kok saya nggak liat?” tanya Jaya dengan wajah galaknya. Aletta tidak takut. Dia justru tertawa kencang. “Bapak kepo banget sih kayak anak muda. Emang Bapak nggak liat tadi Letta terbang dari pagar itu?” Aletta menunjuk pagar itu dengan wajah seriusnya. Jaya sendiri sedang melongo memperhatikan pagar itu. Lalu Rion? Dia hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum tipis. Biarkan saja Aletta melakukan apa yang dia mau. Yang penting setelah itu dia bisa bicara dengan gadis itu. Hanya itu yang Rion inginkan. “Jangan bercanda kamu! Udah lama saya nggak liat kamu muncul di sini. Sekalinya muncul taunya udah di dalam gini. Kamu selama ini belajar ilmu hitam ya biar bisa ngilang gitu?” tanya Jaya sambil melotot. “Dih, sembarangan! Dikira Letta tuyul, setan, kuntilanak, dan sejenisnya apa? Letta itu terbang bukan ngilang. Kaget ya ketemu Letta di sini? Kangen nggak sih? Sepi ya nggak dikunjungi cewek cantik kayak 184 Letta?” Aletta menaik-turunkan alisnya sambil tersenyum miring. “Udah, jangan banyak omong. Keluar sana kamu. Ngapain di dalam? Mas Rion itu sibuk!” Jaya menarik tangan Aletta sambil membuka pagar rumah Rion. Dia berniat mengusir Aletta. “Woi, Pak, main usir aja. Letta nggak mau pulang. Letta mau di sini aja. Jangan usir Letta!” ucapnya berpura-pura memberontak. Sebenarnya Aletta bersyukur Jaya membuka pagar dan mengusirnya, jadi dia bisa pulang. “Udah, jangan berisik. Mending pulang sana. Belajar aja biar makin pintar.” Jaya sudah membuka pagar itu. Aletta menatap pagar itu berbinar. Baru saja dia akan berlari dari rumah Rion, laki-laki itu sudah menarik tubuhnya hingga membentur dada Rion. “Tutup lagi pagarnya, Pak. Aletta datang sama saya,” jelas Rion. Jaya langsung mengangguk patuh dan menutup kembali pagarnya. “Lain kali kalo dia datang, biar aja masuk. Hubungi saya kalo lagi nggak ada di rumah," sambung Rion. Jaya kembali mengangguk. Sementara Aletta mendengus karena niatnya kabur gagal. “ayo Aletta. Udah cukup main-mainnya. Sekarang saatnya serius!” tegas Rion. Dia membalikkan tubuh Aletta, lalu menariknya ke dalam rumah. Aletta meronta ingin dilepaskan. Tapi Rion justru merangkul bahunya dengan kuat. “Letta nggak mau masuk. Letta mau pulang. Lepasin woil” teriak Aletta. “Enggak!” tolak Rion. “Pak Jaya, tolongin Letta. Letta diculik ini, Pak.” Aletta memutar kepalanya ke arah Jaya. Tapi Jaya hanya diam. “Pak, jangan diem aja sih. Telepon polisi dong. Eh enggak, telepon Papanya Letta aja. Dia lebih serem kok. Bilangin ke Papa Gafa kalo Aletta anaknya yang cantik jelita tiada tara rupa-rupa warnanya ini diculik Rion artis bermuka dua. Bilangin juga kal... Hmphhtt... lepasss...!” Aletta kembali memberontak saat Rion membekap mulutnya agar gadis 185 itu diam. Telinga Rion sakit sekali mendengar suara cempreng Aletta. Rion membawa Aletta ke ruang tamunya dan mendudukkan gadis itu di sofa. Aletta sempat berdiri dan berniat kabur lagi. Namun, Rion kembali mendorongnya ke sofa. “Kita buat ini jadi gampang, oke? Setelah kita bicara saya janji bakal ngantar kamu pulang. Makanya kamu jangan berontak gini. Prosesnya jadi makin lama. Duduk tenang, kita bicara, lalu pulang. Oke?” “Haus banget sih abis teriak. Nggak ada yang mau ngasih jus jeruk apa ya?" Aletta memegang lehernya dengan dramatis. Rion tertawa dan mencubit pipinya dengan gemas yang langsung ditepis Aletta. “Tunggu sini, saya ambilin minum. Kamu janji jangan kabur yal” Aletta tidak menjawab. Rion berjalan menuju dapur. Aletta melirik ke arahnya. Laki-laki itu sudah mulai menjauh. Ini kesempatan Aletta untuk kabur. Aletta berdiri dan berniat berjalan sepelan mungkin agar Rion tidak tahu dia kabur. Tapi mungkin ini adalah hari sial untuknya. Baru saja dia akan melangkah, sebelah kakinya menginjak tali sepatunya yang lepas. Dia terjatuh dan kepalanya membentur ujung meja kaca yang ada di hadapannya. “Adoh!" jerit Aletta. Rion yang mendengar jeritan Aletta langsung berlari dengan panik. Dia melotot melihat keadaan gadis itu. Aletta terjatuh, dan kepalanya... Ya ampun kepalanya berdarah. “Aletta, kamu kenapa bisa begini sih?!" omel Rion sambil membantunya duduk di sofa. “Kamu sib. Kan tadi saya bilang jangan ke mana-mana. Bandel banget sih. Tuh kan luka jadinya.” Rion berlari ke dapur mengambil kotak P3K, lalu kembali ke ruang tamu. Sebelum mengobati luka Aletta, dia melihat ujung meja itu. Ada darah Aletta di sana. Dengan kesal, Rion menendang meja kaca itu hingga terbalik dan pecah. Aletta hendak mengatakan sesuatu, 186 tapi Rion sudah duduk di sebelahnya, dan mengobati lukanya. Setelah menempelkan plester di kening Aletta, Rion memandang gadis itu intens. Aletta memegang keningnya yang terluka. Langsung saja Rion menarik tangan itu, lalu menggenggamnya. Aletta kembali menatap Rion dengan bingung. Apa maksudnya melakukan semua ini? “Maafin saya, Aletta.” Rion memulai pembicaraan. Aletta masih diam menunggu kelanjutan ucapan laki-laki itu. “Saya benar-benar minta maaf. Saya salah sama kamu. Harusnya waktu itu saya nggak mengatakan hal sejahat itu di depan wartawan. Saya menyesal.” “Saya tau saya egois. Demi karier saya, kamu jadi korbannya. Gara- gara saya, kamu dihujat dan di-bully semua orang. Gara-gara saya, kamu harus menghadapi banyak masalah. Saya benar-benar minta maaf. Kamu mau kan maafin saya?” Rion menatap Aletta penuh harap. Aletta sendiri sedang merasa bingung. Haruskah dia memaafkan Rion? Dia memang sempat kesal padanya. Tapi Aletta juga tidak bisa tidak memaafkannya. Biar bagaimanapun juga, Rion ini kan idolanya. “Iya dimaafin!” jawab Aletta. Rion menatapnya berbinar. “Tapi, Bang Rion nggak boleh gitu lagi sama penggemar. Kasian tau, Bang. Penggemar itu orang yang selalu ada di belakang idolanya. Tanpa penggemar, idola mah nggak ada artinya. Kalo Bang Rion salah ya ngaku salah. Cukup saat syuting aja aktingnya. Kalo di kehidupan sehari-hari harus jadi orang jujur. Paham, kan?” Rion mengangguk. “Saya bakal bilang ke wartawan yang sebenarnya kalo kamu nggak salah. Saya bakal bersihin nama kamu,” cetus Rion. “Eh, nggak usah, Bang. Udah berlalu juga. Lagian Letta juga bukan artis. Udahlah, ntar juga semua orang lupa.” “Saya juga bakal minta maaf sama keluarga kamu. Gara-gara saya, kamu kena masalah. Keluarga kamu pasti benci banget ya sama saya? Apalagi papa kamu yang galak itu. Saya akan melakukan apa pun supaya 187 kamu tau kalo saya menyesal udah buat kamu kecewa dan terluka.” “Nanti Letta aja yang sampein permintaan maafnya. Abang jangan ketemu Papa, plis. Bahaya!” larang Aletta. “Kamu takut saya dihajar Papa kamu ya? Tenang aja, saya bisa bela diri kok. Lagian kalo dihajar juga nggak masalah. Saya pantes dapetin itu.” “Jangan. Nanti muka Bang Rion ancur. Serius, papanya Letta itu kayak monster kalo marah. Nanti Bang Rion gak bisa syuting kalo mukanya jelek.” “Kamu peduli banget ya sama saya? Masih nge-fans nggak, sih? Masih kan ya? Ganteng gini,” goda Rion. “Biasa aja. Udah selesai kan ngomong nggak pentingnya? Ayuk antar Letta pulang. Nanti mamanya Letta panik tau anak perawannya ngilang.” Aletta bangkit dari sofa dan berjalan menuju pintu. Rion mengikutinya dari belakang. Tiba-tiba saja Aletta berhenti dan menghadapkan wajahnya ke arah Rion. “Bang Rion, Letta mau tanya. Tadi kenapa mejanya dihancurin?” "Ya karena bikin kamu luka. Biar aja hancur. Saya nggak mau kalo kamu ke sini lagi, kamu luka lagi gara-gara meja itu,” jawab Rion santai. Aletta melongo. Haruskah dia terharu mendengar jawaban Rion? Memangnya Aletta akan berkunjung ke rumahnya lagi? “Kayaknya nggak perlu segitunya deh, Bang. Itu terlalu berlebihan.” “Gak pa-pa ngelakuin hal berlebihan demi orang yang disayang,” cetus Rion tanpa sadar. “Gimana, Bang?” tanya Aletta bingung. “Nggak pa-pa. Udah, ayo saya antar pulang.” “Emang itu meja harganya berapa, Bang? Mahal nggak?” “Kenapa nanya-nanya? Kamu mau bilang mending mejanya dijual lagi daripada dihancurin? Sayang duitnya gitu?” Aletta hanya cengengesan. “Dasar mata duitan!” cibir Rion. Aletta langsung menendang kaki 188 Rion pelan. he “Lo yakin ini rumahnya, Yud?” tanya Gara sambil menatap rumah yang ada di hadapannya dengan tajam. “Yakin gak yakin sih Bang. Gue kan dapat alamatnya dari Dhika. Dia pernah ngantar Tata ke sini sih. Coba tanya satpamnya aja,” suruh Yuda. Saat ini kedua anak laki-laki itu sedang berada di depan rumah Rion. Mereka meminta alamatnya dari Dhika, karena dia pernah mengantar Aletta ke rumah Rion waktu itu. Gara harus segera membawa adiknya itu pulang dan tidak akan mengampuni Rion jika sesuatu terjadi pada Aletta. “Pak!” Gara memanggil satpam rumah itu. Jaya menghampiri mereka dengan tatapan bertanya. “Ini rumah Rion, kan? Buka pagarnya, Pak!” suruh Gara. “Kalian siapa?” tanya Jaya. “Saya abangnya Aletta. Saya ke sini mau jemput dia. Dia di dalam, kan? Cepat buka sebelum ini pagar saya hancurin!" ancam Gara. “Saya nggak bisa buka pintu tanpa seizin Mas Rion!" tegas Jaya. “Kalo gitu sana minta izin. Atau suruh deh dia bawa Aletta keluar. Dia itu udah nyulik temen saya, Pak. Kalo saya lapor polisi, Bapak bisa ikut kena tangkap loh,” sambung Yuda. Jaya terlihat gugup. “Saya hitung sampe sembilan ya, Pak. Kalo nggak buka juga, saya rusakin ini pagarnya!” ancam Gara. “Sembilan kelamaan, Bang. Tiga aja, bego!” ketus Yuda. “Biarin. Biar dia bisa mikir sembilan detik.” “Satu, Pak!” Gara mulai menghitung. Jaya masih terlihat bingung. “Sembilan!” Gara menendang pagar itu sekuat tenaga hingga pagar itu terbuka. Jaya menatapnya panik. Dia baru menghitung satu, kan? Kenapa langsung sembilan? Yuda terbahak melihat wajah panik Jaya. Dia sudah tahu tenaga 189 Gara itu super. “Abang!” panggil Aletta girang. Dia berlari menuju Gara. Tapi sial, dia kembali terjatuh hingga lutut dan telapak tangannya terluka. “Aletta! Ya Allah, kamu nggak pa-pa?” tanya Gara panik. Dia ingin membantu Aletta berdiri, tapi Rion berdiri dihadapannya dan memasang wajah paniknya. Gara yang memang sudah muak dengannya langsung mendorong dadanya. “Lo tuh nggak ada kapoknya ya? Ngapain lo bawa adek gue ke rumah lo? Mau lo apain, hah? Gak cukup apa masalah yang lo kasih ke dia? Lo mau nyusahin dia lagi?” teriak Gara. “Saya cuma mau minta maaf sama dia. Gak ada niat lain. Selama ini saya udah usaha buat minta maaf sama dia. Tapi kalian selalu menghalangi saya,” jawab Rion. “Terus lo pikir abis minta maaf masalah kelar? Emang maaf lo bisa balikin nama baiknya Tata? Nggak bisa! Lo emang artis ya. Tapi lo nggak bisa seenaknya. Balik deh ke hidup masing-masing. Lo sama dunia artis lo, Tata sama keluarga dan temennya. Balik ke dunia di saat kalian nggak pernah saling ketemu!” bentak Yuda. “Lo nggak tau kan gimana sayangnya semua orang sama dia? Semua orang di keluarga kami selalu jagain dia dan lindungin dia. Dan lo siapa? Cuma idola yang baru beberapa kali ketemu tapi udah nyakitin dia. Jauh-jauh deh lo dari Tata!” Aletta merangkak ke samping ketiga orang yang masih berdebat itu. Mereka bahkan berdebat di saat Aletta terjatuh. Mereka tidak menolongnya. Ya ampun, tega sekali mereka ini. “Saya nggak bisa jauhin dia. Dia dapat masalah karena saya, dan saya bakal tanggung jawab buat..." “Woi, Abang-abang! Udahan berantemnya. Nggak kasian apa sama Letta?” Aletta memasang tampang memelasnya. “Lo ngapain duduk di bawah situ, Ta? Itu jidat lo kenapa luka gitu?” tanya Yuda bingung. Gadis itu menunjukkan kening, lutut, dan telapak 190 tangannya yang terluka, lalu nyengir. “Letta tadi jatoh. Tolongin napa. Sakit ini.” Rion mengulurkan tangannya, bermaksud menolong Aletta. Tapi Gara menepis tangannya. Dia menunjuk Rion dengan telunjuknya dan tatapan tajamnya. “Nggak usah sentuh adek gue lagi. Jangan temui dia lagi. Lo sadar nggak, kalo lagi bareng lo, Aletta selalu sial? Baru aja beberapa menit bareng lo, dia langsung luka. Gue aja abangnya belum pernah bikin dia luka kayak gitu. Gue selalu berusaha jagain dia. Jadi tolong, jangan lagi berurusan sama Aletta. Paham?!” Gara menggendong Aletta dan berjalan ke arah motornya. Yuda mengikutinya dari belakang sambil tetap terdiam. Tadinya dia ingin menggendong Aletta, tapi Gara sudah terlebih dahulu melakukannya. Biarkan saja Gara menggendong Aletta. Gara kan abangnya. Memang dia siapa? Rion sendiri terus menatap ke arah Aletta dengan sendu. Dia masih ingin berbicara dengan gadis itu. Entah kenapa saat tidak bertemu dengannya, Rion jadi rindu. Ya ampun, Rion tidak suka kan dengan gadis itu? Yang benar saja. Mana mungkin Rion suka pada Aletta. Sepertinya dia sudah mulai gila karena si Medusa. Rion memukul kepalanya berusaha menghilangkan pikiran gila itu. Baru saja dia ingin memasuki rumahnya, Mikaila muncul di hadapannya sambil tertawa. “Jadi itu ya orang yang kamu suka? Serius? Aletta? Hahaha.” “Kamu harus sabar ya Rion, kayaknya jalan kamu buat deketin dia bakalan susah. Apalagi aku dan dia sekarang satu sekolah. Aku nggak bakalan biarin kamu deketin dia. Aku udah bilang kan, aku bakal balas perbuatan kamu yang udah ngerendahin aku kemarin. Kamu dan dia nggak bakalan pernah bersatu. Itu janji aku,” ucap Mikaila sambil tersenyum sinis. ee 191 Gara turun dari motornya dan langsung berjalan ke dalam rumahnya tanpa berbicara dengan Aletta. Dia bahkan tidak menunggu Aletta turun dari motor. Mungkin dia sedang marah. “Yuda, tolongin Letta dong! Susah turunnya!” “Manja lo. Turun sendiri!” Aletta menatapnya sinis dan turun dari motor dengan hati-hati. Saat Yuda sudah berjalan menuju pintu rumahnya, Aletta berniat menendang betis Yuda supaya terjatuh. Tapi lagi-lagi, dia yang justru terjatuh. Ya ampun, ini sudah ketiga kalinya Aletta terjatuh dalam satu hari. Yuda melirik ke belakang saat mendengar suara rintihan Aletta. Dia terbahak melihat Aletta yang sedang telungkup di tanah. Seluruh badannya menghadap tanah. Bahkan dia juga menyembunyikan wajahnya di tanah. “Lo nggak pa-pa, Ta?” tanya Yuda sambil menahan tawa. Aletta tidak menjawab. Dia hanya mengangkat ibu jarinya seolah mengatakan dia baik-baik saja, lalu mengibaskan tangannya mengusir Yuda. Yuda membantunya berdiri sambil membersihkan tangan dan celananya yang terkena tanah, lalu menyodorkan punggungnya pada Aletta. Tanpa mengatakan apa pun, Aletta langsung naik ke punggung Yuda. Lalu mereka berjalan menuju pintu rumah Aletta. “Lo tadi pasti niat jahat kan sama gue? Kualat, makanya jatoh. Rasain! Mampus!” ejek Yuda. “Diem ah, dasar kerempeng!” “Kerempeng juga gue bisa gendong elo yang gendut ini.” “Letta gak gendut!” “Dasar dada rata! Adoh!” Yuda meringis saat Aletta menabok bibirnya kuat, lalu tersenyum geli karena berhasil menjahili Aletta. 192 pee jahat! Gak punya hati!” teriak Aletta sambil berusaha menghapus air matanya. Dia menatap Gara yang berdiri kaku di depan pintu kamarnya dengan kesal, lalu mendengus kuat melihat kamarnya yang berantakan. Bagaimana Aletta tidak kesal? Gara tiba-tiba memasuki kamarnya lalu langsung mencopot poster Rion yang menempel di dinding kamarnya dan berniat merobek poster itu. Aletta menjerit histeris melihat kelakuannya dan memohon agar Gara tidak merobek poster itu. Namun, Gara tidak mendengarkannya dan tetap merobeknya. Gara juga mengambil album Rion yang selama ini Aletta jaga dengan hati- hati, lalu menginjaknya hingga rusak. Gara juga mulai menghapus foto Rion yang ada di laptop Aletta. Dia juga berniat mengapus foto Rion yang ada di ponsel adiknya itu. Tapi gadis itu menyembunyikan ponselnya sejauh mungkin. “Abang kenapa tega banget sama Letta? Letta salah apa sama Abang?" jerit Aletta sambil menahan tangisnya. Sebenarnya Gara tidak tega melihat tangisan adiknya itu. Ini pertama kalinya Gara bersikap keras padanya. Gara tidak bermaksud menyakiti adiknya. Dia hanya ingin gadis kecil yang ada di hadapannya ini sadar kalau mengidolakan seseorang secara berlebihan itu tidak baik. Gara tidak pernah melarang Aletta menyukai Rion. Tidak masalah baginya jika Aletta menghabiskan waktu seharian di kamar demi mencari semua informasi tentang Rion. Dia bahkan rela menyisihkan uang jajannya untuk membelikan adiknya itu kuota. Tapi Gara tidak suka Aletta sering bertemu dengan idolanya itu. Gara hanya tidak ingin 193 Aletta kembali terlibat masalah karena Rion. “Kenapa Abang hancurin semua barangnya Letta? Ini kamar Letta, wilayah pribadi Letta. Abang nggak boleh seenaknya di sini. Apa sih salahnya kalo ngidolain seseorang?” “Ngidolain seseorang itu nggak salah, Dek. Wajar kok kalo kita kagum sama seseorang. Tapi cara kamu yang berlebihan itu Abang nggak suka. Kamu terlalu memuja dia sampe nggak mau lagi dengerin omongan keluarga!" jelas Gara. “Kamu nggak boleh terlalu dekat sama dia. Dunia kalian itu beda, Ta. Dia artis, kamu orang biasa. Semua yang menyangkut dia bakalan diomongin semua orang. Dan Abang nggak mau kamu ikut diomongin banyak orang karena dia. Cukup sekali aja dia bikin kamu nggak berharga di mata orang-orang. Jangan lagi.” “Kamu juga harus ingat. Sehebat apa pun idola kamu, secinta apa pun kamu sama idola kamu, tetap keluarga yang nomor satu. Jangan hanya karena idola, kamu jadi nggak peduli sama omongan keluarga kamu!” tegas Gara sambil berjalan keluar kamar Aletta. Aletta tidak tahu harus melakukan apa. Dia bahkan tidak bisa menjawab ucapan Gara. Yang bisa dia lakukan hanya menangis. ee Aletta menuruni tangga dengan tidak bersemangat. Dia merapikan poninya, berusaha menutupi luka di keningnya yang terkena meja kaca di rumah Rion. Mama dan papanya tidak tahu dia terluka. Kalau mereka tahu, mereka pasti sangat panik. Sambil berjalan menuju meja makan, Aletta memperbaiki letak kacamatanya. Biasanya Aletta hanya memakai kacamata saat belajar. Tapi kali ini dia akan memakai kacamata di depan orangtuanya agar mereka tidak melihat matanya yang bengkak karena menangis semalaman. “Mama, Papa, Aletta berangkat sekarang ya,” pamitnya. Nafiza yang 194 sedang mengoleskan selai roti untuk Gafa menatapnya bingung. “Kok cepat banget, Sayang. Sarapan dulu ya?” ucap Nafiza. “Kamu kenapa? Sakit? Tumben pake kacamata gitu? Itu lutut kamu juga kenapa luka gitu?” tanya Gafa berurutan. “Aletta kemarin jatoh, Pa. Ini pake kacamata soalnya nanti di sekolah Letta mau baca novel kalo jam kosong. Biar gak sakit matanya hehe.” Aletta terpaksa membohongi papanya. “Sarapan sebentar ya, Sayang. Mama siapin rotinya. Abis itu berangkat bareng Abang.” “Enggak, Ma!” tolak Aletta hampir menjerit. Gara melirik sekilas interaksi mereka. Dia hanya diam sambil menghabiskan rotinya. “Letta berangkat duluan aja Ma. Hari ini ada ulangan jam pertama. Letta lupa belajar. Aletta pamit ya Pa, Ma.” Aletta mencium pipi kedua orangtuanya dengan cepat, lalu berlari keluar rumahnya. Gafa dan Nafiza saling berpandangan, kemudian menatap Gara penasaran. Sementara Gara, dia berpura-pura tidak melihat. “Gara,” panggil Nafiza. Gara hanya bergumam pelan. “Kamu berantem sama Aletta? Tumben dia diemin kamu. Kamu apain sih adik kamu?" Nafiza menatapnya tenang, tapi menuntut jawaban. Gara menghela napas pasrah. Meski sifatnya keras seperti Gafa, dia sangat patuh pada mamanya. Apa pun yang mamanya inginkan, Gara selalu menurutinya. Sambil meremas garpu di tangannya, dia menceritakan semua yang dia lakukan pada Aletta. Dia juga sudah menyiapkan diri jika papanya murka padanya karena membuat Aletta menangis. Sementara itu, Aletta yang sudah berada di luar rumahnya menatap rumah Yuda sambil terdiam. Dia memasukkan kacamatanya ke dalam tas, lalu berlari dengan kencang menjauhi rumahnya. Dia tidak ingin berangkat sekolah dengan Gara, karena abangnya itu sangat 195 menyebalkan. Dia juga tidak akan berangkat ke sekolah dengan Yuda. Intinya, Aletta tidak akan ke sekolah hari ini. Dia akan membolos untuk pertama kalinya. Gadis itu terus berjalan sejauh mungkin dari rumahnya. Dia melirik ke kanan dan ke kiri, memastikan tidak ada orang yang dia kenal. Dia tidak ingin ketahuan bolos. Sebenarnya dia juga tidak tahu akan pergi ke mana. Tidak mungkin kan dia mengajak Vika membolos? Aletta berhenti di depan sebuah minimarket. Dia akan masuk dan membeli beberapa camilan di sana. Baru saja dia akan membuka pintu minimarket itu, pintunya sudah terbuka terlebih dahulu. Aletta langsung melotot karena orang yang membuka pintu itu adalah Rion. “Aletta?” Rion juga terkejut melihatnya. Aletta hanya menatapnya datar. “Siapa ya? Kita kenal?" sinisnya. Rion tertawa geli dan mengacak rambutnya gemas. Aletta berteriak sambil menepis tangannya. “Nggak usah sentuh, Om! Jangan modus ya!” ancam Aletta. Rion kembali terbahak. Dia senang bisa melihat kelakuan aneh Aletta lagi. “Lagian ngapain coba Bang Rion di sini? Gak kuliah? Gak syuting? Udah gak laku ya jadi artis?” ejek Aletta. “Sembarangan! Saya lagi bebas jam segini. Saya ada kelas siang nanti. Kamu ngapain di sini?” tanya Rion. “Laper. Pengin jajan!” “Kamu belum makan? Mau makan apa? Saya traktir,” tawar Rion. Aletta mencibir pelan. “Kenapa sih kalo ketemu Bang Rion, Letta selalu ditanya mau ditraktir apa? Kesannya Letta tuh tukang makan banget, tau gak?" “Ya kan saya nggak tau kamu sukanya apa.” “Letta sukanya kuota tau!” “Kuota? Buat apa? Nggak bikin kenyang juga. Tunggu dulu, kamu ngapain di sini jam segini? Kenapa nggak sekolah? Bolos ya?” Rion 196 menatapnya curiga. “Kepo deh! Awas ah, Letta mau masuk.” Aletta menggeser tubuh Rion, lalu memasuki minimarket itu. Dia mengambil beberapa bungkus keripik kentang, cokelat, dan dua botol minuman rasa jeruk, lalu membayarnya. Rion masih setia berdiri di luar. Aletta menatapnya bingung. Apa yang dia lakukan di situ? Dia tidak sedang menunggu Aletta, kan? “Kamu udah siap?” Rion menoleh ke arahnya. Aletta hanya mengangguk. “Ayo saya antar ke sekolah. Nggak pa-pa terlambat, daripada nggak masuk sama sekali. Bolos itu nggak baik, Aletta.” “Letta gak mau. Hari ini hari pertama Letta bolos. Abis itu Letta gak bakal bolos lagi kok.” “Kamu mau ke mana memangnya?” Aletta mengedikkan kedua bahunya, lalu mulai mengunyah cokelat yang dia beli. “Kali ini saya biarin kamu bolos. Tapi saya nggak akan biarin kamu bolos sendiri. Kalo kenapa-kenapa kan bahaya.” Rion menarik tangan Aletta memasuki mobilnya. Aletta pasrah saja. Yang penting dia akan dipulangkan tepat waktu. Di lain tempat, Yuda menatap cemas ke bangku Aletta. Jam pelajaran pertama sudah hampir berakhir, tapi Aletta belum muncul juga. “Woi, ini Aletta beneran kagak masuk ya? Gue kira telat dia. Kagak ada temen yang bisa dicontekin ini,” cetus Raihan. Dhika melirik ke depan, memastikan gurunya tidak melihat dirinya yang berpindah duduk ke belakang. Tepatnya di samping Vika yang langsung gugup duduk di samping Dhika. “Aletta sakit yak? Kok nggak ada kabar?” tanya Dhika. “Woi, gue kok ditinggalin sih? Mentang-mentang udah jadian sama Vika, duduknya duaan mulu,” protes Alfan. 197 “Diem lo, ah. Berisik!” sembur Vika. Alfan menjulurkan lidahnya pada Vika. Entah kenapa dia selalu gemas dengan kelakuan gadis itu. “Gue juga nggak tau si Tata kenapa nggak sekolah. Kayaknya kemarin dia baik-baik aja sih.” Saat istirahat, Yuda menghampiri Gara di kelasnya. Dia melihat Gara sedang membaca buku sambil mendengarkan musik dengan headset. Langsung saja Yuda menghampirinya. “Bang,” panggil Yuda. Gara menatapnya terkejut, lalu melepas headset dari telinganya. “Ngapain lo ke kelas gue? Tumben mau repot ke lantai tiga?” “Ah, itu nggak penting. Yang penting sekarang lo kasih tau gue, Tata ke mana?" “Kok lo nanya gue? Kan sekelasnya sama elo.” “Ya gue nggak bakal nanya elo kalo dia ada bareng gue. Masalahnya Tata nggak sekolah!” “Serius lo?” tanya Gara. Rasa panik langsung menjalarinya. Tadi pagi Aletta pergi memakai seragam sekolah. Dia pikir Aletta akan berangkat bersama Yuda karena sedang marah padanya. Lalu, ke mana adiknya itu? “Dia lagi marah sama gue. Gue kira dia berangkat bareng elo kayak biasa. Mati gue kalo dia sampe kenapa-kenapa. Gue harus cari adek gue. Tapi gue mau ulangan abis ini. Apa ulangan nyusul aja ya?” Gara terlihat panik. Yuda jadi kasihan padanya. “Lo ulangan aja, Bang. Lo udah mau UN juga. Kagak boleh banyak bolos. Tata pasti baik-baik aja. Biar gue yang nyari dia. Nanti gue kabarin elo ya.” “Lo serius, Yud? Tetep aja gue gak tenang. Gue ikut dah.” “Jangan. Lo belajar aja sono biar makin pinter. Gue cabut dulu dah cari Tata. Kalo ketemu. gue jambak dia sekuat tenaga!” “Adek gue itu, bego! Jangan aniaya sembarangan. Gue minta tolong ya, Yud. Tolong cariin dia. Tolong pastiin dia nggak kenapa-kenapa. 198 Kalo ada apa-apa langsung hubungin gue ya,” pinta Gara. Yuda mengangguk. Dia menepuk punggung Gara sekilas, lalu berjalan meninggalkannya. ae Aletta dan Rion sedang menikmati es krim di taman dekat rumah Aletta. Gadis itu sengaja menyuruh Rion mengantarnya ke sana. Sebentar lagi pukul dua siang. Dia akan pulang sebelum Gara pulang dan mencegah abangnya itu agar tidak memberitahukan pada mamanya kalau dia sedang bolos. Dari pagi sampai siang hari ini, Rion benar-benar menemaninya. Mereka tidak pergi ke mana pun atas permintaan Aletta. Dia tidak ingin ketahuan siapa pun kalau dia membolos. Rion hanya memarkirkan mobilnya tidak jauh dari sebuah kafe dan mereka duduk di dalam mobil dengan musik menyala. Tadinya, Rion memainkan games di ponsel gadis itu, sementara Aletta berselancar di media sosial menggunakan ponsel Rion. Mereka bertukar ponsel atas permintaan Rion karena di ponselnya tidak ada games. Aletta menerimanya dengan senang hati. Setidaknya kuotanya tidak habis karena dia bisa menggunakan ponsel Rion sesukanya. Dan di sinilah mereka sekarang. Duduk di taman dengan cuaca panas sambil menikmati es krim. Rion memakaikan jaket dan topinya agar Aletta tidak terpapar teriknya matahari. Dia juga tidak tahu kenapa dia bisa melakukan hal itu. “Bang Rion, makasih ya udah temenin Letta bolos. Lain kali kalo Letta bolos temenin lagi ya?” ucapnya sambil tersenyum geli. “Gak ada lain kali Aletta. Kamu nggak boleh bolos lagi!” tegas Rion. “Bang Rion kok jadi sok peduli gitu sih sama Letta? Suka ya sama Letta?” godanya sambil tertawa. “Kalo Rion suka sama Aletta, Aletta suka juga nggak sama dia?” 199 tanya Rion balik. Aletta terdiam saat Rion menatapnya dengan serius. Tidak ada raut bercanda di wajahnya. Dia... tidak benar-benar menyukai Aletta, kan? “Ah, Bang Rion mah. Bisa aja bercandanya.” “Hayo... kamu baper ya?" ejek Rion. “Dih enggak ya, biasa aja!” “Kamu tau nggak, baperan bisa berlanjut ke jadian. Baper dulu, siapa tau besok kamu jadi pacar aku,” kata Rion. Aletta sudah akan menjawab ucapannya, tapi seseorang memanggil namanya. “Tata!” Dia menoleh dan melihat Yuda yang sedang berjalan dengan sedikit pincang ke arahnya. Seragam sekolahnya kotor. Sikunya juga terluka. “Yuda kenapa?” Aletta panik. Yuda mendengus kuat. Haruskah dia mengatakan kalau dia terjatuh dua kali karena tidak berkonsentrasi mengendarai motornya? Bagaimana dia bisa berkonsentrasi saat dia tidak tahu Aletta berada di mana. Aletta tidak pernah pergi sendirian. Jadi Yuda tidak tahu ke mana gadis itu akan pergi. Bodohnya, dia tidak mengecek ke taman rumah mereka sejak awal. Ternyata, di sanalah gadis itu. Dia baik-baik saja. Dia sedang tertawa bersama idolanya yang dibenci oleh Yuda. “Ayo pulang!” ajak Yuda. “Yuda belum jawab kenapa?” “Gue jatoh tadi pas main basket di sekolah. Ayo pulang. Balikin itu topi sama jaket dia,” perintah Yuda. Aletta mengangguk dan berniat membuka jaket Rion. Tapi Rion melarangnya. “Pake aja. Ini masih panas. Kamu naik motor, kan? Nanti pusing. Bawa aja dulu,” kata Rion. Yuda mendengus. Dia membuka jaket dan topi itu, lalu menyerahkannya secara kasar pada Rion. Dia mengeluarkan jaket merah dari tasnya dan memasangkannya di tubuh Aletta. 200 “Kalo lo pake jaket dia, orang rumah bakal tau kalo lo bolos dan ketemu dia!" cetus Yuda. Dia menarik tangan Aletta menuju motornya. Aletta bahkan tidak sempat berpamitan pada Rion. Dia hanya melambaikan tangan yang dibalas Rion dengan senyum dan anggukan kepala. Sampai di rumah Yuda, gadis itu terus berjalan mengikuti Yuda ke kamarnya. Sebenarnya dia kasihan melihat Yuda yang terlihat menahan sakit di kakinya. Aletta tidak percaya saat Yuda bilang dia jatuh saat bermain basket. Dia pasti terjatuh dari motor karena Aletta melihat beberapa goresan di motor Yuda. “Pulang sana, Ta. Gue capek. Pengin istirahat.” Yuda membaringkan badannya di kasur sambil melepaskan sepatunya dengan kakinya. “Letta takut pulang. Nanti kalo Letta ketauan bolos, pasti Letta dimarahin Papa.” “Suruh siapa lo bolos? Mending lo ngurung diri di kamar deh daripada macem-macem. Kalo sendirian di luar sana bahaya, bego.” “Iya. Letta nyesel. Tapi tetep gak berani pulang,” rengek Aletta. “Bilang aja gue yang ngajakin bolos!” cetus Yuda. “Enggak. Yuda kan nggak salah apa-apa. Letta nggak mau Yuda disalahin karena Letta.” “Nggak pa-pa, gue rela disalahin. Asal bukan lo yang dimarahin!" tegas Yuda sambil duduk di kasurnya. Aletta menatapnya dengan sendu. Yuda yang galak, yang kasar, dan yang menyebalkan ini kenapa selalu melindunginya, sih? Kenapa Yuda selalu berkorban untuknya? “Yuda, Letta pengin peluk boleh?" tanya Aletta lirih. Yuda melotot dan menggeleng dengan tampang sombongnya. “Kagak boleh. Kalo sekali meluk gue, lo bakal nagih pengin lagi.” “Dasar sombong! Pelukan Yuda nggak senyaman itu, tau. Kerempeng aja belagu. Pelukannya juga nggak bakal bikin nyaman dan nggak memberi kehangatan!” ketus Aletta. 201 “Wah, sayang sekali. Tadinya gue mau kasih kesempatan sih ngerasain pelukan gue. Tapi gak jad—” Belum sempat Yuda melanjutkan ucapannya, Aletta sudah menubruk tubuhnya sambil menangis. “Makasih selalu jagain Letta. Makasih karena selalu ada buat Letta dan selalu berkorban buat Letta. Yuda terbaik pokoknya. Letta sayang Yuda. Nggak pa-pa deh Yuda kerempeng dan nggak punya abs, Letta tetep sayang kok.” Nah kan, Aletta ini memang perusak suasana. Yuda hampir terharu dengan ucapannya. Tapi kalimat terakhir membuat Yuda kesal. “Lo kalo cengeng gini gemesin ya, Ta. Pengin banget rasanya gue cium,” ucap Yuda. Aletta melepaskan pelukannya dan menatap Yuda dengan terkejut. “Halah, gegayaan pengin nyium. Waktu itu aja pipinya dicium langsung menjerit panik. Dasar cemen. Baperan!” ejek Aletta. “Kata siapa gue pengin cium pipi lo? Gue pengin cium kening lo tau,” goda Yuda. “Yang bener?” Aletta bertanya dengan semangat. Yuda mengangguk sambil tersenyum geli. "Ya udah cepat!” Aletta menyodorkan keningnya pada Yuda. “Merem!" suruh Yuda. Dia menurut. Saat Aletta memejamkan matanya, Yuda tersenyum geli sambil memukul kuat kening Aletta dengan kelima jarinya. “Adoh!” pekik Aletta sambil membuka matanya. “Itu ciuman gue, Ta. Ciuman lima jari namanya. Sono keluar dari kamar gue! Dasar cewek mesum!” Yuda mendorong Aletta keluar dari kamarnya dan langsung mengunci pintunya. Dia terbahak saat Aletta mengumpat sambil menendang pintu kamarnya dari luar. 202 letta menutup pintu kamarnya, berniat turun ke dapur. Baru saja dia jakan menuruni tangga, Gara menaiki tangga menuju ke arahnya. Tepatnya menuju ke kamarnya. Aletta mengurungkan niatnya untuk turun dan menunggu Gara melewatinya. Gara menatap adiknya yang terdiam sambil menunduk. Gara menghela napas lega saat tahu adiknya baik-baik saja. Gara kembali berjalan melewati Aletta dan masuk ke kamarnya. Aletta melongo. Ya ampun, bisa-bisanya Gara melewatinya tanpa mengatakan apa pun. Dia bahkan tidak bertanya kenapa Aletta membolos. Dia tidak menanyakan keadaan Aletta. Apa abangnya itu sangat marah dan sudah tidak peduli lagi padanya? Aletta menghampiri mamanya yang sedang duduk di sofa sambil menonton TV. Aletta ragu mendekati wanita itu. Tapi ada hal penting yang akan dia sampaikan pada wanita yang melahirkannya itu. Dengan tekat yang kuat, Aletta menghampiri mamanya dan duduk di karpet. “Loh Sayang, kamu ngapain duduk di bawah situ? Sini duduk samping Mama.” Nafiza menepuk sofa di sebelahnya, menyuruh Aletta mendudukinya. Tapi gadis itu menggelengkan kepalanya kuat. “Letta mau buat pengakuan, Ma,” sahut Aletta. Nafiza masih memperhatikannya dengan diam menunggu Aletta melanjutkan ucapannya. “Sebenarnya, hari ini Aletta nggak sekolah. Aletta bolos, Mama.” Aletta menundukkan kepalanya. Dia tidak berani melihat ekspresi 203 mamanya. Wanita itu pasti marah dan kecewa karena dia membolos. Dia mulai menceritakan alasan dia bolos, ke mana dan bersama siapa dia pergi. Dia akan jujur pada mamanya. Dia tidak mau terlalu banyak berbohong. “Kamu bolos? Terus ketemu Rion?” Nafiza mencoba meyakinkan Gadis itu masih menunduk. “Aletta minta maaf ya, Ma. Aletta salah. Letta janji ini yang pertama dan terakhir kalinya Alleta bolos. Mama boleh marah dan hukum Letta. Letta bakal terima, kok.” Nafiza menghela napas pelan. Dia tidak menyangka anak gadisnya ini bisa membolos. Gara saja yang laki-laki tidak berani bolos. Dia kecewa pada Aletta. Tapi dia juga tidak tega memarahi anaknya itu. Aletta juga sudah mengakui kesalahannya. Nafiza tetap bangga padanya. “Sini,” Nafiza menyuruh Aletta mendekat. Dengan ragu, Aletta mendekati mamanya dan duduk di sampingnya. Tanpa membuang waktu, Nafiza langsung memeluk anaknya itu. “Kamu tau, Sayang, sebenernya Mama kecewa sama kamu. Kenapa kamu sampe bolos? Kalo ada masalah, kamu cerita sama Mama. Itu gunanya kamu punya Mama. Kamu kabur-kaburan kayak gitu nggak bakal nyelesaiin masalah. Lagian, kalo kamu di luaran sana sendirian juga nggak aman. Kalo kamu kenapa-kenapa gimana?” “Mama marah kamu bolos. Tapi Mama bangga kamu berani ngakuin kesalahan. Mama nggak mau tau ya, pokoknya ini pertama dan terakhir kalinya kamu bolos. Mama nggak mau kamu kayak gini lagi. Lagian, kalo lain kali kamu bolos lagi, Mama nggak jamin Abang bakal rahasian hal kayak gini lagi dari Mama.” Aletta terpaku. Jadi, Gara tidak melapor pada mamanya kalau dia membolos? Tapi kenapa? Aletta pikir Gara marah padanya dan tidak peduli lagi padanya. Harusnya dia melaporkan kenakalannya pada 204 Nafiza agar Aletta dimarahi, kan? Kenapa Gara tidak melakukan itu? “Sayang, kamu harus tau kalo Abang itu sayang sama kamu. Apa pun yang dia lakuin semua pasti demi kebaikan kamu. Kalo aja dia nggak peduli sama kamu, nggak mungkin selama ini mau repot jagain kamu, perhatian sama kamu. Intinya, sekesal apa pun kamu sama Abang, nggak boleh musuhin dia ya? Abang kan saudara kamu.” Aletta kembali mengangguk. Mamanya benar, Gara pasti sayang padanya. Selain orang tuanya, Gara juga yang berperan sebagai penjaga dan pelindungnya. Gara selau memperhatikannya. Gara memang sering menjahilinya hingga Aletta berteriak kesal, tapi Aletta tahu itu bentuk sayangnya pada adiknya. Gara bahkan tidak pernah berbuat kasar padanya. Kemarin adalah pertama kalinya Gara terlihat marah. Itu pasti karena Aletta sudah keterlaluan. Aletta merasa perlu minta maaf pada abangnya. Aletta tidak akan marah lagi padanya. Aletta. memeluk mamanya sebagai ucapan terima kasih. Dia bangkit dan berniat ke lantai atas untuk menghampiri Gara. Dia tidak akan membuang banyak waktu. Dia akan segera minta maaf pada abangnya itu. Dia juga tidak tahan terlalu lama marah pada Gara. Dia akan rugi karena Gara tidak akan membelikannya kuota lagi. Baru saja Aletta berbalik dan ingin berlari ke atas, langkahnya terhenti saat melihat papanya berdiri di belakangnya. Laki-laki itu baru saja pulang kerja. Mendadak, rasa gugup menghampiri Aletta, karena papanya menatapnya tajam. Ya ampun, apa dia akan dimarahi lagi? Nafiza menghampiri Gafa dan mengambil tas kerja suaminya itu. Dia juga melepas jas Gafa, lalu berjalan ke arah dapur, berniat mengambilkan segelas air untuknya. Sebelum pergi, dia mengelus lengan Gafa, bermaksud menenangkan suaminya itu. Dia tahu Gafa pasti akan menasihati Aletta. Dan dia juga tahu kalau suaminya itu sedang menahan amarahnya. “Papa udah pulang?” tanya Aletta basa-basi. Gafa tidak menjawab. 205 Dia menunjuk sofa dengan dagunya bermaksud menyuruh Aletta duduk. Gadis itu paham, dan langsung mengikuti kemauan papanya. Mereka sama-sama duduk di sofa dengan posisi saling berhadapan. “Papa udah dengar semuanya tadi.” Gafa memulai percakapan. “Kamu bolos? Dan kamu ketemu si Rion itu? Satu hari ini kamu udah ngelakuin dua hal yang gak Papa suka!” “Singkirin poni kamu!” tegas Gafa. Aletta kembali patuh. Saat ini Ppapanya sedang marah. Kalau dia membantah, papanya yang galak itu pasti semakin murka. Dia menyingkirkan poni yang menutupi keningnya. Dan terlihatlah bekas luka akibat terbentur meja kaca di rumah Rion. Gafa mengepalkan tangannya melihat luka Aletta. Dia tahu anaknya itu sangat ceroboh. Gadis itu memang sering terjatuh dan terluka. Gafa tidak suka itu. Dia tidak suka Aletta terluka dan kesakitan. “Papa udah tau dari Gara. Kamu kemarin ketemu Rion lagi, kan? Kamu luka juga karena dia, kan?” “Nggak gitu, Pa. Aletta jatoh sendiri, kok!” bantahnya. “Tetep aja salah dia. Ngapain dia bawa kamu ke rumahnya? Biar apa coba? Kamu juga kenapa nggak bilang sama Papa dia maksa kamu ke rumahnya? Selama ini Papa sabar sama kelakuan dia. Tapi kalo dia berani dekatin kamu lagi, jangan salahin Papa kalau Papa bakalan bikin wajah dia nggak berbentuk.” “Pa, jangan gitu dong.” “Kamu yang jangan begitu, Aletta! Kamu kenapa berubah sekarang? Sejak kamu ketemu dia, kamu jadi makin sering ngebantah Papa. Kamu boleh nge-fans sama dia. Tapi Papa nggak ngizinin kamu dekat sama dia. Kamu kenapa sih nggak mau dengerin Papa?” “Kamu sekarang suka ngelawan Papa. Papa cuma nggak mau kamu ketemu dia. Papa nggak mau kamu kena masalah karena dia. Papa khawatir sama kamu. Apa salah?” 206 “Tapi ya sudahlah. Mungkin kamu udah nggak anggap Papa orangtua kamu lagi, kan? Kamu udah nggak sayang sama Papa. Nggak pa-pa kalo kamu nggak nurut. Terserah kamu mau apa. Papa nggak akan ngelarang kamu lagi kok.” Setelah mengatakan itu, Gafa meninggalkan Aletta menuju kamarnya. Aletta berteriak memanggilnya sambil menangis. Tapi dia berpura-pura tidak mendengar. Gafa tahu dia terlalu keras pada Aletta, tapi dia juga harus tegas. Semua yang dia lakukan demi kebaikan Aletta. Gafa yakin Aletta pasti sedih mendengar ucapan Gafa. Dia sengaja mengatakan itu agar anaknya menyadari kesalahannya. Tidak lama lagi gadis itu pasti menyesal dan meminta maaf padanya. Anak gadisnya yang penurut pasti akan kembali. ke Aletta menyembunyikan wajahnya di bantal. Dia masih sedih memikirkan ucapan papanya. Kenapa papanya bicara seperti itu, sih? Aletta kan sayang pada papanya. Dia tidak mungkin tidak menganggap Gafa sebagai papanya. Aletta benar-benar tertohok dengan ucapan Gafa. Apa dia benar-benar sudah sangat nakal hingga papanya bicara seperti itu? Dia benar-benar menyesal. Dia tidak akan melawan papanya lagi. Dia akan berusaha menjadi anak kesayangan Gafa lagi. Gadis itu mengusap air matanya sambil berusaha memejamkan matanya. Ini masih pukul delapan malam. Dia sudah mengantuk, tapi tidak bisa tertidur. Dia bangkit dari kasur dan keluar dari kamar. Dia ingin ke rumah Yuda untuk menanyakan PR. Meskipun dia yakin Yuda tidak akan tahu mereka ada PR atau tidak, Aletta akan tetap ke rumahnya. Dia keluar dari kamar dan melihat Gara yang juga baru keluar dari kamarnya. Dia memanggil Gara dan berlari ke arah abangnya itu. Gara terdiam melihat Aletta yang mendekat ke arahnya. 207 “Abang,” baru saja Aletta akan berbicara, Gara sudah memeluknya dengan sayang. “Abang maafin. Abang juga minta maaf udah jahat sama kamu. Kita baikan ya?” kata Gara. Aletta mengangguk antusias dalam pelukan Gara. Dia bersyukur punya Gara, abang yang paling mengerti dirinya. Aletta tidak perlu mengatakan apa pun. Gara sudah paham tentang dirinya. “Jangan nakal lagi. Nurut sama keluarga ya? Nggak boleh ngelawan, nanti dosa,” sambung Gara. Aletta melepaskan pelukannya, lalu mencium pipi Gara sekilas. “Letta sayang Abang!” teriaknya sambil berlari menuruni tangga. Gara tersenyum tipis melihat kelakuan adiknya. Dia sayang pada Aletta. Dia tidak bisa marah terlalu lama dengan Aletta. Kalau mereka bermusuhan, tidak ada lagi adik yang bisa Gara jahili di rumah. ae “Abah! Tadi Letta liat perempuan cantik keluar dari sini. Itu siapa? Pacar baru Abah ya?" tanya Aletta sambil duduk di samping Dodi. Tadi, saat dia akan masuk ke rumah Yuda, dia berpapasan dengan seorang perempuan cantik yang tidak dia kenal. Biasanya dia tahu siapa saja yang datang ke rumah Yuda. Karena hampir setiap hari dia datang ke sana. “Bukan pacar Papa, Aletta. Kamu ini ngomongnya jangan gitu. Kalo Tante Rifa dengar kan bahaya,” bisik Dodi. Aletta nyengir. “Jadi yang tadi siapa?" “Itu dokter,” jawab Dodi. “Wah, dokter? Abah sakit? Sakit apa? Nggak parah, kan?” tanya Aletta dengan panik. Dodi tersenyum lagi. Dia punya senyum yang manis dan Aletta menyukai senyum abahnya itu. 208 “Papa baik-baik aja. Nggak sakit.” “Terus yang sakit siapa? Tante Rifa ya? Tante sakit apa? Hamil adiknya Yuda ya?” “Sembarangan(" teriak Rifa sambil meletakkan secangkir teh di meja depan Dodi. Dia melotot pada Aletta. Enak saja Aletta mengatainya hamil. Satu anak saja susah mengurusnya. Tapi kalau Aletta mau jadi anaknya sih Rifa tidak menolak. “Yang sakit itu Yuda,” kata Rifa. “Th, Yuda bisa sakit ya? Kaget Letta tuh.” “Ya bisa dong, Ta. Yuda juga manusia tau. Emang kamu kira dia anak setan! Sana jengukin biar cepat sembuh,” suruh Rifa. Sebenarnya Aletta ingin mengangguk saat Rifa mengatakan Yuda anak setan. Tapi dia tidak mau Rifa murka. Dia tersenyum polos, lalu berjalan menuju kamar Yuda. Dia penasaran Yuda sakit apa. Ya ampun, dia benar-benar tidak menyangka Yuda bisa sakit. Aletta membuka pintu kamar Yuda tanpa permisi. Dia melirik Yuda yang sedang berbaring di kasur sambil menutup matanya dengan lengannya. Dia mendekati Yuda dan duduk di kasur sebelahnya. “Oi Kuda! Sakit boongan ya? Tadi kan masih nyampah di grup,” cibir Aletta. “Woi, Kuda! Bangun! Ada cewek cantik di sini.” “Berisik, Ta! Pulang sana!” usir Yuda tanpa membuka matanya. Aletta merasa kesal dan memukul kaki Yuda kuat. Yuda menjerit. Pasalnya Aletta memukul kakinya yang sedang bengkak karena terjatuh dari motor. “Eh, sakit beneran ya?” “Lo pikir aja sendiri!” bentak Yuda sambil mengusap kakinya. “Ya maaf. Letta kira Yuda nggak bisa sakit. Soalnya kan biasanya nyakitin,” jawabnya polos. Yuda menatapnya dengan geram. Dia menarik rambut belakang Aletta kuat, hingga gadis itu jatuh di kasur. 209 “Yuda kasar banget sih. Letta nggak suka cowok kasar. Jadi cowok baik dong kayak Abah.” “Bodo amat lo gak suka gue. Gue juga gak suka sama lo!” ketus Yuda. “Jangan jujur gitu jadi orang. Letta baper tau. Patah hati nih,” ucap Aletta sambil memasang wajah pura-pura tersakiti. “Ta, keluar sana dari kamar gue. Gue sakit, bisa sekarat, terus mati kena darah tinggi gara-gara lo. Keluar sana!” “Enggak. Letta mau nemenin Yuda aja biar cepat sembuh.” Cepat sembuh katanya? Yuda bisa semakin sakit karena terus berteriak padanya. Aletta ini polos atau bodoh sih? Yuda benar-benar tidak tahan berada di dekatnya. Kalau saja kakinya tidak sedang bengkak, dan badannya tidak lemas, sudah Yuda seret dia keluar dari kamarnya. “Keluar lo sana. Jangan sampe gue teriakin orang gila ya.” “Dasar kerempeng, gak punya abs. Gak punya hati! Gak bakal Letta Jengukin lagi.” “Bagus kalo gitu. Gue bakalan cepat sembuh kalo gak liat muka lo. Dasar dada rata!" “Abah! Yuda jahat! Dia ngomongin dada!" teriak Aletta sambil berlari keluar kamar Yuda. eee Ponce’ 210 Nr menatap Aletta penuh perhitungan. Ingin rasanya Yuda menjambak rambutnya kuat. Hari ini Yuda masih belum masuk sekolah, jadi Aletta datang untuk menjenguk. Dia masuk ke kamar Yuda membawa bermacam makanan, lalu menyuapkan ke mulut Yuda hingga laki-laki itu ingin muntah. “Lo beneran mau bunuh gue ya? Keluar lo sana dari kamar gue!” sinis Yuda. Aletta tidak peduli. Dia kembali menyodorkan makanan ke mulut Yuda dan langsung ditepis laki-laki itu. “Gue udah kenyang!” teriak Yuda. “Makan lagi biar cepat sembuh. Biar gemuk. Letta nggak suka cowok kerempeng.” “Yang nyuruh lo suka sama gue siapa emang?” “Nggak ada sih. Kasian aja sama Yuda. Soalnya kan nggak ada cewek yang suka sama Yuda,” jawabnya. Yuda terbahak sambil menoyor kening Aletta berulang-ulang. “Sok tau lo nggak ada yang suka sama gue. Yang ada elo tuh nggak ada yang suka.” "Dih, siapa bilang? Ada kok yang nyatain cinta sama Leta!” jawab Aletta, membuat Yuda terkejut sambil melotot. “Si... siapa?” tanya Yuda penasaran. Dia melihat wajah Aletta yang memerah. Apa benar ada yang suka dengan gadis aneh ini? Tapi siapa? “Ada deh! Nggak usah kepo! Kepo itu berujung kecemburuan. Situ kan baperan!" ejek Aletta dengan tampang yang ingin Yuda tabok. Gadis itu meletakkan semua makanan yang dia bawa di meja samping kasur Yuda. Setelah itu dia naik ke kasur sambil berbaring dengan santainya. “Ta, kalo mau tiduran di kamar gue, pintunya buka dulu sono,” suruh Yuda. 211 “Males. Kenapa emangnya?" tanya Aletta polos. “Kalo duaan di kamar ntar ada fitnah. Dikira gue ngapa-ngapain elo lagi. Padahal mah, napsu juga kagak.” “Kalo nggak napsu, ya udah selesai.” “Nggak bisa gitu, Tata. Ntar orang ketiga setan, bego!” ujar Yuda kesal. “Berarti nanti setannya jadi dua. Satu Yuda, satu setan beneran,” ucapnya kalem. Cukup sudah. Yuda tidak tahan lagi. Dia langsung menerjang Aletta. Maksudnya, menjambak rambut Aletta kuat. Dia tidak peduli meskipun Aletta menjerit kesakitan. “Lepasin, Yuda. Sakit, bodoh!” teriak Aletta. “Ngomong kasar lo ya. Gak bakal gue lepas!” Yuda terus menjambak rambut Aletta, sementara gadis itu mencubiti lengannya. Tanpa mereka sadari, seseorang memperhatikan mereka dari celah pintu. Orang itu tersenyum miring sambil mengambil foto mereka. Setelah itu dia mengirimkan gambar itu pada seseorang. Rifayu Alsa : Pijah, bilangin sama suami lo si Gapah galak itu Bentar lagi kita jadi besan. Anak kita mesra ya @ Me Aletta dan Yuda duduk di sofa ruang tamu Yuda sambil bertatapan sinis. Aletta merapikan rambutnya yang kusut karena jambakan Yuda, sementara laki-laki itu sedang mengelus lengannya yang memerah karena cubitan Aletta. “Kalian nggak bosan apa tiap hari berantem? Yang akur kenapa sih?” kata Dodi. Tadinya dia berniat melihat keadaan Yuda yang masih sakit. Tapi dia justru disuguhkan dengan pertengkaran kedua anak itu. “Yuda tuh Abah. Dia kasar sama Letta. Anak siapa sih dia? Abah aja kalem. Dia tuh titisan Mak Lampir!” “Kamu ngatain Tante Mak Lampir?” geram Rifa. Aletta nyengir dan Yuda hanya memutar matanya malas. “Kalian itu sama-sama anak Papa. Jangan berantem terus lah. Papa 212 nggak suka. Ayo baikan. Saling minta maaf,” suruh Dodi. “Gak mau!" jawab Aletta dan Yuda berbarengan. Dodi memijat kepalanya yang terasa pusing akibat kelakuan dua bocah itu. Mereka berdua sama-sama keras kepala. “Terserah. Kalo nggak mau baikan, Papa juga marah. Jangan ngomong sama Papa kalo kalian masih suka berantem!” tegas Dodi sambil berjalan menuju kamarnya yang diikuti oleh Rifa. Kedua anak itu melongo memperhatikannya. “Abah ngancemnya kok kayak Papa sih. Sebel!” gerutu Aletta. “Bapak-bapak ngancemnya emang gitu kali,” sahut Yuda. “Nggak usah ngomong sama Letta. Kita nggak temenan!” Aletta menjulurkan lidahnya pada Yuda. Tiba-tiba dia merasakan ponselnya bergetar. Panggilan masuk dari Keeyara. Biasanya, kalau Keeyara menelepon, pasti memberi informasi penting tentang idola mereka. Langsung saja Aletta menjawab panggilannya. “Halo.” “Aletta! Gue ada info penting buat lo. Tau gak? Besok sore Bang Rion jadi bintang tamu lagi di acara musik. Live, Ta. Acaranya sore di depan mail gitu kayaknya. Eh apa enggak ya? Ah, pokoknya kita harus nonton. Waktu itu kan gak jadi nonton," ucap Keeyara panjang lebar. Aletta sudah tersenyum senang dan ingin menyetujui ajakan Keeyara. Tapi dia sudah janji akan jadi anak baik demi papanya. “Ta, lo denger gue kan?” “Leta nggak ikut,” sahutnya lirih. “What? Kenapa? Bokap lo gak ngasih ya? Tenang aja, ntar gue yang minta izin. Kalo sama gue pasti diizinin deh. Ini gak boleh dilewatkan. Gue harus bisa foto sama Bang Rion. Pokoknya besok sore gue jemput. Kita pergi sama sopir gue. Udah jangan bantah. Bye!” Aletta. menatap ponselnya dengan kesal. Keeyara langsung memutuskan panggilannya. Aletta harus apa sekarang? Dia tidak bisa berhenti mengidolakan Rion. Dia masih ingin menjadi fans Rion yang suka menonton filmnya, mendengarkan lagunya, dan mengumpulkan 213 fotonya. Tunggu dulu, papanya bilang tidak masalah kan dia mengidolakan Rion, asal tidak bertemu? Dia masih bisa menonton Rion menyanyi dari jauh. Dia juga bisa mengambil fotonya dari jauh. Mereka tidak akan bertemu, kan? Jadi, Aletta akan ikut dengan Keeyara. Dia akan kembali menjadi stalker. Di sampingnya, Yuda memperhatikan Aletta dengan diam. Aletta ini benar-benar seperti orang gila. Kadang cemberut, lalu tersenyum sendiri. Jangan-jangan dia kerasukan. “Yuda, kita temenan yuk?" ucap Aletta sambil menatap Yuda dengan senyum manisnya. Ya ampun, Yuda tidak akan luluh. Yuda sudah tahu kalau gadis ini licik. Dia pasti menginginkan sesuatu dari Yuda. "Nggak usah bacot. Lo mau apa?” tanya Yuda dengan pandangan menyelidik. Aletta tersenyum semakin lebar. Dia mendekati Yuda sambil merangkul tangannya. “Keeyara ngajak nonton konser Bang Rion. Bukan konser sih, cuma nyanyi biasa. Temenin ya?” rayu Aletta. “Kagak! Lo gak boleh ketemu dia lagi. Bandel banget sih. Ini kepala isinya batu ya?” “Letta kan nge-fans sama dia. Cuma nonton doang sama ambil foto dari jauh buat kenang-kenangan. Nggak bakal ketemu deh. Janji.” “Nggak percaya gue sama lo!” “Letta janji pokoknya cuma nonton dari jauh doang. Makanya Letta ajak Yuda buat jagain Letta supaya nggak nerjang itu artis. Kalo Letta ketemu dia, tarik langsung bawa ke kafe traktir es krim. Ya?" “Enak di elo, ngenes di gue. Traktir mulu tau lo. Janji kan cuma nonton dari jauh?" tanya Yuda meyakinkan. Aletta mengangguk. “Nggak ketemu, kan?” tanya Yuda sekali lagi untuk memastikan. Aletta kembali mengangguk. “Oke.” “Yesss! Maaciw Mas Yuda. Sayang Abah!" teriak Aletta sambil memeluknya sekilas. Setelah itu dia berlari menuju pintu rumah Yuda. Mungkin dia akan kembali ke habitatnya. “1 eeDenees 214 HM -pa, ini kapan kelarnya, sih? Dah sore ini. Ngantuk, Ta.” Yuda aaa di samping Aletta, sementara gadis itu menatap kesal. Seperti yang dijanjikan Yuda, dia benar-benar menemani Aletta dan Keeyara menonton acara musik yang menampilkan Rion. Kedua gadis itu sedang menikmati lagu yang dinyanyikan artis yang Yuda tidak tahu siapa namanya. Dan yang membuat Yuda heran adalah, kenapa sampai acara hampir selesai, Rion tidak juga muncul? “Ta, lo yakin si Rion itu ada? Ini udah mau selesai dia kagak nongol. Ayo pulang," ajak Yuda. Dia benar-benar tidak tahan berada di keramaian, kepanasan, dan kehausan. Dia ingin membeli minum, tapi Aletta menahan tangannya dan tidak membiarkannya ke mana pun. Ya ampun, kenapa pula penjual minuman keliling tidak datang ke arahnya? “Haus, Ta. Ya Allah, mati gue di sini.” “Sabar, Yuda. Bang Rion nongolnya belakangan. Artis terkenal itu emang munculnya suka di akhir acara. Soalnya paling dinantikan,” jelas Aletta. “Bodo amat. Lain kali jangan ajak gue lagi!" “Berisik banget sih, Yud. Lo bawelnya ngalahin cewek PMS tau gak?” sinis Keeyara. “Gak tau!" jawab Yuda ketus. Kedua gadis itu melotot padanya. Lalu tiba-tiba terdengar jeritan para gadis menyebut nama Rion. “Nah, itu Bang Rion. Bang Rion, I love you!” teriak Keeyara sambil melompat. “Bang Rion ganteng banget sih!” “Bang Rion jomblo, tembak Adek, Bang.” 215 “Go Rion go. Go Rion go!” Yuda mendengus kuat mendengar teriakan para gadis itu. Aletta dan Keeyara bahkan sudah menjerit histeris saat Rion menyanyikan lagu andalannya, I Miss You. Mereka juga sibuk merekam, dan mengambil foto Rion sebanyak mungkin. Norak, batin Yuda. Kasih, dengarkan hatiku. Setiap hari dan setiap malam aku merindukanmu. Setiap waktu hatiku menjeritkan namamu. Kasih, apa kabarmu? Meskipun kau tidak di sisiku. Meskipun aku tidak bisa melihatmu sekarang. Satu hal yang harus kau tahu, I miss you.... Yuda hampir saja terbahak mendengar lagu yang dinyanyikan Rion. Astaga, lagu macam apa itu? Yuda juga bisa menyanyi seperti itu. Ya ampun, jadi artis seperti ini yang diidolakan Aletta? Serius? Seperti tidak ada yang lebih bagus saja. “Duh, Bang Rion! Kangen Abang juga!” “Hati akoh juga menjeritkan nama Abang selalu.” Jangan tanya itu suara siapa! Tentu saja Aletta dan Keeyara. Mereka ikut bernyanyi sambil menggoyangkan badan. Ya ampun, kapan penderitaan Yuda berakhir? Dia pasrah saja dengan kelakuan kedua gadis itu. Terserah mereka mau melakukan apa. Yuda tidak peduli. "Yah abis," keluh Aletta saat Rion sudah selesai bernyanyi. Dia bahkan hanya menyanyikan satu lagu saja. Tapi penontonnya sudah merasa seperti hadir di konser tunggal laki-laki itu. “Cepet banget sih, ah! Eh Ta, ayok ke samping panggung. Dia kan turun dari sono tuh. Gue mau foto bareng!" teriak Keeyara. Aletta sudah akan mengangguk, tapi Yuda langsung menabok mulutnya. "Coba aja lo ngomong iya, gue tinggalin!” ancam Yuda. Aletta 216 cemberut. “Aelah Yud, lo udah kayak Om Gafa aja. Udah ah, gue ke Bang Rion dulu. Kalian pulang duluan aja. Gue bareng sopir,” pesan Keeyara sebelum berlari mengejar Rion. Yuda berdoa semoga Keeyara tidak bertemu dengan artis pujaannya itu. “Ayo cabut. Gue haus!” ajak Yuda dengan ketus. Aletta menata Yuda sambil menggaruk pipinya. Dia ingin ikut Keeyara berfoto dengan Rion. Setelah itu dia akan pulang. Permintaanya tidak berlebihan, kan? Tapi dia yakin, Yuda tidak akan mengizinkannya. “Yuda," panggil Aletta manja. “Gak usah ngomong, Ta. Lo udah janji cuma nonton sama foto dari jauh. Gak ada acara ketemu!” sentak Yuda. Aletta terbengong. Ya ampun, dia bahkan belum mengatakan apa pun. Kenapa Yuda tahu apa yang akan dia ucapkan? Yuda ini benar- benar luar biasa. Yuda sangat memahami dirinya. Tapi, Aletta masih ingin berfoto dengan Rion. Dia harus cepat sebelum idolanya itu pulang. “Yuda, tunggu sebentar ya!" teriak Aletta sambil berlari menuju ke arah Keeyara dan meninggalkan Yuda yang menatapnya datar. Yuda bahkan tidak mengejarnya. Ada apa dengan Yuda? Biasanya dia akan marah saat Aletta tidak mendengarkan ucapannya. “Biarin, Yud. Serah dia mau ngapain. Lo gak berhak ngelarang. Emang lo siapa? Bapaknya bukan. Abang juga bukan,” omel Yuda. er Rion mengelap keringat di lehernya dengan handuk yang diberikan Agam. Dia baru saja selesai mengisi acara musik di salah satu mall yang ada di Jakarta. Akhir-akhir ini jadwalnya tidak terlalu padat karena Rion tidak menerima tawaran syuting film untuk beberapa bulan ke depan. Biar bagaimanapun, dia juga manusia yang butuh istirahat. Rion ingin istirahat sejenak dari aktivitas syuting yang melelahkan itu. Kalau 217 menjadi bintang tamu di suatu acara, mungkin dia akan terima. Karena itu tidak memakan waktu yang lama. Rion tahu dia akan tampil di akhir acara. Tapi dia sengaja datang cepat. Dia malas mendengarkan ocehan Agam jika mereka terlambat. Padahal Rion hanya menyanyikan satu lagu saja. Tapi Agam terlihat sangat kerepotan. Tadinya Rion akan menyanyikan lagu yang berjudul Face. Tapi saat dia naik di atas panggung, matanya langsung menatap seseorang yang akhir-akhir ini dipikirkan. Itu Aletta, si Medusa. Dia berdiri tidak Jauh dari panggung. Jadi Rion bisa melihatnya dengan jelas. Gadis itu terlihat tidak sabar menunggu Rion bernyanyi. Entah apa yang dia pikirkan, Rion berbicara pada pemain musik itu dan mengatakan kalau dia akan mengganti lagunya. Untung saja tidak ada yang protes. Dia mengganti judul lagunya dengan I Miss You. Dia memang sudah gila, karena berniat menyanyikan lagu itu untuk si Medusa. Bahkan, saat dia menyanyi pun dia tetap menatap ke arah Aletta. Tapi sepertinya gadis itu tidak menyadari tatapannya. Dia sibuk bernyanyi, bergoyang, dan merekam Rion. Saat dia turun dari panggung, dia mendengar seseorang me- manggilnya. Dia pikir itu Aletta, jadi dia menoleh dengan cepat. Tapi ternyata itu orang lain. Rion tersenyum samar saat beberapa fans-nya mendekat dan meminta berfoto bersama. Setelah mereka pergi, suara seseorang kembali menghentikannya. Dia menoleh dan menemukan seorang gadis sedang berlari ke arahnya. Sepertinya Rion pernah melihat gadis itu. Tapi di mana? “Bang Rion, foto dong,” pinta Keeyara. Rion tersenyum sambil mengangguk. Belum sempat mereka berfoto, seseorang muncul dan berdiri di samping gadis yang memanggil Rion. “Ikut!" teriak Aletta sambil tersenyum cerah. Rion mengerjapkan matanya, lalu tersenyum melihat Aletta. Ya ampun, kenapa rasanya dia benar-benar merindukan gadis ini? Padahal dia hanya gadis kecil menyebalkan. Tapi kehadirannya kenapa seolah dinantikan oleh Rion? 218 Rion tidak biasanya begini. “Bang Rion, ayok foto,” ajak Aletta. Rion mengangguk dan mereka pun berfoto bertiga. “Makasih ya, Bang Rion. Ngomong-ngomong, itu handuknya boleh gak buat aku, Bang? Mau aku simpen di lemari kaca buat pajangan,” kata Keeyara. “Jangan bikin malu, Ki!” ketus Aletta. Keeyara mendengus kuat. “Kalian saling kenal?" tanya Rion. “Kenal, Keeyara ini temennya Letta,” jawab Aletta. Rion tersenyum tipis, lalu menyerahkan handuk bekas keringatnya pada Keeyara hingga gadis itu menjerit histeris. Aletta dan Rion tertawa melihat tingkahnya. “Ya ampun, keringatnya aja wangi banget. Nggak bakal gue cuci ini handuknya sampe tujuh turunan!” pekik Keeyara kegirangan. “Bodo amat Ki. Suka-suka situ aja lah,” cetus Aletta. “Kamu apa kabar?” tanya Rion. Dia bahkan mengabaikan Agam yang terus memberikan kode agar mereka segera pergi. “Letta baik, sehat, masih cantik.” “Kenapa kamu nggak pernah balas chat saya? Katanya kamu udah maafin saya. Kontak saya kamu blokir ya?" bisik Rion. Aletta diam sejenak, lalu menggelengkan kepalanya. “Letta jarang buka pesan. Kalo pegang HP bukanya Instagram, Twitter, sama YouTube," kata Aletta. Rion mengangguk paham. Dia tidak ingin terlalu mencampuri urusan gadis itu. Dia kan bukan siapa- siapa. “Kalian ke sini berdua? Pulang naik apa? Bareng saya aja gimana?” tawar Rion. “Mau sih, Bang. Tapi Keeyara udah sama sopir. Aletta juga sama Yu... da. Eh Ta, Yuda mana?" tanya Keeyara heboh saat tidak melihat Yuda. Aletta melotot sambil menepuk keningnya kuat. “Ya ampun, Yuda! Letta lupa. Letta pulang duluan ya. Dah Bang Rion.” Aletta melambaikan tangannya pada Rion. Tapi laki-laki itu 219 menahan tangannya. “Nanti, kalo saya chat balas ya?” pinta Rion. Mau tidak mau Aletta mengangguk. Rion mengacak rambut gadis itu sekilas lalu membiarkannya berjalan menjauhi dirinya. Setelah itu dia menghampiri Agam yang sudah menekuk wajahnya karena menunggu terlalu lama. Sementara itu, Aletta berjalan ke sana kemari mencari Yuda. Dia dan Keeyara sepakat berpisah dan pulang ke rumah masing-masing. Tapi Aletta lupa di mana Yuda memarkirkan motornya. Sampai akhirnya, dia bernapas lega melihat Yuda sedang duduk di atas motornya. Langsung saja Aletta berlari ke arahnya. “Yuda! Ya ampun, maaf ya Letta lupa. Tadi itu Let...” “Ayo pulang!” ucap Yuda dengan nada dingin. Aletta terdiam sambil memperhatikan Yuda yang sibuk menyalakan motornya. Kening Yuda berkeringat. Dia pasti kepanasan menunggu Aletta. “Yuda marah ya?" tanya Aletta pelan. “Menurut lo aja, Ta! Gue ini apa sih? Gue nggak tau lagi gimana cara ngasih tau lo biar lo paham. Gue rela ya, dari pulang sekolah, ganti baju terus lo ajak ke sini. Nggak penting gue belum makan. Nggak penting gue kepanasan, pusing karena banyak orang, haus sampe rasanya gue mau pingsan. Gue nggak peduli, Ta. Yang penting gue liat lo senang. Tapi lo hargai gue dong dikit aja, Ta. Dikiiit aja.” “Lo udah janji kan sama gue cuma nonton sama foto doang. Nyatanya lo samperin juga kan dia? Lo bahkan nyelonong aja ninggalin gue. Lo nggak bisa apa sekali aja dengerin gue? Ini acara musik, Ta. Live! Banyak kamera. Kalo ada yang ngerekam lo ngobrol sama dia, lo mau masuk TV lagi dengan berita yang enggak-enggak?” “Udahlah! Percuma juga lo dikasih tau sama gue. Nggak bakal didengerin. Ayo pulang!” Yuda menarik tangan Aletta agar gadis itu menaiki motornya. Aletta menurut. Dia tidak mau membantah lagi. Dia tahu dia salah. Dia benar- benar menyusahkan Yuda. Tidak masalah Yuda marah padanya. Tapi 220 setelah ini Yuda pasti tidak mau bicara padanya. Aletta tidak suka Yuda mendiamkannya. Yuda menjalankan motornya menuju minimarket. Dia turun tanpa berbicara pada Aletta. Aletta cemberut. Dia sudah menduga Yuda akan memperlakukannya seperti itu. Dia menghampiri Yuda yang sedang mengambil minuman. Dia bertekad akan meminta maaf. “Yuda,” panggil Aletta. Yuda tetap diam. “Letta minta maaf ya? Yuda jangan marah dong. Letta ngaku salah.” “Yuda," Aletta menarik kaus belakang Yuda. “Apa?” balas Yuda dengan cuek. “Maafin Letta. Jangan marah. Kalo marah, nanti Letta nangis loh.” Yuda menatap gadis itu, lalu menghela napas pelan. Mata Aletta terlihat berkaca-kaca. Kalau sudah begitu Yuda bisa apa? Yuda mana bisa marah terlalu lama padanya. Yuda tidak tega. Dengan perlahan, dia mengacak rambut Aletta dengan sayang. “Dimaafin,” sahutnya singkat. Aletta tersenyum cerah sambil melingkarkan lengannya di lengan Yuda. “Makasih ya anak Abah. Sekarang ayok kita cari nasi padang. Belum makan, kan? Letta traktir, deh.” “Lagi nggak pengen, Ta. Gue mau ngemil aja.” “Ngemil apa?” tanya Aletta sambil menatapi makanan ringan yang ada di depannya, “Ngemilikin kamu,” bisik Yuda pelan. “Yuda bilang apa? Letta nggak denger,” ucap Aletta sambil menatapnya bingung. Yuda menggeleng cepat. “Nggak pa-pa, Ta. Udah buruan cari jajan lo biar sekalian dibayar,” balasnya. Aletta mengangguk. Dengan semangat dia mengambil makanan ringan yang ada di depannya. Sementara Yuda berjalan ke kasir sambil mengelus dadanya. Sial! Bisa-bisanya dia bicara seperti itu. “Ya Allah, untung Tata budek.” 221 Hie lo nggak ikut ke kantin?” tanya Vika saat Aletta menelungkupkan wajahnya di meja. Aletta menggeleng tanpa menoleh ke arah Vika hingga para sahabatnya itu menatapnya dengan bingung. “Kenapa ni bocah?" tanya Alfan sambil menunjuk Aletta dengan telunjuknya. Raihan menaikkan kedua bahunya. “Tatanya Bang Yuda kenapa sih? Sakit ya? Males jalan? Mau Babang Raihan gendong gak?” goda Raihan. Ucapannya itu langsung mendapat pukulan kuat di bahunya. Jangan tanya siapa pelakunya. Sudah pasti Yuda Pratama. Yuda mengangkat kepalan tangannya di depan wajah Raihan. Bukannya takut, Raihan justru bersiul menggoda. “Lo lagi diet ya, Ta? Gak usah pake diet segala gue tetep naksir kok, Ta. Kalo lo gendut pasti makin gemesin. Dah yok makan dulu,” kata Alfan. Aletta tetap menggelengkan kepalanya. “Ya udah lo mau makan apa, titip aja sama gue," sahut Vika. Untuk kesekian kalinya Aletta menggeleng. Entah apa yang terjadi pada gadis itu. Tidak biasanya dia bersikap seperti ini. “Udah kalian ke kantin aja. Keburu abis waktu istirahat. Letta masih kenyang kok. Sana sana!” Aletta mengibaskan tangannya mengusir Yuda dan yang lainnya. “Ayo ke kantin,” Dhika menarik tangan Vika secara tiba-tiba hingga tubuh gadis itu menegang. Ya ampun, dia masih tidak terbiasa dengan perlakuan Dhika yang mendadak perhatian dengannya. Dia pasrah mengikuti ke mana Dhika membawanya. Raihan dan Alfan berjalan di belakang mereka sambil bersiul menggoda. Sementara Yuda, dia masih di kelas dan memperhatikan kelakuan Aletta yang semakin aneh. Dia berdiri di samping gadis itu, lalu meletakkan sebelah tangannya di 223 kepala Aletta sambil mengelus rambutnya pelan. “Ta, lo mau makan apa? Gue beliin deh,” kata Yuda. Aletta tidak menjawab. “Lo gak ada duit jajan, Ta? Biasa juga lo malakin gue.” Yuda masih mengelus kepala gadis itu. Tapi karena tidak ada jawaban, perlahan tangannya yang mengelus rambut Aletta berubah menjambak rambut gadis itu kuat. “Tata!” teriak Yuda sambil menarik-narik rambutnya. “Sakit woi! Lepasin!" Aletta melirik sinis ke arah Yuda sambil memajukan bibirnya. Dia sedang merajuk sekarang. “Nggak usah dimonyongin gitu bibir lo! Makin nggak berbentuk muka lo itu. Udah ah, gue ke kantin dulu. Nanti gue bawain jus,” ucap Yuda sambil berjalan keluar kelas menyusul Raihan dan yang lainnya ke kantin. “Papa, kayaknya Letta sakit, deh. Ada yang nggak beres sama jantung Letta. Letta nggak mau mati,” lirih Aletta sambil kembali menyembunyikan wajahnya di meja. ae Sementara itu di kantin, Yuda menghampiri meja Raihan dan yang lainnya. Vika dan Dhika sedang menyantap bakso. Raihan sedang memakan nasi gorengnya. Lalu Alfan sedang menyeruput jus jeruk sambil memainkan ponselnya. Yuda duduk di samping Alfan sambil meminum Pop Ice yang sengaja dipesankan Raihan untuknya. “Lah, si Letta mana? Gue kira dia bakal ngikut sama lo,” kata Dhika. “Kagak mau dia,” jawab Yuda santai. “Tatanya Bang Yuda tatit ya? Butuh tatih tayang? Babang Raihan rela kok ngasih tatih tayang buat Tata,” cetus Raihan. “Ngomong gitu sekali lagi gue sumpel sambel mulut lo ya,” ancam Alfan. Raihan mencibir pelan. “Kayanya Letta galau deh masih kepikiran cowok yang nembak dia. Diterima apa enggak ya?” cetus Vika. Ucapannya itu membuat Yuda 224 terkejut dan menyemburkan minumannya hingga mengenai wajah Vika. “Jorok banget sih lo, Yuda. Jijik ih, bekasan mulut lo kena muka gue!” teriak Vika. Alfan menepuk-nepuk punggung Yuda sambil menahan tawanya. “Lo gosok gigi kan tadi pagi, Yud? Sumpah lo ngeselin banget!” omel Vika. “Udah diem, Vik. Berisik banget lo. Malu diliatin orang,” kata Dhika sambil mengelap wajah Vika yang basah dengan tangannya. Mendapat perlakuan seperti itu Vika langsung bungkam. “Tadi lo bilang apa, Vik? Tata ditembak cowok? Siapa?” tanya Yuda penasaran. “Cie, Bang Yuda kepo, cie,” goda Raihan. Yuda hanya meliriknya sekilas dan kembali menatap Vika menuntut jawaban. “Vika, jawab! Lo kalo ngomong jangan setengah-setengah!” Yuda mulai tidak sabaran. “Kasih tau, Vik. Kasian itu yang kepo sama gebetannya,” sahut Dhika. “Sabar kali, Yud, ah. Jadi gini, waktu itu Aletta pernah ngomong ke gue. Dia bilang dia pernah ditembak cowok. Tapi dia nggak tau kudu jawab apa," jelas Vika. “Siapa?” tanya Yuda cepat. “Ya Allah, kok mendadak panas ya di sini,” cetus Alfan sambil berpura-pura mengipasi wajahnya dengan telapak tangannya. “Cemburu menguras air laut. Ya kagak selesai-selesai hahahaha!” Raihan tertawa. “Berisik woi. Diem dulu," cetus Vika “Gue nggak tau siapa. Kayaknya sih anak kelas kita. Orangnya nggak bisa ditebak. Soalnya kan Aletta deket sama kita-kita doang di kelas. Dia jarang ngobrol sama temen cowok, kan?” “Gimana mau ngomong. Disapa cowok aja ada yang melotot,” cetus Dhika sambil melirik ke arah Yuda. Yuda sedang terdiam. Mungkin dia sedang memikirkan siapa teman sekelasnya yang menyukai Aletta. “Tuh kan Yud, gue bilang juga apa. Tembak aja si Tatanya elo. 225 Jangan sampe keduluan orang lain,” sahut Raihan. “Ngomong apa sih lo? Nggak jelas banget. Ngapain gue nembak Aletta?” tanya Yuda. “Aelah pura-pura. Semua juga tau kali, Yud. Lo keliatan aja sok jahat sama dia. Padahal mah cincah matih. Ya kan ya, kan? Ngaku lo!” teriak Vika. “Sok tau lo!” ketus Yuda. “Nggak usah gengsi, Yud. Nggak pa-pa juga kalo lo suka sama Aletta. Nggak dosa, bego. Nanti kalo diambil orang, lo nyesel.” Dhika ikut memanasi Yuda. “Nah itu. PDKT sono, Yud. Sebelum temen sekelas yang nggak tau siapa orangnya tapi diem-diem berpotensi menikung, mending lo harus maju duluan! Kan lo duluan yang deket sama Aletta.” Alfan berusaha menyemangatinya. “Itu kenapa gue nggak suka yang namanya PDKT!” cetus Yuda. “Kenapa?” tanya Vika sambil menahan senyum. Tanpa sadar, Yuda mengakui kalau dia benar-benar menyukai Aletta. “Lo pada tau kan kepanjangan PDKT?” tanya Yuda. Raihan dan Dhika menggeleng. “Pendekatan bukan sih?" Alfan balik bertanya. Yuda tersenyum miring. “Pas Deket Ketikung Temen!” tegas Yuda sambil berdiri dari bangkunya. “Ayam, bebek, cicak, domba, entok, kebun binatang!” teriak Raihan sambil tertawa. Sampai akhirnya seseorang duduk di samping mereka. “Hai, boleh gabung, kan?” tanya Mikaila. Semua menatapnya sambil melongo. Tidak ada yang menjawab ucapannya. Hanya Raihan yang mengangguk sambil mempersilakan Mikaila duduk. “Ada apa ini ya, kok artis mau gabung ama kita?” tanya Dhika. Mikaila hanya tertawa. “Gue kan anak baru di sini. Temen gue belum banyaklah. Meski gue artis, tetep aja harus hati-hati cari temen. Menurut gue, kalian seru. Jadi nggak masalah kan kalo gue mau dekat 226 sama kalian?” “Nggak masalah sih,” komentar Vika. “Oh ya, gue denger lo dekat sama Aletta?” tanya Mikaila sambil menatap Yuda. “Iya. Gue temenan sama dia sejak kecil. Kenapa emang?” “Nggak pa-pa sih. Gue liat kayaknya lo sayang banget sama dia.” he “Yud, lo kagak nulis soal yang di papan itu?” Raihan menyenggol lengan Yuda pelan. Yuda menggeleng sambil mencoreti belakang bukunya. “Ya ampun Yuda, kapan kamu bertaubat, Nak? Jangan jadi anak pemalas terus. Ayo belajar!” sambung Raihan. “Males gue. Bentar lagi juga pulang. Itu soal bakalan jadi PR. Dan sejak kapan gue rajin ngerjain PR?” Yuda menaikkan sebelah alisnya hingga Raihan menoyor keningnya sekilas. Dia masih memikirkan, kira- kira siapa laki-laki yang berani menyukai Aletta. Kalau dia tahu siapa orangnya, dia akan... akan apa ya? Yuda juga tidak tahu akan melakukan apa. Melirik ke bangku yang paling pojok. Di sana ada Ataka dan Fadil. Mereka berdua sering berbicara dengan Aletta. Itu karena Yuda sering bermain basket dengan mereka sehingga mereka mempunyai kesempatan mengobrol saat Aletta melihatnya bermain basket. Lalu dia menatap laki-laki yang duduk di barisan dekat pintu kelas. Di sana ada Niko dan Bobi. Niko itu memakai kacamata tebal. Dia pintar. Dia juga sering berbicara dengan Aletta mengenai pelajaran. Tidak mungkin dia kan orangnya? Yuda juga melirik Mamat yang duduk di depan Dhika. Sebenarnya namanya Ahmad. Tapi lebih sering dipanggil Mamat. Dia tinggi dan lumayan tampan. Tapi dia jarang mandi. Alfan sering mengeluh karena mencium bau badannya. Tidak mungkin kan orang seperti itu menyukai Aletta? Mungkin saja sih, tapi Aletta tidak mungkin suka. 227 Yuda berhenti memperhatikan teman yang lainnya. Sekarang fokusnya pada Raihan, Dhika dan Alfan. Bisa saja kan salah satu dari temannya ini yang menikungnya? Tapi sekarang kan dia sedang dekat dengan Vika. Raihan dan Alfan? “Nggak mungkin! Bego banget kalo gue mikir mereka orangnya,” bisik Yuda. “Ngoceh aja lo Sapi! Beresin buku lo! Pulang!” Alfan menoyor kepala Yuda hingga kesadarannya kembali. “"Yuda, ayo pulang,” ajak Aletta. Dia sudah selesai membereskan buku-bukunya. Dia bahkan sudah memakai tasnya. Yuda mengangguk sekilas, lalu mulai membereskan buku-bukunya. Alfan dan Raihan sudah keluar lebih dulu. “Ayok Vik, katanya lo mau beli novel. Buruan!” ajak Dhika. “Th, kan gue bilang perginya sama Keeyara. Lo pulang aja sana. Nanti Keeyara ke sini kok jemput gue.” “Telepon Keeyara. Bilang aja pergi sama gue!” tegas Dhika. Dia menarik tangan Vika keluar kelas. Dia bahkan tidak mendengar teriakan protes dari Vika. Anehnya lagi, Vika tidak mengigitnya seperti saat dia menggigit orang yang menurutnya menyebalkan. Ya ampun, Vika benar-benar menyukai Dhika ternyata. “Cabut.” Yuda menarik rambut Aletta agar mengikutinya berjalan. Aletta memukul tangannya kuat hingga terlepas dari rambutnya. “Yuda tuh kasar banget sih sama cewek. Gak ada manis-manisnya. Dasar nyebelin!” teriak Aletta. Dia berlari keluar kelas meninggalkan Yuda yang menggaruk tengkuknya “Manis? Emang gue gula?" gerutu Yuda. ee Yuda memasukkan sebelah tangannya ke dalam saku celananya. Dia menarik napas kasar, lalu mendekati Aletta yang sibuk berjalan ke sana kemari seperti bocah lima tahun yang kebingungan mencari keberadaan mamanya. Saat ini, dia dan gadis menyebalkan itu sedang berada di salah satu mall. Itu semua karena Aletta tiba-tiba merajuk 228 dengan Yuda. Alasannya karena Yuda menjambaknya. Padahal, Yuda sudah sering melakukan itu. Kenapa baru sekarang dia marah? Dasar aneh. Yuda yang memang baik hati, pasrah saja saat gadis itu mengajaknya ke mall. Dia bilang itu sebagai permintaan maaf Yuda. Memangnya Yuda bisa menolak saat gadis itu minta sesuatu padanya? Yuda yang kasar, selalu lemah pada tatapan gadis itu. Sebenernya Yuda paling benci diajak ke mall. Dia tidak suka menemani perempuan berjalan ke sana kemari hanya untuk melihat barang, tapi tidak membelinya. Jangan tanya kenapa Yuda bisa tahu. Itu semua karena dia sering menemani mamanya belanja. Mamanya sering membeli barang yang tidak sesuai dengan daftar barang yang akan dibelinya. Aletta melirik ke arah Yuda yang berjalan sambil menunduk. Dia tersenyum tipis sambil mengeluarkan ponselnya. Tanpa membuang waktu, dia mengambil foto Yuda sebanyak mungkin sebelum ketahuan. Yuda itu manusia yang paling tidak suka difoto. Jadi dia tidak akan melewatkan kesempatan ini. Aletta tidak tahu kenapa dia melakukan itu. Yang jelas, sejak ucapan pelan Yuda sewaktu di minimarket waktu itu, Aletta terus memikirkannya. Ya, Aletta mendengar ucapan Yuda. Tapi dia berpura-pura tidak mendengar. Memangnya dia harus mengatakan apa saat Yuda bilang ingin memilikinya? Aletta saja bingung dengan maksudnya. Apa Yuda menyukainya? Sepertinya tidak mungkin. Yuda memang selalu menjaganya. Dia juga rela melakukan apa saja untuk Aletta. Tapi itu semua karena Aletta sahabatnya, kan? Kalau Yuda suka padanya, tidak mungkin Yuda sering kasar padanya. Yuda selalu bicara ketus dan suka menjambaknya. Memangnya itu yang dinamakan suka? Ya ampun, Aletta bingung. Dia masih terlalu kecil untuk memahami perasaannya. Tapi kalau boleh jujur, semakin Aletta dekat dengannya, Aletta merasa nyaman. Akhir-akhir ini Aletta juga tidak terlalu sering memikirkan idolanya itu. Dia memang masih menyukai Rion. Tapi tidak terlalu semangat seperti dulu. Sekarang dia justru mengagumi Yuda. Apa dia juga suka pada Yuda? ‘Ngelamun aja lo! Lo mau beli apa sih sebenarnya?” tanya Yuda 229 yang tiba-tiba berdiri di sampingnya. “Mau es krim. Beliin sana,” suruh Alleta. “Nggak ada duit!” jawab Yuda ketus. “Pelit banget sih. Tau gitu Letta pergi sama Bang Gara aja. Minta apa juga bakal dibeliin,” balas Aletta sini. “Iya iya. Ayok!” Aletta tersenyum puas. Dia mengulurkan tangan kanannya pada Yuda. Yuda mentap tangan itu sambil menyipitkan matanya. "Gandeng,” kata Aletta sambil tersenyum polos. Yuda bergidik ngeri melihat senyuman itu. Dia menyentil kuat kening Aletta, lalu berjalan mendahuluinya. Aletta mengelus keningnya. Sentilan Yuda benar-benar menyakitkan. Matanya bahkan memerah menahan perih di keningnya. “Kayak gitu yang katanya suka? Mustahil! Letta aja yang kepedean,” oceh Aletta. Dia membalikkan tubuhnya membelakangi Yuda sambil menghapus air matanya yang keluar dengan sendirinya. Dia berjalan menjauhi Yuda. Dia sudah tidak berminat dengan es krim. Aletta berjalan ke toko yang menjual boneka. Di melirik sekilas ke dalam toko itu, lalu berbinar saat menemukan satu boneka yang menarik perhatiannya. Saat dia akan masuk ke dalam toko itu, Yuda menarik tangannya. "Ya elah, katanya mau es krim. Kenapa ke sini coba?" tanya Yuda. “Udah nggak minat es krim. Tunggu sini ya, Letta mau beli boneka dulu. Abis itu janji deh kita pulang,” kata Aletta tanpa melihat Yuda. Yuda menarik wajah gadis itu, lalu terdiam melihat kening Aletta yang memerah. Apa dia menyentil Aletta terlalu kuat? “Kening lo kenapa?” tanya Yuda pelan. Aletta menunduk. “Disentil anak Abah,” adunya. “Sakit?” tanya Yuda pelan. Aletta mengangguk. “Maaf, Ta. Gue nggak sengaja. Gue nggak tau kalo bakalan sekuat itu nyentilnya.” Yuda merasa bersalah. Dia mengelus kening Aletta, lalu menyusupkan jarinya pada jari gadis itu. Yuda menggenggam tangan Aletta erat. Gadis itu melotot. Tapi tidak mengatakan apa pun. “Lo mau boneka? Ayok kita beli.” Yuda menarik tangannya ke dalam 230 toko itu. “Letta mau beli boneka bebek. Itu ada yang gede. Waktu Letta ulang tahun, Dhika ngasih boneka bebek kecil. Lucu. Letta suka.” “Gak usah beli bebek. Bebek itu bau, jelek, berisik lagi. Buang aja noh bebek yang dikasih Dhika,” suruh Yuda. “Itu kan cuma boneka. Nggak bau, kok.” “Pokoknya jelek. Nanti gue beliin boneka yang lebih bagus dari yang dikasih Dhika. Noh di pojok sono banyak. Ayo!” Yuda menarik tangan Aletta ke sudut toko. Dia menyerahkan boneka sapi, beruang, dan kelinci pada gadis itu. Tapi Aletta menolaknya. Sudah dibilang, kan, Aletta mau boneka bebek. Kenapa Yuda memaksa, sih? “Yuda, Letta mau bebek. Nggak mau yang lain!” "Ini aja bagus, Ta." Yuda menyerahkan boneka Mickey Mouse padanya. Aletta kembali menolak. “Ini aja dah, boneka beruang. Gue beliin dua yang gede. Harganya pas. Duit gue juga cukup. lya, cukup ngabisin duit jajan gue sebulan,” cerocos Yuda. Aletta terbahak. Dia mengembalikan kedua boneka itu pada tempatnya, lalu mengambil satu boneka beruang ukuran kecil. “Yang ini aja,” Aletta mengangkat boneka itu sambil tersenyum. “Gak. Gue berasa kere banget beliin lo itu. Beli yang gede. Cari yang lain.” “Letta suka yang ini. Kecil, unyu, luthu. Beli ini aja ya? Eh, kita foto yuk?" “Enggak.” “Ayolah. Keluarin HP-nya,” suruh Aletta. Dengan terpaksa Yuda mengeluarkan ponselnya. Aletta menariknya mendekat. Dia tersenyum cerah di depan kamera sambil mengangkat boneka pemberian Yuda. Yuda juga tersenyum. Tapi ke arah Aletta. Bukan kamera. “Nanti kirim ya fotonya. Bayar yuk, terus pulang,” Aletta menarik tangan Yuda agar membayar boneka itu. Tapi Yuda juga menarik tangannya. Dia memperhatikan sekitar. Tidak banyak orang di dekat mereka. 231 “Kening lo masih merah, Ta. Gue nggak mau Om Gafa marah sama gue kalo tau anaknya gue sakitin.” “Papa nggak bakal tau. Letta nggak bakal bilang.” “Sini gue obatin.” “Letta gak mau kalo pake plester. Lagian ini cuma merah. Gak luka kok. Gak usah,” tolak Aletta. “Ini lebih ampuh dari plester.” “Oh ya?" Aletta meyakinkan. Yuda mengangguk. Dia menyuruh Aletta mendekat dan gadis itu menurut. Tiba-tiba saja sesuatu menempel di kening Aletta. Yuda mengecup keningnya. Catat! MENGECUP! Meskipun hanya sekilas tapi sanggup membuat Aletta melongo. Dia bahkan menutup mulutnya dengan telapak tangan karena terlalu terkejut. Sementara Yuda justru tertawa. Aletta sadar bahwa kali ini Yuda tidak tertawa jahil seperti biasanya. “Gue kira merah di kening lo bakalan ilang. Ternyata pindah ke pipi. Pipi lo merah banget, Ta,” goda Yuda sambil mengelus pipi Aletta yang memerah. “Yu... Yuda. Yuda tadi... Yuda ngapain?” “Ayo bayar, abis itu kita makan. Terus pulang.” Sekali lagi Yuda mengejutkan Aletta. Dia mengacak rambut gadis itu, lalu merangkul lehernya. Ya ampun, Aletta tidak bisa berkata-kata. Papa, jantung Aletta mau copot. Inikah yang dinamakan sakit jantung? Tidak ada yang tahu bahwa Yuda juga merasakan hal yang sama seperti Aletta. Jantungnya juga berdetak kencang. Dia bahkan tidak menyangka bisa melakukan hal senekat itu. Ya ampun, Aletta itu masih bocah. Bisa-bisanya Yuda menciumnya. Harusnya dia bisa menunggu satu tahun lagi. Harusnya dia bisa menunggu hingga Aletta berumur 17 tahun kan? Berdoa aja semoga bapaknya gak tau anaknya lo cium, Yud. Depan umum lagi. Ya Allah, maafkan Yuda. Yuda khilaf, batin Yuda. letta terus melihat ke arah ponselnya yang masih bergetar. Sudah lempat kali ponselnya bergetar karena ada panggilan masuk. Itu dari Rion. Tapi gadis itu belum menjawabnya. Dia sengaja melakukan itu agar Rion kesal. Sebentar lagi, artis bermuka dua itu pasti mengirim pesan padanya. Dan benar! Ponselnya kembali bergetar. Kali ini pesan masuk dari Rion. Nah kan, apa Aletta bilang. Rion itu makhluk tidak sabaran. Dia pasti menereror Aletta karena tidak menjawab panggilannya. Rion_as : Aletta. Alettasyaquilla : Iya fans, kenapa? © Rion_as : Kenapa gak jawab telepon saya? Alettasyaquilla : Katanya Letta harus balas chat Bang Rion. Bang Rion gak nyuruh ngangkat telepon kan ©) Rion_as : Iya juga ya. Alettasyaquilla : Lagian Letta sibuk. Gak sempat ngeladenin Fans. Rion_as : Angkat telepon saya! Alettasyaquilla : Oke Fans @ Beberapa menit kemudian, Rion kembali menelepon Aletta. Sambil tersenyum geli, dia mengangkat panggilan itu. “Halo fans-nya Aletta,” sapa Aletta. Terdengar suara tawa pelan dari sana. “Hai fans aneh. Lagi ngapain kamu?" “Kepo sih Anda. Letta lagi bernapas kok.” “Saya gak ganggu, kan? Saya cuma mau bilang kalo lusa saya mau ke Paris. Kali aja kamu mau nyusulin saya. Kamu kan stalker!” “Wahhh, ngapain ke Paris, Bang? Abang frustrasi ya putus sama Mimi Cungkring, terus nenangin diri di sana? Ya ampun Bwanggg, 233 nggak usah galau. Kalo nggak ada yang mau sama Abang, inget Abang masih punya fans yang bisa dinikahin. Jangan bunuh diri di sana ya, Bang?” Rion terbahak mendengar ucapan terakhir Aletta. Bunuh diri? Yang benar saja. “lya ya, saya kan punya kamu,” goda Rion. “Dih sorry nih ya, Bang. Tapi Letta udah ada yang punya.” Rion terdiam mendengar kalimat yang diucapkan Aletta. Dia sudah ada yang punya? Apa dia sudah punya pacar? Rion baru tahu itu. Dia pikir Aletta hanya remaja yang sangat tergila-gila dengan idolanya hingga melupakan percintaannya. “Siapa?” tanya Rion pelan. “Papanya Letta dong. Kecuali kalo Bang Rion bisa naklukin papanya Letta. Baru Letta bisa jadi milik Abang." “Kalo saya bisa naklukin Papa kamu, kamu beneran mau sama saya?” “Nggak bakal berhasil. Lagian Letta masih kecil. Belum boleh jadi milik siapa-siapa.” “Saya bisa nunggu sampe kamu gede, biar bisa dijadiin siapa-siapa buat saya.” “Haha bisa aja Om Rion becandanya.” Aletta tertawa sumbang. Jantungnya kembali berdetak dengan cepat. Tubuhnya bahkan bergetar. Ini sangat aneh. Aletta sering mengalami itu akhir-akhir ini. Sepertinya dia benar-benar sakit jantung. Atau mungkin dia sedang kelaparan? Astaga, kenapa Aletta aneh sekali? “Ya udah, saya cuma bilang itu aja sih. Tapi saya serius loh. Kalo kamu mau saya yakinin Papa kamu, dan mau saya tunggu sampe dewasa, saya juga siap. Umur saya emang makin bertambah. Tapi ketampanan saya juga semakin bertambah. Jaga diri kamu ya. Saya bakalan sibuk senang-senang di Paris. Sampai ketemu lagi, fans.” Rion mematikan sambungan teleponnya. Aletta masih memegang ponsel di telinganya sambil terbengong. Perlahan dia melempar ponsel itu di kasur sambil mengguling-gulingkan badannya. Dia masih tidak menyangka Rion berani mengucapkan kalimat seperti itu. Candaan Rion 234 benar-benar keterlaluan. Rion menyebalkan. Dasar artis bermuka dua! Aletta terus merutuki Rion. Dia bahkan tidak sadar Nafiza memasuki kamarnya dan menggelengkan kepala melihat kelakuan aneh anaknya itu. Aletta ini benar-benar cerminan dirinya. Sifat aneh, cerewet dan menyebalkan mereka sama. Yang berbeda hanya Aletta yang sedikit polos. “Aletta, kamu udah salat Isya?” tanya Nafiza. Aletta yang terkejut melihat mamanya berada di kamar langsung menghentikan aksi guling- gulingnya, lalu duduk di kasurnya. “Udah, Ma. Aletta juga udah selesai belajar. Abang ada di mana, Ma?" “Abang duduk di luar. Lagi teleponan,” jelas Nafiza. “Abang lagi nelepon pacarnya ya, Ma? Kok tumben sampe keluar segala.” “Emang ada yang mau sama Abang kamu yang doyannya sama buku doang? Gara itu manusia ngebosenin. Cewek nggak suka cowok yang ngebosenin gitu.” “Kata Yuda, Abang itu ganteng, pinter, pasti banyak yang suka.” “Yuda bilang begitu?” Nafiza terlihat terkejut. Aletta mengangguk cepat. Kenapa mamanya terkejut? Memangnya ada yang salah dengan ucapan Aletta? “Kok Yuda muji-muji Gara ya? Dia gak belok, kan? Maksud Mama, Yuda nggak suka laki, kan? Dia normal, kan?” Nafiza bertanya dengan wajah bingung. Sementara Aletta terbahak. “Yaelah, Ma. Yuda itu normal kok. Dia nggak suka laki. Kalo dia nggak normal kenapa dia nyium Letta? Letta kan cewek?” “Apa?” teriak Nafiza dan dua orang lainnya dari depan pintu kamar Aletta. Mereka terlihat sangat terkejut. Sementara Aletta justru memukul-mukul bibirnya karena tidak sengaja membongkar hal yang seharusnya dia rahasiakan. Dia melirik ke arah mamanya yang sudah memasang wajah biasa seolah tidak terjadi apa-apa. Lalu papanya dan Gara? Mereka memasuki kamar Aletta dengan wajah menyeramkan. Ya 235 ampun, apa yang akan terjadi padanya setelah ini? Gafa duduk di kasur Aletta, sementara Gara berdiri di samping Nafiza sambil melipat kedua tangannya di dada. Aletta menggigit kukunya karena takut papanya marah. Papanya kan masih marah karena waktu itu Aletta bertemu dengan Rion. Dia juga tidak mau berbicara dengan Aletta. “Papa udah gak marah sama kamu,” kata Gafa sambil merangkul bahu Aletta, Aletta tersenyum cerah pada papanya. “Papa tau kok kamu masih sering ketemu Rion. Papa maklum. Fans memang seperti itu. Namanya juga anak remaja, ya kan. Nanti Papa belikan kuota buat kamu. Kalo Papa beliin kuota, kamu nyari info pacar kamu ya? Siapa pacar kamu?” tanya Gafa masih berusaha tenang. “Letta nggak punya pacar Papa,” bantahnya. “Papa kira punya. Soalnya tadi Papa dengar ada cowok yang nyium kamu. Siapa? Si Rion itu? Dia nyium apa? Pipi? Atau... bibir?” tanya Gafa sambil menahan napasnya. “Bukan Pa, yang nyium Letta itu Yuda. Lagian bukan bibir kok. Orang cuma kening.” Aletta tidak menyadari bahwa papanya sedang tersenyum miring karena berhasil menjebak dirinya. Gafa dan Gara hanya tahu ada laki- laki yang mencium Aletta. Tapi mereka tidak tahu siapa pelakunya. Karena kedua orang itu memang cerdas, mereka berhasil membuat Aletta menjawab siapa yang menciumnya. Mereka tinggal menghajar orang itu saja. “Wah, jadi yang nyium kamu Yuda ya? Berani ya itu bocah!" geram Gara. Aletta melotot. Dia baru menyadari kalau keluarganya sedang menginterogasinya. “Wah! Papa ngejebak Leta! Tega Papa!” pekik Aletta. Gafa dan Gara tertawa sambil bertos ria. Nafiza memijit keningnya karena pusing dengan keluarganya ini. Sebentar lagi, kedua laki-laki tersayangnya ini pasti akan keluar dari rumah dan menuju rumah Yuda. Tidak usah ditanya apa yang akan mereka lakukan. Sudah pasti mencari keributan. Kasian sekali Yuda. 236 “Papa sayang Aletta. Duh kesayangan Papa, tetep jujur ya, Nak. Lain kali kalo Yuda nyium kamu lagi, tonjok aja, oke? Papa keluar dulu, mau beliin kuota buat kamu.” Gafa memeluk Aletta, lalu mengecup keningnya berkali-kali, lalu keluar dari kamar Aletta. Sebelum keluar, dia mengedipkan sebelah matanya pada Nafiza. Gara juga mengacak rambut Aletta dan menyuruh adiknya itu tidur. Dia merentangkan tangannya, lalu menggerakkan badannya seolah melakukan pemanasan. Dia juga menggerakkan lehernya ke kiri dan ke kanan hingga lehernya berbunyi. “Panas ya. Abang mau keluar dulu ya, Ma. Nyari udara segar,” kata Gara sambil mencium pipi Nafiza sekilas. Nafiza menyusul mereka keluar. Awas saja kalau kedua orang itu melakukan sesuatu pada Yuda. Nafiza tidak akan diam. Dia dan Rifa memang diam-diam menjodohkan kedua anak mereka. Rifa menyukai Aletta karena dia tidak punya anak perempuan. Sementara Nafiza, dia menyukai Yuda karena menurutnya hanya Yuda yang tahan dengan makhluk seperti Aletta. Yuda itu semacam pawang Aletta. Dia memang sering bertengkar dengan Aletta. Tapi dia jugalah yang selalu berusaha menjaga Aletta. Yuda selalu melakukan apa pun demi Aletta. Yuda itu sama seperti Gafa yang mampu mengimbangi sifat aneh Nafiza. Nafiza tidak akan membiarkan kedua laki-laki tersayangnya itu menghajar calon menantunya. Atau dia yang akan menghajar mereka balik. ke “Tata, ayo berangkat!” teriak Yuda dari depan rumah Aletta. Gafa dan Gara langsung waspada mendengar suara Yuda. Mereka bahkan menahan tangan Aletta yang hendak bangkit dari kursi makan. Kalau bukan karena Nafiza yang melotot pada mereka, mungkin mereka akan memasukkan Aletta ke dalam lemari agar tidak bertemu dengan Yuda. “Kamu berangkat sama Papa aja. Atau kalau enggak sama Abang aja,” kata Gafa sambil memegang tangan anak gadisnya. Aletta menatap papa dan abangnya dengan bingung. Mereka tiba-tiba berkelakuan 237 aneh. “Gak usah! Kamu berangkat sama Yuda aja, Sayang. Itu udah ditungguin di luar. Gih berangkat sana,” suruh Nafiza. “Yang!” “Mama.” Gafa dan Gara protes secara bersamaan. Nafiza menatap mereka dengan angkuh. “Apa? Mama kan udah bilang jangan gangguin mereka. Biarin Aletta itu ngerasain jadi anak remaja sesungguhnya. Dia juga berhak loh ngalamin cinta monyet. Kalian nggak boleh ngekang dia gitu." “Tapi Yang, si Yuda itu bahaya. Gimana kalo dia macam-macam sama Aletta?" tanya Gafa dengan raut khawatir. Aletta semakin bingung dengan pembicaraan keluarganya. Dia menaikkan kedua bahunya tak acuh, lalu mencium tangan dan pipi orangtuanya secara bergantian. Dia juga mengecup pipi Gara, lalu keluar rumahnya menghampiri Yuda. “Yuda nggak bakal berani macam-macam. Selama ini juga dia selalu ngejaga Aletta kan kalo nggak lagi sama kalian? Percaya aja sama Yuda. Aletta aman kok. Kalo sampe dia macam-macam sama Aletta, Mama bakalan jadi orang pertama yang nyunat dia. Kalian gak usah khawatir. Yuda itu kelihatannya aja ngeselin kaya Saripah. Tapi hatinya itu baik kayak Abahnya si Letta,” jelas Nafiza panjang lebar. Gafa dan Gara hanya bisa pasrah mendengar ucapan Nafiza. Sejak tadi malam, dia mengancam akan memecat mereka sebagai suami dan anak kalau mereka sampai menghajar Yuda. Nafiza juga mengatakan kalau mereka dan keluarga Dodi bisa bertengkar hebat kalau Gafa menghajar Yuda. Jadinya mereka menurut dengannya. Meskipun mereka khawatir, tapi mereka juga yakin kalau Yuda tidak akan melakukan hal aneh pada Aletta. Selama ini memang hanya dia laki-laki yang dipercayakan Gafa dan Gara untuk dekat dengan Aletta. Pokoknya, kalau mereka tahu Yuda melakukan hal yang sama lagi pada Aletta, tidak ada ampun baginya. he 238 Aletta turun dari motor Yuda dengan canggung. Sebenarnya sejak duduk di atas motor Yuda, Aletta sudah merasa aneh dengan dirinya. Dia mendadak malu bertemu dengan Yuda karena kejadian kemarin. Yuda juga tidak banyak mengajaknya mengobrol. Biasanya saat di motor pun Yuda sering mengajaknya bertengkar. “Jalan duluan sana," suruh Aletta. “Lah kenapa? Biasa juga kita bareng ke kelas.” “Hari ini bukan hari biasa. Sana sana! Kita nggak boleh terlalu dekat hari ini!” tegas Aletta. Yuda memicingkan matanya sambil memperhatikan Aletta yang terlihat gugup. Aletta yang merasa risih diperhatikan Yuda, langsung menunduk. Wajahnya bahkan memerah membuat Yuda terbahak. “Pipi lo kenapa merah-merah gitu? Pake make up lo, Ta?" goda Yuda. “Enggak!" jawab Aletta cepat. Yuda menundukkan kepalanya hingga wajahnya sejajar dengan wajah Aletta. Dia melirik ke kiri dan ke kanan. Parkiran sekolah tidak terlalu ramai. “Lo mikirin yang semalem ya, Ta? Kebawa mimpi nggak? Pengin lagi ya? Sini deket ke gue,” bisik Yuda. Aletta menggelengkan kepalanya dengan cepat. Yuda menarik tangannya mendekat sambil mendekatkan wajah mereka. Dia bahkan hampir tertawa melihat Aletta yang memejamkan matanya sengan erat. Dia meniup wajah hingga gadis itu mengerjapkan matanya. “Jangan ngarep! Ini sekolah, bodoh!” kata Yuda sambil menepuk pipi Aletta dua kali. Setelah itu dia meninggalkan Aletta yang berjongkok sambil menahan tangis. Papa, Yuda nakal! Letta malu! Saat Aletta memasuki kelasnya, dia berusaha menghindari Yuda. Dia bahkan tidak marah saat Yuda menarik rambutnya, lalu mencoreti bukunya. Biasanya dia akan berteriak dan memukul tangan Yuda. Tapi kali ini dia pasrah menerima perlakuan Yuda. Tingkahnya itu membuat Vika dan yang lainnya curiga. 239 “Aletta, ayo ke kantin!” Raihan menarik tangan Aletta hingga gadis itu berdiri dari bangkunya. Dia berjalan dengan tidak bersemangat. “Lo kenapa sih, Ta? Lo aneh. Lo galau karena cowok ya? Siapa yang bikin lo galau, sini bilang ke Babang Raihan!” kata Raihan sambil merangkul bahunya. Tiba-tiba seseorang melepaskan rangkulannya dan mendorong Raihan menjauh. Lalu Yuda berdiri di samping Aletta sambil menggenggam tangan gadis itu. “Woi, apaan itu megang-megang! Lepasin woi!" teriak Alfan sambil berusaha melepaskan tangan mereka. Yuda mengangkat tangan mereka berdua, lalu menyusupkan jarinya pada jari Aletta. Dia tersenyum miring ke arah Alfan. “Punya gue ini!” Yuda menunjuk Aletta dengan dagunya, lalu menarik gadis itu ke kantin. “Gila gila gila! Yuda gerak cepat. Sialan! Gue baper waktu dia bilang Letta punya dia!” teriak Vika heboh. Dia bahkan tidak sadar sedang meremas tangan Dhika. “Lo mau gue bilang kayak Yuda gak? Lo mau jadi punya gue?” tanya Dhika dengan wajah datarnya. Vika tersadar dan langsung melepaskan tangan Dhika, lalu berlari ke arah kantin. Raihan dan Alfan tertawa kencang mendengar perkataan Dhika. “Lo bego banget sih, Dhik! Lo nembak Vika? Muka lo datar begitu, nyet! Pasti dia ngiranya lo ngejek dia!” cetus Alfan. Dhika menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Gue salah mulu perasaan,” gerutunya. Ke “Woi! Pulang woi! Buruan!” teriak Yuda. Dia menarik-narik rambut Aletta yang sedang membereskan bukunya. “Jangan narik rambut. Sakit!” protes Aletta. “Yuda, jangan kasar jadi cowok. Kasian Tata, Bang!” nasihat Raihan. Yuda melepaskan tarikan rambutnya, lalu menggaruk pipinya. Perlahan tapi pasti tangannya mengelus rambut Aletta. 240 “Sorry, Ta. Sakit ya? Gue nggak bakal jambakin rambut lo lagi. Cepat beresin bukunya. Gue tunggu di parkiran ya,” kata Yuda dengan suara lembut. Dia menarik pipi Aletta sekilas, lalu keluar dari kelas. Tanpa sadar Aletta menghela napas lega. Sampai akhirnya seseorang membalikkan badannya. “Lo pacaran sama Yuda?” tanya Raihan curiga. Aletta menggeleng. “Dia nembak elo?” Aletta kembali menggeleng. "Dia ngungkapin perasaan sama lo?” “Perasaan apa?” tanya Aletta balik. Raihan nyengir. Dia menepuk kepala Aletta, lalu berlari keluar kelas. Aletta menaikkan kedua bahunya tak acuh, lalu memakai tasnya dan menghampiri Yuda. “Yuda! Tadi Raihan nanya-nanya ke Letta. Aneh,” adunya saat sudah berada di depan Yuda. “Nanya apa?” tanya Yuda sambil memakaikan helm di kepala Aletta. “Dia nanya kita pacaran apa enggak. Letta jawab enggak. Kan kita emang gak pacaran. Terus dia nanya, Yuda nembak Letta enggak. Letta jawab enggak juga. Terus ada satu pertanyaan lagi.” “Apa?” “Dia nanya Yuda ngungkapin perasaan ke Letta enggak.” Aletta menatap Yuda serius. Yuda sendiri tidak tahu harus menjawab. Dia hanya bisa menundukkan kepalanya. “Emang Yuda punya perasaan ke Letta?” tanya Aletta. “Punya.” “Perasaan apa?” Aletta menatapnya penuh tanya. “Perasaan ingin memiliki!” “Hah?" Aletta melongo. Mungkin dia masih mencerna kalimat Yuda. 241 uda, ke rumah Tante Fiza sana. Pinjemin Mama pisau. Masa pisau Mama di dapur ilang semua!” kesal Rifa. Dia berdiri di depan pintu kamar Yuda. Sementara anaknya itu sedang bermain games di laptopnya. “Udah Mama tenang aja. Bentar lagi Tata muncul bawain pisau buat Mama. Udah Mama ke dapur gih, ntar masakannya gosong lagi.” “Kamu tuh taunya main doang ya. Nggak sopan banget Mama yang pinjem malah dianterin. Kamu nggak berbakti sama Mama!” teriak Rifa sambil membanting pintu kamarnya. Yuda mengelus dadanya melihat kelakuan mamanya. “Emak gue barbar banget ya ampun,” gerutu Yuda. Dia mengambil ponselnya lalu mengetikkan pesan pada Aletta agar membawakan pisau untuk mamanya. Dia sedang malas bangkit dari kursi belajarnya karena sibuk bermain games. Yuda masih fokus menatap laptopnya. Dia bahkan tidak sadar Aletta membuka pintu kamarnya. Gadis itu memasuki kamarnya sambil membawa piring berisi potongan buah-buahan. Sebelum melangkahkan kakinya menuju Yuda, Aletta mengeluarkan ponselnya, lalu mengarahkan kamera ponselnya pada Yuda. Aletta tersenyum cerah sambil memperhatikan hasil fotonya. Dia mengambil foto Yuda yang sedang serius bermain games. Dia memakai kaus putih yang semakin membuatnya terlihat memesona. Ya ampun, kenapa Aletta baru sadar ya kalau Yuda si kerempeng itu sedikit tampan? “Bang Yuda!” panggil Aletta girang. Dia berjalan ke arah Yuda setelah menyimpan ponselnya. Dia tidak ingin ketahuan kalau dia mengambil foto Yuda. Si kerempeng itu pasti akan marah dan akan menghapus 243 fotonya. “Buka pintunya, Ta!” perintah Yuda. Dia menoleh sekilas ke arah Aletta, lalu kembali fokus pada laptopnya. Aletta cemberut, tapi tetap membuka pintu itu. Setelah itu dia meletakkan piring buah di meja belajar Yuda. “Main games mulu. Belajarlah sekali-sekali,” kata Aletta. “Bawel lo kek emak gue. Kalo mau berisik sana ke dapur, temuin emak gue. Sana keluar!" ketus Yuda. Aletta mengangkat tangannya bermaksud menoyor kepala Yuda. Tapi dia mengurungkan niatnya. Dia mendengus kuat, lalu duduk di kasur Yuda. “Yuda!” panggil Aletta pelan. Yuda tidak menjawab. “Yuda budek!” tetap tidak ada jawaban. “Yuda tuli nggak punya kuping. Yuda kerempeng. Yuda anak Abah. Oi Yuda!” “Bang Yuda!” “Apa?” jawab Yuda santai. Ya ampun, ingin sekali Aletta cakar wajahnya itu. "Dipanggil Abang aja baru jawab!” protes Aletta. “Gue kan emang lebih tua satu tahun dari lo, Ta. Udah seharusnya lo panggil gue abang,” jawabnya kalem. Aletta membuat gerakan ingin muntah. Dia tidak akan mau memanggil Yuda dengan sebutan “Abang”. Meskipun dia lebih tua, tapi dia tidak cocok dijadikan abang. Dia kan kekanakan. “Yuda main apa sih? Serius banget.” Yuda terkejut mendengar suara Aletta yang sudah berada di belakangnya. “Yang jelas gue gak mainin perasaan,” cetus Yuda. Aletta menatap Yuda penasaran. Dia tidak mengerti maksud laki- laki itu. Dia sudah akan bertanya, tapi Yuda sudah menghentikan permainannya, lalu bangkit dari kursi belajarnya. Dia mendorong Aletta agar duduk di kursi itu, lalu berdiri di samping Aletta sambil memasukkan potongan melon ke mulutnya. 244 “Yuda udah selesai main, kan? Letta buka YouTube ya?" Aletta berbicara dengan semangat. “Mau ngapain lo?” tanya Yuda sambil menyuapkan potongan apel ke mulut Aletta yang langsung diterima gadis itu. “Mau download drama Korea.” “Ya elah, kenapa sih cewek suka banget nonton drama Korea?” “Karena romantis. Banyak cogannya juga. Ah, suka pokoknya!” pekik Aletta girang. “Cepat gede makanya, Ta. Nanti gue ajakin ke bioskop nonton film romantis,” ucap Yuda pelan. Dia tersenyum sambil mengusap rambut Aletta. “Emang kalo sekarang nggak boleh?” “Kalo sekarang belum boleh, Ta. Yang ada lo diusir karena dikira bocah TK nyasar di bioskop,” ejek Yuda. Aletta mencubit perutnya karena merasa kesal dengan ejekannya. Bukannya meringis, Yuda justru terbahak karena cubitan Aletta tidak terasa sakit. Dia kembali menyodorkan potongan buah pada Aletta. Tapi Aletta menolak saat Yuda menyodorkan buah pepaya. Yuda tahu Aletta tidak suka buah pepaya. Menurut gadis itu, pepaya itu bau. Tapi Yuda yang dasarnya jahil, memaksa Aletta membuka mulutnya, lalu memasukkan buah itu ke dalam mulutnya. Aletta berontak, tapi Yuda justru tertawa puas. Dia tidak membiarkan Aletta mengeluarkan buah itu. Jadi, sambil menahan mual, Aletta terpaksa menelan pepaya itu. “Jahat! Dasar anak Tante Saripah! Awas aja ya, nanti Letta aduin sama Abah. Kalo Letta sakit perut pokoknya Yuda harus tanggung jawab!” “Emang perut lo kenapa? Lo hamil makanya minta pertanggungjawaban dari gue?” goda Yuda. Aletta yang semakin kesal berniat memukul Yuda. Tapi Yuda menghindar dengan cepat hingga tangan Aletta berakhir dengan memukul meja belajar yang tadinya menjadi sandaran Yuda. “Aduh!" ringis Aletta. 245 “Mampus! Kualat,” ejek Yuda sambil tertawa kencang. “Sakit gak, Ta?” ejeknya lagi. Aletta hanya menatapnya sinis. Tiba- tiba Yuda menarik tangannya, lalu mengecup telapak tangannya yang terasa sakit. Aletta hanya bisa mengerjapkan matanya karena terlalu terkejut. Sementara Yuda tersenyun geli melihat ekspresinya. “Udah gak sakit, kan?” tanya Yuda sambil mengelus telapak tangannya. “Yuda mesum! Dari kemarin kenapa cium-cium terus? Ini mulutnya minta ditabok ya?" sinis Aletta sambil membekap mulut Yuda. Yuda kembali mengecup tangan gadis itu yang menempel di bibirnya hingga Aletta kembali menjerit dan berlari keluar dari kamarnya. “Papal” Yuda duduk di lantai sambil tertawa kencang. Dia bahkan sampai berguling-guling karena tingkah menggemaskan Aletta. Biasanya dia akan tertawa karena teriakan Aletta yang merasa marah saat Yuda menarik rambutnya. Sekarang dia menemukan cara baru untuk menggoda gadis itu. Yuda tidak menyangka menggoda Aletta dengan hal baru justru lebih menyenangkan. Sepertinya dia akan sering menggoda Aletta dengan cara seperti itu. “Tata lucu banget sih. Mukanya itu bener-bener pengin gue tabok. Dasar anak Abah! Eh, Abah dia kan bokap gue kan ya?” he “Ini istirahatnya kapan sih? Kok capek ya liat tulisan di buku ini,” gerutu Raihan. “Lo ngeliat aja capek gimana ngerjain soalnya,” cibir Vika. “Makin capeklah, Vik. Makanya sini kasih gue contekan.” “Lo baca aja bukunya, jawabannya ada di situ kok!” ketus Vika. Raihan memukul kepalanya dengan pulpen karena kesal. Vika melirik ke belakang sambil menjulurkan lidahnya ke arah Raihan. Di 246 sebelah Raihan, Yuda sedang sibuk membuat gambar ular berkepala lima di buku bagian belakangnya. Dia tidak mengerjakan soal Biologi yang diberikan gurunya. Dia dan Raihan itu sama. Sama-sama pemalas. Makanya mereka cocok sebagai teman sebangku. “Ini kepalanya kenapa gede sendiri sih, Yud? Kaga sesuai sama yang lain. Masa ular yang di pojokan paling gede palanya,” komentar Raihan. Yuda menoyor kepalanya agar berhenti berbicara. Yuda sangat pusing. Dia ingin keluar kelas, tapi gurunya tidak akan mengizinkan dia keluar apa pun alasannya. “Heh, lo belum kelar ngerjain tugas? Nih nyontek sama gue aja. Gue udah kelar dong. Cowok pinter mah gitu ya.” Alfan melemparkan bukunya ke arah Raihan. Dia dan Dhika memang sudah selesai mengerjakan soal dari bukunya. Tentu saja karena melihat sebagian jawaban Aletta. Sejak tadi dia menolehkan kepalanya ke belakang demi mencontek jawaban gadis itu. Untung saja Aletta baik. Gadis itu tidak pernah marah saat ada yang menyalin jawabannya. “Ta,” panggil Yuda. Aletta. mengangkat tangannya bermaksud menyuruh Yuda menunggu. Setelah dia menyelesaikan soal terakhir, dia memberikan bukunya pada Yuda. Tentu saja si kerempeng itu menerimanya dengan senang hati. Raihan sibuk menyalin jawaban Alfan, dan Yuda sibuk menyalin jawaban Aletta. Vika, Aletta dan Alfan sedang mengobrol dengan suara pelan karena masih ada guru di depan kelas mereka. Sedangkan Dhika, dia sedang mengambil gambar jawaban soal di ponselnya, lalu mengirimnya pada Ataka dan Fadil yang sejak tadi melambaikan tangan padanya. Mereka memang mengerjakan soal pilihan berganda dari buku Biologi. Jadi Dhika hanya tinggal mengirim jawaban yang dia contek dari Aletta, lalu mengirimnya pada Ataka dan Fadil. Setelah itu jawaban yang dia kirim akan menyebar ke satu Kelas. Itu sudah biasa 247 terjadi di kelas mereka. Mereka memang sering berbagi jawaban, kecuali saat ulangan. Karena saat ulangan guru mengawasi mereka dengan sangat ketat. Seluruh murid di kelas Aletta bernapas lega saat bel istirahat berbunyi. Ketua kelas mengumpulkan buku tugas mereka, lalu membawanya ke ruang guru atas perintah guru yang bersangkutan. “Akhirnya istirahat juga. Kenapa kagak dari tadi aja sih? Dah laper gue!” gerutu Dhika. “Gue juga haus. Tenggorokan gue kering sampe sakit ini,” sahut Alfan. “Cabutlah ke kantin.” Dhika berdiri dari dari bangku mereka, lalu keluar kelas menuju kantin. Alfan sudah akan menyusul Dhika. Tapi entah kenapa dia langsung menoleh ke arah Vika. “Lo gak ke kantin, Vik?” tanya Alfan. Vika menggelengkan kepalanya. “Gue bawa bekal,” kata Vika. “Bagus dah. Lo mesti makan. Makan nasi ya, Vik. Jangan makan hati mulu,” cetus Alfan sebelum berjalan keluar kelas. Dia bahkan tidak sadar kalau Yuda menatapnya dengan senyum miring. “Ta, lo bawa bekal juga?” tanya Yuda. “Bawa. Letta dimasakin Indomie goreng sama Mama," jawab Aletta sambil mengeluarkan kotak bekalnya. Dia membuka kotak itu dan memperlihatkan Indomie goreng dengan potongan sosis dan bakso. “Wih, enak tuh, Ta,” kata Raihan. Aletta tersenyum cerah sambil mengangguk. Dia menyerahkan sendok pada Raihan, sementara dia memegang garpu. “Ayo makan bareng!” ajak Aletta. Raihan mulai memakan mi Aletta. Aletta juga mulai memasukkan mi ke dalam mulutnya. “Lo gak makan, Yud?" tanya Vika saat melihat Yuda yang sedang melamun. Yuda menggeleng. Bahkan saat Aletta berniat menyuapkan mi ke dalam mulutnya pun dia menolak. “Kenapa lo nggak makan, Yud? Diet ya? Yaelah apa sih yang lo 248 dietin. Udah kurus gitu,” ejek Raihan. “Bacot lo, sapi!” ketus Yuda. Dia menelungkupkan wajahnya di meja sambil memejamkan matanya. Aletta, Vika, dan Raihan saling bertatapan lalu mengedikkan bahu tak acuh melihat Yuda. “Yuda! Ada yang nyariin lo tuh,” ucap Gevina dengan wajah cemberutnya. Dia melirik Aletta dengan sinis. Apalagi saat gadis itu dan Raihan berbagi makanan, rasanya dia ingin menjambaknya. “Siapa?” tanya Yuda malas. “Si Mika artis itu.” “Lah ngapain dah nyariin gue?" tanya Yuda bingung. “Ya mana gue tau. Naksir kali sama lo!” ketus Gevina. “Marah mulu sih lo, Gev. Makan sini,” ajak Raihan. “Gak butuh!” jawab Gevina masih dengan nada ketus sambil menjauh dari mereka. “Kayaknya Gevina cemburu sama Letta. Dia kan suka sama Raihan!" cetus Aletta. “Sayangnya Babang Raihan sukanya sama Keeyara,” jawab Raihan. “Sayangnya Keeyara dijodohin sama Bang Gara,” ejek Vika. “Aelah, lo bikin selera makan gue ilang aja sih, Vik,” rutuk Raihan. Vika tersenyum puas. Yuda bangkit dari bangkunya berniat keluar kelas. Dia malas bergerak. Tapi dia juga penasaran siapa yang mencarinya. Biasanya, kalau ada teman laki-laki yang mencarinya mereka langsung masuk ke kelas dan menghampirinya. Yuda yakin ini bukan temannya yang biasa. Lalu siapa? “Gue keluar dulu ya," pamit Yuda. Aletta, Raihan dan Vika mengangguk, lalu melanjutkan acara makan mereka. Saat sampai di luar kelas, Yuda melirik sekitar mencari Mikaila. “Kenapa, Kak? Lo nyari gue? Tumben banget ada kakak kelas yang nyariin gue. Artis pula. Kenapa? lo gak lagi naksir gue, kan?” canda Yuda sambil tertawa. Mikaila juga ikut tersenyum. Gadis itu sangat cantik saat 249 tersenyum. Tapi maaf saja, Yuda lebih tertarik dengan gadis polos dan naif yang sedang menikmati mi di dalam kelasnya. “Tadi gue ke kantin, tapi nggak ngeliat elo,” kata Mikaila. Yuda menaikkan sebelah alisnya. Memang apa urusannya Yuda dengan gadis ini? “Biasanya pas gue ke kantin, gue merhatiin elo. Meski lo lagi sama temen lo dan nggak sadar gue liatin. Tapi gue tetep seneng ngeliat lo. Hari ini lo gak ada di sana, gue kira lo sakit makanya gue nyamperin elo ke sini. Tapi ternyata lo baik-baik aja,” jelas Mikaila sambil tersenyum. Yuda menggaruk lehernya tidak tahu harus mengatakan apa. Dia hanya tersenyum tipis. “Gue baru tau ada yang merhatiin gue segitunya. Kakak kelas, artis lagi. Gue harus terharu apa gimana ini?” canda Yuda. Mikaila kembali tertawa. “Ttu karena selama ini lo terpaku sama satu orang doang. Padahal, tanpa lo sadari ada orang yang merhatiin lo sepenuh hati. Ngomong apa sih gue ya? Ngelantur banget hahaha.” Mikaila tertawa canggung. Dari dalam kelas, Aletta, Raihan, dan Vika memperhatikan interaksi mereka berdua. Aletta dan Vika penasaran dengan apa yang mereka bicarakan. Mereka terlihat serius. Beberapa hari ini Aletta memang sering melihat Yuda mengobrol dengan Mimi Cungkring alias Mikaila mantan pacar idolanya. Aletta tidak tahu sejak kapan mereka mulai dekat. Mungkin karena mereka sering mengobrol setelah Yuda dan teman sekelas Mikaila bermain basket bersama. Apa setelah putus dengan Rion idolanya, Mikaila juga akan mendekati sahabatnya? “Itu si Mika mantan si Rion kan? Ngapain dia ke sini?” tanya Vika. “Aelah Vik, udah kebaca kali tuh cewek naksir Yuda. Sering caper gitu ngajak ngobrol. Nggak nyangka gue si Yuda bisa juga bikin artis cantik kayak si Mika terpesona. Tihati aja lo, Ta, ketikung,” cetus Raihan. “Ketikung gimana?" tanya Aletta polos. Raihan dan Vika menepuk 250 kening secara bersamaan. Mereka baru ingat kalau Aletta si bolot ini tidak bisa mencerna kalimat dengan baik. “Maksud gue ya Ta, itu cewek suka sama Yuda. Emang lo mau Yuda suka juga sama dia? Bahaya tau, Ta, kalo mereka saling suka ntar pacaran," jelas Raihan dengan wajah seriusnya. “Emang kenapa kalo mereka pacaran?” tanya Aletta lagi. “Emang lo mau Yuda punya pacar? Ntar kalo dia punya pacar Ta, lo nggak bisa manja lagi sama dia. Nggak bakal ditebengin lagi ke sekolah. Nggak bakal ditraktir es krim lagi. Yuda bakalan sama pacarnya terus,” Vika ikut memanasi Aletta. “Wah, nanti dia gak mau temenan lagi sama Letta?” ucap Aletta akhirnya. Vika dan Raihan mengangguk. “Nanti Letta nggak boleh main ke rumah Abah lagi kalo Yuda udah punya pacar? Ih, Letta nggak mau. Yuda nggak usah punya pacar aja!” pekik Aletta, Kalau Yuda punya pacar, dia tidak akan punya teman lagi. Siapa yang akan dia ganggu lagi nantinya? Siapa yang akan dia ajak ke sana kemari untuk mentraktirnya? “Makanya, lo jauhin deh tuh cewek dari Yuda. Samperin mereka. Jangan biarin itu cewek nempel sama Yuda." Aletta mengangguk semangat sambil berjalan menuju ke tempat Yuda dan gadis itu. Vika dan Raihan saling berpandangan dan menahan tawa, lalu mereka bertos ria. Aletta menatap sebal ke arah Mikaila yang sedang menepuk-nepuk bahu Yuda. Apa di baju Yuda ada debu? Kenapa pula Yuda tidak protes? Yuda pasti senang bertemu cewek cantik seperti Mikaila. Dasar genit! “Kalo lo mau. lo bisa gabung kok Yud. Lo kan ganteng. Cocok kok kalo misal jadi model. Apalagi main film.” “Enggaklah. Gue nggak tertarik jadi artis atau apalah itu. Gue gini aja udah seneng kok. Lagian jadi artis itu ribet. Nggak bebas idup gue.” "Yah, sayang banget sih. Padahal gue pengin banget liat lo difoto gitu. Apalagi kalo kita ada pemotretan bareng,” ucap Mikaila sambil 251 mengelus tangan Yuda. Sebenarnya Yuda risih, tapi dia tidak enak hati kalau harus menghempaskan tangan Mikaila. “Heh Mimi Cung... maksudnya, Kak. Kalo ngobrol mah ngobrol aja nggak usah nyentuh segala. Di depan kelas orang lagi. Nggak malu apa diliat orang?” ujar Aletta ketus begitu dia menghampiri Mika dan Yuda. “Yaelah serah gue dong. Yang diliatin juga gue. Udah biasa gue diliatin. Kan gue artis. Kok lo yang sewot? Lo foto sama Rion pacar gue dulu aja gue kalem," kata Mikaila sambil tersenyum sinis. “Loh kok jadi bawa Bang Rion, sih? Kita kan lagi bahas Yuda.” “Ya terus masalah lo apa? Yuda aja nggak protes. Lagian lo siapa sih emang? Cuma temen doang bukan pacar. Lo gak berhak ya marah- marah gak jelas gitu! Yang berhak marah itu gue. Lo foto sambil pelukan sama cowok gue. Lo bikin gue sama Rion putus.” Aletta terdiam sambil melirik Yuda. Yuda sendiri sedang menahan kesal. Dia tidak suka Mikaila membentak Aletta. Keluarga mereka sangat menyayangi gadis ini. Tidak ada yang membentaknya seperti itu. Baru saja Yuda ingin membalas ucapan Mikaila, kalimat Aletta membuatnya membeku. “Letta berhak ngelarang Yuda deket sama Kak Mika. Letta itu pacarnya Yuda,” ujar Aletta sambil melingkarkan lengannya di lengan Yuda. “Oh ya? Masa iya? Dia bukan cewek lo kan, Yud?” tuntut Mikaila. Yuda melirik datar tangan Aletta yang melingkar pada tangannya. Dia melepaskan tangan mereka, lalu mendorong kening gadis itu hingga mundur beberapa langkah. “Cewek model kayak gini lo bilang cewek gue?" sinis Yuda. Aletta terpaku dengan ucapan Yuda. Apa dia akan marah karena Aletta berbohong? Aletta merasa takut, sementara Mikaila tersenyum puas. “Sayangnya iya. Dia cewek gue!” tegas Yuda sambil menarik pipi Aletta gemas. ayangnya iya. Dia cewek gue. Aletta menepuk-nepuk pipinya karena masih terngiang dengan ucapan Yuda. Ya ampun, kenapa dia bisa mengaku sebagai pacar Yuda ya? Bagaimana kalau Mikaila tahu mereka hanya berpura-pura pacaran. Dia pasti menertawakan Aletta. Astaga, Aletta merasa pusing sekarang. Saat ini dia dan Yuda sedang berjalan ke arah parkiran sekolah. Si kerempeng itu sudah berjalan terlebih dahulu di depannya sambil mengobrol dengan teman laki-lakinya yang tidak Aletta kenal. Gadis itu kembali memikirkan ucapan Yuda yang mengatakan kalau Aletta adalah pacarnya. Mungkin Yuda melakukan itu karena tidak ingin diganggu Mikaila. Lalu Aletta, dia melakukan itu karena apa? Tentu saja karena tipuan Raihan dan Vika. Aletta tidak menyangka kedua temannya itu bisa mengerjainya sejahat itu. Dia juga merutuki dirinya sendiri yang merasa bodoh karena mudah tertipu. Harusnya dia tidak masalah kalau Yuda berpacaran dengan siapa pun. Yuda berhak menyukai siapa saja. Aletta tidak boleh melarang, kan? Aletta kan hanya temannya. Kalau dipikir-pikir, Aletta sedikit bersyukur saat Yuda mengakui dirinya sebagai pacar di depan Mikaila. Coba kalau tidak? Mau ditaruh di mana muka Aletta? Aletta tidak mau melakukan hal konyol seperti itu lagi! Tidak mau! Awas saja kalau Raihan dan Vika menjebaknya lagi, Aletta tidak akan mau memberi mereka contekan lagi! “Heh! Ngelamun aja lo!” cetus Yuda sambil menarik rambut Aletta: Aletta meringis sambil menepis tangannya. Sepertinya dia terlalu banyak melamun hingga tidak sadar sudah berdiri di depan motor Yuda. “Sakit tau! Katanya nggak bakalan jambak rambut Letta lagi. Terus barusan namanya apa?” ujar Aletta dengan nada tinggi. Yuda terbahak 253 sambil merapikan rambut gadis itu. “Itu kan ngomongnya kemarin Ta, bukan sekarang. Lagian lo harusnya bersyukur ya, makasih sama gue. Karena berkat jambakan gue, rambut lo itu udah mulai panjang,” ucap Yuda dengan tampang sombongnya. “Terserah ajalah. Ayo, pulang,” jawab Aletta pasrah. Dirinya sedang malas berdebat dengan Yuda. Dia mendorong Yuda agar segera menyalakan mesin motornya. Saat ini yang ingin dilakukannya hanya segera sampai di rumah, lalu tidur. Namun, Yuda justru menahan tangannya agar tetap berdiri di samping motor. Yuda menatapnya intens hingga Aletta merasa gugup. “Ta,” panggil Yuda. Aletta hanya bergumam pelan. “Yang tadi itu, kenapa lo ngaku jadi pacar gue?” tanya Yuda serius. Aletta menatap Yuda sambil nyengir. Dia tidak tahu harus menjawab apa. “Jawab, Ta!” desak Yuda. “Karena Letta nggak suka Yuda deket sama Mimi Cungkring itu!” jawab Aletta cepat. Tanpa sadar Yuda mengulum senyumnya. Aletta bilang dia tidak suka Yuda berdekatan dengan Mikaila. Apa itu tandanya dia cemburu? Aletta mulai posesif padanya. Itu artinya Aletta mulai menyukainya. Iya kan? Iya tidak? lya lah! Yuda berdeham pelan. Di depannya, Aletta berdiri dengan cemberut sambil menendang-nendang batu kecil. Lihat, kan? Kelakuannya itu benar-benar seperti bocah. Dan kenapa pula Yuda bisa menyukai bocah polos yang naif seperti dirinya? Seperti tidak ada perempuan lain saja. Tapi mau bagaimana lagi, sudah terjadi. Yuda harus menerima kalau hatinya jatuh pada gadis itu. “Kenapa lo nggak suka gue deket sama dia?” tanya Yuda lagi. Aletta hanya menaikkan kedua bahunya tak acuh hingga Yuda merasa kesal. Si bolot ini, kenapa terlihat sangat santai? Apa dia tidak tahu jawabannya sangat berarti untuk Yuda. “Jawab bego! Gue mana ngerti bahasa isyarat. Kenapa lo nggak 254 suka gue deket sama si Mika? Kenapa lo ngaku jadi cewek gue?” “Letta nggak tau kenapa ngaku jadi pacar Yuda. Itu tiba-tiba terucap karena Letta pikir itu cara ampuh supaya Mimi Cungkring nggak deketin Yuda lagi. Letta nggak suka sama dia. Dia kan mantannya Bang Rion. Lagian Letta belum siap kalo Yuda punya pacar,” jelasnya sambil menundukkan kepala. Yuda memperhatikan sekitar parkiran. Masih banyak murid di sana. Dia tidak boleh berbicara terlalu keras. Dia tidak mau ada yang mendengar pembicaraan mereka. Tapi Yuda juga tidak bisa menahan lebih lama lagi. Yuda tidak bisa menunggu mereka sampai di rumah, lalu berbicara. Mereka harus menyelesaikan masalah ini sekarang juga. “Kenapa emang kalo gue punya pacar? Suka-suka gue. Emang lo siapa ngelarang gue?” pancing Yuda. Dia ingin mendengar jawaban Aletta. “Letta bukan siapa-siapa sih. Letta juga nggak ngelarang. Tapi kalo mau pacaran bilang-bilang biar Letta siapin diri.” “Siapin diri buat apa?” “Letta harus terbiasa tanpa Yuda. Karena kata Raihan sama Vika, kalo Yuda punya pacar, Letta nggak bisa nebeng lagi ke sekolah. Yuda nggak bakal mau nemenin Letta ke mana-mana. Nggak mau traktir es krim lagi.” “Mereka juga bilang kalo Letta nggak bakal punya temen lagi di rumah. Kan cuma Yuda doang temen Letta di rumah. Kalo Yuda punya pacar, Letta pasti sendirian. Letta tadi panik, makanya kemakan sama omongan mereka. Jadi ya gitu, nggak sengaja ngaku pacarnya Yuda biar dia gak deketin lagi.” Tidak sengaja mengaku sebagai pacar Yuda ya? Astaga, Aletta tidak tahu kalau kalimatnya itu membuat Yuda menjadi lemas. Sepertinya Yuda terlalu banyak berharap dengan gadis bodoh ini. Dia pikir Aletta melakukan itu karena menyukainya. Tapi ternyata.... Ah sudahlah. “Jadi, lo ngelakuin itu karena disuruh Raihan si Hantu itu?” kejar Yuda. Aletta mengangguk. 255 “Bukan karena kemauan lo? Lo nggak cemburu gue deket sama cewek?” Aletta mengerutkan keningnya sambil mencerna ucapan Yuda. Cemburu ya? Sebelumnya Aletta tidak cemburu Yuda dekat dengan perempuan mana pun. Dia juga menerima jika Yuda akan punya pacar. Sepertinya dia memang terlalu bodoh karena kejahilan Raihan dan Vika. “Enggak cemburu!" tegas Aletta sambil menggelengkan kepalanya. Dia masih memasang wajah polosnya yang ingin sekali Yuda cakar. Lihat kan? Si bolot ini bisa sesantai itu, sementara Yuda sedang menahan rasa sakit di hatinya. Udah dibaperin, dipehapein. Bentar lagi juga ditinggalin. Gue udah biasa sih lo sakitin. Sialan memang! Dasar sapi, gajah, beruang, harimau, dan segala isi kebun binatang! Rasanya Yuda ingin menelan Aletta hidup-hidup. Bisa-bisanya dia melakukan ini pada Yuda. Yuda kesal dan ingin sekali menonjok wajah seseorang. Dan orang yang tepat itu sepertinya adalah Raihan. Temannya itu adalah alasan kenapa Yuda bisa merasa terbang hingga ke langit ke tujuh dan langsung terhempas ke tanah yang berlapis kerikil tajam. Raihan sialan! “Monyet emang si Raihan! Bisaan emang bikin gue baper. Najis banget gue emang ngarep sama ini cewek bolot!” gerutu Yuda. “Yuda bilang apa sih Letta nggak denger?” “Gue bilang lo bolot, Tata! Udah cepat naik. Ayo pulang!” ajak Yuda dengan ketus. “Kok jadi marah-marah sih?” Aletta bingung dengan perubahan emosi Yuda. Barusan sepertinya mereka ngobrol baik-baik, kenapa sekarang Yuda jadi marah. “Nggak tau! Udah naik cepat! Kalo enggak, gue tinggal ya!” teriak Yuda. Dia sedang kesal sekarang. Jadi dia tidak akan bersikap manis dengan memakaikan helm untuk Aletta. Biarkan si bolot itu melakukannya sendiri. “Buruan elah!” 256 “Iya iya!” ujar Aletta Pasrah. ge “Mama mau ke mana?” Aletta yang baru saja memasuki rumahnya menatap mamanya heran. Wanita itu terlihat sangat rapi seperti akan menghadiri suatu acara. Biasanya, dia hanya memakai pakaian biasa jika akan pergi ke kafe mereka. “Mama mau ke kantor Papa.” “Dianter siapa? Kok rapi banget kayak mau kondangan.” “Diantar Abang. Itu lagi manasin mobil. Mama lagi pengin disopirin Abang ganteng. Oh iya, Mama sama Papa nanti mau pergi, ada acara kantor. Mungkin pulangnya malem. Kamu di rumah Tante Rifa dulu ya. Mama nggak masak soalnya. Abang kamu juga ada acara sama temennya. Mama berangkat ya, Sayang. Kamu baik-baik ya di rumah," pesan Nafiza. Aletta hanya mengangguk. Dia kemudian memasuki rumahnya saat mamanya sudah pergi bersama abangnya. Dengan tidak bersemangat Aletta berjalan ke kamarnya untuk berganti pakaian. Setelah itu dia akan pergi ke rumah Tante Rifa. Dia memakai kaus putih, dengan rok hitam selutut. Dia juga memakai sneakers berwarna putih. Baru saja Aletta ingin mengikat tali sepatunya, teriakan seseorang mengagetkannya. “Tata! Turun lo! Makan dulu!” teriak Yuda dari lantai bawah. Tanpa menjawab, dia langsung menuruni tangga dan melihat Yuda sudah duduk di sofa ruang tamunya sambil menonton TV. Aletta berjalan ke arahnya, lalu berdiri di sampingnya. Dia mengangkat sebelah kakinya dan mengarahkannya pada Yuda. “Apa?” tanya Yuda bingung. Aletta menggoyangkan kakinya. Lebih tepatnya dia menunjukkan tali sepatunya yang belum terikat. “Manja lo!” ketus Yuda. Tapi dia tetap berjongkok di depan gadis itu, lalu mengikatkan tali sepatunya. “Makan noh, gue bawain nasi dari rumah. Kata nyokap gue, nyokap lo pergi, kan?” Aletta menjawab dengan mengangguk sambil duduk di 257 samping Yuda. Dia menerima piring yang diserahkan laki-laki itu, lalu mulai menikmati makanannya. “Minum air putih tuh. Jangan minum yang berwarna dan berasa terus,” kata Yuda lagi. Aletta hendak protes. Dia tidak suka air putih. Dia ingin meminum jus. Tapi melihat pelototan Yuda, dia kembali melahap makanannya. “Pinter! Kalo nurut gitu kan manis, Tata. Jangan ngebantah terus ya, Tata Tayang,” ucap Yuda sambil mengacak rambutnya. Tiba-tiba saja Yuda berjalan ke dapurnya. Hingga Aletta menyelesaikan makannya, Yuda belum kembali. Entah apa yang sedang dia lakukan di sana. Aletta penasaran. Jadi, setelah menghabiskan nasi dan air putihnya, Aletta berjalan ke dapur untuk meletakkan piringnya. Tapi dia justru melihat Yuda yang sedang menikmati es krim di meja makan. Ya ampun, kelakuannya itu seperti di rumah sendiri saja. Tapi, kenapa Yuda terlihat menggemaskan ya saat menikmati es krimnya? Setelah meletakkan piring kotornya, Aletta berniat kembali ke ruang tamu. Tiba-tiba saja dia membalikkan badannya sambil mengeluarkan ponselnya. Tanpa membuang waktu, dia mengambil foto Yuda yang sedang menikmati es krim. Aletta bahkan tidak tahu kenapa akhir-akhir ini dia sering mengambil foto Yuda. Apa sekarang dia mengagumi Yuda? Apa sekarang Aletta menjadi stalker si kerempeng itu? Tidak mungkin. Aletta masih menyukai Rion. Tapi dia tetap mengambil foto Yuda. Entah kenapa Yuda terlihat sedikit tampan. Aletta melihat hasil fotonya, lalu tersenyum cerah. Yuda benar-benar menggemaskan saat menikmati es krim. Seperti bocah! “Jangan foto gue!” teriak Yuda. Aletta langsung menurunkan ponselnya sambil menggeleng. Tidak lupa dengan senyuman polosnya. “Lo motoin gue, kan? Sini HP lo,” pinta Yuda sambil berjalan ke arah Aletta. “Enggak ada," jawab Aletta. “Nggak percaya gue! Sini!" Yuda berusaha meraih ponsel yang digenggam erat oleh Aletta. Tapi Aletta tidak akan membiarkan Yuda 258 mendapatkannya. Gadis itu mendorong Yuda, lalu berlari ke ruang tamu. Dia melempar ponselnya ke sudut sofa, lalu duduk di sebelahnya, agar Yuda tidak bisa mengambil benda itu. “Sini, Ta. Gue minta baik-baik, ya," cetus Yuda sambil duduk mengimpit Aletta di sofa. “Jauhan sana!” Aletta mendorong bahu Yuda. Tapi Yuda tidak bergerak sedikit pun. Dia justru menangkap tangan Aletta, lalu menggenggamnya. “Kalo lo gak mau ngasih, gue bakalan pake cara kasar,” ancam Yuda. Aletta masih tidak bersuara. Yuda mengangkat tangan mereka yang menyatu. “Ini ya tangan yang motoin gue? Nakal banget sih ini tangan. Kayaknya harus dihukum biar nggak nakal lagi,” cetus Yuda sambil mengecup punggung tangan Aletta. Sontak saja wajah Aletta memerah hingga Yuda tersenyum manis. “Gue suka nyium tangan lo, Ta. Tapi, nyium muka lo kayaknya lebih enak, ya kan?” goda Yuda sambil mengelus pipi Aletta yang memerah. Yuda sialan memang! Dia tidak tahu saja kalau perlakuannya itu membuat Aletta ingin pingsan. “Gue harus cium bagian mana dulu ya, Ta? Kening udah pernah. Jadi, pipi dulu atau...” Belum sempat Yuda menyelesaikan godaannya, ponsel Aletta berbunyi. Yuda mengumpati benda itu karena menghalanginya menggoda Aletta. Dengan kesal dia menggeser tubuh Aletta, lalu mengambil ponsel gadis itu. Dia kembali mengumpat saat Rion yang menelepon. Dasar pengganggu! “Aelah, ini orang ngapain sih nelepon! Kayak nggak ada kerjaan aja. Artis nggak laku dasar!” gerutu Yuda. “Bang Rion lagi di Paris tau,” kata Aletta. Saat dia akan menjawab, panggilan itu sudah terputus. Yuda mengambil benda itu dari tangan Aletta, lalu meletakkannya di meja. Tanpa menoleh, dia menggenggam tangan Aletta lagi. 259 “Ta? Apa sih yang lo suka dari si Rion itu? Kok kayaknya lo muja dia banget,” tanya Yuda sambil menahan senyum karena Aletta tidak protes tangannya digenggam. “Karena apa ya? Mungkin karena dia ganteng, bisa nyanyi. Pokoknya apa yang dia lakuin itu mengagumkan.” “Berhenti suka sama dia, Ta. Nggak ada gunanya juga. Lupain aja. Berhenti nge-fans sama dia.” “Kok gitu? Gak gampang tau ngelupain idola gitu aja,” balas Aletta. “Kalo ada orang yang bisa ngelakuin hal lebih mengangumkan dari dia, lo bakal berenti nge-fans sama dia?” “Emang siapa orangnya?” tanya Aletta. “Gue! Gue bakal ngelakuin hal yang nggak bakalan lo duga. Gue bakal buat lo berhenti nge-fans sama dia. Gue yang bakal bikin lo lupa sama makhluk itu. Jangankan buat ketemu dia, gue bakal bikin lo lupa nyebut namanya.” “Persiapin diri lo. Mulai sekarang, cuma Yuda Pratama yang bakal jadi idola lo. Nggak bakal ada laki-laki lain yang bisa masuk ke hati lo. Lo nggak bakal suka sama cowok lain. Sama kayak gue yang cuma suka sama satu cewek. Aletta Syaquilla!” Yuda mengakhiri ucapannya dengan satu kecupan di kepala Aletta. Dia berdiri dan berjalan dengan santai keluar rumah gadis itu. Dia bahkan hanya tertawa saat Aletta menjerit memanggil papanya. “Papa! Letta mau mati rasanya. Gak napas dengerin Yuda ngomong! Papa tolongin Letta!” teriak Aletta sambil berguling-guling di karpet bawah sofa. Soe Deen 260 Mya Allah, sakit banget. Udahan sih Yuda! Letta gak tahan. Ini nyiksa Yoamaryat pekik Aletta sambil berusaha menarik rambutnya yang sedang digenggam Yuda. Tadinya, dia ingin mengajak Yuda untuk jalan-jalan sore di sekitar rumah mereka. Yuda sudah setuju. Mereka bahkan sudah bertemu tepat di depan rumah masing-masing. Tapi, bukannya berjalan-jalan seperti yang direncanakan, Yuda justru menyuruh Aletta duduk di depan pagar rumahnya, lalu dia mulai sibuk menyentuh rambut gadis itu. Tahu tidak apa yang dia lakukan? Dia berusaha mengepang rambut Aletta. Catat! Mengepang! Seorang Yuda Pratama, yang biasanya suka menarik rambut Aletta hingga berantakan, kali ini berusaha mengepang rambutnya agar terlihat rapi. Dia bilang, dia suka sekali dengan rambut Aletta. Dia menjambak rambut gadis itu karena merasa gemas. Yuda memang sangat aneh. Sudah seminggu berlalu, sejak Yuda mengutarakan isi hatinya pada Aletta. Ketika Yuda mengatakan akan melakukan hal yang tak terduga, Aletta pikir dia hanya bercanda. Memangnya, bisa apa si Yuda itu? Tapi sepertinya Aletta terlalu menganggap remeh si kerempeng itu. Dia benar-benar melakukan hal yang tidak pernah Aletta bayangkan. Setiap pagi dia akan mengirimi pesan untuk membangunkan Aletta. Itu hal yang tidak pernah dia lakukan. Biasanya, dia hanya berteriak di depan rumah Aletta ketika mereka akan berangkat ke sekolah. Tidak hanya itu, setiap malam dia juga mengirim pesan dengan kalimat yang sangat menggelikan. Tata, jangan lupa belajar ya biar gak bolot lagi. 261 Gak usah dengerin musik sebelum tidur, ntar lo makin budek, Ta. Minum susu yang banyak biar cepat gede. Biar dada lo gak rata lagi. Jangan lupa pipis sebelum tidur, biar gak ngompol. Selamat tidur Tata, mimpiin Bang Yuda ganteng ya. Kira-kira seperti itulah pesan yang sering dikirimkan Yuda. Terkadang Aletta merasa kesal saat membacanya. Kadang dia juga merasa lucu dengan pesan Yuda. Bahkan, sudah seminggu ini dia selalu menantikan dan menebak, kira-kira pesan konyol apa yang akan dikirimkan Yuda padanya. Aletta tidak sadar, bahwa Yuda sudah memulai aksinya untuk membuat Aletta terbiasa dengannya. Sepertinya saat ini Yuda kembali memulai rencananya. Dia memang melakukan hal yang aneh. Contohnya saja seperti saat ini. Dia sedang mengepang rambut Aletta dengan serius. Dia bahkan mengabaikan Aletta yang sedang menjerit karena Yuda menarik-narik rambutnya sembarangan. Aletta khawatir rambutnya akan rontok. “Yuda lepasin aja. Ini sakit. Awas aja kalo rambut Letta rontok.” “Gak bakal, ini udah kelar kok. Tuh, kan rapi. Cantik banget sih Tata,” puji Yuda sambil tersenyum bangga dengan hasil kepangannya. Aletta tidak yakin dengan ucapannya. Dia tidak mau terlihat jelek karena Yuda membuat rambutnya berantakan. Dia ingin melepaskan kepangan itu, tapi Yuda menahannya. “Jangan dilepas, Tata. Itu bagus elah.” “Bohong! Letta nggak percaya. Pasti berantakan, kan?” sinis Aletta. Yuda ingin sekali menabok bibir gadis itu. Kenapa sih dia tidak pernah percaya dengan Yuda? “Woi! Ngapain kalian berdua di situ?” teriak Gara dari pagar rumahnya. “Woi, Bang, sini lo! Liat ni rambutnya Tata. Cantik, kan? Kepangan gue ini,” balas Yuda bangga sambil menarik-narik rambut gadis itu. Gara yang melihat kelakuannya langsung memukul tangannya dan 262 menoyor kepalanya. “Adek gue itu! Enak aja lo main tarik rambutnya. Gue tendang lo ya! Lagian apaan dah itu. Norak! Lepasin!” sembur Gara dengan nada tinggi. “Kagak. Ini bagus. Lo gak tau seni ya, Bang? Ini kepangan paling bagus sebumi,” sahut Yuda. Dia menyerahkan ponselnya pada Gara sambil tersenyum cerah. “Nih cepat, potoin gue yang lagi megang rambutnya Tata. Potoin yang bagus. Mau gue masukin IG.” “Ya Allah, alay banget sih lo. Gak cocok lo begituan. Norak! Kampungan!” bentak Gara. “Gak pa-pa. Gue mah rela aja jadi alay demi adek lo. Cepat potoin!” “Kagak! Udahlah, mending gue masuk. Sakit mata gue liat muka lo!” ketus Gara. “Aelah, Bang. Kok lo jadi sewot sama gue? Lo gak satu geng lagi sama gue? Awas lo ya!” ancam Yuda. Gara yang sudah akan memasuki rumahnya, kembali ke arah Yuda. Dia menarik Yuda menjauh dari Aletta, lalu melipat kedua tangannya sambil menatap Yuda tajam. “Eh, lo denger ya. Selama ini gue satu geng sama lo karena lo sama gue itu punya tujuan yang sama. Sama-sama bikin cowok yang naksir adek gue menjauh.” “Tapi karena sekarang lo yang deketin adek gue, jadi gue bakalan ngelakuin hal yang sama. Gue bakalan bikin lo jauhin adek gue. Sekarang, lo sama gue itu musuh. MUSUH! Paham lo!” “Wah, gak bisa gitu dong, Bang!” protes Yuda. Gara menoyor kepalanya kuat, lalu membalikkan badannya. “Awas kalo lo macem-macemin adek gue. Lo tinggal pilih aja, pengen ditonjok gue apa bokap gue!” ancam Gara sebelum meninggalkan Yuda yang terlihat panik. Sementara Aletta menatap mereka penasaran. Kira- kira apa yang sedang dibicarakan kedua manusia itu? 263 “Woi Bang! Bang Gara! Woi Gara!” teriak Yuda. Gara hanya melambaikan tangannya tanpa menoleh. Yuda mengacak rambutnya frustrasi. Tapi dia langsung tersenyum saat Aletta menepuk-nepuk pundaknya seakan menenangkannya. “Yuda nggak pa-pa kan? Jangan marah-marah biar tetep ganteng kayak Abah!” “Iya, Tata. Bang Yuda nggak bakalan marah lagi. Apa sih yang enggak buat Tata,” kata Yuda dengan gaya centilnya. Aletta nyengir karena merasa lucu dengan tingkah Yuda. “Ayo jalan-jalan,” sambung Yuda sambil merangkul bahu Aletta. he “Letta capek, kita istirahat dulu ya?" pinta Aletta. Yuda berdecak kesal, tapi tetap mengajaknya duduk di bangku taman. “Cemen banget sih, Ta. Baru jalan sebentar doang udah capek,” ejek Yuda. “Lagian Yuda, sih. Katanya kita jalan-jalan. Ini sih namanya lari sore. Capek lah. Mana keringatan gini. Bau kan jadinya,” omel Aletta. Sejak tiga puluh menit yang lalu, Yuda memang mengajaknya lari di sekitar taman rumah mereka. Sejak tiga puluh menit itu pula Aletta berteriak protes. Saat dia berhenti berlari, Yuda justru menarik rambutnya. Hingga dengan terpaksa Aletta mengikutinya. Aletta benar- benar sudah lelah. Dia haus, dan merasa risih karena keringatan. Karena tidak tega melihat kondisi Aletta, Yuda mencari bangku taman, lalu mendudukkan gadis itu di sana. Sementara dia masih berdiri di depan Aletta sambil menghapus keringat di kening gadis itu dengan ujung kausnya. “Keringat Letta banyak banget yak? Kaus Yuda sampe basah gitu. Bau gak?” tanya Aletta polos. Yuda nyengir sambil menggeleng. “Enggak bau. Lo wangi kok,” kata Yuda sambil duduk di sebelahnya. Dia juga mengelap keringat yang menetes di kening dan lehernya. 264 Sampai akhirnya dia merasakan tangan Aletta membersihkan keringatnya dengan tisu. “Lo bawa tisu?” tanya Yuda heran. Aletta cengengesan hingga Yuda menoyor kepalanya. “Kenapa nggak dikeluarin dari tadi bolot! Baju gue kan nggak perlu basah jadinya!” “Lupa,” sahut Aletta santai. “Yuda?" panggil Aletta. “Hmm.” “Leta haus,” lanjutnya. Yuda terdiam, lalu langsung bangkit. “Tunggu sini, gue beli minum dulu. Abis itu kita pulang. Jangan ke mana-mana ya? Kalo ada cowok ngajak ngobrol, gak usah dijawab. Pokoknya jangan tebar pesona!” pesan Yuda. “Letta juga punya pesan buat Yuda.” “Apa?” “Letta pesan minum, tapi gak mau air putih. Letta mau minuman rasa jeruk. Terus sekalian beli jajan yak? Cokelat kek, atau keripik kentang. Jangan lupa es krimnya ya. Udab itu aja. Jangan lama yal” teriak Aletta dengan girang. Yuda ingin mengumpat rasanya. Dasar Aletta kurang ajar! Dia memesan makanan seakan memesan dengan pelayan. Memangnya tampang Yuda pantas menjadi pelayan? Wajahnya ini kan lebih cocok dijadikan pacar. lya kan? lya tidak? lya dong? Iya lah! “Lo paling jago emang ya, Ta, kalo morotin orang,” cibir Yuda. Aletta menyatukan tangannya membentuk love lalu menunjukkan ke arah Yuda. Tidak lupa dengan senyuman polosnya. Melihat kelakuannya itu, Yuda langsung tertawa. Lihat, kan?! Hanya dengan cara seperti itu saja Yuda langsung luluh dengan Aletta. “Murahan banget sih gue jadi cowok. Disenyumin dikit aja luluh. Lo udah bego makin bego aja sih, Yud, karena cinta,” omel Yuda. Saat Yuda sudah berjalan semakin jauh, Aletta menutup wajahnya yang memerah karena merasa malu dengan tingkahnya barusan. Ya 265 ampun, apa-apaan itu tanda love yang dia buat? Memalukan sekali. Untung saja Yuda tidak protes. Aletta mengeluarkan ponselnya, lalu membuka galeri fotonya. Dia tersenyum saat melihat foto Yuda yang akhir-akhir ini sering dia ambil diam-diam. Dia punya banyak foto Yuda yang sedang sibuk dengan ponselnya. Yuda bisa bermain games di ponsel meski mereka sedang berjalan. Dia terlalu fokus dengan ponselnya hingga tidak sadar bahwa Aletta selalu mengambil gambarnya. Setelah melihat foto Yuda, Aletta membuka ikatan rambutnya yang tadi dikepang Yuda. Dia yakin rambutnya semakin berantakan setelah lari. Dia menggerai rambutnya, lalu menyisir dengan tangannya. Dia juga tidak sadar kalau Yuda sudah kembali dan sedang mengambil gambarnya dari samping. Yuda tersenyum puas karena berhasil mendapat foto Aletta yang menurutnya sangat bagus. Sebelum mendekati gadis itu, dia membuka akun Instagram, lalu mengunggah foto gadis itu di sana. er “Ini pesanannya, Nyonya!” ujar Yuda sambil menyerahkan plastik berisi makanan dan minuman pesanan Aletta. Dia duduk di samping Aletta sambil membuka tutup botol minuman untuk gadis itu yang langsung diteguknya dengan semangat. Dia juga membuka bungkus keripik kentang, lalu menyerahkannya pada Aletta. Di saat Aletta sedang sibuk menikmati makanan dan minumannya, Yuda justru sibuk membaca komentar orang-orang pada foto yang baru saja dia upload ke Instagram. Dia terus tertawa membaca komentar yang menurutnya sangat lucu. Yuda masih tertawa sambil membaca komentar yang lebih banyak dari para perempuan. Sebagian komentar dari kakak kelasnya yang entah kenapa memanggilnya dengan sebutan Abang. Dasar sok muda! “Yuda ngapain sih ketawa terus dari tadi? Gila ya?” ejek Aletta sambil menyuapkan es krim ke mulut Yuda. Yuda menerima suapan itu sambil 266 menyimpan ponselnya, lalu melirik Aletta yang kembali menikmati es krimnya. Dia bahkan sudah menghabiskan dua bungkus keripik kentang, dan satu botol minuman rasa jeruk. Ya ampun, si pendek itu benar-benar rakus ternyata. “Ayo pulang,” ajak Aletta setelah menghabiskan es krimnya. “Pulang sekarang? Itu jajan lo nggak diabisin?” Yuda menunjuk plastik yang dipegang Aletta. Masih ada beberapa makanan di dalamnya. Dia mengambil tisu Aletta, lalu membersihkan tangan dan mulut gadis itu dari noda es krim. “Makan di rumah aja. Ayo pulang!" ajak Aletta sambil berdiri. Yuda ikut berdiri dan berjalan di depannya. Tiba-tiba, Aletta menarik kaus belakang Yuda, dan menyodorkan tangan kanannya. “Apa? Minta digandeng?” cetus Yuda. Aletta nyengir sambil mengangguk. “Iya. Gandeng, dong. Ntar Letta ilang loh.” “Ngaco lo!” ketus Yuda sambil menjambak rambutnya hingga Aletta cemberut. “Ogah gue gandengan. Kayak truk aja lo!” “Songong banget!” balas Aletta sinis. Tapi dia langsung tersenyum cerah saat Yuda berjongkok di depannya. Tanpa banyak bicara, Aletta naik ke punggung Yuda. “Daripada digandeng mending gue gendong. Ini lebih aman.” “Gue nggak suka gandengan. Gue takut tiba-tiba tangan lo lepas, terus digandeng sama yang lain.” “Digendong juga bisa jatoh,” sahut Aletta. “Gak bakal! Gue bakal terus megang lo dan jagain lo. Lo bakal tetep di sini, di dekat gue. Gak bakal jatoh ke orang lain. Lo aman di gendongan gue. Karena lo punya gue! Paham!" Aletta hanya mengangguk menyetujui ucapan Yuda. Memangnya dia harus menjawab apa? Yuda terus menggendong Aletta menuju rumah mereka. Saat sudah 267 sampai di depan rumah gadis itu, mereka bisa melihat mobil seseorang yang sangat Aletta dan Yuda kenali. Itu milik Rion. Aletta yang merasa heran langsung turun dari gendongan Yuda. Tanpa mengatakan apa pun, dia berlari menuju pintu rumahnya dan melongo melihat Rion. Rion sudah pulang dari Paris dan sekarang berada tepat di hadapannya. “Hai,” sapa Rion dengan senyuman penuh pesonanya. Aletta berbinar melihat penampilan baru Rion. Laki-laki itu mengubah gaya rambutnya. Rion mewarnai rambutnya kecokelatan. Rambutnya disisir ke belakang hingga menunjukkan kening mulusnya. Ya ampun, kenapa Rion semakin tampan? “Bang Rion! Bang Rion di sini ya ampun!” pekik Aletta sambil memeluk idolanya itu. Rion tersenyum geli dengan tingkah Aletta. Sementara Yuda menatap keduanya kesal. “Sapi, kambing, gorila! Ngapain itu artis sialan ke sini? Gak takut apa diamuk Om Ganteng? Itu Tata juga napa genit banget sih! Aelah.” Yuda mengacak rambutnya frustrasi sambil menendang-nendang udara. “Jangan cemen, Yud. Gitu aja lo baper!” ejeknya pada diri sendiri, lalu berjalan menuju rumahnya. 268 ee Wise uda tersenyum miris mengejek dirinya sendiri saat melihat Aletta dan Rion yang sedang berpelukan. Sekali lagi dia menatap mereka berdua, lalu berjalan menuju rumahnya. Baru saja dia akan membuka pagar, Gara berteriak memanggilnya. “Yuda, sini lo!” teriak Gara. Yuda meliriknya sekilas, lalu kembali berjalan menuju rumahnya. “Eh, tokek, dasar! Awas kalo lo nggak ke sini ya. Nggak gue izinin lo ketemu adek gue lagi!” ancam Gara. Mendengar ancaman Gara, Yuda langsung berlari ke arahnya sambil tersenyum cerah. “Jadi lo ngerestuin gue sama Tata? Asyik banget Abang Ipar," celetuk Yuda sambil merangkul bahu Gara. Gara melepaskan rangkulannya, lalu mendorong tubuhnya menjauh. “Nggak usah kepedean lo. Gue belum yakin lo bisa jagain adek gue. Buktinya aja ngeliat dia sama si Rion, lo langsung baper. Cemen banget lo!" ejek Gara. “Aelah siapa yang baper. Gue tadi mau nutup pagar rumah gue,” bantah Yuda. “Nggak usah bacot. Mending lo ikut gue ke dalam. Kita harus ngawasin itu artis. Biar dia gak macem-macem sama adek gue!" Yuda mengangguk antusias. Dia dan Gara berjalan dengan cepat memasuki rumah Aletta. Sampai di dalam, mereka bisa melihat Aletta dan Rion sedang duduk berseberangan di sofa ruang tamu. Yuda mendengus saat melihat Aletta. Si bolot itu sedang menatap Rion dengan berbinar. Ya ampun, menyebalkan sekali. Ingin rasanya Yuda mencongkel matanya. Kenapa Aletta genit sekali sin dengan Rion? Kalau genit dengan Yuda sih tidak masalah. 269 “Heh, siapa yang nyuruh lo masuk rumah gue? Main duduk aja lagi. Keluar lo sana!” teriak Gara pada Rion. “Abang nggak boleh gitu. Bang Rion ini tamunya Letta ya.” “Tamu gak diharapkan. Suruh pulang sana!” ketus Gara. “Abang, nanti Letta aduin Papa ya ngomong nggak sopan sama yang lebih tua,” ancam Aletta. “Aduin sana. Yang ada Papa langsung pulang dari kantor terus gebukin ini artis sialan!” Aletta terdiam. Benar kata Gara. Bukannya memarahi Gara, papanya justru akan memukuli Rion. “Apa tujuan lo ke sini? Pengin ketemu Aletta? Udah ketemu, kan? Pulang sono!” usir Gara lagi. “Abang!” tegur Aletta. Gara mengabaikan tegurannya. Yuda juga sudah sibuk dengan ponselnya. Daripada mendengarkan ocehan mereka, lebih baik dia bermain games. Rion menggaruk kepalanya. Dia sendiri tidak tahu kenapa dia datang ke rumah Aletta. Yang dia tahu, saat dia pulang dari Paris, orang yang ingin dia temui pertama kali adalah Aletta. “Sebenarnya, saya baru pulang dari Paris.” Rion memulai pembicaraan. Gara hanya menatapnya datar. Memang kenapa kalau dia baru pulang dari Paris? Dia mau pamer? Seharusnya dia langsung pulang ke rumahnya, kan? Kenapa pula dia harus pulang ke rumah orang? “Saya mau ngasih oleh-oleh buat Aletta. Tapi ada di mobil. Terus, boleh nggak saya ajak Aletta keluar sebentar. Nggak akan lama dan nggak akan jauh da—" “Gak boleh!” tegas Gara. Aletta menatap abangnya tidak suka. Saat ini di rumahnya hanya ada mereka berempat. Papanya sedang di kantor dan mamanya sedang di kafe. Kalau saja mamanya ada di sini, sudah pasti dia akan mengizinkan Aletta pergi dengan Rion. “Abang, boleh ya. Sebentar aja. Nggak bakal jauh kok. Ke taman situ 270 aja. Ya Bang ya?" rayu Aletta. Gara menggeleng tegas. “Saya janji akan mulangin Aletta tepat waktu. Dia nggak bakal kenapa-kenapa. Saya akan jagain dia.” Rion ikut meyakinkan. “Udah biarin aja, Bang. Sono pergi lo, Ta," kata Yuda sambil masih fokus menatap ponselnya. “Enak aja lo ya. Kalo ada apa-apa sama adek gue, lo mau tanggung jawab?" "Kok gue? Kan dia pergi sama si Artis. Kalo ada apa-apa ya dia lo gebukin!” ketus Yuda. “Ya karena lo izinin dia pergi! Harusnya lo larang dong. Gimana sih lo!" teriak Gara. Yuda melemparkan ponselnya ke meja dengan kasar, lalu berdiri dan menatap Gara dengan tajam. “Lo aja abangnya nggak bisa ngelarang, kan? Apalagi gue. Emang gue siapa? Lo pikir adek lo itu bakalan dengerin gue? Enggak! Ya udah biarin dia pergi. Biarin dia ngelakuin hal yang dia suka. Emang dia peduli sama ucapan kita? Kagak!" teriak Yuda. Entah kenapa Aletta merasa tertohok dengan ucapan Yuda barusan. Apa Aletta memang orang yang seperti itu? Tidak peduli dengan ucapan orang lain. Dia hanya peduli dengan kesenangannya sendiri. "Ya udah pergi sana!” ucap Gara ketus tanpa melihat Aletta. Dia berjalan ke kamarnya tanpa menoleh lagi ke arah mereka. Aletta merasakan seseorang menggenggam tangannya. Rion sudah menariknya keluar rumah. Tadinya dia sangat bersemangat saat Rion mengajaknya pergi. Namun, saat melihat Yuda yang menatapnya datar, Aletta justru sedih. Yuda bahkan tidak menahannya pergi bersama Rion. Apa Yuda marah? Aletta tidak suka kalau Yuda marah padanya. Kenapa tiba-tiba Aletta merasa ingin Yuda mencegahnya pergi ya? he Aletta duduk sambil menggoyangkan kakinya ke depan dan belakang. Saat ini dia dan Rion sedang duduk di bangku taman yang baru saja Aletta datangi bersama Yuda. 271 “Ini buat kamu.” Rion menyerahkan paper bag pada Aletta. Awalnya Aletta bingung kenapa Rion tiba-tiba memberinya sesuatu. Dia kan tidak sedang ulang tahun. Tapi, saat mengingat bahwa Rion akan memberikannya oleh-oleh dari Paris, Aletta menerimanya. Setelah mengucapkan terima kasih, dia membuka paper bag itu, lalu mengernyit melihat isinya. “Parfum?” tanya Aletta dengan raut bingung. Rion mengangguk. Dia meraih parfum itu dari tangan Aletta, lalu menyemprotkannya ke pergelangan tangan gadis itu. “Coba cium. Wangi, kan?” tanya Rion dengan semangat. Dia Mmemang sengaja membelikan Aletta parfum sebagai oleh-oleh. Dia pikir Aletta akan menyukainya. Tapi saat melihat wajah aneh Aletta setelah mencium parfum itu, dia jadi menyesal membelinya “Makasih Bang udah inget beliin Letta oleh-oleh. Tapi serius, Letta nggak suka parfum,” kata Aletta dengan wajah merasa bersalah. Dia menutup parfum itu, lalu memberikannya pada Rion. “Kamu nggak suka parfum? Nggak pa-pa. Saya masih punya satu oleh-oleh lagi buat kamu.” Rion kembali bersemangat mengeluarkan sebuah kotak. Aletta kembali menerima kotak itu dan berbinar menatap isinya. “Kalung? Cantik banget," kata Aletta. “Kamu suka?” Aletta mengangguk. Tapi dia langsung menutup kotak itu dan mentapa Rion dengan tatapan sedih. “Leta suka kalungnya, Bang. Bang Rion kenapa ngasih Letta kalung?” “Karena saya suka sama kamu!" jawab Rion mantap. “Aelah ngaco aja ini fans. Letta suka sih kalungnya. Tapi Letta nggak bisa nerima. Letta udah punya kalung. Ini nggak boleh dilepas karena pemberian dari Papa.” Aletta menunjukkan kalung yang melingkar di lehernya. Kalung berbentuk matahari yang diberikan papanya saat dia ulang tahun. Dia tidak mau melepas kalung tersebut hanya karena ingin memakai kalung dari Rion. “Jadi kamu nolak kalung ini juga?” Rion terlihat menahan kesal. 272 Aletta meringis sambil tersenyum tipis. Dia merasa bersalah. Tapi mau bagaimana lagi? Dia memang tidak bisa menerima pemberian Rion. Sejak dia lahir hingga sebesar ini, hidupnya memang tidak pernah kekurangan. Papanya selalu memenuhi kebutuhannya. Tapi bukan berarti dia hidup dengan kemewahan yang berlebihan. Papanya selalu mengajarkannya hidup sederhana. Makanya Aletta tidak suka diberikan barang mewah. Dia lebih suka diberikan kuota. Aletta dan kuota itu sudah seperti pasangan. “Ya udah nggak pa-pa kalo kamu nggak terima. Kamu suka es krim, kan? Tunggu di sini, saya belikan es krim.” Rion sudah akan berdiri untuk membelikan gadis itu es krim. Tapi Aletta menahannya. Dia memang menyukai es krim, tapi dia tidak mau dibelikan Rion. Karena Yuda sudah membelikannya es krim tadi. “Kita pulang aja ya, Bang. Nanti papanya Letta keburu pulang kantor. Biasanya Papa lewat sekitar sini loh," kata Aletta. Rion mengangguk singkat. Dia tidak mengatakan apa pun lagi. Sepertinya keputusannya untuk menemui Aletta hari ini salah. “Saya ambil mobil dulu,” kata Rion sambil berjalan mendahului Aletta. Sebetulnya jarak taman dan rumah Aletta tidak terlalu jauh, tapi Rion tetap membawa mobil. Dasar artis. Dia pasti malu berjalan kaki. Aletta memutuskan berjalan menyusul Rion. Tapi tiba-tiba dia terjatuh. Lututnya langsung mencium tanah hingga memerah. Rion yang mendengar suara jatuh, menoleh ke arah Aletta dan langsung melotot. Tanpa banyak bicara dia langsung mendekati gadis itu. “Kamu baik-baik aja, kan?” tanya Rion. Aletta mengangguk sambil meringis. Karena tidak tahan melihat wajah Aletta yang terlihat kesakitan, Rion berjongkok di depannya bermaksud menggendong Aletta. Dengan ragu, Aletta menaiki punggungnya. Rion menggendong Aletta menuju mobilnya. Tapi baru beberapa langkah, Aletta minta diturunkan. Dia merasa aneh saat berada di gendongan Rion. Rasanya berbeda seperti gendongan Yuda. Aletta tidak suka digendong Rion. Ya ampun, kenapa Aletta terus 273 memikirkan Yuda ya? Yuda kan sedang marah padanya. “Kamu tuh kenapa sih Aletta? Dikasih barang mewah, nggak mau Saya beliin es krim, nggak mau. Saya gendong juga kamu kayak nggak suka. Mau kamu sebenarnya itu apa? Jangan bikin saya marah ya!” teriak Rion frustrasi. Aletta menatapnya dengan terkejut. Ini pertama kalinya Rion berteriak padanya. “Bang Rion kenapa sih, kok jadi galak?” “Ini semua salah kamu. Saya emang bilang suka sama kamu. Tapi bukan berarti kamu bisa ngelakuin hal sesuka kamu sama saya. Kamu pikir kamu itu siapa? Kamu itu cuma fans. Harusnya bersyukur karena artis kayak saya sudi ketemu sama kamu. Harusnya kamu berterima kasih karena saya ngasih hadiah mewah sama kamu. Bukan sok nolak gitu.” “Bang Rion kok ngomong gitu? Letta minta maaf kalo bikin Bang Rion kesal atau sakit hati. Letta nggak maksud gitu.” “Halah, udahlah. Saya aja yang bodoh terlalu baik sama fans kayak kamu. Saya juga cuma bercanda waktu bilang sayang ke kamu. Nggak usah besar kepala kamu.” “Bang Rion kok jahat sih?” ucap Aletta lirih. "Kalo iya kenapa?” bentak Rion. Aletta memejamkan matanya menahan air matanya. Dia tidak menyangka idolanya sekasar ini. Dia pikir Rion itu baik. Selama ini dia menganggap Rion mengagumkan. Tapi ternyata.... Ya ampun, ternyata benar kata Yuda kalau mengidolakan orang seperti itu adalah hal yang sia-sia. “Letta nggak nyangka Bang Rion kayak gini. Ternyata Bang Rion itu jahat ya. Pantes aja tega manfaatin fans-nya. Letta kecewa sama Bang Rion. Mulai sekarang Letta nggak nge-fans lagi sama Bang Rion!” “Heh!” Rion menarik bahu Aletta dengan kasar. “Kamu pikir saya peduli? Kehilangan satu fans kayak kamu itu nggak berarti apa-apa buat saya. Hilang satu, masih ada jutaan fans yang mengidolakan saya. Kamu pikir kamu seberharga itu? Enggak!” Rion mendorong bahu gadis itu hingga Aletta terjatuh. Ya ampun, Rion benar-benar berbeda. Dasar tidak punya hati! Dasar penjahat. 274 “Kamu pikir karena saya sering ketemu kamu, kamu berharga buat saya? Saya bahkan menyesal membuang waktu berharga saya cuma untuk ketemu perempuan kayak kamu!” sambung Rion sinis sambil berjalan melewati Aletta. Tapi baru beberapa langkah, seseorang membalikkan tubuhnya lalu memukul rahangnya dengan keras. Tidak hanya itu, orang itu juga menendang perutnya hingga Rion terjatuh. “Ab... Ab...” Aletta bahkan tidak bisa berbicara dengan benar melihat kejadian itu. Dia menatap Rion yang meringis setelah dihajar seseorang. Aletta memang kesal padanya. Tapi dia tidak sejahat itu membiarkan Rion dipukuli. Orang itu kembali melayangkan tangannya ke wajah Rion. Aletta yang sudah bangkit, berusaha menghentikan orang yang menghajar Rion. Tapi dia tidak tahu harus melakukan apa. Saat tangan orang itu ingin kembali memukul Rion, Aletta menarik lengan kirinya. “Abah, jangan. Udah ya?” ucap Aletta sambil terisak. Dia menatap Dodi dengan sendu. lya, orang yang menghajar Rion adalah Dodi. Abahnya. Dodi baru saja pulang dari kantornya. Saat dia melewati taman sekitar rumah mereka, dia melihat seseorang yang dia kenal. Meskipun jauh, Dodi bisa mengenali orang itu. Dodi mengenal Aletta sejak gadis itu dilahirkan. Jadi, dengan hanya memandang selama dua detik saja dia bisa mengenali gadis kesayangannya itu. Tadinya Dodi akan membiarkan Aletta di sana. Dia pikir gadis itu pergi bersama Yuda. Tapi ternyata bukan. Dia justru melihat Aletta dengan Rion. Awalnya Dodi hanya diam memperhatikan mereka. Tapi saat tahu anak gadisnya itu diperlakukan kasar oleh Rion, Dodi langsung marah. Dia mendekati laki-laki itu lalu menghajarnya. “Kamu nggak pa-pa, kan?” tanya Dodi. Aletta mengangguk sambil terisak. Sialan! Biasanya Dodi bisa menahan amarahnya. Tapi melihat gadis kesayangannya itu menangis, Dodi semakin ingin menghabisi Rion. Dia menarik kerah kemeja Rion, sambil menatapnya tajam. “Kamu dengar ya! Saya bukan orang yang suka marah. Tapi bukan 275 berarti saya akan diam aja saat keluarga saya dikasari. Kamu pikir kamu siapa berani ngelakuin itu sama Aletta? Kamu nggak berhak ngelakuin itu sama anak saya!” bentak Dodi. Dia tidak merasa kasihan meski Rion terlihat menahan sakit. “Aletta itu permata di keluarga kami. Kami selalu berusaha jaga dia, lindungi dia, dan nggak akan membiarkan dia tersakiti. Selama ini saya diam atas perlakuan kamu sama anak saya. Kenapa? Karena saya tau dia mengidolakan kamu. Dia nggak akan suka kalo saya melakukan sesuatu sama kamu. Tapi kali ini kamu sudah keterlaluan. Kamu nyakitin anak saya!" “Kamu harusnya bersyukur cuma ketemu saya hari ini. Karena kalo tiga laki-laki yang menjaga dia tau apa yang kamu lakuin sama dia, saya jamin, kamu ngggak cuma dapat babak belur!" ujar Dodi berapi-api. Rion bergidik ngeri. Astaga, dia lupa Aletta punya keluarga menyeramkan. Dia pikir hanya papa Aletta saja yang mengerikan. Ternyata laki-laki yang ada di hadapannya ini lebih mengerikan. Ya ampun, tubuh Rion sakit sekali rasanya. Bagaimana dengan wajahnya ya? Apa masih tampan? “Heh, ini peringatan pertama dan terakhir buat kamu dari saya. Jangan pernah sakiti anak saya lagi. Yang terpenting, jangan pernah muncul lagi di hadapan Aletta. Kalo sampai saya liat kamu di sekeliling anak saya, saya hancurkan hidup kamu. Karier kamu akan hancur dan saya pastikan kamu jadi gembel. Ingat itu!” ucap Dodi sambil menepuk pipi Rion dua kali. Setelah itu dia membawa Aletta pulang. “Keluarga sialan emang! Bisa-bisanya mereka ngelakuin ini ke gue. Sialan! Gak bakal gue berurusan lagi sama mereka!” omel Rion. oe Dodi menghentikan mobilnya tepat di depan rumahnya. Saat Aletta ingin membuka pintu mobil, laki-laki itu menahan tangannya. “Aletta,” panggilnya. Gadis itu menoleh. “Papa memang bukan papa kandung kamu. Tapi Papa sudah menganggap kamu sebagai anak kandung. Sayang Papa ke kamu dan Yuda itu sama. Papa nggak pernah 276 membedakan kalian,” ucap Dodi. “Selama ini Papa nggak pernah minta apa-apa kan sama kamu? Kali ini, boleh nggak Papa minta sesuatu? itu juga kalau kamu nganggap Papa sebagai orangtua.” “Boleh. Abah mau minta apa pasti Letta lakuin,” ucap Aletta sambil menahan tangis. Dia tahu Dodi sangat sayang padanya. Dia juga salah satu orangtua yang tidak ingin Aletta kecewakan. “Papa minta jangan ketemu Rion lagi ya? Jangan sukai dia lagi. Bisa?” Dodi berbicara dengan sangat lembut hingga Aletta tidak tahan untuk tidak memeluknya. “Iya. Aletta nggak akan ketemu dia lagi. Aletta sayang Abah!" tegas Aletta sambil menyembunyikan wajahnya di dada Dodi. Laki-laki itu mengelus rambutnya dengan sayang. “Papa lebih sayang kamu. Ayo masuk," ajak Dodi. Aletta mengangguk. Dia memasuki rumah Dodi dan langsung berlari ke kamar Yuda. Seperti biasa, dia masuk tanpa mengetuk pintu. Dia bisa melihat Yuda yang sedang berdiri di depan jendela. Aletta berjalan dengan pelan agar tidak menimbulkan suara. Dia berdiri sekitar empat meter di samping Yuda. Laki-laki itu masih fokus dengan pemandangan yang ada di luar jendela. Yuda tidak menyadari keberadaannya. Aletta tersenyum cerah melihat Yuda dari samping. Dia semakin tampan saat sedang melamun. Seperti biasa, Aletta mengeluarkan ponselnya dan mengambil gambar Yuda dengan ponselnya. “Lo makin sering moto gue diam-diam ya sekarang. Udah jadi stalker gue?” ucap Yuda tanpa menoleh. Aletta yang merasa terkejut langsung menjatuhkan ponselnya. “Ya ampun, belahan jiwanya Letta jatoh. Aduh, pasti sakit. Sayang, kamu ga pa-pa, kan?” ucap Aletta sambil memungut ponselnya. Yuda menatapnya tidak percaya. Si bolot ini... Ya ampun, kapan dia waras? Yuda sudah akan menarik rambutnya. Tapi saat melihat lutut Aletta terluka, dia menjadi panik. Dia menarik Aletta, lalu mendudukkannya di kasur, sementara dia berjongkok di depan gadis itu. Yuda langsung mengambil kotak P3K dan mulai membersihkan luka gadis itu. 277 “Dasar ceroboh! Masih sakit gak?” tanyanya. Aletta menggeleng. “Tadi pas jatoh, Letta digendong sama Bang Rion.” Yuda mendadak diam mendengar ucapan Aletta. Tapi kemudian dia melanjutkan kegiatan mengobati kaki gadis itu. “Tadinya sih digendong Bang Rion. Tapi Letta minta turunin.” “Kenapa?” Yuda menempelkan plester di lututnya. “Letta nggak suka digendong Bang Rion. Rasanya aneh. Biasanya kan Letta digendong sama Yuda.” “Jadi lo lebih suka digendong gue?” tanya Yuda sambil tersenyum. Aletta mengangguk. “Gue kan udah bilang, Ta. Gue bakalan bikin lo lupa sama dia. Lo bakal terbiasa sama gue. Lo cuma nyaman sama gue. Dengan gitu, perlahan lo bakalan jatuh hati sama gue. Nggak lama lagi, lo bakalan lupa sama dia. Gue yang bakalan masuk ke hati lo, dan nggak akan ada yang bisa ngeluarin gue dari sana.” “Cuma Yuda cowok yang bakalan narik rambut Aletta sampe dia teriak kesal. Cuma Yuda yang bakal dipalakin Aletta buat beli es krim. Cuma Yuda yang bakalan gendong Aletta kalo dia lagi luka. Dan cuma Yuda yang bakal milikin Aletta.” “Ingat ya, Aletta itu punya Yuda. Aletta nggak boleh dekat sama laki-laki lain kecuali keluarga. Kalo dekat sama cowok lain artinya selingkuh. Selingkuh itu dosa. Lo nggak mau kan masuk neraka?” tanya Yuda dengan senyum miring. Aletta menggeleng kuat. “Jadi, lo harus apa?” “Aletta harus setia sama Yuda. Nggak boleh selingkuh dari Yuda. Karena selingkuh itu dosa dan bisa masuk neraka!” jawab Aletta mantap. “Pinter banget Tata. Pacarnya siapa?” Yuda mengusap-usap kepalanya. “Hmm... pacar Yuda?” tanya Aletta meyakinkan. Yuda tersenyum puas sambil mengecup tangan gadis itu. “Iya. Tata pacarnya Yuda!” tegas Yuda. 278 41 q bis ini pelajaran Bahasa Inggris, kan?” tanya Vika sambil memainkan Avonceiya, Aletta mengangguk sambil menikmati baksonya. Hari ini dia dan Vika hanya ke kantin berdua. Yuda dan yang lainnya langsung menghilang dari kelas saat bel istirahat berbunyi. “Eh Ta, lo tau udah kan berita terbarunya si Rion? Masa kan katanya dia baru pulang dari Paris. Tapi mukanya babak belur gitu. Belum tau juga alasannya. Pas di rumah sakit juga dia nggak mau diwawancarai. Menurut lo kenapa Ta?” tanya Vika semangat. Aletta hanya menaikkan bahunya tak acuh. Dia sudah tidak peduli dengan Rion si jahat itu. “Th Ta, kok lo biasa aja. Biasanya juga lo kepo. Terus panik gitu pas tau dia kenapa-kenapa. Dia dirampok apa ya?” “Dihajar Abah!” jawab Aletta cepat. Vika menoleh ke arahnya sekilas, lalu terbahak. “Bisa aja lo kalo becanda. “Letta serius tau. Dia kemarin jahat sama Letta. Terus Abah liat dan Abah marah. Terus dia dihajar sama Abah. Ah, pokoknya Abah terbaik!” Sekali lagi Vika menatap sepupunya itu. Aletta tidak seperti biasanya. Biasanya dia selalu semangat membicarakan Rion artis pujaannya itu. Tapi kali ini tidak. Aletta terlihat tidak peduli. “Ta, lo serius itu Om Dodi yang hajar dia? Kok bisa sih? Bercanda kan lo? Om Dodi gitu, Ta. Orang yang kalem, mustahil banget ngehajar si Rion.” Karena Vika terlihat tidak memercayainya, Aletta menceritakan semua yang terjadi. “Wah, kurang ajar bener itu artis. Nah kan, dari awal gue emang nggak suka sama itu orang. Apalagi dia fitnah lo waktu itu, sebel banget gue. Pengin gue cincang rasanya. Tapi syukur ya ada Om Dodi. Sayang 279 banget gue nggak liat dia ngehajar orang. Ih, pasti keren banget, ya kan?" kata Vika. Aletta tersenyum cerah sambil mengangguk. Memang benar. Abah sangat mengagumkan saat menghajar Rion. Aletta saja tidak menyangka orang sebaik Abah ternyata bisa sangat menyeramkan saat marah. “Tapi Vika, Letta punya satu cerita lagi.” “Apaan?” tanya Vika sambil meminum jus mangganya. “Letta sekarang udah punya pacar loh,” ucap Aletta bangga. Dia juga memamerkan cengiran polosnya. Vika langsung menepuk dadanya karena tersedak minuman saat mendengar ucapan mengejutkan dari Aletta. Sementara itu, mereka tidak menyadari ada tiga laki-laki yang sedang mendengarkan percakapan mereka. Ketiganya tidak kalah terkejut dengan Vika. Mereka saling berpandangan, lalu langsung duduk di depan kedua gadis itu. “Lo punya pacar? Serius? Demi apa? Siapa?” tanya Raihan tidak sabaran. “Iya jawab, Ta. Siapa? Aelah, kalo sampe Yuda tau dia ketikung, mewek kagak ya?" cetus Alfan. “Dia nggak sebego itu,” sahut Dhika. "Diam dulu elah. Datang-datang berisik aja lo pada. Jadi Ta, pacar lo siapa? Sekolah di sini juga? Sekelas gak?” tanya Vika. Aletta mengangguk. Keempat orang itu menatapnya dengan penasaran. Mereka terus menebak, kira-kira siapa yang menjadi pacar Aletta. "Yuda,” cetus Aletta. Keempat temannya itu langsung melongo. “Yuda?” tanya mereka bersamaan. Aletta mengangguk lagi. “Wah gila, gerak cepat ya!” cibir Raihan. “Gak mau ketikung lagi dia," sahut Alfan. “Gue masih nggak yakin itu anak beneran nembak Aletta. Lo beneran pacaran sama dia, Ta? Emang cara dia ngungkapin perasaan ke elo gimana?” tanya Dhika penasaran. “Rahasia. Pokoknya Letta sama Yuda itu pacaran. Titik!" tegas Aletta. “Wah, gak bisa deket cowok lagi dong lo, Ta. Deket kita aja mungkin lo dilarang sama pacar lo itu,” sinis Raihan. 280 “Emang iya. Kata Yuda, Letta nggak boleh deket sama cowok kecuali keluarga. Karena itu namanya selingkuh. Letta harus setia sama Yuda. Tapi, kayaknya sama kalian boleh sih. Kalian kan sahabat Letta.” “Kalo lo harus setia, Yuda juga harus setia Ta. Ih, masa tadi gue liat dia ke kelas XII IPS1. Itu kan kelasnya si Mika. Tihati lo, Ta. Ntar ditikung Mika lagi. Dia kan artis. Cantik pula. Bisa aja kan Yuda naksir dia,” jelas Raihan sambil tersenyum miring. “th, iya ya, Ta. Lo harus jagain dia kalo gitu. Ikutin ke mana aja biar nggak bisa dekat sama cewek lain. Pokoknya lo harus buntutin dia. Jangan biarin dia tebar pesona sama cewek lain,” sambung Alfan. “Wah, kalo gitu lo harus ke kelas XII IPS1, Ta. Liatin sono, Yuda lagi ngapain. Kalo ada cewek yang berani dekatin, bantai aja. Sono Ta, langsung samperin Yuda,” suruh Vika. Aletta terlihat berpikir. Apa dia harus mengikuti ucapan ketiga temannya ini? Mereka tidak sedang mengerjainya lagi kan? Tapi, Aletta juga penasaran. Sedang apa Yuda di kelas Mikaila? Apa dia mendekati gadis itu? Awas saja kalau Yuda selingkuh, Aletta juga akan selingkuh. Tapi... dengan siapa? “Gak usah banyakan mikir, Ta. Udah sana lo liatin dia. Keburu bel loh." Vika mendorong bahu Aletta hingga gadis itu berdiri. Aletta sudah memutuskan kalau dia akan mengintai Yuda. Kalau Yuda benar-benar dekat dengan Mikaila, Aletta akan marah. “Letta ke Yuda dulu ya,” ucapnya sambil berjalan keluar dari kantin. “Bilangin ke Yuda, jangan lupa PJ ya, Ta!” teriak Raihan. Aletta menoleh sekilas. Meski tidak mendengar jelas ucapan Raihan, dia tetap mengangguk. Setelah Aletta sudah tidak terlihat, Vika, Raihan, dan Alfan tertawa kencang sambil bertos ria. Sementara Dhika menggeleng melihat kejahilan ketiga manusia itu. “Jangan keseringan ngerjain Aletta. Kasian elah,” cetus Dhika. “Ini sih bukan ngerjain namanya. Tapi keadilan. Yuda gak biarin Aletta dekat cowok lain kan. Dia nempel terus noh sama Aletta. Jadi biar adil, si Letta juga kudu nempelin si Yuda. Biar itu anak tau, kalo dibuntutin ke mana aja rasanya nggak enak. Nggak bebas!” tegas Alfan. 281 “Setuju sama Babang Alfan!” kompak Vika dan Raihan. "I love you too, Vika,” balas Alfan sambil menahan tawa yang langsung mendapat gigitan dari Vika di tangannya. Mereka tidak tahu kalau Aletta mendengar ucapan mereka. Jadi kali ini dia dikerjai lagi ya? Menyebalkan. he “Pake ini.” Yuda menyerahkan jaket berwarna hijau pada Aletta. Gadis itu menerimanya dengan bingung. “Ini punya siapa?” tanya Aletta. “Punya lo." “Letta nggak punya jaket kayak gini.” “Emang gak punya. Kan gue yang beliin. Sini gue pakein.” Yuda memakaikan jaket itu ke tubuh Aletta. Setelah itu dia memakaikan helm gadis itu. “Itu udah lama sih gue beli, Ta. Cuma pas mau dikasih bingung alasannya apa. Tapi karena sekarang lo cewek gue, lo harus terima itu. Karena... jaketnya sama kayak punya gue.” Yuda mengeluarkan jaket dengan warna yang sama lalu menunjukkannya pada Aletta. Dia nyengir sementara gadis itu melongo. “Ini jaket pasangan?” tanya Aletta. Yuda mengangguk polos. Aletta mencubit pipi Yuda sekilas karena merasa gemas dengan tingkahnya. Bisa-bisanya dia menyiapkan jaket pasangan untuk Aletta. Sejak kapan dia merencanakan ini? Ya ampun, jangan bilang kalau Yuda sudah menyukai Aletta sejak lama. “Najis banget nggak sih kelakuan gue? Gue jijik sih sebenarnya, Ta, alay gini. Tapi bodo amat. Kalo lo suka kan bagus ya. Lagian gue beliin lo itu supaya kalo lagi pergi sama gue, lo nggak kepanasan atau kedinginan di jalan. Karena nggak setiap hari gue bawa jaket yang bisa gue pinjemin ke elo. Pokoknya itu harus lo simpan.” “Kalo lo kedinginan saat gue nggak ada, pake jaket itu. Anggap aja saat itu gue lagi lagi meluk lo dan nyalurin kehangatan buat lo.” “Iya, bakalan Letta simpan dan bawa kalo pergi sama Yuda. Makasih 282 ya, Bang Yuda. Letta suka jaketnya,” kata Aletta. Y’uda mengangguk, lalu mulai menyalakan motornya. "Sebelum pulang, kita makan es krim ya di taman?” Lagi-lagi Yuda mengangguk setuju dengan ajakan gadis itu. Dia menjalankan motornya ke arah minimarket untuk membeli es krim dan camilan. Setelah itu mereka menuju taman dekat rumah mereka. Aletta terlihat semangat menikmati es krimnya. Sementara Yuda sedang mengunyah wafer keju sambil sesekali mengelap keringat yang menetes di kening Aletta. Padahal mereka duduk di bawah pohon. Kenapa masih terasa panas ya? “Ta, kalo jalan sama cowok, lo mau dibeliin apa?" tanya Yuda tiba- tiba. Aletta berpikir sebentar, lalu tersenyum cerah. “Letta mau dikasih bunga. Mama dulu waktu kencan sama Papa dikasih bunga,” jawab Aletta polos. “Gue nggak mau kasih bunga, Ta.” “Kenapa?” “Bunga kan ada yang asli sama yang palsu. Gue nggak mau ngasih lo bunga asli, karena cepat layu. Gue nggak mau rasa sayang gue ke elo ikut layu. Gue juga nggak mau ngasih bunga palsu. Karena sayang gue ke elo nggak palsu.” “Terus Yuda mau ngasih Letta apa?” “Apa ya? Ciuman kening mau gak?" goda Yuda sambil menaik- turunkan alisnya. Aletta memukul bibir Yuda pelan. “Ciuman mah sebentar doang ilang. Emang Yuda mau rasa sayang ke Letta langsung ilang?" “Iya ilang, Ta. Ilang dari kening lo. Tapi nggak bakal ilang dari ingatan lo!” tegas Yuda. Aletta melongo. Yuda ini kenapa semakin pintar berbicara? "Ta," panggil Yuda pelan. Dia menggenggam tangan Aletta, lalu mengecup punggung tangannya penuh perasaan. Dia menatap Aletta dengan sayang. “Kemarin mungkin gue keliatan nggak serius ngomongnya. Tapi gue beneran sayang sama lo, Ta. Gue terbiasa ketemu lo pagi hari waktu 283 mau berangkat ke sekolah. Di kelas juga gue ketemu elo. Di kantin juga ketemu. Nyampe rumah yang gue liat elo lagi.” "Gue mau kayak gitu terus. Gue cuma ketemu elo dan mikirin lo doang. Sama kayak hati gue. Cuma ada lo doang di sana. Jadi Tata, kali ini gue bakalan minta dengan benar. Lo mau jadi cewek gue?” ucap Yuda sungguh-sungguh. “Udah cukup selama ini kita kenalan, temenan, curhatan. Sekarang saatnya kita jadian.” Aletta terdiam. Dia tidak tahu harus menjawab apa. Meskipun dia aneh dan sedikit... bolot. Tapi dia tahu maksud Yuda kali ini. Yuda sayang padanya, dan ingin Aletta menjadi pacarnya. Aletta sedikit bingung memang. Karena mereka kan sudah sepakat berpacaran kemarin. Jadi kali ini Aletta harus bagaimana?” “Jawab, Ta." Yuda mulai tidak sabaran. Aletta menjatuhkan es krim dari tangannya ke sepatu Yuda, hingga laki-laki itu melotot. Tapi tiba- tiba dia tersenyum saat Aletta mengangguk. “Letta mau. Tapi Yuda harus janji ya sering-sering beliin Letta es krim." Yuda mengangguk. Jangankan es krim, kuota pun akan Yuda belikan. "Sayang Tata bolot!” tegas Yuda. Sekali lagi dia mengecup punggung tangan Aletta. Akhimya Tata jadi cewek gue juga. Siapin diri Yud, buat perang sama bapak dan abangnya. 284 11 gh, Yud. Lo beneran pacaran sama Aletta? Serius lo? Kagak boong?” bisik Raihan sambil menulis jawaban tugas Matematika milik Aletta. Di sebelahnya, Yuda juga mengerjakan hal yang sama. Dia juga sedang fokus dengan angka-angka itu. Namun, kali ini dia mengerjakan soal sendiri. Dia tidak mencontek siapa pun. Luar biasa sekali Yuda ini. “Siapa yang ngasih tau lo?” tanya Yuda santai. Dia benar-benar terlihat santai seperti tidak memiliki beban. Seolah tugas Matematika itu hanya masalah kecil. Apa benar Yuda bisa menyelesaikan soal itu tanpa contekan dari Aletta? “Gue dikasih tau Aletta.” “Menutut lo, Tata boong gak?" tanya Yuda lagi. “Kagak sih. Dia pan selalu jujur. Berarti bener dong pacaran?” “Yoi. Tata pacarnya Yuda sekarang!” tegas Yuda. Raihan menahan tawa melihat kelakuan Yuda. “Aelah sekarang aja lo bangga. Dulu aja waktu masih friendzone idup lu melas. Berarti gak sia-sia dong yak lo ngintilin dia ke sana kemari. Jadi juga. Eh, si Letta nggak terpaksa kan nerima lo?” “Woi, sembarangan lo kalo ngomong ya. Tata itu suka juga sama gue!” kata Yuda tak terima. “Aelah santai. PJ dong, Bang,” Raihan menaik-urunkan alisnya. Mau tidak mau Yuda ikut tertawa melihat kelakuan teman gilanya itu. Pajak Jadian ya? Benar juga. Harusnya Yuda mentraktir teman-temannya kan untuk perayaan hari jadian mereka? “Nanti gue atur, coy. Sabarin aja," kata Yuda. Raihan mengangguk semangat. Dia kembali menyalin jawaban Aletta. Setelah itu dia memberikan buku Aletta pada Yuda. Tapi Yuda menolak. 285 “Gue kerjain sendiri aja, Han. Lo balikin aja bukunya Tata.” “Lah kenapa? Gaya banget lo kagak nyontek. Emang lo bisa, hah? Lo kan bodoh dan malasnya sepuluh sebelas sama gue.” “Ini gue lagi usaha, bego. Ntar kalo gue udah kelar ngerjain, baru dah lo periksa. Jawaban gue sama punya Tata sama kagak.” Raihan menganga. Dia tidak percaya manusia yang ada di hadapannya ini adalah Yuda. Dia mengecek kening Yuda untuk memastikan dia tidak demam. Yuda hanya memutar bola matanya malas menanggapi kelakuan teman bodohnya itu. Raihan benar-benar takjub dengan Yuda. Biasanya dia sangat malas menulis di kelas. Yang dia lakukan saat guru memberi tugas hanya menunggu contekan dari Aletta. Tapi kali ini dia mengerjakan sendiri. Ya ampun, apa ini efek samping pacaran dengan Aletta si pintar makanya Yuda berubah jadi orang pintar? Kalau begitu, Raihan juga akan mencari perempuan pintar nantinya. “Lo jadi rajin gini, Yud. Kenapa? Disuruh Aletta?” tanya Raihan. “Kagak, Han. Dia nggak maksa gue kok. Dia tetep mau jadi pacar gue meski gue bego.” “Terus kenapa lo jadi berubah gini?” tanya Raihan lagi. Mereka berbicara dengan sangat pelan. Kalau ketahuan guru mereka sedang mengobrol, bisa diusir dari kelas. “Gue cuma pengin pacaran yang sehat aja. Maksud gue, pacaran itu emang saling sayang kan. Tapi nggak harus menunjukkan sayang dengan pelukan dan ciuman doang, kan? Gue pengin berubah. Gue pengin, pacaran sama Tata itu bikin gue jadi semangat belajar. Gue mau berubah jadi orang yang lebih baik lagi, supaya bokap sama abangnya Tata itu percaya kalo gue pantes jadi pacarnya Tata,” jelas Yuda panjang lebar. Saat Raihan ingin memotong ucapannya, Yuda menahannya. “Enggak. Gue gak ngelakuin ini buat cari muka sama bokapnya. Gue ngelakuin ini karena gue rasa harus. Lo pikir aja gini, Tata pinter, 286 pacaran sama orang bodoh kek gue. Yang malu gue juga, kan? Ya kali gue tiap hari nyontek sama pacar. Mau taruh mana muka gue?” “Gimana ya jelasinnya, pokoknya gue mau pacaran itu ya kaya gitu. Ada saatnya gue jalan, seneng-seneng sama Tata. Ada saatnya juga gue dibuat pusing pas belajar bareng sama dia. Kalo gue pintar, bukan cuma Tata doang yang bangga sama gue. Gue juga bangga sama diri sendiri. Intinya gue mau berubah jadi yang lebih baik. Gak langsung sih. Bertahaplah.” Raihan tidak bisa berkata-kata mendengar ucapan panjang lebar dari Yuda. Dia tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Dia hanya mengangkat ibu jarinya ke arah Yuda, lalu bertepuk tangan dengan pelan. “Terbaik, Bang Yuda," kata Raihan. Yuda terbahak sambil menoyor kepala Raihan. “Najis banget yak kata-kata gue, Han? Tapi ya bodo amat. Gue rela ngelakuin apa aja demi Tata.” “Disuruh mati mau lo?" “Mau. Tapi dia juga harus ikut mati sama gue. Ya kali gue mati tapi dia jalan sama cowok lain di dunia. Ya kagak rela gue.” “Bodo amat, Yud. Sono lo kumpulin itu tugasnya ke depan!” ketus Raihan. ee “Tante, Tata ada?” tanya Yuda saat memasuki rumah Aletta. Nafiza yang sedang menonton TV tersenyum cerah pada Yuda. “Ada. Tadi abis pulang sekolah langsung aja ke kamar. Belum turun sih dari tadi. Padahal belum makan siang.” “Tata belum makan?” tanya Yuda. Nafiza mengangguk. “Ya udah, biar Yuda anterin makan siangnya. Sekalian mau belajar bareng sama dia,” kata Yuda sambil nyengir. Nafiza menyipitkan matanya pada Yuda, lalu tersenyum menggoda. 287 Dia tahu pasti Yuda punya maksud lain. Karena Nafiza tahu sekali Yuda ini tidak pernah belajar bersama Aletta. Tapi tidak masalah. Biarkan saja dua remaja ini menikmati kebersamaan mereka. Tapi tentu saja Nafiza akan terus mengawasi mereka. “Ya udah, Tante ambil nasinya dulu ya.” Yuda mengangguk. Nafiza berdiri dari sofa dan berjalan ke dapur. Beberapa menit kemudian dia muncul sambil membawa nampan berisi nasi lengkap dengan lauknya, dua gelas jus jeruk dan sepiring buah- buahan. Yuda menerima nampan itu dan berpamitan pada Nafiza untuk ke kamar Aletta. Saat sampai di depan kamar Aletta, Yuda mengetuk pintunya. Tapi tidak ada jawaban. Yuda membuka pintu itu, lalu langsung berdecak sebal melihat kelakuan Aletta. Si bolot itu sedang tertidur di kasurnya tanpa membuka sepatu. Dia bahkan masih memakai seragam sekolah. Yuda tidak heran melihatnya karena itu memang kebiasaaan Aletta. Yuda meletakkan nampan itu di meja belajar Aletta. Dia membuka sepatu dan kaus kaki gadis itu, lalu melemparnya ke sudut ruangan. Dia meringis melihat rok Aletta yang sedikit tersingkap. Yuda langsung menutup paha gadis itu dengan selimut, lalu duduk di bawah kasur tepat di hadapan Aletta. “Tata, bangun woi! Lo tidur gak ada cantik-cantiknya emang. Woil Bangun!” teriak Yuda sambil menyentil keningnya kuat. Aletta meringis, lalu membuka matanya. “Apa sih, Yuda. Ganggu aja! Letta ngantuk,” rengeknya. “Ya bangun dulu, Ta. Udah mau sore. Belom ganti baju, makan juga belom.” “Bentar lagi, plis,” rayu Aletta. Yuda menarik tangan gadis itu hingga dia berdiri dari kasur. Yuda membawanya ke kamar mandi, menghidupkan keran, lalu mencuci wajah Aletta. Setelah itu dia mengelap wajah gadis itu dengan handuk. Aletta yang memang masih 288 mengantuk, pasrah dengan perlakuan Yuda. “Ambil baju, ganti baju sana! Abis itu kita belajar. Sono!” perintah Yuda. Lagi dan lagi Aletta menurut. Dia mengambil pakaian ganti, dan masuk ke kamar mandi. Setelah itu dia duduk di karpet bawah kasur tepat di samping Yuda. “Ikat rambut sini,” kata Yuda. Dia mengambil ikat rambut Aletta yang terletak di kasur, lalu mengikat rambut gadis itu. Aletta tersenyum tipis sambil menyandarkan kepalanya di pundak Yuda. “Makan dulu. Lo kenapa baru pulang langsung tidur sih. Capek banget apa? Abis ngapain lo? Abis nguli?” ejek Yuda sambil menyuapkan nasi ke mulut Aletta. Gadis itu menerimanya dengan malas. “Ngantuk,” jawab Aletta sambil memainkan ponsel Yuda. Yuda terus menyuapkan nasi ke mulut Aletta. Hingga suapan keenam, Aletta mendorong sendok itu ke arah Yuda. “Kenyang. Abisin ya?” kata Aletta sambil tersenyum polos. Yuda mendengus sambil menoyor kepalanya, lalu memberikan minuman pada Aletta. Meski terlihat kesal, dia tetap menghabiskan nasi Aletta. Tidak mungkin kan dia membuang nasi itu? Kasihan Nafiza yang sudah repot memasaknya. Jadi Yuda mulai menghabiskan makanan itu. Setelah selesai makan, Yuda duduk di bangku yang ada di depan jendela kamar Aletta. Dia meletakkan buku di meja depannya, lalu menatap buku itu dengan bingung. Apa yang harus dia lakukan dengan buku itu? Membacanya? Yang benar saja. Yuda pasti langsung mengantuk melihat tulisan di dalam buku itu. Aletta tersenyum geli melihat Yuda yang terlihat bingung menatap buku itu. Dia mengambil ponselnya, lalu memotret wajah bingung Yuda. Dia menyuruh Yuda membuka buku itu. Dan Yuda mematuhinya. Sekali lagi Aletta memotret wajahnya. “Jangan potoin gue sih, Ta. Taulah gue ganteng,” bangganya. Aletta mendengus kesal mendengar ucapan terlalu percaya diri dari Yuda. 289 “Pede banget sih. Letta ambil buku dulu. Abis itu belajar.” Aletta berdiri dan berjalan menuju lemari bukunya. Sementara itu, Yuda mengambil ponsel gadis itu. Dia tersenyum miring, lalu melakukan sesuatu di sana. Setelah selesai, dia meletakkan ponsel Aletta pada tempatnya. Aletta meletakkan bukunya di meja. Saat mereka akan mulai belajar, ponsel Aletta bergetar. Aletta heran karena banyak sekali notifikasi. Karena penasaran, Aletta membukanya, lalu melotot melihat isinya. Dia melirik Yuda yang sedang tersenyum polos seperti tidak terjadi sesuatu. Ya ampun, dasar Yuda kerempeng! Tahu tidak apa yang Yuda lakukan dengan ponsel Aletta? Dia mengunggah fotonya sendiri di akun Instagram Aletta. Yang menggelikan adalah caption yang dia tulis. Dia memuyji dirinya sendiri dengan mengatakan bahwa dia tampan. Ya ampun, berapa usia si kerempeng ini? “Najis! Yuda alay!” teriak Aletta. “Yang penting ganteng,” jawab Yuda kalem. 290 "Dp Liat ini Pa!” teriak Gara sambil berlari memasuki rumahnya, menghampiri Papanya yang sedang berkutat dengan laptopnya. “Masuk itu ucap salam, Gara, bukannya teriak gitu!” tegur Gafa. Gara nyengir. “Assalamualaikum Pa," ucap Gara sambil mencium tangan papanya. “Waalaikumsalam. Ada apa sih, Gara? Pulang les kok kamu kayak kesetanan gitu?” “Pa, ini gawat, Pa. Masa Aletta pacaran sama si Yuda. Kok kita bisa nggak tau sih, Pa?” “Jangan ngarang kamu!” “Gara punya bukti. Tu Papa liat, si Letta upload poto si Yuda di Instagram. Dia bilang si Yuda itu pacarnya. Berarti bener kan, Pa? lya, kan?" ujar Gara menggebu-gebu sambil menunjukkan isi Instagram Aletta pada Gafa yang menatap foto itu dengan geram. Berani- beraninya si Yuda itu memacari anaknya. Awas saja dia! Akan Gafa beri pelajaran. Dia pikir memacari Aletta semudah makan tempe? Tentu saja tidak. Anaknya itu masih kecil. Gafa tidak akan membiarkan laki-laki manapun mendekati anaknya. Sekalipun itu Yuda. “Aletta di mana?” tanya Gafa pelan. Gara menaikkan kedua bahunya. “Lah mana Gara tau. Kan Gara baru pulang les. Papa kan yang dari tadi di rumah.” “Cek belakang,” suruh Gafa. Gafa menatap belakang papanya yang artinya dapur dan tangga. Gara mengangkat ibu jarinya. “Aman, Pa,” katanya. “Cek kanan kiri,” suruh Gafa lagi. Gara kemudian melirik kanan dan kirinya, Saat tidak menemukan siapa pun, dia tersenyum cerah. Entah 291 apa yang sedang direncanakan ayah dan anak itu. “Aman, Pa!” Gafa bangkit dari sofa, lalu merangkul Gara. “Kita berangkat, Gara!” tegas Gafa. Gara mengangguk semangat. wale “Udah gue bilang, anak gue nggak ada di rumah. Nggak percaya banget sih lo pada!” ketus Rifa pada Gafa dan Gara. Setelah mengetuk pintu secara brutal, kedua laki-laki itu memasuki rumah Yuda dan langsung mencari keberadaan Yuda. Meskipun Rifa mengatakan bahwa Yuda tidak ada, mereka tidak percaya dan memasuki seluruh ruangan yang ada di rumah itu “Jangan bilang Yuda pergi sama Aletta ya Tante," kata Gara. “Ya ampun, Gara, kamu tuh nggak percaya banget sih sama Tante. Orang Aletta ikut mama kamu ke kafe kok.” “Oke, kita pulang sekarang, Gara. Tapi kalo si Yuda pulang, suruh temuin gue!” ketus Gafa. “Eh Gapahro! Ngapain coba anak gue ngadep elo? Mau lo apain mang anak gue, hah? Mau lo hajar? Jangan coba-coba ya!” ancam Rifa. “Kalo lo gak mau anak lo gue hajar, ya bilang sama dia jangan deketin anak gue!” ujar Gafa kesal. “Emang kenapa sih, Gaf, kalo anak gue deket sama anak lo? Toh selama ini juga Yuda sama Aletta memang dekat. Kenapa baru lo permasalahin sekarang?" tanya Dodi dengan tenang. “Masalahnya ya Om, si Yuda itu berani macarin Aletta. Macarin gitu, Om. Aletta kan masih kecil," sahut Gara. Gafa mengangguk setuju dengan ucapan anaknya. “Ya ampun, kolot banget sih kalian. Mereka kan cuma pacaran, belum nikah. Ngapain pada panik sih, lebay banget. Kayak bapaknya gak pernah pacaran aja waktu sekolah,” sinis Rifa. “Eh itu beda cerita ya. Anak lo itu masih kecil. Jajan aja masih minta emaknya sok macarin anak gue!” ketus Gafa. “Eh lo ngaca ya Gapah. Lo juga dulu nikahin Pijah pas dia baru lulus 292 sekolah kan. Lo nggak lupa kan dulu lo masih dibiayain bapak lo pas kuliah. Makan juga dari hasil kafe pemberian orangtua. Jangan sok ngejek anak gue ya!” “Wah, jangan ngungkit masa lalu dong lo," ucap Gafa gelagapan. Rifa ini benar-benar Mak Lampir. Dia ini hebat sekali berbicara. “Udahlah, kalian tuh ngapain sih ribut gini. Malu kalo didenger tetangga," tegur Dodi. Dia pusing melihat sahabat dan istrinya saling melotot. Dari dulu kedua manusia ini memang susah sekali akrab. Lagi pula, kalau mereka bertengkar, Dodi akan bingung membela siapa. Sementara Gara, dia yang sejak tadi semangat mencari Yuda, kini mulai bingung. Harusnya dia menghajar Yuda kan, bukan malah menyaksikan pertengkaran kedua orangtua itu? Gara tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Dia tidak mungkin mencampuri urusan mereka. Jadi, dia memutuskan duduk di samping Dodi sambil menikmati keripik pisang yang ada di atas meja. “Gini deh ya Gapah, biarin aja Yuda sama Aletta itu pacaran. Toh anak gue nggak bakalan ngapain-ngapain anak lo. Dia itu selalu jagain Aletta.” “Lo pikir aja gini, semenjak pacaran sama Yuda, si Aletta itu udah nggak menggilai si Rion yang ganteng tapi jahat itu kan? Dia udah nggak pernah ngurung diri di kamar buat jadi stalking sosmed si Rion, kan? Dia juga udah nggak pernah ngebet ketemu si Rion. Karena sekarang dia sukanya sama anak gue si Yuda ganteng. Kalo lo ngelarang mereka deket, siapin aja diri lo kalo Aletta bakalan balik jadi stalker si Rion!” jelas Rifa panjang lebar. Gafa sedang memikirkan ucapan Rifa. Benar juga, Yuda dan Aletta sudah mengenal sejak kecil. Gafa tahu anak Saripah itu suka mengganggu anaknya. Tapi Gafa juga tahu kalau Yuda selalu melindungi Aletta saat Gafa dan Gara tidak ada. Dia anak baik, orangtuanya juga sahabat Gafa dan Nafiza. Gafa tidak perlu khawatir kalau Yuda menyakiti anaknya. Dia tinggal berlari ke depan, menemui Yuda dan menghajarnya. Gafa juga sadar, beberapa hari ini Aletta mulai berubah. Dia sudah 293 tidak terlalu sering membahas si Rion itu. Biasanya dia tidak pernah lupa dengan idolanya itu. Dia juga tidak terlalu sering berada di kamar seperti biasanya. Dia semakin sering pergi bersama Yuda dan teman- temannya. Gafa sedang bingung sekarang. Kalau dia melarang Aletta dekat dengan Yuda, gadis itu pasti akan menolak. Gafa juga tidak mau dia kembali menyukai Rion. Entah kenapa Gafa selalu merasa kalau Rion itu tidak baik. Dia takut laki-laki itu berniat buruk pada gadis kecilnya. Haruskah Gafa membiarkan Yuda dan Aletta berpacaran? Yuda tidak mungkin berani macam-macam padanya. Tapi, Yuda kan masih kecil. Aletta juga masih menjadi bocah manja. Apa jadinya kalau mereka berpacaran? Mungkin mereka akan berteriak saling mengejek setiap hari. “Udah biarin aja anak gue sama si Letta. Awas aja ya kalo kalian hajar anak gue yang ganteng. Nih, hadapin Rifa emaknya!" ancam Rifa lagi. “Gue bakalan ngadu sama Pijah kalo Gafa sama Gara hajar si Yuda karena deketin si Letta. Kalian berdua harus tau ya kalo gue sama Pijah itu sepakat jodohin Yuda sama Aletta. Kalo kalian macam-macam, siap- siap aja dapat surat pemecatan jadi suami dan anak dari Pijah. Paham kalian!” Gafa dan Gara ingin protes saat mendengar kalimat perjodohan. Enak saja! Mereka saja masih sekolah, kenapa sudah membahas sejauh itu? Mereka ingin membantah kalimat itu, tapi mendengar ancaman Rifa, Gafa dan Gara hanya menghela napas pasrah. Memangnya siapa yang mau dipecat sebagai suami dan anak? Mereka tidak mau. Karena mereka sangat menyayangi Nafiza. Gafa dan Gara langsung keluar dari rumah itu tanpa mengatakan apa pun. Baiklah, kali ini mereka akan mengalah. Tapi kalau Yuda membuat Aletta menangis, tidak ada ampun baginya. “Tuh kan nggak bisa ngomong apa-apa. Rifa dilawan,” ejek Rifa. Dia menatap punggung Gafa dan Gara sambil tersenyum puas. Dodi hanya menggeleng pasrah melihat kelakuan istrinya. he 294 Yuda memasuki GG Kafe sambil melirik ke kiri dan kanan untuk mencari seseorang. Dia tersenyum tipis saat melihat seseorang yang dia cari sedang bersantai di salah satu meja kafe. Dia juga sedang sibuk memperhatikan kukunya. Entah apa yang sedang dia lakukan. Yuda langsung mendekatinya dan duduk di depannya. “Heh! Ngapain lo?” sapa Yuda sambil menarik rambutnya pelan. Dia meletakkan ranseinya di kursi satunya. Dia baru saja pulang dari rumah Dhika. Tadinya Yuda, Raihan, dan Alfan bermain PS dan basket di rumah Dhika, lalu berencana menginap di sana karena ini malam Minggu. Tapi Yuda membatalkan niatnya. Setelah membersihkan diri, dia berniat pulang, Tapi dia justru ke kafe Gafa karena Aletta ada di sana. Aletta yang mendapat jambakan dari Yuda meliriknya sinis. Kebiasaan Yuda menarik rambutnya tidak bisa dihilangkan. Tapi tiba- tiba dia tersenyum manis sambil menunjukkan kuku tangan kirinya. “Taraaa! Cantik kan kuku Letta?” bangganya sambil memamerkan kukunya yang baru saja dipakaikan kuteks berwarna pink. Yuda menarik tangannya, lalu mengangguk. “Bagus sih, cantik. Siapa yang ngasih kuteks? Lagian pake itu nggak boleh salat, kan?" tanya Yuda tidak yakin. “Ini dikasih Keeyara. Dia punya semua barang kecantikan, kan? Lagian Letta lagi nggak salat,” jawabnya sambil nyengir. “Kenapa? PMS?" goda Yuda. Aletta memukul bahunya sambil cemberut. “Jangan diomongin tau!” protes Aletta. Yuda tertawa sambil meraih tangan kanan Aletta. Dia menarik kuteks itu mendekat, lalu memakaikannya di kuku gadis itu dengan hati-hati. “Jangan berantakan ya. Nanti jelek!” kata Aletta. “Siap, Ibu Bos.” Yuda berusaha memakaikan kuteks itu dengan benar. Sesekali Aletta. memarahinya karena kuteks itu melewati kukunya dan berserakan di tangannya. Yuda tidak merasa bersalah sedikit pun. Dia sengaja melakukan itu karena dia suka membuat Aletta kesal. Karena 295 sudah tidak tahan dengan kelakuan Yuda, Aletta meraih kuteks itu dan memakainya sendiri. “Kalo Letta yang make kan bagus. Yuda mah apa. Udah nggak bisa, songong lagi,” omel Aletta. “Ya wajar gue nggak bisa makein itu. Gue kan cowok. Ganteng pula. Malah aneh kalo gue bisa make gituan,” sahut Yuda. “Bodo, ah. Eh tapi, tadi Keeyara mau kasih alat make up juga sama Letta. Dia kan punya banyak tuh. Katanya biar Letta makin cantik. Tapi Letta gak mau terima,” adunya dengan wajah lesu. “Kenapa?” pancing Yuda. “Karena dia beli itu kan pake duit jajannya. Ya kali Letta tinggal terima. Gak maulah.” Yuda tersenyum tipis sambil mengelus kepalanya. “Nanti Letta beli alat make up sendiri. Biar cantik hihi," sambung Aletta. “Gak usah beli Ta. Lo gak pake gituan juga udah cantik. Cantik itu bukan karena make up doang. Yang penting hati lo cantik. Udah! Lagian ya, orang yang nggak pake make up itu orang yang percaya diri. Orang yang berani tampil apa adanya. Gue suka lo yang biasa. Yang apa adanya. Ngerti?” Aletta mengangguk. Yuda kembali mengelus kepala gadis itu. Ini salah satu sifat Aletta yang Yuda sukai. Penurut. Lo gak dandan aja udah cantik, gimana kalo dandan? Gue gak mau banyak saingan, Ta. “Nyokap lo mana, Ta?” tanya Yuda. Aletta yang baru saja memasukkan kuteksnya ke dalam tas menunjuk ke arah ruangan mamanya. “Pulang bareng gue ya, Ta? Ini malam Minggu, kan? Lo mau nggak gue ajak ke pasar malam? Sebentar aja kok.” “Kencan?" tanya Aletta polos. Yuda mengangguk, lalu Aletta ikut mengangguk semangat. Yuda tersenyum cerah karena Aletta setuju dengan ajakannya. Dia bangkit dari kursinya, lalu bergerak menuju ruangan Nafiza. Dia memasuki ruangan itu, meminta izin pada Nafiza untuk mengajak Aletta pergi. Setelah beberapa menit di dalam, dia keluar dan menarik tangan Aletta 296 menuju motornya. “Mama ngizinin?” tanya Aletta sambil memakai jaket pemberian Yuda. Dia selalu membawa itu di dalam tasnya agar tidak lupa. “Nyokap lo kan sayang sama gue, Ta. Ya kali gak ngizinin,” jawab Yuda tidak menyembunyikan rasa bangganya. Dia tersenyum geli sambil mengingat pesan Nafiza. “Jangan pergi jauh-jauh. Jangan mesraan terus, nanti kebablasan. Tante masih muda belum mau punya cucu. Pegangan tangan boleh. Yang lain gak boleh ya. Tante potong tangan kamu nanti. Karena ini masih jam tujuh, kalian boleh pulang jam sembilan. Gak boleh lewat. Nanti nyawa kamu juga lewat dibikin Om Gafa.” Yuda menyalakan mesin motornya, lalu langsung melajukan motornya menuju pasar malam. Setelah beberapa menit, mereka sampai di tempat tujuan. Aletta menganga karena tempat itu sangat ramai. Yuda mengacak rambutnya gemas karena tingkah konyolnya itu. Ngomong-ngomong, ini pertama kalinya Aletta ke pasar malam. Tidak pernah ada yang mengajaknya ke tempat seperti ini karena Gafa melarangnya. “Sini pegang tangan gue. Takutnya lo ilang. Lo kan kecil ya, Ta,” ejek Yuda sambil menggenggam tangan Aletta. Aletta tersenyum dan merapatkan tubuhnya pada Yuda. Yuda mengajaknya berkeliling melihat wahana permainan. Tapi Aletta tidak berminat pada permainan itu. Dia hanya mengajak Yuda ke sana dan kemari mengelilingi tempat itu. “Lo nggak pengin main apa gitu, Ta?" tanya Yuda bingung. Aletta menggeleng. Dia terus merangkul Yuda dan mengajaknya melihat para penjual makanan. Dasar otak makanan! “Kita kencan, kan?” Yuda mengangguk. “Kalo gitu, Yuda harus traktir Letta. Letta mau permen kapas, jagung bakar, es krim ada juga tuh di sana. Eh, gak jadi jagung bakar deh, sate aja. Itu ada tukang sate nyempil. Beliin ya?” rayu Aletta sambil mengedipkan matanya. 297 “Lo gak kencan sama gue juga minta ditraktir mulu, Ta. Porotin aja gue terus ya," gemas Yuda sambil menarik-narik pipi gadis itu. Aletta hanya nyengir. Yuda menariknya ke tempat penjualan permen kapas. Gadis itu langsung membuka bungkusnya, lalu mulai memakannya. Sesekali dia menyuapkan ke mulut Yuda. Sambil menikmati permen kapasnya, Yuda menariknya ke tempat penjualan es krim. Dasar Aletta maniak! Setelah mendapatkan es krimnya, dia menyerahkan permen kapas itu pada Yuda. Yuda yang tidak terlalu suka makanan manis mau tidak mau membuangnya. Meskipun setelahnya dia mendapat pelototan dari Aletta. “Yuda nggak mau es krim?” Aletta menyodorkan es krim ke mulut laki-laki itu, tapi Yuda menolak. Dia mengeluarkan tisu dari tas Aletta lalu membersihkan tangan dan sekitar mulut gadis itu. “Es krimnya cepat banget abis sih. Baru juga masuk mulut, udah ngilang aja," omel Aletta saat es krimnya sudah habis. Yuda menoyor kepalanya. Dasar tukang modus. Bilang saja dia minta dibelikan es krim lagi. “Nggak bakal gue beliin lagi. Nanti lo batuk banyak makan es,” nasihat Yuda. Aletta cemberut. Dia mengedipkan matanya bermaksud merayu Yuda. Tapi Yuda tidak luluh. “Abis ini mau apa lagi Tata? Sate?” “Nggak jadi. Letta udah kenyang. Kita ke tempat jual gelang di sana ya?” ajaknya. Yuda mengangguk pasrah. Hari ini dia pengawal Aletta, jadi dia akan mengikuti ke mana pun gadis itu pergi. Aletta memperhatikan gelang yang ada di hadapannya. Dia ingin membeli gelang pasangan untuk Yuda. Tapi karena di sekolahnya tidak diperbolehkan memakai barang semacam itu, Aletta mengurungkan niatnya. Dia tidak mau gelang itu disita saat razia. “Mau beli gelang?” tanya Yuda. Lagi dan lagi Aletta menggeleng. “Kita pulang aja ya. Letta ngantuk.” “Yaelah, Ta. Lo diajak ke pasar malam cuma makan permen kapas 298 sama es krim doang? Aneh banget sih Tatanya Bang Yuda." Aletta nyengir. Dia memeluk Yuda dari belakang dan mendorong laki-laki itu agar berjalan. Intinya, mereka berjalan sambil berpelukan. Aletta tidak tahu saja kalau kelakuannya itu membuat jantung Yuda ingin copot. “Tata jangan peluk-peluk. Malu.” “Gak pa-pa. Gak ada yang kenal kita ini.” “Ya elah, genit banget sih lo, Ta.” Aletta melepaskan pelukannya, lalu memukul bahu Yuda bertubi-tubi. “Jahat! Nggak bisa diajak mesra. Letta nggak mau peluk lagi!” “Iya sih, becanda. Ga pa-pa peluk aja, ikhlas gue mah,” kata Yuda. “Udah nggak napsu!” “Aelah ngambek.” Yuda menusuk-nusuk pipi Aletta. Tapi tangannya langsung ditepis gadis itu. Yuda menekan pipi gadis itu hingga bibirnya manyun. Mau tidak mau Aletta tersenyum karena perlakuannya. Sampai akhirnya seseorang memanggil Yuda dari belakang Aletta. “Yuda!” teriak Mikaila. Aletta langsung cemberut melihat gadis itu. Yuda yang paham dengan perasaan Aletta, merangkul bahunya posesif. “Eh Mik. Lo ke sini juga?” tanya sapa Yuda basa-basi. “lya nih. Dari kemarin pengin banget ke sini, tapi nggak ada yang mau diajak. Lagian baru ini sempat, gue kan mesti syuting. Jadi gue ke sini sendiri. Eh, temenin gue keliling dong, Yud. Ya?” rayu Mika. Dia bahkan menyentuh lengan Yuda. Yuda melepaskan rangkulannya dengan hati-hati agar dia tidak tersinggung. “Sorry, Mik. Gue ke sini tadi bareng Tata. Dan udah mau pulang. Tata udah ngantuk. Kasian kalo harus keliling lagi.” “Ya udah, lo suruh aja dia nunggu bentar. Plis, Yud? Gue takut keliling sendiri. Ntar banyak yang ngenalin gue. Ntar kalo fans gue tiba- tiba gangguin gue gimana? Temenin ya?” pinta Mikaila. “Nggak bisa. Gue yang ngajak dia. Gue harus tanggung jawab sama dia. Mana mungkin gue tinggalin cewek gue di tempat nggak aman kayak gini buat jalan sama cewek lain.” “Aelah Yud, dia gak bakal ilang. Kan udah gede. Gue gak berani jalan 299 sendiri di sini.” “Lo juga udah gede. Nggak mungkin ngilang, kan? Kalo lo nggak berani jalan sendiri, harusnya lo nggak ke sini!” tegas Yuda. Dia menarik Mikaila sedikit menjauh dari Aletta. Tapi Aletta masih bisa mendengar pembicaraan mereka. “Gue nggak tau apa maksud lo yang kayaknya pengen banget narik perhatian gue. Kalo niat lo mau deketin gue, sorry, Kak. Gue punya cewek yang harus dijaga perasaannya. Gue gak mau dia sedih atau salah paham karena cewek lain yang berusaha deketin gue. Tata itu penting banget buat gue. Gue gak maksud bikin lo tersinggung. Tapi tolong, jaga jarak sama gue.” Setelah mengatakan kalimat itu, Yuda menjauh dari Mikaila yang menatapnya tidak percaya. Yuda menarik tangan Aletta yang sejak tadi diam memperhatikan mereka. Tapi dalam hatinya tersenyum mendengar kalimat Yuda yang terdengar sangat manis. Dia mengeratkan pegangan tangan mereka sambil tersenyum manis pada Yuda. “Apa?” tanya Yuda geli. Aletta menundukkan kepalanya. “Sayang Yuda,” bisik Aletta. Tapi Yuda bisa mendengarnya. “Cium sini!" "Hah?" Aletta melongo. Yuda terbahak sambil menarik tangan kanan gadis itu. Yuda mengelus punggung tangannya, lalu mengecupnya dengan sayang. “Sayang Tata juga. Sayang sebanyak-banyaknya.” Sementara itu Mikaila menatap kepergian mereka sambil tertawa. Dia tidak merasa marah atau kecewa karena Yuda tidak peduli dengannya. Tidak masalah. Karena tujuan sebenarnya bukan untuk mendekati Yuda. Tapi seseorang yang dekat dengannya. 300 va meringis saat seseorang menepuk-nepuk punggungnya. Dia yang masih mengantuk mencoba menepis tangan itu. Tapi rasanya percuma. Karena sedetik kemudian, orang itu kembali memukuli punggungnya. Kali ini dengan sedikit lebih kuat hingga Yuda berteriak kesal sambil membuka matanya. Tadinya Yuda ingin marah pada siapa pun orang yang mengganggu tidurnya. Ayolah, ini hari Minggu. Tapi saat melihat makhluk yang membangunkannya tadi, Yuda jadi ingin bermesraan dengannya saja. Dia sudah tidak mencintai kasurnya jika sudah bertemu gadis yang ada di depannya ini. “Yuda kerempeng udah sadar belum sih? Woi! Bangun elah!” kata Aletta sambil menepuk-nepuk pipi Yuda. Yuda nyengir sambil menarik tangan gadis itu. “Gue mau jadi pangeran tidur yang kayak di TV ah, Ta,” jawab Yuda. Aletta mengerutkan keningnya, lalu tersenyum geli. “Yang kalo bangun dicium dulu?” tanya Aletta. Yuda mengangguk semangat. “Sekarang mah udah beda. Banguninnya gak pake cium lagi. Tapi diguyur pake air panas. Mau?" tantang Aletta. Yuda yang merasa kesal, tanpa sadar mendorong kening Aletta kuat hingga gadis itu terjatuh ke lantai, Yuda langsung bangkit dari kasurnya dan langsung membantu gadis itu bangkit dengan tatapan merasa bersalah. Ya ampun, Yuda lupa kalau Aletta bukan sahabat yang bisa disiksanya lagi. Gadis itu sudah menjadi pacarnya kan sekarang? “Sorry, Ta. Lo nggak pa-pa, kan?” tanya Yuda sambil mendudukkannya di kasur. “Nggak pa-pa mbahmu! Sakit pantat Letta!” teriaknya. “Ya sorry, kan gak sengaja.” 301 “Bodo amat. Letta kesel pokoknya. Udah sana mandi. Ini hari Minggu. Jalan-jalan kek, apa kek. Jangan ngebo aja. Buruan!” teriak Aletta lagi. Bukannya mandi seperti yang disuruh Aletta, Yuda kembali merebahkan tubuhnya di kasur. Tiba-tiba Yuda duduk di kasurnya sambil tersenyum cerah. Benar juga, harusnya mereka jalan-jalan. Dia juga akan mengajak Raihan dan Alfan serta Dhika. Kebetulan sekali ketiga makhluk itu sedang berkumpul di rumah Dhika. Lalu Yuda juga akan mengajak Vika dan Keeyara para gadis yang sedang ditaksir Dhika dan Raihan. Tapi... Alfan pasti tidak mau ikut kalau tidak punya pasangan. “Ta, selain temen sekelas, lo punya temen cewek cantik, nyenengin dan jomblo kagak?” “Kenapa nanya-nanya? Yuda mau selingkuh? Katanya selingkuh itu dosa. Harus setia dong. Nanti masuk neraka loh,” sahut Aletta sambil memasang tampang polos. Yuda meremas kuat jari tangannya. Rasanya dia ingin sekali menggigit gadis yang ada di hadapannya ini. Dia lupa kalau Aletta ini terlalu polos. Tidak ada gunanya bertanya hal seperti itu padanya. Ya ampun, bisa-bisanya dia berkata kalau Yuda akan selingkuh. Jangankan untuk selingkuh, melirik gadis lain saja Yuda tidak mau. Salahkan saja hatinya yang sudah jatuh terperosok dan terperangkap dalam hati Aletta. Ya ampun, bicara apa Yuda ini? “Keluar sana Ta, gue mau mandi,” kata Yuda. “Ya mandi sana. Bawa baju ganti ke kamar mandi. Letta di sini aja. Kita ke bawah bareng.” “Apa, Ta? Mandi bareng? Lo belum mandi? Ya udah, ayo bareng sama gue. Gue mandiin sekalian gimana?” Yuda menaik-turunkan alisnya menggoda Aletta. Gadis itu langsung melotot dan melemparnya dengan guling, lalu keluar sambil membanting pintu kamarnya. Tapi Yuda masih bisa mendengar teriakannya dari luar. “Dasar anak Abah! Udah kerempeng, gak punya abs, belagu, songong, mesum, idup lagi. Gak mau temenan sama Yuda!” 302 “Lah bego. Siapa juga yang mau temenan sama dia,” cibir Yuda. “Orang gue maunya pacaran hahahaha!" Yuda mengambil handuk dan pakaian gantinya, dan berniat untuk mandi. Tapi sebelumnya, dia mengambil ponselnya dan mengetikkan sesuatu di sana. Setelah itu dia masuk ke kamar mandi dan mulai membersihkan diri. Hingga beberapa menit kemudian dia keluar dengan pakaian rapi. Setelah bersiap-siap, Yuda turun ke lantai bawah, lalu duduk di sofa ruang tamunya sambil mengikat tali sepatu. Setelah itu dia mengecek ponselnya yang terus bergetar. Banyak sekali pesan masuk. Tapi dia hanya membaca pesan dari Dhika yang mengabarinya kalau dia sudah menunggu kedatangan Yuda. Seperti yang dia rencanakan tadi, dia akan pergi bersenang-senang dengan teman- temannya. “Th, kamu udah siap? Rapi banget. Kaya punya pacar aja,” sindir Rifa yang baru saja keluar dari kamarnya bersama Dodi. “Yuda mau jalan sama Tata,” jawab Yuda. “Wah, udah berani ngajak anak orang pacaran dan kencan ya? Punya apa kamu berani macarin anak si Gafa?” goda Dodi. Dia tersenyum geli melihat Yuda yang mulai cemberut. Perlahan dia duduk di samping Yuda dan menepuk-nepuk bahunya seakan memberi semangat. “Papa nggak ngelarang kamu pacaran, apalagi sama Aletta yang udah Papa anggap anak sendiri. Tapi jaga kepercayaan Papa ya. Tolong pacaran yang biasa aja. Boleh jalan-jalan berdua. Tapi jangan aneh- aneh. Kalo kamu berani macam-macam, bukan cuma Om Gafa yang kamu hadapi. Kamu juga bakalan berhadapan sama Papa, Abahnya Aletta. Paham kamu?” Dodi mengakhiri nasihatnya dengan memberi dua tepukan pelan di pipi Yuda. “Pa, Yuda emang masih muda banget, tapi Yuda juga gak bego- bego bangetlah urusan pacaran. Yuda sayang sama Tata, Pa. Yuda pacaran sama dia bukan mau ngelakuin hal yang aneh-aneh. Bukan karena takut sama papanya. Tapi emang Yuda pengin ngejaga Tata.” “Tata itu masih kecil, bocah banget, manja, bolot lagi. Dia juga gak 303 tau gaya pacaran anak sekarang yang mulai aneh-aneh. Biarin aja. Yuda lebih suka Tata yang polos begitu. Niat Yuda pacaran sama dia karena emang pengin deket terus sama dia. Pengin ngejaga dia, Pa. Masa depan si Bolot itu masih panjang. Yuda gak mungkin ngerusak dia.” “Bagus, hebat anak Papa. Bisa bijak gini kamu. Abis nelen odo! tadi di kamar mandi?” goda Dodi. Yuda tertawa kencang, lalu menepuk- nepuk paha Dodi. “Tapi Pa, Tata itu gemesin banget. Jadi kalo Yuda tiba-tiba khilaf meluk dia ya mohon maaf lahir dan batin hahaha.” Setelah mengatakan itu, Yuda langsung berlari keluar rumahnya. Dia menaiki motornya dan berniat menjemput Aletta. Tapi teriakan mamanya menghentikannya. “Kamu mau ke mana?" teriak Rifa. “Mau ke rumah Tata, Ma.” “Mama temenin. Nanti kamu dihajar si Gafa. Ih, Mama gak mau ya anak ganteng Mama jadi babak belur. Ayok aja Mama yang mintain izin biar kamu keluar sama Aletta.” Mendengar ucapan Rifa, Yuda mematikan mesin motornya, lalu turun dan menghampiri mamanya. Dia mengelus lengan wanita cerewet itu dengan sayang. Dia tahu mamanya sayang dan mengkhawatirkannya. Tapi, dia hanya ke rumah Aletta bukan untuk berperang. Tidak perlu berlebihan seperti itu. “Ma, Yuda cuma ke depan, ke rumah Tata doang. Nggak usah dianterin. Lagian yang mau ngajak Tata keluar kan Yuda. Jadi Yuda dong yang minta izin. Mau dihajar bapaknya itu mah urusan nanti, Ma. Yuda ini cowok. Yuda harus punya rasa tanggung jawab, kan?" “Ya kali Yuda bawa Emak buat minta izin ngajak kencan anak orang. Udah nggak pa-pa Yuda sendiri aja, Ma,” katanya sambil menaiki motor dan langsung menuju rumah Yuda. ke “Ngapain lo ke sini? Nyari Aletta? Udah pergi sama bokap-nyokap gue!” sambut Gara ketus sambil menatap Yuda tajam. 304 “Jangan bohong lo, Bang. Noh, mobil Om Ganteng masih ada,” sahut Yuda sambil menunjuk mobil Gafa yang masih terparkir di depan rumah mereka. “Yang bilang naik mobil siapa? Mereka naik motor gue!” “Wah, naik motor bertiga? Kek cabe-cabean dong,” canda Yuda. “Wah, sembarangan lo kalo ngomong ya!” teriak Gara. Dia bersiap menendang Yuda, tapi suara seseorang menghentikan aksinya. “Ada apa ini?” tanya Gafa datar. Yuda menoleh ke arahnya sambil memasang senyum terbaiknya. Dia melambaikan tangannya pada Aletta dan Nafiza yang berada di belakang Gafa. Ya ampun, tampang Yuda benar-benar seperti orang bodoh. “Om Ganteng, boleh pinjem Tata gak? Mau jalan-jalan bentaran, Om. Nggak berdua, kok. Ntar ada Vika, Keeyara sama temen yang lain juga kok,” jelas Yuda. “Gak boleh!” teriak Gara. Tapi dia langsung diam saat Nafiza melotot padanya. “Pinjem, kamu kira Aletta itu barang?” sinis Gafa. “Ya seperti itulah Om. Bagi Yuda, Tata itu kayak barang. Tapi Tata itu jenis barang berharga yang harus dijaga dan nggak boleh lecet sedikit pun. Ya kan ya, kan?” sahut Yuda. Gafa melirik Nafiza seakan menunggu jawaban. Saat sang istri mengangguk, Gafa hanya bisa menghela napas pasrah. Percuma juga dilarang, Gafa tidak akan menang melawan ancaman istrinya. “Ya udah boleh. Tapi ingat....” “Iya tau, Om. Jangan pergi jauh-jauh. Jangan macem-macemin Tata dan jangan pulang malam-malam. Ah, Yuda mah hapal.” “Duh, calon mantu Tante makin pinter aja. Udah sana, Sayang, udah dijemput Yuda, kan? Sana sana kencan.” Nafiza mendorong Aletta ke arah Yuda. Yuda langsung merangkul bahu Aletta sambil tersenyum polos. Dia bersiul karena pelototan Gafa dan Gara. “Ya udah, Tante sama Om sama Gara pergi dulu ya. Sukses kencannya ya.” Nafiza menarik tangan Gafa dan Gara yang masih tidak 305 terima Aletta pergi dengan Yuda. Tapi mereka bisa apa jika Nyonya Besar mengizinkan? Mereka memasuki mobil dengan kesal dan mobil pun keluar dari rumah Aletta. “Ta?” panggil Yuda. Aletta bergumam pelan sambil menatap mobil papanya. “Lo punya kunci cadangan, kan? Ganti baju sana,” suruh Yuda. Aletta mengerutkan keningnya bingung. Dia memperhatikan penampilannya. Dia memakai terusan selutut bermotif bunga-bunga berwarna biru muda. Dia juga memakai sneakers putih kesukaannya. Lalu apanya yang salah? Kenapa dia harus mengganti bajunya? “Kenapa Letta harus ganti baju? Letta jelek banget apa ya? Yuda malu bawa Letta pergi?” tanyanya sambil cemberut. Yuda mengacak rambutnya dengan gemas. “Enggak, Ta. Lo pake baju tidur aja bagi gue tetep cantik. Gue suruh lo ganti baju ya, karena kita perginya pake motor. Lebih aman kalo lo pake celana. Gue nggak mau rok lo terbang-terbang di jalan. Apalagi sampe paha lo ke mana-mana. Nggak terima gue.” “Tapi Letta udah cantik kayak gini. Sayang banget ganti lagi,” protes Aletta. “Udah ganti sana. Cepat!” suruh Yuda. Mau tidak mau Aletta memasuki rumahnya lagi dan mengganti baju secepat mungkin. Saat dia keluar, Yuda langsung melongo. Aletta memakai kaus pink lengan panjang dan jeans putih serta sneakers putihnya. Dia juga memakai jepit rambut berwarna pink. Ya ampun, apa Yuda benar-benar berkencan dengan bocah TK? “Kita mau ke mana sih? Pake ganti baju segala,” cetus Aletta. “Tadinya sih nggak tau mau ke mana. Gue kira yang lain punya tujuan. Eh, si Dhika sama Raihan udah di rumah Keeyara. Si Vika juga.” “Lah kan katanya kita mau jalan-jalan bareng. Gak jelas banget. Letta laper lagi belum sarapan dari tadi," adunya sambil memasang tampang melasnya. Yuda menarik rambutnya pelan. “Ya udah kita jalan aja berdua. Sarapan dulu deh. Lo mau makan 306 apa? Bubur ayam? Kita beli yok,” ajak Yuda. Gadis itu langsung berbinar saat Yuda mengajaknya makan. Dasar otak makanan! Dan di sinilah mereka sekarang. Duduk sambil menikmati bubur ayam langganan mereka yang letaknya tidak jauh dari taman rumah mereka. Biasanya selesai lari pagi, mereka akan mampir di sini. Yuda jadi kesal. Untuk apa mereka berpakaian rapi kalau tetap berkencan di taman dekat rumah? “Ta, abis ini kita ke mana?” tanya Yuda sambil mengelap mulut Aletta. Gadis itu mengedikkan bahunya tak acuh sambil kembali fokus pada makanannya. “Mau gue ajak ke danau dekat sekolah gak, Ta? Kita piknik deh di sana.” Aletta mulai tertarik. Danau ya? Sepertinya tidak buruk. Mereka akan piknik, kan? Berarti harus membawa makanan. Aletta akan meminta Yuda membelikannya banyak sekali makanan nanti. “Ya udah, abis ini kita ke danau ya. Tapi nanti mampir ke minimarket dulu. Kita belanja makanan. Kan mau piknik," ujar Aletta. Yuda tidak menjawab. Dia hanya mencubit pipi Aletta dengan gemas. Kalau soal membuatnya miskin, Aletta memang paling hebat. Setelah menghabiskan buburnya, Aletta dengan semangat mengajak Yuda berbelanja makanan dan minuman. Dia mengambil keripik kentang, cokelat, biskuit, permen, dan minuman rasa jeruk. Tidak lupa dengan es krim kesukaannya. Yuda pasrah saja mengikuti kemauan gadis itu. Asalkan Aletta senang, Yuda pun senang. Dia tetap bahagia meski gadis itu menghabiskan uang jajannya untuk sebulan. Setelah membeli apa yang Aletta butuhkan, Yuda membawanya ke danau yang ada di samping sekolah mereka. Danau tempat dia dan temannya sering nongkrong. Tapi mereka tidak masuk dari sekolah. Yuda harus melewati sekolahnya, memasuki sebuah gang, lalu berbelok ke kanan. Setelah berjalan beberapa meter, terlihatlah danau itu. Mereka juga bisa melihat beberapa pasangan yang sedang bermesraan di sekitar danau itu. “Ini danaunya? Letta kira bakalan sepi. Taunya rame gini.” 307 “Ini kan hari Minggu, Ta, jadi banyak yang ke sini buat pacaran. Kalo hari biasa emang sepi. Makanya gue sama yang lain sering ke sini kalo di kelas bikin pusing,” kata Yuda sambil menggenggam tangan Aletta. Dia membawa gadis itu ke tempat yang tidak terlalu ramai. Dia membuka jaket hitamnya, lalu meletakkannya di tanah sebagai alas duduk Aletta agar celana gadis itu tidak kotor. “Yuda pernah pacaran ke sini ya? Kapan? Kok Letta gak tau?” tanya Aletta sambil mengeluarkan makanan dari plastik. “Pacar gue kan lo doang, Ta. Ya baru elo yang gue bawa ke sini. Suka nggak tempatnya?” Aletta mengangguk sambil tersenyum. Yuda mengacak rambutnya gemas. Syukurlah kalau Aletta suka tempat ini. Yuda tidak tahu lagi akan mengajaknya pergi ke mana. Yuda menyandarkan tubuhnya di pohon. Dia menarik kepala Aletta agar bersandar di pundaknya. Dia mengeluarkan earphone dan ponsel, menyetel musik dan memasangkan sebelah earphone itu ke telinga Aletta. Dia sedang mencoba menjadi laki-laki romantis. “Letta suka tempat kayak gini. Tenang. Udaranya seger. Kalo di mol berisik. Yang diliat juga nggak seru. Letta suka danau. Kapan-kapan kita ke pantai ya?” pintanya. “Katanya suka danau. Kok jadi ke pantai?” tanya Yuda bingung Gadis itu nyengir, kemudian melirik ke arah beberapa pasangan yang terlihat sedang bermesraan. Ada yang yang saling tertawa. Ada juga yang sedang berpelukan. “Ta,” Yuda menggenggam tangan dan meletakkan di atas dadanya. Aletta semakin merapatkan tubuhnya pada lengan Yuda. Mereka sama- sama memandang ke arah danau. "Ta, lo kan udah jadi cewek gue sekarang. Lo punya gue. Mungkin sekarang gue gak terlalu nempelin lo lagi ke mana-mana. Gue udah gak takut kalo misal lo mau temenan sama cowok lain. Tapi jangan naksir ya, Ta?” pinta Yuda. Aletta mengangguk. Dia kan sudah janji pada Yuda kalau tidak akan berdekatan dengan laki-laki lain. Dia harus setia, dia 308 tidak mau selingkuh. “Yuda juga jangan dekat cewek lain. Apalagi Mimi Cungkring yang suka nongol tiba-tiba itu. Dia itu genit. Dia suka sama Yuda. Dan Letta gak suka sama dia. Dia itu ngeselin.” “Gue juga gak suka sama dia. Gue sukanya sama lo doang, Ta.” “Demi apa?” Aletta mengerjapkan matanya polos. “Demi es krim dan kuota kesukaan lo,” jawab Yuda mantap. Aletta terbahak sambil memukul-mukul tangan Yuda. Sampai akhirnya matanya melihat pemandangan yang membuatnya melotot. Dia melihat pasangan yang sedang berciuman. Di bibir. Ya ampun, apa- apaan itu? Kenapa Aletta jadi malu melihat kejadian itu? Tanpa Aletta sadari, Yuda juga melihat kejadian itu. Dia menaikkan sebelah alisnya saat menatap wajah Aletta yang memerah. Ada apa dengan gadis ini? Apa dia malu? Atau dia juga menginginkan hal seperti itu? Hah! Yang benar saja. Rasanya Yuda ingin memasukkan kedua manusia itu ke dalam danau karena berani menodai mata Aletta. Seperti tidak ada tempat lain saja. “Jangan diliatin terus, nanti pengin,” kata Yuda sambil menarik wajah Aletta ke dadanya. Dia tersenyum geli saat Aletta mencubit perutnya. “Mereka ciuman," kata Aletta. “lya tau." “Mereka pacaran, kan? Orang pacaran harus gitu? Kita juga pacaran. Kenapa kita gak ciuman kayak gitu?” tanya Aletta polos. Astaga, si Bolot ini, kenapa harus bertanya seperti itu? Yuda kan bingung harus menjawab apa. “Emang lo mau kayak gitu?” pancing Yuda. Aletta terlihat berpikir, lalu mengangguk antusias. “Leta pernah nggak sengaja liat Papa nyium Mama kayak gitu waktu ulang tahun. Waktu itu Papa bilang sayang ke Mama. Jadi, Letta pikir kalo kita saling sayang, gapapa ciuman. Ayok,” Aletta menarik- narik baju Yuda. Yuda langsung menoyor kepalanya kuat. “Gak boleh, bodoh! Nyium orang sembarangan itu dosa. Lo bego 309 makanya jangan dipelihara gitu, Ta. Nyokap, bokap lo kan udah nikah. Nggak pa-pa ciuman. Lo mah apa. Masih aja bocah udah mikir ciuman. Gede dulu lo baru mikir gituan.” “Lagian, kalo sayang itu nggak mesti ciuman gitu, Ta. Yang penting saling jaga, saling melindungi. Ada satu sama lain kalo dibutuhin. Kalo lo sekali ngelakuin hal kayak gitu, nanti pasti nagih.” “Gue sih nggak munafik. Gue cowok. Pasti pengin ciuman kayak gitu sama pacar. Tapi kalo ngikutin nafsu, gue bisa ngerusak perempuan. Gue emang anak bandel, tapi bukan berarti mau jadi cowok berengsek. Gue belum berani ke situ, Ta. Bodo amat kalo gue dikatain cupu.” Aletta mengerjapkan matanya sambil mengangguk mendengar nasihat Yuda. Yuda sendiri sedang mengelus rambut Aletta. Dia sayang pada Aletta. Dia akan berusaha menjaga kepolosan gadis bolot ini. Yuda pernah kelepasan mencium keningnya. Yuda takut jika keseringan mencium keningnya, dia jadi ingin mencium yang lain. Itu sebabnya Yuda lebih sering mengecup punggung tangan gadis itu. Saat Yuda masih sibuk memandangi Aletta, ponselnya tiba-tiba bergetar. Ada panggilan masuk dari Mikaila. Yuda menaikkan sebelah alisnya bingung. Untuk apa gadis itu meneleponnya? eee 310 He Aletta dan Yuda yang baru saja turun dari motor menoleh saat Mikaila berteriak memanggil Yuda. Gadis itu berlari dengan ceria menghampiri Yuda. Yuda menatap gadis itu datar, tapi Aletta justru: menunjukkan raut wajah kesalnya. Aletta tidak mau Yuda meninggalkannya dan menyukai Mikaila. Tidak mau! Aletta tidak akan membiarkan mereka berduaan. Jadi, saat gadis itu mendekat, Aletta langsung merangkul lengan Yuda. “Yuda, lo kenapa sih dari kemarin gue telepon gak diangkat? Sombong banget. Padahal gue mau minta tolong loh kemarin,” rajuknya. “Sorry Mik. Kemarin gue lagi pergi sama Tata. Jadi nggak sempat ngecek HP. Lo ngapain nelepon gue?” tanya Yuda penasaran. “Jadi gue tuh mau beli buku. Penting banget. Tapi nggak ada yang bisa gue ajak. Bisa nggak lo nemenin gue? Plis Yud, kali ini aja. Ini bukunya penting banget.” “Nggak bisa!” teriak Aletta sambil melepas rangkulan Mikaila di tangan Yuda. “Kakak kan artis, punya banyak temen. Pilih deh satu. Kenapa harus Yuda? Naksir ya?” ujar Aletta geram. Yuda menaikkan sebelah alisnya lalu tersenyum geli melihat Aletta yang mulai galak. Astaga, pacarnya ini sedang posesif. Kenapa Yuda merasa senang ya Aletta marah-marah? “Kalo gue naksir emang kenapa?” tantang Mikaila. “Ya gapapa. Itu sih tandanya Kakak gak laku.” “Heh, kalo ngomong jangan sembarangan ya. Enak aja lo bilang gue nggak laku. Yang suka sama gue itu banyak! Gue kan artis. Lagian lo suka nggak ngaca ya. Dulu waktu gue jadi pacarnya Rion, lo juga suka sama dia. Lo yang bikin gue sama dia putus. Terus kenapa kalo misal 311 sekarang gue yang gangguin lo sama Yuda? Masalah?” Aletta melipat tangannya di dada sambil menaikkan dagunya agar terlihat angkuh. Yuda sedang menahan tawanya karena Aletta benar- benar tidak cocok dengan ekspresi seperti itu. Si Bolot ini lebih cocok jadi Cinderella yang tampangnya menyedihkan. Bukan seperti ibu tiri yang kejam dan siap memakan Mikaila hidup-hidup. “Oh, jadi sekarang balas dendam? Lagian Letta sama Bang Rion itu cuma nge-fans doang, gak cinta buat dipacarin. Terus apa tadi, artis? Banyak yang suka? Masa sih? Nggak percaya banget Letta. Mana coba orangnya? Kenapa masih suka ngintilin cowok orang? Katanya banyak yang naksir. Ajak dong mereka. Jangan nyusahin cowok orang. Mau jadi PHO ya?" sinis Aletta nyaris berteriak. “Tata jangan teriak gitu. Malu. Ini masih di parkiran,” tegur Yuda. “Bukan Letta yang harus malu. Tapi dia. Kalo dia punya malu, nggak bakal tuh teriakin cowok orang, ngerangkul cowok orang tepat di depan mata ceweknya.” “Gue mau jadi perebut pacar orang juga kayak lo. Emang kenapa? Masalah buat lo?” “Jahat banget sih. Dasar artis sok cantik emang. Pantes aja diputusin Bang Rion. Lampir dasar." “Ini beneran cewek lo, Yud? Yang katanya polos itu? Polos apaan kek gitu. Ngomong seenaknya. Nyakitin orang. Munafik dasar!” ujar Mikaila sinis. “Jaga omongan lo, Kak. Yang lo hina itu cewek gue!” tegas Yuda. “Gue tau dia cewek lo, Yud. Lo sayang sama dia. Tapi bukan berarti lo bela dia kalo dia salah, kan? Omongan dia tuh nyakitin gue. Heh! Minta maaf lo sama gue!" teriak Mikaila sambil menarik tangan Aletta kuat. Aletta meringis dan langsung mendorong tangannya hingga tanpa sengaja gadis itu terjatuh. Awalnya Aletta terkejut saat gadis itu terjatuh. Dia merasa bersalah dan berniat membantu Mikaila. Tapi berkat ucapan gadis itu, Aletta mengurungkan niatnya. Dia jadi menyesal kenapa mendorong Mikaila terlalu pelan. Harusnya dia tendang saja gadis itu 312 hingga ke Kutub Utara. “Dasar cewek gila. Nggak tau diri. Perebut pacar orang. Sok polos. Najis tau gak. Lo itu gak pantes sama Yuda! Yuda terlalu baik buat lo!” rentetan makian menghambur dari mulut Mikaila. “Mika! Kelewatan lo ya!" geram Yuda. Dia menggenggam tangan Aletta dan berniat menarik tangan gadis itu agar meninggalkan Mikaila. Yuda marah pada Mikaila yang berani menghina Aletta. Tapi dia bukan tipe laki-laki yang akan akan berteriak dan membalas kejahatan perempuan itu. Jadi, daripada Yuda kehilangan kendali dan memukul Mikaila, lebih baik dia pergi. Tapi Aletta justru menghempaskan tangannya dan kembali mendekati Mikaila yang masih terduduk di tanah. “Gue nggak pernah ngerebut Rion ya dari lo. Kalian putus juga bukan salah gue. Dia juga jahat sama gue. Lo kalo ngomong suka gak ngaca ya? Cewek gila itu elo. Tergila-gila sama cowok orang sampe nyakitin ceweknya. Yang sok polos itu elo. Gue mah enggak polos. Biasa aja gitu. Depan Yuda aja lo baik. Coba kalo sama gue? Emang lo baik juga? Enggak. Munafik kan lo?” “Tata, jangan ngomong kasar,” tegur Yuda. Dia suka saat Aletta cemburu atau posesif. Tapi bukan berarti Yuda akan diam saja kalau gadis polosnya itu menjadi gadis kasar. Orangtua Aletta selalu mengajarkan gadis itu agar berbicara dengan sopan. Meskipun kadang Aletta masih sering berbicara hal aneh, tapi Gafa selalu melarang Aletta dan Gara berbicara dengan panggilan elo-gue. Dia akan memotong uang jajan kedua anaknya agar mereka kapok. Tapi sepertinya hari ini Aletta melanggar peraturan papanya. “Ta, nggak boleh ngomong kaya gitu. Malu ya, Ta. Banyak orang di sini.” Yuda berbicara selembut mungkin agar Aletta mendengar ucapannya. Tapi Aletta justru menatapnya dengan sinis. “Jadi Letta itu malu-maluin gitu? Yang nggak punya malu itu dia. Yuda sadar gak sih kalo dia itu cewek jahat? Dia itu suka banget gangguin kita. Letta nggak mau ya Yuda deket sama dia. Letta bakalan 313 marah. Jangan ngomong sama Letta kalo Yuda dekat sama dia.” “Heh. Lo sadar gak sih lo itu cewek kayak apa? Lo itu cewek udik, aneh, nyusahin! Ke mana-mana juga lo ngintilin Yuda. Lo pikir lo doang yang butuh Yuda? Yuda juga butuh temennya kali. Lo gak ada hak ngelarang Yuda temenan sama siapa. Bergaul makanya. Biar temen lo banyak. Biar gak nyusahin orang terus!” balas Mikaila sambil membersihkan roknya yang terkena tanah saat terjatuh. Dia sengaja membuat Aletta marah, agar gadis itu menyakitinya, lalu Mikaila akan merasa tersakiti, mengadu pada Yuda lalu Yuda bersimpati padanya. Ah, Mikaila merasa dia benar-benar artis yang pandai berakting. “Tuh kan dia jahat!” adu Aletta. Dia kesal pada Mikaila. Tapi tidak tahu harus mengatakan apa pun. Matanya sudah berkaca-kaca. Ya ampun, kenapa Aletta lemah sekali, sin? Kenapa Aletta tidak sekuat mamanya? Kalau saja Aletta punya keberanian seperti Nafiza, mungkin dia sudah menampar Mikaila sebanyak sembilan kali. “Lo itu harus sadar ya Letta, Yuda itu cowok. Harus banyak temenan sana-sini. Dia berhak bebas mau main sama siapa aja. Kalo lo ngikutin terus, dia gak bakalan berkembang. Intinya dia ikutan norak, cupu kayak lo." “Mika,” tegur Yuda. “"Gak pa-pa Yud, biar gue aja yang nyampein isi hati lo. Gue tau lo pasti jenuh banget kan ketemu ini anak tiap hari. Lo juga capek pasti jagain dia terus. Bosan kan diikutin dia terus? Makanya lo putusin aja Yud, cewek manja dan cengeng ini. Kayak gak ada cewek lain aja. Masih banyak kok cewek yang ba..." “Mika!” bentak Yuda. Dia sudah tidak tahan lagi. Ya ampun, ada apa dengan para gadis ini? Kenapa harus bertengkar sepagi ini? Bikin pusing saja. “Mika, lo tuh apaan, sih? Jangan bikin gue jadi gak sopan ya sama lo. Lo ngomong gak usah sok paling bener deh. Tau apa lo tentang isi hati gue?” ujar Yuda geram. Dia masih bicara dengan suara pelan. Sementara itu, Aletta masih mencerna ucapan Mikaila. Apa benar 314 Yuda merasa jenuh dengannya? Aletta akui dia memang sangat manja. Dia selalu mengajak Yuda ke sana dan kemari. Dia selalu minta ditraktir ini dan itu pada Yuda. Yuda pasti lelah menjaga gadis ceroboh dan menyebalkan seperti dirinya. Aletta terlalu menyusahkan dirinya. Aletta sadar, Yuda lebih banyak menghabiskan waktu dengannya daripada teman laki-lakinya. Tapi Yuda tidak pernah protes, kan? Apa Aletta yang kurang peka? Yuda pasti sering mengeluh. Yuda berhak bermain dengan siapa saja. Aletta tidak boleh melarangnya. Yuda berhak bahagia. Apa Aletta harus putus juga dengannya? Tapi mereka kan baru saja pacaran. “Tata,” panggil Yuda lembut. Tapi Aletta tidak menjawab. “Aletta?” dia masih tidak menjawab. "Sa... sayang?” panggil Yuda ragu. Aletta membeku. Dia terkejut dengan panggilan Yuda. Dia menatap Yuda yang sedang menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Wajahnya bahkan memerah. Ya ampun, apa si Kerempeng ini sedang malu sekarang? “Dengerin gue ya,” Yuda menggenggam tangan Aletta erat sambil menatap Mikaila dengan tegas. Gue sayang sama Aletta Syaquilla. Gue nggak pernah merasa terbebani dekat sama dia. Gue yang merasa wajib buat ngejaga dia dan ngelindungi dia. Kalo lo ngira gue bosan diikuti dia ke sana kemari, lo salah, Kak. Bukan dia yang ngikutin gue. Tapi gue yang ngikutin dia. Karena gue nggak mau dia lebih dekat sama orang lain. Selain keluarga, Tata cuma boleh bergantung sama gue, bukan cowok lain. Karena Tata punya gue.” “Gue nggak suka lo hina dia gitu. Tata itu kesayangan keluarga kami. Nggak ada yang boleh hina Tata di depan kami para laki-laki yang selalu jagain dia. Kali ini lo gue maafin. Tapi nggak ada kesempatan kedua buat lolos dari gue karena nyakitin Tata.” “Ini peringatan lagi buat lo. Gue harap ini yang terakhir. Jangan deketin gue lagi, Kak. Gue udah bilang, gue punya cewek yang harus gue jaga perasaannya. Lo liat kan tadi? Tata jadi sedih dan kesel sama kelakuan lo. Lo cewek, kan? Lo pasti tau gimana perasaan cewek ketika 315 cowoknya dideketin cewek lain. Kecuali, kalo lo emang gak punya perasaan.” Setelah mengatakan itu, Yuda langsung menarik tangan Aletta menuju kelas mereka. Dia melirik gadis yang sedang menundukkan kepalanya itu sambil tersenyum geli. Wajahnya memerah. Aletta pasti masih teringat dengan panggilan sayang yang diucapkan Yuda tadi. Astaga, bisa-bisanya Yuda mengucapkan itu. Tapi, kalau Aletta suka, dia bisa mengucapkan itu setiap hari. Sementara itu, Mikaila yang sudah bangkit dari tanah menatap Pasangan itu sambil tertawa. Semua yang dia lakukan tadi hanya pura- pura. “Lo tuh ya, Mik, jago banget aktingnya. Gue semakin yakin kalo lo itu jago akting. Apa pun rencana lo, gue harap lo nggak bakal lanjutin, kata seseorang dari belakang Mikaila. Dia tahu siapa pelakunya. Dia berbalik dengan santai lengkap dengan senyuman manisnya. “Gue emang artis, Gara. Gue cantik dan terkenal. Nggak ada cowok yang nolak gue sebelumnya. Cuma lo doang.” “Tadinya gue pindah ke sini buat balas dendam sama Aletta karena udah bikin gue putus sama Rion. Tapi pas pertama kali gue liat lo ngebela Aletta yang di-bully temennya, gak tau kenapa niat gue berubah. Gue bahkan udah gak peduli lagi sama Rion. Karena mulai hari itu yang gue utamain cuma lo, Gara.” “Gue suka sama lo. Gak peduli meski lo kakak Aletta orang yang nggak gue suka. Tapi lo nolak gue. Jadi dendam gue ke Aletta balik membara. Kalo lo nggak bisa gue dapetin, gak masalah. Gue masih bisa ngancurin Aletta dengan deketin Yuda. Gue bakalan bikin adek lo nangis dan menderita, Gara.” ke “Makan yang banyak, Ta, biar lo makin pinter. Kan makin enak gue nyontek pelajaran ntar,” kata Alfan sambil nyengir. Aletta hanya mengangguk. Mereka sedang di kantin. Yuda dan Dhika sedang 316 menyantap nasi goreng. Aletta dan Alfan sedang memakan bakso. Raihan sendiri sedang tertawa seperti orang gila saat membaca pesan di ponselnya. Lalu Vika, dia meminum jus melonnya dengan tidak bersemangat. “Lo ngapain sih nyengir terus dari tadi? Obat lo abis?” Dhika melirik sekilas ke arah Raihan. Bukannya menjawab, Raihan justru menunjukkan isi pesan di ponselnya pada mereka. “Wah gila, lo beneran naksir Keeyara? Gue kira bercandaan doang,” kata Alfan. “Wih, kagak lah. Gue beneran suka sama Keeyara. Kayaknya sih dia suka juga sama gue. Kapan ya gue tembak?” Raihan menopangkan kepalanya dengan tangan di atas meja sambil mulai berpikir. “Nanti aja kalo dia udah nikah sama si Gara, terus cerai. Lo tembak dah tuh," cetus Yuda sinis. “Kampret lo ya. Enak aja Keeyara sama Bang Gara. Kagak bisa. Bang Gara yang lain aja!” tegas Raihan. Aletta yang tidak terlalu mengerti dengan pembicaraan mereka hanya terdiam sambil menikmati baksonya. Vika sendiri sedang berdecak sebal. Aletta dan Yuda sudah berpacaran. Pendekatan Raihan dan Keeyara juga berjalan lancar. Tapi dia? Jangankan pacar, yang naksir saja tidak ada. Apa Vika terlalu jelek sehingga tidak ada yang suka padanya? Atau dia terlalu galak? Ya ampun, menyedihkan sekali! “alfan,” panggil Vika pelan. Alfan bergumam pelan. “Lo punya gebetan atau pacar nggak?" tanya Vika hati-hati. Semua orang yang ada di meja itu melongo mendengar pertanyaan aneh Vika. Bahkan Dhika langsung tersedak. Alfan sendiri sedang terbengong. Tapi perlahan dia menggelengkan kepalanya hingga Vika tersenyum cerah. “Bagus. Gak punya, kan?” Vika memastikan lagi. Alfan kembali mengangguk. “Ayo kita pacaran,” ajak Vika. “Hah?” mereka semua terkejut. “Lo gila ya?” teriak Dhika sambil membanting sendok nasi gorengnya 317 ke atas meja. Vika hanya meliriknya sinis sambil menaikkan kedua bahunya tak acuh. Alfan bahkan bangkit dari bangkunya dengan pelan, lalu secepat mungkin meninggalkan kantin. Dia tidak ingin terlibat dalam perang kedua manusia itu. Yuda yakin sekali Alfan pasti sedang terkejut dengan pertanyaan Vika. Tidak ada yang menyadari perasaan sahabatnya itu kecuali Yuda. Yuda tahu sekali kalau Alfan menyukai Vika. Tapi dia mengalah pada Dhika yang sepertinya sudah mulai menyukai Vika. Karena Dhika sahabatnya. “Lo sadar nggak sih ngomong apa? Enak banget lo ngajak Alfan pacaran di depan gue. Lo pikir gue ini cowok apa?” tanya Dhika geram. “Dhika itu cowok nggak peka,” kata Aletta polos. Yuda dan Raihan menahan tawa mendengar ucapan Aletta. “Maksud lo gimana. Ta?” tanya Dhika bingung. Alettamenggelengkan kepala sambil memasang tampang sok dewasanya. “Gini ya Letta kasih tau. Vika itu suka sama Dhika. Tapi Dhika nggak peka. Dia itu lagi nunggu ditembak loh. Dhika sih nggak gerak juga. Dia capek kan nunggu. Ya udah biarin aja dia sama Alfan!” kata Aletta. Vika hanya pasrah dengan ucapan Aletta. Mau menyangkal juga percuma kan? Dhika juga tidak peduli dengan perasaannya. “Beneran, Vik?” tanya Dhika dengan raut terkejut. Vika hanya memutar bola matanya malas. Lihat kan? Aletta saja mengerti perasaannya. Tapi Dhika? Masa bodo dengannya! Vika bangkit dari bangkunya meninggalkan kantin dan Dhika yang masih terbengong. “Malah bengong! Kejar, bego! Sebelum dikejar orang lain!” teriak Yuda sambil memukul kepala Dhika. Dhika mengerjapkan matanya, lalu menyusul Vika. “Semoga Bang Dhika cepat menyadari perasaan Vikachu, Ya Allah,” doa Raihan. “Aamiin,” kompak Aletta dan Yuda. 318 a PART. 39M Hy guda, sepedaan yuk? Udah lama loh, kita gak sepedaan sore-sore.” Aletta memasuki kamar Yuda, lalu duduk di kasurnya. “Iya sih, Ta. Ya udah, lo ambil sepeda sana. Abis itu kita ke taman,” kata Yuda. Aletta mengangguk semangat, lalu segera keluar dari kamar Yuda. Yuda ikut keluar kamar untuk mengambil sepedanya. Setelah itu dia menjemput Aletta. Mereka sudah siap dengan sepeda masing- masing, lalu mengayuh sepeda menuju taman. “Buruan sini kejar gue, Ta," kata Yuda sambil mengayuh sepedanya dengan kencang. Di belakangnya, Aletta juga mengayuh sepedanya dengan semangat agar bisa mengalahkan Yuda. Seperti yang Aletta katakan tadi saat di sekolah, sore hari mereka akan bermain sepeda di taman dekat rumah. Rasanya sudah lama sekali mereka tidak melakukan hal seperti itu. “Ayo Ta, cepat. Cemen banget sih lo. Kejar gue. Kalo lo menang, gue beliin es krim banyak dah. Kalo gue menang, traktir gue ya?” pinta Yuda. “Oke siap. Letta pasti menang. Demi es krim, Letta nggak boleh kalah!" teriaknya. Yuda tertawa melihat gadis itu. Selain diberi kuota, kebahagian Aletta yang lainnya adalah dibelikan es krim. Sebenarnya di sanggup membeli es krim. Tapi memang dasar Aletta, dia lebih suka kalau ditraktir. Kedua remaja itu sibuk mengayuh sepeda untuk menentukan siapa yang menang. Jika Aletta semakin semangat mengayuh sepedanya, lain halnya Yuda. Dia mengayuh dengan pelan. Sebenarnya Yuda bisa saja memenangkan tantangan itu, tetapi dia hanya sengaja berpura-pura kalah agar Aletta senang. Lalu dia akan membelikan gadis itu es krim. “Yey Letta menang! Yuda kalah. Yuda cemen lalala. Yuda traktir Letta es krim ya? Ayo kita beli es krim,” ocehnya dengan riang. Yuda 319 mengacak rambutnya dengan gemas. “Gue tuh sengaja ngalah biar lo senang aja,” kata Yuda. “Letta tau Yuda sengaja. Tapi Letta pura-pura gak tau biar usaha Yuda gak sia-sia. Udah ayo beli es krimnya,” kata Aletta sambil mengajak Yuda ke arah minimarket. Yuda pasrah. Dia membelikan tiga es krim saja untuk Aletta. Awalnya gadis itu protes karena Yuda membelikannya terlalu sedikit. Tapi karena Yuda mengancam tidak akan membelikannya satu pun, Aletta pasrah menerimanya. Setelah membayar es krim itu, kedua remaja itu kembali ke taman dan duduk di bangku yang biasa mereka duduki. Aleta sibuk menikmati es krimnya, sementara Yuda sedang memainkan ponselnya. Sampai akhirnya dua orang muncul di depan mereka yang membuat Aletta melongo. Rion dan Agam. Agam tersenyum ramah pada Aletta. Aletta yang merasa tidak punya masalah dengan manajer Rion itu balas tersenyum. Yuda sendiri langsung menarik Aletta ke belakang panggungnya. Dia tidak akan membiarkan Rion menyakiti Aletta-nya lagi. Meskipun dia kerempeng, dia masih berani menghajar Rion yang berani mengganggu Aletta. Lagi pula, apa yang artis sialan ini lakukan di sini? Apa dia sedang syuting? Serius? Di kuburan? Yang benar saja. Sejujurnya Rion malu bertemu Aletta sejak perlakuannya terakhir kali. Dia benar-benar keterlaluan. Dia sudah sangat menyakiti Aletta. Ucapannya waktu itu benar-benar tidak termaafkan. Dia bahkan tidak menyangka bisa mengucapkan kalimat sekasar itu. Dia hanya merasa marah karena waktu itu Aletta mengabaikannya di saat dia dengan sengaja menemui gadis itu. Rion tahu Aletta sudah mulai membencinya. Dia pantas mendapatkan itu. Bahkan pukulan yang dia dapat dari orang yang mengaku sebagai papanya waktu itu tidak sebanding dengan perbuatan Rion. Tapi kali ini, bisakah dia kembali meminta maaf? “Aletta,” panggil Rion pelan. Gadis itu tidak menjawab. Dia masih bersembunyi di punggung Yuda yang menatap Rion dengan tajam. “Mau apa lagi lo? Mau gangguin Tata lagi? Gak usah. Dia udah 320 tenang, udah bahagia. Sama kayak idupnya sebelum kenal elo,” ujar Yuda ketus. Tiba-tiba saja dia merasakan tangan Aletta melingkar di pinggangnya, seakan mencari perlindungan. “Saya mau bicara sama Aletta sebentar aja. Saya janji ini yang terakhir kalinya saya ganggu dia" sahut Rion. “Dan lo pikir gue bakal ngizinin? Terakhir kali lo minta izin bawa dia pergi, lo ingat apa yang lo lakuin sama dia? Lo nyakitin dia. Gue gak bakal biarin hal itu keulang lagi. Paham 10?” “Tolong, sekali ini aja. Saya bicara di sini biar kamu bisa mastiin kalo Aletta gak bakal saya lukain lagi. Ya?” Rion memohon. Agam bahkan menatapnya tidak percaya. Astaga, Rion yang kurang ajar ini bisa memohon ternyata. Awalnya Yuda sudah akan menolak permintaan Rion. Tapi melihat wajahnya yang memelas, Yuda jadi tidak tega. Dia melirik ke belakang meminta pendapat Aletta. Tapi gadis itu menggelengkan kepalanya. Sudah dibilang kan, Aletta tidak mau lagi bertemu Rion. “Aletta, sebentar aja," kata Rion lagi. “Sana, Ta. Sebentar aja. Mungkin yang bakal dia omongin penting. Kali aja dia minta maaf,” ujar Yuda. “Percuma aja minta maaf, nanti juga diulang lagi jahatnya. Waktu itu aja pernah gitu. Letta gak mau maafin!” teriak Aletta. “Ta, denger gue.” Yuda menangkup wajah Aletta. “Nyokap lo pernah gak ngajarin buat jahat sama orang?” Aletta menggeleng. “Nyokap lo selalu ngajarin lo hal baik kan, Ta? Dia selalu ngajarin lo ngomong sopan, kalo lo salah, dia bakal nasihatin lo baik-baik dan gak pake marah. Abis itu lo bakal minta maaf. Dan kalo orang minta maaf, lo harus maafin.” “Sekarang gue minta lo ngomong sama si Rion itu. Ada hal yang harus kalian selesaikan. Mau dia ngulangin kejahatan setelah minta maaf, itu urusan nanti. Yang penting sekarang ngomong dulu sama dia ya? Jangan takut, ada gue di sini. Ya?" Aletta mengangguk paham. Yuda ini, meski kadang menyebalkan seperti Rifa, tapi dia juga dewasa seperti Dodi. Aletta bangga sekali padanya. Gadis itu berjalan ke arah 321

You might also like