Dasar-Dasar Imunisasi 933
Prosedur Imunisasi 939
Imunisasi Dewasa 951
Vaksinasi pada
_ Kelompok Khusus 958128
DASAR-DASAR IMUNISASI
Sukamto Koesnoe, Samsuridjal Djauzi
IMUNISASI SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN
PRIMER
Tingginya angka penyakit infeksi menjadikannya sebagei
salah satu beban utama dalam bidang kesehatan
Indonesia. Imunisasi merupakan salah satu cara utama
dalam mencegah penularan penyakit infeksi dalam
masyarakat. Peran dari pemerintah serta inisiatit dari
masyarakat berhasil meningkatkan kesuksesan program
imunisasi untuk anak. Sedangkan program imunisasi
dewasa sampai saat ini masih harus dikembangkan lebih
lanjut.
Imunisasi merupakan salah satu intervensi kesehatan
yang paling sukses dan efektif bagi masyarakat. Hel itu
ditunjukkan dengan berbagai laporan yang menunjukkan
keberhasilannya dalam menurunken angka insidens,
morbiditas, kecacatan, serta mortalitas akibat penyakit
polio, difter, tetanus, pertusis, dan campak, pada berbagai
negara yang mencanangkan program imunisasi secara
teratur dengan cakupan yang luas.
Pada dasarnya, imunisasi dewasa di negara Asia
Tenggara dan Indonesia kurang terpublikasi Iuas di
masyarakat, Karena kebijakan imunisasi masih secera
khusus diutamakan pada imunisasi bayi dan anak-anak,
Padahal, bermacam penyakit dapat dicegah melalui
imunisasi pada orang dewasa
Untuk mencapai keberhasilan program imunisasi
dewasa sebagaimana program imunisasi anak, diperlukan
keterlibatan berbagai macam pihak, mulai dari pemahaman
petugas kesehatan dan masyarakat tentang imunisasi
dewasa, hingga pemerataan pelayanan imunisasi yang
‘erjangkau serta dukungan program pembiayaan dan
asuransi. Pada tahun 2008, Perhimpunan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) telah menghasilkan
konsensus imunisasi pada orang dewasa yang diharapkan
dapat menjadi tumpuan agar imunisasi dewasa di Indonesia
lebih digalakkan. WHO dan UNICEF, bersama komunitas
933
intermasional lainnya, telah mencanangkan bahwa tahun
2011-2020 sebagai “The Decades of Vaccines (DOV)’.
Ini menunjukkan besarnya harapan internasional
terhadap program imunisasi sebagai upaya pencegahan
primer.
Imunisasi dan vaksinasi merupakan istlah yang sering
dipertukarkan. Secara teknis, imunisasi didefinisikan
sebagai induksi agar terjadi pembentukan imunitas
dengan berbagai cara, baik aktif maupun pasif. Sementara
vaksinasi merupakan tindakan pemberian suatu vaksin.
\Vaksinasi belum tentu sebuah tindakan imunisasi, dan
imunisasi tidak selalu melibatkan vaksin.
Imunitas manusia terdiri dari dua tipe: imunitas pasif
dan aktit. Imunitas pasif terbentuk melalui pemberian
antibodi dalam bentuk imunoglobulin, baik spesifik mau~
pun nonspesifik. Imunoglobulin diberikan dalam jumlah
besar dengan tujuan untuk menceqah serta menghilang-
kan efek dari infeksi atau toksin penyebab. Misainya,
pemberian tetanus immunoglobulin (TiG) dan hepatitis 8
immunoglobulin (HBIG). Imunitas pasif hanya bertahan
beberapa bulan saja
Imunitas altfditimbulkan dengan pemaparan antigen
dari suatu patogen terhadap sistem imunitas pejamu,
sehingga terbentuk suatu antibodi. Misalnya, hepatitis,
tetanus, atau BCG (sel imun spesifik) Imunisasi aktif dapat
dipicu oleh vaksin hidup (contoh: campak), vaksin virus
yang dimatikan (contoh: influenza), atau vaksin subunit,
yang berasal dari bagian organisme patogen (contoh:
neumokokus, yang berasal dari Komponen kapsul poli-
sakarida bakteri)
Pada vaksinasi, dilakukan tindakan yang dengan
sengaja memberikan paparan suatu antigen yang berasal
dari suatu mikroorganisme. Antigen sudah meng-
alami penyesuaian sehingga tidak menimbulkan sakit,
melainkan memiliki fungsi untuk memproduksi limfosit
yang peka, antibodi, serta sel memori yang dapat memberi
kekebalan,934
Vaksin sendiri merupakan didefinisikan sebagai sedizan
biologis yang menimbulkan suatu kekebalan terhadap
penyakit. Di dalam sebuah vaksin, umumnya terkandung
sejumlah kecil bahan yang menyerupai organisme pato-
gen yang mampu menginduksi sistem imun. Sistem imun
akan mengenalnya sebagai benda asing, menghancurkan-
nya, keriudian menyimpannya dalam memori sel imun
sehingga sistem imun tubuh dapat mengenalinya dan
menghancurkannya jika terpapar kembali oleh patogen
yang sama,
Vaksin untuk imunisasi terdiri dari berbagai tipe
(abel 1). Pada dasarnya, vaksin terbagi menjadi vaksin
yang dilemahkan (live attenuated vaccine) dan vaksin yang
telah dimatikan (killed vaccine/inactivated vaccine). Vaksin
inaktif dibagi lebih lanjut menjadi vaksin subunit (berasal
dari bagian organisme, misalnya komponen kapsul
bakteri), vaksin toksoid (berasal dari bahan toksik bakteri),
dan vaksin konjugat (berasal dari polisakarida muri, yang
dikonjugasikan dengan protein karier). Tiap jenis vaksin
memiliki keuntungan dan kerugiannya sendiri, yang dapat
ditihat pada tabel 2
‘abel 1. Berbagal Tipe Vaksin
Tipe Vaksin
Virus yang dilemahkan (live attenuated virus)
Bakteri yang dilemahkan (live attenuated bacterium)
Virus yang telah dimatikan (killed whole virus)
Sel bakteri yang dimatikan (killed whole cell bacterium)
Toxoid
Mollecular vaccine: protein
Mollecular vaccine: carbohydrate
Mollecular vaccine: carbohydrate-protein conjugate
Combination vaccine
Tabel 2. Keuntungan dan Kerugian Berbagai Jenis Vaksin
Jenis Vaksin _Keuntungan
+ Proteksi lama setelah vaksinasi satu kali
‘+ Merangsang pembentukan sistem imun secara
luas, termasuk respons sel T dan respons -
mukosa IgA,
Vaksin Hidup
divaksinasi)
‘+ Aman karena tidak ada risiko menjadi virulen =
+ Mudah diproduksi dan disimpan
Vaksin Inaktif
dengan antibodi yang berasal dar ibu
+ Toleransi lebih baik
+ Mampu menyeberluasken herd immunity
(timbulnya imunitas pada orang yang tidak +
Dapat digunakan pada bayi tanpa interferensi +
IMUNISAS!
Sedangkan berdasarkan pendekatan baru dalam pem-
buatannya, vaksin terdiri dari vaksin rekombinan dan vaksin
DNA. Vaksin rekombinan berprinsip pada penyisipan
satu lebih gen yang mengkode determinan imunitas
yang penting pada mikroorganisme, Vektor yang sering
digunakan adalah virus (poxvirus vaccinia, canarypox,
adenovirus) dan bakteri (Salmonella). Contoh vaksin ini
adalah vaksin hepatitis 8. Vaksin DNA berasal dari asam
nukleat yang mengkode antigen penting, Vaksin in imasin
dalam penelitian dan dikembangkan untuk memproduksi
vaksin influenza, HIV, dan herpes simpleks.
MANFAAT IMUNISASI PADA ORANG DEWASA
Secara umum, imunisasi bertujuan untuk meningkatkan
derajat kekebalan serta memberikan perlindungan kekebalan
dengan menginduksi respons memori terhadap patogen
atau toksin tertentu dengan menggunakan preparat anti-
gen nonvirulen atau nontoksik. Antibodi yang diproduksi
haruslah efektif dalam mencegah adherensi atau efek yang
merusak sel dengan menetralisasi toksin.
| meales, mumps, rubela, varicella, yellow fever
BCG, Ty2ta (vaksin oral tfoid)
Polio sak, influenza, hepatitis A
Pertussis, cholera, antraks
Difteria, tetanus
Acellular pertussis, subunit influenza, hepatitis B
Haemophilus influenza type B (Hib), Vi tifoid, meningokok,
pneumokok
Hib. meningokok. pneumokok
Difteri-pertusis-tetanus (OPT), measles-mmumps-rubelia (MMR),
DPT-Hib
Kerugian
+ Dapat menimbulkan penyakit pada orang imuno-
kompromais yang tidak terdiagnosis
Dapat berubah menjadi virvien
+ Tidak dapat dilakukan pada bayi karena masih
‘memiliki antibodi dari ibu
Perlu disimpan dan ditransportasi pada suhu
4°C atau lebih rendah, untuk mempertahankan
potensi
+ Lebin reaktogenik
Memerlukan booster atau pemberian berulang
untuk mempertahankan proteksi
Rangsangan imunitas seluler dan mukosa berkurang
Dapat menyebabkan peryakit karena imbalans
respons imun pada kondisi tertentuDASAR-DASAR IMUNISASI
935
‘American Society of Internal Medicine, dalam per-
temuan tahunannya di Atlanta, menyatakan bahwa
imunisasi dewasa dapat mencegah kematian sepuluh kali
lipat dibandingkan dengan anak. Namun, program pem-
beerion imunizasi dewasa belum mencapai keberhasilan dan
kepopuleran sebagaimana program pemberian imunisasi
anak. Pierce dan Schaffner melaporkan bahwa kurangnya
perhatian dan minat pada imunisasi dewasa dikarena-
kan adanya keraguan dari masyaraket maupun petugas
pelayanan kesehatan terhadap keamanan dari vaksinasi,
ganti rugi yang tidak memadai, serta sistem imunisasi
dewasa yang belum berkembang,
Terdapat beberapa alasan mengapa orang dewasa
tetap membutuhkan imunisasi, Pertama, pemberian
imunisasi sewaktu kecil tidak menjamin pembentukan
kekebalan yang tetap untuk seumur hidup. Kedua,
imunisasi terbukti berperan sama pentingnya dengan diet
dan olahraga dalam menjaga kesehatan, Ketiga, pencegahan
penyakit tertentu dengan imunisasi akan mencegah
penyakit tersebut menjangkit keluarga dan lingkungan
sekitar, sehingga biaya perawatan penyakit lebih murah,
Dengan tingkat keamanan dan keefektivitasan yang
tinggi, imunisasi mampu mencegah beberapa penyakit
yang dapat menyebabkan kematian dan berbagai
komplikasi berat. Di Amerika Serikat, sekitar 50.000 orang
meninggal tiap tahunnya akibat dari penyakit yang dapat
dicegah dengan pemberian imunisasi. Beberapa contoh
penyakit tersebut, misalnya: influenza yng menyebabkan
sekitar 36,000 kematian di Amerika Serikat, penyakit akibat
pneumokokus yang menyumbang 4.500 kematian, dua
strain HPV penyebab sekitar 70% kanker serviks, hepatitis
B yang menyebabkan 5.000 kematian tiap tahunnya, serta
campak dan varicella dengan berbagai komplikasinya.
Walau data di Indonesia masih sangat terbatas,
data-data di luar negeri menunjukkan bukti dari manfaat
program imunisasi dewasa. Veksin influenza pada orang
dewasa < 65 tahun berhasil menurunkan insidens influenza
sebesar 70-90%. Pada orang usia lanjut yang dirawat
di rumah jompo, vaksin tersebut menurunkan insidens
influenza sebesar 30-40%, 50-60% kasus influenza yang
membutuhkan bantuan lat, serta mortalitas sebesar 70-
100%. Vaksin pneumokok menunjukkan efektivitas sekitar
60-64%, sedangkan vaksin MMR sebesar 90-95%, Vaksinasi
hepatitis B memberikan etektivitas umum sekitar 80-95%
(70% pada usia > 50-59 tahun, dan 50% pada kelompok
Usia > 60 tahun), dan perlindungan selama kurang lebih
7 tahun,
Imunisasi dewasa dianjurkan bagi mereka yang berusia
di atas 12 tahun dan ingin mendapatkan kekebalan
terhadap berbagai penyakit, misalnya influenza, pneu-
mokokus, hepatitis A dan B, MMR (Measles, Mumps,
Rubella), DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus), atau DT (Difteri,
Tetanus). Selain itu, terdapat beberapa kondisi yang
menyebabkan orang dewasa diindikasikan imunisasi
tertentu. Misalnya, wisatawan yang akan mengunjungi
negara dengan bahaya infeksi tertentu, terutama negara
berkembang dengan angka penyakit polimielitis, difteri,
tetanus, tifoid, hepatitis A, dan tuherlallnid yang masih
tinggi. Juga peserta ibadah haji/umroh, yang dianjurkan
mendapat vaksinasi meningitis dan influenza.
Imunisasi dewasa juga mencakup golongan usia lanjut,
(di atas 60 tahun). Walau mengalami penurunan sistem
imun nonspesifik, data penelitian menunjukkan bahwa
golongan lanjut usia masih memberikan respon yang
baik terhadap polisakarida bakteri. Berdasarkan itu, pem-
berian vaksin polisakarida pneumokokus tetap mampu
meningkatkan antibodi secara efektif. Vaksin influenza juga
ianjurkan bagi golongan ini karena membantu mencegatt
penyakit influenza yang dapat merusak epitel saluran
rnapas serta memudahkan infeksi pneurnonia bakterial
FENOMENA"RESPONDERANDNONRESPONDER”
PADA VAKSINASI
Pada dasarnya, vaksin pada individu yang sehat akan
‘menginduksi respons imun humoral dan seluler, sehingga
tercapai respons imun yang mampu memproteksi dari
infeksi atau penyakit spesifik lainnya. Untuk memastikan
agar respons imun optimal tercapai, kadang vaksinasi tidak
hanya diberikan 1 dosis namun dibutuhkan 2-3 dosis, bahkan
dosis ulangan (booster). Respons imun juga bersifat
individual karena dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal. Kadang, ditemukan bahwa respons imun yang
diharapkan tidak terjadi. Chiaramonte et al mencetuskan
bahwa fenomena “responder and nonresponder” terjadi
akibat hanya tereetuisnya respons imun seluler tanpaa di-
ikuti oleh respons imun humoral. Mekanisme imunologis
yang menyebabkan terjadinya fenomena “responder and
rnonresponder” ini belum diketahui secara rin.
Fenomena “responder and nonresponder’ ini difokus-
kan pada vaksin hepatitis B karena pemakaiannya yang
luas dan perannya sebagai bagian dari Program Imunisasi
Nasional.
‘Antibodi serum anti-HBs yang protektf tercapai pada
90% orang dewasa sehat dan 95% bayi, anak, dan remaja
sehat, setelah pemberian 3 dosis vaksin hepatitis 8.
Mereka yang mencapai titer antibodi spesifik = 10 mlU/
mL akan terproteksi dari penyakit hepatitis 8. Efikasi
vaksin ini mencapai hampir 100% pada orang sehat
yang mencapai angka titer antibodi tersebut. Namun
begitu, terdapat 10% pada populasi dewasa dan 5%
pada populasi anak yang tidak mencapai respons imun
protektif terhadap infeksi hepatitis B setelah pemberian
suntikan 3 dosis.
Beberapa faktor mempengaruhi imunogenisitas936
IMUNISAS!
vaksin hepatitis B. Angka kejadian responsif lebih rendah
pada populasi yang tidak sehat daripada yang sehat.
Selain itu, respons imun terhadap vaksinasi ini berbanding
terbalik dengan pertambahan usia dan berat badan. Re-
spons imun akan semakin balk pada golongan usia muda
dibandingkan lanjut usia. Sedangkan golongan obesitas
‘akan memilki respons imun yang lebih buruk dibanding-
kan berat badan normal. Kondisi lain yang mempengaruhi
kurangnya respons imun tethadap vaksin hepatitis 8
adalah predisposisi genetik, infeksi kronik hepatitis B,
infeksi kronik hepatitis C, penyakit ginjal kronik, penyakit
hati akibat alkoholisme, HIV/AIDS, transplantasi organ,
dan keadaan imunodefisiensi lainnya.
Kekebalan yang Meng!
vs Nonresponder)
Untuk mengetahui apakah penerima vaksin berespons
dengan baik atau tidak, dilakukan pemeriksaan respons
antibodi 1-3 bulan pascapemberian suntikan vaksin
hepatitis ketiga. Pemeriksaan yang dilakukan lebih dari
6 bulan seringkali menimbulkan interpretasi yang mem-
bingungkan. Respons imun terhadap vaksin hepatitis 8
tergolong nonresponsif bila titer antibodi anti-HbsAg
setelah suntikan ketiga hanys mencapai <10 mlU/ml, dan
tergolong hiporesponsif bila titer > 10 hingga < 99 mIU/
mL, Kelompok hiporesponsif akan mengalami penurunan
titer antibodi lebih cepat dibandingkan dengan kelompok
dengan titer yang lebih tinggi. Namun, The COC US
Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP)
tidak merekomendasikan pemeriksaan titer antibodi
pascavaksinasi secara rutin, karena tingginya angka
‘efektivitas vaksin hepatitis 8, Sebuah studi menunjukkan
bahwa mayoritas populasi akan menunjukkan titer > 100
‘mIU/mL pascavaksinasi Ketiga. Sehingga pemenksaan
lebih dianjurkan untuk kelompok risiko tinggi (tenaga
medis, pasien imunosupresif, pasien hemodialisis,
penerima transfusi darah rutin, orang yang berkontak
dengan pengidap virus hepatitis B, homoseksual, hetero-
seksual dengan pasangan seks jamak, pengguna narkoba
Jarum suntik, dan pengidap HIV/AIDS).
Beberapa tahun pascavaksinasi, titer antibodi
anti-HBsAg diperkirakan tidak terdeteksi pada 13-60%
populasi. Hal tersebut dikenal sebagai waning immunity.
Waning immunity merupakan penurunan titer antibod
seiring waktu pad seseorang yang awalnya berespons
dengan baik dan tetap protektif terhadap infeksi kronis.
Kondisi ini harus dibedakan dengan true nonresponder
karena implikasi klinis keduanya sangat berbeda, Pada
kondisi true nonresponder, sejak awal respons imun tidak
ditunjukkan, sehingga sama sekali tak protektf terhadap
penyakit kronis yang disebabkan oleh virus hepatitis B.
Waning immunity dan true nonresponder dapat di-
bedakan dengan cara memberikan cuntikan vaksin dosis
ng (Waning Immunity
tunggal yang kemudian dinilai 4-12 minggu setelah-
nye. Pada waning immunity, titer akan melonjak tinggi
kembali (2 10 miU/mL), sedangkan pada true non-
‘responder titer antibodi akan tetap < 10 mIU, atau bahkan
tidak terdeteksi.
Tata laksana untuk Nonresponder
Diperlukan tata laksana lanjut untuk memicu respons
imun optimal pada nonresponder. Kelompok non-
responder harus dianggap belum pernah mendapatkan
vaksinasi bila terpapar oleh infeksi virus hepatitis B,
sehingga sangat dianjurkan untuk mendapatkan imuno-
globulin dan vaksinasi. Gambar 1 menunjukkan cara
untuk membedakan kelompok waning immunity dan
kelompok nonresponder.
Saat ini sedang dikembangkan beberapa kandidat
vaksin hepatitis B dengan pendekatan berbeda. Kandidat
vaksin in imengandung protein pre-S1, pre-S2, dan
partikel subunit S. Kandidat lainnya mengandung protein
rekombinan pre-S2 dan antigen S yang dikombinasikan
dengan ajuvan MF0S9. Beberapa penelitian pendahuluan
menunjukkan bahwa kandidat-kandidat vaksin tersebut
memberikan respons imun yang lebih beik pada kelompok
nonresponder. Strategi lainnya adalah menggunakan
vaksin khusus yang mengandung 40 ug antigen hepatitis
B pada kelompok nonresponder.
Kepentingan Dosis Penguat (Booster)
Dosis penguat atau booster adalah dosis tambahan yang
perlu diberikan setelah pemberian dosis primer untuk
‘menjamin proteksi dengan keperluan yang berbeda pada
setiap vaksin, Beberapa vaksin memerlukan dosis penguat,
sedangkan lainnya tidak. Kondisi ini berdasarkan
apaksh respons imunologis vaksin tersebut memberikan
proteksi jangka panjang atau tidak. Penilaian proteksi
vaksin dilakukan dengan 4 cara: 1) respons anamnestik
yang timbul dari memoriimunologis sel 8; 2) jumlah kasus
penyekit spesifik pada populasi yang divaksinast 3) studi
in vitro sel B dan sel T; serta 4) studi seroepidemiologi
Pada vaksin hepatitis 8, tiga dosis primer (bulan
0-1-6) sudah cukup untuk memicu respons imun protektif
yang bertahan selama 15-20 tahun. Dua dosis pertama
sudah mampu mencetuskan produksi antibodi anti-HBs
protektif, sedangkan dosis ketiga berfungsi untuk mem-
perkuat. Pemeriksaan akan menunjukkan titer antibod
‘mencapai 2 10 mlU/mL, walau seiring waktu akan terjadi
waning immunity. Angka titer tersebut tidak perlu diper-
tahankan dengan alasan kemampuan memori imunologis
dari sel limfosit B mampu mencetuskan respons
‘anamnestik saat terpapar virus hepatitis B pascavaksinasi
Pade paparan selanjutnya, dalam hitungan hari akan ter-
jadi proses proliferasi, diferensiasi, dan produksi antibod
anti HBs yang kuatDASAR-DASAR IMUNISASI
937
Primovaccination (0-1-6 months): 3 x 20 ug (HepB or Hep ABB)
(= ee
‘Anti-Hbs measured > 3 months after. of last vaccine dose
‘Anti-Hbs measured 1 - 5 months atter. of last vaccine dose
“Diagnostic vaccination” approach
“Pragmatic” approach
“Modern” approach
ra a ~
on <191u/ <101UA
Not at mmedite sk I Aook(HCP evel.) I
i m= urgent
3x20 :
1x20 2x20
es (0-1-6 month) 2
s1oiua || aoa “Anti-HBs 1-3m later <10 10/1 ‘Wait 2 months
eye ay ¥
Stop] [See przamaticor [zane |
medern approach
‘True non-responder
<7 Ants 2 m. later <10 1UN
“left & right dotoinus, concommitant
Gambar 1. Algoritme tatalaksana kelompok nonresponder atau dicurigai sebagai nonresponder
Kualitas respons yang terjadi pada kondisi waning
immunity (antibod anti-HBs tidak lagi terdeteksi atau
bemilai < 10 mlU/ml) ternyata tetap serupa dengan
orang dengan titer antibodi tinggi. Pada dasarnya, sel
memori B terus bersikulasi walau antibodi tidak terdeteksi
lagi Dengan begitu, pemberian desis penguat vaksin
hepatitis B pada orang yang sehat atau imunokompeten
tidak dibutuhkan, Sedangkan pada kelompokimunokom-
promais, pemeriksaan antibodi-H8s Ag harus dilakukan
secata berkala, dan dosis penguat dianjurken untuk
diberikan bila titer antibodi < 10 mlU/ml.
REFERENSI
1. Djauai, KooonoeS, Putra BA dalam Konacnaus Imunisosi
Dewasa, cetakan Ketiga. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2008,
2, Erwanto BW, Djauzi S. Imunisasi Dewasa. Dalam: Sudoyo
AW, dkk (Editor). 2006. Buku Ajar Iimu Penyakit Dalam
Jakarta:Pusat Penerbitan Dept IPD FK UL
3. Isaha, Hiana, et al. Adult Immunization-Noglected Issue in
South East Asia. South East Asia J Trop Med Public Health
31:173-184,2000.
4. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL,
Jameson JL, dik (Editor). Harrison's principles of intemal
‘medicine, edisi ke-17. New York: The McGraw-Hill Com-
panies, 2008,
10,
nL.
2
2.
“
ro
Gardner P, Schaffner W. Immunization of adults. N Engl J
‘Med. 1993; 328: 1252-8.
GIV Nossal. Classification of Vaccines, Dalam: William EMD,
Paul, Elitors Fundamental Immanology 5 edition. Philadele
pphia: Lippincott Wiliams & Wilkins Publishers, 2003.
Isahak 1. Adult Immunization ~ Noglected Issue in South
East Asia, South East Asian J Trop Med Public Health
2000:31:173-184
Salgas imunisasi dewasa PB PAPDL, Website: itp://ima-
nisosidewasa.com
US Department of Health and Home Service, CDC. CDC
Global Immunization Strategic Framework 2011-2015,
cpe2011.
WHO. Global Immunization Vision and Strategy (GIVS)
2006-2015. Geneva: Department of Immunization Vaccines
and Biologicals WHO; 2005,
‘Oreasons for adults to get vaccinated. National Foundation
of Infectious Disease. July 2009. Available from: hetp://
www NFID.ong
‘Ann B Fingar MD. MPH and Byron J Grancis MD, MPH
in Adult Immunization: American College of Preventive
Medicine Practice Policy Statement. http:/ /www.acpm.
IGN Ranuh, Imunisasi upaya pencegohan prime. Dalam:
Kartasasmita C, Hadinegoro SRS, Soeyitno H, Ranuh
IGN (Ea). Buku Imunisasi di Indonesia. Fdisi Pertama,
Jakarta: Satgas Imunisasi Tkatan Dokter Anak Indonesia:
2001; b. 13.
Buropen consensus group on hepatitis B immunity. Lancet
2000; 355: 56165-.
Poland GA. Hepatitis B immunization in health care work-
ers. Am J Prev Med, 1998; 15: 73-77