You are on page 1of 6
Dasar-Dasar Imunisasi 933 Prosedur Imunisasi 939 Imunisasi Dewasa 951 Vaksinasi pada _ Kelompok Khusus 958 128 DASAR-DASAR IMUNISASI Sukamto Koesnoe, Samsuridjal Djauzi IMUNISASI SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN PRIMER Tingginya angka penyakit infeksi menjadikannya sebagei salah satu beban utama dalam bidang kesehatan Indonesia. Imunisasi merupakan salah satu cara utama dalam mencegah penularan penyakit infeksi dalam masyarakat. Peran dari pemerintah serta inisiatit dari masyarakat berhasil meningkatkan kesuksesan program imunisasi untuk anak. Sedangkan program imunisasi dewasa sampai saat ini masih harus dikembangkan lebih lanjut. Imunisasi merupakan salah satu intervensi kesehatan yang paling sukses dan efektif bagi masyarakat. Hel itu ditunjukkan dengan berbagai laporan yang menunjukkan keberhasilannya dalam menurunken angka insidens, morbiditas, kecacatan, serta mortalitas akibat penyakit polio, difter, tetanus, pertusis, dan campak, pada berbagai negara yang mencanangkan program imunisasi secara teratur dengan cakupan yang luas. Pada dasarnya, imunisasi dewasa di negara Asia Tenggara dan Indonesia kurang terpublikasi Iuas di masyarakat, Karena kebijakan imunisasi masih secera khusus diutamakan pada imunisasi bayi dan anak-anak, Padahal, bermacam penyakit dapat dicegah melalui imunisasi pada orang dewasa Untuk mencapai keberhasilan program imunisasi dewasa sebagaimana program imunisasi anak, diperlukan keterlibatan berbagai macam pihak, mulai dari pemahaman petugas kesehatan dan masyarakat tentang imunisasi dewasa, hingga pemerataan pelayanan imunisasi yang ‘erjangkau serta dukungan program pembiayaan dan asuransi. Pada tahun 2008, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) telah menghasilkan konsensus imunisasi pada orang dewasa yang diharapkan dapat menjadi tumpuan agar imunisasi dewasa di Indonesia lebih digalakkan. WHO dan UNICEF, bersama komunitas 933 intermasional lainnya, telah mencanangkan bahwa tahun 2011-2020 sebagai “The Decades of Vaccines (DOV)’. Ini menunjukkan besarnya harapan internasional terhadap program imunisasi sebagai upaya pencegahan primer. Imunisasi dan vaksinasi merupakan istlah yang sering dipertukarkan. Secara teknis, imunisasi didefinisikan sebagai induksi agar terjadi pembentukan imunitas dengan berbagai cara, baik aktif maupun pasif. Sementara vaksinasi merupakan tindakan pemberian suatu vaksin. \Vaksinasi belum tentu sebuah tindakan imunisasi, dan imunisasi tidak selalu melibatkan vaksin. Imunitas manusia terdiri dari dua tipe: imunitas pasif dan aktit. Imunitas pasif terbentuk melalui pemberian antibodi dalam bentuk imunoglobulin, baik spesifik mau~ pun nonspesifik. Imunoglobulin diberikan dalam jumlah besar dengan tujuan untuk menceqah serta menghilang- kan efek dari infeksi atau toksin penyebab. Misainya, pemberian tetanus immunoglobulin (TiG) dan hepatitis 8 immunoglobulin (HBIG). Imunitas pasif hanya bertahan beberapa bulan saja Imunitas altfditimbulkan dengan pemaparan antigen dari suatu patogen terhadap sistem imunitas pejamu, sehingga terbentuk suatu antibodi. Misalnya, hepatitis, tetanus, atau BCG (sel imun spesifik) Imunisasi aktif dapat dipicu oleh vaksin hidup (contoh: campak), vaksin virus yang dimatikan (contoh: influenza), atau vaksin subunit, yang berasal dari bagian organisme patogen (contoh: neumokokus, yang berasal dari Komponen kapsul poli- sakarida bakteri) Pada vaksinasi, dilakukan tindakan yang dengan sengaja memberikan paparan suatu antigen yang berasal dari suatu mikroorganisme. Antigen sudah meng- alami penyesuaian sehingga tidak menimbulkan sakit, melainkan memiliki fungsi untuk memproduksi limfosit yang peka, antibodi, serta sel memori yang dapat memberi kekebalan, 934 Vaksin sendiri merupakan didefinisikan sebagai sedizan biologis yang menimbulkan suatu kekebalan terhadap penyakit. Di dalam sebuah vaksin, umumnya terkandung sejumlah kecil bahan yang menyerupai organisme pato- gen yang mampu menginduksi sistem imun. Sistem imun akan mengenalnya sebagai benda asing, menghancurkan- nya, keriudian menyimpannya dalam memori sel imun sehingga sistem imun tubuh dapat mengenalinya dan menghancurkannya jika terpapar kembali oleh patogen yang sama, Vaksin untuk imunisasi terdiri dari berbagai tipe (abel 1). Pada dasarnya, vaksin terbagi menjadi vaksin yang dilemahkan (live attenuated vaccine) dan vaksin yang telah dimatikan (killed vaccine/inactivated vaccine). Vaksin inaktif dibagi lebih lanjut menjadi vaksin subunit (berasal dari bagian organisme, misalnya komponen kapsul bakteri), vaksin toksoid (berasal dari bahan toksik bakteri), dan vaksin konjugat (berasal dari polisakarida muri, yang dikonjugasikan dengan protein karier). Tiap jenis vaksin memiliki keuntungan dan kerugiannya sendiri, yang dapat ditihat pada tabel 2 ‘abel 1. Berbagal Tipe Vaksin Tipe Vaksin Virus yang dilemahkan (live attenuated virus) Bakteri yang dilemahkan (live attenuated bacterium) Virus yang telah dimatikan (killed whole virus) Sel bakteri yang dimatikan (killed whole cell bacterium) Toxoid Mollecular vaccine: protein Mollecular vaccine: carbohydrate Mollecular vaccine: carbohydrate-protein conjugate Combination vaccine Tabel 2. Keuntungan dan Kerugian Berbagai Jenis Vaksin Jenis Vaksin _Keuntungan + Proteksi lama setelah vaksinasi satu kali ‘+ Merangsang pembentukan sistem imun secara luas, termasuk respons sel T dan respons - mukosa IgA, Vaksin Hidup divaksinasi) ‘+ Aman karena tidak ada risiko menjadi virulen = + Mudah diproduksi dan disimpan Vaksin Inaktif dengan antibodi yang berasal dar ibu + Toleransi lebih baik + Mampu menyeberluasken herd immunity (timbulnya imunitas pada orang yang tidak + Dapat digunakan pada bayi tanpa interferensi + IMUNISAS! Sedangkan berdasarkan pendekatan baru dalam pem- buatannya, vaksin terdiri dari vaksin rekombinan dan vaksin DNA. Vaksin rekombinan berprinsip pada penyisipan satu lebih gen yang mengkode determinan imunitas yang penting pada mikroorganisme, Vektor yang sering digunakan adalah virus (poxvirus vaccinia, canarypox, adenovirus) dan bakteri (Salmonella). Contoh vaksin ini adalah vaksin hepatitis 8. Vaksin DNA berasal dari asam nukleat yang mengkode antigen penting, Vaksin in imasin dalam penelitian dan dikembangkan untuk memproduksi vaksin influenza, HIV, dan herpes simpleks. MANFAAT IMUNISASI PADA ORANG DEWASA Secara umum, imunisasi bertujuan untuk meningkatkan derajat kekebalan serta memberikan perlindungan kekebalan dengan menginduksi respons memori terhadap patogen atau toksin tertentu dengan menggunakan preparat anti- gen nonvirulen atau nontoksik. Antibodi yang diproduksi haruslah efektif dalam mencegah adherensi atau efek yang merusak sel dengan menetralisasi toksin. | meales, mumps, rubela, varicella, yellow fever BCG, Ty2ta (vaksin oral tfoid) Polio sak, influenza, hepatitis A Pertussis, cholera, antraks Difteria, tetanus Acellular pertussis, subunit influenza, hepatitis B Haemophilus influenza type B (Hib), Vi tifoid, meningokok, pneumokok Hib. meningokok. pneumokok Difteri-pertusis-tetanus (OPT), measles-mmumps-rubelia (MMR), DPT-Hib Kerugian + Dapat menimbulkan penyakit pada orang imuno- kompromais yang tidak terdiagnosis Dapat berubah menjadi virvien + Tidak dapat dilakukan pada bayi karena masih ‘memiliki antibodi dari ibu Perlu disimpan dan ditransportasi pada suhu 4°C atau lebih rendah, untuk mempertahankan potensi + Lebin reaktogenik Memerlukan booster atau pemberian berulang untuk mempertahankan proteksi Rangsangan imunitas seluler dan mukosa berkurang Dapat menyebabkan peryakit karena imbalans respons imun pada kondisi tertentu DASAR-DASAR IMUNISASI 935 ‘American Society of Internal Medicine, dalam per- temuan tahunannya di Atlanta, menyatakan bahwa imunisasi dewasa dapat mencegah kematian sepuluh kali lipat dibandingkan dengan anak. Namun, program pem- beerion imunizasi dewasa belum mencapai keberhasilan dan kepopuleran sebagaimana program pemberian imunisasi anak. Pierce dan Schaffner melaporkan bahwa kurangnya perhatian dan minat pada imunisasi dewasa dikarena- kan adanya keraguan dari masyaraket maupun petugas pelayanan kesehatan terhadap keamanan dari vaksinasi, ganti rugi yang tidak memadai, serta sistem imunisasi dewasa yang belum berkembang, Terdapat beberapa alasan mengapa orang dewasa tetap membutuhkan imunisasi, Pertama, pemberian imunisasi sewaktu kecil tidak menjamin pembentukan kekebalan yang tetap untuk seumur hidup. Kedua, imunisasi terbukti berperan sama pentingnya dengan diet dan olahraga dalam menjaga kesehatan, Ketiga, pencegahan penyakit tertentu dengan imunisasi akan mencegah penyakit tersebut menjangkit keluarga dan lingkungan sekitar, sehingga biaya perawatan penyakit lebih murah, Dengan tingkat keamanan dan keefektivitasan yang tinggi, imunisasi mampu mencegah beberapa penyakit yang dapat menyebabkan kematian dan berbagai komplikasi berat. Di Amerika Serikat, sekitar 50.000 orang meninggal tiap tahunnya akibat dari penyakit yang dapat dicegah dengan pemberian imunisasi. Beberapa contoh penyakit tersebut, misalnya: influenza yng menyebabkan sekitar 36,000 kematian di Amerika Serikat, penyakit akibat pneumokokus yang menyumbang 4.500 kematian, dua strain HPV penyebab sekitar 70% kanker serviks, hepatitis B yang menyebabkan 5.000 kematian tiap tahunnya, serta campak dan varicella dengan berbagai komplikasinya. Walau data di Indonesia masih sangat terbatas, data-data di luar negeri menunjukkan bukti dari manfaat program imunisasi dewasa. Veksin influenza pada orang dewasa < 65 tahun berhasil menurunkan insidens influenza sebesar 70-90%. Pada orang usia lanjut yang dirawat di rumah jompo, vaksin tersebut menurunkan insidens influenza sebesar 30-40%, 50-60% kasus influenza yang membutuhkan bantuan lat, serta mortalitas sebesar 70- 100%. Vaksin pneumokok menunjukkan efektivitas sekitar 60-64%, sedangkan vaksin MMR sebesar 90-95%, Vaksinasi hepatitis B memberikan etektivitas umum sekitar 80-95% (70% pada usia > 50-59 tahun, dan 50% pada kelompok Usia > 60 tahun), dan perlindungan selama kurang lebih 7 tahun, Imunisasi dewasa dianjurkan bagi mereka yang berusia di atas 12 tahun dan ingin mendapatkan kekebalan terhadap berbagai penyakit, misalnya influenza, pneu- mokokus, hepatitis A dan B, MMR (Measles, Mumps, Rubella), DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus), atau DT (Difteri, Tetanus). Selain itu, terdapat beberapa kondisi yang menyebabkan orang dewasa diindikasikan imunisasi tertentu. Misalnya, wisatawan yang akan mengunjungi negara dengan bahaya infeksi tertentu, terutama negara berkembang dengan angka penyakit polimielitis, difteri, tetanus, tifoid, hepatitis A, dan tuherlallnid yang masih tinggi. Juga peserta ibadah haji/umroh, yang dianjurkan mendapat vaksinasi meningitis dan influenza. Imunisasi dewasa juga mencakup golongan usia lanjut, (di atas 60 tahun). Walau mengalami penurunan sistem imun nonspesifik, data penelitian menunjukkan bahwa golongan lanjut usia masih memberikan respon yang baik terhadap polisakarida bakteri. Berdasarkan itu, pem- berian vaksin polisakarida pneumokokus tetap mampu meningkatkan antibodi secara efektif. Vaksin influenza juga ianjurkan bagi golongan ini karena membantu mencegatt penyakit influenza yang dapat merusak epitel saluran rnapas serta memudahkan infeksi pneurnonia bakterial FENOMENA"RESPONDERANDNONRESPONDER” PADA VAKSINASI Pada dasarnya, vaksin pada individu yang sehat akan ‘menginduksi respons imun humoral dan seluler, sehingga tercapai respons imun yang mampu memproteksi dari infeksi atau penyakit spesifik lainnya. Untuk memastikan agar respons imun optimal tercapai, kadang vaksinasi tidak hanya diberikan 1 dosis namun dibutuhkan 2-3 dosis, bahkan dosis ulangan (booster). Respons imun juga bersifat individual karena dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Kadang, ditemukan bahwa respons imun yang diharapkan tidak terjadi. Chiaramonte et al mencetuskan bahwa fenomena “responder and nonresponder” terjadi akibat hanya tereetuisnya respons imun seluler tanpaa di- ikuti oleh respons imun humoral. Mekanisme imunologis yang menyebabkan terjadinya fenomena “responder and rnonresponder” ini belum diketahui secara rin. Fenomena “responder and nonresponder’ ini difokus- kan pada vaksin hepatitis B karena pemakaiannya yang luas dan perannya sebagai bagian dari Program Imunisasi Nasional. ‘Antibodi serum anti-HBs yang protektf tercapai pada 90% orang dewasa sehat dan 95% bayi, anak, dan remaja sehat, setelah pemberian 3 dosis vaksin hepatitis 8. Mereka yang mencapai titer antibodi spesifik = 10 mlU/ mL akan terproteksi dari penyakit hepatitis 8. Efikasi vaksin ini mencapai hampir 100% pada orang sehat yang mencapai angka titer antibodi tersebut. Namun begitu, terdapat 10% pada populasi dewasa dan 5% pada populasi anak yang tidak mencapai respons imun protektif terhadap infeksi hepatitis B setelah pemberian suntikan 3 dosis. Beberapa faktor mempengaruhi imunogenisitas 936 IMUNISAS! vaksin hepatitis B. Angka kejadian responsif lebih rendah pada populasi yang tidak sehat daripada yang sehat. Selain itu, respons imun terhadap vaksinasi ini berbanding terbalik dengan pertambahan usia dan berat badan. Re- spons imun akan semakin balk pada golongan usia muda dibandingkan lanjut usia. Sedangkan golongan obesitas ‘akan memilki respons imun yang lebih buruk dibanding- kan berat badan normal. Kondisi lain yang mempengaruhi kurangnya respons imun tethadap vaksin hepatitis 8 adalah predisposisi genetik, infeksi kronik hepatitis B, infeksi kronik hepatitis C, penyakit ginjal kronik, penyakit hati akibat alkoholisme, HIV/AIDS, transplantasi organ, dan keadaan imunodefisiensi lainnya. Kekebalan yang Meng! vs Nonresponder) Untuk mengetahui apakah penerima vaksin berespons dengan baik atau tidak, dilakukan pemeriksaan respons antibodi 1-3 bulan pascapemberian suntikan vaksin hepatitis ketiga. Pemeriksaan yang dilakukan lebih dari 6 bulan seringkali menimbulkan interpretasi yang mem- bingungkan. Respons imun terhadap vaksin hepatitis 8 tergolong nonresponsif bila titer antibodi anti-HbsAg setelah suntikan ketiga hanys mencapai <10 mlU/ml, dan tergolong hiporesponsif bila titer > 10 hingga < 99 mIU/ mL, Kelompok hiporesponsif akan mengalami penurunan titer antibodi lebih cepat dibandingkan dengan kelompok dengan titer yang lebih tinggi. Namun, The COC US Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP) tidak merekomendasikan pemeriksaan titer antibodi pascavaksinasi secara rutin, karena tingginya angka ‘efektivitas vaksin hepatitis 8, Sebuah studi menunjukkan bahwa mayoritas populasi akan menunjukkan titer > 100 ‘mIU/mL pascavaksinasi Ketiga. Sehingga pemenksaan lebih dianjurkan untuk kelompok risiko tinggi (tenaga medis, pasien imunosupresif, pasien hemodialisis, penerima transfusi darah rutin, orang yang berkontak dengan pengidap virus hepatitis B, homoseksual, hetero- seksual dengan pasangan seks jamak, pengguna narkoba Jarum suntik, dan pengidap HIV/AIDS). Beberapa tahun pascavaksinasi, titer antibodi anti-HBsAg diperkirakan tidak terdeteksi pada 13-60% populasi. Hal tersebut dikenal sebagai waning immunity. Waning immunity merupakan penurunan titer antibod seiring waktu pad seseorang yang awalnya berespons dengan baik dan tetap protektif terhadap infeksi kronis. Kondisi ini harus dibedakan dengan true nonresponder karena implikasi klinis keduanya sangat berbeda, Pada kondisi true nonresponder, sejak awal respons imun tidak ditunjukkan, sehingga sama sekali tak protektf terhadap penyakit kronis yang disebabkan oleh virus hepatitis B. Waning immunity dan true nonresponder dapat di- bedakan dengan cara memberikan cuntikan vaksin dosis ng (Waning Immunity tunggal yang kemudian dinilai 4-12 minggu setelah- nye. Pada waning immunity, titer akan melonjak tinggi kembali (2 10 miU/mL), sedangkan pada true non- ‘responder titer antibodi akan tetap < 10 mIU, atau bahkan tidak terdeteksi. Tata laksana untuk Nonresponder Diperlukan tata laksana lanjut untuk memicu respons imun optimal pada nonresponder. Kelompok non- responder harus dianggap belum pernah mendapatkan vaksinasi bila terpapar oleh infeksi virus hepatitis B, sehingga sangat dianjurkan untuk mendapatkan imuno- globulin dan vaksinasi. Gambar 1 menunjukkan cara untuk membedakan kelompok waning immunity dan kelompok nonresponder. Saat ini sedang dikembangkan beberapa kandidat vaksin hepatitis B dengan pendekatan berbeda. Kandidat vaksin in imengandung protein pre-S1, pre-S2, dan partikel subunit S. Kandidat lainnya mengandung protein rekombinan pre-S2 dan antigen S yang dikombinasikan dengan ajuvan MF0S9. Beberapa penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa kandidat-kandidat vaksin tersebut memberikan respons imun yang lebih beik pada kelompok nonresponder. Strategi lainnya adalah menggunakan vaksin khusus yang mengandung 40 ug antigen hepatitis B pada kelompok nonresponder. Kepentingan Dosis Penguat (Booster) Dosis penguat atau booster adalah dosis tambahan yang perlu diberikan setelah pemberian dosis primer untuk ‘menjamin proteksi dengan keperluan yang berbeda pada setiap vaksin, Beberapa vaksin memerlukan dosis penguat, sedangkan lainnya tidak. Kondisi ini berdasarkan apaksh respons imunologis vaksin tersebut memberikan proteksi jangka panjang atau tidak. Penilaian proteksi vaksin dilakukan dengan 4 cara: 1) respons anamnestik yang timbul dari memoriimunologis sel 8; 2) jumlah kasus penyekit spesifik pada populasi yang divaksinast 3) studi in vitro sel B dan sel T; serta 4) studi seroepidemiologi Pada vaksin hepatitis 8, tiga dosis primer (bulan 0-1-6) sudah cukup untuk memicu respons imun protektif yang bertahan selama 15-20 tahun. Dua dosis pertama sudah mampu mencetuskan produksi antibodi anti-HBs protektif, sedangkan dosis ketiga berfungsi untuk mem- perkuat. Pemeriksaan akan menunjukkan titer antibod ‘mencapai 2 10 mlU/mL, walau seiring waktu akan terjadi waning immunity. Angka titer tersebut tidak perlu diper- tahankan dengan alasan kemampuan memori imunologis dari sel limfosit B mampu mencetuskan respons ‘anamnestik saat terpapar virus hepatitis B pascavaksinasi Pade paparan selanjutnya, dalam hitungan hari akan ter- jadi proses proliferasi, diferensiasi, dan produksi antibod anti HBs yang kuat DASAR-DASAR IMUNISASI 937 Primovaccination (0-1-6 months): 3 x 20 ug (HepB or Hep ABB) (= ee ‘Anti-Hbs measured > 3 months after. of last vaccine dose ‘Anti-Hbs measured 1 - 5 months atter. of last vaccine dose “Diagnostic vaccination” approach “Pragmatic” approach “Modern” approach ra a ~ on <191u/ <101UA Not at mmedite sk I Aook(HCP evel.) I i m= urgent 3x20 : 1x20 2x20 es (0-1-6 month) 2 s1oiua || aoa “Anti-HBs 1-3m later <10 10/1 ‘Wait 2 months eye ay ¥ Stop] [See przamaticor [zane | medern approach ‘True non-responder <7 Ants 2 m. later <10 1UN “left & right dotoinus, concommitant Gambar 1. Algoritme tatalaksana kelompok nonresponder atau dicurigai sebagai nonresponder Kualitas respons yang terjadi pada kondisi waning immunity (antibod anti-HBs tidak lagi terdeteksi atau bemilai < 10 mlU/ml) ternyata tetap serupa dengan orang dengan titer antibodi tinggi. Pada dasarnya, sel memori B terus bersikulasi walau antibodi tidak terdeteksi lagi Dengan begitu, pemberian desis penguat vaksin hepatitis B pada orang yang sehat atau imunokompeten tidak dibutuhkan, Sedangkan pada kelompokimunokom- promais, pemeriksaan antibodi-H8s Ag harus dilakukan secata berkala, dan dosis penguat dianjurken untuk diberikan bila titer antibodi < 10 mlU/ml. REFERENSI 1. Djauai, KooonoeS, Putra BA dalam Konacnaus Imunisosi Dewasa, cetakan Ketiga. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2008, 2, Erwanto BW, Djauzi S. Imunisasi Dewasa. Dalam: Sudoyo AW, dkk (Editor). 2006. Buku Ajar Iimu Penyakit Dalam Jakarta:Pusat Penerbitan Dept IPD FK UL 3. Isaha, Hiana, et al. Adult Immunization-Noglected Issue in South East Asia. South East Asia J Trop Med Public Health 31:173-184,2000. 4. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, dik (Editor). Harrison's principles of intemal ‘medicine, edisi ke-17. New York: The McGraw-Hill Com- panies, 2008, 10, nL. 2 2. “ ro Gardner P, Schaffner W. Immunization of adults. N Engl J ‘Med. 1993; 328: 1252-8. GIV Nossal. Classification of Vaccines, Dalam: William EMD, Paul, Elitors Fundamental Immanology 5 edition. Philadele pphia: Lippincott Wiliams & Wilkins Publishers, 2003. Isahak 1. Adult Immunization ~ Noglected Issue in South East Asia, South East Asian J Trop Med Public Health 2000:31:173-184 Salgas imunisasi dewasa PB PAPDL, Website: itp://ima- nisosidewasa.com US Department of Health and Home Service, CDC. CDC Global Immunization Strategic Framework 2011-2015, cpe2011. WHO. Global Immunization Vision and Strategy (GIVS) 2006-2015. Geneva: Department of Immunization Vaccines and Biologicals WHO; 2005, ‘Oreasons for adults to get vaccinated. National Foundation of Infectious Disease. July 2009. Available from: hetp:// www NFID.ong ‘Ann B Fingar MD. MPH and Byron J Grancis MD, MPH in Adult Immunization: American College of Preventive Medicine Practice Policy Statement. http:/ /www.acpm. IGN Ranuh, Imunisasi upaya pencegohan prime. Dalam: Kartasasmita C, Hadinegoro SRS, Soeyitno H, Ranuh IGN (Ea). Buku Imunisasi di Indonesia. Fdisi Pertama, Jakarta: Satgas Imunisasi Tkatan Dokter Anak Indonesia: 2001; b. 13. Buropen consensus group on hepatitis B immunity. Lancet 2000; 355: 56165-. Poland GA. Hepatitis B immunization in health care work- ers. Am J Prev Med, 1998; 15: 73-77

You might also like