Professional Documents
Culture Documents
Rancang Bangun Prototype STATION (Smart Irigation) Sistem Irigasi Tetes Otomatis Pada Masa Pembibitan Tanaman Cabai Berbasis ArduinoUNO
Rancang Bangun Prototype STATION (Smart Irigation) Sistem Irigasi Tetes Otomatis Pada Masa Pembibitan Tanaman Cabai Berbasis ArduinoUNO
Disusun Oleh :
Bobbi Anggara Putra Sanjaya
Meista Putri Rahalia
Deko Iris Anggela
Dewi Rahmawati
Yuli Maulida
Adam Awaludin
Afif Rivaykusnanto
Rike Nur Ramadana
4. Asisten Fasilitator
a. Nama : Denanda Harwin Rohan
b. No.HP : 0822 1532 0282
Ketua Umum
KPM UNJ Ketua Tim Penelitian
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah atas segala limpahan berkat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul
Rancang Bangun Prototype STATION ( Smart Irigation) Sistem Irigasi Tetes
Otomatis Pada Masa Pembibitan Tanaman Mikro Berbasis Arduino UNO.
Penyusunan karya tulis ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa
bantuan dari semua pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Allah yang telah memberikan keridhoan-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan tulisan in tepat waktu.
2. Hidayat selaku fasilitator atas bimbingan yang telah diberikan.
3. Denanda Harwin Rohan selaku asisten fasilitator atas bimbingan yang telah
diberikan.
4. Semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan dan penyusunan
penulisan karya tulis ilmiah ini.
Semoga segala bantuan, dukungan, dan pengorbanan yang telah diberikan
kepada penulis menjadi amal yang dapat diterima dan mendapat balasan dari Allah.
Penulis juga berharap agar karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis menyadari karya tulis ini tidak luput dari berbagai kekurangan, untuk itu
penulis mengharapkan saran dan kritik yang demi kesempurnaan dan perbaikan
karya tulis ilmiah ini.
iii
ABSTRAK
Namun, salah satu komoditas andalan Indonesia yaitu cabai sering mengalami
gangguan dalam proses pembibitanya. Cabai yang merupakan tanaman yang
sebenarnya mudah untuk ditanam disekitar rumah, namun jika kita melihat sektor
budidaya cabai yang memiliki potensi besar untuk mencapai swasembada pertanian
pada 2045, haruslah memiliki suatu metode yang serius dimulai proses pembibitan,
masa tanaman, hingga proses pemanenan.
Salah satu hal yang menjadi faktor bagus tidaknya dalam pertumbuhan cabai adalah
metode irigasi yang diterapkan. Dalam skala besar dan lanjut, sistem irigasi
memerlukan cadangan air yang cukup banyak, namun saat ini 97% wilayah Indonesia
sedang mengalami musim kemarau (BMKG, 2019), dalam proses ini harus ada suatu
langkah yang dapat menghemat air namun tetap proses irigasi dapat berjalan
sebagaimana mestinya. Masih banyaknya metode irigasi secara konvensional yang
dilakukan oleh para pengusahan budidaya tanaman cabai, yang dapat membuat boros
air dan efektifitas dan efisien terhadap pertumbuhan tanaman rendah. Prototype
STATION (Smart Irigation) ini fokus dengan memberikan suatu sistem irigasi
dengan metode tetes otomatis berbasis Arduino UNO.
Dengan memanfaatkan teori Tekanan Hidrostatis, dimana semakin tinggi daerah air
yang jatuh maka tekanan air semakin besar. Sehingga tekanan air ini akan mempu
mendorong ke Flow Valve Control yang sudah dicontrol oleh mikrokontroler
Arduino UNO dengan timer tertentu. Sehingga air akan masuk ke emiter tetes dan
menetes pada bibit cabai.
Tanaman cabai dalam proses pembibitan memerlukan air sebanyak 125 ml/hari
(Kebun Pedia, 2017). Dalam hasil penelitian ini, diambil 3x waktu eksperimen yaitu
5 menit mendapat 130 ml, dan 10 menit 210 ml, 15 menit 230 ml. Dengan demikian
hanya berbeda 5 ml saja dalam waktu 5 menit/hari, maka kebutuhan bibit tanaman
cabai terpenuhi. Jika dalam sehari akan mengalami melakukan penyiaraman 2x
sehari yaitu pagi dan sore, maka setiap penyirama membutuhkan waktu 2,5 menit
dengan volume air 70 ml. Jika dikonversi dalam tetes, 1 tetes = 0.05 ml, artinya
membutuhan dalam satu kali penyiraman itu sebanyak 1300 tetes.
iv
ABSTRACT
Indonesia as an agrarian country has great potential in developing food production.
Until now, Indonesia is still trying to improve the productivity of the agricultural
sector, especially food crops. This is done to support sustainable food self-sufficiency
which is done through increasing national rice production. Increasing the population
requires the agricultural sector to continue to be more productive in meeting food
needs. In 2017 national rice production grew 2.56% compared to the previous year.
One of the things that is a good factor in the growth of chili is the irrigation method
applied. On a large scale and further, the irrigation system requires considerable
water reserves, but currently 97% of Indonesia is experiencing a dry season (BMKG,
2019), in this process there must be a step that can save water but still the irrigation
process can proceed as should be. There are still many conventional irrigation
methods carried out by chilli cultivation entrepreneurs, which can make wasteful of
water and the effectiveness and efficiency of plant growth is low. Prototype
STATION (Smart Irrigation) is focused by providing an irrigation system with
automatic Arduino-based UNO drip method.
By utilizing the theory of Hydrostatic Pressure, where the higher the area of water
that falls, the greater the water pressure. So that this water pressure will be able to
push to the Flow Valve Control which has been controlled by the Arduino UNO
microcontroller with a certain timer. So that the water will enter the emiter drops and
drips on the chilli seeds.
Chili plants in the nursery process require 125 ml of water / day (Kebun Pedia, 2017).
In the results of this study, taken 3x the time of the experiment is 5 minutes to get
130 ml, and 10 minutes 210 ml, 15 minutes 230 ml. Thus only differing 5 ml within
v
5 minutes / day, then the needs of chilli plant seeds are met. If you are going to do
the broadcasting 2x a day, in the morning and evening, each watering takes 2.5
minutes with a volume of 70 ml water. If converted in drops, 1 drop = 0.05 ml,
meaning that it needs 1300 drops in one watering.
vi
DAFTAR ISI
Abstract……………………………………………………………………………………………………………………v
vii
E. Rancangan Alat 2D ................................................................................................... 19
F. Diagram Alir Penelitian ........................................................................................... 20
G. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................................... 20
H. Teknik Analisis Data ............................................................................................... 21
BAB IV ................................................................................................................... 22
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................................................... 22
A. Pengujian Alat ........................................................................................................ 22
B. Deskripsi Data ........................................................................................................ 22
C. Pembahasan Hasil Penelitian ................................................................................ 22
BAB V .................................................................................................................... 23
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................................... 23
A. Kesimpulan ............................................................................................................. 23
B. Saran ....................................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 24
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
ini menunjukkan masih kurangnya pemerataan upaya untuk meningkatkan
produktivitas semua komoditas pertanian.
Kepala Sub Bidang Analisis dan Informasi Iklim BMKG Adi Ripaldi
mengatakan, saat ini, wilayah Indonesia 97 persennya sedang mengalami musim
kemarau. berdasarkan monitoring BMKG di pos-pos hujan seluruh kecamatan
Indonesia, kemarau paling ekstrem tersebar dari wilayah Jawa, Bali, dan Nusa
Tenggara. Hal tersebut dikarenakan di wilayah-wilayah tersebut sudah tidak ada
hujan selama 2 bulan sepanjang 2019 ini. Banten, Jawa Tengah, Jawa Barat, DIY,
NTB, NTT. Di NTT ada satu wilayah yang lebih dari 100 hari tidak ada hujan, ada 1
kecamatan yang 157 hari tidak hujan. 5-4 bulan tidak ada hujan, membuat kekeringan
ekstrem, antara lain terjadi di Lampung, Jawa, Banten, Jawa Barat, Jakarta Utara,
Jawa Tengah, DIY, Bali, dan Nusa Tenggara. Warga Serpong Krisis Air Bersih
Sudah 3 Minggu Kemarau tahun ini juga menyebabkan hotspot atau sebaran titik api
di beberapa daerah melampaui kondisi tahun 2018. "Pada Agustus, khusus Riau,
hotspot 2019 sudah melampaui kondisi 2018. Jambi juga melampaui padahal
kemarau masih akan dihadapi 1-2 bulan lagi. Perlu kewaspadaan lebih untuk
wilayah-wilayah yang sudah melampaui tahun 2018. Tahun ini kemaraunya memang
lebih kering dari 2018.
2
Pada saat ini petani masih menggunakan cara yang manual dalam
pertaniannya. Seperti menyiram tanaman secara manual, yang harus menyiram
tanaman secara satu persatu. hal itu membutukan waktu yang lama dan tenaga yang
ekstra. Umumnya para petani menyewakan jasa penyiram tanaman yang tentunya
mengeluarkan dana yang tidak sedikit.
3
irigasi yang tepat kebutuhan air pada tanaman cabai dapat terkontrol secara langsung
dan dapat membantu dalam penghematan air pada musim kemarau. Dengan
demikian, cabai yang dihasilkan lebih berkualitas karena kebutuhan air terkontrol
dengan baik pada musim kemarau dan musim penghujan.
Dalam hal ini kami merancang sebuah alat yang bisa membantu produsen
tanaman cabai dalam proses pembibitan cabai dengan sistem irigasi tetes otomatis.
Petani juga tidak susah payah lagi untuk menyiram tanaman secara manual atau pun
menyewa orang untuk menyiram tanaman nya. karena alat ini bisa berkerja sendiri
secara otomatis dan efesien.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah-masalah sebagai berikut:
1. Apakah metode irigasi tetes Prototype STATION merupakan hal yang tepat?
2. Bagaimana cara pengoperasian Prototype STATION?
3. Apakah prototype station (smart irrigation) dapat beroperasi dengan baik?
C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah pada penelitian ini ialah hanya untuk tanaman bibit
kelompok tumbuhan mikro (tanaman cabai), karena tumbuhan yang seperti ini tidak
membutuhkan air yang terlalu banyak. Jika tumbuhan ini terlau banyak
menggunakan air dan menggenangi tumbuhan tersebut bisa jadi tumbuhan itu akan
membusuk. Jika menggunakan irigasi tetes kebutuhan tumbuhan terhadap air bisa
terpenuhi dengan baik. Penelitian ini tidak bisa digunakan pada tanaman besar seperti
kayu jati, kayu berbau, kayu cendana dll. karena tumbuhan seperti ini membutukan
air yang sangat banyak jadi tidak mungkin jika menggunakan penelitian irigasi tetes.
D. Perumusan Masalah
Apakah alat ini dapat bekerja dengan baik sebagaimana mestinya?. Sehingga
melalui alat tersebut, kandungan air pada pembibitan tanaman cabai dapat terpenuhi
secara optimal walaupun cuaca tidak menentu dan dapat mempermudah petani
bekerja dalam hal irigasi.
4
E. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
A. Untuk mengontrol kebutuhan air pada saat musim penghujan
B. Untuk membantu menghemat air saat musim kemarau
C. Membantu petani dalam sistem pengairan dari konvensional menjadi sistem
otomatis sehingga lebih efisien dalam bekerja.
F. Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Bisa menghemat air.
2. Petani tidak perlu menyemprot tanaman secara satu persatu.
3. Bernilai ekonomis karena petani tidak perlu menyewakan jasa penyiram
5
BAB II
TELAAH PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Rancang Bangun
Rancang merupakan serangkaian prosedur untuk menerjemahkan hasil analisis
dari sebuah sistem kedalam Bahasa pemograman untuk mendeskripsikan dengan
detail bagaimana komponen-komponen sistem diimplementasikan. Sedangkan
pengertian bangun atau pembangunan sistem adalah kegiatan menciptakan baru
maupun mengganti atau memperbaiki sistem yang telah ada baik secara keseluruhan
maupun sebagian. (Pressman,2002)
Rancang bangun sangat berkaitan dengan perancangan sistem yang merupakan
satu kesatuan untuk merancang dan membangun sebuah aplikasi. Menurut Tata
Sutabri (2005:284), perancangan sistem adalah penentuan proses dan data yang
diperlukan oleh sistem baru. Jika sistem itu berbasis computer, rancangan dapat
menyertakan spesifikasi jenis peralatan yang akan digunakan. Sedangkan Jogiyanto
(2001:196) menjelaskan bahwa perancangan sistem dapat di definisikan sebagai
gambaran, perencanaan, dan pembuatan sketsa atau pengaturan dari beberapa elemen
yang terpisahkan ke dalam satu kesatuan yang utuh dan berfungsi. Tujuan dari
perancangan sistem yaitu untuk memenuhi kebutuhan para pemakai sisyem dan
memberikan gambaran yang jelas serta rancang bangun yang lengkap kepada
programer. Kedua tujuan ini lebih berfokus pada perancangan atau desain sistem
yang terinci yaitu pembuatan rancang bangun yang jelas dan lengkap yang nantinya
digunakan untuk pembuatan program komputernya.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan rancang bangun sistem merupakan
kegiatan menterjemahkan hasil analisa kedalam bentuk paket perangkat lunak
kemudian menciptakan sistem tersebut atau memperbaiki sistem yang ada.
6
yang khas, sehingga bagi orang-orang tertentu dapat membangkitkan selera
makan. Karena cabai merupakan sayuran yang dikonsumsi setiap saat, maka
cabai akan terus dibutuhkan dengan jumlah yang semakin meningkat seiring
dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan perekonomian nasional.
Cabai mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi dibanding sayuran
lainnya. Pada umumnya, cabai dikonsumsi atau diperlukan untuk bahan
penyedap berbagai macam bahan masakan, sebagai penghasil minyak atsiri, dan
bahan ramuan obat tradisonal, cabai juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan
baku kosmetik, dan memiliki beberapa manfaat kesehatan salah satunya adalah
zat capsaicin yang berfungsi dalam mengendalikan penyakit kanker. Selain itu
kandungan vitamin C yang cukup tinggi pada cabai dapat memenuhi kebutuhan
harian setiap orang, namun tetap harus dikonsumsi secukupnya.
3. Irigasi Tetes
Irigasi tetes pertama kali diterapkan di Jerman pada tahun 1869 dengan
menggunakan pipa tanah liat. Di Amerika, metoda irigasi ini berkembang mulai
tahun 1913 dengan menggunakan pipa berperforasi. Pada tahun 1940-an irigasi tetes
banyak digunakan di rumah-rumah kaca di Inggris. Penerapan irigasi tetes di
lapangan kemudian berkembang di Israel pada tahun 1960-an.
Prinsip dasar irigasi tetes adalah memompa air dan mengalirkannya ke tanaman
dengan perantaraan pipa-pipa yang dibocorkan tiap 15 cm (tergantung jarak
antartanaman). Penyiraman dengan sistem ini biasanya dilakukan dua kali sehari pagi
dan petang selama 10 menit. Sistem tekanan air rendah ini menyampaikan air secara
lambat dan akurat pada akar-akar tanaman, tetes demi tetes.
Irigasi tetes tampaknya bisa dijadikan pilihan cerdas untuk mengatasi masalah
kekeringan atau sedikitnya persediaan air di lahan-lahan kering. Drip irrigation
dirancang khusus untuk pertanian bunga-bungaan, sayuran, tanaman keras,
greenhouse, bedengan, patio dan tumbuhan di dak. Selain oleh petani tradisional,
sistem mikro irigasi ini cocok untuk kebun perkotaan, sekolah, rumahan, operator
greenhouse. Pada dasarnya siapapun yang bercocok tanam yang butuh pengairan
yang tepat dan efisien, bisa menggunakan sistem ini.
7
Dengan penambahan pengatur waktu (timer) yang diprogram, sistem irigasi mikro
ini secara otomatis akan menyiram tanaman dengan jumlah air yang tepat setiap hari
sementara anda bisa berleha-leha di rumah atau bisa tenang bepergian.
Pemberian air pada irigasi tetes dilakukan dengan menggunakan alat aplikasi
(applicator, emission device) yang dapat memberikan air dengan debit yang rendah
dan frekuensi yang tinggi (hampir terus-menerus) disekitar perakaran
tanaman.Tekanan air yang masuk ke alat aplikasi sekitar 1.0 bar dan dikeluarkan
dengan tekanan mendekati nol untuk mendapatkan tetesan yang terus menerus dan
debit yang rendah. Sehingga irigasi tetes diklasifikasikan sebagai irigasi bertekanan
rendah. Pada irigasi tetes, tingkat kelembaban tanah pada tingkat yang optimum
dapat dipertahankan. Sistem irigasi tetes sering didesain untuk dioperasikan secara
harian (minimal 12 jam per hari).
Irigasi tetes mempunyai kelebihan dibandingkan dengan metoda irigasi
lainnya, yaitu dapat meningkatkan nilai guna air, dimana secara umum, air yang
digunakan pada irigasi tetes lebih sedikit dibandingkan dengan metode lainnya.
Meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil, fluktuasi kelembaban tanah yang
tinggi dapat dihindari dengan irigasi tetes ini dan kelembaban tanah dipertahankan
pada tingkat yang optimal bagi pertumbuhan tanaman dan meningkatkan efisiensi
dan efektifitas pemberian, pemberian pupuk atau bahan kimia pada metode ini
dicampur dengan air irigasi, sehingga pupuk atau bahan kimia yang digunakan
menjadi lebih sedikit, serta menekan resiko penumpukan garam, dan pertumbuhan
gulma, Pemberian air pada irigasi tetes hanya terbatas di daerah sekitar tanaman,
sehingga pertumbuhan gulma dapat ditekan sehingga dapat menghemat tenaga kerja,
sistem irigasi tetes dapat dengan mudah dioperasikan secara otomatis, sehingga
tenaga kerja yang diperlukan menjadi lebih sedikit.
Sedangkan kelemahan atau kekurangan dari metode irigasi tetes adalah
memerlukan perawatan yang intensif karena penyumbatan pada penetes merupakan
masalah yang sering terjadi pada irigasi tetes. Penumpukan garam, bila air yang
digunakan mengandung garam yang tinggi dan pada derah yang kering, resiko
penumpukan garam menjadi tinggi. Juga akan membatasi pertumbuhan tanaman
dimana pemberian air yang terbatas pada irigasi tetes menimbulkan resiko
kekurangan air bila perhitungan kebutuhan air kurang cermat dan keterbatasan biaya
8
dan teknik, sistem irigasi tetes memerlukan investasi yang tinggi dalam
pembangunannya.
Pemberian air irigasi pada irigasi tetes meliputi beberapa metode pemberian,
yaitu sebagai berikut:
1) Irigasi tetes (drip irrigation). Pada metoda ini, air irigasi diberikan dalam
bentuk tetesan yang hampir terus menerus di permukaan tanah sekitar daerah
perakaran dengan menggunakan emitter. Debit pemberian sangat rendah,
biasanya kurang dari 12l/jam untuk point source emitter atau kurang dari
12l/jam per m untuk line source emitter.
2) Irigasi bawah permukaan (sub-surface irrigation). Pada metoda ini air irigasi
diberikan menggunakan emitter di bawah permukaan tanah. Debit pemberian
pada metoda irigasi ini sama dengan yang dilakukan pada irigasi tetes.
3) Bubbler irrigation. Pada metoda ini air irigasi diberikan ke permukaan tanah
seperti aliran kecil menggunakan pipa kecil (small tube) dengan debit sampai
dengan 225 l/jam. Untuk mengontrol aliran permukaan (run off) dan erosi,
seringkali dikombinasikan dengan cara penggenangan (basin) dan alur
(furrow)
4) Irigasi percik (spray irrigation). Pada metoda ini, air irigasi diberikan dengan
menggunakan penyemprot kecil (micro sprinkler) ke permukaan tanah. Debit
pemberian irigasi percik sampai dengan 115 l/jam. Pada metoda ini, kehilangan
air karena evaporasi lebih besar dibandingkan dengan metoda irigasi tetes
lainnya.
Irigasi tetes juga dapat dibedakan berdasarkan jenis cucuran air menjadi :
(a) Air merembes sepanjang pipa lateral (viaflo)
(b) Air menetes atau memancar melalui alat aplikasi yang di pasang pada pipa lateral
(c) Air menetes atau memancar melalui lubang-lubang pada pipa lateral
Sistem irigasi tetes cepat dan mudah dirakit. Komponennya utama adalah pipa
paralon dengan dua ukuran yang berbeda. Yang berdiameter lebih besar digunakan
sebagai pipa utama, sementara yang lebih kecil digunakan sebagai pipa tetes. Pipa
utama berfungsi sebagai pembagi air ke setiap pipa tetes. Pipa tetes diberi lubang-
lubang untuk meneteskan air ke setiap tanaman dengan jaraksesuai jarak antar
tanaman. Untuk mengalirkan air dari sumbernya diperlukan pompa air, juga
9
dilengkapi kran dan saringan air ke pipa utama, tidak lupa pipa konektor untuk
sambungan.
Sistem irigasi tetes di lapangan umumnya terdiri dari jalur utama, pipa
pembagi,pipa lateral, alat aplikasi dan sistem pengontrol .
1) Unit utama (head unit)
Unit utama terdiri dari pompa, tangki injeksi, filter (saringan) utama dan
komponen pengendali (pengukur tekanan, pengukur debit dan katup). Sistem irigasi
tetes tidak harus selalu menggunakan pompa untuk mengalirkan air ke setiap pohon.
Ada cara yang lebih simpel yaitu dengan memanfaatkan gaya gravitasi bumi. Cara
ini cocok untuk sumber air yang lebih tinggi dari kebun. Bahkan tinggi sumber air 1
m pun memungkinkan. Sistem gravitasi bisa lebih menghemat biaya, petani tidak
perlu membeli pompa untuk mengalirkan air ke seluruh kebun. Namun jika hal
tersebut sulit dilakukan karena medan sebaiknya menggunakan pompa.
Instalasi irigasi tetes sistem gravitasi memerlukan tangki sebagai penampung air,
menara penopang tangki, kran, saringan (filter), pipa PVC, sambungan pipa, dan pipa
tetes (drip line) tempat air menetes ke setiap akar tanaman. Sumber energi pompa
hidram berasal dari tekanan tinggi akibat fenomena pukulan air (water hammer)
karena adanya perubahan kecepatan tiba-tiba dari aliran air oleh penutupan katup,
sehingga pompa ini tidak memerlukan suplai energi dari luar seperti BBM atau
listrik. Hal ini tentunya sangat baik untuk mendukung pengembangan energi
terbarukan (renewable energy) yang bebas polusi.
Prinsip kerja pompa dimana di dalamnya terdapat beberapa komponen seperti
pipa suplai , katup buang , katup masuk , tabung udara , dan pipa hantar. Sistem kerja
diawali aliran air dari sumber masuk melalui pipa suplai dan keluar melalui katup
buang. Naiknya kecepatan aliran akan mendorong katup buang ke atas hingga
tertutup dan menghentikan aliran air dari pipa suplai. Hal ini menyebabkan terjadinya
fenomena pukulan air sehingga tekanan naik secara drastis. Kenaikan tekanan ini
akan membuka katup masuk sehingga terjadi aliran menuju pipa hantar.
Aliran air ini yang diharapkan dari pompa ini dan dapat digunakan untuk
konsumsi kita sesuai dengan kebutuhannya. Aliran ini menyebabkan tekanan
kembali turun dan karena pengaruh beratnya sehingga katup tertutup kembali. Ini
diikuti pembukaan katup buang yang juga dipengaruhi oleh beratnya, sehingga air
akan mengalir kembali melalui katup ini dan begitulah seterusnya siklus akan terjadi
10
dengan cepat. Dengan prinsip tersebut membuat pompa hidram ini dapat bekerja
terus selama 24 jam tanpa henti. Efisiensi keseluruhan dapat diperoleh secara baik.
Lebih dari 5 persen energi dari aliran air dapat dipindahkan ke aliran kiriman.
Untuk mendesain pompa hidram perlu mencermati aliran sumber air berupa debit
sumber air pada kondisi normal dan pengukuran dilakukan pada musim kering karena
pada saat itu terjadi debit minim. Selain itu melihat ketinggian sumber air terhadap
lokasi pompa hidram dan kemiringan lokasi di bawah sumber air. Tinggi dari sumber
air ke tempat yang diharapkan untuk suplai air perlu diketahui untuk memperkirakan
penempatan pompa hidram dan berdasar populasi penduduk atau luas lahan pertanian
yang akan dilayani atau kebutuhan lainnya sesuai kondisi tiap-tiap daerah.
Pompa hidram dapat bekerja secara otomatis dan hanya membutuhkan sedikit
perawatan. Tidak membutuhkan energi dari luar untuk pemompaan seperti BBM dan
listrik, tetapi menggunakan aliran air sebagai energinya. Hampir tidak memerlukan
biaya operasional, dan karena tidak ada bagian yang bergesekan, penggunaan
pelumasan oli secara rutin tidak diperlukan.
Akibat beda ketinggian ini, air akan mengalir dari tangki melalui pipa PVC, dari
pipa PVC air kemudian mengalir ke drip lines yang memiliki lubang-lubang untuk
meneteskan air ke setiap tanaman. Pengaturan waktu penyiraman dilakukan dengan
cara membuka-tutup kran. Kran sebaiknya dilengkapi dengan filter agar kotoran
tidak masuk ke dalam pipa.
Dengan irigasi tetes sistem gravitasi, setiap tanaman akan mendapatkan jatah air
yang sama bila menggunakan regulator (panjang lk. 3 cm) di dalam pipa tetes.
Regulator ini berupa celah-celah berbentuk zig-zag. Di ujung regulator inilah
terdapat lubang kecil tempat air menetes.
2) Pipa utama (main line)
Umumnya terbuat dari pipa polyvinylchlorida (PVC), galvanized steel atau besi
cor dan berdiameter antara 7.5–25 cm. Pipa utama dapat dipasang di atas atau di
bawah permukaan tanah.
3) Pipa pembagi (sub-main, manifold)
Dilengkapi dengan filter kedua yang lebih halus (80-100 μm), katup selenoid,
regulator tekanan, pengukur tekanan dan katup pembuang. Pipa sub-utama terbuat
dari pipa PVC atau pipa HDPE (high density polyethylene) dan berdiameter antara
11
50 – 75 mm. Penyambungan pipa pembagi–pipa utama dapat dibuat seperti yang
ditunjukkan pada.
4) Pipa Lateral
Merupakan pipa tempat dipasangnya alat aplikasi, umumnya dari pipa
polyethylene (PE) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7, berdiameter 8 – 20 mm
dan dilengkapi dengan katup pembuang. Penyambungan pipa lateral–pipa pembagi
dapat dilakukan dengan berbagai cara.
5) Alat aplikasi (applicator, emission device)
Alat aplikasi terdiri dari penetes (emitter), pipa kecil (small tube, bubbler) dan
penyemprot kecil (micro sprinkler) yang dipasang pada pipa lateral. Alat aplikasi
terbuat dari berbagai bahan seperti PVC, PE, keramik, kuningan dan sebagainya.
4. Arduino UNO
Arduino Uno adalah arduino board yang menggunakan mikrokontroler
ATmega328. Arduino Uno memuat segala hal yang dibutuhkan untuk mendukung
sebuah mikrokontroler. Hanya dengan menghubungkannya kesebuah komputer
melalui kabel USB atau memberikan tegangan DC dari baterai atau adaptor AC ke
DC sudah dapat membuatnya bekerja. Arduino Uno menggunakan ATmega16U2
yang diprogram sebagai USB-toserialconverter untuk komunikasi serial komputer
melalui port USB (Wheat, 2011). Tampak atas dari arduino uno dapat dilihat pada
gambar berikut.
12
pemipaan kemudian ia akan di terjemahkan kedalam bukaan valve sesuai kebutuhan
dari jumlah alirannya. Dengan control valve, ia dapat melakukan berbagai fungsi
yang biasanya untuk mengontrol jumlah aliran atau untuk membatasi tekanan di
dalam sebuah sistem pemipaan.
13
Gambar 2.6 Tanaman Cabai yang sudah tumbuh
14
5) Organ tanaman, mulai dari akar, batang daun, bunga, dan calon buah terbebas
dari hama dan penyakit.
15
penyiraman tanaman secara
otomatis sesuai dengan
kebutuhan kita.
Hasil yang dicapai adalah
Sistem irigasi tetes dapat
menghemat pemakaian air,
karena dapat meminimumkan
kehilangan-kehilangan air
yang mungkin terjadi seperti
Irigasi Tetes Pada perkolasi, evaporasi dan aliran
Fusanto, Tomi permukaan, sehingga memadai
4 Budidaya Tanaman
(2014) untuk diterapkan di daerah
Cabai (Capsicum pertanian yang mempunyai
Annum) sumber air yang terbatas.
Irigasi tetes pada umumnya
digunakan untuk tanaman-
tanaman bernilai ekonomi
tinggi, termasuk tanaman
cabai.
16
E. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut.
Tandon air
v
Proses Timer
Tutup Buka
Emiter Tetes
Tanaman
End
17
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
18
- Autocad
- Arduino Genuino
- Microsoft Office (Word, Power Point)
2. Perangkat Keras
Perangkat keras yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
- Notebook
- Arduino UNO dan kabel USB
- Flow control valve
- Layar LCD
E. Rancangan Alat 2D
Alat ini berupa prototipe yang akan diimplementasikan pada lahan. Bibit tanaman
mikro yang diambil dalam prototipe adalah model pembibitan tanaman dengan
polybag. Berikut ini rancangan Prototipe STATION :
19
F. Diagram Alir Penelitian
Gambar diagram alir penelitian dapat dilihat pada gambar berikut.
Mulai
Studi Pustaka
Planning
Pembelian Alat
Pembuatan station
Pengujian
Berhasil
?
Tidak
Ya
Implementasi
Selesai Maintenance
20
H. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini langkah awal yang dilakukan adalah mencari
referensi yang relevan terhadap penelitian ini, dan melakukan pengumpulan alat
dan bahan yang diperlukan. Setelah itu, penghitungan jumlah tetesan dalam
pembuatan prototipe dilakukan untuk pengujian berfungsi atau tidaknya alat. Dapat
mengetahui berfungsi atau tidaknya alat ketika semakin lama waktu dibuka flow
valve controlnya alat semakin banyak tetesan airnya.
21
BAB IV
A. Pengujian Alat
Pada saat uji coba alat setelah pemrograman selesai, arduino berhasil membuka
dan menutup valve. Ketika katup air terbuka, secara otomatis air yang tertampung
dibagian atas akan mengalir ke bawah yang kemudian akan mengisi penuh pipa
yang ada dibawahnya untuk selanjutnya dialirkan ke dalam setiap water cone, jika
water cone sudah penuh dan melewati batas keran, maka air akan menetes.
B. Deskripsi Data
22
BAB V
A. Kesimpulan
Alat dapat bekerja dengan baik, karena mampu mengalirkan air. Akan tetapi
untuk digunakan dalam cuaca yang tidak baik belum diuji. Alat ini juga mampu
membantu petani sebab dalam melakukan irigasi untuk bibit dapat dilakukan
dengan otomatis dan lebih terukur volumenya.
B. Saran
1. Sebaiknya, dilakukan juga pengujian pada saat kondisi cuaca buruk agar
dapat dilihat apakah alat ini dapat bekerja dalam cuaca buruk atau tidak, jika
tidak maka sebaiknya diciptakan alat yang mampu bekerja pada cuaca buruk.
2. Sebaiknya menggunakan relay pada alat ini sehingga valve yang digunakan
dapat bekerja dengan optimal.
3. Sebaiknya menggunakan valve yang dapat mengaliri air lebih besar sehingga
proses irigasi tetes dapat bekerja dengan lebih baik.
23
DAFTAR PUSTAKA
24