You are on page 1of 10

DAMPAK PROGRAM PENGEMBANGAN KEBUN KARET RAKYAT

TERHADAP TINGKATKESEJAHTERAAN PETANI KARET DI


WILAYAH OPERASIONAL MIGAS DI KABUPATEN MUSI
BANYUASIN
Impact Of The Development Program For The Rubber Farmer’s On Income
And Level Of Welfare In Oil And Gas Operational Areas In Banyuasin Musi
District
Iman Satra Nugraha1 dan Aprizal Alamsyah2
1,2
Balai Penelitian Sembawa
Jalan Raya Palembang-Pangkalan Balai Km. 29
Kotak Pos 1127 Palembang 30001, Sumatera Selatan
E-mail : iman_satra@yahoo.com

Tanggal diterima 14 November 2018 tanggal diperbaiki 26 Maret 2019 tanggal disetujui 30 April 2019

Abstract

The income of rubber farmers is influenced by low production and rubber prices. While income will affect the
level of welfare of farmers. Farmer's income is still not optimal because rubber production and prices are still
low. To improve welfare, the role of the company is needed in the form of a rubber development program. This
study aims to look at the impact of company programs in improving the welfare of rubber farmers. Research
location around the operational gas area company in Musi Banyuasin Regency. Respondents were used 75
farmers were taken purposively. Data used primary and secondary data through interview methods and literature
studies. Processing data using quantitative analysis.Based on the results that there was an increase in rubber
farmers' income from Rp. 2,750,000 to Rp. 5,500,000 per month, increasing family education to a higher level
and increasing welfare from the category "Nearly Poor" and Prosperous Family III to a Prosperous Family III
and Prosperous Family III Plus. So that a farmers' economic development program is needed around other oil
and gas operational areas to improve the welfare of farmers
Keyword : Effect, Programme, Rubber Smallholder, Welfare

Abstrak
Pendapatan petani karet dipengaruhi oleh produksi dan harga karet yang rendah. Sedangkan pendapatan
akanmempengaruhi tingkat kesejahteraan petani. Pendapatan petani masih belum optimal karena produksi dan
harga karet masih rendah.Untuk meningkatkan kesejahteraan diperlukan peran perusahan dalam bentuk program
pengembangan karet.Penelitian ini bertujuan untuk melihat dampak program perusahaan dalam meningkatkan
kesejahteraan petani karet. Lokasi penelitian di sekitar wilayah operasional perusahaan migas di Kabupaten Musi
Banyuasin. Responden yang digunakan sebanyak 75 petani bina yang diambil secara purposive. Data yang
digunakan data primer dan sekunder melalui metode wawancara dan studi literature. Pengolahan data
menggunakan analisis kuantitatif. Berdasarkan hasil penelitian bahwa adanya peningkatan pendapatan petani
karet dari Rp 2.750.000 menjadi Rp. 5.500.000 per bulan, peningkatan pendidikan keluarga ke jenjang lebih
tinggi serta ada peningkatan kesejahteraan dari kategori “Hampir Miskin” dan Keluarga Sejahtera III menjadi
Keluarga Sejahtera III dan Keluarga Sejahtera III Plus. Sehingga diperlukan program pengembangan ekonomi
petani disekitar wilayah operasional migas lainnya untuk meningkatkan kesejahteraan petani.

Kata kunci : Dampak, Program, Karet Rakyat, Kesejahteraan


A. Pendahuluan petani karet juga akan meningkat
(Herdiansyah, 2015; Regina, 2016 dan
Karet merupakan salah satu komoditas Suharto, 2013). Menurut Syarifaet al.(2015)
unggulan di Provinsi Sumatera Selatan dampak negatif turunnya harga karet bagi petani
(Sumsel). Luas areal perkebunan karet di adalah: 1) Banyak petani yang menghentikan
Sumatera Selatan seluas 838.749 ha. Luasan kegiatan usahatani karetnya dan beralih profesi; 2)
tersebut terdiri dari perkebunan rakyat seluas Banyak lahan karet yang dikonversi ke komoditas
lain; 3) Daya beli masyarakat menjadi lemah; 4)
791.187 ha, perkebunan negara seluas 11.334
Tingkat kesejahteraan masyarakat menurun; 5)
ha dan perkebunan swasta seluas 36.228 ha
Banyak kredit kendaraan yang macet; 6) Kejahatan
dan penyerapan tenaga kerja yang cukup besar meningkat; dan 7) Kualitas kesehatan dan
yaitu 463.568 KK (Ditjenbun, 2016), selain itu pendidikan menjadi rendah.
juga memberikan devisa kepada Negara seluas Sehingga salah satu strategi untuk
65 Triliun pada tahun 2017 (Antariksa, 2017). meningkatkan pertumbuhan sub sektor
Namun disisi lain produksi yang dihasilkan perkebunan dapat dilakukan dengan
masih tergolong belum optimal. Salah satu melakukan peremajaan karet tua/rusak dan
penyebabnya adalah produktivitas perkebunan menggunakan bibit klonal (Budi, 2014 dan
Sumsel masih rendah, rendahnya produktivitas Kirana Megantara, 2017). Kegiatan
tersebut sejalan dengan rendahnya tingkat peremajaan merupakan salah satu bentuk
adopsi bibit unggul (hasil persilangan) di program yang dilakukan oleh perusahaan
Sumatera Selatan (Riadiet al., 2011). migas untuk meningkatkan pendapatan petani
Penggunaan bibit ungggul masih mencapai karet serta kesejahteraan petani melalui
59,2 % (Syarifaet al., 2012), sedangkan program pembinaan perkebunan karet rakyat,
penggunaan bibit unggul di Malaysia 90%, karena dengan adanya program pengembangan
Thailand 95%, India 99%, dan Vietnam 100% petani karet maka akan meningkatkan
(Ditjenbun, 2008). Oleh karena ini pengetahuan petani tentang budidaya karet
produktivitas Negara produsen karet lainnya sesuai dengan anjuran dan dapat meningkatkan
sudah mencapai 1.500-1.700 kg/ha kk, adopsi klon yang berdampak pada jumlah
sedangkan Indonesia masih 900- 1.100 produksi karet petani meningkat.
kg/ha/kk (Ditjenbun, 2007 dan Indonesia Pembinaan tersebut dilakukan karena
Invesment, 2018). tingkat pengetahuan petani karet dan adopsi
Kabupaten Musi Banyuasin memiliki teknologi karet tergolong rendah (Widyasari &
areal perkebunan karet terbesar di Sumsel Rinojati, 2014). Oleh karena itu penulis ingin
yaitu seluas 132.524 Ha (Ditjenbun, 2016) memaparkan karakteristik petani karet dan
sehingga komoditas tersebut menjadikan dampak dari kegiatan program pengembangan
komoditas yang utama bagi masyarakat Musi budidaya karet terhadap peningkatan
Banyuasin sebagai sumber penghasilan pendapatan dan kesejahteraan petani karet di
keluarga. Selain itu Musi Banyuasin memiliki sekitar wilyah operasional perusahaan migas
perusahaan non pertanian yaitu migas. di Kabupaten Musi Banyuasin.
Meskipun petani karet berada diwilayah
operasional perusahaan migas namun tingkat
pendapatan petani karet salah satunya sangat
dipengaruhioleh pergerakan harga karet dan
jumlah produksi karet itu sendiri (Siburian, B. Penggunaan Metode Penelitian
2012). Jika harga karet meningkat dan jumlah
produksi juga meningkat maka pendapatan
Penelitian dilakukan pada tahun 2017. Konsep kesejahteraan menurut Nasikun,
Lokasi penelitian dilakukan di wilayah (1993) dapat dirumuskan sebagai padanan
operasional perusahaan migas di Kabupaten makna dari konsep martabat manusia
Musi Banyuasin.Responden berasal dari petani yangdapat dilihat dari empat indikator yaitu :
binaan perusahaan migas sebanyak 75 orang. (1) rasa aman (security), (2) Kesejahteraan
Pemilihan responden dilakukan secara sengaja (welfare), (3) Kebebasan (freedom), dan (4)
(Purposive) (Nazir, 2005). Dengan jati diri (identity). Pengukuran tingkat
pertimbangan yaitu petani karet yang telah kesejahteraan petani menggunakan
menghasilkan dan mengikuti program pendekatan yang digunakan oleh Badan Pusat
pembinaan pengembangan perkebunan karet Statistik (2008) dengan melihat 14 indikator
dari perusahaan migas di Kabupaten Musi yang dilihat dari kehidupan petani bina
Banyuasin. Data yang digunakan adalah data sebelum dan sesudah menjadi petani program
primer dan sekunder. Data primer diperoleh binaan perusahaan migas. Indikator yang
dengan menggunakan wawancara terstruktur digunakan untuk melihat tingkat kesejahteraan
dengan menggunakan kuesioner. Sedangkan petani bina sebagai berikut :
data sekunder diperoleh dari studi literatur 1. Luas lantai tempat tinggal kurang dari 8
(LIPI, 2014b). Pengumpulan data m2 per kapita.
menggunakan metode wawancara dengan 2. Jenis lantai berupa tanah, bambu atau
kuesioner secara terstruktur dan mendalam. kayu murahaan.
Data primer dikumpulkan sebelum menjadi 3. Dinding bangunan berupa bambu, rumbia,
petani bina dan setelah menjadi petani bina kayu kualitas rendah dan tembok tanpa
untuk mengetahui dampak dari program plester.
pengembangan karet rakyat. 4. Tidak memiliki fasilitas tempat bangunan
Pengolahan data secara kualitatif dan air besar atau berbagi dengan rumah
kuantitatif. Kualitatif dilakukan secara tangga lain.
deskriptif sedangkan analisis kuantitatif 5. Sumber penerangan rumah tangga bukan
menggunakan alat analisis microsoft excel listrik.
(LIPI, 2014a). Pendapatan merupakan selisih
6. Sumber air minum berupa sumur, sungai
antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan atau air hujan.
(Soekartawi, 1995). Secara matematis dapat 7. Bahan bakar untuk masak berupa kayu
ditulis sebagai berikut: bakar, arang atu minyak tanah.
𝜋 = 𝑇𝑅 − 𝑇𝐶.........(1) 8. Konsumsi daging/ayam per minggu satu
Π = (P x Q) – (TFC+TVC) ........ (2)
Dimana : kali atau tidak mengkonsumsi.
Π : Pendapatan usahatani (Rp) 9. Membeli pakaian setiap anggota RT
TR : Total penerimaan yang dihasilkan dari dalam setahuan sebanyak satu stel atau
usahatani (Rp) tidak membeli.
TC : Total biaya yang dikeluarkan dari 10. Frekuensi makan dalam sehari untuk
kegiatan usahatani (Rp) setiap anggota rumah tangga adalah 1 kali
P : Harga komoditas yang usahakan
2 kali.
(Rp/kg)
Q : Jumlah komoditas yang dihasilkan 11. Tidak mampu membayar untuk berobat ke
(kg) puskesmas/poliklinik.
TFC : Total biaya tetap yang dikeluarkan 12. Lapangan perkerjaan utama kepala rumah
dalam kegiatan usahatani (Rp) tangga adalah petani dengan luas lahan
TVC : Total biaya variabel yang dikeluarkan kurang dari 0,5 Ha, buruh tani, nelayan,
dalam kegiatan usahatani (Rp)
buruh bangunan, buruh perkebunan, atau bina tersebut merupakan salah satu program
pekerjaan lain dengan pendapatan rumah yang dilakukan perusahaan untuk
tangga kurang dari Rp.600.000 per bulan. peningkatkan kesejahteraan petani melalui
13. Kepala rumah tangga memiliki tingkat pengembangan perkebunan karet rakyat.
pendidikan tidak sekolah, tidak tamat SD Perkebunan karet rakyat pada umumnya
atau tamat SD. disekitar wilayah operasional menanam karet
14. Pemilikan asset / harta bergerak / harta masih menggunakan bibit alam dan tidak
tidak bergerak, tidak mempunyai sesuai dengan anjuran. Petani bina selain
tabungan atau barang yang mudah dijual diberikan pengetahuan melalui pelatihan
dengan nilai kurang dari Rp. 500.000 budidaya karet yang baik juga diberikan
Keempat belas (14) indikator tersebut bantuan untuk pembangunan kebun seperti
akan dimasukkan kedalam 5 kategori tingkat bibit unggul, pupuk, dan sebagainya serta
kesejahteraan petani binaan. Kelima tingkat diberikan monitoring untuk mendampingi
kesejahteraan petani dapat diurutkan sebagai petani sampai tanaman karet menghasilkan.
berikut : Petani bina yang menjadi sampel adalah petani
petani tahun 2002 - 2006 kemudian dilakukan
1. Sangat miskin : memenuhi 14
studi dampak pada tahun 2017 setelah tanaman
indikator kemiskinan.
2. Miskin : memenuhi 11-13 karet sudah menghasilkan. Berdasarkan Tabel
indikator kemiskinan. 1 dapat lihat bahwa mayoritas kepala keluarga
petani karet yang ada di lokasi penelitian
3. Hampir miskin : memenuhi 9-10
hanya mencapai lulusan Sekolah Dasar (SD)
indikator kemiskinan.
seluas 63% sedangkan pendidikan isteri lebih
4. Petani Sejahtera III :memenuhi 5- 8
tinggi yaitu mencapai 75%. Sedangkan untuk
indikator kemiskinan.
pendidikan tingkat lanjut tergolong masih
5. Petani Sejahtera III Plus : memenuhi 1-4
rendah. Kondisi tersebut tidak jauh berbeda
indikator kemiskinan.
dari penelitian yang dilakukan oleh Muksit
Untuk mengetahui pengaruh dari kegiatan
(2017) yang menyatakan bahwa pendidikan
pengembangan karet yang dilakukan
petani karet di daerah Jambi mayoritas hanya
perusahaan menggunakan uji beda dengan
mencapai SD seluas 61%. Untuk melihat lebih
menggunakan uji Paired – Sample T Test.
detail tentang sebaran tingkat pendidikan
Dengan uji tersebut dapat melihat pengaruh
keluarga dapat dilihat pada Tabel 1.
pengembangan karet terhadap tingkat
kesejahteraan petani karet dengan
menggunakan taraf nyata 5%.

Tabel 1. Jenjang pendidikan keluarga petani karet.


Tingkat Pendidikan
C. Hasil dan Pembahasan (%)
No Jenjajang Pendidikan
1. Karakterisasi petani karet Suami Isteri
Petani responden merupakan petani
1 SD 63 75
binaan perusahaan migas yang berada di
2 SMP 17 16
wilayah Kabupaten Musi Banyuasin. Petani 3 SMA 19 7
4 Perguruan Tinggi 1 2 karet. Berikut sebaran sumber penghasilan
Sumber : (Hasil Analisis, 2018) keluarga petani dapat dilihat pada Tabel 3.
Sedangkan berdasarkan sebaran umur
Tabel 3. Sumber penghasilan keluarga petani.
petani karet petani program dapat
dikategorikan masih tergolong produktif. Persentase (%)
No Sumber Penghasilan
Umur petani yang tergolong rendah berada Suami Isteri
pada rentang 25 – 35 tahun dengan proporsi 1 Petani 88 59
suami seluas 6% dan isteri 14%, rentang umur 2 Wirausaha 8 3
56 – 65 tahun dengan proporsi suami seluas 3 Pegawai 4 -
20% dan isteri 5% dan hanya 1% untuk rentang 4 PNS - 2
umur diatas 76 tahun. Sedangkan rentang umur - 36
5 Ibu Rumah Tangga
tergolong tinggi berada pada 36 – 45 tahun dan Sumber : (Hasil Analisis, 2018)
46 – 55 tahun dengan suami seluas 28 % dan
42% sedangkan isteri seluas 40%.Sebaran 2. Dampak Pengembangan Program
umur tersebut menggambarkan bahwa umur Karet
petani bina masih memiliki peluang untuk Dampak pengembangan program
meningkatkan kesejahteraan keluarga karena budidaya karet terhadap petani karet di sekitar
masih dapat mengoptimalkan umurnya untuk wilayah operasional perusahaan migas sangat
menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi. berpengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi
Sebaran rentang umur petani dapat dilihat pada petani. Dampak program pengembangan karet
Tabel 2. tersebut seperti peningkatan pendapatan
keluarga, peningkatan tingkat pendidikan
Tabel 2. Rentang umur keluarga petani karet. keluarga petani, serta peningkatan taraf
Persentase (%) kesejahteraan petani karet.
No Rentang Umur
Suami Isteri
1 25 - 35 6 14 2.1 Tingkat Pendapatan Keluarga
2 Tingkat kesejahteraan petani merupakan
36 - 45 28 40
3
yang penting agar keluarga petani karet dapat
46 - 55 42 40
4
hidup layak. Kesejahteraan petani karet akan
56 - 65 20 5
5
terwujud jika pendapatan karet dapat
66 - 75 3 -
memenuhi kebutuhan petani karet baik itu
6 > 76 1 1
Sumber : (Hasil Analisis, 2018) sandang, papan dan pangan. Salah satu untuk
mengukur tingkat kesejahteraan dapat
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa
dilakukan dengan melihat pendapatan petani
berkebun karet merupakan sumber
karet. Pendapatan merupakan hal yang sangat
penghasilan utama petani sementara sumber
dibutuhkan oleh petani untuk memenuhi
penghasilan lainnya adalah wirausaha seperti
kebutuhan rumah tangga petani. Semakin
berdagang maupun bercocok tanam sedangkan
tinggi pendapatan maka kebutuhan keluarga
yang menjadi pegawai tergolong sangat
akan dapat terpenuhi dan hidupnya akan
sedikit. Pada umumnya berkebun karet
semakin sejahtera (Silitongaet al., 2018).
merupakan penghasilan paling utama karet
Pendapatan petani karet binaan dapat dilihat
sudah menjadi kegiatan yang turun menurun
pada Tabel 4.
sehingga kegiata tersebut melekat kepada
Tabel 4. Rata-rata penghasilan petani sebelum dan
petani untuk meneruskan kegiatan berkebun sesudah menjadi petani binaan.
Setelah Petani Sebelum dengan menanam tanaman sela (Nugrahaet al.,
Penerimaan Bina Petani Bina
2016).
(Rp/bulan) (Rp/bulan)
Karet 3.200.000 1.200.000
2.2 Tingkat Pendidikan Keluarga
Wirausaha 1.800.000 1.250.000
Pendidikan merupakan pengetahuan yang
Lainnya 500.000 300.000
Total penting bagi seseorang.Pendidikan yang tinggi
Penerimaan 5.500.000 2.750.000 dapat meningkatkan kemampuan, wawasan,
Sumber :(Hasil Analisis, 2018) keahlian, status dan harapan seseorang dalam
Berdasarkan data diatas dapat dilihat menerima perubahan-perubahan dan
bahwa rata-rata pendapatan dariberkebun karet perkembangan ilmu pengetahuan dan
setelah menjadi petani binaan lebih besar teknologi. Pendidikan yang dimaksud adalah
dibandingkan dengan pendapatan petani karet pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh
yang sebelum menjadi petani binaan. Hal keluarga petani responden. Tingkat pendidikan
tersebut terjadi karena perbedaan harga karet formal pada dasarnya sangat mempengaruhi
serta adanya jumlah produksi petani binaan petani dalam mengelola usahataninya, baik
lebih tinggi dibandingkan dengan sebelum pada tahap perencanaan maupun pada tahap
menjadi petani bina petani (Hafsahet al., 2014; pengambilan keputusan. Adanya
Mepriyantoet al., 2015 dan Septianita, 2009). pengembangan budidaya karet secara tidak
Jumlah produksi petani binaan memiliki langsung memberikan dampak terhadap
jumlah produksi yang lebih banyak karena perubahan tingkat pendidikan keluarga petani
sudah menggunakan bibit unggul. Peranan karet ke jenjang yang lebih tinggi.Untuk lebih
bahan tanam terhadappeningkatan rinci dapat dilihat pada Tabel 5.
produktivitas tanaman karet cukup tinggi
sekitar 60%. Selebihnya atau sekitar 40% Tabel 5. Dampak program pengembangan karet
terhadap peningkatan jenjang pendidikan keluarga.
dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan
pengelolaan kebun (Boerhendhy & Jenjajang Tingkat Pendidikan Anak (%)
Pendidikan Setelah Petani Sebelum
Amypalupy, 2011 dan Sudjarmoko et al.,
Bina Petani Bina
2013). Selain itu juga harga yang diterima oleh
Tidak Sekolah 0 1
petani karet yang telah dibina sudah
SD 36 43
memperhatikan pentingnya pengolahan dan SMP 30 16
pemasaran yang baik sehingga harga yang SMA 23 12
diterima oleh petani lebih tinggi (A, Dompak, Perguruan
& Suprayitno, 2006; Alamsyahet al, 2017; Tinggi 11 1
Nancyet al., 2013 dan Wiyanto & Kusnadi, Belum Sekolah 0 27
Sumber: (Hasil Analisis, 2018)
2013). Sedangkan pengolahan dan pemasaran
bokar sebelum menjadi petani bina masih Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bawah
secara tradisional serta menggunakan adanya perubahan tingkat pendidikan keluarga
pembeku tidak anjuran seperti tawas, cuka kejenjang yang lebih tinggi. Sebelum menjadi
para, tawas dan pupuk (Vachlepiet al., 2016). petani bina jenjang pendidikan petani
Selain pendapatan yang meningkat, dampak mayoritas hanya tingkat Sekolah Dasar (SD)
dari kegiatan program juga dapat memberikan seluas 43% selebihnya tersebar ditingkat
pola pikir petani untuk menambah kebun Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebear
dengan menggunakan bibit unggul (Syarifaet 16% dan Sekolah Menengah Atas (SMA)
al., 2017) dan menanam memanfaatkan lahan seluas 12%. Setelah menjadi petani bina terjadi
pergeserah tingkat pendidikan keluarga petani
yaitu pendidikan lebih tersebar ketingkat SD 19% dan keluarga sejahtera III plus seluas
seluas 36%, SMP seluas 30%, SMA seluas 81%. Berikut dijelaskna pada Tabel 6
23% dan perguruan tinggi seluas 11%. mengenai perubahan tingkat kesejahteraan
Perubahan jenjang pendidikan tersebut petani karet.
berpengaruh signifikan. Hal tersebut dapat
dilihat dari hasil analisis paired sample test Tabel 6. Perubahan tingkat kesejahteraan petani karet
sebelum dan sesudah menjadi petani bina.
dengan taraf nyata 5% menghasilkan nilai sig.
(2-tailed) 0,000 yang berarti tolak Ho. Dengan Kondisi Petani (%)
adanya program pengembangan karet disekitar No Tingkat Sesudah
Kesejahteraan Sebelum Petani
wilayah operasional perusahaan migas dapat Petani Petani Bina Bina
meningkatkan jenjang pendidikan keluarga Keluarga Pra
1 Sejahtera “ - -
petani karet.
Sangat Miskin ”
Keluarga
2.3 Tingkat Kesejahteraan Keluarga 2 Sejahtera I “ - -
Miskin ”
Kesejahteraan masyarakat merupakan Keluarga
tujuan akhir dari suatu program. Pendapatan 3 Sejahtera II “ 25 -
merupakan salah satu tolak ukur dari Hampir Miskin ”
Keluarga
kesejahteraan. Semakin tinggi tingkat 4 75 19
Sejahtera III
pendapatan maka semakin tinggi pula tingkat 5
Keluarga Sejahtra
- 81
III Plus
kesejahteraan rumah tangga tersebut, untuk
Sumber : (Hasil Analisis, 2018)
melihat tingkat kesejahteraan petani sampel di
daerah penelitian digunakan teori Berdasarkan Tabel 6 dapat dijelaskan
kesejahteraan menurut BPS. Menurut Badan bahwa berdasarkan indikator tingkat
Pusat Statistik (2008), kriteria secara umum kesejahteraan petani karet setelah menjadi
kesejahteraan menurut BPS menganalisis 8 petani bina terdapat perubahan tingkat
indikator tingkat kesejahteraan diantaranya kesejahteraan petani karet. Indikator
adalah tingkat pendapatan, konsumsi atau penghasilkan keluarga pada awalnya petani
pengeluaran rumah tangga, keadaan tempat hanya mendapatkan penghasilan yang
tinggal, fasilitas tempat tinggal, kesehatan bervariasi yang rata-rata mencapai Rp
anggota keluarga, kemudahan mendapatkan 2.750.000 per bulan dan setelah menjadi petani
pelayanan kesehatan, kemudahan bina penghasilan tersebut meningkat menjadi
memasukkan anak kejenjang pendidikan dan rata-rata Rp 5.500.000 per bulan. Sedangkan
kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi. untuk pola konsumsi keluarga tidak ada
Berdasarkan hasil analisis,terjadi perubahan sebelum dan setelah menjadi petani
peningkatan tingkat kesejahteraan petani karet bina dengan mengkonsums makanan tiga kali
dari sebelum menjadi petani bina dan sesusah dalam sehari serta mengkonsumsi ikan dan
menjadi petani bina. Tingkat kesejahteraan daging ayam, petani karet pada umumnya
petani karet sebelum menjadi petani bina memiliki hewan ternak sendiri sehingga jika
berada di kategori keluarga sejahtera II “ ingin mengkonsumsi daging dan telur tidak
Hampir Miskin” seluas 25% dan keluarga perlu membeli terlebih dahulu.
sejahtera III seluas 75%. Setelah menjadi Adanya peningkatan berkunjung ke
petani bina tingkat kesejahteraan petani puskesmas jika petani dalam kondisi sakit.
meningkat tidak ada lagi petani yang masuk Sebelum menjadi petani bina petani masih
ketegori hampir miskin melainkan masuk mempertimbangkan biaya jika akan berobat ke
kedalam kategori keluarga sejahtera III seluas puskesmas dan setelah menjadi petani bina
adanya tambahan pendapatan petani membuat petani masih tergolong produktif sehinga dapat
adanya kesadaran untuk menjaga kesehatan lebih dioptimalkan untuk menambah
keluarga. Selain itu juga adanya perubahan pendapatan keluarga, program pengembangan
tempat tinggal, sebelum menjadi petani bina budidaya karet disekitar wilayah operasional
mayoritas petani masih berbahan kayu (65%) migas dapat meningkatkan pendapatan petani
dan setelah menjadi petani bina, kondisi rumah karet sehingga berdampak kepada adanya
petani sudah meningkat menjadi rumah semi peningkatan jenjang pendidikan keluarga tani
permanen dan permanen. Kemudahan kejenjang lebih tinggi dan adanya peningkatan
memasukkan anak kejenjang pendidikan juga kesejahteraan petani karet dari kategori hampir
berada pada rentang mudah, di karenakan di miskin menjadi kategori keluarga sejahtera III
setiap desa memilik sarana pendidikan seperti dan keluarga sejahtera III Plus.
Paud dan SD untuk SMP dan SMA berada di
ibukota kecamatan yang tidak jauh dari tempat Rekomendasi:Peningkatan kesejahteraan
mereka tinggal. Berdasarkan wawancara yang petani dapat dilakukan melalui intervensi
telah dilakukan dapat dikatakan bahwa pemerintah maupun perusahaan melalui
mayoritas pendapatan yang mereka miliki pengembangan sumber daya yang ada di
adalah digunakan untuk pendidikan, dengan wilayah tersebut. Untuk pihak swasta
demikian kebutuhan akan pendidikan adalah diperlukan program pengembangan ekonomi
cukup tinggi. Kemudahan untuk mendapatkan melalui pelatihan, pendampingan dan evaluasi
fasilitas transportasi juga tergolong cukup dan sehingga program yang dijalankan oleh
mudah. Berdasarkan hasil uji hipotesis perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan
menggunakan paired sample test nilai sig (2- petani.
tailed) seluas 0,000 lebih kecil dari taraf nyata
5% dengan demikian dapat ditarik kesimpulan Ucapan Terima Kasih
bahwa pengembangan budidaya karet
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
memberikan pengaruh terhadap peningkatan
kesejahteraan petani karet. Balai Penelitian Sembawa yang telah
memfasilitasi selama kegiatan penelitian
berlangsung dan teknisi yang telah membantu
penulis dalam menginput data.

Pustaka Acuan
D. Penutup
A, Z., Dompak, N., & Suprayitno. (2006).
Kesimpulan : Kebun karet petani pada Analisis Pemasaran Bokar Suatu Kajian
umumnya masih menggunakan bibit alam dan Terhadap Upaya Peningkatan
Kesejahteraan Petani Melalui
harga karet ditingkat petani tergolong rendah,
Pembenahan Tata Niaga Bokar di
sehingga pendapatan petani tidak maksimal. Provinsi Jambi. Jambi.
Tingkat pendapatan akan mempengaruhi
Alamsyah, A., Nugraha, I. S., Agustina, D. S.,
tingkat kesejahteraan petani. Berdasarkan hasil
& Vachlepi, A. (2017). Tinjauan
penelitian ada beberapa kesimpulan yang Penerapan Unit Pengolahan dan
dapat paparkan yaitu berkebun karet Pemasaran Bokar Untuk Mendukung
merupakan penghasilan utama bagi petani Gerakan Nasional Bokar Bersih di
untuk menambah pendapatan keluarga, umur Sumatera Selatan. Warta Perkaretan,
36(2), 159–172. investments.com/id/bisnis/komoditas/kar
et/item185?
Antariksa, Y. (2017). Peringkat 10 Besar
Penyumbang Devisa Dollar ke Indonesia. Kirana Megantara. (2017). Program
Retrieved from Peremajaan dan Peningkatan
http://strategimanajemen.net/2017/10/23/ Produktivitas Karet Petani. Retrieved
ranking-10-besar-penyumbang-devisa- from
dollar-ke-indonesia/ https://www.kiranamegatara.com/blog/g
et/program-peremajaan-dan-
Badan Pusat Statistik. (2008). Indikator
peningkatan-produktivitas-karet-petani
Kesejahteraan Rakyat. Jakarta: Badan
Pusat Statistik. LIPI. (2014a). Modul Diklat Jabatan
Fungsional Peneliti Tingkat Pertama :
Boerhendhy, I., & Amypalupy, K. (2011).
Pengolahan dan Analisis Data. Cibinong:
Optimalisasi Produktivitas Karet Melalui
LIPI.
Penggunaan Bahan Tanam,
Pemeliharaan, Sistem Eksploitasi dan LIPI. (2014b). Modul Diklat Jabatan
Peremajaan Tanaman. Jurnal Litbang, Fungsional Peneliti Tingkat Pertama :
30(1), 23–30. Teknis dan Praktik Pengumpulan Data
Lapangan. Cibinong: LIPI.
Budi, Y. (2014). Strategi Peningkatan
Produktivitas Karet Di PT. Perkebunan Mepriyanto, Firdaus, T., & Huda, N. (2015).
Nusantara XII (Persero) Kebun Kendeng Analisis Faktor-Faktor yang
Lembu Kabupaten Banyuwangi. Mempengaruhi Pendapatan Petani Karet
Universitas Pembangunan Nasional di Kecamatan Singingi Kabupaten
Veteran Jawa Timur. Kuantan Singingi Provinsi Riau. E-Jurnal
Bung Hatta, 7(3), 1–15.
Ditjenbun. (2007). Statistik Perkebunan
Indonesia: Karet. Direktorat Jenderal Muksit. (2017). Analisis Pendapatan Dan
Perkebunan. Jakarta: Direktorat Jenderal Kesejahteraan Petani Karet Di
Perkebunan. Kecamatan Batin XXIV Kabupaten
Batanghari. Universitas Jambi.
Ditjenbun. (2008). Sambutan Direktur
Jenderal Perkebunan (Ditjenbun) pada Nancy, C., Agustina, D. S., & Syarifa, L. F.
Lokakarya Nasional Agribisnis Karet. (2013). Potensi Kayu Hasil Peremajaan
Yogyakarta: Direktorat Jenderal Karet Rakyat Untuk Memasok Industri
Perkebunan. Kayu Karet. Jurnal Penelitian Karet,
31(2), 68–78.
Ditjenbun. (2016). Statistik Perkebunan
Indonesia 2015-2017 Karet. Jakarta: Nasikun. (1993). Sistem Sosial Indonesia.
Kementerian Pertanian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Hafsah, F. M., Violetta, & C, P. (2014). Nazir, M. (2005). Metode Penelitan. Bogor:
Analisis Pendapatan dan Tingkat Ghalia Indonesia.
Kesejahteraan Petani Karet Perkebunan Nugraha, I. S., Alamsyah, A., Agustina, D. S.,
Plasma Desa Sungai Hijau Kecamatan & Syarifa, L. F. (2016). Faktor-Faktor
Pangkalan Banteng Kabupaten Kota Penentu yang Mempengaruhi Petani
Waringin Barat Kalimantan Tengah. Menanam Tanaman Sela di Antara Karet
Bogor. di Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian
Herdiansyah, R. (2015). Sistem Pemasaran Karet, 34(1), 77–88.
Karet Rakyat di Kabupaten Tebo Provinsi Regina, Y. (2016). Dampak sosial pasca
Jambi dengan Pendekatan Rantai Pasok. penurunan harga karet (Studi di Desa
Institut Pertanian Bogor. Mangat Baru Kecamatan Dedai
Indonesia Invesment. (2018). Karet Alam. Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat).
Retrieved from https://www.indonesia- Jurnal Sosiologi, 4(2), 1–17.
Riadi, F., Machfud, Tajuddin, B., & Illah, S. rubber price: case study in South
(2011). Model pengembangan Sumatera. In International Rubber
agroindustri karet alam terintegrasi. Conference. Ho Chi Minh.
Jurnal Teknologi Industri Pertanian, Vachlepi, A., Nugraha, I. S., & Alamsyah, A.
21(1), 146–153. (2016). Mutu Bokar dari Kebun Petani di
Septianita. (2009). Faktor-Faktor yang Areal Operasional Tambang Kabupaten
Mempengaruhi Petani karet Rakyat Musi Banyuasin. Jurnal Standardisasi,
Melakukan Peremajaan Karet di 18(2), 83–90.
Kabupaten Ogan Komering ULU. Jurnal Widyasari, T., & Rinojati, N. D. (2014). Studi
Agronobis, 1(1), 130–136. Pendahuluan Terhadap Karakteristik
Siburian, O. (2012). Analisis Faktor-Faktor Usahatani Karet di Daerah Lingkar
yang Mempengaruhi Ekspor Karet Alam Tambang (Studi Kasus di Kabupaten
Indonesia ke Singapura Tahun 1980- Berau, Provinsi Kalimantan Timur.
2010. Jurnal Analisis Pengembangan Warta Perkaretan, 33(1), 47–56.
Ekonomi, 1(2), 1–6. Wiyanto, & Kusnadi, N. (2013). Faktor-Faktor
Silitonga, M., Puspitawati, H., & Muflikhati, I. yang Mempengaruhi Kualitas Karet
(2018). Modal Sosial, Coping Ekonomi, Perkebunan Rakyat (Kasus Perkebunan
Gejala Stres Suami dan Kesejahteraan Rakyat di Kecamatan Tulang Bawang
Subjektif Keluarga Pada Keluarga TKW. Tengah Kabupaten Tulang Bawang
Jurnal Kesejahteraan Keluarga Dan Lampung). Jurnal Agribisnis Indonesia,
Pendidikan, 5(1), 20–30. 1(1), 39–58.
Soekartawi. (1995). Analisis Usahatani.
Jakarta: Universitas Indonesia.
Sudjarmoko, B., Listyuati, D., & Hasibuan, A.
M. (2013). Analisis Faktor Penentu
Adopsi Benih Unggul Karet. Buletin
Risri, 4(2), 117–128.
Suharto. (2013). Produktivitas karet harus
ditingkatkan. Retrieved from
http://id.beritasatu.com/agribusiness/pro
duktivitas-karet-petani-harus-
ditingkatkan/72782
Syarifa, L. F., Agustina, D. S., Alamsyah, A.,
& Nugraha, I. S. (2017). Dampak Pola
Peremajaan Partisipatif Terhadap
Perkembangan Perkebunan Karet Rakyat
di Kabupaten Ogan Komering Ulu
Provinsi Sumatera Selatan. Jurnal
Penelitian Karet, 35(1), 71–82.
Syarifa, L. F., Agustina, D. S., Nancy, C., &
Supriadi. (2012). Evaluasi Tingkat
Adopsi Klon Unggul di Tingkat Petani
Karet Provinsi Sumatera Selatan. Jurnal
Penelitian Karet, 30(1), 12–22.
Syarifa, L. F., Agustina, D. S., Nancy, C., &
Supriadi, M. (2015). Socio-economic
condition as affected by fall of natural

You might also like