Professional Documents
Culture Documents
54 508 3 PB PDF
54 508 3 PB PDF
( Muhammad Fadli )
Danang Risdiarto1
Badan Pembinaan Hukum Nasional
Phone: 08119000983
Email : risdiarto@bphn.go.id - risdiarto@yahoo.com
Abstract
The failure to return to the 1945 Constitution through the Constituent Assembly and a series of political events
during the period of liberal democracy reached its climax on July 5, 1959. President Soekarno at the Merdeka
Palace announced the Presidential Decree on the dissolution of the Constituent Assembly and the re-enactment
of the 1945 Constitution within the framework of Guided Democracy. There are differences of opinion of experts
regarding the legality of the Presidential Decree. Some scholars say the Decree is an unconstitutional way that
Soekarno's government took after seeing the failure of the Constituent Assembly. While the other opinion mentions
the legal basis of Decree July 5, 1959 is staatsnoodrecht which refers to state emergency. Although initially received
the full support of the House of Representatives, based on the July 22, 1959 hearing and the support of the legal
opinion of July 11, 1959 from the Chairman of Professor Wirjono Prodjodikoro MA followed by the issuance of
Presidential Decree (Keppres) Number 150 of 1959 on Returning to the 1945 Constitution, finally proved, the birth
of the decree was at the same time the birth of Soekarno as a new dictator with the concept of Guided Democracy.
The results showed that the enactment of the Presidential Decree was strongly influenced by the political situation
that developed at the time. Although the Decree is legally valid, because it is based on State Emergency Law, but
its legality still has to wait for constitutional stipulation of the law. Presidential Decree is the product of politics and
therefore the influence is so great for democracy in a country that it is prone to be misused by interested parties.
Keywords : legality, presidential decree, constitutional system, democracy
Abstrak
Gagalnya usaha untuk kembali ke UUD 1945 melalui Konstituante dan rentetan peristiwa politik selama
masa demokrasi liberal mencapai klimaksnya pada tanggal 5 Juli 1959. Presiden Soekarno di Istana Merdeka
mengumumkan Dekrit Presiden mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 dalam
kerangka Demokrasi Terpimpin. Terdapat perbedaan pendapat para ahli mengenai legalitas Dekrit Presiden
tersebut. Beberapa ahli menyebutkan Dekrit adalah suatu cara yang tidak konstitusional yang ditempuh
pemerintahan Soekarno setelah melihat gagalnya Konstituante. Sedangkan pendapat yang lain menyebutkan
dasar hukum Dekrit 5 Juli 1959 adalah Staatsnoodrechtyang merujuk pada keadaan darurat negara. Meski
awalnya mendapat dukungan penuh DPR, berdasarkan sidang tanggal 22 Juli 1959, dan dukungan berupa
pendapat hukum 11 Juli 1959 dari Ketua MA Profesor Wirjono Prodjodikoro yang diikuti dengan keluarnya
Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 150 Tahun 1959 tentang Kembali Kepada Undang-Undang Dasar 1945,
sejarah akhirnya membuktikan, lahirnya dekrit itu sekaligus merupakan kelahiran Soekarno sebagai diktator
baru dengan konsep Demokrasi Terpimpinnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berlakunya Dekrit Presiden
sangat dipengaruhi situasi politik yang berkembang pada saat itu. Meskipun Dekrit itu sah secara hukum,
karena didasarkan pada Hukum Darurat Negara, tetapi legalitasnya masih harus menunggu penetapan hukum
secara konstitusional. Dekrit Presiden adalah produk politik oleh sebab itu pengaruhnya sangat besar bagi
demokrasi di suatu negara sehingga rawan untuk disalahgunakan oleh pihak yang berkepentingan..
Kata kunci : legalitas, dekrit presiden, ketatanegaraan, demokrasi.
A. Pendahuluan
Salah satu peristiwa besar dalam sejarah Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dekrit ini
ketatanegaraan Indonesia adalah diumumkannya menegaskan untuk memberlakukan kembali
1 Fungsional di Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional
59
Vol. 15 No. 01 - Maret 2018 : 59 - 68
UUD 1945 sebagai konstitusi Indonesia. Jika Lalu, apakah Dekrit Presiden itu
dibuat dalam periodisasi, Dekrit Presiden 5 Juli konstitusional? Krisna Harahap menyebutkan
1959 adalah periode keempat sejarah konstitusi Dekrit adalah ‘suatu cara yang tidak
Indonesia pasca Proklamasi Kemerdekaan 17 konstitusional’ yang ditempuh pemerintahan
Agustus 1945. Periode pertama 18 Agustus 1945 Soekarno setelah melihat kenyataan gagalnya
sampai 27 Desember 1949, menggunakan UUD Konstituante.3 Dalam buku Pengantar Hukum
1945. Periode kedua, penggunaan Konstitusi Tata Negara Indonesia, dua dosen Fakultas
RIS, mulai 27 Desember 1949 hingga 17 Agutus Hukum Universitas Indonesia, Moh. Kusnardi dan
1950. Periode ketiga, 17 Agustus 1950-1959, Harmaily Ibrahim, menyebutkan dasar hukum
menggunakan UUD Sementara.2 Dekrit 5 Juli 1959 adalah Staatsnoodrecht. Hal ini
Lahirnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tidak sama dengan pendapat Majelis Permusyawaratan
bisa dilepaskan dari kegagalan Konstituante Rakyat Sementara (MPRS) Orde Baru seperti bisa
membentuk sebuah UUD baru pengganti UUD dibaca dalam TAP MPRS No. XX/MPRS/1966
Sementara 1950. Konstituante gagal mencapai tentang Memorandum DPR-GR mengenai
kata sepakat karena tak ada satu kekuatan Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan
politik di Konstituante berhasil mendapatkan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik
2/3 suara yang hadir. Satu kekuatan hanya Indonesia.4
bisa mendapatkan lebih dari sepertiga tetapi
Staatsnoodrecht adalah sebutan untuk hukum
tak sampai dua pertiga. Anggota Konstituante
tata negara darurat. Istilah ini merujuk pada
terbelah mengenai paham kenegaraan yang
keadaan darurat negara. Menurut Mr. Herman
hendak diterapkan dalam konstitusi. Ada juga
Sihombing, dalam bukunya Hukum Tata Negara
yang menganggap Dekrit 5 Juli 1959 lahir karena
Darurat di Indonesia, dalam pengertian subjektif
momentumnya pas untuk melontarkan gagasan
hukum tata negara darurat, kewenangan
Demokrasi Terpimpin.
penguasa negara untuk menyatakan adanya
Gagalnya usaha untuk kembali ke UUD bahaya meskipun belum atau tidak ada
1945 melalui Dewan Konstituante dan rentetan aturan tertulis untuk itu terlebih dahulu. Jadi,
peristiwa-peristiwa politik selama masa
keleluasaan penguasa atau pemerintah negara
demokrasi liberal mencapai klimaksnya pada
selaku subjek hukum tata negara pendukung
bulan Juni 1959 sehingga akhirnya mendorong
dan badan utama yang berhak dalam keadaan
Presiden Soekarno untuk sampai kepada
darurat itu. Ada atau tidak sungguh-sungguh
kesimpulan bahwa telah muncul suatu keadaan
bahaya itu, pemerintah diberi hak kekuasaan
kacau yang membahayakan kehidupan negara.
untuk menyatakan adanya bahaya5.
Atas kesimpulannya tersebut, Presiden Soekarno
pada tanggal 5 Juli 1959, dalam suatu acara Dalam Lampiran TAP MPRS No. XX/
resmi di Istana Merdeka mengumumkan Dekrit MPRS/1966 disebutkan bahwa Dekrit 5 Juli
Presiden mengenai pembubaran Konstituante 1959 merupakan salah satu dari sumber
dan berlakunya kembali UUD 1945 dalam tertib hukum. Ia menjadi ‘sumber hukum’ bagi
kerangka sebuah sistem demokrasi yakni berlakunya kembali UUD 1945, sejak 5 Juli
Demokrasi Terpimpin. 1959. Ia dikeluarkan ‘atas dasar hukum darurat
Konsep Demokrasi Terpimpin pertama kali negara’ mengingat keadaan ketatanegaraan yang
diumumkan oleh Presiden Soekarno dalam membahayakan persatuan dan keselamatan
pembukaan sidang Konstituante pada tanggal negara, nusa, dan bangsa. Disebutkan pula
10 November 1956. Demokrasi Terpimpin adalah bahwa “Meskipun Dekrit 5 Juli 1959 itu
sebuah sistem demokrasi yang berjalan antara merupakan suatu tindakan darurat, namun
tahun 1959 sampai 1966, dimana dalam sistem kekuatan hukumnya bersumber pada dukungan
demokrasi ini seluruh keputusan diputuskan seluruh rakyat Indonesia”, terbukti dari
oleh pemimpin negara yang pada waktu itu persetujuan DPR hasil pemilihan umum tahun
dipegang Presiden Soekarno. 1955 secara aklamasi pada 22 Juli 1959.
2 http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.Berita&id=11776#.WnQpO7xl_s0
3 Krisna Harahap, Konstitusi Republik Indonesia Menuju Perubahan ke-5, Dilengkapi Kajian Komprehensif Komisi Konstitunsi & DPD
RI, (Jakarta: Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, 2009)
4 Memori tentang Dekrit Presiden 5 Juli 1959 http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5779f4ef1baf4/memori-tentang-dekrit-
presiden-5-juli-1959
5 Herman Sihombing, Hukum Tata Negara Darurat di Indonesia, (Djambatan: Jakarta, 1996), hlm. 1-24
60
Legalitas Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Pengaruhnya ... ( Muhammad Fadli )
Menurut Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, semua media, kecuali RRI. Pertemuan-
keluarnya Dekrit Presiden pada 1959 oleh pertemuan politik dilarang tentara, jam malam
Presiden Soekarno, sama sekali berbeda dengan diberlakukan. Di DPR dan Konstituante, PNI, PKI
keadaan Presiden Abdurrahman Wahid saat serta beberapa partai lain mendukung rencana
mengeluarkan Maklumat Presiden tanggal 23 dekrit dan kekuatan mereka kira-kira 52 persen.
Juli 2001. Pada tahun 1959, Presiden Soekarno Yang menentang rencana dekrit ialah Masyumi,
mengeluarkan dekrit untuk menyelamatkan NU dan PSII dengan kekuatan di Parlemen dan
bangsa dan negara. Sedangkan pada 2001, Konstituante sekitar 48 persen. Dalam kondisi
Presiden Abdurrahman Wahid mengeluarkan seperti itu, ditambah pengaruh pribadinya yang
Maklumat untuk menyelamatkan posisinya luar biasa, Soekarno berhasil pertahankan
sebagai presiden. dekrit, maka tindakan revolusi hukum yang
Hal senada diungkapkan Prof. Jimly Ashidiqie, dilakukan oleh Soekarno dianggap sah secara
menurutnya dekrit hanya dapat dikeluarkan konstitusi.
dalam tiga keadaan. Pertama, negara dalam Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ini juga menjadi
situasi perang dimana segalanya menjadi awal lahirnya sistem Demokrasi Terpimpin.
darurat dan diperbolehkan membuat peraturan Demokrasi terpimpin merupakan sebuah system
yang melanggar hukum sebelumnya. Kedua, demokrasi dimana seluruh keputusan serta
negara dalam kekacauan dan dekrit dikeluarkan pemikiran berpusat pada pemimpin negara, kala
untuk menghentikan kekacauan tersebut. itu Presiden Soekarno. Akibat dari diterapkannya
Sedangkan kondisi terakhir yang memungkinkan sistem Demokrasi Terpimpin ini diantaranya
dikeluarkannya dekrit adalah fungsi-fungsi adalah pendapat anekspor Indonesia menurun,
kenegaraan dalam keadaan darurat. Dalam cadangan devisa menurun, inflasi terus menaik
kondisi ini dapat dikeluarkan peraturan dalam dan korupsi kaum birokrat dan militer menjadi
bentuk Perppu untuk mengatasi keadaan ini. wabah sehingga situasi politik Indonesia menjadi
Lebih lanjut Prof Dr. Yusril Ihza Mahendra sangat labil dan memicu banyaknya demonstrasi
menjelaskan bahwa Dekrit Presiden bisa di seluruh Indonesia, terutama dari kalangan
menjadikan seorang presiden sebagai pahlawan. buruh, petani, dan mahasiswa. Sedangkan
Namun bisa juga malah menjadikan seorang kondisi perekonomian carut marut pada masa
presiden sebagai pengkhianat. Kalau presiden Demokrasi Terpimpin. Salah satu “penyakit
berhasil pertahankan dekrit, dia bisa dianggap kronis” yang melanda perekonomian Indonesia
sebagai pahlawan penyelamat negara yang adalah inflasi. Tahun 1960 inflasi di Indonesia
berada dalam keadaan darurat. Sebaliknya, mencapai 21,53%, dan semakin parah pada
jika presiden gagal pertahankan dekrit, dia penghujung masa demokrasi terpimpin yang
bisa dituduh pengkhianat dan dapat dituntut mencapai 660%.
di muka pengadilan. Karena itu jika presiden Atas berbagai permasalahan itulah pada
mau keluarkan dekrit, dia harus menghitung kesempatan kali ini penulis akan membahas
betul kekuatan politik dan rakyat yang akan mengenai legalitas Dekrit Presiden 5 Juli
mendukungnya. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 1959 dalam sistem hukum di Indonesia dan
adalah tindakan revolusioner di luar hukum dan pengaruhnya bagi perkembangan demokrasi di
konstitusi. Karena itu keabsahan dekrit bukan Indonesia.
harus dilihat dari sudut staatsnoodrechts atau
noodstaatsrecht. Keabsahannya, sejauh mana B. Hasil Penelitian dan Pembahasan
presiden mampu mempertahankan dekrit itu.
Kalau dia berhasil dan dekrit diterima rakyat, 1. Latar Belakang Dekrit Presiden 5 Juli
maka dekrit menjadi sah.6 1959
Presiden Soekarno berani mengeluarkan Di Indonesia dekrit terjadi 2 kali yaitu pada
Dekrit tahun 1959 karena didukung oleh masa pemerintahan Soekarno dan pada masa
TNI seluruhnya melalui Jenderal Abdul Haris pemerintahan Abdurrahman Wahid. Adapun
Nasution, yang lebih dulu sudah umumkan dekrit yang berhasil dilakukan adalah pada
negara dalam status darurat perang/SOB. masa Soekarno, dalam artian dekrit pada masa
Dalam keadaan SOB, Nasution memberangus ini membawa perubahan yang cukup drastis
6 http://news.liputan6.com/read/516017/yusril-dekrit-bisa-jadikan-presiden-pahlawan-atau-pengkhianat
61
Vol. 15 No. 01 - Maret 2018 : 59 - 68
pada Indonesia yaitu sebagai pengakhir masa UUD Negara Indonesia yang formil. Sebelum
pemerintahan yang menggunakan sistem Konstituante menerima atau menolak usul
demokrasi parlementer. Demokrasi parlementer pemerintah itu, terlebih dahulu dari blok Islam
ini sering dijadikan penyebab utama dari adanya datang dan mengusulkan amandemen untuk
banyak peristiwa yang sekiranya membahayakan mengembalikan kata-kata “dengan kewajiban
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya”
seperti gejala provisialisme, gerakan separatis, kedalam pembukaan UUD 1945. Usul dari
jatuh bangunnya kabinet yang dimulai dari pemerintah dan juga faksi Islam tersebut ditolak
kabinet Natsir (1950) sampai kabinet Juanda oleh Konstituante dalam sidangnya tanggal
(1959), dan gagalnya Konstituante dalam 29 Mei 1959 dengan perbandingan suara 201
merumuskan UUD yang baru. (setuju) lawan 256 (menolak). Pada tanggal 30
Untuk hal yeng terakhir yaitu gagalnya Mei 1959 baru dilakukan pemungutan suara
Konstituante dalam menyusun UUD yang baru terhadap usul pemerintah kembali kepada UUD
memperkuat keinginan Presiden Soekarno 1945 (tanpa perubahan). Hasilnya adalah 269
untuk segera melaksanakan dekritnya, lawan 199, sedang yang hadir pada waktu itu
bahkan hal inilah yang menjadi krusial dalam 474 orang anggota, jadi dengan demikian tidak
pelaksanaan dekrit ini kerena UUD 1945 tercapai 2/3 seperti yang diisyaratkan oleh Pasal
kembali diberlakukan menggantikan UUDS 37 UUDS 1945.
yang dianggap belum sempurna. Secara teoritik, Sesuai dengan ketentuan tata tertib
pergantian konstitusi memungkinkan pengaruh Konstituante, maka dilakukan pemungutan
pada perubahan struktur pemerintahan negara, suara dua kali lagi. Pemungutan suara terakhir
perubahan dasar filsafat negara, tujuan negara dilakukan pada tanggal 2 Juni 1959, namun
atau juga kebijakan negara. Konstituante dalam pemungutan ini juga tidak tercapai
yang diharapkan mampu menghasilkan UUD kuorum seperti disebut di atas. Mulai keesokan
baru dan bersifat tetap ternyata tidak dapat harinya, yakni tanggal 3 Juni 1959 mengadakan
menyelesaikan tugas utamanya itu. Kemacetan reses yang kemudian untuk selama-lamanya.
jalannya sidang Konstituante pada tahun 1957- Untuk mencegah akses-akses politik sebagai
1959 membuat Presiden Soekarno untuk segera akibat dari ditolaknya usul pemerintah oleh
bertindak, karena kemungkinan akan adanya Konstituante, maka KSAD Jenderal TNI A.H.
perpecahan bangsa akibat gagalnya Konstituante Nasution atas nama pemerintah/penguasa
lebih utama daripada hanya mengikuti jalannya perang (Peperpu), mengeluarkan peraturan
konstitusi menurut UUDS. tentang pelarangan mengadakan kegiatan-
Ketika itu daerah-daerah di Indonesia kegiatan politik yang belaku mulai tanggal 3
mengalami pergolakan, dimulai pada tahun Juni 1959 jam 06.00 WIB. Adanya kegagalan
1956 dengan berdirinya Dewan Banteng, yang dilakukan oleh Konstituante dalam sidang
Dewan Gajah, Dewan Garuda, Dewan Manguni, yang sudah ketiga kalinya ternyata berdampak
Dewan Mangkurat. Kemudian meningkat pada makarnya anggota-anggota Konstituante
menjadi PRRI/Permesta dan akhirnya menjadi lain dari fraksi PNI dan PKI yang tidak akan
RPI (Republik Persatuan Indonesia). Dalam menghadiri sidang-sidang lagi, walaupun
mengatasi pergolakan tersebut, pihak tentara Konstituante sendiri yang mengadakannya. Hal
dan pemerintah menggunakan cara yang cukup ini ternyata menimbulkan dampak negatif bagi
keras sehingga mereka (tentara) tidak disukai kelangsungan ketatanegaraan dan kesatuan
oleh masyarakat umum. Alasan penggunaan negara Indonesia, serta menghalangi jalanya
cara keras itu sendiri adalah berdasarkan pembangunan bangsa. Dalam waktu-waktu yang
undang-undang darurat perang. Hal inilah kritis inilah Presiden Soekarno dan TNI muncul
yang memberikan peluang kepada pihak-pihak sebagai kekuatan politik yang diharapkan dapat
tertentu untuk mengeluarkan anggapannya mengatasi kemacetan politik.
bahwa kekuasaan tentara harus dibatasi. Rentetan peristiwa politik tersebut kemudian
Pada tanggal 22 April 1959 Presiden Soekarno mendorong Presiden Soekarno pada hari Minggu
berpidato di depan sidang Konstituante dan tanggal 5 Juli 1959 jam 17.00 WIB di Istana
mengatasnamakan pemerintah menganjurkan Merdeka mengumumkan Dekrit Presiden. Isi
agar Konstituante dianjurkan untuk pokok dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959 antara
menetapkan kembali UUD 1945 sebagai lain adalah :
62
Legalitas Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Pengaruhnya ... ( Muhammad Fadli )
63
Vol. 15 No. 01 - Maret 2018 : 59 - 68
dalam bahasa Jerman "dekret", dalam bahasa Dekrit menurut Prof. Dr. Yusril Ihza
Inggris "decree", dan dalam bahasa Belanda Mahendra tidak memiliki kedudukan dan dasar
"decreet". Di zaman Romawi perkataan "decretum" dalam konstitusi Indonesia, dari segi sosiologis
mengandung arti sebagai suatu keputusan maupun politis. Oleh sebab itu, Presiden diminta
yang diambil di luar kebiasaan atau sebagai tidak mengeluarkan dekrit. Contoh konkretnya
keputusan yang luar biasa dari kaisar atau saja pada saat Presiden Abdurrahman Wahid
para pejabat tinggi (praetor). Menurut Modern mengeluarkan Maklumat Presiden untuk
American Encyclopedia perkataan "decretum" mempertahankan posisinya sebagai Presiden,
diartikan sebagai suatu ketetapan dari penguasa namun tidak direspon oleh MPR/DPR dan TNI
mengenai suatu hal yang sedang jadi persoalan apalagi rakyat pada saat itu. Berbeda kondisi
dan harus mendapat penyelesaian secara luar dengan dekrit yang dikeluarkan oleh Presiden
biasa karena keadaan tertentu. Sesuai dengan Soekarno yang mengeluarkan dekrit untuk
arti dekrit seperti diterangkan di atas, Dekrit menyelamatkan bangsa terkait kisruh kabinet
Presiden 5 Juli 1959 adalah juga merupakan dan kembalinya Indonesia kepada UUD 1945.10
suatu ketetapan penguasa di dalam keadaan Maklumat Presiden Gus Dur tertanggal 22 Juli
luar biasa untuk menyelamatkan kehidupan 2001 pada hakikatnya adalah dekrit sebagaimana
bangsa dari berbagai kemungkinan yang dekrit Presiden Soekarno 5 Juli 1959. Kedua
membahayakan. dekrit itu dikeluarkan berdasar teori hukum
Dasar hukum dari Dekrit adalah hukum tidak darurat negara (staatsnoodrecht). Lebih spesifik,
tertulis atau biasa disebut dengan hukum negara keduanya berlandaskan teori hukum darurat
darurat, artinya apabila keadaan negara darurat, negara yang bersifat subyektif dan tidak tertulis
pemerintah dapat mengambil suatu keputusan (subjectieve staatsnoodrechtatauongeschreven
demi bangsa secara obyektif karena peraturan staatsnoodrecht). Artinya, klasifikasi negara
belum ada. Menurut Prof Mr. Muh Yamin, dekrit dalam keadaan darurat yang menjadi syarat
adalah ”Hukum Darurat Ketatanegaraan” yang keluarnya dekrit, ditetapkan menurut pendapat
dilakukan secara terpaksa menempuh satu- subyektif presiden pribadi selaku kepala
satunya jalan untuk menyelamatkan Negara negara, tanpa berdasar ketentuan hukum
Proklamasi.7 perundang-undangan. Karena itu, dekrit adalah
Menurut Jimly Asshidiqie, Hukum Tata produk hukum yang istimewa dan merupakan
Negara Darurat diterjemahkan menjadi penyimpangan mendasar dari fungsi presiden
staatsnoodrecht, yang membahas mengenai yang melaksanakan hukum (eksekutif), menjadi
hukum negara darurat atau negara dalam fungsi presiden selaku pembuat hukum (legislatif).
keadaan bahaya (nood). Perkataan ”nood” dalam Asas hukum yang mendasari penyimpangan itu
”staatsnoodrecht” menunjuk pada keadaan adalah: masa (situasi) yang tidak normal, harus
darurat negara8. dihadapi dengan hukum yang tidak normal pula
(abnormale recht voor abnormale tijd).
Sehubungan dengan hal itu Jimly Asshiddiqie
juga menyebutkan bahwa dekrit hanya dapat Lebih dari itu isi dekrit-pun "wajib"
dikeluarkan dalam tiga keadaan. Pertama, negara bertentangan dengan konstitusi atau
dalam situasi perang dimana segalanya menjadi dimaksudkan sebagai tindakan ekstra
darurat dan diperbolehkan membuat peraturan konstitusional. Bila tidak, urgensi format
yang melanggar hukum sebelumnya. Kedua, dekrit menjadi tidak perlu dan presiden cukup
negara dalam kekacauan dan dekrit dikeluarkan mengeluarkan hukum darurat semacam
untuk menghentikan kekacauan tersebut. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
Sedangkan kondisi terakhir yang memungkinkan (Perppu) sebagaimana diatur dalam Pasal 22
dikeluarkannya dekrit adalah fungsi-fungsi UUD 1945 dan Peraturan Pemerintah Pengganti
kenegaraan dalam keadaan darurat. Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1959 tentang
kondisi ini dapat dikeluarkan peraturan dalam Keadaan Bahaya yang memuat secara tertulis
bentuk Perppu untuk mengatasi keadaan ini.9 kriteria-kriteria obyektif hukum darurat negara
7 Hak Asasi dalam UUD 1945. Muhammad Yamin Menjelaskan Jaminan Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi oleh A. Patra M. Zen dan
Jaime Angelique http://apatra.blogspot.co.id/2007/04/hak-asasi-dalam-uud-1945-muhammad-yamin.html
8 Jimly Ashiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hlm. 14-15
9 Ibid hlm. 205-225
10 Yusril Ihza Mahendra: Dekrit Absah Jika Diterima Rakyat http://www.gatra.com/hukum-1/24814-yusril-dekrit-absah-jika-diterima-
rakyat.html
64
Legalitas Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Pengaruhnya ... ( Muhammad Fadli )
65
Vol. 15 No. 01 - Maret 2018 : 59 - 68
dan ada ketentuan yang dapat dipegang oleh alam. Kedua kondisi itulah yang sebaiknya
rakyat, agar penguasa-penguasa tidak begitu merupakan kriteria perlunya dikeluarkan
saja dapat memakai kekuasaan-kekuasaan dan dekrit. Di luar kedua kondisi itu, sifat alamiah
dengan cara yang tidak selayaknya. kekuasaan cenderung mengontaminasi niat baik
Dari segi hukum tata negara, pakar hukum dekrit untuk penyelamatan negara, menjadi
Prof. Jimly Ashiddiqie menyatakan kriteria penyelamatan kekuasaan penguasa belaka.
keadaan bahaya adalah:13
4. Pengaruh Dekrit Presiden 5 Juli 1959
1. keadaan bahaya karena ancaman perang bagi Demokrasi di Indonesia
yang datang dari luar;
Meski terlihat sedang menyelamatkan negara
2. keadaan bahaya karena tentara nasional dari perpecahan karena asumsi kebuntuan
sedang berperang di luar negeri; pembuatan konstitusi di Konstituante, Dekrit
3. keadaan bahaya karena perang di dalam Presiden sebenarnya juga mengandung usaha
negeri atau pemberontakan; untuk merebut kembali posisi sebagai kepala
4. keadaan bahaya karena kerusuhan social; pemerintahan - selain kepala negara - yang
5. keadaan bahaya karena bencana alam; sudah lama hilang dari genggaman Soekarno
6. keadaan bahaya karena tertib hukum dan karena sistem pemerintahan parlementer yang
administrasi yang terganggu; memberikan kuasa pemerintahan ke tangan
perdana menteri. Kepentingan politik Soekarno
7. keadaan bahaya karena kondisi keuangan
itulah yang bertemu dengan hasrat politik
Negara;
kelompok militer yang kemudian mendorong
8. keadaan lain dimana fungsi konstitusional
dikeluarkannya dekrit dan mengamankan
tidak dapat bekerja.
pelaksanaannya.
Keadaan darurat atau bahaya menuntut Meski juga awalnya mendapat dukungan
negara untuk mengambil tindakan sesegera penuh DPR, berdasar sidang 22 Juli 1959, dan
mungkin dan meminimalisir resiko yang terjadi. dukungan berupa pendapat hukum 11 Juli 1959
Dalam keadaan darurat negara bisa mengurangi dari Ketua MA Profesor Wirjono Prodjodikoro yang
sebagian dari hak asasi manusia, namun negara diikuti dengan keluarnya Keputusan Presiden
tidak boleh mengurangi sedikit-pun hak dasar (Keppres) Nomor 150 Tahun 1959 tentang
manusia (non derogable rights). Hukum tata Kembali Kepada Undang-Undang Dasar 1945,
negara darurat menjadi penting karena terkait sejarah akhirnya membuktikan, lahirnya dekrit
dengan pelanggaran hak dasar warga negara itu sekaligus merupakan kelahiran Soekarno
yang mungkin terjadi dalam keadaan darurat sebagai diktator baru dengan konsep Demokrasi
tersebut. Keadaan darurat membolehkan apa Terpimpinnya.
yang tidak boleh sebagaimana istilah “onrecht Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5
word rech”, yang semula tidak boleh menjadi Juli 1959 maka negara kita memiliki kekuatan
boleh atau bahkan melarang hal yang semula hukum untuk menyelamatkan negara dan
dibolehkan bangsa Indonesia dan ancaman perpecahan.
Indikator bahwa dekrit semata-mata Sebagai tindak lanjut dan Dekrit Presiden 5
dikeluarkan karena negara dalam kondisi benar- Juli 1959 maka dibentuklah beberapa lembaga
benar genting adalah bila dekrit itu memenuhi negara yakni: Majelis Permusyawaratan Rakyat
dua syarat utama. Pertama, merupakan satu- Sementara (MPRS), Dewan Pertimbangan Agung
satunya cara yang dapat dilakukan untuk Sementara (DPAS) maupun Dewan Perwakilan
menyelamatkan negara dalam keadaan bahaya Rakyat Gotong Royong (DPR - GR). Dalam pidato
(absolutely necessary in the interest of the Presiden Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1959
nation) dan; Kedua, harus memenuhi teori yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita”.
keseimbangan (evenwichtstheorie) antara bahaya Pidato yang terkenal dengan sebutan “Manifesto
yang datang dengan tindakan dan isi dekrit yang Politik Republik Indonesia” (MANIPOL) ini oleh
dikeluarkan. DPAS dan MPRS dijadikan sebagai Garis-garis
Yang paling memenuhi kedua indikator itu Besar Haluan Negara (GBHN).
adalah bila negara dalam keadaan bahaya karena Menurut Presiden Soekarno bahwa inti dari
perang atau negara darurat karena bencana Manipol ini adalah Undang- Undang Dasar 1945,
13 ibid
66
Legalitas Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Pengaruhnya ... ( Muhammad Fadli )
C. Kesimpulan
Kansil, C.S.T., 1993.Sistem Pemerintahan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia.Jakarta: Bumi Aksara
berlakunya Dekrit Presiden sangat dipengaruhi
situasi politik yang berkembang pada saat itu. Sihombing, Herman. 1996.Hukum Tata Negara
Meskipun Dekrit itu sah secara hukum, karena Darurat di Indonesia. Jakarta: Djambatan
67
Vol. 15 No. 01 - Maret 2018 : 59 - 68
68