You are on page 1of 70
LAPORAN PENELITIAN_ aon * SINTESIS TRIALKILFOSFAT Lime twennal OLEH : NP IZUL FALAH DIBIAYAI OLEH ¢ Proyek Pengembangan IImu dan Teknologi Direktorat Binlitabmas, Ditjen Dikti Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dengan Surat Kontrak Penelitian : No. 262/PIT/DPPM/335/1986 tanggal 19 Agustus 1985 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS GADJAH MADA DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUNA’ RET AR UT — ja! Mad, wematika dan Imy Fabia Alam Dotan, Bidang Ilm + Kimia ( Pasti/Alam ) ii PRAKATA Segala puji bagi Allah Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat dan karunia-Nya sehingga laporan penelitian int dapat diselesaikan tepat pada waktunya, Penelitian dengan judul"Sintesis Trialkilfosfat" ini dikerjakan dengan membuat trietilfosfat sebagai mo- del dari sekian banyak senyawa trialkilfosfat, Salah satu senyawa trialkilfosfat yaitu tritutil- fosfat telah diketahui sangat baik untuk digunakan se~ bagai ekstraktan uranium, Masalah yang ada sekarang adaleh bagaimana tributilfosfat atau senyawa identik @engannya dapat dibuat di Indonesia. Dengan tujuan ikut menyumbangkan fikiran delam rangka menyelesaikan masa ~ lah seperti tersebut di atas itulah penelitian ini di - lakukan, Penelitian ini tidak akan selesai tanpa adanya bentuan dari berbagai fihak, untuk itu disampaikan terimakasih kepada 1, Depdikbud yang telah membiayai penelitian ini mela - lui Lembaga Penelitian Universitas Gadjah Mada. 2. Dr.Ir.Warsito Hardjosudirdjo yang telah banyak mem - veri petunjuk dalam penelitian ini, 3. Drs.Suparmo yang telah membantu melakukan berbagai. percobaan, wd iy 4, Sema Staf dan karyawan Laboratorium Kimia Organik dan Laboratorium Kimia Fisika FMIPA UGM, sema Staf dan karyawan Laboratorium Analisa Kimia Fisika Pusat ( BAKPIP ) UGM, dan semua fihak yang teleh nembantu yang tidak mungkin disebutkan namanya at persatu, Mudah-mudahan hasil penelitian ini berguna bagi nusa dan bangsa, Amin, Yogyakarta, Agustus 1986 Penulis DABTAR IST Halaman HALAMAN JUDUL seve BIDANG ILMU vee dese | iS FRAKATA saseseveres Reeueeereiaese seve sscese Lid DAPTAR ISI ++e+e : wseedeeaanes: || aF HUNT SAID) oo tareieas= ne Gee iee ties 4 eedhnw sees. VAL I PENGANTAR s4ee4 sees 1 IT 'RINJAUAN PUSTAKA wees II.1 Reaksi Senyawa Halida Organik +++» vi 4 I1.2 Reaksi Substitusi Nukleofilik sreeersrerree 9 5 II.3 HMukleofil Dan Gugus Lepas seseeeeeeeeeeeeee 17 Ii.4 Reaksi Pembentukan Trietilfosfat .. 22 Ii.5 sStruktur Dan Sifat-sifat Trietilfosfat .... 24 11.6 Identifikasi Senyawa Organik ss.eseses 25 II.7 Hipotesis «+++. fees 29 TIL CARA PENELITIAN oe. scewsees 3 TII.1 Alat-alat Yang Digunakan Saas a1 TII.2 Bahan Kimia Yang Digunakan serseserseevess 31 III.3 Gara Kerja © 64% PRE ccoctsstene, 32 I11.3.1 Pembuatan Trietilfosfat Berdasar Vogel .. 33 II1.3.2 Pembuatan Trietilfosfat Metoda Kering ... 34 111.5.3 Pembuaten Trietilfosfat Netoda Basah .... 35 IV HASTL DAN PEMBAHASAN 4+ 38 IV.1 Analisa Kuantitatif era, seseeestoes 38 W.2 Amalia Kualitatif | sstisecesesesesecpeesess 39 vo PENUTUP V.1 Kesimpulan . V.2 Saran «+ DAPTAR PUSTAKA -. LAMPIKAN vi 48 48 48 50 51 INPISARL Telah dilakukan pembuatan trietilfosfat dengan tiga metoda, Metoda pertama sesuai prosedur Vogel dengan memakai etanol sebagai pengganti butenol - 1. Metoda kedua melalui reaksi perakfosfat dengan etilyo - dida direfluks selama 2 x 6 jam dalam campuran mengan - dung air, Metoda ketiga identik metoda dua dalam cam- puran tidak mengandung air, Hasil reaksi diperoleh dari ekstraksi dan distilasi pengurangan tekanan, Analisa distilat frakei 112 = 114°C/35 mm Hg dengan Kromatografi Gas, Spektrometer Merah Infra, Spektrome - ter Massa dan Resonansi Magnit Inti " Proton " menunjuk kan metoda pertama memberikan hasil reaksi 70,9 %, metoda kedua 60,4 % dan metoda ketiga 44,0 x. vi I PENGANTAR. Uranium adalah logam yang sangat dibutuhkan pada abat ini, dapat digunakan diwaktu perang (senjata nu- klir) ataupun dikala damai untuk kesejahteraan umat manusia (dalam pengobatan, bahan bakar reaktor PLTN dan lain-lain). Di Indonesia bijih uranium telah ditemkan, masalahnya sekarang bagaimana mengolah bijih tersebut (dan juga uranium sisa dari reaktor) sehingga didapat uranium murni nuklir (nuclear grade), Untuk pemurnian uranium berbagai penelitian te- Jah dilakukan dan ternyata ekstraksi dengan tributil - fosfat mempunyai berbagai keunggulan seperti daya ekstraksi, dan selektifitasnya yang tinggi, toksisitas- nya rendah, tidak mdah terbakar dan uranium yang ter - ekstrak mdah dilepaskan kembali sehingga akan didapat uranium dengan kemurnian tinggi (Clegg, 1958). Gunanjar dan Warsito (1984) telah mencoba mengekstrak urenium dengan tributilfosfat dengan hasil derajat ekstrakei berturut-turut 93,3 % dan 96,7 % untuk masing masing ekstraktan . Berdasarkan kenyataan ini senyawa - senyawa trialkilfosfat menjadi senyawa-senyawa yang sangat penting untuk ekstraktan uranium. Masalah yang dihadapi sekarang bagaimana senyawa-senyawa trialkil - fosfat tersebut dapat dibuat di Indonesia dengan bahan- bahan yang ada di dalam negeri sebab selama ini tribu - tilfosfat diimpor dari luar negeri sedangkan prosedur pembuatan yang ada harus melalui reaksi alkohol dengan FOCL, yang praktie harus diimpor juga. Berdasarkan pada kenyataan sema senyawa trial - kilfosfat rantai pendek mempunyai persamaan sifat, baik sifat kimia maupun cara pembuatannya, maka untuk membuat prosedur sintesa trialkilfosfat digunakan trietilfosfat sebagai model dengan asumsi bahwa kalau percobaan pembu- atan trietilfosfat ini berhasil maka pembuatan trialkil- fosfat yang lainnyapun tidak akan menemui kesulitan yang berarti, Trietilfosfat dipilih sebagai model karena etil yodida lebih murah dibanding alkilyodida lainnya dan reaksi dapat dilakukan pada subu relatif rendah sehingga midah dikontrol. Dalam penelitian ini trietilfosfat dibuat melalui reaksi sebagai berikut : Ag3F0, + 3 OpHgl ————> (pH,0),F0 + 3 Agi TEP Agl yang terjadi dapat diubah kembali menjadi Ag?0, dengan mereaksikannya dengan basa kuat kemudian direak- sikan lebih lanjut dengan asam fosfat (semua bahan ini sudah diproduksi di Indonesia). Karena dalam proses pembuatan trietilfosfat di atas tidak lagi digunakan bahan-bahan yang harus diim ~ por maka diharapkan dari hasil penelitian ini dapat di- kembangkan ke arah menghilangkan atau mengurangi keter- gantungan kepada produk impor dan lebih memacu industri kimia dasar, menghemat devisa negara untuk kemakmuren dan kesejahteraan bangsa Indonesia. II TINJAUAN PUSTAKA Il.1 Reaksf Senyawa Halida Organik. Secara garis besar reaksi senyawa halide organik dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu reaksi sub- stitusi dan reaksi eliminasi. Di dalam reaksi substitu- si, halogen (X) di dalam molekul organik diganti oleh gugus lain : +R =X | Sep RS a eae Sedangkan pada reaksi eliminasi disertai dengan penghi- Langan atom H den X dari senyawa halida organik dan di- hasilkan senyawa alkena : \L Iv pe ——= 3) tsc4 ms x H x Dari kedua golongan reaksi di atas, terdapat ba- nyak modifikasinya, tergantung pada jenis pereaksinya, yang dalam hal ini adalah Z” dan BY. | Sebagian dari senyawa halida organik juga bereak si dengan tipe reakei yang lain, sebagai contoh adalah pada sintesa pereaksi Grignard : i eter R-X+Mg ———— > R-Me-X \ R- Mg -X adalah pereaksi Grignard yang penting dalam pekerjaan sintesa suatu senyawa organik. Senyawa halida organik juga dapat mengelami veaksi menjadi alkana dengan adanya logam aktif seperti Zn dan suatu asam, sebagai contoh cH. 1? CH CH - C1 + Zn + HCl ———> CH,CHCH, + ZnCl, isopropil propana klorida dengan logam yang lebih kreatif dan asam yang lemah, senyawa halida organik primer dapat diubah menjadi alka- na dengan cara yang sama, | OgBr + 2 Na + OpHeOH ———> CyHyq + O,W,0Na + Nabr butil butane bromida II, 2 Reaksi Substitusi Nukleofilik. Satu dari kebanyakan tipe reaksi yang biasa ter- jedi dalam kimia organik adalah reaksi substitusi, di- mana atom atau gugus dalam suatu molekul diganti oleh atom atau gugus yang lain, Halogen merupakan unsur yang mdah terlepas, se- hingga reaksi substitusi dari senyawa halida organik telah diselidiki secara intensif, terutama reakei ini penting dalam berbagai ragam sintesa senyawa organik, seperti alkohol, amina, ester, eter dan nitril, Suatu gugus yang terikat pada atom karbon dapat diganti oleh gugus lain dengan tiga cara (Norman, 1968): a. Substitusi serentak b. Eliminasi yang diikuti adisi ce. Adisi yang diikuti eliminasi Pereaksi di dalam reaksi substituei serentak bo~ leh jadi merupakan nukleofil (reaksi Sy2) atau suatu elektrofil (reaksi 5,2), sedangkan atom dan radikal ti-~ dak dapat mensubstitusi lengsung pada karbon. Sedangken penggantian gugus dengan jalan eliminasi yang diikuti adisi, terjadi apabila atom karbon terikat pada gugus yang mempunyai kemampuan yang kuat untuk memisahkan di- ri, sebagai contoh adalah solvolisa (reakei sy1) dari t-butil klorida menjadi t-butil alkohol dengan adanya air, Sedangkan pada penggantien gugus dengan jalan adi- si yang diikuti eliminasi, hanya terjadi pada atom kar- bon tak jenuh, sebagaimana beberapa contoh reakei yang penting dari klas ini ialah substitusi nukleofilik pada gugus karbonil dan substituel baik nukleofilik, elektro filik maupun radikal bebas pada karbon aromatik, Di dalam reaksi substitusi nukleofilik, suatu nukleofil (Z:) menyerang alkil halida pada atom karbon sp3-hidrid yang melepas halogen (X), dimana nesdinge adalah penggantian atom halogen oleh nukleofil tersebut. Halogen yang terlepas itu disebut gugus lepas (leaving group), namun bukan berarti bahwa hanya halogen saja, tetapi substituen lainpun dapat juga berfungsi sebagai gugue lepas. Dua persamaan umum dapat dikemikaken berdasar jenis nukleofil yang bereakei + Nukleofil tak bermuatan (netral) R-X+2: —— > R-2t+X Nukleofil bermatan negatif (anion) R-X +27 — py RZ EXT Reaktifitas nukleofil (Z), jenis alkil (R) maupun gugus lepas (X~) sangat mempengaruhi kecepatan reaksi substitusi, bahkan sampai mempengaruhi hasil reaksi yang terjadi, sebagaimana ditunjukkan dalam contoh reaksei be- Fikut antara alkil bromida dengan ion etoksida di dalam etanol pada suhu 55°C (Allinger, 1976) : cH,— CHy-Br —— CH, — CHs— OEt + CH. 90 % 10 % Bs CH ~ Br ————> (CH) ,CH—OBt + CH,— CH= CH / 2 cH, 21% 19% cH. 3 | oH, ae ——F cas) ein, CH 100 % Kecuali faktor-faktor di atas, ternyata jenis pelarutpun mempengaruhi juga kecepatan reaksi substitusi, pengaruh ini sering disebut efek pelarutan (solvation effect). Sebagai contoh adanya efek pelarutan ini ada - lah bahwa reaksi dari 1-butil bromida dengan ion siani- da dalam media dimetilformamida jauh 1ebih cepat diban- ding dalam media air atau etanol (Allinger, 1976). Jika ditinjaw struktur alkil halidanya dalam re- akei berikut : R- Br + OH” ————> R - OH + Br” dapatleh kita bertanya sampai seberapa jauh reaksi itu dapat berlangsung, atau dengan kata lain gugus alkil(R) yang bagaimana reaksi berjalan cepat dan alkil yang jenis apa reaksi berjalan lambat. Untuk menerangkan pertanyaan di atas, perlulah kita mengetahui bagaimana mekanisme reaksi yang terjadi. Dalam mempelajari mekanisme reaksi, fenomena kinetik merupakan salah satu yang penting, sehingga dari reaksi yang berbeda baik kondisi maupun gugus alkilnya, data kinetik dapat kita tentukan. Dari reaksi di atas, jika gugus R nya adalah CH, (metil), persamaanya menjadi + ie CH, - OH + Bro ditemkan bahwa persamaan kinetikanya adalah : kecapatan reaksi = ky (csr) [ou] aimana k, adalah cH konstanta kecepatan reaksi, dari persamaan kinetikanya terlihat bahwa baik ion OH” (hidroksida) maupun metil - bromida ikut serta dalam langkah penentu kecepatan reaksi (rate determining step), tetapi jika R = l ma, G cei ditemikan bahwa : kecapatan reakei = k, (t-Bu Br} dimana k, merupakan konstanta kecepatan Jadi dalam hal ini 4on hidrokeida tidak lam langkah penentu kecepatan reaksi. Dua contoh reaksi yang diberikan sepintas terlihat sangat identik, namun sangat berbeda seperti ditunjukkan oleh oH cH. tebutil: h 3 - OH + Bry 3 reaksi. ikut serta da - di atas, secara kenyataannya data kinetika - nya, yang kemdian dua tipe reaksi tersebut dibedakan menjadi reaksi Sy2 (Substitusi Nukleofilik tingkat dua) dan 341 (Substitusi Nukleofilik tingkat satu). Secara umum, reaksi Sy2 dapat digambarkan seba ~ Ais i a eee ~- Ri +) x BS gai : reaksi ini dikatakan juga " concerted " karena terjadi- nya ikatan dan pematusan ikatan berlangsung secara si- mltan, Berikut adalah karakter pokok dari proses ini : 1). TMingkat reaktifitas dari gugus alkilnya : metil> primer > sekundery neopentil > teraier halida allilik dan benzilik primer sangat reaktif dalam reaksi ini, namun vinil dan aril halida tak dapat 2). 10 bereaksi melalui mekanisme S,2 pada keadaan biasa, Sebagai contoh, reaksifitas relatif dari alkil bromida berikut terhadap ion yodida di dalam media aseton : | CH, - Br CH,CH, - Br (CH,),CH - Br oe se 145 1 8 x 1079 5 x 107+ hal ini terjadi, karena adanya faktor sterik, nu - kleofil yang menyerang atom karbon pusat terhalang oleh gugus-gugus yang ada pada sisi yang berlawa - nan dengan gugus lepas, Sehingga dapat dimengerti bahwa atom karbon yang tersubstitusi oleh gugus alkil semakin banyak akan semakin menurun reakti - fitasnya untuk mengalami reaksi Sy2. Reaktifitas dari alkil halida naik dengan adanya asam Lewis dan kation seperti Ag* dan He** yang dengan ion halida membentuk ikatan yang kuat. Atom karbon dimana terjadi substitusi, akan menga~ lami inversi konvigurasinya (inversi Walden), oleh karena penyerangan nukleofil terjadi dari arah yang berlawanan dengan ikatan dari gugus lepas, seperti ditunjukkan berikut : . nos 25, jones HO - C+ Bry 4 tampak bahwa OH” menyerang dari arah berlawanan dengan -Br yang akan terlepas. 3)- 4). "1 Kecepatan reaksi dapat dinaikkan dengan adanya substituen kaya elektron yang secara stereokimia dimungkinkan untuk berinteraksi dengan atom karbon yang tersubstitusi, Sebagai contoh senyawa -kloro sulfida, C,H,SCH,Cil,C1 terhidrolisa dalam larutan dioxan berair 10,000 kali lebih cepat dibandingkan dengan eter analognya, CoHqOCH,C1. Hal ini dapat digambarkan bagaimana partisipasi atom sulfur (Norman, 1968) Cats Calls Calls ‘ ~C1™ } “ut \ ay es 85 —— 8 ae CH, - “e CHy - CH, CH, ae CH,OH oe ce langkah pertama, eulfur bertindak sebagai nukleo - £11 internal (sulfur adalah mikieofi1 yehg iebih kuat dibandingkan dengan oksigen) dan langkah ke - dua, cincin beranggota tiga terbuka dengan adanya serangan oleh molekul air, i; Kecepatan reakei juga dipercepat dengan adanya ka- talis elektrofilik, sebagai contoh, walaupun alko- hol adalah inert terhadap ion klorida, tetapi dapat bereaksi dengan adanya hidrogen klorida : ie 2 cl R-OH === = R + OH, ——> R-Cl + 4,0 12 keberhasilan reaksi ini disebabkan karena adanya kemungkinan lepasnya air, yang merupakan gugus lepas yang Jauh lebih baik dibandingkan ion hi- droksida. | Berbeda dengan reaksi melelui mekanisme $2) ke = cepatan reaksi S,1 hanya tergantung pada satu pereake1 saja, tanpa melibatkan nukleofil pada langkah penentu kecepatan reaksinya. Secara umum mekanisme Sy1 mempunyai karakter pokok : \) 1). Reaksi dimudahkan oleh substituen oleh yang mensta - bilkan ion karbonium, yaitu tipe gugus +I dan/atau +N, sehingga reaktifitas dari alkil halida adalah : tersier > sekunder > primer sedangkan halida allilik dan benzilik bereaksi sece- pat halida tersier, tetapi reaksi tidak terjadi pada pusat karbon tak jenuh, sehingga etilenik dan aroma~ tik tidak bereakei melalui mekanisme Sy1. H 2). Atom karbon dimana substitusi terjadi tidak memper - tahankan konfigurasinya. Hal ini dikarenakan oleh kenyataan bahwa fon karbonium secara stenpold nie berbentuk planar dan atom karbon pusat mempunyai kon figurasi sp, sehingga ada orbital p kosong, akibat- nya dalam pengikatan nukleofil mempunyai kebolehja - dian yang sama dari kedua sisinya, Sehingga senyawa yang optis aktif memberikan produk campuran rasemik: 3). 4). 43 Dari contoh reaksi itu, walaupun keboléhjadian pe- nyerangan nukleofil terhadap ion karbonium sama dari kedua sisinya, namun dua produk tidak terben- tuk normal dalam jumlah yang sama, tetapi mayori.- tas produk mempunyai konfigurasi yang berlawanan dengan reaktannya, atau dengan kata lain hasil in- versi predominan dari pada hasil retensinya, Reaksi Sy1 berkompetisi dengan reaksi B,(eliminasi tingkat satu) : \ H0/Et OH (oH) ,¢ - ch —2-———y, (ci) ,0-08 + (cit) 83 x 1% angka banding B,/Sy1, bagaimanapun juga tidak ter- gantung pada sifat gugus lepas, oleh karena kompe- tisi di antara dua proses itu hanya terjadi setelah ion kerbonium terbentuk. Sisten senyawa allilik memberikan produk campuran. Sebagai contch adalah reaksi solvolisa dari krotil klorida di dalam aseton berair memberikan produk, baik krotil alkohol maupun -metil-alil alkohol : 14 H,0 =CH-CH =! 2 -CH=CH- GH = eer mere FFE | OH ist cae oH Hasil ini sesuai dengan kenyataan bahwa ion karbo= nium yang terjadi, dapat terdelokalisasi dan dapat bereaksi dengan nukleofil (air) pada masing-masing atom karbon yang berbeda : : Chiy-CincH-Gity Chig-fl-cHiot, bay on, | 5). Dengan sederhana reaksi Sy1 dapat digambarken : a. langkah penentu kecepatan reaksi pn - x —Lambat Pe x langkah ini tidak mengikutsertakan hukleofil. b, langkah cepat (penyerangan nukleofil) 6). Pada reaksi Sy1 kemngkinan terjadinya pergeseran 1,2 sangat mungkin, untuk terbentuknya 1on karbo - nium yang lebih stabil, gejala umun ini disebut : pergeseran Wagner-Meerwein, Sebagai contoh adalah 15 reaksi neo-pentilyodida dengan ion Ag* dalam Agno, berair, bukanlah neo-pentil alkohol sebagai mayor produknya, tetapi 2-metil butanol-2, karena terja~ dinya pergeseran salah satu gugus metil dari ion karbonium tersier yang jauh lebih stabil, 7). Halida-halida yang mempunyai tipe Y - CH, - X akan segera mengalami reaksi Sy1, jika Y adalah gugus- gugus seperti : R- 9 - R= 3 2 - atau setiap gugus yang mempunyai sepasang elektron bebas. Sebagai contoh adalah : (metanol) Selain 5,2 dan Sy1, masih ada jenis reaksi sub- stitusi nukleofilik yang lain, yaitu Syi (Substitusi Nukleofil internal). Sebagai contoh dari reaksi Syi adalah alkohol yang mempunyai substituen aromatik bere- aksi dengan tionil klorida (SOC1,) memberikan hasil klorida yang sesuai, tanpa mengalami inversi konvigura- sinya dari atom karbon yang melepaskan gugus -OH : 1 Ph Ph. . cn 0 - OH + Socl, ——> 0 ~ Cl + SO, + HCL ml K oH cH, 16 Pereaksi-pereaksi lain yang biasa digunakan untuk me- ngubah alkohol menjadi klorida, seperti phosfortriklo- rida, okeiklorida dan pentaklorida serta hidrogen klo- rida, lebih suka memilin S,2 atau Syi. Sesungguhnya reakei $,2 atau 8,1, E, dan 5, adalah reaksi-reaksi yang bersaing, jadi suatu alkil halida tunggal mungkin mengalami substitusi, eliainasi dan penataan ulang, semuanya sekaligus dalam satu labu reaksi. Jika hal ini terjadi, dapat diperoleh sejumlah besar produk-produk, Namun seorang ahli kimia dapat melakukan pengendalian reaksi sekedarnya dengan memi - lin secara tepat reagensia dan kondisi reaksi. Seperti telah banyak diuraikan di muka bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi jalannya reaksi substitusi dari alkil halida adalah (Norman, 1968). a. struktur alkil halida bd, sifat (nature) dan Konsentrasi nukleofil c. sifat pelarut (media reaksi) da. temperatur reakei. Pengaruh pelarut pada reaksi substitusi terle - tak pada kemampuan atau ketidakmampuannya jon-ion : karbokation (karbonium), nukleofil dan gugus lepas. Kemampuan mensolvasi ini ditentukan oleh polaritas mo- lekul-molekul pelarut itu, yang biasa dilaporkan seba- gai tetapan dielektrik. Pelarut yang polar mempunyat tetapan dielektrik yang tinggi. 17 Pada umumya pelarut yang sangat polar mendorong reaksi Sy! dengan membantu menstabilkan karbokation dengan ja- lan solvasi, sebaliknya pelarut yang kurang poler memi- lin reaksi 542, karena pelarut itu tidak membantu ioni- sasi, sedangkan temperatur pada umumnya mempengaruhi kecepatan reaksi dimana kenaikan temperatur akan menak- kan kecepatan reaksi substitusi. II. 3 Nukleofil Dan Gugus Lepas Pengertian nukleofil adalah anion atau molekul yang mempunyai pasangan elektron bebas dan berkeconde - rungan untuk membentuk suatu ikatan sigma dengan mem + berikan pasangan elektron kepada spesi lain, Di dalam reaksi berikut + | OHO" + CH,CH CH, - CL ————> CH,CH,CH, ~ OCH, +C1 : ion metoksida (GH,0”) mempunyai pasangan elektron bebas dan menyerang gugus propil dengan membentuk ikatan sig- ma dalam metil-propil eter, sehingga ion cao" disebut sebagai nukleofil (nucleophile, " pecinta nukleus "), Pada umumnya, nukleofil yang sering dilambangkan dengan Nu: atau Nu’, ialah spesi apa saja yang tertarik ke suatu pusat positif, yang berarti bahwa nukleofil juga merupakan suatu basa Lewis. Kebanyakan nukleofil adalah anion, naman beberapa molekul polar yang netral seperti H0, CH,0H dan CH5NH, dapat juga bertindak se - 18 sebagai nukleofil, karena molekul netral ini mempunyai pasangan elektron bebas, yang dapat digunakan untuk membentuk ikatan sigma, Atom karbon dapat diserang oleh nukleofil bila terikat padanya suatu gugus yang elektronegatif, yang dapat terpisah sebagai anion yang cukup stabil. Spesi yang dapat terpisah sebagai anion stabil ini di - namakan sebagai gugus lepas (lewing group), suatu isti- lah yang berarti gugus apa saja yang dapat digeser dari ikatannya dengan atom karbon. Dalam reaksi substitusi alkil halida, halidalah yang disebut sebagai gugus lepas, yang dalem contoh veaksi di muka adalah ion Cl”. Di antara halida~helida, jon iodida adalah halida yang paling midah digantikan, atau dikatakan merupakan gugus lepas yang terbaik, baru ion bromida dan kemidian klorida, Karena ion F” merupa- kan basa yang lebih kuat dari halida lain, fluorida bu- kan merupakan gugus lepas yang baik, sehingga dari segi praktis hanya I, Br dan Cl merupakan gugus lepas yang cukup baik, sehingga bermanfaat dalam reaksi-reaksi substitusi. Kemudahan suatu gugus untuk melepasken diri dari gugus yang lain, ternyata berhubungan dengan besernya energi dissosiasi (kekuatan ikatannya), seperti delam deret senyawa halida berikut ini berdasar pada kekuatan ikatannya + 19 c-FP>C-cl>C+Br>C-1 karena C - I adalah yang terlemah ikatannya, sehingga jodida merupakan gugus lepas yang terbaik, sedangkan fluorida adalah yang terjelek karena kuat ikatannya. Akibatnya bahwa xeaksi Sy2, kecepatannya naik sesuai dengan kemudahen suatu gugus untuk terlepas dari atom karbon yang akan tersubstitusi. Seperti telah disebut di maka, bahwa nukleofil juga merupakan basa Lewis, karena mempunyal pasangan elektron bebas. Memang pada suasana yang sesuai, semua basa dapat bertindak sebagai nukleofil, sebaliknya se~ mua nukleofil dapat bertindak sebagai basa. Dalam ma- sing-masing kasus, pereaksi bereaksi dengan cara me - nyumbangkan sepasang elektronnya untuk membentuk suatu ikatan sigma baru, Kebasaan ialah ukuran kemampuan pereaksi untuk menerima setush proton delan euatu reske! aben-basa, Oleh karena itu kekuatan basa relatif dari sederet pe- reaksi ditentukan dengan membandingkan letak relatif kesetimbangan mereka dalam suatu reaksi asam-basa, se- perti misalnya derajad ionisasi air (Hadyana, 1982) I pr Cl” ROH “cn ‘OH “OR — naiknya kebasaan Kontras dengan kebasaan, kenukleofilan ialah 20 ukuran kemampuan suatu pereaksi untuk menyebabkan terjadinya suatu reaksi substitusi. Kenukleofilan rela- tif dari sederet pereakei ditentukan oleh laju relatif reaksi mereka dalam suatu reaksi substitusi, misalnya suatu reaksi substitusi dengan brommetana (Hadyana, 1982) Hj0 ROH C17 Br” “OH “OR ‘oN ——_ naiknya kenukleofilan Jadd tampaklah bahwa daftar kenukleofilan relatif tidak paralel secara eksak dengan daftar kuat basa relatif. Bagaimanapun juga kebasaan adalah suatu fenomena kese - timbangan yang dapat diperbandingkan dengan kuat hidro- gen (pH), sedangkan kenukleofilan merupakan fenomena kKinetik yang dapat diperbandingkan dengan kecepatan re~ aksi relatif mereka dalam suatu reaksi substitusi. Walaupun demikian, deret nukleofil beroksigen berikut ini, kenukleofilannya paralel dengan kekuatan basanya (Hadyana, 1982) CHCOOH < Hy0 < CH,COO™ < Ggl,0™ < OH. ———> naiknya kenukleofilan dan kebasaan. Demikian juga untuk atom dalam deret yang sama dalam tabel periodik, urutannya : KP < HO < HN FU < HOT < HoNT ——> naiknya kenukleofilan dan kebasaan. 24 Tetapi dalam kolom yang sama dalam tabel periodik, mi- salnya tiofenoksida (C,li,S") adalah nukleofil yang Jauh lebih baik dari pada ion fenoksida (0,H,07), meskipun urutan ini berkebalikan dengan kuat basanya. Jadi kenu- kleofilan naik dengan bertambahnya nomor atom, Hal ini berhubungan dengan kenyataan bahwa awan elektron terlu- ar dari atom yang lebih besar adalah lebih kurang rapat mengitari inti, sehingga dapat lebin mudah untuk menja- di keadaan transisi suatu reaksi (elektron luar lebih mudah terbelokkan oleh tarikan ke suatu ee positif). Satu faktor lain dapat mempengaruhi kenukleofil~ an pereaksi, bahkan terkadang secara dramatis, yaitu faktor pelarut (efek pelarut). Pemilihan pelarut benar- benar dapat mengubah urutan kenukleofilan dalam suatu kelompok nukleofil, Suatu pelarut yang dapat mensolfasi suatu anion (jadi menstabilkan anion itu) akan mengura~ ngi kenukleofilannya, sebaliknya suatu pelarut yang tak mampu mensulvasi suatu anion, akan meningkatkan kenu ~ kleofilan anion tersebut, Sebagai contoh adalah bahwa dalam media dimetilformamida (DMF) ion klorida tidak disolvasi sehingga bersifat nukleofil yang jauh lebih baik dari pada dalam media etanol, dimana ion ini di - solvasi (Hadyana, 1982) Rerikut adalah beberapa contoh reaksi 8,2 dari 22 alkil halida (RX) dengan nukleofil yeng berbeda, dimana ion X” sebagai gugus lepasnya (Hadyana, 1982): nukleofil produk HT alkohol, R - 0H RIOT eter, R ~ OR" RIs7 tioeter (sulfida), R ~ SR RtCoo™ ester, R ~ OCOR' cn7 nitril, R - CN Mis amina, R - NH) RA'N garam amonium kwarter, Ry 'RN XT Il. 4 Reaksi Pembentukan Trietilfosfat. Sintetis trietilfosfat melalui reaksi etilyodida dengan AgsPO, adalah termasuk reaksi substitusi, Dalam hal ini mla-mia terjadi adisi Ag* terhadap etilyodida kemadian diikuti oleh substitusi serentak maspknya gu- gus PO dan lepasnya molekul AgI terjadi secara simul tan. + * CoHgl + Ag’ ————> CoH - Ag y 30gHigI - Ag + PO,"> ———> (Golly) 5P0, + 3 Agl PO, adalah basa (nukleofil) kuat,sedangkan etilyodi- 4 da adalah asam (elektrofil) lemah (Fleming,19¥8) se - hingga keduanya akan bereaksi sangat lambat, tetapi de~ ngan adanya Ag* yang bereaksi terlebih dahulu dengan I 23 maka kerapatan elektron atom karbon yang mengikat I menjadi berkurang sehingga gugus ini menjadi asam (elektrofil) kuat dan akibatnya reaksi ini menjadi le - bih cepat. Efek lain yang ada adalah AgsPO4 tidak larut dalam etilyodida sehingga reaksi yang terjadi adalah reaksi heterogen oleh Karena itu perlu dilakikan refluk agak lama (beberapa jam). AgsPO, yang digunakan dapat @iperoleh dari hasil reakei Na,PO, dengan AghO, dalam media air, Pengeringan AgsPO, dalam atmosfir udara da- pat merusak zat tersebut karena terjadinya oksidasi, oleh karena itu perlu dilakukan penanganan khnsus untuk mendapatkan Ag,PO, kering. Prosedur yang lebih midah adalah jika reakei antara etilyodida dengan Ag,FO, di- lakukan dalam keadaan basah (berair), tetapi dalam kea- daan ini akan terjadi reaksi kompetisi antara PO,-3 de- ngan H,0 karena kedua-duanya merupakan basa (nukleophi- le) kuat, Basisitas 70,7) lebih kuat dari pada 1,0 se- hingga hasil reaksi dengan PO,~* yaitu trietilfosfat akan jauh lebih banyak dibanding hasil reaksi dengan HO yaitu etanol namun demikian jika i bandingican de = ngan reaksi dalam keadaan kering maka reaksi etilyodida dengan AgsPO4 berair akan lebih lambat Rsoniadl AgsPO, akan dilindungi oleh air dalam proses solvatasi. Dalam penelitian ini dipilih senyawa ABsPO, Penggantian AgsPO, dengan senyawa fosfat lainnya aken sangat tidak 24 menguntungkan sebab (kecuali Hg3P0,) reaksi yang terja- di adalah reaksi tipe a yaitu substitusi serentak kare- na logam-logam lain tidak efektif untuk bereaksi terle- bih dahulu dengan I dari etilyodida sehingga reaksi yang efektif adalah antara PO,~? dan stilyodtae yang secara simaltan melepaskan I~, Seperti dikatakan di atas P0,~? adalah basa ( nukleofil ) kuat sedangkan etilyodida adalah asam ( elektrofil ) lemah maka reaksi nya sangat lama (beberapa hari atau bahkan aperana bu- lan). Dengan demikian pemilinan Ag,PO, merupakan pilih~ an yang sangat tepat karena yang mampu menggantikan lo~ gam Ag hanyalah Hg tetapi logam ini merupakan logam yang berbahaya bagi kesehatan, II, 5 Struktur Dan Sifat-sifat Prietilfosfat. Struktur dan beberapa sifat yang penting trietil fosfat dapat dikemukakan sebagai berikut : a, Struktur trietilfosfat bd. Sifat-sifat fisik trietilfosfat : 1, cairan tak berwarna 25 2, berat jenis 1,0695 3. indeks bias 11,4053 4, titik leleh -56,4°C 5, titik didih 215 = 216°C/760 mmg ( 103°C/25 mmiig ) ec. Sifat kelarutan trietilfosfat : 1, larutan dalam air dengan sedikit terdekomposisi 2. larut dalam eter dan bengena 3, sangat larut dalam alkohol Il. 6 Identifikasi Senyawa Organik. Identifikasi senyawa organik dapat dilakukan de- ngan penentuan sifat-sifat dan tetapan fisiknya, seper- ti titik didin, titik lebur, indeks bias, karakteristik kelarutan, ada tidaknya sifat asam atau basa serta teta pan-tetapan lain, yang kemudian dicocokan acatea data Literatur, I Namun metode di atas tidak dapat digunakan untuk menentukan struktur senyawa yang belum diketahui (senya wa baru), sehingga dewasa ini metode spektroskopilah yang banyak dipergunakan. I Spektroskopi adalah studi mengenai interaksi an- tara energi cahaya dan materi, Warna-warna yang nampak dan fakta bahwa orang dapat melihat, adalah akibat-aki- bat absorbsi energi oleh senyawa organik maupun anorga- nik, Yang menjadi perhatian para ahli kimia organik, 26 jalah fakta bahwa panjang gelombang dimana satu senya- wa organik menyerap energi cahaya, bergantung pada struktur senyawa itu, Oleh karena itu teknik-teknik spektroskopi dapat digunakan untuk menentukan struktur senyawa yang diketahui dan untuk mempelajri karakteris~ tik ikatan dari senyawa yang diketahut. Spektrometri Infra Merah (infra red, IR) dapat digunakan untuk menentukan gambaran mengenai pelbagat gugus fungsional yang ada dalam molekul organik, dengan memberikan rekaman grafik bilangan gelombang versus % 7 (persen transmisi), Tidak adanya serapen oleh ouatu senyawa pada daerah bilangan tertentu, direkam sebagai 100 % f (dalam keadaan ideal), dan bagian spektrum ini disebut garis dasar (base line) yang direkam pada bagi- an atas, Bila suatu senyawa menyerap radiasi pada suatu bilangan gelombang tertentu, intensitas radiasi yang diteruskan oleh cuplikan akan berkurang, Hal ini menga~ kibatkan adanya suatu perumsan dalam % T dan terlihat pada spektrum sebagai suatu puncak serapan (peak). Walaupun dengan serapan Infra Merah gambaran mengenai pelbagai gugus fungsional yang ada dalam aole- kul organik dapat diketahui, namun spektrum ini hanya memberikan sedikit petunjuk mengenai bagian hidrokarbon dari molekul itu, Spektrometri resonansi magnetik inti (nuclear magnetic resonance, NVR) mengisi kesenjangan 27 itu dengan memberikan gambaran mengenai atom-atom hidro gen dalam sebuah molekul. Spektrum NMR merekam grafik voltase terinduke1 (induced voltage) yang kemdian dihubungkan intensitas relatif puncak (signal) versus medan magnet yang kemudi an dihubungkan dengan pergeseran kimia (chemical shift, &) dalam satuan ppm, Hi Berbagai aspek yang perlu diperhatikan dalam me~ nginterprestasi spektrum NMR adalah + 1 a, jumlsh signal puncak serapan menerangkan ada bebera- pa macam perbedaan proton=proton yang terdapat dalam molekul. b, kedudukan signal menerangkan sesuatu tentang lingku- ngan elektronik dari setiap jenis proton. c, intensitas dari signal menerangkan berapa banyak proton dari setiap macam proton yang ada dalam mole- kul. h a, pemecahan (splitting) dari sebuah signal menjadi be- rapa puncak, menerangkan tentang lingkungan dari se- buah proton dengan proton=proton dari yang berdekat- an, Dari dua jenis spektrometri IR dan NNR, struk - tur dari sebuah molekul sering dapat diterangkan dengan lengkap, Namun demikian untuk lebih memperkuat data, biasanya masih diperlukan tambahan spektra lain,seperti 28 misalnya dengan spektrometri massa (MS) untuk mengeta- hui derat molekul, dan spektrometri ultra violet (UV) untuk senyawa yang mempunyai ikatan rangkap. Spektrometri massa memberikan rekaman grafik ma- ssa (yang sesungguhnya adalah perbandingan massa perjum jah muatan ton, m/e) sebagai absis dan kelimpahan rela- tif (relatif abundance) sebagai ordinatnya. Dari spek - trum MS diterangkan berat molekul, rumis molekul, frag- mentasi yang terjadi serta pengaturan (arrangement) gu- gus spesifik, Oleh kerena pemakaian spektroskopi di atas menun tut adanya kemurnian cuplikan yang tinggi (dalam keada- an tercampur senyawa lain akan mengacaukan spektrum), maka perlulah terlebih dahulu dilakukan uji kemurnian - nya, Salah satunya alat yang memadahi untuk keperluan ini adalah Kromatografi Gas (Gas Chromatography, G0). Kromatografi Gas, dapat dipakai baik untuk ana - lisa kualitatif maupun kuantitatif, dari rekaman grafik waktu retensi versus intensitas yang disebut kromato - gram, Secara kualitatif didapat dengan membandingkan waktu retensinya dengan waktu retensi standar, atau de- ngan metode " spiking ", dimana suatu senyawa murni yang sudah diketahui ditambahkan pada cuplikan, Sedang- kan secara kuantitatif diperoleh dari perhitungan na - sing-masing luasan puncak yang muncul, sehingga didapat 29 kan jumlah relatif (prosentase) dari masing-masing kom- ponen yang ada dalam cuplikan. Jadi intensitas (1uasan) puncak sebanding dengan jumlah komponen yeng ada dalam cuplikan, Sehingga kalau cuplikan yang diinjeksikan ke Gas Kromatografi adalah senyawa mirni, akan didapatkan puncak tunggal dalam kromatogramnya. Oleh karena kromatogram yang dihasilkan dari titik didih dan kepolaran cuplikan, maka untuk bisa mem peroleh hasil kromatogram yang baik, alat Gas Kromato - grafipun harus disesuaikan kondiei operasinya, yai dengen mentith Jenis kolom yang tepat, pengaturan subu tempat injekei dan suhu kolom yang sesuei, pemilihan angka sensitivitas, kecepatan kertas pencatat, sertia ma sih banyak variabel lain yang perlu iperhatitkan Dengan demikian sebelum melakukan pengoperasian dengan alat kromatografi, kita perlu mempunyai praduga kasar terhadap cuplikan yang akan diselidiki, Sehingga penga- turan variabel operasinya mdah dilakukan. Il. 7 Hipotesis, Tujuan dansasaran penelitian ini adalah membuat prosedur sintesis trialkilfosfat melalui model trietil- fosfat dengan asumsi jika trietilfosfat dapat disinte - sis maka dalam sistesis senyawa-senyawa trialkilfosfat yang lainnya tidak akan menemai kesulitan yang berarti icebab SenveNEeseryaieRreMeeOREEere oifat idmia yang sama, 30 Untuk mencapai tujuan di atas dan berdasarkan pada Tinjauan Pustaka maka diajukan hipotesis sebagai berikut : | 1, Trialkilfosfat berdasarkan model trietilfosfat dapat dibuat melalui reaksi alkilhalida dengan Ag,FO,. 2. PO, tuk bereaksi dengan etilyodida. 3. Reaksi alkilhalida dengan Ag,PO, dalam keadaan ke ~ ~3 akan unggul dalam kompetisinya oii air un - f ring (bebas air) lebih cepat dibandingkan dengan da- lam keadaan berair. Hipotesis pertama dapat diuji kebenavannya de~ ngan melakukan analisa Kromatografi Gas, Spektrometri Merah Infra, Spektrometri Massa dan Resonansi Magnet Inti " Proton " dari hasil reakei antara etilyodica de~ ngan Ag,PO, baik dari metoda kering ateupun dari metoda basah. Hipotesis kedua dapat diuji dengan balaikea ia <| nalisa hasil reaks{ metoda basah. Hipotesis ini terbuk- ti jika trietilfosfat lebih banyak dibandingkan dengan etanol yang terjadi. Hipotesis ketiga dapat diuji dengan membanding- kan jumlah hasil reaksi metoda kering dan metode basah dengan kondisi yang sama. Hipotesis ini terbukti jika trietilfosfat hasil reaksi metoda kering lebih banyak dibandingkan trietilfoffat hasil reaksi metoda basah, III CARA PENELITIAN III. 1 Alat-alat Yang Digunakan. Alat-alat yang digunakan dalam penelitien int terbagi dua yaitu : a Alst-alst sederhana, dalom hall ini yong djmeksud o- dalah alat-alat yang biasa digunakan di Laboratorium seperti erlenmeyer, gelas ukur, corong, kompor lis ~ trik dan lain-lain, b. Alat-alat khusus, dala hal ini dapat diperinci seba- gai berikut + 1), satu set alat refluks (lampiran 1) 2), satu set alat “trapping " air (lampiran 2) 3). satu set alat distilasi hampa (lampiran 3) 4). Kromatografi Gas. 5). Spektrometer Merah Infra. 6). Spektrometer Massa. roton” 7). Spektrometer Resonansi Magnet Inti " III, 2 Bahan Kimia Yang Digunaken. Semua bahan kimia yang dipakai dalam penelitian ini adalah produksi Merck dan dapat diperined sebagai berikut ¢ a, etanol absolut, De POCLs. benzena. d. piridin, 34 32 e. MgSO, anhidris, £. Na,PO,.12H,0+ B+ AgNO. he CpHeI. i. dietileter. Til, 3 CARA KERJA. Dalam penelitian ini mla-mila dilakuken pembua- tan trietilfosfat berdasarkan prosedur Vogel yaitu yang tercantum dalam buku Vogel, 1978 (A Textbook of Practi- cal Organic Chemistry). Hasil trietilfosfat dari prose- dur ini digunakan sebagai standar untuk pengujian tri - etilfosfat hast] reakei antara etiyodida dengan g.P0, baik metoda kering ataupun metoda basah. Sedikit kesu - litan yang timbul dalam penelitian ini adelah dalam men dapatkan AgsPO, kering Karena pengeringan Ag,P0, nasil reakei antara larutan Ag,FO, hasil reaksi entara Larut- an AgNO, dengen Na,P0, dengan cara distilasi yang dite- ruskan dengan distilasi hampa/evaporasi ei un- tuk pengeringan di udara terbuka selalu menunjukkan terjadinya perubahan warna dari Ag,P0,, hal {ni diper - kiraken karena terjadinya okeidasi udara terhadap Ag,P0,. Untuk mengatasi keoulitan ini maka pengeringan AgsPO, dilakukan dengan alat khusus seperti yang ditunjukkan pada lampiran 2. III, 3. 1 Pembuatan trietilfosfat berdasar Vogel. Pembuatan trietilfosfat berdasar Vogel dapat: di- uraikan sebagai berikut : piridin 3 Option + POCL; —————> (0,H150),P = 0+ 5 Ho, Ke dalam labu alas bulat leher tiga 500 ml, dimasukkan 0,3 mol (17,4 m1) etanol absolut, 0,6 mol (26 ml) benzena dan 0,3 mol (54 ml) piridin serta batang pengaduk magnet, Campuran didinginkan sampai suhu = 5°C, kemudian 0,2 mol. (18,4 ml) POCL, ditambahkan melalui corong tetes sedikit demi sedikit dan pengaduk dijalankan, suhu reakei dijaga tidak melebihi 10°C (rangkaian alat ini dilengkapi pen- dingin bola). Setelah POCL, habis, campuran hasil reaksi direfluk selama dua jam, kemidian didiamkan pada suhu kamar. Air sebanyak 80 ml ditambahkan untuk melarutkan piridin hidroklorida yang terbentuk, Lapisan benzena dipisahken, cuci dengan air sampai netral, kemidian di-~ tamtoh 3 gram MgSO, anhidrie untuk mengikat air yang tertinggal. Benzena dihilangkan dengan distilasi (80°C) dan trietilfosfat diambil dengan distilasi pengurangan tekanan pada 112 ~ 114°C/35 mmig. Hasil reakei ini kemu- dian dianalisa dengan Kromatografi Gas, Spektrometer Re~ sonansi Magnet Inti " Proton ". 34 Ill. 3. 2 Pembuatan Trietilfosfat Metoda Kering, Prosedur pembuaten trietilfosfat dengan metoda kering dapat diuraikan sebagai berikut : AgsPOg +3 CoHot —_—___”™-” (OpH5) sFO + 3 Agi trietilfosfat Perakfosfat dibuat dari 0,12 mol (20 gram) AgNO; dan 0,03 mol (11,4 gram) Na,PO,.12 H,0 dalam air sebanyak 250 ml, dalam erlenmeyer 1 liter yang dibungkus dengan kertas karbon, untuk melindunginya dari cahaya, Endapan kuning dipisahken, cuci berulangkali dengan air hingga netral. Kemdian Ag,P0, hasil reaksi ini dimasukken ke dalam labu bulat 250 ml yang dirangkai dengan alat " trapping " air. Benzena sebanyak 100 m) ditambahkan, campuran direfluk dan diaduk, maka air yang tertinggal bersama endapan Ag,PO, akan teruapkan bersama benzcna, terrefluk dan terpisah dalam alat " trapping " air. Setelah air habis, benzena dihilangkan dengan distilasi (80°C), Didapat AgsP0, kering (warna agak berubah menja- 4i sedikit kecoklatan) tertinggal di dalam labu, kemudi- an ditambahkan 20 ml etiyodida dan sambil diaduk, vrefluk dijalankan selama 2 x 6 jam, Hasil reaksi berupa cairn (etilyodida sisa dan trietilfosfat) serta endapan (4gl). Cairan diekstrak dengan eter 25 ml (3 x ekstrak), kemudian didistilasi untuk menghilangkan kembali eter (34 = 40°C) dan sisa etilyodida (64 - 73°C). 35 frietilfosfat diambil dengan distilasi pengurangan te - kanan pada 112 - 114°C/35 mmHg. Hasil reaksi ini ditim- bang kemudian dianalisa dengan Kromatografi Gas, Spek ~ trometer Merah Infra, Spektrometer Massa, Spektrometer Resonansi Magnet Inti " Proton ". Ill. 3. 3 Pembuatan Trietilfosfat Metoda Basah. Dilakukan pereobaan yang sama dengan prosedur III, 3. 2 di atas, bedanya ai sini hanya memakai Ag,FO, yang basah (hasil reaksi AgNO, + Na,PO,.12 H0, yang cairannya telah dinetralkan tanpa dilakukan " trapping " terhadap airnya), Proses selanjutnya sama dengan prose ~ dur TIT. 3. 26 Terhadap hasil reaksi metoda Vogel, metoda kering atau - pun metoda basah dilakukan pengujian Kromatografi Gas, Spektrometri Merah Infra, Spektrometri Massa, dan Spek- trometri Resonansi Magnet Inti " Proton " dengan perla - kuan sebagai berikut : a, Kromatografi Gas. Sebanyak 0,5 ml cuplikan diinjeksiken pada alat de ~ ngan kondisi jenis kolom : Carbowax 20! jenis detektor : FID gas pembawa 2 Ny, 40 ml/menit suhu tempat injeksi : 175°C suhu kolom 150°C b. a 36 angka kepekaan 2 1024 kecepatan kertas pencatat : 5 mm/menit Spektrometri Merah Infra, Dipakai spektrometer merk Jasco IR - I dengan : celah 24 ekspanei i kecepatan scan: 4 penguatan 25 Cuplikan ditempatkan sebagai film yang tipis di ante- ra 2 lapis sel NaCl yang transparan terhadap siner Infra Merah, yang kemdian ditempatkan pada celah. Nula-mula diatur bilangan gelombang 4000 cm”! kenudi~ an dijalankan sampai akhirnya terbentuk spektrum sam- pai pada bilangan gelombang 650 em™!, Spektrometri Resonansi Magnet Inti " Proton " terha - dap cuplikan yang telah dilarutkan dalem CCl, ditem - bah sejumlah kecil TMS sebagai standar internal. Tempat cuplikan yang berupa tabung gelas silindris diletakkan di antara dua kutub magnet, kemudian alat dioperasikan, diperoleh spektra sebagai intensitas relatif masing-masing jenis proton yang ada dalam cuplikan versus pergeseran kimia (_ ) relatif terha~ dap HS, Spektrometri Massa. Dipakai Spektrometer Simadzu-LKB 9000 dengan kondi~ si 37 coarse Pe) 3 suhu ruang ionisasi : 270°C penguatan separator : 180°C kecepatan scan 26 kecepatan kertas : 4 cmsec. energi, elektron : 70 ev Cuplikan ditempatkan dalam ampul, diuapkan di bawah vacum (dalam order 107°torr). Operasi dilakukan, diperoleh spektrum massa yang me~ rupakan gambar antara limpahan relatif ion-ion mole- kuler lawan perbandingan massa/muatan (m/e). 38 IV HASIL DAN PEMBAHASAN Iv. 1 Analisa Kuantitatif + Hasil percobaan sintesa trietilfosfat dengan ke- tiga metoda dapat dilihat dari daftar berikut Jumlah hasil Metoda Percobaan | Percobaan| Percobaan |Rata-rata Vogel Kering Basah frietilfosfat yang dihasilkan ini merupakan zat cair tak berwarna, mempunyal titik didin 112 - 114°C/35 mmlig dengan bau agak enak. Perhitungan : a, Metoda Vogel + Hasil maksimum (teoritis) = 1/3 x 0,6 moi = 0,2 mol = 0,2 x 182 gram = 36,4 gram Hasil rata-rata diperoleh = 25,8 gram D 25,8 Prosen hasil rata-rata - we x 100% = 70,9% 36,4 39 b. Metoda Kering : Hasil maksimum (teoritis) x 0,03 mol 1 = 0,03 mol = 0,03 x 182 gram = 5,46 gram Hasil rata-rata diperoleh = 3,3 gran Prosen hasil rata-rata = —22. x 100% 5546 = 60,4 % c. Metoda basah : Hasil maksimum (teoritis) = - x 0,03 mor = 0,03 mol = 0,03 x 182 gram = 5,46 gram. lasil rata-rata diperoleh = 2,4 gram Prosen hasil rata-rata 244 5,46 = 44,0 % Iv. 2 Analisa Kualitatif. x 100 % Dari pengamaten fisik, hasil berupa cairan tak berwarna dengan titik didih berkisar 112 - 114°C/35Hg, 40 yang secara matematik hubungan Clausius-Clapeyron) dapat dikonversikan untuk keadaan normal. Sehingga jika diper- bandingkan dengan data literatur (215 - 216°C/760 mmig), dapat dikatakan hasil percobaan ini sesuai, Namun jika hanya berdasar pada pengamatan fisik (ujud, titik didih dan bau), kepastian bahwa hasil per - cobaan adalah trietilfosfat belum dapat diterangkan. Sehingga dilakukanlah identifikasi lebih Lanjut dengan Kromatografi Gas, Spektrometri Merah Infra, Spektrometri Massa dan Spektrometri Resonansi Magnet Inti " Proton ". Kromatografi Gas, } Ternyata dari ketiga hasil (dengan 3 progedur yang verbeda) memberikan kromatogram yang identik, henya tingkat kemurniannya yang sedikit berbeda (1ampiran 4 = 6). Untuk masing-masing kromatogram, puncak ke 2 (puncak utama) diduga dari trietilfosfat, dan puncak- puncak kecil yang lain adaleh kotoran (impuritis). Dapat dikatakan bahwa ketiga kromatogram identik ber~ dasar perhitungan waktu retensi relatif dari poncak utama terhadap puncak pelarut yang membemikan hasil sama. Berdasar pada kromatogram ini dapat dikatakan bahwa pembuatan trietilfosfat dengan ketiga prosedur @iperoleh produk yang sama secara kualitatif, namin karena tiadanya senyawa standar trietilfosfat, maka pemasticn puncak dengan metoda " spiking " tidak bisa dilakukan. Dengan demikian sampai data kromatogram a4 ini diperoleh, belum cukup kuat untuk mengatakan bah- wa cuplikan hasil percobaan adalah benar-Venar trie - tilfosfat, Untuk mengatasi hal ini maka dflakukan pengujian dengau metoda Spektroskopi. Spektrometri Merah Infra. Seperti halnya pada analisa dengan Kromatografi Gas » hasil Spektra Merah Infrapun identik untuk ketiga cu- plikan hasil (lampiran 7 = 9). Untuk masing-masing Spektra diinterpretasikan sebagai berikut : daerah serapan (em™!) gugus 3000-2900 nCHy 5 C-Hyy, 1480-1460 ~CHy- + C-Hyenaing 1450-1350(kompleks) ~CH, miltiplet ; ORyending 1280-1240 1160-1140 1040- 940 -P-U-C 54, 800- 760 ~CH, Jadi sema gugus fungsional penyusun molelcl tristil- fosfat terdeteksi Spektrometer Merah Infra, Sedangkan puncak pada daerah serapan 3500-3400 em™', satu-satu- nya yang mangtin adalah gugus -OH, tetapi kepastian fugis pidroksil dari senyawa apa, belum bisa dttercng- kan. Selain untuk identifikasi trietilfosfat, maksud digu- nakan Spektrometer Merah Infra juga untuk membuttikan 42 dxgoan bahwa dalam reakei dengan mengeunaitan 135PO, bosuhy molekul air mampu menyerang gugus Zyl,” iengen membentuk produk etanol, Untuk maksud terssdut, oup- liken deetilat fraksi 64-73 °C pada destilasi biases Aiahil dan aitambah MgSO, anhidris untuk | menyerap air yang tercampur. Walaupun fraksi ini s¢bagia besar adelah etilyodida sisa, namn seandeinya etano) ter- bentuk, akan terilut pada fraksi destilot ini ( karena 44 atas sulu tersebut sampai suhu pemanes mencepai 150 Se pada tekanan normal, tidak diperoleh ha tilet lain ). Speltra Met Infra dari cupliken dettitot fraket 64- 73 °C, ternyata tidak memberikan puneak serapan pada dneroh 3600-3500 en”! yang merupakan karaktoristi aa ri gugus -OH ( lamptran 10 ), Jadi jelaclah bahwa pro~ duk etanol tidak terbentak, ata kalaupin terbentak, junlohnga tidak akan lebih dari 0,5 % volume cupliken ( {apeei Min EMEMIEMEMe pot terdeteksi oleh Spektrometer Merah Infra yang dipakai adalah 0,5 % volume ). Jadi secara praktis adanya etanol dalam prosentase tersebut dapat diabaikan. Dengan demikion, walaupun secara teoritic nukleofil vejelek H,0 eken mampu menyerang gugus cote yang di- karenaken begitu baixnya Agi sebagai guys levas dapat dimengerti, namun kenyataan membuktiken lain, secara ptaktis produk etanol tidak terhentuk. 43 « Spektrometri Reeonansi Magnit Inti " Proton " Berdasa* struktur trietilfosfat : (CH,-Clt,-0) ,P=0 ad secara teoritis akan memberikan signal pada spektrum : HW, akan muncul eebagai triplet karena terpecah oleh dua proton H,, dan keluar terlebih dahulu karena le~ bin terlindungi ( shielding ) dibanding Il. Hy aken maneul kuartet ganda karena terpecah oleh ti- ga proton H, dan satu atom P, keluar belakangen, Perbandibgan intensitas Hz Hy = 3:2. Kenyataan yang terlihat dalam spektrum, ketiga cuplik- an hasil ( Lampiran 11-12 ) memberikan puncak yang sa- ma, yaitu : 1. Triplet pada § = 1,15-1,45 ppm adaleh puncak Hy 2, Multiplet ( kuartet ganda ) pade § = 3,70-4,30 ppm adalah puncak dari i,. 1 3, Perbandingan intensitas H, : Hy, = 3:2. Dengan demikian dari spektrum ini dapat dikatakan bahwa cuplikan hasil adalah benar-benar trietilfosfat. Tentang adanya kotoran ( impuritis ), data ini tidak nemberikan keterangan. Untuk lebin memperkuat data interpretasi hacil, dila~ kukanlah analisa dengan menggunakan Spektronetri Massa, sehingga berat molekul cuplikan dapat diketa— hui dengan pasti. 44 a. Spektrometri Massa. Spektrum massa dari ketiga cuplikan hasil percobaen juga memberikan data yang identik ( lampiran 13 ). Dari spektrum massa, terlihat bohwa puncak paling ujung terletak pada angka m/e = 182 ( daerah diatas 182 tidak mineul puneak lagi ), dan angka tersebut ternyata merupakan berat molekul dari trietilfostat sesungguhnya, Jadi dari data ini dapat dipastikan bahwa cuplikan hasil percobaan memang benar-benar trietilfosfat. bengan membuat mekanisme fragmentasi molekul trietil- Sosfat, dapat dilihat kesesuaiannya dengan puncak- puneak pada spektrum massa : + a Trietil- _- e7 . ia mets aes festa |g lee. GpHg0-P-OC aie + P-CpHle “m/e 182 +0=CHy oa roost m/e 167 Spa fn) Fs Cot.0 he (rea O5Hts0: m/e 155 oo m/e 127 fox) - HAO - Coy 45 Keterangan : (*) MeLafferty dan iH rearrangement terjadi secara simultan. t (#*) JH rearrangement. Ternyata semua bilangan m/e yang ditunjultkan oleh ma~ sing-masing fragmen dalam mekanisme : 182, 167, 155, 127, 109, 99 dan 81 mancul sebagai puncek dalam spek- trum massa. Kebenaran fragmentasi dapat ore dengan adanya puncak meta stabil yang lebar dan lemah pada bilangan m/e : 132,0 yang berarti terjadi fragmentasi ahes fragmen 182 menjadi 155 dengan kehilangan C,li,. 104,1 yang berarti terjadi fragmentasi dari fragmen 155 menjadi 127 dengan kehilangan molekul ¢,H1 ‘17,2 yang berarti terjadi fragmentasi dari fragmen 127 menjadi 99 dengan kehilangan molekul C,H, . Jadi dengan demikian, data ini menguatkah data kuali- tatif sebelumya, sehingga kepastian bahwa cuplikan hasil percobaan adalah trietilfosfat dapat dipertang- gung jawabken, Tentang adanya kotoran ( {mpuritis ), data ini tidak memberikan informasi. Telah disinggung di mika bahwa di delam proses basah, air tidak mengakibatkan terbentuknya produk eta- nol { dibuktikan oleh data Merah Infra ), namun demikian tidek berarti bahwa dengan adanya air ini tidak berpe- 46 ngaruh sama sekali dalam reaksi ( kenyataan bahwa produk trietilfosfat yang dihesilkan pada proses basah : proses kering = 44,0 : 60,4 ). Hal ini dapat dimengerti, kalau kita ingat behwa perakfosfat merupaken senydwa polar, maka dengan adanya air yang juga polar, akan mengakibat— kan terjadinya solvatasi yang cukup besar, di mana. perak fosfat dikelilingi oleh molekul air. Dengan demikian nolekul etilyodida yang akan masuk terhalang oleh mole- kul air tersebut di mana hal ini tidak terjadi pada pro- ses kering. Akibatnya, dalam jangka waktu reaksi yang sama, jumlah produk trietilfosfat yang dihasilkan pada proses basah, sedikit dibanding pada proses kering. Tentang adanya impuritis dalam cuplikan hasil, dimungkinkan adanya : air, etanol dan/atay dietilfosfat atau monoetilfosfat. Air. Adanya air dimungkinkan karena kurang sempurnanya proses penyerapan air oleh NgSC4 anhidris atau pada proses " trapping ". Namin mengingat dalam kromatogram terdapat puncak-puncak kecil yang jelas bukan id ( detek- tor FID pada GC tidak sensitif terhadap air, sehingga tidak memberikan respon karenanya ). Maka jelaslah bahwa impuritisnya bukan air. Btanol dan/atau dietilfosfat atau monoetilfosfat. Hal ini dimungkinkinkan mengingat tidak tertutupnya sua- tu kemungkinan kecil terjadinya reaksi : 47 + Hy0 2 (CpHs)3P0, —————> (Cpllg)gHPO, + CyHOH trietil- dietil- fosfat. fosfat. |+ #. (Cpls HpPO, + pHa OH monoetil- fosfat. Senyawa-senyawa ini tidak terdeteksi dalam Spektrometri " karena kadarnya sangat Resonansi Magnit Inti "Proto vendah. Vv PENUTUP, V.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpalkan bahwa : 1, Trietilfosfat dapat dibuat dari reaksi perakfosfat de- ngan etilyodida dalam sistim refluks selama 2 x 6 jam, dengan prosentase hasil 60,4 % untuk proses kering dan 44,0 % untuk proses basah, dengan prosedur berturut ~ turut sesuai ITI.3.2 dan I1I.3.3 . hi 2. Adanya air dalam sistem reaksi pembuatan trietilfosfat sangat berpengaruh terhadap kuantitatif hasil. Sehing- ga lebih baik dilakukan dalam proses kering ( reaksi bebas dari air ). 3. Reakei pemtuatan trietilfosfat dengan proses basah le- bih lambat dibanding proses kering disebabkan adanya proses solvatasi. 4, Produk trietilfosfat yang didapat dari reaksi berdasar hipotesa maupun dari prosedur Vogel, tidak berbeia se- cara kualitatif. ¥.2 Saran. Mengingat mahalnya harga peraknitrat, maka perlu dilakukan verifikasi terhadap pembaatan perakfosfat dari perakyodida di mana hal ini sangat mungkin dilakukan me- lalui reaksi perakyodida dengan basa kuat ( NaOH ) kem- 48 DAPPAR PUSTAKA Allinger, N.L., dkk., 1976, Organic Chemistry, Worth Publishers Inc.,London, 2, 372-414. | Clegg, J.W., 1958, Uranium Ore Processing, Addison- Wesley Fublishing Uo Inc., New York, 1, 237-267. Fleming, I., 1978, Frontier Orbitals And Organic Chemical Reactions, John Willey and Sons Inc., New York. Gunanjar dan Warsito H., 1984, Sintesa Tributilfosfat dan Triisoamilfosfat Sebagai Alternatif Ekstraktan Uranium, BATAN-PMIPA UGM, Yogyakarta. — |: Hadyana, A.P., 1982, Kimla Organik Jilid 1, Brlangga, Jakarta, 2, 171-220. | McLafferty, F.W., 1980, Interpretation of Mass Spec- tra, University Science Books, New York, 3, 1-89. Norman, R.0.C., 1968, Principle of Organic synthesis, Science Paperbacks, London, 1, 96-146. Silverstein, R.M., dkk., 1974, Spectrometric Identi- fication of Organic Compound, John Willey and Sons Inc., New York, 4. Vogel, A.I., 1978, A Textbook of Organic Chemistry, Longman, London, 4, 407. 50 54 Lampiran 1, Gambar seperangkat alat refluks. Keterangan : ie 26 3 4 Gr 6 a 8. 2. Labu alas bulat leher tiga. Batang pengaduk magnet. Corong tetes. Termometer berskala minus Pendingin es + NaCl. Kompor listrik " berstirer ". Pendingin bola. Tabung silika gel. Statip. ‘See Lampiran 2. Gambar seperangkat alat trapping air Keterangan : ES Be 3. be Se 6. 2 8. 9. abu alas bulat leher 3 pomanas minyale batang pengaduk magnet kompor listrik ‘berstirrer' termometer alat ‘trapping’ pendingin bola tabung silika gel statip 53 + ke pompa Lampiran 3. Gambar seperangkat ated destilasi vakum Keterangean : 1. labu alas bulat leher 3 2. pemanas minyak 3. kompor Matrik 4. kolom frakeinasi 5, termometer 6. pendingin air 7. adapter vakum 8. labu alas bulat 9. statip Lampiran 4 : Kromatogram Trietilfosfat metoda Vogel. amy. 55 Tera Lampiran 5 : Kromatogram Trietilfosfat metoda basah. Lampiran 6 : Kromatogram Trietilfosfat metoda kering. 56 ‘poor HS ENSISMS 01709 dig0asouiayas ware get Spetra IR dari TEP metode Vo, Lampiran 7. Lampiran 8, Spektra 1R dari basil TEP metode II probes kering. on s oe ga aos gs a 8 = 35 6 Bon aoe ge £3 28 % 3 2 2 ae ‘Lampiran 9. T a5 jpektra IR dari fraissi destilat 64, Lampiren 10, fe basah, metode 11 pros eeagnsityde 61; tos, Lampiran 11, Spextra NNR dari TEP metode Vogel Lampiran 12. Spektra NMR dari TEP metode 11 62 TEPs rs eee (identik untuk proses kering can basah).

You might also like