You are on page 1of 24

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini Congestive Heart Failure (CHF) atau yang biasa disebut gagal
jantung kongestif merupakan satu-satunya penyakit kardiovaskuler yang terus
meningkat insiden dan prevalensinya. Risiko kematian akibat gagal jantung
berkisar antara 5-10% pertahun pada gagal jantung ringan yang akan meningkat
menjadi 30-40% pada gagal jantung berat. Selain itu, gagal jantung merupakan
penyakit yang paling sering memerlukan perawatan ulang di rumah sakit
(readmission) meskipun pengobatan rawat jalan telah diberikan secara optimal (R.
Miftah Suryadipraja).
CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh
tubuh (Ebbersole, Hess, 1998). Risiko CHF akan meningkat pada orang lanjut
usia(lansia) karena penurunan fungsi ventrikel akibat penuaan. CHF ini dapat
menjadi kronik apabila disertai dengan penyakit-penyakit seperti: hipertensi,
penyakit katub jantung, kardiomiopati, dan lain-lain. CHF juga dapat menjadi
kondisi akut dan berkembang secara tiba-tiba pada miokard infark.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana asuhan keperawatan dan kebutuhan dasar manusia pada Tn. D
dengan diangnosa medis CHF (gagal jantung kongestif) di RSUD Dr. Doris
Slyvanus Palangka Raya di ruang Sakura
1.3 Tujuan Masalah
Mengetahui asuhan keperawatan dan kebutuhan dasar manusia pada Tn. D
dengan diangnosa medis CHF (gagal jantung kongestif) di RSUD Dr. Doris
Slyvanus Palangka Raya di ruang Sakura.

1
2

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar CHF
2.1.1 Definisi
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung
mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel
tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan
peregangan ruang jantung (dilatasi) guna menampung darah lebih banyak untuk
dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal.
Jantung hanya mampu memompa darah untuk waktu yang singkat dan dinding
otot jantung yang melemah tidak mampu memompa dengan kuat. Sebagai
akibatnya, ginjal sering merespons dengan menahan air dan garam. Hal ini akan
mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh seperti tangan,
kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi bengkak (congestive).

2.1.2 Anatomi Fisiologi


Sistem Kardiovaskuler terdiri dari jantung dan sistem pembuluh darah
jantung, termasuk otot jantung, atrium, ventrikel, katub, arteri koronaria, vena
jantung, struktur konduksi listrik dan persarafan jantung. Sedangkan system
pembuluh darah (vaskuler) dibentuk oleh pembuluh darah tubuh, meliputi: arteri,
arteriol, vena, venula dan kapiler.
Fungsi utama system Kardiovaskuler, meliputi :
a. Transportasi nutrisi dan oksigen bagi tubuh
b. Pengeluaran zat sisa dan karbondioksida
c. Pertahanan perfusi yang adekuat pada organ dan jaringan

2
3

2.1.2.1 Struktur Jantung


1. Letak : di dalam rongga dada, diantara kedua paru-paru, diatas diafragma,dan
pangkalanya di belakang kiri antara kosta V dan VI, 2 jari dibawah papilla
mamae.
2. Bentuk : Menyerupai jantung pisang,bagian atas disebut basis kordis, dan
bagian bawah disebut Apex cordis
3. Ukuran : Sebesar genggaman tangan kanan, berat 250 – 300 gram
4. Lapisan-lapisan jantung, terdiri dari 3 lapisan, yaitu :
a. Lapisan luar disebut pericardium, adalah lapisan yang mengitari jantung
atau selaput pembungkus, terbagi menjadi 2 lapisan yaitu pericardium
parietalis dan viseralis
b. Lapisan tengah disebut miokardium, adalah lapisan inti yang terdiri dari
otot-otot jantung. Terbagi 3 macam, yaitu otot atria, ventrikuler dan
atrioventrikuler.
c. Lapisan dalam disebut endokardium, adalah lapisan jantung yang
terdapat di dalam sekali terdiri dari jaringan endotel atau selaput lender
yang melapisi permukaan rongga jantung.
5. Ruang-ruang jantung, jantung terdiri dari 4 ruang, 2 ruang berdidnding tipis
disebut sebagai atrium (bilik jantung) dan 2 ruang berdinding tebal disebut
ventrikel (serambi jantung), bagian-bagiannya adalah:
a. Atrium kanan, berfungsi sebagai temapat penampungan darah (reservoir)
yang miskin akan oksigen dari seluruh tubuh melalui vena kava superior
dan vena kava inferior serta sinus koronaria yang berasal dari jantung
sendiri, kemudian darah dipompakan ke ventrikel kanan.
b. Atrium kiri, berfungsi menerima darah yang kaya akan oksigen dari paru
melalui 4 buah vena pulmonalis, kemudian dipompakan ke ventrikel kiri.
c. Ventrikel kanan, berfungsi sebagai menerima darah dari atrium kanan
dan dipompakan ke paru-paru melalui arteri pulmonalis.
d. Ventrikel kiri, berfungsi sebagai menerima darah dari atrium kirir dan
kemudian dipompakan ke seluruh tubuh.
6. Katub-katub jantung, terdiri atas:
4

a. Katub Atrioventrikular, letaknya antara atrium dan ventrikel, terbagi atas


katub tricuspid (mempunyai 3 buah daun katub, terletak diantara atrium
dan ventrikel kanan) dan katub bicuspid/mitral (mempunyai 2 buah daun
katub, terletak diantara atrium dan ventrikel kiri. Katub atrioventrikuler
berfungsi untuk : memungkinkan darah mengalir dari masing-masing
atrium ke ventrikel pada waktu diastolic (relaksasi) ventrikel serta
mencegah aliran balik pada saat systole (kontraksi) ventrikel.
b. Katub Semilunar, Mempunyai bentuk yang sama terdiri dari 3 buah daun
katub yang simetris dan penonjolan menyerupai corong yang dikaitkan
dengan sebuah cincin serabut, terbagi atas Katub Pulmonal (terletak
antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis), serta Katub Aorta ( terletak
antara ventrikel kiri dan aorta). Katub semilunar berfungsi untuk
memungkinkan darah mengalir dari ventrikel ke arteri pulmonalis dan
aorta selama systole ventrikel(kontraksi0 dan mencegah aliran darah
balik pada saat diastolic (relaksasi).

2.1.2.2 Fungsi Sistem Kardiovaskuler


Adalah memompakan darah kembali dari organ-organ tubuh ke paru-paru
dan kembali lagi ke tubuh melalui aorta. Proses ini memungkinkan darah
teroksigenasi
1) Arteri, berfungsi untuk transportasi darah dengan tekanan yang tinggi ke
jaringan, sehingga mempunyai dinding yang kuat dan mengandung jaringan
elastis.
2) Arteriol, adalah cabang terujung dari system arteri dan berfungsi sebagai
katub pengontrol untuk mengatur pengaliran ke kapiler.
3) Kapiler, berfungsi sebagai tempat penukaran cairan dan nutrisi antar darah
dan ruang interstisial, mempunyai sifat sangat tipis dan permiabel terhadap
substansi dengan molekul halus.
4) Venul, sedikit lebih tebal dari dinding kapiler, berfungsi menampung darah
dari kapiler dan secara bertahap bergabung ke dalam vena.
5) Vena, berfungsi sebagai jalur transportasi darah dari jaringan kembali ke
jantung dan mempunyai dinding yang tipis.
2.1.2.3 Sirkulasi Pulmonal
5

Pembuluh-pembuluh darah pada sirkulasi pulmonal meliputi arteri, vena dan


jaringan kapiler pulmonal. Sistem vaskuler ini membawa darah kurang oksigen
ke paru, dimana karbondioksida diganti menjadi oksigen. Darah kurang oksigen
dari vena tubuh masuk ke sirkulasi menuju atrium kanan. Dari sana diejeksikan
melalui katub tricuspid ke dalam ventrikel kanan dan kemudian melalui arteri
pulmonalis, masuk ke sirkulasi pulmonal. Setelah melalui jaringan kerja kapiler
pulmonal, darah kaya oksigen dibawa kembali ke atrium kiri melalui vena
pulmonalis. Tekanan system kapiler pulmonalis berkisar antara 20-30/8-12
mmHg.
2.1.2.4 Sirkulasi Sistemik
Pembuluh darah pada sierkulasi sistemik juga terdiri dari arteri, vena dan
kapiler. Sistem ini mensuplai darah kaya oksigen ke seluruh tubuh bagian perifer
dan mengembalikan darah yang kurang oksigen ke sirkulasi pulmonal. Darah
mengalir dari atrium ke ventrikel kiri yang kaya akan oksigen masuk ke dalam
aorta. Kemudian darah didistribusikan ke tubuh perifer melalui arteri, arteriol,
dengan membawa nutrisi dan oksigen sampai ke kapiler. Oksigen dan nutrisi
akan dipertukarkan melalui kapiler dengan karbondioksida dan zat sisa metabolic
yang akan dibawa oleh venula, vena dan akhirnya vena kava superior dan inferior,
yang membawa darah kurang oksigen ke atrium kanan. Tekanan sirkulasi
sistemik berkisar antara 110-120/70-80 mmHg.
2.1.2.5 Suara Jantung
Menutupnya katub akan menimbulkan suara jantung ketika dilakukan
auskultasi. Suara jantung tersebut memberikan petunjuk kesehatan system
kardiovaskuler klien. Petunjuk pertama diberikan oleh jeda waktu antara
penutupan katub atrioventrikuler dan tertutupnya katub semilunar (fase kontraksi
jantung). Fase ini disebut sebagai fase sistol ventrikel. Sedangkan diastole
adalah jeda waktu antara penutupan katub semilunar dan penutupan katub
atrioventrikuler (fase relaksasi jantung).
2.1.2.6 Persarafan jantung
Meskipun jantung mempunyai sifat otomasi melalui kerja susunan
penghantar khusus, di dalam tubuh, faktor persarafan turut berperan dalam
pengaturan kerja jantung. Jantung mendapat persarafan dari susunan otonom baik
6

simpatis maupun parasimpatis yang bekerja secara resiprokal. Saraf simpatis


merangsang jantung, meningkatkan denyut jantung, daya kontraksi dan dilatasi
arteri koroner.
2.1.2.7 Sistem Konduksi Jantung
Jantung memiliki system konduksi yang dapat memulai kegiatan listrik dan
mentransmisikannya melaui serat otot jantung menuju jaringan miokardium.
Kegiatan listrik ini merangsang jantung untuk berkontraksi, menyebabkan
pendorongan darah menuju ruang jantung dan system vaskuler. Struktur system
konduksi utama terdiri dari Nodus Sinoatrial (SA Node), jalur konduksi intra
atrial, nodus atrioventrikular (AV Node), berkas His, Berkas cabang kanan dan
kiri serabut Purkinje.
2.1.2.8 Siklus Jantung
Siklus jantung menggambarkan peristiwa satu denyut jantung lengkap, yaitu
kontraksi dan relaksasi atrium serta ventrikel. Pada orang sehat rata-rata jantung
berdenyut 72 x/menit, sehingga waktu rata-rata untuk setiap siklus jantung adalah
0,8 detik. Sinkronisasi antara peristiwa mekanik dan listrik pada siklus
merupakan hal yang penting. Gangguan pada keseimbangan tersebut akan
mempengaruhi kemampuan jantung untuk menyediakan oksigen dan nutrisi bagi
tubuh. Gangguan yang berarti pada sinkronisasi tersebut berakibat fatal.
Terdapat 3 periode penting pada siklus jantung, yaitu ;
1) Periode pengisian ventrikel
Periode ini adalah awal siklus. Darah masuk secara pasif ke dalam ventrikel
dan atrium. 70% darah masuk ventrikel pada waktu tersebut. Darah
memasuki ventrikel, atyrium dirangsang untuk kontraksi oleh arus listrik dan
Sa Node. 30% lainnya darah keluar atrium masuk ke dalam ventrikel, volume
30% ekstra ini disebut sebagai “atrial kick”.
2) Sistole Ventrikel
Arus listrik sekarang merangsang ventrikel dan jantung merespon melalui
kontraksi. Daya kontraksi meningkatkan tekanan dalam kedua ventrikel.
Katub mitral dan tricuspid merespon oleh peningkatan tekanan ini (“snapping
shut”). Tekanan ventrikel berlanjut meningkat sampai hal tersebut,
7

menyebabkan pembukaan katub aorta dan pulmonalis. Darah keluar dari


ventrikel masuk ke sirkulasi sistemik dan pulmonal.
3) Relaksasi isovolimetrik
Sebagian besar darah diejeksikan, katub aorta dan pulmonal tertutup. Selama
systole ventrikel, atrium terisi darah yang kembali dari sirkulasi sistemik dan
pulmonal. Saat tekanan di atrium menjadi lebih tinggi dari ventrikel, katub
mitral dan tricuspid terbuka dan siklus dimulai kembali
2.1.3 Etiologi
Etiologi gagal jantung kongestif (CHF) dikelompokan berdasarkan faktor
eksterna maupun interna, yaitu:
1) Faktor eksterna (dari luar jantung) seperti hipertensi renal, hipertiroid, dan
anemia kronis/ berat.
2) Faktor interna (dari dalam jantung)
a. Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria Septum Defect
(ASD), stenosis mitral, dan insufisiensi mitral.
b. Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
c. Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark miokard.
d. Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut
2.1.4 Klasifikasi
1) Kelas I : bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tanpa keluhan
2) Kelas II : bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat atau
aktifitas sehari-hari
3) Kelas III : bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari
tanpa keluhan
4) Kelas IV ; bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas
apapun dan harus tirah baring
2.1.5 Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari normal.
Dapat dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV di mana curah jantung (CO:
Cardiac output) adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart Rate) x Volume
Sekuncup (SV: Stroke Volume).
8

Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Bila curah
jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung
untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal
untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup
jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi,
yang tergantung pada 3 faktor, yaitu: (1) Preload (yaitu sinonim dengan Hukum
Starling pada jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung
berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan
serabut jantung); (2) Kontraktilitas (mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi
yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut
jantung dan kadar kalsium); (3) Afterload (mengacu pada besarnya tekanan
ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan
tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriole).
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi
baik pada jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel
berkurang akibat penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat,
maka volume dan tekanan pada akhir diastolik di dalam kedua ruang jantung akan
meningkat. Hal ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium pada akhir
diastolik dan menyebabkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini
berlangsung lama, maka akan terjadi dilatasi ventrikel. Cardiac output pada saat
istirahat masih bisa berfungsi dengan baik tapi peningkatan tekanan diastolik yang
berlangsung lama (kronik) akan dijalarkan ke kedua atrium, sirkulasi pulmoner
dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan
menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema sistemik.
Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan
tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem
saraf dan humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu
kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena; yang akan
meningkatkan volume darah sentral yang selanjutnya meningkatkan preload.
Meskipun adaptasi-adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan cardiac output,
adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan
9

peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada


pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan peningkatan preload dapat
memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer.
Adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital, tetapi
jika aktivasi ini sangat meningkat malah akan menurunkan aliran ke ginjal dan
jaringan. Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah penurunan
aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan
menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin-angiotensin-aldosteron juga
akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resistensi vaskuler perifer selanjutnya
dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan cairan.
Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin
dalam sirkulasi, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi
cairan. Pada gagal jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat
peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi
terhadap efek natriuretik dan vasodilator.
10

2.1.6 Manifestasi Klinis


1) Peningkatan volume intravaskular.
2) Kongesti jaringan akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat
turunnya curah jantung.
3) Edema pulmonal akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis yang
menyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli;
dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek.
4) Edema perifer umum dan penambahan berat badan akibat peningkatan
tekanan vena sistemik.
5) Pusing, kekacauan mental (confusion), keletihan, intoleransi jantung
terhadap latihan dan suhu panas, ekstremitas dingin, dan oliguria akibat
perfusi darah dari jantung ke jaringan dan organ yang rendah.
6) Sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta peningkatan
volume intravaskuler akibat tekanan perfusi ginjal yang menurun
(pelepasan renin ginjal).
Gambaran klinis jantung sering dipisahkan menjadi efek ke depan (forward) atau
efek kebelakang (backward), dengan sisi kanan atau kiri jantung sebagai titik awal
serangan. Efek ke depan dianggap “hilir” dari miokardium yang melemah. Efek
ke belakang dianggap “hulu” dari miokardium yang melemah.

1. Efek ke depan gagal jantung kiri


a. Penurunan tekanan darah sistemik
b. Kelelahan
c. Peningkatan kecepatan denyut jantung
d. Penurunan pengeluaran urin
e. Ekspansi volume plasma
2. Efek ke belakang gagl jantung kiri
a. Peningkatan kongesti paru, terutama sewaktu berbaring.
b. Dispnea (sesak napas)
c. Apabila keadaan memburuk, terjadi gagal jantung kanan
3. Efek ke depan gagal jantung kanan
a. Penurunan aliran darah paru
b. Penurunan oksigenasi darah
11

c. Kelelahan
d. Penurunan tekanan darah sistemik (akibat penurunan pengisian jantung kiri)
dan semua tanda gagal jantung kiri
4. Efek ke belakang gagal jantung kanan
a. Peningkatan penimbunan darah dalam vena, edema pergelangan kaki dan
tangan
b. Distensi vena jugularis
c. Hepatomegali dan splenomegali
d. Asites : pengumpulan cairan dalam rongga abdomen dapat mengakibatkan
tekanan pada diafragma dan distress pernafasan
2.1.7 Komplikasi
1) Stroke
2) Penyakit katup jantung
3) Infark miokard
4) Emboli pulmonal
5) Hipertensi
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
1) Hitung sel darah lengkap: anemia berat atau anemia gravis atau
polisitemia vera
2) Hitung sel darah putih: Lekositosis atau keadaan infeksi lain
3) Analisa gas darah (AGD): menilai derajat gangguan keseimbangan
asam basa baik metabolik maupun respiratorik.
4) Fraksi lemak: peningkatan kadar kolesterol, trigliserida, LDL yang
merupakan resiko CAD dan penurunan perfusi jaringan
5) Serum katekolamin: Pemeriksaan untuk mengesampingkan penyakit
adrenal
6) Sedimentasi meningkat akibat adanya inflamasi akut.
7) Tes fungsi ginjal dan hati: menilai efek yang terjadi akibat CHF
terhadap fungsi hepar atau ginjal
8) Tiroid: menilai peningkatan aktivitas tiroid
9) Echocardiogram: menilai senosis/ inkompetensi, pembesaran ruang
jantung, hipertropi ventrikel
12

10) Cardiac scan: menilai underperfusion otot jantung, yang menunjang


penurunan kemampuan kontraksi.
11) Rontgen toraks: untuk menilai pembesaran jantung dan edema paru.
12) Kateterisasi jantung: Menilai fraksi ejeksi ventrikel.
13) EKG: menilai hipertropi atrium/ ventrikel, iskemia, infark, dan
disritmia
2.1.9 Manajemen Asuhan Keperawatan Pada Pasien CHF
2.1.9.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian dilakukan untuk mendapatkan data subjektif dan data objektif.
Dalam buku ajar ini akan digunakan proses keperawtan menurut Craven (1996)
pada dasarnya, informasi awal yang perlu digali secara umum adalah sebagai
berikut.
2.1.9.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah menganalisis data subjektif dan objektif
untuk membuat diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan melibatkan proses
berpikir kompleks tentang data yang dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam
medik, dan pemberi pelayanan kesehatan yang lain. Diagnosa keperawatan adalah
diagnosis yang dibuat oleh perawat profesional yang menggambarkan tanda dan
gejala yang menunjukan masalah kesehatan yang dirasakan klien dimana perawat
berdasarkan pendidikan dan pengalaman mampu menolong klien.
Diangnosa Keperawatan CFH :
1) Decrease cardiac output
2) Pola napas tidak efektif
3) Intoleransi aktivitas
4) Kelebihan volume cairan
5) Kurang pengetahuan
2.1.9.3 Intervensi Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang
dapat mencapai tiap tujuan khusus. Perencanaan keperawatan meliputi perumusan
tujuan, tindakan, dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada klien
berdasarkan analisis pengkajian agar masalah kesehatan dan keperawatan klien
dapat diatasi.
2.1.9.4 Implementasi Keperawatan
13

Merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana rencana


keperawatan dilaksananakan: melaksanakan intervensi/aktivitas yang telah
ditentukan, pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan
aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan klien.
Agar implementasi perencaan dapat tepat waktu dan efektif terhadap biaya,
pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas perawatan klien, kemudian bila
perawtan telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap
setiap intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedian
perawatan lainnya kemudian dengan menggunakan data dapat mengevaluasi dan
merevisi rencana perawatan dalam tahap proses keperawatan berikutnya.
2.1.9.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan, dan perbaikan. Pada tahap
ini perawat menemukan penyebab mengapa suatu proses keperawatan dapat
berhasil atau gagal.(Alfaro-LeFevre, 1994). Perawat menemukan reaksi klien
terhadap intervensi keperawatan yang telah diberikan dan menetapkan apa yang
menjadi sasaran dari rencana keperawatan dapat diterima.Perencanaan merupakan
dasar yang mendukung suatu evaluasi.
2.2 Kebutuhan Dasar Manusia Kebutuhan aktivitas
2.2.1 Definisi Aktivitas
Salah satu tanda kesehatan adalah adanya kemampuan seseorang
melakukan aktivitas, seperti berdiri, berjalan dan bekerja. Kemampuan aktivitas
seseorang tidak terlepas dari keadekuatan sistem persarafan dan
muskuloskeletal.
Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana manusia
memerlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup.
14

2.2.2 Fisiologi Aktivitas

Pergerakan merupakan rangkaian yang terintegrasi antara sistem


muskuloskeletal dan sistem persarafan.
Sistem skeletal berfungsi:
1) Mendukung dan memberi bentuk jaringan tubuh
2) Melindungi bagian tubuh tertentu seperti paru, hati, ginjal, otak
3) Tempat melekatnya otot dan tendon
4) Sumber mineral seperti garam dan fosfat
5) Tempat produksi sel darah.
Ada 206 tulang dalam struktur tubuh manusia yang kemudian
dikelompokkan menjadi tulang panjang, tulang pendek, tulang keras, tulang
ekstremitas dan tulang tak beraturan. Antara tulang yang satu dengan tulang
yang lain dihubungkan dengan sendi yang yang memungkinkan terjadinya
pergerakan. Tulang dan sendi membentuk rangka, sedangkan sistem otot
berfungsi sebagai:
1) Pergerakan
2) Membentuk postur
3) Produksi panas karena adanya kontraksi dan relaksasi

Sistem persarafan berfungsi sebagai:


1) Saraf afferent menerima rangsangan dari luar
kemudian diteruskan ke susuna saraf pusat
15

2) Sel saraf atau neuron membawa impuls dan kemudian memberikan respons
melalui saraf efferent
3) Saraf efferent menerima respond an diteruskan ke otot rangka.
Ada tiga faktor penting proses terjadinya pergerakan atau kontraksi yaitu:

2.2.2.1 Stimulasi saraf motorik


Kontraksi otot dimulai karena adanya stimulasi dari saraf motorik yang
dikontrol oleh korteks serebri, cerebellum, batang otak, dan bangsal
ganglia.
Upper motor neuron merupakan saraf yang berjalan dari otak ke sinaps
pada bagian anterior horn medulla spinalis sedangkan lower motor
neuron merupakan saraf-saraf yang keluar dari medulla spinalis menuju
ke otot
rangka.
Signal listrik dan potensial aksi terjadi sepanjang mealin sepanjang
akson saraf motorik yang berjalan secara salutatory conduction. Impuls
listrik berjalan dari saraf motorik ke sel otot melalui sinaps dengan
bantuan neurotransmitter aserilkolin.
2.2.2.2 Transmisi neuromuscular
Aserilkolin dihasilkan dari vesikel pada akson terminal. Adanya
depolarisasi dan potensial aksi pada akson terminal merangsang ion
kalsium dari cairan ekstraseluler kemudian terjadi perpindahan ke
membran akson terminal.
Bersamaan dengan itu, molekul asetilkolin masuk ke celah sinaps yang
selanjutnya akan ditangkap oleh reseptor maka terjadilah potensial aksi
pada sel otot dan terjadilah kontraksi. Setelah asetilkolin terpakai
selanjutnya dipecah atau dihidrolis oleh enzim asetilkolnesterase
menjadi kolin yang kemudian ditranspor kembali ke akson untuk bahan
pembentukan asetilkolin.
2.2.2.3 Eksitasi-kontraksi coupling
Merupakan mekanisme molekuler peristiwa kontraksi. Adanya impuls
di neuron motorik menimbulkan ujung akson melepaskan asetilkolin
dan
16

menimbulkan potensial aksi di serat otot. Potensial aksi menyebar ke


seluruh serat otot sampai ke sistem T.
keadaan ini mempengaruhi retikulum sarkoplasma melepaskan ion
kalsium yang kemudian diikat oleh troponin C, sehingga ikatan troponin
I dengan aktin terlepas. Lepasnya ikatan troponin I dengan aktin
menimbulkan tropomiosin bergeser dan terbukalah celah atau biding
site aktin sehingga terjadi ikatan antara aktin dan miosin serta kontraksi
otot terjadi.
2.2.3 Energi Untuk Kontraksi
Energi untuk kontraksi diperoleh dari Adenosine Triphospat (ATP),
sebelum dapat digunakan ATP dipecah menjadi ADP dan ionorganik fosfat
oleh enzim adenosine triphospat yang terjadi pada miosin.
ATP+H2O ADP + H2PO4 + 1200 kal
Fosfokreatin + ADP kreatin + ATP
Asam lemak bebas CO2 + H2O +
ATP

Hasil metabolisme anaerobpada otot setelah oksigen habis untuk


kontraksi adalah asam laktat yang mempunyai efek nyeri. Asam laktat akan
terurai kembali setelah suplai oksigen normal.
2.2.4 Tipe Kontraksi
1) Kontraksi isometrik terjadi saat otot membentuk daya atau tegangan tanpa
harus memendek untuk memindahkan suatu beban, misalnya gerakan
mendorong meja dengan tangan lurus, tegangan yang terbentuk dalam otot
untuk mempertahankan kepala dan tubuh untuk tetap tegak.
2) Kontraksi isotonik adalah kontraksi yang terjadi saat otot memendek untuk
mengangkat atau memindahkan suatu beban.
Masalah yang terjadi berhubungan dengan otot:
17

1) Atropi Otot merupakan keadaan dimana otot menjadi mengecil karena


tidak terpakai dan pada akhirnya serabut otot akan diinfiltrasi dan diganti
dengan jaringan fibrosa dan lemak.
2) Hipertropi otot merupakan pembesaran otot, terjadi akibat aktivitas otot
yang kuat dan berulang, jumlah serabut tidak bertambah tetapi ada
peningkatan diameter dan panjang serabut terkait dengan unsur-unsur
filamen.
3) Nekrosis (jaringan mati) terjadi akibat trauma atau iskemia dimana proses
regenerasi otot sangat minim.
4) Emosi
Rasa aman dan gembira dapat mempengaruhi aktivitas tubuh seseorang.
Keresahan dan kesusahan dapat menghilangkan semangat yang kemudian
dapat dimanifestasikan dengan kurangnya aktivitas.
5) Kelemahan neuromuskuler dan skeletal
Adanya abnormal postur seperti skoliosis, lordosis, dan kiposis dapat
berpengaruh terhadap pergerakan.
6) Pekerjaan
Seseorang yang bekerja dikantor kurang melakukan aktivitas bila
dibandingkan dengan petani atau buruh.
2.2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Kurangnya Pergerakan
2.2.5.1 Gangguan muskuloskeletal
1) Osteoporosis
2) Atropi
3) Kontraktur
4) Kekakuan dan sakit sendi
2.3.5.2 Gangguan kardiovaskuler
1) Postural hipotensi
2) Vasodilatasi vena
3) Peningkatan penggunaan valsava manuver
2.3.5.3 Gangguan sistem respirasi
1) Penurunan gerak pernapasan
2) Bertambahnya sekresi paru
18

3) Atelektasis
4) Hipostatis pneumonia.

2.2.5.1 Manajemen Asuhan Keperawatan Kebutuhan Dasar Manusia


1) Pengkajian
a. Tingkat aktivitas sehari-hari
1) Pola aktivitas sehari-hari
2) Jenis, frekuensi, dan lamanya latihan fisik
b. Tingkat kelelahan
1) Aktivitas yang membuat lelah
2) Riwayat sesak napas
b. Gangguan pergerakan
1) Penyebab gangguan pergerakan

2) Tanda dan gejala

3) Efek dari gangguan pergerakan

c. Pemeriksaan fisik
1) Tingkat kesadaran
2) Postur atau bentuk tubuh: skoliosis, kiposis, lordosis, cara berjalan
3) Ekstremitas:
a) Kelemahan
b) Gangguan sensorik
c) Tonus otot
d) Atropi
e) Tremor
f) Gerakan tak terkendali
g) Kekuatan otot
h) Kemampuan berjalan, duduk, berdiri
i) Nyeri sendi
j) Kekakuan sendi
Diagnosa Keperawatan Dan Intervensi
19

a. Intoleransi aktifitas
Definisi : Kondisi dimana seseorang mengalami penurunan energy fisiologis
untuk melkukan aktifitas sehari-hari.

Kemungkinan berhubungan dengan:


1) Kelemahan umum
2) Bedrest yang lama/ imobilisasi
3) Motivasi yang kurang
4) Pembatasan pergerakan
5) Nyeri
Kemungkinan data yang ditemuakan:
1) Verbal adanya kelemahan
2) Sesak nafas / pucat
3) Kesulitan dalam pergerakan
4) Abnormal nadi, tekanan darah terhadap respons aktivitas
Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada :
1) Anemia
2) Gagal jantung
3) Gangguan jantung
4) Kardiak aritmia
5) COPD
6) Gangguan metabolisme
7) Gangguan muskuloskelatal
Tujuan yang diharapakan:
1) Kelemahan berkurang
2) Berpartisipasi dalam perawatan diri
3) Mempertahankan kemampuan aktivitas septimal mungkin.
No Intervensi Rasional
1 Monitor keterbatasan aktivitas, Merencanakan intervensi tepat
kelemahan saat aktivitas
2 Bantu pasien dalam melakukan Pasien dapat memilih dan
aktivitas sendiri merencanakannya sendiri
20

3 Catat tanda vital sebelum dan sesudah Mengkaji seberapa jauh perbedaan
aktivitas peningkatan selama aktifitas
4 Kalaborasi dengan dan fisioterapi Meningkatkan kerjasama tim dan
dalam latihan aktivitas perawat holistic
5 Berikan diet yang adekuat dengan Metabolisme membutuhkan energi
kalaborasi ahli gizi
6 Beikan pendidikan tentang Perawatan diri
a. Peruahan gaya hidup untuk
menyimpan energi
b. Penggunaan alat bantu gerak

b. Keletihan
Definisi : kondisi dimana sesearang mengalami perasaan letih yang
berlebihan secara terusmenerus dan penurunan kapasitas
kerja fisik dan mental yang tidak dapat hilang dengan
istirahat.
Kemungkinan berhubungan dengan:
1) Menurunya produksi metabolisme
2) Pembatasan diet
3) Anemia
4) Ketidakseimbangan glukosa dan elektrolit
Kemungkinan yang ditemukan:
1) Kekurangan energy
2) Ketidakmampuan melakukan aktivitas
3) Menurunya penampilan
4) Lethargi
Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada:
1) Anemia
2) Kanker
3) Depresi
4) Diabetes militus
Tujuan yang diharapkan :
21

1) Pasien mengatakan keletihan berkurang


2) Meningkanya tingkat energy
3) Pasien dapat melakukan aktivitas sesuai kemampuanya secara bertahap.

No Intervensi Rasional
1 Monitor keterbatasan aktivitas, Merencana intervensi tepat
kelemahaan saat aktivitas
2 Bantu pasien dalam melakukan Pasien dapat memilih dan
aktivitas sendiri merencanakannya sendiri
3 Catat tanda vital sebelum dan Peningkatan selama aktivitas
mengkaji sejauh mana perbedaan
sesudah aktivitas aktivitas
4 Kalaborasi dengan dokter Perawatan holistic
5 Istirahat yang adekuat setelah Membantu mengembalikan energi
latihan aktivitas
6 Kalaborasi ahli gizi Untuk meningkatkan kesehatan
tubuh
7 Berikan pendidikan tentang Meningkatkan pengetahuan
Penggunaan alat gerak/bantu

c. Ganggauan mobilitas fisik


Definisi : kondisi dimana pasien tidak mampu melakukan pergerakan secara
mandiri.

Kemungkinan berhubungan dengan:


1) Gangguan persepsi kognitif
2) Imobilisasi
3) Gangguan neuromuskuler
4) Kelemahan /paralisis
5) Pasien dengan traksi
Kemungkinan data yang ditemukan:
1) Gangguan dalam pergerakan
22

2) Keterbatasan dalam pergerakan


3) Menurunnya kekuatan otot
4) Nyeri saat pergerakan
5) Kontraksi dan atropi otot
Kondisi klinis terjadi pada:
1) Fraktur kasus dengan traksi
2) Reumatik atritis
3) Stroke
4) Depresi
5) Ganggaun neuromuskuler
Tujuan yang diharapkan:
1) Pasien dapat menunjukkan peningkatan mobilitas
2) Pasien mengatakn terjadi peningkatan aktivitas
No Intervensi Rasional
1 Lakukan penegtahuan tentang : Memberiri pengetahuan
 Pencegah konstipasi dan perawatan diri
 Body mekanik dan posisi
 Latihan dan istirahat
2 Lakukan kerja sama dengan keluarga dalam Meneruskan setelah
perawatan pasien pulang
3 Bantu paien dalam memutuskan penggunaan Menenukan pilihan yang
alat bantu bejalan tepat dalam penggunaan
alat
4 Lakukan ambulasi sebanyak mungkin jika Imbolasi yang lama dapat
memungkinkan menimbulkan dekubitus

d. Defisit perawatan diri


Definisi : Kondisi dimana pasien tidak dapat melakukan sebagian atau
seluruh aktivitas sehari-hari seperti makan, berpakaian mandi dll.
Kemungkinan berhubungan dengan:
1) Gangguan neuromuskuler
2) Menurunnya kekuatan otot
23

3) Menurunkan kontrl otot dan koordinasi


4) Kerusakan persepsi kognitif
5) Depresi
6) Gangguan fisik
Kemungkinan data yang ditemukan:

1) Ketidakmampuan melakukan aktifitas sehari-hari


2) Frustasi
Kondisi klinis memungkinkan terjadi pada:
1) Gangguan serebral vaskuler
2) Trauma medulla spinalis
3) Demensia
4) Depresi
5) Kekurangan energy
6) Gangguan otot
7) Kerusakan kognitif

Tujuan yang diharapkan:


Pasien dapat melakukan perawatan diri secara aman
No Intervensi Rasional
1 Lakuka kajian kemampuan Memberikan informasi dasar dalam
pasien dalam perawatan diri menentukan renvana perawatan
terutama ADL
2 Berikan penjelasan sebelum Meningkatkan self sdteem dan motivasi
melakukan tinakan
3 Selama melakukan aktivitas Meningkatkan self estem
berikan dukungan dan pujian
kepada pasien
4 Lakukan lathan aktif dan pasief Untuk meningkatkan sirkulasi darah
5 Monitor tanda-tanda vital Mengecek perubahan keadaan pasien
6 Monitor pergerakan usus dan Mengetahui fungsi usus dan bl adder
bladder
24

You might also like