You are on page 1of 11

KETIMPANGAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA DI DAERAH HASIL PEMEKARAN:

STUDI KASUS DI PROVINSI BANTEN DAN GORONTALO


(The Regional Disparities and Economic Development of Regencies/Manucipalities
in the Decentraliced Regions: Case Study in Banten and Gorontalo Province)
Suhartono
P3DI Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik
Gedung Nusantara 1 Lantai 2, Setjen DPR RI
Jl. Jend. Gatot Subroto, Jakarta Pusat, 10270
Email: suhartonot@yahoo.com
Naskah diterima: 24 Februari 2015
Naskah direvisi: 11 Maret 2015
Naskah diterbitkan: 29 Juni 2015

Abstract
This research aims to analyze the regional disparities and economic development of regencies/municipalities in the decentralized
regions. This research is conducted in the provinces of Banten and Gorontalo by using secondary data in the period of 2007-2011
and primary data collected through FGD and interview. The economic development is analysed by using Klassen Typology and
regional disparities by using Theil Entropi index. This research shows that from 8 Banten’s municipalities, there are four municipalities
categorized as high growth-high income, one municipalities as low growth-high income, one regency as high growth-high income,
and two regencies as low growth-low income. Meanwhile, in Gorontalo from six of its municipalities, there are two municipalities
categorized as high growth-high income, two regencies as high growth-low income, and two regencies as low growth-low income.
Banten has Theil index 3.96 and Gorontalo has Theil index 1.16. Banten has wider regional disparities compared to other regions outside
Java. Regional disparities in Gorontalo are relatively similar with other regions outside Java. One of the factors that substantially
contribute to wide disparities in Banten is the presence of centralized economy in Cilegon, which is situated in the municipality of
Banten and known as the industrial area. Meanwhile, narrow disparity in Gorontalo is influenced by agriculture, a sector from which
people in the area make a living. Therefore, the government should pay more attention on centralized economy, as it could be the
main factor that determines the failure of a decentralization. One of the main factors that contributes to address issues related to
disparities is to create a decentralization.
Keywords: decentralization, economic development, regional disparity, Klassen typology, Theil entropi index

Abstrak
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan ekonomi dan ketimpangan pembangunan antardaerah di daerah hasil
pemekaran. Penelitian dilakukan di Provinsi Banten dan Gorontalo dengan menggunakan data sekunder tahun 2007-2011 dan data
primer hasil wawancara dan FGD. Perkembangan ekonomi dianalisis dengan menggunakan tipologi Klassen, ketimpangan dengan
indeks entropi Theil. Penelitian ini menunjukkan bahwa dari 8 kabupaten/kota, Banten terdapat empat daerah cepat-maju dan cepat-
tumbuh, satu daerah maju tapi tertekan, satu daerah berkembang cepat, dan dua daerah relatif tertinggal. Sedangkan Gorontalo
dari 6 kabupaten/kota terdapat dua daerah cepat-maju dan cepat-tumbuh, dua daerah berkembang cepat, dan dua daerah relatif
tertinggal. Indeks entropi Theil Banten 3,96 dan Gorontalo 1,16. Sebagai daerah hasil pemekaran Banten memiliki ketimpangan paling
tinggi, sedangkan Gorontalo sama dengan ketimpangan yang ada di daerah yang tidak dimekarkan terutama di luar Pulau Jawa.
Salah satu penyumbang terbesar ketimpangan di Banten adanya pemusatan industri di Kota Cilegon. Sedangkan ketimpangan yang
rendah di Gorontalo karena fokus pada pertanian yang merupakan sektor mayoritas masyarakat bekerja. Penelitian ini menyarankan
pemerintah memperhatikan faktor pemusatan ekonomi, karena faktor ini dapat menjadikan kebijakan pemekaran gagal mewujudkan
pemerataan sebagai salah satu tuntutan lahirnya pemekaran.
Kata kunci: pemekaran, pembangunan ekonomi, ketimpangan regional, tipologi Klassen, indeks entropi Theil

Bagi Indonesia sendiri, desentralisasi secara


I. PENDAHULUAN legalitas dimulai dengan lahirnya Undang-Undang
A. Latar Belakang No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Dalam
Reformasi telah mendorong penguatan kebijakan kerangka hukum tersebut telah menghasilkan
desentralisasi. Salah satunya melalui kebijakan enam provinsi baru hasil pemekaran dan 205
pemekaran daerah. Alasannya, sentralitas yang kabupaten/kota baru1. Desentralisasi sendiri dipilih
dibangun pemerintah dalam pembangunan di masa oleh banyak negara dengan sejumlah alasan. Di
orde baru telah menyebabkan ketimpangan regional Amerika Latin, desentralisasi menjadi bagian dari
antardaerah terutama antara Indonesia bagian barat proses pendalaman demokrasi, sedangkan di Asia
dengan Indonesia bagian timur atau antara daerah di Timur sebagai usaha untuk memperbaiki pelayanan
Pulau Jawa dengan di luar Pulau Jawa. publik (Litvack, et al., 1998). Ada yang didasarkan

1
Data Departemen Dalam Negeri yang disampaikan di dalam FGD tanggal 24 September 2014.

Suhartono, Ketimpangan dan Pembangunan Ekonomi Kabupaten/Kota di Daerah Hasil Pemekaran... | 33


pada demokratisasi di tingkat lokal, meningkatkan Provinsi Banten dan Gorontalo merupakan provinsi
efisiensi dalam alokasi barang dan pelayanan publik, hasil pemekaran. Saat penelitian dilakukan kedua
dan mempercepat pembangunan ekonomi. provinsi tersebut telah berusia lebih dari 10 tahun.
Persoalannya, terlepas dari alasan politik Keduanya tentunya telah menghasilkan capaian
terutama dalam kerangka menjaga dan pembangunan, sehingga bisa dikaji dan dibandingkan
mengkonsolidasikan proses demokratisasi di tingkat dengan daerah lainnnya. Kemampuan membangun
lokal dan menjaga hubungan antara pusat dan dan capaian pembangunan daerah hasil pemekaran
daerah, namun kinerja atau capaian pembangunan menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan dari
ekonomi dari daerah hasil pemekaran perlu dikritisi kebijakan desentralisasi. Provinsi Banten dimekarkan
atau dikaji lebih mendalam. Salah satunya dari dari Provinsi Jawa Barat dengan UU No. 23 Tahun 2000
aspek perkembangan ekonomi dan kemampuannya tentang Pembentukan Provinsi Banten. Sedangkan
mengatasi persoalan ketimpangan antardaerah. Provinsi Gorontalo dimekarkan dari Provinsi Sulawesi
Di tengah beragamnya latar belakang dari lahirnya Utara didasarkan pada UU No. 38 Tahun 2000
kebijakan desentralisasi, dalam konteks Indonesia tentang Pembentukan Provinsi Gorontalo tanggal 22
tidak bisa dilepaskan dari fenomena kesenjangan Desember 2000. Provinsi Banten merepresentasikan
pembangunan di Pulau Jawa dengan di luar Pulau daerah di Pulau Jawa dan Provinsi Gorontalo daerah
Jawa, serta antara daerah kaya sumber daya alam di luar Pulau Jawa. Kedua provinsi lahir dalam
dengan yang tidak (Akita & Alisjachbana, 2002 dan tahun yang sama. Dengan membandingkan pola
Booth, 2000). Kesenjangan tersebut dapat dilihat perkembangan ekonomi dan ketimpangan regional
dari fakta bahwa 90 persen kegiatan industri di diharapkan akan diperoleh gambaran kinerja daerah
Indonesia terserap di Jawa dan Sumatera sehingga pemekaran dalam menggerakan ekonominya dan
pajak penghasilan juga terkonsentrasi di wilayah mengatasi persoalan kesenjangan.
yang sama dan berdasarkan data pada tahun 1975-
2004 terdapat kesenjangan yang sangat besar antara B. Permasalahan
provinsi yang kaya dengan yang miskin dengan rasio Kebijakan desentralisasi melalui pemekaran
15,9 (antara Kalimantan Timur dan Maluku) dan daerah dimaksudkan untuk salah satunya
11,3 rasio pengeluaran rumah tangga antara daerah memberikan kewenangan kepada pemerintahan
yang kaya dan miskin (antara Jakarta dengan NTB) baru hasil pemekaran dalam mempercepat
(Kuncoro, 2009: 383). pembangunan dan mengatasi ketimpangan
Berangkat dari tujuan pemekaran untuk distribusi pendapatan. Persoalannya bagaimana
mensejahterakan masyarakat2, dan dengan pola perkembangan ekonomi di daerah otonomi
didasarkan pada asumsi bahwa pemekaran baru (Banten dan Gorontalo) setelah dimekarkan
dapat mempersingkat rentang kendali antara dan bagaimana kondisi ketimpangan regional di dua
pemerintahan dengan masyarakat yang dilayaninya, provinsi tersebut.
memperbaiki pemerataan pembangunan, dan
membuka kemungkinan mengalirnya sumber daya ke C. Tujuan
daerah yang belum berkembang, penelitian ini ingin Penelitian ini bertujuan untuk pertama,
menjawab apakah kebijakan pembentukan daerah mengetahui pola perkembangan ekonomi seluruh
otonomi baru dari perspektif pembangunan telah kabupaten/kota yang menjadi bagian dari dua daerah
memenuhi tujuan dari kebijakan tersebut. Untuk yang masuk kategori daerah otonomi baru hasil
menguji seberapa jauh keberhasilan dari kebijakan dari pemekaran di UU No. 22 Tahun 1999 tentang
desentralisasi melalui kebijakan pembentukan Otonomi Daerah. Kedua mengukur ketimpangan
daerah otonomi baru atau pemekaran3, penelitian pendapatan regional dari kabupaten/kota di kedua
ini mencoba menganalisis sisi pertumbuhan dan provinsi tersebut. Ketiga membandingkan pola
ketimpangan pembangunan ekonomi di daerah hasil perkembangan ekonomi dan ketimpangan regional
pemekaran tersebut. antara dua provinsi hasil pemekaran yang satu
Untuk meneliti hal tersebut, penelitian ini berada di Pulau Jawa dan di luar Pulau Jawa.
mengambil studi di Provinsi Banten dan Gorontalo.
II. KERANGKA TEORI

2
Lihat Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun Desentralisasi menjadi pilihan suatu negara
2000. untuk mempercepat pembangunan ekonomi.

3
Dalam pengertian Depdagri (hasil FGD), daerah otonomi
Pemikiran ini berangkat dari salah satu elemen
baru digunakan untuk daerah yang baru dimekarkan
dengan umur di bawah 3 tahun, sedangkan daerah hasil desentralisasi berupa pelimpahan sejumlah
pemekaran digunakan untuk menyebut daerah otonomi kewenangan pemerintah pusat kepada daerah.
baru yang telah berumur lebih dari 3 tahun. Pelimpahan ini menyebabkan daerah memiliki

34 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 6 No. 1, Juni 2015 33 - 43


kewenangan penuh dan jarak yang pendek antara yang mengalami kegagalan, ketika desentralisasi
pemerintah ke masyarakat untuk memberikan dan melahirkan desentralisasi korupsi, rent seeker
mendistribusikan barang dan pelayanan publik. atau berkembangnya informal economy atau
Kebijakan desentralisasi sebagaimana diatur underground economy sebagai akibat pengaruh
dalam UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi penguasaan elit atau elite capture (Ratnawati, et.al.,
Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2007). Distorsi oleh kalangan elit setelah mendapat
2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria limpahan kewenangan dalam praktik desentralisasi
Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan memengaruhi capaian dari tujuan desentralisasi,
Daerah dalam bentuk pemekaran secara filosofis karena elit memanfaatkan desentralisasi lebih
berkeinginan meningkatkan kesejahteraan untuk mencapai tujuan elit dan kelompoknya.
masyarakat. Hal tersebut dibangun di atas dasar Padahal untuk efektifitas implementasi kebijakan
asumsi bahwa pemekaran daerah atau pembentukan desentralisasi dibutuhkan dukungan tata kelola
daerah otonomi baru akan memperpendek pemerintahan yang baik, kelembagaan, politik,
rentang kendali pemerintahan dalam melayani keuangan, dan peraturan hukum yang kondusif.
masyarakatnya, mempercepat pemerataan, dan Hal yang sama juga dibutuhkan untuk efektifitas
membuka peluang mengalirnya sumber daya untuk pembangunan. Sebaliknya pembangunan yang efektif
membangun daerah otonomi baru yang sebelumnya dapat memperkuat otonomi dan juga menurunkan
terisolir atau jauh dari pusat pertumbuhan. derajat konflik, karena pembangunan secara efektif
Menurut pemikiran Rondinelli dan Cheema memberikan manfaat atau keuntungan ke daerah
(1983: 14-16), desentralisasi memiliki sisi positif dan semua kelompok masyarakat termasuk kepada
atau manfaat bagi masyarakat di daerah. Dari sisi masyarakat yang sebelumnya masuk kategori miskin
pembangunan desentralisasi, pertama mengatasi dan tertinggal, ketika sumber konflik terletak pada
keterbatasan pemerintah pusat dalam menyusun ketidakpuasan akibat kesenjangan.
perencanaan pembangunan yang adaptif terhadap Di sisi lainnya desentralisasi dinilai dapat
kebutuhan daerah. Kedua, desentralisasi dapat mengganggu stabilitas ekonomi dan mengurangi
memotong jalur birokrasi dalam pengambilan kualitas efisiensi dalam hal fungsi alokasi fiskal
keputusan, karena tingkat pengambilan keputusan dan produksi serta tumbuhnya praktik korupsi
yang diserahkan ke pemerintah daerah akan (Prud’homme, 1995). Desentralisasi yang diterapkan
mempersingkat proses pengambilan keputusan. di negara berkembang bila tidak dijalankan secara
Ketiga, pengambil kebijakan di tingkat daerah menjadi tepat, maka akan memberikan akibat buruk di dalam
lebih sensitif terhadap kebutuhan masyarakat di penerapannya.
daerah. Keempat, desentralisasi akan mengefektifkan Adanya distorsi dalam penerapan desentralisasi
keterlibatan yang lebih baik dari pemerintah pusat akan berpengaruh pada kemampuan daerah
bagi daerah-daerah yang terpencil atau sangat jauh dalam menjaga keberlangsungan pembangunan
dari pusat, ketika rencana pemerintah tidak dipahami dan kesejahteraan masyarakatnya. Keraguan
oleh masyarakat setempat atau dihambat oleh elite akan kemampuan negara dalam membangun dan
lokal, dan di sisi lainnya kemampuan pemerintah memberikan kesejahteraan pada masyarakatnya
sangat terbatas. Kelima, desentralisasi membuka secara konsisten dijelaskan oleh Kuznets dengan
representasi kelompok masyarakat yang lebih kurvanya yang menjelaskan bahwa daerah atau
luas di dalam proses perencanaan pembangunan negara yang telah berkembang akan mengalami
dan kesempatan dalam alokasi sumber daya dan peningkatan ketimpangan pendapatan dan selanjutnya
investasi pemerintah. Keenam, dengan menyediakan turun (Acemoglu & Robinson, 2002). Pertumbuhan
model alternatif cara pembuatan kebijaksanaan, ekonomi pada dasarnya memberikan landasan
desentralisasi dapat meningkatkan pengaruh atau bagi keberlangsungan ekonomi dan peningkatan
pengawasan atas berbagai aktivitas yang dilakukan kesejahteraan. Namun, ketika secara bersamaan
oleh elite lokal, yang seringkali tidak simpatik dengan terdapat pertumbuhan penduduk, maka negara atau
program pembangunan nasional dan tidak sensitif daerah akan mengalami peningkatan konsumsi. Untuk
terhadap kebutuhan kalangan miskin di pedesaan. memenuhi konsumsi itu negara atau daerah harus
Penelitian lain berdasarkan data di 30 negara menghasilkan output sehingga dapat meningkatkan
menunjukan bahwa desentralisasi memiliki dampak pendapatannya. Ketika pertumbuhan ekonomi tidak
negatif terhadap korupsi terutama di negara yang diikuti dengan penambahan kesempatan kerja (fungsi
menganut sistem negara kesatuan dibanding negara distribusi pendapatan dan produksi) akan meningkatkan
federal (Gurgur & Shah, 2014). ketimpangan dalam penambahan pendapatan dan
Dalam praktiknya tidak semua kebijakan selanjutnya penduduk yang tidak terserap atau
desentralisasi mencapai tujuannya, tetapi ada menganggur dalam proses produksi menjadi penduduk

Suhartono, Ketimpangan dan Pembangunan Ekonomi Kabupaten/Kota di Daerah Hasil Pemekaran... | 35


miskin atau secara agregat daerah menjadi tertinggal. Riau juga memiliki indeks yang tinggi sebesar 1,16.
Pertumbuhan yang tidak merata di suatu daerah, dapat Penelitian di Provinsi Jambi pada tahun 2001-2009,
dipengaruhi oleh pemusatan atau gravitasi kegiatan dari 10 daerah kabupaten/kota, satu masuk kategori
ekonomi dan pertumbuhan pada salah satu daerah, cepat maju dan tumbuh, dua berkembang cepat,
sehingga daerah lainnya tidak memiliki kesempatan dua maju tetapi lamban tumbuh dan empat relatif
untuk tumbuh secara bersamaan. tertinggal (Umiyati, 2012). Indeks entropi Theil rata-
Untuk menganalisis lebih jauh kinerja rata Provinsi Jambi pada kurun waktu tahun 2001-
pembangunan dari daerah otonomi baru dalam 2009 berada pada kisaran 0,13 hingga 0,15.
perspektif ruang telah dikembangkan sejumlah Penelitian perkembangan ekonomi dan
pendekatan. Salah satunya alat analisis yang ketimpangan dengan menggunakan analisis Klassen
dikembangkan oleh Klassen dengan menggunakan baru dilakukan pada daerah-daerah yang dibentuk
data pertumbuhan ekonomi dan distribusi sebelum lahirnya kebijakan otonomi daerah
pendapatan, yang dikenal dengan tipologi Klassen. berkembang dalam payung hukum UU No. 22 Tahun
Dalam tipologi Klassen akan diperoleh empat 1999 tentang Otonomi Daerah. Selain itu, sejumlah
karakteristik pola pertumbuhan dan struktur penelitian tersebut belum melakukan perbandingan
ekonomi yang berbeda, yaitu daerah cepat-maju antarprovinsi. Hasil penelitian tersebut menjadi dasar
dan cepat-tumbuh (high growth and high income), bagi penelitian ini untuk menggambarkan kondisi dari
daerah maju tapi tertekan (high income but low daerah pemekaran di tingkat provinsi yang dilakukan
growth), daerah berkembang cepat (high growth but dalam payung hukum kebijakan otonomi daerah.
income), dan daerah relatif tertinggal (low growth Selanjutnya penelitian ini melakukan pembandingan
and low income) (Aswandi & Kuncoro, 2002). dengan menggunakan alat analisis yang sama seperti
Sedangkan untuk mengukur tingkat kesenjangan penelitian sebelumnya.
dapat diukur dengan pendekatan konsentrasi spasial.
Salah satunya dengan ukuran yang dikembangkan III. METODOLOGI
dalam konsep indeks entropi Theil. Ukuran ini sendiri A. Metode Pengumpulan Data
dikembangkan dari teori informasi dalam mengukur Data penelitian terdiri dari data kuantitatif dan
ketimpangan ekonomi. Indeks entropi Theil dapat kualitatif. Data kuantitatif dikumpulkan dengan cara
digunakan untuk membuat suatu perbandingan mendatangi dan meminta data dari instansi terkait
dalam kurun waktu tertentu dan menyediakan dan Badan Pusat Statitistik (BPS) di daerah penelitian.
penjelasan secara rinci unit geografis yang lebih kecil. Data pada BPS daerah diharapkan mewakili gambaran
Bila indeks entropi mendekati nol maka pemerataan data daerah secara lebih spesifik. Sedangkan untuk
mendekati sempurna dan sebaliknya apabila menganalisis lebih jauh diperlukan data kualititatif.
menjauh dari nol maka ketimpangan semakin tinggi Data kualitatif dikumpulkan dengan cara wawancara
(Kuncoro, 2004: 136). langsung dengan petunjuk pertanyaan dan dengan
Penelitian tentang pola perkembangan ekonomi forum group discussion (FGD). Narasumber atau
dan ketimpangan regional dengan menggunakan informan dalam pengumpulan data kualitatif dipilih
tipologi Klassen dan indeks entropi Theil sudah banyak sesuai kemampuan dan keahlian terkait kebutuhan
dilakukan. Contohnya studi di Nusa Tenggara Barat untuk menjelaskan lebih jauh terkait data yang
dengan data tahun 2006-2009, di mana terdapat dikumpulkan. Penelitian lapangan di Provinsi
perbedaan kategori kemajuan pembangunan. Dari 11 Gorontalo dilakukan pada April 2014 dan Provinsi
kabupaten/kota, empat daerah masuk kategori relatif Banten pada Juni 2014.
tertinggal, dua berkembang cepat, dua daerah maju
tapi lamban tumbuh dan dua lagi cepat maju dan cepat B. Metode Analisis Data
tumbuh (Meilani & Wuryandani, 2012). Sedangkan Untuk menganalisis data kuantitatif terkait
dari sisi ketimpangan dilihat dari indeks entropi secara dengan pola pertumbuhan dan ketimpangan
regional di Provinsi NTB tergolong tinggi mencapai digunakan teknik analisis Klassen dan Entropi Theil.
1,16. Studi yang sama dengan analisis Klassen dan Data hasil analisis tersebut diperdalam dengan
indeks entropi Theil, terhadap data tahun 2003-2005 analisis kualitatif yang dikumpulkan dengan
di Provinsi Riau yang memiliki 11 daerah kabupaten/ wawancara dengan narasumber yang ditemui dalam
kota, tiga di antaranya masuk kategori relatif penelitian lapangan. Data kualitatif digunakan
tertinggal, empat daerah berkategori berkembang untuk mendiskusikan dan menginterpretasikan
cepat, tiga daerah maju tapi lamban tumbuh dan satu hasil dari data kuantitatif yang dianalisis dengan
daerah kategori maju dan cepat tumbuh (Caska & analisis Klassen dan entropi Theil. Berikut penjelasan
Riadi, 2008). Sedangkan dari sisi ketimpangan regional mengenai analisis yang digunakan dalam penelitian.
dengan menggunakan indeks entropi Theil, Provinsi

36 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 6 No. 1, Juni 2015 33 - 43


Tabel 1. Klasifikasi Wilayah menurut Tipologi Klassen Tabel 2 menyajikan gambaran mengenai PDRB
per kapita daerah kabupaten/kota di Provinsi Banten
r dari tahun 2007-2011 dan tingkat pertumbuhan
y
ekonominya. Dari Tabel 2 tampak bahwa Kota Cilegon
memiliki tingkat PDRB per kapita tertinggi atau 10
Daerah cepat maju dan Daerah berkembang kali lipat dari PDRB per kapita dari daerah yang paling
cepat tumbuh cepat
rendah (Lebak). Dari sisi pertumbuhan ekonomi
Daerah maju tapi Daerah relatif tertinggal dalam kurun waktu yang sama, Kota Tangerang
lamban tumbuh Selatan memiliki rata-rata pertumbuhan tertinggi
Keterangan:
ri : laju pertumbuhan ekonomi PDRB wilayah i.
walaupun secara administratif baru terbentuk pada
yi : PDRB per kapita wilayah i. tahun 2009. Sedangkan pertumbuhan ekonomi
r : laju pertumbuhan ekonomi PDRB wilayah referensi. terendah ada di Kabupaten Serang.
y : PDRB per kapita wilayah referensi. Kondisi PDRB dan pertumbuhan ekonomi dari
daerah di wilayah Banten dapat dianalisis dengan
B.1. Analisis Klassen Klassen seperti tergambar pada Tabel 3. Dengan
Klasifikasi daerah menurut Klassen dapat menggunakan analisis Klassen data PDRB dan
digambarkan dalam Tabel 1. pertumbuhan ekonomi daerah di Provinsi Banten
B.2. Indeks Entropi Theil memberikan penjelasan lebih jauh mengenai
 yi  yi   xi  tipologi perkembangan pembangunan dari daerah
I(y)= ∑  y . log  y    …………............... (1)
 x  kabupaten/kota di wilayah Banten. Kota Serang, Kota
  
Tangerang Selatan, Kota Tangerang, dan Kabupaten
Di mana: Tangerang masuk kategori daerah cepat maju dan
I(y) : indeks entropi Theil. cepat tumbuh. Dalam analisis Klassen kondisi PDRB
Yi : PDRB per kapita wilayah i. dan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pandegelang
Y : PDRB per kapita wilayah referensi. dan Lebak masuk kategori daerah relatif tertinggal.
Xi : jumlah penduduk kabupaten/kota i. Kota Cilegon masuk kategori daerah berkembang
X : jumlah penduduk provinsi. cepat. Sedangkan Kabupaten Serang masuk ke dalam
kategori daerah maju dan lamban tumbuh.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Perspektif ketimpangan regional yang diukur
A. Pola Perkembangan Ekonomi dan Ketimpangan dengan indeks entropi Theil yang disajikan pada Tabel
Banten 4. Secara rata-rata Indeks entropi Theil Banten tahun
Perkembangan ekonomi Provinsi Banten 2007-2011 adalah 3,96. Angka ini menunjukkan tingkat
dapat dilihat dari perkembangan PDRB per kapita ketimpangan yang sangat tinggi. Ketimpangan regional
dan pertumbuhan ekonominya. PDRB per kapita terbesar terjadi di Kota Cilegon dan ketimpangan
menggambarkan produktivitas dari penduduknya regional terendah di Kabupaten Lebak. Perbedaan
dalam satu kurun waktu tertentu. Sedangkan data yang terbesar dengan yang terkecil mencapai 20
pertumbuhan PDRB menjadi dasar laju pertumbuhan kali lipatnya. Angka indeks yang sampai empat digit
ekonomi suatu daerah. menjauh dari nol tersebut lebih tinggi dibanding
Tabel 2. PDRB Per Kapita dan Pertumbuhan Ekonomi daerah lain seperti NTB dan Riau yang secara rata-rata
Banten Tahun 2007-2011 antara 1 dan 2 sedangkan Jambi di bawah 1.
Rata-Rata Rata-Rata Laju Tabel 3. Tipologi Perkembangan Pembangunan di Provinsi
Kabupaten/Kota PDRB Per Pertumbuhan Banten
Kapita (Rp) Ekonomi (Persen)
1. Pandegelang 6.811.762 5,32 r
y
2. Lebak 6.284.910 5,28
3. Tanggerang 11.665.175 5,85 Daerah cepat maju dan cepat Daerah
4. Serang 8.505.755 4,32 tumbuh: berkembang
• Kota Serang, Kota cepat:
5. Kota Tangerang 29.335.876 6,50 Tangerang Selatan, Kota • Kota Cilegon
6. Kota Cilegon 65.056.689 5,49 Tangerang, Kabupaten
Tangerang
7. Kota serang 8.969.716 6,63
Daerah maju tapi lamban Daerah relatif
Kota Tangerang tumbuh: tertinggal:
8. 8.382.000 8,54
Selatan • Kabupaten Serang • Pandegelang
Banten 7.522.585 5,80 dan Lebak
Sumber: Data BPS, diolah tahun 2012.

Suhartono, Ketimpangan dan Pembangunan Ekonomi Kabupaten/Kota di Daerah Hasil Pemekaran... | 37


Tabel 4. Indeks Entropi Theil di Provinsi Banten Tahun 2007-2011
Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010 2011 Rata-Rata
1. Pandegelang 0,71 0,82 0,87 0,84 0,89 0,83
2. Lebak 0,59 0,70 0,73 0,84 0,89 0,71
3. Tanggerang 0,92 1,01 1,02 1,10 0,95 1,00
4. Serang 0,82 0,91 1,11 0,99 1,07 0,98
5. Kota Tangerang 5,19 5,37 5,68 5,14 5,47 5,37
6. Kota Cilegon 15,36 17,13 18,31 24,59 25,66 20,21
7. Kota Serang - - 1,68 1,57 1,68 1,64
8. Kota Tangerang Selatan - - - 0,71 1,12 0,92
Provinsi Banten 3,93 4,32 4,20 4,47 4,72 3,96
Sumber : Data BPS 2012, diolah.

Berdasarkan persandingan antara tipologi Klassen Kota Cilegon dan Kota Tangerang secara tajam
di Provinsi Banten dengan ketimpangan regional menunjukkan perbedaan karakteristik ekonominya
tahun 2007-2011 (Tabel 5), terlihat bahwa di daerah dengan daerah lainnya di Banten, karena angka
cepat maju dan cepat tumbuh (Kota Tangerang dan ketimpangan regional yang tinggi. Kota Cilegon
Kota Serang) dan daerah berkembang cepat (Kota dan Kota Tangerang yang menjadi daerah industri
Cilegon) terdapat ketimpangan regional yang besar. dan jasa memiliki tingkat perkembangan ekonomi
Daerah maju tapi lamban tumbuh (Kabupaten Serang) yang tinggi dan secara langsung menghasilkan
dan daerah relatif tertinggal (Kabupaten Lebak dan pendapatan per kapita tinggi, namun sekaligus
Pandegelang) terdapat ketimpangan regional yang memiliki tingkat ketimpangan yang tinggi secara
kecil. Kota Tangerang Selatan yang baru dimekarkan regional. Ini menunjukkan sebagai kota industri, nilai
dari Kabupaten Tangerang pada tahun 2009 sebagai produksi (PDRB) yang tinggi tidak secara bersamaan
daerah yang cepat maju dan cepat tumbuh memiliki pendapatan per kapita tidak terbagi secara merata.
tingkat ketimpangan yang kecil. Hal ini disebabkan industri banyak dimiliki pemodal
Daerah cepat maju dan cepat tumbuh kecuali dari luar Banten dan produknya diekspor sehingga
Tangerang Selatan dan daerah berkembang cepat di pendapatan perkapita tidak terdistribusi secara
Provinsi Banten memiliki ketimpangan yang besar. merata ke daerah Banten.
Hal ini menunjukkan hubungan antara pendapatan Sedangkan daerah-daerah tertinggal (Lebak dan
per kapita yang tinggi dengan ketimpangan regional. Pandegelang) secara umum memiliki ketimpangan
yang rendah juga memberikan gambaran pendapatan
Tabel 5. Perbandingan Tipologi Klassen dan per kapita yang rendah merata di kabupaten
Ketimpangan Regional di Provinsi Banten tersebut. Hal ini disebabkan pendapatan per kapita
2007-2011 penduduknya mengandalkan dari produk pertanian
Indeks Entropi Theil
berbeda dengan daerah industri di Banten. Sedangkan
Tipologi Klassen daerah maju tapi lamban tumbuh (Kabupaten Serang)
IET < 1 IET > 1 memiliki ketimpangan yang rendah karena secara
Kota Tangerang umum masih mengandalkan pertanian.
Daerah cepat
Kota Tangerang
maju dan cepat Kota Serang
tumbuh
Selatan B. Pola Perkembangan Ekonomi dan Ketimpangan
Kab. Tangerang di Provinsi Gorontalo
Daerah maju tapi Perkembangan PDRB per kapita dan
Kabupaten Serang
lamban tumbuh pertumbuhan ekonomi daerah kabupaten/kota di
Daerah
Provinsi Gorontalo seperti disajikan pada Tabel 6.
Kota Cilegon Kabupaten Pohuwato memiliki PDRB per kapita
berkembang cepat
tertinggi dan terendahnya adalah Kabupaten Bone
Kabupaten
Daerah Relatif Pandegelang
Bolango. Dari sisi pertumbuhan dalam tahun 2007-
Tertinggal 2011, pertumbuhan ekonomi tertinggi berada
Kabupaten Lebak di Kabupaten Gorontalo, sedangkan terendah di
Sumber: BPS diolah 2012. Kabupaten Bone Bolango.

38 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 6 No. 1, Juni 2015 33 - 43


Tabel 6. PDRB Per Kapita dan Pertumbuhan Ekonomi Tabel 8. Indeks Entropi Theil di Provinsi Gorontalo Tahun
Provinsi Gorontalo Tahun 2007-2011 2007-2011
Rata-Rata Rata-Rata
Kabupaten/
No. PDRB Per Kapita Laju Pertumbuhan Kabupaten/ Rata-
Kota No. 2007 2008 2009 2010 2011
(Rp) Ekonomi (Persen) Kota Rata
1. Boalemo 2.441.315 7,01
2. Gorontalo 2.316.973 7,57 1. Boalemo 0,77 0,76 0,77 0,79 0,86 0,79

3. Pohuwato 4.043.037 7,38 2. Gorontalo 0,37 0,29 0,36 0,35 0,39 0,35

Bone 3. Pohuwato 1,72 1,75 1,76 1,54 1,72 1,70


6,45
4. Bolango 1.951.823
Bone
4. 0,55 0,56 0,56 0,50 0,54 0,54
Gorontalo Bolango
7,50
5. Utara 1.994.946
Gorontalo
5. 0,65 0,68 0,69 0,63 0,68 0,66
Kota Utara
7,51
6. Gorontalo 3.267.285
Kota
6. 1,06 1,08 1,05 1,00 1,09 1,06
Provinsi Gorontalo
7,24
  Gorontalo 2.723.148 Provinsi
  0,85 0,86 0,87 0,80 0,88 0,85
Sumber: BPS diolah 2012. Gorontalo

Kondisi PDRB dan pertumbuhan ekonomi di Sumber: Data BPS 2012, diolah.

kabupaten/kota Provinsi Gorontalo dalam analisis Berdasarkan persandingan antara hasil analisis
Klassen menghasilkan tipologi seperti tampak pada Klassen antardaerah di Provinsi Gorontalo dengan
Tabel 7. Kabupaten Pohuwato dan Kota Gorontalo ketimpangan regional tahun 2007-2011 pada Tabel
masuk kategori daerah cepat tumbuh dan maju. 9 menggambarkan bahwa daerah maju dan cepat
Kabupaten Gorontalo Utara dan Gorontalo masuk tumbuh (Kota Gorontalo dan Kabupaten Pohuwato)
kategori berkembang cepat. Sedangkan Kabupaten memiliki indeks ketimpangan di atas 1 atau paling
Boalemo dan Bone Bolango masuk dalam kategori tinggi diantara daerah lainnya. Sedangkan daerah
daerah tertinggal. Dalam kurun waktu tahun 2007- berkembang cepat (Kabupaten Gorontalo dan
2011 ini tidak ada daerah di Gorontalo menurut Kabupaten Gorontalo Utara) dan daerah tertinggal
tipologi Klassen masuk sebagai daerah maju tapi (Kabupaten Boalemo dan Bone Bolango) memiliki
lambat tumbuh. indeks entropi di bawah 1. Gambaran ketimpangan
Dalam perspektif ketimpangan regional yang yang besar di daerah maju dan cepat tumbuh di
diukur dalam indeks entropi Theil seperti tampak Gorontalo sejalan dengan gambaran di Provinsi
dalam Tabel 8, diperoleh gambaran bahwa indeks Banten yang berarti menunjukkan adanya hubungan
entropi Theil Gorontalo tahun 2007-2011 adalah antara tingginya tingkat pendapatan per kapita
0,85. Angka ini menunjukkan tingkat ketimpangan dengan ketimpangan regional. Kabupaten Pohuwato
yang rendah dibandingkan dengan Banten, bahkan memiliki pendapatan per kapita yang tinggi karena
dari NTB, Riau, dan Jambi. Ketimpangan regional memiliki basis ekonomi yang tinggi pada produk
terbesar terjadi di Kabupaten Pohuwato dan perkebunan dan pertambangan dengan wilayah yang
terendah di kabupaten Gorontalo. paling luas dan jumlah penduduk yang relatif rendah
Tabel 7. Tipologi Perkembangan Pembangunan Daerah menyebabkan per kapita Kabupaten Pohuwato
Gorontalo tertinggi. Selain itu, peran dari transmigran yang
memiliki etos kerja yang baik menyebabkan tingkat
r y produktivitas yang tinggi dari Kabupaten Pohuwato.
Sedangkan Kota Gorontalo sebagai ibu kota provinsi
ri > r Daerah cepat maju Daerah berkembang cepat: kemajuan pembangunannya didukung oleh aktivitas
dan cepat tumbuh: • Gorontalo Utara, pemerintahan yang mendominasi kegiatan ekonomi
• Kabupaten Kabupaten Gorontalo masyarakatnya.
Pohuwato dan
Kota Gorontalo
Namun, sebagai provinsi hasil pemekaran, dan
kabupaten hasil pemekaran seperti Kabupaten
ri < r Daerah maju tapi Daerah relatif tertinggal: Gorontalo dan Kabupaten Gorontalo Utara yang
lamban tumbuh: • Boalemo dan Bone
• -- Bolango
masuk kategori berkembang cepat memiliki
Indeks entropi Theil di bawah 1 yang menunjukkan
ketimpangan yang relatif rendah, dibanding daerah

Suhartono, Ketimpangan dan Pembangunan Ekonomi Kabupaten/Kota di Daerah Hasil Pemekaran... | 39


di Banten, daerah dalam kategori ini memiliki pemekaran sekalipun pola perkembangan ekonomi
ketimpangan yang tinggi. Kedua kabupaten di mengikuti perkembangan yang ada. Pemekaran
Gorontalo yang berkembang cepat dengan Indeks wilayah yang dimaksudkan untuk memperkecil
entropi Theil yang rendah kemungkinan dipengaruhi ketimpangan pada sisi ini sulit mengendalikan
oleh masih dominannya sektor pertanian sebagai ketimpangan, karena daerah-daerah hasil pemekaran
lapangan kerja utama, seperti tergambar dari sudah membawa pola perkembangan ekonomi yang
angkatan kerja tahun 2012-2013 yang bekerja secara instrinsik dibawa dari daerah induknya.
di sektor pertanian di Kabupaten Gorontalo Tingkat ketimpangan Gorontalo lebih baik
mencapai 39 persen dibanding sektor industri dibanding Banten. Pola ketimpangan Gorontalo
hanya 15 persen dan jasa 13 persen (BPS Kabupaten setipe dengan ketimpangan daerah di luar pulau
Gorontalo, 2014). Sedangkan daerah tertinggal Jawa seperti di NTB, Jambi, dan Riau yang masih
(Bone Bolango dan Boalemo) di Gorontalo memiliki di angka digit 1 atau di bawahnya. Sedangkan
tingkat ketimpangan yang rendah walaupun secara ketimpangan di Banten keluar dari pola tersebut.
ketimpangan regionalnya lebih tinggi dari daerah Sebagai daerah hasil pemekaran dari Jawa Barat,
Kabupaten Gorontalo yang masuk kategori daerah pola ketimpangannya merupakan bawaan kondisi
berkembang cepat. Boalemo memiliki ketimpangan geografis ekonomi sebelum pemekaran. Kota Cilegon
yang lebih tinggi dibanding dengan Gorontalo Utara. dan Kota Tangerang yang angka Theil-nya tinggi
Ini menunjukkan walaupun tertinggal Boalemo memiliki peran berbeda dalam konteks pertumbuhan
memiliki persoalan dalam pemerataan pendapatan ekonomi wilayah Banten. Khususnya Cilegon dengan
per kapita. PDRB yang tinggi jumlah pembagi atau penduduknya
paling kecil di antara daerah lainnya di Banten. Kondisi
C. Perkembangan Ekonomi dan Ketimpangan ini menyebabkan angka ketimpangan regional yang
Daerah Hasil Pemekaran tinggi disebabkan struktur ekonomi dan penduduk
Dari analisis Klassen dan Theil terhadap dua Kota Cilegon berbeda jauh dengan daerah lainnya di
Provinsi hasil pemekaran menunjukkan adanya Banten. Kota Tangerang karakteristiknya mendekati
persamaan dan perbedaan diantara kedua provinsi Kota Cilegon, namun jumlah penduduknya yang
tersebut. Persamaannya ketimpangan terendah ada besar sehingga walaupun angka Theilnya tinggi tapi
di daerah yang masuk kategori tertinggal sedangkan tidak setinggi Kota Cilegon.
ketimpangan tertinggi terjadi di daerah maju dan Ketimpangan yang tinggi bisa dijelaskan juga
cepat tumbuh. Pola ini memberikan indikasi bahwa dengan melihat struktur PDRB Banten yang pada
pertumbuhan ekonomi menyebabkan adanya tahun 2007-2011 (Gambar 1) yang mencerminkan
gravitasi ekonomi atau pemusatan pertumbuhan, karakteristik daerah industri dengan sumbangan
sehingga daerah yang maju juga akan mengalami sektor usaha sekunder (industri manufaktur,
percepatan pertumbuhan. Namun dalam kacamata bangunan listrik, dan air bersih) mencapai 54,80
ketimpangan, pertumbuhan tersebut tidak diikuti persen, sektor usaha tersier (transportasi, keuangan,
dengan pemerataan. Ini menyebabkan di daerah hasil dan jasa-jasa) 37,14 persen dan sektor primer
Tabel 9. Perbandingan Tipologi Klassen dan Ketimpangan (pertanian dan pertambangan) 8,06 persen. Selain
Regional di Provinsi Gorontalo 2007-2011 itu Gambar 1 menggambarkan perkembangan
dan kecenderungan dari kontribusi sektor usaha
Tipologi Klassen Indeks Entropi Theil
di Banten, di mana menggambarkan dominannya
IET < 1 IET > 1 perkembangan sektor usaha sekunder yang bertumpu
Daerah cepat Kota Gorontalo pada industri manufaktur. Dominannya sektor
maju dan cepat manufaktur dan penyebaran penduduk memperkuat
tumbuh Kab. Pohuwato yang tidak seimbang, di mana PDRB Cilegon yang
Daerah maju
tinggi sedangkan penduduknya paling kecil di
tapi lamban antara daerah lainnya di Banten menyumbangkan
tumbuh terbentuknya pemusatan ekonomi dan ketimpangan
pembangunan. Kondisi tersebut menyebabkan PDRB
Daerah Kab. Gorontalo
berkembang yang besar sumbangan manufaktur tidak terdistribusi
cepat Kab. Gorontalo Utara secara seimbang atau dinikmati secara merata oleh
penduduk Banten yang mayoritas penduduk Banten
Daerah relatif Kab. Boalemo
tertinggal tinggal di luar Cilegon.
Kab. Bone Bolango Berbeda dengan struktur PDRB Banten,
Sumber: BPS diolah 2012 struktur PDRB Provinsi Gorontalo, yang pada awal
pembentukan provinsi mencapai lebih dari 30

40 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 6 No. 1, Juni 2015 33 - 43


Sumber: RKPD Provinsi Banten.
Gambar 1. Kontribusi Sektor PDRB Harga Berlaku dalam Struktur Perekonomian Provinsi Banten Tahun
2007-2011
persen, berasal dari sektor pertanian dan sektor rendah.
jasa, terutama jasa pemerintahan yang mencapai Kondisi ketimpangan Gorontalo jauh lebih
25 persen dan perkembangannya, berubah pada rendah dari Banten. Hal ini bukan karena efektivitas
tahun 2013 menurun menjadi 28 persen (BPS dari kebijakan pemekaran sehingga pemerintah
Provinsi Gorontalo, 2014: 14-16). Struktur PDRB daerah hasil pemekaran mempunyai kewenangan
Gorontalo berbeda dengan Banten di mana sektor dan sumber daya yang cukup untuk mengendalikan
pertanian hanya berkontribusi sebesar 8 persen. ketimpangan, namun pola pertumbuhan
Struktur PDRB Gorontalo tersebut memperkuat ekonominya sesuai dengan struktur distribusi
distribusi pendapatan karena mayoritas penduduk tenaga kerjanya yang masih dominan bekerja di
bekerja di sektor pertanian dan penggerak ekonomi sektor pertanian. Pengaruh tersebut bisa dilacak
masih bertumpu pada belanja pemerintah karena dari pandangan Bappeda Gorontalo4, ketika daerah
kontribusinya yang besar setelah pertanian. melihat kebijakan pemekaran dapat mempercepat
Sedangkan Kabupaten Pohuwato memiliki pemerataan pembangunan, karena pemekaran
pendapatan per kapita tertinggi karena merupakan dapat memenuhi kebutuhan fiskal daerah yang
daerah dengan wilayah pertanian yang paling luas tertinggal. Daerah yang dimekarkan akan meningkat
dan dengan jumlah penduduk yang kepadatan paling status administrasinya dan memungkinkan untuk
rendah. Sedangkan Kota Gorontalo mengandalkan meningkatkan kapasitas belanja pembangunan
pada aktivitas pemerintahan, di mana kontribusi jasa dalam rencana pembangunannya. Selain itu, peran
pemerintahan mencapai 25 persen dari PDRB-nya. pemerintah daerah dalam menentukan prioritas
Daerah hasil pemekaran dalam konteks pembangunan ekonomi pada pengembangan
pertumbuhan ekonomi, ketika struktur ekonominya komoditas unggulan di sektor pertanian sejalan
sudah berkembang pada basis industri, tingkat dengan masih dominannya sektor pertanian sebagai
ketimpangannya menjadi tinggi, berbeda dengan lapangan kerja utama masyarakat Gorontalo.
daerah yang masih bertumpu pada sektor pertanian. Kondisi berbeda dihadapi oleh Banten, yang
Hal ini disebabkan ketika daerah PDRB-nya terbesar pemerintahan daerah hasil pemekaran menghadapi
dari sektor industri tidak sejalan dengan mayoritas realitas bahwa Banten sudah terbentuk pemusatan
penduduknya yang bekerja di sektor pertanian. ekonomi dan pembangunannya menjadi daerah
Sebaliknya daerah yang masih mengandalkan sektor pusat industri dan pertanian. Pemerintah daerah
pertanian dan penduduknya bekerja di sektor
tersebut memiliki angka ketimpangan regional yang 4
Wawancara dengan Bappeda Provinsi Gorontalo 15 April
2014.

Suhartono, Ketimpangan dan Pembangunan Ekonomi Kabupaten/Kota di Daerah Hasil Pemekaran... | 41


Banten tidak bisa dengan mudah memberikan menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintahan
prioritas pembangunan pada sektor tertentu, daerah yang dilahirkan dari hasil pemekaran.
seperti di Gorontalo. Sejumlah kota di wilayahnya Struktur ekonomi yang dibawa dan mengandung
seperti Kota Tangerang, Cilegon, dan Kabupaten potensi ketimpangan sebagaimana dihadapi oleh
Tangerang telah berkembang menjadi kota Provinsi Banten menjadi tantangan pemerintah
industri dan jasa, namun Kabupaten Pandegelang daerahnya dalam membangun konektivitas ekonomi
pengembangannya berhadapan dengan realitas antarwilayahnya, terutama dalam mengatasi
sebagian besar daerahnya adalah kawasan hutan persoalan ketimpangan.
lindung, sehingga secara tata ruang dan wilayah Penelitian ini memiliki sejumlah keterbatasan
tidak memiliki potensi untuk dipromosikan maupun dan kelemahan. Keterbatasan dari penelitian ini
dikembangkan sebagaimana kota industri lainnya di ada pada tingkat pembandingan daerah yang
Banten. Keterbatasan tersebut, menurut Bappeda masih terbatas pada perbandingan tingkat provinsi.
Pandegelang5 dari 141 desa di Pandegelang ada Tentunya diperlukan pembandingan antara daerah
131 desa dalam kategori tertinggal. Pemerintah kabupaten/kota untuk memperoleh variabel baru
Banten belum mampu membangun konektivitas yang lebih bisa menjelaskan fenomena ketimpangan
ekonomi antara daerah industri dengan daerah pembangunan. Pembandingan dilakukan
sekitarnya yang berbasis pada pertanian, sehingga antarkabupaten/kota yang memiliki kategori yang
kinerja PDRB dan pendapatan per kapita yang tinggi sama tentunya diharapkan dapat memperoleh faktor
di daerah industri tidak memiliki pengaruh pada penyebab ketimpangan dan perbedaan kinerja
daerah pertanian di sekitarnya. Kenyataan tersebut ekonomi dalam payung otonomi daerah atau sebagai
memperkuat gambaran ketimpangan dari sisi ruang daerah pemekaran. Selain itu penelitian memiliki
diantara wilayah yang ada di Banten. kelemahan karena baru sebatas menunjukkan
adanya persoalan kinerja ekonomi dan ketimpangan
V. SIMPULAN DAN SARAN dari daerah hasil pemekaran, namun belum secara
A. Simpulan jauh mengungkap faktor-faktor penyebabnya.
Pemekaran memberikan kesempatan kepada
daerah hasil pemekaran kewenangan untuk B. Saran
membangun daerahnya, terutama mengatasi Dalam menjalankan kebijakan desentralisasi
kesenjangan antardaerah. Dari studi daerah dalam bentuk pemekaran daerah, pemerintah perlu
pemekaran Provinsi Banten dan Provinsi Gorontalo mempertimbangkan aspek pemusatan ekonomi dari
diperoleh gambaran bahwa ketimpangan di Provinsi sisi ruang dari daerah yang akan dimekarkan. Daerah
Banten dalam indeks Theil sangat tinggi dibanding yang telah menjadi pusat industri cenderung tumbuh
Provinsi Gorontalo. Indeks entropi Theil Provinsi lebih cepat sedangkan daerah dengan mengandalkan
Banten paling tinggi dibanding provinsi lainnya yang pertanian cenderung lambat namun dengan tingkat
bukan daerah hasil pemekaran. Dibanding Provinsi ketimpangan yang rendah. Apabila pertimbangan
Gorontalo, yang sama-sama sebagai daerah hasil pemusatan ekonomi diabaikan, maka kecenderungan
pemekaran, angka ketimpangan Banten sangat tuntutan untuk pemekaran daerah yang tertinggal
tinggi. Pengaruh struktur ekonomi wilayah di Jawa akan meningkat. Pada akhirnya kebijakan pemekaran
berpengaruh cukup kuat terhadap ketimpangan yang pada mulanya dimaksudkan untuk mengatasi
di Provinsi Banten. Faktor tersebut bisa dijelaskan ketidakpuasan akibat ketimpangan akan menciptakan
dari angka ketimpangan Provinsi Gorontalo sebagai ketimpangan baru karena daerah pemekaran gagal
pembanding memiliki angka yang hampir sama dalam memeratakan pusat pertumbuhan atau
dengan Provinsi lain di luar Pulau Jawa, yang membangun konektivitas antara pusat pertumbuhan
mayoritas bukan hasil pemekaran. dengan daerah sekitarnya.
Dari Provinsi Gorontalo, penelitian ini melihat
bahwa prioritas pembangunan dari pemerintah
daerah yang menyesuaikan dengan potensi ekonomi
daerah dan masyarakatnya sebagian menentukan
keberhasilan dalam mengatasi ketimpangan
antarwilayah. Sedangkan kondisi struktur ekonomi
yang membentuk pemusatan ekonomi saat suatu
daerah belum menjadi daerah yang dimekarkan


5
Wawancara dengan Bappeda Kabupaten Pandegelang 7
Mei 2014.

42 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 6 No. 1, Juni 2015 33 - 43


DAFTAR PUSTAKA Caska dan Riadi, R. M. (2008). Pertumbuhan
dan ketimpangan pembangunan ekonomi
antardaerah di Provinsi Riau. Jurnal Industri dan
Perkotaan, Volume XII (21), 1.629-1.642.
Buku
Fitrani, F., Hofman, Bert dan Kaser, Kai. (2005).
Bappenas dan UNDP. (2008). Studi evaluasi dampak
Unity in diversity? the creation of new local
pemekaran daerah 2001-2007. Jakarta: BRIDGE
government in a decentralising Indonesia.
(Building and Reinventing Decentralised
Bulletin of Indonesian Economic Studies, 41(1),
Governance).
57-79.
BPS Provinsi Gorontalo. (2014). Potensi pertanian
Meilani, Hilma dan Wuryandani, Dewi. (2012). Pola
Provinsi Gorontalo-analisis hasil pendataan
perkembangan ekonomi dan ketimpangan
sensus pertanian 2013. Gorontalo: BPS Provinsi
regional di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Jurnal
Gorontalo.
Ekonomi dan Kebijakan Publik, 3(2), 203-214.
Rondinelli, Dennis A. and Cheema, G. Shabbir.
Leigh, Andrew and Pierre, van der Eng. (2009).
(1983). Implementing decentralization
Inequality in Indonesia: what can we learn from
policies: an introduction, in Decentralization
top incomes?. Journal of Public Economics 93,
and development, policy implementation
pp. 209–212.
in developing countries. California: Sage
Publications Inc. Prud’homme, Remy. (1995). The dangers of
decentralization. The World Bank Research
Kuncoro, Mudradjad. (2009). Ekonomika Indonesia.
Observer, 10(2), 201-220.
Yogyakata: UPP STIM YKPN.
Sufirmansyah. (2012). Dampak Kebijakan
Kuncoro, Mudradjad. (2004). Otonomi dan pembangunan
desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan
daerah. Jakarta: Erlangga.
ekonomi, ketimpangan antardaerah, dan
Litvack, J., Ahmad, J., and Bird, R. (1998). Rethinking kemiskinan. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan,
decentralization in developing countries. V(2), 106-125.
Washington DC. The World Bank.
Gurgur, Tugrul and Shah, Anwar. (2014). Localization
Ratnawati, Tri., Salamm, Alfitra., dan Letty Azis, and corruption: panacea or pandora’s box?.
Nyimas Latifah. (2007). Persepsi lokal dan Annals of Economics and Finance, Society for
implementasi UU No. 11 Tahun 2006 tentang AEF, 15(1), 109-136.
Pemerintahan Aceh. Jakarta: LIPI Press.
Umiyati, Etik. (2012). Analisa tipologi pertumbuhan
ekonomi dan disparitas pendapatan dalam
Jurnal implementasi otonomi daerah di Provinsi Jambi.
Acemoglu, Daron and Robinson, James A. (2002). The Jurnal Paradigma Ekonomika, 1(5), 15-21.
political economy of Kuznets Curve. Review of
Development Economics, 6(2), 183-203.
Laporan
Akita, T. and Alisjachbana, A. S. (2002). Regional Departemen Dalam Negeri. (2005). Efektifitas
income inequality in Indonesia and the initial pemekaran wilayah di era otonomi daerah.
impacts of the economic crisis. Bulletin of (Sinopsis Penelitian). Jakarta: Pusat Litbang
Indonesia Economic Studies, 38(2), 201-222. Otonomi Daerah, Badan Penelitian dan
Pengembangan Departemen Dalam Negeri.
Aswandi, H. dan Kuncoro, Mudrajad. (2002). Evaluasi
penetapan kawasan andalan: studi empiris di Lembaga Administrasi Negara. (2005). Laporan
Kalimantan Selatan 1993-1999. Jurnal Ekonomi evaluasi penyelenggaran otonomi daerah
dan Bisnis Indonesia, 17(1), 27-45. periode 1999-2003. Jakarta: Pusat Kajian Kinerja
Otonomi Daerah, Lembaga Administrasi Negara.
Booth, A. (2000). Poverty and inequality in the
Suharto era: an assessment. Bulletin of Indonesia
Economic Studies, 36(1), 73-104.

Suhartono, Ketimpangan dan Pembangunan Ekonomi Kabupaten/Kota di Daerah Hasil Pemekaran... | 43

You might also like