You are on page 1of 7

Asti Widuri, Otitis Media Supuratif Kronik Maligna dengan Tetanus.........................

Otitis Media Supuratif Kronik Maligna dengan Tetanus

Unsafe Chronic Suppurative Otitis Media with Tetanus

Asti Widuri
Bagian Telinga Hidung Tenggorok Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Abstract
The chronic otitis media is a chronic middle ear infection followed by producing
discharge continuously or intermittently, the perforated tympanic membrane and normally
with hearing disorder. It is divided into two types, there are 1) the safe type, the infection
limited to mucous membrane, normally does not affect the bone, seldom inducing dangerous
complication and without cholesteatoma. 2) the unsafe type, the infection passed throught
periosteum and often inducing dangerous intra and extracranial complications.
Tetanus is an infectious disease that caused by exotoxin produced by Clostridium
tetani, the symptom is increasing tonus and skeleton muscle spasm. The spasm begin from
masseter muscle and could spreading to all of the body. Respiratory muscle spasm can caused
mortality in tetanus infection. During more or less four decades of the antibiotic era, during
this era there are many benefit found, including therapy in serious injury that tetanus not
become as threatening. But in slighted little injury such as dental infection, ulcer diabetic,
intravena tool user, and middle ear infection there were as risk factors of tetanus infection.
Unsafe chronic suppurative otitis media that happen erosion bone process can produced
anaerobic condition and become a risk factor on Clostridium tetani growth.
A case of the chronic suppurative otitis media unsafe type with abcess retroauricular
and tetanus infection treated by ENT and Internal department Dr. Sardjito hospital was
reported. After sufficient therapy, the tetanus infection was cured and the patient prepared
for radical mastoidectomy operation to eradication the focal infection and the risk factor to
tetanus infection.

Keywords : tetanus infection, unsafe type of the chronic suppurative otitis media, anaerob
condition.

Abstrak
Otitis media kronik (OMK) adalah infeksi telinga tengah yang berlangsung lebih dari dua
bulan ditandai dengan keluarnya cairan mukopurulen secara terus-menerus, perforasi membran
timpani dan penurunan pendengaran, dibagi menjadi dua jenis yaitu 1) tipe benigna, jika infeksi
terbatas pada mukosa tidak mengenai tulang, jarang menimbulkan komplikasi dan tanpa
kolesteatom.2) tipe maligna, jika infeksi menyebabkan erosi tulang (adanya kolesteatom) dapat
menimbulkan komplikasi ekstrakranial maupun intrakranial.
Tetanus adalah suatu penyakit infeksi kuman Clostridium tetani yang mengeluarkan
eksotoksin, ditandai dengan meningkatnya tonus dan spasme otot rangka. Gejala kaku dan kejang
otot rangka, biasanya pertama kali mengenai otot-otot-rahang dan leher kemudian menyebar ke
seluruh tubuh. Kematian biasanya disebabkan karena spasme pada otot-otot pernafasan. Selama
lebih dari 4 dekade era antibiotik tetanus bukan merupakan ancaman pada trauma besar, tetapi

60
Mutiara Medika
Vol. 8 No. 1:60-66, Januari 2008

pada luka kecil yang terabaikan seperti infeksi gigi, ulkus diabetik, pemakai alat-alat intravena dan
infeksi telinga tengah merupakan faktor risiko infeksi tetanus.
Otitis media kronik tipe maligna yang disertai proses erosi pada tulang dapat menimbulkan
suasana anaerob dan merupakan faktor risiko untuk pertumbuhan bakteri Clostridium tetani.
Telah dilaporkan sebuah kasus tetanus pada pasien Otitis Media Supuratif Kronik tipe
maligna dengan abses retroauricular, dilakukan perawatan bersama dari bagian THT dengan bagian
UPD dan dilakukan operasi mastoidektomi dengan tujuan untuk pembersihan fokal infeksi dan
menghilangkan faktor risiko terjadinya infeksi tetanus.
Kata kunci: infeksi tetanus, kondisi anaerob, otitis media supuratif kronik tipe maligna

Pendahuluan granulasi yang terletak diantara matriks


Tetanus adalah suatu penyakit yang kolesteatom dan permukaan tulang
ditandai dengan meningkatnya tonus dan tergantung pada aktivitas enzimatik
spasme otot rangka yang disebabkan oleh mononuklear , histiocyte-like cell dan letak
kuman Clostridium tetani. Gejala neurologis yang berdekatan dengan tulang. Tekanan
yang timbul diakibatkan oleh eksotoksin mekanik dan pembesaran kolesteaton
kuman, yang menyebabkan rasa kaku dan dapat menginduksi osteoklas untuk erosi
kejang otot rangka, biasanya pertama kali tulang dengan memproduksi asam dan
mengenai otot-otot-rahang dan leher protease dibawah batasnya, selain itu
kemudian menyebar ke seluruh tubuh.1 tekanan tersebut bisa menyebabkan
Tetanus masih merupakan masalah keadaan anoksia yang merupakan
kesehatan di negara-negara berkembang, lingkungan anaerob sehingga merupakan
dengan jumlah kasus sekitar 1 juta media yang cocok untuk perkembangan
pertahun. Penelitian terkini menekankan bakteri anaerob.4
pentingnya penanganan penyakit yang tepat Kuman Clostridium tetani yang
dan cepat, karena walaupun mortalitasnya dapat membentuk spora yang tahan
tinggi akan tetapi bisa dicegah. Tetanus terhadap panas dan desinfektan bisa
dapat terjadi pada populasi tertentu menyebar dan ditemukan pada tanah,
misalnya kelompok geriatri dan kelompok debu, kotoran manusia dan binatang, kebun
pecandu obat intravena. 2 Selain itu tetanus yang dipupuk dengan kotoran binatang5.
juga sering terjadi pada neonatus Jika penderita OMC sering mengkorek-
disebabkan karena proses pemotongan korek telinga dengan sesuatu yang tidak
umbilicus yang tidak steril. steril maka spora dapat ikut masuk ke
Dengan kemajuan penggunaan dalam telinga tengah karena biasanya pada
antibiotika, luka yang besar pada tubuh tidak penderita OMC gendang telinga telah
lagi menjadi ancaman untuk infeksi tetanus, perforasi, bila telinga tengah dalam keadaan
akan tetapi luka kecil yang kadang-kadang anaerob spora dapat berubah dan
terabaikan misalnya infeksi gigi, luka lama memperbanyak diri serta mengeluakan
pada penderita DM, penggunaan alat eksotoksin sehingga timbul gejala klinis.
intravena dan infeksi telinga tengah dapat Kasus otitis media supuratif kronik
menjadi pintu masuknya infeksi tetanus.3 masih merupakan 10 besar penyakit telinga
Otitis media suppurative kronik tipe maligna di Indonesia yang merupakan kompetensi
yang biasanya dijumpai kolesteatom, dapat dokter umum untuk melakukan
menyebabkan proses erosi pada tulang dan penatalaksanaan di Puskesmas, hanya
dapat menimbulkan komplikasi intrakranial pada keadaan timbulnya komplikasi seperti
dan ekstrakranial yang berbahaya. Proses timbulnya kolesteatom yang bersifat
resorbsi tulang yang terjadi karena bahaya, maupun dengan infeksi sekunder
peningkatan inflamasi dengan jaringan seperti tetanus ini yang memerlukan

61
Asti Widuri, Otitis Media Supuratif Kronik Maligna dengan Tetanus.........................

tindakan rujukan ke rumah sakit yang menjadi tidak dapat lagi mengeluarkan
memiliki tenaga spesialis yang lengkap. neurotransmiter.
Tujuan penulisan kasus ini adalah untuk
memberikan wawasan tentang salah satu Otitis Media Kronik Tipe Maligna
kasus otitis media supuratif yang Otitis media kronik (OMK) adalah
memerlukan tindakan rujukan sehingga keadaan infeksi telinga tengah yang
dokter umum yang mendapatkan kasus berlangsung lebih dari dua bulan ditandai
tersebut mampu mendiagnosa dengan dengan keluarnya discharge mukopurulen
benar dan melakukan tindakan rujukan tepat secara terus-menerus, dibagi menjadi tipe
waktu sehingga dapat menyelamatkan benigna dan tipe maligna. Beberapa tanda
pasien dari kematian. klinis yang dapat digunakan sebagai
patokan untuk menentukan OMK tipe
Kekerapan maligna (tipe tulang atau tipe bahaya) adalah
Insidensi tetanus di Negara maju adanya perforasi yang terletak di marginal
cukup rendah di Inggris 6 kasus pertahun, atau di atik dengan sekret berupa nanah dan
Amerika Serikat 35 kasus pada tahun 2000, berbau khas, ditemukannya kolesteatom
akan tetapi pada Negara-negara atau jaringan granulasi yang berasal dari
berkembang kasus tetanus masih telinga tengah. Pada stadium lanjut dapat
menduduki urutan nomor 2 KLB setelah juga ditemukan abses atau fistel
campak dan menyebabkan mortalitas retroaurikuler. Untuk lebih menegakkan
tertinggi. 6 Di rumah sakit Dr. Sardjito diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan
yogyakarta terdapat 18 kasus pada tahun rontgen mastoid, akan tampak tanda-tanda
2000, dan 20 kasus setiap tahun dari tahun mastoiditis dan bayangan kolesteatom.4
2001 sampai 2003 dan di bagian THT
terdapat 5 kasus pada tahun 2003.7 Diagnosis
Penegakan diagnosis tetanus
Patogenesis berdasarkan pada anamnesis dan temuan
Clostridium tetani merupakan suatu klinis saat pemeriksaan fisik. Pengenalan
basilus gram positif yang bersifat obligat tanda dan gejala secara dini merupakan
anaerob, tidak berkapsul dan dapat factor yang sangat esensial dalam
membentuk spora yang apabila masuk penegakan diagnosis. Gejala yang paling
dalam tubuh dapat bertahan dalam jaringan sering adalah trismus, disfagia dan
normal untuk beberapa bulan sampai kekakuan otot atau spasme. Tes
beberapa tahun. Dalam keadaan anaerob, laboratorium biasanya untuk menyingkirkan
spora segera berubah dan memperbanyak kemungkinan penyakit lain, kultur C. tetani
diri. Basilus dewasa akan menghasilkan hanya positif pada kurang lebih 30 % kasus
tetanolisin dan tetanospasmin yang dan memerlukan waktu yang lama sehingga
didistribusikan melalui aliran limfe dan kurang berguna dalam menegakkan
pembuluh darah ke ujung akhiran saraf. diagnosis.8
Tetanospasmin akan memasuki system Tes diagnostik sederhana adalah tes
saraf perifer pada myoneural junction spatula yaitu dengan cara memasukkan
kemudian berjalan centripetal/retrogad spatula menyentuh orofarings. Pada
menuju neuron dari susunan saraf pusat. keadaan normal menyebabkan refleks
Panjangnya saraf perifer menentukan muntah dan pasien berusaha
cepatnya penyebaran neurotoksin menuju mengeluarkan spatula. Pada pasien tetanus
susunan saraf pusat. Tetanospasmin terjadi refleks spasme dari maseter yang
memblokade zat inhibitor (GABA-ergic dan menyebabkan pasien menggigit spatula.
glycinergic) aferen sinaps pada motor Tes ini mempunyai sensitivitas 94 % dan
neuron di medulla spinalis dan batang otak. spesifitas 100 %. 9
Neuron yang berikatan dengan toksin

62
Mutiara Medika
Vol. 8 No. 1:60-66, Januari 2008

Penatalaksanaan memonitor system kardiopulmonal, perlu


Tujuan dari pengobatan tetanus pemeliharaan jalan nafas dan perawatan
adalah mengeliminasi sumber toksin, sumber infeksi.1,9
menetralkan toksinyang belum berikatan Pasien yang datang dengan keluhan
(dalam darah / limfe), mencegah spasme, trismus, disfagia, kaku leher harus dipikirkan
memonitor kondisi pasien dan memberikan kemungkinan tetanus meskipun tidak ada
bantuan terutama bantuan pernafasan. luka yang terlihat sebagai sumber infeksi.
Pasien ditempatkan pada ruangan yang Alur untuk penanganan kasus tetanus
sunyi dan gelap di ruang perawatan intensif, adalah:1
yang mempunyai peralatan untuk

Keluhan utama :
• sulit menelan,
• sulit membuka mulut,
• nyeri/kaku leher

Anamnesis: Abses
Inkubasi, onset peritonsiler/parafarings
Pemeriksaan Fisik: Abses alveolar
Umur,tanda vital,status Dislokasi mandibula
THT, tes spatula Keracunan strycnin
Reaksi obathipokalsemia
meningitis rabies

Tentukan
stadium

Stadium I Stadium II Stadium III

Antitoksin, sedatif, Stadium I + Stadium II +


antibiotik, Tracheostomi perawatan di ICU
bersihkan sumber profilaksis Dengan ventilasi
infeksi Observasi Pasang NGT mekanik
ketat Konsul
Anestesi dan UPD

sembuh meninggal

Program
pencegahan

Skema 1 : Alur Penatalaksanaan Kasus Tetanus 1

63
Asti Widuri, Otitis Media Supuratif Kronik Maligna dengan Tetanus.........................

Laporan Kasus tidak enak, dinding kanal tampak


Dilaporkan sebuah kasus dengan mengalami hiperemi. Membrana timpani
identitas Tn. T/30 tahun/laki-laki/alamat kemungkinan perforasi total karena dengan
Banyumas (Bms). Pada anamnesa sondasi pada kavum timpani penuh dengan
didapatkan bahwa penderita 1 bulan granuloma. Sedangkan telinga kiri tidak
sebelum masuk RS mengeluh keluar cairan tampak adanya kelainan.
dari telinga kanan, cairannya kental, berbau Pada pemeriksaan rinoskopi anterior
tidak enak, terus menerus, pendengaran didapatkan dalam batas normal, demikian
telinga kanan berkurang, sakit pada daerah juga pada pemeriksaan orofaring masih
telinga, sakit kepala tapi tidak ada keluhan dalam batas normal. Pemeriksaan
penurunan penglihatan. Penderita sudah laringoskopi indirek maupun rinoskopi
berobat ke dokter umum dan diberikan obat posterior tidak dapat dilakukan karena
tetes telinga yang jenisnya tidak diingat oleh pasien sulit membuka mulu.
penderita. Penderita tidak merasa wajahnya Pemeriksaan tambahan :
lebih miring ke salah satu sisi. Saat ini Laboratorium : didapatkan kenaikan lekosit
penderita tidak mengeluhkan kelainan di (19.000), Hemoglobin 11,laboratorium lain
hidung maupun di tenggorok. 1 mg sebelum normal.
masuk RS penderita mengeluh sulit CT–Scan kepala : Tampak soft tissue
membuka mulut, sulit menelan, leher dan swelling di ekstrakranial regio
belakang telinga terasa kaku, kemudian temporoparietooccipitalis dextra dengan
penderita berobat ke RS Bms dan dirawat gambaran abses subkutis dibawahnya.
inap selama 5 hari, setelah merasa Gambaran mastoiditis granulomatosa
membaik penderita pulang atas permintaan terutama dextra dengan destruksi dinding
sendiri. Dua hari sebelum masuk RS mastoid dextra.
penderita sulit membuka mulut, sulit Hasil Konsultasi :
menelan, timbul bengkak di belakang telinga Unit Penyakit Dalam : Ass. tetanus grade I,
dan sempat kejang, penderita berobat rawat bersama.
kembali ke RS Bms dan langsung dirujuk Terapi yang diberikan :
ke RS Sardjito. Perawatan di ruang isolasi, diet cair, injeksi
Riwayat penyakit dahulu : Sejak masih PP 1.5 juta unit / 6 jam, ATS 5000 U iv& im
kanak-kanak penderita sering mengeluh dan medikamentosa.
keluar cairan dari telinga kanan sampai saat Bagian Gilut : didapatkan gangren pulpa P2
ini kambuh-kambuhan, dan sering kanan dan M1 kiri bisa sebagai fokal infeksi
mengkorek-korek telinga dengan lidi kapas. kemudian dilakukan pencabutan pada tgl 22
Riwayat alergi disangkal, riwayat penyakit -3-05.
kencing manis disangkal. Diagnosa :
Riwayat penyakit keluarga : sakit serupa Tetanus grade I, OMC maligna dengan
disangkal, penyakit kencing manis abses retroauricula.
disangkal. Follow up :
Pemeriksaan fisik : Tanggal 21/3-05
Keadaan umum sedang, kompos mentis, Dilakukan pencabutan gigi P2 kanan dan
gizi cukup. M1 kiri oleh bagian Gilut.
Tanda-tanda vital : Tekanan darah : 110/70 Tanggal 23/3-05
mmHg, Nadi 84 kali/menit, Pernafasan 20 Dilakukan insisi pada retroaurikula dan
kali/menit, suhu 36,50 C. Mulut trismus (+), pengeluaran pus dan pemasangan drain,
rhisus sardonicus (+). pemeriksaan kultur dan sensitivitas dari
Pemeriksaan status lokalis : pus.
Aurikula kanan tampak hiperemi dan sakit Tanggal 28/3-03
bila digerakkan dan belakang telinga Operasi mastoidektomi radikal, didapatkan
bengkak 5x4x3 cm, nyeri tekan (+) fluktuatif jelli perforasi, granuloma kanal dibersihkan
(+), serta liang telinga tampak penuh sampai kavum timpani, didapat 2 kapas,
dengan cairan mukopurulen yang berbau tulang mastoid hancur, tegmen timpani

64
Mutiara Medika
Vol. 8 No. 1:60-66, Januari 2008

berlubang, epitimpani dibersihkan dari Pada kasus ini tidak ditemukan gejala
granuloma dan tulang-tulang pendengaran kelumpuhan nervus facialis kemungkinan
telah rusak, kecuali stapes. karena dekatnya sumber infeksi sehingga
dengan waktu singkat telah menjadi tetanus
Follow up post operasi : generalisata.5,6
Tanggal 30/3-05 Angka kematian tetanus di Amerika
Hasil kultur : Pseudomonas Aeruginosa Serikat hanya 11% dimana prognosis akan
sensitif terhadap ciprofloksasin, membaik bila dilakukan pengawasan dan
terapi diganti Ciprofloxacin 2 x 500 mg, oksigenasi yang baik.8 Sedangkan di bagian
Metronidazol 3 x 500 mg dan Tradosik 2 x 1 THT pada tahun 2003 angka kematian 40
tab % kemungkinan disebabkan karena rata-
Tanggal 2/4-05 rata berusia tua.7 Dari kelima penderita
Penderita pulang dari rumah sakit pada hari tetanus yang dirawat di bagian THT RS Dr.
ke lima setelah operasi. Penyembuhan post Sardjito tidak ada yang memiliki luka di luar
mastoidektomi terjadi setelah hari ke-20. tetapi karena fokal infeksi dari gigi, dari
seluruh kasus juga tidak dijumpai infeksi
pada telinga tengah. 7
Diskusi Oleh karena infeksi telinga tengah
Komplikasi otitis media supuratife terutama tipe tulang atau maligna
kronik dibagi menjadi 2 yaitu ke intracranial dimungkinkan menjadi faktor predisposisi
misalnya abses ekstradural, abses terjadinya infeksi tetanus yang bisa
subdural, tromboplebitis sinus sigmoid, berakibat fatal selain komplikasi intracranial
meningitis, abses otak, hydrocephalus dan maka perlu penanganan yang tepat dalam
ke tulang temporal misalnya paralysis mengeradikasi sumber infeksi dengan
nervus facialis, infeksi labirin. 1 Proses operasi mastoidektomi. Disamping itu
terjadinya komplikasi biasanya karena karena angka kejadian penyakit tetanus di
kolesteatom yang mendestruksi organ Indonesia masih tinggi maka masih
disekitarnya sehingga terjadi penyebaran diperlukan program pencegahan dengan
infeksi ke jaringan lain disekitarnya. 4 cara imunisasi. Penyembuhan luka post
Pada kasus ini kondisi kavum operasi terjadi setelah 20 hari, dan dalam
timpani yang bersifat anaerob juga masa penyembuhan tersebut tidak pernah
memungkinkan terjadinya perkembangan lagi didapatkan lagi gejala-gejala tetanus.
spora tetanus yang tersebar dimana-mana Hal ini menunjukkan bahwa
dan dapat masuk ke telinga tengah karena penatalaksanaan pada pasien ini telah
kebiasaan pasien mengkorek-korek telinga/ berhasil.9
membersihkan telinga yang basah karena
dischargre dengan benda-benda yang
terkontaminasi oleh kuman tersebut. 3 Kesimpulan
Dengan kemajuan terapi antibiotika maka Telah dilaporkan sebuah kasus
luka-luka yang besar tidak lagi menjadi tetanus pada pasien OMSK tipe maligna
ancaman infeksi tetanus, sebaliknya luka- dengan abses temporal dan dapat
luka yang terabaikan misalnya infeksi gigi, dilakukan perawatan bersama dengan
luka lama pada DM, pemakaian alat-alat bagian UPD dan dilakukan pembersihan
intravena dan infeksi telinga tengah sering fokal infeksi dengan cara operatif.
menjadi fokal infeksi tetanus, pada infeksi
telinga tengah ini dapat terjadi tetanus Daftar Pustaka
cephalic yang terjadi karena infeksi sekunder 1. Sugiharta MA. Tetanus, Aspek klinis di
dari luka di kepala atau telinga tengah bidang Ilmu Penyakit Telinga Hidung
dengan gejala kelumpuhan saraf cranial Tenggorok. Referat. Universitas
paling sering nervus facialis, dan Gadjahmada, 2004.
berkembang menjadi tetanus generalisata.

65
Asti Widuri, Otitis Media Supuratif Kronik Maligna dengan Tetanus.........................

2. Hsu SS, Groleau G. Tetanus in the 7. Data. Bagian rekam medik rumah sakit
emergency department: a current Dr. Sardjito 2004.
review. J Emerg Med 2001; 20: 357-365. 8. Khajehdehi P, Rezaian GR. Tetanus in
3. Aydin, Caylan R, Bektas B, Koksal I. the elderly. Isit different from that in
Otolaryngology aspect of tetanus. Eur younger age groups? Gerontol 1998; 44:
Arch otorhinolaryngol 2003; 260: 52-56. 172-175.
4. Thomsen J, Bretlan P, Kristensen HK. 9. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah.
Bone resorbtion in chronic otitis media. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Acta Otolaryngol 1975; 79: 290-298. Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
5. Wakim N, Henderson SO. Tetanus. Top Leher. Soepardi EA, Iskandar N editors.
Emerg Med 2003; 25: 256-261. Edisi 5. FKUI 2001:49-63.
6. Dire DJ. Tetanus Emedicine 2002; July:
1-8.

66

You might also like