You are on page 1of 5

1.

Hukuman Menuduh-nuduh
Perempuan baik-baik dan terhormat yang disebut dalam bahasa al-Quran Muhshanat
yaitu yang terbenteng, aman damai dalam rumahtangganya, kasih setia bersuami-isteri,
pengaruh yang santun terhadap anak-anaknya, dihormati oleh seluruh pelayan dalam rumah
amat baik hubungannya dengan tetangganya. Fikiran mereka hanyalah melaksanakan tugas
sebagai isteri setia atau ibu yang kasih.Menyediakan makanan suami dan menyelenggarakan
pendidikan anak-anak. Seluruh hati, jiwa dan raganya telah diserahkannya kepada suaminya.
Tidak ada ingatan lain.
Dia jujur, sebab itu disangkanya orang lain jujur seperti dia pula. Dia qana'ah
mencukupkan apa yang ada. Jika dia berhias dan bersolek, kasih suaminya lah yang
diharapkannya, bukan supaya menarik minat laki-laki lain. Tidak banyak dia bertandang ke
rumah perempuan lain untuk mengumpat dan memuji, sanjung cela keadaan orang lain. Dapat
saja dia menegakkan ketenteraman rumahtangganya, dia sudah merasa syukur. Sebab dia
merasai sebagai isteri, atau sebagai ibu, bahwa dia mempunyai tanggung jawab besar dan berat,
yang tidak kurang besar dan beratnya daripada tanggung jawab suaminya, yang pagi-pagi
keluar dari rumah, mencari rezeki menurut wadah hidup masing-masing. Dan sore membawa
perolehan berapa dapatnya.
Si suami pun merasalah kebahagiaan besar karena rumahtangga yang demikian. Dia
tidak bermata ke belakang. Dia tidak merasa cemburu dan ragu terhadap isterinya, bahkan
isterinyalah yang akan pemah ragu kepadanya karena matanya lepas buat memandang
perempuan lain. Dia sendiri perempuan terhormat itu, tidak ada yang dipandangnya, melainkan
suaminya serta anak-anaknya. Itulah kebahagiaannya.
Itulah yang dinamai MUHSHANAT. Perempuan yang terbenteng. Kadang mereka
dinamai pula GHAFILAT. Perempuan yang lengah. Segala kelengahan adalah tercela, tetapi
bagi perempuan demikian menjadi pujian. Bila dia berjalan di jalan raya, fikirannya hanya
tertuju kepada urusan yang akan diurusnya, tidak menoleh ke kiri-kanan, tidak bemiat hatinya
hendak lenggang-lenggok supaya mata orang tertarik. Tidak diperdulikannya, bahwa dia tidak
tahu sama sekali bahwa mata pemuda-pemuda jahat sedang menukik kepada wajahnya, menilai
rupanya yang cantik, kadang-kadang ditegur orang dia dengan teguran yang salah, namun
dijawabnya dengan jawaban jujur jua. Dia lengah, sebab dia menyangka hati orang baik semua,
sebaik hatinya yang belum rusak. Hidupnya hanya untuk suaminya, untuk anaknya.
Inilah yang dikatakan Muhshanat dan Ghafilat. Inilah perempuan-perempuan yang
lengah, sebab dia percaya bahwa dalam dirinya tidak ada "penyakit" apa-apa, dia percaya
bahwa ticlak ada orang terhormat yang akan mengganggu itu.
Adalah suatu keajaiban dalam jiwa manusia! Apabila seorang perempuan Muhshanat
dan Ghafilat itu, sekali telah jatuh bentengnya, karena tak dapat menahan hawa nafsunya, atau
rayuan iblis yang mengganggu kesuciannya; sekali saja dia terjatuh, wajahnya pun berubah
sekali, lenggangnya berubah, sikapnya berubah, gunting pakaiannya berubah. Kalau tadinya
dia lengah, tidak ada mengingat hal yang lain kecuali urusannya, apabila dia telah jatuh, maka
segala sikap langkah dan tingkah lakunya itu tidak "lengah" lagi, melainkan semuanya dengan
"perhitungan", yaitu "laki" kepadanya. Dia telah rusak ! Sekali lihat, orang yang arif sudah
dapat mengetahui bahwa perempuan ini telah rusak jiwanya. Sekarang bagaimana dengan
perempuan yang terbenteng dan masih terpelihara kesuciannya itu? .

Perempuan demikianlah yang disebut `imaadul bilad, tianq-tiang negara. Perempuan


demikian yang disebut ibu-ibu yang di bawah telapak kakinya terletak "syurga", sebagaimana
tersebut di dalam Hadits. Pada penghargaan atas isteri yang setia dan ibu yang pengasih itulah
terletak inti kebahagiaan dan ketenteraman negara. Merekalah guru pertama sebelum manusia
masuk ke dalam gelanggang hidup yang luas. Dan apabila seorang laki-laki pulang dari medan
perjuangan hidup, ke dalam penjagaan perempuan demikianlah mereka akan mencari
ketenteraman jiwa. Dan dialah akan didapat apa yang dinamai "sakinah", hati menjadi tetap
dan hilang ragu bagi seorang laki-laki. Dia adalah sendi bangunan negara. Biasanya sendi
tiadalah nampak. Tetapi kalau bangunan telah condong tanda sendinyalah yang telah rusak.
Engkau sendiri hai pemuda. Berapa engkau rasai kasih ibu?
Tiba-tiba keadaan menjadi goncang. Tiba-tiba datang saja tuduhan bahwa orang
perempuan baik-baik seperti demikian berlangkah serong. Seorang perempuan rusak namanya
karena tuduhan. Padahal nama yang tidak pemah rusak karena perzinaan, adalah kekayaan
yang tiada dapat dinilai. Sekarang kekayaan itulah yang dihancurkan orang. Cerita-cerita
demikian lekas benar tersiarnya dari mulut ke mulut. Orang orang yang hasad dengki belum
merasa puas kalau belum memindahkan "rahasia" itu dari mulut ke mulut, sampai hancur nama
itu karena dikunyah, disepah dan dimamah oleh mulut-mulut yang tidak bertanggungjawab.
Bagaimana perasaan anak-anak yang hidup tenteram penuh kepercayaan kepada
ibunya, mendengar nama ibunya menjadi buah mulut orang ? Bagaimana perasaan seorang
suami yang selama ini percaya kepada kesucian isterinya mendengar nama isterinya sudah
menjadi " bola sepak " ?
Masyarakat Islam tidak boleh membiarkan hal itu berlarut-larut.
Seorang perempuan adalah pengharapan satu-satunya buat membina ummat. Tuduhan yang
hanya dapat disahkan ialah yang cukup bukti alasan. Harus ada 4 orang laki-laki yang
menyaksikan bahwa perempuan itu memang berzina dengan seorang laki-laki. Mereka
berempat melihat sendiri dengan mata kepalanya perempuan itu berzina. Mereka harus berani
bersumpah bahwa mereka melihat benar-benar.
Sampai ada ahli-ahli Fiqh memisalkan: "Dilihatnya, laksana melihat pisau dimasukkan
ke dalam sarungnya...!" Sekarang cobalah berfikir, adakah agaknya empat orang laki-laki yang
dipercaya, yang bisa didengar pengakuannya, akan tampil ke muka hakim mengadukan bahwa
mereka melihat orang berzina? Dan berani disumpah? Orang-orang yang bersopan-santun
tidaklah mungkin mengerjakan pekerjaan ini.
Kalau misalnya kebetulan ada 4 orang laki-laki menyaksikan perbuatan demikian,
mereka akan bermusyawarah lebih dahulu yang bermaksud menutup rapat khabar itu. Mereka
akan merasa malu kalau 4 orang laki-laki orang baik-baik dihadapkan ke muka hakim untuk
didengar keterangan mereka bahwa mereka memang benar menyaksikan orang berzina. Dan
orang lain yang akan pergi menonton ke tempat sidang itu pun sudah terang orang yang tidak
begitu tinggi budinya.
Mungkin hal ini hanya akan kejadian kalau sudah terlihat lebih dahulu tanda-tanda pada
perangai atau gerak-gerik perempuan itu sehingga suamiriya cemburu, lalu dicarinya 4 orang
buat turut menyaksikan.
Dan kalau keterangan ini cukup bukti kuat, maka dilakukanlah hukum rajam atau dera
kepada perempuan itu bersama laki-laki yang menzinainya dan dengan itu jatuh hancurlah
nama Muhshanat dan Ghafilatnya itu berganti dengan Zaniat. Sudah teranglah bahwa satu
rumah tangga telah hancur-lebur. Dan sudah terang pula bahwa suami yang mengadukan ke
muka hakim itu lebih keras rasa dendamnya daripada pertimbangannya terutama kalau-dia
telah beranak-anak. Padahal kalau dia seorang lelaki baik-baik, kalau memang dia sudah
merasa angin bahwa isterinya telah beralih, perangainya telah berubah dan sikapnya telah lain,
tidaklah ada pedunya dia mencari 4 saksi buat menyaksikan isterinya berzina. Mudah saja sikap
yang akan diambilnya dan tidak banyak resikonya, yaitu thalaq.
Tersebut hikayat seorang laki-laki mentalak isterinya di zaman Rasulullah s.a.w. Lalu
orang bertanya kepada laki-laki itu: "Sebaik itu isterimu, mengapa engkau talak?" Dia
menjawab: "Dengan segala hormat saya meminta janganlah tuan mencampuri urusan rumah
tangga saya !"Kemudian bekas isterinya itu pun bersuami laki-laki lain. Lalu datang pula
seorang menanyakan kepadanya: "Sayang sekali tuan ceraikan dia. Sekarang dia sudah
bersuami lain. Mengapa diceraikan?" Di samping orang-orang yang menuntut hidup yang
bersopan-santun, di segala zaman dan waktu, akan ada saja orang yang gatal mulut. Maka berita
berita tuduhan-tuduhan buruk kepada orang baik-baik itu tetap akan ada, dari mulut ke mulut,
bisik beranting dalam kalangan orang yang rendah budinya. Hal ini mesti dicegah. Pertama
untuk memelihara ketenteraman rumahtangga orang baik-baik, kedua untuk mencegah
masyarakat jangan sampai menjadi tukang membicarakan berita buruk.
Maka dengan ayat-ayat ini dijelaskan bahwa "barangsiapa yang menuduh perempuan
baik-baik berbuat zina, padahal tidak dapat mengemukakan empat saksi yang melihat jelas
hendaklah si tukang tuduh itu dijatuhi hukuman dengan 80 kali deraan. Dan sejak dia menerima
hukum itu, dicoretlah namanya daripada kesaksian, artinya dalam segala perkara yang terjadi
ke muka hakim, maka orang-orang yang telah pemah dihukum dera karena menuduh itu tidak-
lah akan diterima kesaksian mereka lagi: Sebab mereka itu sudah dicap orang yang fasik,
orang-orang yang durjana yang suka mengacaukan ketenteraman masyarakat.
Orang-orang yang semacam ini adalah orang-orang yang durjana, tidak
bertanggungjawab, mengacau ketenteraman masyarakat, meruntuh kebahagiaan rumahtangga
orang, tukang menyiarkan khabar-khabar yang mengacaukan fikiran. Ini adalah satu hukuman
yang berisi pendidikan tertinggi di dalam membentuk masyarakat Muslim.
Masyarakat Muslim tidak akan mengotori mulutnya dengan khabar-khabar yang
demikian. Kalaupun ada tiga orang laki-laki yang adil yang tidak pembohong, yang benar-
benar melihat orang sedang berzina tidaklah akan menguntungkan kepada dirinya kalau hal ini
dilaporkannya kepada yang berwajib. Bahkan cukup pun berempat, namun faedah melapor-
kannya tidak juga ada. Lebih baik khabar-khabar demikian ditutup rapat, supaya masyarakat
jangan ketularan untuk membicarakan perkara-perkara yang kotor. Maka kalau ditilik syarat-
syarat orang yang menyaksikan itu, yaitu orang baik-baik, orang-orang bisa dipercaya, tidaklah
akan kejadian pelaporan yang demikian. Dan meskipun peraturan ini telah ada, Alhamdulillah,
di dalam sejarah kehidupan Nabi dan para sahabat Muhajirin dan Anshar di Madinah itu
tidaklah ada terdapat riwayat bahwa ada 4 orang terhormat yang pergi melaporkan bahwa
mereka melihat orang berzina.
Sebab orang baik-baik tidaklah akan membuang waktu untuk rnengerjakan pekerjaan
hina dan rendah, mengintip-intip rumah tangga orang bahkan ada sendiri peraturan tegas
melarang mengintip-intip:
‫ب أَ َح ُد ُك ْم أَ ْن َيأ ْ ُك َل‬
ُّ ‫ض ُك ْم بَ ْعضا ً أَ يُ ِح‬
ُ ‫سوا َو ال يَ ْغت َ ْب بَ ْع‬ُ ‫س‬َّ ‫يا أَيُّهَا ا َّلذينَ آ َمنُوا اجْ تَنِبُوا كَثيرا ً ِمنَ ال َّظ ِن إِنَّ بَعْضَ ال َّظ ِن إِثْ ٌم َو ال ت َ َج‬
‫اب َرحي ٌم‬ ٌ ‫َّللاَ تَ َّو‬ َّ ‫لَحْ َم أَخي ِه َميْتا ً فَك َِر ْهت ُ ُموهُ َو اتَّقُوا‬
َّ َّ‫َّللاَ ِإن‬
"Wahai sekalian orang yang beriman, jauhilah olehmu banyak prasangka, karena sebagian
besar sangka-sangka adalah dosa, dan jangan kamu mengintip-intip, dan jangan mengumpat
(gunjing) setengah terhadap yang lain. Sukakah kamu memakan daging saudaramu yang telah
mati, niscaya kamu jijik terhadapnya. Dan takwalah kepada Allah. Sesungguhnya Tuhan Allah
adalah pemberi taubat dan amat kasih-sayang. " (al-Hujurat: 12)
Orang yang beriman, lantaran imannya tidaklah mempunyai kesempatan. buruk sangka,
intip-mengintip kesalahan, atau membicarakan keburukan saudaranya di balik belakangnya.
Membirarakan kecelakaan orang, samalah artinya dengan memakan dagingnya. Maka orang
yang menuduh perempuan baik-baik berzina, artinya samalah dengan menghancurkan rumah
tangga orang dan nama baik orang. Tidaklah yang demikian itu perbuatan orang yang beriman.
Hidup seorang yang beriman, dipenuhi amal dan ibadat kepada Tuhan. Sedangkan
berbuat baik belum terpenuhi semuanya, mengapa dia akan mencela-cela lagi dengan yang
jahat? Meka si penuduh yang tidak mengemukakan 4 saksi yang melihat perbuatan ini
dilakukan, haruslah menerima ganjaran hukuman 80 kali dera, dan sejak kesaksian yang
dikemuka - kannya, walaupun dalam perkara yang benar kejadian, tidaklah akan diterima
kecuali kalau dia telah taubat benar-benar. Tetapi kalau orang benar-benar telah bertaubat ,
niscaya tidak lah dia akan mendekati lagi perkara-perkara yang demikian, sehingga mungkin
dia sendiri yang akan mundur buat selama-lamanya daripada menjadi saksi, kecuali kalau
dipaksa ha - kim. Dari hal kejadian zina ini, samalah intisari agama dan ajaran Nabi-nabi.
Dalam Kitab Taurat ditentukan hukum rajam bagi siapa yang berbuat zina, dan ini jugalah yang
diteruskan oleh Nabi kita Muhammad s.a.w.
Di zaman hidup Nabi Isa a.s., seorang perempuan Yahudi yang berzina telah dibawa
orang ke muka beliau, minta supaya kepadanya dilakukan hukuman rajam itu. Tetapi Nabi Isa
telah menjawab demikian: "Siapa di antara kamu yang tidak berdosa hendaklah dia dahulu
melempar batu kepada perempuan ini." (Injil Yahya, 8:7).
Maka berpandang-pandanganlah orang-orang yang membawa perempuan itu, siapakah
yang terlebih dahulu akan melakukan hukuman itu ? Adakah di antara mereka yang belum
pemah berdosa ? Akhirnya tidak seorang juga yang tampil ke muka buat melempar. Sebab apa
? Sebabnya ialah karena semua sudah mulai memikirkan keadaan diri sendiri. Mereka hanya
ingat dan teliti atas kesalahan yang diperbuat orang lain, padahal mereka pun penuh dosa.
Bukankah hati dengki, sikap sombong, sikap benci, sikap "tungau di seberang lautan nampak,
gajah di pelupuk mata tak nampak" pun suatu kesalahan?
Hanya setingkat itu yang baru dapat dilakukan oleh Nabi Isa a.s. di waktu itu, karena
belum sempat mendirikan kekuasaan. Kekuasaan hukum adalah di tangan bangsa Romawi
pada waktu itu. Kalau beliau salah-salah tindakan pekerjaannya akan dihalangi oleh pihak
penguasa. Nasib Nabi Isa di waktu itu masih sama dengan nasib Nabi Muhammad s.a.w. tatkala
masih di Makkah. Hukuman rajam bagi yang berzina atau 80 kali dera, yang dinamai Haddu
(qadzaf) baru dapat dilakukan setelah pindah ke Madinah artinya setelah berdiri kekuasaan
Agama.
Selanjutnya Nabi Isa pun dangan keras memberi ingat bahaya zina. Lihat apa yang
beliau katakan tentang zina dalam Injil Matius 5: 27. "Kamu sudah mendengar perkataan
demikian." Janganlah engkau berzina. 28. Tetapi aku ini berkata kepadamu, bahwa tiap-tiap
orang yang memandang seorang perempuan serta bergerak syahwatnya, sudahlah dia berzina
dengan dia dalam hatinya. 29. Jikalau mata kanan mendatangkan kesalahan padamu, koreklah
dia, buangkan daripadamu; karena lebih baik engkau hilang sesuatu anggotamu, dari segenap
tubuhmu dibuangkan ke dalam neraka.
Sudah terang bahwa ayat seperti ini, dalam istilah Fiqh Islam, adalah "tartib" namanya,
yaitu ancaman atas betapa beratnya kesalahan berzina. Tidaklah akan ada, atau jaranglah akan
ada orang yang mengorek matanya karena "salah lihat", tetapi amat dalam kesan dalam jiwa
seorang yang beriman. Setelah kekuasaan agama didapat (Nabi Muhammad s.a.w. di
Madinah), pendidikan kemurnian jiwa diteruskan. Setiap orang haruslah membersihkan
hidupnya dari tuduh-menuduh, intip-mengintip. Dan kalau tuduh-menuduh, intip-mengintip itu
sudah terang merugikan masyarakat, dapatlah dilakukan hukuman kepadanya, yaitu didera 80
kali.
2. Penilaian Terhadap Hukum
Ulama-ulama Islam yang hidup di zaman moden ini, yang telah mengaji Ilmu Fiqh
berdalam-dalam mengharap apabila negeri-negeri Islam telah merdeka daripada penjajahan
asing, hendaklah hukum yang tersebut di dalam al-Quran dan Hadits, ditambah dengan
pertimbangan-pertimbangan ulama ulama Mazhab, segera dijalankan. Potong tangan si
pencuri, rajam atau dera yang berzina, atau yang menuduh orang berzina, bakar orang yang
berliwath (melakukan semburit yaitu persetubuhan sejenis).
Tetapi sebaliknya, orang-orang Islam yang telah mempelajari hukum pidana Barat
merasa cemas, kalau peraturan Agama Islam sebagai tersebut dalam al-Quran dan Hadis itu
dilakukan dalam negara moden, niscaya akan berlaku suatu hukum yang terlalu kejam, tidak
sesuai dengan zaman !
Terhadap kepada golongan Ulama itu, dapatlah kita tegaskan bahwa sekalian orang
yang masih ada rasa Islam dalam sanubarinya, tidaklah dia akan membantah kehendak al-
Quran dan Hadits. Sebab menurut Islam sumber hukum ialah Allah dan Rasul. Tetapi harus
diingat pula, bahwa sebelum kekuasaan Islam meratai cara berfikir, maka suasana perjuangan
kita barulah suasana Makkah. Atau suasana Nabi Isa yang menggembleng semangat orang
Yahudi di kala negerinya masih dalam kekuasaan bangsa Romawi.
Dalam tingkat pertama, pekerjaan kita terlebih dahulu ialah memberi Da'wah kepada
masyarakat tentang betapa sebenamya masyarakat Islam itu.Masyarakat Islam hendaklah
masyarakat yang lebih bersih dari tuduh-menuduh, intip-mengintip dan gunjing. Sebelum
hukuman qadzob atau rajam dijalankan, terlebih dahulu hendaklah diusahakan menanamkan
kembali cita masyarakat Islam, bukan semata-mata dari segi menjalan hukum, tetapi haruslah
dalam segala bidangnya.
Kalau cara berfikir ummat Islam telah dituntun oleh kehendak Ilahi, jaranglah akan
kejadian dilakukan hukum itu.Sebab tidak ada orang beriman yang akan sudi empat orang
mengintip orang berzina. Sedang keterangan dari yang kurang dari empat orang, terancam pula
oleh bukuman dera 80 kali. Di zaman Nabi sendiri yang dihukum hanyalah yang datang
mengaku dan minta dihukum.
Adapun bagi mereka yang berpegang atau hendak meniru hukum Barat, hendaklah dia
insaf bahwasanya dasar hukum Barat bukanlah dari Kristen. Orang Barat belum pemah
menghukum "korek mata" siapa yang salah melihat perempuan dengan syahwat. Dalam hal
agama, Barat telah menerima Kristen, tetapi dalam hal hukum mereka masih melanjutkan
hukum Romawi Kuno.
Apakah kita juga akan melanjutkan hukum Romawi ? Datanglah masalah bagi kita
sekarang, terutama setelah negeri-negeri yang lebih banyak berpenduduk Islam, terutama
Tanah air kita Indonesia, buat membangunkan Tanah air kita kembali dalam segala bidangnya.
Termasuk bidang hukum. Tidaklah layak bagi suatu bangsa yang tengah membina peribadinya
sendiri kalau hanya menjadi plat/kaset yang mengulang-ulang ucapan orang lain, yang
mengatakan bahwa hukum Allah dan Rasul adalah kejam nan tidak cocok dengan zaman,
padahal dunia di zaman sekarang tengah mencari kembali nilai-nilai hukum yang abadi. Jangan
kita hanya menjadi Pak Turut, karena kadang-kadang orang yang kita "turut-turuti" itu telah
kembali kepada pangkalan kebenaran dan kita masih menuruti teorinya yang terdahulu tadi,
karena tidak bebas menyelidiki sendiri. Akhirnya ketinggalan "keretapi".
Maka hukum-hukum yang tegas dalam al-Quran itu tetaplah dalam ketegasan dan
kemutlakannya, dan usaha kita bukanlah mengelakkan atau menukarnya, tetapi menyediakan
jiwa dan cara berfikir masyarakat buat menerimanya dengan sam'an wa thaa'atan. Mendengar
dan mernatuhi.
Ingatlah bahwasanya KUHP yang ada sekarang barulah kita salin saja dari "Wetboek
van Strafrecht" pusaka penjajahan, dan kita tengah berusaha mencari nilai sendiri dari sumber
kekuatan kita. Orang Belanda seketika menjajah di Indonesia ini, lebih suka menonjolkan
"Hukum-hukum Adat" (Adatrecht) daripada memberi bernaafas bagi Hukum Islam supaya
berlaku dalam masyarakat Muslimin. Tetapi kalau Hukum Islam telah menjadi "Hukum Adat"
setempat, Belanda berusaha pula menghapuskan "Hukum Adat Islam" itu. Misalnya di
Kesultanan Buton (Sulawesi Tenggara) masih didapati sampai sekarang sebuah batu hamparan
bagi melakukan hukum rajam bagi yang berzina atau potong tangan bagi pencuri. Dan itu ada-
lah "Hukum Adat Buton".
Setelah kekuasaan penjajah Belanda masuk ke negeri itu segera Hukum Adat tersebut
dihapuskan. Moga-moga Angkatan Musa Muslim Indonesia Merdeka yang mempelajari
Hukum Internasional berpengetahuan pula tentang sumber Hukurn Islam dengan segenap
pengantar filsafatnya, sehingga dapat kembali tersusun hukum yang sesuai dengan
Keperibadian Nasional kita , dan yang diterima oleh jiwa bangsa kita.

http://kongaji.tripod.com/myfile/an-nur-ayat-4-5.htm

You might also like