Professional Documents
Culture Documents
6368 13314 1 SM PDF
6368 13314 1 SM PDF
ISSN : 2087-2879
STUDI KASUS: PENDERITA HIV/AIDS YANG DIRAWAT
DENGAN PENYULIT TUBERKULOSIS PARU
Case Study: People with HIV / AIDS Disease are treated with Pulmonary Tuberculosis
Mulyadi
Bagian Pulmonologi, Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala/RSUDZA Banda Aceh
Pulmonology Department, Faculty of Medicine, Syiah Kuala University/ RSUDZA Banda Aceh
E-mail: mul.0862@gmail.com
ABSTRAK
Seorang wanita 21 tahun dirawat dengan keluhan batuk lama, demam, penurunan berat badan yang drastis,
diare kronis, nyeri telan, luka pada mulut dan labia mayora. Radiologi torak didapatkan infiltrat pada kedua
paru. Penderita sebelumnya telah dirawat sebagai penderita HIV/AIDS dan Tuberkulosis (TB) paru (kasus
drop out). Hasil laboratorium didapatkan CD4 absolut : 6; CD 4 % : 3 % , hasil sputum didapatkan bakteri
tahan asam (BTA), ulkus pada oral dan pada labia mayora. Penderita dirawat di ruang isolasi, diberikan : O 2
3 – 4 liter/menit, infus RL / D5 / Aminofusin, dipasang nasogastric tube. Parasetamol 3x500 mg, tranfusi
packet red cell (PRC), Kotrimoksazole 1x960 mg, Nystatin oral drops 4x2 cc, Fluconazole oral 1x100 mg,
Fusidic cream pada labia mayora, Rifamfisin 450 mg, INH 300 mg, Ethambutol 1000 mg. Dalam 4 hari
pertama keadaan umum membaik, diare berkurang. Hari berikutnya keadaan umum menurun diberikan
tambahan antibiotika Ciprofloxacin 200mg/12jam. Penderita dirawat selama 12 hari dengan diagnosa kerja
HIV/AIDS dan TB paru serta infeksi opportunis, penderita meninggal dunia setelah dirawat 12 hari.
ABSTRACT
A woman 21 years old treated with complaints cough, fever, weight loss is drastic, chronic diarrhea, painful
swallowing, sores in the mouth and labia majora. Thoracic radiology obtained infiltrates in both lungs.
Patients had previously been treated as people with HIV / AIDS and Tuberculosis (TB) lung (cases drop out).
Laboratory results obtained absolute CD4: 6; CD 4%: 3%, the results obtained sputum acid-resistant
bacteria (AFB), and oral ulcers on the labia majora. Patients treated in isolation, given: O2 3-4 liters / min,
infusion of RL / D5 / Aminofusin, placed nasogastric tube. 3x500 mg paracetamol, packet red cell transfusion
(PRC), Kotrimoksazole 1x960 mg, nystatin oral drops cc 4x2, 1x100 mg oral fluconazole, fusidic cream on
the labia majora, Rifamfisin 450 mg, 300 mg INH, Ethambutol 1000 mg. In the first 4 days the general
condition improved, reduced diarrhea. The next day the general state of decline given additional antibiotic
Ciprofloxacin 200mg/12 hours. Patients were treated for 12 days with a working diagnosis of HIV / AIDS
and pulmonary tuberculosis and opportunistic infections, the patient died 12 days after being admitted.
125
Idea Nursing Journal Vol. II No. 2
terjadi dalam sel CD4 menghasilkan HIV badan telah meningkat menjadi 46 kg.
baru yang menyebar ke jaringan limfoid. Penderita memiliki riwayat hubungan
Setelah melalui fase yang disebut sindroma seksual diluar nikah, menikah dua kali,
menyerupai mononukleusis dan seterusnya, dan saat ini memiliki suami yang menderita
dalam masa klinis laten jumlah CD4 HIV. Keadaan umum lemah dan berat badan
limfosit T yang makin menurun yang 46 kg. Pada pemeriksaan tanda vital tanggal
mencapai titik kritis dan menjadi risiko 21 April 2011 didapatkan kesadaran kompos
infeksi opportunistik, hal ini berkaitan mentis, tekanan darah 90/50 mmHg, nadi
dengan citokines network yang ikut 80 kali per menit, pernafasan 20 kali per
berperan dan mengakibatkan menit, suhu tubuh aksila 38,2 0C. Pada
imunodefisiensi. (Yunihastuti E, Djauzi S, pemeriksaan fisik kepala/leher didapatkan
Djurban Z, 2005 ) Pola penularan HIV konjunktiva anemis, ulcus pada lidah 2 x 1
berbeda antara satu daerah dengan lainnya, cm, multiple. Pada pemeriksaan torak
saat ini penularan terbanyak secara hetero tanggal 21 April 2011 didapatkan suara
seksual, kemudian dari ibu hamil yang nafas bronko vesikular dan bronkial pada
terinfeksi kepada bayi yang dilahirkan, kedua hemi torak. Didapatkan ulkus labia
homoseksual, pemakaian alat suntik yang majora. Hasil pemeriksaan Radiologi torak
terinfeksi, tranfusi yang terkontaminasi. pada waktu masuk didapatkan infiltrat pada
Diagnosa HIV/AIDS berdasar pada kedua lapangan paru, terutama apek,
kecurigaan faktor risiko, manifestasi klinis, dengan kecurigaan suatu proses spesifik lesi
serta hasil pemeriksaan darah. (Aditama, sedang. Hasil laboratorium tanggal 21 April
2006; Nasronudin, 2007) . 2011 didapatkan Hb 7,8 gr/dl, Leukosit
Saluran nafas bawah merupakan 11.000, Trombosit 735, gula darah sewaktu
organ utama terjadinya infeksi opportunis 120, hapusan sputum BTA +. Dari
pada HIV/AIDS, dalam hal ini jumlah anamnesa dan pemeriksaan fisik, penderita
CD4 dapat menjadi petunjuk, bila CD4 < ini didiagnosa sebagai penderita HIV/AIDS
200 – 250 ml/mm mengakibatkan infeksi dengan TB paru dan Candidiasis oral.
Pneumonitis Carinii Pneumonia dan Penderita dirawat di ruang isolasi.
Mycobacterium Avium Complek, CD4 > Dilakukan pemasangan nasogastric tube
200 – 250 ml/mm mengakibatkan infeksi untuk bantuan nutrisi, diberi O2 3 – 4
Pneumonia bakteri dan Tuberkulosis (TB) l/menit, infus RL /D5 / Aminofusin tiap 8
paru. (Yunihastuti dkk, 2005; Dikromo dkk, jam, tablet multivitamin C dan B complex
2011). 3x1 tablet, Parasetamol 3x500 mg, tranfusi
Berikut akan disampaikan satu studi PRC 2 kolf, Kotrimoksazole 1x960 mg,
kasus penderita HIV/AIDS dan Tb paru Nystatin drops oral 4x2 ml, Fluconazole
kasus drop out yang dirawat di Rumah Sakit oral 1x100 mg, Fusidic cream pada labia
Dr. Zainoel Abidin. mayora / 8 jam, Rifamfisin 450 mg, INH
300 mg, Ethambutol 1000 mg. Direncanakan
pemeriksaan CD4, fungsi hati, fungsi
TINJAUAN KASUS ginjal, elektrolit, pemeriksaan kultur jamur
Seorang wanita 21 tahun, dirawat pada lesi oral, pemeriksaan sputum BTA /
dengan keluhan batuk sejak satu tahun gram / jamur/ kultur sputum. Selama
terakhir, kadang disertai batuk darah, suara penderita dirawat di rumah sakit dalam 4
serak, nyeri menelan, kadang sesak nafas hari pertama, diare berkurang, nyeri telan
disertai demam terutama sore. Penderita berkurang, beberapa pemeriksaan belum
memiliki riwayat diare yang hilang timbul didapat, hingga penderita meninggal dunia
sejak 4 bulan, pada mulut luka yang hilang tanggal 2 Mei 2011 karena kecurigaan
timbul sejak enam bulan lalu. Penderita sepsis. Hasil laboratorium tanggal 24 – 04 -
telah didiagnosa HIV dan TB paru 10 bulan 2011 yang diterima tanggal 04 – 05 – 2011
lalu, namun berhenti minum obat anti (setelah penderita meninggal) didapat : CD4
tuberkulosa sejak 8 bulan lalu. Berat badan absolut = 6 sel/цL, Lymphocyte T helper
pernah turun dari 55 kg menjadi 33 kg sangat kurang, CD4 % = 3 % ; T Lymphs
dalam waktu 4 bulan, namun saat ini berat % of Lymphs (CD3 + /CD45) = 56 % (55-
126
Idea Nursing Journal Mulyadi
84); T Lymphs (CD3+) Abs Cnt = 136 (690 gambaran khas TB pada penderita
-2540); T helper % of Lymphs HIV/AIDS, manifestasi tergantung luas dan
(CD3+/CD45+) = 3 Lc (31 % - 60 %) ; T penyulit yang muncul. Risiko menderita TB
helper Lymphs (CD3+/CD4+) Abs Cnt = 6 pada penderita HIV di negara maju
Lo (410 - 1590); Lymphocyte (CD 45+) mencapai 50% dibanding 10% pada orang
Abs Cnt 243 cells/цL. tanpa HIV. Pada tahun 2005 di RSUD dr.
Soetomo Surabaya infeksi sekunder oleh
DISKUSI karena TB pada penderita HIV mencapai 83
Penderita seorang wanita berusia 21 %. (Nasronudin, 2007; Mulyadi & Fitrika,
tahun, menikah sebanyak dua kali, dan 2010).
memiliki suami menderita HIV. Menurut Masa inkubasi HIV bervariasi antara
WHO dan The Center for Disease Control 1 – 6 tahun, penderita ini didiagnosa HIV
(CDC) 2009, termasuk risiko tinggi sejak 3 tahun lalu, dan didiagnosa
menderita HIV apabila melakukan menderita TB paru 10 bulan dan telah
hubungan suami isteri dengan penderita mendapat terapi obat anti tuberkulosa (OAT)
HIV, berganti pasangan diluar nikah, atau selama 2 bulan, namun berhenti
berhubungan suami isteri dengan pasangan mengkonsumsi OAT karena merasa keadaan
yang memiliki riwayat berganti pasangan membaik. TB merupakan salah satu
sebelumnya dengan risiko pengidap HIV. penyebab progresifitas HIV menjadi AIDS,
Penderita ini sudah didiagnosa menderita kasus TB drop out mengakibatkan
HIV sejak 3 tahun lalu, TB paru sejak 10 progresivitas perjalanan HIV menjadi AIDS
bulan lalu. Hasil pemeriksaan klinis menjadi lebih cepat lagi, pada kasus ini
didapatkan penderita dengan riwayat batuk dapat dilihat pada hasil CD4 absolut = 6 sel
lama, demam, nyeri telan dan penurunan /цL, Lymphocyte T helper sangat kurang.
berat badan yang drastis dalam 4 bulan Infeksi HIV pada CD4 dan makrofag
terakhir serta diare kronis. Manifestasi klinis menyebabkan tidak berfungsinya cell
TB pada HIV/AIDS menyerupai akibat mediated immune response sehingga daya
infeksi lain, demam berkepanjangan tahan penderita HIV menurun, pada kasus
(100%), penurunan berat badan dramatis ini mengakibatkan penyebaran TB lebih
(74%), batuk (37%), diare kronis (28%), progresif hematogen menyebabkan
manifestasi koinfeksi dapat ditinjau dari timbulnya ekstra pulmonary TB di mulut
keluhan berupa infeksi menular seksual, dan labia mayora serta reaktifasi TB
herpes zoster, pneumonia, infeksi bakteri dorman. Prioritas pertama terapi pada
berat, penurunan berat badan > 10% dari penderita HIV/AIDS dengan TB adalah
berat badan basal, diare kronis > 1 bulan, dimulai pengobatan TB serta kotrimoksazol
nyeri retrospinal saat menelan akibat profilaksis segera waktu diagnosis
kandidiasis. (Yunihastuti, 2005). ditegakkan dan selama pengobatan TB,
Gambaran radiologi torak didapatkan selanjutnya pemberian Anti Retrovirus
infiltrat dengan lesi sedang, keadaan ini (ARV) bila CD4 < 200 sel/μl.
sesuai dengan referensi bahwa TB pada Prinsip penatalaksanaan koinfeksi
HIV/AIDS memberi gambaran infiltrat pada HIV dan TB: pemberian antiretroviral,
apek paru sebanyak 41% dengan 86,7% HAART, pengobatan TB sebagai koinfeksi,
lesi luas. Pemeriksaan sputum BTA pada mencegah relaps dan rekuren TB,
kasus ini mendapat hasil positif, menurut mencegah resisten terhadap OAT dan ARV,
penelitian Dikromo dkk (2011) konfirmasi mencegah transmisi HIV dan TB, dukungan
kepositifan bakteriologi TB pada nutrisi berbasis makronutrien dan
HIV/AIDS sebesar 27,7 %. Sepertiga mikronutrien, dukungan psikologis dan
penderita HIV/AIDS mengalami infeksi psikososial, physical exercise.
opportunis, pada kasus HIV dan TB di Regimen OAT pada penderita
negara berkembang TB merupakan HIV/AIDS + TB pada dasarnya sama seperti
penyebab kematian utama akibat infeksi kasus TB lainnya. Pemberian OAT lebih
oportunistik. Sama dengan manifestasi TB lama hingga 4 – 6 bulan pada penderita
pada kasus lain tanpa HIV, tidak ada HIV/ AIDS + TB akan menurunkan tingkat
127
Idea Nursing Journal Vol. II No. 2
128
Idea Nursing Journal Mulyadi
129
Idea Nursing Journal Vol. II No. 2
Hepatitis imbas obat Pirazinamid, Rifampisin, INH Nevirapin, golongan protease inhibitor
Leukopenia, anemia Rifampisin Zidovudin
Sumber : Yunihastuti E (2005)
Pada penderita HIV/AIDS yang saja. Salah satu permasalahan dari TB dan
sedang menjalani terapi ARV dan OAT, AIDS ini adalah terjadinya multi drug
perlu diperhatikan efek samping obat yang resistance (MDR), angka kematian pada
tumpang tindih dan seringkali sulit penderita TB+AIDS dengan MDR yang
ditentukan penyebabnya. Efek samping tinggi (70% - 90%) dalam waktu 4-16
OAT lebih sering terjadi pada penderita minggu sejak diagnosis hingga meninggal,
HIV/AIDS dengan TB dibandingkan (Mulyadi dan Fitrika, 2010; Dikromo,
kelompok TB tanpa HIV. Sebaiknya OAT Antariksa, Nawas, 2011). Pada kasus ini
tidak dimulai bersama-sama dengan ARV seorang penderita HIV dan TB yang tidak
untuk mengurangi kemungkinan interaksi mendapat perawatan TB dengan adekuat
obat, ketidakpatuhan minum obat, dan reaksi mengakibatkan HIV/AIDS menjadi
paradoks (tanda eksaserbasi TB), jika progresif mengakibatkan infeksi opportunis
penderita HIV/AIDS sudah dalam terapi lainnya, kondisi makin buruk dan penderita
ARV, pemberian ARV tetap diteruskan. meninggal dicurigai karena sepsis.
Pemberian OAT fase lanjutan secara
intermitten pada kasus TB deangan HIV, PENUTUP
meningkatkan kemungkinan relaps dan Telah dibahas seorang penderita
gagal pengobatan 2 – 3 kali bila HIV/AIDS+ TB ( TB paru kasus drop out)
dibandingkan dengan pemberian fase keadaan ini mengakibatkan progresifitas
lanjutan secara tiap hari. HIV/AIDS + TB dengan infeksi
Pasien dengan koinfeksi opportunistik lainnya. Penderita dirawat dan
HIV/AIDS+TB mempunyai viral load ± 1 kembali mendapat obat anti Tuberkulosis
log lebih besar atau meningkat 6-7 kali dan untuk sementara ARV belum diberikan,
daripada pasien yang tidak mengalami TB. keadaan progresifitas HIV/AIDS + TB dan
Terjadinya peningkatan kepadatan viral load infeksi sekunder lainnya yang memperberat
ini akibat pengaruh Mikobakterium TB mengakibatkan penderita meninggal
terhadap produksi sitokin (IL-1, IL-6, TNF- kecurigaan akibat sepsis.
α). Sitokin proinflamatori tersebut
mengiduksi aktivasi NkKB sehingga terjadi SARAN
aktivasi provirus yang semula tenang pada Karena secara demografis Indonesia
fase laten, serta percepatan replikasi HIV. merupakan daerah dengan insiden TB yang
Hal ini mengakibatkan perkembangan HIV tinggi, terhadap setiap kasus yang
menjadi AIDS lebih cepat. HIV juga didiagnosa HIV/AIDS dan dicurigai
meningkatkan kerentanan terhadap TB dan menderita TB hendaknya perlu pemantauan
meningkatkan progresifitas TB laten dan evaluasi yang ketat, hal ini akan
menjadi TB aktif. HIV menyebabkan mengurangi progresivitas proses perjalanan
penurunan CD4 mengakibatkan sistem HIV/AIDS.
imun mendorong timbulnya TB, akibat
kegagalan mencegah perkembangan dan KEPUSTAKAAN
penyebaran MTB. Angka mortalitas pada Aditama TY, Soedarsono, Thabrani Z,
koinfeksi TB/HIV ± 4 kali lebih besar Wiryokusumo HS, Sembiring H, Rai
daripada pasien yang hanya mengalami TB IBN, Palilingan JF, Lulu M, Soepandi
130
Idea Nursing Journal Mulyadi
131