You are on page 1of 8

Jurnal Sain Peternakan Indonesia P-ISSN 1978-3000

Available at https://ejournal.unib.ac.id/index.php/jspi/index E-ISSN 2528-7109


DOI: https://doi.org/10.31186/jspi.id.14.3.298-305 Volume 14 Nomor 3 edisi Juli-September 2019

Kajian Fenotip dan Genetik Performa Pertumbuhan dari Persilangan Ayam Lokal dengan
Ayam Ras Petelur Isa Brown
Phenotipe and Genetic Study of Growth Performance of Cross Breeding Local Chicken
Breeds and Isa Brown Laying Hen

Yunindah Lestari Lapihu*, Franky M. S. Telupere dan Heru Sutedjo

Program Pascasarjana, Prodi Ilmu Peternakan, Universitas Nusa Cendana,


Jln Adisucipto Penfui, Kupang 85001
*Corresponding e-mail: indahlapihu@gmail.com

ABSTRACT

This research has been conducted in Naikoten 1, Kota Raja, Kupang city or 3 months. The purpose of this
research was to investigate the performance of growth and heritability value from mating group between Local
rooster and Isa Brown laying hen. The method used in this research is experimental method. The experimental
design used was Complete Randomized Design (CRD) of three treatments in the form of three types of rooster
and three replications. The treatment is Saras = Sabu >< Isa Brown, Bakoras = Bangkok >< Isa Brown, Leguras
= Leher Gundul >< Isa Brown. The variables measured are hatching weight, body weight, body weight gain,
feed consumption, feed conversion, carcass weight, abdominal fat percentage and heritability value of the
parameter. The results indicated that the average of cross breed showed excellent growth performance and there
is an indication of heterosis effect. The highest heritability value found at carcass weight parameter and hatch
weight parameter. Based on the result, it could be concluded that the best growth performance is cross with
Bangkok rooster.

Key words: Crossbreed, performance growth, heritability.

ABSTRAK

Penelitian ini telah dilaksanakan di Kelurahan Naikoten I, Kecamatan Kota Raja, Kota Kupang selama 3 (tiga)
bulan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui performa pertumbuhan dan besarnya nilai heritabilitas dari
kelompok ayam hasil persilangan, antara ayam pejantan lokal dan ayam betina ras petelur jenis Isa Brown.
Metode percobaan eksperimental merupakan metode yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri dari tiga perlakuan yang berupa tiga jenis ayam jantan
dan tiga ulangan. Perlakuan yang dimaksud adalah Saras = Sabu >< Isa Brown, Bakoras = Bangkok >< Isa
Brown, Leguras = Leher Gundul >< Isa Brown. Variabel yang diukur antara bobot tetas, bobot badan,
pertambahan bobot badan, konsumsi ransum, konversi ransum, bobot karkas, persentase lemak abdominal dan
nilai heritabilitas dari parameter tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata ayam hasil persilangan
menunjukkan performa pertumbuhan yang sangat baik dan ada indikasi terjadinya efek heterosis. Nilai
heritabilitas tertinggi terdapat pada parameter bobot karkas dan bobot tetas. Berdasarkan hasil penelitian
disimpulkan bahwa performa pertumbuhan terbaik terdapat pada kelompok persilangan dengan pejantan
Bangkok.

Kata kunci: Persilangan, performa pertumbuhan, heritabilitas.

PENDAHULUAN telur dan dagingnya. Di samping itu, ayam


ini lebih tahan penyakit dan memiliki daya
Ayam buras merupakan salah satu adaptasi yang tinggi terhadap lingkungannya,
sumber pendapatan masyarakat pedesaan, sehingga pemeliharaannya lebih mudah
walaupun dalam jumlah sedikit umumnya (Lawalu, et al., 2000). Oleh karena itu, ayam
setiap rumah tangga petani/peternak buras memiliki peranan strategis dalam
memelihara ayam buras. Jika dilihat dari segi menyediakan bahan pangan hewani. Selain
ekonomi, ayam buras lebih unggul menjadi sumber pangan hewani bagi
dibandingkan ayam ras karena memiliki keluarga petani dan menjadi salah sumber
harga jual yang lebih tinggi untuk produk pendapatan petani, ayam buras juga mampu

Jurnal Sain Peternakan Indonesia 14 (3) 2019 Edisi Juli-September | 298


memasok sebagian kebutuhan masyarakat dan 27 ayam ras petelur jenis Isa Brown.
lainnya serta suplementasi bagi ayam ras. Ayam jantan dari berbagai jenis ini
Namun demikian, sampai saat ini dikawinkan menggunakan metode kawin
pengembangan ayam buras masih belum suntik dengan ayam betina ras jenis Isa
optimal dalam penyediaan pangan hewani Brown. Tiap kelompok terdiri atas 1 ekor
karena rendahnya produktivitas ayam buras. pejantan dengan 3 ekor betina. Ayam hasil
Pada pemeliharaan secara intensif, rata-rata persilangan Lokal Sabu x Ras Isa Brown
produksi telur ayam buras umumnya hanya (Loras), Bangkok x Ras Isa Brown (Bakoras)
mencapai 30% (105 butir/ekor/tahun) jika dan Leher gundul x Ras Isa Brown (Leguras)
dibandingkan dengan produksi telur ayam ras tersebut digunakan sebagai materi penelitian.
yang mencapai 351 butir/ekor/tahun Terdapat 9 ekor ayam hasil persilangan dari
(Telupere dan Sutedjo, 2016). Upaya masing-masing ulangan, sehingga jumlah
meningkatkan potensi ayam buras perlu ayam dari masing-masing perlakuan
adanya program peningkatan mutu genetik. sebanyak 27 ekor. Total ayam hasil
Program perbaikan mutu genetik dalam persilangan yang digunakan sebagai materi
upaya pengembangan produktivitas ayam penelitian sebanyak 81 ekor.
buras dapat dilakukan melalui seleksi dan Penggunaan ransum dalam penelitian
sistem perkawinan silang luar (outbreeding). ini tidak diberi perlakuan khusus, ransum
Berdasarkan hal tersebut perlu yang digunakan merupakan ransum
dilakukan perkawinan silang bangsa antara komersial buatan pabrik. Komposisi ransum
ayam buras (Sabu, Bangkok dan Leher yang digunakan tersebut dapat dilihat pada
Gundul) dengan ayam ras jenis petelur strain Tabel 1.
Isa Brown. Persilangan tersebut diharapkan Ayam jantan yang digunakan sebagai
dapat menghasilkan keturunan dengan pejantan dalam persilangan diberi ransum
pertumbuhan yang cepat dan produksi telur ayam aduan finisher sedangkan ayam betina
dan daging yang tinggi, sehingga konsumsi yang digunakan sebagai induk diberi ransum
protein hewani dapat ditingkatkan. layer. Anak ayam hasil persilangan diberi
ransum starter. Air minum diberikan secara
MATERI DAN METODE ad libitum. Komposisi ransum tersebut dapat
dilihat pada Tabel 1.
Penelitian ini telah dilaksanakan di Variabel yang akan diukur dalam
Kelurahan Naikoten I, Kecamatan Kota Raja penelitian ini, antara lain sebagai berikut:
Kota Kupang, selama 3 bulan dari bulan Bobot tetas (gram); menimbang anak ayam
Maret - Mei 2017. Penelitian ini yang baru menetas (kurang dari 24 jam).
menggunakan 9 ekor ayam jantan dan 27 Bobot badan (gram); menimbang ayam pada
ekor ayam betina, terdiri dari 3 ekor ayam umur 8 minggu sebelum dipotong
jantan lokal Sabu, 3 ekor ayam jantan (gram/ekor). Pertambahan bobot badan
Bangkok, 3 ekor ayam jantan Leher Gundul

Tabel 1. Komposisi ransum


Jenis Ransum
Komponen
Finisher Layer Starter
Kadar Air (%) max 13,00 max 13,00 max 13,00
Protein (%) 17,50 - 19,50 17,00 – 18,00 21,00 - 23,00
Lemak (%) min 3,00 min 3,00 min 5,00
Serat (%) max 8,00 max 6,00 max 5,00
Abu (%) max 7,00 max 12,00 max 7,00
Kalsium (%) min 0,90 min 3,70 min 0,90
Phospor (%) min 0,60 min 0,60 min 0,60
Sumber: PT. Charoen Pokphand Indonesia

299 | Kajian fenotip dan genetik performa pertumbuhan ayam lokal...(Lapihu et al., 2019)
(gram/ekor); menghitung selisih antara Dari komponen-komponen ini,
bobot badan akhir dengan bobot badan awal korelasi dalam kelas yaitu ukuran
(g). Konsumsi ransum (gram/ekor); kesamaan/kemiripan antar saudara tiri dapat
menghitung selisih antara jumlah ransum ditentukan sebagai berikut:
yang diberikan dengan jumlah sisa ransum.
Konversi ransum; membagi jumlah ransum t=
yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot
badan yang dicapai. Bobot karkas;
menimbang bagian karkas, yakni: paha, dada, Rumus menghitung heritabilitas
sayap dan punggung (gram/ekor). Persentase adalah sebagai berikut:
lemak abdominal; menimbang lemak
abdominal yang telah dipisahkan dari karkas. 4 x S2
h2 =
 2W   S2
Metode Penelitian
Rancangan percobaan yang akan Standar error heritabilitas korelasi
digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap saudara tiri sebapak dihitung menggunakan
dengan tiga ulangan, untuk mengetahui rumus sebagai berikut:
adanya pengaruh perlakuan terhadap variabel
yang diamati. Pengukuran estimasi nilai
heritabilitas diukur menggunakan metode √
korelasi saudara tiri sebapak.
Analisis yang digunakan dalam
estimasi heritabilitas dengan metode korelasi HASIL DAN PEMBAHASAN
saudara tiri sebapak adalah Rancangan Acak
Lengkap pola searah dengan model statistik Rataan performa produksi daging
menurut Becker (1992) sebagai berikut: ayam hasil persilangan antara pejantan lokal
Sabu, Bangkok dan Leher Gundul dengan
Yik = µ + αi + εik ayam ras petelur Isa Brown tersaji pada
Tabel 2.
Keterangan :
Bobot Tetas
Yik = Hasil pengamatan ke-k dari pejantan Bobot tetas merupakan bobot badan
ke-i anak ayam pada saat menetas umur sehari.
µ = Rata-rata pengamatan Bobot tetas dari ayam hasil persilangan
αi = Pengaruh perlakuan ke- i tersaji pada Tabel 2. Kelompok persilangan
εik = Penyimpangan pengaruh lingkungan ayam ras dan ayam buras berpengaruh tidak
(ransum) dan genetik tidak terkontrol nyata (P > 0.05) terhadap bobot tetas. Hal ini
disebabkan karena bobot tetas tidak hanya
Model sidik ragam untuk menghitung dipengaruhi oleh bobot telur tetapi juga
nilai heritabilitas (h2) dengan menggunakan dipengaruhi oleh faktor lain yaitu suhu dan
metode korelasi saudara tiri sebapak, sebagai kelembapan mesin tetas. Meskipun demikian,
berikut: bobot tetas berkorelasi positif dengan bobot
telur, hal tersebut sesuai dengan pendapat
Nilai heritabilitas: Lestari et al. (2013) bahwa bobot telur
mempengaruhi bobot tetas yang dihasilkan.
σ2w = MSw

σ2 w =

Jurnal Sain Peternakan Indonesia 14 (3) 2019 Edisi Juli-September | 300


Tabel 2. Rataan performa pertumbuhan ayam hasil persilangan pejantan lokal Sabu, Bangkok
dan Leher Gundul dengan ayam ras petelur Isa Brown
Perlakuan
Variabel
Saras Bakoras Leguras
Bobot tetas (gr/butir) 44,26 ± 4,76 46,04 ± 4,59 43,85 ± 4,30
Bobot badan (gr/ekor) 1154,00 ± 190,06ab 1204,85 ± 137,33a 1085,89 ± 111,45b
PBB (gr/ekor) 920,81 ± 172,04ab 952,85 ± 107,46a 860,78 ± 84,38b
Konsumsi ransum (gr/ekor) 1979,63 ± 523,26 2000,63 ± 453,64 1761,11 ± 235,85
Konversi ransum 2,13 ± 0,25 2,09 ± 0,30 2,05 ± 0,11
a a
Bobot karkas (gr) 716,04 ± 127,65 748,63 ± 93,48 649,70 ± 73,57b
Persentase lemak (%) 1,02 ± 0,06 1,04 ± 0,07 1,01 ± 0,08
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata (P < 0.05)

Bobot Badan < 0.05) terhadap pertambahan bobot badan


Bobot badan merupakan bobot badan (Tabel 2). Fahrudin et al. (2017) menyatakan
ayam hasil silangan pada umur 8 minggu. bahwa rataan pertambahan bobot badan ayam
Kelompok persilangan berpengaruh nyata (P lokal dengan pemeliharaan intensif pada
< 0.05) terhadap bobot badan ayam hasil umur 8 minggu yaitu 809,73 g/ekor,
persilangan (Tabel 2). Bobot badan ayam sedangkan rataan pertambahan bobot badan
hasil silangan jauh lebih tinggi dibandingkan ayam ras isa brown pada umur yang sama
dengan bobot ayam lokal pada umur yang adalah 590 g/ekor (Isa Brown Commercial
sama yakni 595 g untuk ayam betina dan 636 Layers, 2009).
g untuk ayam jantan, menurut Utoyo et al. Pertambahan bobot badan yang lebih
(1996) dalam Telupere dan Sutedjo (2016). tinggi dari tetuahnya disebabkan karena
Hal ini terjadi karena efek heterosis dari adanya efek heterosis. Hal ini sejalan dengan
persilangan. Sesuai dengan pendapat Yassin pendapat Kholik et al. (2016) bahwa terjadi
et al. (2005) bahwa heterosis dinyatakan ada pengkombinasian gen-gen yang berbeda dari
jika rataan performa ternak hasil persilangan sumber yang berbeda saat terjadi persilangan,
melebihi rataan kedua tetuanya. karena setiap tetua memiliki gen-gen
Kelompok persilangan Bakoras dominan dalam keadaan heterozygot. Gen-
merupakan perlakuan terbaik, terjadinya gen dominan pada umumnya memiliki efek
perbedaan pada bobot badan ini yang menguntungkan, oleh sebab itu
menunjukkan setiap keturunan mempunyai beberapa sifat yang lebih baik dibandingkan
kemampuan yang berbeda dalam tetuahnya akan diperoleh oleh keturunannya.
pertumbuhan. Engel (1990) dalam Zainal et Kelompok persilangan Bakoras
al. (2012) menyatakan bahwa performa dari merupakan perlakuan terbaik, hal ini diduga
seekor ternak ditentukan oleh kemampuan disebabkan karena penggunaan pejantan
genetik dan kemampuan beradaptasi dengan Bakoras yang pada dasarnya memiliki postur
lingkungan. Perbedaan bobot badan yang yang lebih besar dibandingkan pejantan Sabu
terjadi pada ayam hasil silangan, karena dan Leher Gundul yang digunakan dalam
masing-masing keturunan memiliki potensi penelitian ini. Hal ini sejalan dengan
genetik dan kemampuan beradaptasi yang pendapat Soeroso et al. (2009), yang
berbeda. mengatakan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan adalah bangsa
Pertambahan Bobot Badan dan tipe ayam.
Persilangan dari masing-masing
kelompok persilangan berpengaruh nyata (P

301 | Kajian fenotip dan genetik performa pertumbuhan ayam lokal...(Lapihu et al., 2019)
Konsumsi Ransum dalam penelitian yaitu ransum starter dengan
Kelompok persilangan berpengaruh kandungan protein sekitar 21-23%. Hal ini
tidak nyata (P > 0.05) terhadap konsumsi sejalan dengan pendapat Wahju (2004) dalam
ransum (Tabel 2). Rataan konsumsi ransum Rambe (2014) bahwa semakin tinggi angka
tiap kelompok ayam persilangan pada konversi ransum kualitasnya semakin jelek
penelitian ini, jauh lebih tinggi dibandingkan karena semakin banyak ransum yang
dengan konsumsi ransum ayam lokal pada 8 dihabiskan untuk menaikkan bobot badan per
minggu masa pemeliharaan intensif yang satuan berat begitupun sebaliknya. Kondisi
hanya mencapai 1383,08 g/ekor (Husmaini, ini menunjukan bahwa penggunaan ransum
2000). Tingginya perbedaan ini diduga dari ayam hasil persilangan pejantan lokal
karena adanya efek heterosis yang dengan betina ras petelur lebih efisien
menguntungkan sebagai akibat persilangan. dibandingkan ayam lokal.
Lasley (1978) menyatakan perkawinan silang
digunakan untuk mengkombinasikan sifat Bobot Karkas
yang diinginkan dari kedua tetua terhadap Rataan bobot karkas ayam hasil
penampilan keturunannya sehingga persilangan pejantan Lokal Sabu, Bangkok
keturunan baru yang dihasilkan akan dan Leher Gundul dengan betina ras petelur
memiliki keunggulan dibandingkan dengan Isa Brown dapat dilihat pada Tabel 2.
rerata penampilan kedua tetuanya Kelompok persilangan Saras, Bakoras dan
Leguras berpengaruh nyata (P < 0.05)
Konversi Ransum terhadap bobot karkas. Tingginya bobot
Pada Tabel 2 terlihat bahwa rataan karkas ayam hasil persilangan pada
konversi ransum pada masing-masing penelitian ini diduga karena pemberian
kelompok persilangan memiliki nilai ransum starter yang mempunyai kandungan
konversi ransum yang tidak jauh berbeda. protein sekitar 21-23%. Hal ini sejalan
Hasil analisis statistik menunjukkan dengan pernyataan Hidayat et al. (2015)
persilangan dari masing-masing kelompok bahwa pemberian ransum dengan protein
persilangan Saras, Bakoras dan Leguras 21% dan 19% menunjukkan kinerja karkas
berpengaruh tidak nyata (P > 0.05) terhadap utuh relatif lebih tinggi daripada ransum
konversi ransum. Hal ini diduga karena dengan kandungan protein lebih rendah.
pemberian jenis ransum yang sama dan Kelompok persilangan Bakoras
perlakuan yang sama menyebabkan nilai merupakan perlakuan terbaik dalam
konversi ransum dari masing-masing menghasilkan bobot karkas ternak hasil
kelompok persilanganpun tidak jauh berbeda. silangan. Adanya perbedaan bobot karkas
Rataan konversi ransum yang pada masing-masing ayam persilangan ini
dihasilkan oleh masing-masing kelompok diduga dipengaruhi oleh faktor genetik ternak
ternak persilangan dalam penelitian ini lebih ayam hasil persilangan. Hal ini sesuai dengan
rendah atau lebih efisien dibandingkan pendapat Suharsono (1976) dalam Risnajati
konversi ransum pada ayam pejantan lokal (2012) yang menyatakan bahwa
dan ayam ras petelur Isa Brown. Hal ini pertumbuhan seekor ternak merupakan
didukung dengan pendapat Husmaini (2000) interaksi antara faktor genetik dan
yang menyatakan konversi ransum pada lingkungan.
ayam kampung sebesar 2,84 dan konversi
ransum ayam ras petelur Isa Brown yakni Persentase Lemak Abdominal
sebesar 2,14 (Isa Brown Commercial Layers, Kelompok persilangan berpengaruh
2009). tidak nyata (P > 0.05) terhadap persentase
Nilai konversi ransum yang lebih lemak abdominal (Tabel 2). Persentase lemak
rendah antara ayam lokal dan ayam hasil abdominal yang dihasilkan berbanding lurus
persilangan diduga juga dipengaruhi oleh dengan bobot badan dari masing-masing
kualitas ransum. Ransum yang digunakan kelompok persilangan. Hal ini sesuai dengan

Jurnal Sain Peternakan Indonesia 14 (3) 2019 Edisi Juli-September | 302


pendapat Muryanto et al. (2002) yang yang dihasilkan dari hasil persilangan ayam
menyatakan bahwa berat lemak abdominal jantan lokal dan ayam ras petelur tergolong
cenderung meningkat dengan bertambahnya rendah pada penelitian ini.
berat badan, demikian pula sebaliknya.
Oktaviana et al. (2010) mengatakan Estimasi Nilai Heritabilitas
bahwa apabila persentase bobot lemak Estimasi nilai heritabilitas pada
abdomninal lebih dari 3% dari bobot tubuh beberapa sifat ternak ayam hasil persilangan
artinya lemak abdominal pada tubuh ayam pejantan lokal Sabu, Bangkok dan Leher
berlebih. Berdasarkan hal tersebut, dapat Gundul dengan betina ras petelur Isa Brown
diartikan bahwa persentase lemak abdominal tersaji pada Tabel 3.

Tabel 3. Estimasi nilai heritabilitas (h²) ayam hasil persilangan pejantan Lokal dengan betina
ras petelur strain Isa Brown
Heritabilitas
Sifat Korelasi saudara tiri sebapak Standar Error
(h2) (SE)
Bobot tetas 0,35 0,37
Bobot badan 0,23 0,33
Pertambahan bobot badan 0,14 0,29
Konsumsi ransum 0,06 0,26
Konversi ransum 0,05 0,25
Bobot karkas 0,44 0,40
Persentase lemak abdominal 0,08 0,27

Warwick et al. (1995), bahwa nilai dengan seleksi yang dilakukan pada nilai
heritabilitas diatas 0,3 termasuk kategori heritabilitas rendah (Warwick et al., 1995).
tinggi, antara 0,1 - 0,3 termasuk kategori Keragaman fenotipik ternak dapat dilihat
sedang dan dibawah 0,1 termasuk kategori beradasarkan nilai heritabilitas yakni pada
rendah. Tingginya keragaman yang kategori sedang sampai tinggi, sehingga
diakibatkan oleh pengaruh genetik aditif dapat secara maksimal dimanfaatkan dalam
terhadap suatu sifat ditunjukkan dari nilai peningkatan kemajuan genetik melalui
heritabilitas yang positif dan tinggi, program seleksi (Horst dan Mathur, 1989).
sedangkan selebihnya diakibatkan pengaruh Perbedaan kemampuan kedua metode dalam
genetik non aditif. Lasley (1978) menyatakan memisahkan keragaman genetik dari
bahwa korelasi yang tinggi antara ragam keragaman non genetik untuk menduga
fenotip dan ragam gen aditif ditunjukkan besarnya angka pewarisan menyebabkan
dengan adanya nilai heritabilitas yang tinggi. adanya perbedaan nilai heritabilitas yang
Kriteria seleksi dapat dihasilkan berdasarkan diestimasi dengan metode yang berbeda.
nilai heritabilitas yang diperoleh. Keragaman
genetik yang tinggi merupakan indikator KESIMPULAN
yang baik untuk meningkatkan mutu genetik
melalui program seleksi, oleh karena gen 1. Performa pertumbuhan ayam hasil
aditif inilah yang tanggap terhadap seleksi persilangan pejantan lokal dan betina ras
(Soeroso et al., 2009). petelur Isa Brown yang dihasilkan sangat
Nilai heritabilitas yang dikategorikan baik, ada indikasi terjadinya efek
sedang sampai tinggi dapat memberikan heterosis.
petunjuk, bahwa seleksi yang dilakukan akan 2. Performa pertumbuhan ayam hasil
lebih efektif dan efisien dalam meningkatkan persilangan yang terbaik terdapat pada
perbaikan mutu genetik bila dibandingkan kelompok persilangan dengan pejantan

303 | Kajian fenotip dan genetik performa pertumbuhan ayam lokal...(Lapihu et al., 2019)
3. Bangkok dan yang terendah terdapat pada Husmaini. 2000. Pengaruh peningkatan level
kelompok persilangan ayam Leher protein dan energi ransum saat
Gundul. refeeding terhadap performans ayam
4. Nilai heritabilitas kategori tinggi terdapat buras. Jurnal Peternakan dan
pada sifat bobot karkas dan bobot tetas, Lingkungan. 6 (1): 107-115
nilai heritabilitas kategori sedang terdapat
pada sifat bobot badan dan pertambahan Isa Brown Commercial Layers. 2009.
bobot badan, sedangkan nilai heritabilitas General Management Guide
kategori rendah terdapat pada sifat Commercial Isa Brown. Pondoras.
konsumsi ransum, konversi ransum dan
Kholik, A. Sujana, E. dan Setiawan, I. 2016.
persentase lemak abdominal.
Performa Ayam Hasil Persilangan
Pejantan Bangkok dengan Betina
Disarankan Lohman. Fakultas Peternakan.
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
Universitas Padjadjaran, Bandung.
untuk melihat kualitas fisik dan kimiawi
daging ayam hasil persilangan. Lasley, J.F. 1987. Genetics of Livestock
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut Improvement. Prentice Hall of India,
untuk melihat respon ternak hasil New Delhi.
persilangan terhadap pemberian pakan
lokal. Lawalu, F. H., F. U. Datta, M.U.E. Sanam, P.
Romeo, dan S. Doke. 2000. Survey
Berbagai Parameter Peternakan di
DAFTAR PUSTAKA Nusa Tenggara Timur. Hasil
Penelitian Kabupaten. Fapet-Undana.
Becker, A. 1992. Manual of Quantitative Kupang.
Genetics. 5th ed. Academic
Enterprises. Pullman. USA. Lestari, E. Ismoyowati, Sukardi. 2013.
Korelasi antara bobot telur dengan
Fahrudin, A., W. Tanwiriah, dan H. Indrijani. bobot tetas dan perbedaan susut bobot
2017. Konsumsi ransum, pada telur entok (Cairina moschata)
pertambahan bobot badan dan dan itik (Anas plathyrhinchos).
konversi ransum ayam lokal di Purwokerto (ID): Jurnal Ilmiah
i y’ F Ci e Peternakan 1 (1) : 163-169.
Cianjur. Fakultas Peternakan,
Universitas Padjadjaran. Students e- Muryanto, P.S. Hardjosworo, R. Herman,
journal. 6(1):1-8 dan H. Setijanto. 2002. Evaluasi
karkas hasol persilangan antara ayam
Hidayat, C. Iskandar, S. dan Sumiati. 2015. kampung jantan dengan ayam ras
Persentase Bobot Karkas dan petelur betina. J. Anim. Prod. 4(2) :
Potongan Komersial Ayam Sentul-G3 71-76.
yang Diberi Ransum Mengandung
Dedak Tinggi dengan Suplementasi Oktaviana, D., Zuprizal, dan E. Suryanto.
Fitase dan ZnO. Jurnal Ilmu Pertanian 2010. Pengaruh penambahan ampas
Indonesia (JIPI). 20 (2) : 131-140. virgin coconut oil dalam ransum
terhadap performan dan produksi
Horst, P. and P. K. Mathur. 1989. Position of karkas ayam broiler. Bulletin
Local Fowl For Tropical Oriented Peternakan. 34(3): 159-164.
Breeding Activities. In: MERAT, P.
(Ed.). Genotype x Environment Rambe, Y. A. 2014. Performa dan ukuran
Interaction in Poultry. Jouyen-Josas: tubuh Ayam F1 persilangan ayam
INRA, Pp: 161-174. kampung dengan ayam ras pedaging

Jurnal Sain Peternakan Indonesia 14 (3) 2019 Edisi Juli-September | 304


umur 12-22 minggu. [Skripsi]. chicken in Indonesia. Jakarta:
Fakultas Peternakan, Institut Ministry of Agricultural, Directorate
Pertanian Bogor. Bogor General of Livestock servise.
Directorate of Livestock Breeding
Risnajati, D. 2012. Perbandingan bobot Development.
akhir,bobot karkas, dan persentase
karkas berbagai strain broiler. Sains Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Edisi
Peternakan. 10 (1): 11-14. kelima. Gadjah Mada Press,
Yogyakarta.
Soeroso, Y. Duma dan S. Mozin, 2009. Nilai
heritabilitas dan korelasi genetik sifat Warwick, E. J., J. M. Astuti dan W.
pertumbuhan dari silangan ayam lokal Hardjosubroto. 1995. Pemuliaan
dengan ayam bangkok. J. Agroland. Ternak. Gadjah Mada University
16 (1) : 67-71. Press. Yogyakarta.
Suharsono.1976. Respon Broiler terhadap Yassin, R. F., H. S. I. Rahayu dan S. Darwati.
Berbagai Kondisi Lingkungan. 2005. Sifat reproduksi persilangan
Disertasi Fakultas Pasca Sarjana. antara ayam pelung-merawang dan
Universitas Padjadjaran. Bandung. merawang-pelung dan dengan
tetuannya. Jurnal Pengembangan
Telupere, F. dan Sutedjo, H. 2016. Kajian Peternakan Tropis. Edisi Spesial
Fenotip Hasil Persilangan Antara November. Buku 1. Hal: 165- 172.
Ayam Buras Dengan Ayam Ras
Petelur Jenis CP 909. Proposal Hibah Zainal, T. Sartika, D. Zainudin dan
Penelitian Pascasarjana. Program Komarudin. 2012. Persilangan pada
Studi Ilmu Peternakan. Undana. ayam lokal (Kub, Sentul, Gaok) untuk
Kupang. meningkatkan produksi daging
unggas nasional. Workshop Nasional
Utoyo, D.P., Djarsanto dan S.N. Nasution. Unggas Lokal. Balai Penelitian
1996. Animal Genetic Resources and Ternak. Bogor.
Domestic Animal Diversity in

305 | Kajian fenotip dan genetik performa pertumbuhan ayam lokal...(Lapihu et al., 2019)

You might also like