Professional Documents
Culture Documents
Naskah Orang Orang Ditikungan Jalan
Naskah Orang Orang Ditikungan Jalan
UNIVERSITAS DARMA
PERSADA
NASKAH TEATER
“ORANG-ORANG DI TIKUNGAN
JALAN”
OLEH : W. S. RENDRA
Naskah Latihan Teater Semut Unsada Untuk Menuju Festival Teater Jakarta.
Dramatik Personal :
Pelaku Penting :
1. Djoko, Si Pemuda
2. Botak, Yang bertopi lucu
3. Sri, Si Jalang
4. Surya, si Pemabuk
5. Surati, Si Gadis
6. Tarjo, Si Lelaki Separuh Baya
7. Narko, Si Pemuda Gila
Pelaku Pelengkap :
8. Penjual Wedang Kacang
9. Lelaki
10. }
Perempuan
11.Seno, Si Pemuda
Yang
Bertengkar
Pandu
12.Si Buta
Pelaku Pelalu :
13.Lelaki
14.Perempuan } Pelalu 1
}
15.Lelaki
16.Perempuan Pelalu 2
}
17.Lelaki
18.Perempuan Pelalu 3
NASKAH TEATER
“ORANG-ORANG DI TIKUNGAN JALAN”
OLEH: W. S. RENDRA
Pada sebuah tikungan jalan kecil yang diterangi oleh lampu listrik,
tampak seorang lelaki termenung sendiri dengan rokok yang menyala
dimulutnya. Dari jauh terdengar suara harmonika yang melagukan La
Paloma.
Dari kiri jalan lewatlah sepasang lelaki perempuan bergandengan
rapat. Jalannya amat perlahan-lahan. Si perempuan bertanya pada si lelaki
:
Lalu keduanya lenyap kesebelah kiri. Lelaki satu tadi masih juga
berdiri menunggu. Pandangnya menunjam ke tanah Rokoknya masih
menyala.
Dari kanan mucullah seorang perempuan dengan rok biru laut. Di
mulut perempuan itu menepel sebatang sigaret yang belumnya. Ia
mendekati lelaki itu dan menegur dengan genit.
Sri : Ah, kau mesti anak manja. Apakah lebih baik saya ceritakan
dongeng kancil
saja?
Djoko :Ah, Kau.
Kembali orang itu setelah berjabat tangan dengan sri tiada juga
menyebutkan namanya. Maka, Djoko lalu bertanya kepadanya.
Perempuan : Ia kata aku sudah tua! Oo! Ia kata aku sudah tua! Oo! Ia
kata aku sudah tua!
Botak : Diamlah! --- Mari duduk bersama saya. --- Sudahlah jangan
menangis. ---
Engkau mau minum wedang kacang?
Perempuan : Ia kata aku sudah tua! Oo! aku sudah tua! aku sudah tua!
Sri : Iyeng.
Djoko : Iyeng?
Sri : Iya, Iyeng.
Djoko : Namanya lebih muda dari orangnya.
Sri : Jangan kita perbincangkan lagi hal umur! --- Aku tak mau
berakhir seperti
dia!
Botak : Mengapa engkau menjadi seperti sekarang ini?
Sri : Aku tak berayah ibu lagi. Ibuku mati karena terkejut oleh
bom yang
pertama-tama jatuh di desaku, dijaman revolusi. Ayahku
disembelih Belanda. Rumahku dibakar sendiri oleh rakyat,
--- dibumihangus, kata mereka. ( Selama bercerita itu
suaranya datar saja). Kemudian aku mengungsi. Waktu itu
aku masih gadis muda. Mula-mula kalau lapar, aku mencuri.
Tetapi kemudian banyak tentara-tentara muda yang berbaik
hati kepadaku. --- Selebihnya kalian bisa menggambarkan
sendiri. --- Mulai saat itu aku menjadi manusia tingkatan
rendah. Aku tak bisa membantah kemauan orang banyak.
Jadi dengan begitu aku tetap tinggal di lapisan bawah dan
tak bisa naik keatas lagi. Aku sangat iri hati melihat wanita-
wanita yang mendapat kesempatan betata susila. Sebegitu
iri hati, hingga terkadang aku malah jadi membeci tata
susila itu.
Djoko : Jangan berkata begitu!
Sri : Mengapa tidak? --- Ada seorang temanku wanita
keadaannya juga seperti
aku. Tetapi ia cerdik lagi. Ia dapat menabung uang dan
mendirikan sebuah toko yang diurusnya sendiri.
Djoko : Siapa nama wanita itu ?
Sri : Netty!
Djoko : Netty?
Sri : Ya! --- Meskipun Netty sudah bermaksud kembali ke jalan
yang baik,
setelah punya toko itu, tatpi orang banyak tak bisa
menerimanya. Tetangganya masih selalu membencinya
sebagai seorang pelacur. Akhirnya Netty jadi mata gelap.
Tokonya ditutup, lalu mendirikan rumah penginapan kotor.
--- Netty membutuhkan kepercayaan, tetapi orang banyak
tidak mau memberikannya.
Mereka lalu berdiam diri. Dari jauh arah sebelah kanan terdengar
teriak seorang anak lelaki :
Sesudah itu mereka berdiam diri lagi. Jauh mendatang dari sebelah
kanan, terdengar suara harmonika La Paloma. Kemudian dari sebelah kiri
terdengar serak, suara seorang lelaki mengucapkan sajak.
Orang itu : Hallo, Sri. --- Belum dapat teman? (Lalu ia menghapiri
Botak) Ha, manusia kau teman Sri, bukan? Kau dengar bagaimana aku
mengucapkan sajak tadi?
Botak : (dingin) Ya!
Orang itu : Li Tai Po yang membikinnya.
Botak : Aku tahu.
Orang itu : Suatu hal yang hebat. Mungkin kau senansib dengan saya.
Kau menyukainya?
Botak : Sajak itu menarik. Tetapi saya tidak menyukainya.
Orang itu : Mengapa?
Botak : pernah juga aku seperti halmu, tetapi aku sudah dapat
mengatasinya. Aku tak mau mabuk lagi sekarang. Sebab itulah aku tak
suka sajak itu.
Orang itu : Jadi engkau orang kuat kalau begitu. Tetapi aku lain halnya.
(lalu ia mengulangi mengucapkan sabagian dari sajak itu)