You are on page 1of 11

Karakteristik Papan Bambu Lamina Direkat dengan Tanin Resorsinol

Formaldehida
(Characteristics of Laminated Bamboo Lumber Glued with Tannin
Resorcinol Formaldehyde)
Ignasia M Sulastiningsih, Adi Santoso, Barly, Mohamad I Iskandar
Pusat Penelitian dan Pengambangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil
Hutan (PUSTEKOLAH), Jalan Gunung Batu 5, Bogor, Indonesia
Coresponding author: tsulastiningsih@yahoo.co.id (Ignasia M Sulastiningsih)

Abstract
The objective of this study were to determine the characteristics of laminated bamboo
lumber (LBL) glued with tannin resorcinol formaldehyde with particular focus on the
effects of varying pre-treatment of bamboo strips and extender content on the properties
of LBL. Bamboo strips for LBL fabrication were prepared from mature culms of andong
bamboo (Gigantochloa pseudoarundinaceae). The strips were assigned into 4 groups by
pre-treatment methods: untreated, cold soaking in 5% boron solution for 2 hours,
bleached with 17.5% H2O2 solution, and bleached with 20% H2O2 solution. The LBL
was manufactured using tannin resorcinol formaldehyde (TRF) added with extender at 4
levels equal to 0, 2.5, 5, and 10% of TRF. The cold pressing time applied was 4 hours.
The results showed that the average density, moisture content, thickness swelling,
bending strength and bonding strength of LBL produced were 0.77 g cm -3, 8.9%,
5.2%, 1146 kg cm -2, and 51.5 kg cm -2 respectively. No delamination occurred in all
samples which indicating high bonding quality. There was strong interaction between
pre-treatment of bamboo strips and extender content in affecting some properties of
LBL. In general three-layer thick LBL glued with tannin resorcinol formaldehyde
adhesive had strength values similar to wood strength class I. Laminated bamboo lumber
is suitable for wood substitute especially for furniture material.
Key words: extender, laminated bamboo lumber, pre-treatment, tannin resorcinol
formaldehyde

Pendahuluan Indonesia sebagai salah satu negara


tropis di dunia memiliki sumber daya
Pasokan kayu berkualitas untuk mebel
bambu yang potensial. Sumber daya
dan perumahan di Indonesia belum
bambu tersebut perlu ditingkatkan
mencukupi kebutuhan yang ada. Kondisi
pemanfaatannya agar dapat memberi
ini mendorong usaha pencarian material
sumbangan terhadap pertumbuhan
alternatif sebagai substitusi kayu
ekonomi nasional. Pemanfaatan bambu
pertukangan terus meningkat. Salah satu
di Indonesia saat ini masih konvensional
bahan yang dapat digunakan sebagai
sehingga beberapa komponen dari
substitusi kayu pertukangan adalah
produk mebel yang dihasilkan masih
bambu karena sejak jaman dahulu
berupa bambu bulat. Oleh karena itu
manusia telah menggunakan bambu
diversifikasi produk pengolahan bambu
sebagai bahan bangunan, mebel, alat
perlu ditingkatkan khususnya produk
rumah tangga dan barang kerajinan.
bambu yang dapat digunakan sebagai

62 J. Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis Vol. 11 No. 1 Januari 2013


substitusi kayu pertukangan. Untuk sintetis seperti urea formaldehida (UF),
tujuan tersebut, produk bambu yang melamin formaldehida (MF), fenol
dihasilkan harus dapat menggantikan formaldehida (FF), resorsinol formal-
fungsi papan atau balok kayu yang dapat dehida (RF) dan fenol resorsinol
digunakan sebagai bahan baku mebel formaldehida (FRF) yang berasal dari
sehingga produk pengolahan bambu hasil pengolahan minyak bumi di mana
tersebut harus memiliki ukuran tebal, sumber dayanya bersifat tidak dapat
lebar dan panjang tertentu. diperbarui (non renewable). Oleh karena
itu usaha untuk mencari alternatif
Masalah yang timbul dalam pemanfaatan
pengganti bahan tersebut sebagai bahan
bambu sebagai substitusi kayu
perekat terus dilakukan. Salah satu bahan
pertukangan adalah keterbatasan bentuk
yang dapat digunakan sebagai bahan
dan dimensinya. Dalam bentuk pipih
perekat adalah tanin.
bambu mempunyai ketebalan yang relatif
kecil (tipis) sehingga untuk menambah Penelitian pembuatan perekat berbahan
ketebalannya perlu dilakukan usaha dasar tanin untuk kayu lapis dan papan
laminasi. Kemajuan dalam teknologi partikel, dengan menggunakan suhu
perekatan diharapkan dapat mengatasi kempa tinggi yaitu lebih dari 100 ºC
keterbatasan bentuk dan dimensi bambu pada skala laboratorium sudah cukup
sebagai bahan substitusi kayu banyak (Pizzi 1994, Santoso et al. 1991,
pertukangan. 1995, 1997, 2003). Li et al. 1998
menyatakan bahwa percobaan pertama
Dengan menggunakan perekat tertentu,
untuk memproduksi tanin dari kulit kayu
bambu yang bentuk aslinya bulat dan
pinus dilaporkan pada tahun 1958 oleh
berlubang dapat diolah menjadi produk
para peneliti Australia. Di tahun 1989,
perekatan bambu (bambu komposit)
CSR Wood Panels di Australia
berbentuk papan bambu, balok bambu
mendirikan pilot plant ekstrak tanin dari
atau panel bambu dengan kualitas yang
kulit kayu pinus radiata yang digunakan
sesuai dengan tujuan penggunaannya. Di
sebagai perekat dalam pembuatan produk
samping itu untuk mendapatkan produk
komposit dengan percobaan pendahuluan
bambu dengan ukuran seperti papan atau
dalam sekala laboratorium.
balok kayu maka bambu yang bentuk
aslinya bulat dan diameternya semakin Pada umumnya tanin yang digunakan
kecil kearah ujung harus dibelah dengan dalam percobaan tersebut adalah dalam
alat tertentu sehingga diperoleh bilah bentuk padatan, yang dalam proses
yang lurus dan mudah direkat kearah mendapatkannya memakan waktu relatif
samping (lebar). Bilah yang dihasilkan lama. Hasil penelitian yang lebih baru
kemudian diserut pada kedua (Santoso et al. 2003) menunjukkan
permukaannya sehingga mudah direkat bahwa perekat berbasis tanin bisa dibuat
kearah tebal. Hasil produk perekatan dari bahan baku berupa cairan ekstrak
bilah bambu (bambu komposit) dikenal tanin tanpa mengkristalkan taninnya
dengan nama bambu lamina dan terlebih dahulu, pada kondisi pH reaksi >
ukurannya seperti papan atau balok kayu. 7 (basa) dengan menggunakan kopolimer
resorsinol sehingga dihasilkan perekat
Dalam bambu lamina, perekat merupa-
tanin resorsinol formaldehida (TRF).
kan bahan utama selain bilah bambu.
Jenis perekat yang umum digunakan Perekat tersebut bisa digunakan untuk
membuat finir lamina (Laminated Veneer
pada industri komposit adalah perekat

Karakteristik Papan Bambu Lamina Direkat dengan Tanin Resorsinol Formaldehida 63


Ignasia M Sulastiningsih, Adi Santoso, Barly, Mohamad I Iskandar
Lumber, LVL) dengan proses tidak diawetkan maupun diputihkan
pengempaan pada suhu kamar. (kontrol), kelompok 2 bilah bambu
diawetkan dengan larutan boron 5%
Jenis perekat, komposisi perekat dan
dengan cara rendaman dingin selama 2
kondisi bahan yang direkat sangat
jam, kelompok 3 bilah bambu diputihkan
berpengaruh terhadap kualitas hasil
dengan larutan H2O2 pada konsentrasi
perekatan. Penggunaan bahan tambahan
17,5% dan kelompok 4 bilah bambu
(ekstender) dalam perekat serta
diputihkan dengan larutan H2O2 pada
perlakuan pendahuluan terhadap bahan
konsentrasi 20%. Bilah tersebut baik
yang akan direkat dapat menghasilkan
yang tidak diberi perlakuan (kontrol)
suatu produk komposit dengan sifat yang
maupun yang sudah diberi perlakuan
berbeda. Dalam tulisan ini dikemukakan
(diawetkan atau diputihkan) kemudian
hasil penelitian pembuatan papan bambu
dikeringkan dengan sinar matahari
lamina menggunakan perekat tanin TRF
dengan variasi perlakuan pendahuluan hingga kadar airnya mencapai 12%
bilah bambu dan kadar ekstender. dan dilanjutkan dengan pengeringan
dalam dapur pengering hingga kadar
Bahan dan Metode airnya mencapai 9%.
Bahan
Pembuatan dan pengujian papan
Bambu yang digunakan dalam penelitian bambu lamina
ini adalah bambu andong (Gigantochloa
pseudoarundinaceae) yang berasal dari Papan bambu lamina dibuat dengan
tanaman rakyat di Jawa Barat. Perekat merekat beberapa bilah bambu yang
yang digunakan adalah TRF. Bahan telah kering ke arah lebar dan kearah
pengawet larutan boron, bahan pemutih tebal dengan menggunakan perekat TRF
(H2O2), dan tepung terigu sebagai dengan variasi kadar ekstender (0, 2, 5,
ekstender. dan 10%). Papan bambu lamina yang
dibuat terdiri dari 3 lapis dan berukuran
Pembuatan bilah bambu (15x100) cm2 tebalnya tergantung dari
tebal bilah bambu yang digunakan. Berat
Batang bambu andong dipotong menjadi labur perekat 180 g m-2 permukaan.
beberapa bagian masing-masing dengan Bahan papan bambu lamina dikempa
panjang 1 m, kemudian dibelah dingin/diklem dengan lama waktu
menggunakan alat belah bambu dengan pengempaan 4 jam. Untuk masing-
bagian ujung (bagian yang diameternya masing perlakuan dibuat papan bambu
lebih kecil) sebagai acuan lintasan lamina sebanyak 5 buah.
pembelahan. Bilah bambu yang
digunakan adalah yang lurus dengan Papan bambu lamina yang sudah jadi
lebar bilah ±2 cm. Bilah bambu hasil kemudian dikondisikan selama minimum
pembelahan selanjutnya diserut pada 1 minggu sebelum dilakukan pengujian
bagian atas dan bawah untuk sifat-sifatnya. Papan bambu lamina yang
mendapatkan permukaan bilah yang rata. dihasilkan kemudian diukur dimensinya
dan diamati penampilannya serta diuji
Perlakuan pendahuluan bilah bambu sifat fisis dan mekanisnya meliputi kadar
air, kerapatan, pengembangan tebal,
Bilah bambu yang telah diserut kedua
delaminasi, keteguhan geser tekan
permukaannya kemudian dibagi 4
(keteguhan rekat), dan keteguhan lentur.
kelompok. Kelompok 1 bilah bambu

64 J. Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis Vol. 11 No. 1 Januari 2013


Pengujian sifat fisis papan bambu lamina tidak lebih dari 14% (memenuhi SNI 01-
meliputi kadar air, kerapatan dan 5008.2-2000 mengenai kayu lapis
pengembangan tebal mengacu ASTM D penggunaan umum (BSN 2000), SNI 01-
1037-93 untuk pengujian sifat papan 7211-2006 mengenai kayu lapis untuk
serat dan papan partikel (ASTM 1995) kapal dan perahu ( BSN 2006a), dan SNI
dengan beberapa modifikasi, dan 03-2105-2006 mengenai papan partikel,
pengujian sifat mekanis papan bambu (BSN 2006b)). Kerapatan rata-rata papan
lamina mengacu JAS, MAFF- 234 untuk bambu lamina hasil penelitian ini adalah
kayu lamina (JPIC 2003). 0,77 g cm-3. Kerapatan ini tidak
dipengaruhi oleh perlakuan pendahuluan
Analisis data bilah bambu maupun kadar ekstender.
Data hasil pengujian sifat fisis dan Kerapatan papan bambu lamina seperti
mekanis papan bambu lamina dianalisis halnya kerapatan produk komposit
dengan rancangan percobaan faktorial lainnya dipengaruhi oleh kerapatan atau
4x4. Faktor pertama perlakuan berat jenis bahan penyusunnya, adanya
pendahuluan bilah bambu (A) yang perekat dan proses pengempaan. Bilah
terdiri atas 4 taraf (kontrol, diawetkan bambu andong tanpa kulit (sudah diserut
dengan larutan boron 5%, diputihkan kedua permukaannya) yang digunakan
dengan H2O2 17,5% dan diputihkan dalam penelitian ini rata-rata kera-
dengan H2O2 20%), sedangkan faktor patannya 0,73 g cm-3.
kedua adalah kadar ekstender (B) yang
Menurut Dransfield dan Wijaya (1997)
terdiri atas 4 taraf (0, 2,5, 5, dan 10%)
berat jenis bambu andong tanpa buku
dengana ulangan 5 buah.
berkisar 0,5–0,7 dan dengan buku
Hasil dan Pembahasan berkisar 0,6–0,8. Menurut Surjokusumo
dan Nugroho (1994), berat jenis bambu
Warna atau tampilan bilah bambu yang andong adalah 0,55-0,65. Berdasarkan
diputihkan dengan menggunakan larutan uraian di atas dapat diketahui bahwa
H2O2 tampak lebih cerah atau warnanya kerapatan papan bambu lamina lebih
menjadi putih kekuning-kuningan atau tinggi dari kerapatan bahan
putih pucat. Perbedaan konsentrasi penyusunnya. Hal ini terjadi karena
larutan H2O2 antara 17,5 dan 20% tidak dalam pembuatan papan bambu lamina
memberikan perbedaan yang nyata diperlukan perekat dan proses
terhadap warna bilah bambu yang pengempaan untuk menyatukan bilah
diputihkan. Hasil pengujian sifat fisis bambu penyusun bambu lamina.
dan mekanis papan bambu lamina Pengembangan tebal papan bambu
tercantum dalam Tabel 1. Untuk lamina berkisar antara 2,5-7,8% dengan
mengetahui pengaruh perlakuan rata-rata 5,2% (Tabel 1 dan Gambar 1).
pendahuluan bilah bambu dan kadar
ekstender terhadap sifat papan bambu Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil
lamina dilakukan analisis keragaman dan penelitian sebelumnya (Sulastiningsih et
hasilnya disajikan pada Tabel 2. al. 2005) yang menunjukkan bahwa
pengembangan tebal papan bambu
Kadar air rata-rata papan bambu lamina lamina dari bambu andong adalah
adalah 8,9%. Kadar air papan bambu 1,03%. Hal ini mungkin disebabkan oleh
lamina semuanya memenuhi persyaratan penggunaan ekstender serta adanya
untuk produk panel kayu seperti kayu perlakuan pendahuluan bilah bambu.
lapis dan papan partikel karena nilainya

Karakteristik Papan Bambu Lamina Direkat dengan Tanin Resorsinol Formaldehida 65


Ignasia M Sulastiningsih, Adi Santoso, Barly, Mohamad I Iskandar
Tabel 1 Nilai rata-rata beberapa sifat papan bambu lamina
Perlakuan Kadar ekstender (B)
Sifat
bilah (A) B1 B2 B3 B4
Kadar air (%) A1 9,6 8,5 8,7 8,6
A2 10,2 9,2 8,9 8,9
A3 9,1 9,3 8,8 8,8
A4 8,8 9,1 9,3 8,5
Kerapatan (g cm-3) A1 0,77 0,79 0,82 0,82
A2 0,76 0,78 0,77 0,80
A3 0,78 0,77 0,80 0,77
A4 0,70 0,78 0,76 0,76
Pengembangan A1 4,1 3,4 2,5 3,0
tebal (%) A2 4,0 4,6 4,1 5,8
A3 6,4 7,8 5,8 4,6
A4 7,3 6,3 6,7 7,8
Keteguhan lentur A1 1074 1141 1149 1165
(kg cm-2) A2 1142 1131 1052 1170
A3 832 1098 1303 1332
A4 1169 1108 1255 1216
Keteguhan rekat A1 35,5 (30) 73,3 (70) 55,1 (40) 66,4 (70)
kering (kg cm-2) A2 68,5 (60) 63,9 (50) 50,6 (80) 63,2 (95)
A3 45,2 (35) 41,8 (50) 47,8 (65) 48,2 (75)
A4 53,1 (95) 39,7 (40) 28,3 (45) 45,1 (65)
Delaminasi (%) A1 0 0 0 0
A2 0 0 0 0
A3 0 0 0 0
A4 0 0 0 0
Keterangan: Angka dalam kurung ( ) adalah kerusakan kayu (%); A = Perlakuan pendahuluan bilah
bambu ; A1 = Tanpa perlakuan (kontrol); A2 = Bilah bambu diawetkan; A3 = Bilah bambu diputihkan
dengan H2O2 17,5%; A4 = Bilah bambu diputihkan dengan H2O2 20%. B= Kadar ekstender (B1=0%, B2
= 2,5%, B3 = 5% da B4 = 10%);

Pada penelitian sebelumnya ekstender bilahnya diputihkan mempunyai nilai


tidak ditambahkan pada perekat yang pengembangan tebal yang lebih tinggi
digunakan yaitu tanin resorsinol dibanding papan bambu lamina kontrol
formaldehida. Selain itu, lama dan yang bilahnya diawetkan. Dengan
pengempaan dalam pembuatan papan demikian papan bambu lamina yang
bambu lamina pada penelitian bilahnya tidak diberi perlakuan dan yang
sebelumnya lebih lama yaitu 20 jam, bilahnya diawetkan memiliki kestabilan
sedangkan penelitian ini hanya 4 jam. dimensi yang lebih baik dibanding papan
Hasil sidik ragam pada Tabel 2 bambu lamina yang bilahnya diputihkan.
menunjukkan bahwa pengembangan Akan tetapi pengaruh perlakuan
tebal papan bambu lamina sangat pendahuluan bilah bambu tersebut
dipengaruhi oleh perlakuan pendahuluan terhadap pengembangan tebal papan
bilah bambu. Papan bambu lamina yang bambu lamina tidak berdiri sendiri

66 J. Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis Vol. 11 No. 1 Januari 2013


karena pengaruh interaksi antara dilapisi bahan finishing sehingga air
perlakuan pendahuluan bilah bambu dan hanya dapat melalui permukaan yang
kadar ekstender terhadap sifat tidak difinishing. Hal ini menunjukkan
pengembangan tebal papan bambu bahwa papan bambu lamina yang dibuat
lamina sangat nyata (Gambar 1). dari bilah bambu lebih setabil dibanding
papan bambu lamina yang dibuat dari
Pengembangan tebal papan bambu
pelupuh bambu karena pengembangan
lamina 4 lapis yang dibuat dari pelupuh
tebalnya lebih kecil.
bambu moso dan direkat dengan perekat
berbahan dasar resorsinol bervariasi Keteguhan lentur papan bambu lamina
antara 11,90-12,40% (Nugroho & Ando yang dibuat berkisar antara 832–1332 kg
2001). Pengembangan tebal lantai bambu cm-2 dengan rata-rata 1146 kg cm-2.
yang diperdagangkan di pasaran Hasil sidik ragam pada Tabel 2
Amerika Serikat dan bambu lamina 3 menunjukkan bahwa keteguhan lentur
lapis yang dibuat dari bambu moso papan bambu lamina dipengaruhi oleh
berturut-turut adalah 0,69, dan 0,96% kadar ekstender. Berdasarkan data pada
(Lee & Liu 2003). Data tersebut Tabel 1 dan Gambar 2 dapat dilihat
menunjukkan bahwa pengembangan adanya kecenderungan semakin tinggi
tebal lantai bambu yang ada di pasaran kadar ekstender semakin tinggi pula
Amerika Serikat sangat kecil. Hal ini keteguhan lentur papan bambu lamina.
terjadi karena produk tersebut sudah

8 Ekstender 0%
Pengembangan tebal (%)

7 Ekstender 2.5%
Ekstender 5%
6
Ekstender 10%
5
4
3
2
1
0
A1 A2 A3 A4
Perlakuan pendahuluan bilah bambu (A)

Gambar 1 Pengembangan tebal bambu lamina.

Tabel 2 Ringkasan analisis keragaman sifat papan bambu lamina


F- hitung
Sifat
A B AB
-3
Kerapatan (g cm ) 1,83 0,93 1,08
Pengembangan tebal (%) 64,10** 2,49 6,57**
Keteguhan lentur (kg cm-2) 1,91 13,30** 7,88**
Keteguhan rekat (kg cm-2) 14,40** 3,50* 4,56**
Keterangan: A = Perlakuan pendahuluan bilah bambu; B = Kadar ekstender; * = nyata; ** = sangat nyata.

Karakteristik Papan Bambu Lamina Direkat dengan Tanin Resorsinol Formaldehida 67


Ignasia M Sulastiningsih, Adi Santoso, Barly, Mohamad I Iskandar
Ekstender 0% Ekstender 2.5%
1400 Ekstender 5% Ekstender 10%

Keteguhan lentur (kg cm-2)


1200
1000
800
600
400
200
0
A1 A2 A3 A4
Perlakuan pendahuluan bilah bambu (A)

Gambar 2 Keteguhan lentur bambu lamina.

Hal ini tampak jelas pada papan bambu Nugroho dan Ando (2001) menunjukkan
lamina yang bilahnya diputihkan dengan bahwa keteguhan lentur papan bambu
larutan H2O2 pada konsentrasi 17,5% dan lamina 4 lapis yang dibuat dari pelupuh
papan bambu lamina yang bilahnya tidak bambu moso dan direkat dengan perekat
diberi perlakuan. Namun demikian berbahan dasar resorsinol berkisar antara
pengaruh kadar ekstender terhadap 639–07 kg cm-2 (uji datar) dan antara
keteguhan lentur papan bambu lamina 755–877 kg cm-2 (uji tegak).
tidak berdiri sendiri melainkan saling Berdasarkan uraian di atas dapat
berinteraksi dengan perlakuan diketahui bahwa papan bambu lamina
pendahuluan bilah bambu (Tabel 2). yang dibuat dari bilah bambu lebih kuat
Keteguhan lentur papan bambu lamina dibanding papan bambu lamina yang
tertinggi diperoleh dengan kombinasi dibuat dari pelupuh bambu karena nilai
perlakuan kadar ekstender 5% dan keteguhan lenturnya lebih besar.
pemutihan bilah bambu dengan larutan Hasil penelitian Idris et al. (1994)
H2O2 pada konsentrasi 20%. menunjukkan bahwa modulus patah
Hasil penelitian sebelumnya menunjuk- bambu andong yang diuji dengan
kan bahwa keteguhan lentur papan menggunakan contoh kecil bebas cacat
bambu lamina 3 lapis dari pelupuh adalah 1032,6 kg cm-2 (berbuku) dan
bambu betung yang direkat dengan 1835,6 kg cm-2 (tanpa buku). Sedangkan
perekat urea formaldehida adalah 1031,2 menurut Suryokusumo dan Nugroho
kg cm-2 (Sulastiningsih et al. 1996). (1994), modulus patah bambu andong
Keteguhan lentur rata-rata papan bambu dari contoh kecil bebas cacat adalah
lamina 3 lapis dari pelupuh bambu 1356 kg cm-2. Dransfield dan Widjaja
andong yang direkat dengan perekat urea (1995) menyatakan bahwa modulus
formaldehida adalah 1001 kg cm-2, patah bambu andong adalah 171–207 N
sedangkan yang dibuat dari bilah bambu mm-2 (1743–2110 kg cm-2).
andong dan direkat dengan perekat tanin Jika nilai keteguhan lentur papan bambu
resorsinol formaldehida adalah 1241 kg lamina hasil penelitian ini dibandingkan
cm-2 (Sulastiningsih et al. 2005).

68 J. Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis Vol. 11 No. 1 Januari 2013


dengan pembagian kelas kuat kayu sedangkan dalam penelitian ini 4 jam,
Indonesia (Seng 1964), maka papan sehingga kekuatan ikatan perekatan yang
bambu lamina (3 lapis) h (12 kombinasi terjadi belum sempurna.
perlakuan) setara dengan kayu kelas Hasil analisis sidik ragam yang disajikan
kuat I (satu) karena memiliki keteguhan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa
lentur lebih besar dari 1100 kg cm-2 dan keteguhan rekat papan bambu lamina
4 kombinasi perlakuan menghasilkan dipengaruhi oleh kadar ekstender dan
papan bambu lamina setara dengan kayu perlakuan pendahuluan bilah bambu.
kelas kuat II (dua) karena memiliki Namun demikian pengaruh dari masing-
keteguhan lentur lebih besar dari 725 kg masing perlakuan tersebut tidak berdiri
cm-2. sendiri melainkan saling berinteraksi.
Keteguhan rekat bambu lamina yang Hal ini terlihat jelas pada Gambar 3
diuji degan cara geser tekan berkisar dimana pengaruh masing-masing
antara 28,3–73,3 kg cm-2 dengan rata- perlakuan tersebut terhadap keteguhan
rata 51,2 kg cm-2 (uji kering). Nilai rekat papan bambu lamina tidak
keteguhan rekat bambu lamina dalam menunjukkan pola kecenderungan yang
penelitian ini jauh lebih kecil dibanding teratur atau tertentu.
hasil penelitian sebelumnya Berdasarkan data pada Tabel 1 dan
(Sulastiningsih et al. 2005) dimana Gambar 3 dapat diketahui bahwa pada
keteguhan rekat papan bambu lamina umumnya papan bambu lamina yang
dari bilah bambu andong yang direkat bilahnya diputihkan mempunyai
dengan perekat tanin resorsinol keteguhan rekat yang lebih rendah
formaldehida adalah 242,16 kg cm-2. Hal dibanding papan bambu lamina yang
ini mungkin disebabkan oleh perbedaan bilahnya tidak diberi perlakuan dan yang
lama waktu pengempaan yang bilahnya diawetkan. Hasil penelitian ini
digunakan. Dalam penelitian sebelumnya sejalan dengan hasil penelitian yang
lama pengempaan adalah 20 jam dilakukan oleh Ashaari et al. (2004).

80 Ekstender 0% Ekstender 2.5%


Ekstender 5% Ekstender 10%
Keteguhan rekat (kg cm-2)

70
60
50
40
30
20
10
0
A1 A2 A3 A4
Perlakuan pendahuluan bilah bambu (A)

Gambar 3 Keteguhan rekat bambu lamina.

Karakteristik Papan Bambu Lamina Direkat dengan Tanin Resorsinol Formaldehida 69


Ignasia M Sulastiningsih, Adi Santoso, Barly, Mohamad I Iskandar
Menurut standar Jepang (JPIC 2003) Corak penampilan papan bambu lamina
persyaratan keteguhan rekat kayu lamina (adanya buku) dapat memberi pilihan
yang diuji dengan cara geser tekan dalam motif penampilan yang berbeda
keadaan kering bervariasi antara 55,08– dibanding motif penampilan kayu.
97,92 kg cm-2, tergantung dari kelompok Adanya variasi warna pada bilah bambu
jenis kayu yang digunakan. Pada papan sebagai bahan papan bambu lamina
bambu lamina yang bilahnya tidak dapat diatasi dengan usaha pemutihan
diputihkan, penggunaan ekstender bilah sehingga diperoleh warna yang
sampai 10% menghasilkan papan bambu seragam. Kualitas perekatan papan
lamina dengan keteguhan rekat yang bambu lamina dapat ditingkatkan dengan
masih memenuhi syarat standar Jepang. menggunakan jenis perekat, komposisi
Pengaruh ekstender terhadap keteguhan perekat dan lama pengempaan yang
rekat papan bambu lamina tidak sesuai.
menunjukkan pola tertentu.
Kesimpulan
Hal ini berbeda dengan hasil penelitian
Santoso et al. (2005) yang menunjukkan Sifat fisis dan mekanis papan bambu
bahwa dalam pembuatan kayu lapis, lamina dipengaruhi oleh kadar ekstender
semakin tinggi kadar ekstender dalam dan perlakuan pendahuluan bilah bambu
campuran perekat maka keteguhan rekat kecuali kerapatan. Pengaruh tersebut
kayu lapis cenderung semakin menurun. tidak berdiri sendiri melainkan saling
berinteraksi. Sifat fisis yang meliputi
Dibandingkan dengan persyaratan kadar air, kerapatan dan pengembangan
keteguhan rekat untuk kayu lamina tebal papan bambu lamina yang dibuat
menurut standar Jepang maka keteguhan dengan berbagai perlakuan berturut-turut
rekat papan bambu lamina yang dibuat adalah 8,9%, 0,77 g cm-3, dan 5,2%.
dengan berbagai perlakuan hanya 6
kombinasi perlakuan dari 16 kombinasi Keteguhan rekat papan bambu lamina
yang dibuat, menghasilkan papan bambu yang dibuat dengan berbagai perlakuan
lamina dengan keteguhan rekat yang hanya 6 kombinasi perlakuan dari 16
memenuhi syarat standar Jepang karena kombinasi yang dibuat, menghasilkan
nilai keteguhan gesernya lebih besar dari papan bambu lamina dengan keteguhan
persyaratan minimum yang ditentukan. rekat (55,1–73,3 kg cm-2) yang
memenuhi syarat Standar Jepang . Pada
Berdasarkan uraian di atas, secara papan bambu lamina yang bilahnya tidak
keseluruhan papan bambu lamina baik diputihkan, penggunaan ekstender
yang dibuat dari pelupuh bambu maupun sampai 10% menghasilkan papan bambu
dari bilah bambu mempunyai sifat lamina dengan keteguhan rekat yang
mekanis yang cukup tinggi yaitu setara masih memenuhi syarat Standar Jepang.
dengan kayu kelas kuat II sampai kelas
kuat I. Nilai pengembangan tebal papan Papan bambu lamina sesuai digunakan
bambu lamina relatif kecil sehingga sebagai bahan substitusi kayu
produk tersebut cukup stabil dimensinya pertukangan berkualitas khususnya untuk
terhadap perubahan suhu dan mebel dan memberikan pilihan motif
kelembaban lingkungan. Dengan penampilan yang berbeda dibanding
demikian papan bambu lamina sangat motif penampilan kayu.
sesuai sebagai bahan substitusi kayu Papan pambu lamina yang dibuat dengan
pertukangan khususnya untuk mebel. berbagai perlakuan pendahuluan bilah

70 J. Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis Vol. 11 No. 1 Januari 2013


bambu dan kadar ekstender pada Indonesia. Bogor: Yayasan Bambu
umumnya memiliki keteguhan lentur Lingkungan Lestari. Pp. 73-81.
(12 kombinasi perlakuan) setara dengan Lee AWC, Liu Y. 2003. Selected
kayu kelas kuat I dan 4 kombinasi physical properties of commercial
perlakuan menghasilkan papan bambu bambu flooring. For. Prod. J 53(6):
lamina setara dengan kayu kelas kuat II. 23-26.
Daftar Pustaka Sulastiningsih IM, Nurwati, Santoso A.
2005. Pengaruh lapisan kayu terhadap
[ASTM] Association Standard for
sifat bambu lamina. J Penelitian Hasil
Testing Materials. 1995, Standard
Hutan 23(1): 15-22.
Test Methods for Evaluating
Properties of Wood-Based Fiber and Li J, Maplesden F. 1998. Commercial
Particle Panel Materials. Annual production of tannins from radiata
Book of ASTM Standard. ASTM D pine bark for wood adhesive. IPENZ
1037-93. Philadelphia: ASTM. Transactions 25(1):46-52.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. Nugroho N, Ando N. 2001 Develop-
2000. Kayu Lapis Penggunaan Umum. ment of structural composite
SNI 01-5008.2-2000. Jakarta: Badan products made from bambu II:
Standardisasi Nasional. fundamental properties of laminated
bambu lumber. J Wood Sci.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional.
47(3):237-242.
2006a. Kayu Lapis untuk Kapal dan
Perahu. SNI 01-7211-2006. Jakarta: Seng OD. 1964. Berat Jenis dari Jenis-
Badan Standardisasi Nasional. Jenis Kayu Indonesia dan Pengertian
Beratnya Kayu untuk Keperluan
[BSN] Badan Standardisasi Nasional.
Praktek. Bogor: LPHH.
2006b. Papan Partikel. SNI 03-2105-
2006. Jakarta: Badan Standardisasi Pizzi A. 1994. Advanced Wood
Nasional. Adhesives Technology. New York:
Marcel Dekker.
[JPIC] The Japan Plywood Inspection
Corporation. 2003. Japanese Agri- Santoso A, Firmanti A, Karno RA. 1998.
cultural Standard for Glued Pengaruh penambahan ekstender
Laminated Timber. Tokyo: The Japan dalam perekat fenol formaldehida
Plywood Inspection Corporation. terhadap keteguhan rekat kayu lapis
tusam. Bul. Penelitian Hasil Hutan
Ashaari Z, Hanim R, Tahir PM, Nizam
15(5):337-347.
N. 2004. Effects of peroxide and
oxalic acid bleaching on the colour Santoso A, Achmadi SS, Sudohadi Y,
and gluing properties of some tropical Sujanto. 1997. Pengaruh Penambahan
bambus. J Biol. Sci. 4(2):90-94. Tanin pada Fenol Formaldehida
terhadap Sifatnya sebagai Perekat
Dransfield S, Widjaya EA. 1995. Plant
Kayu Lapis. Bul. Penelitian Hasil
Resources of South East Asia No 7.
Hutan 15(2):109–119.
Bambus. Bogor: Prosea Foundation.
Santoso A, Sutigno P. 1995. Pengaruh
Idris AA, Firmanti A, Purwito. 1994.
Penelitian Bambu Untuk Bahan Ba- komposisi perekat tanin urea
formaldehida terhadap keteguhan
ngunan. Strategi Penelitian Bambu

Karakteristik Papan Bambu Lamina Direkat dengan Tanin Resorsinol Formaldehida 71


Ignasia M Sulastiningsih, Adi Santoso, Barly, Mohamad I Iskandar
rekat meranti merah. J Penelitian Bangunan. Strategi Penelitian
Hasil Hutan 13(3):87–93. Bambu Indonesia. Bogor: Yayasan
Bambu Lingkungan Lestari. Pp. 82-
Sulastiningsih IM, Nurwati, Sutigno P.
87.
1996. Pengaruh jumlah lapisan
terhadap sifat bambu lamina. Bul.
Penelitian Hasil Hutan 14(9):366- Riwayat naskah (article history)
373.
Suryokusumo S, Nugroho N. 1994. Naskah masuk (received): 22 Juli 2012
Pemanfaatan Bambu Sebagai Bahan Diterima (accepted): 14 Oktober 2012

72 J. Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis Vol. 11 No. 1 Januari 2013

You might also like