You are on page 1of 20

poor, found to be 11%, and is difficult to diagnose. Once the instances, the placental tissue usually resorbs.

s. However, there
diagnosis is established, a laparotomy with removal of the fetusmay be symptoms of abdominal pain and intermittent fever for
should be performed immediately to prevent a possible fatal many months as well as possible partial bowel obstruction and
hemorrhage. An adjunctive option is to administer methotrexate. abscess formation. Thus, it is highly desirable, if it is surgically
On occasion, when the placenta is tightly adherent to bowel and feasible, to remove the placenta entirely. Partial removal also may
Hdgsuydtcsuy dfgsuyfts sadjiufy gfgvfuv fgucc fgxBAB result I
in massive hemorrhage, so the surgical approach and deci-
PENDAHULUAN sion making are challenging and critical.
The four pathologic criteria for the diagnosis of cervical
pregnancy as reported by Rubin and colleagues are (1) cervical
glands must be present opposite the placental attachment, (2)
the attachment of the placenta to the cervix must be intimate,
1.1 Latar Belakang (3) the placenta must be below the entrance of the uterine vessels
or below the peritoneal reflection of the anteroposterior surface
Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional, kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau
of the uterus, and (4) fetal elements must not be present in the
penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan corpus uteri (Fig.
dengan 17.7).atau implantasi. Dalam
nidasi
The usual characteristic clinical findings of cervical pregnancy
kehamilan normal, implantasi terjadi di kavum uteri. Apabila are uterine bleeding terjadi
implantasi after amenorrhea without uteri
di luar kavum cramping pain,
a softened cervix that is disproportionately enlarged, complete
maka akan terjadi kehamilan ektopik. Kata ektopik berasal confinement and firm
dari bahasa attachment
Yunani yaituof the products
ektopos of conception
yang
to the endocervix, and a closed internal os.
artinya di luar tempatnya. Dengan demikian yang dimaksud Most cervical pregnanciesektopik
kehamilan are associated with previous cervi-
merupakan
cal or uterine surgery such as curettage or cesarean delivery. The
kehamilan yang terjadi di luar kavum uteri. Kehamilandifferential ektopik diagnosis is difficult
dapat terjadi and includes
di beberapa incomplete abor-
tempat,
tion, placenta previa, carcinoma of the cervix, and a degenerat-
ing leiomyoma. Although 1,2,3cervical ectopics previously have been
seperti di tuba fallopi, serviks, ovarium, intraligamen ataupun di abdomen.
associated with a high mortality because of massive hemorrhage,
currently, with better methods of diagnosis and treatment, death
Kehamilan ektopik dapat mengalami abortusis atau rare. Inrupture apabila
the past, more than massa kehamilan
half of the women with cervical
pregnancy required a hysterectomy for treatment, and this was
berkembang melebihi kapasitas ruang implantasi (misalnya: nearlytuba)
alwaysdan peristiwa
necessary if the ini disebuthadsebagai
pregnancy advanced beyond
18 weeks. There have been several case reports in which a cervi-
kehamilan ektopik terganggu, dengan trias gambaran klasik
Figure 17.6 MRI of abdominal pregnancy showing placental
yaitu amenore,
cal pregnancy nyeri treated
was successfully abdomen akut dan
by systemic methotrexate.
infarction. Note the distance of 3
the pregnancy from the uterus. Other case reports have shown that after angiographic uterine
perdarahan pervaginam. Dampak lanjut dari kehamilanartery
(From www.Hmer.ch/selected.) ektopik dapat menyebabkan
embolization evacuation of the kematian
pregnancyibu
can be easily

akibat perdarahan dimana perdarahan bertanggung jawab atas 28% kematian ibu di dunia dan
perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%-60%) kematian ibu melahirkan di
2
Indonesia. Uterine C-section scar Cervix
body

Kehamilan ektopik dapat menjadi suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan,
karena berhubungan dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang gawat. Keadaan gawat
dapat terjadi apabila kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik terganggu merupakan
kehamilan ektopik yang disertai dengan gejala akut abdomen, dengan trias gambaran klasik yaitu
amenore, nyeri abdomen akut dan perdarahan pervaginam dan merupakan keadaan emergensi yang
Fetus
menjadi penyebab kematian maternal selama kehamilan trimester pertama, karena janin pada
Figure 17.7 Cervical pregnancy as viewed by 2D ultrasound (left panel). Note the normal endometrium
kehamilan ektopik
to thesecara
left of thenyata bertanggung
gestational jawab
sac and the larger terhadap
fetal pole. kematian
The right panel shows the ibu, makaectopic
same cervical para dokter
on 3D ultrasound. Note the ballooned-out cervix and narrowed uterine isthmus/lower segment above it.
1
menyarankan untuk mengakhiri kehamilan.

Insiden kehamilan ektopik diperkirakan berkisar antara 1% - 2% dari seluruh kehamilan.


Obstetrics & Gynecology Books Full
Sekitar 2 dari 10 kehamilan di Amerika Serikat merupakan kehamilan ektopik dan sekitar 95%
terjadi di tuba fallopi. Sedangkan di Indonesia, angka kejadian kehamilan ektopik sekitar 5 - 6 per
seribu kehamilan. Di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta angka kejadian kehamilan ektopik pada
tahun 1987 ialah 153 di antara 4.007 persalinan atau 1 di antara 26 persalinan.

Kehamilan ektopik sudah ada sejak abad ke-11. Operasi pertama kali dilakukan oleh seorang dokter
ahli bedah bernama John Bard (New York) pada tahun 1759. Walaupun demikian, angka kematian
pascaoperasi pada abad ke-18 masih sangat tinggi. Hal tersebut dibuktikan dengan angka harapan
hidup pasien yang melakukan operasi kehamilan ektopik lebih kecil dibandingkan dengan pasien
yang tidak dilakukan penanganan operasi. Pada abad ke-20, dengan adanya peningkatan dibidang
anestesi, obat-obat antibiotic, dan transfusi darah, angka kematian menurun dengan drastis. Pada
tahun 1970-1989, angka kematian kehamilan ektopik turun dari 35,5% menjadi 2,6% setiap 1000
3
kasus yang ada.

Kehamilan ektopik termasuk penyakit yang sulit didiagnosis secara dini, Namun, sekarang

penegakan diagnosis yang cepat dan tindakan yang tepat dapat mendiagnosis dini dan terapi yang
tepat. Resiko terjadinya kehamilan ektopik meningkat dengan adanya inflamasi pada uterus, bedah
3
rekonstruktif tuba, ligasi tuba, dan penggunaan alat-alat kontrasepsi intrauterine. Prognosisnya

tergantung pada keadaan pasiennya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan di mana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di
luar endometrium kavum uteri. Termasuk dalam kehamilan ektopik ialah kehamilan tuba,
kehamilan ovarial, kehamilan intraligamenter, kehamilan servikal, dan kehamilan abdomial primer
atau sekunder. Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim dengan kehamilan ektopik karena kehamilan
pada pars interstitialis tuba dan kanalis servikalis masih termasuk kehamilan intrauterin, tapi jelas
3
bersifat ektopik.
Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) adalah kehamilan ektopik yang disertai dengan gejala
akut abdomen, dengan trias gambaran klasik yaitu amenore, nyeri abdomen akut, dan perdarahan
per vaginam. Implantasi hasil konsepsi dapat terjadi pada tuba fallopi, ovarium, dan kavum
abdomen atau pada uterus dengan posisi yang abnormal, yaitu pada kornu uterus atau serviks. Lebih
dari 95% kehamilan ektopik berada di tuba fallopi. Terbatasnya kemampuan tuba fallopi untuk
mengembang menyebabkan kehamilan ektopik mengalami ruptur tuba sehingga dapat timbul
perdarahan ke dalam kavum abdomen, keadaan ini biasa dikenal dengan kehamilan ektopik
1 (kebidanan sarwono)
terganggu.

2.2 Epidemiologi
Insiden kehamilan ektopik diperkirakan berkisar antara 1% - 2% dari seluruh kehamilan. Sekitar 2
dari 100 kehamilan di Amerika Serikat merupakan kehamilan ektopik dan sekitar 95% terjadi pada
tuba fallopi. Di Amerika Serikat pada tahun 1989, tingkat kehamilan ektopik tahunan per 10.000
wanita berusia 15 hingga 44 tahun adalah 15,5, mirip dengan yang terjadi di Finlandia, tetapi lebih
tinggi daripada tingkat di Perancis. Pada tahun 1970, The Centers for Disease Control and
Prevention (CDC) melaporkan kejadian kehamilan ektopik sebesar 17.800 kasus dan pada tahun
1992, meningkat menjadi 108.800 kasus. Namun angka kematian menurun dari 35,5 kematian per
10.000 kasus pada tahun 1970 menurun menjadi 2,6 per 10.000 kasus pada tahun 1922. Data dari
Sistem Pengawasan ART Nasional dari tahun 2001 - 2011 menunjukan bahwa tingkat kejadian
kehamilan ektopik menurun dari 2% menjadi 1,6% dari 553.577 kehamilan di Amerika Serikat.
Sedangkan di Indonesia, angka kejadian kehamilan ektopik sekitar 5 - 6 per seribu kehamilan. Di
RS Cipto Mangunkusumo Jakarta angka kejadian kehamilan ektopik pada tahun 1987 ialah 153 di
antara 4.007 persalinan atau 1 di antara 26 persalinan.
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40 tahun
dengan umur rata-rata 30 tahun. Frekuensi kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar
antara 0 - 14,6%. Lebih dari 95% implantasi pada kehamilan ektopik terjadi di tuba fallopi. Pada
tuba fallopi tempat yang paling sering adalah pars ampularis (55%), pars ismika (25%), pars
fimbriae (17%), dan pars interstisialis (2%). Sekitar kurang dari 5% kehamilan ektopik dapat terjadi
di serviks uterus, ovarium, atau abdominal. (bedah sarwono)

2.3 Etiologi (ilmu kandungan sarwono)


Etiologi kehamilan ektopik adalah segala keadaan yang dapat menyebabkan hambatan nidasi
embrio ke endometrium. Faktor - faktor yang berhubungan dengan terjadinya hambatan dalam
nidasi embrio ke endometrium pada kehamilan ektopik adalah:
1. Kerusakan pada tuba fallopi
Kerusakan pada tuba fallopi dapat disebabkan oleh riwayat bedah pada tuba fallopi
seperti sterilisasi dan rekanalisasi tuba. Riwayat infeksi pada tuba juga menjadi salah satu
penyebab kerusakan tuba, misalnya pada PID (Pelvic Inflammatory disease).
Endometriosis tuba atau divertikel saluran tuba yang bersifat kongenital serta tumor
(mioma uteri atau tumor ovarium) di sekitar saluran tuba juga dapat menyebabkan hambatan
proses implantasi intrauterin.
2. Abnormalitas zigot
Apabila zigot tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot akan
tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian terhenti dan tumbuh di saluran
tuba.
3. Pemakaian Intauterine Device (IUD)
Pada pemakai IUD dimana proses peradangan yang dapat timbul pada endometrium dan
endosalping dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik.
4. Faktor Ovarium
Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang kontralateral, dapat
membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang sehingga kemungkinan terjadinya
kehamilan ektopik lebih besar.
5. Faktor Hormonal

Pada akseptor, pil KB yang hanya mengandung progesterone dapat mengakibatkan gerakan
tuba melambat. Apabila terjadi pembuahan dapat mengakibatkan terjadinya kehamilan
ektopik.

2.4 Faktor Risiko


Faktor risiko kehamilan ektopik dapat dikategorikan menjadi faktor risiko tinggi, sedang, dan
rendah. Faktor risiko tinggi, seperti rekonstruksi tuba, sterilisasi tuba, riwayat kehamilan ektopik
sebelumnya, paparan dietilstilbestrol (DES) intrauterin, Alat Kontrasepsi dalam Rahim (AKDR),
patologi tuba. Faktor risiko sedang, seperti infertil, riwayat infeksi genital, sering berganti
pasangan. Faktor risiko ringan, seperti riwayat operasi pelvik atau abdominal sebelumnya,
merokok, douching, koitus sebelum usia 18 tahun.
2.5
Klasifikasi
Berdasarkan
lokasinya,
kehamilan
ektopik terdiri
atas:
1. Kehamilan servikal
Kehamilan servikal sangat jarang terjadi. Riwayat dilatasi dan kuret merupakan faktor
predisposisi kehamilan servikal. Selain itu, tindakan In vitro fertilization (IVF) dan riwayat seksio
sesarea sebelumnya juga meningkatkan risiko. Bila ovum berimplantasi dalam kanalis servikalis,
maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada kehamilan muda. Jika kehamilan berlangsung terus,
serviks membesar dengan ostium uteri eksternum terbuka sebagian.
Gejala yang umumnya ditemukan adalah perdarahan pervaginam tanpa disertai nyeri. Pada
umumnya serviks membesar, hiperemis, atau sianosis. Seringkali diagnosis ditegakan hanya secara
kebetulan saat melakukan pemeriksaan USG rutin atau saat kuret karena dugaan abortus inkomplit.
Diagnosis awal ditegakkan dengan observasi kantong kehamilan disekitar serviks saat melakukan
pemeriksaan USG. Kehamilan servikal jarang melampaui 12 minggu dan biasanya diakhiri secara
operatif oleh karena perdarahan. Pengeluaran hasil konsepsi pervaginam dapat menyebabkan
banyak perdarahan, sehingga untuk menghentikan perdarahan diperlukan histerektomi totalis.
Kriteria kehamilan servikal menurut Rubin (1911) adalah sebagai berikut:
• Kelenjar serviks harus ditemukan diseberang tempat implantasi plasenta
• Tempat implantasi plasenta harus di bawah arteria uterina atau di bawah peritoneum viserale
uterus
• Janin atau mudigah tidak boleh terdapat di daerah korpus uterus
• Implantasi plasenta di serviks harus kuat
Kesulitan dalam penilaian kriteria Rubin ialah bahwa harus dilakukan histerektomi atau biopsi
jaringan yang adekuat. Oleh sebab itu, Paalman dan McElin (1959) membuat kriteria klinik sebagai
berikut:
• Ostium uteri internum tertutup
• Ostium uteri eksternum terbuka sebagian
• Seluruh hasil konsepsi terletak dalam endoserviks
• Perdarahan uterus setelah fase amenorea Tanpa disertai rasa nyeri
• Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar dari fundus uteri, sehingga berbentuk hour - glass
uterus

Kehamilan servikal tampak dari USG 2D (kiri). Kehamilan servikal tampak dari USG 3D (kanan)

2. Kehamilan Ovarial
Kehamilan ovarial terjadi apabila spermatozoa memasuki folikel de graf yang baru saja pecah,
dan menyatukan diri dengan ovum yang masih tinggal dalam folikel. Sekitar 1 dari 200 kehamilan
ektopik adalah kehamilan ovarial. Untuk mendiagnosis kehamilan ovarial harus memenuhi kriteria
Spiegelberg, yakni :
1. Tuba pada sisi kehamilan harus normal
2. Kantong janin harus berlokasi pada ovarium
3. kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovari proprium
4. Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantong janin
pregnancies, but ART or IUD failure seems to be dispropor-
canal, the greater is its capacity to grow and hemorrhage. The
tionately associated (Ko, 2012). Presenting complaints and
incidence of cervical pregnancy lies between 1 in 8600 and 1 in
findings mirror tubal ectopic pregnancy. Although the ovary
12,400 pregnancies, but the incidence is increasing as a result
can accommodate the expanding pregnancy more easily than
of ART (Ginsburg, 1994). Another risk according to Jeng and
the fallopian tube, rupture at an early stage is the usual con-
colleagues (2007) is previous dilation and curettage.
sequence.
Painless vaginal bleeding is reported by 90 percent of women
TVS use has resulted in a more frequent diagnosis of
with a cervical pregnancy—a third of these have massive hem-
unrupturedKriteria tersebut sebenarnya sukar dipenuhi
ovarian pregnancies. Sonographically, an inter- karena
orrhage (Ushakov, 1997).kerusakan jaringan
As pregnancy progresses, ovarium, pertumbuhan
a distended,
nal anechoic area is surrounded by a wide echogenic ring,
thin-walled cervix with a partially dilated external os may be
which in turn is surrounded by ovarian cortex (Comstock,
trofoblas yang luas, dan perdarahan menyebabkan
2005). In their review of 49 cases, Choi and associates
evident. Abovetopografi kabur,
the cervical mass, sehingga
a slightly pengenalan implantasi
enlarged uterine
fundus can be felt. Identification of cervical pregnancy is based
(2011) noted that the diagnosis may not be made until sur-
perukaan ovum
gery as many cases sukar ditentukan
are presumed dengan findings
tubal ectopic pregnancy. pasti.
on Diagnosis
speculum examination, yang
palpation,pasti diperoleh
and TVS. Sonographic bila kantong janin
typical of cervical pregnancy are shown and described
Moreover, at surgery, an early ovarian pregnancy may be
in Figure 19-13. MR imaging and 3-D sonography have also
kecil,
considereddikelilingi oleh jaringan
to be a hemorrhagic corpus luteumovarium
cyst or a dengan trofoblas memasuki alat tersebut.
been used to confirm the diagnosis (Jung, 2001; Sherer, 2008).
bleeding corpus luteum.
Evidence-based management accrues mainly from case
Pada 2012;
reports (Hassan, kehamilan ovarial
Scutiero, 2012). Classically,biasanya
manage- ■terjadi
Management ruptur pada kehamilan muda dengan akibat
ment for ovarian pregnancies has been surgical. Small lesions Cervical pregnancy may be treated medically or surgically. In
perdarahan
have been managed dalam perut.
by ovarian Hasil orkonsepsi
wedge resection cystectomy, dapat
many pula
centers,mengalami kematianhassebelumnya,
including ours, methotrexate become the sehingga tidak
whereas larger lesions require oophorectomy. Finally, systemic first-line therapy in stable women, and administration fol-
or locally injected methotrexate has been used successfully to
terjadi ruptur; ditemukan benjolan denganlows
treat small unruptured ovarian pregnancies (Pagidas, 2013).
protocols listed in Table 19-2 (Verma, 2011; Zakaria,
berbagai ukuran, yang terdiri atas jaringan ovarium yang
2011). The drug has also been injected directly into the ges-
With conservative surgery or medical management, β-hCG tational sac, alone or with systemic doses (Jeng, 2007; Kirk,
mengandung darah,
levels should be monitored vili korialis,
to exclude dan mungkin
remnant trophoblast. 2006). juga
Othersselaput mudigah. infusion combined
describe methotrexate

3.
Kehamilan
Tuba
O v u m
yang telah
A B

FIGURE 19-12 Ovarian pregnancy. A. Transvaginal sonogram shows a gestational sac containing fetal parts of a 16-week gestation. The
dibuahi dapat
placenta is marked by a red asterisk. B. Due to concern for extensive parasitic blood supply to the pregnancy, exploratory laparotomy
tersangkut di bagian mana saja dari tuba uterina menyebabkan kehamilan tuba ampulla, ismus, dan
was performed. Here, the right ovary is lifted by the surgeon, and the fallopian tube is the cordlike structure stretched across the top of
the mass. Due to mass size and vascularity and scant normal ovarian stroma, this patient was treated by right salpingo-oophorectomy.
(Photograph contributed by Dr. Kyler Elwell.)
interstisium. Pada kasus - kasus yang jarang, ovum yang telah dibuahi mungkin tertanam di ujung
tuba uterina yang berfimbria. Ampula adalah tempat tersering, diikut oleh ismus. Kehamilan
interstisium terjadi hanya sekitar 2 persen kasus.
Karena tuba tidak memili lapisan submukosa maka ovum yang telah dibuahi segera
menembus epitel, dan zigot akhirnya berada di dekat atau di dalam otot. Trofoblas yang cepat
berproliferasi dapat menginvasi muskularis sekitar, tetapi separuh dari kehamilan ektopik ampula
tetap berada di lumen tuba dengan lapisan otot tidak terkena pada 85 persen kasus. Mudigah atau
janin pada kehamilan ektopik sering tidak ada atau tidak berkembang.
Terjadinya abortus tuba bergantung pada lokasi implantasi. Umumnya terjadi bila implantasi
di ampulla, sebaliknya ruptur tuba terutama bila implantasi di daerah ismus. Adanya perdarahan
menyebabkan plasenta dan membran terlepas dari dinding tuba. Jika plasenta terlepas seluruhnya,
semua produk konsepsi dapat keluar melalui fimbria ke rongga abdomen. Saat itu perdarahan dapat
berhenti dan gejala umumnya menghilang. Perdarahan akan tetap terjadi selama produk konsepsi
tetap berada di tuba. Darah akan menetes sedikit-sedikit melalui tuba dan berkumpul di karum
Douglasi. Jika fimbria mengalami oklusi, darah akan terkumpul di tuba membentuk hidrosalfing.
Produk konsepsi yangFimbrial
melakukan
11% invasi dapat menyebabkan tuba pecah pada beberapa
tempat. Jika tuba Ovarian
ruptur 3%
pada minggu-minggu pertama kehamilan, biasanya implantasi terjadi di
Cervical
ismus, jika<1%
implantasi terjadi di pars interstisial, ruptur terjadi agak lebih lambat. Ruptur umumnya
terjadi spontan, tetapi dapat pula disebabkan oleh trauma akibat koitus dan pemeriksaan bimanual.
Saat ruptur semua hasil konsepsi keluar dari tuba, atau jika robekan tuba kecil, perdarahan
hebat dapat terjadi tanpa disertai keluarnya hasil konsepsi dari tuba. Jika hasil konsepsi keluar ke
gnancies from a 10-year population-based study. (Data from Callen, 2000;
rongga abdomen pada awal kehamilan, implantasi dapat teriadi di daerah mana saja di rongga
abdomen, asal terdapat sirkulasi darah yang cukup, sehingga dapat bertahan dan berkembang.
genital fal- Namun, if the
However,hal fertilizedjarang
tersebut ovum implants
terjadi. within the interstitial
Sebagian besar hasil konsepsi yang berukuran kecil umumnya
o in utero portion, rupture usually occurs later. Tubal ectopic pregnancies
med tubes akan
usuallydiresorbsi. Kadang-kadang,
burst spontaneously jika ukurannya
but may occasionally rupture fol- besar, dapat. tertahan di kalum Dougiasi
lowing coitus or bimanual examination.
vercome it, membentuk massa
Alternatively,
Early Pregnancy Complications
yang ber-may
the pregnancy kapsul atau
abort outmengalami
the distal fal-kalsifikasi membentuk lithopedon.
pregnancy lopian tube, and the frequency of this depends in part on the T e m p a t
—cornual, initial implantation site. Abortion is common in fimbrial and Tubal 95%
T implantasi pada
nancy—are ampullary pregnancies, whereas rupture is the usual outcome 1800 kehamilan
ng is also with those in the tubal isthmus. With tubal abortion, hemor- ektopik dari
chanism is rhage disrupts the connection between the placentaInterstitial
and mem- Ampullary 70%
suatu studi
traception, branes and the tubal wall. If placental separation is2–3
complete,
% b e r b a s i s
ed because Isthmic 12% populasi selama
ntraceptive 10 tahun (Data
regnancies dari Callen
opper and Bouyer dkk.,
progestin- 2003)

Ces
Ce sa
are
arrean
an s
sca
car
ca
ar <
<11% Fimbrial 11%
Ovarian 3%
acks a sub- Cervical <1%
ws through
n the mus- Intraligamentous
roliferating or abdominal 1%
egnancy is

ture, tubal
h FIGURE 19-1 Sites of implantation of 1800 ectopic pregnancies from a 10-year population-based study. (Data from Callen, 2000;
rupture,
Bouyer, 2003.)
associated
any of sev-
few weeks,
also poses an increased risk (Schippert, 2012). Congenital fal- However, if the fertilized ovum implants within the interstitial
c portion, FIGURE 19-2 Ruptured
lopian tube anomalies, especially thoseampullary
secondaryearly tubal
to in pregnancy.
utero portion, rupture usually occurs later. Tubal ectopic pregnancies
Fig. 19-2). (Photograph
diethylstilbestrol exposure, contributed by to
can also lead Dr. malformed
Togas Tulandi.)
tubes usually burst spontaneously but may occasionally rupture fol-
and higher ectopic rates (Hoover, 2011). lowing coitus or bimanual examination.
Infertility, Ruptur
per se, asKehamilan
well as the use
tubaofampulla
ART to overcome
dini it, Alternatively, the pregnancy may abort out the distal fal-
is linked to substantively increased risks for ectopic pregnancy lopian tube, and the frequency of this depends in part on the
(Clayton, 2006). 4. And Kehamilan
“atypical”Interstisial
implantations—cornual, initial implantation site. Abortion is common in fimbrial and
abdominal, cervical, ovarian, and heterotopic pregnancy—are ampullary pregnancies, whereas rupture is the usual outcome
more common following Kehamilan ektopik ini
ART procedures. terjadiis bila
Smoking also ovarium
with thosebernidasi pada
in the tubal para With
isthmus. interstisialis tuba.hemor-
tubal abortion, Keadaan ini
a known association, although the underlying mechanism is rhage disrupts the connection between the placenta and mem-
unclear (Waylen, jarang
2009).terjadi dananyhanya
Last, with form of1% dari semua branes
contraception, kehamilan
and thetuba. Ruptur
tubal wall. pada separation
If placental keadaan isini terjadi pada
complete,
the absolute number of ectopic pregnancies is decreased because
pregnancy occurs less often. However, with some contraceptive
method failures, the relative number of ectopic pregnancies
is increased. Examples include tubal sterilization, copper and
progestin-releasing intrauterine devices (IUDs), and progestin-
only contraceptives (Furlong, 2002).
kehamilan lebih tua, dapat mencapai akhir bulan keempat. Perdarahan yang terjadi sangat banyak
dan bila tidak segera dioperasi, akan menyebabkan kematian.
Tindakan operasi yang dilakukan adalah laparotomi untuk membersihkan isi kavum abdomen
dari darah dan sisa jaringan konsepsi serta menutup sumber perdarahan dengan melakukan irisan
baji (wedge resection) pada kornu uteri di mana tuba pars in-terstisialis berada. Perlu diperhatikan
pascatindakan ini untuk kehamilan berikutnya.
5. Kehamilan abdominal
Kehamilan abdominal dapat terjadi akibat implantasi langsung hasil konsepsi di dalam kavum
abdomen yang disebut sebagai kehamilan abdominal primer, atau awalnya dari kehamilan tuba yang

ruptur dan hasil konsepsi yang terlepas selanjutnya melakukan implantasi di kavum abdomen yang

disebut sebagai kehamilan abdominal sekunder.

Efek kehamilan tuba yang ruptur terhadap kelangsungan kehamilan bervariasi, tergantung

pada luasnya kerusakan plasenta. Janin akan mati bila plasentanya rusak cukup luas. Akan tetapi,

jika sebagian besar plasenta tertahan di tempat perlekatannya di tuba, perkembangan lanjut bisa

terjadi. Selain itu, plasenta dapat pula terlepas dari tuba dan mengadakan implantasi pada struktur
panggul, termasuk uterus, usus, ataupun dinding panggul.

Keluhan yang sering ditemukan adalah nyeri abdomen, nausea, muntah, malaise, dan nyeri

saat janin bergerak. Gambaran klinik yang paling sering ditemukan adalah nyeri tekan abdomen,

presentasi janin abnormal, dan lokasi serviks uteri yang berubah. USG merupakan metode

pemeriksaan yang akurat untuk menegakkan diagnosis, tetapi yang dapat didiagnosis sebelum

terjadi perdarahan intraabdominal kurang dari setengah kasus. Pilihan penanganan adalah segera

melakukan pembedahan, kecuali pada beberapa kasus tenentu, seperti usia kehamilan mendekati

viabel. Jika memungkinkan jaingan plasenta sebaiknya dikeluarkan, jika tidak, dapat dilakukan

pemberian metotreksat.

2.6 Patofisiologi
Proses implantasi zigot pada dinding tuba pada dasarnya sama dengan implantasi zigot di
dalam kavum uteri. Nidasi zigot pada dinding tuba dapat terjadi secara kolumner dan
interkolumner. Secara kolumner, yaitu telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping,
perkembangan zigot menjadi terbatas karena kurangnya vaskularisasi dan biasanya zigot mati
secara dini dan kemudian direabsorpsi. Secara interkolumner, yaitu telur bernidasi di antara dua
jonjot endosalping.

Implantasi telur dapat bersifat columner ialah pada puncak lipatan selaput tuba atau
intercolumner ialah antara lipatan selaput lendir. Setelah telur menembus epitel, maka pada
implantasi intercolumner telur masuk ke dalam lapisan otot tuba karena tidak ada desidua: pada
implantasi columner telur terletak didalam lipatan selaput lendir. Walaupun kehamilan terjadi diluar
rahim, rahim membesar juga karena hypertropi dari otot-ototnya disebabkan pengaruh hormon-
hormon yang dihasilkan trofoblas : begitu pula endometriumnya berubah menjadi desidua vera.
Menurut Arias Stella perubahan histologis pada endometrium cukup khas untuk membantu
diagnosis. Setelah janin mati, desidua ini mengalami degenerasi dan dikeluarkan sepotong demi
sepotong, tapi kadang-kadang lahir secara keseluruhan hingga merupakan cetakan dari cavum uteri.
Pelepasan desidua ini disertai dengan perdarahan dan kejadian ini menerangkan gejala perdarahan
pervaginam pada kehamilan ektopik terganggu. Sebagian besar kehamilan tuba mengalami
gangguan pada umur kehamilan 6 - 10 minggu. Adapun kehamilan tuba dapat mengalami beberapa
perubahan sebagai berikut :
a. Hasil konsepsi mati dini dan direabsorpsi

Pada implantasi kolumner, zigot cepat mati karena kurangnya vaskularisasi dan dengan mudah
terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini, penderita tidak mengeluh apa-apa, hanya haidnya
terlambat untuk beberapa hari.
b. Abortus ke dalam lumen tuba (abortus tubaria)
Telur bertambah besar menembus endosalpinx (selaput lendir tuba) masuk ke dalam liang tuba dan
di keluarkan ke arah infundibulum. Hal ini terutama terjadi kalau telur berimplantasi di daerah
ampulla tubae. Abortus ke dalam lumen tuba kira-kira terjadi antara minggu ke 6 – 12. Perdarahan
yang timbul karena abortus keluar dari ujung tuba dan mengisi cavum douglas, terjadilah
haematocele retrouterina. Ada kalanya ujung tuba tertutup karena perlekatan-perlekatan hingga
darah berkumpul di dalam tuba dan menggembungkannya timbullah haematosalpinx.
c. Ruptur dinding tuba
Ruptur dinding tuba sering terjadi jika zigot berimplantasi pada isthmus dan biasanya terjadi
pada kehamilan awal, sedangkan (ruptur pada pars interstitialis) biasanya terjadi pada kehamilan
lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur adalah penembusan villi choriales ke dalam tunica
muscularis tuba yang berlanjut ke peritoneum. Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena
trauma ringan seperti koitus dan pemeriksaan vaginal selanjutnya akan terjadi perdarahan dalam
cavum abdominalis hingga bisa mengakibatkan syok dan kematian. Bila pseudokapsularis ikut
pecah maka akan terjadi juga perdarahan dalam lumen tuba dan darah akan mengalir ke dalam
kavum abdomen melalui ostium tuba abdominal.
Jika kemudian hasil abortus tidak dapat dikeluarkan karena terjadi sumbatan, maka ruptur
sekunder dapat terjadi lagi hal ini terjadi karena dinding tuba menipis oleh invasi trofoblas dan
tekanan yang ditimbulkan oleh timbunan darah di dalam lumen tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi
di dalam ligamentum latum dan terbentuk hematoma intraligamenter. Jika janin dapat bertahan
hidup, maka akan terjadi kehamilan intraligamenter.
Jika ruptur cukup besar, maka seluruh janin dapat dikeluarkan dari tuba ke dalam cavum
abdominalis dengan masih diselubungi kantong amniom dan plasenta yang masih utuh, sehingga
ada kemungkinan bagi janin untuk terus tumbuh dan terjadilah apa yang dinamakan kehamilan
abdominal sekunder. Tapi jika ruptur yang terjadi hanya berupa robekan kecil, perdarahan terjadi
tanpa pengeluaran hasil konsepsi dari tuba. Bila hal ini dibiarkan dan janinnya mati, maka janin
tetap berada dalam tubuh ibu dan jika ada ion Ca yang mengimpregnansi maka akan berkembang
menjadi lithopedion.

2.7 Manifestasi Klinis


Gambaran klinik kehamilan ektopik bervariasi, tergantung bagian tuba yang ruptur. Gejala awal dan
teknik pemeriksaan yang lebih baik memungkinkan untuk dapat mengidentifikasi kehamilan tuba
sebelum ruptur

Gejala awal Gambaran klinik kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas sampai
terjadinya abortus tuba atau ruptur tuba.
1. Kehamilan ektopik belum terganggu
Kehamilan ektopik yang belum terganggu atau belum mengalami ruptur sulit untuk diketahui,
karena penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas. Amenorea atau gangguan haid
dilaporkan oleh 75- 95% penderita. Lamanya amenore tergantung pada kehidupan janin,
sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenore karena kematian
janin terjadi sebelum haid berikutnya. Tanda-tanda kehamilan muda seperti nausea dilaporkan
oleh 10-25% kasus. Di samping gangguan haid, keluhan yang paling sering disampaikan ialah
nyeri di perut bawah yang tidak khas, walaupun kehamilan ektopik belum mengalami ruptur.
Kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Keadaan
ini juga masih harus dipastikan dengan alat bantu diagnostik yang lain seperti ultrasonografi
(USG) dan laparoskopi. Mengingat bahwa setiap kehamilan ektopik akan berakhir dengan
abortus atau ruptur yang disertai perdarahan dalam rongga perut, maka pada setiap wanita
dengan gangguan haid dan setelah diperiksa dicurigai adanya kehamilan ektopik harus
ditangani dengan sungguh-sungguh menggunakan alat diagnostik yang ada sampai diperoleh
kepastian diagnostik kehamilan ektopik karena jika terlambat diatasi dapat membahayakan
jiwa penderita.
2. Kehamilan ektopik terganggu

Gejala dan tanda kehamilan tuba tergangu sangat berbeda-beda dari perdarahan banyak yang
tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas. Gejala dan tanda
bergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya
kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi dan keadaan umum penderita sebelum hamil.
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada jenis yang mendadak atau akut biasanya tidak
sulit. Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu (KET). Pada ruptur
tuba, nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya disertai dengan
perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan, tekanan darah dapat menurun dan nadi
meningkat serta perdarahan yang lebih banyak dapat menimbulkan syok, ujung ekstremitas
pucat, basah dan dingin. Rasa nyeri mula-mula terdapat dalam satu sisi, tetapi setelah darah
masuk ke dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau keseluruh perut
bawah dan bila membentuk hematokel retrouterina menyebabkan defekasi nyeri. Perdarahan
pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik terganggu. Hal ini
menunjukkan kematian janin dan berasal dari kavum uteri karena pelepasan desidua.
Perdarahan dari uterus biasanya tidak banyak dan berwarna coklat tua. Frekuensi perdarahan
ditemukan dari 51-93%. Perdarahan berarti gangguan pembentukan Hcg ( human chorionic
gonadotropin ). Yang menonjol ialah penderita tampak kesakitan, pucat dan pada pemeriksaan
ditemukan tanda-tanda syok serta perdarahan rongga perut. Pada pemeriksaan ginekologik
ditemukan serviks yang nyeri bila digerakkan dan kavum Douglas yang menonjol dan nyeri
raba. Pada abortus tuba biasanya teraba dengan jelas suatu tumor di samping uterus dalam
berbagai ukuran dengan konsistensi agak lunak. Hematokel retouterina dapat diraba sebagai
tumor di kavum Douglas. Kesulitan diagnosis biasanya terjadi pada kehamilan ektopik
terganggu jenis atipik atau menahun. Kelambatan haid tidak jelas, tanda dan gejala kehamilan
muda tidak jelas, demikian pula nyeri perut tidak nyata dan sering penderita tampak tidak
terlalu pucat. Hal ini dapat terjadi apabila perdarahan pada kehamilan ektopik yang terganggu
berlangsung lambat. Dalam keadaan yang demikian, alat bantu diagnostik sangat diperlukan
untuk memastikan diagnosis.

2.8 Diagnosis
Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik belum terganggu demikian
besarnya sehingga sebagian besar penderita mengalami abortus tuba atau ruptur ruba sebelum
keadaan menjadi jelas. Alat bantu diagnostik yang dapat digunakan ialah ultrasonografi (USG),
laparoskopi atau kuldoskopi.
Anamnesis : haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu, dan kadang- kadang terdapat

gejala subyektif kehamilan muda. Nyeriabdominal terutama bagian bawah dan perdarahan

pervaginam pada trimester pertama kehamilan merupakan tanda dan gejala klinis yang mengarah ke
diagnosis kehamilan ektopik. Gejala-gejala nyeri abdominal dan perdarahan pervaginam tidak
terlalu spesifik atau juga sensitif.
Pemeriksaan umum : penderita tampak kesakitan dan pucat. Pada perdarahan dalam rongga
perut tanda-tanda syok dapat ditemukan. Pada jenis tidak mendadak perut bagian bawah hanya

sedikit menggembung dan nyeri tekan. Kehamilan ektopik yang belum terganggu tidak dapat

didiagnosis secara tepat semata-mata atas adanya gejala-gejala klinis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan ginekologi : tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan
serviks menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan teraba sedikit membesar dan
kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Kavum
Douglas yang menonjol dan nyeri- raba menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Suhu kadang-
kadang naik sehingga menyukarkan perbedaadengan infeksi pelvik.
Hampir semua kehamilan ektopik didiagnosis antara kehamilan 5 dan 12 minggu. Identifikasi
dari tempat implantasi embrio lebih awal dari pada kehamilan 5 minggu melampaui kemampuan
teknik-teknik diagnostik yang ada. Pada usia kehamilan 12 minggu, kehamilan ektopik telah
memperlihatkan gejala- gejala sekunder terhadap terjadinya ruptur atau uterus pada wanita dengan
kehamilan intrauteri yang normal telah mengalami pembesaran yang berbeda dengan bentuk dari
kehamilan ektopik.
Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah merah berguna
dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-tanda
perdarahan dalam rongga perut. Pada kasus tidak mendadak biasanya ditemukan anemia, tetapi
1
harus diingat bahwa penurunan hemoglobin baru terlihat setelah 24 jam. Perhitungan leukosit
secara berturut menunjukkan adanya perdarahan bila leukosit meningkat (leukositosis). Untuk
membedakan kehamilan ektopik dari infeksi pelvik dapat diperhaikan jumlah leukosit. Jumlah
1
leukosit yang lebih dari 20.000 biasanya menunjukkan infeksi pelvik. Penting untuk mendiagnosis

ada tidaknya kehamilan.Cara yang paling mudah ialah dengan melakukan pemeriksaan konsentrasi
hormon ß human chorionic gonadotropin (ß-hCG) dalam urin atau serum. Hormon ini dapat
dideteksi paling awal pada satu minggu sebelum tanggal menstruasi berikutnya. Konsentrasi serum
yang sudah dapat dideteksi ialah 5 IU/L sedangkan pada urin ialah 20–50 IU/L. 6 Tes kehamilan
negatif tidak menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena kematian hasil
konsepsi dan degenerasi trofoblas menyebabkan human chorionic gonadotropin menurun dan
1
menyebabkan tes negatif. Tes kehamilan positifjuga tidak dapat mengidentifikasi lokasi kantung

gestasional. Meskipun demikian, wanita dengan kehamilan ektopik cenderung memiliki level ß-
hCG yang rendah dibandingkan kehamilan intrauterin.
Pemeriksaan penunjang diagnostik

Kuldosentesis : ialah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah terdapat darah dalam

kavum Douglas. Cara ini sangat berguna untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu.
Teknik kuldosentesis yaitu :
- Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi. Asepsis dan antiseptik vulva vagina.
- Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan tenakulum, 

kemudian dilakukan traksi ke depan sehingga forniks posterior ditampakkan .
- Jarum spinal no. 18 ditusukkan ke dalam kavum douglas dan dengan semprit 10 ml dilakukan
pengisapan.

Hasil positif bila dikeluarkan darah berwarna coklat sampai hitam yang tdak membeku atau
berupa bekuan-bekuan kecil. Hasil negatif bila cairan yang dihisap berupa :
• Cairan jernih yang mungkin berasal dari cairan peritoneum normal atau kista ovarium yang
pecah.

• Nanah yang mungkin berasal dari penyakit radang pelvis atau radang 

appendiks yang pecah (nanah harus dikultur). Darah segar berwarna merah yang dalam
beberapa menit akan membeku, darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk.
- Ultrasonografi
Pemeriksaan USG dapat dilakukan perabdominam atau pervaginam. Diagnosis pasti kehamilan
ektopik melalui pemeriksaan ultrasonografi ialah apabila ditemukan kantung gestasi yang berisi
mudigah hidup yang letaknya di luar cavum uterus atau gambaran uterus yang tidak ada kantung
gestasinya. Gambaran ini dijumpai pada 5- 10% kasus. Pada kehamilan ektopik terganggu sering
tidak ditemukan kantung gestasi ektopik.apabila sudah terganggu atau ruptur, maka gambaran
kantung gesatsi sudah tidak jelas. Tetapi akan mendapatkan massa bangunan hiperekoik yang
yang tidak beraturan, tidak berbatas tegas, dan di sekitarnya didapatkan cairan bebas (gambaran
darah intra abdominal). Gambaran yang tampak ialah cairan bebas dalam rongga peritoneum

terutama di kavum Douglas.

Sebagian besar kehamilan ektopik tidak memberikan gambaran yang spesifik. Uterus mungkin
besarnya normal atau mengalami sedikit pembesaran yang tidak sesuai dengan usia kehamilan.
Endometrium menebal ekogenik sebagai akibat reaksi desidua. Kavum uteri berisi cairan eksudat
yang diproduksi oleh sel-sel desidua, yang pada pemeriksaan tampak sebagai struktur cincin
anekoik yang disebut sebagai kantung gestasi palsu. Seringkali dijumpai massa tumor di daerah
adneksa, yang gambarannya sangat bervarisi. Mungkin terlihat kantung gestasi yang masih utuh
dan berisi mudigah, mungkin hanya berupa massa ekogenik dengan batas irregular, ataupun
massa kompleks yang terdiri atas sebagian ekogenik dan anekoik. Perdarahan intra abdomen
memberikan gambaran berupa massa anekoik di kavum douglas yang mungkin meluas sampai
ke bagian atas rongga abdomen. Bila sudah terjadi bekuan darah, gambaran massa ekogenik
yang tidak homogen.
Laparoskopi : hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk kehamilan
ektopik apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain ragukan. Melalui prosedur
laparoskopik, alat kandungan bagian dalam dapat di nilai. Secara sistematis dinilai keadaan uterus,
ovarium, tuba, kavum Douglas dan ligamentum latum. Adanya darah dalam rongga pelvis
mempersulit visualisasi alat kandungan tetapi hal ini menjadi indikasi untuk dilakukan laparotomi.

2.8 Tatalaksana

Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik terutama pada KET
dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba. Penatalaksanaan pembedahan sendiri dapat dibagi atas
dua yaitu pembedahan konservatif dan radikal. Pembedahan konservatif terutama ditujukan pada
kehamilan ektopik yang mengalami ruptur pada tubanya. Ada dua kemungkinan prosedur yang
dapat dilakukan yaitu: 1. Salpingotomi linier, atau 2. Reseksi segmental. Pendekatan dengan
pembedahan konservatif ini mungkin dilakukan apabila diagnosis kehamilan ektopik cepat
ditegakkan sehingga belum terjadi ruptur pada tuba.
1. Salpingotomi linier
Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal dilakukan pada kehamilan tuba
yang belum mengalami ruptur. Karena lebih dari 75% kehamilan ektopik terjadi pada 2/3 bagian
luar dari tuba. Prosedur ini dimulai dengan menampakkan, mengangkat, dan menstabilisasi tuba.
Satu insisi linier kemudian dibuat diatas segmen tuba yang meregang. Insisi kemudian diperlebar
melalui dinding antimesenterika hingga memasuki ke dalam lumen dari tuba yang meregang.
Tekanan yang hati-hati diusahakan dilakukan pada sisi yang berlawanan dari tuba, produk
kehamilan dikeluarkan dengan hati- hati dari dalam lumen. Biasanya terjadi pemisahan trofoblas
dalam jumlah yang cukup besar maka secara umum mudah untuk melakukan pengeluaran produk
kehamilan ini dari lumen tuba. Tarikan yang hati-hati dengan menggunakan sedotan atau dengan
menggunakan gigi forsep dapat digunakan bila perlu, hindari jangan sampai terjadi trauma pada
mukosa. Setiap sisa trofoblas yang ada harus dibersihkan dengan melakukan irigasi pada lumen
dengan menggunakan cairan ringer laktat yang hangat untuk mencegah kerusakan lebih jauh pada
mukosa.
Hemostasis yang komplit pada mukosa tuba harus dilakukan, karena kegagalan pada tindakan ini
akan menyebabkan perdarahan postoperasi yang akan membawa pada terjadinya adhesi intralumen.
Batas mukosa kemudian ditutup dengan jahitan terputus, jahitan harus diperhatikan hanya dilakukan
untuk mendekatkan lapisan serosa dan lapisan otot dan tidak ada tegangan yang berlebihan. Perlu
juga diperhatikan bahwa jangan ada sisa material benang yang tertinggal pada permukaan mukosa,
karena sedikit saja dapat menimbulkan reaksi peradangan sekunder yang diikuti dengan terjadinya
perlengketan.
2. Reseksi segmental
Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan sebagai satu alternatif dari
salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan mengangkat bagian implantasi, jadi prosedur ini tidak
dapat melibatkan kehamilan tuba yang terjadi berikutnya. Tujuan lainnya adalah dengan merestorasi
arsitektur normal tuba. Prosedur ini baik dilakukan dengan mengunaka loupe magnification atau
mikroskop. Penting sekali jangan sampai terjadi trauma pada pembuluh darah tuba. Hanya pasien
dengan perdarahan yang sedikit dipertimbangkan untuk menjalani prosedur ini. Mesosalping yang
berdekatan harus diinsisi dan dipisahkan dengan hati-hati untuk menghindari terbentuknya
hematom pada ligamentum latum. Jahitan seromuskuler dilakukan dengan menggunakan
mikroskop/loupe. Dengan benang absorbable 6-0 atau 7-0, dan lapisan serosa ditunjang dengan
jahitan terputus tambahan.
3. Salpingektomi
Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba mengalami ruptur, karena perdarahan
intraabdominal akan terjadi dan harus segera diatasi. Hemoperitonium yang luas akan menempatkan
pasien pada keadaan krisis kardiopulmunonal yang serius.
Insisi suprapubik Pfannenstiel dapat digunakan , dan tuba yang meregang diangkat. Mesosalping
diklem berjejer dengan klem Kelly sedekat mungkin dengan tuba. Tuba kemudian dieksisi dengan
memotong irisan kecil pada myometrium di daerah cornu uteri, hindari insisi yang terlalu dalam ke
myometrium. Jahitan matras angka delapan dengan benang intrauteri digunakan untuk menutup
myometrium pada sisi reseksi baji. Mesosalping ditutup dengan jahitan terputus dengan
menggunakan benang absorbable. Hemostasis yang komplit sangat penting untuk mencegah
terjadinya hematom pada ligamentum latum.
4. Salpingoooforektomi
Tidak jarang ovarium termasuk dalam gumpalan darah dan sukar dipisahkan sehingga terpaksa
dilakukan salpingooforektomi

Medikamentosa

Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang intrauterin dan ultrasonografi transvaginal,
memungkinkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik secara dini. Keuntungan dari
ditegakkannya diagnosis kehamilan ektopik secara dini adalah bahwa penatalaksanaan secara
medisinalis dapat dilakukan. Penatalaksanaan medisinalis memiliki keuntumngan yaitu kurang
intrauterin, menghilangkan risiko pembedahan dan anestesi, mempertahankan fungsi fertilitas dan
mengurangi biaya serta memperpendek waktu penyembuhan.
Terapi medisinalis yang utama pada kehamilan ektopik adalah methotrexate (MTX). Methotrexate
merupakan analog asam folat yang akan mempengaruhi sintesis DNA dan multiplikasi sel dengan
cara menginhibisi kerja enzim Dihydrofolate reduktase. MTX ini akan menghentikan proliferasi
trofoblas.
Pemberian MTX dapat secara oral, sistemik iv,im) atau injeksi lokal dengan panduan USG atau
laparoskopi. Efek sampingyang timbul tergantung dosis yang diberikan. Dosis yang tinggi akan
menyebabkan enteritis hemoragik dan perforasi usus, supresi sumsum tulang, nefrotoksik, disfungsi
hepar permanen, alopesia, dermatitis, pneumonitis, dan hipersensitivitas. Pada dosis rendah akan
menimbulkan dermatitis, gastritis, pleuritis, disfungsi hepar, supresi sumsum tulang sementara.
Pemberian MTX biasanya disertai pemberian folinic acid (leucovorin calcium atau citroforum
factor) yaitu zat yang mirip asam folat namun tidak tergantung pada enzim dihydrofolat reduktase.
Pemberian folinic acid ini akan menyelamatkan sel-sel normal dan mengurangi efek MTX pada sel-
sel tersebut.
2
Regimen yang dipakai saat ini adalah dengan pemberian dosis tungal MTX 50 mg/m luas

permukaan tubuh. Sebelumnya penderita diperikasa dulu kadar hCG, fungsi hepar, kreatinin,
golongan darah. Pada hari ke-4 dan ke-7 setelah pemberian MTX kadar hCG diperiksa kembali.
Bila kadar hCG berkurang 15% atau lebih, dari kadar yang diperiksa pada hari ke-4 maka mTX
tidak diberikan lagi dan kadar hCG diperiksa setiap minggu sampai hasilnya negatif atau evaluasi
dapat dilakukan dengan menggunakan USG transvaginal setiap minggu. Bila kadar hCG tidak
berkurang atau sebaliknya meningkat dibandingkan kadar hari ke-4 atau menetap selama interval
2
setiap minggunya, maka diberikan MTX 50 mg/m kedua. Stoval dan Ling pada tahun 1993

melaporkan keberhasilan metoda ini sebesar 94,3%. Selain dengan dosis tunggal, dapat juga
diberikan multidosis sampai empat dosis atau kombinasi dengan leucovorin 0,1 mg/kgBB.

Kriteria untuk terapi Methotrexate adalah sebagai berikut: • Massa belum ruptur <3,5-4,0 cm
(peningkatan ukuran dapat meningkatkan risiko pecah atau memerlukan lebih dari satu dosis
metotreksat). • Tidak ada gerakan jantung janin (aktivitas jantung menunjukkan kehamilan lanjut
dan meningkatkan risiko rupture atau kegagalan metotreksat dosis tunggal) •Tidak ada bukti ruptur
atau hemoperitoneum.

• hemodinamik stabil

• Diagnosis kehamilan ektopik telah pasti dan tidak memerlukan diagnosis laparoskopi. • Pasien
menginginkan kesuburan di masa depan (jika fertilitas masa depan tidak diinginkan, pertimbangkan
laparoskopi dengan ligasi tuba dari tuba kontra-lateral)

•Anestesi umum menimbulkan risiko yang signifikan• Pasien dapat diandalkan dan bersedia untuk
kembali control

• Pasien tidak memiliki kontra-indikasi untuk Methotrexate

10
• + / - Serum β-hCG kurang dari 6.000 - 15.000 mIU / mL
2.10 Prognosis

Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini dan
persediaan darah yang cukup. Hellman dkk., (1971) melaporkan 1 kematian diantara 826 kasus,
Wilson dkk., (1971) melaporkan 1 kematian diantara 591 kasus. Akan tetapi bila pertolongan
terlambat angka kematian dapat tinggi. Sjahid dan Martohoesodo (1970) mendapatkan angka
kematian 2 dari 120 kasus. Sedangkan Tardjiman dkk., (1973) mendapatkan angka kematian 4 dari
138 kehamilan ektopik. Pada umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat
bilateral. Sebagian perempuan menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba
yang lain. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan antara 0-14,6%. Untuk perempuan
dengan jumlah anak yang sudah cukup, sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi bilateralis
1
dan sebelumnya perlu mendapat persetujuan suami dan istri.

BAB III

KESIMPULAN

You might also like