JURNAL PSIKOLOGI
1989 NO. 1.9 16
PENELITIAN TOLOK UKUR KUALITAS
KEKARYAAN
Studi Pendahuluan pada Suku Sunda dan Suku Jawa
Djamaludin Ancok
Faturochman
Universitas Gadjah Mada
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mencari indikator dan tolok ukur kualitas
kekaryaan yang biasa digunakan untuk memberi gambaran tentang kualitas
kekaryaan masyarakat Indonesia. Dari kajian literatur dapat disimpulkan bahwa
kualitas kekaryaan dapat dilihat dari kondisi objektif dan subjektif. Kondisi
objektif antara lain dapat dilihat dari out-put kerja dan ketahanan dalam
kerja. Sedangkan kondisi subjektif dapat dilihat dari pandangan orang yang
bersangkutan tentang kualitas kerjanya. Karena kesulitan teknis, terutama
dalam analisis, maka penelitian ini lebih banyak menggunakan tolok ukur yang
bersifat subjektif. Tolok ukur yang digunakan alam penelitian ini meliputi per-
sepsi terhadap kualitas kekaryaan, motif berprestasi, jam kerja, dan minat ganti
pekerjaan. Dengan menggunakan sampel suku Sunda (337) dan suku Jawa (311),
dan masing-masing suku terdiri dari petani, pedagang, karyawan pabrik, serta
pegawai negeri, didapatkan hasil antara lain babwa responden menilai cukup
tinggi terhadap kualitas kekaryaannya. Di lain pihak, ditemukan bahwa motif
berprestasi responden ternyata tidak menonjol. Orang Sunda menilai kualitas
kKekaryaan mereka lebih tinggi dibanding orang Jawa, namun kedua suku ter-
sebut tidak berbeda motif berprestasinya. Dilihat dari jenis pekerjaannya, di-
dapatkan kepuasan terhadap kualitas kerja pegawai negeri paling tinggi,
disusul petani, pedagang, dan karyawan pabrik. Orang kota lebih tinggi ke-
‘puasan terhadap kualitas kekaryaan dan motif berprestasinya dibanding orang
desa. Motif berprestasi pegawai negeri juga paling tinggi dibanding petani,
karyawan pabrik, dan pedagang. Tingginya motif berprestasi pada pegawai ini
antara iain karena tingkat pendidikannya yang tinggi, dan ternyata tingkat pen-
didikan memang berkorelasi dengan motif berprestasi. Jam kerja orang Sunda
dan orang Jawa tidak berbeda, tetapi ada perbedaan jam kerja yang signifikan
antar pekerjaan. Jam kerja pedagang ternyata paling tinggi (rata-rata 11.4 jam
per hari) dan petani paling rendah jam kerjanya (5,64 jam per hari). Dilihat
dari minat ganti pekerjaan, karyawan pabrik paling tinggi keinginannya ber-
ganti pekerjaan.
ISSN : 0215~ 8884Pertumbuban dan perkembangan suatu
negara sangat ditentukan oleh kualitas yang di-
miliki oleh warga negaranya. Penduduk yang
berkualitas bisa merupakan modal yang sangat
berharga dalam proses pembangunan. Sebalik-
nya, manusia yang kurang berkualitas akan
Iebih menjadi beban pembangunan daripada se-
bagai modal. Kualitas yang sangat menentukan
sebagai modal kemajuan salah satunya adalah
kualitas kekaryaan.
Sejaub ini belum ada konsep yang jelas ten-
tang apa yang dimaksud dengan kualitas kekar-
yaan sehingga untuk mengetahui kualitas
kekaryaan svatu kelompok bukanlah suatu
pekerjaan yang mudab. Selain itu seandainya
dapat ditemukan serangkaian tolok ukur yang
diasumsikan sebagai indikator, masalah selan-
Jutnya yang muncul adalah bagaimana membuat
standar penggolongan sehingga ada batas yang
jetas antara kualitas yang baik dan kualitas yang
kurang beik. Masalah lain yang muncul setan-
jutnya adalah pengindentifikasian faktor-faktor
‘yang mempengarubi kuelitas kekaryaan sebagai-
mana yang terwujud dalam tolok ukur. Sesudah
faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas ke-
karyaan dapat diidentifikasikan, masalah yang
muncul adalah bagaimana interaksi faktor-
faktor tersebut dalam mempengaruhi kualitas
kekaryaan. Masalah-masalah tersebut harus di-
Jawab apabils kita ingin mengetahui keadaan
Kualitas suatu bangsa. Jawaban dari permasa-
Jahan ini akan sangat membantu untuk miening-
‘atkan kualitas kekaryaan sekaligus juga mem-
bantu meningkatkan pertumbuhan dan perkem-
bangan suatu bangsa.
Secara umum dapat dikatakan bahwa kua-
itas kekaryaan merupakan salah-satu akibat
Jenis perilaku yang merupakan interaksi antara
faktor-faktor dalam diri individu dengan faktor-
faktor dari lingkungan kerja maupun di ting-
kungan masyarakat. Dengan demikian kualitas
kekaryaan dapat dilihat dari indjvida yang ber-
sangkutan dengan segenap potensi dan Keingi-
nan yang dimilikinya dalam bekerja, tempat ker-
da dengan segala kondisi yang mendorong atau
‘menghambat keinginan dan potensi untuk bisa
ditampakkan dan masyarakat sebagai pemakai
jasa atau bardng yang diproduksi.
Kesulitan yang muncul dengan konsep ini
adalah dalam penerapannya di dalam penelitian.
‘Tinjauan dari sudut pandang tempat kerja akan
sulit dilakukan apabila kelompok yang diteliti
adalah petani, pedagang bebas, pekerja industri
rumah tangga, dan sejenisnya. Kesulitan yang
DJAMALUDIN ANCOK, FATUROCHMAN
Jebih besar akan muncul bila tolok ukur kuali-
tas kekaryaan mendasarkan pada masyarakat
sebagai pemakai produk atau jasa. Dalam hal
ini penilalan dari masyarakat terhadap karyawan
sebagai individu akan roewgandung bas 9 yang
tinggi karena penilaian’tersebut akan lebih ber-
sifat global, yakni menilai perusahaan atau kan-
tor sebagai penghasil produk atau pemberi
Jasa. Dengan demikian dapat disimpulkan
Dahwa kemungkinan terbesar yang dapat dila-
kukan untuk mengukur kuatitas kekaryaan
masih akan menekankan pada karyawan seba-
gal individu tanpa mengabaikan faktor tempat
kerja dan faktor lingkungan masyarakat.
Beberapa faktor penting yang lebih spesi-
fik dari individu yang berpengaruh terhadap
kualitas kekaryaan diantaranya adalah tingkat
kecerdasan, bakat, sifat kepribadian, etos ker-
Ja, tingkat pendidikan, dan kondisi fisik peker-
ja (Schultz, 1970). Sedangkan ditinjau dari per
dapat Keith Davis (1977) tolok ukur yang
igunakan bisa bersifat obyektif dan bisa mel
lui tofok ukur yang bersifat subyektif. Tolok
ukur yang bersifat abyektif antara lain adalah
jumlah produk yang dihasilkan per saruan wak-
tu, ketahanan kerja, dan beberapa tolok ukur
Jain yang bisa ditihat secara nyata, Sedangkan
tolok ukur yang bersifat subycktif lebih menda-
sarkan pada pandangan karyawan belupa per-
sepsi masing-masing karyawan terhadap kuali-
tas kerjanya. Idealnya, untuk dapat mengukur
kualitas kekaryaan secara meyakinkan harusah
digunakan tolok ukur yang bersifat obyektif dan
subyektif. Permasalahan yang muncul adalah
sulicaya memperbandingkan beberapa pekerjaan
sekaligus. Kesulitan lain adalah belum merata-
nya profesionalisme pada perusahaan-
Perusahaan di Indonesia schingga untuk peng-
ambilan data yang bersifat obyektif ternyata sulit
sekali. Hal ini dialami juga dalam penelitian ini,
sehingga akhirnya penelitiaa inj lebih banyak
menggunakan tolok ukur yang bersifat
subyektif.
Dua hal penting yang dianggap bisa men-
cerminkan kualites kekaryaan adalah motif ber-
prestasi dan persepsi tethadap kualitas kekar-
yaan. Asumsj digunakannya dua hal tersebut
mendasarkaa pada keayataan bebwa motivasi
merupakan kunci penting untuk mewajudkan
kualitas Kekaryaan. Sedangkan persepsi ter-
hadep kualitas kekaryaan diasumsikan meigan-
dung kebenaran yang dapat mewakili dalam
penilaian kualites kekaryaan.
ISSN : 0215-8884
PENELITIAN TOLOK UKUR KUALITAS KEKARYAAN
Metode
Dua daerab, Jawa Tengah dan Jawa Barat,
dipilin sebagai lokasi penelitian dengan alasan
kedua dacrah tersebut mewakili daerah Jawa dan
‘Sunda yang merupakan kelompok ctais terbe-
sar, Dari masing-masing daerah diperoleh empat
jenis pekerjaan, yaitu petani, pedagang, karya-
wan pabrik, dan pegawai negeri. Jumlah total
responden adalah 648 orang dengan perimbang~
an 311 dati suku Sunda dan 337 dari suku
‘Jawa. Ditinjau dari pekerjaannya responden ter-
diri dari 164 petani, 166 pegawai negeri, 153
karyawan pabrik, dan 165 pedagang.
Petani Sunda diambil di dua kecamatan,
‘Ujungberung dan Rancaekek, kabupaten Ban-
dung. Sedangkan petani Jawa Bertempat ting-
gal di dua pedukuhan (ingkungan) Watububan
dan Gedung Anak di desa Gedang Anak, Keca-
matan Ungaran, Kabupaten Semarang. Dalam
Jah petani pemilik sawah etau tegalan yang
digarap juga olch pemiliknys. Pegawai negeri
dalam penelitian ini diambil dari mereka yang
merupakan pegawai negeri sipil yang sudah
memiliki SK. Di Jawa Barat, sampel pegawai
negeri diambil pada Kantor Kabupaten Ban-
dung, sedangkan di Jawa Tengah diambil di
Kantor Kabupaten dan Kodya Semarang. Kar-
yawan swasta yang diambil sebagai sampel kali
inj adalah karyawan pabrik ‘garment’. Sebagai-
mana pada perusahaan jenis ini di berbagai dae-
rah, pada kedua perusahaan yang diambil seba-
gai sampel sebagian besar adalah wanita.
Untuk kelompok pedagang baik di Jabar ma
pun di Jateng yang diteliti kali ini adalah ped:
gang kelontong baik yang berdagang di pasar,
ios, maupun toko. Di Jabar responden i am-
bil di sekitar pasar Kiara Condong dan Pasar
Cicadas Baru. Di jateng responden pedagang
diambil dari sekitar pasar Ungaran, pasar Jati-
ngaleh, Banyumanik, dan Johar Baru.
Data diambit dengan angket yang diisi oleh
petugas bersamaan dengan wawancara. Secara
garis besar angket terdiri dari empat bagian,
bagian pertama mengungkap latar belakang s¢-
cara umum, bagian kedua berisi pertanyaan
sesuai dengan bidang pekerjean masing-masing,
bagian ketiga mengungkap persepsi terhadap
kualitas kekaryaan, dan bagian keempat meru-
pakan angket motif berprestasi yang didasarkan
pada teori McCleland (1961).
ISSN; 0215-8884
n
‘Hasll-hastt
Untuk mendapatkan gambaran awal, bebe-
rapa variabel yang secara teoritis saling ber-
kaitan dikorelasikan satu dengan lainnya. Hasil-
hasilnya menunjukkan bahwa :_
1, Tingkat pendidikan berkorelasi positip
dengan motif berprestasi (= 0,416; p <
0,001) dan persepsi terhadap kualitas kekar-
yaan (r = 0,195; p < 0,001).
2. Pendapatan berkorelasi dengan motivasi ber-
prestasi (r = 0,257; p < 0,001), tingkat pen-
kan (F = .255; p 0,001) dan kepuasan
terhadap kualitas kekaryaan (¢ = .255;
P< 0,001).
3. Kepuasan tethadap kualitas kerja berkorelasi
positif dengan motif berprestasi (r = 422;
P < 0,001) dan berkorelasi dengan ketidak-
inginan ganti pekerjaan (r = 0,168; p <
0,001).
Dari hasil yang disajikan tersebut narapak-
‘nya persepsi terhadap kualitas kekaryaan oleh
karyawan itu sendiri bisa dijadikan salah satu
tolok ukur terhadap kualitas kekaryaan, di sam-
ping itu tentunya juga motif berprestasinya.
Meskipun demikian standar pengukurannya
masih perlu ditinjau kembali, sebab kes
yang terlihat dari korelasi belum menunjukkan
besaran yang dimaksudkan.
Dilihat dari keseluruhan subyek rata-rata
persepsi terhadap kualitas kekaryaan adalah
140,39 dengan deviasi standar 13,27 dan jarak
sebaran skor dari 95 hingga 184. Dibanding
rata-rata hipotetis (116,5), maka bisa dikatakan
bahwa persepsi terhadap kualitas kekaryaan da-
lam penelitian ini cukup tinggi. Berbeda dengan
persepsi tersebut, kondisi motif berpréstasi pa-
da responden ternyata tidak begitu jauh dari
rata-rata hipotetis. Hasil observasi menunjuk-
kan bahwa rata-rata sekor motif berprestasi
110,27 dengan deviasi standar 13,64, sedangkan
rata-rata hipotetisnya 108. Dengan mtelihat per-
bandingan antara rata-rata observasi dengan
rataseta hipotetis dan deviasi standarnya,
maka dapat disimpulkan bahwa motif berpres-
tasi paéa responden dalam penelitian ini tergo-
Jong rats-rata, tidak tingsi dan tidak pula
tendah.
Beberapa aspek yang mencerminkan kurang
Gngginya motivasi berprestasi, sebagai gambar-
an saja, dikemukakan beberapa hasil perbi-
tungan frekuensi jawaban. Ketika menjawab
pertanyaan teatang pilihan pekerjaan, frekuen-Rm
si terbesar (52,3%) menyatakan memilih peker-
Jaan yang mudah dan agak mudah (28,9%} se-
dangkan yang akan memilih pekerjaan yang
cukup sukar atau sukar sekali persentasenya
telatif kecil (14,2% dan 46%), Frekuensi yang
tinggi lainnya adalah perniyataan tentang pemi-
Jihan pekerjaan yang mudah lebih banyak
(88,4%) daripada yang memilih pekerjaan yang
sulit dan berisiko (11,6%). Jawaban terhadap
Pertanyaan tentang kesukaan mengerjakan se-
suatu, 73,3 memilih pekerjaan yang relatif
mudah dan santai, sedangkan sisanya lebih
suka mengerjakan pekerjaan yang relatif sukar
dan ada tantangannya. Juga ada keoenderungan
DJAMALUDIN ANCOK, FATUROCHMAN
untuk menghindari pekerjaan yang menurut
orang lain sulit dikerjakan (77,2%), sedangkan
sisanya = tap menyenangi pekeriaan meskpun
orang Tain mempersepsikan sel ker}
ying sutit, eet pein
Analisis lebih lanjut dari data yang diper-
oleh menggunakan variabel jenis pekerjaan, tem-
pat tinggal, dan kelompok etnis. Memperban-
dingkan antar kelompok etnis di sini hanya un-
‘tuk mendapatkan gambaran tentang keadaan
kualitas kekaryaan yang ada,
2. Kepuasan terhsdap Kualitas Keka
ryaan
antar Saku daa Pekerjean
Tabel-1. Analisis Varians Jenis Pekerjaan dan Suku Untak Kepuasan
Terhadap Kustitas Kekaryaan
imber Variasi K DF MK F Signifikenst
‘V2 @Pekerjaan) 12695344 3 4231.781 28,993, <<. .001-
V3 (Suku) 112.695 1 112.695 7.692 < 006
Interaksi —
v2 V3 4753.193 3 1584.398 10.855 < 00)
Eror 93414,344 640 145.960
Total 112065031647 173.207
Dari Tabel-1 dan rata-rata sckor yang di-
peroleh untuk variabel terikat kepuasan terha-
dap kualitas kekaryoan, ternyata :
1, Ada perbedaan kepuasan terhadap Kualitas
kekaryaan yang sangat signifikan pada peker-
Jaan petani, pegawai negeri, karyawan, dan
pedagang (F = 28,993; p < 0,001), Pega-
‘wai negeri merasa paling puas (X = 142,71)
disusul petaniX = 139,27) dan pedagang
X = 137,84), serta yang paling merasa
Kurang puas adalah Karyawan pabrik (X =
130,38). »
2. Suku Sunda memiliki kepnasan terhadap kua-
litas kekaryaan kerja yang lebih tiriggi (X =
139,11) dibandingkan suku Jawa (% =
136,38).
3. Ada" interaksi antara jenis pekerjaan dan
Sulu terhadap kepuasan terhadap kualitas ke-
karynan (F = 10,855; p < 0,001). Hal ini
nampak pada petani, pedagang, dan karya-
swan pabrik, di mana pade ketiga pekerjaan
pada kelompok.cinis Sinda memilild rata-
rata skor lebih tinggi, sedangkan pekerjasn
yang memiliki skor lebib tinggi pada suku
Jawa adalah Pegawai Negeri. Secara terinci
rata-rata skor keempat kelompok pekerjaan
fersebut adalah (a) petani Sunda memiliki
rata-rata skor lebih tinggi (144,27) daripada
-Petani Jawa (134,01); (b) pegawai negeri
Jawa lebih tinggi kepuesan terhadap kuali-
tas kekaryaannya (X = 144,94) daripada pe-
gawai negeri Sunda (X = 140,27); (e) Karya:
wan pabrik Sunda merasa lebih puas terha-
dap kualitas kekaryaannya (X = 131,37)
daripada karyawan pabrik Sunda (X=
129,54); serta (d) pedagang Sunda memiliki
tata-rata skor kepuasan kualitas Kekaryaan
yang lebih tinggi (X = 139,53) daripada
Pedagang Jawa (K = 136,21). Dengan demi-
kian interaksi suku dengan pekerjean ber-
Pengaruh sekaligus terhadap variabel
Kepuasan terhadap kualitas kekaryaan, ke-
cuali pada kelompok pekerjaan pegawai
- Megeri.
ISSN : 0215-8884
PENELITIAN TOLOK UKUR KUALITAS KEKARYAAN,
Pegawai negeri memiliki kepuasan terhadap
‘eualitas kekaryaan paling tinggi di antara keem-
pat pekerjaan tersebut karena memang ada ke-
cenderungan untuk menilai bahwa pegawai
negeri adalah pekerjaan yang paling diidam-
idamkan semua orang. Kondisi yang demikian
ini menyebabkan persepsi diri pada pegawai
negeri juga menjadi baik, schingga kepuasan ter-
hadap kualitas kekaryaannya juga tinggi.
‘Suku Sunda memiliki kepuasan yang lebih
tinggi daripada suku Jawa kemungkinan besar
disebabkan oleh pendapatan yang diperolehnya
lebih tinggi. Sebagaimana ditunjukkan oleh hasil
terdahulu, kepuasan terhedap kualitas kekar-
yaan sangat berkorelasi dengan penghasilan.
Ada kekecualian pada Pegawai negeri, Pe-
‘gawai negeri Jawa lebih tinggi kepuasan ker-
janya daripada Pegawai Negeri Sunda. Sunda
‘memiliki kepuasan yang lebih tinggi daripada pe-
tani Jawa. Tampaknya hal ini bisa diterangkan
dengan melihat penghasilan yang diterima oleh
petani Sunda yang lebin tinggi daripada peng-
hasilan petani Jawa,
2, Dorongan untuk Berprestasi antar Suku dan
Pekerjaan
Keadaan motif berprestasi responden amtara
kelompok pekerjaan dan suku adalah : (lihat
Tabel-2)
Tabele2. Analisis Varians Antar Pekerjaan dan Suku Terhadap Dorongan Untuk
Berprestasi
‘Sumber Varlast aK DF MK F Signifikansi
‘V2 (Pekerjaan) 24142.076 8247.359 60.297 < 001
‘V3 (Suku) 288.351 288.351 2.108 > 05
Interaksi
V2 V3 2074.651 691.550 5.056 < 00s
Eror 87538.280 640 136.779
Total 1}4788.875 647 NTT ANT
1, Ada perbedaan dorongan berprestasi, yang, ding suku Sunda (X = 117,26), karyawan
‘sangat signifikan antara petani, pegawai ne-
geri, karyawan, dan pedagang (F = 60,292;
< 0,001). Urutan kelompok pekerjaan yang
rata-rata tertinggi hingga terendah
adalah : pegawai negeri( X = 118,97), peta-
ni (X = 105,40), karyawan pabrik (X =
104,66), dan pedagang (X = 104,33).
2. Perbedaan dorongan berprestasi antara
suku Sunda & = 107,58) dan suku Jawa
(X = 109,22) ternyata tidak signifikan (F =
> 05
3, Interaksi antara jenis pekerjaan dan suku ter-
hadap dorongan berprestasi sangat signifiken
F = 5.056; p < .005): Hal ini terlihat dari
rata-vata skor antara masing-masing peker-
jaan diantara kedua suku, Petani Jawa lebih,
rendah rata-rata skornya (X = 103,51) diban-
ding petani Sunda (X = 107,20), namun
pada pekerjaan Iainnya ada kecenderungan
sebaliknya yaitu pegawai negeri lebih ting-
gi pada suku Jawa (X = 120,41) diban-
JEN : 0215— ARRAS
Jawa lebih tinggi (X = 107,43) dibanding
karyawan pabrik Sunda (X = 101,37), dan
pedagang Jawa sedikit lebih tinggi (X =
104,42) dibandingkan karyawan pabrik Sun-
da (X = 104,25).
Dorongan berprestasi pada pegawai negeri
‘ternyata paling tinggi, sedangkan pada petani,
karyawan, dan pedagang relatif sama. Keadaan
inj bisa dijelaskan kalau tingkat pendidikan dan
jenis pekerjaan atau tingkat kepangkatan mereka
‘bisa diketahui secara pasti. Di dalam penelitian
ini yang terungkap hanya tingkat pendidikannya.
‘Ternyata tingkat pendidiken berkorelasi positip
dengan dorongan berprestasi. Schingga bisa di-
duga bahwa tingginya dorongan berprestasi pada
pegawai negeri karena mereka rata-rata memi-
liki tingkat pendidikan yang cukup ting
Sedangkan variasi jenis dan tingkat atau pang-
kat pekerjaan memang tidak terungkap dalam
penelitian ini, sehingga secara meyakinkan di sini
tidak bisa diperlihatkan hubungan antara variasi4
jenis dan tingkat atau pangkat pekerjaan
dengan dorongan berprestasi. Satu hal yang
jelas adalah bahwa dorongan berprestasi belum
tentu akan selalu muncul. Meskipun pegawai ne-
seri memiliki dorongan berprestasi tinggi, belum
tentu dalam kenyataannya mereka melakukan
pekerjaan dengan maksimal sebagaimana
dorongan berprestasi yang dimilikinya, Hasil-
hasil yang lain untuk dependen variabel dorong-
an berprestasi bisa juga dipahami dengan pen-
jelasan tersebut.
3. Jam Kerja antar Suku dan Pekerjasn
Nampaknya hanya variabel jenis pekerjaan
saja yang menyebabkan adanya jam kerja. Hasil-
hasil selengkapnya adalah sebagai berikut :
DJAMALUDIN ANCOK, FATUROCHMAN
1. Jam kerja petani, pegawai negeri, karyawan,
dan pedagang berbeda sangat signifikan (F=
‘60,695; p < 0,001). Jam kerja pedagang ter-
ayata paling tinggi (@ = 11,44) disusul kar-
yawan pabrik (X = 8,90), pegawai negeri (X
* 6,92), dan petani (X= 5,64).
2. Jam ke suku sunda X = 7,89 dan
suku jawa X = 8,51. Dari hasil uj statistik,
Perbedaan tersebut tidak signifikan.
3. Perbandingan jam kerja untuk masing-
masing kelompok pekerjaan antar suku yang
nampak menonjol hanya pada pekerja pabrik
gu X = 9,65 jam pada suku jawa dan
X = 8,00 jam pada suku sunda. Sedangkan
kelompok pekerjaan lain perbedaan rata-
ratanya tidak menonjol, berkisar seperti
pada masing-masing pekerjaan untuk kedua
suku,
Tabel-3. Amalisis Varians Antar Pekerjaan dan Suku Untuk Jam Kerja
‘Sumber Varinsi Jk DF MK F Signifikansi
V2 (Pekerjaan) 3148.007 3 1049.359 60.695 > 001
‘V3 (Suku) 55.152 1 55.152 3.190 > 05
Interaksi
v2 v3 76.615, 3 25.538 1477 > 05
Eror 11065.020 640 17.289
Total 14351184 647 22.181
Lama kerja seseorang untuk melakukan
suatu pekerjaan antara Jain ditentukan olgh ke-
butuhan, peraturan kerja, dan keadaan ling-
kungan. Dalain hal ini petani memiliki jam kerj
paling sedikit karena petani sangat tergantung ”
oleh musim. Pada musim hujan mereka mela-
kukan pekerjaan relatf lebih banyak dibanding
‘musim kemarau. Karena faktor musim ini pula
ston ering tidak melakukan pekerjaan di luar
musi tanam,
Berbeda dengan petani, pedzgang bekerja
rata-tata lebih lama jam kerjanya. Keadaan ini,
sesuai dengan semboyan "waktu adalah wang”,
Untuk mendapatkan hasil setinggi-tingginya,
‘mereka memanfaatkan waktu semaksimal yang
bisa mereka lakukan. Keadaan ini mirip dengan
keadaan pada perusahaan dimana karyawan
pabrik bekerja, bedanya yang menentukan jam
kerja adalah pi
pade pegawai negeri, lama jam kerja sudah di-
atur sedemikian rupa, sehingga variasi di dalam.
nya relatif kecil.
4. Minat Ganti Pekerjasn snter Soku dan
Pekerjaan
‘Dengan melihat rata-rata skornya, nampak
bahwa pada umumnya responden tidak meng-
inginkan untuk berganti pekerjaan. Sebab rata-
rata untuk tiap-tiap pekerjaan maupun rata-rata
dari keseluruhan responden di atas rata-rata
ipotetis (X = 2,50). Meskipun demikian ana-
lisis statistik CTabel4) menunjukkan bahwa :
1, Perbedsan minat tidak ganti pekerjaan
antara petani, pegawai negeri, karyawan
pabrik, dan pedagang sangat signifikan (F =
7,081; p < 0,001), yang paling berminat un-
ISSN : 0215-8884
PENELITIAN TOLOK UKUR KUALITAS KEKARVAAN,
15
Tabel-4. Anava Autar Pekerjaan dan Suku Untuk Minat'Bergantl Pekerjaan
‘Sumber Vartasi JK DF MK F Signifikansi
‘V2 (Pekerjaan) 16.835 3 5.612 7.601 < 001
‘V3 (Suku) 5.333 1 9.333 7.224 <_ 007
vs 2,508 3 836 1.132 > 05
Eror 478.743 639 738
Total 496.201 667 768
(uk ganti pekerjaan adalsh para karyawan pa-
brik (X = 2,86) dan yang paling tidak ber-
minat ganti pekerjaan adalah Pegawai Negeri
& = 3,29). Sedang petani dan petiagang
rata-rata skor masing-masing adalah X =
3,17 dan X = 3,22. Skor testinggi untuk
tidak ingin berganti pekerjaan adalah 5, yang
paling berniat ganti pekerjean kemungkinan
skomya adalah 0,
2. Keinginan tidak-ganti pekerjaan suku jawa
lebih besar (X = 3,23) daripada minat tidak.
sganti pekerjaan pada suku Sunda (3,05). Per-
‘bedaan ini secara statistik sangat signifikan
(F = 7,224; p < 0,007).
Nampaknya kondisi kerja di perusahaan
terapatt responden bekerja adalah faktor yang pa-
ling mendorong, untuk” berganti.. pekerjaan.
‘Sedangkan pada petani, pegawai negeri, dan pe-
dagang kebebasan untuk bekerja lebih besar.
Faktor lain yang mingkini menyebabkan hal ini
adalah penghasilan. Dilihat dari perbedaan an-
tar suku, dimana responden jawa relatif lebih
tinggi keinginan untuk tidak berganti pekerjaan,
‘mungkin disebabkan oleh sifat orang Jawa yang
lebih bisa menerima keadaan, sehingga dalam
bekerja juga relatif tidak ingin berpindah.
5. Kepuasan terbadep Kualitas Kekeryasn dan
Motif Berprestasi aatar Tempat Tinggal
Berikut ini disajikan hasil analisis varians
képuasan tethada kualitas kekaryaan dan do-
rongan berprestasi antar tempat tinggal (Tabel-5
ddan Tabel6), dengan pertimbangan bahwa suatu
ternapat tinggal memiliki kondisi yang berbeda
dengan tempat tinggal lainnya,.sehingga akan
mempengaruhi pula terhadap_ kualitas
kekaryaatinya. . ;
2» -Tempat tinggal responden ternyata berpe-
ngaruh terhadap kepuasan dan motif berpres:
asi. Berdasarkan oji statistik, didapatkan hasil
J, Ada perbedaan kepuasan terhadap kuali
tas kekaryaan yang signifikan antara kelom-
ok orang yang tinggal di kota besar, ko.a-
kecil, dan desa. Meréka yang hidup di kota
besar memilik kepuasan kerja paling tinggi
(K = 139,140) dibanding dengan responde
yang hidup di'kota kecil (X = 138,078) dan
desi (K = 135,671).
Tabel-S. Anolisis Varians Kepuasan Terhadap Kualitas Kekaryain Antar Teripat Tinggal "”
Signifikansi
‘Sumber Variasi DF JK MK F
Antar Kelompok 2 1306.3599 653.1800 3.8226 =< 0S
Dalam 634 109872,9033 170.8754
Total 645, 111179.2632
ISSN’: 0215 = 888416
DJAMALUDIN ANCOK, FATUROCHMAN
Tabelé. Analisis Varians Dorongan Berprestasi Antar Tempat Tinggal
‘Sumber Variasi OF MK F ‘Signifikansi
Antar Kelompok 2 215.6161 1207,9081 6.9252 > .005
Dalam 643, 112152.7922 174.4211
Total a5 144568.6084
2. Ada perbedaan dorongan berprestasi yang
sangat signifikan antara kelompok orang
yang bertempat tinggal dj kota-besar, kota-
kecil, dan desa, Dorongan untuk berprestasi
‘orang kota-besar paling tinggi (X = 110,381),
disusul responden dari kota-kecil (XK =
108,904), dan paling rendah di antara_keti-
ganya adalah responden-dari desa (K =
105,924),
‘Ada keoenderungan bahwa makin ‘urban’
‘suatu tempat tinggal semakin memberi kepuas-
an maupun mendorong untuk berprestasi lebih
tinggi. Kondisi kota memang menuncut untuk
berprestasi lebih tinggi, sebab persaingan antar
‘individu cukup tinggi. Di lain pitiak kehidupan
kota memberikan lebib banyak Kemungkinan
untuk memuaskan keinginan wargenya dengan
berbagsi fasilitas yang ada. Oleh karéna itu me-
reka yang hidup di kota besar merasa paling ting-
‘gi kepuasan terhadap kualitas kekaryaanttya di-
susul warga kota kecil, dan paling rendab pada
penduduk pedesaan.
‘Kesimpulan dan Saran
Uji-coba instrumen untuk mendapatkan
validitas dan relibilitas, dengan teknik ‘internal
consistency’ dan teknik belah dua, menunjuk-
‘kan bahwa alat pengukur motif berprestasi dan
ersepsi terhadap kualitas kekaryaan cukup
baik. Namun kemampuan alat untuk membeda-
kan kelompok-kelompok subyek masih belum
memuaskan, Kempungkinan hat ini dikerenakan
sampel yang digunakan dalam penelitian ini
‘memang masih Kurang representatif untuk ge-
neralisasi yang lebih Juas. Dengan melihat hasil
‘Penelitian imi tampaknya penelitian tentang kua-
untuk mengungkap kualitas kekaryaan dari
peneclitian ini adalah persepsi kualitas kekaryaan,
motif berprestasi, dan efisiensi penggunaan
waktu.
Untuk penetitian lebih lanjut kiranya per-
Ju diperiuas jangkauannya sthingga kelak bisa
mewakili kondisi yang sesungguhnya dari ke-
‘adaan di Indonesia. Masalah lain yang perlu di-
perhatikan sebagaimana dikemukakan terdahulu
adalah penggunean tolok ukur lain yang bersi-
fat obyektif untuk kemudian dikomplemenkan
dengan tolok ukur subyektif dalam mengung-
kapkan kualitas kekaryaan. Langkah standari-
sasi tolok ukir kitanya juga merupakan hal yang
harus dipikirkan sehingga penggungan suatu to-
lok ukur dapat segera terlihat sesaat seteleh
pengukuran.
Daftar Pustake
Davis, K. 1977 Human Behavior at Work.
New York: McGraw-Hill.
McClelland, D.C. 1961 The Achieving Society.
Princeton ; Van Nostrand.
Schuliz, D.P., 1970 Psychology and Industry,
New York : Mc Millan Co.
ISSN : 0215-884