You are on page 1of 10

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)

Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: 2356-3346)


http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

DAMPAK PEMBERIAN PENDIDIKAN KESEHATAN


REPRODUKSI TERHADAP PENGETAHUAN SIKAP DAN
PRAKTEK
SANTRI PONDOK PESANTREN DI SEMARANG
THE IMPACT OF GIVING THE EDUCATION OF REPRODUCTIVE HEALTH TOWARD
KNOWLEDGE ATTITUDE AND PRACTICE OF TEENAGER SANTRI OF ISLAMIC
BOARDING IN SEMARANG

Haning Khoirunisa, Zahroh Shaluhiyah, Priyadi Nugraha Prabamurti


Bagian Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Diponegoro

ABSTRACT
Background : Adolescene is a priode of transition signed by physical, emotional
and psychological changes, which occurred maturation of human reproductive
organs (puberty). Santri in islamic boarding are teenagers that in growth is often
accompanied by juvenile common problems such as physical changes, social
adjustment, and issues relating to the opposite sex. This condition is exacerbated
by the globalization that is characterized by increasingly the flow of information,
which is the relationship behavior that is not healthy tends the teenager doing
premarital sex, including santri. Survey Perkumpulan Keluarga Berencana
Indonesia (PKBI) in Semarang in 2010 about reproductive health showed 43,22%
their knowledge are low and 63% of teenagers who are dating is not ashamed to
do petting. The purpose of this study is to determine the impact of giving the
education of reproductive health towards knowledge, attitude and practice of
santri in islamic boarding in Semarang.
Method : This research is a kind of pre-experimental study with static group
comparison approach. The population in this research is the santri of MA Nurul
Huda Azzuhdi 174 people then the samples were taken by 50 santri using
proportional stratified random sampling method. The data analyzed by T-test,
Mann Whitney and Crosstab.
Result : The result showed that 66% og santri knowledge are “less”, 40% their
attitude are “permissive”, and 24% their practice are “high risk”. Then the result of
statistical test T-test showed the difference between knowledge of santri in
islamic boarding intervention and control with value of p=0,001. While Mann
Whitney statistical test results showed no difference between the attitude and
practice of santri in islamic boarding intervention and control, each with value of
p=0,111 and p=0,057. In the Crosstab statistical test results showed difference
between the attitude og the santri of the man and the woman with value of
p=0,001, while the knowledge and practice there is no difference with value of
p=0,232 and p=0,321.
Conclusions : From this study it can be conclude that the reproductive health
education that is given, impacted significant in changing the knowledge, but can
not increase the knowledge good enough, and less significant in changing the
attitude and practice og santri.
Keywords : education, health, reproductive, teenagers, santri

898
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

PENDAHULUAN kehidupan dalam diri mereka, yaitu


Data sensus penduduk tahun perubahan dimensi biologis, kognitif,
2010, jumlah penduduk Indonesia telah moral dan psikologis. Konflik yang terjadi
mencapai 237,6 juta jiwa.1 Jumlah akan menyebabkan banyak
penduduk yang tinggi tersebut harus permasalahan dan tidak terlepas dari
diimbangi dengan upaya peningkatan pengaruh lingkungan, sosial ekonomi
kualitas penduduk. Peningkatan dan politik.4
kesehatan reproduksi bagi remaja dan Pengaruh-pengaruh negatif yang
generasi muda merupakan salah satu rawan di masa remaja seperti narkoba,
upaya peningkatan kualitas hidup kriminal, dan kejahatan seks.
manusia yang akan meningkatkan Ketidaksiapan remaja dalam
indeks sumber daya manusia di masa menghadapi perubahan-perubahan yang
yang akan datang.2 Hal tersebut terjadi pada diri dan lingkungan
disebabkan karena jumlah remaja cukup sekitarnya dapat menimbulkan berbagai
besar yaitu 26,67% dari total penduduk perilaku menyimpang.3 Kenyataan yang
Indonesia, dimana usia 15-24 tahun tidak ada di Indonesia saat ini, masalah yang
kurang dari 40,75 juta jiwa dan usia 10- paling banyak terjadi pada remaja yaitu
14 tahun sebanyak 22,7 juta jiwa.1 kehamilan dan infeksi menular seksual
Remaja adalah bagian yang (IMS), HIV/AIDS, penyalahgunaan obat
penting dalam masyarakat, terutama di dan narkotika, merokok, dan perilaku
negara berkembang, remaja merupakan kekerasan seperti perkosaan.5
bagian terbesar dalam populasi. Data Seiring dengan perubahan fisik
demografi dari World Health dan kematangan seksualnya, remaja
Organization (WHO) tahun 1995 memiliki minat yang besar terhadap
menunjukkan bahwa remaja merupakan aktivitas seksual. Meningkatnya minat
populasi yang cukup besar dari seluruh seksual remaja mendorong bagi remaja
penduduk dunia. Sekitar seperlima itu sendiri untuk selalu berusaha mencari
penduduk dunia adalah remaja berumur informasi dalam berbagai bentuk,
10-19 tahun, sekitar 900 juta berada di terlepas benar tidaknya informasi
negara berkembang. Di Asia Pasifik tersebut. Sumber informasi dapat
penduduknya merupakan 60% dari diperoleh dengan bebas mulai dari
penduduk dunia, seperlimanya adalah teman sebaya, buku-buku, film, video,
remaja berumur 10-19 tahun.3 bahkan dengan mudahnya membuka
Masa remaja merupakan masa situs-situs lewat internet, namun
peralihan antara masa kanak-kanak dan ironisnya sangat sedikit remaja
masa dewasa. Masa remaja sering memperoleh pendidikan seksual
digambarkan sebagai masa yang paling (reproduksi) dari guru ataupun orang tua
indah, karena penuh dengan sehingga tidak jarang remaja melangkah
kegembiraan dan tantangan yang sampai tahap percobaan.6
ditandai dengan adanya pertumbuhan Akibat buruk dari hubungan
secara fisik, perkembangan psikis, seksual pranikah dapat membawa
emosi, sosial, kognitif serta kematangan remaja dengan segala akibatnya, antara
seksual. Masa remaja sering disebut lain terjadi kehamilan remaja putri di luar
masa storm and stress karena nikah.7 Data Kementerian Kesehatan RI
banyaknya goncangan-goncangan dan sampai 30 September 2010, secara
perubahan yang cukup radikal dari masa kumulatif jumlah kasus AIDS yang
sebelumnya. Konflik yang dihadapi oleh dilaporkan sebanyak 22.726 kasus
remaja semakin komplek seiring dengan tersebar di 32 provinsi dan 300
perubahan pada berbagai dimensi kabupaten/kota. Kasus terbanyak

899
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

menimpa kelompok belia dan produktif dalam menjaga diri dengan berbekal
(usia 20-39 tahun) sebanyak 78,8%. pengetahuan dan pemahaman yang
Penyebab utama atau cara penularan benar mengenai kesehatan reproduksi
terbanyak adalah melalui hubungan remaja.3
heteroseksual (51,3%).8 Begitu pula di Penyebaran informasi bagi
Semarang, salah satu kota besar di remaja dilakukan di sekolah dan luar
Indonesia yang merupakan ibukota sekolah, termasuk pondok pesantren.
Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan Peranan pesantren sebagai sebuah
data Dinas Kesehatan Kota Semarang lembaga pendidikan yang sangat intensif
tentang Kesehatan Reproduksi Remaja membahas masalah agama Islam yang
Kelompok Umur 10-19 Tahun, terdapat berguna bagi masyarakat luas, sudah
jumlah kasus hamil diluar nikah pada semestinya membahas seksualitas
tahun 2009 sebanyak75 kasus dan pada melalui pendidikan seks atau pendidikan
tahun 2010 sebanyak 173 kasus. kesehatan reproduksi. Akan tetapi
Kemudian di tahun 2011 terdapat 95 realitasnya, bahasan kesehatan
kasus IMS dan tahun 2012 ditemukan reproduksi masih tergolong tema yang
dua kasus HIV/AIDS. sangat jarang di kalangan pesantren.
Suatu fenomena yang menarik Pola kehidupan di pondok pesantren
adalah bahwa hubungan seksual mewajibkan santri untuk menetap di
pranikah justru banyak dilakukan oleh pondok selama masa pendidikan dan
remaja yang berpacaran. Meskipun tidak melakukan segala aktifitas sehari-hari di
semua remaja berpacaran melakukan areal pondok pesantren, tidak terkecuali
hal tersebut, tetapi dari fakta tersebut saat menghadapi masa remaja. Hal ini
menunjukkan kecenderungan yang membuat masalah kesehatan reproduksi
mengkhawatirkan dan memprihatinkan.9 remaja sangat penting untuk
Seiring dengan pesatnya arus diinformasikan kepada remaja di pondok
perkembangan ilmu pengetahuan dan pesantren.11
teknologi, terutama teknologi informasi Berdasarkan data Dinas
yang telah menghadirkan berbagai Kesehatan Kota Semarang tentang
kemudahan fasilitas informasi seperti Kesehatan Reproduksi Remaja
kemajuan internet sebagai bagian dari Kelompok Umur 10-19 Tahun, kasus
media massa, majalah, handphone (HP), reproduksi remaja salah satunya terjadi
TV, DVD dan sebagainya memberikan di wilayah kerja Puskesmas Rowosari.
banyak informasi yang dapat Puskesmas Rowosari merupakan lima
mempengaruhi bahkan menyesatkan besar puskesmas dengan jumlah kasus
remaja. Semakin menggejalanya reproduksi remaja terbanyak. Data
perilaku seksual remaja khususnya Puskesmas Rowosari Tahun 2011,
dengan pacar, maka semakin diperlukan terdapat 14 pondok pesantren yang
pendekatan yang lebih efektif untuk masuk wilayah kerja Puskesmas
memasyarakatkan informasi yang benar Rowosari dengan jumlah total santri 418
mengenai seks (reproduksi) sehat orang, diantaranya 224 santri laki-laki
kepada remaja.10 dan 194 santri perempuan. Dengan
Pendidikan kesehatan reproduksi jumlah tersebut, santri belum terfasilitasi
masih diposisikan sebagai wacana program penyuluhan kesehatan yang
daripada langsung diinformasikan dan menyentuh kesehatan reproduksi
diajarkan kepada remaja melalui remaja. Namun ada satu pondok
berbagai metode dan sistem. Tujuannya pesantren wilayah kerja Puskesmas
agar remaja dapat Rowosari yang telah aktif memberikan
mengimplementasikan pengetahuan pendidikan kesehatan reproduksi secara
kesehatan reproduksinya dengan mandiri, yaitu Pondok Pesantren Nurul
bersikap positif sehingga dapat menjadi Huda Azzuhdi.
remaja yang bertanggung jawab
terhadap dirinya sendiri dan keluarga METODE PENELITIAN

900
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Jenis penelitian ini adalah media yang tepat lebih banyak


penelitian eksperimen. Penelitian ini mempengaruhi santri untuk mengingat
menggunakan rancangan pra- materi dalam waktu yang lama.
eksperimen (pre-experimental design) Hal tersebut sesuai dengan teori
dengan pendekatan static group Lawrence Green (1980), bahwa faktor
comparison. Populasi intervensi dalam pemungkin (enabling factor) yang
penelitian ini adalah santri MA Pondok terwujud dalam ketersediaan sumber
Pesantren Nurul Huda Azzuhdi yang daya pendidikan kesehatan reproduksi
telah diberi pendidikan kesehatan remaja dapat memberikan akibat pada
reproduksi, sedangkan kontrol adalah faktor predisposisi (predisposing factor)
santri MA Pondok Pesantren Taqwal berupa perubahan pengetahuan dan
Illah yang tidak diberi pendidikan sikap.12 Hal senada juga dikemukakan
kesehatan reproduksi. Berdasarkan pada hasil penelitian Achjar (2006),
penghitungan rumus sampel diperoleh bahwa efektivitas pendidikan kesehatan
besar sampel intervensi sebanyak 50 reproduksi remaja dapat dipengaruhi
responden. Besar sampel kontrol oleh kemampuan penyuluh, metode dan
ditentukan berdasarkan perbandingan media yang digunakan, lingkungan
antara sampel intervensi dengan kontrol tempat dilakukannya penyuluhan, dan
yaitu 1 : 1, sehingga diperoleh sampel penyampaian materi.4 Notoatmodjo
kontrol ada 50 responden. Teknik (2007) juga mengemukakan bahwa
pengambilan sampel dilakukan dengan perubahan pengetahuan dan sikap
cara Proportional Stratified Random merupakan hasil belajar dimana dalam
Sampling. proses belajar terjadi pengaruh timbal
balik antara berbagai faktor, antara lain
HASIL DAN PEMBAHASAN subjek belajar (sasaran), pengajar atau
Hasil analisis univariat fasilitator belajar, metode yang
menunjukkan bahwa sebagian besar digunakan, alat bantu belajar (media),
santri pondok pesantren intervensi dan materi atau bahan yang dipelajari.12
memiliki kategori pengetahuan “kurang” Sebetulnya pondok pesantren
tentang kesehatan reproduksi, yaitu intervensi memiliki sumber daya manusia
sebanyak 66% (33 responden) dan sikap yang sudah baik sebagai fasilitator, dan
santri terhadap perilaku pacaran sudah mendapat sertifikat resmi sebagai
sebanyak 40% memiliki kategori sikap Ketua Pusat Informasi Konsultasi
“permisif” (20 responden). Kesehatan Reproduksi Remaja
Hal ini menunjukkan bahwa (PIKKRR) serta sudah mengikuti
pendidikan kesehatan reproduksi yang pelatihan-pelatihan yang
telah diberikan pada santri intervensi diselenggarakan oleh pemerintah.
belum bisa meningkatkan pengetahuan Namun fasilitas sarana dan prasarana
santri menjadi baik, meskipun sikap untuk menunjang metode dan media
santri intervensi cenderung positif. masih kurang. Metode ceramah yang
Secara teori, hal ini dapat disebabkan digunakan sudah baik, namun perlu
karena proses pendidikan kesehatan diberikan tambahan metode yang lebih
yang dilakukan masih kurang bervariasi bervariasi. Fasilitator juga dapat dibantu
dalam kelengkapan fasilitas dan metode dalam memberikan pendidikan
pembelajarannya. Meskipun pada kesehatan reproduksi dengan
pengetahuan santri, ada kemungkinan memberdayakan santri sebagai peer
pengaruh dari faktor lain, yaitu rentang educator (pendidik sebaya). Peer
waktu antara pendidikan yang diberikan educator laki-laki untuk memberikan
terakhir kali pada santri dengan pendidikan kesehatan reproduksi pada
pengambilan data (post-test) yang santri laki-laki, dan peer educator
dilakukan peneliti, sehingga hal tersebut perempuan untuk memberikan
kemungkinan ikut mempengaruhi retensi pendidikan kesehatan reproduksi pada
pengetahuan santri. Namun metode dan santri perempuan. Proses pemberian

901
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

pendidikan kesehatan reproduksi yang pribadi, dan pengaruh orang lain yang
dilakukan oleh pondok pesantren dianggap penting.13
intervensi dijabarkan secara rinci 2. Media
sebagai berikut. Media yang digunakan oleh fasilitator
1. Metode pondok pesantren intervensi adalah
Pondok pesantren intervensi media cetak berupa poster dan media
memberikan pendidikan kesehatan elektronik berupa gambar-gambar
reproduksi kepada santrinya dengan yang disajikan dalam bentuk
menggunakan metode personal presentasi PowerPoint. Notoatmodjo
(bimbingan konseling) dan metode (2007) mengemukakan bahwa media
kelompok (ceramah, diskusi kelompok atau alat peraga berfungsi untuk
dan curah pendapat). Hal ini sesuai membantu dan memperagakan
dengan teori Notoatmodjo (2007), sesuatu di dalam proses
bahwa metode untuk belajar penyampaian pendidikan kesehatan.12
pengetahuan lebih baik menggunakan Secara teori, media yang digunakan
metode ceramah.12 Meskipun begitu, fasilitator untuk meningkatkan
metode ceramah dan diskusi yang pengetahuan santri perlu dikemas
digunakan belum dapat meningkatkan lebih menarik dan bervariasi seperti
pengetahuan santri menjadi baik. pemutaran film atau VCD yang dapat
Secara teori, metode yang digunakan mendekatkan daya imajinasi santri,
fasilitator dalam menyampaikan juga dengan membagikan leaflet atau
materi kurang bervariasi, sehingga booklet yang lebih banyak berisi
memungkinkan santri bosan dan pesan-pesan kesehatan reproduksi
kurang berminat untuk mengikuti dibandingkan poster yang lebih
pendidikan kesehatan secara banyak bersifat pemberitahuan
kontinyu. Kondisi ini didukung oleh melalui gambar saja. Semakin banyak
hasil penelitian Campbell (2005) indera yang digunakan untuk
bahwa kesuksesan suatu program menerima sesuatu, maka semakin
pelatihan dapat dirancang dengan jelas pula pengetahuan yang
menggunakan metode berbeda diperoleh.12 Media berupa alat peraga
seperti diskusi kelompok, curah juga bisa digunakan seperti replika
pendapat (brainstorming), bermain organ reproduksi manusia ketika
peran (role play) dan drama.4 menjelaskan materi tentang organ-
Sehingga dengan metode yang organ reproduksi dan fungsinya, atau
bervariasi, diharapkan dapat dengan alat-alat kontrasepsi asli
meningkatkan retensi pengetahuan ketika menjelaskan jenis-jenis alat
santri. kontrasepsi, sehingga santri dapat
Untuk merubah sikap, perlu adanya melihat dan menyentuh langsung
pengembangan metode yang pada benda aslinya. Hal tersebut bisa
digunakan, seperti psikodrama dan menarik perhatian santri dan
bermain peran, serta media yang mendekatkan pemahaman santri
menampilkan video berduka dan terhadap materi. Penggunaan media
kesaksian pribadi dari seseorang pendidikan kesehatan yang
yang mengalami masalah kesehatan mempunyai intensitas yang paling
reproduksinya, sehingga dapat tinggi adalah benda asli, sedangkan
menghasilkan peningkatan yang memiliki intensitas penerimaan
pengalaman emosional. Azwar (2011) kepada sasaran yang paling rendah
menuturkan, bahwa untuk adalah dengan kata-kata.12
memperoleh sikap yang mendukung 3. Fasilitator
tidak hanya diperlukan pengetahuan Pondok pesantren intervensi hanya
saja, tetapi diantaranya dipengaruhi memiliki satu fasilitator pendidikan
oleh faktor emosional, pengalaman kesehatan reproduksi. Peer educator
(pendidik sebaya) juga perlu

902
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

diberdayakan untuk meningkatkan Durasi waktu penyuluhan di kelas


pengetahuan santri. Berdasarkan berlangsung 60 – 90 menit setiap kali
wawancara pada santri, sebagian tatap muka. Frekuensi pemberian
besar santri lebih senang bercerita pendidikan kesehatan reproduksi
masalah kesehatan reproduksi pada santri yaitu setiap tiga bulan
dengan teman sebaya dibanding sekali. Sehingga santri yang menjadi
fasilitator. Hal ini senada dengan responden penelitian ini sudah
penelitian Martuah (1997), bila ada mendapatkan pendidikan kesehatan
masalah yang berkaitan dengan reproduksi sebanyak 5 kali, terhitung
pendidikan seks (reproduksi), remaja sejak pertama kali diberikan sampai
lebih banyak menyampaikannya ke terakhir kali sebelum peneliti
teman (62,5%). Menurut Mevsim melakukan pengambilan data.
(2009) peer educator adalah suatu Secara teori, frekuensi dan durasi
alat pendidikan yang paling efektif waktu pemberian materi juga perlu
untuk remaja.13 lebih disesuaikan dengan situasi dan
4. Materi kondisi santri sendiri, sehingga tidak
Materi yang telah didapatkan santri memberatkan serta materi
meliputi 1) pengenalan organ tersampaikan dan dimengerti oleh
reproduksi laki-laki dan perempuan; 2) remaja. Menurut Moeliono (2004),
pubertas (menstruasi dan mimpi untuk melakukan sesuatu pada
basah); 3) KB dan alat kontrasepsi; 4) remaja sebaiknya melibatkan remaja
pacaran; 5) IMS dan HIV/AIDS; 6) mulai tahap perencanaan program,
NAPZA dan 7) pornografi. Effendy pelaksanaan, monitoring dan
(1998) mengemukakan bahwa materi evaluasi.14
ikut menentukan proses dan hasil Hasil analisis bivariat
belajar. Materi atau pesan yang akan menunjukkan bahwa dari tiga variabel
disampaikan hendaknya disesuaikan yang diteliti, yaitu pengetahuan, sikap
dengan kebutuhan sasaran sehingga dan praktek, hanya variabel
materi yang disampaikan dapat pengetahuan yang menunjukkan
dirasakan langsung manfaatnya.4 perbedaan yang signifikan antara santri
Dalam memberikan penyuluhan, pondok pesantren intervensi dengan
fasilitator memberikan materi disertai kontrol.
penjelasan sesuai kaidah ajaran 1. Pengetahuan Santri tentang
agama Islam dan menghubungkannya Kesehatan Reproduksi
dengan kebersihan organ reproduksi. Hasil analisis bivariat dengan
Materi kesehatan reproduksi sangat menggunakan T-test menunjukkan
perlu diimbangi dengan muatan moral bahwa terdapat perbedaan yang
dan melalui pendekatan agama, signifikan antara pengetahuan santri
karena masalah-masalah reproduksi pondok pesantren intervensi dan
muncul disebabkan adanya kontrol mengenai kesehatan
pergeseran norma dan nilai-nilai reproduksi dengan p=0,001 (p<0,05).
sosial budaya yang mengarah pada Jika dilihat dari mean skor, santri
perilaku tidak bertanggung jawab.11 pondok pesantren intervensi lebih
Untuk merubah sikap, perlu adanya tinggi dibandingkan kontrol, yaitu
penekanan materi yang menjelaskan 97,86 berbanding 85,06.
tentang konsekuensi-konsekuensi Hasil penelitian ini sesuai dengan
yang harus diterima jika santri memilih penelitian Magdalena (1997) di
berperilaku tidak sehat, serta manfaat sekolah dasar di Kecamatan Cilandak
dari segi materi maupun non-materi Jakarta Selatan, bahwa terdapat
yang didapatkan jika berperilaku perbedaan pengetahuan antara yang
sehat. diberikan penyuluhan dengan yang
5. Waktu (durasi dan frekuensi) tidak mendapatkan penyuluhan.13

903
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Pendidikan kesehatan reproduksi pondok pesantren intervensi dan


merupakan salah satu sumber kontrol dengan p=0,057 (p>0,05). Hal
informasi bagi santri. Keikutsertaan ini menunjukkan bahwa pendidikan
santri pada pendidikan kesehatan kesehatan reproduksi yang telah
reproduksi memberi peluang yang diberikan belum bisa merubah praktek
lebih besar terhadap bertambahnya santri pondok pesantren intervensi.
pengetahuan. Hal ini sesuai dengan Hasil penelitian ini sesuai dengan
teori Notoatmodjo (2007) bahwa penelitian Fatimah (2012), bahwa
dalam waktu yang pendek (immediate tidak ada perbedaan yang bermakna
impact) pendidikan kesehatan antara praktek tentang PHBS
reproduksi dapat menghasilkan responden yang mendapat intervensi
perubahan atau peningkatan promosi kesehatan dengan
pengetahuan15. responden yang tidak mendapat
2. Sikap intervensi promosi kesehatan.18
Hasil analisis bivariat dengan Secara teori, hal ini disebabkan
menggunakan Mann Whitney pendidikan kesehatan reproduksi
menunjukkan bahwa tidak ada pondok pesantren intervensi hanya
perbedaan yang signifikan antara bertujuan untuk merubah
sikap santri pondok pesantren pengetahuan dan sikap santri saja.
intervensi dan kontrol dengan Kemudian, peneliti juga membandingkan
p=0,111 (p>0,05). Hal ini dampak pemberian pendidikan
menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan reproduksi terhadap santri
kesehatan reproduksi yang telah pondok pesantren intervensi laki-laki
diberikan, masih belum bisa merubah dengan perempuan dengan
sikap santri pondok pesantren menggunakan Crosstab.
intervensi. Hasil penelitian ini sesuai 1. Pengetahuan
dengan hasil penelitian Sari (2012), Hasil analisis bivariat menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan antara tidak terdapat perbedaan yang
sikap remaja tentang seks pranikah signifikan antara pengetahuan santri
sebelum dan sesudah dilakukan pondok pesantren intervensi laki-laki
penyuluhan di SMA Sultan Agung 3 dengan perempuan dengan p=0,232
Semarang.16 (p>0,05). Santri laki-laki yang memiliki
Perubahan sikap membutuhkan waktu kategori pengetahuan “kurang”
yang lebih lama dibandingkan sebanyak 42% (14 responden),
pengetahuan. Bloom (1908) dalam sedangkan santri perempuan“
domain perilakunya, menyebutkan sebanyak 58% (19 responden). Hal ini
bahwa sikap memiliki tingkat-tingkat menunjukkan bahwa proporsi kategori
berdasarkan intensitasnya. Untuk pengetahuan “kurang” tentang
dapat merubah sikap, tahapan proses kesehatan reproduksi lebih besar
yang dilalui yaitu menerima, pada santri perempuan dibandingkan
menanggapi, menghargai, hingga laki-laki, meskipun perbedaannya
bertanggung jawab.12 Hal ini senada tidak signifikan.
dengan Prochaska dalam Secara teori, kecenderungan santri
Transtheoretical Model yang perempuan yang memiliki skor lebih
menjelaskan proses perubahan rendah dibandingkan laki-laki dapat
perilaku membutuhkan waktu enam disebabkan karena pengaruh
bulan dalam beberapa tahapan fasilitator pendidikan kesehatan
perubahan.17 reproduksi yang seorang guru laki-
3. Praktek laki, sehingga ada kecenderungan
Hasil analisis uji beda menggunakan santri perempuan lebih malu dan
Mann Whitney menunjukkan bahwa bertanya dan berdiskusi dibandingkan
tidak terdapat perbedaan yang santri laki-laki, apalagi mengenai
signifikan antara praktek santri masalah reproduksi yang sensitif.

904
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Sebagai pemberi materi, fasilitator perlu adanya pemberdayaan peer


memiliki pengaruh untuk merubah dan educator (pendidik sebaya) santri laki-
meningkatkan pengetahuan santri. laki dan perempuan sebagai
2. Sikap fasilitator; materi yang diberikan
Hasil analisis bivariat menunjukkan masih umum dan belum sesuai
terdapat perbedaan yang signifikan kebutuhan santri, sehingga kurang
antara sikap santri pondok pesantren dirasakan manfaatnya secara
intervensi laki-laki dan perempuan langsung; serta waktu pemberian
dengan p=0,001 (p<0,05). Santri laki- belum melibatkan peran santri secara
laki yang memiliki sikap “permisif” aktif dalam perencanaan program
terhadap perilaku pacaran sebanyak sehingga dapat sesuai dengan situasi
16 responden (80%), sedangkan dan kondisi santri.
santri perempuan yang memiliki sikap 2. Ada perbedaan antara pengetahuan
“permisif” terhadap perilaku pacaran santri pondok pesantren intervensi
hanya 4 responden (20%). Hal ini dan kontrol tentang kesehatan
sesuai dengan penelitian Setiawan reproduksi dengan p=0,001 (p<0,05)
(2008), dimana remaja laki-laki lebih dimana mean intervensi 97,36
bersikap permisif atau mendukung sedangkan kontrol 85,06.
perilaku seks pranikah daripada 3. Tidak ada perbedaan antara sikap
perempuan.10 terhadap perilaku pacaran santri
3. Praktek pondok pesantren intervensi dan
Hasil analisis bivariat menunjukkan kontrol dengan p=0,111 (p>0,05),
tidak terdapat perbedaan yang dimana mean rank intervensi 46,50
signifikan antara praktek santri dan kontrol 54,50.
pondok pesantren intervensi laki-laki 4. Tidak ada perbedaan antara praktek
dan perempuan dengan p=0,0321 pacaran santri pondok pesantren
(p>0,05). Pada kategori praktek intervensi dengan kontrol dengan
“beresiko tinggi”, terdapat 33% santri p=0,057 (p>0,05) dimana mean rank
laki-laki (4 responden) dan 67% santri intervensi 46,00 dan kontrol 55,00.
perempuan (8 responden). 5. Sebagian besar santri pondok
Santri pondok pesantren intervensi pesantren intervensi memiliki kategori
perempuan memiliki pengetahuan dan pengetahuan “kurang” tentang
praktek yang lebih buruk kesehatan reproduksi, yaitu sebanyak
dibandingkan laki-laki. Hal ini sesuai 66% (33 responden). Pengetahuan
dengan teori Notoatmodjo (2007), yang masih kurang yaitu tentang
bahwa pengetahuan atau kognitif siklus menstruasi, bagian dan fungsi
merupakan domain yang penting alat reproduksi perempuan, metode
dalam membentuk tindakan dan jenis alat kontrasepsi, serta
12
seseorang. Seseorang yang memiliki macam-macam dan gejala IMS.
pengetahuan buruk, cenderung 6. Santri pondok pesantren intervensi
memiliki perilaku yang lebih buruk. yang memiliki kategori sikap “permisif”
terhadap perilaku pacaran sebanyak
40% (20 responden). Sikap yang
SIMPULAN perlu diperhatikan yaitu tentang sikap
1. Pendidikan kesehatan reproduksi permisif terhadap perilaku berpelukan,
yang diberikan kepada santri saling meraba tubuh, kissing dan
intervensi belum bisa meningkatkan necking yang boleh dilakukan saat
pengetahuan santri menjadi baik. Hal berpacaran; serta sikap permisif
ini disebabkan oleh beberapa hal, terhadap pernyataan bahwa kissing,
yaitu metode dan media yang necking, petting dan intercourse yang
digunakan kurang bervariasi, dilakukan saat berpacaran merupakan
kurangnya metode studi kasus untuk tanda kasih sayang.
dapat meningkatkan sikap santri;

905
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

7. Santri pondok pesantren intervensi (http://ejournal.undip.ac.id/index.php/j


yang memiliki kategori praktek pki/article/download/2540/2250,
pacaran “beresiko tinggi” sebanyak diakses 15 Mei 2013).
24% (12 responden). Praktek 3. Rima Ramdhiani. Program Bimbingan
“beresiko tinggi” yang perlu dan Konseling untuk Meningkatkan
diperhatikan adalah praktek santri Sikap Remaja Terhadap Kesehatan
yang melakukan necking dan petting. Reproduksi. Jurnal Universitas
8. Tidak ada perbedaan antara Pendidikan Indonesia, (Online), 2011.
pengetahuan tentang kesehatan (http://repository.upi.edu/operator/uplo
reproduksi santri pondok pesantren ad/s_ppb_040296_chapter1.pdf,
intervensi laki-laki dan perempuan diakses15 Mei 2013).
dengan p=0,232 (p>0,05). Santri laki- 4. Achjar, Komang Ayu Henny.
laki yang memiliki pengetahuan Pengaruh Penyampaian Pendidikan
“kurang” sebanyak 56% (14 Kesehatan Reproduksi oleh Kelompok
responden), sementara santri Sebaya (Peer Group) terhadap
perempuan sebanyak 58% (19 Pengetahuan Kesehatan Reproduksi
responden). Remaja di Kelurahan Kemiri Muka
9. Ada beda antara sikap terhadap Depok, Thesis tidak diterbitkan.
perilaku pacaran santri pondok Jakarta : Program Pascasarjana
pesantren intervensi laki-laki dan Fakultas Ilmu Keperawatan
perempuan dengan p=0,001 (p<0,05). Universitas Indonesia. 2006.
Santri laki-laki yang bersikap 5. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang
“permisif” sebanyak 80% (16 Remaja dan Permasalahannya.
responden), sedangkan santri Jakarta : Sagung Seto. 2004.
perempuan hanya 20% (4 6. Iswarati dan Prihyugiarto. Faktor-
responden). Faktor yang Mempengaruhi Sikap dan
10. Tidak ada perbedaan antara Perilaku Seksual Pranikah Remaja
praktek pacaran santri pondok Indonesia. Jurnal ilmiah KB dan KR,
pesantren intervensi laki-laki dan (Online), No.2, 2008.
perempuan dengan p=0,0321 (http://bkkbn.go.id, diakses 3
(p<0,05). Santri laki-laki yang memiliki Desember 2013.
praktek “beresiko tinggi” sebanyak 7. Mentari, Dinda Suminar. Perilaku
33% (4 responden), sedangkan santri Seksual Pranikah Mahasiswa Kost di
perempuan yang memiliki praktek Kota Semarang. Skripsi tidak
“beresiko tinggi” sebanyak 67% (8 diterbitkan. Semarang : Fakultas
responden). Kesehatan Masyarakat Universitas
Diponegoro. 2010.
DAFTAR PUSTAKA 8. Hastutik. Hubungan Tingkat
1. Badan Pusat Statistik. Penduduk Pengetahuan Remaja Tentang
Indonesia Menurut Propinsi Tahun Kesehatan Reproduksi Dengan Sikap
1971-2010. Terhadap Seks Pra Nikah. Jurnal
(Online).(http://www.bps.go.id/tab_sub Dinas Kesehatan Propinsi Jawa
/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&i Tengah, (Online), 2011.
d_subyek=12&notab=1,diakses 15 (http://ejournal.dinkesjatengprov.go.id/
Mei 2013). dokument/2012_1/ARTIKEL/HUBUN
2. Cahyo Kusyogo, Kurniawan Tri GAN%20TINGKAT%20PENGETAHU
Purwanto& Margawati Anggraini. AN%20REMAJA%20TENTANG%20K
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi ESEHATAN%20REPRODUKSI%20D
Praktik Kesehatan Reproduksi ENGAN%20SIKAP%20TERHADAP%
Remaja di SMA Negeri 1 Purbalingga 20SEKS%20PRA%20NIKAH.pdf,
Kabupaten Purbalingga. Jurnal Diakses15 Mei 2013.
Promosi Kesehatan Indonesia, 9. Mayasari, Fitri dan Hadjam. Perilaku
(Online), Vol. 3, No. 2, Agustus, 2008. Seksual Remaja dalam Berpacaran

906
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Ditinjau dari Harga Diri Berdasarkan dan Sikap Remaja Tentang Seks
Jenis Kelamin. Jurnal Psikologi, Pranikah Sebelum dan Sesudah
(Online), No.2, 120-127, 2000. Penyuluhan di SMA Islam Sultan
(http://psikologi.ums.ac.id/wp- Agung 3 Semarang. Semarang :
content/uploads/2013/12/Perilaku- Program Studi Diploma III Kebidanan.
Seksual-Ditinjau-dari-Kualitas- 2012.
Komunikasi-Orang-Tua- 17. Velicer,Prochaska, J.O.Fava,
Anak.pdf,diakses 10 Desember 2013). J.L.Norman, G.J. and Redding, C.A.
10. Setiawan, Roni dan Nurhidayah. Smoking Cessation and Stress
Pengaruh Pacaran terhadap Perilaku Management: Applications of The
Seks Pranikah. Jurnal Soul, (Online), Transtheoritical Model of Behavior
Vol. 1, No. 2, September 2008. Change. Homeostatis, 38, 216-233.
(http://download.portalgaruda.org/artic 18. Fatimah, Siti. Pengaruh
le.php?article=94974&val=1228, Intervensi Promosi Kesehatan
diakses 10 Desember 2013). Terhadap Pengetahuan, Sikap dan
11. Khasib, Faisal. Implementasi Praktek Perilaku Hidup Bersih dan
Pendidikan Kesehatan Reproduksi di Sehat Siswa Kelas 4 dan 5 SDN
Pondok Pesantren Miftahussa’adah Kembaran Kecamatan Loano
Mijen Semarang. Skripsi tidak Kabupaten Purworejo Propinsi Jawa
diterbitkan. Semarang : Fakultas Tengah Tahun 2012. Skripsi tidak
Tarbiyah IAIN Walisongo. 2009. diterbitkan. Fakultas Kesehatan
12. Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi Masyarakat Universitas Indonesia
Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Program Studi Sarjana Kesehatan
PT Rineka Cipta. 2007. Masyarakat Peminatan Kebidanan
13. Maolinda Nisa, Sriati Aat dan Komunitas. 2012.
Maryati Ida. Hubungan Pengetahuan
dengan Sikap Siswa terhadap
Pendidikan Kesehatan Reproduksi
Remaja di SMA N 1 Margahayu. E-
Jurnal Mahasiswa Universitas
Padjadjaran, (Online), Vol. 1, No.1,
2012.
(www.portalgaruda.org/download_arti
cle.php?article=103848&val=1378,
diakses 10 Desember 2013).
14. Moeliono, Laurike. Proses Belajar
Aktif Kesehatan Reproduksi
Remaja.Jakarta: BKKBN. 2004.
15. Puspitaningrum, Dewi. Faktor-
faktor yang Mempengaruhi Praktik
Perawatan Organ Genitalia Eksternal
pada Anak Usia 10-11 Tahun yang
Mengalami Menarche Dini di Sekolah
Dasar Kota Semarang. Seminar Hasil-
Hasil Penelitian LPPM Unimus,
(Online), 2012.
(http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/1
28/jtptunimus-gdl-dewipuspit-6364-1-
dewipus-m.pdf, diakses 24 Desember
2013).
16. Sari Lita Ruwantika, Dewi
Puspitaningrum dan Agustin
Rahmawati. Perbedaan Pengetahuan

907

You might also like