You are on page 1of 10

ISSN 2086-4256

DJM 14(1) 1-88 February 2015

DAMIANUS
Journal of Medicine
VOLUME 14, NOMOR 1, 2015

PUBLISHED SINCE 2002 February 2015

ARTIKEL PENELITIAN
1 - 18 ELDER CARE FACILITY MENURUT MAHASISWA DAN DOSEN FAKULTAS KEDOKTERAN
Shannia Tritama, Elisabeth Rukmini

19 - 27 UJI BAKTERIOLOGIK AIR OLAHAN RAIN WATER HARVESTING SYSTEM DI SDN PEJAGALAN 01
DAN 02, JAKARTA UTARA
Intan Permata Sari, Sandy Vitria Kurniawan, Liling Pudjilestari, Enty

28 - 36 HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DAN PSIKOPATOLOGI PADA PERAWAT RUMAH SAKIT ATMA
JAYA
Surilena, Stella Levina Kurniawan, R Irawati Ismail

37 - 47 PROPORSI PASIEN TUBERKULOSIS PARU DENGAN PENGOBATAN LEBIH DARI ENAM BULAN
BERDASARKAN RADIOGRAFI TORAKS
Yurika Elizabeth Susanti, Yopi Simargi, Rensa

48 - 56 PROPORSI DEFISIT WORKING MEMORY MURID SEKOLAH DASAR DI SDN PEGANGSAAN II/07,
JAKARTA UTARA
Felicia Nike, Surilena, Tjhin Wiguna, Herlina Uinarni

57 - 66 PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU TENTANG AKUPUNKTUR PADA PASIEN RAWAT JALAN
RUMAH SAKIT ATMA JAYA, JAKARTA
Linawati Hananta, Christian Syukur, Nelly Tina Widjaja, Fitria Halim

TINJAUAN PUSTAKA
67 - 79 MELATONIN SEBAGAI ANTIPENUAAN KULIT AKIBAT SINAR ULTRAVIOLET
Marcelina Grace Tjondro Putri, Lorettha Wijaya, Poppy K Sasmita

LAPORAN KASUS
80 - 88 NUTRISI PADA TUBERKULOSIS PARU DENGAN MALNUTRISI
Florentina M Rahardja
Damianus Journal of Medicine;
Vol.14 No.1 Februari 2015: hlm. 80-88

ARTIKEL LAPORAN KASUS

NUTRISI PADA TUBERKULOSIS PARU DENGAN MALNUTRISI

NUTRITION IN PULMONARY TUBERCULOSIS AND MALNUTRITION

Florentina M. Rahardja

Departemen IKM dan GIZI, Fakultas ABSTRACT


Kedokteran Unika Atma Jaya, Jalan
Pluit Raya 2 Jakarta Utara 14440 Background: Pulmonary tuberculosis is one of pulmonary diseases which is often
found in developing countries. This pulmonary disease may cause malnutrition
Korespondensi: and conversely, malnutrition may aggravate the disease. Malnourished pulmonary

Florentina M. Rahardja, Departemen tuberculosis patients usually have delayed recovery and higher risk to have
IKM dan GIZI, Fakultas Kedokteran, secondary infection.
Universitas Katolik Atma Jaya.
E-mail: anerahardja@yahoo.com Case: A 17-year-old boy, with an active pulmonary tuberculosis (TB) smear-
positive, experienced shortness of breath, anorexia, weight loss, and malnutrition.
Besides TB treatment, adequate nutritional therapy was also given to improve
nutritional status and to accelerate the recovery of the disease. Provision of
calories began at 80% of basal energy requirement and gradually increased to
achieve total energy requirement. Hospital care and nutritional therapy lasted for
10 days, and there is an improvement in body weight.
Conclusions: The provision of adequate nutrition may improve nutritional status
and immunity, as well as speeding up patient’s recovery and shortens length of stay.
Key Words: Adequate nutrition, nutritional requirement, malnutrition, pulmonary
tuberculosis

ABSTRAK
Latar Belakang: Tuberkulosis paru merupakan salah satu penyakit paru yang
sering ditemukan di negara berkembang. Penyakit paru ini dapat menyebabkan
malnutrisi, dan sebaliknya malnutrisi akan memperparah penyakit tersebut. Pasien
tuberkulosis paru dengan malnutrisi seringkali membutuhkan waktu yang lama
untuk penyembuhan dan memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami infeksi
sekunder.
Kasus: Seorang anak remaja berusia 17 tahun, dengan tuberkulosis paru aktif
dengan BTA positif, sesak nafas, anoreksia, riwayat penurunan berat badan, dan
malnutrisi. Di samping terapi TB paru, diberikan juga terapi nutrisi yang adekuat
untuk memperbaiki status gizi dan untuk membantu penyembuhan penyakit.
Pemberian kalori dimulai dari 80% kebutuhan energi basal dan secara bertahap
ditingkatkan hingga mencapai kebutuhan energi total. Perawatan di rumah sakit
dan tata laksana nutrisi berlangsung selama 10 hari, dan terdapat peningkatan
berat badan pasien.
Kesimpulan: Pemberian nutrisi yang adekuat dapat membantu memperbaiki

80 Vol. 14, No. 1, Februari 2015


Nutrisi pada tuberkulosis paru dengan malnutrisi

status gizi dan imunitas, sehingga dapat mempercepat penyembuhan dan


memperpendek lama rawat.
Kata Kunci: Kebutuhan nutrisi, malnutrisi, nutrisi adekuat, tuberkulosis paru

PENDAHULUAN (29%). Aktivitas fisik semakin terbatas, pasien


tidak dapat bangun dari tempat tidur dan ha-
Tuberkulosis (TB) paru, hingga saat ini masih
rus dibopong oleh ayahnya. Riwayat penyakit
merupakan masalah kesehatan dunia. World
TB paru dan pengobatan obat antituberkulosis
Health Organization (WHO) pada tahun 1992,
(OAT) sebelumnya disangkal. Dalam keluarga,
telah mencanangkan TB sebagai “Global Emer-
sekitar empat tahun yang lalu, ayah pasien per-
gency”.1 Respons inflamasi akibat TB dapat
nah didiagnosis menderita TB paru dan telah
menyebabkan anoreksia, yang dapat menye-
menjalani terapi OAT selama enam bulan.
babkan wasting otot dan malnutrisi.2 Bila tidak
diatasi dengan baik, kehilangan massa lemak Riwayat Diet
dan massa bebas lemak dapat menyebabkan
Sejak sakit, pasien mengalami penurunan sele-
penyakit tersebut bertambah parah.3 Perubah-
ra dan asupan makanan, sehingga menjadi
an status nutrisi dan dampak negatif yang dia-
kurus. Hasil perhitungan asupan energi total
kibatkan oleh TB memerlukan intervensi nutrisi
selama sakit adalah 1000 kkal, protein 27,5
yang adekuat.4
g (11%), lemak 24 g (22%). Sejak seminggu
SMRS, asupan makan pasien berkurang lagi
menjadi hanya 550 kkal dengan protein 16,5 g
LAPORAN KASUS
(12%), dan lemak 12 g (22%).
Pasien A, seorang remaja laki-laki, usia 17 ta-
Pemeriksaan Fisik
hun, pelajar, dirawat di RSUT dengan diagno-
sis tuberkulosis paru aktif dengan BTA positif. Pasien tampak sesak, kesadaran kompos men-
Berdasarkan anamnesis, diketahui sejak dua tis, tekanan darah 110/80 mmHg, frekuensi nadi
bulan sebelum masuk rumah sakit (SMRS) 94 kali/menit, frekuensi pernapasan 28 kali/me-
pasien batuk dengan dahak berwarna kehi- nit, dan suhu tubuh 38 oC. Rambut pasien hi-
jauan disertai demam yang tidak terlalu tinggi. tam tipis, mudah dicabut, konjungtiva anemis,
Pasien berobat ke Puskesmas dan diberi obat sklera tidak ikterik, terpasang kanul oksigen 2
antibiotik siprofloksasin serta obat batuk hitam. L/menit, mukosa mulut kering, papil lidah tidak
Sekitar dua minggu SMRS, pasien kembali atrofi, oral hygiene kurang. Pada kedua lapang-
batuk dengan bercak darah segar disertai se- an paru terdapat ronki; jantung dalam batas
sak nafas. Pasien kemudian dibawa ke rumah normal, abdomen cekung. Ekstremitas hangat,
sakit dan dirawat. Selama dua bulan tersebut tidak edema, tidak sianosis, capillary refill time
berat badan pasien turun drastis hingga 10 kg <2 detik, dan terdapat atrofi otot.

Vol. 14, No. 1, Februari 2015 81


DAMIANUS Journal of Medicine

Pemeriksaan Antropometri akhir, tergantung toleransi pasien. Konsistensi


makanan pada awal terapi adalah makanan
Lingkar lengan atas 13 cm, tinggi badan (TB)
lunak dan cair yang diberikan secara oral. Se-
150 cm, berat badan (BB) 24 kg, dan IMT 10,6
lain makanan, dianjurkan pula untuk diberikan
kg/m2. Berat badan turun 10 kg dalam enam
suplementasi vitamin dan mineral.
bulan (29%). Status gizi pasien termasuk gizi
buruk (TB/U < P3, BB/TB = 60%).

PEMBAHASAN
Pemeriksaan Penunjang
TB dan Status Nutrisi
Kadar hemoglobin 8,8 g/dL dan albumin 1,3 g/
dL. Radiologi toraks terdapat perselubungan TB paru adalah radang parenkim paru akibat
di kedua lapangan paru, jantung dalam batas infeksi oleh kuman Mycobacterium tuberculo-
normal dengan CTR <50%, dengan kesan KP sis (M. tuberculosis).5,6 Penelitian pada hewan
dupleks aktif. Pemeriksaan sputum: BTA +3. coba menunjukkan bahwa malnutrisi sangat
berpengaruh terhadap TB. Malnutrisi pada ti-
Intervensi Nutrisi dan Pemantauan
kus bersifat fatal karena mempermudah per-
Berdasarkan hasil skrining gizi, pasien memer- tumbuhan dan penyebaran kuman TB. Pada
lukan dukungan nutrisi. Kriteria untuk mem- marmot, malnutrisi dilaporkan mengganggu
peroleh dukungan nutrisi yang dilakukan oleh interaksi limfosit T dan makrofag dan/atau
tim terapi gizi (TTG), antara lain kehilangan menghambat aktivitas bakteriostatik atau bak-
berat badan >10% dalam enam bulan terakhir, teriosida dari makrofag. Sitokin memainkan
asupan makanan tidak adekuat, kadar albumin peran penting sebagai mediator antimycobac-
serum <3 g/dL, dan stres metabolik derajat be- terial immunity dan interleukin-2 (IL-2) dibutuh-
rat. kan untuk meningkatkan respons imun, namun
pada malnutrisi, produksinya justru berkurang.7
Kebutuhan energi basal (KEB) pasien dihitung
Malnutrisi menyebabkan atrofi kelenjar timus,
dengan menggunakan berat badan aktual ber-
sehingga pembentukan dan maturasi limfosit T
dasarkan Schofield (BB-TB). Hasilnya adalah
yang diinfeksi TB terhambat dan populasi sel T
1111,3 kkal, dan dengan faktor stres 1,5, maka
berkurang. Selain itu, malnutrisi mengganggu
diperoleh kebutuhan energi total (KET) 1700
fungsi sel T dan IFN-γ, serta menekan reaksi
kkal. Kebutuhan nutrien ditentukan dari berat
tuberkulin. Malnutrisi juga mengganggu seku-
badan ideal berdasarkan Recommended Di-
estrasi limfosit T di jaringan, sehingga mengu-
etary Allowance (RDA), dan hasilnya adalah
rangi manfaat vaksinasi BCG.8
protein 60 g (14%), lemak 47 g (25%), karbo-
hidrat 259,25 g (61%). Kebutuhan cairan pada Umumnya TB aktif menurunkan status nutrisi
pasien ini adalah 1440 mL/24 jam. Pemberian seperti dilaporkan dalam beberapa penelitian
nutrisi dimulai dengan 80% basal dan ditingkat- yang dilakukan di Indonesia, India, Inggris, dan
kan bertahap 10-20% dari analisis asupan ter- Jepang. Serum albumin pada pasien TB de-

82 Vol. 14, No. 1, Februari 2015


Nutrisi pada tuberkulosis paru dengan malnutrisi

ngan malnutrisi, umumnya rendah.9 Ternyata kebutuhan energi total dengan komposisi asam
pada infeksi TB, protein tidak digunakan untuk lemak jenuh (saturated fatty acid/SFA) <7%, tak
sintesis jaringan melainkan dioksidasi menjadi jenuh ganda (polyunsaturated fatty acid/PUFA)
energi. Keadaan ini dinamakan anabolic block, <10%, dan tak jenuh tunggal (monounsaturated
yaitu terhentinya proses sintesis jaringan de- fatty acid/MUFA) hingga 15%.10
ngan akibat terjadinya wasting. Selain itu, wast-
Makanan sebaiknya diberikan dalam bentuk
ing juga disebabkan oleh anoreksia dan pe-
mudah dicerna dan porsi makanan disesuaikan
ningkatan produksi sitokin.3,9
dengan kemampuan pasien mengonsumsinya.
Tata Laksana Nutrisi pada TB Makan dengan porsi kecil frekuensi sering, yai-
tu 6 kali/hari, lebih dianjurkan daripada makan
Prinsip diet untuk pasien TB adalah diet tinggi
dengan porsi besar tiga kali sehari. Cairan di-
kalori tinggi protein (TKTP), cukup lemak, vi-
berikan cukup, yaitu 35 ml/kg atau 2 liter/hari
tamin, dan mineral. Diet TKTP diberikan agar
kecuali pada pasien tertentu di mana diperlu-
pasien TB mendapat cukup makanan untuk
kan restriksi cairan.10
memenuhi kebutuhan kalori dan protein yang
meningkat. Umumnya kebutuhan energi pende- Berbagai vitamin dan mineral berperan pada
rita penyakit infeksi lebih tinggi karena selain jalur metabolisme, fungsi seluler, dan sistem
terjadi hiperkatabolisme, juga terjadi malnutrisi. imun. Untuk memenuhi peningkatan kebutuh-
Kedua kondisi tersebut diperhitungkan dalam an vitamin dan mineral, maka pada pasien TB
menentukan kebutuhan energi dan protein. perlu diberikan suplementasi multivitamin dan
Oleh karena itu, rekomendasi kebutuhan energi mineral, sebab vitamin dan mineral yang ber-
total untuk pasien TB ditingkatkan menjadi 35- asal dari makanan diperkirakan tidak dapat
45 kkal/kgBB.10 Rekomendasi kecukupan ener- memenuhi peningkatan kebutuhan karena u-
gi untuk pasien TB dengan infeksi lainnya di- mumnya nafsu makan pasien menurun.12
lakukan melalui diet yang disesuaikan dengan
Pada pasien ini, untuk penentuan status nu-
peningkatan kebutuhan energi masing-masing
trisi digunakan kurva pertumbuhan dari Cen-
individu.
ter for Disease Control (CDC). Status nutrisi
Protein pada pasien TB diberikan lebih tinggi ditentukan berdasarkan proporsi berat badan
dari kebutuhan normal karena protein sangat terhadap tinggi badan (BB/TB) dan bukan ber-
diperlukan untuk mencegah/mengurangi pro- dasarkan berat badan terhadap umur (BB/U)
gresivitas terjadinya wasting otot. Asupan pro- atau tinggi badan terhadap umur (TB/U).13 Hasil
tein pada pasien TB yang dianggap adekuat pengukuran antropometrik menunjukkan berat
adalah antara 1,2-1,5 g/kg BB/hari atau 15% badan aktual pasien hanya 24 kg, sedangkan
dari kebutuhan energi total, yaitu kira-kira 75- tinggi badannya 150 cm. Berat badan ideal un-
100 g/hari.11 Lemak dianjurkan cukup, sesuai tuk tinggi badan tersebut pada persentil ke-50
dengan pola makan seimbang, yaitu 25-30% adalah 40 kg. Berdasarkan kurva pertumbuhan,

Vol. 14, No. 1, Februari 2015 83


DAMIANUS Journal of Medicine

status nutrisi pasien ini tergolong malnutrisi be- Bila toleransi pasien baik dan sesak napasnya
rat karena rasio TB/U <P3 dan BB/TB = 60%. berkurang, maka secara bertahap konsistensi
Persentase berat badan aktual terhadap berat makanan ditingkatkan menjadi lebih padat.16
badan ideal pasien ini adalah <70%. Menurut Pada pasien ini, nutrisi dimulai dari 80% basal
klasifikasi Waterlow, persentase tersebut ter- dengan komposisi seimbang. Nutrisi diberikan
masuk malnutrisi berat.14 melalui oral dengan konsistensi dan jumlah
ditingkatkan secara bertahap sesuai toleransi
Peningkatan kebutuhan energi pada pasien ini
pasien.
disebabkan karena adanya hipermetabolisme,
peningkatan aktivitas bernafas, infeksi, dan in- Telah diketahui bahwa pemberian nutrisi pada
flamasi. Akibatnya, katabolisme meningkat, se- pasien malnutrisi dapat berisiko refeeding syn-
hingga berat badan, massa lemak, dan massa drome, yaitu suatu keadaan di mana terjadi
bebas lemak berkurang. Pada pasien ini dite- perpindahan cairan dan elektrolit akibat pembe-
mukan kehilangan berat badan >10% dalam rian nutrisi secara agresif. Fenomena ini dapat
enam bulan terakhir. Perubahan berat badan terjadi pada pasien yang mendapat intervensi

seperti ini menyebabkan pasien berisiko malnu- nutrisi baik secara enteral maupun parenteral

trisi. Kehilangan berat badan yang terjadi pada terutama bila diberikan tinggi karbohidrat.17 Un-

laporan kasus ini sesuai dengan penelitian di tuk mencegah hal tersebut, pemberian nutrisi

Amerika Serikat yang menyatakan bahwa seki- dimulai sesuai KEB dan bertahap ditingkatkan

tar 45% pasien TB mengalami kehilangan berat 10-20% dari asupan sebelumnya. Selama pe-

badan saat didiagnosis dan 26% mengalami mantauan, tidak ditemukan adanya gejala pal-

anoreksia.15 Kalorimetri indirek merupakan pitasi, sesak, dan lemas.

metode paling akurat untuk menentukan ke- Penelitian di Inggris oleh Schwenk et al.,
butuhan energi, tetapi kendalanya adalah ma- menunjukkan bahwa pasien TB telah mengala-
hal, membutuhkan tenaga ahli, dan tidak selalu mi penurunan BB sebesar 10 ± 6,8% sejak lima
tersedia. Dengan demikian, secara praktis, ke- bulan terakhir sebelum didiagnosis.18 Setelah
butuhan energi ditentukan dengan melakukan diberikan pengobatan standar, terjadi pening-
perhitungan menggunakan rumus tertentu. 16
katan berat badan secara bermakna, yaitu
sekitar 9,5 ± 8,9%. Namun, peningkatan berat
Diet tinggi lemak tidak lagi dianjurkan dalam tata
badan tersebut disebabkan oleh bertambahnya
laksana nutrisi pada penyakit paru. Kecukupan
massa lemak dan bukan massa bebas lemak.
kalori dengan komposisi nutrien seimbang, yai-
Oleh karena itu, para peneliti menyimpulkan
tu protein sekitar 10-20%, lemak 20-30%, dan
bahwa peningkatan berat badan tidak selalu
karbohidrat 60-70% lebih diutamakan. Pembe-
disertai peningkatan massa protein.
rian makanan tersebut diutamakan melalui jalur
oral atau enteral dan diberikan dalam porsi kecil Schwenk et al., dan Paton et al., melaporkan
tetapi sering. Konsistensi makanan umumnya bahwa terapi nutrisi yang adekuat berpenga-
lunak dan bergantian dengan makanan cair. ruh pada penyembuhan pasien TB.18,19 Uji klinik

84 Vol. 14, No. 1, Februari 2015


Nutrisi pada tuberkulosis paru dengan malnutrisi

acak oleh Khan et al., menunjukkan bahwa ter- dan infus albumin. Setelah transfusi, kadar Hb
jadinya TB relaps berkaitan erat dengan status meningkat dari 8,8 g/dL menjadi 9,5 g/dL, dan
gizi pasien pada awal sakit.20 Dari penelitian setelah infus albumin, kadar albumin meningkat
mereka diketahui bahwa risiko relaps didapat- dari 1,3 g/dL menjadi 1,8 g/dL. Pada pemantau-
kan lebih tinggi secara bermakna pada pasien an, sesak nafas umumnya membaik, dan pasien
TB dengan malnutrisi. toleran terhadap makanan yang diberikan. Oleh
karena itu, jumlah dan konsistensi makanan
Mikronutrien juga berperan penting pada pe-­
berikutnya ditingkatkan secara bertahap. KET
nyembuhan TB. Karyadi et al., melaporkan bah-
tercapai pada hari keempat sampai kelima dan
wa status gizi pasien TB aktif di Indonesia lebih
setelah itu asupan makanan selalu berada di
rendah dibandingkan orang sehat.21 Pasien
atas kebutuhan yang berarti keinginan makan
TB aktif tersebut memiliki kadar albumin, he-
pasien bertambah. Selama perawatan, keseim-
moglobin, retinol, dan seng plasma yang lebih
bangan cairan didapatkan dalam batas normal.
rendah secara bermakna. Rendahnya kadar
Pasien mengalami perbaikan tanda vital dan
albumin, hemoglobin, retinol, dan seng plasma
kapasitas fungsional. Sebelum pulang yakni
lebih nyata pada pasien TB dengan malnutrisi pada hari kesembilan, dilakukan pemeriksaan
dibandingkan pasien TB dengan status gizi baik ulang kadar albumin, dan hasilnya menunjuk-
dan orang sehat. Suplementasi mikronutrien kan peningkatan kadar albumin menjadi 1,9 g/
(vitamin A, B, C, D, E, asam folat, seng, sele- dL. Lama rawat di rumah sakit berkisar 10 hari,
nium, tembaga), ternyata dapat meningkatkan dan terdapat peningkatan berat badan 1 kg.
berat badan dan menurunkan mortalitas seperti Pasien mendapat edukasi nutrisi yang diberi-
dilaporkan pada studi di Tanzania. 22
kan secara rinci pada saat pulang. (Gambar 1)

Pemantauan Edukasi nutrisi

Selama perawatan, selain obat TB paru, pasien Pada pemantauan terakhir, asupan makanan-
juga mendapatkan transfusi packed red cell nya mencapai 2000 kkal. Jumlah ini sudah

Gambar 1. Asupan Energi, Protein, dan Lemak Pasien selama Perawatan dibandingkan dengan KET

Vol. 14, No. 1, Februari 2015 85


DAMIANUS Journal of Medicine

mendekati kebutuhan untuk tumbuh kejar. Oleh under atau overfeeding. Prinsip diet pada TB
karena itu, untuk asupan makanan di rumah, paru adalah diet TKTP, cukup lemak, serta vita-
target KET dihitung berdasarkan RDA untuk min dan mineral, agar pasien mendapat cukup
growth spurt (tumbuh pesat), yaitu 2200 kkal makanan sesuai dengan kebutuhan. Dengan
dengan protein 11-15% dari KET atau 60-80 g/ demikian, dapat disimpulkan bahwa terapi nu-
hari.13,23 Fase height spurt pada anak laki-laki trisi pada TB paru dapat mempertahankan atau
mencapai puncaknya pada usia 14 tahun, dan meningkatkan status gizi. Diharapkan dengan
pertumbuhan linier ini akan terus berlangsung tata laksana nutrisi yang baik, survival pende-
sampai usia 21 tahun. Pasien saat ini berusia rita TB paru dapat meningkat.
17 tahun, sehingga masih berada dalam fase
height spurt.24 Dengan peningkatan jumlah ka-
UCAPAN TERIMA KASIH
lori, diharapkan kebutuhan untuk tumbuh pesat
dapat terpenuhi. Ucapan terima kasih kepada dr. Victor Tam-
bunan, MS, SpGK dari Departemen Ilmu Gizi
Edukasi nutrisi pada pasien ditujukan untuk
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
mempertahankan status gizi pada tingkat op-
atas saran dalam penulisan laporan kasus ini.
timal. Pasien dianjurkan untuk mengonsumsi
tambahan protein yang bernilai biologik tinggi
dengan harga relatif murah, seperti telur, hati, DAFTAR PUSTAKA
atau ikan. Selain itu, dianjurkan pula untuk me-
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tu-
ningkatkan asupan sayuran dan buah agar ke-
berkulosis: Pedoman diagnosis dan pena-
butuhan vitamin dan mineral dari bahan makan-
talaksanaan di Indonesia: 2011.
an sumber dapat terpenuhi.
2. Light RW. Update on tuberculous pleural ef-
fusion. Respirology. 2010;15:451–8.
KESIMPULAN
3. Macallan DC. Malnutrition in tuberculosis.
Malnutrisi menyebabkan gangguan fungsi Diagn Microbiol Infect Dis. 1999;34:153–7.
paru, menurunkan kapasitas paru, kekuatan
4. Paton NI, Chua YK, Earnest A, Chee CB.
otot pernapasan, fungsi imun, dan meningkat-
Randomized controlled trial of nutritional
kan mortalitas. Perbaikan status nutrisi melalui
supplementation in patients with newly di-
pemberian makanan (refeeding) berdampak
agnosed tuberculosis and wasting. Am J
baik terhadap fungsi paru dan kondisi pasien.
Clin Nutr. 2004;80:460–5.
Namun, pemberian nutrisi dapat juga menim-
bulkan masalah, yaitu hiperkapnia dan aspirasi. 5. Raviglione CM, O’Brien RJ. Tuberculosis.
Oleh karena itu, pada penyakit paru, kebutuh- In: Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL,
an energi dan metode pemberiannya harus Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, editors.
dilakukan dengan hati-hati agar tidak terjadi Harrison’s Principles of Internal Medicine.

86 Vol. 14, No. 1, Februari 2015


Nutrisi pada tuberkulosis paru dengan malnutrisi

15th ed. New York: McGraw-Hill; 2001; 13. Sjarif DR. Prinsip asuhan nutrisi pada anak.
p.1024–35. In: Sjarif DR, Lestari ED, Mexitalia M, dan
Nasar SS, editors. Buku ajar nutrisi pe-
6. Djojodibroto RD. Respirologi (Respiratory
diatrik dan penyakit metabolik. Jakarta:
Medicine). Jakarta: EGC; 2009. p. 134–68
Badan Penerbit IDAI; 2011. p. 36–48.
7. Dai G, McMurray DN. Altered cytokine pro-
14. Macallan D. Infection and malnutrition.
duction and impaired antimicrobial immu-
Medical progress. 2011;38(2):76–9.
nity in protein malnourished guinea pigs.
Infect Immun. 1998;66:3562–8. 15. Schwenk A, Macallan DC. Tuberculosis,
malnutrition and wasting. Curr Opin Clin
8. Cunningham-Rundles S, Moon A, McNee-
Nutr Metab Care. 2000;3:285–91.
ley DF. Malnutrition and host defense. In:
Duggan C, Watkins JB, Walker WA, editors. 16. Pingleton SK. Enteral nutrition in patients
Nutrition in pediatrics. 4th ed. Ontario: BC with respiratory disease. Eur Respir J.
Decker Inc; 2008. p.261–71. 1996;9:364–70.

9. Gupta KB, Gupta R, Atreja A, Verma M, 17. Jensen GL, Binkley J. Hazards of overfeed-
Vishvkarma S. Tuberculosis and nutrition. ing. In: Shikara SA, Martindale RG, editors.
Lung India. 2009;26(1):9–16. American society for parenteral and enteral
nutrition: Nutritional consideration in the in-
10. Escott-Stump S. Nutrition and diagnosis
tensive care unit. ASPEN; 2002. p. 111–8.
related care. 6th ed. Philadelphia: Wolters
Kluwer Lippincott Williams & Wilkins; 2002. 18. Schwenk A, Hodgson L, Wright A, Ward
p. 269–306. LC, Rayner CFJ, Grubnic S, et al. Nutrient
partitioning during treatment of tuberculo-
11. Department of Human Nutrition. Nutrition
sis: gain in body fat mass but not in protein
information centre University of Stellen-
mass. Am J Clin Nutr. 2004;79:1006–12.
bosch: Tuberculosis and nutrition. 2007.
Available from: http://sun025.sun.ac.za/ 19. Paton NI, Chua YK, Earnest A, Chee CB.
portal/page/portal/Health_Sciences/Eng- Randomized controlled trial of nutritional
lish/Centres%20and%20Institutions/Nicus/ supplementation in patients with newly di-
Nutrition_Facts_sheets agnosed tuberculosis and wasting. Am J
Clin Nutr. 2004;80:460–5.
12. Papathakis P, Piwoz E. Nutrition and tuber-
culosis: A review of the literature and con- 20. Khan A, Sterling TR, Reves R, Vernon A,
siderations for TB control programs. United Horsburgh R. Lack of weight gain and re-
States Agency for International Develop- lapse risk in a large tuberculosis treatment
ment, Africa’s Health 2010 Project (2008): trial. Am J Respir Crit Care Med. 2006;
1-45. 174:344–8.

Vol. 14, No. 1, Februari 2015 87


DAMIANUS Journal of Medicine

21. Karyadi E, Schultink W, Nelwan RH, Gross 23. Markowitz R. Watkins JB, Duggan C. Fail-
R, Amin Z, Dolmans WM, et al. Poor mi- ure to thrive: malnutrition in the pediatric
cronutrient status of active pulmonary tu- outpatient setting. In: Duggan C, Watkins
berculosis patients in Indonesia. J Nutr. JB, Walker WA, editor. Nutrition in pediat-
2000;130:2953–8. rics. 4th ed. Ontario: BC Decker Inc; 2008.
p. 480–9.
22. Range N, Changalucha J, Krarup H, Mag-
nussen P, Andersen AB, Friis H. The effect 24. Stang J. Adolescent Nutrition. In: Brown JE,
of multi-vitamin/mineral supplementation Isaacs JS, Krinke UB, Lechtenberg E, Mur-
on mortality during treatment of pulmonary taugh MA, Sharbaugh C, editors. Nutrition
tuberculosis: a randomised two-by-two fac- through the life cycle. 4th ed. Wadsworth:
torial trial in Mwanza, Tanzania. Br J Nutr. Cengage Learning, 2011. p.356–84.
2006;95(4):762–70.

88 Vol. 14, No. 1, Februari 2015

You might also like