You are on page 1of 8

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE

TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA


Aryani Novianti, Meiry Fadilah Noor, Baiq Hana Susanti
Pendidikan Biologi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
Abstract
The purpose of this research was to know the effect of the Learning Cycle model on concept of the
Human Digestive System to critical thinking skills of students. The 5E (Engagement, Exploration,
Explanation, Elaboration and Evaluation) Learning Cycle model is adopted for this research. The VIII
grade students of SMP N 9 South Tangerang City functioned as the population of this research, while the
sample were the VIII grade students in classes 7 (38 students) and 8 (38 students) of the same school.
Sampling techniques in the study was conducted by using purposive sampling technique. The research
method used in this research is the method of Quasi-experimental research design with research design of
the nonequivalent control group design. A written test in the form of multiple choice and essay was used
to measure the critical thinking skills of the subjects. An observation sheet was used by the teacher to
observed the implementation of the Learning Cycle model and the learning and critical thinking skills that
were developed by the students. For data analysis, t-test was used. The results showed the value of tcount
is 3.703 and ttable on 5% significance level is 2. Therefore, tcount> ttable. It can be concluded that the
application of Learning Cycle model in the Human Digestive System concept has an influence in the
students' critical thinking skills.
Keywords: Quasi-experimental research design, learning cycle model, critical thinking skills.
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Learning Cycle pada
konsep Sistem Pencernaan pada Manusia terhadap keterampilan berpikir kritis siswa. Adapun model
pembelajaran Learning Cycle yang diterapkan adalah jenis 5E (Engangement, Exploration, Explanation,
Elaboration dan Evaluation). Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP N 9 Kota
Tangerang Selatan sedangkan sampelnya adalah seluruh siswa di kelas VIII 7 (38 orang) dan VIII 8 (38
orang) SMP N 9 Kota Tangsel. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik
Sampling Purposive. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
Quasi-eksperimental design dengan desain penelitian berupa nonequivalent control group design.
Instrumen yang digunakan berupa tes tertulis berupa pilihan ganda dan esai yang ditujukan untuk
mengukur keterampilan berpikir kritis. Sedangkan lembar observasi digunakan untuk mengamati
keterlaksanaan model pembelajaran Learning Cycle oleh guru dan keterampilan berpikir kritis yang
tergali oleh siswa. Analisis data menggunakan uji-t diperoleh hasil thitung 3,703 dan ttabel pada taraf
signifikansi 5 % sebesar 2, maka thitung > ttabel. Hal ini dapat disimpulkan bahwa penerapan model
pembelajaran Learning Cycle pada konsep Sistem Pencernaan pada Manusia berpengaruh terhadap
keterampilan berpikir kritis siswa.
Kata Kunci: Penelitian Quasi-eksperimental design, model pembelajaran Learning Cycle, keterampilan
berpikir kritis.

dilihat dari mutu pendidikan bangsa tersebut


PENDAHULUAN
(Kusnandar, 2007). Oleh karena itu, pendidikan
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Teknologi dewasa ini harus diarahkan pada peningkatan daya
dan Sains (IPTEKS) yang semakin berkembang saing bangsa agar mampu berkompetisi dalam
pesat merupakan sebuah kemajuan yang dapat persaingan global. Hal ini bisa tercapai jika
meningkatkan kesejahteraan hidup masyarkat. pendidikan di sekolah diarahkan tidak semata-mata
Namun hal tersebut juga merupakan tantangan bagi pada penguasaan dan pemahaman konsep-konsep
kita untuk dapat bersaing seacara global dengan ilmiah, tetapi juga pada peningkatan kemampuan
masyarakat dunia. Dalam kondisi tersebut kita dan keterampilan berpikir siswa, khususnya
dituntut untuk dapat meningkatkan kualitas SDM, keterampilan berpikir kritis (Sadia, 2008).
dengan kata lain berarti kita dituntut untuk
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
meningkatkan mutu pendidikan. Bahwasanya
No.23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi
menilai kualitas SDM bangsa secara umum dapat
Pengaruh Model Pembelajaran Learning Cycle

Lulusan tingkat Satuan Pendidikan Dasar dan terungkapkan miskonsepsi pada siswa. Pada fase
Menengah menjelaskan bahwa: (1) mencari dan exploration guru memfasilitasi siswa untuk
menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan menjawab kebenaran prediksinya dengan kegiatan
sumber-sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif, praktikum ataupun studi literatur yang dipadukan
dan (2) menunjukkan kemampuan berpikir logis, dengan kerjasama dalam kelompok kecil. Pada fase
kritis, kreatif, dan inovatif, merupakan bagian dari exploration siswa secara tidak langsung diajak
standar kompetensi lulusan bagi siswa untuk belajar dengan terlibat langsung membangun
SMP/MTs/SMPLB/Paket B (BSNP: 2006). Maka pengetahuannya sendiri sekaligus melatih
dapat dikatakan bahwa dalam proses pembelajaran keterampilan berpikirnya. Terlebih lagi pada ketiga
hendaknya diupayakan agar siswa dapat memiliki fase terakhir dari model pembelajaran Learning
keterampilan berpikir, salah satunya adalah Cycle ini siswa diarahkan untuk mempresentasikan
keterampilan dalam berpikir kritis. hasil temuannya (fase explanation), menerapkan
pengetahuan dan keterampilan yang telah
Kenyataannya, masih teridentifikasi
didapatnya pada hal baru (fase elaboration),
pembelajaran yang belum melatih keterampilan
kemudian ditutup dengan penilaian terhadap hasil
berpikir kritis siswa (Arnyana, 2007). Hal ini
proses pembelajaran siswa serta keterlaksanaan
disebabkan oleh kurangnya pengetahuan guru
proses pembelajarannya (fase evaluation).
terhadap model pembelajaran yang dapat melatih
keterampilan berpikir, belum diketahuinya bahwa Perkembangan IPTEKS berdampak pada
keterampilan berpikir dapat dilatih, dan belum kemajuan teknologi informasi. Baik media cetak
diketahuinya cara mengukur keterampilan berpikir maupun elektronik memudahkan siswa
kritis. Akibat kurangnya kemampuan guru dalam mendapatkan informasi mengenai apapun.
meningkatkan keterampilan berpikir kritis Konsep ’Sistem Pencernaan pada Manusia’
berdampak negatif pada siswa, dimana siswa juga diharapkan tidak hanya berupa hafalan saja, tetapi
menjadi tidak terampil dalam berpikir kritis. juga menstimulus siswa dalam keterampilan
berpikir kritis untuk menyikapi isu atau
Model pembelajaran yang dapat memstimulus
permasalahan yang dekat hubungannya dengan
siswa dalam berpikir kritis yaitu model
kehidupan siswa maupun dengan konsep lain yang
pembelajaran konstruktivisme (Rustaman, 2005).
berkaitan. Misalnya pada konsep pencernaan
Siklus belajar atau disebut sebagai Learning Cycle
banyak sekali bermunculan beragam produk
bagian dari model pembelajaran konstruktivisme
makanan yang dipromosikan dapat meningkatkan
(Yatim Prianto, 2009). Adapun Learning Cycle
kesehatan, bersifat praktis ataupun lainnya. Bahkan
berdasarkan proyek BSCS (Biological Science
produk tersebut dapat berdampak negatif pada
Curriculum Study) terdiri dari 5 fase yaitu fase
kesehatan seperti halnya mengkonsumsi junk food
Engagement, fase Exploration, fase Explanation,
yang sering dapat menimbulkan penyakit kanker
fase Elaboration, dan fase Evaluation.
pada saluran dan kelenjar pencernaan. Oleh karena
Salah satu kontributor terkenal bagi itu perlunya dilakukan penelitian untuk mengikuti
perkembangan tradisi berpikir kritis adalah Robert dampak pembelajaran Learning Cycle terhadap
Ennis. Definisi dari berpikir kritis menurut Ennis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMP pada
dalam Fisher ( 2009), adalah pemikiran yang masuk Konsep Sistem Pencernaan.
akal dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan
METODE PENELITIAN
apa yang mesti dipercaya atau dilakukan. Adapun
aspek keterampilan berpikir kritis terdiri dari Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
memberikan penjelasan sederhana, membangun metode penelitian eksperimen jenis quasi
keterampilan dasar, menyimpulkan, membuat experimental. Desain ini mempunyai kelompok
penjelasan lanjut, serta strategi dan taktik yang kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya
terdiri dari sejumlah sub aspek dan indikator (Costa, untuk mengontrol variabel-variabel luar yang
1985). mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. Adapun
desain penelitian yang digunakan dalam penelitian
Pada tiap fase dimungkinkan dapat
ini merupakan nonequivalent control group design,
menghantarkan siswa untuk berpikir kritis. Fase
dimana penentuan kelompok eksperimen maupun
awal yaitu engagement guru memulai pembelajaran
kelompok kontrol tidak dipilih secara random.
dengan membangkitkan minat siswa, sehingga
Variabel penelitian dengan dua variabel, yaitu model
siswa merasa tertarik dan proses pembelajaran
pembelajaran Learning Cycle sebagai variabel bebas
menjadi lebih menyenangkan. Pada fase ini siswa
(variabel X) dan keterampilan berpikir kritis siswa
memberikan prediksinya dengan begitu dapat

EDUSAINS. Volume VI Nomor 01 Tahun 2014, 110 - 116


Novianti, A. Noor. N.F, Susanti, B.H..

sebagai variabel terikat (variabel Y). Adapun fase diberi skor 1, dan untuk butir soal yang dijawab
dalam penggunaan Learning Cycle pada Gambar 1. dengan salah diberi skor 0. Sedangkan untuk bentuk
soal esai, peneliti terlebih dahulu menentukan
pokok-pokok jawaban yang dikehendaki untuk
5 1 setiap butir soal esai beserta penskorannya.
Kemudian data diuji kenormalitasannya dengan uji
Fase Fase Liliefors, dan uji Fisher untuk menguji
Evaluation Engageme
nt kehomogenannya pada taraf signifikansi 0,05.
Selanjutnya pengujian hipotesis dilakukan dengan
menggunakan uji-t.
Pada penelitian ini juga digunakan dua jenis
lembar observasi yaitu mengamati keterlaksanaan
4 2 penerapan model pembelajaran Learning Cycle oleh
peneliti, peneliti berperan sebagai guru dan yang
Fase Fase
Elaboration Exploration kedua untuk mengamati keterampilan berpikir kritis
n siswa yang tergali dalam proses pembelajaran
bermodel tersebut. Keduanya diisi oleh pengamat
pada setiap kali pertemuan proses pembelajaran.
3
Adapun hasil pengamatan dari kedua lembar
Fase observasi tersebut diolah dengan menghitung
Explanation
persentasenya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini dikumpulkan dua jenis
Gambar 1. Learning Cycle lima fase data, yaitu data kualitatif dan kuantitatif. Adapun
data kuantitatif berupa tes bentuk pilihan ganda
Dalam penelitian ini, siswa SMP N 9 Kota sejumlah 20 soal dan bentuk esai sejumlah tujuh
Tangerang Selatan yang terdaftar dalam semester I soal berindikator keterampilan berpkir kritis.
pada tahun ajaran 2011-2012 sebagai populasi target. Kemudian data kualitatif berupa lembar observasi
Populasi terjangkaunya adalah siswa SMP N 9 keterlaksanaan proses pembelajaran. Berdasarkan
Tangerang Selatan kelas VIII semester I tahun ajaran hasil dari pengolahan data berupa tes keterampilan
2011-2012. Sampel ditentukan dari dua kelas dari berpikir kritis yang diujikan kepada kedua kelas
seluruh kelas VIII yang ada di SMP N 9 Kota sebelum dan setelah perlakuan didapatkan statistik
Tangerang Selatan pada semester I tahun ajaran kemampuan siswa pada Tabel 1.
2011-2012, dimana kelas VIII 8 sebagai kelas
kontrol, dan kelas VIII 7 sebagai kelas eksperimen Tabel 1. Deskripsi Data Sebelum dan Setelah
secara random. Perlakuan
Data Statistik Eksperimen Kontrol
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini Pretes Postes Pretes Poste
menggunakan tes tertulis berupa pilihan ganda dan s
esai yang ditujukan untuk mengukur keterampilan Nilai tertinggi 67 89 83 69
berpikir kritis. Sedangkan lembar observasi Nilai 21 36 31 23
digunakan untuk mengamati keterlaksanaan model Terendah
pembelajaran Learning Cycle oleh guru dan Rata-rata 39,87 70,11 59,63 42,92
keterampilan berpikir kritis yang tergali oleh siswa. Median 41,5 70,24 60,2 40,5
Modus 45,62 67,9 64,25 28,66
Teknik analisis data dalam penelitian ini Simpangan 11,67 11,003 13,18 14,4
diawali dengan pensekoran bentuk soal pilihan baku
ganda sejumlah 20 soal, dan esai 7 soal. Adapun Jumlah siswa 38 38 38 38
indikator keterampilan berpikir kritis yang ditinjau
dalam penelitian ini sejumlah 5, yaitu: Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan, rata-rata pretest pada kelas eksperimen dan kontrol
mengidentifikasi masalah, melihat persamaan dan berturut-turut 39,87 dan 42,92. Hal ini menunjukkan
perbedaan, penerapan prinsip-prinsip, dan membuat bahwa tidak terdapat perbedaan yang jauh di antara
generalisasi. Penskoran data bentuk soal pilihan keduanya. Setelah diberikan perlakuan, didapat
ganda yaitu setiap butir soal yang dijawab benar perbedaan yang signifikan pada rata-rata posttest.

EDUSAINS. Volume VI Nomor 01 Tahun 2014, 111 - 116


Pengaruh Model Pembelajaran Learning Cycle

Pada kelas eksperimen dan kontrol didapat rata-rata Kemudian berdasarkan lima indikator, pada
posttest berturut-turut 70,11 dan 59,63. Hal ini kelas eksperimen didapatkan persentase tertinggi
menunjukkan bahwa penggunaan model pada keterampilan berpikir kritis siswa dalam
pembelajaran Learning Cycle pada kelas penerapan prinsip-prinsip sebesar 74,78 %, dan
eksperimen mempengaruhi keterampilan berpikir persentase terendah terdapat pada indikator
kritis siswa. mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan
sebesar 48,68 %. Sedangkan ketercapaian
Hal tersebut sesuai dengan hasil uji-t, dimana
keterampilan berpikir kritis per-indikator pada kelas
hasil pada skor pretest menunjukkan bahwa skor
kontrol didapat persentase tertinggi pada
pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak ada
mengidentifikasi masalah sebesar 67,11 %, dan
perbedaan yang signifikan (-1<2). Maka dapat
terendah pada keterampilan mengidentifikasi atau
dinyatakan bahwa keterampilan berpikir kritis siswa
merumuskan pertanyaan sebesar 42,11 %.
di kelas kontrol dan eksperimen sebelum proses
pembelajaran tidak ada perbedaan yang signifikan. Keterlaksanaan penerapan model
Namun setelah diberi perlakuan, maka hasil uji pembelajaran Learning Cycle oleh guru dan
hipotesis pada skor posttest menunjukkan bahwa keterampilan berpikir kritis siswa yang tergali
terdapat perbedaan yang signifikan antara skor dalam proses pembelajaran bermodel Learning
posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol, dimana Cycle diolah melalui lembar observasi. Observasi
nilai thitung lebih dari ttabel (3,495>2). Dengan ini dilakukan oleh observer di kelas eksperimen,
demikian, dapat dinyatakan bahwa keterampilan yaitu kelas VIII 7. Pengolahan data hasil observasi
berpikir kritis kelas eksperimen yang diajarkan ini dilakukan secara persentase. Tabel 4 berikut
dengan model pembelajaran Learning Cycle dengan merupakan tabel hasil pengolahan lembar observasi
kelas kontrol yang diajarkan dengan model keterlaksanaan proses pembelajaran oleh siswa, dan
pembelajaran konvensional (Direct Instructional) guru.
terdapat perbedaan yang signifikan, dimana model
Apabila ditinjau dari indikator keterampilan
pembelajaran Learning Cycle lebih baik daripada di
berpikir kritis yang diujikan, total rata-rata
kelas kontrol.
ketercapaian indikator keterampilan berpikir kritis
Hasil perhitungan persentase rata-rata pada kelas eksperimen dengan kelas kontrol
ketercapaian indikator keterampilan berpikir kritis terdapat perbedaan. Berdasarkan tabel 2 total rata-
pada kelas eksperimen dan kontrol dapat dilihat pada rata ketercapaian indikator berpikir kritis pada kelas
Tabel 2. eksperimen sebesar 65,28 % sedangkan pada kelas
kontrol sebesar 58,64 %. Hal ini menunjukkan
Tabel 2. Persentase (%) Ketercapaian Keterampilan
bahwa secara keseluruhan kelas eksperimen yang
Berpikir Kritis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
diajarkan dengan model pembelajaran Learning
Indikator Kelas Kelas Cycle mencapai indikator keterampilan berpikir
Keterampilan Berpikir Eksperimen Kontrol kritis yang lebih baik daripada di kelas kontrol
Kritis (%) (%) dengan selisih sebesar 6,64 %.
[1] Mengidentifikasi atau
Merumuskan 48,68 42,11 Berdasarkan Tabel 3, indikator keterampilan
pertanyaan berpikir kritis yang tergali pada siswa dalam proses
Mengidentifikasi pembelajaran dengan model Learning Cycle dapat
57,89 67,11
Masalah dilihat dari kemunculan kegiatan oleh siswa.
[2] Melihat Persamaan Adapun persentase tertinggi adalah pada kegiatan
71,05 61,84
dan Perbedaan memberikan respon pada pertanyaan guru;
[3] Penerapan Prinsip-
74,78 62,5 mengajukan pertanyaan mengenai topik bahasan;
prinsip
[4] Membuat Generalisasi 73,98 59,65 menguji prediksi dan hipotesis; dan mencoba
[5] Rata-rata 65,28 58,64 memberikan penjelasan terhadap konsep yang
ditemukan mencapai 100%. Kegiatan tersebut
Tabel 2 menunjukkan perbedaan persentase dimunculkan oleh siswa pada setiap pertemuan,
ketercapaian keterampilan berpikir kritis pada kelas sedangkan untuk kegiatan mengajukan pertanyaan
eksperimen dan kelas kontrol. Tabel tersebut mengenai pokok bahasan; mengusulkan pemecahan
menunjukkan bahwa total rata-rata ketercapaian dan membuat keputusan; melakukan percobaan, dan
keterampilan berpikir kritis di kelas eksperimen atau pengamatan lanjutan mencapai 55,56 %
mencapai 65,28 % sedangkan di kelas kontrol kemudian untuk kegiatan menunjukkan pemahaman
mencapai 58,64 %. atau pengetahuan tentang konsep atau keterampilan

EDUSAINS. Volume VI Nomor 01 Tahun 2014, 112 - 116


Novianti, A. Noor. N.F, Susanti, B.H..

yang telah didapatkannya pada fase sebelumnya Piaget ini pun menjadi dasar untuk model
mencapai 66,67 %. Pencapaian pada keterlaksanaan pembelajaran Learning Cycle 5E (Bybee, 2011).
proses pembelajaram mencapai jumlah tersebut Berdasarkan teori Piaget tersebut, maka dapat
dikarenakan kegiatan tersebut tidak selalu dinyatakan bahwa model pembelajaran Learning
dimunculkan oleh siswa pada setiap Cycle 5E yang diterapkan dalam penelitian ini dapat
pertemuan.Adapun rata-rata keterlaksanaan model mendorong perkembangan keterampilan berpikir
pembelajaran Learning Cycle oleh siswa mencapai kritis siswa.
84,45 %.
Ketercapaian indikator keterampilan berpikir
Hasil observasi keterlaksanaan model kritis yang lebih baik daripada di kelas kontrol
pembelajaran Learning Cycle oleh guru tampak menunjukkan Learning Cycle dapat menuntun siswa
pada tabel 4. Berdasarkan tabel tersebut terlihat berfikir kritis (tabel 2). Hal ini diinisiasi pada awal
persentase untuk keterlaksanaan model model Learning Cycle terdapat fase engagement
pembelajaran Learning Cycle oleh guru mencapai yang membuat siswa akan terbangkitkan minat dan
100 %. Hal ini dikarenakan kegiatan-kegiatan pada rasa keingintahuannya (Wena, 2010). Walaupun
fase engagement, exploration, explanation, data menunjukkan bahwa rata-rata persentase
elaboration, dan evaluation dapat terlaksana semua ketercapaian indikator mengidentifikasi atau
di setiap pertemuan. merumuskan pertanyaan sebesar 48,68 % (Tabel 2),
Berdasarkan tabel tersebut terlihat persentase
keterlaksanaan model Learning Cycle oleh guru dan
untuk keterlaksanaan model pembelajaran Learning Cycle tergalinya keterampilan berpikir kritis siswa
oleh guru mencapai 100 %. Hal ini dikarenakan kegiatan- keduanya mencapai 100 %. Guru cenderung
kegiatan pada fase engagement, exploration, explanation, melontarkan pertanyaan daripada mengungkapkan
elaboration, dan evaluation dapat terlaksana semua di permasalahan untuk diidentifikasi atau dirumuskan
setiap pertemuan. pertanyaannya oleh siswa. Namun tahapan ini
Model Learning Cycle yang merupakan efektif digunakan untuk melihat ada tidaknya
bagian dari model pembelajaran berlandaskan miskonsepsi pada siswa (Bybee, 2011).
konstruktivisme dapat mempengaruhi keterampilan Fase kedua dari Learning Cycle yaitu fase
berpikir kritis siswa, hal ini sejalan dengan teori exploration siswa dibangun pengetahuannya secara
belajar Piaget. Teori belajar Piaget yaitu berupa mandiri melalui kelompok kecil dengan menguji
pemberian kesempatan kepada siswa untuk prediksinya yang muncul di fase engagement
mengasimilasi informasi dengan cara melalui berbagai kegiatan. Kegiatan yang telah
mengeksplorasi lingkungan, mengakomodasi dilakukan seperti praktikum, demonstrasi, ataupun
informasi dengan cara mengembangkan konsep, studi literatur dan pengerjaan lembar kerja siswa.
mengorganisasikan informasi dan menghubungkan Siswa yang semula mengalami ketidakseimbangan
konsep-konsep baru dengan menggunakan dan atau kebingungan dapat mengalami keseimbangan
memperluas konsep yang dimiliki untuk kembali dengan mengidentifikasi masalah. Namun
menjelaskan suatu fenomena yang berbeda rata-rata persentase ketercapaian indikator
(Simpatupang, 2008). Adapun proses dari asimilasi mengidentifikasi masalah pada kelas eksperimen
menuju ke proses akomodasi, siswa mengalami lebih rendah (57,89%) daripada kelas kontrol
ketidakseimbangan atau disekulibrium. Kemudian (67,11%). Hal ini diduga karena dalam proses
dengan proses akomodasi dan organisasi siswa pelaksanaan fase exploration indikator
mampu memahami dan merespons perstiwa- mengidentifikasi masalah tidak didefinisikan kepada
peristiwa yang sebelumnya terasa membingungkan siswa secara langsung, dengan kata lain tidak secara
bagi mereka, sehingga terjadi proses ekuilibrasi. eksplisit dikemukakan kepada siswa. Sehingga rata-
Dalam pandangan Piaget, ekulibrasi dan hasrat rata persentase ketercapaian indikator
intrinsik siswa untuk meraih ekuilibrium mendorong mengidentifikasi masalah termasuk rendah pula.
perkembangan keterampilan berpikir dan Walaupun berdasarkan hasil observasi menunjukkan
pengetahuan yang semakin kompleks yang salah bahwa keterlaksanaan model pembelajaran
satunya adalah berpikir kritis (Ormrod, 2008). Jika Learning Cycle oleh guru dan tergalinya
teori belajar Piaget dihubungkan dengan model keterampilan berpikir kritis siswa keduanya
pembelajaran Learning Cycle 3 fase, proses mencapai sebesar 100 %. Pada fase ini siswa
asimilasi, akomodasi, dan organisasi berturut-turut cenderung menguji prediksinya saja daripada
disejajarkan dengan fase exploration (eksplorasi), mengidentifikasi masalah secara langsung.
term introduction (pengenalan konsep), dan concept
application (aplikasi). Adapun prinsip teori belajar

EDUSAINS. Volume VI Nomor 01 Tahun 2014, 113 - 116


Pengaruh Model Pembelajaran Learning Cycle

Tabel 3. Hasil Observasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran Learning Cycle 5E oleh Siswa
Keterampilan Berpikir
Persentase
Fase Learning Cycle-5E Kritis Kegiatan Siswa
(%)
yang Tergali
Mengidentifikasi/ Memberikan respons 100
merumuskan pertanyaan terhadap pertanyaan guru.
Fase Engangement
Mengajukan pertanyaan
mengenai topik bahasan.
Mengidentifikasi masalah Menguji prediksi dan 100
Fase Exploration
Melihat persamaan dan hipotesis.
perbedaan
Membuat generalisasi Mencoba memberi 100
Fase Explanation penjelasan terhadap
konsep yang ditemukan.
Penerapan prinsip-prinsip Mengajukan pertanyaan 55,56
mengenai pokok bahasan.
Mengusulkan pemecahan
Fase Elaboration
dan membuat keputusan.
Melakukan percobaan, dan
atau pengamatan lanjutan.
Membuat generalisasi Menunjukkan pemahaman 66,67
atau pengetahuan tentang
Fase Evaluation konsep atau keterampilan
yang telah didapatkannya
pada fase sebelumnya.

Tabel 4. Hasil Observasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran Learning Cycle 5E oleh Guru

Tahap
Persentase
Learning Kegiatan Guru
(%)
Cycle 5E

- Membangkitkan minat dan keingintahuan siswa. 100


- Mengajukan pertanyaan tentang proses faktual dalam kehidupan
sehari-hari (yang berhubungan dengan topik bahasan.
Tahapan - Mengkaitkan topik yang dibahas dengan pengalaman sisw.
Engangement Mendorong siswa untuk mengingat pengalaman sehari-harinya
dan menunjukan keterkaitannya dengan topik pembelajaran yang
sedang dibahas.

- Membentuk kelompok, memberi kesempatan untuk kerja sama 100


Tahap dalam kelompok kecil secara mandiri.
Exploration - Guru berperan sebagai fasilitator
- Mendorong siswa untuk menjelaskan kopnsep dengan kalimat 100
mereka sendiri.
Tahap - Meminta bukti dan klarifikasi penjelasan siswa
Explanation - Mendengar secara kritis perjelasan antarsiswa dan guru.
- Memandu diskusi

- Mengamati pengetahuan atau pemahaman siswa dalam hal 100


menerapkan konsep baru.
Tahap - Mendorong siswa melakukan evaluasi diri
Evaluation - Mendorong siswa memahami kekurangan/kelebihannya dalam
kegiatan pembelajaran.

EDUSAINS. Volume VI Nomor 01 Tahun 2014, 114 - 116


Novianti, A. Noor. N.F, Susanti, B.H..

Pada indikator melihat persamaan dan dan melakukan percobaan, dan atau pengamatan
perbedaan, rata-rata persentase ketercapaian lanjutan. Pada pertemuan pertama fase elaboration
indikator ini mencapai sebesar 71,05 %. Pada fase dirancang berupa kegiatan pengisian lembar kerja
exploration siswa dapat melihat persamaan dan siswa. Dimana dalam pelaksanaannya kegiatan
perbedaan. Hal ini diduga siswa difasilitasi oleh tersebut menstimulus siswa dalam mengajukan
guru melalui kegiatan praktikum pada pertemuan pertanyaan mengenai pokok bahasan, namun belum
pertama, kegiatan demonstrasi pada pertemuan dapat menstimulus siswa dalam mengusulkan
kedua, dan studi literatur pada pertemuan ketiga. pemecahan dan membuat keputusan, dan melakukan
Dimana siswa terlibat aktif dalam beragam kegiatan percobaan, dan atau pengamatan lanjutan.
yang memfasilitasinya untuk mengkonstruk Begitupun juga untuk pertemuan kedua yang fase
pengetahuannya secara langsung. Sehingga untuk elaborationnya dirancang berupa kegiatan pengisian
persentase ketercapaian indikator melihat lembar kerja siswa. Dengan kata lain diduga
persamaan dan perbedaan lebih baik daripada kegiatan yang dirancang dalam fase elaboration
persentase ketercapaian indikator mengidentifikasi pada pertemuan kesatu dan kedua belum cukup
masalah atau merumuskan pertanyaan dan memfasilitasi siswa untuk mengusulkan pemecahan
mengidentifikasi masalah. dan membuat keputusan, dan melakukan percobaan,
dan atau pengamatan lanjutan.
Pada fase explanation siswa diminta
mengeneralisasikan. Hasil menunjukkan bahwa total Berdasarkan tahap-tahap perkembangan
rata-rata pencapaian indikator membuat generalisasi kognitif Piaget, siswa SMP dikategorikan pada
sebesar 73,98 %. Dengan demikian, siswa dapat tahap operasional konkret. Pada tahap operasional
mempresentasikan hasil diskusi dengan kelompok konkret siswa dapat lebih mudah berpikir logis
kecilnya dengan menggunakan bahasanya sendiri daripada tahap perkembangan kognitif sebelumnya.
(Wena, 2010). Kemudian siswa pun mampu melakukan penalaran
deduktif, yaitu menarik kesimpulan-kesimpulan
Pada fase elaboration siswa dapat
logis berdasarkan informasi yang diberikan kepada
menerapkan konsep dan keterampilan yang telah
mereka (Ormrod, 2010) Namun sekalipun siswa
mereka dapat pada fase sebelumnya dalam situasi
yang menunjukkan pemikiran operasional konkret
yang baru (Bybee, 2011). Pada fase siswa tergali
telah menampilkan banyak ciri pemikiran logis,
keterampilan berpikir kritisnya dengan penerapan
perkembangan kognitif mereka belumlah sempurna.
prinsip-prinsip yang ditunjukkan dalam kegiatan
Mereka mengalami kesulitan memahami gagasan-
mengajukan pertanyaan mengenai pokok bahasan,
gagasan abstrak, serta mengalami kesulitan
mengusulkan pemecahan dan membuat keputusan,
menghadapi soal-soal yang banyak sekali hipotesis
melakukan percobaan, serta pengamatan lanjutan.
atau variabelnya. Meskipun ada indikator yang
Sehingga total rata-rata persentase ketercapaian
kurang dalam pencapaiannya, namun secara
indikator penerapan prinsip-prinsip mencapai
keseluruhan pada kelas eksperimen yang diajarkan
sebesar 73,98 %.
dengan Learning Cycle menunjukkan total rata-rata
Siswa yang telah melalui fase-fase persentase ketercapaian indikator berpikir kritis
sebelumnya yang membuat mereka mengalami yang lebih baik daripada kelas kontrol yang
ekuilibrasi. Dimana siswa pada fase elaboration diajarkan dengan model pembelajaran konvensional
dapat dikatakan telah membangun pengetahuannya (Direct Instructional). Hal ini sesuai denggan
sendiri. Adapun untuk hasil observasi Budprom et.al. (2010) yang menunjukkan, bahwa
keterlaksanaan Learning Cycle oleh guru mencapai keterampilan berpikir kritis siswa secara
sebesar 100 %, meskipun keterampilan berpikir keseluruhan dan secara aspek yang diajarkan
kritis siswa yang tergali pada fase elaboration dengan model pembelajaran Learning Cycle lebih
mencapai sebesar 55,56 %. Hal tersebut diduga baik dibandingkan siswa yang diajarkan dengan
karena indikator penerapan prinsip ini diharapkan intruksi buku panduan guru. Laporan Armiza (2007)
dapat ditunjukkan siswa dengan munculnya menunjukkan, bahwa model pembelajaran siklus
kegiatan mengajukan pertanyaan mengenai pokok belajar dengan abduktif empiris juga dapat
bahasan, mengusulkan pemecahan dan membuat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa
keputusan, dan melakukan percobaan, dan atau SMP.
pengamatan lanjutan.
Hasil observasi menunjukkan bahwa pada
pertemuan kesatu dan kedua siswa belum dapat
mengusulkan pemecahan dan membuat keputusan,

EDUSAINS. Volume VI Nomor 01 Tahun 2014, 115 - 116


Pengaruh Model Pembelajaran Learning Cycle

PENUTUP Budprom W, Paitool S, Adisak S. 2010. Effects of


Learning Eanviromental Education Using the
Simpulan
5E-Learning Cycle with MultipleIntelligences
Berdasarkan hasil penelitian dan analisa data and Teacher’s Handbook Approach on
penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa Learning Achievment, Basic Science Process
penerapan model pembelajaran Learning Cycle pada Skills and Critical Thinking of Grade 9
konsep Sistem Pencernaan pada Manusia Students. Pakistan Journal of Social Sciences
berpengaruh positif terhadap keterampilan berpikir 7(3): 200-204.
kritis siswa kelas VIII, yaitu (3,495>2) dengan
BSNP, Standar Isi: Standar Kompetensi dan
tingkat kepercayaan 0,95. Dimana persentasi
Kompetensi Dasar SMP/MTs, Jakarta.
pencapaian indikator terbesar adalah penerapan
prinsip sebesar 74,78 %. Costa AL. 1985. Developing minds: A resource
book for teaching thinking. Alexandria, VA:
Berdasarkan hasil observasi mengenai
Association for Supervision and Curriculum
keterlaksanaan model pembelajaran Learning Cycle
Development.
dapat disimpulkan bahwa guru dapat menerapkan
setiap kegiatan yang diharapkan muncul dalam Dorlince Simatupang. 2008. Pembelajaran Model
proses pembelajaran. Adapun rata-rata persentase Siklus Belajar. Universitas Negeri Medan.
keterampilan berpikir kritis yang tergali pada siswa
Fisher A. 2009. Critical Thinking: An Introduction.
sebesar 84,45 %. Dengan demikian berdasarkan
Berpikir Kritis: Sebuah Pengantar,
hasil observasi tersebut menunjukkan bahwa model
penerjemah oleh Hadinata, Benyamin.
pembelajaran Learning Cycle dapat menggali
Jakarta. Erlangga.
keterampilan berpikir kritis siswa
Jeanne Ellis Ormrod. 2008. Educational Psychology
Saran
Developing Learners. Psikologi Pendidikan
Adapun saran yang diajukan yaitu untuk Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang,
pencapaian keterampilan berpikir kritis yang lebih penerjemah oleh Wahyu Indianti. Jakarta.
baik pada indikator mengidentifikasi atau Erlangga.
merumuskan pertanyaan, dan mengidentifikasi
Kusnandar. 2007. Guru Profesional Implementasi
masalah dapat dilakukan dengan prosedural yang
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
dilakukan secara eksplisit. Prosedural itu seperti
(KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru.
pemberian masalah dalam bentuk pertanyaan-
Jakarta. RajaGrafindo.
pertanyaan yang dekat dengan kehidupan siswa dan
diarahkan untuk mengidentifikasi masalah yang Made W. 2010. Strategi Pembelajaran Inovatif
akan diamati pada fase exploration. Dengan Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual
demikian siswa dapat memahami dan memiliki Operasional. Jakarta. Bumi Aksara.
keterampilan berpikir kritis khususnya pada kedua Prianto Y. 2005. Paradigma Baru Pembelajaran:
indikator tersebut. Sebagai Referensi bagi Pendidik dalam
DAFTAR PUSTAKA Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan
Berkualitas. Jakarta. Kencana.
Armiza. 2007. Model Siklus Belajar Abduktif
Empiris untuk Meningkatkan Pemahaman Roger W. Bybee, dkk, 2011. The BSCS 5E
Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis Instructional Model:Origins and
Siswa SMP pada Materi Pemantulan Cahaya. Effectiveness. www.bscs.org, diakses: 27 Juni
Jurnal Penelitian Pendidikan IPA 1(1). 2011.
Arnyana IBP. 2007. Penerapan Model PBL pada Rustaman N. 2005. Strategi Belajar Mengajar
Pelajaran Biologi untuk Meningkatkan Biologi. Malang: UM Press.
Kompetensi dan Kemampuan Berpikir Kritis Sadia IW. 2008. Model Pembelajaran yang Efektif
Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Singaraja untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir
Tahun Pelajaran 2006/2007. Jurnal Kritis (Suatu Persepsi Guru). Jurnal
Pendidikan dan Pengajaran 40( 2). Pendidikan dan Pengajaran 41(2).

EDUSAINS. Volume VI Nomor 01 Tahun 2014, 116 - 116

You might also like