You are on page 1of 25

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Metode pencarian literatur
Pencarian literatur dalam telaah jurnal ini dilakukan melalui google yaitu pada
address (http://google.com). Kata kunci yang digunakan untuk penelusuran jurnal
yang akan ditelaah ini adalah “journal of conjungtivitis.pdf”, dengan rentang waktu
2013-2019.
1.2 Abstrak
Background: Toxicity is rarely considered in the differential diagnosis of
conjunctivitis, but we present here a new form of toxic conjunctivitis with
unusual clinical features. Between 2010 and 2013, a new clinical presentation
of chronic conjunctivitis unresponsive to normal treatment was noted within a
Primary Care Ophthalmology Service.
Methods: Retrospective review of case records and histopathology results.
Results: A total of 55 adult patients, all females, presented with epiphora and
stickiness. They did not complain of itch and had symptoms for an average of
9 months. Clinical examination showed bilateral moderate to severe upper and
lower tarsal conjunctival papillary reaction, without corneal or eyelid changes
and mild bulbar conjunctival hyperaemia in a third of cases. Biopsies were taken
in 15 cases to exclude an atypical infection or lymphoma. Histologically, there
was a variable superficial stromal lymphocytic infiltrate, involving the
epithelium in more severe cases. The majority of the cells were CD3 positive
T-lymphocytes and follicle formation was not noted. The clinical history in all
cases included prolonged use of eye make- up and other facial cosmetic
products. Clinical symptoms of epiphora settled with topical steroid drops, but
the clinical signs of chronic tarsal inflammation persisted until withdrawal of
the facial wipes thought to contain the inciting agent, though the exact nature of
this remains unclear.
Conclusion: The presentation, appearances, histological features are consistent
with a contact allergen-driven chronic conjunctivitis. Steroid treatment
provided good relief of symptoms and patients were advised to avoid potential

1
contact allergens. Management remains difficult. Further research into contact
allergies of mucous membranes and identification of its allergens is required.
Keywords: Conjunctivitis, Contact allergy, Cosmetic, Epiphora, Steroid,
Allergen

Latar belakang: Toksisitas jarang dipertimbangkan dalam diagnosis


diferensial konjungtivitis, tetapi kami menyajikan di sini bentuk baru
konjungtivitis toksik dengan gambaran klinis yang tidak biasa. Antara 2010 dan
2013, presentasi klinis baru konjungtivitis kronis yang tidak responsif terhadap
pengobatan normal dicatat dalam Layanan Oftalmologi Perawatan Primer.
Metode: Tinjauan retrospektif dari catatan kasus dan hasil histopatologi.
Hasil: Sebanyak 55 pasien dewasa, semuanya wanita, mengalami epifora dan
mata lengket. Mereka tidak ada mengeluh gatal dan mengalami gejala selama
rata-rata 9 bulan. Pemeriksaan klinis menunjukkan reaksi papiler konjungtiva
tarsal bilateral sedang hingga berat, tanpa perubahan kornea atau kelopak mata
dan hiperemia konjungtiva bulbar ringan pada sepertiga kasus. Biopsi diambil
dalam 15 kasus untuk mengecualikan infeksi atipikal atau limfoma. Secara
histologis, ada variabel infiltrat limfositik stroma superfisial, yang melibatkan
epitel pada kasus yang lebih parah. Sebagian besar sel adalah limfosit T-positif
CD3 dan pembentukan folikel tidak dicatat. Riwayat klinis dalam semua kasus
termasuk penggunaan riasan mata yang lama dan produk kosmetik wajah
lainnya. Gejala klinis epifora diobati dengan tetes steroid topikal, tetapi tanda-
tanda klinis peradangan tarsal kronis bertahan sampai penarikan tisu wajah yang
diduga mengandung allergen , meskipun sifat pastinya masih belum jelas.
Kesimpulan: Presentasi, penampilan, gambaran histologis konsisten dengan
konjungtivitis kronis yang disebabkan oleh alergen kontak. Pengobatan steroid
memberikan gejala yang baik dan pasien disarankan untuk menghindari alergen
kontak potensial. Manajemen tetap sulit. Diperlukan penelitian lebih lanjut
mengenai alergi kontak pada selaput lendir dan identifikasi alergennya.
Kata kunci: Konjungtivitis, Alergi Kontak, Kosmetik, Epifora, Steroid,
Alergen

2
BAB 2

DESKRIPSI JURNAL

2.1 Deskripsi umum


 Judul : “Chronic tarsal conjunctivitis”
 Penulis :
 Nicholas Cook1, Fizza Mushtaq, Christina Leitner, Andrew Ilchyshyn,
George T. Smith and Ian A. Cree
 Publikasi : Cook et al. BMC Ophthalmology (2016) 16:130
 Penelaah :
 Pujhi Meisya Sonia (1808320038)
 Shafira (1808320043)
 Ardatilla (1808320046)
 Raden Febrian Dwi Cahyo Edi Prabowo (1808320068)
 Tanggal telaah : 10 Desember 2019

2.2 Deskripsi konten


Banyak bentuk konjungtivitis kronis yang dikenali. Jenis yang paling umum
adalah konjungtivitis alergi kronis yang bermanifestasi sebagai mata merah, gatal
dengan margin kelopak mata yang menebal dan terkait dengan dermatitis
periorbital, biasanya terkait dengan atopi. Gatal selalu menjadi ciri utama
konjungtivitis alergi kronis. Bentuk lain dari konjungtivitis kronis termasuk
penyakit kelenjar meibom blepharo-konjungtivitis, konjungtivitis papiler raksasa
yang berhubungan dengan lensa kontak, floppy sindrom kelopak mata,
konjungtivitis pasca kemoterapi, konjungtivitis cicatrising, dermatitis periokular,
sindrom fornix raksasa, dan konjungtivitis klamidia. Toksisitas jarang
dipertimbangkan, dan hanya ada sedikit publikasi di lapangan, tetapi konjungtivitis
toksik kronis telah dideskripsikan dengan gambaran klinis dari keluarnya cairan,
reaksi awal papiler konjungtiva, reaksi selanjutnya folikel, seringkali dermatitis
kelopak mata dan erosi punctal inferior. Kami baru-baru ini mencatat peningkatan
tingkat rujukan ke layanan Primary Care Ophthalmology (PCO) kami dari pasien

3
dengan presentasi atipikal dengan epifora sebagai gejala primer. Penyebab umum
lainnya dari epifora termasuk obstruksi saluran nasolacrimal yang sebenarnya dan
obstruksi saluran nasolacrimal fungsional, tetapi kami belum mencatat adanya
peningkatan jumlah pasien yang datang dengan kedua kondisi tersebut. Antara 2010
dan 2013, salah satu dari kami (NC) mencatat presentasi klinis baru konjungtivitis
kronis ini, dan pada 2013, ini menjadi epidemi dengan 17 kasus baru yang dirujuk
pada 2013 dan 29 dalam 8 bulan pertama 2014. Makalah ini menyajikan tinjauan
retrospektif dari fitur klinis dari serangkaian 55 kasus bentuk baru konjungtivitis.

4
BAB 3

TELAAH JURNAL

3.1 Fokus penelitian


Fokus utama dalam jurnal jelas yaitu untuk mengetahui jenis konjungtivitis
yang baru.
3.2 Gaya dan sistematika penulisan
Sistematika penulisan disusun dengan rapi. Komponen jurnal ini sudah terdiri
dari pendahuluan, bahan dan metode, hasil, diskusi (pembahasan) dan kesimpulan.
Tata bahasa dalam literatur cukup mudah dipahami.
3.3 Penulis
Afiliasi penulis :
Nicholas Cook, Fizza Mushtaq, Christina Leitner, Andrew Ilchyshyn, George T.
Smith and Ian A. Cree
3.4 Judul
“Chronic tarsal conjunctivitis” Judul tersebut sudah cukup jelas dan tidak ambigu.

3.5 Abstrak
Abstrak adalah ringkasan singkat tentang isi dari artikel ilmiah, tanpa
penambahan tafsiran atau tanggapan penulis. Abstrak dalam jurnal ini sudah
mencakup, latar belakang, bahan dan metode, hasil, dan kesimpulan. Namun pada
abstrak tidak dicantumkan tujuan sehingga tidak diketahui dengan jelas apa tujuan
yang dalam jurnal ini tidak tampak dalam abstrak. Selain itu abstrak dalam jurnal
ini juga memiliki kekurangan lainnya yaitu penulisan abstrak lebih dari 200 kata.

3.6 Masalah dan tujuan


Pada jurnal ini tidak dicantumkan poin khusus untuk rumusan masalah.
Permasalahan atau arah dari penulisan tampak di bagian introduction yang
menyatakan bahwa banyak bentuk konjungtivitis kronis yang dikenali dan jenis
yang paling umum adalah konjungtivitis alergi kronis yang bermanifestasi sebagai
mata merah, gatal dengan margin kelopak mata menebal dan terkait dengan
dermatitis periorbital, biasanya terkait dengan atopi. Bentuk lain dari konjungtivitis

5
kronis termasuk penyakit kelenjar meibom blepharo-konjungtivitis, konjungtivitis
papiler raksasa yang berhubungan dengan lensa kontak, floppy sindrom kelopak
mata, konjungtivitis pasca kemoterapi, konjungtivitis cicatrising, dermatitis
periokular, sindrom fornix raksasa, dan konjungtivitis klamidia. Namun hanya
sedikit yang membahas mengenai toksisitas sebagai differential diagnosis dari
konjungtivitis, maka pada penelitian ini penulis menyajikan bentuk baru dari
konjungtivitis dengan gejala yang tidak biasa.

3.7 Literatur/ tinjauan pustaka


Penulisan jurnal ini menggunakan literatur yang ada pada temuan-temuan
penelitian sebelumnya. Literatur yang digunakan adalah literatur resmi yang sudah
dipublikasi dari tahun 2003-2017. Semua artikel yang digunakan dalam penulisan
jurnal ini dapat diakui keabsahannya.

3.8 Hipotesa
Desain studi pada jurnal ini adalah retrospektif review dari catatan kasus,
namun dalam jurnal ini tidak dicantumkan hipotesa.

3.9 Populasi dan sampel


Sebanyak 55 pasien dilibatkan dalam penelitian retrospektif seri kasus ini.
Semua adalah wanita dewasa dengan usia rata-rata 44 tahun (kisaran 17-72) selama
periode tersebut, sejak tahun 2010-2014 sebagai pasien rujukan dari praktisi
perawatan primer di perawatan standar untuk epifora dan konjungtivitis

3.10 Metode
Penelitian ini menggunakan metode retrospektif dari catatan kasus
pemeriksaan klinis dan laboratorium standar, seperti pemeriksaan slit lamp, uji
allergen, swab konjungtiva, serta biopsy dan histopatologi yang dilakukan pada 55
pasien konjungtivitis.

6
3.11 Hasil Penelitian
Gambaran klinis
Sebanyak 55 pasien dilibatkan dalam kasus ini. Semua adalah perempuan
dewasa dengan usia rata-rata 44 tahun (rentang usia 17 – 72 tahun) yang terdapat
selama periode 2010 - 2014 sebagai rujukan dari praktisi perawatan primer yang
mana pengobatan standar untuk epifora (mata berair) dan konjungtivitis sudah
dilakukan tetapi tidak berhasil. Temuan klinis dirangkum dalam file tambahan 1:
Tabel S1. Epifora adalah gejala umum yang hadir. gejala yang berhubungan
termasuk lengket, dan gatal ditampilkan dalam hanya 1 pasien. Tidak ada memakai
lensa kontak dan semua telah memiliki kondisi untuk setidaknya satu bulan (rata-
rata 9 bulan, dengan rentang waktu 1 - 36 bulan). Semua pasien yang sebelumnya
telah menggunakannya untuk kosmetik setiap hari.
Cardinal clinical sign yang ditemukan adalah bilateral moderate to severe
(sedang sampai berat atau parah pada kedua mata) untuk bagian konjungtiva tarsal
bagian atas dan bawah reaksi papiler (Gambar. 1).

Gambar. 1 penampilan klinis dari mata dalam dua kasus perwakilan menunjukkan
penampilan tarsal konjungtiva superior dan inferior dalam dua pasien.
a. Lower Lid, b Upper Lid dari satu pasien,
c. Lower Lid , d. Upper Lid dari yang lain.
Keduanya menunjukkan penampilan papiler khas dengan beberapa hiperemi

7
Dalam sepertiga kasus terdapat konjungtiva bulbar hiperemi ringan, tetapi
dalam banyak kasus konjungtiva bulbar normal. Tanda-tanda negatif penting
termasuk kurangnya perubahan kornea, dermatitis pada kelopak mata atau lid
margin thickening (pinggiran kelopak mata kental). Diagnosa banding didapatkan
dari anamnesis, pemeriksaan atau pada pasien yang kurang respon terhadap
pengobatan (termasuk pengobatan sebelumnya, sebelum rujukan dilakukan).

8
Mikrobiologi
Dalam 7,1% (4/55) pasien, mikrobiologi standar dikecualikan infeksi
klamidia. Meskipun secara klinis bukan konjungtivitis folikuler, semua pasien
diobati secara empiris dengan uji coba 1g azitromisin setelah konseling, dengan
tidak ada respon baik gejala atau tanda-tanda.

Histopatologi
Pada pemeriksaan, dapat di lihat slide H&E menunjukkan jaringan
konjungtiva dengan inflamasi stroma superficial kronik ringan ( n = 3), sedang ( n
= 5), atau berat ( n = 4), yang melibatkan epitel dalam semua kasus yang berat dan
moderat.
Peradangan tidak bisa dinilai dalam 3 kasus dengan bahan tidak cukup untuk
menjadi penilaian. Peradangan didominasi limfositik dengan kurang mencoloknya
pembentukan folikel limfoid (Gbr. 2). Jumlah sel goblet adalah variabel, dengan
keduanya meningkat dan menurun pada catatan nomor. Pada imunohistokimia,
sebagian besar sel jelas dari CD3 positif terdapat T-limfosit, dengan variabel tetapi
jumlah yang lebih rendah dari CD20 positif B-limfosit (Gambar. 2). Tidak ada
bukti limfoma, pemfigoid cicatricial, konjungtivitis vernal, dan penyebab infeksi

9
lainnya. Terdapat beberapa neutrofil, eosinophil atau makrofag dan tidak ada
granuloma yang diamati. Tidak ada apoptosis epitel sel basal yang dicatat, kecuali
reaksi lichenoid. Penampilan yang dianggap konsisten dengan alergi kontak.

Gambar 2. penampilan histologis


infiltrat inflamasi pada konjungtiva.
a Sebuah H & E yang menunjukkan
keterlibatan stroma konjungtiva dan
epitel oleh peradangan limfositik.
b CD3 bernoda bagian yang
menunjukkan bahwa infiltrat terutama
terdiri dari limfosit T.
c CD20 bernoda berturut-turut bagian
menunjukkan bahwa ada juga
sejumlah besar limfosit B

10
Pengujian sensitivitas alergen
Secara total, 72% (40/55) diundang untuk patch-test, dan sekitar 40%
(16/40) tidak hadir . Di antara semua pasien yang dilakukan patch-test, 45,8%
(11/24) peka terhadap nikel, 4,1% (1/24) terhadap methylisothaizolinone (MI)
(0,2% kekuatan), 4,1% (1/24) terhadap campuran aroma1 dan balsam dari Peru,
4,1% (1/24) terhadap PPD (p-Paraphenylendiamine) dan 4,1% (1/24) terhadap
calium dichromate. Hanya 9% (1/11) pasien Nickel positif dengan di konfirmasi
dengan riwayat medis masa lalu untuk reaksi kulit terhadap Nickel pada perhiasan
yang mengandung nikel, tidak ada satupun yang sensitive terhadap patch-test,
untuk satu atau lebih alergen kontak memiliki anamnesis riwayat kesehatan
dermatitis kontak alergi yang relevan. 16,6% (4/24) memiliki riwayat penyakit
atopi. Tidak ada yang terkena potensial alergen kontak di tempat kerja atau selama
waktu luang.

Respon terhadap pengobatan


Pertama 15 pasien dalam seri ini diberi anti-histamin olopatadine (Opatanol)
dan nedokromil (Rapitil) selama beberapa bulan, dengan tidak ada respon. Gejala
klinis epifora (mata berair) biasanya hilang dalam waktu seminggu atau dua dari,
mulai tetes steroid topikal, baik deksametason 0,1% (Maxidex) atau prednisolon
0,5% (Predsol), tetapi tanda-tanda klinis peradangan tarsal kronis biasanya tetap
selama berbulan-bulan meskipun terus menerus menggunakan steroid topikal .
Sebagai frekuensi dari steroid topikal tetes berkurang selama berbulan-bulan dan
kekuatan dikurangi menjadi fluorometholone, gejala epifora dan tanda-tanda
peradangan tarsal kronis cenderung kambuh. Pola respon terhadap steroid topikal
dan kekambuhan pada penghentian steroid bertahan sampai musim panas 2014
ketika respon sensitivitas kontak dicurigai. Pada titik ini semua pasien disarankan
untuk menahan diri (atau setidaknya minimalis) tentang penerapan produk wajah
dan untuk menahan diri dari menggunakan tisu wajah. Karena pendekatan ini
diambil di 83,6% (46/55) kasus diketahui bahwa kondisi ini benar-benar
diselesaikan, dengan semua pasien dalam seri ini diberhentikan pada April 2015.
Salah satu rangkaian pasien dikembangkan layanan peningkatan tekanan

11
Intraokular untuk kesinambungan perawatan. File tambahan 2: Tabel S2
menggambarkan hasil bagi pasien ini.

12
3.12 Diskusi Penelitian
Kami jelaskan di sini kenaikan pesat dalam bentuk baru konjungtivitis kronis
bentuk baru (Gbr. 3), yang kami yakini sebagai bentuk konjungtivitis kontak terkait
dengan perubahan dalam konstituen dari kosmetik peri-okular atau tisu wajah yang
digunakan. Kosmetik sebelumnya telah diketahui menyebabkan masalah pada mata
dan beberapa pengujian toksisitas pada mata dilakukan di sebagian besar produk di
pasar, menggunakan Draize tes mata dan alternatif hewani [8, 9]. Hal ini biasanya
menunjukkan tidak termasuk toksisitas Kepada kornea, namun dalam hal ini
tampak bahwa efek pada konjungtiva telah menghasilkan sindrom yang
didefinisikan secara klinis.

Sementara kondisi ini kemungkinan akan hadir dalam populasi pasien yang
datang ke departemen rumah sakit oftalmologi, mungkin terlewatkan di antara
banyak kasus lain. The Primary Care Ophthalmology layanan, n = 100.000) serta
pasien dari daerah lain di dekatnya. Dengan asumsi penduduk Inggris dari 63 juta
dan bahwa presentasi penyakit baru ini juga sama diwakili melalui Inggris,
ekstrapolasi menunjukkan bahwa hingga 13.000 pasien mungkin telah disajikan
dengan kondisi ini di Inggris pada tahun 2014.

Bentuk konjungtivitis ini menjadi perhatian khusus karena kondisinya


membutuhkan tindaklanjut dan pengobatan steroid topikal selama berbulan-bulan
atau bahkan bertahun-tahun kecuali manajemen yang benar telah dilakukan. Satu-
satunya pengobatan yang efektif telah kita diidentifikasi sampai saat ini adalah
steroid topikal dan menghindari aksesoris mata dan tisu wajah. pembentukan

13
katarak adalah risiko ketika steroid digunakan untuk waktu yang lama, dan dalam
kebanyakan kasus, steroid berkurang dari kekuatan standar (misalnya
deksametason 0,1%) ke kekuatan paling lemah (misalnya Fluorometholone, FML)
dalam waktu 3 bulan. - 12 bulan mungkin tidak memiliki risiko perkembangan
katarak tinggi. Namun, dari kekhawatiran bahwa banyak dari pasien ini beresiko
tersisa pada steroid topikal untuk waktu yang lama untuk mengontrol gejala mereka
kecuali mereka siap untuk berhenti menggunakan semua produk wajah dan
menggunakan tisu wajah dan menghilangkan penyebabnya.

Pada bulan Desember tahun 2013, ada liputan media UK yang luas tentang
epidemi masalah dermatologis yang disebabkan oleh methylisothaizolinone (MI)
dan methylchlorisothiazolinone (MCI), baik secara kolektif juga dikenal sebagai
Kathon, yang digunakan untuk meningkatkan kehidupan mengenain paparan
kosmetik, lotion , sabun, shampoo, produk tubuh lainnya dan pembersih kulit [10,
11]. Ini awalnya diperkenalkan sebagai pengawet kosmetik pada tahun 2006 dan
sejak itu telah menjadi banyak digunakan. Sejak diperkenalkan jumlah alergi
kontak beum pernah terjadi sebelumya dan dermatitis kontak telah dilaporkan.
Di AS Lingkungan Kelompok Kerja Kosmetik database menganggap MI menjadi
bahaya kesehatan moderat karena merupakan iritan kimia yang dapat
mempengaruhi kulit, mata atau paru-paru. MI telah dilarang di Kanada, tetapi masih
populer digunakan di Amerika Serikat. MI telah dianggap sebagai “ kontak alergen
untuk 2013 ” oleh Amerika Dermatitis Kontak Society. Komite Ilmiah Komisi
Eropa pada keselamatan Konsumen menganggap MI sebagai penyebab alergi yang
kuat dengan kategori potensi “ ekstrim ” dan bahwa kenaikan dramatis dalam
tingkat alergi kontak ke MI, yang dideteksi olehuji patch diagnostik, belum pernah
terjadi sebelumnya di Eropa. Karena meningkatnya jumlah kasus pada 2014 dan
kesadaran potensi masalah dengan Kathon, pasien disarankan untuk mencoba dan
menghindari produk yang mengandung Kathon, meskipun masalah bisa tentu tidak
dikaitkan dengan agen ini. patch pengujian kulit dilakukan untuk mengidentifikasi
kemungkinan penyebab, tetapi hasilnya tidak mendukung kecurigaan kami. Ini
mungkin hanya karena kegagalan dalam mengidentifikasi alergen kontak yang

14
bertanggung jawab, yang dikenal sulit. pengujian acak tidak dianjurkan karena
menciptakan tingkat positif palsu yang tinggi dan penyakit atopik dikaitkan dengan
risiko yang lebih tinggi dari alergi kontak. Pada pasien yang dilakukan pengujian
penambahan, penarikan pada pasien suspek alergen kontak tidak menunjukkan tren
yang jelas dari perbaikan gejala, juga paparan terus-menerus tidak bersamaan
dengan gejala yang menetap.

Sensitisasi pasien terhadap alergen kontak pada patchtesting tampaknya tidak


terkait dengan dermatitis kontak yang benar yang sesuai dengan data pada positif
palsu dalam literatur [14]. Tingginya persentase sensitisasi nikel pada pasien kami
dapat dijelaskan oleh kelompok kami menjadi eksklusif perempuan [13]. nikel
hipersensitivitas nikel telah dipelajari secara detail, dan merupakan hasil dari
haptenisation protein berikut paparan kulit yang menyebabkan aktivasi T-limfosit
hapten-tertentu [15]. Fakta bahwa wanita dengan hasil tes positif tidak memiliki
riwayat kontak dermatitis dan sama-sama, gejala konjungtivitis tarsal tampaknya
tidak dikaitkan dengan sensitisasi ditampilkan pada pengujian, mencerminkan
sensitivitas rendah dan spesifisitas 70% dari patch pengujian.

produk kosmetik seperti bayangan mata diketahui mengandung partikel nikel


dalam konsentrasi variabel. Brown dan warna hijau mengandung kadar nikel
tertinggi dan memimpin berpotensi untuk dermatitis kelopak mata dan alergi kontak
konjungtivitis. Hanya satu dari pasien kami memiliki riwayat kontak dermatitis
untuk perhiasan kustom, tes positif untuk nikel tetapi tidak ada gejala pada
penggunaan terus menerus saat coklat dan hijau eye shadow. Secara keseluruhan,
hasil uji kulit harus ditafsirkan dengan hati-hati karena data tidak lengkap. Setengah
dari kelompok pasien gagal pengujian dan tidak setiap peserta menyelesaikan
kuesioner.

Kesesuaian uji patch kulit untuk mendiagnosa dermatitis kontak dalam


selaput lendir adalah diperdebatkan. Untuk pengetahuan kita, tidak ada data yang
tersedia di ambang kepekaan konjungtiva dibandingkan dengan kulit tapi ada
kesadaran peningkatan sastra ambang batas sensitisasi yang berbeda dari kulit di

15
berbagai bagian tubuh kembali seperti dibandingkan dengan kelopak mata karena
ketebalan variabel dari kulit dan dampak pada penetrasi alergen kontak. Hal ini
membutuhkan konsentrasi yang berbeda dari alergen kontak dalam rangka
mencapai reaksi yang sama.

Bulu mata dan film air mata bertindak sebagai penghalang mekanik untuk eksposur
mata, tetapi sekali hambatan-hambatan ini diatasi, konjungtiva sangat vascularised
memfasilitasi akses bagi alergen kontak. Satu studi oleh laporan Villarreal
sensitivitas pengujian patch untuk konjungtivitis sebagai alergi tipe 4 dengan
sensisivits 74% , mirip dengan yang untuk dermatitis kontak alergi [14]. nilai
prediksi negatif adalah rendah pada 41%. Dalam 24% dari pasien tambahan
tantangan konjungtiva harus dilakukan untuk mendiagnosa alergi kontak yang
mendasari [17]. Sayangnya, di seri kami, dermatologi departemen usaha pengujian
patch untuk penelitian ini tidak dapat melakukan tes tantangan konjungtiva.

Akhirnya, konjungtivitis tarsal bisa menjadi konjungtivitis iritan yang


dimediasi oleh sensitivitsa tipe 4 dan karenanya kegagalan tes patch untuk
mengidentifikasi pelakunya. Ambang iritasi terbukti berbeda dalam kulit dan
selaput lendir dan pemulihan akan lebih sulit karena penarikan pelatuk tidak
menghasilkan perbaikan yang cepat seperti pada reaksi alergi kontak. Misalnya,
ambang iritasi untuk kathon pada membran mukosa lebih rendah dari pada kulit
yang menyebabkan korosi [18].

Manajemen kami (Tabel 1) didasarkan pada pengobatan topikal okular


steroid dengan penghapusan produk wajah, termasuk semua tisu wajah / make-up
remover tisu, kosmetik, dan produk pelembab. Atribut kunci dari pasien yang telah
habis adalah kemauan untuk mengurangi secara signifikan produk yang mereka
meletakkan di dan di sekitar kelopak mata. Beberapa pasien menghentikan
semuanya, sementara yang lain dibatasi penerapan produk wajah untuk 2 -3 malam
diluar sebulan. Jelas, ini pentin untuk menentukan etiologi yang tepat pada tipe
konungtivitis ini.

16
Pada beberapa pasien, timbulnya gejala bertepatan dengan penggunaan tisu
wajah merek supermarket. Merek tisu wajah yang bersangkutan tidak mengandung
MI atau MCI. Pada pernyataan lebih lanjut dari pasien wanita ketika mereka
kemabali utnuk di periksa, setidaknya 17 pasien ( 30 % kasus saat ini sedang dalam
tinjauan aktif) ditemukan telah menggunkan atau tisu wajah merek ini. Mereka
yang menggunkan tisu wajah mengamati resolusi gejala ketika berhenti
menggunkan tisu wajah , dalm hubungannya dengan beberapa penggunaan tetes
steroid atau topikla. Para penjajal telah mengganti formulasi tisu sejak septembar
2015, dan tidak ada kasus baru yang terlihat sejak desember 2015.

Perubahan utama dalam formulasi adalah pemasok mengganti pengawet (ke


paraben dan phenoxyethanol resep bebas). Meskipun tidak ada muncul untuk
menjadi penelitian yang diterbitkan menghubungkan phenoxyethanel dengan
konjungtivitis, paraben dalam tetes mata telah dicatat untuk dermatitis penyebab
kontak [19], dan mungkin bahwa ini adalah agen penyebab yang bertanggung
jawab atas kondisi yang kita amati.

17
BAB 4

WORKSHEET CRITICAL APPRAISAL

PICO

Patient
Subjek penelitian merupakan orang dewasa, jenis kelamin perempuan
dengan konjungtivitis yang tidak biasa berusia 17 tahun hingga 72 tahun yang
terdata dari tahun 2010 hingga tahun 2014.

Intervention
Peneliti ingin mengiidentifikasi konjungtivitis baru , dengan melihat
beberapa aspek seperti mikrobiologi, histopatologi, dan paparan alergen

Comparison
Penelitian ini tidak membandingkan ataupun memebrik perlakuan hanya
melihat secara retrospektif pada kasus konjungtivitis dengan bentuk yang tidak
biasa

Outcome
Dari semua sampel yang diidentifikasi 55 orang , didapatkan gejala klinis
paling banyak adalah ephipora , dan Tanda klinis kardinal adalah bilateral sedang
hingga reaksi papiler konjungtiva tarsal atas dan bawah yang parah Di sepertiga
kasus ada bulbar ringanhyperaemia konjungtiva, tetapi dalam banyak kasus bulbar
konjungtiva normal. Termasuk tanda-tanda negatif penting kurangnya perubahan
kornea, dermatitis kelopak mata

18
Judul Jurnal : Chronic tarsal conjunctivitis
Publikasi : Cook et al. BMC Ophthalmology (2016) 16:130

Critical appraisal checklist

1. Study Validity

Research question

1a Is the research Yes [ √ ] No [ ] Pada halaman 1 pada akhir


question well- paragraf Introduction, peneliti
Unclear [ ]
defined that can be menjelaskan bahwa penelitian
answered using this ini bertujuan untuk untuk
study design? menidentifikasi jenis
konjungtivitis yang baru.

“This paper presents a


retrospective review of the
clinical features of a series of 55
cases of this new form of
conjunctivitis, to September
2014.”

Pada penelitian di dapatkan


bahwa ditemukan suatu bentuk
conjungtivitis yang tidak biasa .
Hal ini dijelaskan peneliti pada
halaman 6.

“Chronic tarsal conjunctivitis is


an unusual form of conjunctivitis
that appears to be related to the
use of a single brand of facial
wipes, and may be toxic or
contact allergen driven by
paraben used as a preservative.”

19
Dengan demikian desain
penelitian yang dilakukan oleh
peneliti sudah dapat menjawab
tujuan awal dari penelitian.

Randomization

1b Were the patients Yes [ ] No [ ] Pada halaman 2 mengenai


randomized to the Subjek dan Metode, penulis
Unclear [√ ]
intervention and mencantumkan dengan jelas
control groups by a mengenai populasi yang
well-defined method digunakan dalam penelitian.
of randomization
“Retrospective review of
standard clinical and laboratory
investigations was conducted in
a series of 55 patients
with a newly recognised form of
conjunctivitis.”

Namun peneliti tidak


menjelaskan mengenai terknik
pengambilan subjek penelitian.
Dengan demikian tidak dapat
diketahui apakah subjek dalam
penelitian di pilih secara random
atau diambil seluruhnya (total
sampling)

1c Was the Yes [ ] No [ ] Peneliti tidak menjelaskan


randomization list secara detail mengenai teknik
Unclear [√ ]
concealed from pengambilan subjek pada
patients, clinicians penelitiannya.
and researchers?

1d Do the patients in Yes [ ] No [√] Pada halaman 2 peneliti tidak


each group have menjelaskan tentang
Unclear [ ]
similar karakteristik secara jelas , subjek
characteristics at the penelitian terdiri dari kelompok
pasien yang didiagnosis dengan

20
beginning of the Konjungtivitis dengan bentuk
study? yang baru, antara 2010 hingga
2014 “A total of 55 patients were
included in this retrospective
case series. All were adult
females with a median age of
44 years (range 17–72)
presenting during the period
2010–2014

Blinding

1e Were the patients Pada penelitian ini, peneliti tidak


and clinicians kept memberikan perlakuan apapun
blinded (masked) to terhadap subjek penelitian.
which treatment was
being given?

1f Were they kept Pada penelitian ini, peneliti tidak


blinded until the end memberikan perlakuan apapun
of the study? terhadap subjek penelitian.

Follow up

1g Were all patients Yes [√ ] No [ ] Pada halaman 2 peneliti


counted at the end menjelaskan kembali mengenai
Unclear [ ]
of the study? seluruh subjek penelitian yang
masuk dalam penelitiannya.
Peneliti menyebutkan bahwa
penelitian ini melibatkan total
55 pasien dengan konjungtivitis.
Dengan jenis kelamin
perempuan ,usia rata-rata 44
(17-72) yang ada sepanjang
2010 hingga 2014

“A total of 55 patients were


included in this retrospective
case series. All were adult
females with a median age of

21
44 years (range 17–72)
presenting during the period
2010–2014”

1h If not, how many Dalam penelitian ini jumlah


patients were lost to subjek penelitan tidak berobah
follow up and for sama sekali dari awal hingga
what reason? akhir penelitian.

1i Were the patients Yes [√ ] No [ ] Teknik pengambil subjek


analysed in the penelitian pada penelitan ini
Unclear [ ]
group they originally tidak jelas, sehingga sulit untuk
were randomized melihat apakah kelompok
to? konjungtivitis dipilih secara acak
atau tidak.

Namun semua pasien dianalisis


tanpa kecuali berdasarkan
keompok awal penelitan.

Interventions and co-interventions

1j Were the performed Yes [ ] No [√ ] Pada penelitian ini subjek


interventions penelitian tidak diberikan
Unclear [ ]
described in perlakuan apapun
sufficient detail to be
followed by others?

1k Other than Yes [ ] No [√ ] Pada penelitian ini subjek


intervention, were penelitian tidak diberikan
Unclear [ ]
the two groups perlakuan apapun
cared for in similar
way of treatment?

2. Results

Selection of Outcomes

2a Does the article Yes [√ ] No [ ] Penelitian ini memberikan


report all relevant laporan yang cukup relevan
Unclear [ ]

22
outcomes including seperti yang tercantum pada
side effect? halaman 5-6

Effect Size

2b Was there a Pada penelitian ini subjek


difference between penelitian tidak diberikan
the outcomes of the perlakuan apapun
treatments, and how
big was the
difference?

2c How reliable is the Pada penelitian ini tidak


results: what are the mencantumkan dan tidak
confidence intervals? menjelaskan derajat
kepercayaan sehingga sulit
menentukan apakah reliabel
atau tidak

3. Applicability

Using results in your own setting

3a Are your patient so Yes [ ] No [√ ] Penelitian ini menjelaskan


different from those bahwa pertimbangan mengenai
Unclear [ ]
studied that the adanya jenis baru konjungtivitis
results may not perlu ditinjau kembali , agar
apply to them? dapat memberikan manajemen
terapi yang lebih baik seperti di
jelaskan pada halaman 6 “It is
important that ophthalmologists
recognise this new condition
and, in conjunction with the
patient, consider the
management strategy detailed in
this paper”
3b Is your environment Yes [√] No [ ] Penelitian ini menjelaskan
so different from the beberapa faktor resiko yang
Unclear [ ]
one in the study that dimiliki pada semua sampel
antara lain bahan kosmetik,

23
the methods could tissue wajah, dan bahan-bahan
not be use there? yang berpotensi beracun Dengan
demikian tidak ada perbedaan
lingkungan antara penelian ini
dengan lingkungan penulis.

24
BAB 5
KESIMPULAN
Konjungtivitis tarsal kronis adalah bentuk yang tidak biasa dari
konjungtivitis yang muncul berkaitan dengan penggunaan satu merek tisu wajah,
dan mungkin toxic atau contact allergen didorong oleh paraben (sintetis kimia)
yang digunakan sebagai pengawet.
Adalah penting bahwa dokter mata mengenali kondisi baru ini dan, dalam
hubungannya dengan pasien, mempertimbangkan strategi manajemen rinci dalam
makalah ini.

25

You might also like