You are on page 1of 17

Jurnal Kebijakan & Administrasi Publik

Vol 19 No 2 - November 2015


p-ISSN 0852-9213, e-ISSN 2477-4693
Online sejak 9 Juli 2015 di http://journal.ugm.ac.id/jkap

Menggali Potensi Lokal


Mewujudkan Kemandirian Desa

Fajar Sidik
Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD”, Yogyakarta
el_sdk88@yahoo.com

Abstract
This article analyzes the implementation of a tourism village in Bleberan Village, Playen District, Gunungkidul Regency. Before
a village-owned enterprises (Badan Usaha Milik Desa/BUMDes) was established in Bleberan, this village was known as a re-
mote, and isolated area. It was lacking of water and had high rates of poverty which became major problems faced by the locals.
However, after the village government together with local residents succeeded in forming BUMDes, now Bleberan Village grows
and becomes the best tourism village in the province of Yogyakarta Special Region (DIY). This study uses descriptive qualitative
research methods. Data are collected through observation, interviews, and documentation. Meanwhile, the data analysis carried
out through (1) data reduction; (2) data presentation; and (3) conclusion/verification. In order to make the results credible, the
data triangulation technique is used in validation phase. The results showed that in the implementation of the tourism village in
Bleberan (2010-2014), local village’s revenue has increased significantly. Local social capitals such as Village Organisation, Trust,
Norms, and Networks played their role in this case. However, the management of BUMDes is still considered less effective because
it is not transparent and accountable. Then, efforts to become independent village also face social challenges, namely the jealousy
among the subvillages associated with the fund given by the village government and the emergence of economic players around
tourismareas who come from economically established family.
Keywords: Bleberan Village, BUMDes, independent village, social capital

Abstrak
Artikel ini menganalisis pelaksanaan desa wisata di Desa Bleberan, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul. Sebelum ada
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), Desa Bleberan dikenal sebagai desa pelosok, terisolir, dan kekurangan air. Tingginya an-
gka kemiskinan menjadi masalah utama yang dihadapi masyarakat setempat. Namun, setelah Pemerintah Desa bersama warga
setempat berhasil membentuk BUMDes, kini Desa Bleberan berkembang dan menjadi desa wisata terbaik di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY). Kajian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Pengumpulan data menggunakan
teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sementara, analisis data dilakukan melalui tahapan sebagai berikut; (1) re-
duksi data, (2) penyajian data, dan (3) kesimpulan/verifikasi. Agar hasil kajian dapat kredibel, maka teknik triangulasi data
digunakan saat validasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan Desa Wisata di Bleberan (2010-2014),
pendapatan asli desa secara signifikan meningkat. Hal tersebut tidak lepas dari peran modal sosial yang dimiliki warga yang
telah berkembang dengan baik seperti Organisasi Desa, Kepercayaan, Norma, dan Jaringan. Namun, pengelolaan BUMDes
dinilai kurang efektif karena belum dikelola secara transparan dan akuntabel. Kemudian, upaya mewujudkan desa mandiri
juga menghadapi tantangan sosial yaitu adanya kecemburuan antar dukuh terkait dengan dana bantuan yang diberikan serta
munculnya pelaku ekonomi di sekitar area wisata yang berasal dari keluarga berekonomi mapan.
Kata kunci: BUMDes, desa mandiri, Desa Bleberan, modal sosial.

115
Jurnal Kebijakan & Administrasi Publik (JKAP) Vol 19, No 2 - November 2015 — http://journal.ugm.ac.id/jkap

I. PENDAHULUAN Oleh karena itu, Marwan Jafar menegaskan agar


Desa mandiri saat ini menjadi isu penting yang masyarakat perdesaan dapat memanfaatkan dana
perlu diperhatikan secara lebih serius serta didis­ desa yang diberikan untuk kemandirian dan
kusikan lebih mendalam. Pasalnya, sejak UU No pemberdayaan masyarakat. Salah satu program
6/2014 tentang Desa disahkan, kebijakan utama yang dijadikan sebagai gerakan nasional adalah
yang dibawa adalah diberikannya alokasi dana mewujudkan 5.000 desa mandiri dari dana desa
desa diperkirakan berkisar Rp 800 Juta-Rp1,4 yang diberikan tersebut melalui BUMDes. Tu­
miliar per desa, diperoleh dari dana gabungan juannya adalah agar desa mudah mengembang­
APBN, APBD provinsi, dan APBD kabupaten/ kan perekonomian yang harapannya dan dapat
kota (JPNN, 2014). Kebijakan berupa desen­ mendongkrak kesejahteraan masyarakat perde­
tralisasi fiskal ke desa ini menunjukkan bentuk saan (Kompasdotcom, 2015).
keberpihakan yang besar dan progresif dari pe­ Berangkat dari persoalan penting di atas,
merintah pusat akan prioritas peningkatan pem­ tulisan ini akan mendiskusikan lebih menda­
bangunan daerah dalam pelayanan masyarakat lam mengenai upaya mewujudkan desa mandi­
demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat desa. ri melalui BUMDes yang dibentuk Pemerintah
Dana tersebut dapat digunakan sebagai modal Desa Bleberan bersama warganya. Desa Bleber­
pembangunan desa melalui Badan Usaha Milik an sendiri tampil sebagai desa wisata yang telah
Desa (BUMDes) sesuai Pasal 87-90 pada UU No mampu berdaya di tengah keterbatasan dan di­
6/2014 dengan maksud untuk mendorong pe­ namika sosial yang dihadapi. Dalam konteks
ningkatan skala ekonomi usaha produktif rakyat ini, penulis memilih Desa Bleberan untuk dikaji
desa. karena dari 27 BUMDes yang ada di Kabupaten
Harus disadari, posisi desa sangat strategis Gunungki­dul, BUMDes Bleberan telah mampu
untuk membangun sebuah negara. Sebab, desa menjadikan Bleberan sebagai desa wisata terbaik
menjadi ujung tombak identifikasi masalah; ke­ tahun 2015 tingkat DIY. Partisipasi dan inisi­
butuhan masyarakat di level akar rumput sampai atif warga setempat membentuk dan mengem­
perencanaan dan realisasi tujuan bernegara ter­ bangkan BUMDes kini telah mampu meraup
dapat di tingkat desa. Masalahnya adalah 60 per­ pendapatan Rp1,06 miliar di tahun 2012 serta
sen penduduk Indonesia hidup di desa dan fakta mampu menyumbang Pendapatan Asli Daerah
menunjukkan bahwa angka putus sekolah paling (PAD) sekitar Rp60 juta setiap tahunnya.
tinggi ada di desa. Demikian pula masalah kese­ Rumusan masalah yang diajukan dalam
hatan, seperti balita dengan gizi buruk dan risiko kajian ini yaitu (1) Bagaimana Pemerintah Desa
kematian pada ibu melahirkan, terdapat paling Bleberan melalui desa wisatanya berupaya untuk
banyak di desa. Diperparah lagi dengan kondisi mewujudkan kemandirian desa?”; (2) Seberapa
ketertinggalan perekonomian desa yang memicu jauh peran modal sosial warga dapat mendorong
meningkatnya jumlah angka kemiskinan negara dalam mengembangkan desa wisata ini?; dan (3)
(Kompasdotcom, 2012). Apa tantangan yang dihadapi Pemerintah Desa
Kementerian Dalam Negeri (2013) men­ dalam mengembangkan desa wisata melalui
catat bahwa Indonesia memiliki 72.944 wilayah BUMDes yang dimilikinya?.
administrasi desa dan 8.309 wilayah administra­ Tujuan kajian ini adalah untuk menjelas­
si kelurahan. Artinya, total wilayah administrasi kan dan mendeskripsikan bagaimana peranan
setingkat desa dan kelurahan adalah sebanyak Pemerintah Desa Bleberan dengan BUMDes
81.253. Dari jumlah tersebut, masih terdapat 39 dan warga agar dapat diketahui sejauh mana mo­
ribu desa tertinggal, kurang lebih 17 ribu desa dal sosial mampu mendorong keberhasilan desa
sangat tertinggal, dan 1.100 desa yang ada di per­ wisata dan apa tantangan yang dihadapai BUM­
batasan minim sentuhan dan masih terabaikan. Des tersebut dalam upaya mewujudkan desa yang
maju, mandiri, dan sejahtera.

116
Fajar Sidik - Menggali Potensi Lokal Menuju Kemandirian Desa

II. METODE PENELITIAN III. TINJAUAN TEORI


Metode penelitian kualitatif digunakan penulis A. Pemerintah Desa dan Kemandirian Desa
sebagai pendekatan dalam kajian penelitian ini. Dalam naskah Peraturan Desa, tidak dijelas­
Lokasi penelitian dilakukan di Desa Bleberan, kan secara eksplisit tentang konsep maupun
Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul. parameter desa mandiri. Oleh karena tidak
Metode penelitian tersebut dipilih karena mem­ ada definisi baku, maka banyak orang mau­
pertimbangkan permasalahan lapangan yang di­ pun institusi menafsirkan makna kemandirian
hadapi masih berupa asumsi-asumsi sehingga desa berdasarkan argumentasi masing-masing.
dibutuhkan eksplorasi yang mendalam dan men­ Berangkat dari persoalan ini, penulis menco­
detil agar dapat dijelaskan secara komprehensif ba memberikan landasan konseptual teoritis
dan objektif (Sugiyono, 2012). Data yang di­ mengenai kemandirian desa yang dimaknai
gunakan berupa data primer dan data sekunder. melalui perspektif pemberdayaan masyarakat.
Adapun subjek penelitian yang digunakan, antara
lain: kepala desa (1 orang), mantan kepala desa (1 Pemerintahan desa merupakan lembaga
orang), dan perangkat desa (2 orang), ketua RT , perpanjangan pemerintah pusat yang memiliki
ketua RW, ketua Karang Taruna (1 orang), petu­ peran strategis dalam pengaturan masyarakat
gas desa wisata (3 orang), anggota inti BUMDes desa/kelurahan dan keberhasilan pembangu­
(5 orang), dan pedagang yang ada di sekitar objek nan nasional (Rafsanzani, et.al., 2010). Sebab,
wisata (3 orang). Dengan demikian, jumlah total pemerintah desa memiliki peran signifikan
subjek informan adalah 18 orang. dalam pengelolaan proses sosial di dalam ma­
syarakat. Tugas utama yang diemban peme­
Teknik pengumpulan data yang digunakan rintah desa adalah bagaimana menciptakan ke­
adalah teknik observasi, wawancara (indepth in- hidupan demokratik, memberikan pelayanan
terview), dan dokumentasi. Kemudian, data dia­ sosial yang baik sehingga dapat membawa
nalisis melalui tiga tahapan setelah data lapangan warganya pada kehidupan yang sejahtera, rasa
berhasil dikumpulkan yakni pertama; dilakukan tentram, dan berkeadilan. Guna mewujudkan
reduksi data (reduction data), kedua; data display, tugas tersebut, maka pemerintah desa dituntut
dan ketiga; conslusion drawing/verification (Sugiy­ untuk melakukan perubahan secara “radikal”,
ono, 2012). baik dari segi kepemimpinan maupun kiner­
Agar hasil kajian memiliki derajat keper­ ja birokrasi yang berorientasi pada pelayanan
cayaan (credibility) yang tinggi dan dapat diper­ desa, sehingga benar-benar semakin mengarah
tanggunggjawabkan terutama oleh penulis selaku pada praktik good governance, bukan bad gov-
instrumen pokok dalam penelitian ini, maka ernance (Dwipayana dan Eko, 2003).
penulis melakukan triangulasi data. Triangulasi Lebih lanjut Dwipayana dan Eko (2003)
data adalah melakukan kroscek dan validasi hasil menjelaskan bahwa apabila konsep good gover-
antara data satu dengan data lain baik dari data nance diletakkan dalam lingkup desa maka ada
berupa sekunder maupun primer yang diperoleh dua isu strategis yang penting untuk diperha­
di lapangan untuk dibandingkan dari sumber tikan. Pertama, isu pemerintahan demokratis
data yang telah dipilih, lalu diorganisasikan, dia­ (democratic govermance), yaitu pemerintah
nalisis, dan disimpulkan. Hasilnya kemudian di­ desa yang berasal dari partisipasi masyarakat,
gunakan untuk menjelaskan permasalahan yang dikelola dengan akuntabilitas dan transpar­
telah diteliti secara faktual dan objektif sesuai ansi oleh masyarakat, dan kemudian diman­
dengan temuan-temuan yang diperoleh di lapa­ faatkan sebaik-baiknya untuk responsivitas
ngan. masyarakat itu sendiri. Kedua, hubungan an­
tarelemen governance di desa berdasarkan pada
prinsip kesejajaran, keseimbangan, dan keper­

117
Jurnal Kebijakan & Administrasi Publik (JKAP) Vol 19, No 2 - November 2015 — http://journal.ugm.ac.id/jkap

cayaan dalam melakukan pembangunan desa Pemerintah desa menjadi sentrum gover-
secara kolektif untuk mencapai kebaikan ber­ nance desa yang mempunyai relasi dengan
sama (common good). BPD, elemen-elemen masyarakat sipil, dan
Good governance secara umum dimaknai masyarakat ekonomi. Kedudukan kepala desa
sebagai konsensus yang dicapai pemerintah, adalah sebagai personifikasi pemerintah desa.
warga negara, dan sektor swasta dalam penye­ Pemerintah desa dan kepala desa merupa­
lenggaraan pemerintah yang baik dan ber­ kan bagian dari mata rantai birokrasi negara
tanggung jawab (UNDP, 1997). Namun, pan­ yang menjalankan fungsi regulasi dan kon­
dangan komprehensif dan lebih kontekstual trol pada wilayah tersebut melalui pelayanan
di level desa dijelaskan oleh Dwipayana dan administratif, implementasi proyek-proyek
Eko (2003) bahwa mainstream wacana good pembangunan, mobilisasi masyarakat untuk
governance selama ini menekankan pada tiga mendukung kebijakan pemerintah dalam
poros utama yaitu negara, masyarakat sipil, melakukan pelayanan bagi warganya di desa.
dan pasar. Maka, pemetaan governance di desa Sementara itu, menurut Sunartiningsih
terdiri dari empat elemen utama yaitu negara (2004) pemberdayaan desa dalam konteks
(pemerintah desa), masyarakat politik (Badan masyarakat desa adalah kemampuan indivi­
Perwakilan Desa), masyarakat sipil (insti­ du yang bersenyawa dalam mayarakat dan
tusi dan organisasi sosial), dan masyarakat membangun keberdayaan masyarakat yang
ekonomi (organisasi masyarakat ekonomi, bersangkutan. Suatu masyarakat yang seba­
arena produksi dan distribusi yang dilakukan gian besar anggotanya sehat fisik dan mental,
pelaku dan organisasi ekonomi desa). terdidik dan kuat, tentunya memiliki tingkat
Adapun potret pemetaan good governance keberdayaan yang tinggi. Namun, selain hal
level desa seperti Tabel 1 di bawah ini. fisik seperti itu juga berkembang nilai-nilai
intrinsik seperti nilai kekeluargaan, kegotong-

Tabel 1 Peta Governance di Level Desa

Sumber: Dwipayana dan Eko, 2003.

118
Fajar Sidik - Menggali Potensi Lokal Menuju Kemandirian Desa

royong­an, dan kebinekaan. Keberdayaan terse­ B. Kedudukan dan Peran Penting BUMDes
but kemudian menjadi unsur dasar yang me­ Salah satu instrumen penting dalam mewu­
mungkinkan suatu masyarakat bertahan dan judkan desa mandiri adalah membentuk
dalam pengertian dinamis mengembangkan BUMDes. BUMDes dapat dijadikan sebagai
diri mencapai tujuan. Pemberdayaan masya­ wadah warga setempat dalam melakukan
rakat lebih menekankan pada upaya untuk pemberdayaan dan kemandirian desa dari des­
meningkatkan harkat dan martabat lapisan tinasi desa wisata yang telah ditawarkan. Se­
masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak bab desa dipandang sebagai sebuah kesatu­an
mampu melepaskan diri dari perangkap ke­ ma­syarakat hukum atau badan hukum publik
mis­kinan dan keterbelakangan. juga memiliki kewenangan meskipun tidak se­
Dengan kata lain, memberdayakan masya­ luas kewenangan yang dimiliki oleh pemerin­
rakat sama artinya dengan memampukan dan tah daerah. Kewenangan desa adalah hak desa
memandirikan masyarakat. Widjaja (2011) untuk mengatur, mengurus, dan bertanggung
telah menjelaskan bahwa inti dari pember­ jawab atas urusan pemerintah dan kepenting­
dayaan adalah upaya membangkitkan segala an masyarakat setempat; apa yang dimaksud
kemampuan desa yang ada untuk mencapai dengan “mengatur” dan “mengurus” serta apa
tujuan. Pencapaian tujuan dilakukan melalui yang dimaksud dengan “urusan pemerinthan”
penumbuhan motivasi, inisiatif, dan kreati­ dan “kepentingan masyarakat setempat”.
vitas untuk memajukan perekonomian dan Eko (2015) menjelaskan mengatur dan
membawa kesejahte­raan bagi desa. mengurus tersebut dalam beberapa makna yak­
Dalam konteks kajian ini, kemandirian ni: (1) mengeluarkan dan menjalankan aturan
Desa Bleberan dimaknai sebagai upaya yang main (peraturan), tentang apa yang boleh dan
dilakukan oleh warga setempat melalui kapa­ tidak boleh dilakukan, sehingga mengikat ke­
sitas institusi pemerintah desa dan emansipasi pada pihak-pihak yang berkepentingan; (2)
warga yang dimiliki agar mampu mendaya­ bertanggung jawab merencanakan, mengang­
gunakan kemampuan, prakarsa/inisiatif dan garkan dana dan menjalankan kegiatan pem­
gerakan desa secara kolektif (bekerja sama) da­ bangunan atau pelayanan, serta menyelesaikan
lam mengembangkan sumber-sumber poten­ masalah yang muncul; (3) memutuskan dan
si-aset daerah yang dimiliki baik fisik maupun menjalankan alokasi sumber daya (baik dana,
nonfisik sebagai desa wisata yang dimilikinya. peralatan maupun personil) dalam kegia­
Berbagai aktor terlibat dalam pengembangan tan pembangunan atau pelayanan, termasuk
desa wisata ini baik dari institusi pemerintah membagi sumber daya kepada penerima man­
yaitu Pemerintah Desa, organisasi masyarakat faat; dan (4) mengurus berarti menjalankan,
desa, pelaku ekonomi yang tergabung dalam melaksanakan, maupun merawat public goods
pengelolaan kelompok sadar wisata (POK­ yang telah diatur tersebut. Implementasi pem­
DARWIS), bahkan juga melibatkan kerja bangunan maupun pelaynan publik merupa­
sama dengan pihak eksternal seperti keterli­ kan bentuk konkretnya.
batan swasta. Kemudian, upaya pemberdayaan Sementara itu, dalam UU No 6 Tahun
warga desa ini diwujudkan melalui BUMDes 2014 tentang Desa, BUMDes adalah badan
yang telah berhasil dibentuk di dalamnya. usaha yang secara keseluruhan atau sebagian
Dengan berkembangnya desa wisata, tujuan besar modalnya dimiliki oleh desa melalui
dan harapannya adalah desa mampu menja­ penyertaan secara langsung yang berasal dari
di mandiri dan dapat meningkatkan derajat kekayaan desa yang dipisahkan guna menge­
ekonomi warga sekitar. lola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya,

119
Jurnal Kebijakan & Administrasi Publik (JKAP) Vol 19, No 2 - November 2015 — http://journal.ugm.ac.id/jkap

sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masya­ memperkuat rasa kebersamaan di antara para


rakat desa. BUMDes tersebut ada untuk warga desa, memperkokoh kegotong-royong­
meningkatkan pendapatan dan desa sesuai an, menumbuhkan kebanggaan dari warga
dengan kebutuhan dan potensi yang dimiliki terhadap desanya, serta mendorong tum­
desa (PP No 72/2005, Pasal 78 Ayat 1). Dalam buhnya prakarsa dan gerakan bersama warga
implementasinya, pemerintah kabupaten/kota untuk membangun desa secara mandiri, ke­
menetapkan peraturan daerah (Perda) tentang lestarian lingkungan hidup, semakin baiknya
pedoman tata cara pembentukkan dan penge­ pelayanan pemerintah desa kepada warga, dan
lolaan BUMDes. Ketentuan ini bersifat man- seterusnya.
datory, bukan voluntary sehingga pengelolaan Dalam konteks ini, penetapan Desa Ble­
BUMDes sesuai dengan karakteristik wilayah beran sebagai kawasan desa wisata tercantum
masing-masing (Permendagri No 38/2010 dalam Peraturan Daeah Kabupaten Gunung­
tentang BUMDes). kidul Nomor 6 Tahun 2011 tentang RTRW.
Kemudian, pada Pasal 87 ayat (1) dalam Sedangkan, dalam pelaksanaan BUMDes
UU Desa dijelaskan bahwa desa dapat mendi­ “SEJAHTERA” di Desa Bleberan yang se­
rikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut cara resmi dikuatkan kedudukannya dengan
BUM Desa; BUM Desa dikelola dengan se­ Keputusan Kepala Desa Bleberan Nomor 06/
mangat kekeluargaan dan kegotong-royong­an KPTS/2009 tentang BUMDes. Pedoman ini
(ayat 2); dan (ayat 3) BUM Desa dapat men­ mengatur penyusunan anggaran dasar dan
jalankan usaha di bidang ekonomi dan/atau angaran rumah tangga (AD-ART) BUM­
pelayanan umum sesuai dengan ketentuan Des “SEJAHTERA” di Desa Bleberan yang
peraturan perundang-undangan. Kata “dapat” dilakukan oleh pemerintah desa beserta lem­
dalam UU tersebut mengandung pe­ngertian baga yang ada di desa. Dengan demikian,
bahwa desa diberi kesempatan, hak dan ke­ BUMDes tidak hanya hadir sebagai institusi
wenangan untuk mendirikan BUM Desa. ekonomi namun juga dapat dijadikan sebagai
Oleh sebab itu, Sutopo (dalam Hasto­wiyono institusi jembatan sosial warga masyarakat.
dan Suharyanto, 2014) menjelaskan bahwa Dengan demikian, BUMDes dapat dijadikan
BUMDes merupakan lembaga usaha desa sebagai wadah dalam mewujudkan kemandi­
yang dikelola oleh masyarakat dan pemerintah rian desa melalui pengelolaan desa wisata.
desa dalam upaya memperkuat perekonomi­
an desa dan dibentuk berdasarkan kebutuhan
masyarakat dan potensi desa. BUMDes mer­ C. Modal Sosial dan Pengembangan Desa
upakan bentuk kelembagaan desa yang memi­ Wisata
liki kegiatan menjalankan usaha ekonomi UU/6 2014 tentang Desa telah menempat­
atau bisnis untuk memperoleh manfaat yang kan masyarakat desa sebagai sasaran sekaligus
berguna bagi kesejahteraan masyarakat desa. pelaku pembangunan desa, sedangkan pe­
Lebih lanjut, Sutopo menegaskan bahwa Desa merintahan desa berperan sebagai penggerak
mendirikan BUMDes bukanlah semata-mata pembangunan dan pemberdayaan desa guna
untuk mencari keuntungan ekonomis atau mewujudkan kesejahteraan masyarakat.  Ke­
laba, akan tetapi meliputi pula manfaat sosial tika BUMDes dijadikan instrumen untuk
dan manfaat nonekonomi lainnya. mewujudkan kemandirian desa, maka mo­dal
Manfaat ekonomi yang ingin diperoleh sosial warga menjadi hal substantif. Sebab,
dari kegiatan usaha BUMDes adalah keun­ tanpa adanya kerja sama, kesatuan tujuan
tungan atau laba secara finansial, PADes ber­ dan persepsi antar warga, serta warga bersama
tambah, terbukanya lapangan kerja baru bagi organisasi desa maupun institusi pemerintah
warga desa, dan kegiatan usaha ekonomi desa desa melakukan “mengatur dan mengurus”
semakin dinamis. Manfaat sosial dan none­ maka dalam pengembangan desa wisata tidak
konomi lain dari BUMDes, misal: semakin akan pernah tercapai.

120
Fajar Sidik - Menggali Potensi Lokal Menuju Kemandirian Desa

Konsep teori modal sosial pada intinya tisipasi bertindak bersama-sama secara lebih
merupakan teori yang paling tegas. Pasal­ efektif untuk mencapai tujuan bersama.
nya, tesis sentralnya dapat diringkas dalam Modal sosial dapat menjadi modal pro­
dua kata: soal hubungan. Dengan memban­ duktif untuk mencapai suatu tujuan. Sebab,
gun hubung­an antarsesama, dan menjagan­ tujuan institusi masyarakat yang tidak akan
ya agar terus berlangsung sepanjang waktu, tercapai bila modal sosial tidak ada (Putnam,
orang mampu bekerja bersama-sama untuk 1993). Modal sosial juga dipandang dari sisi
mencapai berbagai hal yang tidak dapat mer­ ekonomi sebagai bentuk modal yang sangat
eka lakukan sendirian. Orang berhubungan penting (Westlund, 2006). Dimensi modal
melalui serangkaian jaringan dan mereka sosial menurut Dudwick, et. al. (2006) terdiri
cenderung memiliki kesamaan nilai dengan dari kelompok dan jaringan (groups and net-
anggota lain dalam jaringan tersebut. Sejauh work), kepercayaan dan solidaritas (trust and
jejaring tersebut menjadi sumber daya, maka solidarity), tindakan bersama dan kerja sama
dapat dipandang sebagai modal sosial (Field, (collective action and cooperation), informasi
2010). Sementara itu, Colman (dalam Field, dan komunikasi (information and communica-
2010) mendefinisikan modal sosial berdasar­ tion), kohesi sosial dan inklusi (social cohesion
kan fungsinya. Modal sosial bukanlah entitas and inclusion) dan pemberdayaan dan tinda­
tunggal, namun variasi dari entitas berlainan kan politik (empowerment and collective ac-
yang memiliki kesamaan karakteristik: mere­ tion). Adapun manfaat modal sosial menurut
ka semua terdiri dari beberapa aspek struktur Putnam (dalam Kasih, 2007) antara lain; (1)
sosial dan memfasilitasi tindakan-tindakan memungkinkan masyarakat memecahkan
individu yang berada di dalam struktur terse­ masalah-masalah bersama dengan mudah;
but. Kemudian, Putnam (dalam Field, 2010) (2) menumbuhkan rasa saling percaya dalam
lebih spesifik menjelaskan bahwa modal so­ hubungan sosial untuk mewujudkan kepen­
sial memberikan sumbangsih pada tindakan tingan bersama; dan (3) memungkinkan ter­
kolektif yang merujuk pada bagian organisasi ciptanya jaringan kerja sama sehingga mudah
sosial seperti kepercayaan, norma, dan jaring­ mendapatkan informasi.
an yang dapat meningkatkan efesiensi masya­
rakat de­ngan memfasilitasi tindakan-tindakan Dalam konteks ini, secara garis besar pe­
terkoordinasi yang kemudian mendorong par­ nilaian indikator modal sosial dari pandangan
para ahli seperti deskripsi pada Tabel 2.

Tabel 2. Pengertian dan Elemen Dasar dari Social Capital Menurut Para Ahli

Sumber: Subejo, 2008.

121
Jurnal Kebijakan & Administrasi Publik (JKAP) Vol 19, No 2 - November 2015 — http://journal.ugm.ac.id/jkap

Berdasarkan konseptualisasi tersebut, maka Hasil kajian di lapangan yang diperoleh


dalam konteks kajian ini, modal sosial di Desa dari informan kunci yaitu Bapak Tri Harjono
Wisata Bleberan akan dicermati lebih menda­ (Kepala Desa) dan Bapak Tri Harjono (Ketua
lam mengenai; (1) organisasi (institutions), (2) Pengelola Desa Wisata) menjelaskan bahwa
kepercayaan (trust), (3) aturan (norms), dan (4) proses pembentukan desa wisata di desa Ble­
jaringan (networks). Dengan demikian, ruang beran dulu berjalan sangat alot dan tidak mu­
lingkup inilah yang kemudian akan dijelaskan dah. Sebelum desa wisata disahkan atau ber­
secara lebih rinci dan mendalam sesuai den­ hasil dibentuk, warga Padukuhan Menggoran
gan temuan-temuan faktual yang diperoleh di I dan Menggoran II membentuk paguyuban
lapangan. yang bertugas mengelola Air Terjun Sri Geth­
uk dan Gua Rancang Kencono. Waktu itu
yang memegang peranan penting adalah sese­
IV. HASIL ANALISIS DAN DISKUSI puh setempat yaitu Bapak H. Sukandi dan Ba­
A. Dinamika Proses Pembentukan Desa Wisa- pak H Abdul (alm). Dalam pengelolaan­nya,
ta Bleberan para pengunjung masih bebas menikmati ob­
jek wisata tanpa dipungut retribusi. Sehingga,
Desa Wisata Bleberan terletak di Kecamatan
perawatan dan pengembangan objek wisata
Playen, Kabupaten Gunungkidul. Secara ke­
tersebut didapat dari dana swadaya masyarakat
seluruhan memiliki luas wilayah 16.262.170
maupun donatur sukarela. Namun sejak 2007,
ha. Secara administratif, Desa Bleberan terdiri
di bawah pimpinan Bapak Tri Harjono selaku
dari 11 dusun, 11 RW dan 85 RT. Adapun
Kepala Desa Bleberan bekerja sama dengan
jumlah penduduknya sebanyak 4.657 jiwa
para stakeholder yang ada untuk merintis desa
pada tahun 2014. Komposisi pekerjaan rumah
wisata yang ada tersebut. Pada proses inilah,
tangga didominasi pada sektor pertanian (1.
Bapak Tri Harjono dalam merealisasikan ide­
277 RT), industri (11 RT), perdagangan (6
nya mengalami pertentangan dari para sese­
RT), angkutan (4 RT), pertambangan/peng­
puh desa.
galian (4 RT), lembaga keuangan (2 RT), dan
jasa lainnya (9 RT). Sedangkan berdasarkan “Ringkasnya, untuk membentuk desa wisata
komposisi pendidikan terdiri atas TK (197 waktu itu tidak mudah dan perlu proses yang
orang), SD (471 orang), SMA (1.141 orang), berjalan alot. Ide gagasan soal desa wisata sesung-
DI-D3 (49 orang), dan S1 (71 orang). Se­ guhnya sederhana yaitu saya ingin meningkatkan
perekonomian warga dan menyejahterakan dari
dangkan jika dilihat dari aspek perekonomian,
menarik para pengunjung melalui potensi alam
pekerjaan warga Desa Bleberan dominan di yang dimiliki desa ini. Sayang sekali kalau ti-
sektor pertanian yaitu (50 persen), sektor pe­ dak dimanfaatkan dan dikelola dengan baik ....
ternakan (30 persen), perikanan (10 persen), Namun, ide ini ditentang keras para sesepuh se-
dan jasa (10 persen). tempat yang tidak setuju. Alasannya yaitu karena
Potensi-potensi sumber daya alam dan bu­ budaya desa yang sangat religius (warga 100%
Islam) di kedua padukuhan yakni Menggoran I
daya lokal yang coba dikembangkan oleh war­
dan Menggoran II dikhawatirkan akan terkikis
ga Desa Bleberan antara lain: Gua Rancang oleh sosial budaya para wisatawan yang datang.
Kencono, Air Terjun Sri Gethuk, Air Terjun Kemudian, saya memulainya dengan mengum-
Slempret, Tebing Indah, Situs Purbakala, pulkan warga untuk merembug (musyawarah)
Bumi Perkemahan, Hutan Masyarakat, dan bersama .... Akhirnya, dari hasil musyawarah
wisata pendidikan pembangkit tenaga surya. tersebut muncul visi bersama yaitu pembangunan
Untuk potensi wisata budaya, Desa Bleber­ desa wisata yang produktif, indah, tertib, dan ag-
an memiliki upacara ritual nyadran, upaca­ amis. Dari visi yang sebelumnya belum ada kata
ra tumpeng robyong, doger panggah jati, reog, agamis .... Kemudian, desa wisata ini diterima
hadrah, dan shalawatan. Desa Bleberan meru­ oleh semua lapisan masyarakat sini” (Wawancara
pakan salah satu dari tujuh desa wisata yang dengan Tri Harjono, Kepala Desa Bleberan,
Januari 2015).
berada di Kabupaten Gunungkidul.

122
Fajar Sidik - Menggali Potensi Lokal Menuju Kemandirian Desa

Seiring berjalannya waktu, dimulai dari ta­ sudkan guna mendorong/menampung seluruh
hun 2007 Desa Bleberan diperkenalkan sebagai kegiatan masyarakat, baik yang berkembang
desa wisata, para pengunjung belum dibebani menurut adat-istiadat/budaya setempat, mau­
retribusi (tiket) masuk objek wisata. Tanggal 1 pun kegiatan perekonomian yang diserahkan
Juli 2010, Desa Wisata Bleberan diresmikan untuk dikelola oleh masyarakat melalui pro­
dan dikenalkan pada khalayak umum. Acara gram pemerintah. BUMDes “SEJAHTERA”
peresmian tersebut menggandeng berbagai di Desa Bleberan yang secara resmi dikuatkan
unsur mulai dari tingkat kabupaten, warga kedudukannya dengan Keputusan Kepala
perantauan, serta media publikasi. Hingga Desa Bleberan Nomor 06/KPTS/2009 ten­
pertengahan bulan November 2011, jumlah tang BUMDes tersebut. Pedoman ini menga­
para pengunjung semakin meningkat. Dengan tur penyusunan anggaran dasar dan angaran
peningkatan pengunjung ini, pemerintah desa rumah tangga (AD-ART) BUMDes Bleberan
bersama warga bermusyawarah untuk menen­ yang dilakukan oleh pemerintah desa beserta
tukan retribusi dari para pengunjung sebesar lembaga yang ada di desa. Pedoman tersebut
Rp3.000/orang. sekaligus sebagai pedoman kerja bagi BUM­
Penjelasan tersebut merupakan gambaran Des dalam mengadakan perencanaan, pelak­
dinamika proses pembentukan Desa Wisata sanaan, evaluasi, dan pertanggungjawaban da­
Bleberan yang kini sudah dikenal oleh para lam pengembangan desa wisata.
pengunjung domestik maupun mancanegara. Dari hasil pengamatan lapangan, diketahui
Sebelumnya, Air Terjun Sri Gethuk dan Gua bahwa pengembangan BUMDes yang ada di
Rancang dulunya terisolasi dan terpelosok Desa Bleberan awalnya berangkat dari masalah
dibanding dukuh lainnya yang ada di sekitar. warga terkait dengan pengelolaan air bersih.
Kini keduanya telah menjadi ikon objek wisa­ Kemudian, seiring berjalannya waktu BUM­
ta dan terbuka aksesnya secara luas. Des tersebut dijadikan wadah bagi pengelo­
laan desa wisata. BUMDes “SEJAHTERA”
sendiri saat ini telah memiliki tiga unit usaha
B. Implementasi BUMDes dan Capaiannya di yakni Usaha Ekonomi Desa-Simpan Pinjam
Desa Wisata Bleberan (UED-SP), Pengelolaan Air Bersih (PAB) dan
Dalam rangka meningkatkan pendapatan Pengelolaan Desa Wisata.
masyarakat dan desa, Pemerintah Desa Bleber­ Adapun pengurus harian Desa Wisata Ble­
an mendirikan BUMDes dengan nama “SE­ beran dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah.
JAHTERA”. Pembentukan BUMDes dimak­

Tabel 3. Pengurus Harian Desa Wisata Bleberan 2014

Sumber: Dokumen Sekunder Desa Wisata Bleberan.

123
Jurnal Kebijakan & Administrasi Publik (JKAP) Vol 19, No 2 - November 2015 — http://journal.ugm.ac.id/jkap

Berdasarkan AD-ART BUMDes di Desa Rp98.579.846,00 ditahun 2014. Sedangkan


Bleberan, pengurus BUMDes dipilih oleh tim berdasarkan peraturan desa Bleberan Nomor
formatur yang terdiri atas 9 orang yang terdiri 5 Tahun 2014 tentang perubahan APBDes ta­
dari; Kepala Desa, 1 orang unsur perangkat, hun 2014 diketahui bahwa jumlah pendapa­
2 orang unsur BPD, 1 orang unsur lembaga tan asli desa adalah Rp64.401.871,00. Seba­
desa, 1 orang wakil perempuan, 2 orang to­ nyak Rp51.351.871,00 berasal dari bagi laba
koh masyarakat, dan 1 orang tokoh pemu­ hasil usaha desa.
da. Sedangkan badan pengawas terdiri atas 5 Dalam kurun lima tahun terakhir saja, ha­
orang yaitu 1 orang unsur perangkat desa, 2 sil yang diperoleh meningkat secara signifikan
orang dari unsur BPD, 1 orang dari lemba­ seperti yang ditunjukkan dalam Grafik 1 di
ga kemasyarakatan, dan 1 orang dari elemen samping.
masyarakat. Dalam perekrutan karyawan,
pengurus BUMDes Bleberan melakukan pen­ Desa wisata yang ada telah memberikan
jaringan dengan membuka lowongan peker­ kontribusi positif baik dari perkembangan
jaan dan bagi pelamar dilaksanakan tes sesuai perekonomian warga serta juga pendapatan
dengan lowongan yang dibuka/dibutuhkan. asli pemerintah desa. Hal ini juga telah dijelas­
kan para informan dari Pemerintah Desa se­
Adapun ketentuan pendapatan BUMDes tempat kepada penulis:
bahwa besarnya bagi hasil usaha BUMDes se­
tiap tahunnya dipergunakan untuk; (1) pemu­ “Sebelum ada desa wisata yang dikelola melalui
pukan modal usaha (25 persen), pengurus BUMDes Sejahtera, pemasukan asli desa saja ha-
nya 5 juta setiap tahunnya. Namun, setelah Desa
(15 persen), dana cadangan (5 persen), dana
Wisata ini dikelola dengan baik, PADes naik se-
sosial dan religi (10 persen). Dalam perjala­ cara singnifikan hingga 60 juta. Tidak hanya itu,
nannya, BUMDes “SEJAHTERA” mengala­ desa wisata juga telah mampu membawa berkah
mi peningkatan dalam pengelolaan baik dari bagi warga desa sekitar terkait dengan kesejahter-
segi pemasukkan, penambahan aset, maupun aannya”. (Wawancara dengan salah satu unsur
serapan tenaga kerja dan pendapatan ekonomi Pemerintah Desa dalam forum diskusi, Januari
masyarakat. apabila dilihat dari data jumlah 2015)
pengunjung baik domestik maupun manca,
Hal ini juga dapat diketahui dari penjelas­
tejadi peningkatan dari tahun ketahun, dapat
an informan petugas bahwa unit wisata sendiri
dilihat pada Tabel 4 di bawah.
telah mampu menyerap tenaga kerja baik dari
Capaian kinerja BUMDes “SEJAHTERA” masyarakat umum maupun Karang Taru­
menunjukkan jumlah aktiva pada neraca na sejumlah 74 orang yang berstatus sebagai
keuangan BUMDes hingga 31 Desember 2014 pegawai tetap dengan penghasilan Rp35.000-
adalah Rp1.164.515.474,00. Hasil usaha pada Rp50.000 per hari sesuai dengan jabatan dan
laporan laba telah tercatat Rp394.319.383. tugasnya. BUMDes unit wisata tersebut juga
Jadi jumlah keuntungan BUMDes yang mampu merekrut tenaga bantu pada saat jum­
dapat dialokasikan untuk PADes bertambah lah wisatawan mengalami kenaikan terutama
Rp47.227.975,00 dari tahun 2013, mengala­ di musim liburan dan hari raya dengan besa­
mi peningkatan dari Rp51.351.871 menjadi ran upah berkisar minimal Rp35.000 per hari.

Tabel 4. Jumlah Pengunjung Tahun 2012-2014 di Desa Wisata Bleberan

Sumber: Sekretariat Desa Wisata Bleberan, 2014.

124
Fajar Sidik - Menggali Potensi Lokal Menuju Kemandirian Desa

Grafik 1. Sumbangan BUMDes Desa Bleberan kepada PADes


Sumber: Dokumen sekunder Pemerintah Desa Bleberan, 2015.

Dengan adanya BUMDes “SEJAHTERA”, dukuh melalui dana bantuan yang diberikan
warga sekitar mulai merasakan dampak (out- dari hasil BUMDes tersebut. Ini terjadi karena
came) yang telah dihasilkan. Semua karyawan ada kecemburuan antardusun terkait dengan
yang dahulunya pengangguran, sekarang telah dana bantuan yang telah diberikan, yang se­
mendapatkan pekerjaan dan pendapatan yang benarnya sudah dilakukan dengan berbagai
layak sesuai UMK Provinsi. pertimbangan, seperti yang diungkapkan oleh
salah satu informan:
Ratnawati (2015) dengan tesisnya yang ber­
judul “Analisis Dampak Wisata Alam Air Terjun “Sebenarnya sudah dapat dirasakan hasil usaha-
Sri Gethuk Terhadap Pendapatan Masyarakat nya, sebab BUMDes tersebut telah mampu mem-
Sekitar” menganalisis perbedaan pendapa­ berikan dana bantuan kepada masing-masing
tan sesudah dan sebelum dikembangkannya dusun sebesar Rp3 juta-Rp5 juta .... Namun per-
bedaan jumlah dana yang diterima masing-mas-
wisata alam Air Terjun Sri Gethuk di Desa
ing dusun yang dimanfaatkan untuk kegiatan
Menggoran. Hasil penelitian menunjukkan unit usaha berdasarkan potensi dusunnya ternya-
terjadi perbedaan secara nyata antara rata-rata ta telah memunculkan kecemburuan antardukuh
pendapatan sebelum dikembangkan­nya objek yang ada”. (Wawancara dengan salah satu warga
wisata Air Terjun Sri Gethuk dengan rata-rata dalam forum diskusi, Januari 2015)
pendapatan sesudah dikembangkannya wisata
tersebut, sehingga dapat dikatakan signifikan. Sementara itu, hingga saat ini Desa Bleber­
an telah mampu mengembangkan berbagai
Namun masalah yang terjadi adalah meski­ fasilitas baik dari swadaya masyarakat, ban­
pun hasil pendapatan yang diperoleh mening­ tuan pemerintah, maupun bantuan lembaga
kat, pemerintah desa mengalami kendala swasta seperti deskripsi Tabel 5.
melakukan pengembangan dan pemberdayaan

Tabel 5. Dana Bantuan Pengembangan Objek Wisata Air Terjun Sri Gethuk

Sumber: Dokumen Pemerintah Desa Bleberan, 2015.

125
Jurnal Kebijakan & Administrasi Publik (JKAP) Vol 19, No 2 - November 2015 — http://journal.ugm.ac.id/jkap

Dana bantuan yang diperoleh kemudi­ memiliki potensi alam yang eksotis dan san­
an dipergunakan untuk pembangunan area gat menarik yaitu Air Terjun Sri Gethuk dan
parkir, pembangunan jalan lingkar kawasan, Gua Rancang Kencono. Oleh karena itu, pe­
talud, toilet umum, ruang ganti, jalan setapak, merintah desa bersama warga desa kemudian
dermaga, perahu wisata, pembangunan kios berupaya untuk mengembangkan sebagai desa
dan pembelian rompi pelampung. Potensi wisata.
bantuan ini jelas akan dapat mendorong ki­ Pemberdayaan desa juga terlihat dari
nerja BUMDes dan pemerintah desa dalam berkembangnya bisnis pariwisata desa oleh
mengembangkan desa wisata yang lebih baik. masyarakat kelas menengah bawah berupa
Namun, dalam hal pengelolaan BUMDes ha­ pembukaan warung-warung dan kios seder­
sil temuan yang diperoleh penulis di lapangan hana. Dulu, tanah kas desa masih banyak di­
menemukan fakta sebagai berikut: manfaatkan untuk kantor desa, puskesmas,
“Masalahnya adalah pencatatan pendapatan sekolah, balai dusun, dan lapangan, sehingga
dari objek wisata kurang terdokumentasi dengan belum diupayakan untuk membuat sektor
baik. Akibatnya, para warga merasa pengelo- usa­ha produktif. Namun, sekarang ini war­
laan wisata oleh pengurus kurang akuntabel dan ga sudah mencoba mempergunakan fasilitas
transparan. Begitu juga dengan gejolak sosial yang
tanah kas desa untuk pembangunan kios desa.
timbul terkait dengan dampak keramaian/wisa-
Jumlah kios yang dibangun secara permanen
tawan yang belum begitu kentara dirasakan oleh
warga desa. Maka pada pertengahan Juni 2014 ada 15 buah kios, dan terdapat sekitar 44 pe­
setelah masa kepengurusan BUMDes 2009-2014 dagang di lokasi wisata Gua Rancang Kencono
berakhir, dibentuklah kepengurusan demisioner dan Sri Gethuk yang tergabung dalam satu pa­
sementara dari bulan Juni 2014 hingga Januari guyuban yang berasal dari masyarakat lokal.
2015 sampai diadakannya perekrutan pengurus “Sekarang jumlah pengunjung sudah banyak,
baru. Keputusan ini diambil juga berdasarkan namun saat ini juga dikuti telah berdiri warung-
atas musyawarah bersama warga”. (Wawancara warung milik warga yang berekonomi mapan.
dengan salah satu warga dalam forum diskusi, Ini menjadi masalah karena menimbulkan ke-
Januari 2015) cemburuan bagi warga berekonomi lemah. Se-
bab, sebenarnya diperuntukkan bagi mereka saja
C. Modal Sosial Sebagai Tenaga Penggerak warga Desa Bleberan yang berekonomi lemah”.
Desa Wisata Bleberan (Wawancara dengan salah satu warga dalam fo­
rum diskusi, Januari 2015)
Munculnya desa wisata tak lepas dari kepri­
hatinan kondisi warga dukuh Padukuhan Hal penting ini perlu perhatian dari peme­
Menggoran I dan Menggoran II yang ma­ rintah desa setempat agar tidak terjadi gejolak
syarakatnya rata-rata setingkat SD bahkan saat antar warga. Sebab, masyarakat lokal mene­
itu sebagian besar masyarakatnya buta aksara. ngah ke bawah menjadi pertimbangan dan tu­
Sebagian besar masyarakat yang tinggal di juan utama BUMDes dalam melakukan pem­
dukuh tersebut bermata pencaharian petani berdayaan masyarakat miskin di Desa Bleberan
yang hasilnya terbatas karena hanya meng­ agar terentaskan, mendapatkan pekerjaaan
andalkan sawah tadah hujan. Dari aspek per­ dan penghasilan yang layak. Sehingga perlu
ekonomian, kedua padukuhan tersebut juga adanya proteksi dalam pengembangannya.
berkategori miskin. Terlebih, secara geografis Sementara itu, BUMDes digunakan sebagai
kedua padukuhan ini juga terpelosok dan ter­ wadah masyarakat setempat dalam pengelo­
pisah oleh lahan hutan yang letaknya di ujung, laannya agar lebih profesional manajemennya.
berbatasan dengan Kab. Bantul. Namun, di Tujuannya adalah dengan desa wisata yang
balik keterbatasan tersebut padukuhan ini dikelola dengan baik diharapkan dapat mem­

126
Fajar Sidik - Menggali Potensi Lokal Menuju Kemandirian Desa

bawa kesejahteraan, meningkatkan perekono­ Hasil temuan penulis menunjukan bah­


mian warga setempat, sehingga mampu meng­ wa organisasi desa yang dimiliki antara
entaskan kemiskinan. Dengan kesejahteraan lain; LPMD, BPD, PKK Desa, RW, RT,
yang meningkat, pranata dan hubungan sosial Kelompok PKK Padukuhan, Karang Taru­
yang kuat diharapkan desa lebih mandiri dan na, dan Dasa Wisma terlibat dalam pem­
mantap dalam pengembangan desa wisata se­ bangunan desa dan mendorong desa wisata
cara bersama-sama. Hal ini juga telah dijelas­ cepat berkembang. Hal ini dapat diketahui
kan salah satu informan BUMDes: dari susunan organiasi dan siapa saja yang
“Logikanya sederhana Mas, semakin rame pen- terlibat di dalamnya merupakan peran aktif
gunjung yang datang jelas semakin bagus. Otom- dari stakeholder desa secara langsung mau­
atis pendapatan kan juga akan bertambah. Ter- pun tidak langsung terlibat di dalamnya.
masuk teman-teman yang berjualan juga pada Dalam pengambilan keputusan terkait de­
laku dagangannya. Minimal pada beli minum ngan kebijakan pengembangan desa wisata
dan makanannya. Oleh karena itu, pelayanan selalu diambil melalui musyawarah secara
kudu kita tingkatkan dan diharapkan partisi- bersama. BUMDes yang dimiliki menjadi
pasi dan kerja sama warga juga ikut meningkat instrumen penting dalam pengelolaan desa
se­iring meningkatnya jumlah pengunjung seti- wisata tersebut. Sebab, melalui BUMDes
ap tahunnya”. (Wawancara dengan salah satu
pengelolaan manajemen dilakukan lebih
unsur BUMDes dalam forum diskusi, Januari
profesional berprinsip pada berkelanjutan
2015)
dan berdasarkan ekowisatanya. Keterli­
Dalam konteks kajian ini, agar dapat meng­ batan ini dapat dilihat dari peran mereka
ukur sejauh mana peran modal sosial memberi­ terutama keterlibatan Karang Taruna desa
kan kontribusi dalam mengembangkan desa setempat (para pemuda) yang menjadi
wisata Bleberan, maka dicermati lebih menda­ petugas pengelolaan desa wisata di lapang­
lam, antara lain meliputi aspek; (1) organisasi an.
(institutions), (2) kepercayaan (trust), (3) atur­
2. Kepercayaan (Trust)
an (norms), dan (4) jaringan (networks). Dari
aspek tersebut, temuan-temuan faktual di Pengelolaan desa wisata yang dipimpin
lapangan menunjukkan beberapa hal berikut. oleh Pak Tri Harjono mendapatkan keper­
cayaan dari warga maupun anggota yang
1. Organisasi (Institutions)
terlibat secara langsung. Ide mewujudkan
Organisasi yang ada di Desa Bleberan desa wisata merupakan hasil gagasan ke­
memiliki peran aktif dan sangat men­ tika masih menjabat sebagai kepala desa.
dukung dalam pengembangan desa wisa­ Setalah berakhir masa jabatannya, Pak Tri
ta. Hal ini juga selaras dengan komitmen masih dipercaya untuk mempimpin penge­
warga Desa Bleberan dan pemerintah desa lolaan desa wisata tersebut. Keputusan ini
untuk dapat mewujudkan lembaga pemer­ diambil dengan musyawarah yang meli­
intahan dan perekonomian desa yang ber­ batkan unsur perangkat desa, LPMD, Ka­
tanggung jawab yang termuat dalam RP­ rang Taruna, PKK, dan para tokoh agama
JMdes Bleberan tahun 2012-2016 melalui serta 11 tokoh masyarakat yang mewakili
visinya yaitu membangun pemerintah­ 11 padukuhan, secara bersama dan akla­
an desa, lembaga-lembaga desa, lembaga masi setuju bahwa ketua untuk unit wisata
padukuhan dan lembaga kemasyaraka­ diketuai oleh pak Tri. Dari hasil temuan di
tan yang produktif, bersih, aspiratif, serta lapangan menunjukkan bahwa para infor­
berkemampuan. man memang memiliki kerpecayaan yang

127
Jurnal Kebijakan & Administrasi Publik (JKAP) Vol 19, No 2 - November 2015 — http://journal.ugm.ac.id/jkap

tinggi terhadap kepemimpinannya. Sebab, pembangunan yang akan dilaksanakan se­


cara memimpinnya dinilai sangat bertang­ lalu mempertimbangkan dan mengutama­
gung jawab dan jujur. Selain dikenal se­ kan kepertingan warga melalui keputusan
bagai orang pekerja keras dan ulet, manfaat bersama (rembug desa). Sehingga, apa
yang dirasakan adalah bekerja memang un­ yang akan menjadi keputusan wajib dilak­
tuk kemajuan desa dan warganya. Sehing­ sanakan, menjadi konsekuensi bersama,
ga, para pegawai serta stakeholder yang ada ditaati bersama. Dengan demikian jelas
sangat mendukung dengan apa yang akan bahwa aturan-aturan yang dijalankan juga
direncanakan bersama dan dikembangkan dipahami dan dilaksanakan para warganya.
bersama demi kemajuan desa wisata di 4. Jaringan (Networks)
daerah tersebut.
Launching desa wisata dilakukan pada
3. Aturan (Norms) tanggal 1 Juli 2010 dengan mengundang
Berbagai keputusan diambil melalui mu­ 40 jurnalis dari berbagai media massa baik
sya­warah bersama, dan kemudian ditetap­ lokal maupun nasional, Pemda dan Pem­
kan melalui peraturan desa. Peraturan ini prov, serta para perantauan dan masyarakat
mengikat bersama dan menjadi pedoman secara umum. Kemudian, berbagai kerja
bersama. Bagi mereka yang melanggar sama juga dijalin untuk mempercepat pro­
juga akan ada sanksi yang mengikutinya. ses pengenalan desa wisata kepada publik.
Berbagai aturan yang mendorong pengem­ Jaringan yang dikembangkan dimulai dari
bangan desa wisata seperti tertual dalam paket wisata bekerja sama dengan kelom­
RPJMDes tahun 2012-2016, keputusan pok budaya, transportasi, penginapan, ser­
Kepala Desa Bleberan No 08/KPTS/2014 ta rumah makan maupun pusat oleh-oleh
tentang penetapan pengurus BUMDes, khas Gunungkidul, dalam pelayanan ke­
serta adanya MoU dengan Dinas Kebu­ pada para wisatawan. Seiring berjalannya
dayaan dan Pariwisata Kab. Gunungkidul perkembangan, juga diberdayakan kelom­
yang berkewajiban menyetor pungutan pok para perantauan untuk ikut menyebar­
retribusi. Dalam pelaksanaannya, paduku­ kan informasi ini.
han dan lembaga kemasyarakatan dapat Kemudian, pemerintah desa juga mem­
ikut berperan serta dalam pemberantasan bangun jaringan dengan mengajak kerja
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), sama Bank BNI dalam pengelolaan mana­
dengan mengutamakan asas demokrasi jemen keuangannya, serta pelatihan dalam
sebagai wujud perencanaan yang berbasis promosi pariwisata. Desa wisata ini berkem­
pada kepentingan masyarakat supaya mem­ bang juga dibantu oleh para pengunjung
percepat mewujudkan kesejahteraan ma­ yang menyebarkan lewat media sosial baik
syarakat melalui keberhasilan desa wisata. melalui Facebook, Path, maupun Twitter
Di Desa Bleberan, nilai-nilai lokal ma­ pribadi. Dari pihak desa sendiri juga telah
sya­rakatnya masih sangat terjaga seperti mempublikasikan lewat media cetak mau­
musyawarah bersama, religius, kekeluar­ pun elektronik, namun informasi berbasis
gaan dan kebersamaannya, budaya got­ web masih belum maksimal dilaksanakan.
ong royong, serta masyarakat yang ramah Kuatnya berbagai jaringan yang dimiliki
ter­hadap para pengunjungnya. Nilai-nilai telah mendorong perkembangan dan ke­
yang berkembang seperti ini menjadi pen­ majuan desa wisata ini.
dorong untuk mempercepat proses pem­
berdayaan masyarakat desa. Sebab, terkait

128
Fajar Sidik - Menggali Potensi Lokal Menuju Kemandirian Desa

V. PENUTUP B. Saran
A. Kesimpulan Agar ke depan pelaksanaan Desa Wisata Ble­
Desa Wisata Bleberan yang dikenal dengan beran ini lebih berdaya dan berkembang de­
ikon Air Terjun Sri Gethuk dan Gua Ran­ ngan baik, maka penulis memberikan saran
cang sebelumnya merupakan dukuh yang sebagai berikut:
terpelosok, dengan angka kemiskinan tinggi a. Website resmi Desa Wisata Bleberan per­
dan kondisi perekonomian yang tertinggal lu dibuat. Hal ini menjadi penting da­
dibanding dengan dukuh sekitarnya. Na­ lam penguatan jaringan media internet
mun, desa tersebut kini telah menjadi salah serta kegunaannya untuk mempermu­
satu objek wisata primadona di Kabupaten dah mendapatkan segala informasi yang
Gunungkidul. Hasil kajian mendalam yang dibutuhkan para wisatawan baik dari
telah dilakukan penulis menunjukkan bahwa domestik maupun manca.
proses merealisasikan/membentuk desa wisata b. Perlu dilaksanakannya pelatihan ma­
Bleberan berjalan sangat alot melalui proses najemen keuangan dan pencatatannya,
yang panjang karena terlebih dulu mendapat agar pengelolaan BUMDes lebih trans­
pertentangan dari para tokoh agama setempat. paran dan akuntabel.
Namun dengan upaya kekeluargaan yang di­
tempuh oleh Pemerintah Desa setempat, desa c. Pemerintah desa perlu membuat pera­
wisata tersebut akhirnya bisa terwujud. turan tentang larangan terhadap ki­
os-kios atau pelaku ekonomi yang ber­
Dalam perkembangan dan pelaksanaann­ asal dari keluarga berekonomi mampu
ya, Desa Wisata Bleberan ini dari tahun 2010- di area sekitar wisata. Hal ini perlu
2014 telah memberikan kontribusi pendapa­ dilakukan agar pelaku ekonomi yang
tan asli desa (PADes) secara signifikan. Hal ada di area wisata dari keluarga kurang
ini tidak lepas dari peran modal sosial yang mampu tidak terpinggirkan.
dimiliki warga yang telah berkembang den­
gan baik seperti Organisasi Desa, Kepercayaan, d. dukuh yang telah mampu melakukan
Norma, dan Jaringan dalam mendorong ke­ inovasi dan mendorong destinasi wisa­
majuan desa wisata. Namun, dalam penge­ ta baik berupa produk lokal maupun
lolaan BUMDes masih dinilai kurang efektif budaya yang dikreasikan perlu diberi
karena pelaksanaannya belum dikelola secara reward. Di tengah terjadinya kecembu­
transparan dan akuntabel. Kemudian, upaya ruan pemberian dana bantuan, pengem­
Pemerintah Desa melalui BUMDes untuk bangan melalui reward ini penting
mewujudkan desa mandiri juga menghadapi dilakukan untuk memunculkan ide-ide
kendala sosial yang terjadi yaitu munculnya kreatif dan menguatkan partisipasi ma­
kecemburuan antardukuh terkait dengan dana syarakat desa.
bantuan yang diberikan, serta munculnya
pelaku ekonomi di sekitar area wisata yang be­
rasal dari keluarga berekonomi mapan. Sejati­
nya pelaku ekonomi desa wisata diutamakan
warga desa yang berekonomi lemah. Sebab,
hal tersebut menjadi tujuan utamanya yakni
menyejahtera­kan warga kurang mampu agar
lebih mandiri dan sejahtera.

129
Jurnal Kebijakan & Administrasi Publik (JKAP) Vol 19, No 2 - November 2015 — http://journal.ugm.ac.id/jkap

DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2013. Kecamatan Playen Dalam Angka 2013. BPS Kab. Gunungkidul. Gunungkidul.
BPS. 2014. Kabupaten Gunungkidul Dalam Angka 2014. BPS Kab. Gunungkidul. Gunungkidul.
Dudwick, Nora, Kathleen Kuehnast, Veronica Nyhan Jones, dan Michael Woolcock. 2006. Analyzing
Social Capital in Context: A Guide to Using Qualitative Methods and Data. World Bank Insti­
tute. Washington, D.C.
Dwipayana, Ari dan Sutoro Eko. 2003. Membangun Good Governance di Desa. IRE Press. Yogyakarta.
Eko, Sutoro. 2014. Desa Membangun Indonesia. FPPD. Yogyakarta.
Field, John. 2010. Modal Sosial. Kreasi Wacana Offset. Bantul.
Hastowiyono dan Suharyanto. 2014. Penyusunan Kelayakan Usaha dan Perencanaan Usaha BUM Desa.
FPPD. Yogyakarta.
Kasih, Y. 2007. Peranan Modal Sosial terhadap Efektivitas Lembaga Keuangan Pedesaan (Studi Ka­
sus di Provinsi Sumatera Barat). http://isjd.pdii.lipi.go.id/index.php/search.html?act=tampil&id
=2604&idc=10.
Kompasdotcom. 2012. Desa Ujung Tombak Identifikasi Masalah. http://nasional.kompas.com/
read/2012/05/05/1433597/Desa.Ujung.Tombak.Identifikasi.Masalah. Diakses 30 Mei 2015.
Kompasdotcom. 2015. Dana Desa Cair April Menteri Desa Ingatkan Pentingya BUMDes. http://na-
sional.kompas.com/read/2015/03/22/21102001/Dana.Desa.Cair.April.Menteri.Desa.Ingatkan.
Pentingnya.BUMDes. Diakses 30 Mei 2015.
Kurniawan, Boni. 2015. Desa Mandiri, Desa Membangun. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia. Jakarta.
JPNN. 2014. Dana Rp 1 Milyar per Desa Kemungkinaan Cair Juli. http://www.jpnn.com/
read/2014/03/13/221858/Dana-Rp-1-Miliar-per-Desa-Kemungkinan-Cair-Juli. Diakses 13
Maret 2015.
Peraturan Desa Bleberan Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Perubahan APBDes Tahun 2014.
Putnam, R.D. 1993. The prosperous community: Social capital and public life. The American Prospect
4(13).
Ratnawati, Dewi. 2015. Analisis Dampak Wisata Alam Air Terjun Sri Gethuk Terhadap Pendapatan
Masyarakat Sekitar. Tesis. UPN “Veteran” Yogyakarta. http://eprints.upnyk.ac.id/6206/
Rafsanzani, Hasyemi, Bambang Supriyono, dan Suwondo. 2010. Kemitraan Lembaga Pemberdayaan
Masyarakat Desa Dengan Kepala Desa Dalam Perencanaan Pembangunan Desa: Studi Kasus
di Desa Sumber Ngepoh Kecamatan Lawang Kabupaten Malang. Jurnal Adminintrasi Publik
(JAP), 1(4). Malang.
Subejo. 2008. Peranan Social Capital Dalam Pembangunan Ekonomi: Suatu Pengantar Untuk Studi
Social Capital Di Pedesaan Indonesia. Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods). Alfabeta. Bandung.
Sunartiningsih, Agnes. 2004. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Aditya Media. Yogyakarta.

130
Fajar Sidik - Menggali Potensi Lokal Menuju Kemandirian Desa

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.


Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.
UNDP. 1997. Tata Pemerintahan Yang Baik Dari Kita Untuk Kita. Jakarta: UNDP.
Westlund, H. 2006. Social Capital in the Knowledge Economy Theory and Empirics. Springer. New York.
Widjaja. 2011. Otonomi Daeran dan Daerah Otonom. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

131

You might also like