You are on page 1of 9

Strategi Percepatan

Jurnal Teknologi Pengembangan


Industri Pertanian Industri ………… ISSN 0216-3160 EISSN 2252-3901
 
26 (3):246-254 (2016) Terakreditasi DIKTI No 56/DIKTI/Kep/2012

STRATEGI PERCEPATAN PENGEMBANGAN INDUSTRI TURUNAN MINYAK SAWIT MENTAH


(MSM) DI INDONESIA

AN ACCELERATING STRATEGY FOR DEVELOPMENT OF PALM OIL DOWNSTREAM INDUSTRY


IN INDONESIA

Didik Mochamad Rofiqi1)*, M Syamsul Maarif2), dan Aji Hermawan2)


1)
Lembaga Sertifikasi-Laboratoriun Kimia Terpadu Institut Pertanian Bogor
Kampus IPB Baranangsiang Wing Utara Jl. Raya Pajajaran, Bogor
Email: dimrof2@yahoo.com
2)
Sekolah Bisnis, Institut Pertanian Bogor

Makalah: Diterima 9 September 2015; Diperbaiki 28 April 2016; Disetujui 10 Mei 2016

ABSTRACT

To increase competitiveness of Indonesia to be the world oleochemical leader as targeted in the


National Industrial Development Master Plan (RIPIN) 2035, Indonesia must have thirty-three time capacity of
the current oleochemical industry.To meet the objective, a strategy to accelerate the development of downstream
palm oil industry is needed. The successful development industries are required consider competitive advantage
(Diamond Porter) and the alternative strategic of development. Alternative strategics were collected from
experts with interactive method. Determining acceleration strategy was conducted by analytical hierarchy
process (AHP). The results of identification based Diamond Porter showed that the current research and
developmentdid not support the downstream palm oil industries, in adequate infrastructure, an oligopoly market
structure, and inconsistence of the government's commitment. Alternatif strategic of the development of
downstream industries consistsed of simplification of licensing, preparation of infrastructure, tax incentives,
financial support, the government's commitment, and market certainty. Results of the AHP showed that
government's commitment was priority-base alternative with highest priority value of 0.31 compared to other
alternatives.
Keywords: AHP, alternative strategic, diamond porter, interactive method, palm oil

ABSTRAK

Guna meningkatkan dayasaing dan menjadikan Indonesia sebagai penghasil oleokimia dunia
sebagaimana ditargetkan dalam Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) tahun 2035 maka
Indonesia harus mempunyai kapasitas industri oleokimia sebesar 33 (tiga puluh tiga) dari kapasitas yang ada
saat ini. Untuk mewujudkan tujuan ini diperlukan strategi percepatan pengembangan industri turunan minyak
sawit mentah di Indonesia. Dalam pengembangannya diperlukan pertimbangan keunggulan kompetitif (Diamond
Porter) dan alternatif strategi pengembangan. Alternatif strategi diperoleh dari pendapat para ahli dengan metode
interaktif, yakni menarik suatu intisari persoalan dengan wawancara langsung para nara sumber/pakar guna
mencari pemecahan masalah. Penentuan strategi percepatan dilakukan dengan metode analytical hierarchy
process (AHP). Identifikasi permasalahan menemukan bahwa hasil penelitian sampai saat ini belum mendukung
keberadaan industri hilir minyak sawit, infrastruktur belum memadai, adanya struktur pasar oleokimia yang
oligopoli, dan adanya ketidakkonsistenan pemerintah dalam mendukung pengembangan industri turunan minyak
sawit mentah. Hasil pengumpulan alternatif strategi didapatkan langkah-langkah yang harus dijalankan
pemerintah terdiri atas penyederhanaan perizinan, persiapan infrastruktur, insentif pajak, dukungan keuangan,
komitmen pemerintah, dan kepastian pasar. Hasil analisis AHP menunjukkan komitmen pemerintah menjadi
prioritas utama alternatif langkah strategi dengan nilai tertinggi 0,31 dibandingkan dengan alternatif lainnya.
Kata kunci: AHP, alternatif strategi, diamont porter, metode interaktif, minyak sawit mentah

PENDAHULUAN keunggulan yang baik (Ermawati dan Septia, 2013).


Sebagai produsen utama minyak kelapa sawit dunia,
Indonesia telah menjadi produsen utama Indonesia memiliki kinerja ekspor dengan indeks
minyak sawit dunia dengan kontribusi sebesar RCA (Revealed Comparative Advantage) sebesar
48,37% dari total produksi dunia pada tahun 2013 0,98 untuk CPO (crude palm oil) dan 0,94 untuk
(GAPKI, 2014). Terhadap pendapatan nasional PKO (palm kernel oil). Nilai ini berada di bawah
memberikan kontribusi 10% dan menyerap tenaga Thailand dan relatif sama dengan Colombia. Produk
kerja langsung sebanyak 6 juta orang. Meskipun turunan minyak kelapa sawit juga memiliki kinerja
telah menjadi produsen utama tetapi belum memiliki yang rendah. Indonesia mempunyai nilai indeks

246 untuk korespondensi


*Penulis Jurnal Teknologi Industri Pertanian 26 (3): 246-254
Didik Mochamad Rofiqi, M Syamsul Maarif, dan Aji Hermawan

RCA untuk olahan PKO (31,66), olahan CPO pendapat para stakeholders, dan skala prioritas yang
(37,17), dan oleokimia (3,19). (Arip et al., 2013). harus dilakukan.
Minyak sawit mentah memiliki keunggulan Tujuan penelitian ini adalah untuk
sebagai bahan baku industri oleokimia dibandingkan mengidentifikasi permasalahan percepatan
minyak nabati lain (Rupilius dan Ahmad, 2007b). pengembangan industri turunan minyak kelapa sawit
Hilirisasi minyak sawit merupakan salah satu mentah (MSM) di Indonesia, menentukan alternatif
langkah untuk meningkatkan keunggulan kompetitif strategi dan mendapatkan urutan prioritas langkah
komoditas sawit Indonesia, serta dapat strategi percepatan pengembangan industri turunan
memenangkan manfaat dari perdagangan MSM sebagai bagian penting dalam pembangunan
internasional (Perizade dan Mulyana, 2014). industri kelapa sawit di Indonesia.
Hilirisasi juga akan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat (Sipayung, 2012). Adanya kampanye METODE PENELITIAN
hitam (black champaign) global yang menyudutkan
minyak sawit maka proses hilirisasi merupakan cara Kerangka Pemikiran
yang paling baik untuk menjawab kampanye dan Produk turunan minyak kelapa sawit
serangan tersebut (Supriyanto, 2013). mentah (MSM) di dunia telah berkembang dengan
Industri oleokimia telah ada di Indonesia cepat. Malaysia telah memproduksi turunan minyak
sejak tahun 1975 tetapi sampai tahun 2014 hanya kelapa sawit secara komersial sebanyak 440 jenis
ada 9 (sembilan) dengan kapasitas olah sebesar 1,40 (MPOB, 2014), sementara Indonesia baru
juta ton per tahun (Sipayung dan Purba, 2014). memproduksi 156 jenis (Majalah Bisnis, 2014).
Berdasarkan rencana induk pengembangan industri Pengembangan industri turunan minyak kelapa sawit
nasional (RIPIN) tahun 2015-2019 industri oleofood, dengan sasaran ganda untuk meningkatkan
oleokimia, dan bioenergi harus dapat mengolah 42,9 barganing position dan mendapatkan nilai tambah
juta ton per tahun. Dengan porsi pemanfaatan 10% yang besar maka pengembangan produk turunan
seperti saat ini maka pada tahun 2019 kapasitas MSM diarahkan pada penggunaan MSM yang tinggi
industri oleokimia harus dapat mengolah sebesar dengan tingkat profitabilitas atau nilai tambah
4,29 juta ton per tahun atau sebanyak 33 (tiga puluh produknya yang tidak terlalu rendah. Produk
tiga) kapasitas industri oleokimia yang ada saat ini turunan MSM yang mempunyai sifat demikian
(Kementrian Perindustrian, 2015). umumnya turunan oleokimia.
Rupilius dan Ahmat (2007a) menyatakan Industri turunan minyak sawit merupakan
bahwa industri oleokimia termasuk industri dengan bahan baku bagi industri selanjutnya. Dengan nilai
jumlah investasi besar dan tingkat keuntungan investasi tinggi, skala besar, dan teknologi modern
rendah. Perkembangan industri ini jika tidak ada untuk mewujudkannya diperlukan pertimbangan
insentif yang baik akan sangat lamban, sehingga yang komprehensif. Industri oleokimia mulai
perlu adanya strategi percepatan. INDEF (2012) berkembang di Indonesia sejak 33 tahun lalu, tetapi
menjelaskan adanya permasalahan dan tantangan sampai saat ini hanya ada 9 (sembilan) industri
yang menghambat proses hilirisasi dapat diatasi dengan kapasitas olah 1,42 juta ton per tahun (CIC,
dengan strategi percepatan. Strategi ini juga dapat 2012). Malaysia dengan produksi CPO rendah saat
mempercepat target pertumbuhan industri dan ini mempunyai 17 industri oleokimia dengan
menghindari adanya deindustrialisasi dini. kapasitas 1,9 juta ton per tahun (MPOB, 2012).
Penelitian terdahulu tentang strategi Guna menjadikan Indonesia sebagai basis industri
pengembangan minyak kelapa sawit telah dilakukan oleokimia serta dapat melewati Malaysia dalam
oleh Drajat dan Bustomi (2009) melakukan kajian menghasilkan produk turunannya maka diperlukan
alternatif strategi pengembangan ekspor minyak adanya strategi percepatan pengembangan industri
sawit dengan metode AHP. Nayantakaningtias dan turunan minyak sawit mentah.
Daryanto (2012) yang menganalisis pengembangan Industri turunan minyak sawit dengan
minyak sawit Indonesia dengan mempertimbangkan keberhasilan tinggi dipastikan mempunyai
nilai RCA dan Diamond Porter untuk menyusun dayasaing/tingkat kompetitif yang tinggi pula. Guna
strategi pengembangan melalui teknik SWOT mengidentifikasi dan mengetahui faktor yang
(strengths weakness opportunities threats), Hidayat berpengaruh dalam pengembangan industri ini
et al. (2012) melakukan kajian resiko dan strategi dengan tingkat kompetitifnya digunakan kaidah
peningkatan nilai tambah pada rantai pasok kelapa Berlian Porter. Faktor yang menjadi kendala
sawit khususnya minyak goreng dengan metode pengembangan industri ini diperlukan pemecahan
fuzzy AHP. Wisena et al. (2014) melakukan strategi secara komprehensif dari para pemangku
pengembangan industri minyak sawit yang kepentingannya (stakeholdres) sehingga terkumpul
kompetitif dan sustainable dengan metode ANP alternatif strategi pemecahannya. Alternatif strategi
(Analytical Network Process). Hasil penelitian itu yang telah terseleksi dengan faktor-faktor yang
belum secara komprehensif mengkaji langkah berpengaruh, dilakukan perumusan strategi
percepatan untuk mengembangkan industri turunan percepatan dengan teknik AHP (Analytical
dengan mempertimbangkan kekuatan dayasaing, Hierarchy Process), sehingga langkah strategi untuk

Jurnal Teknologi Industri Pertanian 26 (3): 246-254 247


Strategi Percepatan Pengembangan Industri …………

percepatan pengembangan industri turunan minyak sesuai dengan temanya. Alternatif strategi terpilih
sawit mentah ini dapat terwujud. Secara garis besar diambil dari 9 (sembilan) urutan teratas jika jumlah
tahapan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. opininya banyak atau lebih dari 9 (sembilan).
Perumusan strategi percepatan dari
Tahapan Penelitian alternatif strategi yang telah ditetapkan, dianalisis
Analisis identifikasi permasalahan terhadap faktor-faktor yang berpengaruh, selanjutnya
pengembangan industri turunan minyak sawit disusun kuesioner berbentuk perbandingan
mentah dengan studi literatur dan pengumpulan data berpasangan (Pairwise Comparasion) untuk
statisitik. Informasi yang dikumpulkan terkait mendapatkan skala kepentingan. Kuesioner
kondisi sumber daya alam, kondisi permintaan disebarkan kepada para pakar. Skala prioritas untuk
domestik minyak sawit mentah, dukungan industri menentukan strategi percepatan dilakukan dengan
terkait dan industri pendukung turunan minyak sawit teknik pendekatan AHP (Saaty, 2008). Guna
serta struktur, strategi dan persaingan yang dihadapi melihat validitas AHP dan penerapan kebijakan yang
industri turunan minyak sawit di Indonesia. sesuai dengan tujuan, maka dilakukan analisa
Informasi yang didapat dikategori dan sensitivitas terhadap masing-masing faktor dari
dideskripsikan dalam kerangka Berlian Porter. setiap alternatif strategi yang diteliti. Analisis
Altenatif strategi, ditentukan dari hasil sensitivitas dilakukan dengan menurunkan dan
wawancara dengan pakar atau pemangku menaikkan bobot secara ekstrim pada kriteria. Model
kepentingan (stakeholder). Hasil wawancara dicatat AHP valid jika perubahan bobot tidak merubah
dengan cermat guna dianalisis dengan interative urutan alternatif strategi (Markis, 2006).
model. Opini yang sama dikumpulkan dan diurutkan

Gambar 1. Tahapan Penelitian

248 Jurnal Teknologi Industri Pertanian 26 (3): 246-254


Didik Mochamad Rofiqi, M Syamsul Maarif, dan Aji Hermawan

Sumber Data, Responden dan Waktu Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN


Data sekunder dikumpulkan dari instansi
terkait yang relevan dalam pengembangan industri Identifikasi Permasalahan
turunan minyak sawit mentah. Data primer Identifikasi permasalahan pengembangan
dikumpulkan dengan survai pakar dengan industri turunan sesuai Kaidah Berlian Porter
wawancara secara langsung. Para pakar atau didapatkan komponen utama maupun komponen
pemangku kepentingan yang diwawacarai dapat pendukung seperti pada Gambar 2. Komponen
dilihat pada Tabel 1. utama maupun penunjang telah menunjukkan adanya
Waktu penelitian mulai dengan dukungan untuk berkembangnya industri turunan
pengumpulan data pada Bulan November 2014, minyak sawit mentah, meskipun beberapa unsur
Adapun wawancara secara langsung dilakukan pada komponen utama yang belum mendukung. Analisis
Bulan Maret sampai Oktober 2015. Tempat keterkaitan antar komponen menunjukkan belum
penelitian dilakukan di Sekitar Jakarta, Bogor, semua komponen saling mendukung yaitu, hasil
Medan dan Pasangkayu untuk melakukan proses penelitian yang merupakan sumberdaya IPTEK
survai para pakar. (ilmu pengetahuan dan teknologi) belum cukup
menjadi kekuatan industri hilir minyak sawit.

Tabel 1. Pakar atau pemangku kepentingan sebagai responden


Pemangku Kepentingan Unsur
a) Pemerintah Direktorat Jendral Industri Agro, Kemetrian Perindustrian RI,
dan Pemeritah Daerah (Bagian Perijinan)
b) Pelaku Bisnis GAPKI (Gabungan Pengusaha Kanelapa Sawit Indonesia),
Pengusaha industri turunan minyak sawit mentah
c) Peneliti Masyarakat Kelapa Sawit Indonesia (MAKSI), Surfaktan
Bioenergi Research Centre-Institut Pertanian Bogor (SBRC-
IPB), Pusat Penelitian Kelapa Sawit-Research Perkebunan
Nusantara (PPKS-RPN), PASPI (Palm Oil Agribusiness
Strategic Policy Institute)

Peran Kesempatan Persaingan, Struktur, dan Strategi


- Pertumbuhan permintaan turunan 1. Persaingan antar industri terbuka,
MSM unggul dalam harga
- Oleokimia di UE dan USA tak 2. Struktur pasar oligopoli,
bersaing (Sunrise Industry)
3. Strategi melakukan kerjasama/joint
- Kampanye negatif
dengan industri pengguna

Kondisi Faktor Sumberdaya Kondisi Permintaan Domestik


1. CPO dan CPKO terbesar di dunia 1. Permintaan domestik telah dipenuhi
2. Moratorium kebun Sawit sepenuhnya (20% kapasitas produksi)
3. SDM berkompetensi cukup 2. Permintaan meningkat sesuai
4. IPTEK telah berkembang tapi belum pertumbuhan penduduk dan peningkatan
mendukung pendapatan
5. Modal perbankan terbuka 3. Potensi permintaan dunia terus
6. Infrastruktur belum cukup mendukung meningkat (Cina, India, Afrika)

Industri Terkait dan Pendukung


1. Industri terkait
- Feedstock (PTPN, Swasta Nasional) Peran Pemerintah
- Industri cleaning (Wing, Unilever, P&G) - Program IHKS
- Industri Biodiesel (Wilmar dll) - Sertifikasi ISPO
2. Industri Pendukung - Penetapan BK yang
- Jasa penelitian (PPKS, BPPT, PAU) Eskalatif
- Jasa SDM (IPB, UGM, PPKS)

Keterangan :
Keterkaitan antara komponen utama yang saling mendukung
Keterkaitan antara komponen penunjang yang mendukung komponen utama

Gambar 2. Keterkaitan antar komponen Berlian Porter industri turunan minyak sawit mentah (MSM) Indonesia

Jurnal Teknologi Industri Pertanian 26 (3): 246-254 249


Strategi Percepatan Pengembangan Industri …………

Banyak hasil penelitian dan pengembangan baku oleokimia, surfaktan, olie, dan pestisida
kelapa sawit di Indonesia yang cukup mutakhir (Salimon et al., 2012). Adanya bea keluar (BK) yang
(state-of-the art) dan dirujuk dunia, seperti ditetapkan pemerintah secara eskalatif telah mampu
penggunaan bioteknologi pada perbaikan genetika mengerem laju ekspor bahan mentah dan
bibit kelapa sawit, perbaikan kultur teknis dengan menumbuhkan industri turunan minyak sawit
irigasi tetes, penggunaan pupuk organik dari limbah mentah. Kondisi industri oleokimia di Amerika
kelapa sawit, pengendalian hama terpadu dan Serikat dan Uni Eropa saat ini sudah tidak kompetitif
mengutamakan sistem pengendalian hayati, lagi akibat mahalnya bahan baku. Sebaliknya,
perbaikan pasca panen, peningkatan rendemen hasil kawasan Asia termasuk Indonesia mempunyai
CPO, investasi pada beberapa ragam oleokimia, potensi untuk terus berkembang (Rupilius dan
biodisesel serta surfaktan. Namun, sampai saat ini Ahmad, 2007a).
Malaysia masih unggul dalam penguasaan teknologi
dan ilmu pengetahuan. Produk olahannya telah Penentuan Alternatif Strategi
memiliki daya saing internasional yang tinggi. Alternatif strategi dilakukan dengan metode
Indonesia perlu melakukan penelitian yang lebih interaktif model. Wawancara dilakukan secara
intensif lagi (Gumbira-Sa’id, 2010). langsung dengan menanyakan langkah strategi apa
Infrastruktur penunjang industri belum yang menentukan dalam pengembangan industri
memadai. Tanki timbun/pompa minyak kelapa sawit turunan minyak sawit di Indonesia. Para ahli (pakar)
atau produk turunannya hanya terdapat di beberapa yang diwawancarai merupakan para stakeholder
pelabuhan besar antara lain Belawan, Kuala yang terkait dengan pengembangan industri turunan
Tanjung, Dumai, dan Tanjung Priok. Pelabuhan minyak sawit mentah Indonesia. Pendapat para ahli
utama minyak kelapa sawit hanya terdapat di terkait kunci keberhasilan percepatan pengembangan
Belawan dan Dumai. Fasilitas pelabuhan masih industri turunan minyak sawit mentah di Indonesia
minim dalam menampung kapal besar. Keterbatasan disajikan pada Tabel 2.
ini menyebabkan antrian untuk masuk pelabuhan. Disamping alternatif strategi, ada faktor
Jalan raya dan jalan kereta api yang menghubungkan penentu yang menjadi pertimbangan terlaksananya
pelabuhan dengan kawasan industri atau pabrik alternatif strategi percepatan pengembangan industri
pengolahan CPO atau produk turunannya belum ada turunan minyak sawit mentah di Indonesia yaitu
atau belum memadai. Keterbatasan dan rendahnya biaya yang timbul untuk proses pendirian, waktu
kualitas infrastruktur ini merupakan faktor utama atau lamanya proses kegiatan terjadi, dan kondisi
penyebab tingginya biaya ekspor (Sopandi dan sumber daya manusia yang menjalankan kegiatan
Nazmulmunir, 2012). (baik kompetensi maupun moral hazard).
Struktur pasar oleokimia yang oligopoli. Faktor biaya dan lamanya waktu memulai
Pembeli oleokimia terdiri atas Cognis (Jerman), Kao usaha merupakan indikator kemudahan berusaha
Corporation (Jepang), Henkel (Jerman), Unilever untuk suatu negara. Berdasarkan World Bank (2012)
(Belanda), Lonzo (Swiss), Petrofina (Belgia), Akzo kemudahan untuk memulai usaha di Indonesia
Nobel (Belanda), Wing (Indonesia) dan Procter and membutuhkan waktu 33 hari dan biaya sebesar 22
Gamble (Amerika Serikat) (Rupilius dan Ahmad, persen pendapatan per kapita. Nilai ini masih
2007a). Terbatasnya jumlah pembeli maka pasar tertinggal jauh dari rata-rata negara Asia Pacific
oleokimia ini cenderung kearah oligopoli. Adanya Economic Cooperation (APEC) yaitu 23 hari dan
pasar oligopoli ini menjadikan entry barrier industri 7,7% pendapatan per kapita.
baru untuk berusaha pada sektor ini menjadi tinggi Adanya moral hazard pada sumber daya
(Agustino, 2010). manusia menjadikan penghalang masuknya investasi
Peran pemerintah belum seluruhnya di Indonesia. Survey ASEAN-BAC (ASEAN-
mendukung. Adanya ketidak konsistensi komitmen Business Advisory Council) tahun 2011-2012,
pemerintah, dan keberadaan infrastruktur penunjang sebanyak 405 pengusaha mengatakan faktor utama
belum menunjukkan dukungannya. Pemerintah penghalang investasi di Indonesia adalah korupsi.
melakukan pembenahan pembangunan infrastruktur Indeks korupsi di Indonesia tertinggi dari 10 negara
melalui program Masterplan Percepanan dan ASEAN lainnya. Indek korupsi Indonesia sebesar
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 3,90 disusul Filipina sebesar 3,86 dan Thailand
(MP3EI) maupun Nawacita. sebesar 3,78 (Radiawati, 2012).
Peluang berkembangnya industri turunan Penyederhanaan perijinan yang tidak rumit
minyak sawit mentah di Indonesia cukup baik. menjadi dambaan para investor dalam memasuki
Faktor utama yang menentukan adalah kepastian suatu wilayah usaha baru. Kecepatan dan
bahan baku atau feedstock (CPO dan PKO) dari kemudahan dalam proses perijinan menjadi
dalam negeri, saat ini (tahun 2013) baru 68,34% keinginan semua pihak. Hambali (2015) mengatakan
CPO yang diolah menjadi produk turunan di dalam guna mempercepat berdirinya industri turunan
negeri (BPS, 2014). Feedstock dari CPO dan PKO minyak sawit mentah di Indonesia, pertama yang
mempunyai keunggulan komperatif dibandingkan harus pemerintah penuhi adalah memastikan proses
dengan bahan baku minyak bumi menjadi bahan perijinan dapat dilakukan dengan cepat, mudah, dan
murah. Saat ini, masih terlalu lama berliku dan

250 Jurnal Teknologi Industri Pertanian 26 (3): 246-254


Didik Mochamad Rofiqi, M Syamsul Maarif, dan Aji Hermawan

banyak ketidakpastian. Meskipun telah ditetapkan pemerintah untuk menarik pelaku usaha industri
lama waktu pengurusan tetapi untuk memenuhi turunan minyak sawit mentah.
persyaratan pendukungnya sangat ribet. Hadisetyana Dukungan moneter yang kondusif terdiri
(2015) menambahkan dan yang paling menentukan atas tingkat suku bunga kompetitif dan ketertarikan
untuk percepatan industri ini adalah mempercepat perbankan untuk membiayai kebutuhan investasi dan
proses perijinan yang selama ini lama. Hal yang kebutuhan operasional. Kebijakan moneter yang
sama diungkapkan juga oleh Hasan (2015) kondusif dalam pengembangan industri turunan
penciptaan iklim investasi yang lebih kondusif minyak sawit mentah ini, membuat keberadaan
terkait dengan menyerdehanaan perijinan. infrastruktur yang kurang memadaipun bukan
Penyiapan infrastruktur merupakan salah menjadi pertimbangan lagi.
satu dukungan percepatan pendirian industri turunan Komitmen pemerintah adalah konsistensi
minyak sawit mentah. Beberapa pendapat pata ahli kebijakan dalam mendukung pengembangan industri
mengatakan infrasturktur pendukung keberadaan turunan minyak sawit mentah. Hal terpenting dalam
industri turunan minyak sawit mentah kurang atau mengembangkan industri ini adalah adanya
belum ada mengakibatkan investor harus konsistensi kebijakan pemerintah dalam menyokong
menyiapkan atau mengalami biaya tinggi untuk keberlanjutan pengembangan industri turunan
mengadaan bahan baku dan penyaluran produknya minyak sawit mentah harus dipertahankan. Adanya
(Hambali, 2015). Selanjutnya Hadisetyana (2015) perubahan atau ketidak konsistenan kebijakan yang
menyatakan guna mempercepat berdirinya industri sudah diambil meragukan atau membuat gamang
oleokimia adalah pembangunan dan menyiapkan pelaku usaha, hal ini diungkapkan oleh Hambali
infrastruktur pendukung industri oleokimia seperti (2015) dan Sipayung (2015).
jalan raya, pelabuhan dengan fasilitanya seperti tanki Kepastian pasar akan jenis oleokimia apa
timbun, listrik, atau gas pada daerah pengembangan. yang dihasilkan dan siapa yang akan menjadi
Para pelaku usaha kelapa sawit mengungkapkan pembeli/konsumen hasil industri ini merupakan
bahwa perbaikan infrastruktur, jalan, pelabuhan dan faktor penentu kesuksesan berdirinya industri
klaster industri mendukung percepatan industri turunan minyak sawit mentah di Indonesia. Apalagi
minyak sawit mentah (Hasan, 2015). dengan struktur pasar olekimia yang bersifat
Insentif perpajakan yang dibedakan oligopoli dan beberapa jenisnya mempunyai sifat
menjadi tax allowance, tax holiday, pemotongan ‘toilor made” maka kepastian pasar yang akan
pajak pertambahan nilai dan pemotongan khusus menampung hasil produksinya harus lebih awal
terkait belanja untuk keperluan research and ditetapkan secara pasti. Jika ini dapat dipastikan,
development (R&D) merupakan alternatif strategi kelanggengan proses produksi akan dapat dengan
yang masih dirasakan perlu dilakukan oleh mudah dicapai.

Tabel 2. Hasil penentuan alternatif strategi pengembangan industri turunan minyak sawit mentah di Indonesia
oleh para pakar
Pakar
AJ AS EH TS SH FH
Alternatif Strategi
Penyederhanaan Perijinan √ √ √
Penyiapan Infrastruktur √ √ √
Insentif Perpajakan √ √
Dukungan Moneter √
Komitmen Pemerintah √ √ √ √
Kepastian Pasar √ √

Strategi Percepatan strategi dengan formasi seperti pada Gambar 3. Hasil


Alternatif strategi terdiri atas itu menunjukan prioritas strategi percepatan
penyederhanaan perijinan, penyiapan infrastruktur, pengembangan industri turunan minyak sawit
insentif perpajakan, dukungan moneter, komitmen mentah di Indonesia dengan urutan: 1) komitmen
pemerintah, serta kepastian pasar. Dengan faktor pemerintah (0,31); 2) kepastian pasar (0,21); 3)
pertimbangan biaya, waktu, dan sumber daya penyiapan infrastruktur (0,17); 4) dukungan moneter
manusia. Hasil dari penetapan alternatif strategi (0,13); 5) penyederhanaan perijinan (0,11); 6)
dapat disusun struktur hierarki percepatan insentif pajak (0,07).
pengembangan industri turunan minyak sawit Prioritas langkah percepatan pengembangan
mentah di Indonesia (Gambar 3). industri turunan minyak sawit mentah di Indonesia
Hasil perhitungan AHP langkah alternatif adalah adanya komitmen pemerintah dengan bobot
percepatan pengembangan industri turunan minyak tertinggi (Gambar 4). Hal ini menunjukkan semua
sawit mentah didapatkan nilai prioritas alternatif stakeholders memandang pengembangan industri

Jurnal Teknologi Industri Pertanian 26 (3): 246-254 251


Strategi Percepatan Pengembangan Industri …………

turunan minyak sawit memerlukan dukungan sebesar -20% dan peningkatan sumber daya manusia
kebijakan yang selalu konsistensi dari pemerintah. sebesar 60% menunjukkan urutan prioritas alternatif
Adanya Peraturan Menteri Keuangan nomor strategi percepatan pengembangan industri turunan
128/PMK.011/2011 tentang bea keluar produk dan minyak sawit mentah di Indonesia yang sama.
turunan minyak kelapa sawit yang secara signifikan
telah meningkatkan gairah banyak pengusaha untuk KESIMPULAN DAN SARAN
nambah kapasitas produksi ataupun mendirikan
industri baru ini, hal ini harus terus secara konsisten Kesimpulan
dilakukan. Tetapi dilain pihak ada kebijakan Permasalahan percepatan pengembangan
pemerintah dalam penerapan untuk memperkuat industri turunan minyak sawit mentah di Indonesia,
keberadaan industri turunan minyak sawit mentah adalah hasil penelitian selama ini belum dapat
tetapi pemakaian biodiesel didalam negeri sampai mendukung pengembangan industri hilir minyak
saat ini belum menunjukkan hal yang positif, jadwal sawit, struktur pasar oleokimia bersifat oligopoli,
B-15 yang harus tuntas dalam tahun 2015 belum infrastruktur yang belum siap, adanya pembatasan
dilaksanakan dengan baik. Kondisi ini menjadikan perluasan kebun sawit (moratorium), dan komitmen
kegamangan investor untuk menanamkan modalnya pemerintah kurang kuat dan tegas.
akibat ketidakkonsistenan pemerintah dalam Faktor yang menjadi pertimbangan dalam
menjalankan ketentuan yang telah ditetapkan. menentukan langkah strategi untuk mempercepat
Secara umum peraturan atau kebijakan berkembangnya industri turunan minyak sawit di
tertulis pemerintah pusat telah cukup baik dan Indonesia adalah besarnya biaya yang timbul, lama
kondusif untuk melakukan investasi. Tetapi banyak waktu untuk proses pendirian, dan sumber daya
juga aturan dibawahnya yang diterbitkan oleh manusia yang terkait dalam proses pembentukan.
instansi atau daerah tingkat I atau daerah tingkat II Faktor sumber daya manusia menjadi pertimbangan
masih menghambat timbulnya investasi. Sehingga utama.
dapay menimbulkan ketidakkonsistenan dalam Alternatif strategi dan urutan prioritas
menjalankan kebijaksanaan. Hal ini yang menjadi langkah percepatan pengembangan industri turunan
penghalang terbesar para investor dalam minyak sawit mentah di Indonesia adalah (1)
menanamkan modalnya karena timbulnya komitmen pemerintah, (2) kepastian pasar, (3)
ketidakpastian hukum terhadap modal yang penyiapan infrastruktur, (4) dukungan secara
ditanamkan. moneter, (5) penyederhanaan perijinan, dan (6)
Hasil analisis sensitivitas dengan adanya insentif pajak.
menurunkan biaya sampai - 30%, penurunan waktu

Mempercepat Berdiri/Terbentuknya Industri


Tujuan Turunan Minyak Sawit Mentah

Faktor Biaya Waktu Sumberdaya Manusia


Pertimbangan (0,35) (0,25) (0,39)
Komitmen Pemerintah
Infrasstuktur (0,17)

Insentif perpakakan

Dukungan Moneter
Penyederhanaan
Perijinan (0,11)

Kepastian pasar
Pernyiapan

(0,07)

(0,13)

(0,31)

(0,21)

Langkah-
langkah Strategi

Gambar 3. Struktur hirarki percepatan pengembangan industri turunan minyak sawit mentah Indonesia
 

252 Jurnal Teknologi Industri Pertanian 26 (3): 246-254


Didik Mochamad Rofiqi, M Syamsul Maarif, dan Aji Hermawan

Kepastian Pasar 7% 4% 9%
Komitmen
pemerintah
10% 9% 12%
Dukungan
Moneter
5% 4% 4%
Insentif
Perpajakan
2% 2% 2%
Penyiapan
Infrastruktur
6% 4% 7%
Penyederhanaan
Perijinan 4% 3% 5%

0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35%


Biaya Waktu SDM
 
Gambar 4. Formasi hirarki strategi percepatan pengembangan industri turunan minyak sawit mentah di Indonesia
 
Saran [GAPKI] Gabungan Pengusaha Perkebunan Kelapa
Sumber daya manusia sebagai faktor Sawit Indonesia. 2014. Industri Minyak
penentu tertinggi dengan unsur dominan moral Sawit Indonesia Menuju 100 Tahun NKRI,
hazard. Sebaiknya pemerintah dalam proses Membangun Kemandirian Ekonomi, Energi
pelayanan dan perijinan pada pihak ketiga sedapat dan Pangan Secara Berkelanjutan. Bogor
mungkin dibuat proses interaksi antar personil tidak (ID): Gabungan Pengusaha Perkebunan
ada atau minimal misalnya dengan memanfaatkan Kelapa Sawit Indonesia – PASPI.
teknologi informasi atau e-goverment. Gumbira-Sa’id E. 2010. Review kajian, penelitian
Komitmen pemerintah sebagai prioritas dan pengembangan agroindustri strategis
utama percepatan pengembangan industri turunan nasional: kelapa sawit, kakao dan gambir. J
minyak sawit mentah sebaiknya bukan terbatas pada Tek Ind Pert. 19(1): 45-55.
program atau petunjuk pelaksanaan sebaiknya Hidayat S, Marimin, Suryani A, Sukardi, Yani M.
tertuang dalam suatu produk hukum dengan 2012. Model identifikasi resiko dan strategi
kekuatan yang tinggi dengan pengawasan yang peningkatan nilai tambah pada rantai pasok
tegas. kelapa sawit. J Tek Ind Pert. 14(2):89-96.
Diperlukan penelitian lanjutan dengan [INDEF] Institute for development of econiomics
mempertimbangkan derajat hubungan antara and finance. 2011. Outlook Industri 2012:
alternatif baik yang saling bersinergis maupun anti Strategi Percepatan dan Perluasan
sinergis. Sehingga dapat disusun strategi Agroindustri. Jakarta (ID): Kementrian
pengembangan industri turunan minyak sawit Perindustrian Republik Indonesia.
mentah yang lebih baik lagi. Kementerian Perindustrian. 2015. Rencana Induk
Pembangunan Industri Nasional. Jakarta
DAFTAR PUSTAKA (ID): Pusat Komunikasi Publik,
Kementerian Perindustrian.
Agustino D. 2010. Karakteristik harga dan Markis MS. 2006. Validation of simulation based
pengawasan KPPU terhadap industri models: a theoretical Outlook. Electro J
oligopoli. J Persaingan Usaha. (3):3-26. Bus Res Method. 4(1):39-46.
Arip MA, Yee LS, dan Feng TS. 2013. Assessing Nayantakaningtyas JS dan Daryanto HK. 2012.
the competitiveness of Malaysia and Daya saing dan strategi pengembangan
Indonesia palm oil related industry. World minyak sawit di Indonesia. J Mnjmn Agri.
Rev Bus Res. 3(4):138-145. 9(3):194-201.
[CIC] Capricorn Indonesia Consult. 2012. Kluster Perizade B dan Mulyana A. 2014. Strategi
Industri Oleochemical. Jakarta (ID): PT percepatan pengembangan industri hilir
Capricorn Indonesia Consult. karet dan sawit di Sumatera Selatan. J
Dradjat B dan Bustomi H. 2009. Alternatif strategi Mjmn dan Bisnis Sriwijaya. 12(2):91-98.
pengembangan ekspor minyak sawit Rupilius W dan Ahmad S. 2007a. The Changing
Indonesia. J Mnjmn Agri. 6(1):1-14. World of Oleochemicals. Kuala Lumpur
Ermawati T dan Saptia Y. 2013. Kinerja ekspor (ML): Malaysian Palm Oil Board (MPOB).
minyak kelapa sawit Indonesia. Bul Ilmiah Rupilius W dan Ahmad S. 2007b. Palm oil and
Litbang Perdagangan. 7(2):129-147. palm kernel oil as raw materials for basic

Jurnal Teknologi Industri Pertanian 26 (3): 246-254 253


Strategi Percepatan Pengembangan Industri …………

oleochemicals and biodiesel. Eur J Lipid Supriyanto B. 2013. Hilirisasi industri sawit,
Sci Technol 109 : 433-439. kontribusi produk turunan CPO untuk tekan
Saaty TL. 2008. Decision making with the analytic defisit perdagangan. [internet] [Diakses
hierarchy process. Int J Serv Sci. 1(1):83- tanggal 12 Januari 2014].
98. Sopandi A dan Nazmulmunir N. 2012.
Salimon J, Salih N, Yousif E. 2012. Industrial Pengembangan iklim investasi daerah. J
development and applications of plant oils Kybernan. 3(1): 10-24.
and their biobased oleochemicals. Arabian World Bank. 2012. Doing Business Di Indonesia.
J Chem 5: 135-14. Washington DC (US): World Bank and
Sipayung T dan Purba JHV. 2015. Ekonomi International Finance Corporation.
Agribisnis Minyak Sawit. Bogor (ID): Wisena BA, Daryanto A, Arifin B, Octaviani R.
PASPI. 2014. Sustainable development strategy
Sipayung T. 2012. Ekonomi Agribisnis Minyak and the competitiveness of indonesian palm
Sawit. Bogor (ID): IPB Press. oil industry. Int J Managerial Studies Res.
2(10):102-115.

254 Jurnal Teknologi Industri Pertanian 26 (3): 246-254

You might also like