You are on page 1of 472
en Liz J PE thal P / 2008) Buku Ajar NEONATOLOGI Edisi Pertama Penyunting M. Sholeh Kosim Adi Yunanto Rizalya Dewi Gatot Irawan Satosa Ali Usman Cetakan Pertama en nan = vieano™ Ikatan Dokter Anak Indonesia 2008 Ikatan Dokter Anak Indonesia Jakarta, 2008 Perpustakaan Nasional Katalog Dalam Terbitan(KDT) BUKU AJAR NEONATOLOGI, penyunting, M. Sholeh Kosim, Ari Yunanto, Rizatya Dewi, Gatot Irawan Sarosa, Ali Usman Tkatan Dokter Anak Indonesia 2009 ISBN 978-979-8421-30-3, Kedokteran - Neonatologi Seiring dengan penelitian terbaru dan meluasnya pengalaman klinis terdapat perubahan dalam ilmu kedokteran, terutama dalam hal tatalaksana. Buku ini ditulis dengan sebenar-benarnya sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran saat buku ditulis Pembaca diharapkan selalu memperbaharui perkembangan ilmu, terutama dalam obat terbaru, seperti dosis terbaru, metode pemberian dan durasi serta kontraindikasi Penentwan dosis dan terapi yang tepat terhadap tiap individu menjadi tanggung jawab masing-masing dokter dengan mengandalkan keilmuan dan pengalamannya. Penerbit dan penulis tidak bertanggung jawab terhadap kerusakan pada seseorang atas penerbitan buku ini, Hak pengarang dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa seizin Penyunting dan Penerbit ‘pe setting: Joke Waloyo, Fitri Hartanto, Baginda Hutahaean Diterbitkan pertama kali tahun 2008 Edis! I, Cetakan Pertama 2008 Penerbit : Badan Penerbit IDAI \ Sambutan Ketua UKK Perinatologi IDAI Perinatologi yang celah lama ditunggu-tunggu, telah selesai. Sesuai dengan ketentuan yang telah diamanahkan oleh PP [DAI melalui Kecua Sie IImiah Prof. Dr. Sri Rezeki Hadinegoro, dr, SpA(K), bahwa salah satu tugas UKK adalah membuat buku ajar Sp! disamping tugas-tugas yang lain sebagai kelengkapan persyacatan pendidikan Spl Ilmu Kesehatan Anak. Berbeda dengan UKK IDAI yang lain, mengingat ilmu Perinatologi/ Neonatologi begitu luas yang meliputi semua system organ tubuh selama petiode Perinatal- Neonatal, yang mencakup masalah kehidupan intra-ucerin, adaptasi waktu lahir dantumbuh dan tumbuh kembang pada bulan pertama kehidupan. Oleh karena itu Buku Ajar UKK Perinarologi akan diterbickan dalam 2 jilid. Jilid pertama yang akan segera terbit berisi sebagian besar materi pengetahuan dan ketrampilan dibidang Perinatologi yang harus dikuasai oleh setiap Dokter Anak Indonesia. Sedangkan kekurangannya akan diterbitkan kemudian dalam Buku Ajar Perinacalogi jitid kedua. Kami berharap apabila seluruh UKK IDAI sudab membuat Buku Ajar disamping tugas-tugas yang lain seperti : Buku Log Sp! dan Modul Spl, maka lengkaplah standarisasi pendidikan Sp! flu Kesehacan Anak dilndonesia, Sehinggadiharapkan dapatmenghasilkan produk Dokter Spesialis Anak Indonesia yangsetara di seluruh wilayah Indonesia walaupun dari daerah Pusat Pendidikan yang berbeda baik di dalam maupun di luar Jawa. Kami juga mengucepkan terimakasih dan penghargaan kepada Ketua dan Angora Tim Editor atas terbitnya Buku Ajar ini. Semoga Buku Ajar ini bermanfaat bagi kita semua. pe dan puji syukur kami panjackan kehadicat Allah SWT, akhirnya Buku Ajar Spl Kecua UKK Perinatologi IDAL Dr. H. Ali Usman, Sp-A(K) Buky Ajar Neonatologi Anak iit Sambutan Ketua Umum Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, yang telah melimpahkan rahmat dan kacunia Nya, sehingga menjelang KONIKA XIII di Surabaya, Juli 2008 ini , Buku Ajar Neonatologi yang diterbitkan oleh UKK Neonatologi Ikacan Dokter Anak Indonesia dapat rerwujud dan terbic. Suacu hal yang patut di syukuri dan di banggakan. Atas nama seluruh jajaran Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) periode 2005 ~ 2008 , saya ucapkan terima kasih dan penghacgaan kepada seluruh Pengurus UKK Neonatologi, sejak kepengurusan petiode periode sebelum nya dan periode saat ini, atas keberhasilan menerbitkan Buku Ajar Neonatologi ini, Ungkapan terima kasih dan penghargaan juga kami sampai kepada seluruh kontributor dan editor buku ini yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membanra terbic aya buku ini, Tentu saja terbitnya buku ini merupakan hasil kumulatif kerja keras dati beberapa kepengurusan UKK Neonatologi IDAI sebelumnya sampai saat ini. ‘Menjadi suacu dambaan yang seberulnya suacu keharusan yong dicuntucoleh Kolegium IDAI, bahwa setiap UKK IDAT hares mempunyai Buku Ajar sendiri, meskipun dalam proses belajar mengajar bahan pembelajaran berupa Buku Ajar dapac diperoleh dari berbagai macam sumber. Namun Buku Ajar yang dibuat dan diterbitkan oleh masing masing UKK IDAL, selain keharusan juga merupakan kebanggaan cersendiri yang bernilai ringgi Sehingga kami berharap Buku Ajar Neonacologi ini selain dapat menambah khazanah buku yang diterbitkan oleh IDAT , juga dapat memberi koneribusi kepada peckembangan ilmu pengecahuan khususnya Inu Kesehatan Anak di Indonesia. Kami juga berharap buku ini dapat dimanfaatkan oleh semua pihak dan lapisan, mulai dari Peserca PPDS I (Program Pendidikan Dokcer Spesialis 1) Iimu Kesehatan Anak, Dokcer Umum dan Dokcer Spesialis Anak, Harapan kami dengan meningkamya pengetahuan dan ketssmnpilan para dokter tersebut dapat memberi sumbangan langsung maupun tidak langsung dalam membancu Pemerintah untuk menurunkan Angka Kematian Perinatal dan Angka Kematian Bayi yang masih cukup tinggi di Indonesia dalam upaya mencapai Millenneum Development Goals 2015. Akbirnya dengan mengucap sekali logi syukur, dan terlepas dari kekurangan yang ada, kami berharap mudah mudahan Buku Ajet Neonatalogi ini dapat bermanfaac bagi semua pihak. Se poji dan syukor kita panjatkan kepada Allah SWT Tuan Yang Maha Kuasa Billahi caufiq wal-hidayah, Wassalamu’alaikum warahmacullahi wabarakatuh, Ketua Umum Pengurus Pusat Tkatan Dokter Anak Indonesia Sukman Talus Putra, dr. Sp A(K),FACC,FESC iv Buku Ajar Neonatologi Anak Sambutan Ketua Kolegium Ikatan Dokter Anak Indonesia Assalamu’alaikum warabmatullahi wabarakatuh. ji syukurselalu kita panjatkan kebadirac Allah swe karena aras berkat dan karuniaNya P= maka Buku Ajar Neonatologi ini dapat terbit menjelang KONIKA XV. Percemuan puncak berkala yang diselenggarakan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tersebur merupakan wakeu yang tepat untuk penyebarluasan buku,yang memang sudah sangat dinanti-nantikan ini. Kolegium imu Kesehatan Anak Indonesia yangbertanggungjawabserhadap masalah pendidikan dokter spesialis anak telah menecapkan bahwa buku ajar dari setiap Unit Kerja Koordinasi (UKK) DAI adalah salah satu kelengkapan dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis Anak Indonesia, Karena itu kami menyambut baik dan bangge atas terbitnya Buku Ajar Neonatologi yang menjadisalah satu acuan dalam proses pendidikan dokter dan dokter spesialis, cerurama dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Anak di semua Fakuleas Kedokteran di Indonesia. Selain itu buku ajar ini dapat dipakai pula sebagai acuan para dokter dan dokter spesialis untuk menjalankan profesinya dalam prakcik. Buku Ajar Neonatologi disusun oleh para pakar dan anggota UKK Perinatologi IDAL, yang sebagian besar di ancaranya adalah staf pengajar Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran berbagai universitas di Indonesia. Pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan cerima kasih dan penghargaan kepada para penulis yang telah bersusah-payah menyediakan waktu yang sangat berharga dan dengan segenap ketekunannya menuangkan pendapat dan pengetahuannya yang sangat bernilai. Ucapan cerima kasib kami sampaikan pula kepada penyunting dan semua pihak yang telah bekerjasama memberikan segala jetih-payah serta semua sumbangen dalam penerbiran Buku Ajar Perinatologi ini. Akhirnya kami juga berharap agar buku ini dapat memberikan sumbangan dalam imencapai cita-cita luhur kita untuk meningkatkan kualiras hidup anak Indonesia. Amin. Wasalamu alaikum warabmatullahi wabarakacub Jakarta, 1 Mei 2008 Ketua Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia Prof. Arwin A.P Akib, Dr, SpA(K} Buku Ajar Neonatologi Anak v Kata Pengantar merupakan lanjutan fase kehidupan janin intra uterin yang harus dapat bertahan dan beradaptasi untuk hidup di luar rahim. Proses adaptasi ini bukanlah hal yang mudah dan sering menimbulkan kegagalan yang berakibat kematian atau hidup dengan gejala sisa atau cacat yang akhir nya nanti akan menjadi beban bagi keluarga masyarakat dan negara. Selain itu proses adaptasi selain dipengaruhi oleh kondisi janin dan BBL, juga faktor penolong (tenaga kesehatan) yang bekerja dan berhubungan dengan janin dan BBL, terutama masalah pengetahuan dan ketrampilannya - Tkatan Dokter Anak Indonesia, Khususnya UKK (Unit kerja Koordinasi) Neonatologi IDAI ikut prihatin dengan Angka Kematian Neonatal Dini, Angka Kematian Perinatal yang masih cukup tinggi di Indonesia dan berupaya untuk membantu pemerintah dalam Program Penurunan Angka Kematian tersebut. Upaya tersebut antara lain dalam hal Pembvatan Modul Pelatihan, Penyelenggaraan Pelatihan dan Menyusun Buku Ajat. Sejak periode kepengurusan UKK beberapa periode yang latu niat ini sudah ada namun menghadapi berbagai kendala dan rintangan sehingga belum dapat terwujud. Periode kepengurusan UKK periode yang lalu bekerja sama dengan Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan JHPIEGO - MNH Indonesia telah berhasil menyusun Buku Pedoman Manajeman Masalah Bayi Baru Lahir untak Doktes, Perawat dan Bidan, pada tahun 2003, yang diharapkan juga dapat digunakan sebagai sarana belajar mengajar sebagai alternatip lain Buku Ajar. Dengan memanjatkan segala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan karvnia Nya, sehingga menjelang KONIKA XII di Surabaya, Juli 2008 ini, Buku Ajar Neonatologl yangdicerbitkan oleh UKK Neonatologi Tkatan Dekret Anak Indonesia dapac terwujud dan terbit. Suatu hal yang patucdi syukuri dan di banggakan. Kami menyadati bahwa buku ini masih jaubi dari sempurna, karena mungkin masih banyak kekurangan di sana sini, baik karena keterbatasan waktu maupun kemampuan dan pengerahuan kami, namun kami berharap dapat member sumbangan bagi khazanali lmu pengetahuan khususnya Ilmu Perinatologi dan Neonatologi, Kami menerbitkan buku ini sebagai upaya pertama dalam bentuk Edisi I Jilid I. Kami berharap semoga dalam waktu yang tidak terlalu lama, Jilid II dapat segera cerbit Kepada Pengurus Pusat IDAI dan Pengurus UKK Neonatologi semua periode sampai dengan periode ini setta para kontributor yang berasal dari berbagai Inscitusi Pendidikan Dokter Spesialis Anak di seluruh Indonesia, kami mengahturkan ungkapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi tinggi nya atas kepercayaan, bantuan moral dan material sehingga Buku Ajar neonatologi ini dapat tecbit. Akhir kata dengan mengucap sekali lagi syukur, kami berharap mudah mudahan kontribusi kami ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. NE atau Bayi Baru Lahir (BBL) adatah makhluk yang sangat unik karena Para penyunting vi Buku Ajar Neonatologi Anak Daftar Kontributor Abdurachman Sukadi Bagian [lmu Kesehatan Anak FK'UNPAD/RSUP Dr, Hasan Sadikin Bandung Ali Usman Bagian lmu Kesehatan Anak FK'UNPAD/RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Ari Yunanto Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK'UNLAM/RSUD Ulin Banjarmasin - Kalimantan Selacan Astil Aminullah Deparcemen Ilmu Kesehatan Anak FK UJ/RSUPN Dr.Cipro Mangunkusumo Jakarta Dwi Hidayah Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNS/ RSUD Moewardi Surakarta Eriyati Indrasanto Sub Bagian Perinatologi RSAB Harapan Kita Jakarea Fatimab Indarso Bayian imu Kesehatan Anak FK UNAIR/ RSUD Dr. Soetomo Surabaya Gatot Irawan S Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNDIP/ RSUP Dr Kariadi Semarang Hans E. Moningja Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UI/RSUPN Dr-Cipto Mangunkusumo Jakarca Herman Barmawi Bagian llmu Keschacan Anak FK UNSRI/RSUP Dr. Muhammad Husein Palembang Buku Ajar Neonatologi Anak 1 Wayan Retayasa Bagian imu Kesehatan Anak FK UNUD / RSUP Sanglah. Denpasar Kamilab Budi Rahardjani ian llmu Kesehatan Anak FK UNDIP/ RSUP Dr Kariadi Semarang M. Sholeh Kosim Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNDIP/ RSUP Dr. Kariadi Semarang Nani D Walandouw Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS Budi Kemuliaan Jakarta Risa Etika Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR/ RSUD Dr, Soetomo. Surabaya Risma Kerina Kaban Depertemen Ilmu Kesehatan Anak FK UI/RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarca Rizalya Dewi Bagian llmu Kesehatan Anak FK'UNANDARS M Djamil Padang Rulina Suradi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UI/RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarea Sunyataningkamto Bagian imu Kesehatan Anak EK UNS/ RSUD Moewardi Surakarea Sjavief Hidayat Effendy Bagian Ilmu Keschatan Anak FK UNPAD/ RSUP DrHasan Sadikin Bandung vii Setya Wandito Bagian imu Kesehatan Anak FK'UGM /RSUP Dx. Sardjito Yoryakarta ‘Tanjung Wibowo Bagian limu Kesehatan Anak FK'UGM /RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Sylviati M. Damanik Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK'UNAIR/ RSUD Dr. Soetomo Surabaya viii Yolidar Hafidh Bagian IImu Kesehatan Anak FK UNS/ RSUD Moewardi Surakarta Yulniar M. Tasli Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNSRI / RSUP Dr. Muhammad Husein Palembang ‘Buku Ajar Neonatologi Anak ACOG. AC ADH ADP AHA AKK AMP ATT AVP BBL BBLR BBLSR BKB BMK BPD CES cis CPAP CPD CPDA DIC DI DM ECMO. EEG ETT FGF FiO2 FSH GGA GGK GVHD GéPD Daftar Singkatan : American Academic of Pediacricians : American College of Obstetricians and Gynaecologists 1 Assist control : Anti diuretic hormone : Adenosine dibosphate + American Heart Association : Aplasia kucis kongenital : Adenosine monophosphat : Air tubuh total Arginin vasopresin + Bayi baru lahir : Bayi berat lahir rendah, : Bayi berat lahir sangat rendah : Bayi cukup bulan + Bayi kurang bulan, Besar masa kehamilan. : Bronchopulmonary dysplasia : Cairan ekstra seluler : Cairan inwa seluler = Continous positive airway pressure : Citrate phospate dextrose : Citrate phospate dextrose adenine : Disseminated intravaswular coagulatian : Diabetes insipidus : Diabetes mellitus : Extracorporeal membrane oxygenation : Electro encephalography : Endo tracheal sube + Fibroblast growth factor : Fraction inspired oxygen + Follicle seimudacing hormone : Gagal ginjal akue : Gagal ginjal kronis : Graft versus host disease : Glucose-6-phosphat dehydrogenase Buku Ajar Neonatologi Anak ix HFO HIE HLA HPA HPT HPHT HSV IMv IUGR WL KMTK KMC KMK LEG. LH LSMT NAITP NBAS NEC NICU NST PBL PDA PEEP PICU PIH PIV PIM PIP PMH PPHN PRC PSV PT PVR : High frequency oscillation : Hypoxic ischemic encephalopaty : Human leucocyte antigen : Human platelet antigen : Hormon paratiroid : Hari pertama haid terakhir : Herpes simplex virus : Invermitten mandatory ventilation + Intra wterine growth restriction : Insensible water losses : Kutis marmorata telangiektatika kongenital : Kangoroo Mother Care : Kecil masa kehamilan + Laju filerasi glomerulus : Luteinizing hormone : Luas permukaan cubuh + Life-sustaining Medical Technology + Neonatal alloimmune thrombocytophenia + Neonatal Behavioral Assessment Scale : Necrotizing enterocolitis : Neonatal Intensive Care Unit Non shivering thermogenesis : Neutral thermal environment : Perawatan bayi lekat + Packed cell volume : Patent ductus arteriosus : Positive end expiratory pressure : Pediatric Intensive Care Unit : Pert intravasculer hemorrhage : Pielogvafi era vena : Perdarahan intravaskuler menyeluruh : Peak inspiratory pressure : Penyakic membran hialin : Persistent pulmonary hypertension of the neonate : Packed sed cell : Pressure support ventilation : Partial thromboplastin time : Prothrombine time : Puknonary vascular resistance Buku Ajar Neonatologi Anak + Respiratory distress syndrome ROP + Retinopathy of prematurity SCID » Severe combined immunodeficiency SDAM + Saline dexerose, adenine, mannitol SDMP + Sel darah merah pekac SIADH : Syndrome of inappropriate antidiuretic hormone sIMV : Synchronised intermiveent mandatory ventilation sIPPV : Synchronised intermittent positive pressuze ventilation SIRS « Systemic inflammatary respons syndrome SKRT : Survei Kesehatan Rumah Tanga : SMK : Sesuai masa kehamilan ST : Shivering thermogenesis SOPB : Sistem observasi perilaku BBL TAR : Thrombositopeni absent radius syndrome TE : Time expiration TGF + Transforming growth factor T + Time inspiration TORCH ——: Toxoplasmosis, Other, Rubella, Cytomegalovirus and Herpes simplex UDPG-T ——_: Uridine diphosbace glicorony! transferase usc : Ultra sonografi UURI : Undang-Undang Republik Indonesia VG + Volume guarantee VKDB : Vitamine K deficiency bleeding Buku Ajar Neonatologi Anak xi xii ‘Buku Ajar Neonatologi Anak Daftar Isi Sambutan Ketua UKK Perinatologi [DAY Sambutan Ketua Umum Pengurus Pusat [DAI Sambutan Ketua Kolegium IDAL Kata Pengantar Daftar Penulis/Kontributor Daftar Singkatan .... Daftar Isi .. BAB I Embriogenesis Umum Janin Ali Usman . BAB Il Klasifikasi Berat Badan dan Usia Kehamnilan Spluiati M Damanik .. BAB Il Kelainan Kardiovaskuler Ali Usman BAB IV Kelainan Kongenital Sjarif Hidajat Effendi dan Eriyaci indrasanto BAB V Pemeriksaan Fisis pada Bayi Baru Lair Rutina Suradi... BAB VI Termoregulasi Ari Yunanto .... BAB VI Asfiksia dan Resusitasi Bayi Baru Lal Nani Dharmasetiawani. BAB VIII Gangguan Napas Pada Bayi Baru Lahir M. Shaleh Kosi BAB LX Hiperbilirubinemial Abdulrahman Sukadi BAB X Sepsis pada Bayi Baru Lahir Asril Aminullah BAB X1 Gangguan Hemostatsis pada Bayi Baru Lahir Risa Etika .. BAB XII Anemia pada Bayi Baru Lahir Yulidar Hafidh, Dwi Hidayeh, Sunyataningkamea BAB XIII Gangguan Kulit pada Bayi [ Wayan Retayasa BAB XIV Kejang dan Spasme Gator Irawen Sarasa . Buku Ajar Neonatologi Anak 31 4L 7 89 103 126 147 170 188. 199 210 726 xiii xiv BAB XV Perilaku Bayi Baru Lahir M. Sholeh Kosim . 251 BAB XVI Pemantauan Jangka Panjang Fatimah Indarso 268 BAB XVII Transfusi Darah dan Komponen Herman Bermawi BAB XVI Syok pada Bayi Baru Lahir M Sholeh Kosim BAB XIX Aspek Medikolegal Hans Eldih Monincja BAB XX Dilema Btika pada Pelayanan Bayi M. Sholeh Kosim .. BAB XXI Gangguan Cairan dan Eleketrolit Kamilah Budhi R .. BAB XXII Gangguan Urogenital Julniar M. Tasli BAB XXIII Prosedur 1, Tatalaksana Pemberian AS] Rulina Surad 2. Pemasangan Jalur Tanjung Wibowe . 3. Pengambilan Sampel Darah Kapiler Melalui Tusukan Tumit Tanjung Wibowo .... 4. Pemasangan Kateter Umbi Rixalya Dewi 5. Terapi Sinar Gatot Irawan S, M. Sholeh Kosirn . 6. Transfusi Tokar Rizalya Dewi . 7. Pemasangan Jalur Intraoscous 297 309 316 350 377 387 393 406 Tanjung Wibowo, Setya Wandina 47 8. Continuous Positive Airway Pressure ( Gatot Irawan . er 9. Terapi Surfaktan Setya Wandiza, Tanjung Wiboun. 428 10. Veatilasi Mekanik pada Bayi Risma Kerina Kaban , M. Sholeh Kosi Penjurus . Lampiran 450 Buku Ajar Neonatologi Anak BAB | EMBRIOGENESIS UMUM JANIN Ali Usman Pendahuluan . Pengetahuan mengenai embriglogi sangat penting artinya dalam kaitan dengan proses perkembangan janin dari awal konsepsi hingga lahis. Prinsig-prinsip embriogenesis dapat dipakai dalam diagnosis, perawatan dar pencegahan cacat bawaan. Cacat bawaan adalah penyebab utama kemacian dan cacat badan pada bayi yang pada akhirnya akan mengurangi kualicas hidup. Pengetahuan mengenai embriogenesis memberikan kontribusi pemahaman yang menyeluruh mengenai kemungkinan ceriadia malformasi kongenical secara genetik maupun lingkungan. Pengerahuan tentang embriogenesis diharapkan dapat digunakan secara klinis unewk mencegah kelainan kongenital yang dapat menurunkan kualitas bidug. Pada makalah ini akan dibahas perkembangan organogenesis secara umum sesuai asa gestasi, mulai dari masa konsepsi, perkembangan minggu pertama, ke dua, ke tiga dan ke empac sampai ke delapan, masa janin dari bulan ke tiga, trimester ke dua, ke tiga sampai lahis, serta kelainan bawaan. Pengertian Embriogenesis adalah proses pembentukan organ dati tahap embrio sampai menjadi organ yang dapar berfungsi. Manfaat Dengan mengetahui dan memahami embriogenesis umum janin diharapkan pengelola dan pelaksana program terkait di ingkungan kesehatan maternal perinacal dapat mengantisipasi dan menatalaksana pasien sesuai standar pelayanan medis kesehatan maternal-perinatal. Embriogenesis pada minggu pertama kehamilan A. Pembuahan Perremuan antara sel telur dan sperma yang discbue dengan pembuahan merupakan proses penting dalam reproduksi. Proses pembuahan ini cerjadi di ampula tuba fallopi yang merupakan bagian cerluas pada saluran telur dan terletak dekat dengan ovarium, Spermatozoa bergerak dengan cepat dari vagina ke rahim dan selanjuenya masuk ke dalam Embriogenesis Umum Janin 1 saluran telur, Pergerakan naik ini disebabkan oleh koncraksi ocot-otoc uterus dan cuba. Spermatozoa kemudian mengalami kapasicasi dan reaksi akrosom untuk dapar membuahi oosit. Kapasitasi adalah suatu masa penyesuaian di dalam saluran reproduksi wanita, yang pada manusia berlangsung kira-kira 7 jam. Saat ini selubung glikoprotein plasma semen dibuang dari selaput plasma yang membungkus daerah aktosom. Hanya sperma yang menjalani kapasitasi yang dapat melewati sel korona dan mengalami reaksi akrosom. Reaksi akzosom terjadi setelah penempelan ke zona pelusida dan diinduksi oleh protein-protein zona. Reaksi ini berpuncak pada pelepasan enzim yang diperlukan untuk menembus zona pelusida, antara Jain akrosin dan zat-zat serupa tripsin. Fase fertilisasi mencakup fase 1 yaitu penembusan korona radiata, fase 2 penembusan zona pelusida, serta fase 3 berupa fusi oosit dengan membran sel spetma.! Hasil urama pembuahan adalah: ! 1. Pengembalian jumlah kromosom menjadi diploid, separuh dari ayah dan separuhnya dari ibu, karena itu, zigot mengandung kombinasi kromosom baru yang berbeda dari kedua or ang tuanya. 2. Penentuan jenis kelamin individu baru. Spermatozoa pembawa X akan menghasilkan satu mudigah wanita (XX) dan spermatozoa pembawa Y menghasilkan satu mudigah pria (XY). 3. Dimulainya pembelahan. Tanpa pembelahan, oosit akan berdegenerasi 24 jain setelah ovulasi. B. Pembelaban Setelah zigot mencapai tingkat dua sel, ia menjalani serangkaian mitosis, mengakibatkan bertambahnya jumlah sel dengan cepat. Sel, yang menjadi semakin kecil pada seriap pembelahan ini dikenal sebagai blascomer dan sampai pada tingkar delapan sel, Setelah pembelahan ketiga, hubungan antar blascomer semakin rapat sehingga cerbentuk sebuah bola sel padat.! Sel-sel embrio yang termampatkan tersebut membelah lagi membenruk morula (arbei) dengan 16 sel. Sel bagian dalam morula merupakan massa sel dalam, sedangkan sel-sel sekitarnya membentuk massa sel luar Massa sel dalam akan menjadi jaringan embrio sebenarnya, sedangkan massa sel luar membentuk trofoblas, yang kemudian, ikut membentuk plasenta. Pada waktu morula memasuki renga rahim, cairan mulai menembus zona pelusida ke ruang antar sel yang terdapat di massa sel dalam. Berangsur-angsur ruang antar sel ini menyatu, dan membentuk sebuah rongga, yaitu blastokel. Pada saat ini, mudigah ini dikenal sebagai blastokista. Menjelang akhir minggu pertama perkembangan, zigot manusia telah melewati cingkat morula dan blastokista serca sudah mulai berimplantasi di selaput lendi rahim.!? C. Implantasi Sebelum implantasi, zona pelusida menghilang dan selanjutnya blastokista menempel serta menyebabkan erosi dinding endometrium. Setelah erosi, blastokista membenamkan diri dan menjadi terbungkus selurubinya di dalam endomerrium. 2 Buku Ajar Neonatologi Pada hari kedelapan, trofoblas berdiferensiasi menjadi 2 lapisan yaitu': L, Sacu lapisan sel-sel berinci tunggal disebelah dalam, Sitotrofoblas 2. Satu zona luar berinti banyak canpa batas sel yang jelas, Sinsitiotrofoblas. Gambaran mitosis biasanya ditemukan di dalam sitotrofoblas, tetapi tidak pernah dicemukan pada sinsitiotrofoblas. Sel-sel di dalam sitotrofoblas membelah, bermigrasi ke sinsicioccofoblas, kemudian menyacu dan kehilangan selapat selnya. Sel-sel dari massa sel dalam arau embrioblas juga berdiferensiasi menjadi dua lapisan, yaitu: 1. Lapisan hipoblas, berupa satu lapisan sel-sel kecil kuboid berdampingan dengan congga blastokisca 2. Lapisan epiblas, yaitu satu lapisan sel silinder tinggi bersebelahan dengan rongga amnion Pada saat bersamaan, sebuah congga kecil muncul di dalam epiblas dan membesar menjadi rongga amnion. Trofoblas menunjukan kemajuan perkembangan yang pesat, terucama pada kutub embrionalnya, dimana terlihat vakuola-vakuola pada sinsitium. Vakuola ini kemudian menyatu membentuk lakuna-lakuna yang besar. Tahap peckembangan, ini dikenal sebagai tahap lakunaris. Sementara itu pada kutub abembrional, sel-sel gepeng yang mungkin berasal dari hipoblas membentuk suatu setaput tipis, dikenal sebagai selaput eksoselom (selaput Heuser), yang melapisi petmukaan dalam sitotrofoblas. Selaput ini bersama dengan hipoblas membentuk lapisan untuk rongga eksoselom (kantung kuning celur primitif).? Sel-sel sinsitiotrofoblas menembus lebih dalam ke stroma dan merusak lapisan endotel pembuluh-pembuluh kapiler ibu, Pembuluh-pembuluh ini tersumbac dan kemudian melebar, dikenal sebagai sinusoid. Trofoblas terus merusak sinusoid sehingga darah ibu mulai mengalir dan membencuk sirkulasi utero-plasenta. Sementara icu sekelompok sel baru muncul diantara permukaan dalam sitotrofoblas dan permukaan. luar rongga eksosefom. Sel-sel ini berasal dari kancung kuning telur dan membentuk jaringan penyambung yang halus dan longgar. Mesoderm ekstcaembrional pada akhirnya akan mengisi semua ruang diantara trofoblas disebelah Juas, serta amnion dan selaput eksoselom di sebelah dalam. Selanjutnya terbentuk rongga-rongga besar di dalam mesoderm baru yang dikenal sebagai selom ekstraembrional (rongga korion)- Rongga ini mengelilingi kantung kuning telur primitif dan rongge amnion kecuali pada tempat cakram mudigah berhubungan dengan trofoblas melalui cangkai penghubung, Mesoderm ekstraembrional yang membatasi sitotrofoblas dan amnion disebut mesoderm. ekscraembrional somatopleural, sedangkan yang menutupi kantung kuning telur dikenal sebagai mesoderm ekstraembrional splanknopleural* Trofoblas ditandai dengan munculnya struktur-sccuktur villi, Sel-sel sitotrofoblas berproliferasi setempat dan menembus ke dalam sinsitiotrofoblas, sehingga membentuk silinder-silinder sel yang dikelilingi sinsicium. Silinder-silinder ini dikenal sebagai vili primer. Sementara itu hipoblas menghasilkan sel-sel lain yang bermigrasi ke sisi dalam selaput Embriogenesis Umum Janin 3 eksoselom. Sel-sel ini berproliferasi dan berangsur-angsur membentuk rongga baru di dalam rongga eksoselom. Rongga baru ini dikenal sebagai kantung kuning telur sekunder atau kantung kuning telur definitif. Sementara itu selom ekstraembrional meluas dan membentuk sebuah tongga besar yang dikenal sebagai rongga korion. Mesoderm ekscraembrional yang melapisi permukaan dalam sitotrofoblas kemudian disebut sebagai lempeng korion* Menjelang akhir minggu kedua, cakram mudigah terdiri atas dua cakram sel yang saling berhadepan yaitu epiblas yang membentuk lantai rongga amnion, dan hipoblas yang membentuk atap kuning telur sekunder, Di daerah kepalanya, caktam hipoblas memperliharkan sedikit pencbatan, dikenal sebagai lempeng prekordal, Ini adalah sel roraks yang melekat erat pada cakram epiblas di atasnya. Perkembangan minggu ke tiga Perisciwa paling khas dalam minggu ke tiga adalah gastrulasi, yaitu proses yang inembentuk ketiga lapisan germinal pada embrio. Gastrulasi dimulai dengan pembencukan primitive streak {garis primitif) pada permukean epiblas. Mula-mula batas garis ini samat-samar, tetapi pada mudigah 15 -16 hari garis ini jelas cerlihae sebagai alur sempit dengan sedikit penonjolan pada kedua tepinya, Pada ujung kepata dari primitive streak terdapat nodus primitive, Di daerah nodus dan garis ini sel-sel epiblas bergerak masuk (invaginasi) membencuk lapisan sel-sel baru yaitu endoderm dan mesoderm. Sel mesoderm intraembrional bermigrasi di antara dua lapisan mudigah lainnya sampai terbentuk hubungan dengan mesoderm ekstraembrional yang membungkus kancung kuning telur dan amnion. Sel-sel prenotokord yang bergerak masuk didalam lubang primitif, bergerak ke depan hingga mencapai lempeng prekordal. Mereka menempatkan diri dalam endoderm sebagai Iempeng notokord. Pada perkembangan selanjutnya lempeng ini mengelupas dari endoderm, dan terbencuklah sebuah tali padat, yaitu notokord. Notokord membentuk sumbu tengah yang akan menjadi dasar bagi kerangka sumbu badan. Karena itu pada akhir minggu ke tiga terbentuklah tiga lapisan mudigah, yang terdiri dari ektoderm, mesoclerm dan endoderm, dan diferensiasi jaringan dimulai.!24 Pada saat yang sama, trofoblas dengan cepat berkembang. Vili primer sudah memiliki inti mesenkim tempat munculnya pembuluh-pembuluh kapiler kecil. Kerika kapiler vili ini berhubungan dengan kapiler di dalam lempeng korion dan tangkai penghubung, sistem vili tersebut sudah siap memasok zat-zae makanan dan oksigen kepada mudigah. Pada perkembangan minggu ke tiga hingga ke delapan, terdapac suatu periode yang dikenal sebagai masa embriogenik atau masa organogenesis, di mana masing-masing lapisan dari ketiga lapisan mudigah membentuk banyak jaringan dan organ yang spesifik. Derivat Japisan mudigah ektoderm Ektoderm yang terletak di atas notokord menebal membentuk tempeng saraf. Sel-sel lempeng saraf membentuk neurocktoderm, dan induksi pembentukan neuroekeoderm ini merupakan peristiwa awal dalam proses neurulasi.# Proses induksi ini bersifac kompleks dan memerlukan perangsangan suacu jaringan atau sekelompok sel yang responsif oleh suatu jaringan penginduksi, dalam hal ini epiblas 4 Buku Ajar Neonatologi oleh nocokord. Motekul-molekul pemberi sinyal tampaknya termasuk anggota keluarga fakcor percumbuhan pengubah bentuk B (TGE-B), yang mencakup aktivin, dan faktor- faktor pertumbuhan fibroblast (FGF). Begitu induksi terjadi, lempeng sataf yang memanjang dan berbentuk mirip "sandal" berangsuc-angsur meluas menuju gatis primitif. Pada akhir minggu ketiga, tepi-tepi lateral lempeng saraf terangkat naik membentuk lipat-lipat saraf. Perlahan-lahan, kedua lipat saraf saling mendekat ke garis rengah, tempat mereka menyaru. Penyatuan ini mulai di daerah bakal ieher (somit ke empat) seria berjalan menuju kepala dan kaudal, sehingga terbentuk tuba neuralis. Sampai penyatuan selesai, ujung kaudal dan kepala tuba neuralis masih berhubungan dengan rongga amnion masing-masing melalui neuroporus kranial dan kaudal. Penutupan neuroporus kranial terjadi kira-kira pada hart ke 25 (tingkat 18 sampai 20 somit), sedangkan neutopotus posterior menutup pada hari ke 27 (tingkat 25 somit). Secara umum dapat dikatakan bahwa lapisan mudigah ekroderm membentuk organ dan bangunan yang memelihara hubungan antara dunia luar yaitu sistem saaf pusat, siscem saraf tepi, epitel sensorik celinga, hidung dan mata, serta epidermis termasuk rambur dan kuku. Selain itu, lapisan ini juga membentuk kelenjat-kelenjar bawah kulit, kelenjar maminae, kelenjar hipofisis, serta email gigi.” Derivat lapisan mudigah mesoderm Mula-mula sel-sel dan lapisan mudigah mesoderm membencuk sebuah fembaran tipis jaringan Jongger pada kanan kiri garis rengah. Menjelang hari ke-17, sebagian sel yang berada di dekat garis cengah berproliferasi dan membentuk lempeng jaringan yang tebal, disebut mesoderm paraksial. Di bagian laceral, lapisan mesoderm terap tipis dan disebut sebagai lempeng lateral. Jarigan ini kemudian terpecah menjadi dua lapisan yaicu lapisan yang bersambungan dengan mesoderm yang membungkus amnion disebut lapisan mesoderm, somatik atau paciecal, dan yang bersambungan dengan mesoderm pembungkus kancung kuning telur disebut lapisan mesoderm splanknik atau viseral. Kedua lapisan ini membatati congga selom inrraembrional, yang berhubungan dengan selom ekstraembrional. Mesodenm incermediar menghubungkan mesoderm paraksial dan mesoderm lempeng lateral. Pada awal minggu ke tiga, mesoderm paraksial cersusun dalam segmen-segmen yang disebur dengan somitomer. Pertama terlihat di leher mudigah dan berjalan ke sefalokaudal. Somicomer terdiri dari sel-sel mesoderm, Di daerah kepala, jika dikaitkan dengan segmentasi lempeng saraf, membencuk neuromer dan mesenkim kepala. Dari oksipital ke arab kaudal, somitomer terorganisasi menjadi somit percama yang muncul di servikal embrio pada umuc kira-kira 20 hari. Somit terlihat berurutan dengan kecepatan kira-kira tiga pasang/hari. Pada akhir minggu kelima ada 42-44 pasang somic. Umur mudigah biasanya dinyatakan dalam jumlah jumlah somic."? Diferensiasi somit Pada awal minggu ke empat, sel-sel yang membentuk dinding ventral dan medial somit kchilangan organisasinya yang kompak, menjadi polimorf, dan bergeser posisinya sehingga mengelilingi notokotd (korda dorsalis), disebut sklerotom. Sklerotom membencuk mesenkim Embriogenesis Umum Janin 5 yang akan mengelilingi sumsum tulang belakang dan korda dorsalis yang membentuk kolumna vertebralis. Dinding dorsal somie yang tertinggal dinamakan dermomiotom, membentuk sebuah lapisan sel baru. Sel-sel ini merupakan miorom dan setiap miotom mempersiapkan ocot- ofot untuk segmennya sendiri. Setelah sel-sel dermomiotom membentuk miotom, mareka kehilangan sifat-sifac epicelnya dan menyebar di bawah ektoderrm. Di sini sel-sel iru membencuk deymis dan jaringan subkutan di kulic® Derivat lapisan mudigah endoderm Saluran pencernaan merupakan sistem organ utama yang berasal dari lapisan mudigah endoderm. Pembentukannya sangat tergantung pada pelipatan mudigah dengan arah sefalokaudal dan lateral. Pelipatan sefalokaudal cerucama disebabkan oleh pertumbuhan memanjang sistem saraf pusat yang cepat, sementara pelipatan melincang atau laceral cimbul karena pembentukan somit-somit yang tumbuh dengan cepat. Pembentukan usus’ yang menyerupai tabung merupakan kejadian yang pasif dan merupakan penyusupan dan pencakupan bagian kancung kuning telur yang dilapisi endoderm ke dalam rongga cubuh. Selama itu hubungan antara mudigah dan kantung kuning telur yang mulanya lebar menyempit menjadi saluran yang sempit dan panjang disebut duktus vitellinus. Lapisan mudigah endoderm menutupi permukaan ventral embrio dan membentuk kantung kuning celur. Selanjutnya, dengan berkembang dan rumbuhnya gelembung otak, cakram mudigah tersebut mulai menonjol ke dalam rongga amnion dan melipat ke arah sefalo-kaudal. Pelipatan ini paling menonjol di daerah kepala dan ekor, di tempat terbentuknya lipatan kepala dan liparan ekor Akibat pelipatan sefalo-kaudal, rongga yang dilapisi endoderm dan dicakup ke dalam tubuh mudigah makin lama makin besar. Pada bagian anterior, endoderm membencuk usus depan; di daerah ckor, membentuk usus belakang, Bagian di antara usus depan dan usus belakang disebut usus tengah. Untuk sementara, usus tengah berhubungan dengan kantung kuning telur melalui sebuah tangkai lebar, yaitu dukeus omfalomesenterikus atau vicellinus. Pada ujung kepalanya, usus depan untuk semencara dibatasi oleh lempeng prokordal, suatu selaput ektoderm-endoderm yang disebut dengan membran bukofaringeal, Pada akhir minggu ke tiga, membran bukofaringeal pecah, sehingga cerbenruk hubungan terbuka antara rongga amnion dan usus primitif Usus belakang uncuk sementara juga berujung pada sebuah selaput ektoderm-endoderm yang disebut membran kloaka. Akibat perrumbuhan cepac somic, cakram mudigah yang pada mulanya rata, mulai melipat kearah lateral dan mudigah menjadi berbentuk bulat. Bersamaan dengan itu, terbentuk dinding badan ventral mudigah, kecualt di sebagina Kecil daeal vensral perut tempat tangkai kuning telur berhubungan.* Meskipun usus depan dan usus belakang terbentuk, sebagai hasil dari pembencukan lipat kepala dan lipat ekor, usus tengah tetap berhubungan dengan kantung kuning telur. Awalnya hubungan ini lebar, tetapi karena terjadi pelipatan lateral, hubungan ini menjadi Panjang dan sempit, hingga membencuk duktus vitellinus. Lama sesudah itu, ketika duktus 6 Buku Ajar Neonatologi vitellinus mengalami obliterasi, usus tengah kehilangan hubungannya dengan rongga asal yang dilapist endoderm dan akhirnya kedudukannya menjadi bebas di rongga perut. Akibat lain dari pelipatan sefalo-kaudal dan lateral adalah pencakupan sebagian allancois ke dalam cubuh mudigah, di tempat terbentuknya kloaka. Bagian distal allantois tetap di dalam cangkai penghubung. Pada minggu ke lima, tangkai kantung kuning elur dan tangkai penghubung bersatu membentuk tali pusat. Lapisan mudigah endoderm mula-mula membencuk epitel yang melapisi usus primitif dan bagian-bagian allantois yang cerdapat di intraembrional dan duktus vitellinus. Dalam perkembangan selanjucnya, fapisan ini menghasilkan lapisan epitel saluran pernafasan, parenkim tiroid, kelenjar paratiroid, hati, pankreas; stroma retikuler tonsil dan timus; lapisan epitel kandung kemih dan urethra; serta fapisan epicel kavum timpani dan tuba euscachii. Pada bulan ke dua perkembangan, jumlah somit sudah sulic dihitung, umur mudigah kemudian dicetapkan melalui panjang puncak kepala-bokong (PBB) dan dinyatakan dalam millimeter. Masa janin ({bulan ke tiga hingga lahir) Masa yang dimulai dari awal bulan ke ciga hingga akhir kehidupan dalam rahim dikenal sebagai masa janin. Masa ini dirandai dengan penyempurnaan jaringan dan organ serra pertumbuhan tubuh yang cepat. Beberapa kelainan bisa timbul pada masa ini seperti cacat yang disebabkan oleh gaya mekanik seperti kompresi intra uterus bisa cerjadi. Demikian juga gangguan pada pembentukan sistem saraf pusat bisa mengakibarkan gangguan perilaku pasca natal dan kecerdasan. Salah sacu keadazan paling mencolok selama masa janin adatah percumbuban kepala yang relatif lebih lambat dibandingkan bagian cubuh lainnya, Pada permulaan bulan ke tiga, kepala kira-kita setengah dari puncak kepala bokong. Menjelang permulaan bulan ke lima kuran kepala kira-kita sepertiga puncak kepala tumit. Pada saat lahir kira-kira seperempac puncak kepala tumit. Karena icu sesuai dengan berlalunya waktu, percumbuhan badan berrambah cepat tetapi pertumbulian kepala menjadi lebih lambac.2 Malformasi kongenital Malformasi kongenital, anomali kongenital, dan cacat lahir adalah istilah yang sama maknanya, digunakan untuk menerangkan kelainan struktural, perilaku faal dan kelainan metabolik pada waktu fahic, Cacat straktural kongenital yang besar rerjadi pada 2-3% bayi lahir bidup, dan 2-3% lainnya dikenali pada anak-anak pada umur 5 tahun sehingga cotalnya 4-6%. Cacar lahir merupakan penyebab besar kematian bayi yaitu kira-kira 21% dari sernua kematian bayi.! Pada 40-60% cacatlahir, penyebabnya tidak dikerahui. Faktor genetik seperti kelainan kromosom dan gen-gen mutan menerangkan sekirar 15%, faktor lingkungan menghasilkan kira-kira 10%, sehingga gabungan pengaruh genetik dan lingkungan menghasilkan 20-25% kehamilan kembar menyebabkan 0.5-1% cacat labic Embriogenesis Umum Janin 7 Beberapa jenis anomali pada janin yaitu : 1. Malformasi, terjadi sclama pembentukan strukeur, yaitu pada saat organogenesis. Cacat ini bisa berupa hilangnya sebagian atau semua struktur organ, atau berupa perubahan dari konfigurasi normal. Malformasi disebabkan oleh faktor lingkungan dan acau genetik yang bekerja sendiri-sendiri atau bersama-sama, Kebanyakan malformasi berawal dati minggu ketigs hingga kedelapan kehamilan. 2. Disrupsi, menyebabkan perubahan morfologi scruktur organ setelah pembentukannya, disebabkan oleh proses-proses yang merusak. Kecelakaan pada pembuluh darah yang menyebabkan atresia usus atau cacat yang ditimbulkan oleh pita amnion adalah contoh dati disrupsi. 3. Deformasi disebabkan oleh gaya mekanik yang mencetak sebagian janin dalam jangke waktu lama. Talipes Karena kompresi di rongga amnion adalah salah sacu contahaya. Deformasi sering mengenai sistem rangka otot dan bisa pulih kembali setelal lahir, Penyebab cacat kongenital Infeksi intra uterin : Rubella Virus rubella dapat menyebabkan malformasi pada mata (katarak dan mikroftalmia); telinga bagian dalam (tuli kongenital karena kerusakan ofgan korti) serta jantung (duktus arteriosus persisten datrkebocoran sekat atrium dan ventrikel). Virus ini bisa pula menyebabkan kerusakan otak dan keterbelakangan mental. Virus rubella juga menyebabkan keverlambatan pertumbuhan janin di dalam rahim, kerusakan miokardium dan cacat vaskular Jenis kelainannya ditentukan oleh tingkat petkembangan janin pada saat terjadinya infeksi, misalnya katarak timbul jika infeksi terjadi pada kehamilan minggu ke enam, sedangkan ketulian terjadi akibat infeksi pada minggu ke sembilan. Kelainan jancung terjadi karena infeksi pada minggu ke lima hingga ke sepulub, dan kelainan susunan saraf pusat terjadi karena infeksi pada trimester ke dua. Dalam dekade terakhir ini telah terjadi dua kemajuan yang sangat penting. Kini telah cersedia ujilaboratorium yang memungkinkan vitus ditemukan didalam darah penderita serta pemeriksaan kadar antibodi dalam serum. Uji ini bermanfaac untuk menentukan apakah penderita kebal schingga tidak perlu khawatir terserang infeksi rubella selama kehamilan. Penyelidikan epidemiologi terhadap 600 orang wanita memperlihatkan hahwa 85% subyek mempunyai kekebalar, terhadap rubella. Kemajuan penting kedua adalah penemuan balwa virus menginfeksi janin melalui plasenta dan bahwa infeksi tersebuc dapac berlangsung hingga setelah lahir selamia beberapa bulan atau beberapa tahun. Vaksin yang amen dan efektif untuk rubella akhit-alchir ini telah dikembangkan daw telah diberikané Sitomegalovirus Sitomegalovirus telah dipastikan dapat menyebabkan malformasi dan infeksi janin kronis, yang terus berlangsung sampai setelah lahir. Gejala ucama infeksi virus ini adalah mikrosefali, perkapuran otak, kebutaan, korioretinitis, hepatosplenomegali, kern ikcerus dan banyak 8 Buku Ajar Neonatologi perdarahan kecil (petekie). Penyakit ini sesing mematikan apabila menyerang mudigah atau janin, cetapi apabila penderita dapat hidup terus meningensefalicis dapat menyebabkan keterbelakangan mental. Toksoplasmosis Infeksi parasit protozoa Toxoplasma gondii pada ibu yang didapatkan dari memakan daging kurang marang, binatang peliharaan (kucing) serta tanah yang tercemar tinja, telah terbukei menimbulkan cacat kongenital. Anak yang terserang dapat mengalami kalsfikasi otak, hidrosefalus acau kererbelakangan mental Sulicmemberikan gambaran pasti rencanginsiden kecacatan yang disebabkan oleh roksoplasmosis, karena seperti halnya sitomegalovirus penvakie ini biasanya tidak dikenali pada wanita-wanita hamil. B. Faktor kromosom dan genetik Kelainan kromosom seperti kelainan jumlah atau susunan, merupakan penyebab penting malformasi kongenital serta abortus spontan. Diperkirakan 50% dari semua konsepsi berakhir dengan abortus spontan dan 50% dari abortus ini mempunyai kelainan kromosom berat. Jadi kira-kira 25% dari semua konsepcus mengalami cacat kromosom. Kelainan pada sistem saraf pusat Sistem saraf pusat (SSP) tampak pada perraulaan minggu ke tiga sebagai lempeng penebalan ektoderm yang berbenruk seperti sandal. Lempeng ini terletak di daerah dorsal tengah, di depan lubang primitif. Pinggir lateral lempeng ini segera meninggi membentuk lipatan- lipatan saraf. Sebagian besar cacat medula spinalis disebabkan oleh kelainan penutupan lipatan saraf pada minggu ke 3 dan ke 4 perkembangan. Kelainan yang dihasilkannya dikenal sebagai cacat tabung saraf (neural ube defect) yang juga melibatkan meningen, vertebrae, otot-otot dan kulit. Spina bifida yang berarti terbelahnya arcus vertebrae bisa melibatkan jaringan saraf dibawahnya atau tidak, Angka kejadian cacat tabung saraf kira-kira 1 dalam 100, tetapi bervariasi pada populasi yang berbeda. Spina bifida dapat didiagnosis prenatal dengan ultrasonografi dan dengan menetapkan kadar a fetoprotein (AFP) di dalam serum ibu dan cairan amnion. Vertebra dapat dilihat pada kehamilan 12 minggu, dan cacat penutupan lengkung vertebra dapat dideteksi. Meningokel, meningoensefalokel, meningohidroensefalokel, semuanya disebabkan oleh cacat penulangan pada tulang tengkorak. Tulang yang sering terkena adalah pats skuamosa osis oksipitalis yang dapac sebagian atau seluruhnya tidak terbencuk. Apabila lubang os oksipical kecil hanya selaput otak yang menonjol melaluinya (meningokel) cecapi bila lubangnya besar bagian ocak dan bahkan venrrikel dapar menerobos melalui lubang itu memasuki kantong selaput otak. Dua cacat ini masing-masing dikenal sebagai meningoensefalokel dan meningohidroensefalekel. Hidrosefalus ditandai dengan pengumpulan cairan otak abnormal di dalam susunan sistem yentrikel. Sebagian besar kasus hidrosefalus pada bayi baru lahir disebabkan oleh Embriogenesis Umum Janin 9 penyumbatan aqueductus Sylvii (stenosis aqueductus). Hal ini menghalangi cairan serebrospinalis yang ada di dalam ventrikel lateral dan ventrikel 3 mengalir memasuki ventrikel 4 untuk selanjutnya menuju ke ruang subarakhnoid dan direabsorbsi. Akibatnya cairan menumpuk di ventrikel lateral dan memberikan cekanan pada otak dan tulang tengkorak. Karena sutura-sutura kranialis belum menyatu, ruang-tuang diantaranya melebar sehingga kepala menjadi membesar.® Ringkasan Berdasarkan ilmu religi/agama dan ilmu kedokteran/kesehatan, adalah sangar penting untuk mempelajari dan mengetahui embrialogi janin khususnya manusia. Dengan mengetahui embrioiogi janin, akan dapat diikuti percumbuhan dan perkembangan janin intrauterin, apakah janin akan tumbuh dan berkembang secara normal dan optimal ataukah akan mengalami malformasi, anomali kongenital yang berupa cacar lahir sebagai akibat dari kelainan struktural, perilaku faal dan kelainan metabolik yang disebabkan oleh gangguan faktor genetik yaitu adanya proses malformasi, desrupsi, dan deformasi. Di samping itu faktor lingkungan seperti terinfeksinya ibu selama kehamilan, defisiensi nutrisi dan pengaruh obar-obatan akan berdampak cacar kongenital. Semua gangguan cersebut di atas akan berdampak serius cerhadap kelangsungan hidup janin yang dapat berakhir dengan abortus, lahir mati maupun lahir hidup cerapi dengan kualitas hidup yang buruk/rendah, Daftar pustaka 1. Sadler TW. Langman's medical embryology. Edisi ke-10. Baltimore: Lippincott Williams & ‘Wilkins; 2006. 2. Goldman AS, Prabhakar BS, Embriology overview. Diunduh dari URL Medmicro: embryology @www.medmicro.org; 2007. 3. Cunninghara FG, Levenu KI, Bloom SL, Hauth JC, Gilserap LC, Wenstrom KD. Fetal growls and development . Dalam: Williams’ Obstetrics. Edisi ke-22. New York: McGrawHill, 2005. 33-40. 4. Dileo GM. Anatomy of fetus: The Placenta. 1996 through 2006. Diunduh dari URL :hup:/Avwur baby zonecom. 5. Crosignani PG, Mishell DR. Ovulacion in the human. London: Academic Press; 1990. 6. Bianchi DW, Crombleholme TM, D’ Alton ME. Ferology diagnosis and managemenc of the fetal patient. New York: McGraw Hill; 2000. 7. Creasy RK, Resnik R, Iams JD. Normal early development. Dalam; Maternal fetal medicine principles and practice. Edisi ke-5. Pennsylvania: Elsevier Health Sciences; 2003. 8. Robert R, Pilu G, Jeanty P Ghidini A, Hibbins J. Prenatal diagnosis of congenital anomalies. California: Appleton and Lange; 1988. 10 Buku Ajar Neonatologi BAB II KLASIFIKASI BAY! MENURUT BERAT LAHIR DAN MASA GESTASI Sylviati M Damanik Pendahuluan Berat badan merupakan salah satu indikator kesehatan bayi baru lahir, Rerata berat bayi normal (usia gescasi 37 s.d 41 minggu) adalah 3200 gram (7 bs). Secara umum, bayi berat labir rendah dan bayi dengan berac berlebih (2 3800 gram) lebih besar risikonya untuk mengalami masalah. Masa gestasi juga merupakan indikasi kesejahteraan bayi baru lahir karena semakin cukup masa gestasi semakin baik kesejahteraan bayi. Konsep bayi berat lahie rendah tidak sinonim dengan prematuritas telah diterima secara luas pada akbic tahun [960-an. Tidak semua BBL yang memiliki berat labic kurang dari 2500 gram lahir BKB, Demikian pula tidak semua BBL dengan berat lahir lebih dari 2500 gram lahir aterm. Dokumencasi fenomena penelitian oleh Gruenwald (1960), menunjukkan bahwa seperciga bayi berat lair rendah sebenarnya adalah bayi acerm,' Hubungan antara umur kehamilan dengan berat lahir mencerminkan kecukupan pertumbuhan intrauterin. Penencuan hubungan ini akan mempermudah antisipasi morbiditas dan mortalicas selanjutnya. Hubungan antara berat labir dan atau umur kehamilan juga sangat membancu dalam meramalkan masalah klinis BBL, sehingga American Academy of Pediatrics, Committe on Fetus and Newbom menyarankan agar semua bayi lahirdiklasifikasikan dengan cara ini.’ Identifikasi antenatal rerhadap penyimpangan percumbuban intrauterin mempermudah perencanaan persalinan dan resusitasi neonatal jika diperlukan. Kepentingan klinis klasifikasi BBL menurut umur kehamilan dan berat lahir berawal dari fakta bahwa baik bayi yang mengalami gagal cumbuh maupun makrosomia dengan umur kehamilan dan berat lahimya berbeda, mempunyai masalah klinis yang serupa yaitu, gangguan perkembangan fisik, gangguan perkembangan mental dan neurotogik, peningkacan insiden kelainan kongeniral, serta gangguan beberapa paramecer metaboli terucama keseimbangan glukosa? Penentuan umur kehamilan bisa dilakukan mulai dari antenatal sampai setelah persalinan. Pada masa antenatal ditentukan dengan cara sederhana yaitu dengan menghitung Hari Pertama Haid Terakbir (HPHT) dan kejadian-kejadian selama kehamilan yang pencing. Grafik pertumbuban rechadap usia kehamilan digunakan untuk menencukan apakah berat badan lahir bayi sesuai untuk usia kehamilan atau tidak. Setelah persalinan, penencuan umur kehamilan dilakukan dengan pemeriksaan. Bagian dari pemeriksaan ini Kiasifikasi Bayi menurut Berat Lahir dan Masa Gestasi u didasarkan pada kriteria perkembangan saraf yang spesifik serca berbagai sifat fisik luar yang rerus-menerus berubsh seiring dengan berlanjurnya kehamilan. Bagian dari pemeriksaan ini dan kemaknaannya dikembangkan dan diuraikan oleh beberapa peneliti, diantaranya Dubowitz, Usher, dan Farr. Penerapan klinis yang praktis dan dapat dipercaya digambarkan oleh Dubowita dkk, pada tahun 1970 dan dengan cepat diterima dunia. Selanjurnya, modifikasi Dubowitz yang disederhanakan tecapi dengan akurasi yang hampir sama untuk memperkirakan umur kehamilan secara klinis di laporkan oleh Ballard dkk.* Menurut hubungan berat labir/unur kebamilan, berat bayi baru lahir dapat dikelompokkan menjadi: Sesuai Masa Kehamilan (SMX), Kecil Masa Kehamilan (KMK), dan Besar Masa Kehamilan (BMX), dengan cara yang sama berdasarkan umur kehamilan saja bayi-bayi dapat digolongkan menjadi bayi kurang bulan, cukup bulan atau lebih bulan. Klasifikasi Klasifikasi menuruc berat lahir yaitu : L. Bayi Berat Lahir Rendah 2. Bayi Beral Lahir Cukup Normal 3. Bayi Beral Lahir Lebih Klasifikasi menurut masa gestasi atau umur kehamilan yairu: 1. Bayi Kurang Bulan 2. Bayi Cukup Bulan 3, Bayi Lebih Bulan Definisi Masa gestasi atau umur kehamilan : Masa sejak terjadinya konsepsi sampai dengan saat kelahiran, dihitung dari hari pertama haid terakhir. Berat labir : Berar bayi yang ditimbang dalam waktu 1 jam percama serelak lahit. Pengukuran ini dilakukan di tempacfasilitas (Ramah Sakit, Puskemas dan Polindes), sedang bayi yong Jahir di rumah wakeu pengukuran berat badan dapat dilakukan dalam wakeu 24 jam. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) : Bayi yang dilahirkan dengan berat lahir < 2500 gram tanpa memandang masa gestasi Bayi Berat Lahir Cukup/Normal : Bayi yang dilahirkan dengan berat lahir > 2500 - 4000 grain Bayi Berat Lahir Lebih + Bayi yang dilahirkan dengan berat lahir > 4000 gram 12 Buku Ajar Neonatologi Bayi Kurang Bulan (BKB): Bayi dilahirkan dengan masa gestasi < 37 minggu (< 259 hari) Bayi Cukup Bulan (BCB): Bayi dilahirkan dengan masa gestasi ancara 37-42 minggu (259 - 293 hati) Bayi Lebih Bulan (BLB): Bayi dilahirkan dengan masa gestasi > 42 minggu (294 hari Bayi Kecil Untuk Masa Kchamilan disebut juga “Small for gestational age/SGA" Bayi dilahirkan dengan berat lahir (< 10 persentil) menurut grafik Lubchenco Bayi Besar Untuk Masa Kehamilan disebut juga “Large for gestational age/LGA" Bayi yang dilahirkan dengan berat lahie > 10 persentil menurut grafik Lubcheaco. Masalah Masalal lebih seting dijumpai pada Bayi Kurang Bulan dan BBLR dibanding dengan Bayi Cukup Bulan dan Bayi Berat Lahir Normal . Bayi kurang bulan sering nempunyai masalah sebagai berikut 1. Ketidakstabilan suhu BKB memiliki kesulitan untuk mempertahankan subi eubub akibac: * Peningkatan hilangnya panas + Kurangnya lemak sub kutan + Rasio luas permukaan cerhadap berat badan yang besar * Produksi panas berkurang akibat lemak coklat yang tidak memadai dan ketidakmampuan untuk menggigil 2. Kesulitan pernapasan + Defisiensi surfaktan paru yang mengarah ke PMH (Penyakit Membran Hialin) + Risiko aspirasi akibat belum terkoordinasinya refleks batuk, refleks menghisap dan refleks menelan + Thoraks yang dapat menekuk dan otot pembantu respirasi yang lemah + Pernafasan yang periodik dan apnea 3. Kelainan gastrointestinal dan nuteisi + Refleks isap dan telan yang buruk terutama sebelum 34 minggu + Motilitas usus yang menurun + Pengosongan lambung tertunda + Pencernaan dan absorpsi vitamin yang larut dalam lemak kurang + Defisiensi enzim laktase pada brush border sus + Menurunnya cadangan kalsium, fosfor, protein dan zat besi dalam tobuh, + Meningkatnya risiko EKN (Enterokolitis nekrotikans) Klasifikasi Bayi menurut Berat Lahir dan Masa Gestasi . 13 4. Imaturitas hati + Konyugasi dan ekskesi bilirubin terganggu + Defisiensi faktor pembekuan yang bergancung pada vitamin K 5. Imaturitas ginjal + Ketidakmampuan untuk mengekskresi solute load besar + Akumulasi asam anorganik dengan asidosis metabolik + Ketidakseimbangan elektrolit, misalnya hiponatremia atau hipernacremia, hiperkalemia acau glikosuria ginjal 6. Imaturitas imunologis Risiko infeksi tinggi akibat: + Tidak banyak transfer IgG maternal melalui plasenta selama trimester ke tiga + Fagositosis tergangeu + Penurunan faktor komplemen 7. Kelainan neurologis + Refleks isep dan telan yang imacur + Penurunan motilias usus + Apnea dan bradikatdia berulang + Perdarahan intraventrikel dan leukomalasia periventrikel + Pengaturan perfusi serebral yang buruk + Hypoxic ischemic encephalopathy (HIE) + Retinopati prematuritas + Kejang © Hipotonia 8 Kelainan kardiovaskuler + Patent ductus arteriosus (PDA) merupakan hal yang umum ditemui pada bayi BKB + Hipotensi atau hipercensi 9. Kelainan hematologis + Anemia (onsee dini atau lanjut) + Hiperbilirubinemia + Disseminated ineravaskular coagulation (DIC) + Hemorrhagic disease of the newborn (HDN) 10. Metabolisme + Hipokalsemia + Hipoglikemia atau hiperglikemia Patofisiologi gangguan pertumbuhan intrauterin Terdapar banyak penycbab gangguan pertumbuhan intrauterin, yang disebut juga Intra Uterine Growth Retardation (IUGR) dan efeknya terhadap janin bervariasi sesuai dengan cara dan lama terpapor serta tahap percumbuhan janin saat penyebab tersebut terjadi. Walaupun 14 Buku Ajar Neonatoiogi setiap organ dapat dipengaruhi oleh gangguan pertumbuhan intrauterin, efeknya pada tiap organ tidak sama. Jika gangguan pertumbuhan terjadi pada akhir kehamilan, pertumbuhan jantung, otak, dan tulang rangka tampak paling sedikit terpengaruh, sedangkan ukuran hati, impa dan timus sangat berkurang.** Keadaan Klinis ini disebut gangguan percumbuhan asimetri dan biasa terjadi pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh wanita penderica hipertensi kehamilan (preeklampsia). Sebaliknya, jika gangguan terjadi pada awal kchamilan (30% semua bayi KMK) tampak pertumbuhan ocak dan rulang rangka pun terganggu. Keadaan kiinis ini disebuc gangguan pertumbuhan simetri dan seringkali berkaitan dengan hasil akhir perkembangan syaraf yang buruk.? Penyebab gangguan pertumbuhan intrauterin yang paling akhir ditemukan adalah penyalahgunaan kokain selama kehamilan.*® Qbat dengan muda masuk plasenta schingga konsentrasinya dalam darah janin sama dengan konsentrasi ibu. Kokain adalah suacu stimulan sistem syaraf pusat (SSP) dan menghambac konduksi saraf perifer. Konduksi saraf perifer yang rerbatas diakibatkan oleh hambatan pengambilan kembali neurotransmitter seperti noradrenalin dan dopamine, sehingga konsentrasi neurotransmitter ini dalam serum meningkat dan menyebabkan vasokonstriksi, takikardia serta hipertensi baik pada ibu maupun janin, Efek berbahaya kokain cerhadap kehamilan yang melipuci tingginya tingkat aborsi pada trimester pertama, solusio plasenra, dan prematuritas, merupakan akibat kenaikan konsentrasi bahan-bahan neurocransmirter Bersainaandengan vasokonstriksi fecomaternal yangmenyelurub, terjadivasokoncriksi hebar lapisan ureroplasenta, Hat ini membatasi penyediaan oksigen dan nutrisi bagi janin. Akibarnya adalah tingkac gangguan pertumbuhan janin intrauterin ((IUGR) lebih tingei, lingkar kepala lebih kecil (tnikrosefali), dan panjang badan kurang diantara bayi-bayi dari ibu pecandu kokain dibandingkan bayi-bayi dari ibu bebas obae. Tabel 2.1 Distribusi Penyebab Bayi Kecil uncuk Masa Kehamilan (KMK) Penyebab Persentase Variasi normal 10 Kelainan kromasom dan kelainan kongenital fain 10 Infeksi (bu dan janin) Keadaan ucerus burak <5 Defek plasenca dan cali pusat 1 Penyakit vaskular [bu (termasuk diaberes dan penyakic 2 jantung) 35 (Ohat dan merokok 3 Lain-lain, 32 ‘Sumber: Klaus HM, Fanaroff A® Bayi dengan pertumbuhan intrauterin berlebihan dengan berat lahicnya melampaui persencil ke 90 untuk umur kehamilan (BMK), juga menggambarkan kelompok yang heterogen berkenaan dengan umur kehamilan dan etiologi. Sebagian adalah bayi-bayi yang memang berukuran besat karena keturunan, sedangkan sebagian lain merupakan hasil percumbuhan intrauterin yang berlebihan dan bersifac patologis. Klasifikasi Bayi menurut Berat Lahir dan Masa Gestasi 15 Plasenta Pada pertumbuhan intrauterin normal, pertambahan berar plasenta sejalan dengan pertambahan berat janin, tetapi walaupun untuk cerjadinya bayi besar dibutuhkan plasenta yang besar, tidak demikian sebaliknya. Namun demikian, berat lahir memiliki hubungan yang berarti dengan berat plasenta. Berat lahir juga berhuhungan secara berarti dengan luas permukaan villus plasenca. Aliran darah uterus, juga transfer oksigen dan nutrisi plasenta dapat berubah pada berbagai penyakit vaskular yang diderita ibu. Disfungsi plasenta yang terjadi sering berakibat gangguan percumbuhan janin, Dua puluh lima sampai tiga puluh persen kasus gangguan pertumbuhan janin dianggap sebagai hasil penurunan aliran darah uteroplasenta pada kehamilan dengan komplikasi penyakit vaskular ibu. Keadaan klinis yang melibatkan aliran darah plasenta yang buruk meliputi kehamilan ganda, penyalah-gunaan obat, penyakic vaskular (hipertensi dalam kehamilan atau kronik), penyakit ginjal, penyakit infeksi (TORCH), insersi plasenta umbilikus yang abnorinal, dan tumor vaskular. Malnutrisi ‘Ada dua variabel bebas yang diketahui mempengaruhi pertumbuhan janin, yaitu berat ibu sebelum hamil dan pertambahan berat ibu selama hamil.'? Ibu dengan berat badan kurang seringkali melahirkan bayi yang berukuran lebih kecil daripada yang dilahirkan ibu dengan berat normal atau berlebihan. Selama embriogenesis starus nutrisi ibu memiliki efek kecil rerhadap pertumbuhan janin. Hal ini karena kebanyakan wanica memiliki cukup simpanan nutrisi untuk embrio yang cumbuh lambat. Meskipun demikian, pada fase pertcumbuhan trimester keciga saat hipertrofi seller janin dimulai, kebutuhan nutrisi janin dapat melebihi persediaan ibu jika masukan nutrisi ibu rendah. Data upaya menekan kelahiran bayi berat lahir rendah dengan pemberian cambahan makanan kepada populasi berisiko tinggi (riwayat nutrisi buruk) menunjukkan bahwa kalori tambahan lebih berpengaruh terhadap peningkatan berat janin dibanding penambahan protein." Infeksi Infeksi virus tercentu berhubungan dengan gangguan pertumbuhsn janin, Wanira- wonita dengan status sosioekonomi rendah diketahui melshirkan bayi dengan gangguan pertumbuhan maupun bayi kecil di samping memiliki insidensi infeksi perinaral yang lebih tinggi. Bayi-bayi yang menderita infeksi rubella congenital dan sitomegalovirus (CMV) umumaya cerjadi gangguan pertumbuhan janin, tidak tergantung pada umor kehamilan saat mereka dilahirkan. Namun demikian, hubungan gengguan mental dengan infeksi tidak menunjukkan sebab dan akibae secara jelas 16 Buku Ajar Neonatologi Faktor-genetik Diperkirakan 40% dati seluruh variasi berat lahir berkaitan dengan kontribusi genetik ibu dan janin.” Wanita normal certencu memiliki kecenderungan untuk berulangkali melahirkan bayi KMK (tingkat pengulangan 25%-50%), dan kebanyakan wanita tersebuc dilahickan sebagai BBL KMK.” Demikian juga, wanita yang pernah melahirkan bayi besar memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk kembali melahirkan bayi besar, dan mereka sendiri cenderung berukuran besar pada saat lahir. Hubungan yang berarti antar berat lahir ibu dan janin berlaku pada semua ras. ‘Tabel 2.2 Perbandingan Masalah-masalah BBL KMK dan Imawr KMK Marr KMK Matur SMK Immarur KMK Immatur (simetri) (Asimetti) Perubahan berat awal Tarun 510%, Turun 5-10%, Turun 5-10%, Tarun $5%, kemudian naik kemudian naik: kemudian naik kemudian perlahan, pestahan perlahan, naik dengan, cepat Infeksi Kongenital + + + + Gangguan respizasi_—Penyakic membran Penyakit membran Tidak umum Sindrom ‘twalin, Ayalin, aspirasi kebocoran udara Sirkulasi janio + + 0 + persisten Serangan apnea Fett att 0 0 Polisitemia 0 0 + + Hiperbiliubinemin +44 +t + + Hipoglikemia + + + +++ Hipokalsemia + + + + Kelainan kongenical + + ? Perdarahan +++ +t + + Intrakranial Asftksia + + + + Percumbuban (linies) Normal Sub normal Sub normal Normal (beberapa (jarang mengejar akan mengejar peercumbuhan) pertunbuhannya) Gejalasisa perils ++ (hampir pada +++ ott sacat setiep BBLR) asfiksia berac) ‘Sumber: Farr V, Keridge D, Mitchel RY Penilaian a, Teknik Penilaian umur kehamilan antenatal ‘Ada berbagai cara penencuan umur kehamilan antenatal mulai dari cara sederhana yang celah digunakan dan cerus digunakan yaitu Hari Pertama Haid Tecakhir (HPHT) dan kejadian-kejadian selama kebamilan penting misalnya gerakan janin, muncutnya swara jantung janin, dan tinggi fundus. HPHT biasanya tidak jelas, dan kejadian-kejadian Klasifikasi Bayi menurut Berat Lahir dan Masa Gestasi 17 18 » Penilaian Umur kehamilan berdasarkan ci selama kehamilan biasanya tidak tercatat bila pasien cidak menjalani perawatan antenatal. Metode kebidanan yang paling umum digunakan untuk mengukur umur kehamilan adalah ukuran McDonald. Ukuran ini menggunakan tinggi fundus uteri dalam sentimeter di atas simfisis pubis. Penentuan umur kehamilan antenatal yang lebih mutakhir menggunakan serangkaian pemeriksaan ultrasonografi pada janin.’ . Teknik Penilaian umur kehamilan pasca persalinan Perjalanan klinis, masalah, dan hasil perawatan klinis bayi KMK, SMK, dan BMK berbeda. Demikian juga masalah bayi BKB berbeda dengan BBL cukup bulan dan lebih bulan. Dengan melakukan klasifikasi, maka antisipasi dapat dipermudah. Penentuan umur kehamilan secara akurat mungkin sulit dilakukan. Welaupun tanggal- tanggal yang dikecabui ibu mungkin berguna, keterangan tersebuc kadang-kadang membingungkan. Untuk menghindari ketergantungan pada informasi ibu, telah dikembangkan beberapa metode untuk memperkirakan umur kehamilan secara klinis berdasdrkan status perkembangan saraf bayi baru lahir. ‘Tiga ceknik pasca persalinan yang paling sering digunakan adalah : L. Penilaian ciri fisik Luar, 2. Evaluasi neurologis 3. Sistem nilai yang menggabungkan antara penilaian ciri fisik luar dan evaluasi neurologis. i fisik Luar Farr et al dan Usher eval mengindentifikasi ciri-cirifisik luar bayi baru lahir yang berubah progresif dengan pola teracur selama kehamilan. Parameter ini berupa berbagai macam, ciri fisik (tabel 3) dan meliputi elemen-elemen seperti perubahan lipatan celapak kaki dan perubahan bentuk serta kekakuan daun telinga (gambar | dan 2). Gambar 2.1 Aspek Plantar kaki bayi berdasarkan Umur kehamilan (8.36 mgg, 8. 38 mgg, C. 40 mgg). Sumber : Mclean F, Scoot K"” Buku Ajar Neonatologi Gambar 2.2 Perubahan bentuk dan kekakuan telinga berdasar Umur kehamilan (A. 36 mag; B. 40mgg). Sumber : Usher R, Mclean F Scoot K'7 ‘Tabel 2.3 Penilaian ciri fisik luar TANDA NILAr LUAR 0 r 2 3 4 Edema Edema nyata Tidak ada edema Tidak ada edema ditangan dan nyata cangan kaki; piting dan kaki, pitting edema pada edema pada tibia tibia “Tekstur kulitSangas tipis, _Tipis dan haus Halus; ketebalan Sedikit menebal; ‘Tebal dan sopecti gelatin sedang, cuam atau pecab-pecah seperti Pengelupasan dan cuam petkamen superfisial superfisial (Garckonent), rerucama tangen pecah-pecah dan kaki ‘peril acu dalam Merah tua Merah muda Merah muds Pucat;hanya Tidak tampak mengelucuhpucargada ubuh mera muda pembulah- variasi pasteles, pembuluh bic, telapak — darah rangan atau kaki Opasitas Sejumlah besar Vena-vena Beberapa vena Beberapa vena Paling tidak (opacity) kulit venadan venula dan cabangnya besar campak jelas besar eampak —_separuh (cubuh) cerlihacjelas, cerlihat pada abdomen tidak jelas pada pungeung terutamma pada abdomen xanga lanugo abdomen Klasifikasi Bayi menurut Berat Lahir dan Masa Gestasi 19 Lanugo (pada Tidak ada Banyak sekali—Penipisan rambut Sedikitlanugo — Indentasi wunggung) —_lanugo panjang dan cerutama pada dan doerah——_nyata dan pans tebal discluruh—bagian bawah © canparambue dalam lebih pungeung, Punggung dari seperiga bagian anrerion. Tiparan Tidak ada Gars-ga Garis-garis moral Indentasi lebih telapak kaki lipacan kulit merah tipis pada _jelas pada lebih dari sepertiga (gambar 3) setengah bagian darisetengah —_-bagian anterior ancerior kaki bagian anterior; indentasi pada earang dari -sepertiga bagian anterior Bentuk puting Puting susu Puting susu Ateola berbincik — Areola berbincik: sust! hhampic tidak tampak jelas; (stippled), (suppled), tampak, tidak areola halus dan pinggiran tidsk ——_pinggiran ada areola tata, diameter terangkar, terangkat, <0,75 em diameter <0,75 diameter >0,75 em em Ukuran Jaringan Taringan Jatingan payudara Jaringan payudara payudara tidak —payudara pada pada kedua payudara pada teraba sau atau kedua sisi salah satu Redua sis. sisi, diameter < atau keduanya salah satu atau Sem Iberskuran 0.5 keduanya > lem sampai | em Bentuk Pinna datardan Ragan pinna_Pucaran sebagian Puraran penuh tidak berbencuk, memutar piinna bagian atas —seluruh agian fucaran tas piama Pinggican sedikic atau tidak ada Kekakuan Pinna lonak, Pinna lunak, Pada pinggir pinna Pinna keras, telinga apa divatdammecipay | terdapararingo berkarlage dengan mudah dengan mudab, —rapidibeberapa —_hingga ke cidak ada rekoil rckoil lambat ” —temgatlonak, —_pinggir,rekoil sudah segera tekoil Genitalia pria Dalam skrotum Paling sidak ada Paling tidak ada tidak terdapat satu testis yang sata testis berada testis terletak tinggidi di bawah, dalam skrocum Genitalia Labiamayora Labia mayora___Labia mayora ‘wanica cerpisah jauh, —‘hampir menucupi_menotopi labia (dengan labia minora” labia minora mivoxt.secara Pinggol menonjol keluss. penuh setengah terabduksi) Sumber : Dubowits eral dori Farr, Mitebell R, Neligan G, ec al 7 20 Buku Ajar Neonatologi 2. Penilaian umur kehamilan dengan pemeriksaan neurologis Tidak seperti penilaien umur kehamilan berdasarkan kriteria fisik yang dapat dilakukan segera sezelah lahir, pemeriksaan nevrologis harus dilakukan saat bayi berada dalam keadaan tenang dan beristirahat. Bayi normal dan sebagian bayi SMK BKB tanpa gangguan lain dapat diperiksa secara akurat pada jam-jam percama kehidupan. Namun pada bayi-bayi lain hal ini baru dapat dilakukan di akhir hari pertama kehidupan, dan bagi sebagian lain baru pada hari kedua atau ketiga. Selain itu bayi yang depresi, asfiksia, mengalami kerusakan neurologis, atau berada dalam keadaan sakit, sulitdiperiksa secara akurat kapan saja penilaisn dilakukan, Dilema penilaian neurologis ini menyebabkan beberapa peneliti lebih mempercayai kriteria fisik daripada kriteria neurologis dalam menilai umur kehamilan secara klinis pada BBLR. Sangat disayangkan bahwa penilaian neurologis sebagai alat untuk menentukan umut kehamilan seringkali tidak prakeis saae kita membutuhkannya. alte Zhe 7|4 -|f sen [oss Fe d » Trot wo ee oT | oe fle eid 7 os, hon coo Be te FR Sete Gambar 2.3 Nilai Temuan Neurologis menurut Dubowitz et al (untuk digunakan bersama dengan Tabel 2.4). Sumber : Amiel-Tison C * Klasifikasi Bay! menurut Berat Lahir dan Masa Gestasi 21 ‘Tabel 2.4 Teknik Penilaian Neurologis Postur Bayi pada posisi supine dan dalam keadaan renang, nilai adalah sebagei berikur : = Lengan dan kaki ekstensi Fleksi ringan acau sedang panggul dan lucut Fleksi penuh pinggul dan Iutue Kaki fleksi dan abduksi,lengan fleksi ringan. 4 = Fleksi penuh lengan dan kaki Jendela Siku-sikea Tongan fleksi pada pergelangan. Beri cukup rekanan untuk mendapatkan possi seleksi mangkin. Sudut antara eminensia hipotenar dan bagian anterior lengan. ‘bawah diukur dan dinilai menurut gartbar 2.3, Jangan ‘memutar pergelangan tangan. Dorsofleksi Pergelangan Tangan Koki fleksi pada pergelangan dengan tekanan yang ccukup untuk mendapatkan perubahan yang maksimum. Sudut antara dorsum kaki dan bagian anterior kaki divkur dan dinilai pada gambar 2.3. Jangan memucar pergelangan tangan. Rekoil Lengan Posisi bayi terlemtang, fleksikan lengan bawah secara penuh selama 5 detik, kemmudian ekscensikan secara penuhdengan caraunenarik tangandan melepaskannya. Nilai reaksinya sebagai berikut: 0 = Tecop dalam keadaan ekstensi xtau_gerakan random Fleksi tidak penuh atau sebaglan 2 = Segera kembali ekstensi penuh Rekoil Kaki PPosisi bayi cerlentang, pinggul dan telapak kaki fleksi penuh selama 5 detik, kemudian ekstensikan dengan menarik kaki dan lepaskan. Nilai reaksinya sebagai berikue : 0 = Tidak ada respons atau flcksi ringan 1 = Fleksisebagian 2.= Fleksi penuh kurang (pada pergelangan kaki dan pinggul kurang dari 90 desajat) ayiterlentang dan pelvis terletak mendatar pada permukaan tempat pemeriksaan, kaki fleksi pada yaha dan paha difleksikan penuh menggunakan sat tangan. Dengan tangan yang Jain kaki diekstensikan dan sudur yang didapat dinilai seperti pada gambar 2.3 Perasat Tamit Telinga Posisi bayi tetentang, pegang kaki bayi dengan satu tangan dan gerakkan ke srah kepala sedekat ‘mungkin tanpa melakukan. paksaan. Pertahankan pelvis. mendatar pada permukaan tempat pemeriksaan. Nilai seperti pada gambar 23 Tanda Syal Possi bayi rerlencang, pegang tangan bayi dan tarik melincasi leher sejauh mungkin melewati bahu yang berawanan, Diperbolehkan menahan bahu dengan jalan mengangkacaya melintasi cubuh, Nila sesuai dengan lokasi sku © = Siku mencapai linea axillaris anterior yang berlawanan, 1 = Siku dianrara linea axillaris anterior yang berlawanan dar garis tengah coraks 2 = Siku berada pada garis cengah coraks 3 = Siku tidak mencapai gariscengah toraks Keterlambatan Kepala Posisi bayi tclentang, raih lengah bawah proksimal dari pergelangan tangan dan tarik dengan lembur untuk menempatkan bayi pada posisi duduk. Nilai sesuai dengan habungan Kepala dengan badan selama perasat: Tidak ada tanda dukungan kepala ‘Ado tanda-tanda dokungan kepala 2 = Mempercahankan kepala pada posisi ancero- posterior yang sama dengan tubuih 3 = Cenderung untuk mempertahankan kepata kedepan Suspensi Ventral Posisi bayi pronasi dan dada bersandar pada telopake tangan pemeriksa, angkat bayi da permukaan tempat pemeriksaan dan nilai sesua} dengan postur pada gambar ‘Sumber : Dubowite et al dari Amiel Tison C Untuk digunakan bersome dengan gambar 2.3 dan 2.4" 22 Buku Ajar Neonatologi 3. Penilaian Umur kehamilan berdasarkan temuan fisik dan neurologis Dubowitz dan rekan menemukan sistem penilaian yang menggabungkan temuan neurologis seperti milk Amiel Tison dengan citi-ciri fisik yang digambarkan Farr, Usher, dan lain-lain. Perubahan-perubahan seiring dengan progress kehamilan dibobot dalam angka sesuai dengan penampakan mereka. Ciri-Ciri fisik dan nilai-nilai dalam pemeriksaan Dubowitztampak pada cabel 2,3. Gambar 2.3 dan tabel 2.4 menggambarkan prosedur evaluasi neurologis dan penilaian menurut Dubowitz. ‘Total jumlah nilai 10 tanda-tanda fisiologis ditambah nilai sebelas ciri-citi fisik eksterna. Kemudian umur kehamilan ditentukan oleh gabungan nilai tersebut dengan menggunakan grafik yang tampak pada gambar 2.4. Y= 02664x 624.505 Gambar 2.4 Grafik untuk memastikan umur kehamilan berdasarkan nilai total perkembangan fisik dan neurologis. Sumber : Dubowitz et al,?° Ballard etal menciptakan suatu versi pendek sistem Dubowitz. Pada prosedur ini penggunaan kciteria neurologis tidak tergantung pada keadaan bayi yang tenang dan beristirahat, schingga dapat lebih diandalkan selama beberapa jam percama kehidupan. i | | Kiosifikasi Bayi menurut Berat Lahir dan Masa Gestasi 23 ot 1Bojojeuoayy sely nyng Tabel 2.5 Maturitas Fisik TANDA SKOR a a T 2 3 4 5 ° Permukaan Seperti kertas | Lengker, Merah seperti | Merah muda | mengelupas | Pecab.pecah, | PePETE AEN | Seperti ult, KULIT rapuh, agar/gelatine, | halus, vena- | dengan/tanpa | daerahpueat, | on" Pt ae da | pecab-pecah, cransparan transpatan vena tampak | ruam, vena vena jarang vena i berkeripur jarang LANUGO | Tidakada | jarang Banyak sekali_ | menipis inenghitang | Ueroreye tidak Beat ibu jar Lipatan PERMUKAAN | kaki , Lipacan pada PLANTAR | 40-SOmm | >30mmeldak | Garis garis | melincang | Lipaean pada | cru relapak take adalipacan | merah pis | hanya pada | 2/3 anterior | SM bagian anterior ™ < 40 mm : -2 ee ‘Arcola : Areola datar. Axcoln PAYUDARA | Tidak reraba | Hampirtidak | sh ada berbinal, verangkas, Arcols nent teraba puncak 1-2 puneak 5-10 mm puncak puneak 3-4 mm mam Kelopak Kelopak Pinna sedikit Pinna Kermsdan DAUN — | menyacu; | tecbukarpinna | melengkucg, Te | Neb Kartilago tebal, TELINGA | tonggar il | datar, tecap lunak rekoil | Pe Sudah || cekoilsegern | elinga kak Ketat: -2 cerlipat fambat tekeil . Testes pada - KELAMIN — | Skrowum Skotum keanal bagian | JEStE5 envi | estes di bavealh, | “Testes cergantung kosong, rugas ke bawah, (Lakidaki) | dacar,balus tas, rugas rugas jelas rugas datam samar : rugas sedikic farang Klitoris Klitoris Klitoris Labia mayort | 1 shia mayora | Labia mayora KELAMIN : stabi | menoniol, | danminora | fbi 8 1 i (racemnny | Setonjol, | enonjol labia | PENT, || ae minor sam, labia | menucup cleoris labia datac minora kecil ‘be: minora kecil dan labia minora embesar | meneajl Jumlah Sumber : Ballard J, Khoury JC, Wedig K Seringkali tidak tersedia waktu yang cukup untuk menyelesaikan pemeriksaan Dubowitz maupun Ballard. Maka sering dilakukan Penitaian bayi baru lahir secara cepat rhenggunakan empat sifat fisik tercentu untuk mendapatkan perkiraan “kasar” umur kehamilan. Hal ini mempermudah antisipasi masalah-masalah klinis akur yang akan diderita seseorang dan meningkatkan perawatan segera. Parameter-parameter fisik ini meliputi lipatan telapak kaki, getticalia eksterna, jumlah jaringan payudata, dan daun celinga (bencuk dan kekakuannya). Meskipun penilaian ini tidak menyingkirkan kebutuhan untuk melakukan penilaian umur kehamilan yang menyeluruh saat bayi sudah lebih stabil, penilaian ini akan mempermudah perawatan klinis segera setelah persalinan, 4, Penilaian umur kehamilan berdasarkan Pemeriksaan vaskularisasi anterior kapsul tensa Terjadi perubahan terus-menerus pembuluh-pembuluh vaskular anterior kapsul lensa sesuai dengan pertambahan umur kehamilan (gambar 2.5). Ada hubungan yang erar ancara perubahan vaskular cersebut dengan umur kehamilan yang direntukan oleh merode Dubdwit, namun hanya selama minggu ke-27 hingga 34 kehamilan, Hubusgan ini tampaknya tidak dipengarubi oleh berat lahic!? DERAAT 4 DERAJAT 3 DERAJAT 2 DERAJAT 1 27-28 minggu 29-30 minggu 31-32 minggu 33-34 minggu Gambar 2.5 Penilaian met Kehamilan berdasarkan Pemeritsaan Vaskular anterior, Sumber : Hittner H, Gorman W, Rudolph A ® Klasifikasi Bayi menurwe Berat Lahir dan Masa Gestasi 25 Kurva pertumbuhan intrauterin Nilai standar yang pating banyak digunakan disusun di Deever (gambar 2.6) yang membuat kurva mulus untuk berat, panjang dan lingkar kepala lahir terhadap umut kchamilan.** Dara tersebut disusun dari catatan medis yang dianggap mengandung data kebidanan yang dapat diandalkan dan didapat dari bayi tanpa gangguan nyata yang menyebabkan abnormalitas hubungan berat lahir/umur kehamilan, seperti hidrosefalus atau diabetes ibu. USA REWWMILAN GANGAL) 'USIAKEHANELAN (uNGGU) Gambar 2.6 Kurva Pertumabuhan Intrauterin menurut panjang, lingkar kepala, dan berat Tahir bayi tunggal di Denver ‘Sumber : Lubchenco L, Hansman C, Boyd E "2 26 Buku Ajar Neonatologi Semua kurva pertumbuhan standar disusun betdasarkan riwayat berat lahir bayi yang dilahirkan pada minggu-minggu kehamilan tertentu. Sepuluh persen nilai terbawah dari dap minggu kehamilan mewakili nilai-nilai yang berada sama dengan atau di bawah persentil ke-10. Bayi dengan berat lahir sama dengan atau di bawah persentil ke -10 digolongkan KMK, sedangkan bayi yang memiliki berat lahir pada atau di atas persentil ke-90 digolongkan BMK. Kecidakakuratan sistem ini adalah bahwa ada bayi di bawah persentil ke-10 yang tampak kecil tapi normal, bukan karena pertumbuhannya kurang, dan ada juga bayi dengan berat lahir di atas persencil ke-90 yang pertumbuhannya normal. Bayi ini dapat diidentifikasi sebagai kecil atau besar masa kehamilan. Rasio berat/ panjang badan, atau indeks Ponderal,, 100 x Berat (gn) Panjang (em)? ; rst I 90 z | cH Ty & 2.60 I 59 3 i S 240 2 TS Cert W 2.20 , T 3 = 2.00 1 | TT eo! ia *PERSENTIL 30 32 34 3G 38 «40 4248 UMUR-MINGGU Gambar 2.7 Distribus | Indeks Ponderal berdasarkan kelompok persentit pada kelompok ntrol bayi baru lahir menurut umur janin, stmber Dubowitz "dan Mifler H, Hansanein K ** Klasifikasi Bayi menurut Berat Lahir dan Masa Gestesi 2 Jika digambarkan umur kehamilan dalam minggu (gambar 2.7) memungkinkan penilaian indeks kesesuaian atau derajat penyimpangan pertumbuhan kedua parameter cersebut- Rasio berat/panjang antara persentil ke — 10 dan ke 90 untuk umur kehamilan menunjukkan pertumbuhan simetris tanpa memperhatikan ada tidaknya gangguan percumbuban, Dengan demikian BBL yang mengalami gangguan pertumbuhan simetris akan memiliki nilai normel, sedangkan BBL dengan gangguan pertumbuhan asimerris indeks ponderalnya rendah. Rasio sama dengan atau di bawah persenci! ke-f0 menunjukkan pertumbuhan berat jauh di bawah normal (pada semua umur kehamilan), sehingga rasio berat/panjang badan dapat digunakan untuk menggolongkan bayi KMK ke dalam kelompok gangguan pertumbuhan simerris arau asimetrs. Petunjuk praktis 1. Jika mungkin, diagnosis makrosomia atau gangguan perrumbuhan harus diancisipasi, dan persalinan harus dilakukan di fasilitas kesehatan yang memiliki cempat perawaran khusus risiko tinggi. 2. Setiap BBL membutuhkan penilaian segera untuk identifikasi masalah secara dint. Meliputi penentuan Klasifikasi bayi kurang bulan, cukup bulan, arau lebih bulan dan kecil maso kehamilan, sesuai masa kehamilan, dan besat masa kehamilan. Berdasarkan rasio berat/panjang badan (indeks ponderal) bayi-bayi KMK harus dapat diklasifikasikan ke dalam golongan tumbuh lambat simetris atau asimettis. 3. Umur kehamilan dihitung berdasarkan HPHT ibu yang benar tidak seharusnya disepelekan, Perkiraan umur kehamilen yang dihitung dengan cara cersebut harus dipertimbangkan dengan serivs dalam perawatan neonatal. 4. Lembar penilaian umur kehamilan hendaknya menjadi bagian dari setiap catatan medis BBL. 5. Bayi-bayidengan berat yangsama tapi dengan umur kehamilan berbeda dapat mengalami komplikasi dan masalah kebidanan yang berbeda pada masa neonatal, selanjurnya menghasilkan prognosis yang berbeda. 6. Asfiksia neonatorum cenderung lebih sering terjadi pada bayi-bayi kecil masa kehamilan. ‘Tenaga kesehatan yang terampil dalam resusitasi sebaiknya hadir pada persalinan bayi- bayi yang diketahui mengalami gangguan pertumbuhan janin intrauterin. 7. Bayi dengan gangguan percumbuban simetris mempunyai risiko kelainan kongeniral lebib besar daripada bayi yang cumbub sesuai umur kehamilan dan harus selalu diamari dengan seksama uncuk mendeteksi kelainan-kelainan genitourinaria dan kardiovaskular yang tersembunyi, 8. Hipoglikemia simtomatis neonatal umummya dicemukan pada 15% bayi-bayi kecil masa kehamilan asimetris. Gula darah bayi-bayi tersebut harus dipantau secara kerat sampai mereka dapat mentoleransi pemberian minum per oral dengan baik (24 jam hingga 48 jam setelah persalinan). 28 Buku Ajar Neonatologi Q 4 ‘ 9. Polisivemia sering dicemukan pada bayi dengan gangguan pertambuhan asimecris. Walaupun biasanya asimtomatis, polisitemia bisa timbul dengan takipnea, retraksi interkostal, napas berbunyi, napas cuping hidung, takikardia, dengan atau canpa kegagalan, efusi pleura, edema skrotum, dan kejang- semua ini dapat diperingan dengan jalan menurunkan hematokrit, Hemacokrit senttal harus dicek secara rutin sejak umur 4 jam dan berikan terapi yang memadai dan repat, Daftar pustaka 1. Gruenwald Chronic feral distress and placental insufficiency. Biol Neonate 5:215, 1963. American Academy of Pediatrics, Committee on Fecus and Newborn, and che Ametican College of Obstetricians and Gynecologists, Coramittee on Obstecrics. Maternal fecal medicine: Guidelines for perinatal care. Elk Grove Village, Ill, Ametican Academy of Pediarcics; 1988.h.86. 3. Behrman RE, Shiono PH. Neonaral risk factor. Dalam : Fanaroff AA, Martin RJ, penyunting, Neonatal Perinatal Medicine. Edisi ke-7. Se Louis: Mosby, 2002. h. 17-26. 4. Ballard J, Novak K, Driver M. A simplified score for assessment of feral maturation of newly bora infants. }. Pediatr i979} 95:769. 3. Basel D, Lederer R, Diamant ¥, Longitudinal ultrasonic biometry of various paramerets in fetuses with abnormal growth rate. Acta Obstet Gynecol Scand 1987; 66:143. 6. Villar), Belizan ). The tining factor in the pathophysiology of che incrauterine groweh rerardation syndrome. Obstet Gynecol Surv 1982; 37: 499. 7. Hack M, Fanacoff A. The ourcome of growth failure associared with preterm birth, Clin Obstet Gynecol 1984; 27: 647, 8. Neerhof M, MacGregor 5, Retzky §, er al. Cocaine abuse during peegnaney : Peripartum prevalence and perinatal ourcome. Am J Obstet Gynecol 1989; 161: 638. 9. Tudehope D. Perinacal cocaine intoxificarion : a precaution. Med J Aust 19895 20:190. 10. Klaus HM, Fanaroff A : Care of high-risk neonate. Edisi ke empar. Alih babasa Dwikisworo. dk. Jakarta: EGC; 1998. IL. Prentice A, Watkinson M, Whitehead R, et al, Prenatal dierary supplementation of African, woman and birch weight. Lancet 1983; 1:489. 12. Penrose L + In Penrose L (ed) : Recent advances in human genetics. London: Churchill Livingstone; 1961, (3, Kiebanoff M, Erickson D, Cordero J, er al. Congenital malformations and intrauterine growth, eratdation : a population study. Pediarrics 1988; 82:83. 14. Farr V, Kerridge D, Mitchell R. The valve of some external characteristics in the assessment of gestational age at birch, Dev Med Child Neurol 1966; 8:657. 15, Jimenez}, Tyson J, Sancos-Ramos R, ex al. Comparison of obstetric and pediatric evaluation of gestational age. Pediacr Rev. 1979; 13:498. 16. Fatt V, Mitchell R, Nelligan G, et al. The definition of some external characteristics used in the assessment of gestational age of the newborn infant, Dev Med Child Neurol 1966; 8507 17. Usher R, Mclean F, Scoot K. Judgment of fetal age: clinical significance of gestational age and an objective mechod for its assessment. Pediatr Clin North Am 1966; 13:855. 18. Amiel-Tison C. Neurological evaluation of che maturity of newborn infants. Atch Dis Child 1968; 43:89. Klasitikasi Bayi menurut Berat Lahir dan Masa Gestasi 29 20. 21. 22. 2. 30 ). Dubowiez L, Dubowitz V, Goldberg C. The neurological assessment of the preterm and fulleerm newborn infant. London Spastic International Medical Publisher, 1981. Dubowitz L, Dubowitz V, Goldberg C. Clinical assessment of gestational age in the newborn infant. J. Pediatr, 77 : 1, 1970. Ballard JL, Khoury JC, Wedig K, et al. New Ballard Score, expanded to include extremely premature infants. J Pediatrics 1991; 119:417-423. Diunduh dari URL :(wwu.ballardscore.com/ scoresheet.htm) Lubchenco L, Hansman C, Boyd E. Intrauterine growth in length and head circumference as estimated from live births at gestational ages from 26 to 42 weeks, Pediatrics 1966; 37: 403. Hirtner H, Gorman W, Rudolph AJ. Assessment of gescational age by examination of che anterior vaskular capsule of the lens. Pediatr Opthalmol Strabismus 1981; 18:52. |. Miller H, Hassanein K. Diagnosis of impaired fetal growch in newborn infants, Paediatrics 1971; 482511 Buku Ajar Neonatologi BAB ill KELAINAN KARDIOVASKULAR Ali Usman Pendahuluan . Pengetahuan tentang embriogenesis sistem kardiovaskular dan sirkulasi janin fetal sangat dipertukan bagi tenaga medis supaya dapat mengetahui dan memahami perubahan- perubahan yang terjadi paska lahir dalam keadaan normal ataupun patologis. Pemahaman pengetahuan ini akan sangat membantu dalam menjelaskan beberapa karakteristik penyakit jantung bawaan yang selanjutnya berguna dalam menegakkan diagnosis dan terapinya. Pengertian Kefainan kardiovaskular adalah defek sistem kardiovaskular merupakan kelainan bawaan yang. paling sering dijumpai, metiputi hampir 30% dari seluruh kelainan bawaan pada neonati, Manfaat Pengetahuan tentang embriologi dan pertumbuhan pembentukan organ jantung diharapkan dapat mengantisipasimasalah yang timbul berkenaan dengan kelainan jancung atau kelainan kardiovaskular. Jantung BBL Jantung pada BBL merupakan bagian dari sistem sirkulasi BBL yang berasal dari sistem sirkulasi janin. Pada saat awal diperlukan masa transisi atau adaptasi. Dalam bab ini akan dibicarakan 2 masalah penting 1. Embriogenesis Sistem Kardiovaskular 2. Adaptasi Sistem Kardiovaskular (sirkulasi janin ke sirkulasi dewasa) 1. Embsiogenasis sistem kardiovaskular Proses organogenesis/embriogenesis kardiovaskular merupakan rangkaian pembentukan organ jantung yang sangat kompleks. Proses yang kompleks cersebut dapac disedechanakan menjadi 4 rahap yaitu; !" a. Tubing: rahapan awal ketika bakal jancung masih merupakan tabung sederhana b. Looping: proses perputaran bagian-bagian bakal janeung dan arceri besar (aorta dan arceti pulmonalis) ¢. Septasi: proses pemisahan bagian bakal januong serta atteri besar dengan pentbentukan pelbagai ruang jantung dan migrasi d. Migrasi: proses pergeseran bagian-bagian jantung sebelum mencapai bentuk akhimnya. Kelainan Kardiovaskulat 31 Harus diperhatikan bahwa keempat tahapan tersebut bukan merupakan proses cerpisah tecapi merupakan rangkaian proses yang saling tumpang tindih. a, Tubing (pembentukan tabung) Pada awal pembencukan, jantung hanya metupakan sebuah tabung lurus yang berasal dari fusi sepasang primodia simetris, Pada beberapa bagian terdapat dilatasi yaicu acrium primicif, komnponen ventrikel yang terdiri dari segmen inlet dan outlet serta trunkus arreriosus yang kkelak menjadi aorta dan arteri pulmonalis’.(Gambar 3.1) Vena umbilikalis yang mengalirkan darah dari plasenta, vena vicelina yang berasal dari yolk sac serta vena kardinalis yang berasal dari embrio bergabung dan masuk ke sinus venosus yang selanjutnya berhubungan dengan atrium primitif dari tabung jancung. Bagian distal trunkus ateriosus (aortic sac) dalam perkembangannya bergabung dengan arkus aorta dan aorta desenden. Pembentukan jantung ini terjadi pada embrio berusia 6 minggu kehamnilan yang panjangnya sekitar 10 mm. as teres Gambar 3.1 Tahapan Tubing (kit) dan Looping (kanan) Simber : Wenink ACG? Ping b. Looping Proses perkembangan selanjutnya dikenal sebagai suatu pembentukan “loop” antara atrium dengan komponen inlet ventrikel dan antara komponen inlet dengan outlet ventrikel. Sinus venosus yang tertanam kuat pada septum transversum menjadi bagian dari ujung tabung yang terfiksasi. Perkembangan bertahap menyebabkan atrium primitif bergeser ke arah sinus venosus, sehingga terbentuk lengkungan ke kanan antara atrium dan segmen inlet ventrikel. Pada komponen inlet dan outlet juga terbentuk lengkung dengan sudut sebesar 180%, sehingga trunkus berada di depan dan kanan kanalis atriovencrikularis. Biasanya proses looping ini cerjadi ke arah kanan, sehingga disebut sebagai dextro-(d)-ventrikular looping. (Gambar 3.1)? 32 Buku Ajar Neonatologi co Septasi Proses perkembangan selanjutnya adaiah tahapan septasi atrium, ventrikel serta trunkus arteriosus. Sistem vena yang simetris tengalami lateralisasi, dengan anastomosis dati kiri ke kanan di daerah kepala dan abdomen. Anastomosis superior pada daerah kepala berlangsung antara sistem vena kardinalis hingga vena kardinalis superior kiri mengalir ke vena kardinalis kanan dan selanjutnya ke sinus venosus, Vena kardinalis kanan tersebut kelak menjadi vena kava superior (VCS). * Perubahan di daeral abdomen cerjadi pada sistern vena vitelina dan vena umbilikalis. Sistem venaini membencuk saluran yang baru yaicuduktus venosus yeng menghubungkan vena umbilikalis kiri ke vena vitelina kanan untuk selanjutnya masuk ke dalam sinus venosus. Vena vicelina kanan ini kelak menjadi vena cava inferior. Vena-vena lainnya mengalami regresi dan sebagian dari vena vitelina bergabung denga sistem vena porta? Setelah terjadi reorganisasi sistem vena, darah selurubnya akon mengalir masuk ke bagian kanan sinus venosus melalui vena kardinalis kanan dan vena vitelina kanan. Bagian kiri sinus venosus mengalami regresi dan hanya tersisa sebagai sinus koronarius dari vena ablik, ’ Pada perkembangan selanjutnya dari reorganisasi sistem vena terjadi pergeseran ke kanan dasi sinoatrial junction, Sebuzh saluran vena baru, tumbuh dari bagian kiri atrium primitif disebut sebagai vena pulmonalis primer. Bersamaan dengan pergeseran ke kanan iru juga terjadi pergeseran ke arah kanan pada atrio-ventricular junction yang akan diuraikan kemudian. Kanalis acriovencrikularis dipisahkan oleh bancalan endokardium (endocardial cushion) superior dan inferior, yang bersatu di tengah, menjadi orifisium kanan dan kiri. Atrium primitif disekat septum primum yang tumbuh dari atap atrium mendekati bantalan endokardium. Celah antara septum primum dan bantalan endokardium disebut ostium primum. Selanjutnya fusi septum primum dan bantalan endokardium menutup ostium primum. Untuk mempertahankan hubungan intecatrial, tepi atas septum terlepas ke hawah membentuk foramen sekundum. Selanjutnya lipatan yang terbentuk di kanan dinding atrium primitif menucup foramen sekumdum dan melapisi bagian bawah septum primum. Celah ancara kedua sekat ini disebut foramen ovale. Sisa sinoatrial jrmetion mecupakan sekac tipis yang menjadi katup untuk mengarahkan aliran darah vena cava inferior dari plasenta ke atrium kiri melalui foramen ovale. Pada saat yang sama V, Pulmonalis primer tumbuh ke arah tungs paru yang berasal dari usus depan. Pleksus V. Pulmonalis yang terpisah juga terbentuk dalam paru, berasal dari pleksus splanknikus yang melingkari usus depan. Selanjutnya perkembangan normal V. Pulmonalis yang berasal dari atrium bergabung dengan pleksus V. Interpulmonalis, mengalami reabsorbsi menjadi atrium kiri dan keempat V. Pulmonalis.? Kelainan Kardiovaskular 33 Setelah looping kelak akan terbentuk kantung-kantung dari komponen inlet dan outlee venttikel, Kantong yang terbentuk dari komponen inlet akan menjadi daerah trabekular ventrikel kiri, sedangkan kantung dati komponen outlet menjadi daerah trabekular ventrikel kanan, Akibat pembentukkan kantung ini terjadilah seprum trabekular yang kelak akan menjadi bagian bawah dari cincin lubang ancara komponen inlet dan outlet ventrikel. Pada stadium ini seluruh aliran kanalis atrioventrikularis masuk ke daerah trabekular ventrikel Kiri, sedangkan aliran yang keluar melalui rrunkus akan berasal dari area trabekularis venttikel kanan (Gambar 3.2)! Hanalls avi. hubungan antraventriket Pars wabekularts vat ars wabekutarts KA um trabekulatig Gambar 3.2 Skema pembentukkan bat ‘Sumber : Wenink ACG * n-bagian ventrikel Septasi trunkus arteriosus terjadi dengan terbentuk dan berfungsinya coniolan-ronjolan endokardial yang dimulai dari segmen outler ventrikel. Semula proses ini berlangsung seperti spiral, dan selanjutnya pada saat fusi menjadi septum yang lurus. Septum tersebut kemudian menjadi pemisah aorta dan A.Pulmonalis cersebur tidak hanya berasal dari tonjolan endokardium tersebut tetapi juga dari perlekatan antara dinding trunkus. (Gambar 3,3) Septum ini disebut septum infundibular. Proses yang berlangsung seperti spiral ini menyebabkan aorta dan A.pulmonalis keluar dari jantung dalam posisi seperti spiral.? =o Gambar 3.3 Septasi trunkus arteriosus menjadi aorta dan a.pulmonalis Sumber : Wenink ACG * 34 Buku Ajar Neonatologi d. Migrasi Bersamsan dengan proses perkembangan septasi kanalis atrioventrikulatis dengan cerbentuknya bantalan endokardium, juga cerjadi proses pergeseran (migrasi) segmen inlex ventrikel, sehingga orificium ancrioventrikularis kanan akan bechubungan dengan daerah teabekular ventrikel kanan. Pada saat yang sama terbentuk septum inlet antara orificium antriovenctikularis kanan dan kiri, sehingga ventrikel kanan sudah mempunyai daerah inlet dan ourlet sedangkan ventrikel kiri hanya mempunyai inlet. (Gambar 3.4) cendokardlum - Kavi! pars trabebuiaris Vea Gambar 3.4 Migrasi bagian inlet ventrikel, ventrikel kiri hanya mempunyai inlet. Ventrikel kanan mempunyai iniet dan outlet. ‘Sumber : Wenink ACG? Darah yang masuk ke ventrikel kiri harus melalui lubang yang dibentuk oleh sepcum inlet, septum trabekular dan lengkung jantung bagian dalam (inner heart curvatura) masuk ke dalam ventrikel kanan dan baru dapat keluar ke aortic outjlow cract. Dalam perkembangan selanjurnya aortic ouiflow tract akan bergerak ke arah ventrikel kiri dengan absorbsi dan perlekatan inner hart curvatusa, sekarang masing-masing kedua venttikel sudah mempunyai inlet, outlet dan trabekulac Pergeseran aorta ke arah ventrikel kiri tersebut akan menyebabkan septum outlet (infundibular) betada pada satu garis dengan septum inletdan septum trabekular Komunikasi antara kedua ventrike! masih wetap ada dan lubang baru yang terbentuk ini selanjutnya akan tertutup oleh seprum membranous. Sehingga Septum ventrikel terdiri atas 4 bagian yaicu septum trabekular, septum inlet, septum infundibular dan septim membranasea. Selanjumya cortic outflow tract bergabung dengan arkus aorta ke-6 sedangkan pulmonary ourflow tract dengan arkus aorta ke-6, Pada periode janin selanjumya arkus aorta ke-6 ini berfurgsi sebagai duktus arteriosus yang menghubungkan arteri pulmonalis dengan aorta desenden. > Katup atrioventrikularis terbentuk dari pengelupasan lapisan superfisial dati segmen infet ventrikel, sedang kacup arterial (semilunar) dari oulet-truncal junction. Pada awalnya ke-2 katup atrioventrikular ini terpisah dari ke 2 katup arterial oleh lipatan ventrikulo- infundibular (inner heart curvatura). Pada saat pergeseran aorta ke arah ventrikel kir, lipatan ini menghilang dan katup aorta berlekatan dengan kacup mitral (aortic-mitral continuity), Kelainan Kardiovaskular 35 Sedangkan lipatan ventrikulo infundibular antara katup pulmonal dan crikuspid tetap ada, bahkan diperkuat oleh septum infundihular. Kedua struktur ini membentuk krista supravantrikularis dan terjadilah erikuspid-pulmonary discontinuity 2. Adaptasi sistem kardiovaskular a. Sirkulasi janin erates “ PA 1] _f Gambar 3.5 Sirkulasi Janin ‘7 Pengetahuan tentang sirkulasi janin (fetal circulation) sangac diperlukan agar dapat mengetahui dan memahami perubahan-perubahan yang terjadi pasca lahir dalam keadaan normal atau patologis, Pemahaman pengetahuan ini juga akan berguna dalam menerangkan beberapa karakceristik penyakit jancung bawaan. Mengapa BBL dengan kelainan jantung bawaan yang berat dapat lahir dengan berat badan normal? Mengapa BBLdengan penyakit jantung sianotik tidak segera tampak sianotik? Mengapa bising jantung pada bayi baru labir dengan penyakit jantung bawaan tercentu tak terdengar pada hari-hari pertama pasca lahir? Pertanyaan pertanyaan tersebut hanya dapat dijawab dengan memahami fisiologi sirkulasi janin dan BBL. Serta jawabannya dapat juga dipakai sebagai dasar tatalaksana BBL dengan kelainan jantung bawaan. Pengetahuan ini juga diperlukan untuk pemeriksaan ekokardiografi janin. 36 Buku Ajar Neonatologi Selama kehidupan intrauterin, darah dari plasenta mengalit menuju vena umbilikalis dengan PO2 40 mmHg (PO? arteri umbilikalis 38 mmhg). Dari vena umbilikalis sebagian (50-60%) darah langsung menuju vena cava inferior (VCI) melintasi hepar melalui ductus venosus. Sisanya mengalir kedalam sirkulasi portal via vena porta masuk ke hati mengalami perfusi didalam hati kemudian menuju VCI. Sebagian besar darah dati VCI mengatir kedalam arrium kiri via foramen ovale, selanjutnya ke ventrikel kiri, aorta asendence dan sirkulasi korones. Dengan demikian sirkulasi orak dan koroner mendaparkan darah dengan tekanan oksigen yang cukup. Sebagian kecil darah dari VCI memasuki venrrikel kanan melalui katup rrikuspidal. Darah yang kembali dari leher dan kepala janin (PO2 10 mmbg) memasuki atrium kanan melalui VCS (Vena Cava Superior) dan bergabung dengan dafah dari sinus Coronarius menuju venctikel kanan, yang selanjutnya ke arteri pulmonalis. Pada masa fetal hanya ada 12-15% darah dari ventrikel kanan yang memasuki paru, selebihnya melewati dukeus arteriosus menuju aorta desenden, bercampur dengan darah dari aorta asenden. Darah dengan kandungan ©2 yang rendah cersebut akan mengalit ke organ-organ tubuh sesuai dengan tahanan vaskular masing-masing, dan juga ke plasenta melalui arteria umbilikalis yang keluar dari arceria iliaca interna. Pada janin normal, ventsikel kanan memompakan 60 % selutuh curah sebagai berikur (cabel 3.1). Tabel 3-1 Presencose sirkulasi terhadap curah jantung kanan dan kiti Plasenta dan tubuh bagian bawab, 20% Tubuh bagian aras 20% Paru 8% Yang melalui Foramen Ovale 46% Yang Melalui Arreri Coronaria 4% Curah Sekuncup Ventrikel Kanan 60% Curah Sekuncup Ventrikel Kici 40% ‘Sumber : Daftar Pustaka “| ‘Dati 40% darah yang menuju aorta asenden, 4% ke sirkulasi koroner, 20% ke atteria leher dan kepala, hanya 16% tersisa yang melewati ismus menuju aorta descendens. 60% dipompakan ke arteri pulmonalis, cetapi hanya 8% menuju paru dan 52% melewati ductus arteriosus menuju aorca desenden. Jadi aorta desenden menerima 52% + 16% = 68% curah jantung, jauh lebih banyak datipada ismus yang hanya menerima 16% saja. Dimensi pembuluh darah tergantung pada besamya aliran darah, oleh karena itu ismus aorta yang sempit pada janin merupakan keadaan yang normal, Jika duktus menutup pada saat kelahiran, ismus akan meleba. Harus dibedakan antara ismus yang sempit dan koarktasio aorta pada periode ini. Diameter ductus arteriosus pada janin samadengan diamecer aorta, dan rekanan arteri pulmonalis juga sama dengan tekanan aorta. Tahanan vaskular paru masih tinggi akibar dari kontraksi otot arteri pulmonalis. Dimensi aorta dan arteri pulmoralis dipengacuhi oleh aliran darah ke kedua pembuluh tersebut. Pada kelainan dengan hambaran aliran ke arteri Kelainan Kardiovaskular 37 pulmonalis, seturuh curah jantung menuju ke aorta ascendens, sampai penyempitan ismus tidak terjadi. Sebaliknya bila aliran ke aorta ascendens terhambat, misalnya pada stenosis aorta maka arteri pulmonalis berdilatasi dan terjadi hipoplasia aorca serta ismus.!7 Persentasi sirkulasi terhadap curah jantung kedua vencrikel dapat terlihat pada cabel 3.1. Nila -nilai tersebut mungkin berbeda diantara beberapa peneliti !? b, Sirkulasi BBL ‘Agar dapat mengetahui dan memahami proses adapcasi sistem kardiovaskular dan sirkulasi festal/janin ke sirkulasi BBL (pasca lair) terdapat perbedaan yang sangat mendasar sesuai dengan fungsinya. Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut : '® 1. Pada janin ada pirau intrakardiak (foramen ovale) dan picau ekstra kardiak (ducrus arteriosus botali, ductus venosus araniii). Arah pirau ialals dari kanan ke kiri yaitu dari atrium kanan ke kiri via foramen ovale. Serta dari arteri pulmonalis menuju ke aorta via ductus arteriosus. Serelah lahir dengan berhasilnya adaptasi sistem pernafasan segera diikuti adaptasi sistem kardiovaskular dengan tidak adanya pirau tersebut diatas baik intra maupun ekstra kardiak. 2. Pada sirkulasi fetal, venerike! kanan dan kiri bekerja serencak, setelah lahir vencrikel kiti berkontraksi sedikic lebih awal dari ventrikel kanan. 3. Selama sirkulasi fetal, ventrikel kanan inemompa darah ke cempat tahanan yang lebih tinggi yaicu cahanan sistemik tetapi ventrikel kiri melawan tahanan yang rendah yakni plasenta, Setelah lakir ventrikel kanan akan melawan cahanan patu yang lebih rendah daripada tahanan sistemik yang dilawan vencrikel kiri. 4. Pada sitkulasi janin, darah yang dipompa oleh ventrikel kanan sebagian besar menuju ke aorta via ductus artriosus, hanya sebagian kecil yang menuju ke paru-paru cetapi setelah lahir darah dari ventrikel kanan selurubnya ke parw-paru. 5, Pada kehidupan janin, paru mendaparkan 2 dari darah yang diambilnya dari plasenta. Sebaliknya post natal paru memberikan O2 kepada darah. 6. Selama kehidupan intra ucerin, plasenta merupakan tempat yang utama untuk percukaran gas, makanan dan eskresi. Post natal, organ-organ lain mengambil alih pelbagai fungsi tersebut. 7. Selama masa fetal, plasenta menjamin berlangsungnya tahanan sirkuit yang rendah, tetapi pada post nacal hal tersebut tidak ada. Perubahan yang sangat penting dari sirkulasi fetal ke sirkulasi BBL sebagai akibat arau dampak dari keberhasilan’adaptasi sistem pernapasan adalah 1. Tabanan vaskuler pulmonal menurun dan aliran darah pulmonal meningkat. 2, Tabanan vaskuler sistemik meningkat. 3. Foramen ovale menutup. 4. Dukeus arteriosus menutup 5. Duktus venosus menutup. 38 Buku Ajar Neonatologi Saatlahir, adanya rangsangan kimia {hipoksemia, hiperkapnea, asidemia), rangsangan fisik melalui jalan lahir dan sangsangan termis (perubahan suhu dari rahim ibu ke dunia luar (ekstra utetin) menyebsbkan terjadinya proses tarikan napas pertama dan tangisan pertama. Selanjutnya timbul pernapasan spontan dan teratur yang ditandai dengan tangisan kuat dan reguler, Hal ini menandakan mulai berfungsinya paru BBL dan berhentinya fungsi plasenta. Arteri pulmonalis akan mendapatkan darah dari ventrikel kanan dan selanjutnya pembuluh darah alveoli paru mengalami dilatasi. Adanya dekompresi pembuluh kapiler paru, akan berlanjuc dengan menurunnya cahanan vaskular pulmonal. '“° Keadaan ini juga sebagai akibat menurunnya tahanan ventrikel kanan dan arteri pulmonalis, Penurunan tahanan vaskular pulmonal akan meningkatkan aliran darah ke paru dan meningkatkan kembalinya darah melalui vend pulmonalis. Penjepitan dan pengikatan cali pusac akan menurunkan tahanan sirkuit vaskular plasenra dan menyebabkan peningkatan total tahanan vaskular sistemik yang akan meningkatkan tekanan ventrikel kiri dan aorta. Tahanan vaskular sistemik yang meningkat disercai dengan menurunnya rahanan vaskular pulmonal akan menyebabkan pirau melalui duktus arteriosus yang belum merucup komplit. Semua proses kejadian persalinan dan kelahiran BBL akan berdampak terhadap penutupan pirau sirkulasi janin. Dengan menurunnya tekanan di atrium kanan dan meningkatnya rekanan di atrium kiri, katup (flap/valve) foramen ovale didorong inenutup ke arah/posisi septum atriotum. Penutupan fungsional saat lahir akan‘berlanjut dengan penucupan secara anatomis yang biasanya akan rerjadi pada usia beberapa bulan setelah lahir. ¢. Penutupan duktus arteriosus Penjepiran tali pusat akan mengakhiri fungsi vena umbilikalis dan peran plasenta, sehingga sirkulasi prostaglandin E2 (PGE2) menutun akibat produksi PGE2 dari plasenta berhenti, akan menyebabkan penutupan duktus arteriosus. Penutupan mekanis secara fungsional dari dukeus arteriosus terjadi 10-15 jam sevelah labir. Penutupan secara anatomis terjadi pada usia 1-2 minggu/2-3 minggu post natal. Beberapa faktor lain yang berperan dalam penutupan duktus arteriosus adalah: * a. Peningkatan cekanan ©2 arterial (PaQ2 > 55 Torr, intra ucerine PaO2 hanya 38 Torr mmHg), menyebabkan kontriksi duktus arterisous, b. Peningkatan kadarkatekcolamin (natepinefrin, epinefrin) menyebabkan kontriksiduktus. Keadaan asfiksia atau penyakit membran hialin akibat prematuritas akan menghalangi penutupan duktus arteriosus. gkasan Pengetahuan tentang embriogenesis sistem kardiovaskular merupakan pengetahuan dasar anatomis dan fungsional dari sistem kardiovaskular. Sistem sirkulasi fetal/janin berbeda dengan sistem sitkulasi neonatus/dewasa mengenai : sumber oksigen (plasenta vs udara atmosfer), pengangkut 2 (HbF vs HbA) , PaO2 (38 Torr vs >55 Torr), anatomis (foramen ovale dan dukcus arteriosus Botalli menutup baik fungsional maupun anacomis). Perubahan dari sirkulast janin ke sirkulasi cransisi terjadi dalam jam-jam percama setelah lahir dan kemudian menjadi sirkulasi dewasa setelah minggu-bulan pestama kehidupan/ kelahiran. Kelainan Kardiovaskular 39 Daftar pustaka 1 2 40 Adams FH. Fetal and neonatal circulation. Dalam: Adams FH, Emmanovilides, Penyunting. Mass hearc disease in infant, children, and adolescenc. Edisi ke 3. Baltimore:2001. Cassin $.Physiological changes in the circulation after birch. Dalam: Moller JH, Neal WA, Penyunting. Fetal, neonatal, and infane cardiac disease. Norwalk: Appleton & Lange, 1990. h,73-89. Wenink ACG. Fetal circulation and circulatory changes at birth. Dalam: Anderson RH, Shinebourne EA, Macartney FJ, Tynan M, Penyunting. Paediatric cardiology. Edinburgh: Churchill Livingstone, 1987.h.109-21. Friedman AH, Fahey JT. The transition from fetal to neonatal ciculation: normal responses and implications for infant with heart disease. Semin Ferinacol 1993;17:506-21. ‘American Academy of Pediatrics-American Heart Association. Overview and principles of Resuscitation. Dalam: Kattwinkel J, Short J, Boyle D, et al,penyuncing. Neonatal resuscitation textbook. Edisi ke 5. USA:AAR 2006. bab 1:1-28. Shinebourne EA, Anderson RH. Currenc pediatric cardiology. London: Oxford Universicy Press, 1980. Scoot O, jordan SC. Heart disease in pediatric, Edisi ke-3. London: Butterworths, 1989-h.148-65, Einzig S$, Shu-Lun Z. Neonatal systemic vasculature. Dalam: Molier JH, Neal WA, Penyunting. Feral, neonatal, and infant cardiac disease. Norwalk: Appleton & Lange, 990.h.133-57, Kulik T], Reid LM. Neonatal pulmonary vasculature. Dalam: Moller JH, Neal WA, Penyunting. Fetal, neonacal, and infant cardiac disease. Norwalk: Appleton & Lange, 1990. 1 ). Susan N, John F Patrick VR, Vmay N, Barbara RH, et al. International guidelines for neonatal resuscitation: An expert from che guidelines 2000 for cardio pulmonary resuscitation and emergency cardio vasculature. Incernational Consensus on Sains: Ped, 2000; 10(3):29. Buku Ajar Neonatologi BAB IV KELAINAN KONGENITAL (CACAT BAWAAN) Sjarif Hidajat Effendi dan Eriyati Indrasanto Pendahuluan Tidak semua gersalinan membuahkan hasil sesuai dengan yang diinginkan, adakalanya bayi lahir dengan kelainan bawaan, yaitu kelainan yang diperoleh sejak hayi di dalam kandungan.! Sekitar 3% bayi baru lahie mempunyai kelaman bawaan {kongenital), Meskipun angka ini termasuk rendah, akan cetapi kelainan ini dapat mengakibatkan angka kematian dan kesakitan yang tinggi. Di negara maju, 30% dari seluruh penderita yang dirawat di rumah sakit anak terdiri dari penderita kelainan kongenital dan akibat yang ditimbutkannya- Sepuluh persen kematian periode perinatal dan 40% kematian periode satu tahun pertama disebabkan oleh kelainan bawaan.’# , Di Ruang Perinatologi RSAB "Harapan Kita” Jakarta dari tahun 1994 — 2005 kelainan bawaan terdapat pada 2,55% dari seluruh bayi yang lahir? Dengan keberhasilan penanggulangan penyakie akibat infeksi dan gangguan gizi, masalah yang akan muncul ke permukaan adalah masalah genetik (termasuk didalamnya kelainan bawaan). Di Inggris pada cahun 1900 angka kematian bayi adalah 154 per 1000 kelahiran hidup dan 3,5 diantaranya disebabkan karena kelainan genetik. Pada tahun 1986 angka kematian bayi tucun menjadi 9,6 per 1000 kelahiran hidup, tahun 1991 7,4 per 1000 kelahiran hidup, akan cecapi angka kemacian karena kelainan genevik tidak berubah yaitu 3,5 per L000 kelahiran hidup. Dari angka cersebuc dapat dilihat bahwa koncribusi kelainan genetik techadap angka kematian bayi meningkat dari 3% menjadi hampir 50%2 Pengertian Perlu dibedakan antara istilah "kongenital” dan "genetik”. Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahiryang dapat disebabkanaleh faktor genetik maupun non genecik. Inu yang mempelajari kelainan bawaan disebuc dismorfologi. Dismorfologi merupakan kombinasi dari bidang embriologi, genetika klinik dan ilmu kesehatan anak. Distribusi kelainan kongenital dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut ini. Kelainan Kongenital (Cacat Bawaan) 41 Carat Bawaan Tidak Cacat Kompleks Assoslast Sekuensial Satu sistem Sinérom organ Wendelian Penyebab Ugak dlketahul Kromesom Toratogenik Gambar 4.1 Distribusi kelainan kongenital Sumber : Aase JME Masalah Kelahiran bayi dengan kelainan bawaan ini menimbulkan berbagai permasalahan dalam. keluarga, meliputi perasaan tertekan, malu, rasa bersalah, serta masalah perhatian dan pembiayaan yang lebih besar daripada anak yang lahir normal. Sebagian besar orangtua yang mempunyai anak dengan kelainan bawaan ini tidak mengetahui mengenai apa yang telah terjadi dan bagaimana kelanjutan hidup anak cersebut. Di bangsal perinatologi kelahiran bayi yang mengalami cacat bawaan, terucama yang berat, sering memerlukan suatu konseling genetik praktis yang bersifac segera, salah satunya adalah pemberian informasi mengenai masa depan bayi tersebut (prognosis). Embriogenesis Embriogenesis normal merupakan proses yang sangat kompleks. Perkembangan pranatal cerdiri dari tiga tahap yaitu:?* 1. Tahap implantasi (implantation stage), dimulai pada saat fertilisasi/ pembuahan sampai akhir minggu ketiga kehamilan. 2. Tahap embrio (embryonic stage), awal minggu keempat sampai minggu ketujuh kehamitan: 42 Buku Ajar Neonatologi i © Terjadi diferensiasi jaringan dan pembentukan organ definitif. © Jazingan saraf berproliferasi sangat cepat dengan menutupnya tabung saraf (neural tube) dan fleksi dati segmen anterior membentuk bagian — bagian otak. * Jantung mulai berdenyur, sehingga darah dapat bersirkulasi melalui sistim vaskular yang baru terbentuk meskipun struktur jantung belum terbentuk sempuma, + Terlihat primordial dari steukcur wajah, ekstremitas dan organ dalam. 3, Tahap fetus (fetal stage), dimulai minggu kedelapan sampai lahir. Pada tahap ini diferensiasi seluruh organ telah sempurna, bertambah dalam ukuran; pertumbuhan progresif strukcur skeletal, muskulus dan terutama otak. Perkembangan enibrio awal meliputi beberapa fenomena yang berbeda: * Sel-sel membentuk berbagai jaringan, organ dan struktur tubuh. + Proliferasi sel sederhana terjadi dengan kecepatan yang berbeda pada berbagai bagian tubuh, baik sebelum maupun sesudah diferensiasi menjadi jaringan spesifik. * Beberapa tipe sel seperti melanosit mengalami migrasi ke sekitarnya sampai akhirnya sampai ke lokasi yang jauh dari tempatnya semula.? + Kematian sel yang terprogram, merupakan faktor penting dalam pembentukan beberapa struktur, seperti pada pemisahan jari tangan."4 © Penyacuan (fusi) antara jaringan yang berdekatan juga merupakan mekanisme penting dalam pembencukan beberapa struktur seperti bibir atas dan jantung.”* Seluruh proses gerkembangan normal terjadi dengan urutan yang spesifik, khas uncuk setiap jaringan atau strukvwt dan waktunya mungkin sangat singkat. Oleh sebab itu meskipun cerjadinya perlambatan proses difecensiasi sangat singkat, dapat menyebabkan pembentukan yang abnormal tidak hanya pada struktur tereencu, Cetapi juga pada berbagai jaringan clisekitarnya.?? Sckalisebuah scrukeursudah selesai cerbentuk pada titik tertentu, maka prosesitutidak dapat mundur kembali meskipun strukcur versebut dapat saja mengalami penyimpangan, dicusak atau dihancurkan oleh tekaran mekanik atau infeksi.”* Embriogenesis Abnormal Kegagalan atau ketidaksempurnaan dalam proses embriogenesis dapat_menyebabkan cerjadinya malformasi pada jaringan atau organ. Sifac dari kelainan yang timbul cergantung pada jaringan yang terkena, penyimpangan, mekanisne perkembangan dan waktu pada saat terjadinya. Penyimpangan pada tahap implantasi dapat merusak embrio dan menyebabkan abortus spontan. Diperkirakan 15% dari seluruh konsepsi akan berakhir di periode ini.”# Bila proliferasi sel tidak adekuat dapat mengakibatkan terjadiaya defisiensi scruktur, dapat berkisar dari tidak terdapacaya ekstremitas sampai ukuran daun telinga yang kecil Abnomal atau tidak sempurnanya diferensiasi sel menjadi jatingan yang macang mungkin akan menyebabkan lesi hamartoma lokal seperti hemangioma atau kelainan yang lebih luas dari suatu organ. Kegagalan indukst sel dapat menyebabkan beberapa kelainan seperti atresia bilier, sedangkan penyimpangan imigrasi sel dapat menyebabkan kelainan seperti pigmentasi kulit.”# Kelainan Kongenital (Cacat Bawaan) 43 Proses “kematian sel” yang tidak adekuat dapat menyebabkan kelainan, antara lain sindakeili, atresia ani. Fusijaringan yang tidak sempurna akan menyebabkan celah bibir/dan langit-langic. Beberapa zat teratogen dapat menganggu pérkembangan, tetapi efeknya sangat dipengaruhi olch waktu pada saat aktivitas terarogen berlangsung selama tahap embrio.”# Kromosom manusia yang normal berjumlah 46 buah terdiri atas 22 pasangan ocosom. ditambah dengan pasangan kromosom XX sebagai kromosom wanita atau XY pada laki-laki (Gambar 4.2). he ay = x [wa = = ome 4 > ot Row wy eM aN Geuear et tu 4 woe eay a, oo» a bow hon oY Gambar 4.2 Kromosom manusia yang normal, a) kromosom wanita; b) kromosom pria? Percumbuhan normal tidak hanya tergantung pada macam gen yang terdapar dalam kromosom ini tetapi juga pada keseimbangan gen-gen tersebut.’ (Gambar 4.3) Perubahan jumlah kromosom sering terjadi akibat kegagalan pendisrribusian kromosom pada saat pembelahan sel. Pada saat pembagian reduksi (miosis gamec), salah satu dari tiap pasang otosom dan salah satu dari kromosom kelamin terbagi secara random kepada sel anaknya (Gambar 4,4). Sedangkan selama mitosis tiap kromosom yang terbagi memisah secara longitudinal pada sentromernya sebingga tiap sel anak menerima komplemen materi genetik yang idencik (Gambar 4.5)? 44 Buku Ajar Neonatologi ‘Aneuplodi Maldisttibusi Kromosom *. |, Trisomi 21, 18, 13, X,Y XXX, Mutasi Gen Jumlak Banyale Penyusunan kembali Translokasi, fragilitas, duplikasi, detest, delesi sub mikroskopis Sekitat 6.000 lebih. ‘kelainan Gambar 4.3 Gambaran frekuensi mekanisme,terjadinya kelainan bawaan. Sumber : Jones KL® Sel gonad dart _Senerom Bagian kromosom ovasium atau testis bertukar (46 kromosom) Depangin (crossing over) Pasangan kcornosom cersusun, dalam serabut Gamet mempunyai e _—~ + ‘Satu kromosom: satu kromosom dari terpojok pada ujung tap pasang 4 (23kromosom) @ — atiee ik Gambar 4.4 Pembelahan reduksi meiotik pada perkembangan gamet (sel kelamin} sepasang kromosom diikuti dalam siklus. ‘Sumber : Jones KL’ Kelainan Kongenital (Cacat Bawaan) 45 Bagion dari Gametogonium Sepasong ramesor, dai var ms saling bortukar atau test angen (Pina sian (46 bremosom) Keomesom ® sangan Eromosom renetnpe pada benang-benang, MaTosis fiber e@ _—~ a Satu kromosom dari dan nusingmenne ASSETS mann — atah yang berinvanan (23 kremosom) Gambar 4.5 Pembelahan mitosis sel normal Pada gambar 4.6 berikut ini terlihac mekanisme penyebab ketidak seimbangan genetik (kelebihan atau kekurangan pencecakan gen normal) sebagai akibat penyusunan dan maldistribusi kromosom. Matdlstribust Kromosom Qn Kerusakan Kromosom ‘Tikomt San satgen yang patambah ‘Solah Pemisahan pada Senttomer peorpenisnan Ieotomonens ei nan tengo oe" Duptas = Barling. taangen Lapanatn Meum edt pemieshan Beatomer sat soa Gambar 4.6 Maldistribusi kromosomal. ‘Sumber : Jones KL? 46 Buku Ajar Neonatologi Mosaik Mosaik adalah keadaan yang menggambarkan suatu individu atau jaringan yang mempunyai lebih dari satu garis sel yang berbeda secara genetik tapi berasal dari satu zigot yang tunggal. Walaupun selama ini telah cerbiasa dengan pola pikir bahwa suatu individu cersusun dati sel yang seluruhnya membawa komplemen gen dan kromosom yang setupa, namun hal ini merupakan suatu konsep terlalu sederhana. ‘Secara konsep mosaik cerjadiakibatinaktivasi X yang menurunkan dua populasiberbeda pada sel somaris wanita, yang temyata X paternal merupakan kromosom akrifdan X maternal juga merupakan kromosom aktif. Secara lebih menyeluruh, adanya mutasi yang timbul dalam sel-se] tunggal baik pada kehidupan prenatal maupun post-natal akan menimbulkan penggandaan sel yang secara genetik berlainan dengan zigot asli (Gambat 4.7) 20 ONE Gambar 4.7 Skema a tera jadinya Bembelahan sel mitosis. er: Jones Kt Mutasi Mutasiyang terjadiselama proliferasisel, baik pada sel somatik maupun selamagametogenesis, menyebabkan adanya proporsi sel-sel yang mengandung inutasi, yang merupakan mosaik baik somatik maupun gecininal. Patofisiologi Berdasarkan parogenesis, kelainan kongenital dapat diklasifikasikan sebagai berikut:+?4™3 1. Malformasi Malformasi adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh kegagalan arat: keridaksempurnaan dari satu atau lebih proses embriogenesis. Petkembangan awal dari suatu jaringan atav organ rersebut bethenti, melambat acau menyimpang sehingga menyebabkan terjadinya suacu kelainan struktur yang menevap. Kelainan ini mungkin terbatas hanya pada satu daerah anatomi, mengenai seluruh organ, ataupun mengenai betbagai sistim cubuh yang berbeda, Iscilah inalformasi tidak secara langsung menggambarkan eticloginya, tetapi meng- gambarkan bahwa penyimpangan dalam perkembangan ini tetjadi pada kehamilan muda, pada saat terjadi diferensiasi jarmgan arau selama periode pembentukan organ. Sebagai conroh penyimpangan pada arkus brakhialis pertama dan kedua akan menyebabkan terjadinya mikroria {telinga kecil). (Gambar 4.8) Kelainan Kongenital (Cacat Bawaan) 47 Gambar 4.8 Mikrotia (malformas|) Sumber : Eriyati Indrisanto ? Malformasi dapat digolongkan menjadi malformasi mayor dan minor. Malformasi mayor adalah suatu kelainan yang apabila tidak dikoreksi akan menyebabkan gangguan fungsi tubuh serta mengurangi angka harapan hidup. Sedangkan malformasi minor tidak akan menyebabkan problem kesehatan yang serius dan mungkin hanya berpengaruh pada segi kosmetik, Malformasi pada otak, jancung, ginjal, ekstremitas, saluran cerna rermasuk malformasi mayor, sedangkan kelainan daun telinga, lipatan pada kelopak mata, kelainan pada jari, lekukan pada kulit (dimple), ekstra puting susu adalah conroh dari malformasi minor. Malformasiakibatinfeksi rubela, cytomegalovrrus atau toksoplasmosis biasanyadisertai ikterus, purpura dan hepatosplenomegali. Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya kenaikan kadar antibodi spesifik, terutama IgM. Pada infeksi rubela dan toxoplasma , infeksi dapat berulang terjadi pada fetus, imunitas ibu dapat mencegah mencegah kejadian serupa pada kehamilan berikutnya. Berbagai penyakit ibu dapat meningkatkan risiko cerjadinya malformasi, diantaranya insulin-dependent diabetes mellitus, epilepsi, pengkonsumsi alkohol dan phenylketonuria (PKU). Keturunan dari ibu dengan insulin-dependent diabetes mellitus mempunyai risiko 5 — 15% untuk menderita kelainan kongenical cerurama penyakit jantung bawaan, defek tabung saraf (neural tube defect) dan agenesis sakral. Risiko juga meningkat sekitar 6% untuk timbulnya celah bibir dan penyakit jancung bawaan pada keturunan dari ibu penderita epilepsi, meskipun disini sulit dibedakan apakah kelainan kongenital ini meningkar disebabkan oleh epilepsi itu sendiri atau akibat obat-obat epilepsi. Ibu dengan PKU yang tidak diobati akan menyebabkan janin yang dikandungnya mempunyai risiko tinggi (25%) untuk menderita retardasi mental, mikrosefali dan penyakit jancung bawaan. 48 Buku Ajar Neonatologi 2. Deformasi Deformasi terbentuk akibat adanya tekanan mekanik yang abnormal sebingga merubah bentuk, ukuran atau posisi sebagian dari tubuh yang semula berkembang normal, misalnya kaki bengkok atau mikrognatia (mandibula yang kecil). Tekanan ini dapat disebabken oleh keterbatasan ruang dalam uterus ataupun faktor ibu yang lain seperti primigravida, panggul sempit, abnormalitas ucerus seperti uterus bikornus, kehamilan kembar. Deformasi juga dapac timbul akibat faktor janin seperti presencasi abnormal acau oligohidramnnion. Sebagian besar deformasi mengenai sistim tulang rawan, tulang dan sendi. Mungkin karena jaringan yang lebih lunak bila terkena tekanan akan kembali ke bencuk semula. Bila tekanan mekanik yang abnormal itu dihilangkan, sebagian besar deformasi akan membaik secara spontan. Pertumbuhan abnormal sering terjadi pada bagian yang terkena dan secara bertahap akan menghilang setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun. Kadang diperlukan pengobatan untuk mengembalikan ke konfigurasi normal tulang dan sendi. Gambar 4.9 menunjukkan contoh deformasi, yaitu tungkai yang bengkok akibat tekanan mekanik, Gambar 4.9 Tungk. bengkok (deformasi) ‘Sumber : Eriyati Indrisanto ? Deformasi yang disebabkan oleh setiap faktor yang membatasi gerakan janin akan menyebabkan kompresi dalam jangka panjang dan mengakibatkan postur yang tidak normal. Penyebabnya bisa intrinsik (penyakit neuromuskular, kelainan jeringan penunjang, kelainan susunan saraf pusat) atau ekstrinsik (primigravida, ibu bertubuh kecil, kehamilan kembar). Deformasi yang sering terdapat pada bayi baru lahir dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Contoh deformasi kongenital Talipes Dislokasi sendi panggul kongenital Skoliosis kongenical Plagiosefali Tortikotis Mai Sumber = Connor M & Smith MF? a tidak sime Kelainan Kongenital (Cacat Bawaan) 49 3. Diseupsi Defek struktur juga dapat disebabkan oleh destruksi pada jaringan yang semula berkembang normal, Berbeda dengan deformasi yang hanya disebabkan oleh tekanan mekanik, pada disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia, perdarahan arau perlekatan, Kelainan akibar disrupsi biasanya mengenai beberapa jaringan yang berbeda. Perlu ditekankan bahwa baik deformasi maupun disrupsi biasanya mengenai struktur yang semula berkembang normal dan tidak menyebabkan kelainan intrinsik pada jaringan yang rerkena. Angka kejadian ulang jarang, kecuali bila terdapat malformasi pada uterus. Penyebab rerscring adalah robeknya selaput amnion pada kehamilan muda sebingga cali amnion dapat mengikat erat janin, memotong kuadran bawah fetus, menembus kulit, muskulus, tulang dan jaringan lunak. (Gambar 4.10) Gambar 4.10 Amniotic band (disrupsi) Sumber : Eriyati Indrisanto ” 4. Displasia Patogenesis lain yang pencing dalam terjadinya kelainan kongenital adalah displasia. Istilah displasia dimaksudkan dengan kerusakan (kelainan strukcur) akibat fongsi acau organisasi sel abnormal, mengenai satu macam jaringan diseluruh tubuh. Pada sebagian kecil dari kelainan ini terdapat penyimpangan biokimia di dalam sel, biasanya mengenai kelainan produksi enzim atau sineesis protein. Sebagian besar disebabkan oleh mutasi gen. Karena jaringan itu sendiri abnormal secara intrinsik, efek klinisnya akan menetap atau semakin memburuk. Ini berbeda dengan ketiga mekanisme patogenesis yang terdahulu. Malformasi, deformasi dan disrupsi menyebabken efek dalam kurun waktu yang jelas, meskipun kelainan yang ditimbulkannya mungkin berlangsung lama, tetapi penyebabnya relacif berlangsung singkat. Displasia dapat terus menerus menimbulkan perubahan kelainan seumur hidup. Gambar 4.11 menunjukkan contoh displasia yaitu thanatophoric dysplasia. 50 Buku Ajar Neonatologi Gambar 4.11 Thanatophoric dysplasia Sumber : Eriyati Indrisanto ” Kelainan kongenical dapat disebabkan oleh faktor genetik, faktor lingkungan dan inceraksi keduanya. Secara terinci penyebab kelainan bawaan dapat dilihat pada Tabel 4.2. Devi tabe! tersebut dapac dilihac bahwa dari penyebab yang tidak idiopatik, faktor multifakeorial merupakan penyebab cerbanyak, diikuti oleh kelainan gen tunggal dan kelainan kromosom, sehingga faktor genetik mencakup sekitar sepertiga dari semua kelainan kongenital yang dikerahui penyebabnya. Duplikesi yang dapat terlihat atau kekurangan dari setiap otesom hampir selalu berhubungan dengan gangguan mental, pertumbuhan dan dismorfik. Kelainan multipel dan percumbuhan janin terhambat juga sering timbul dan derajat beratnya berhubungan dengan luasnya ketidak seimbangan kromosom. Pengenalan terhadap kelainan gen tunggst dan pola penurunan kelainan kromosom diperlukan dalam bidang klinik untuk mengecahui angka kejadian ulang? ‘Tabel 4.2 Eriologi malformasi kongenital Idiopatik 60% Muhifaksorial 10% Kelainan gen tunggal 75% Kelainan kromosom 6% Penyakic ibu 3% Infeksi kongenial 1% bat, sinat x alkohol 1.5% ‘Sumber : Connor M & Smith MF’ Kelainan Kongenital (Cacat Bawaan) SL Beberapa macam pengelompokkan kelainan bawaan : Ll 52 Menurut gejala Klinis Kelainan bawaan dikelompokan berdasarkan hal-hal sebagai berikut:** a, Kelainan tunggal (single-system defects) Porsi terbesar dari kelainan kongeniral terdiri dari kelainan yang hanya mengenai satu regio dari sacu organ (isolated). Contoh kelainan ini yang juga merupakan kelainan kongenital yang tersering adalah celah bibir, club foot, stenosis pilorus, dislokasi sendi panggul kongenital dan penyakit jantung bawaan. Sebagian besar kelainan pada kelompok ini penyebabnya adalah multifakeorial, menggambarkan efek kumulatif dari berbagai efek yang ringan dari berbagai gen, dan kemungkinan faktor lingkungan sebagai pencetusnya. Kelainan ini meningkat angka kejadiannya pada beberapa keluarga dan suku, tetapi tidak mengikuti pola hukum Mendel seperti pada kelainan yang disebabkan oleh mutasi gen mayor. Secara klinik (mungkin juga secara patogenesis) kelainan yang berdiri sendiri (isolated) ini identik dengan kelainan serupa yang merupakan bagian dari suatu sindrom. b. Asosiasi (Association) Asosiasi adalah kombinasi kelainan kongenital yang sering cerjadi bersama-sama, Istilah asosiasi untuk menekankan kurangnya keseragaman dalam gejala klinik antara satu kasus dengan kasus yang lain. Sebagai concoh "Asosiasi VACTERL” (vertebral anomalies, anal atresia, cardiac malformation, tracheoesophageat fistula, renal anomalies, limbs defects). Sebagian besar anak dengan diagnosis ini, tidak mempunyai keseluruhan anomali tersebut, tetapi lebih sering mempunyai variasi dari kelainan diatas. Nilai utama dari asosiasi adalah untuk memikirkan akan adanya berbagai kelainan tersembunyi yang hatus dicarl. Angka kejadian ulang kondisi ini sangat kecil dan prognosisnya tergantung pada derajat beratnya kelainan dan juga pada kemungkinan apakah kelainan tersebut dapat dikoreksi atau tidak. Perkembangan mental biasanya tidak cerganggu, retapi pertumbuhan mungkin agak terlambat. c. Sekuensial (Sequences) Adalah suatu pola dari kelainan kongenital multipel dimana kelainan uramanya diketahui, Sebagai contoh, pada "Porter Sequence” kelainan utamanya adalah aplasia ginjal. Tidak adanya produksi urin mengakibatkan jumlah cairan amnion secelah kehamilan pertengahan akan berkurang dan menyebabkan tekanan intrauterin dan akan menimbulkan deformitas seperti tungkai bengkok dan kontraktur pada sendi serta menekan wajah (Potter Facies), Oligohidramnion juga berefek pada pematangan paru sehingga pematangan paru terhambat, Oleh sebab itu bayi baa Tahir dengan "Power Sequence” biasanya lebih banyak meninggal karena discres respirasi dibandingkan karena gagal ginjal. Sebagian besar penyebab dari sekuensial tidak diketahui, kemungkinan disebabkan oleh multifaktorial. Buku Ajar Neonatologi d. Kompleks (Complexes) Istilah ini dipopulerkan oleh Opitz, yang menggambarkan adanya pengaruh berbahaya yang mengenai bagian utama dari suatu regio perkembangan embrio, yang mengakibatkan kelainan pada berbagai struktur yang berdekatan yang mungkin sangat berbeda sal embriologinya tetapi mempunyai letak yang sama pada titik certentu saat perkembangan embrio. Beberapa komnpleks disebabkan oleh kelainan vaskuler. Penyimpangan pembentukan pembuluh darah pada saat embriogenesis awal, dapat menyebabkan kelainan pembentukan struktur yang diperdarahi oleh pembuluh darah tersebut, Sebagai contoh, absennya sebuah arteri secara total, dapat menyebabkan tidak terbentuknya sebagian atau seluruh tungkai yang sedang berkembang. Penyimpangan arteri pada masa embrio mungkin akan mengakibatkan hipoplasia dari tulang dan otot yang diperdarahinya. Contoh dari kompleks, termasuk hemifacial microsomia, sactal agenesis, sirenomelia (Gambar 12), Poland Anomaly, Moebius Syndrome. Gambar 4.12 Sirenomelia Sumber : Eriyati Indrisanto ? e. Sindrom: Kelainan kongenital dapat timbul secata tunggal (single), atau dalam kombinasi tertentu. Bila kombinasi tertentu dari berbagai kelainan ini terjadi berulang-ulang. dalam pola yang tetap, pola ini disebur suatu sindrom. Istilah "syndrome” berasal dari bahasa Yunani yang berarti "berjalan bersama”. Pada pengertian yang lebih sempit, sindrom bukanlah suatu diagnosis, tetapi hanya sebuah label yang cepat. Apabila penyebabdati suacu sindrom dikecahui, sebaiknya dinyatakan dengan nama yang lebih pasti, seperti "Hurler syndrome” menjadi "Mucopolysaccharidosis type I”. Sindrom biasanya dikenal setelah laporan oleh beberapa penulis tentang berbagai kasus yang mempunyai banyak persamaan. Sampai tahun 1992 dikenal lebih dari 1000 sindrom dan hampir 100 diantaranya merupakan kelainan kromosom. Sedangkan 50% kelainan kongenital multipel belum dapat digolongkan ke dalam sindrom tertentu.* Kelainan Kongenital (Cacat Bawaan) 53 2 Menurut berat ringannya. Kelainan bawaan dibedakan menjadi: a. Kelainan mayor Kefainan mayor adalah kelainan yang memerlukan tindakan medis segera deri mempertahankan kelangsungan hidup penderitanya b Kelainan minor Kelainan minor adalah kelainan yang tidak memerlukan cindakan medis 3. Menurut etiologi 54 Kelainan bawaan dapat dibedakan menjadi: a. Kelainan yang disebabkan oleh faktor genecik Kelainan karena faktor genetik adalah kelainan bawaan yang disebabkan oleh kelainan. pada unsur pembawa keturunan yaitu gen. Kelainan bawaan yang disebabkan oleh faktor genetik dikelompokkan ke dalam kelainan akibat mutasi gen tunggal, kelainan aberasi kromosom, dan kelainan multifakrorial (gabungan genetik dan pengaruh lingkungan). Kelainan bawaan yang discbabkan olch mutasi gen cunggal dapat menunjukkan sifat otosomal dominan, otosomal resesif, dan x-linked. b. Kelainan mutasi gen tunggal (single gen murant) Kelainan single gene mutant atau disebut juga pola pewarisan Mendel (Mendelian) terbagi dalam 4 macam, antara lain: otosomal resesif, otosomal dominan, x-linked recessive dan x-linked dominant. Kelainan bawaan dari otosomal resesif anrara lain: albino, defisiensi alfa-1-antitripsin talasemia, fenilketonuria serta galaktosemia. Kelainan bawaan dari otosomal dominan antara lain: aniridia, sindrom Marfan, ginjal polikistik, retinoblastoma, korea Hutington, hiperlipoproteinemia dan lain-lain. Kelainan bawaan x-linked recessive antara lain: diabetus insipidus, bura warna, distrofi muskularis Duchene, hemofilia, iktiosis, serta retiniris pigmentosa. Sedangkan kelainan bawaan x-linked dominant sangat sedikit jenisnya, antara lain rakitis yang resisten terhadap pengobacan vitamin D. cc. Gangguan keseimbangan akibac kelainan aberasi kromosom Kelainan pada kromosom dibagi atasaberasi numerik dan aberasistruktural, Kelainan, pada struktur kromosom seperti delesi, translokasi, inversi, dan lain sebagainya, ataupun perubahan pada jumlahnya {aberasi kromosom numerik/aneuploidi) yang biasanya berupa trisomi, monosomi, retrasomi, dan lain sebagainya. Kelainan. bawaan berat (biasanya merupakan anomali multipel) seringkali disebabkan aberasi kromosom. ‘Aberasi numerik timbul karena terjadinya kegagalan proses teplikasi dan pemisahan sel anak yang disebut juga non-disjunction. Sedangkan aberasi seruktural terjadi apabila ktomosom terputus, kemudian dapat bergabung kembali atau hilang. Sebagai contoh dari aberasi kromosom antara lain: sindrom etisomi 21, sindrom trisomi 18, sindrom trisomi 13, sindrom Turner dan sindrom Klinefelter. Sejumlah. gambaran yang lazim dicemukan pada anak dengan kelainan kromosom ancara lain bentuk muka yang aneh, telinga tidak notmal, kelainan jantung dan ginjal, kaki dan cangan tidak normal, guratan-guracan simian, guratan tunggal pada jari kelima, serta lahir dengan berat badan rendah. Buku Ajar Neonatoiogi Pada Tabel 4.3 di bawah ini ditunjukkan kelainan kromosom yang paling sering ditemukan. Tidak semua kelainan kromosom ini berhubungan dengan suatu penyakit, cetapi secara umum kelainan otosom menunjukkan gejala yang/ebih berat bila dibandingkan dengan kelainan kromosom seks, delesi lebih berat dari pada duplikasi. Pada kelsinan otosom biesanya terdapat recardasi mental, malformasi kongenital multipel, dismorfik, gagal tumbuh (pre atau pasca natal). Tabel 4.3 Kelainan kromosom yang paling sering diternuka® KELALNAN, ANGKA KEJADIAN SAAT LAHIR Tokasi balans {dari 500, . Translokasi non balans I dari 2000 lnversi pericentcik 1 dari 100 Trisomi 21 J dari 700 Trisomi 18 J dari 3000 Teisomi 13 | dar 5000 Hixxy 1 dari 1000 Takitaki aay 1 lari 1000 lakick ava 1 dari 1000 pereimpuan 45x 1 dari 5000 perempuan ‘Sumber : Connor M & Smith MF? d. Kelainan multifakeorial Kelainan multifakcorial adalah faktor lingkungan (non-genetik) yang dapat menyebabkan terjadinya kelainan kongenital. Fakror lingkungan ini vermasuk faktor sosial, ekonomi, umur ibu saat ham, reratogen dan sebagainya.!* Kelainan yang disebabkan oleh faktor non-genetik Kelainan oleh faktor non genetik dapat disebabkan oleh obat-obatan, teratogen, dan vadiasi. Terarogen adalah obat, zat kimia, infeksi, penyakit ibu, yang berpengatuh pada janin sehingga menyebabkan kelainan hentuk atau fungsi pada bayi yang dilahirkan. Beberapa teratogen yang diketahui dapat menyebabkan kelainan kongenital dapat dilihat pada tabel 4.4 Meskipun berbagai obat-obatan seperti aspirin, parasetamol, sefalosporin dan aminoglikosida dinyarakan tidak teratogen, keamanannya pada kehamilan belum dikerabui, dan bila mungkin sebaiknya dibindari Alkchol yang dikonsumsi ibu lebih dari 150 gram per hari, merupakan risiko penting bagi janinnya, cetapi kadar lebih rendahpun masih dapat membahayakan. Bayi yang lahir dari ibu pengkonsumsi alkohol, mempunyai bentuk muka khas dengan fisura palpebra yang pendek dan filtrum rata (tanpa lekukan). Keiainan Kongenital (Cacat Bawaan) 55 Tabel 4.4 Teratogen pada manusia TERATOGEN _PERIODE KRITIS MALFORMASI Rubela Risiko tinggi 6 ring Penyakit jantung bawaan (PDA), katara Risiko rendah >16 minggu mikrosefali, retardasi_mencal, ketulian sens neural, retinopati, insulin dependent diabstes mellcus (20%) Cyvomegclovines Bulan ketiga atau keempat _Retardasi mental, mikrosefali pada 5-10% “Toxoplasmosis Risiko 12% 6-17 minggu __Revardasi mental, mikroselali, korioreuinits. Risiko 60%: 17-18 minggo Alkohol “Trimester pertaina ? Retardasi mental, mikrosefali, penyakit jantung bawaan, kelainan ginjl, gagal wambuh, celah langi- fangte, muka khas Fenicoin Trimester 1, sekitar 10% Hipoplasia falang discal, hidung pesek, pangkal (bidantoin) tetkena hidung datar dan lebar, ptosis, celah bibir dan langitlangie, rexardasi- mental, kemudian akan mempunyairisiko cinggi terhadap keganasan, terutama neuroblastoma. Talidomid 34—50 hari HPT Fokomelia, penyakit jancung bawaan, stenosis ani atresia meatus auditorius eksterna, Warfarin TTempapar pada 65 minggu, Alipoplasia hidung, gangguan saluran napas aras, ‘mengakibackan —anomali_acrofi saraf oprikus, falang distal pendek, retardasi struktur pada 30%, setelah mental 16 minggu mungkin hanya mengakibarkan —recardasi mental Klorokuin Ketulian, keketuhan korea, koriorecinitis Litium Penyakit jantung bawaan Natrium Defek tabung saraf (1 - 2 %j, hipospadia, valproat inikrostomia, hidung keel, ani tangan panjang dan kurus, keterlambatan perekembangan ‘Sumber : Connor M & Smith MF? Diagnosis I. Pendekatan dismorfologi pada anak dengan kelainan bawaan_ Komponen pada evaluasi dismorfolo, a. Kecurigaan Biasanya orang tua atau perawat perinecologi akan membawa bayinya ke klinik dismorfologi bila ada kecurigaan akan adanya suatu kelainan. Kecurigaan biasanya timbul bila terdapat kelainan kongenital, problem perturbuhan dan retardasi mental. b. Analisis Riwayat penyakic harus dicatat secara teliti dan lengkap, termasuke riwayat keturunan (pedigree), kelmilan, persalinan dan tumbuh kembang. Inci dari evaluasi dismorfologi adalah ditemukannya anomali mayor atau minor, oleh sebab itu, pemeriksaan fisis menjadi sangat penting. Pendekacan yang 56 Buku Ajar Neonatologi mungkin sangat berguna adalah pemeriksaan menuruc daerah anatomi, kemudian pemeriksaan sistim organ, sebagai contoh bila didapatkan suatu kelainan pada kuku, maka harus diperhatikan secava khusus sistim ektodermal yang lain seperti rambuc dan gigi. Pengukuran khusus gambaran fisik dapat sangat berguna dalam memastikan kesan akan adanya kelainan. Atas iin dari orang tua/wali, dibuat foto dari muka, tangan atau area lain yang menarik. Foto ini berguna untuk dibandingan dengan sindrom yang sudah diketabui diagnosisnya, atau dapat juga untuk memanrau kemajuan penderita. Pada pemeriksaan laboratorium, pertama kali harus dibedakan antara pemeriksaan yang dipeslukan untuk membuat diagnosis acau untuk pengobatan. Sebagai contoh, seorang penderita kelainan bawaan menderita radang tenggorok, maka perlu dilakukan kultur tenggorok untuk petunjuk pengobatan. Sebagian besar anak dengan kelainan bawaan tidak memerlukan pemeriksaaan laboratorium yang spesifik atau pemeriksaan radiologis, tetapi pada beberapa keadaan tertentu diagnosis hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan yang memadai. Analisa kromosombiasanya diperlukan untuk memastikardiagnosis dari kelainan kromosom yang sudah dikenal, atau pada kelainan kongenital multipel yang tidak dikenal. ‘Anomali pada 3 organ yang berbeda yang juga disertai gangguan tumbuh kembang kemungkinan besar disebabkan oleh penyimpangan kromosom. Pemeriksaan ksomosom dengan cara yang lebih canggih mungkin juga diperlukan pada keadaan tertentu. Analisa asam amino, enzim dan pemeriksaan lain untuk mendiagnosis kelainan metabolisme (inborn ervors of metabolism) kadang diperlukan. Pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan khusus yang lain juga pencing. Pemeriksaan radiologis tetutama penting untuk evaluasi anak dengan tubuh pendek atau kelainaa tulang. CT scan digunakan antara lain untuk memeriksa cairan intrakranial dan kalsifikasi, ulcrasonografi untuk mengevaluasi hidrosefalus pada neonatus serra melihat struktur jantung dan ginjal. Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk memeriksa secara tetinci jaringan lunak. Pemeriksaan lain yang mungkin diperlukan antara lain Visual Evoked Response Studies, Brainstem Auditory Evoked Potential dan lain-lain. Untuk menegakkan diagnosis kadang diperlukan usaha lain, yaita memeriksa keluarga dan menunggu sambil mengamati (watchful waiting). Pada saat pengamatan kica menunggu perkembangan berikucnya, sebagai contoh, diagnosis pasti tidak mungkin dicegakkan pada scorang bayi berumur 3 bulan yang menderita hipotonia dan lingkar kepala yang relatif kecil. Kemudian diamati selama beberapa bulan. Bila tonus otot berangsur meningkat menjadi hiperconik dan kemampuan motorik kasar tertinggal dari kemampuan sosial, maka diagnosis yang paling mungkin adalah kerusakan otak pranatal. Apabila hipotonia menetap disertai nafsu makan yang meningkat dan obesitas, menunjukkan indikasi kuat adanya sindrom Prader Willi. Orang tua harus diberi penjelasan tentang penycbab ditundanya penentuan. diagnosis c Konfirmasi idealnya pada tabap ini sudah didapatkan diagnosis akhir, Kelainan Kongenital (Cacat Bawaan} 57 Intervensi Tajuan akhir dari semua yang dikerjakan adalah menolong penderita dan keluarganya. Sayangnya sebagian besar kelainan kongenital tidak dapat disembuhkan, sebagian karena tidak dapat diobati dan sebagian kecil Iainnya fatal. Meskipun demikian, para abli selalu menyediakan bantuan, apabila bukan merupaken pengobacan, dapat berupa bantuan emosional untuk mengurangi perasaan bersalah atau malu. Pemantauan Penentuan diagnosis yang akurat hanyalah tahap awal dari perawatan anak dengan kelainan koagenital. Para ahli mungkin masih cetap bertemu dengan penderita dan keluarganya. Kadang diagnosis pertama kurang tepat atau harus dicangguhkan dan dievaluasi ulang. Pada waktu lain, dalam pencarian kelainan genetik pada penderita, diharuskan memeriksa anggota keluarga lain yang mungkin juga berisiko. Abli dismorfologi adalah orang yang tepat untuk mengamati akan timbulnya komplikasi dan juga menginformasikan kepada keluarga tentang kemajuan ilmu yang mungkin terdapat dikemudian hari. Pendekatan diagnostik kelainan bawaan saat lahir Dalam menegakkan diagnosis postnatal kita perlu beberapa pendekaran, ancara lain"? a. Penelahan prenatal Riwayat ibu: usia kehamilan; penyakit ibu seperti epilepsi, diabeces melitus, varisela, TORCH, panas badan (hipertermia); kontak dengan obat-obatan tertentu seperti alkohol, obat anti epilepsi, kokain, dietilstilbesterol, vitamin A isorretinoin, obat psoriasis etretinat, obat antikoagulan warfarin, serta iradiasi. Penerapan sitogenetik dalam bidang prenatal: walaupun tidak begitu banyak yang diketabui mengenai penyebab kesalahan distribusi kromosom, satu hal yang diketahui adalah faktor usia ibu yang lanjut. Hal ini berlaku terutama pada sindrom trisomi otosom dan beberapa kasus aneuploidi kromosom kelamin. insices Tipe 4 10 ~Taan 235 a E | Prenaual Soa) lnlis S| taborns) id- ‘Wrenn Prenat Nepratis (abemae} ‘Gambar 4.13 Kejadian dan jenis kelainan kromosom ditinjau dari ketidakseimbangan genetik. Sumber : Jones KL? 58 Buku Ajar Neonatologi Pada gambar 4.14 berikut ini terlihat peningkatan progresif frekuensi bayi lahir hidup dengan sindrom Down pada fase lanjut dari usia teproduktif seorang ibu. Frekuensi aneuploidi yang terdeteksi melalui amniosentesis pada wsia kehamilan 14-16 minggu lebih tinggi karena sebagian dari hasil konsepsi aneuploidi ini verdeteksi pada stadium dini kehamilan akan mengalami abortus spontan atau meninggal dalam kandungan pada masa kehamilan lebih lanjut. L 0 | Sindrom Down per 1000 kelahiran 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45+ Usia It Gambar 4.14 Peningkatan kejadian sindrom down selama masa reproduksi lanjut ‘Sumber : Jones Kl? cS Rivayat persalinan: posisi anak dalam rahim, cara lahir, lahir mati, status kesehatan neonati. c Riwayat keluarga: adsnya kelainan bawaan yang sama, kelainan bawaan yang lainnya, kematian bayi yang tidak bisa diterangkan penyebabnya, serta retardasi mental. d Pemeriksaan fisis: mulai dari pengukaran sampai mencari anomali baik defek mayor maupun minor. Biasanya bila ditemukan dua kelainan minor, sepuluh persen disertai kelainan mayor. Sedangkan bila ditemukan tiga kelainan minor, delapan puluh lima persen diserrai kelainan mayor. e Femeriksaanpenunjang: sitogenetik (analisis kromosom), analisis DNA, ultrasonografi organ dalam, ekokardiografi, radiografi, serta serologi TORCH. . Pemeriksaan yang, telici terhadap pemeriksaan fisis dan riwayat ibu serca keluarga kemudian ditunjang dengan melakukan pemotrevan terhadap bayi dengan kelainan bawaan adalah merupakan hal yang sangat penting dibanding dengan pemeriksaan penunjang taboratorium. Kelainan Kongenital (Cacat Bawaan) 59 Beberapa kelainan kromosom yang penting ‘Trisomni 21 (Sindrom Down) Angka kejadian crisomi 21 adalah 1 dati 700 kelahiron hidup. Angka kejadian pada saat konsepsi, lebih besar, retapi lebih dari 60% mengalami abortus sponcan dan setidaknya 20% fahir mati. Angka kejadian meningkat dengan meningkatnya usia ibu, sehingga angka kejadian pada usia kehamilan 16 minggu (waktu tersering dilakukan amniosentesis) I dari 300 pada ibu berusia 35 tahun, meningkat menjadi { dari 22 bila usia ibu 45 cahun. Penampilan klinik biasanya sudah mengarah pada diagnosis. Fisura palbebra miring keatas (upslanting palpebral fissure), hidung pesek, hipotonia, kulit leher longgar, oksipuc datar (brakisefali), garis Simian, kelingking bengkok (klinodaktili) serta jarak yang lebar antara jari kaki ke 1 dan ke 2. Retardasi mental merupakan komplikasi yang serius, IQ biasanya kurang dari 50. Penyakit jantung bawaan terdapat pada 40% penderica. Komplikasi lain termasuk katarak (2%), epilepsi (10%), hipociroid (3%), lekemia akue (196). Sebagian besar kasus (95%) adalah trisomi 21, biasanya timbul akibac non- disjunction. yaitu penyimpangan pada proses meiosis. Kontribusi ibu cerhadap rimbulnya cekstra kromosom adalah 85% dan ayah 15%. Satu persen kasus dengan mosaik dan 4% translokasi, Angka kejadian ulang pada trisomi 21 adalah 1,5% pada amniosentesis dan 19% pada saat lahir, apabila iby masih muda. Bila umur ibu diacas 35 tahun angka kejadian ulang akan meningkat. Angka kejadian ulang pada orang tua dengan translokasi yang balans berkisar antara 1- 100%. Penyandang Sindrom Down jarang yang mempunyai keturunan. Tidak pemnah dilaporkan adanya penyandang Sindrom Down laki-laki yang mempunyaianak, sedangkan penderita perempuan pernah dilaporkan dapat mempunyai anak dengan angka kejadian ulang pada anaknya sekitar 50% Gambar 4.15 Sindrom Dow Gambar 4.16 Klinodaktili Sumber : Eriyati Indrisanto ? ‘Sumber ; Eriyati Indrisanto ’ Buku Ajar Neonatologi « Trisomi 18 (Sindrom Edward) Angka kejadian trisomi 18 adalah 1 dari 3000 kelahiran hidup, umur ibu ikut berpengaruh. Angka kejadian pada saat konsepsi lebih besa, tetapi 95% janin abortus spontan. Abortus lebih banyak terjadi pada janin laki-laki, sehingga lebih banyak bayi perempuan yang dilahirkan dengan crisomi [8. Berat lahir biesanya rendah, dan dismorfik multipel sudah terlihat saac lahir, seperti oksiput prominen, dagu kecil, telinga abnormal dan letak rendah (low set malformed ears), tangan mengepal dengan ibu jari menumpang pada jari ke 3 dan kelingking menumpang pada jari ke 4 (clenched hands), rockerbottom feer, sternum pendek (Gambar 17,18,19). Sering pula terdapat kelainan pada jantung, ginjal dan berbagai organ Jain. Lima puluh persen meninggal dalam minggu percama, sisanya ada yang bisa hidup sampai 12 bulan. Rerata umut adalah 14,5 hari. Hanya 5%-10% hidup sampai usia 1 tahun, dengan retardasi mental berat. Apabila diagnasis sudah ditegakkan, maka berbagai tindakan canggih uncuk memperpanjang hidupnya harus dibacasi dan benar-benar dipertimbangkan. Trisomi 18 biasanya disebabkan oleh non-disjunction pada ibu (95%), non-disjuncsion pada ayah (5%) dan sangat jarang disebabkan oleh translokasi pada orang tua. Jarang ditemukan bentuk mosaik (biasanya pada bentuk yang lebih ringan) Pada orang tua yang mempunyai anak dengan trisomi 18, angka kejadian ulang 1,5% pada amnicsentesis. Gambar 4.17 Trisomi 18 Gambar 4.18 Clenched hand Gambar 4.19 Rockerbottom feet Sumber : Eriyati Indrisanto ? * Trisomi 13 (Sindrom Patau) Angka kejadian trisomi 13 adalah 1 dari 5000 kelahiran hidup, umur ibu ikut berpengaruh. Saat lahir sudah dapat ditemukan dismorfik multipel seperti hipotelorisme menandakan adanya holoprosensefali, mikroftalmia, celah bibir dan langit-langit, telinga abnormal, defek pada kulit kepala, kulit longgar pada tengkuk, clenched hand,garis Simian (60%), polidaktili, tumit prominen. Sering terdapat penyakit jantung bawaen. Umur rerata 7 hari. Lima puluh persen meninggal dalam bulan pertama, 91% meninggal dalam tahun pertama, hanya 10% bisa hidup diatas | tahun, dengan keterlambatan perkembangan yang berat. Sama seperti pada trisomi 18, bila diagnosis sidrom Patau sudah ditegakkan, maka tindakan canggih untuk memperpanjang hidupuya harus benar-benar dipertimbangkan dan dibatasi. Kelainan Kongenital (Cacat Bawaan) 61 Trisomi 13 biasanya disebabkan oleh non-disjunction maternal (65%), dan non- disjunction paternal (10%). Pada 20% kasus satu orang cua dengan cranslokasi dan mosaik terdapat pada 5% penderita. Apabila orang cua tidak menderita translokasi maka angka kejadian ulang pada anak berikutnya kurang dari 1%. Gambar 4.20 Trisomi 13 (Sindrom Patau) Sumber : Eriyati indrisanto Gambar 4.21 Defek pada kulit kepala sumber : Eriyati Indrisanto” 62 Buku Ajar Neonatologi jindrom Turner (45,x) Angka kejadian secara keseluruhan sindrom ini adalah 1 dari 5000 kelahiran hidup bayi perempuan. Kejadian pada saat konsepsi lebih tinggi, tetapi-99% mengalami abortus spontan. Pada saat lahir dapat dikenali dengan adanya kulit yang berlebih pada leher (Gambar 4.22) dan limfedema perifer (Gambar 23). Tetapi sering juga diagnosis baru ditegakkan kemudian akibat adanya cubuh pendek dan amenore primer. Tubuh pendek yang proporsional terlihat sejak masa kanak-kanak dini dan kemudian tidak ada percambahan tinggi badan yang cepat pada saat adolesens. ‘Tinggi rerata saat dewasa bila vidak diobati 145 cm, dengan pengaruh dari tinggi orang tua. Dada lebat dengan kesan jarak antara kedwa puting susu lebar. Garis baras rambut pada leher bagian belakang rendah (Gambar 24), dan mungkin terdapat webbed neck. Sering juga terdapat kuku yang hipoplastik dan nevus pigmentosus multipel. Limfedema terdapat dalam berbagai derajat pada 40%. Ovarium berkembang normal sampai gescasi 15 minggu, tetapi kemudian mengalami degenerasi dan menghilang, sehingga pada saat lahir hanya terlihat sebagai garis. Ini menimbulkan gagalnya perkembangan tanda seks sekunder. Bila degenerasi ovarium tidak komplit, menstruasi mungkin timbul (10-15%), dan mungkin terjadi kehamilan, tetapi ini sangat jarang. Pada 20% kasus terdapat penyakit jantung bawaan (koartasio zorta, ASD), juga tetdapat kenaikan risiko untuk cerjadinya hipertensi yang tidak dapat dijelaskan pacla 27% kasus. Terapi sulih hormon dengan hormon seks akan memberikan perbaikan pada perkembangan seks sckunder, dan tetapi dengan growth hormon akan menambah tinggi badan final 3 - 5 cm. Monosomi x muncul karena non-disjunction pada salah satu orang tua. Pada 80% monosomi x, hanya terdapac kromosom x dari ibu, sehingga penyimpangan terjadi pada spermatogenesis atau pasca fertilisasi.Angka kejadian ulang tidak berbeda dengan risiko pada populasi umum, 7 Gambar 4.22 Sindrom Turner Sumber ; Eriyati Indrisanto 7 Kelainan Kongenital {Cacat Bawaan) 63 64 Gambar 4.23 Limfedema perifer Sumber : Eri Indrisanto 7 Gambar 4.24 Garis batas rambut posterior rendah Sumber ; Eriyati Indrisanto ” Buku Ajar Neonatologi Manajemen 1, Pencegahan Pepatah lama menyebutkan bahwa pencegahan lebih baik dari pada pengobatan berlaku untuk penyakie yang didapat maupun kelainan genetik. Pada penyakit yang disebabkan oleh faktor lingkungan, hubungan antara pencegahan dan pengobatan dapat dilihat pada gambar 25. Untuk kelainan genetik, hubungan ini agak sedikit kompleks karena gejala mungkin tidak terlihat meskipun secara genetik anak tersebut tidak normal. Gejala baru timbul setelah dewasa atau bila terpapar faktor lingkungan. (Gambar 4 26). Prevention Health Disease Ss Therapy Gambar 4,25 Hubungan antara Pencegahan dan Pengobatan ‘pada Penyakit yang didapat summber: Connor JM, Smith MAF * NX — Pencegahon primer — Terapi gen |4— Pencegaban sekunder “Th simor Gambar 4.26 Hubungan antara pencegahan dan pengobatan pada kelainan genetik. Sumber : Connor JM, Smith MAF * Pencegahan primer terhadap kelainan genotip memerlukan tindakan sebelum konsepst. Diagnosis pranatal dengan terminasi kehamilan selektif (pencegahan sekunder) merubah angka kejadian suatu kelainan. Apabila usaha pencegahan gagal diperlukan suacu tindakan pengobatan. a. Pencegahan primer kelainan genetik Kelainan kromosom disebabkan oleh non-disjunction atau kerusakan kromosom. Kelainan Kongenital (Cacat Bawaan) 65 Pada pencegahan, diperlukan peningkatan pengetaluan tentang kedua proses cersebut. Semua kelainan gen cunggal disebabkan oleh mucasi, Masih diperlukan berbagai penelitian uncuk mencari penyebab kelainan ini. Kelainan yang disebabkan oleh mutifaktor mempunyai peranan yang paling besat dalam pencegahan primer. Tujuan disini adalah agat orang yang mempunyai risiko untuk mempunyai kelainan ‘genocip dapat mencegah penyakit dengan menghindari Akcor lingkungan . Sebagai contoh, suplementasi asam folat pada periode sekitar konsepsi dapat menurunkan 74% angka kejadian defek cabung saraf. b. Pencegahan sekunder kelainan genetik . Pencegahan sekunder, cermasuk didalamnya semua aspek uji tapis prenatal dan terminasi selektif, Kelainan kromosom Semula uji tapis hanya pada ibu berusia 35 tahun keatas dan pada golongan risiko tinggi. Apabila semua ibu pada usia tetsebut menjalani amniosentesis, naka angka kejadian kelainan kromosom akan turun sekitar 30%. Apabila baras usia ibu dinaikkan menjadi 40 tahun, maka penurunan hanya 10%. Uji capis biokimia untuk menentukan kehamilan risiko tinggi, dalam kombinasi dengan umur ibu, sangat meningkatkan efektifitas program pencegahan pranacal. Kelainan gen tunggal Dilakukan diagnosis pranatal dengan analisa DNA, biokima, ultrasonografi dan berbagai teknik lainnya. Problem pada golongan ini, sebagian besar penderita adalah orang pertama dalam keluarga yang cerkena, oleh sebab itu ditawarkan diagnosis pranatal pada kehamilan berikutnya. Ini hanya akan sedikit menurunkan kelainan, ini. Di beberapa tempat dilakukan uji tapis pada pembawa sifat (carrier screening) yang ternyata mempunyai efek dramatis dalam menurunkan angka kejadian suacu kelainan. Sebagai contoh pada bangsa Yunani dimana 1 dari 6 penduduk adalah pembawa sifat calasemia beta. Dengan uji tapis pranatal pada pembawa sifat, angka kejadian talasemia beta sangat menurun mendekati angka nol. 2. Pengobatan Anggapan bahwa seluruh kelainan genetik tidak dapat diobati adalah keliru, karena beberapa terapi simtomatik rersedia untuk banyak kelainan genetik baik dengan medikamentosa maupun dengan tindakan bedah, sehingga penderita dapat hidup normal, meskipun secara genotip tetap abnormal. Kelainan kromosom Untuk beberapa kelainan kromosom seks, terapi sulih hormon seks akan memberikan perkembangan seks sekunder yang normal, retapi tidak dapat mengembalikan fertilitas. ‘Untuk ketainan otosom biasanya hanya tersedia pengobatan simtomatik. Kelainan gen tunggal Tabel 4.5 menunjukkan beberapa kelainan gen cunggal yang dapat diobati, Untuk kelainan mutifaktorial yang dapat diobati secara efektif dapat dilihat pada abel 4.6. Hanya terapi simcomatik yang tersedia unvuk kelsinan mitokhondria. Hampir seluruh kanker adalah kelainan genetik sel somatik. Pada beberapa dapat diberikan terapi kuratif dan pada sisanya terapi paliatif dan simcomatik. 66 Buku Ajar Neonatologi Tabel 4.5 Beberapa kelainan gen cunggal dengan terapi efektif Kelainan Hiperplasia adrenal Kongenitat Fenilkeronuria Galaktosemia Hemofilia ‘Terapi “Terai su hormon Diet rendah fenilalanin Diec rendah galaktosa TTerapi sulth faktor pembekuan ‘Cangkok sumsum tulang Asupan cairen tinggi, penisilarnia Kolekcomi ‘Agamaglobulinemia Imunoglobilin Beta talasemia Cangkok sumsum tulang Metilmalonik asiduria ‘Vitamin B12 - kofakeor enzim Penyakic polikistik ginjal Cangkok ginal” Penyalkie Wilson Depenisilarsin Hiperkolesterolemia familial Diet, obat-obaran Sferasicosis heredicer Splenektomi Hemokromatosis Venaseksi ‘Sumber : Connor M & Smith MF? ‘Tabet 4.6 Berbagai Kelainan Multifaktorial dengan Terapi Efekeif Kelsinan Celaly bibir dan langic angie Stenosis pilorus Peayakit jantung bawaan “Terapi Tindakan bedah Tindakan bedah Tindakan bedsh, obat-obacan Hidrovefalus Tindakan bedal, obat-obacan Diaberes melicus Obat-obatan Hipertensi ‘Obat-obacan Epilepsi Obat-obatan, ‘Sumber : Connor M & Smith MF 3. Konseling genetik Pemberian kenseling atau nasihat genetik adalah suatu upaya pemberian advis ethadap orangtua atau keluarga penderita kelainan bawaan yang didugs mempunyai fakcor penyebab heredites, centang apa dan bagaimana kelainan yang dihadapi ini, bagaimana pola penurunannya, serta bagaimana tindakan penatalaksanaannya, bagaimana prognosisnya dan juga upaya uncuk melaksanakan pencegahan ataupun menghentikannya,!”® Berdasarkan pada definisi tersebut di aras, terdapat tiga aspek konscling geneuik:'™= a. Aspek diagnostik, ranpa hal tersebut semua saran/nasihat tidak akan berdasar dan hanya berdasarkan pada dugaan. Tidak ada cara lain untuk mendapatkan diagnosis yang pasti. Untuk menilai risk genetik diperlukan data riwayat keluarga yang epat, lengkap dan mendetil, b. Perkiraan risiko yang sesungguhnya, pada beberapa situasi hal ini mudah untuk dilakukan dan pada situasi yang lain akan sangat sulit cc. Tindakan suportif, untuk memberikan kepastian bahwa pasien dan keluarganya memperoleh manfaat dari nasihac yang diberikan dan tindakan-tindakan pencegahan yang bisa dilakukan Kelainan Kongenital (Cacat Bawaan) 67 Akhir-akhir ini makin meningkat adanya pasangan suami istri yang memerlukan pelayanan konseling untuk mencegah kelahizai kelainan bawaan, baik didasari oleby adanya riwayat kelahiran kelainan bawaan pada keluarganya, ataupun kekhawatiran, sehubungan dengan usia pasangan tersebut yang agak lanjut.'* Dahulu batiyak yang beranggapan bahwa nasihat genetik ini hanyalah suatu pemecahan masalah secara statistik untuk memperkirakan kemungkinan berulangnya suatu kelainan genetik. Adapula yang beranggapan bahwa kegiaran ini hanyalah suatu pemeriksaan kromosom saja untuk melihat hasil analisis sitogenetik dari limfosit. Ternyata masing- masing anggapan cersebut mempunyai kebenaran, tetapi tidak lengkap. Sebagai kelanjutan dari pelaksanaan konseling genetik ini akan timbul permasalahan yang sering cerjadi pada keluarga penderita, Hal-hal ini harus dapat diperbincangkan untuk dapat dibuat suatu penyelesaiannya, antara konselor genetik dan penderita."” + Riwayac Keluarga sien > Usa Ibo >? > Diagnosis —— Kemnungkinas——PKonseling Informsarif + Sereening “Rinks + Riwayat } »Sindrom Keluarga “xy Mendel Tes Lab Bayes: a Kenseling Supporaf Dermacoglifk 1 yeroeur vie Bpygry Keluaren no + Ya # Kepurusan—> Tidak Tindsk 4 Kosus#— Tague #4 Referens \ Obser el ZO \ oN sea Us *S Keluarna Besar \ neko 4 opND oon Gambar 4.27 Proses konseling genetik ‘Sumber : Harper PS "7 Tujuan dari konseling gencik adalah untuk mengumpulkan daca-daca medis maupun genetik dari pasien ataupun keluarga yang berpotensi, dan menjelaskan langkalr-langkah yang dapat dilakukan. Konseling genetik dimmulai dengan pertanyaan mengenai kemungkinan terjadinya kelainan genetik yang diajukan oleh orangtua/wali penderita.}™8 Dari fakta-fakta yang disebutkan di atas, tampak bahwa hal yang paling penting dari konseling genetik adalah hasil diagnosis yang tepat. Hasil diagnosis yang tepac ini hanya dapat diperoleh dengan membangun kerjasama yang baik, profesional, dan muleidisiplin antara dokter anak, dokter kandungan, abli sindromogi, biologi molekular, sitogenetik, tadiologi, neurologi, kardiologi, pekerja sosial, psikiater, dan lain sebagainya, 68 Buku Ajar Neonatologi Kegiaran konseling genetik harus di atuc dengan baik bersama-sama dengan disiplin ilmu yang lain yang mendukung genetik klinis, seperti terlihat pada diagram di bawah Kenyataannya tidak mungkin untuk melakukan kegiatan genetika klinis secara senditi sendiri, hal ini murlak dilakukan secara kooperacif dari herbagai disiplin ilmu. Masalah konseling genetik Berbagai permasalahan sering dijumpai pada pelaksanaan konseling genetik ini, antara tain?" a. Penderita hidup di masa lalu dan pada masa tersebut belum didapatkan pemeriksaan yang relevan - b. Penderita meninggal sebelum sempat dilakukan pemeriksaan yang fengkap ¢. Tidak bethasilnya diperoleh diagnosis yang jelas, walaupun penderita masih hidup d. Penegakan diagnosisnya salah Pemecahan masala: a. Penderita harus selalu diperiksa teliti b. Anggota keluarga risiko juga selalu harus diperiksa c. Pemeriksaan dilakukan beratangkali agac jawaban yang diperoleh lebih akurat d. Keluarga yang sudeh rua ditanya dengan teliti dan lengkap, sebab informasi akan didapar lebih luas Buat perencanaan pertemuan selanjutnya dengan teratur dan lebih macang Dilakukan pemeriksaan pendukung yang lengkap, uncuk mendapatkan diagnosis yang tepat seperti pemeriksaan: sitogenetik, analisis DNA, enzim, biokimiawi, radiologi, USG, CT scan dan sebagainya. me Masalah konseling genetik di Indonesia Masalah konseling genetik di Indonesia juga bersifar spesifik, karena di Indonesia dapat dikatakan kegiaran ini belum ada, dalam atti belum sesuai dengan yang seharusnya dilaksanakan sesuai dengan definist ataupun skema kerja konseling genetik, Hal ini disebabkan ancara lain oleh karena:'* a. Kurikulum pendidikan dokter di Indonesia saat ini telah memasukkan genetik medik, namun penerapannya masih sebetas ilmu dasar, mungkin karena masih banyak masalah Jain yang masih dominan untuk dipelajari. b. Masih sangat kurangnya pencatatan data pribadi, baik uncuk bidang umum ataupun khususnya bidang kesehatan. Hel ini sangat menyulitkan penelusuran data untuk penelaahan analisis pedigree. c. Biaya untuk pemeriksaan pendukung diagnosis yang mahal, menyebabkan hanya sebagian keci] masyarakat yang dapat melakukan pemeriksaan tersebut. d. Dari segi erik dan moral, beberapa hal yang menyangkue cahap akhir dari konseling genetik tidak dapat dilaksanakan, schingga tindakan hanya sebatas perhitungan risiko berulang (penilaian recurrence risk) yong sudab cearu segi keteparannya bersifar relatif, e. Budaya masyarakar kita yang bersikap posrah dan cenderung apatis, menyebabkan sering terjadi pengulangan kejadian kelainan genetik. Kelainan Kongenital (Cacat Bawaan) 69 Bethubung dengan adanya beberapa kendala dalam hal masalah etis dan moral di beberapa negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia, kegiatan nasihat genetik ini kurang dapat berkembang dengan optimal, sehingga dipercimbangkan untuk melaksanakan hal-hal yang sepenuhnya tindakan kearah pencegahan kelahiran bayi dengan kelainan bawaan, Tindakan tersebut adalah pelaksanaan konseling pra-konsepsi. Daftar pustaka 1. Cordero JE Registries of bitch defects and genetic diseases. Pediatr Clin North Am 1992;39:65-70. 2. Aase JM. Dysmorphologie diagnosis for che pediatric practitioner. Dalam: Hall JG, ed. Pediatr Clin North Am 1992;39. 3. Connor JM, Smith MAF. Essential medical genetics. Edisi ke 5. London: Blackwell scientific publication, 1997. 4. Bianchi DW. Generic issues presenting in rhe nursery. Dalam: Cloherty JP Eichenwald, Stark AR, penyunting. Manual of neonatal care. Edisi ke 6. Philadelphia: Lippincore Williams & Wilkins, 2008, 5. Breemer FA. Thescience and art of dysmorphology. Dalam: Muljono DH, Sudoyo H, Harahap A, penyunring. Recent advances in medical genetics. Jakarta ; Dutch foundation for postgraduare medical course in Indonesia, 1995. 6. Seashore MR, Wappner RS. Genetic in primary care & clinical medicine. Edisi ke 1, Stamford: A Lange Medical Book, 1996. 7. Briyati - Indrasanto , Effendi SH. Pendekaran ciagnosis kelainan bawaan menurut Klasifikasi European Registration of Congenital Anomalies (EUROCAT), Penelitian belum dipublikesi 2006. 8. Aase JM. Diagnostic dysmorphology, Edisi ke 1. New York: Plenum Medical Book Company, 1990. 9. Jones KL. Smith's recognizable pattern of human malformation. Edisi ke 6. Philadelphia: WB Saunders Co, 2006. 10. Toomey KE. Medical genetics for the practitioner, Pediatr tev 1996;17(5):162-73. 11. Zaslav AL, Fallet $, Blumenthal D, Jacob J, Fox J. Mosaicism with a normal cell line and an. unbalanced structural rearrangement. Am J Med Genet 1999; 82(1):15-9. 12. Frizaley JK, Stehan M), Lamb AN, Jonas PP Hinson RM, Moffiee DR, er al. Ring 22 duplication deletion/mosaicism: clinical, cytogenetic, and molecular characterisation. J Med Gener 1999;36:237-41. 13, Ghaffari SR, Boyd E, Connor JM, Jones AM, TolmiejL.. Mosaic supecnumerary ring chromosome 19 identified by comparative genomic hybridisation. J Med Genet 1998;35(10):836-40. 14, Leshin L, Mosaic Down's syndrome. Dianduh dari hupy/jvwurds-health.com/nosic.hon, 1999. 15, Aylsworth AS. Genetic counseling for patients with birth defect. Dalain: Hall JG, ed.. Pediarr Clin North Am 1992;39, 16. Biskop DT. Multifactovial inheritance, Dalam: Emery AEH, Rimoin DL, penyunting. Principles and practice of medical genetics. Edisi ke 2. London: Churchill Livingstone, 1992- 17. Harper PS. Practical generic counseling, Edisi ke 2. Bristol : Wright, 1984. 18. Wahidiyar I, Boedjang RE The role of perinatology ia the improvement of rhe quality of mankind. Disampaikan pada The 5* Asia-Oceanta Congress of perimatology, Bali, Indonesia, 1988. (9. Nora JJ, Fraser FC. Medical genetics, principles and practice. Edisi ke 3, Philadelphia: Lea & Febiger, 1989. 70 Buku Ajar Neonatologi BAB V PEMERIKSAAN FISIS PADA BAYI BARU LAHIR Rulina Suradi Pendahuluan Kehidupan pada masa BBL sangat rawan oleh karena inemerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat dati tingginya angka kesakitan dan angka kematian BBL. Diperkirakan 2/3 kemarian bayi di bawah umur L tahun terjadi pada masa BBL. Peralihan dati kehidupan intrauterin ke ekstraucerin memerlukan berbagai perubahan biokimia dan faali. Dengan terpisahnya beyi dari ibu, maka terjadilah awal proses fisiologis seperti berikut : (1) Pertukaran gas melalui plasenta digantikan oleh aktifnya fungsi paru untuk bernapas (pertukaran oksigen dengan. karbon dioksida), (2) Saluran cera berfungsi untuk menyerap makanan, (3) Ginjal berfungsi untuk mengeluarkan bahan yang tidak rerpakai lagi oleh tubuh uncuk mempertahankan homeostasis kimia darah, (4) Haci berfungsi untuk menetralisasi dan mengekskresi bahan racun yang tidak diperlukan badan, (5) Sistem imunologi berfungsi untuk mencegah infeksi, dan (6) Sistem kardiovaskular serta endokrin bay: menyesuaikan diri dengan perubahan fungsi organ tersebut di atas. Banyak masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan gangguan atau kegagalan penyesuaian biokimia dan faali yang disebabkan oleh premacuricas, kelainan anatomik, dan ingkungan yang kutang baik dalam kandungan, pada persalinan maupun sesudah labit? Pemeriksaan fisis BBL Sebelum melakukan pemeriksaan pada BBL perlu diketahui riwayat keluarga, ciwayat kehainitan sekarang dan sebelumnya dan riwayar persalinan* Pemeriksaan bayi perlu dilakukan dalam keadzan telanjang di bawah lampu yang terang yang berfungsi juga sebagai pemanas uncuk mencegah kehilangan panas. Tangan serra alat yang digunakan untuk pemeriksaan fisis harus bersih dan hangat. Pemeriksaan fisis pada BBL dilakukan paling kurang tiga kali, yakni (1) pada saat lahic, (2) pemeriksaan yang dilakukan dalam 24 jam di ruang perawacan, dan (3) pemeriksaan pada waktu pulang. Pereraen pertama pada BBL harus dilakukan di kamar bersalin. Tujuannya adalah: Menilai gangguan adapcasi BBL dati kehidupan incraurerin ke ekstrauterin yang memer- lukan resusirasi 2. Untuk menemukan kelainan seperti cacat bawaan yang perlu tindakan segera (mis. atresia ani, atresia esofagus), trauma lahic Pemeriksaan Fisis pada Bayi Baru tahir 71 3. Menentukan apakah BBL tersebut dapat dirawat bersama ibu (rawat gabung) atau di tempat perawatan khusus untuk diawasi, atau di ruang incensif, atau segera dioperasi. Pemeriksaan ke dua harus dilakukan kembali dalam waktu 24 jam, yaitu sesudah bayi berada di tempat perawatan. Tujuannya adalah agar kelainan yang luput dari pemeriksaan pertama akan ditemukan pada pemeriksaan ini. Pemeriksaan di kamar bersalin dan di ruang rawat sebaiknya di bawah lampu pemanas untuk mencegah hipotermi. Pemeriksaan bayi di ruang rawat harus dilakukan di depan ibunya; kelainan yang dicemukan harus dicerangkan kepada ibunya dan harus dijelaskan apakah kelainan tersebut berbahaya atau tidak agar si ibu dapat memahaminya dan merasa lebih tenang. Bayi tidak boleh dipulangkan sebelum diperiksa kembali pada pemeriksaan terakhir. Hal ini disebabkan oleh adanya kelainan pada BBL yang belum menghilang saac dipulangkan {hematoma sefal, ginekomastia, iktetus), atau mungkin pula adanya bising yang hilang timbul pada masa BBL, atau bayi menderita penyakit yang didapat di rumah sakit seperti aspirasi pneumonia, infeksi nosokomial dan lain-lain, Yang harus dicacat pada pemeriksaan fisik adalah lingkar kepala, berat, panjang, kelainan fisis yang ditemukan, frekuensi napas dan nadi, serta keadaan tali pusat. Pemeriksaan BBL memerlukan kesabaran, keluwesan dan ketelician. Bila bayi tenang sebelum diperiksa maka yang harus diperiksa terlebih dahulu adalah auskuleasi bunyi jantung dan paru dan palpasi abdomen. Sesudah itu baru dilanjutkan dengan pemeriksaan lainnya. 1, Pemeriksaan di kamar bersalin a. Menilai adaptasi ; Perlu segera diperiksa di kamar bersalin adalah apakah bayi beradaptasi dengan baik atau memerlukan resusitasi. Bayi yang mungkin memerlukan resusitasi adalah bayi yang lahir dengan pernapasan_ tidak adekuat, tonus otot kurang, ada mekonium di dalam cairan amnion atau lahir kurang bulan. Selanjutnya lihat bab resusitasi BBL. Nilai Apgar masih dipakai untuk melihat keadaan bayi pada usia 1 menit dan 5 menit, tetapi cidak dipakai untuk menentukan apakah BBL perlu resusitasi atau tidak. Nilai Apgar 5 menic dapat digunakan untuk menentukan prognosis. ‘Tabel 5.1 Cara menentukan nilai APGAR Tanda oO 1 z ‘Laju jantung Tidak ada <10 2100 ‘Usaha bernapas Tidak ada Lambat Menangis kuar Tonus otet ‘Lumpuh Ekstremttas fleksi sedikie Gerakan akcif Refleks ‘Tidak bereaksi Gerakan sedikic Reaksi melawan_ ‘Wama eit Seturuh tubuh birufpucat Tie kenerhan, ‘Seluru rebub kemerahan ‘Sumber : American Academy of Pediairies, Amenicon College of Obsericians and Gynecologists * n Buku Ajar Neonatologi Nilai ini disebue nilai Apgar, sesuai dengan nama orang yang uncuk pertama kali memperkenalkan sistem penilaian ini, yakni Dr. Virginia Apgar. Pada tahun 1952 dr. Virginia Apgar mendesain sebuah metode penilaian cepat untuk menilai keadaan klinis bayi baru lahir pada usia 1 menit. Yang dinilai terdiri atas 5 komponen, yaitu frekuensi jantung, usaha bernapas, tonus otot, refleks pada rangsangan, dan warna kulit, Nilai Apgar masth tetap digunakan untuk mengetabui keadaan bayi baru lahir dan respon terhadap resusicasi.> Perlu disadari keterbatasan dari penilaian Apgar. Nilai Apgar adalah suacu ekspresi keadaan fisiologis BBL dan dibarasi oleh waktu. Gangguan biokimia harus cukup signifikan sehingga dapat mempengatuhi nilai Apgar.’ Banyak faktor yang dapat mempengaruhi nilai Apgar, antara lain pengaruh obat-obatan, craumalahir, kelainan bawaan, infeksi, hipoksia, hipovolemia, dan kelahiran prematuc’ Komponen nilat seperti tonus otot, warna kulie, refleks pada perangsangan, sebagian bergantung pada kematangan bayi. Bayi prematur tanpa asfiksia dapat saja mendapat nilai Apgar yang rendah.’ Nilat Apgar dapat digunakan untuk menilai respon resusitasi. Nilai Apgar yang dinitai pada resusirasi tidak sama dengan nilai Apgar pada bayi baru lahir yang bernapas spontan. Nilai Apgar yang diperluas dengan menyatakan tindakan resusitasi akan memberikan informasi untuk meningkatkan pelayanan neonatal.> b. Mencari kelainan kongenital Pemeriksaan di kamar bersalin juga untuk menentukan adanya kelainan kongenial pada. bayi rerutama yang memerlukan penanganan segera. Pada anamnesis perlu ditanyakan, apakah ibu menggunakan obat-obat teratogenik, cerkena radiasi, atau infeksi virus peda trimester pertama. Juga ditanyakan apakah ada kelainan bawaan pada keluarga. Disamping itu perlu diketahui apakah tbu menderita penyakie yang dapat mengganggu pertumnbuhan janin, seperti diabetes melitus, asma bronkial dan sebagainya. Sebelum. memeriksa bayi perlu diperiksa cairan amnion, ali pusat, dan plasenca.* Pada pemeriksaan cairan amnion perlu diukur volume. Hidramnion (volume > 2000 ml.) sering dihubungkan dengan obscruksi trakcus intestinalis bagian atas, anensefalus, bayi dari ibu diabetes atau eklampsi, sedangkan oligchidramnion (volume < 500 ml.) dihubungkan dengan agenesis ginjal bilateral atau sindrom Potter. Selain itu perlu diperhatikan adanya konsekuensi oligohidramnion seperti pes ekuinovarus/valgus kongenital, kontraktur sendi, dan hipoplasi paru.t Pada pemeriksaan rali pusat perlu diperhatikan kesegarannya, ada tidaknya simpul, dan apakah cerdapat dua arreri dan satu vena. Kurang lebih 1% dari BBL hanya ‘mempunyai sacu arteti umbilikalis dan 15% daripadanya mempunyai satu acau lebih kelainan kongenital cerucama pada sistem pencernaan, urogenital, respiratorik, atau kardiovaskuler® Pada pemeriksaan plasenta, plasenta perlu dirimbang dan perhatikan apakah ada perkapuran, nekrosis, dan sebagainya. Pada bayi kembar harus diteliti apakah terdapat satu atau dua korion (untuk menentukan kembar identik atau tidak). Juga perlu diperhatikan adanya anastomosis vaskular ancara kedua amnion, bila ada perlu dipikirkan kemungkinan terjadi transfusi feto-fetal.” Pemeriksaan Fisis pada Bayi Baru Lahir 73 Setelah pemeriksaan cairan amnion, plasenta dan tali pusat kemudian dilakukan pemetiksaan bayi secara cepat tetapi menyeluruh. Berat lahir dan masa kehamilan Kejadian kelainan kongenital pada bayi kurang bulen Z kali lebih banyak dibanding bayi cukup bulan, sedangkan pada bayi kecil untuk masa kehamilan kejadian tersebut sampat 10 kali lebih besa? Mulut Pada pemeriksaan mulut perhatikan apakah terdapat labio-gnato-palatoskisis, harus diperhatikan juga apakah terdapat hipersalivasi yang mungkin disebabkan oleh adanya atresia esofagus. Pemeriksaan patensi esofagus dilakukan dengan cara memasukkan katecer ke dalam lambung, setelah kateter di dalam lambung, masukkan 5-10 ml. udara dan dengan stetoskop akan terdengar bunyi udara masuk ke dalam lambung, Dengan demikian akan tersingkir atresia esofagus. Kemudian cairan amnion di dalam lambung diaspirasi. Bila terdapatcairan melebihi 30 mL pikirkan kemungkinan atresia usus bagian atas. Pemeriksaan patensi esofagus dianjurkan pada setiap bayi yang kecil untuk masa kehamilan, aretri ‘umbulikalis hanya satu, polihidramnion, acau hipersalivasi.”* Pada pemeriksaan mulut perhatikan juga terdapatnya hipoplasia otot depresor anguli oris. Pada keadaan ini terlihat asimetri wajah apabila bayi menangis, sudut mulur dan mandibula akan tertarik ke bawah dan garis nasolabialis akan kurang tampak pada daerah yang schat (sebaliknya pada paresis N. Fasialis). Pada 20% keadaan seperti ini dapat ditemukan kelainan kongenital berupa kelainan kardiovaskular dan disiokasi panggul kongenital. Anus Perhatikanlah adanya anus imperforatus dengan memasukkan termometer ke dalam anus. Walaupun seringkali atresia yang tinggi tidak dapat dideteksi dengan cara ini. Bila ada atresia perhatikan apakah ada fistula tekto-vaginal, Kelainan pada garis tengah Perlu dicari kelainan pada garis tengah berupa spina bifida, meningomielokel, sinus piloni- dalis, ambigus genitalia, eksomfalos, dan lain-lain. Jenis kelamin Biasanya orang tua ingin segera mengetahui jenis kelamin anaknya. Bila terdapat keraguan, misalnya pembesaran klitoris pada bayi perempuan atau terdapatnya hipospadia atau epispadia pada bayi lelaki, sebaiknya pemberitahuan jenis kelamin ditunda sampai dilakukan pemeriksaan lain seperti pemeriksaan kromosom.'? 4 Buku Ajar Neonatologi 2, Pemeriksaan di ruang rawat Pemeriksaan ini harus dilakukan dalam wakcu 24 jam untuk mendeteksi kelainan yang mungkin terabaikan pada pemeriksaan di kamar bersalin. Pemeriksaan ini meliputi: a. Aktivitas fisik Keaktifan BBL dinilai dengan melihac posisi dan gerakan tungkai dan lengan. Pada BBL cukup bulan yang sehat, ekstremitas berada dalam keadaan fleksi, dengan gerakan cangkai serta lengan aktif dan simetris, Bila ada asimetri pikirkan terdapatnya kelumpuhan acau patah tulang. Aktivitas fisik mungkin saja tidak tampak pada BBL yang sedang tidur atau lemah karena sakit atau pengeruh obat. Bayi yang berbaring tanpa bergerak mungkin juga disebabkan olch tenaga yang habis dipakai untuk mengacasi kesulitan bernapas atau tangis yang melelahkan. Gerakan kasar atau halus (tremor) yang disercai klonus pergelangan kaki atau rahang sering ditemukan pada BBL, keadaan ini tidak berarti apa-apa. Berlainan halnya bila terjadi pada golongan umur yang lebih tua. Gerakan tersebut cenderung terjadi pada BBL yang aktif, cetapi bila dilakukan fleksi anggota gerak cersebut masih tetap bergerak-gerak, maka bayi tersebut menderita kejang dan perlu dievaluasi lebih lanjut+ b. Tangisan bayi Tangisan bayi dapat memberikan keterangan tentang keadaan bayi. Tangisan melengking ditemukan pada bayi dengan kelainan neurologis, sedangkan tangisan yang lemah atau metintih terdapar pada bayi dengan kesulitan pemmapasan.* cc. Wajah BBL Wajah BBL dapat menunjukkan kelainan yang khas, misalnya sindrom Down, sindrom Pierre-Robin, sindrom de Lange, dar. sebagainya. d. Keadaan gizi Dinilai dari berar dan panjang badan, disesuaikan dengan masa kehamilan, tebal lapisan subkutis serta kerutan pada kulit. Edema pada bayi dapat memberi kesan bayi dalam status giti baik karena kulinya halus dan licin, Pada penekanan kulit mungkin terjadi lekukan dan mungkin juga tidak, cecapi lipatan halus pada buku jari kaki dan tangan akan berkurang bila berisi cairan atau edéma. Edema kelopak mata biasanya karena iritasi cecesan obat pada mata. Edema yang menyeluruh ditemukan pada bayi prematur, hipoproteinemia, eritroblastosis fetalis, sindrom nefrotik kongenital, sindrom Hurler atau sebab lain yang tidak diketahui, Edema setempat dapat discbabkan oleh cacat bawaan sistem limfe. Salah satu gejala sindrom Turner adalah edema yang terbatas pada salah satu atau lebih ekstremitas bayi perempuan." e. Pemeriksaan subu Suhu tubuh BBL diukur pada 2ksila."* Suhu BBL normal adalah antara 36,5- 375°C. Suhu meninggi dapat ditemukan pada dehidrasi, gangguan serebral, infeksi, atau kenaikan suhu lingkungan. Kenaikan suhu merata bissanya disebabkan oleh kenaikan suhu lingkungan. Apabila ekstremitas dingin dan tubuh panas kemungkinan besar disebabkan oleh sepsis, perlu diingat bahwa infeksi/sepsis pada BBL dapat saja tidak disertai dengan kenatkan suhu tubuh, bahkan sering terjadi hipotermi. Pemeriksaan Fisis pada Bayi Baru Lahir 15 Pemeriksaan secara rinci a. Kulit Kerapuhan sistem vasomotorik dan lambatnya sirkulasi perifer akan menampilkan bay! yang berwarna merah sekali atau merah kebiruan pada waktu menangis. Warnanya akan lebih gelap bila bayi menangis kuat dengan glotis tertutup. Akrosianosis terdapat pada bayi yang kedinginan. Tanda umum gangguan sirkalasi lainnya adalah kulit yang seperti marmer (cutis marmorata/mottling), hal ini mungkin berhubungan dengan penyakic berat atau fluktuasi suhu kulit yang sementara. Petbedaan warna merah antara setengah tubuk bayi dengan warna pucat pada setengah bagian tubuh lainnya, dengan batasnya yang tampak jelas pada garis pertengahan dari dahi sampai ke pubis disebut perubahan warna Harlequin. Perubahan ini hanya bersifat sementara dan tidak berbahaya, penyebabnya belum diketahui. Sianosis pada bayi yang pucat karena sirkulasi buruk tidak tampak dengan jelas. Hemoglobin yang relatif tinggi pada hari pertama disertai dengan kulic tipis dan saturasi oksigen cukup akan menampakkan bayi yang sianotik, Sianosis setempat bila ditekan akan pucac, keadaan ini membedakannya dengan ekimosis. Cara yang sama dapar pula dipakai uncuk melihat ikterus dan tempat yang paling baik adalah di puncak hidung atau dahi. Hal ini tidak mungkin dikerjakan di tempat hematoma. Pucat dapat pula menggambarkan bayi dengan asfiksia, anemia, renjatan, atau edema. Diagnosis dini anemia pada ericroblascosis fetalis, robekan hati, perdarahan subdural, transfusi feto-macernal atau feto-fetal dapat menyelamackan bayi. Kulit bayi lebih bulan cenderung lebih pucat dari bayi cukup bulan atau bayi prematur. Pada saat lahir seluruh tubuh bayi dilapisi oleh zat seperci lemak yang berwarna putih kotor yang disebut verniks kaseosa. Zac ini mulai diekskresi oleh kelenjar keringar janin pada masa gestasi 20 minggu. Makin cua masa gestasi, makin rebal lapisan lemaknya dan akan menipis pada bayi lebih bulan. Verniks ini dapac menghilang sendiri beberapa hari sesudah lahir. Zat ini tidak larut dalam air, fungsinya uncuk menjaga suhu cubuh janin dan mencegah infeksi di dalam urerus. Di luar kandungan verniks ini dapat menjaga suhu tubuh. Bayi dibersihkan dengan kapas dan minyak kelapa yang steril kemudian disabun dan dimandikan. Memandikan bayi sebaiknya setelah suhu stabil. Untuk bayi cukup bulan setelah 6 jam, untuk bayi prematur setelah 24 jam, Hemangioma kapiler sering pula ditemukan pada kelopak mata dan leher yangakan menghilang dalam minggu-minggu pertama. Di punggung, di pantat, atau di tempat lain kerapkali dicemukan kulit yang berwarna biru keabu-abuan yang berbatas tegas dan dinamakan bercak Mongol (Mongolian spot). Lebih dari 50% terdapat pada bayi kulit berwarna dan kadang-kadang pada bayi kulit putih. Ini adalah hiperpigmentasi. Bercak ini cenderung menghilang pada umur saru tahun atau lebih, Bayi dengan anoksia akan mengeluarkan mekonium ke cairan amnion. Akibatnya verniks, kulit, kuku, dan tali pusat berwarna kuning kecoklat-coklacan dan disebut pewarnaan mekonium (meconium staining). 6 Buku Ajar Neonatolog! Lanugo adalah rambuc imatur yang halus, lunak dan sering menutupi kulit kepala, dahidan muka, Lanugo akan menghilang dan diganti oleh rambut biasa. Seberkas rambuc di daerah jumbosakral menunjukkan adanya kelainan di daerah tersebut seperti spina bifida okulta, sinus tract, atau tumor. Kuku bayi yang sangat prematur belum sempurna (rudimenter). Sebalikaya, kuku bayi lebih bulan akan lebih panjang dari ujung jari. Kulitbayi prematur tipis, halus dan cenderung berwarna merah sekali. Bayi yang amat sangat prematur tampak seperti agar-agar (gelatin). Kulit bayi cenderung mengelupas dan campak seperti kertas perkamen terutama pada bayi lebih bulan. Pada keadaan yang lebih berat dapat dikacaukan dengan iktiosis kongenital. Pada BBL yang berumur 1-3 hari sering tampak papula putih kecil-kecil dan kadang-kadang berbentuk vesikopustula di atas eritema dan disebuc eritema toksikum. Biasanya terdapat pada muka, badan, anggota gerak dan menghilang sesudah 1 minggu. Penyebabnya tidak diketzhui. Pada wakeu lahir tampak erupsi vesikopustula di daerah dagu, leher, punggung, ekstremitas, telapak cangan dan kaki berlangsung selama 2-3 hari, Lesi ini harus dibedakan dengan erupsi vesikuler yang lebih berbahaya seperti pada herpes simpleks atau infeksi kuman Staphylococcus di kulit. b. Kepala dan leher Bayi yang lahir melalui vagina {terutama anak pertama atav kepala bayi terlalu lama di rwang panggul) akan mengalami perubahan bentuk kepala, Letak tulang parietal cenderung sedikit di aras culang oksipical dan culang frontal. Kepala bayi yang letak sungsang atau lahir dengan bedah kaisar bissanya bulat, Garis sutura, ukuran, dan tekanan fontanel anterior dan posterior harus diperiksa dengan jari. Ukuran fontanel anterior bevariasi, maksimal 3x3 cm. Fontanel yang tegang menandakan peningkatan tekanan intrakranial seperti pada edema otak, hidrosefalus, atau meningitis. Fontanel posterior biasanya masih terbuka, dengan ukuran seujung jari. Hanya 3% yang diemerernya lebih dart 2 cm." Pada waktu lahir banyak sekali veriasi ukuran fontanel. Foncanel yang kecil waktu lIahir cenderung akan membesar di bulan pertama, Ukuran fontanel anterior dan posterior yang amat besar berhubungan dengan kelainan seperti tertera di bawah ini (lihat Tabel 5.2). Tabel 5.2 Kelainan dengan fontanel anterior yang besar 4 “Akondroplasia Osteogenesis imperfekta ‘Sindrom Apert Prematuritas Hipotiroid / aviroid Piknodisostosis Kleidokeanial disostosis ‘Sindrom tubela Sindrom Hallerman-Sereiff Sindrom Russel-Silver Hidrosefalus ‘Trisomi 13, 18,21 Hipofosfatemia Rakitis defisiensi viramin D Retardast pertumbuhan intraurerin ‘Sumber: Stolt 8, Klicgnan RM Pemeriksaan Fisis pada Bayi Baru Lahir 1 Bagian kepala yang lunak atau disebut juga kraniotabes kadangkala dicemukan pada verteks di tulang pariecal dekat sutura sagital dan tidak mempunyai nilai klinis. Akan tetapi bila kelainan tersebut menetap, pemeriksaan terhadap kemungkinan penyebab patologik harus dilakukan. Bagian oksipital yang lunak menandakan adanya kalsifikasi yang tidak sempurna yang diserrai dengan osteogenesis imperfekca, kleidokranial disos- tosis, kretinisme dan kadang-kadang sindrom Down. Dengan transiluminasi tulang kepala, kemungkinan hidranensefali dan porensefali dapac disingkirkan. ‘Trauma lahir pada kepala Perbackan j juga trauma lahic pada kepala berupa:t Kaput suksedaneum adalah edema pada kulit kepala, lunak tidak berfluktuasi, batasnya tidak tegas dan menyeberangi sutura, dan akan hilang dalam beberapa hari + Hematoma sefal tidak tampak pada hari pertama karena tertutup oleh kaput suksedaneum. Konsistensi hematoma sefal ini lunak, berfluktuasi, berbatas tegas pada tepi tulang tengkorak, jadi tidak menyeberangi sucura., Hematoma sefal akan mengalami kalsifikasi setelah beberapa hari, dan akan menghilang sempurna dalam waktu 2-6 bulan.’? «Bila hematoma sefal menyeberangi sutura berarti cerdapar fraktur tulang cengkorak * Perdarahansubaponeurotik terjadioleh karenapecahnyavenayangmenghubungkan jaringan di luar dengan sinus-sinus dalam tengkorak. Perdarahan ini dapat terjadi pada tiap persalinan yang diakhiri dengan alat. Biasanya batasnya tidak tegas sehingga bencuk kepala dapat tampak asimecris. Pada perabaan sering ditemukan fluktuasi dan juga terdapat edema. Bila berat, kelainan ini dapat mengakibatkan renjatan, anemia atau hiperbilirubinemia.” c. Wajah Wajah dengen tanda dismorfik seperti liparan epikancus, melebarnya jarak kedua mata, dan letak daun celinga yang rendah sering berhubungan dengan sindrom kongenital. Wajah yang tidak simeczis mungkin disebabkan oleh kelumpuhan saraf ke-7, hipoplasia otot depresor sudut mulut, atau posisi janin yang tidak normal. Bila rahang janin terlerak diatas bahu atau di atas salah sacu ekstremitas selama hamil, maka mandibula akan ada jauh dari garis tengah, Talang tengkorak bayi premacur campak seperti hidrosefalus cleh karena pertumbulian orak relat lebih besar dari perrumbuhan organ lainnya.* d. Mata Mara sering cerbuka dengan sendirinya bila bayi didudukkan dan dengan hati-hati dimiringkan sedikit ke depan dan ke belakang atau dengan melakukan refleks Moro Hal ini terjadi oleh karena refleks abirin dan lehet Cara ini lebih berhasil dari pada membuka kkelopak mata bayi dengan paksa. Gerakan pupil biasanya baru timbul beberapa minggu se- sudah lahit. Perdarahan di rerina dan konjungriva tidak berbahaya dan akan menghilang sendiri dalam minggu pertama. Refleks pupil baru ada sesudah masa gestasi 28 minggu. Iris harus diperiksa untuk melihat kolobomna. Bila ada, kemungkinan cerdapac juga defek pada retina dan perlu dicari kelainan kongenital lain. Diameter kornea pada BBL kurang lebih 10 mm. Apabila lebih dari 13 mm, cerutama bila ada kekeruhan 8 Buku Ajar Neonatologi kornea, bayi mungkin mempunyai glaukoma kongenital dan perlu pemeriksaan mata yang lebih incensif. Selain itu, perlu juga dipeciksa adanya katacak dan kelainan intraokular.Jika ditemukan katarak pada bayi hacus ditcliti apa penyebabnya. Seringkali terlihac pula sekret dari mata yang agak lengket. Biasanya penyebabnya adalah saluran nasolakrimal yang belum berfungsi. Pada 70% kasus biasanya akan hilang dalam 3 bulan dan setelah 1 tahun 90% nya akan hilang,." ce. Telinga Pechatikan bentuk, ukuran, dan posisi elinga, dan rasakan kartilagonya. Pada BBL cukup bulan telah cukup terbentuk tulang rawan sehingga benuk telinga dapat dipertahankan. Daun telinga yang lecaknya rendah (low-ser ears), yaitu yang batas atasnya becada di lebih rendah dari kantus lateral mata, cerdapat pada BBL dengan sindrom tertentu antara lain sindrom Pierre-Robin. Pada celinga kadangkala ditemukan daun relinga yang terlipat, dan biasanya pulih dengan sendirinya dalam 1 minggu pertama. Pertu diperhatikan adanya preauricular pics, skin tags, atau dau celinga tambahan, Skin tags atau conjolan kulte dapar Terjadi sebagai kelainan, autosomal dominan, namun pada kasus seperti ini penting untuk melakukan pemeriksaan pendengaran lanjutan. Pemeriksaan dengan atoskop biasanya tidak menjadi bagian pemeriksaan rutin BBL." & Hidung Perlu diamari bentuk hidung dar, lebar jembatannya (nasal bridge). Jika tampak cerlalu lebar, ukurlah jarak antar kantus medial mata. Jarak tersebut tidak boteh lebih dari 2,5 cm pada BBL cukup bulan. Hidung dapat tampak pesek karena tekanan yang dialami di intrauterin. BBL bernapas melalui hidung. Apabila ia bernapas melalui mulur, maka harus dipikirkan kemungkinan cerdapatnya otstruksi jalan napas olch karena atresia koana bilareral atau fraktur culang hidung atau ensefalokel yang menonjol ke nasofating. Pernapasan cuping hidung menunjukkan adanya gangguan pernapasan.* & Mulur Pemeriksaan muluc dilakukan dengan inspeksi dan palpasi. Dengan inspeksi dapat dilihac adanya labio dan gnacosikis, adanya gigi atau ranula, yaitu kista lunak yang berasal dari dasar mulut. Perhatikan lideh apakah membesar sezerti pada sindrom Beckwith acau selalu betgerak seperti pada sindrom Down. BBL dengan edema orak acau tekanan incrakranial meninggi seringkali tidahnya keluar masuk (tanda Foote). Secara palpasi dapat dideteksi terdapatnya high arch palate, palatoskisis, dan baik atau tidaknya refleks isap. Sebelum bayi berumur 2 bulan saliva bayi sedikit. Bila terdapat hipersalivasi pada BBL perlu dipikirkan kemungkinan atresia esofagus dengan atau tanpa fistula trakeo- esofagus. BBL jarang mempunyai gigi. Bils ada biasanya pada gigi seri bawah, jarang di tempat lain. Gigi ini jacang sekali roncok dan akan lepas sendiri sebelum gigi susu tumbuh. Gigi pada BBL biasanya dijumpai pada sindrom Ellis-van Creveld, sindrom Hallermann-Strief, dan sindrom lain. Pemeriksaan Fisis pada Bayi Baru Lahir 19 Patatum lumak dan keras harus diperiksa untuk melihat celah atau tingginya lengkung palatum. Pada palatum keras kadang-kadang ditemukan cumpukan sel epitel yang disebut mutiara Epstein (Epstein pearls); kista retetisi yang gambarannya sama tampak pula di gusi. Keduanya menghilang dalam beberapa minggu. Sekelompok folikel kecil- kecil yang berwarna putih atau kuning pada dasar eritema sering ditemukan pada tonsil anterior bayi yang berumur 2-3 hari; sebabnya tidak diketahui, akan menghilang canpa pengobacan dalam 2-4 hari. Lidah relatif tampak besar, frenulum mungkin pendek (tongue tie). Bila lidah tidak dapat bergerak pada wakru bayi menetek, frenulum tersebut harus dipotong, Timbunan lemak di bagian dalam pipi bayi disebut bantalan isap (sucking pads). Bantalan ini akan menghilang kalau bayi berhenti menyusu. Tenggorok bayi sukar dilihat. Walaupun demikian harus diusahakan untuk memeriksanya agar celah palatum posterior dan uvula tidak luput dari pengamaran. Tonsil yang kecil tidak akan mempengaruhi pertumbuhan jaringan limfoid di hari kemudian.4 h. Leher Leher BBL tampak pendek akan tetapi pergerakannya baik. Apabila cerdapac kererbatasan pergerakan perlu dipikirkan kelainan tulang leher. Tumor di daerah leher seperti tiroid, hemangioma, higroma kistik, selain merupakan masalah sendiri dapat juga menekan trakea sehingga memerlukan tindakan segera.""* ‘Trauma leher dapat terjadi pada persalinan yang sulit. Trauma leher ini dapat menyebabkan kerusakan pleksus brakialis sehingga terjadi paresis pada cangan, lengan atau diafragma. Dapat terjadi perdarahan m. sternokleidomastoideus yang apabila tidak ditangani dengan baik dapat metryebabkan tortikolis. Perhatikan pula adanya webbed neck yang terdapat pada beberapa kelainan kongenital antara lain sindrom Turner. Kedua klavikula harus diperiksa untuk melihat frakeur* i, Dada Dada BBL. berbentuk seperti tong, Pektus ekskavatum atau karinatum sering membuat orang tua khawatit, padahal biasanya tidak mempunyai arti klinis, Pada respirasi normal, dinding dada bergerak bersama dengan dinding perut. Apabila terdapat gangguan pernapasan, terlihat pernapasan yang paradoksal dan retraksi pada inspirasi. Gerakan dinding dada harus simetris. Bila tidak, pikirkan kemungkinan pneumotoraks, paresis diaftagma atau hemia diafcagmatika j. Payudara . Kelenjar payudara BBL baik pada wanita atau lelaki oleh karena pengaruh hormon ibu kadangkala tampak membesar dan seringkali disertai dengan sekresi air susu.' Keadaan ini tidak perlu dikhawatirkan kecuali terdapat tanda-tanda peradangan,'* k. Para Penilaian keadaan paru dengan observasi tidak kalah pentingnya dari auskultasi dan palpasi. Selain melihar warna kulit bayi, amati frekuensi napas dan tanda lain distres 80 Buku Ajar Neonatologi pemapasan seperti retraksi dan merintih. Frekuensi napas yang normal pada BBL adalah 40-60 kali per menit.® BBL dengan frekuensi mapas yang terus-menerus di atas 60 kali per menit perlu diamati lebih teliti untuk kemungkinan adanya kelainan patu, jantung, atau metabolik." Flukcuasi frekuensi napas tergancung dari aktivitas fisis, menangis, tidur, atau bangun, Karena flukcuasinya cepac maka frekuensi napas BBL harus dihitung dalam satu menic penuh dan kalau mungkin dihicung saac bayi tidur atau dalam keadaan tenang oleh karena sering terdapat periodic breathing, yaitu henti napas yang berlangsung 5-10 detik di antara pola pernapasan yang reguler, Serangan apnea yang sebenarnya biasanya lebih lama dari 20 detik dan sangat jarang terjadi pada BBL cukup bulan. Amati pola pernapasan. Jika bayi cenang, dalam keadaan normal tidak dijumpai perapasan cuping hidung, merintih, ataupun retraksi dada. Sebagian bayi, khususnya bayi premacur, saat tnenangis dapat menunjukkan retraksi sternal atau subkostal ringan.'6"* Napas yang tersendat-sendat dan cidak teratur (inegular gasping) yang kadang-kadang diikuti oleh gerakan spasme muluc dan dagu menunjukkan gangguan pusat pernapasan yang berat.'* ‘Semua bayi baru lahir bernapas dengan diafragma, schingga pada waktu inspirasi bagian daca tertarik ke dalam dan pada saat yang sama perut bayi membuncit. Bila bayi dalam keadaan relaksasi, tenang dan warna kulitnya baik maka ventilasinya baik. Sebaliknya pemapasan yang berat (lubored respiration) menandakan ventilasi paru yang abnormal, pneumonia, cacat bawaan, atau gangguan mekanis lainnya di paru. Kesukaran bernapas yang disebabkan oleh terlalu banyak arau terlalu sedikit udara di paru akan menyebabkan jatingan interkostal terearik ke dalam. Oleh karena itu, untuk membedakan atelektasis dan emfisema harus dinilai bentuk dan ukuran dada, perkusi, dan pemeriksaan rontgen."* Berat ringannya satu kegawatan pernapasan dapat dinilai menggunakan skor Downes, seperti tertera pada Tabel 5.3 di bawah ini. ‘Table 5.3 Evaluasi gawat napas dengan skor Downes! e Skor Pemeriksaan D T 2 Frekuendi napas | < GO/menit .40imenic > 80/menit Retraks Tidak ada retraksi ___| Rettokstringan Retcaksi borat Sianosis hilang Sianosis menetap walaupun ‘Sianosis Tidak ada stanosis dengan O, diberi O, Air encry Udara masuk Pensrunan tingan | ids ada udara masuk ona Dapat cidengar Dapac didengar tanga alae Merinth Tidak meritih eee dene | pa Evaluasi Foal [Diagnosis 13___| Seaok napas ringan 4:5 ___| Sesaknapas dang = 6 | Sesai napas bear Sumber: Wood ONY, Downes J), Locks HI” Pemeriksaan Fisis pada Bayi Baru Labir 81 82 Biasanya suara napas BBL bersifat bronkovesikuler. Kecurigaan akan berkurangnya suara napas harus selalu dibuktikan dengan menginduksi napas yang lebih dalam. Bila satu tempat yang dicurigai, lakukan perubahan posisi kepala dan badan sebelum. mmengambil keputusan. Cara ini juga dikerjakan bila diduga ada redup pada perkusi, Ronki basah halus pada pneumonia BBL dini hanya dapat didengar pada akhir inspirasi dalam yang diinduksi oleh tangis bayi. Mengingat banyaknya etiologi gawat napas, maka pemeriksaan radiologik dada harus dilakukan.'* Bila pada auskultasi terdengar bising usus di rongga dada, pikirkan kemungkinan hernia diafragma.* Kardiovaskular Denyut nadi berveriasi dari 90/menit saat bayi tidur tenang sampai 180/menit setama aktivitas. Frekuensi denyut nadi yang tetap tinggi pada takikardia paroksismal lebih baik dihitung dengan elekcrokardiogram daripada dengan telinga. Denyut jancung bayi premacur yang tenang berkisar antara 140-150/menit. Nadi di kaki dan di tangan harus diperiksa pada waktu lahir dan saat dipulangkan.* Pulsasi yang lemah di semua ekstremitas menandakan curah jantung buruk atau vasokonstriksiperifer, Pulsasi femoral yang melemah acau tidak ada mengarahkan dugaan pada lesi jantung ducta-dependent seperti koarktasio aorra, Palpasi dan auskuleasi mampa menunjukkan pergeseran letak jantung, seperti pada dekstrokardia,!® Sekitar 60% dari BBL normal memiliki bising sistolikepada usia 2 jam, tetapi persenrase ini berkurang sampai 1% pada pemeriksaan rutin bay.!é Sebaliknya, bising pada cacat jantung bawaan mungkin baru dapat didengar beberapa hari kemudian, Diperkirakan hanya 1 di antara 12 cacat jantung bawaan yang bisingnya dapat didengar pada masa BBL dini. Dugaan cacac jancung bawaan harus diikuci dengan pemeriksaan radiologik, elektrokardiogram dan ckokardiogram. Karena itu perla dicermati bahwa pada BBL, bising tidak selalu menunjukkan adanya kelainat jantung. Demikian pula sebaliknya, tidak adanya bising bukan memastikan jantungnya normal.® Bising innocent, yaita bising yang tidak berkorclasi dengan kelainan jantung, dapat dikenali dari karakeeristik berikat:" + Bising derajad LII/VI pada tepi sternal kiri + Tidak ada “klik” pada auskuleasi + Pulsasi normal + Pemeriksaan fisik lainnya normal Bising innocent biasanya berasal dari sudut percabangan arteri pulmonalis, duktus arteriosus paten, atau regurgitasi trikuspid yang pulih dengan sendirinya dalam waktu cepat. Berikut adalah karakceristik bising signifikan yang perlu dicermati untuk pemeriksaan lebih lanjue:!® + Pansistolik * Derajad IVI atau lebih Terdengar paling baik di batas kiri atas sternum. Terdengar kasar (harsh) Terdapat bunyi jantung Il yang abnormal Terdapat “klik” sistolik dini atau tengah (mid-sistolik) Buku Ajar Neonatologi Pemeriksaan tekanan darah mungkin bermanfaat untuk menegakkan diagnosis. Auskultasi cukup baik hanya dengan menggunakan kepala stetoskop kecil. Cara Doppler dilakukan dengan menggunakan transduser dalam manset untuk transmisi dan penerimaan gelombang ultrasonik. Transduser ini dapat mendeteksi gerakan dinding arveri sehingga pemeriksaan cekanan sistolik dan diastolik lebih seksama. Cara lain adalah dengan palpasi, yaitu dengan mengambil tekanan darah sistolik sebagai patokan dan nadi bagian distal dari manset diraba pada saat deflasi. Cara “flush” adalah dengan menekan pangkal lengan sehingga aliran darah di bawah manset relacif berkurang, kemudian dilanjutkan dengan deflasi mansec dan dicacat tekanan sistoliknya pada saat cangan dan lengan menjadi merah (flushing). Kerugiannya adalah tidak didapaenya tekanan nadi dan hasilnya dengan auskultasi terlerak di antara tekanan sistolik dan diastolik."! m. Abdomen Dinding abdomen Dinding pecut BBL lebih datar daripada dinding dada. Bila perut sangat cekung, pikirkan kemungkinan hemia diaftagmatika. Abdomen yang membuncit mungkin disebabkan hepato/slenomegali atau tumor Iainnya ataupun cairan di dalam rongga perut. Bila perut bayi kembung teliti kemungkinan enterokolitis nekrotikans, perforasi usus atau ileus. Perhatikan adanya gastroskisis, ekstrofia vesikalis, omfalokel, atau duktus omfaloenterikus yang persisten. Omfalokel perlu dibedakan dati gastroskisis yang disebabkan karen kegagalan dinding perut untuk menutup akibat defek pada m. rektus abdominis, Kelainan bawaan lain yang perl diperhatikan adalah sindrom Prune Belly. Dinding abdomen masih lemah terutama pada bayi premacue Hati dan limpa Hadi biasanya ceraba 2 sampai 3 cm di bawah arkus kosta kanan, sedangkan limpa sering teraba 1 cm di bawah arkus kosta kiri, karenaa masih terjadi hematopoeisis ekstrameduler. Kadang-kadang hati dan limpa sedemikian besarnya schingga batas bawahnya berada di abdomen bagian bawah, misalnya pada penyakit hemolitik seperti eritroblastosis feralis"* Ginjal Dengan palpasi yang dalam ginjel dapat diraba apabila posisi bayi telentang dan tungkai bayi dilipac agar orot dinding perut dalam keadaan relaksasi. Batas bawah ginjal dapat diraba setinggi umbilikus di antara garis tengah dan cepi perut. Biasanya bagian ginjal yang dapat diraba sekitar 2-3 cm. Pembesaran ginjal dapat disebabkan oleh neoplasma, kelainan bawaan, atau trombosis vera renalis* ‘Trauma pada abdomen oleh karena proses kelahiran yang sulit, misalnya letak sungsang, dapat mengakibackan perdarahan hati, limpa, atau kelenjar adrenal. Bila erdapat kecurigaan kelainan dalam peruc, pemeriksaan ultrasonografi (USG) akan banyak membancu. Terabanya benjolan yang abnormal di abdomen harus diperik- sa segera di aras tempat yang ketas seperti papan. Pemetiksaan USG abdomen bayi dapac menggantikan pielogram intravena uncuk membantu diagnosis. Benjolan yang Pemeriksaan Fisis pada Bayi Baru Labir 83 paling sering ditemukan adalah anomali saluran kemih, embrioma ginjal, kista ovarium dan duplikasi usus. Jumlah udara dalam saluran cerna BBL sangar bervariasi dan ini tidak ditemukan pada umur yang lebih twa. Diastasis rekri dan hernia rali pusat sering ditemukan pada BBL, terutama yang berkulit hicam.!* n. Genitalia eksterna Pada bayi perempuan cukup bulan labia minora certutup oleh labia mayora, dan ini adalah salah satu kriteria untuk menilai usia kehamilan BBL. Lubang uretra terpisah dari lubang vagina, bila hanya cerdapat satu lubang berarti ada kelainan. Kadang-kadang tampak sekret yang berdarah dari vagina, hal ini disebabkan oleh pengaruh hormon ibu (withdrawal bleeding). Pada bayi lelaki seting cerdapac fimosis. Ukuran penis bayi berkisar ancara 3- 4 cm (panjang) dan 1-1,3 cm (lebar). Hipospadia adalaly kelainan yang ridak jarang ditemukan, yang dapat berupa defek di bagian ventral ujung penis saja atau berupa defek sepanjang penisnya. Epispadia yaitu defek pada dorsum penis, lebih jarang ditemukan, dan merupakan varian ekstrofia kandung kencing, ‘Skrotum bay! cukup bulan biasanya mempunyai banyak rugae. Hidrokel seringkali ditemukan dan harus dibedakan dari hernia inguinalis. Testis biasanya sudah turun ke dalam skrotum pada bayi cukup bulan. Pada bayi kurang bulan, tidak jarang cerdapac kripcorkismus. Torsi testis dapac terjadi in utero dan dapat dilihat pada saat lahir berupa testis yang membesar dan keras. Kadang-kadang sulit menentukan jenis kelamin BBL. Misalnya pada bayi perem- puan terdapat klicoris yang besar dan labia mayoranya berfusi serca berpigmen banyak, atau pada bayi lelaki dengan penis kecil dan hipospadia serta skrocum terpisah. Dalam keadaan ini perlu pemeriksaan kromatin seks atau kromosomn seks. Trauma di dacrah genitalia ekscerna seringkali ditemukan pada kelahiran sungsang yang dapat berupa perdarahan ke dalam rongga skrotum ataw testis. Ereksi pada BBL merupakan hal yang biasa. Kira-kira 95% BBL buang air kecil dalam waktu 24 jam. Kadang-kadang BBL buang air kecil pada saar atau segera sesudah lahir dan perlu dicatat.# co. Anus Pemeriksaan anus bukan hanya untuk mengetahui ada tidaknya atresia ani melainkan juga untuk mengetahui posisinya. Kadang-kadang fistula yang besar diangenp sebagai anus yang normal. Tetapi apabila diperhatikan maka akan kelihacan bahwa fistula cerlecak di depan atau di belakang anus yang normal. Pengeluaran mekonium biasanya terjadt dalam 24 jam perrama. Apabila setelah 48 jam mekonium belum juga keluar pikirkan kemungkinan meconium plug syndrome, megakolon, atau obstruksi saluran pencernaan. Mekonium yang keluar in utero pada bayi yang letak kepala adalah salah satu tanda gawat janin. Bila terdapatdarah dalam mekoninm perlu dibedakan apakah darah berasal dari bayi atau dari ibu yang certelan oleh bayi. Cara membedakannya adalah dengan uji Apt yaitu dengan meneteskan basa kuat (NaOH atau KOH), darah ibu akan mengalami hemolisis sedangkan darah bayi tidak karena resisten tethadap alkali 84 Buku Ajar Neonatologi Anus imperforata tidak selalu mudah ditthat; kadangkala diperlukan pemeriksaan dengan memasukkan kelingking atau pipa ke dalam rektum, atau dengan pemeriksaan radiologik. Lekukan atau lipatan kulit yang tidak ceratut sering ditemukan di garis tengah sakrokoksigeal yang mungkin dikacaukan dengan sinus pilonidel 2 p. Tulang belakang dan ckstremitas Untuk pemeriksaan tulang belakang, BBL diletakkan dalam posisi tengkurap, tangan pemeriksa meraba sepanjang tulang belakang untuk mencari terdapatnya skoliosis, meningokel, spina bifida, spina bifida okulta, acau sinus pilonidalis. Pada pemerikssan ekscrémitas harus pula diperhatikan pengarub lecak janin dalam uterus, terutama letak sungsang. Kelainan karena posisi yang salah biasanya tidak menetap. Dugan adanya frakcur atau trauma saraf yangberhubungan dengan persalinan sering dapat dilihet pada gerakan spontan atau dengan merangsang aktivitas bayi seperti refleks Moro. Patah culang yang multipel terdapat pada osteogenesis imperfekea. Paralisis pada lengan mungkin disebabkan oleh fraktur humerus atau kelumpuhan Exb’s (kerusakan seraf servikal Vj VI). Kelumpuhan pada tanga disebabken aleh paralisis Klumpke (kerusakan saraf servikal 7 dan torakal 1).#° Pemeriksaan jari tangan dan old perlu untuk melihat sindakeili, polidakeili, claw-hand atau claw-feer dan gambaran dermatoglifik yang abnormal seperti gars simian.* Semua BBL harus dipenksa penggulaya untuk melihat apakah ada dislokasi culang panggul bawaan, dengan cata Ortholani.” Perhacikan posisi kedua kaki apakeh ada pes ekuinoverus atau valgus. “Tonus ekscremitas juga perlu diperhatikan, Hipotonia umum (floppy infor) biasa disebabkan oleh kelainan susunan saraf pusat. Ukuran antropometrik BBL cukup bulan yang sesuai untuk masa kehamilannya mempunyat ukuran badan sebagai berikuc: ‘Tabel 5.4. Ukuran antropometrik Ukuran antropomenik BBL Liki-laki Perempuan ‘Berac Tahir (Kp) 3,53 253-434) 3,40 (2,55- 4,15) Panjang lahie (cm) 56,6 528-609) 55,3 B15 - 5897 Lingkar kepala (cm) 358 G21 - 38,5) 347.02,3-37.7) Sumber Srl 8] * Perlu diukur panjang kepala-simfisis dan simfisis-kaki untuk menilai proporsi tubuh bayi, agar kelainan seperti akondroplasia dapat dideteksi Pemeriksaan neurolagis Lihat uraian bab Pemeriksaan Neurologis. Pemeriksaan Fisis pada Bayi Baru Lahir 85 Pemeriksaan usia kehamilan Usia kehamilan BBL dapat dinilai dengan beberapa cara, termasuk dengan menghitungnya dari hari pertama haid terakhir sampai saat kelahiran, atau dengan cara ultrasonografi. Yang sering dipakai sekarang adalah pemeriksaan menurut Dubowicz yang menilai 1 { kriteria klinis dan 10 kriteria seurologis. Namun cara pemeriksaan ini kurang praktis untuk digunakan di lapangen dan mengganggu BBL yang sakic. Ballard mengajukan penyederhanaan prosedur tersebut yaitu dengan hanya menilai 6 kriteria klinis dan 6 kriteria neurologis.”*( Lihat bab pemeriksaan masa kehamilan BBL) Mengetahui usia kehamilan dan keadaan gici BBL sangat penting untuk dapat mengkategorikan BBL apakah cukup bulan, kurang bulan, atau lebih bulan dan apakah sesuai, lebih kecil, atau lebih besar untuk usia kehamilannya. Pemeriksaan pada waktu memulangkan* Pada waktu memulangkan dilakukan lagi pemeriksaan untuk meyakinkan bahwa tidak ada kefainan kongenital atau kelainan akibat trauma yang rerlewarkan, Perl diperharikan: + Susunan saraf pusat: aktivitas bayi, ketegangan ubun-ubun © Kulit: adanya ikterus, piodermia © Jantung: adanya bising yang baru timbul kemudian * Abdomen: adanya tumor yang tidak terdeteksi sebelumnya © Tali pusat: adanya infeksi Di samping itu perlu diperhatikan apakah bayi sudah pandai menyusu dan ibu sudah mengecti cata pemberian ASI yang benat. Penting untuk diperhatikan © Pemeriksaan pada BBL hatus didahului dengan anamnesis yang lengkap rentang riwayat kehamilan sebelumnya, riwayat kehamilan sekarang, dan riwayat kelahiran bayi. ‘Terdaparnya penyakit keturunan pada keluarga perlu ditelici. © Pemeriksaan fisis pada bayi baru lahie terdiri pemeriksaan cepat setelah lahir, pemeriksaan lanjutan yang dilakukan dalam 24 jam pascalahir, dan pemeriksaan saat bayi akan dibawa pulang ¢ Sebelum dan setelah memeriksa BBL tangan pemeriksa harus dicuci dengan sabun atau larutan antiseptik. —~ © Semua hasil pemeriksaan harus dikomunikasikan dengan orang tua bayi; demikian pula rencana pemeriksaan selanjutnya © Bila terdapar kesenjangen dalam menafsirkan masa gestasi dengan pemeriksaan fisis, hari pertama haid terakhir, dan analisis cairan amnion dengan evaluast janin secara ultrasonografi maka bayi harus digolongkan dalam bayi risiko tinggi. 86 Buku Ajar Neonatologi Daftar pustaka 1. United Nations Children’s Fund (UNICEF). The state of the world's children 2008: statistical table. Diundul daci: hutp://wwauinicef orgisoweCB/docs/sowc08_table Statistical Tables. pdf 2. Andajan(-Surjahjo $, Manderson L. Stillbirth, neonatal death and reproductive rights in Indonesia (other themes). Diunduh dari: ttp:/{goliath.ecnext.com/coms2igi_0199-3532202/ Suillbith-neonatal-death-and-reprodvetive.heral 3. Askin DE Complications in the transition from fetal to neonatal life. JOGNN 2002;313):3 18-327. 4. Sniderman S, Teeusch HW, Initial evaluation: history and physical examination of the newborn. Dalarn: Fi William Taeusch, penyunting. Averys disease of the newborn, Edisike8. Philadelphia: Elsevier Saunders, 2005. 5. American Academy of Pediatrics, American College of Obstetricians and Gynecologists. The policy staremenc: the Apgar score. Pediatrics 2006;117(4):1444-7. 6. Freeman JM, Nelson KB. Intrapartum asphyxta and cerebral palsy. Pediacrics 1988;82 :240—9. 7. Catlin EA, Cacpenter MW, Brann BS IV, et al. The Apgar score revisiced: influence of gestational age. J Pediatr 1986;109 -865 — 8. 8. Berseth CL, Poenaru D. Abdoinal wall problems. Dalam: Ballard RA, penyunting, Avery's disease of the newborn. Edisi ke 8. Philadelptoia: Elsevier Saunders, 2005. 9. Gilbert WM, Machin GA, Placental function and diseases: the placenta, fetal membranes, and umbilical cord. Dalam: Ballard RA, penyunting. Avery's disease of the newborn. Edisi ke 8. Philadelphia: Elsevier Saunders, 2005. 10. Centers for Disease Control and Prevention. Birth defects among low birth weight infants. Morbidicy and Mortality Weekly Report 15 Februari 1991;40(6);99:105- 106, Diunduh daci: tp:towwede goo/mraws/previewhnenwehrml/00001910,hum LL. Berseth CL, Poenaru D. Structural anomalies of the gastrointestinal tract. Dalam: Ballard RA, penyunting. Avecy's disease of the newbara. Edisi ke 8. Philadelphia: Elsevier Saunders, 2005. 12. KingM, BewesPC, Cairns}, Thornton]. Anorectal malformations, Dalam: Primarysurgery. Volurne One: Non-trauma. Diunduh dari: huip://vww.cde.gov/mnsurpreview/rmurheml/00G01910.him Atep:féwwweumeb.uni-bonn, dele primsurg/docbook tunes 10069 emt 13, Goodwin G, Caldamone A. Ambiguous genitalia in the newbom. Dalam: H_ Willian “Taeusch,penyuncing. Avery's disease of the newborn. Edisi ke 8. Philadelphia: Elsevier Saunders, 2005. 14, Stoll BJ, Kliegman RM. The newborn infant. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke 17. Philadelphia: Saunders, 2004. h. 523-31 15. Miller CA, Newman TB. Routine newborn care, Dalam: Taeusch HW, penyunting. Avery's disease of the newborn, Edisi ke 8. Philadelphia: Elsevier Saunders, 2005. 16. Rennie JM. Examination of the newborn. Dalam: Rennie JM, penyunting. Roberton’s textbook of neonacology. Edisi ke 4. Philadelphia: Elsevier Churchill Livingstone, 2005. h. 249-66. 17. Mainali E, US Agency for laternational Development (USAID) — Health Services Program (SP). Essential neonatal care: birth injuries. a competency-based craining module for physictans. 2006 (unpublished) 18, Futoria M, Kreiter S. The aewhorn examination: part L. Emergencies and common abnormalities involving the skin, head, neck, chest, and respiratory and cardiovascular systems, Am Fam Physician 2002;65(1):61-8. 19, Wood DW, Downes’ JJ, Locks HI. A clinical score for the diagnosis of respiratory failure. Am J Dis Child 1972; 123:227-9. Pemeriksaan Fisis pada Bayi Baru Lahir 87 20. aL. 22. Stoll BJ, Kliegman RM. Nervous system disorders. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Nelson Texcbook of Pediatrics. Edisi ke 17. Philadelphia: Saunders, 2004.h.561-9. Thompson GH, The hip, Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke t7. Philadelpl aunders, 2004. h. 2273-80. Ballard JL, Khoury JC, Wedig K, et al. New Ballard score, expanded to include extremely premature infants. J Pediatrics 1991; 119:417-23, 88 Buku Ajar Neonatologi BAB VI TERMOREGULASI Ari Yunanto Pendahuluan Termoregulasiatau pengaturan suhu tubub pada BBL merupakan aspek yang sangat penting dan menantang dalam perawatan BBL. Suhu tubuh normal dihasilkan dari keseimbangan ancara produksi dan kehilangan panas tubuh, Salah sacu masalah khusus pada bayi, terutama BKB adalah keridakmampviannya untuk mempertahankan suhu tubuh yang normal? Banyak faktor yang berperan dalam termoregulasi seperti umur, berat badan, luas permukaan tubuh dah kondisi lingkungan. Bayi tidak seperi orang dewasa dalam beradaptasi dengan perubahan suhu, oleh karena permukaan tubuh bayi yang lebih luas dibanding orang dewasa, sehingga saat bayi terpapar dingin akan lebih banyak menggunakan energi dan oksigen untuk mendapatkan kehangatan.? Hipotermia dapat disebabkan oleh katena terpapar dengan lingkungan yang dingin {suhu lingkungan rendah, permukaan yang dingin atau basah) atau bayi dalam keadaan basah atau tidak berpakaian. Hipertermia dapat disebabkan oleh karena terpapar dengan lingkungan yang panas (suhu lingkungan panas, paparan sinar matahari atau paparan papas yang berlebihan dari inkubator atau alac pemancar panas).* Banyak masalah khusus pada BBL yang cerkait dengan adaptasi yang belum sempurna, misalnya karena asfiksia, kelabiran prematur, anomali kongenical serta hiporermia ataupun hipertermia yang dapat berkembang keatah kegawatan dan menjadi salah satu gejala infeksi pada BBL. sehingga hipocermi ataupun hipertermi merupakan salah sacu keadaan yang harus dicermact dalam perawatan BBL. Pengertian Termoregulasi adalah kemampuan untuk menyeimbangkan antara produkst panas dan bilangnya panas dalam rangka menjaga subu tubuh dalam keadaan notmal, kemampuan ini sangarlah terbatas pada BBL. Suhu normal pada BBL 36,0-36,5° C atau 96,8-97,7°E Subu basal tubuh (rekeal) ancara 36,5-37,5°C atau 97,7-99,5 °F Suhu aksilar bisa 0,5-1,0°C lebih rendah dari suhu rekcal. Subu tubuh normal terjadi jika ada keseimbangan antara produksi panas dan hilangnya panas.*? Hipotermia pada BBL adalah subu di bawah 365°C, yang terbagi atas : hipotermia ringan (cold stress) yaitu suhu antara 36-36,5°C, hipocermia sedang yaitu suhu ancara 32 ~ 36°C, dan hipovermia berat yaitu suhu cubuh <32°C,"® Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh >37,5°C, hal ini akan menyebabkan teciadinya vasodilacasi, peningkatan rata-rata metabolisme tubuh dan peningkacan kehilang- an cairan tubuh Pemeriksaan Fisis pada Bayi Bacu Lahir 89 . Neutral Thermal Environment (NTE) adalah rentang suhu eksternal, dimana mecabolisme dan konsumsi oksigen berada pada tingkat minimum, dalam lingkungan tersebut bayi dapat mempertahankan sulbu tubuh normal.” Problem Boyi yang mempunyal so unk cesjadinysgonggvan etmoregulas) arr ein! Bayi precerm dan bayi-bayi kecil lainnya yang dihubungkan dengan cingginya rasio luas permukaan tubub dibandingkan dengan berat badannya + Bayi dengan kelainan bawaan khususnya dengan penutupan kulit yang tidak sempurna, seperti pada meningomielokel, gastroskisis, omfalokel + BBL dengan gangguan saraf sentral, seperci pada perdarahan intrakranial, obat-obatan, asfiksia . Bayi dengan sepsis lengan tindakan resusitasi yang lama . Ba IUGR (Inira Uterine Growth Retardation) acau Janin Tumbuh Lambat Hipotermi BBL dapat mengalami hipotermi melalui beberapa mekanisme, yang berkaitan dengan kemampuan tubuh untuk menjaga keseimbangan antara produksi panas dan kehilangon panas:!@4 1. Penurunan produksi panas Hal ini dapat disebabkan kegagalan dalam sistem endoktin dan terjadi penurunan basal metabolisme tubuh, sehingga timbul proses penurunan produksi panas, misalnya pada keadaan disfungsi kelenjar tiroid, adrenal ataupun pituitatia 2. Peningkatan panas yang hilang Terjadi bila panes tubuh berpindah ke lingkungan sekitar, dan cubuh kehilangan panas ‘Adapun mekanisme tubuh kehilangan panas dapat terjadi secara: Konduksi: Yaitu perpindahan panas yang terjadi sebagai akibac perbedaan suhu ancara kedua obyek. Kehilangan panas terjadi saat terjadi kontak langsung antara kulit BBL dengan permukaan yang lebih dingin. Sumber kehilangan panas terjadi pada BBL yang berada pada permukaan/alas yang dingin, seperti pada waktu proses penimbangan. Konveksit Transfer panas terjadi secara sederhana dari selisih suhu antara permukaan kulit bayi dan aliran udara yang dingin di permukaan tubuh bayi. Sumber kehilangan panas disini dapat berupa: inkubator dengan jendela yang terbuka, atau pada waktu proses transportasi BBL ke rumah sakie, 90 Buku Ajar Neonatologi Radiasis Yaicu perpindahan suhu dari suatu objek panas ke objek yang dingin, misalnya dati bayi dengan suhu yang hangat dikelilingi subu lingkungan yang lebih dingin. Sumber kehilangan panas dapat berupa suhu lingkungan yang dingin atau suhu inkubator yang dingin. Evaporasi: Panas terbuang akibat penguapan, melalui permukaaan kulit dan trakcus respiratorius. Sumber kehilangan panas dapat berupa BBL yang basah setelah Iahir, atau pada waktu dimandikan. 3. Kegagalan termotegulasi Kegagalan termoregulasi secara umum disebabkan kegagalan hipotalamus dalam menjalankan fungsinya dikarenakan berbagai penyebab. Keadaan hipoksia intrauterin/ saat persalinan/post partum, defek neurologik dan paparan obat prenatal (analgesik/ anestesi) dapat menekan respons neurologik bayi dalam mempertahankan suhu tubuh- nya. Bayi sepsis akan mengalami masalah dalam pengaturan suhu dapat menjadi hipotermi atau hipertermi. Hipertermi Meskipun secara klinis hipercermia relatif lebih jarang terjadi bila dibandingkan dengan hipotermia, tetapi seperti juga pada hipotermi, hipertermi dapat menimbulkan kegawatan pada BBL. Hipertermia dapat disebabkan olch suhu lingkungan yang berlebihan, infeksi, dehidrasi acau perubahan mekanisme pengaturan panas sentral yang berhubungan dengan trauma labit pada ocak, malformasi dan obat-obatan.'®! Sepsis neonatal sebagai salah satu penyebeb utama kematian pada BBL, ditandat antara lain dengan demam tinggi (suhu lebih dari 38°C), meskipun tidak jarang juga ditandai dengan hipotermi. Episode demam muncul pada hari pertama kehidupan, kadang-kadang muncul pada hari keriga, yang secara umum sering disebabkan oleh infeksi bakteri. Hipertermi timbul sebagai akibat kenaikan subu lingkungan khususnya pada BKB, sebagai komplikasi dari pakaian yang inadekuat serta pemanasan subu lingkungan yang berlebihan, 2 Patofisiologi Suhu tubuh diatur dengan mengimbangi produksi panas terhadap kehilangan panas. Bila kehilangan panas dalam tubuh lebih besar dari pada laju pembentukan panas maka akan terjadi penurunan suhu tubuh. Begitu juga sebaliknya bila pernbentukan panas dalam tubuh lebih besar dari pada kehilangan panas, timbul panas di dalam tubuh dan suhu tubuh akan meningkat.- Pemeriksaan Fisis pada Bayi Baru Lahir OL Penurunan suhu tubuh Gangguan salah satu atau lebih unsur-unsur termoregulasi akan mengakibackan suhw tubuh berubah, menjadi tidak normal. Apabila tesjadi paparan dingin, secara fisiologis cubuh akan memberikan respon untuk menghasilkan panas berupa:* 1. Shivering thermoregulation/ST Merupakan mekanisme tubuh berupa menggigil atau gemetar secara involunter akibat dari kontraksi otot untuk menghasilkan panas. 2. Non-shivering thermoregulatiowNST Merupakan mekanisme yang dipengaruhi oleh stimulasi sistem saraf simpatis untuk menstimulasi proses metabolik dengan melakukan oksidasi cerhadap jaringan lemake coklat. Peningkatan merabolisme jaringan lemak coklat akan meningkatkan produksi panas dari dalam tubub. 3. Vasokonstriksi perifer Mekanisme ini juga distimulasi oleh sistem saraf simpatis, kemudian sistem saraf perifer akan memicu otot sekitar arteriol kulit utuk berkontraksi sehingga cerjadi vasokontriksi. Keadaan ini efekrif untuk mengurangi aliran darah ke jaringan kulit dan mencegah hilangnya panas yang tidak berguna. Pada crang dewasa, pengaturan suhu tubuh untuk melawan kehilangan panas dicapai oleh suatu sistem yang kompleks melalui hipotalamus, yaitu dengan mekanisme proses peningkatan penyimpanan dan peningkatan produksi panas dengan shivering dan non shivering thermogenesis (NST). Serta dengan peningkatan penyimnpanan panas dengan vasokonstriksi perifer, yang akan menurunkan konduksi hilangnya panas melalui kulic, Menggigil merupakan usaha tubuh untuk menaikkan metabolisme basal, sedangkan NST dengan melalui peningkatan kadar tiroksin dan epinefrin. untuk melawan kehilangan panas. Umpan balik negatif pada dasarnya menciptakan suatu keseimbangan antara produksi panas dan hilangnya panas."""* Untuk bayi, respon fisiologis terhadap paparan dingin adalah dengan proses oksidasi dari lemak coklat atau jaringan adiposa coklat. Pada bayi BBL, NST ( proses oksidasi jaringan lemak coklat) adalah jalur yang utama dari suatw peningkatan produksi panas yang cepat, sebagai reaksi atas paparan dingin. Sepanjang tahun pertama kehidupan, jalur ST mengalami peningkatan sedangkan untuk jalur NST selanjatnya akan menurun.#!5 Jaringan lemak coklat berisi suacu konsenerasi yang tinggi dari kandungan trigliserida, merupakan jaringan yang kaya kapiler dan dengan rapat diinervasi oleh syaraf simpatik yang berakhir pada pembuluh-pembuluh darah balik dan pada masing-masing adiposit. Masing-masing sel mempunyai banyak micokondria, tetapi yang unik di sini adalah proteinnya terditi dari protein tak berpasangan yang mana akan membatasi enzim dalam proses produksi panas. Dengan demikian, akibat adanya aktifitas dari protein ini, maka apabila lemak dioksidasi akan terjadi produksi panas, dan bukan energi yang kaya 92 Buku Ajar Neonatologi ikatan fosfat seperti pada jaringan lainnya. Noradrenalin akan merangsang proses lipolisis dan aktivitas dari protein tak berpasangan, sehingga dengan begitu akan menghasilkan panas.!* Meskipun paparandingin telah terbukti merupakan salah satu keadaan yang menginisiast timbulnya pernafasan pada saat kelahiran,” serta dalam bebetapa penelitian dilaporkan bahwa paparan dingin dapat digunakan untuk mengurangi risiko cerjadinya kerusakan permanen sel- sel otak pada bayi-bayi dengan ensefalopati iskemik hipoksik,”* tetapi disisi lain paparan dingin yang berkepanjangan harus dihindarkan oleh karena dapat menimbulkan efek samping serta gangguan-gangguan metabolik yang berat.” Segera setelah lahis, tanpa penanganan yang baik, suhu tubuh bayi rata-rata akan curun 0,1°C-0,3°C setlap menitnya,” sedangkan LeBlanc (2002) menyebutkan bahwa suhu tubuh bayi akan turun 2°C dalam setengah jam pertama kehidupan.'” WHO Consultative Group on Thermal Control menyebutkan bahwa BBL yang tidak mendapatkan penanganan yang cepat, suhunya akan turun 2%C-4°C dalam 10-20 menit kemvudian setelah kelabiran.° Peningkatan suhu tubuh Mekanisme terjadinya kenaikan suhu pada BBL masih belum jelas, tetapi secara umum disebabkan oleh adanya dua hal yaitu kenaikan suhu lingkungan, serta adanya kenaikan set- ‘point temperatur di hipotalamus sebagai akibat adanya pirogen imunogenik (prostaglandin E,) yang disebabkan karena infeksi.'°" Produksi panas tubuh meningkat melalui proses NST dan pembuangan panas tubuh menurun karena adanya vasokonstriksi, hal ini dapat disebabkan karena perawatan didalam inkubator atau dibawah pemancar panas yang tidak terkontrol suhunya dengan. baik. Hipertermi juga dapat terjadi karena kenaikan metabolisme tubuh akibat adanya spasme otot, ataupun suaru status epileptikus.”” Selain karena infeksi, kenaikan set-point di hipotalamus juga dapat disebabkan oleh kelainan bawaan yang mengenai orak seperti adanya hidraensefali, ensefalokel, holoproensefali dan trisomi 13, ataupun suatu asfiksia yang berat, yang pada umunya mempunyai nilai prognostik yang jelek.!? Diagnosis Tanda dan gejala: Hiporermi ditandai dengan akral dingin, bayi tidak mau minum, kurang aktif, kutis marmorata, pucat, takipne atau cakikardia. Sedangkan hipotermi yang berkepanjangan, akan menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen, distres respirasi, gangguan keseimbangan asam basa, hipoglikemia, defek koagulasi, sirkulasi fetal persisten, gagal ginjal akut, enterokolitis nekrotikan, dan pada keadaan yang berat akan menyebabkan kematian4?! Pemeriksaan Fisis pada Bayi Baru Lahir 93 Hipertermi ditandai dengan perabaan yang hangat/panas, iritabel, takipnea dan takikardi, tidak mau minum, tonus otot dan akcificas menurun, betkeringac. Pada keadaan yang berat akan menyebabkan hipoksia, asidosis metabolik, hipglikemia, hipotensi, kejang dan kematian.?" Diagnosis Diagnosis hipotermi/hipertermi ditegakkan dengan pengukuran suhu baik subu tubuh atau kulit bayi® Pengukuran suhu ini sangat bermanfaat sebagai salah satu pecunjuk penting untuk deteksi awal adanya suatu penyakit, dan pengukurannya dapac dilakukan melalui aksila, rektal atau kulit! Melalui aksila merupakan prosedur pengukuran subu bayi yang dianjurkan, oleh karena mudah, sederhana dan aman. Tecapi pengukuran melalui rektal sangat dianjurkan untuk dilakukan pertama kali pada semua BBL, oleh karena sekaligus sebagai tes skrining untuk kemungkinan adanya anus imperforatus. Pengukuran subu rektal tidak dilakukan sebagai prosedur pemeriksaan yang rutin kecuali pada bayi-bayi sakit.'°? Manajemen Kesempatan untuk bertahan hidup pada BBL ditandai dengan keberhasilan usahanya dalam mencegah hilangnya panas dari tubuh. Untuk itu, BBL haruslah dirawat dalam lingkungan suhu netral (Neutral Thermal Environment/NTE). 94 Buku Ajar Neonatologi Klasifikasi dan manajemen hipotermia/hipertermia* ‘Tabel 6.1 Klasifikasi suhu cubuh abnormal Temuan” ‘Anamnesis Pemeriksaan ‘Klasifikasi + Bayi terpapar suhu + Suhu Tibuh 32°C. 36,4C | Hipotermia sedang Jingkangan yang rendah | + Gangguan napas + Waktu timbulnya kurang | + Denyut jantung kurang dari dati 2 hati 100 kali/menie + Malas minum + Letargi - yang sangat panas, terpapar sinar matahari, berada di dalam inkubator, atau di bawah pemancar pans. + Bayi terpapar subu + Subic tubuh < 32°C Hipotermia berat lingkungan yang rendah | » Tanda hipotermia sedang + Waktu cimbulnya kurang |» Kuli teraba keras davi 2 hari + Napas pelan dan dalam + Tidak terpapar dengan | * Suku tubuh berfluktuas ‘Suhu tubuh tidak stabil dingin atau panas yang antara 36°C — 39°C {pertimbangkan dugaan sepsis) berlebihan smeskipun berada di suhu ingkungan yang stabil + Flukeuasi ‘terjadi—sesudah perfode suhu stabil + Bayi bérada dilingkungan | © Suhu subuh > 37, 5°C “Hiipertermia Tanda dehidrasi (elastsivas kulic tueun, mata dan ubun- ubsn besar cekung, lidah dan membrati mukosa kering) Malas minum Frekuensi mapas > 60 kali Menic Denyue jantung > 160 kalis imenie Lecargi Trtabel untuk menyingkitkan diagnosis. “Diagnosis pada kolam sebelab kanan cidak dapat dicegakkan apabila temuan yang dicerak tebal tidak dijumpai pada bavi. Adana, temnuan yang dicetak cebel, juga tidak menjamin diagnosis cegak. Diganceis disegakkan hanya bila didspat temuan yang dicetak mieing. Temuan lain yang dicecak tegak merupakan penunjang yang dapae membantu menegakkan diagnosis, cerapi bila tidak dijurmpai tidak dapac digurakan Sumber = Kosim MS, Surjono A, Seqyowiteni D* Pemeriksaan Fisis pada Bayi Baru Lahir 95 Hipotermia berat ‘* Segera hangatkan bayi di bawah pemancar panes yang telah dinyalakan sebelumnya, bila mungkin. Gunakan inkubator atau ruangan hangat, bila perlu. * Ganti baju yang dingin dan basah bila perlu. Beri pakaian yang hangat, pakai topi dan selimut dengan selimut hangat « Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi sering diubah. «Bila bayi dengan gangguan napas (frekuensi napas lebih 60 atau kurang 30 kali/menit, tarikan dinding dada, merintih saat ekspirasi), lakukan manajemen Gangguan napas. ¢ Pasangjalur1V dan beri cairan IV sesuai dengan dosis rumatan, dan infus tetap terpasang di bawah pemancar panas, untuk menghangatkan cairan «© Periksa kadar glukosa darah, bila kadar glukosa darah kurang 45 mg/dL (2,6 mmol/L), tangani hipoglikemia, * Nilai tanda kegawatan pada bayi (misalnya gangguan napas, kejang arau tidak sadar) setiap jam dan nilai juga kemampuan minum setiap 4 jam sampai suhu tubuh kembali dalam batas normal. « Ambil sample darah dan beri antibiotika sesuai dengan yang disebutkan dalam penanganan kemungkinan besar sepsis. * Anjurkan ibu menyusui segera setelah bayi siap: + Bila bayi tidak dapat menyusu, beri ASI peras dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum + Bila bayi tidak dapat menyusu sama sekali, pasang pipa lambung dan beri ASI peras begicu subu bayi mencapai 35°C. + Periksa subu tubuh bayi seciap jam. Bila suhu naik paling tidak 0,5°C/ jam, berarti upaya menghangatkan berhasil, kemudian lanjutkan dengan memeriksa suhu bayi setiap 2 jam. © Periksa juga subu alat yang dipakai untuk menghangatkan dan suhu ruangan setiap jam. © Setelah suhu tubuh bayi normal: * Lakukan perawatan lanjutan untuk boyi = Pancau bayi selama 12 jam kemudian, dan ukur suhunya seciap 3 jam + Pantau bayi selama 24 jam setelah penghentian anribiotika. Bila suhu bayi tetap dalam bacas normal dan bayi minum dengan baik dan tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan di tumah sakit, bayi dapat dipulangkan dan nasehati ibu bagaimana cara ‘menjaga agat hayi tetap hangat selarna di rumah. Hipotermia sedang * Ganti pakaian yang dingin dan basah dengan pakaian yang hangat, memakai copi dan selimuti dengan selimut hangat. * Bila ada ibu/ pengganti bu, anjurkan menghangatkan bayi dengan melakukan kontak kulit dengan kulit atau perawatan bayi lekat (PMK: Perawatan Metode Kanguru) «Bila ibu tidak ada: * Hangatkan kembali bayi dengan menggunakan alat pemancar panas, Gunakan inkubator dan ruangan hangat, bila perlu ; 96 Buku Ajar Neonatologi * Periksasuhualacpenghangat dan suburuangan, beri ASI peras dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum dan sesuaikan pengacur suhu; = Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi lebih sering diubah. « Anjurkan ibu untuk menyusui lebih sering. Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI ‘peras menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum. © Mintalah ibu uncuk mengamari tanda kegawatan (misalnya gangguan napas, kejang, tidak sadar) dan segera mencari pertolongan bila terjadi hal tersebur. « Periksa kadar glukosa darah, bila < 45 mg/dL (2,6 mmol/L), tangani hipoglikernia. + Nilai cands kegawaran, misalnya gangguan napas, bila ada tangani gangguan napasnya. * Periksa subu tubuh bayi setiap jam, bila suhu naik minimal 0,5°C/ jam, beratti usaha menghangatkan berhasil, lanjutkan memeriksa suhu setiap 2jam. * Bila suhu tidak naik atau naik terlalu pelan, kurang 0,5%C/jam, cari tanda sepsis. * Setelah suhu cubuh normal: + Lakukan perawatan lanjuran + Pantau bayi selama 12 jain berikutnya, periksa subu setiap 3 jam * Bila subu tetap dalam batas normal dan tayi dapat minum dengan baik serta tidak ada masalah lain yang memertukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan. Nasiltati ibu cara menghangatkan bavi di rumah. Hipertermia * Jangan memberi obat ancipiretik kepada bayi yang suhu rububnya tinggi «Bila suhu diduga karena paparan panas yang berlebihan: = Bila bayi belum pernah dilecakkan di dalam alar penghangat: + Lerakkan bayi di ruangan dengan subu lingkunan normal (25-28°C) + Lepaskan sebagian acau seluruh pakaianya bial perlu + Periksa subu aksitar setiap jam sampai rercapai suhu dalam batas normal + Bila suhu sangae tinggi (>39C), bayi dikompzes atau dimandikan selama 10 = 15 menit dalam air yang suhunya 4°C lebib rendah dari subu tubuh bayi. Jengan menggunakan air dingin acau air yang suhunya lebih rendah dari 4*C dibawah suhu bayi. * Bila bayi pernah dietaktan di bavah pemancarpanas atau inkubator ‘Turunkan subu alat penghangat, bila bayi di dalam inkubacor, buka inkubator sampai subu dalam batas normal + Lepas sebagian atau seluruh pakaian bayi selama 10 menie kemudian beri pakaian lagi sesuai dengan alat penghangat yang digunakan + Periksa sul bayi setiap jam sampai tercapai suhu dalam batas normal + Periksa subu inkubator atau pemancar panas setiap jam dan sesuaikan pengatur suhu. * Bila bukan karena paparan panas yang berlebihan: + Terapi untuk kemungkinan besar sepsis + Letakkan bayi di ruang dengan suhu lingkungan normal (25-28C) + Lepas pakaian bayi sebagian atau seluruhnya bila perk + Periksa suhu bayi setiap jam sampai dicapai suhu tubuh dalam batas normal Pemeriksaan Fisis pada Bayi Baru Lahir 97 Bila subu sangat tinggi (lebih dari 39°C), bayi dikompres atau dimandikan selama 10-15 menit dalam air yang suhunya 4°C lebih rendah dari suhu tubuh bayi Manajemen lanjutan suhu lebih 37,5°C * Yokinkan bayi mendapac masukan cukup caitan “ Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya. Bila bayi tidak dapac menyusu, beri ASI peras dengan salah satu alternarif cara pemberian minum = Bila terdapat tanda dehidrasi (mata atau ubun-ubun besar cekung, elastisitas kulit turun, lidah dan membran mukosa kering), cangani dehidrasi « Periksa kadar glukosa darah, bila kurang dari 45mg/dl. (2,6 mmol/L), tangani hipoglikemia * Cari tanda sepsis, sekarang dan ulangi lagi bila suhu relah mencapai batas normal © Setelah suhu bayi normal * Lakukan perawacan lanjuran * Pantau bayi selama 12 jam berikuenya, periksa suhu setiap 3 jam » Bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat minum dengan baik serra ridak ada masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakic, bayi dapat dipulangkan Nasehati ibu cara menghangatkan bayi di rumah dan melindungi dari pancaran pangs yang berlebihan. Petunjuk praktis Sepuluh langkah proteksi termal Sepuluh Langkah Proteksi Termal / Warm chain, adalah serangkaian tindakan yang dilakukan pada BBL, dengan tujuan untuk menghindarkan terjadinya stres hipotermi maupun hipertermi, serta menjaga suhu tubuh bayi tetap berada dalam keadaan normal yaitu antara 36,5°C-37,5°C.° Langkah ke 1: Ruang melahirkan yang hangat Selain bersih, ruang bersalin tempat ibu melahirkan, harus cukup hangat dengan suhu ruangan ancara 25°C-28°C serta bebas dari aliran arus udara melalui jendela, piney, atau- pun dari kipas angin.'® Selain itu sarana resusitasi lengkap yang diperlukan untuk per- tolongan BBL sudah disiapkan., serta harus dihadiri paling tidak 1 orang tenaga terlacih dalam resusitasi BBL sebagai penanggung jawab pada perawatan BBL?" Langkah ke 2: Pengeringan segera Segera setelah lahir, bayi dikeringkan kepata dan tubuhnya, dan segera mengganti kain yang basah dengan kain yang hangac dan kering. Kemudian diletakkan di permukaan yang hangat seperti pada dada atau perut ibunya atau segera dibungkus dengan pakaian hangat.'*!°25 Kesalahan yang sering dilakukan adalah, konsentrasi penolong xelahiran terutama pada oksigenasi dan tindakan pompa jantung pada waktu resusitasi, schingga melupakan kontrol terhadap paparan dingin yang kemungkinan besar terjadi segera setelah bayi dilahirkan.267 98 Buku Ajar Neonatologi Langkah ke 3 : Kontak kulit dengan kulit Kontak kulit dengan kulic adalah cara yang sangat efekrif untuk mencegah hilangnya panas pada BBL, baik pada bayi-bayi aterm maupun preterm. Dada atau perut ibu, metupakan tempat yang sangat ideal bagi BBL untuk mendapatkan lingkungan suhu yang tepat."®? Apabila oleh karena sesuacu hal melekatkan BBL ke dada atau ke perut ibunya tidak dimungkinken, maka bayi yang telah dibungkus dengan kain hangat, dapat diletakkan dalam dekapan lengan ibunya.” Metode perawatan kontak kulit dengan kulit (Skin zo skin contact / Kangoroo mother care / KMC / perawatan bayi lekat) dalam perawatan bayi selanjutnya sangat dianjurkan khususnya untuk bayi-bayi kecil, oleh kacena dari beberapa penelitian dilaporkan adanya penurunan secara bermakna angka kesakitan dan angka kematian bayi-bayi kecil.2##° Langkah ke 4: Pemberian ASI Pemberian ASI sesegera mungkin, sangar dianjurkan dalam jam-jam pertama kehidupan BBL. Pemberian ASI dini dan dalam jumlah yang mencukupi akan sangat menunjang kebueuhan nucrisi, serra akan berperan dalam proses termoregulasi pada BBL.'""" Langkah ke 5: Tidak segera memandikan/menimbang bayi Memandikan bayi dapat dilakukan beberapa jam kemudian (paling tidak setelah 6 jam) yaitu setelah keadaan bayi stabil.“ Oleh karena tindakan memandikan bayi segera setelah lahir, akan menyebabkan terjadinya penurunan subu tubuh bayi. Mekoneum, darah, atau sebagian verniks, dapac dibersihkan pada waktu tindakan mengeringkan bayi. Sisa verniks yang masih menempel di tubub bayi tidak perlu dibuang, selain tindakan tersebut akan imenyebabkan irirasi kulic juga verniks tersebut masih bermanfaat sebagai pelindung panas tubuh bayi, dan akan direabsorbsi dalam hari-hari pertama kehidupan bayi.!? Menimbang bayi dapat ditunda beberapa saat kemudian, oleh karena dengan tindakan menimbang sangat dimungkinkan akan cetjadi penurunan suhu tubuh bayi. Sangat dianjurkan pada waktu menimbang bayi, timbangan yang digunakan diberi alas kain hangar. 828 Langkah ke 6: Pakaian dan selimut bayi yang adekuat Secara umum, BBL memerlukan beberapa lapis pakaian dan selimut lebih banyak daripada orang dewasa."? Pakaian, dalam hal ini juga meliputi topi, karena sebagian besat (kurang lebih 25 %) kehilangan panas dapat terjadi melalui kepala bayi"°"?Pakaian dan selimuc seyogyanya cukup longgar, sehingga memungkinkan adanya lapisan udara diancara permukaannya sebagai penyangga panas tubuh yang cukup efektif. Bedong (swaddling) yang biasanya sangat erat sebaiknya dihindarkan, selain menghilangkan lapisan udara sebagai penyangga panas, juga menaikkan risiko terjadinya pneumonia dan penyakit infeksi sdluran nafas lainnya, karena tidak memungkinkan paru bayi mengembang sempurna pada waktu bernafas.'? Pada perawatan BKB selain dengan cara petawatan bayi lekat, pakaian dan selimut hangat, penggunaan plastik sebagai selimut pelapis, atau melecakkan bayi di bawah pemancar panas, dilaporkan sangat bermanfaat untuk memperkecil proses kehilangan panas. Dalam hal ini temperatur harus selalu dimonicor dengan ketac, untuk menghindarkan terjadinya hipertermi.?*”* Bayi yang lahir dari ibu dengan demam, mempunyai risiko uncuk terjadinya Pemeriksaan Fisis pada Bayi Baru Lahir 99 depresi pernapasan, kejang, risiko yang meningkat terjadinya kematian, atau palsi serebral. Pada penelitian binatang percobaan, telah cerbukei balwwa hipertermi selama atau setelah keaduan hipoksia, sering dihubungkan dengan adanya kerusakan jaringan orak. Oleh karena itu, sangat dianjurkan uncuk menghindarkan terjadinya hipertermia pada bayi-BBL.” Langkah ke 7: Rawat gabung Bayi-bayi yang dilahirkan di rumah ataupun yang dilahirkan di rumah sakit, seyogyanya dijadikan satu, dalam tempat tidur-yang sama dengan ibunya, selama 24 jam penuh dalam ruangan yang cukup hangat (minimal 25°C). Hal ini akan sangat menunjang pemberian ASI on demand, serca mengurangi risiko terjadinya infeksi nosokomial pada bayi-bayi yang lahir di rumah sakie.!0"° Langkah ke 8: Transportasi hangat Apabila bayi perlu segera dirujuk ke rumah sakit, acau ke bagian lain di lingkungan rumah sakit seperti di ruang rawat bayi atau di NICU, sangat penting untuk selalu menjaga kehangatan bayi selama dalam perjalanan. Apabila memungkinkan, adalah merujuk bayi bersamaan dengan ibunya dalam perawatan bayi leker, oleh karena hal ini merupakan cara yang sederhana dan aman.? Langkah ke 9: Resusitasi hangat Pada waktu melakukan resusitasi, perlu menjaga agar tubuh bayi tetap hangat. Hal ini sangar penting, oleh karena bayi-hayi yang mengalaml asfiksia, rubuhnya tidak dapar menghasilkan panas yang cukup efisien sehingga mempunyai risiko tinggi menderita hipotermia.”” Pada waktu melakukan resusitasi di rumah sakic, memberikan lingkungan yang hangat dan kering, dengan meletakkan bayi di bawah alat pemancar panas, merupakan salah satu dari rangkeian prosedur standar resusitasi BBL.” Langkah ke 10: Pelatihan dan sosialisasi rantai hangat Semua pihak yang terlibat dalam proses kelahiran serta perawatan bayi (dokter, bidan, perawat, dukun bayi dan lain-lain), perlu dilatih dan diberikan pemahaman tentang prinsip-prinsip serta prosedur yang benar centang rantai hangat. Keluarga dan anggauta masyarakat yang mempunyai bayi di rumah, periu diberikan pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya menjaga agar bayinya selalu cetap hangat.'? Ringkasan Termoregulasi merupakatf aspek yang sangat penting dalam perawaran BBLSubu tubuh normal dihasilkan dari keseimbangan antara produksi dan kehilangan panas tubuh. Dalam perawatan bayi, perlu dipertahankan suhu lingkungan yang netral (neural thermal environment) agar metabolisme dan konsumsi oksigen berada pada tingkat optimal unruk mempertahankan subu tubuh yang normal. Hipotermia dapat disebabkan oleh karena terpapar dengan lingkungan yang dingin atau bayi dalam keadaan basah atau pakaian yang tidak adekuat. Secara uinum, hipotermi 100 Buku Ajar Neonatofogi dapat terjadi melalui penurunan produksi panas, peningkatan panas yang hilang dan kegagalan termoregulasi, Peningkatan panas yang hilang terutama melalui proses evaporasi, konduksi, radiasi dan konduksi. Hipertermia dapat disebabkan oleh karena terpapar dengan linekungan yang panas, atau karena penyakit-penyakit infeksi. Keadaan hipotecmi atau hipertermi pada bayi, memerlukan penanganan yang cepac uncuk menghindarkan terjadinya komplikasi yang akan mempengacuhitumbuh kembangnya. Tindakan pencegahan dengan Sepuluh Langkah Provekst Termal yang bertujuan untuk smenghindarkan terjadinya hipotermi atau hipertermi, merupakan hal yang hacus dilakukan dalam setiap BBL. Daftar pustaka |, Mitzi J, Sultana P Hypothermia in che early neonaral period. Malta Medical Jornal 2003; 15:22 4. 2. Lynam L, Koersch & Schindler M. et al. A Research program to examine evidence-based practices in newborn thermoregulation. Z Geburrshilfe Neonatal 2006; 210. 3. Perlman J, McGowan JE. Temperature regulation: issves of hypothermia and hyperthermia in neonatal sesuscitation. Session 1026, Weill Cornell Medical Centre 2000. Diunduh dati: hap:ff swwu.aap.org : 4, Departemen Kesehatan RI - IDAI (UKK Perinarologi) - MNH-JHPIEGO. Buku panduan manajemen masalah BBLuocuk dokcer, bidan, dan perawat di cumah sakit. Kosim MS, Surjono A, Setyowireni D, penyunting, Jakarta: Departemen Kescharan RI 2004, 1.37 - 41. 5. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE, penyunting, Neonatology management, procedures, on-call problems, diseases, and drugs. Edisi ke 5. New York : Lange Medical Books 7 McGraw-Hill, 2004, b.38 - 42. 6. University of North Carolina Hospital. Thermoregulation in the newborn immediately after bith, nursing procedure manual. Last Update 2004. Diunduh dari URL : hetb:ivwwUNC. Hosp.org 7. The Merck Manual of Diagnosis and Therapy Section 19. Metabolic problems in the newborn. Pediatrics 2004; 260-8. Diundub dari : hup//uuauMerk manual. org 8. British Columbia Reproductive Care Program, Neonatal thermoregulation, new born guidelines 2. July 2003. Diundub dari s URLshup://unow.ncsf cor, 9. Chandra S, Boumgart S. Fetal and neonatal thermal regulation. Dalam : Spitzer AR penyunring Intensive care of fetus and neonates. Edisi ke 2. Philadelphia : Elsevier Mosby. 2005, h495 - 513. 10. Department of Pediatrics WHO Collaborating Center for Training and Research in Newborn Care. Essential newborn nursing for small hospicals, New Delhi. 2005, h.13- 23 11. Rutter. Temperatore control and disorders. Dalam: Rennie JM. penyunting. Robercon's Texcbook of Neonatology Edisi ke 4. Philadelphia : Elsevier Churchil Livingstone, 2005, 267 - 79. 12. Lee NNY, Chan YT, Davis DB Lau E, Yip DCE et at. Browa adipose tissue: evaluation with ® Tland "* Te-Sestamibi dual cracer SPECT. Annals of Nuclear Medicine 2004. 547-9. 13. Li J, Decker W. Hypothermia. Last Updated Seprember 22, 2005. Diundub dari : URL: bps} savuremedicine.com/ped/topic?768.hi., 14. Mccullough L, Asora S. Diagnosis and Treatmens of Hypothermia. American Family Physician 2004, 70, 12, 2325 - 32. 15, Weber R. Neonatal thermoregulation. Diunduh dari : URL: huep:/;home freeuk.naiflond. ambulancefindex ker. Pemeriksaan Fisis nada Bayi Baru Lahir 101 12. 18. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 22. 29. 30. 102 ‘Vermont Oxford Necwork, The heat loss prevention trial (HeLP). Manval of operation. October 2005. Diunduh dart: hup:/fofoxford.ong Lyon.A, Puscher P Thermomonitoring. Diunduh dari URL : huip:thvwnupediatrctindian.org, LeBlane MH. The physical environment, Dalam : Fanaroff AA, Martin RJ, penyunting. Neonacal-perinatal medicine, disease of the fetus and infant. Edisi ke 7. St Louis: Mosby Inc, 2002, b.512-22. . WHO/RHT/MSM. Thermal protection of the newborn: a practical guide. WHO/RHT/MSM/ 1999. Diunduh dari: URL:www.WHO.int. Stern L, Thetmoregulation in newborn infant, historical, physiological and chemical considerations. Diunduh dati URL :heyp:/AvuwNeonaeology weburebmascer neonatology.org. McCal} EM, Aldetdice FA, Halliday HL, Jenkins JG, Vohra S. Intervention to prevent hypothermia at birth and / or low birchweight babies. Diunduh dari URL: www.nich.nih.gov/ Cochrane/McCall/McCall.EM.. ‘Wyatt JS, Thoresen M. Hypothermia treatment and the newbom. Pediatrics 1997; 100(6):1028-9- Boutilier RG. Mechanisms of cell survival in hypoxia and hypothermia. Exp J Biol 2001; 204:317) - BI. Shankaran S, Laptook AR, Ehrenkranz RA, et al. Whole-body hypothermia for neonates with hypoxic-ischemic encephalopathy. N Engl ] Med 2005; 353(15}:1574 — 84. CalvercK. Hypothermia in che neonate and infant, Diunduh dari: URL hrepi/huwuathemerck com. American Academy of Pediatrics and American Heart Association, Textbook of neonatal resuscitation. Edisi ke-5. Katewinkel J, Short J, Niermeyer S. et al, penyunting- AAP-AHA 2005. American Heart Association, Neonatal resuscitation guidelines. Circulation 2005; 112: 188 = 95. Diunduh dari heep://wwwcirculationaha.org . Watkinson M. Temperature control of premarure infants in che delivery room. Clin Perinatol 2006; 33: 43 - 53. Browne }V. Early relationship environments : physiology of skin-to-skin contact for parent and their preterm infants. Clin Perinatol 2004; 31: 287 - 98. Klauss M. Mother and infant : early emotional cies. Pediatrics 1998; 102(5):1244 - 6. Buku Ajar Neonatologi BAB VII ASFIKSIA DAN RESUSITASI BAYI BARU LAHIR Nani Dharmasetiawani Pendahuluan Asfiksia pada BBL menjadi penyebab kematian 19% dari 5 juta kematian BBL setiap tahun. Di Indonesia, engka kejadian asfiksia di rumah sakit propinsi Jawa Barat ialah 25.2%, dan angka kematian karena asfiksia di rumah sakit pusat rujukan propinsi di Indonesia sebesar 41,94%.? Data mengungkapkan bahwa kira-kira 10% BBL membutubkan bantuan uncuk mulai bernapas, dari bantuan tingan (langkeb awal dan stimulasi untuk bernapas) sampai resusitasi lanjut yang ekstensif. Dari jumlah tersebut hanya kira-kira 1% saja yang membutuhkan resusitasi yang ekstensié? Penulis lain menyebutkan kira-kira 5% bayi pada saat lahit merabucubkan tindakan resusitasi yang ringan seperti stimulasi untuk bernapas? Antara 1% sampai 10% BBL di rumah sakit membutuhkan bantuan ventilasi ‘dan sedikic saja yang membutubkan intubasi dan kompresi dada Sebagian besar bayi yaitu’ sekirar 90%, tidak membutuhkan atau hanya sedikit memerlukan bancuan untuk memantapkan pernapasannya setelah [ahir dan akan melalui masa cransisi dati kehidupan inceaucerin ke ekstrauterin tanpa masalah.' Kebutuhen resusitasi dapat diantisipasi pada sejumlah besar BBL. Walaupun demikian, kadang-kadang kebutuban resusitasi tidak dapat diduga. Oleh karena itu tempat dan peralacan untuk melakukan resusitasi harus memadai, dan petugas yang sudah dilatih dan terampil harus tersedia setiap saat dan di semua tempat kelahiran bayi. Luaran dari BBL setiap tahun akan menjadi lebih baik dengan penyebaran teknik melakukan resusitasi. Definisi Resusitasi BBL ialah prosedur yang diaplikasikan pada BBL yang tidak dapat bemapas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir. Istilah BBL digunakan untuk bayi yang baru lahir pada menit-menit pertama sampai beberapa jam selanjumya. Periode neonatal ialah periode bayi dari lahir sampai umur 28 hari, Asfiksia pada BBL dirandai, dengan keadaan hipoksemia, hiperkarbia, dan asidosis. Menurut AAP dan ACOG (2004), asfiksia perinatal pada seorang bayi menunjukkan karakteristik berikut:? 1. Asidemia metabolik atau campuran (metabolik dan respiratorik) yang jelas, yairu pH <7, pada sampel darah yang diambil dari arteri umbilikal 2. Nilai Apgar 0~3 pada menit ke 5 Astiksia dan Resusitasi Bayi Baru Lahir 103 3. Manifestast nerologi pada periode BBL segera, termasuk kejang, hipotonia, koma, atau ensefalopatia hipokstk iskernik 4. Terjadi disfungsi sistem multiorgan segera pada periede BBL Patofisiologi asfiksia BBL mempunyai karakteristik yang unik.£ Transisi dari kehidupan janin intrauterin ke kehidupan bayi ekstrauterin, menunjukkan perubahan sebagai berikut. Alveoli paru janin dalam uterus berisi cairan paru. Pada saat lahir dan bayi mengambil napas pertama, udara merasuki alveoli paru dan cairan paru diabsorpsi oleh jaringan paru. Pada napas ke dua dan berikuenya, udara yang masuk alveoli bertambah banyak dan cairan paru diabsorpsi sehingga kemudian seluruh alveoli berisi wdara yang mengandung oksigen. Aliran darah paru meningkat secara dramatis. Hal ini disebabkan ekspansi paru yang membutuhkan tekanan puncak inspirasi dan tekanan akhir ekspirasi yang lebih tinggi.’ Ekspansi paru dan peningkatan tekanan oksigen alveoli, ke duanya, menyebabkan penurunan resistensi vaskuler paru dan peningkatan aliran darah paru setelah lahir. Aliran incrakardial dan ekstrakardial mulai beralih arah yang kemudian diikuti penucupan dukus arteriosus. Kegagalan penurunan resistensi vaskuler paru menyebabkan hipertensi pulmonal persisten pada BBL (Persisten Pulmonary Hypercension of the Neonate), dengan aliran darah paru yang inadekuat dan hipoksemia relatif. Ekspansi paru yang inadekuat menyebabkan gagal napas.® Penilaian asfiksia Penilaian pada bayi yang terkaic dengan penatalaksanaan resusitasi, dibuat berdasarkan keadaan klinis. Penilaian awal harus dilakukan pada semua BBL. Penatalaksanaan selanjutnya dilakukan menurut hasil penilaian tersebut. Penilaian berkala setelah setiap langkah resusitasi harus dilakukan setiap 30 detik. Penatalaksanan dilakukan rerus menerus berkesinambungan menurut siklus menilai, menentukan tindakan, melakukan tindakan, kemudian menilai kembali. Diagram alur Resusitasi BBL dapat dilihat pada Gambar 1. Resusitasi BBL akan diuraikan lebih lanjut pada bab-bab berikut ini. Tujuan resusitasi BBL Tujuan resusitasi BBL ialah untuk memperbaiki fungsi pernapasan dan jantung bayi yang tidak bernapas. 104 Buku Ajar Neonatologi Diagram alur resusitasi BBL Latir © Cukup bulan? ir ketuban jernih? © Berapas atau menangis? © Tomus otot balk? Perawatan Rutin ‘© Berlkan kehangatan Bersihkan Jalan napas 30 detik: * Berikan kehangatan? '* Posisikan, bersihkan Jalan napas * (bite perlu) * Keringkan, rangsang, reposisi Bornapas Perawatan Observasi ‘© Evaluast pernapasan, FJ, dan warna kullt Sianosis Apnea 30 detik atau | [ «Beri tambahan 02 Kemorahan < Fas 100 ‘Sienosis menetap Ventilas!efektit Perawatan ‘¢ Berikan VTP Fis 100, Pasea Resusitasl L Kemerahan Fi rice Fu> 60 © Berikan VIP 30 detik 4 Lakukan kompresi dada * F< 60 -¥ * Intubas! ET dapat diportimbangkan pada langkah Ini © Berikan epinetrin * Gambar 7,1 Diagram Alur Resusitasi Neonatus Sumber: American Heart Association and American Academy of Pediatrics. * Teknik atau cara melakukan resusitasi BBL Persiapan dan antisipas| sebelum tindakan Persiapan petugas yang terampil melakukan resusitasi Semua pecugas yang mendampingi kelahiran bayi harus dilatih dalam keterampilan resusitasi BBL. Paling sedikic satu orang bertanggung jawab untuk setiap satu bayi dan Asfiksia dan Resusitasi Bayi Baru Lahir 105 petugas ini tidak merangkap tugas lain bila sedang melakukan asuhan BBL. Bila sudah diantisipasi kebutuhan resusicasi, maka perlu disiapkan petugas terampil resusicasi lebih dari sacu orang. Pencegahan infeksi dengan melakukan standar pencegahan infeksi Setiap cairan tubuh harus dianggap sebagai bahan yang berpotensi menyebabkan infeksi. Petugas harus mencuci tangan, memakai sarung tangan dan alat proteksi lain seperti kacamata, celemek, dan baju khusus selama prosedur penanganan. Persiapan peralatan dan obat-obatan Kebutuhan resusitasi tidak selalu dapat diprediksi atau ditebak, terapi dapat diantisipasi. Karena itu peralatan dan obat untuk resusitasi yang lengkap harus tersedia pada setiap persalinan, Peralatan dan obat rersebut harus diperiksa secara reguler. Pada setiap akan berlangsungpersalinan, peralatan untuk resusitasi BBL harus diperiksa, diuji, dan diyakinkan baik fungsinya (lihat Tabel 7.1). Demikian pula obat untuk resusicasi BBL harus disiapkan dengan baik (lihat Tabel 7.2). Persiapan keluarga Komunikasi dengan kelvarga merupakan hal penting, Pada setiap persalinan risiko tinggi diperlukan komunikasi antara para petuges yang merawat dan bertanggung jawab terhadap ibu dan bayinya dengan ibu bayi, svami atau keluarga. Persetujuan tindakan medik Petugas seharusnya mendiskusikan rencana catalaksana bayi dan memberikan informasi kepada keluarga. Apabila keluarga sudah menyetujui tatalaksana atau tindakan yang akan dilakukan, petugas meminta persecujuan tindakan medis secara certulis Persiapan dan antisipasi untuk menjaga bayi tetap hangat BBL mempunyai risiko mengalami hiporermia yang menyebabkan peningkacan konsumsi oksigen dan kebutuhan resusitasi® Karena itu, pencegahan kehilangan panas pada BBL merupakan hal penting, bahkan pada BKB memerlukan upaya tambahao.? Lingkungan/ ruangan tempat melahirkan harus dijaga suhunya supaya tidak menyebabkan bayi menderita hipotermia. Bila resusitast tidak diperlukan, bayi dapat dilerakkan di tubuh ibunya, di dada atau perut dengan cara koneak kulit ibu dengan kulit bayi. Bayi akan cetap hangat karena sumber panas dari tubuh ibunya. Beberapa penelitian telah pula dilekukan untuk mengetahui efek pendinginan terhadap morbiditas bayi!" Faktor Risiko* Menilai faktor risiko bayi sangatlah penting, karena asfiksia dapat terjadi antepartum dan intrapartum. 106 Buku Ajar Neonatologi ‘Tabel 7.1 Peralatan untuk Resusitasi BBL' 2, Perlengkapan pengisap © Balon pengisap (bulb syringe), alat pengisap lendir ‘© Pengisap mekanik dengan selangnya + Kateter pengisap nomer 55 6F 8F 108 12F dan 14F + Pipa lambung nomer 8F dan semgrit 20 mL. + Pengisap mekonium/konektor b Peralatan balon dan sungkup ‘+ Bolon resusitasi yang dapat memberikan oksigen sampai kadar 90% sampai 100% + Sungkup dengan ukuren untuk bayi cukup bulan dan kurang bulan (dianjurkan yang rmemiliki tancalan di pinggirnya) + Somber oksigen dengan pengatur aliran (ukuran sampai 10 Lfenenic) dan selang obsigen . Peralatan intubasi © Laringoskop dengan daun furus no.00 dan no.0 (untuk bayi kureng bulan) dan no.1 (untuk bayi cukup bulan)!* + Lampu cadangan dan botetai cadangan untuk laringoskop + Pipa endotcakeal no. 2,5-, 3,0 3,5-, 4,0- mm diameter internal + Stilee (bila cersedia) © Gunting + Plester atau alatfksasi endotrakeal + Kapas alkohol Alat pendereksi CO2 atau kapnograf + Sungkup larings (LMA) {bila tersedia) dd. Alat uncuk memberikan obat-obacan ‘+ Pipa orogasteik no. SF + Kareter umbiikal no. 3,5F-, SF + Three way stopcock # Sempric, 1, 3+, 5, 10-, 20-, 50 mL + Jarum ukuran 25, 21, 18 atau alat penusuk lain tanpa jarum + Sarung rasygan sceril, skalpel/guncing, larutan yodiua, pita/plescertape umbilikal e. Lain-lain Sorung tangan dan alae pelindung lain Alar pemancar panas atau surnber panas lainnya ‘Alas resusitasi yang cukup keras Jam Kain ( yang hangae) Stetoskop untuk neonacus Plester ‘Monitor jancung dan pulse oksimeter dengan prabe serta elektrodanya (bila tersedia di ‘amar bersalin) + Oropharyngeal airways (0,00 dan ukuran 000 arau panjang 30-, 40- dan 50 mm) {Datuk tayi kurang bulan (bil tersedia) Sumber udara hertekanan, Blender oksigen untuk mencaraput oksigen dan udara tekan Pulse oksimeter dan probe oksimeter Kentung plastik makanan (I galon) atau. pembungkus plastik yang dapat dimtup dan twareparan, Alas pemanas kimi © Tnkubator cranspor untuk mempertahankan sub bayi ke ruang perawatan —_ ‘Sumber: AHA and AAP Texthook of Neonatal Resuscitation? Asfiksia dan Resusitasi Bayi aru Lahir 107 ‘Tabel 7.2 Obat-obatan untuk Resusitasi BBL! Epineffin 1:10,090 (0,1mg/mL) Kristalaid isotonik (NaCI 0,9% atau Ringer Laktat) untuk penambah volume atrium bikarbonae 4,2 % (SmEq/i0mL) Nalokson hidroklorida Dekstrosa 10% Larutan NaCl 0.9% untuk bilas Sumber: AHA and AB Textbook of Neonatal Resuscitation * Faktor risiko antepartum! Diabetes pada ibu Hipertensi dalam kehamilan Hipertensi kronik Anemia janin atau isoimunisasi Riwwayat kematian janin atau neonatus Perdarahan pada trimester dua dan ciga Infeksé ibu Tbu dengan penyakit jantung, ginjal, paru, tiroid, atau kelainan aerologi Polihidramnion Oligohidramnion Ketuban pecah dini Hidrops fetalis Kehamilan lewae waktu Kehamilan ganda Berat janin tidak sesuai masa kehamilan ‘Teraji obat seperti magnesium karbonat, beta blocker Ibu pengguna obat bius Malformasi atau anomali janin Berkurangnya gerakan janis Tanpa pemeriksaan antenatal Usia <16 atau >35 tahun Bere e eee errr ee ene Faktor risiko intrapartum’ © Seksio sesaria darurat * Kelahiran dengan ekstraksi forsep atau vakum Lecak sungsang atau presentasi abnormal © Kelahiran kurang bulan © Partus presipitatus * Kotioamnionitis 108 Buku Ajar Neonatologi + Keruban pecah lama (> 18 jam sebelum persalinan) Partus lama (>24 jam) Kala dua lama (>2 jam) Makrosomia Bradikardia janin persisten Frekuensi jantung jantn yang tidak beraturan Penggunaan anestesi umum Hiperstimulus uterus Penggunaan obat narkotika pada ibu dalam 4 jam sebelum persalinan. Air ketuban bercampur mekonium Prolaps vali pasat Solusio plasenca Plasenta previa + Perdatahan intraparcum eee aoe eens Penilaian BBL Penilaian Awal Penilaian awal dilakukan pada setiap BBL untuk menentukan apakah tindakan resusitasi harus segera dimulai. Segera setelah lahir, dilakukan penilaian pada semua bayi dengan cara petugas bertanya pada dirinya sendiri dan harus menjawab segera dalam waktu singkat © Apakah bayi lahir cukup bulan? © Apakah air kecuban jernih dan tidak bercampur mekonium? © Apakah bayi bernapas adekuac atau menangis? * Apakah conos otot baik? Bila semua jawaban di atas “ Ya “, berarti bayi baik dan tidak memerlukan tindakan resusitasi. Pada bayi ini segera dilakukan Asuhan Bayi Normal. Bila salah satu atau lebih jawaban “tidak “, bayi memerlukan tindakan cesusitasi segera dimulai dengan Langkah Awal Resusitasi. Bayi yang memerlukan resusitasi © Bila salah satu acau lebih dari 4 penilaian awal dijawab “ tidak “, bayi memerlukan tindakan resusicasi © Bayi yang lahir kurang bulan mempunyai kecenderungan untuk lebih memerlukan tesusitasi karena beberapa hal berikut. Bayi kurang bulan mudah mengalami hipotermia karena rasio luas permukaan dan masa cubuhnya relatif besar, lemak subkutan sedikit, dan imaturitas pusat pengatur suhu. © Bayi yang fahir dengan air ketuban bercampur mekonium dan tidak bugar (ditandai dengan depresi pernapasan, frekuensi jantung kurang dari 100 kali/menit, dan tonus ototnya buruk), mungkin memerlukan pengisapan trakea setelah seluruh tubuh lahit. Pengisapan intrapartum saat kepala lahir sebelum bahu difahirkan, tidak direkomen- dasikan sebagai tindakan rutin.'? Asfiksia dan Resusitasi Bayi Baru Lahir 109 Setelah penilaian awal dan tindakan yang perlu sudah dilakukan, penilaian bayi dilakukan secata berkala selama proses resusicasi. Penilaian berkala selama resusitasi didasarkan pada pernapasan, frekuensi denyut jantung, tonus otot, dan warna. Evaluasi dan intervensi merupakan proses simultan cerucama bila lebih dari seorang resusitator hadir. Walaupun demikian, uncuk lebih jelas, proses ini dijabarkan sebagai sekuens langkah- langkah pada diagram alur, yang diambil dari panduan dalam program resusitasi BBL. dari American Academy of Pediatrics dan American Heart Association 2006 (lihat Gambar 1). Pernapasan Setelah beberapa usaha pernapasan awal, bayi akan bernapas secata reguler dan mantap sehingga cukup untuk mempertahankan frekuensi jantung lebih dari 100 kali/menit. Bila frekuensi jantung tidak dapat dipertahankan lebih 100 kali/menit, vencilasi tekanan positif perlu dilakukan. Recraksi atau cekungan di daerah iga bawah dan sternum merupakan tanda penting bahwa bayi menderita kesulitan mengembangkan paru. Bila ini terjadi, bayi akan lebib baik bila diberi ventilasi tekanan positif atau continuous positive airway pressure (CPAP).6 Apnu yang menetap, terutama berhubungan dengan hiporonia, dan frekuensi jantung yang kurang dari 100 kali/menit merupakan tanda serius dan bayi membutuhkan ventilasi tekanan positif® Frekuensi denyut jantung Frekvensi denyut jantung dapat diperiksa dengan mendengarkan pulsasi jantung dengan memakai scetoskop, atau meraba pulsasi pada pangkal tali pusat. Bila pulsasi tidak reraba pada pangkal cali pusat, harus diperiksa dengan menggunakan stetoskop. Oksimetri nad dapat menunjukkan gambaran yang akurac dan berkesinambungan dari frekuensi denyuc antung dalam satu menic setelah lahir. Ini merupakan bantuan yang berguna pada penilaian dan penanganan BBL sakit.!? Tonus Seorang bayi dengan conus yang baik, yaitu terdapat gerakan ekstremitas dengan postur fleksi, jarang menjadi burak; sedangkan bayi yang lemas, yaitu tidak ada gerakan dan postur ekstensi, lebih sering memerlukan resusitasi akti Warna Bayi yang normal secara bertahap warna kulit akan menjadi kemerahan setelah menic- menit pertama kehidupan’ Bayi yang diresusicasi secara efektif dengan oksigen 100% akan menunjukkan wara kemerahan lebih cepat. Sianosis dapat sulit dikenali, Sianosis dapat ditentukan dengan memeriksa bibit dan gusi. Tangan dan kaki yang biru adalah keadaon normal ditemukan segera setelah lahir, Oksimerer nadi yang dipakaikan pada tangan kanan dapat memberikan gambaran yang akurac dan berkesinambungan tentang saturasi oksigen pra dukeus satu menit setelah lahir:? Pucat yang parah mungkin menunjukkan anemia berat, hipovolemia, dan asidosis. Juga hal ini cerjadi pada bayi yang menderita hipotensi karena syok dan luaran (output) jancung yang buruk.¢ 110 Buku Ajar Neonatologi Langkah awal resusitasi Indikasi Bila salah satu atau lebih dari penilaian awal mendapat jawaban “tidak”, langkah awal resusitasi harus segera dilakukan. Langkah awal cesusitasi terdiri dari tindakan becurutan sebagai berikut:! © Memberikan kebangacan Mesmposisikan bayi dan membuka/membersihkan jalan napas Mengeringkan, sambil merangsang Memposisikan kembali - Menilai bayi Memberikan kehangatan Memberikan kehangacan untuk menghindari hipotermia dilakukan dengan cara meletakkan bayi di atas meja cesusitasi di bawah pemancar panas. Tenpat ini hacus sudah dihangarkan sebeluminya. Setelah membuka jalan napas dengan mengisap lendir, upaya mencegah kehilangan panas dilanjutkan dengan mengeringkan bayi lalu menyingkirkan kain yang basah, dan membungkus bayi dengan kain/selimut yang hangac. Bayi yang lahic dengan umur gestasi kutang dari 28 minggu dapat dibantu untuk mempertahankan kehangatannya setelah lahir dengan cara berikut. Segera setelah lahiz, tanpa dikeringkan lebih dahulu bayi dilerakkan arau dibungkus dengan kantong plastik polietilen yang cembus pandang, kepala bayi di luar kantong dan ditucupi topi, sedangkan seluruh rubuh dibungkus plastik. Keadaan ini dipertatyankan selama petugas melakukan. tindakan resusitasi yang dipectukan, sampai kemudian bayi diletakkan di tempat yang sesuai, Cara demikian pada saat ini diajukan sebagai asuhan baku. Namun demikian dalam melaksanakan pencegahan hiporermia, harus dihindari agar bayi ridak menjadi hipertermia. Hipertetmia sama berbahayanya dengan hipotermia. Pada prinsipnya bayi harus dalam keadaan normorermia, yaitu subu tubuh 36,5° -37.5°C. Beberapa penelitian multisenrer rentang efek hipotermia dalam menurunkan kejadian ensefalopatia hipoksik iskemik pada BBL menghasilkan hasil berbeda. Salah satu penelitian menunjukkan bahwa hipotermia tidak bechubungan dengan penurunan jumlah bayi cacat berat pada umur [8 bulan."* Penelitian lain metwunjukkan keuncungan pada kefompok bayi dengan ensefalopatia sedang,"’ Data yang ada saat ini belum cukup untuk menganjurkan penggunaan rutin hiporermia sistemik sedethana atau serebral selektif setelah cesusitasi bayi dengan asfiksia. Perlu dilakukan penelician lebih lanjuc. Sesuai dengan Panduan Resusitasi BBL oleh AAP dan AHA, saat ini yang penting diperhatikan adalah menjaga bayi tetap normorermia. Meletakkan bayi pada posi BBL hasus diletakkan terlentang dengan kepala pada posisi menghidu arau sedikit ekstensi. Bila usaha pernapasan ada tetapi tidak menghasilkan vencilasi efektif (fcekuenst denyur jantung tidak meningkat lebih dari 100 kali/menit), jalan napas mungkin tersumbat dan posisi kepala harus diperbaiki. yang benar Asfiksia dan Resusitasi Bayi Baru Lahir 1 Mengisap mulut dan farings BBL normal tidak membutuhkan pengisapan dati muluc, hidung, atau farings setelah lahir secara berlebihan. Bayi akan dapat membersihkan jalan napasnya dengan sendirinya secara cefektif, Bila terdapat sekresi yang menyumbat jalan napas, sekret dapat dibersihkan dengan Kaceter pengisap yang mempunyai lubang besar (no.10 - 12 F). Walaupun demikian, pengisapan farings dapat menyebabkan spasme larings, crauma pada jaringan lunak, bradikardia, dan tertundanya pernapasan spontan.'* Oleh karena itu, setiap pengisapan farings harus dilakukan dengan hati-hati. Bila dilakukan pengisapan pada BCB, lama pengisapan harus dibatasi dalam 5 detik dan tidak lebih dari 5 cm dalamnya dari bibir bayi. Tekanan negatif yang digunakan untuk pengisapan tidak boleh melebihi 100 mmHg (13 kPa; 133 cmH,O; 1,9 Psi).® Talakasana jalan napas bayi dengan air ketuban bercampur mekonium Pengisapan mulut dan farings intrapartum, yaitu setelah kepala lahir sebelum babu lahis, tidak membuatperbedaan pada bayi dengan cairan ketubanbercampur mekonium dan karena itu tidak lagi direkomendasikan sebagai tatalaksana rutin. Demikian pula Intubasi secara rutin pada bayi dengan cairan amnion mengandung mekonium tetapi bayi bugar, tidak direkomendasikan arena hal tersebut tidak mengubah hasil dan dapat menyebabkan bahaya." Bila cairan amnion bereampur mekonium dan bayiridak bernapas atau mengalami depresi pemnapasan dan penurunan tonus orot, pengisapan mekonium dari mulut dan farings harus dilakukan segera dengan laringoskop langsung dan, bila perlu, dikuti dengan incubasi dan pengisapan trakea."” Stimulasi taktil Pengeringan dan perangsangan sekaligus merupakan intervensi penilaian dan resusitasi. Bila bayi gagal mempertahankan pernapasan spontan dan efektif dengan meningkatkan frekuensi denyut jantung lebih dari 100/menic, ventilasi tekanan positif perlu dilakukan. Rangsang takti! dapat pula dilakukan dengan menepuk/menjentik telapak kaki dengan hati- hati, menggosok punggung atau perut. Tindakan ini akan merangsang sebagian besar BBL untuk bernapas. Melakukan rangsang taktil rerus menerus pada bayi yang apnea adalah berbahaya dan tidak boleh dilakukan. Bila bayi tetap tidak bernapas, bantuan ventilasi harus segera dimulai. Penilaian Setelah langkah awal selesai dilakukan dan bayi sudah diposisikan Kembali, dilakukan penilaian pernapasan, frekuensi jantung, dan warna kulie. Bila bayi apnu atau megap- megap atau frekuensi jancung di bawah 100 kalifmenit, lakukan ventilasi tekanan posiif. Bila pernapasan dan frekuensi jantung bayi memadai tetapi bayi sianosis (sencral), berikan oksigen aliran bebas. Oksigen aliran bebas dapat diberikan dengan cara meletakkan sungkup oksigen melekat pada wajah bayi dengan pipa oksigen dilerakkan didekat wajah bayi, atau dengan sungkup Balon Tidak Mengembang Senditri diletakkan di dekat wajah 112 Buku Ajar Neonatologi Ventilasi tekanan positif Semua petugas yang cerlibat dalam persalinan dan perawatan BBL harus cerbiasa dengan peralatan ventilasi dan mahir dalam teknik resusitasi BBL. Indikasi Setelah dilakukan langkah awal resusitasi, ventilesi tekanan positif harus dimulai bila bayi cetap apnea setelah stimulasi atau pernapasan tidak adekuat, dan/atau frekuensi jantung kurang dari 100 kali/menit. Bila bayi betnapas adekuat dan frekuensi jantung memadai cetapi sianosis sentral, bayi diberi oksigen aliran bebas, Bila secelah ini bayi tetap sianosis, dapat dicoba melakukan ventilasi cekanan positif. Peralatan untuk melakukan ventilasi tekanan positif Peralatan yang digunakan untuk ventilasi tekanan positif adalah salah satu dari 3 alac berikut. Balon Mengembang Sendizi (self inflating bag), Balon Tidak Mengembang Senditi (low inflating bag), atau T piece resuscitation." Bila menggunakan Balon Tidak Mengembang Sendiri atau Tpiece resuscitation, cetap harus disiapkan Balon Mengembang Sendiri sebagai cadangan bila aliran oksigen terhenti. Cara melakukan' venritasi rekanan positif ! 1. Sebelum persalinan berlangsung, pada saat persiapan alat resusitasi, alat yang akan dipakai untuk ventilasi tekanan positif dipasang dan dirangkai serta dihubungkan dengan oksigen sehingga dapat memberikan kadar sampai 90-100%. Siapkan sungkup dengan ukuran yang sesuai berdasarkan antisipasi ukuran/berat bayi. Ukuran sungkup yang tepat ialah yang dapat menutupi hidung, mulut, dan dagu. 2. Serelah alat dipilih dan dipasang, pastikan bahwa alat dan sungkup berfungsi baik. Peralatan harus disiapkan dan diperiksa sebelum setiap persalinan berlangsung dan operator farus memeriksa kembali tepat sebelum penggunaan. 3. Operator berdiri di sisi kepala atau samping bayi. Sungkup diletakkan di wajah bayi dengan lekatan yang baik. 4. Dilakukan pemompaan pada balon resusitasi dengan tekanan awal >30 cmH20 dan selanjutnya 15-20 cmH2O dengan frekuensi 40-60 kali/menit. 5. Ventilasi cekanan positif dilakukan selama 30 detik sebanyak 20-30 kali, dengan fase ekspirasi lebih lama dari fase inspirasi. 6. Setelah 30 detik ventilasi, dilakukan penilaian frekuensi jancung. 7. Bila frekuensi jancung <60 kali/menit, resusitasi dilanjuckan dengan kompresi dada dan ventilasi tekanan positif tetap dilanjutkan secara terkoordinasi. Bila frekuensi janrung > 60 kali/menir, hentikan kompresi dada dan ventilasi tekanan positif dilanjutkan sampai frekuensi jancung mencapai 100 kali/menit atau lebih dan bayi bernapas spontan. Asfiksia dan Resusitasi Bayi Baru Lahir 113 Bila ventilasi tidak adekuat yang ditandai dengan tidak terjadinya perbaikan frekuensi jantung, periksa gerakan dada.Bila tidak arau sedikit saja gerakan dada maka teknik ventilasi harus diperbaiki dengan cara berikut.! © Memperbaiki lekatan sungkup wajah Memperbaiki posisi kepala Bila terdapat sekree dalam jalan napas, isap sekretnya Usahakan mulut sedikit terbuka Bila tekanan kurang, naikkan tekanan saat meremas balon Penggunaan oksigen Janin di dalam rahim mempunyai saturasi oksihemoglobin rata-rata 60%, sedangkan pada anak dan dewasa 95-100%. Penelitian observasional pada BCB setelah persalinan tanpa komplikasi dan inisiasi pernapasan, menunjukkan secara normal dibutuhkan wakeu beberapa menit, sampai lebih dari 10 menit, untuk mencapai saturasi 90%.' Penelitian pada bayi kurang bulan belum ada datanya, tecapi penggunaan oksigen tambahan harus hati- hati untuk terjadinya hiperoksia, Beberapa peneelician pada BBL yang meneliti penggunaan oksigen 100% dan udara kamar (21%) memberikan hasil yang berbeda-beda, ada yang menunjukkan tesusitasi dengan udara kamar sama efektifnya dengan oksigen 100%. Panduan resusitasi menurut AAP dan AHA masih memperbolehkan/merekomendasikan penggunaan oksigen 100% tetapi hanya diberikan saat awal untuk waktu yang tidak lama. Bila resusitasi dilakukan dengan menggunakan oksigen kadar kurang dari 100%, oksigen perlu dinaikkan. kadarnya dapat sampai 100% bila tetap cidak ada perbaikan setelah 90 detik.! Penggunaan oksimeter nadi sangac berguna. Penelitian-penelitian tentang penggunaan oksigen dalam resusitasi saat ini masih dilakukan Kompresi dada Kompresi dada ialah penckanan yang teratur pada tulang dada ke arah tulang belakang sehingga meningkatkan tekanan intratoraks dan memperbaiki sirkulasi darah ke seluruh organ vital tubuh.' Bila laju jantung terlalu rendah, sirkulasi menjadi tidak adekuat untuk mendukung oksigenasi jaringan.® Bayi yang mempunyai frekuensi jantung kurang dari 60 kali/menit meskipun celah dirangsang dan diberikan ventilasi tekanan positif selama 30 detik, mungkin mempunyai kadar oksigen yang sangat rendah dan asidosis yang signifikan, Akibarnya kontraksi otot jantung tidak cukup kvat untuk memompa darah ke paru guna mengzngkut oksigen yang disangka sudah ada dalam parv. Darah perlu dipompa secara mekanik bersamaan dengan melakukan veuitilasi paru, sampai mickardium cukup teroksigenasi untuk berfungsi secara spontan dan adekuat. Proses ini juga membanty aliran oksigen ke otak.' Karena ventilasi merupakan tindakan yang paling efektif pada resusitasi BBL dan karena kompresi dada tampaknya harus bersaing dengan ventilasi efekcif, resusitator harus yakin bahwa ventilasi bantuan harus sudah optimal sebelum memulai kompresi dada! 114 Buku Ajar Neonatologi Indikasi Indikasi kompresi dada ialah bila ftekuensi denyut jantung bayi kurang dari 60 kali/menit walaupun telah dilakukan ventilasi tekanan positif vang efektif dengan oksigen tambahan selama 30 detik.'* Cara atau teknik melakukan kompresi dada i. Perlu dua orang yang bekerja sama untuk melakukan kompresi dada yang efektié, satu menekan dada dan yang lain melanjutkan venuilasi. Orang yang melakukan vencilasi mengambil posisi di sisi kepala bayi agar sungkup wajah dapat ditempatkan secata efektif atau untuk menscabilkan pipa endottakeal dan memantau gerakan dada yang efektif. 2. Lokasi kompresi dada pada BBL adalab. sepertiga bawah culang dada, yang terletak antara ujung tulang dada dan garis khayal yang menghubungkan ke dua puting susu', atau satu jari di bawah garis khayal.®Tempatkan ke dus ibu jari atau ke dua jari sedikic di atas/supetior sifoid. Hindari penekanan langsung pada sifoid.' 3. Dua cara yang dianjurkan ? a. Teknik ibu jazi. Ke dua ibu jari di atas sternum dan jari lain melingkar di bawah bayi menyangga tulang belakang/ punggung, Posisi ke dua ibu jari berdampingan arau pada bayi kecil dapat saling susun. Ibu jari difleksikan pada sendi ruas jari dan cekanan diberiken secara vertikal untuk menekan jantung yang terletak antar tulang dada dan tulang belakang, Teknik ini mempunyai keuncungan dibandingkan dengan teknik dua jari karena memperbaiki tekanan puncak sistolik dan petfusi koroner tanpa komplikasi.® Teknik ini mempunyai keterbatasan yaitu tidak dapat dilakukan secara efektif bila bayi besar dan tangan penolong kecil dan lebih sulic bila diperlukan akses cali pusat untuk memberikan char. b, Teknik dua jari. Pada teknik dua jati, ujung jari tengah dan telunjuk acau jati manis dari satu cangan digunakan uncuk menekan. Ke dua jari tegak lurus didinding dada dan penekanan dengan yjung jari. Tangan lain harus digunakan untuk menopang bagian belakang, bayi sehingga penckanan pada jantung antara tulang dada dan tulang belakang menjadi lebih efektif’ Dengan tangan ke dua menopang begian belakang, dapat dirasakan tekanan dan dalamnya penekanan dengan lebih mudah. Teknik dua jari lebih melelahkan dibanding dengan teknik dua ibu jari. 4. Kompresi dada dan ventilasi harus dilakukan secara sinkron dengan rasio 3:1 yaitu 90 kompresi dan 30 inflasi untuk mencapai 120 kegiatan tiap satu menit. Rekomendasi ini didasarkan pada pengalaman dan pengajaran dan tidak ada penelitian yang menunjangnya. Kompresi dan inflasi harus terkoordinasi secara sinkron. Dada harus berkembang penuh di ancara dua kompresi. Pengendalian tekanan mecupakan bagian yang penting, Gunakan tekanan yang cukup untuk menekan tulang dada sedalam kira-kira sepertiga diameter anteroposterior dada. Kemudian, tekanan dilepaskan untuk memberikan jantung terisi. Saro kompresi terditi dari satu tekanan ke bawah dan satu pelepasan. Lamanya tekanan ke bawah harus lebih pendek dari lamanya Asfiksia dan Resusitasi Bayi Baru Lahir 1s pelepasan untuk memberikan curah jancung yang maksimal, Ibu jari arau ujung jari jangan diangkat dari dinding dada, tetapi cetap harus memberikan pengembangan dada yang optimal.' Komplikasi Kompresi dada dapat menyebabkan trauma pada bayi. Organ vital di bawah culang iga adalah jantung, paru, dan sebagian hati. Tulang rusuk juga rapuh dan mudah patah. Kompresi harus dilakukan dengan hati-hati supaya tidak merusak organ di bawahnya. Pemberian obat dan cairan Obat dan cairan jarang digunakan pada resusitasi BBL. Bradikardia umumnya disebabkan karena hipoksia dan ventilasi yang tidak adekuat. Apnea disebabkan oleh oksigenasi yang tidak cukup pada batang otak.® Otor jantung sejumiah kecil bayi (2 per 100 bayi) mungkin kekurangan oksigen dalam jangka panjang yang mengakibatkan berkurangnya efekrifitas kontraksi, meski mendapat perfusi darah yang mengandung banyak oksigen. Bayi ini memerlukan epinefrin untuk merangsang jantungnya. Bila terjadi kehilangan darah akut, perlu diberikan cairan penambah volume darah.' Karena itu melakukan ventilasi yang adekuat merupakan langkah yang terpenting untuk meningkatkan laju jantung. Bila laju jantung tetap kurang dart 60 kali/menit walaupun telah dilakukan ventilasi adekuat (dada bergerak pada inflasi) dan kompresi dada, obac perlu diberikan. Karena obat diharapkan mempunyai efek pada jantung, maka secara ideal pemberian obar ialah secara cepat yaitu melalui kateter vena umbilikalis.* Catatan: Ingatlah bahwa pemberian obat dan cairan tidak/jangan sampai mengurangi efisiensi ventilasi dan kompresi dada Indikasi Bila frekuensi jancung tetap di bawah 60 kalifmenit meskipun telah diberikan ventilasi rekanan positif dan kompresi dada secara terkoordinasi, tindakan pertama ialah memastikan bahwa ventilasi dan kompresi dada dilakukan secara optimal dan menggunakan oksigen 100%. Setelah hal ini dipastikan dan frekuensi jantung tecap di bawah 60 kali/menit, obat perlu diberikan. Cara pemberian obat Pemberian obat dapat diberikan melalui beberapa jalan ¢ 1. Vena umbilikal. Cara tercepat untuk memberikan cairan dan dapat digunakan untuk epinefrin, nalokson, dan/atau natrium bikarbonas. Sebelum memberikan obat, kateter diisi salin normal lebih dahulu. 2. Pipa endotrakeal. Hanya epinefrin dapat diberikan melalui pipa endocrakeal. 3. Vena perifer, Pemasangan vena perifer dapacsulit pada BBI. yang syok dan membutuhkan waktu lama, 4. Intramuskuler. Selain melalui intravena, nalokson dapat diberikan intramuskular. 116 Buku Ajar Neonatologi 5. Akses incraoseus. Umumnya jalur intraoseus tidak digunakan pada BBL karena lebih cepat mengakses vena umbilikallis, fragilitas tulang-tulang kecil, dan kecilnya ruang intraoseus terutama bayi prematur. Jalan ini dapat dipakai sebagai alternatif bila akses vena tidak didapat. Obat yang diberikan 1. Epinefrin Epinefrin hidroklorida (adrenalin hidrokrida) adalah obat pemicu jantung yang meningkatkan kekuatan dan kontraksi otot janitung dan mengakibatkan vasokonstriksi perifer, sehingga akan mengakibatkan meningkatnya aliran darah melalui arteria koronaria dan aliran darah ke otak. Indikasi. Indikasi pemberian epineftin ialah bila frekuensi jantung kurang dari 60 kalifmenit setelah melakukan venvilasi tekanan positifsecara efektifselama 30 detik dan ditanjuskan ventilasi tekanan positif serta kompresi dada secara terkoordinasi selama 30 detik.! Epinefrin tidak diberikan sebelum ventilasi adekuac, karena: © Wakcu yang digunakan untuk pemberian epinefrin lebih baik digunakan uncuk vernilasi dan oksigenasi yang efektié. ¢ Epinefrin akan meningkatkan beban dan konsumsi oksigen otot jantung, sehingga bila kekurangan oksigen akan mengakibatkan kerusakan otot jancung. Dosis dan cara pemberian. Epinefrin larutan 1:10.00 direkomendasikan untuk BBL, diberikan secara intravena. Pemberian melalui pipa endotrakeal lebih cepat, tetapi cara ini mengakibarkan kadar dalam darah lebih rendah dan cidak dapat diprediksi sehingga mungkin tidak efektif. Beberapa klinisi mungkin memilih cara melalui pipa endotrakeal sementara jalan vena umbilikalis sedang disiapkan, Dosis epinefrin ialah 0,1—0,3 mL/kg berat badan (setara dengan 0,01—0,03 mg/kg berat badan) larucan 1:10.00, Perkirakan berac lahir. Bila diputuskan untuk memberikan epinefrin melalui pipa endotrakeal sementara jalur intravena sedang disiapkan, pertimbangkan pemberian dosis lebih besar (0,3—1 mL/kg berat badan atau setara 0,03-0,1 mg/kg berat badan). Jangan memberikan dosis lebih tinggi dari 0,1-0,3mL/ kg bila diberikan intravena. Beberapa operator menggunakan kateter agar obac masuk lebih dalam ke dalam pipa. Kemudian beberapa ventilasi tekanan posit dibetikan uncuk mendistribusikan obat ke paru agar diabsorbsi, Bila obat diberikan secara intavena melalui kateter, harus diikuti dengan pemberian 0,5~1,0 mL garam fisiologis untuk membilas obat dan memastikan dapat mencapai sirkulasi darah. Setelah pemberian epineftin, diharapkan frekuensi jantung meningkat lebih dari 60 kali/menic dalam waktu 30 detik setelah pemberian epinefrin. Bila dengan dosis ini tidak terjadi peningkatan, epinefrin dapac diulangi tiap 3 — 5 menit. Dosis ulangan ini dibetikan secara intravena, bila memungkinkan, dan pastikan bahwa ventilasi dan kompresi dada terjadi efektif. Asfiksia dan Resusitasi Bayi Baru Labir 7 2. Cairan penambah volume darah (plasma expander) Indikasi. Bila bayi terlthatat pucat, ada bukti kehilangan darah dan respons resusitasi baik, harus dipikirkan kemungkinan kebilangan cairan.! Pada beberapa kasus dapat disebabkan karena kehilangan darah ke sitkulasi maternal yang akan menunjukkan randa-tanda syok tanpa ada bukti kehilangan darah yang berarti. Bayi yang mengalami syok akan campak pucat, pengisian kembali kapiler (Capillary refill ime/CRT) melambat dan nadi lemah, Dapat erjadi takikardia atau bradikardia persisten dan sering keadaan sirkulasi tidak membaik. Cairan yang dianjurkan untuk mengobati hipovolemia akut adalah cairan kristaloid isotonik, yaitu larucan garam fisiologis, larutan Ringer Laktat, atau darah O~negatif Dosis dan cara pemberian. Dosis awal ialah 10 mL/kg dengan kecepatan 5-10 menic secara intravena. Bila bayi menunjukkan perbaikan yang minimal setelah pemberian dosis pertama, dapat diberikan dosis tambahan lagi 10 mL/kg. 3. Nalokson Indikasi. Indikasi pemberian nalokson ialah bila bayi tecap mengalami depresi napas setelah frekuensi jantung dan warna kulit menjadi normal dan ibu mendapac obat narkorika pada 4 jam sebelum persalinan. Nalokson tidak dianjurkan diberikan sebagai bagian dari resusitasi awal pada BBL dengan depresi pernapasan di ruang bersalin, Nalokson tidak boleh diberikan pada bayi dari ibu yang diduga menggunakan narkocik karena dapat menimbulkan withdrawal sign. Dosis dan cara pemberian. Dosis nalokson adalah 0,1 mg/kg diberikan secara intravena atau intramuskular. Seriap bayi yang diberi nalokson karena depresi napas karena narkotik harus dimonitor ketat untuk beberapa jam, 4, Natrium bikarbonat Indikasi. Tidak terdapat data yang cukup untuk merekomendasikan penggunaan nacrium bikarbonat pada resusitasi neonatus. Namun demikian, memperbaiki asidosis intrakardiak dapat memperbaiki fungsi miokardium dan mendapatkan sirkulasi spontan.* Terdapar teori yang menyebutkan bahwa hiperosmolaritas dan kandungan yang menghasilkan CO2 dati natrium bikarbonat dapat merusak fungsi mickardial dan serebral. Obat ini hanya diberikan bila ventilasi dan kompresi dada yang adekuat tidak efektif dalam memperbaiki sirkulasi. Penggunaan lebih dati satu dosis natrium bikarbonar pada asidosis persisten, bila mungkin, digunakan berdasarkan hasil analisis gas darah arceri. Dosis dan cara pemberian. Untuk BBL digunakan natrium bikarbonat 4,2%. Nacrium bikarbonat 8,4% mengandung 1 mmol/L (1 mEq/mL). Cairan ini hiperosmolar dan perlu diencerkan 1:1 dengan air steril untuk membuat 4,2% (0,5 mmol/L). Larutan inipun masih hiperosmolar, Dosis 1-2 mEq/kg diberikan secara intravena setelah ventilasi dan perfusi adekuat dicapai, diberikan dalam kira-kira 2 mene yaitw 1 mEq/kg/menir."* 118 Buku Ajar Neonatologi Intubasi endotrakeal Indikasi. 1. Untuk menghisap mekonium dalam trakea bila didapatkan mekonium dalam air ketuban dan bayi tidak bugar . 2. Untuk meningkatkan efektifiras ventitasi bila setelah beberapa menit melakukan ventilasi balon dan sungkup tidak efekeif 3. Untuk membantu koordinasi kompresi dada dan ventilasi, serta untuk memaksimalkan efisiensi pada setiap ventilasi 4. Untuk memberikan obat epinefrin bila diperlukan uncuk merangsang jantung sambil menunggu akses intravena 5. Kelainan bawaan bedah, misal nya Hernia Diafragmatika 6. Bayi sangat kurang bulan, untuk ventilasi dan atau pemberian surfaktan, Persiapan Peralacan yang harus distapkan 1. Laringoskop dengan daun faringoskop no.00 dan no.0 untuk BKB dan no.1 untuk BCB. Lebih disukai daun lurus, cetapi beberapa operator kadang-kadang memilih daun lengkung* 2, Pipa endotrakeal, beberapa ukuran . Siler 4. Peralatan lain seperti tercantum pada Tabel 7.1 {{ihat Tabel 7.1). Perlengkapan ini sebaiknya disimpan dalam satu kotak khusus dan diletakkan di tempat yang mudah dijangkau, Tindakan intubasi sebaikaya dilakukan sebagai prosedur steril. ‘abel 7.3 Ukuean dan panjang pipa endotrakea Berat Umur Kehamilan — Ukuran pipa (diameter) Dalamnya insersi dati (gram) (minggu) (mm) bibir atas (em) < 1000 < 28 mingga 23 65-7 1000 - 2000 28-34 3.0 1-8 2000 - 300 34-38 30/35 8-9 > 3000 > 38 35/49 > Sumber: Amesiean Hear Assoinion and Amrian Acer oP! dan Ausoalin Resin Coun: Nesratl Guidelines, Cotatan: Dalamnya insersi pipa endotrakeal dari bibir atas (dalam cm) dapat dihicung sebagai berat badan (datam kg) ditambch enam. Diameter piga endotrakeal (dalam mm) dapat dihitung sebagai rumor gestasi (dalam minggu) dibagi sepuluh.® Cara atau teknik melakukan intubasi endotrakeal 1. Persiapan sebelum melakukan intubasi © Pilth daun laringoskop yang sesuai dan sambungkan ke pegangan laringoskop. * Periksa Iampu, Nyalakan lampu dengan memposisikan daun pada posisi terbuka, utituk memeriksa apakah baterai dan lampu masih berfungsi baik. Pastikan lampu Asfiksia dan Resusitasi Bayi Baro Lahir 119 terpasang dengan benar untuk mencegah terjatuh atau hidup-mati pada waktu dipakai. * Pilih pipa endotrakeal yang sesuai dan mungkin perlu dipotong 13-15 em uncuk mengurangi ruang mati (dead space). * Siapkan peralatan pengisap. Peralacan pengisap sebaiknya selalu dalam keadaan siap pakai. = Atur kekuatan pengisapan dengan cekanan negatif 100 mmHg, dengan menaikkan atau menurunkan ukuran pengisap sambil menyumbat ujung pipa pengisap. « Sambungkan kateter 10 F atau lebih besar ke pipa pengisap sehingga dapat mengisap sekret dari mulut dan hidung. * Sediakan kateter pengisap ukuran lebih kecil (5F 6F atau 8F, tergantung pada ukuran pipa endotrakeal), untuk mengisap melalui bagian dalam pipa jika pipa endotrakeal akan dibiarkan terpasang. © Siapkan alat untuk memberikan cekanan positié, Balon resusitasi dan sungkup atau iece resuscitaror yang dapat memberikan oksigen sampai 90%- 100%, harus selalu siap uncuk memberikan ventilasi pada bayi diantara tindakan intubasi atau jika intubasi tidak berhasil. © Alirkan oksigen. Sambung oksigen ke sumber oksigen agar dapat memberikan oksigen aliran bebas 100% dan dapat disambungkan ke balon resusitasi. Aliran oksigen diatur 5 sampai 10 liter per menit. © Ambif stetoskop. Stecoskop diperlukan untuk memeriksa suara napas di kedua paru, © Potong plester atau siapkan stabilisator. Plester digunaken untuk melekatkan pipa ke wajah, atau jika tersedia, siapkan penahan pipa endotrakeal. 2. Memposisikan bayi agar memudahkan intubasi. Posisi bayi yang benar untuk tindakan intubasi sama dengan posisi uncuk ventilasi balon dan sungkup, di atas permukaan datar dengan kepala dalam posisi menghidu. Dengan meletakkan ganjalan pada bahu, mungkin dapat membantu mempertahankan posisi leher sedikit tengadah. Posisi menghidu tersebut akan meluruskan trakea dan mengoptimalkan pandangan karena penampakan akan lurus sampai ke glotis pada saat daun laringoskop dimasukkan. ye Memvisualisasi glotis dan memasukkan pipa endotrakeal.! Incubasiharus diselesaikan dalam 20 detik, walaupun beberapa penelitian memburuhkan wakeu sedikit lebih lama. Pertama: Kepala bayi distabilkan dengan tangan kanan. Oksigen aliran bebas tetap diberikan sclama tindakan intubasi. Kedua: Sambil mendorong lidah ke sebelah kiri mulut, dorong daun laringoskop dari sebelah kanan lidah sampai ujungnya menyencuh valekula, sebaras melewati pangkal Jidah, Jari tengah kanan dapat pula digunakan untuk membuka mulut bayi agar dapat 120 Buku Ajar Neonatoiogi memasukkan laringoskop. Walaupun tulisan ini menguraikan cara meletakkan ujung daun laringoskop di valekula, ada juga pelaku intubasi yang lebih memilih melecakkan di epiglotis, kemudian dengan sangat hati-hati menekan epiglotis ke pangkal lidah." Intubasi teakea melalui mulut direkomendasikan walaupun melalui hidung dapat dilakukan bila operaror sudah berpengataman. Ketiga: Angkat sedikit daun laringoskop sehingga lidah cerangkat dan terlihat daerah farings, Ketika mengangkac daun laringoskop, angkat seluruh daun dengan cara menarik ke atas searah dengan arah menunjuknya pegengan. Jangan mengangkat ujung daun lvingoskop dengan mengunghit Karena glo tidak akan terthat,babkon depat mencederai dan menekan alveolar ridge. ‘Keempat: Cari tanda petunjuk. Jika posisi ujung daun benar di valekula, epiglotis akan terlihat di bagian atas dengan muara glotis di bagian bawah. Pita suara akan cerlihac vertikal pada ke dua sisi glotis atau seperti huruf "V" terbalik. Menekan krikoid ke bawah dapat juga membantu agar glotis dapac terlihat. Penampakan dapat juga terbantu dengan mengisap lendit. Kurang tervisualisasinya glotis adalah penyebab paling sering gagalnya inrubasi. ‘XKelima: Masukkan pipa. Dengan memegang pipa dengan tangan kanan, masukkan dari sebelah kanan mulut bayi dengan lengkung pipa arah horizontal. Pertahankan pengliharan bagian atas glocis dan masukkan pipa endotrakeal ketika pita suara vecbuka, sampai tanda garis pedoman pita suara berada pada posisi yang sama dengan pica suara. Jika pita suara dalam keadaan tercutup, tunggu sampai cerbuka. Jangan memaksa memasukkan pipa atau menyentuh pita suara yang tertutup dengan ujung pipa, karena menyebabkan koraraksi pita suara. Berhenrilah dahulu jika pita suara tidak eerbuka dalam wakeu 20 detik, dan lakukan vencilasi baton dan sungkup. Coba lagi setelah frekuensi jancung dan warna kulit membaik, Jagalah agar pipa masuk sampai garis pedoman pita suara berada sebaras pita svara, sehingga posisi pipa di dalam takea kurang lebih ancara pita suara dan karina. Ingatlah canda cm pada pipa yang terletak pada pinggican bibir aras bayi. ‘Keenam: Dengan cangan kanan memegang wajah, pegang pipa dengan kvat pada pinggie bibir bayi dan/atau gunakan satu jari untuk menahan pipa ke langit-langit mulue bayi, Selanjutnya dengan menggunakan tangan kiti, keluarkan laringoskop secara hati- hati, tanpa menggerakkan pipa ketika mencabutnya. Walaupun penting memegang pipa dengan kuat, hati-hati agat tidak menekan pipa terlalu kuat karena pipa yang terrekan dapat mengakibatkan terhambatnya aliran wdara. Ketujuh: a, Jika cujuannya untuk mengisap mekonium, maka:! * Sambungkan pipa endotrakeal ke aspirator mekonium yang telah tersambung ke alat pengisap. Ada berbagai jenis aspirator mekonium yang terdapat di pasaran, diantaranya jenis dimana pipa endotrakeal termasuk bagian dari peralatan Asfiksia dan Resusitasi Bayi Baru Lahir 121 Komplika: Untuk mengisap, tutup lubang pada aspirator kemudian cabue pipa endotrakeal sedikit demi sedikit sambil terus mengisap mekonium dari trakea. Ulangi intubasi dan pengisapan sampai mekonium habis atau bila frekuensi jantung bayi menunjukkan perlunya ventilasi tekanan positif. Ketika menarik pipa endotrakeal keluar sambil melakukan pengisapan jangan lebib lama dari 3-5 derik. Jangan ulangi pengisapan bila tidak ditemukan mekonium, Lanjutkan dengan Tesusitasi. Jika pada saat percama pengisapan masih rersisa mekonium, periksa frekuensi jantung bay. jika bayi tidak mengalami bradikardia, intubasi lagi dan ulangi pengisapan, Jika frekuensi jancung bayi rendah, ventilasi tekanan positif dapat dilakukan tanpa mengulangi prosedur pengisapan. . Jéka tojuannya memberikan ventilasi bayi, maka setelah pipa dimasukkan, pastikan pipa berada di dalam trakea, dengan cara:! Mengawasi pipa masuk lewat diantara pita suara, memantau perkembangan dada setelah memberikan ventilasi tekanan positif, dan mendengarkan suara napas. Frekuensi jantung yang meningkat dan adanya CO, adalah cara utama memastikan penempatan pipa endotrakeal. Ada 2 cara pemantauan CO,, Pemantauan dengan memakai peralatan kolorimetrik yaitu pendeteksi CO, yang akan memperlihatkan perubahan wana, Peralatan kapnograf mendeteksi CO2 melalui elektiode khusus yang diletakkan pada sambungen pipa endotrakeal, yang akan menampilkan kadar CO, dan nilainya harus di atas 2-3% bila pipa berada di dalam trakea. Catacan: Bayi dengan curah jantung yang buruk mungkin menghembuskan hanya sedikic CO, sehingga sulic dipantau dengan alat pendereksi CO,. Jika pipa berada pada posisi yang benar, maka akan terjadi perbaikan frekuensi jancung dan warna kulit, suara napas terdengar di ke dua lapang par terapi terdengar lemah atau tidak terdengar di daerah lambung, lambung tidak membesar selama ventilasi, pipa berembun pada saat ekspirasi, dan pengembangan dada yang simetris setiap bemnapas. intubasi endotrakeal 7° Perforasi trakea Perforasi esofagus Uderna larings Obstruksi atau penekukan pipa ‘Trauma pada palatum Stenosis subglotis 122 . © Posisi pipa tidak tepat ~ . Buku Ajar Neonatologi Resusitasi BBL pada beberapa kondisi khusus Resusitasi pada BKB Bayi Sangat Kurang Bulan sangat berisiko mengalami hipotermia. Pengawasan ketat untuk mempertahankan suhu cubuhnya sangat penting {lihat kembali langkah awal resusitasi). Metode dukungan pernapasan untuk napas spontan yang optimal, pada bayi dengan gawat napas, masih belum jelas. Beberapa ahli merekomendasikan intubasi elektif dini, sedangkan beberapa ahli lain merekomendasikan CPAP melalui sungkup atau nasal prongs.” Abii lain lagi menganjurkan intubasi elektif dan pemberian surfakran di ruang bersalin untuk semua bayi kurang dari 30-31 minggu, setelah langkah awal resusitasi dilakukan secara berhasil. Ini kemudian dilanjutkan dengan ekstubast dint digancikan dengan CPAP® Kadar cksigen untuk bayi kurang bulan harus dilakukan secara lebih hati- hati karena dapat menyebabkan cedera oksigen. Penggunaan oksimeter nadi dianjurkan uncuk memantau sacurasi oksigen. Obstrukst jalan napas atas kongenital Bayi yang merah bila menangis cetapi sianosis bila sedang diam harus diperiksa untuk adanya atresia koana atau obstruksi jalan atas lainnya. Oral airway dapat membantu membuka obstruksi. Posisi prone dan/atau pemasangan pipa endotcakeal dalam farings, dapat mencegah lidah menyumbat jalan napas dan memperbaiki jalan napas bayi dengan farings yang kecil. Bayi dengan malformasi kraniofasial mungkin memerlukan intubasi endotrakeal.® Hernia diafragma kongenital Intubasi endocrakeal segera dilakukan pada bayi dengan hernia diafragma kongenital untuk meminimalisasi air entry ke dalam taktus gasttointestinal. Hindari penggupaan balon dan sungkup. Suara napas, setelah dipasang intubasi endotrakeal, mungkin asimetris, bergantung pada lokasi hernia dan pipa endocrakeal, Pipa orogastrik dengan lubang yang besar hacus digunakan untuk pengisapan intermiten untuk dekompresi usus halus intraroraks, dan meminimalisasi kompresi paru oleh usus tersebut. Karena banyak bayi dengan keadaan ini hanya mempunyai satu pasu yang berfungsi, ventilasi dilakukan dengan hati-hati dengan volume tidal yang kecil.® Pnemotoraks Retraksi dada, takipnea, pengurangan suata napas unilateral atau bulging dinding dada satu sisi, dapat menunjang adanya pnemotoraks. Diagnosis terbaik harus dikonfirmasi dengan foto ronrgen dada. Transiluminasi dapat menolong pada bayi kurang bulan, terapi pada bayi cukup bulan dapat negatif palsu. Memasukkan jarum ke dada ranpa konfirmasi pnemotoraks dengan foto rontgen dada dapat menyebabkan pnemotoraks dan membuatnya lebih parah. Bila telah diduga pnemotoraks, pemberian ventilasi adekuat dan aspirasi gas/udara secara dint mungkin menyelamatkan hidupnya.* Asfiksia dan Resusitasi Bayi Baru Lahir 123 Efusi pleura atau asites (hydrops fetalis) Efust plera dan asites saat lahir berhubungan dengan adanya ekspansi paru. Ventilasi hampir selalu dapat dicapai dengan tekanan lebih tinggi. Torakosintesis lebih baik dilakukan setelah foro rontgen toraks dan/atau pemeriksaan ultrasound di NICU dengan kontrol monitoring ventilasi dan kardiorespirasi. Pnemonia/sepsis Pnemonia kongenital mempunyai karakveristik compliance paru yang sangat buruk, dan membutuhkan tekanan ventilasi tinggi pada resusicasi untuk membuka paru. Tampak seperti penyakit membran hialin Penyakit jantung bawaan Bayi yang tetap sianosis walaupun telah mendapat ventilasi, oksigenasi, dan sirkulasi yang adekuat mungkin menderita penyakit jancung bawaan biry atau hipertensi pulmonal persisten. Evaluasi ekokardiografi dini merupakan hal penting di NICU. Kelahiran kembar Kelahiran kembar lebih sering membutubkan resusicasi karena prematuricas, plasentasi yang abnormal, aliran darah plasenta rendah, dan/atau komplikasi mekanik selama persalinan. Selalu harus ada sedikitnya satu resusitator terampil untuk setiap bayi. Untuk bayi sangat prematur atau sakic, tenaga resusitator tambahan penting. Tidak melakukan dan menghentikan resusitasi * Tidak melakukan resusitasi dapat diterima pada kehamilan <23 minggu atau berat lahir <400 gram, anensefalus, terbukti crisomi 13 dan 18. « Resusitasi dinyatakan gagal dan dihentikan bila bayi menunjukkan asistole selama 10 menit setelah dilakukan resusitasi yang ekstensif Ringkasan Resusitasi BBL dilakukan pada BBL yang tidak dapac hernapas spontan dan teratur serta adekuat. Resusitasi BBL dilakukan menurut diagram alur resusitasi neonatus. Diagram alur resusitasi BBLdilaksanakan langkah demi langkah secara berurutan dan dalam waktu yang tepat . Resusitasi BBL akan lebih berhasil bila tersedia tenaga terampil dalam melakukan resusitasi BBL dan peralatan tesusitasi BBLyang memadai. Daftar pustaka 1. American Heart Association and American Academy of Pediatrics. ‘Textbook of neonaral resuscitation. J Kattwinkel, penyunting. Edisi ke 5, 2006. 2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Scandar pelayanan medis kesehatan anak. Pusponegoro H, Kosim MS, Rusmin K, et al, penyunting, Edisi ke 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2005.h.272. 124 Buku Ajar Neonatologi Saugstad OD. Practical aspects of resuscitating asphyxiated newborn infants. Eur J Pediatr 1998; 157 Supp} 1:S11-5. Palme-Kilander C. Methods of resuscitation in low Apgar score newbotn infants - a national survey. Acta Paediatr 1992; 81:739-44, Perinatal asphyxia. Dalam: Gomella LC, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE, penyunting, Neonatology, management, procedures, on-call problems, diseases, and drugs. Edisi ke 5. McGraw-Hill: New York, 2004, b 512-23. Australian Resuscitation Council. Neonatal guidelines. Februari 2006, Vyas H, Milner AD, Hopkin IE, Boon AW. Physiologic respons to prolonged and a low-rise inflation in resuscitation of the asphyxiated newborn infant. J Pediatr 1981; 99:613.9. Dahm LS, James LM. Nesborn temperature and calculated heat loss in the delivery room. Pediatrics 1972; 49:751-8. Vohra S, Frent G, Campbell V, Abbott M, Whyce R. Effect of polyethylene occlusive skin wrapping on heat loss in very low birth weight infants at delivery: a randomized tial. | Pediatr 19995 134:547-51. ). Gluckman PD, Wyate JS, Ballard R, eral. Selective head cooling with mild systemic hypothermia after neonatal encephalopathy: multicentre randomized trial. Lancer 2005; 365:663-70. Donovan EF, Fanaroff AA, Poole WK, et al. Whole-body hypothermia for neonates with hypoxie-ischemic encephalopathy. N Engl J Med 2005; 353:1574-84. . Vain NE, Szyld EG, Prudenc LM, Wiswell TE, Aguilar AM, Vivas NI. Oropharyngeal and nasopharyngeal suctioning of meconium-stained neonates before delivery of their shoulder: multicentre, randomized controlled trial. Lancet 2004; 364(9434):$97-602, . O'Donnell CP Kamlin CO, Davis PG, Morley CJ. Obtaining pulse oximetry data in neonate: 3 randomized crossover study of sensor application techniques. Arch Dis Child Fetal Neonatal ed 2005; 90:F84-5. . Cordero L, Hon EH. Neonatal bradycardia following nasopharyngeal stimulation. J Pediatr 1971; 78(3):441-7, - Falciglia HS, Henderschoott C, Potter B Helmchen R. Does De Lee suction at the perineum prevent meconium aspiration syndiome?, Am J Obstet Gynecol 1992; 167(5):1243-9. Wiswell TE, Gannon CM, Jacob J, e al. Delivery room management of the apparently vigorous meconium-stained neonate: result of he multicentee, international collaboracive trial. Pediatrica 2000; 4OS(1 Pr 1):1-7. . American Heatt Association. Guidelines for cardiopulmonary resuscitation and emergency cardiovascular cate 2005, neonatal resuscitation guidelines. Circulation 2005; 112(IV):188 —95. |. Lundstrom KE, Pryds O, Greisen G. Oxygen at birth and prolonged cerebral vasoconstriction in preterm infants, Arch Dis Child Fetal Neonatal ed 1995; 73:F81-6. ). Davis PG, Tan A, O'Donnel CR Schulze A. Resuscitation of newborn infanc with 100% oxygen or air: a systemaric review and meta-analysis. Lancet 2004; 364:1329-33. . Endotracheal intubacion. Dalam: Gomella LG, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE, penyunting. Neonatology, management, procedures, on-call problems, diseases, aed drugs. Edisi ke 5. McGraw-Hill: New York 2004. h. 72-4. . De Klerk AM, De Kletk RK. Nasal continuous positive airway pressure and outcomes of preterm infants. J Paedte Child Healch 2001; 37:161-7. Katowinkel J. Sutfaccan, evolving issues. Clin Petinarol 1998; 25:17-32. Asfiksia dan Resusitasi Bayi Baru Lahir 125 BAB VIII GANGGUAN NAPAS PADA BAYI BARU LAHIR M. Sholeh Kosim Pendahuluan Distres respirasi atau gangguan napas merupakan masalah yang sering dijumpai pada hari- hari pertama kehidupan BBL, ditandai dengan takipnea, napas cuping hidung, retraksi interkostal, sianosis dan apnu. Gangguan napas yang paling sering ialah TTN (Transient Tachypnea of the Newbom), RDS (Respiratory Distress Syndrome) atau PMH (Penyakit Membran Hialin) dan Displasia bronkopulmonar! Respiratory distress syndrome (RDS) atau Sindrom Gangguan Napas (SGN) dikenal juga sebagai Penyakit Membran Hialin, hampir terjadi sebagian besar pada BKB. Insidens dan derajat penyakie ini bechubungan erar dengan umur kehamilan. Keluaran SGN ini beberapa tahun terakhir membaik dengan penggunaan steroid antenacal untuk meningkatkan kematangan paru, terapi pasca natal dengan pemberian surfakean secara dini untuk kasus defisiensi surfaktan dan teknik penggunaaan ventilator mekanik yang baik yang dapat mengurangi kerusakan paru yang masih imatur. Terapi ini juga meningkatkan tingkat survival BKB. Meskipun sudah menutun, insidens dan derajar berat nya komplikasi masih menunjukkan morbiditas yang signifikan.? ‘Gangguan napas dapat mengakibatkan gagal napas akut yang mengakibatkan ketidak mampuan untuk memelihara pertukaran gas agar dapat memenuhi kebutuhan tubuh dan akan mengakibatkan hipoksemia dan/atau hiperkarbia. Mekanisme terjadinya kedua hal ini mungkin berbeda. Hipoksemia sering terjadi akibat gangguan ventilasi perfusi, pirau intrapulmonal, gangguan difusi atau hipoventilasi. Gangguan napas hiperkapnik karena penyebab multifakcor, tapi sering disebabkan depresi pernapasan sentral arau pemompaan oot pernapasan yang tidak adekuat. Hiperkapnea dapat terjadi akibar obstruksi saluran napas atas atau bawah, kelemahan otot pernapasan atau biasanya akibat produksi COZ yang berlebihan, luka bakat dan pemberian gula yang berlebihan? Pengertian Definisi Gangguan Napas adalah: suatu keadaan meningkatnya kerja pernapasan yang dirandai dengan; 1. Takipnea: frekuensi napas > 60 - 80 kali/menic 2. Retraksi: cekungan atau tarikan kulit antara iga (interkostal) dan atau di bawah sternum (sub sternal) selama inspirasi 126 Buku Ajar Neonatologi Patofisiologi Perkembangan paru normal Paru berasal dari pengembangan “embryonic foregut" dimulai dengan perkembangan bronkhi urama pada usia 3 minggu kehamilan. Percumbuhan paru kearah kaudal ke mesenkhim sekitar dan pembuluh darah, otot halus, tulang rawan dan komponen fibroblast berasal dari jaringan ini. Secara endodermal epitelium mulai membentuk alveoli dan saluran. pernapasan. Di luar periode embrionik ini, ada 4 stadium perkembangan paru yang telah dikenal. Pada seluruh stadium ini, perkernbangan saluran pemapasan, pembuluh darah dan proses diferensiasi berlangsung secara bersamaan.> 1. Pscudoglandular (5 - 17 minggu) Teriadi perkembangan percabangan bronkhuis dan tubulus asiner 2. Kanalikuler (16 - 26 minggu) © Terjadi proliferasi kapiler dan penipisan mesenkhim © Diferensiasi pneumosit alveolar tipe II sekitar 20 minggu 3. Sakuler (24 - 38 minggu ) « Terjadi perkembangan dan ckspansi rongga udara « Awal pembentukan septum alveolar 4. Alveolar (36 minggu - lebih 2 tahun setelah lahir) + Penipisan septum alveolar dan pembentukan kapiler baru Surfaktan paru Surfaktan dibentuk pada pneumosit alveolar tipe II dan disekresi kedalam rongga udara kecil sekitar usia kehamilan 22 minggu. Komponen utama surfaktan ini adalah fosfolipid, sebagian besar vecdiri dati dipalmitylphosphatidylcholine (DPPC). Surfaktan disekresi oleh eksosicosis dari lamellar bodies pneumosit alveolar tipe II dan mielin tubuler. Pembentukan miclin tubuler cergantung pada ion kalsium dan protein surfaktan SP-A dan SP-B. Surfaktan fapisan tunggal berasal dari mielin tubuler dan sebagian besat terditi dari DPPC. Fungsinya adalah untuk mengurangi tegangan permukaan dan menstabilkan saluran napas kecil selama ekspicasi yang remungkinkan stabilisasi dan pemeliharaan sisa volume paru. Terjadi proses “re-uptake and recycling" secara akrip dari fosfolipid surfaktan (baik endogenus maupun dari pemberian surfaktan) oleh pneumosie tipe i1.5¢ Protein surfaktan yang lain Ada 3 jenis protein urama lain yang dibentuk di dalam preumosit tipe Il dan disekresi bersamaan dengan komponen fosfolipid surfaktan SP-A mempunyai fungsi imuno regulator, bersama dengan SP-B diperlukan untuk pembentukanmyelin tubuler. SP-A, bersama dengan SPB dan SP-C mempertahankan mielin tubuler dan surfakcan tapis cunggal terhadav pengikisan aksbac kontaminasi dengan protein plasma.‘ 128 Buku Ajar Neonatoloc: w . Napas cuping hidung: kembang kempis lubang hidung selama inspirasi 4. Merintih atau grunting: terdengar merintih acau menangis saat inspirasi 5. Sianosis: sianosis sentral yaitu warna kebiruan pada bibir (betheda dengan biru lebam atau warna membran mukosa. Sianosis sentral tidak pernah normal, selalu memerlukan perhatian dan tindakan segera, Mungkin mencerminkan abnormalitas jantung, hema- tologik acau pernapasan yang harus dilakukan cindakan segera 6. Apnu atau henti napas (harus selalu di nilai dan dilakukan tindakan segera) 7. Dalam jam jam pertama sesudah lahir, empat gejala distres respirasi (takipnea, retraksi, napas cuping dan grunting) kadang juga dijumpai pada BBL normal tetapi tidak berlangsung lama. Gejala ini disebabkan karena perubahan fisiologik akibat reabsorbsi cairan dalam paru bayi dan masa transisi dari sirkulasi fetal ke sirkulasi neonacal. 8. Bila cakipnea, retraksi, cuping hidung dan grunting menetap pada beberapa jam setelah lahir, ini merupakan indikasi adanya gangguan napas atau distress respirasi yang harus dilakukan tindakan segera* Masalah 1. Bayi dengan Gangguan napas mempunyai risiko atau komplikasi terjadinya: a. Hipoksia, bila berlangsung lama dapat mengakibatkan gangguan pada organ vital seperti otak, paru, jantung dan ginjal b. Asidosis metabolik (hipoglikemia, hipotermia) c. Problem hematologik misalnya: anemia, polisitemia’ 2. Keadaan yang sering memberi gambaran klinis yang mirip atau sama: a. Pneumonia sering terjadi sekunder akibar infeksi Streptokoki Grup B beta hemolitikus (GBBS) 6. TTN = Transient Tachynea of the newbom, biasanya terjadi pada BCB acau mendekati cukup bulan c. Sindroma Aspirasi mekonium yang dapat terjadi akibat aspirasi air kecuban acau mekonium d. Kebocoran udara pada paru (pneumotoraks, emfisema interstitial, pneumome- diastinum, pneumoperikardium). Pada BKB hal ini dapat terjadi akibat pemberian ventilasi tekanan positip yang berlebihan atau dapat terjadi spontan e. Kelainan paru kongenital (misalnya hernia diafragmatika, silototoraks, pemben- tukan kista adenomatoid paru kongenital, emfisema lobaris, kista bronke-genik, sekuesrrasi paru) £ Kelainan jantung kongenical g. Gejala sisa atau sekuel SGN, termasuk perdarahan incrakranial dan/atau lekomalasia periventrikular sering dihubingkan dengan Keterlambacan Perkembangan Neuro- logis, septicemia, Displasia bronkhopulmoner, Paten Ductus Arteriosus (PDA) dan perdarahan para? Gangguan Napas pada Bayi Baru Lahir 127 Klasifikasi gangguan napas Gangguan vapas dapat diklasifikasi berdasarkan pada mekanisme patofisiologi yang mengakibatkan hipoksemia dan/atau hiperkacbia. Gangguan napas akut dapat terjadiakibat salah satu dari keadaan abnormal berikut ini:? * Rasio ventilasi alveolar dan perfusi pulmoner menjadi terbalik * Pirau intrapulmoral + Hipoventilasi Difusi gas abnormal pada pertemuan alveolar dan kapiler Berkurang nya konsencrasi O2 yang dihirup (FiO2} Meningkatnya desaturasi vena dengan gangguan fungsi jantung ditambah satu atau lebih faktor tersebut di atas. Buku Pedomen Manajemen masalah BBL untuk, Dokter, Perawat dan Bidan di Rumah Sakit, membagi Klasifikasi gangguan napas, menjadi : ¢ Gangguan napas ringan © Gangguan napas sedang + Gangguan napas berat Secara rinci dapat ditihat pada cable Tabel 8.1.Klasifikasi lain dapat menggunakan skor Downes seperti pada Tabel 8.2 di bawah ini ‘Tabel 8.1 Klasifikasi gangguan napas Frekiensi napas Gejala vambahan gangguan napas Klosifkas Sianosis seneral DAN tarikan dinding > 6D kaliimenit DENGAN ee ae onatekepst Gongguan napas berat ATAU > 90 DENGAN ‘Sianosis sentral ATAU tarikan dinding ‘eal meni dada ATAU merinth saat ekspiasi. ATAU < 30 DENGAN atau ‘al? neni “TANPS a Gejala lain dari gangguan, capes, DENGAN ‘Tarikan dinding dada ATAU merintih. nay 60-90 kali/inenit waterloo Gangguan napas sedang TANPA —— Sianosis sentral ATAU > 90 Tarikan dinding dada atau merintih kaif mente TANPA saat ekspicas atau sianoss sentra. Tarikan dinding dada atau merintih . 60-50 kalizmenit TANPA saat ekspirasi arau sianosis sentral. Gangguan napas eingan , DENGAN _ Sianosis sentral Kelainan jantung, 60-90 kali/menit co congenital TANPA ___Tatikan dinding dada atau merintih ‘Sumber: Kasim MS.Suryono A Secyowirent OS al? Sangguan Napas pada Bayi Baru Lahir 129 ‘Tabel 8.2. Evaluasi gawat napas dengan skor Downes” Skor Pemerikssan 0 1 2 Frekuensi napas = Soiineni -B0imenit > BOmenit Retraksi Tidak ada recraksi ——-Retraksi singan Retrakat berat : ‘anos Siamosishilang Sianosis menetop Sianosis ‘Tidak ada sianosis dengan O, walaupun diberi O, Air entey Udara masuk Penorunen ingen Tidak ada udara masuk sna Dapat didengar Dapat didengar tanpa alax Merintih Tidak merincih dengan stetoskop banc Evaluasi Total Diagnosis 13 Sesak napas ringan 45 Sesak napas sedang = 6 Sesaknapas berar Somber: Wood DW, Downes" Locks HI” Penyebab gangguan napas pada BBL 1 2. Obstruksi jalan napas: a. Nasal atau nasofaringeal: obstruksi koanae, edema nasalis, ensefalokel. BBL bernapas dengan hidung dan dapat menunjukkan gejala distres respirasi apabila ada sesuatu yang menyumbat lubang hidung (mukus atau masker yang menutupi seat dilakukan terapi sinar) Rongga mulut: makroglosi atau mikrognati c. Leher: struma congenital dan higroma kistik d. Laring: laryngeal web, stenosis subglotik, hemangioma, paraliisis medulla spinalis dan laringomalasia Trakhea: trakheomalasia, fistula trakheoesofagsus, stenosis trakhea dan stenosis bronkhial.4!7 Penyebab pulmonat: Aspirasi mekonium, darah atau susu formula Respiarory distress syndrome: RDS = Penyakit membrana hialin Acelektasis - Kebocoran udara: Pnemotoraks, pnemomediastinum, emfisema pulmonaii-- incerstitialis, TTN (Transient tachypnea of the newborn) Pnemonia, Pnemonia hemoragik Kelainan kongenital: hernia diafragmatika, Kista atau tumor intratorakal, Agenesia acau hipoplasia paru, emfisema lobaris congenital Efusi, silocoraks.4"™" ao oP ro omme 130 Buku Ajar Neonatologi 4. Penyebab non pulmonal: setiap keadaan yang menyebabkan aliran darah ke paru meningkac atau menurun, menyebebkan kenaikan kebutuhan oksigen meningkat dan penucunan jumlah sel darah merah yang menyebabkan distres respirasi a, Gagal jancung kongestif (congestive heart failure) b. Penyebab merabolik: asidosis, hipoglikemia, hipokalsemia Hipercensi pulmonal menetap: persistance pulmonary hypertension at. Depresi neonatal e. Syok £ Polisitemia: jumlah sel darah merah yang berlebihan yang menyebabkan meningkatnya viskosiras darah dan mencegeh sel darah merah dengan mudsh masuk ke dalam kapiler paru g, Hiporermia h. Bayi dari bu dengan DM i Perdarahan susunan saraf pusat.*!"" Diagnosis Diagnosis gangguan napas dapat dicegakkan secara klinis maupun dengan analisa gas datah (blood gass analysis). Perhitungan indeks oksigenasi akan menggambarkan beratnya hipoksemia. Bila mengevaluasi bayi dengan gangguan napas harus hati-hati atau waspada karena dapat terjadi bayi dengan gejala pernapasan yang menonjol, cetapi tidak menderita gangguan napas (misalnya asidosis metabolik, DKA = diabetik ketoasidosis) dan sebaliknya gangguan napas berat dapat juga terjadi pada bayi tanpa gejala distres respirasi (hipoventilasi sentral akibat intoksikasi obac atae. infeksi). Penilaian yang hari hati berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik yang lengkap dan pemeriksaan penunjang dapat menjelaskan cencang diagnosis, Penilaian secara serial tentang kesaderan, gejala respirasi, Analisis Gas Darah dan respons terhadap terapi dapat merupakan kunci yang berarti untuk menencukan perlunya intervensi selanjurnya.»"!! Prioritas dalam evaluasi atau pemeriksaan awal pada bayi dengan gangguan napas* 1. Langkah awal untuk mencari penyebab: a. Anamesis yang teliti b. Pemeriksaan fisik yang cepat c. Menilai tingkat maturitas bayi dengan Ballard atau Dubowitz (bila keadaan bayi masih labil pemeriksaan ini difunda dulu) emeriksaan penunjang: a. Pemeriksaan radiologik dada b. Analisa gas darah, c. Septic work up dan mencari kemungkinan penyebab karena pneumonia + Minimal darah kultur dan jumlah sel d. Status metabolik: dilakukan pemeriksaan Analisa Gas Darah, skrining kadar glukosa dara Gangguan Napas pada Bayi Baru Lahir 131 Anamesis Ananmesis tentang tiwayat keluarga, maternal, prenatal dan intrapartum sangat diper- lukan, antara lain tentang hal bal di bawah ini: © Premacuritas, sindrom gangguan napas, sindrom aspirasi mekonium, infeksiz pneumonia, displasia pulmoner, trauma persalinan sungsang, kongesti nasal, depresi susunan saraf pusac, perdarahan susunan saraf pusat, paralisis nervus frenikus, cakikardia atau bradikardia pada janin, depresi neonatal, tali pusat menumbung, Bayi lebih bulan, demam atau suhu yang tidak scabil (pada pneumonia) Gangguan SSP: tangis melengking, hiperconi, flasiditas, atonia, trauma, miascenia Kelainan kongenital: arteri umbilikalis tunggal, anomali kongenical lain: anomali kardiopulmonal, abdomen cekung pada herwia diafragmatika, paralisis erb (paralisis nervus frenikus, atresia khoanae, kongesti nasal obstruktip, meningkacnya diamerer anterior posterior paru, hippoplasi paru, trakheoesofageal fistula) © Diabetes pada ibu, perdarahan antepartum pada persalinan kurang bulan, parrus lama, kulit ketuban pecah dini, oligohidramnion, penggunaan obat yang berlebthan Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai gejala klinik gannguan napas, berupa beberapa randa di bawah init3™" © Merintih ataw grencing tetapi warna kulit mesih kemerahan, merupakan gejala yang menonjol * Sianosis © Retraksi © Tanda obstruksi saluran napas mulai dari hidung: acresis koanae, ditandai dengan kesuliton memasukkan pipa nasogascrik melalui hidung © Airkeruban bercampur mekonium atau pewarnzan hijau-kekuningan pada cali pusac © Abdomen mengempis (scaphoid abdomen) Faktor predisposisi terjadinya distres respirasi 1, BKB: Paru bayi secara biokimiawi masih imatur dengan kekwrangan surfaktan yang metapisi tongga alveoli 2. Depresi neonatal (Kegawatan neonatal) a. Kebilangan darah dalam periode perinatal b. Aspirasi mekonium ¢. Pnemotoraks akibat tindakan resusitasi d. Hipertensi pulmonal dengan pirau kanan ke kiri yang membawa darah keluar dari para Bayi dari Ibu DM: terjadi respivasi distress akibat kelambaran pematangan paru 4. Bayi lahir dengan operasi sesar: Bayi yang lahir dengan operasi sesar, berapa pun usia gestasi nya dapat mengakibatkan terlainbatnya absorpsi cairan paru (TTN) 5, Bayt yang lahir dati ibu yang menderita demam, ketuban pecah dini atau air ketuban yang berbau busuk dapat terjadi pneumonia bakterialis atau sepsis 132 Buku Ajar Neonatologi 6. Bayi dengan kulit berwarna seperti mekonium, mungkin mengalami aspirasi mekonium.* Buku Pedomen Manajemen masalah BBL untuk, Dokter, Perawat dan Bidan di Rumah Sakit memberi panduan sebagai berikuc® Diagnosis banding Sebaga pemikiran diagnosis banding yang lain dapat dipikirkan hal-hal sebagai berikut- Kelainan’sistem respirasi: a. Obstruksi saluran napas atas: atresia koanae, web laringeal, higroma, gondok, laringo/trakheomalasia, Sindroma Piere Robin Respiratory distress syndrome = Penyakit membarana hialin Transient tachynea of the newborn. Pneumonia Sindroma aspirasi mekonium PPHN = Persistent putmonary hypertension in newborn Pneumororaks, atelektasis, perdarahan paru, efusi pleura, palsi nervus frenikus Malformasi kongenital (misalnya: fistula trakheoesofageal, hernia diafragmatika, emfisema lobaris, malformasi kistik adenomatoid) i. Proses lambat: displasia bronkhopulmoner 1. Sepsis 3. Sistema kardiovaskular: penyakit jantung bawaan, gagal Jantung kongestip, PDA (Patene ductus arteriosus), syok 4. Metabolik: keadaan yang dapat menyebabkan asides, hipo/hipertermia, gangguan keseimbangan elektrolit, hipoglikermia 5. Stscema hemopoetik: Anemia (termasuk anemia akibat kehifangan darah secara akut, yang dapat mengakibatkan syok hipovolemik atau kehiilangan darah kronik yang dapat menycbabkan gagal jantung kongestip dan polisitemia) 6. SSP = Sistem Susunan Syaraf Pusat: perdarahan, depresi farmakotogik, "drug withdrawal” malformasi, asfiksia saat lahir/depresi pernapasan rRmonoe Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan laboratotium: a. Analisis gas darab (AGD): + Dilakukan unyuk menentukan adanya Gagal napas akut yang ditandai dengan: PaCO, > 50 mm Hg, PaO, < 60 mm Hg, atau Saturasi oksigen arterial < 90%. * Dilakukan pada BBL yang memerlukan suplementasi oksigen lebih dari 20 meni. Darah arterial lebih dipilih dianjuckan.? Gangquan Napas pada Bayi Baru Lahir 133 © Diambil berdasarkan indikasi klinis dengan mengambil sampel darah dari arteri umbilikalis atau pungsi arteri. © Menggambarkan gambaran asidosis metabolik acau asidosis respiratorik dan keadaan hipoksia * Asidosis respiratorik terjadi karena atelektasis alveolar dan/atau overdistensi saluran napas bawah © Asidosis metaholik, biasanya diakibatkan asidosis laktat primer, yang merupakan hasil dati perfusi jaringen yang buruk dan metabolisme anaerobik « Hipoksia cerjadi akibat pirau dari kanan ke kiri melalui pembuluh daral pulmonal, PDA dan/atau persisten Foramen ovale © Pulse oxymeter digunakan sebagai cara non invasip uncuk memantau saturasi oksigen yang diperhankan pada 90-95%. b. Elektrolit: * Kenaikan kadar serum bikarbonat mungkin karena komnpensasi metabolik untuk hiperkapnea kronik * Kadar glukosa darah untuk menentukan adanya keadaan hipoglikemia + Kelainan elektrolic ini dapat juga diakibackan oleh karena kondisi kelemahan. tubuh; hipokalemia, hipokalsemia dan hipofosfatemia dapat mengakibackan gangguan kontraksi otor c. Pemeriksaan jumlah sel darah; polisitemia mungkin karena hipoksemia kronik . Pemeriksaan radiologik atau pencitraan: + Pemeriksaan radiolog! coraks pada bayi dengan SGN, menunjukan gambaran retikulo granular yang difus bilateral atau gambaran bronkhogram udara (air bronchogram) dan paru yang tidak berkembang Gambaran air bronchogram yang menonjol menunjakkan bronkiolus yang me-nutup latar belakang alveoli yang kolaps © Gambaran jantung yang samar mungkin normal atau meinbesar . + Kardiomegali mungkin merupakan akibatasfiksia prenatal, maternal diabetes, PDA, berhubungan dengan kelainan janrung bawaan atau pengembangan paru yang buruk. Gambaran ini mungkin akan berubah dengan pemberian terapi surfaktan secara dini atau terapi indometasin dengan ventilator mekanik * Gambaran radiologik SGN ini kadang tidak dapat dibedakan secara nyata dengan pneumonia® » Pemeriksaan transiluminasi coraks merupakan dilakukan dengan cara memberi iluminasi atau sinar yang terang menembus dinding dada untuk mendeceksi adanya penumpukan udafa abnormal misalnya pneumotoraks. Pemeriksaaan radiologik toraks ini berguna untuk membantu konfirmasi ada tidaknya pneumotoraks dan gangguan parenkimal seperti pneumonia atau SGN (RDS).*"" . Di samping itu pemeriksaan radiologi toraks juga berguna untuk: Evaluasi adanya kelainan yang memerlukan tindakan segera misalnya: malposisi pipa endotrakheal, adanya pneumotoraks Mengetahui adanya hal-hal yang berhubungan dengan gangguan acau gagal napas seperti berikut. 134 Buku Ajar Neonatologi © Penyakic fokal atau difus (misal: pneumonia. ARDS, hiperinflasi bilateral, pengembangan paru yang asimetris. Efusi pleura, kardiomegali) + Bilaterjadi hipoksemia tecapi pemeriksaan foto coraks normal, maka harus dipikitkan kemungkinan Penyakit jantung Bawaan tipe signotik, hipertensi pulmonal acau emboli patu.? ‘Tabel 8.3 Gambaran pemeriksaan sadiclogik pada toraks Deajat __BeravRingan “Temuan pada pemeriksaa radiologik toraks 1 Riagan Kadang normal atau gambaran granuler, homogen, tidak ada alr bronchograms i Ringan-Sedang Seperticervebur di atas plus gambaran.air bronchogcams mL Sedang—berac Seperti seperti di atas plus betas jantung kabur v Berat “White lung" : paru putih menyelucuh Sumber : Neonatslogy MICU Reference Guide Respiratory System.” Manajemen Bute Pedomen Manajemen masalah BBL untuk, Dokter, Perawat dan Bidan di Rumah Sakit memberi panduan manajemen gangguan napas sebagai berikut® Manajemen spesifik Gangguan napas berat Semakin kecil bayi, kemungkinan terjadi gangguan napas semakin sering dan semakin berat. Pada bayi kecit (berat lahir < 2500 gam atau umur kebamilan kurang 37 minggu) gangguan napas sering nemburuk dalam waktu 36 hingga 48 jam pertama, dan tidak banyak cerjadi perubshan dalam satu dua hari berikutnya dan kemudian akan membaik pada hati ke 4 ‘Teruskan pemberian O, dengan kecepatan aliran sedang (antara rendah dan tinggi, lihac Terapi oksigen), * Tangani sebagai Kemungkinan besar sepsis, «Bila bayi menunjukkan tanda perburukan atau terdapat sianosis sentral, naikkan pemberian ©, pada kecepacan aliran tinggi. Jika gangguan napas bayi semakin berat dan sianosis sentral menetap walaupun diberikan ©, 100%, bila memungkinkan segera rujuk bayi ke rumah sakit rujukan atau yang ada fasilitas dan mampu memakai ventilator mekanik, Jika gangguan sapas masih menetap setelah 2 jam, pasang pipa lambung untuk mengosongkan cairan lambung dan udara. © Nilai kondisi bayi 4 kali seviap hati apakah ada tanda perbaikan. « Jika bayi mulai menunjukkan tanda perbaikan (frekuensi mapas menurun, tarikan dinding dada berkurang, warna kulit membaik): + Kurangt pemberian O, secara bertahap; Gangguan Napas pada Bayi Baru Lahit 135 * ~ Mulailah pemberian ASI peras melalui pipa lambung; Bila pemberian O, tak diperlukan lagi, bayi mulai dilacih menyusu. Jika bayi cak bisa menyusu, berikan AST peras dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum. Pantau dan catat setiap 3 jam mengenai: Frekuensi napas; Adanya tarikan dinding dada arau suara merintih saat ekspirasi; Episode apnu. Periksa kadar glukose darah sekali sehari sampai setengah kebutuhan minum dapat dipenuhi secara oral «Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotika dihentikan. Jika bayi tampak kemerahan tanpa terapi O, selama 3 hari, minum baik dan tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan® Gangguan napas sedang © Lanjutkan pemberian O, dengan kecevatan aliran sedang. Bayi jangan diberikan minum. « Jika ada tanda berikut, ambil sampel darah untuk kultur dan berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi Kemungkinan besar sepsis: « Suhu aksiler < 34°C atau > 39°C; © Air ketuban bercampur mekonium; © Riwayac infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berac atau ketuban pecah dini (>18 jam). © Bila suhu aksiler 34-36,5°C atau 37,5-39C tangani untuk masalah subu abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam: «Bila suhu mash belum stabil acau gangguan napas belum ada perbaikan, ambil sampel darah, dan berikan antibiotika untuk terapi Kemungkinan besar sepsis; © Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila subu kembali abnormal, ulangi sahapan tersebut diatas. © Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam. Apabila bayi tidak menunjukkan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah 2 jam, cerapi untuk Kemungkinan besar sepsis. + Bila bayi mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan (frekuensi napas menurun, tarikan dinding dada berkurang atau suare merintih berkurang): © Kurangi terapi O, secara bertahap. © Pasang pipa Jambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. © Apabila tak diperlukan lagi pemberian O,, mulailah melach bayi menyusu. Bila bayi take dapat rmenyusu, berikan ASI peras dengan memakai salah sacs cara alternatif pemberian minum. 136 Buku Ajar Neonatologi * Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiocik dihentikan. Bila bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O, selama 3 hari, minum baik dan tak ada alasan bayi tetap tinggal di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan.® Gangguan napas ringan Beberapa BCB yang mengalami gangguan napas ringan pada waktu lahir tanpa gejala-geiala lain disebut Transient Tachypnea of the Newborn (TTN), terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebue akan membaik dan sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus, gangguan napas ringan mefupakan tanda awal dari infeksi sistemik. - + Amati pernapasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya. + Bila dalam pengarnatan gangguan napas memburuk arau timbul gejala sepsis lainnya, cerapi untuk Kemungkinan besar sepsis dan tangani gangguan napas sedang atau berat seperti tersebut di atas. * Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila cidak, berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu cata alternatif pemberian minum. + Kurangi pemberian O, secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas. Hentikan pemberian O, jika frekuensi napas antara 30-60 kali/menit. Amati bayi selama 24 jam berikucnya, jika frekuensi napas menetap antara 30-60 kali menit, tidak ada randa-randa sepsis, dan tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan, bayi dapat dipolangkan.* Kelainan jantung kongenital Bayi dengan kelainan jantung kongenital sering mengalami sianosis sentral walaupun telah mendapat ©, 100%. Bayi mungkin tidak mempunyai tanda gangguan napas selain napas cepat, Suara bising dapar rerdengar, cerapi diagnosis biasanya ditegakkan dengan menyingkirkan diagnosis lain *Berikan O, pada keceparan aliran maksimal. » Berikan ASI eksklusif, Bila dak dapat, berikan ASI peras dengan memakai salah sacu cara alternatif pemberian minum. © Bila memungkinkan, rujuk ke rumah sakic rujukan atau Pusat Pelayanan Spesialis untuk terapi definitif. Apnu Pada beberapa bayi dapat mengalami periode apnu yang cukup lama yang bisa menyebabkan sianosis sentral atau frekuensi jantung < 80 kali/menit. Apnu merupakan masalah umuin pada bayi sangat kecit (berat labir < L500 gram atau umur kehamilan < 32 minggu) vetapi dapat juga merupakan salah satu gejala sepsis. «Amati bayi secara ketat cechadap periode apnu berikutnya dan bila perlu rangsang pernapasan bayi dengan mengusap dada atau punggung, Bila gagal, lakukan resusitasi dengan balon dan sungkup. Gangguan Napas pada Bayi Baru Lahir 137 * Bila'bayi mengalami episode apnu lebih dari sekali, sampai membutuhkan resusitasi tiap jam: * Jangan memberi minum. Pasang jalur IV dan berikan cairan IV kebutuhan rumatan per haris «Bila bayi tidak mengalami episode apna dan tidak memerlukan resusitasi selama 6 jam, bayi diperbolehkan menyusu. Bila tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan salah satu cara alternatif pemberian minum. ¢ Lakukan perawatan lekat atau kontak kulit bayi dan ibu bila memungkinkan. Dengan. cara ini serangan apnu bayi berkurang dan ibu dapat mengamati bayinya secara ketat. * Ambil sampel darah untuk pemeriksaan kultur dan sensitivitas dan berikan antibiotika untuk penanganan Kemungkinan besar sepsis. © Nilai kondisi bayi 4 kali setiap hari, * Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Jika tak ada serangan apnu selama 7 hari, bayi minum dengan baik dan tak ada masalah fain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapar dipulangkan. © Untuk bayi sangat kecil (berat lahir < 500 gram atau umur kehamilan < 32 minggu), serangan apnu bisa menetap meskipun cara-cara tersebut diacas telah dilakukan dan infeksi berat telah teratasi, berikan Teofilin dosis awal 5 mg/kg per oral dilanjutkan 2 mg/kg tiap 8 jam selama 7 hari. Jika teofilin tak tersedia atau pemberian per oral belum memungkinkan, berikan Aminofilin dosis awal 6 mg/kg IV diteruskan 2 mg/kg IV tiap 8 jam selama 7 hari.® Prioritas manajemen dan evaluasi bayi dengan gangguan napas Prioritas awal 1. Ventilasi «© Lakukan ventilasi dengan menggunakan balon resusicasi dan sungkup atau melalui pipa endotrakheal bila pernapasan bayi tidak adekuat * Beri oksigen bila ada indikasi seperti sianosis sencral atau hipoksemia. « — Lanjutkan pemberian oksigen dengan konsentrasi yang diperlukan. © Pemantauan diperlukan dengan mengambil Analisis gas darah serial dan pulse coxymeter untuk memantau Saturasi O2 dan TeO2 (Transcuaneous O2)* © Pemberian terapi O2 © Terapi inisial uncuk hipoksemia berguna untuk memberi suplementasi O2. © Oksigen aliran cinggi (> 15 L/menie) termasuk alac jenis Venturi yang diletakkan dengan menggunakan alat pemisah pada aliran O2. Oksigen ini dicampur dengan udara ruangan dan jumlah ©2 yang diperlukan disesuaikan dengan berbagai jenis ukuran alat pemisah. Contoh lain pemberian O2 dengan aliran tinggi adalah pemberian dengan menggunakan head box atau Oksigen tends. © Oksigen aliran rendah (< 6 Y/menie), termasuk ini adalah nasal kateter dan sungkup muka (masker) yang sederhana? © Oksigen dan tekanan positip kontinyu pertama kali dilakukan pada cahun 1971, continuous positive airway pressure (CPAP) diperkenalkan pertama kali sebagai terapi utama pada RDS oleh Gregory dkk menunjukan penurunan yang nyata angka kematian RDS. 138 Buku Ajar Neonatologi + Oksigen merupakan terapi utama RDS sebelum pengenalan CPAP © Oksigen melalui head box masih digunakan untuk mengelola bayi dengan RDS. © Untuk mengurangi kebutuhan 2 dapat dilakukan: * Jaga kehangatan suhu bayi * Hangatkan dan lembabkan O2 yang dihirup dengan menggunakan pencampur udara (humidifier) * Kurangi minum per oral, Hidrasi atau pemberian cairan dan kebucuhan kalori dapat dipenuhi dengan cairan parenteral © Rawat bayi dengan “minimal handling" dengan menunda mandi dan tidak metakukan prosedur atau tindakan serta pemeriksaan fstk yang berlebiban* Manajemen ventilator mekanik Pemberian Continuous positive airway pressure (CPAP) akan meningkatkan oksigenasi dan survival. CPAP mulai dipasang pada tekanan sekicar 5-7 cm H2O melalui prong nasal, pipa nasofaringeal atau pipa endotrakheal. Pada beberapa bayi dengan derajat sakit sedang, CPAP mungkin dapat mencegah kebutuhan untuk pemakaian ventilator mekanik (VM)! * Untuk bayi dengan asidosis respiratorik,hipoksemia atau apnu mungkin diperlukan. IPPY (intermiscent positive pressure ventilation) sebagai tambahan mungkin diperlukan “positive end-expirawory pressure (PEEP) yang akan menstabilkan alveoli dan meningkat volume serra oksigenasi ¢ Jalur arteri umbilikalis arav arteri umbilikalis digunakan untuk memantau kadat gas darah dan tekanan darah pada bayi yang sakic berac! + Jenis setcing awal IMV (Intermittent Mandatory Ventilation): = FIO, 40-60 Peak inspiratory pressure (PIP) 18-25 cm H,O Positive end-expiratory pressure (PEEP) 5 cm H,O Rate 40-60 breaths/min Inspiratory time 0.4 sec Flow rate 7 Limin © Hasil Analisa gas darah = PaCO, 40-60 mmHg * pH>725 + PaO, 59-70 mmHg * HCO, 20-22 mEq/L. © Hasil pemantauan dengan oksimeter = Sacurasi: 88-94 % = Continuous positive airway pressure (CPAP) = Bilakonsentrasi FiO2 tinggi diperlukam dan pasien cidak dapat menerima pemutusan tekanan jalan napas (ainway pressuse) meskipun dalam jangka pendek, maka ventilasi dengan tekanan positip harus dilakukan’? = CPAP mungkin merupakan indikasi pemakaian apabila penyakit paru menunjukkan hasil gangguan oksigenasi yang berat misal nya FiO, > 0.6 ( 60%) diperlukan untuk memelihara PaO, > 60 mm Hg. Gangguan Nepas pada Bayi Baru Lahir 139 = CPAP mulai dengan tekanan 3-10 cm H,O dipasang untuk _meningkatkan volume paru dan mungkin untuk redistribusi cairan edema paru dati alveoli ke interstitium: * CPAP meningkatkan ventilasi ke area dengan rasio V/Q rendah dan memperbaiki mekanisme tespirasi! « CPAP membuat alveoli tetap terbuka pada saat akhir ckspirasi oleh karena itu maka tetjadé penurunan piraw (shunting) dari paru kanan ke kiri «© CPAP dapat digunakan melalui pipa endotrakheal, prong nasal atau pipa nasofaringeal (uncuk bayi yang lebih besar) = CPAP sebagai terapi tambahan pada terapi surfaktan bila bantuan ventilator ridak diperlukan lagi + CPAP mungkin digunakan sesudah ekstubasi pada bayi dengan RDS untuk mencegah terjadinya atelektasis dan/atau mencegah apnu pada BKB = Tujvan utama terapi pada bayi dengan RDS adalah untuk memelihara pH sekitar 7.15-1.4 arterial oxygen (PaO,): 50-70 mm Hg, dan carbon dioxide pressure (PCO,): 40-65 mm Hg, tergandung pada status klinis bayi?"* Noninvasive positive-pressure ventilation (NPPV) * Vencilasi mekanik noninvasip ini dilakukan untuk memberikan bantuan ventilasi (assisted ventilation) dengan nasal prong atay sungkup muka sebagai pengganti pemasangan pipa endotrakheal atau pipa trakheostomi = Terapi ini dapat diberikan untuk menurunkan upaya napas dan memberikan pertukaran gas yang adekuat = NPPV dapat diberikan dengan cara menggunakan volume ventilator, a pressure- controlled ventilator or a device for bilevel positive airway pressure (BIPAP or bilevel vventilacor) ® Ventilator mekanik (VM) konvensional = VM akan meningkatkan minute ventilation (ventilasi semenic) dan menurunkan dead space (rongga mati). Pendekatan ini merupakan terapi utama untuk hiperkapnea akut dan hipoksemia berac " Strategi utama untuk VM harus menghindari Tekanan Inspirasi puncak (high peak inspirarory pressures) yang tinggi dan optimalisasi penggunanan paru sendiri = PEEP (Positive end expiratory pressure) sebaiknya dipasang pada satu dtik di atas tekanan inflleksi (inflection pressure) karena distensi alveolar diopertahankan selama siklus ventilator » VM konvensional ini meningkatkan rekruitmen paru, meningkat MAP (mean airway pressure) dan FRC (functional residual capacity) dan mengurangi atelekcasis di antara pernapasan! + Pertimbangkan bahwa ventilasi merupakan dukungan fisiologik bila bayi sudah sembuh dari RDS. Beberapa peneliti menganjurkan “permissive hypercapnia" yaitu PaCO, pada rentang 45-55 mm Hg (dengan volume paru yang adekuat) dapat memfasilitasi penyapihan VM saat penyembuhan dari RDS * Untuk mengurangi komplikasi Ventilasi konvensional dengan IMV, beberapa teknik ventilator terbaru diperkenalkan sebagai berikut:! 140 Buku Ajar Neonatologi * Synchronous intermittent mandatory ventilation (SIMV) adalah suatu teknik bila beberapa pernapasan pasien disinkronkan dengan pernapasan yang dilakukan oleh ventilator. Pada studi acak erkontrol yang terbaru, insidens BPD/Displasia bronkhopulmoner) (ditentukan kebutwhan oksigen pada usia kehamilan 36 minggu yang sudah dikoreksi) sangat menutun secara signifikans bila dibanding dengan dengan IMV standar (47% vs 72%; p <0.05). * Assist-control ventilation “atau ventilasi bantwan penuh VM dianjurkan untuk memperboiki luaran. Banyak dakter menggunakan modus ini untuk menyapih bayi yang berkembang menjadi penyakit paru kronik * High-frequency vencilation (HFV}“ adalah suatu teknik dengan volume tidal kecil (lebih kecil dari “anatomic dead space”) yang biasanya diberikan dengan frekuensi Uinggi- HFV sebetulnya didesain uncuk mengobati pasien dengan kebocoran udara. Banyak penelitian pada percobaan binatang yang mengalami RDS, menunjukkan bahwa HFV meningkackan inflasi paru yang seragam, meningkatkan mekanisme paru dan percukaran gas, menguirangi eksudasi edema alveoler, kebocoran udara dan peradangan paru. = Meskipun studi pada binatang percobaan tidak menunjukan hasil yang seragam. Beberapa percobaan klinik menunjukkan bahwa HFV dapat mengurangi kejadian penyakit paru kronis * Teknik HFV : + High-frequency oscillatory ventilation (10-15 Hz): Berhubung ekspirasi cerjadi secara aktip, harus dipantau pada bayi: hipokarbia dalam rangkan men-cegah perdaralan periventrikular, leukomalasia, Studi kontrol penggunaan HFOV (high-frequency oscillatory ventilation) mengurangi kejadian BPD pada bayi dengan RDS masih kontsoversial, Mungkin hasil yang kurang menyenangkan ini karena: (1) Insidens BPD yang mendapat steroid antenatal sangat sedikit, sehingga sampel dirasakan masih kurang untuk dapat melihar perbedaan (2) tidak menggunakan strategi volume paru pada pasien yang diterapi dg HFOV, (3) Defini dan perbedaan definisi dan korioamnionitis atau (4) perbedaan teknik resusicasi saat lahir?* © Terapi tambahan untuk hipoksemia berat * Posisi tengkurap: akan mengurangi komplains paru dari tabung * Terapi inhalasi (NO): NO adalah suatu radikal bebas endogen yang dapat merangsang otot halus seluruh tubuh untuk relaksasi. + Bila diberikan secara inhalasi, manfaat yang sangat potensila NO dapat memperbaiki ventilasi, memenuhi perfusi dengan meningkatkan aliran darah paru ke daerah para yang mendapat ventilasi baik. + Terapi ini cukup aman sebab hemoglobin dapat menon aktipkan ini secara cepat dan tidak menyebabkan vasodilatasi sistemik yang dapat mengakibatkan hipotensi » Kadar methemoglobin dan nitrogen dioxide (NO,) harus selalu dipantau + NO inhalasi baru saja dipelajari untuk gagal napas ripe I pada tahun 1999, dan US Food and Drug Administration (FDA) menyetujui penggunaan nya untuk BBL dengan gagal napas hipoksik dan adanya hipertensi pulmonal,” Gangguan Napas pada Bayi Bary Lahir 141 142 Sirkulasi © Auskultasi suara jantung, ukur tekanan datah, palpasi denyut nadi dan periksa hematokrit » Perrahankan sirkulasi dan volume darah agar tetap adekuat. Pemberian transfusi derah atau pemberian cairan volume pengganti darah bila ada tanda hipovolemik atau anemia © penting sekali untuk selalu mencatat darah yang diambil untuk berbagai pemeriksaa, bila jumlah mendekati 10 % volume keseluruhan, maka perlu penggantian (Toral volume darah BBL, BCB = 80 cc/kg dan BKB = 100 cc/kg pada BKB).* . Koreksi asidosis metabolik « Asidosis metabolik berat ( pH < 7.2) dengan kadar bikarbonat serum (< 15-16 mEq/L) atau defisit basa menunjukan beramya penyakit. Penyebab harus segara ditentukan dan ditangani. Penyebab paling sering: * Kekurangan oksigen arteriel « Perfusi jaringan yang buruk akibat rendahnya volume sirkulasi darah * — Stres dingin. + Hipoksia yang lama * Infeksi © Bila penyebab sudah dapat ditentukan, asidosis metabolik diterapi dengan pemberian larutan Bikarbonar natrikus dengan dosis 2mEq/kg (4 ml/kg dari pengenceran 4.2% (0.5 mEq/mi) dengan kecepatan pemberian tidak lebih cepat dari | mEq/kg/menit) Ventilasi yang adekuat harus dipertahankan, bila tidak akan terjadi asidosis respiratorik * Petunjuk pemberian bikarbonas natrikus: * Harus ada ventilasi spontan atau bantuan ventilasi yang adekuat sebelum pemberian bikarbonas natrikus * Kadar bikarbonas serum harus <15-16 mEq/L {hampir mendekati deficit basa -5.0 atau lebih © Gabungan keadaan metabolik dan respiratorik asidosis harus segera ditangani (ventilasi sama pentingnya dengan terapi basa )"* . Jaga kehangatan suhu bayi sekitar 36.5°C- 36.8°C (suhu aksiler) untuk mencegah vasokonstriksi perifer Langkah selanjutnya untuk mencari penyebab distres respirasi.* Terapi pemberian surfaktan © Surfaktan saat ini sangat penting uncuk tatalaksana BBL terutama yang menderita RDS di NICU, Sejarah penggunaan surfakean ini dimulai pada tahun 1959, cidak Jama setelah surfakean diketahui sebagai zat yang penting untuk memelihara inflasi paru pada keadaan tekanan transpulmoner yang rendah. Avery and Mead (dikutip dari Jobe, 1993) melaporkan bahwa ekstrak garam dari paru BKB dengan RDS mengalami kekurangan zat yang karakteristik untuk cairan paru Buku Ajar Neonatologi * Surfaktan paru, yaitu mengandung tekanan tekanan permukaan yang rendah. Setelah itumaka porensisurfaktan untuk terapi RDS didemonstrasi kan oleh Fujiwara ec al pada tahun 1080 (dikutip dari Jobe, 1993) dengan menggunakan surfakran yang diambil dari substrak cairan paru sapi, (Surfacvant TA) untuk mengobati 10 bayi dengan RDS. Kemudian diikuti oleh para peneliti yang lain pada tahun 1985 dengan menggunakan sucfaktan yang diambil dari bilasan alveoli paru sapi atau air ketuban manusia, yang berhasil menurunkan angka kejadian pneumotoraks dan kematian, Pada cahun 1990, Amerika Serikat menyetujui penggunaan surfaktan sincetis dan tahun 1991 surfaktan dari binatang. Sqaat ini surfakean digunakan sebagai obat yang dikembangkan secara khusus untuk BKBS! © Terapi surfaktan dapat mengurangi kematian sebesar 30-50%, tetapi belum dapat mengurangi angka progesivitas dari RDS menjadi BPD Survanta adalah surfaktan yang berasal dari ekstrak paru sapi sedangkan Exosurf adalah surfaktan sinteris. Keduanya merupakan surfaktan alami dan sintesis yang mempunyai keuntungan hampir sama. + Terapi surfaktan harus segera dimulai segera secelah secara klinis RDS dapar didiagnosis. Selama bayi membutuhkan dukungan ventilasi dengan O2 > 30%, surfaktan harus segera diberikan’-'6 “Table 8.4 Dosis yang direkomendasikan untuk penggunaan surfakean eksogen Produk ‘Dosis Dosis tambahan 3 mikey BB lair ; ai "aoa har Mungkin dapat diulang setiap 12 jam sampai dasis 3 kali Calfactant cee dalam 2 bercurur-turuc dengan interval 12 jam bila ada indikasi 4 mLsee BB lahic ; sulang mi dS Mungkin dapat diulang minimal setelah 6 jam, sampai Beractant dibertan dalam 4 jumilah coral 4 dosis dalam wakeu 48 jara setelah lahic Coforeet gene hie Mungkin dapat diulang secelah 12 jam dan 24am bila ada wwakeu 4 menit Indias 2.5 mL/kg BB lahir ” “ ‘Dua dosis berturutan 1.25 mivkg, dosis diberikan dengan orsine ——dietandalem? ner 12am bl ade inks ‘Sumber : Nuccio B Pantano C 7. Bila tidak tersedia fsilitas NICU segera rujuk ke rumah sakit yang tersedia NICU Terapi suportip + Jaga kehangatan suhu bayi agar tidak terjadi hipocermia dengan cara melakukan tindakan yang baik dan benat selama resusitasi dan saat merujuk, menggunakan pemanear panas dan inkubator dengan dinding ganda © Pemberian cairan dan elekerolit dan nutrisi yang baik. Diberikan infus D 5% atau 10 %, dosis 60-80 mL/kg/hari. Pemancauan ketat Kadar glukosa darah, elektrolit, kalsium, fosfat, fungsi ginjal dan hidrasi (ditentukan dengan berat badan dan diuresis uncuk mencegah ketidak seimbangan). Berikan tambahan kalsium pada saat lahir pada cairan inrravena. Mulai pemberian elektrolit segera atau atas indikasi. Secara bercahap naikkan asupan cairan sebanyak 120-140 mL/kg/dhari. Bayi Berat lahir Gangguan Napas pada Bayi Baru Lahir 143 Sangat Rendah atau sangat Kurang Bulan mungkin memerlukan asupan cairan yang lebih besar: 200 -300 mL/kg/hari atau lebih sebab karena kehilangan cairan yang tidak terlihat (insensible water loss) terjadi lebih besar dibanding luas permukaan tubuhnya. © Bila keadaan bayi sudah stabil, pemberian nutrisi intravena dengan asam amino dapat ditambahkan. Setelah kondisi respirasinya stabil, dapat dimulai pemberian sejumlah kecil minum peroral (diutamakan Air Susu Ibu) melalui pipa lambung untuk merangsang pertumbuhan usus, kemudian secara bertahap terapi nutrisi parenteral dapat dikurangi. * Pemberian antibiotika: Mulai pemberian antibiotika pada bayi dengan gejala gangguan napas, sesudah pengambilan sampel darah untuk kultur. Hentikan pemberian antibiotika. * Setelah pemberian selama 3-5 hari dan hasil kultur darah negatip. Pengecualian pemberian antibiotika ini (antibiotika tidak diberikan) kepada: Bayi dari ibu dengan hasil kultur servikal negatip untuk GBBS, bayi dari ibu dengan kulit ketuban masih. uth, tidak ada gejala klinis maupun laboratoris yang mengarah ke korioamnionitis dan ibu yang melakukan pemeriksaan ante natal secara teracur. + Dukungan emosional pada orangtua dan keluarga * Berikan dukungan kepada orangeua atau keluarga karena sering mereka mengalami stres emosional dan finansial karena bayi merekan kritis, premarur dengan RDS, dirawat di NICU dan kewatir terhadap komplikasi yang akan terjadi, Orangtua mungkin merasa bersalah, tidak dapat berhubungan dengan bayi mereka karena dirawat secara intensip dan cemas terhadap prognosis bayinya. Oleh karena itu berikan dukungan emosional yang kuat kepada orangtua dan keluarga bayi untuk mencegah atau mengurangi masalah tersebut””* + Terutama dokter dan perawat harus selalu member: informasi kepada orangtua secara teratur dengan mengajak bicara, terucama pada saat kritis atau fase akut RDS, Besarkan hati orangtua dan bantu mereka saat mengunjungi bayinya. Jelaskan tentang peralatan dan prosedur tindakan yang dilakukan terhadap bayi nya. Dukung mereka bila keadaan memungkinkan untuk memegang atau mengelus, memberikan minum dan merawat bayi secepat mungkin bila keadaan sudah membaik. * Sebelum pulang dari rumah sokie diberikan imunisasi, disusun rencana perawatan tindak lanjut (Follow up care) bersama Tim multisiplin di bawah kooordinasi dokter spesialis anak yang berpengalaman? Prognosis © Prognosis tergantung pada latar belakang etiologi gangguan napas © Prognosis baik bila gangguan napes akut dan tidak berhubungan dengan keadaan hipoksemia yang lama 144 Buku Ajar Neonatologi Konsuitasi dan rujukan Bila diperlukan dapat dilakukan konsultasi ke Bagian atau Sub Bagian lain misal nya dengan Spesialis Neurologi, Kardiologi, Respirologi, Hidung Telinga dan Tenggorok, Gizi medik dan Tumbuh kembang? Pencegahan © Perhacian langsung harus diberikan uncuk mengantisipasi dan mengurangi komplikasi dan juga harus diupayakan strategi pencegahan persalinan kurang bulan seimaksimal mungkin. * Pemberian Terapi stretoid antenatal harus diberikan kepada ibu yang tetancam persalinan kurang bulan * Melakukan resusitasi dengan baik dan benar © Diagnosis dint dan pengelolaan yang tepat, terutama pemberian surfakean bila memungkinkan Daftar pustaka is MA. Respiratory disorders of the newborn. Diunduh dari URL: hetp//avu Respiratory Disorders of the Newborn Library Med.htm 2. Pramanik A. Respitacory distress syndrome. Diunduh dari URL: hutp/uww.eMedicine - Respiratory Disuress Syndrome Amticle by Arun Pramanik, MD.ium 3. Ranjit S - Acute respiratory failure and oxygen therapy. The Indian J Ped 2001; 69(3): 249 - 55. Diundub dari URL: htp://uunuijppediacricsindia.org/printarticle.asptissn =0019-5456;year= 2001 wwalume=68,issue =3;spage=249;ebage=55;aulast=Ranjit;type= 4. Anonymous. Respiratory distress in the neonates. Diunduh dari URL: hetp/uwwRespiratory diseress in the neonate. Final 5.18,98.pdf 5. Mitchell S. Neonatal respicatory distress. Diundub dari URL : hexp/muw. Neonatal respiratory dices fu } 6. Kosim MS. Use of surfactant in neonatal incensive care units . Paediats Indawes 2005; 45:233-40. 7. Priestly MA. Respiratory failure. Diunduh dari URL: hexp//uww.e-Medicine- Respiratory Failure Arucle by Margaret A Priestley, MDhtre 8, Departemen Kesehatan RI-UKK Perinatologi IDAI -MNH-JHPIEGO, Buku Panduan Manajemen Masalah Bayi Baru Labis Untuk Dokter, Perawat, Bidan di Rumab Sakir . Kosien MS, Susiono A, Secyowireni D, penyuating. Jakarca: Deparcemen Kesehatan RI, 2004. 9. Wood DW, Downes’ JJ Locks HI. A clinical score for che diagnosis of respiratory failure. Am J Dis Child 1972; 123:227-9 10. Welry S, Hansen TS, Corber A. Respiratory distress in preterm. Dalam: Taewsch HW, Ballard RA, Gleason CA, penyunting. Avery's disease of the newborn, New York:Elsevier Saunders, 2005.h.687-703. IL. Greenough A, Milner AD. Pulmonary disease of the newborn. Dalant: Reanie JM, penyunting. Roberton’s text book of nconatology. New York:Elsevier Saunders, 2005. 12, Ballard RA, Hansen TN, Corber A. Respiratory failure in the term infant . Dalarn; Taeusch HW, Ballard RA, Gleason CA, penyuncing. Avery's disease of the newborn. NY: Elsevier Saunders, 2005.41.705 - 22. Gangquan Napas pada Bayi Baru Lahir 145 146 |. Neonatology NICU reference guide respiratory system, Diunduh dari URL: hup-//wwe, retroheatth org! defaul fn }. Gregory GA, Kirterman JA, Phibbs RH, et al. Treattnent of the idiopathic respiracory-distress syndrome with continuous positive airway pressure. N Engl J Med 1971; 284(14):1333-40. ._ Jobe AH, Pulmonary surfactant therapy. N Engl ] Med 1993; 528 :861-8. 3. Nuccio B Pantano C. Surfactant replacement therapy. ] Resp Care Pract 2000. Buku Ajar Neonatologi BAB IX HIPERBILIRUBINEMIA Abdulrahman Sukadi Pendahuluan Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir.' Lebih dari 85% bayi cukup bulan yang kembali dirawat dalam minggu pertama kehidupan disebabkan oleh keadaan ini.? Hiperbilirubinemia menyebabkan bayi rerlihat bewarna kuning, keadaan ini timbul akibat akumulasi pigmen }ilirubin (42, 15 Z bilinebin IX alpha) yang bewarna ikterus pada sklera dan kulit. Isomér bilirubin ini berasal dari degradasi heme yang merupakan komponen hemoglobin mamalia.! Pada masa transisi secelah lahir, hepa belum berfungsi secara optimal, sehingga proses glukuronidasi bilirubin tidak terjadi secara maksimal. Keadaan ini akan menyebabkan dominasi bilirubin, tak terkonjugasi di dalam darah. Pada kebanyakan bayi baru lahir, hiperbilirubinemia rak terkonjugasi merupakan fenomena transisional yang normal, rerapi pada beberapa bayi, terjadi peningkatan bilirubin secata berlebihan: schingga bilirubin berpotensi menjadi toksik dan dapar menyebabkan kemarian dan bila bayi tersebut dapat bertahan hidup pada jangka panjang akan menimbulkan sekuele nerologis.? Dengan demikian, setiap bayi yang mengalami kuning, harus dibedakan apakah ikterus yang terjadi merupakan keadaan yang fisiologis atau patologis serta dimonitot apakah mempunyai kecenderungan untuk betkembang menjadi hiperbilirubinemia yang berat. Pengertian Ikterus neonatorum Adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikcerus pada kuli¢dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonyugasi yang berlebih.! Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah $-7 mg/dL? Hiperbilirubinemia Adalah terjadinya peningkatan kadar plasma bilisubin 2 standar deviasi arau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umut bayi atau lebih dari persentil 90. \kterus fisiologis Umumnya terjadi pada bayi baru lahir, kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama > 2 mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang mendapat susu formula kadar bilirubin Asfiksia dan Resusitasi Bayi Baru Lahir 147 akan mencapai puncaknya sekitar 6-8 mg/dL pada hari ke-3 kehidupan dan kemudian akan menurun cepat selama 2-3 hari diikuti dengan penurunan yang lambat sebesar 1 mg/dL. selama 1 sampai 2 minggu.. Pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI kadar bilirubin puncak akan mencapai kadar yang lebih tinggi (7-14 mg@L) dan penurunan terjadi lebih Tambat. Bisa terjadi dalam wakeu 2-4 minggu, bahkan dapat mencapai waktu 6 minggu. Pada bayi kurang bulan yang mendapat susu formula juga akan mengalami peningkaran dengan puncak yarig lebih tinggi dan febih lama, begitu juga dengan penurunannya jika tidak dibetikan fototerapi pencegahan. Peningkatan sampai 10-12 mg/dL masih dalam kisaran fisiologis, bahkan hingga 15 mg/dL. ranpa disertai kelainan metabolisme bilirubin2* Kadar normal bilirubin cali pusac kurang dati 2 mg/dL dan berkisar dari 1,4 sampai 1,9 mg/dL? Ikterus non fisioiogis Dulu disebuc dengan ikcerus patologis tidak mudah dibedakan dari ikterus fisiologis. Keadaan di bawah ini merupakan petunjuk uncuk cindak langues 1, Tkterus terjadi sebelum umur 24 jam 2. Setiap peningkatan kadar bilirubin setum yang memerlukan fototerapi. 3. Peningkatan kadar bitirubin toral serum > 0,5 mg/dL jam 4. Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi (muntah, Jerargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea atau suhu yang cidak stabil). 5, Ikterus berrahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada bayi Kurang bulan, Bilirubin ensefalopati dan kernikterus Istilah bilirubin ensefatopati lebih menunjukkan kepada manifestasi ktinis yang cimbul akibat efek toksis bilirubin pada sistem saraf pusat yaicu basal ganglia dan pada berbagei nuklei batang otak.! Keadaan ini tampak pada minggu pertama sesudah bayi lahir dan dipakat istilah akue bilirubin ensefalopati. Sedangkan istilah Kern ikterus adalah perubahan neuropatologi yang ditandai oleh deposisi pigmen bilirubin pada beberapa daerah di otak terutama di ganglia basalis, pons dan serebelum. Kern ikterus digunakan untuk keadaan Kiinis yang kronik dengan sekuele yang permanen karena toksik bilirubin. $ Manifestasi Kiinis aku bilirubin ensefalopati : pada fase awal, bayi dengan ikterusberat akan tampak letargis, hipotonik, dan reflek hisap butuk., sedangkan pada fase intermediate dicandai dengan moderaze stupor, iritabilitas, dan hipectoni. Untuk selanjutnya bayi akan. demam, high-pieched cry, kemudian akan menjadi drowsiness dan hipotoni. Manifestasi hipertonia dapat berupa retrocollis dan opistotonus.° Manifestasi Klinis kern ikcerus : pada tahap yang kronis bilirubin ensefalopati, bayi yang bertahan hidup, akan berkembang menjadi bentuk athetoid cerebral palsy yang berat , gangguan pendengaran, displasia dental-enamel, paralisis upward gaze 148 Buku Ajar Neonatologi | Patofisiologi _ Pembentukan bilirubin Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi, Langkah oksidasi yang pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan organ lain. Pada reaksi tersebut juga terbentuk besi yang digunakan kembali untuk pembentukan hemoglobin | dan karbon monoksida (CO) yang diekskresikan kedalam paru. Biliverdin kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. (Gambar 1)” = Tropes ang WEE oR ann ng [etka | ering here. heme grtein-> ia — Site Hen tigen iSite Andel Bivcdnredltase cane Bin ta ’ z fellate Froese F byamie Bi sent + abs t ~ ‘Sasi etershepatk i “a irsko turds NN “ © ptiturenidese ‘Werstin Frabinfesesslerebiinogen Gambar 9.1 Metabolisme Bilirubin ‘Sumber : MacMahon Jr, dkk ? Biliverdin bersifat laruc dalam air dan secara cepat akan diubah menjadi bilirubin melalui reaksi bilirubin reduktase. Berbeda dengan biliverdin, bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen serta pada pH normal bersifat tidak Farut. Jika tubuh akan mengekskresikan, diperlukan mekanisme transport dan eligninasi bilirubin.’ Asfiksia dan Resusitasi Bayi Baru Lahir 149 Pada bayi beru lahir, sekitar 75% produksi bilirubin berasal dari katabolisme heme haemoglobin dari eritrosit sirkulasi. Satu gram hemoglobin akan menghasitkan 34 mg bilirubin dan sisanya ( 25%) disebut early labelled bilicubin yang berasal dari pelepasan hemoglobin karena etitropoesis yang tidak efektif didalam sumsum tulang, jaringan yang mengatidung protein heme (mioglobin, sitokrom,katalase, peroksidase) dan heme bebas.* Bayi baru lahit akan memproduksi bilirubin 8-10 mg/kgBB/hari, sedangkan orang dewasa sekitar 3-4 mg/kgBB/hari. Peningkatan produksi bilirubin pada bayi barv lahir disebabkan masa hidup erierosit bayi lebih pendek (70-90 hari) dibandingkan dengan orang dewasa (120 hari), peningkatan degradasi heme, tem over sitokrom yang meningkat dan juga reabsorbsi bilirubin dari usus yang meningkat (sirkulasi enterohepatik) ? Transportasi bilirubin Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjucrya dilepaskan ke sitkulasi yang akan berikaran dengan albumin, Bayi baru lahir mempunyai kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena konsencrasi albumin yang rendah dan kapasitas ikatan molar yang kurang. Bilirubin yang terikat pada albumin serum ini merupakan zat non polar dan tidak larut dalam air dan kemudian akan ditransportasi ke sel hepar. Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat memasuki susunan saraf pusat . dan bersifat non coksik. Selain itu, albumin juga mempunyai afinitas yang tinggi terhadap obat-obatan yang bersifat asam seperti penisilin dan sulfonamid. Obat-obat rersebut akan menempati tempat utama perlekatan albumin untuk bilicubin sebingga bersifat kompetitor serta dapat pula melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin. Obat-obatan yang dapat melepaskan bilirubin dari albumin dengan cara menurunkan afinitas albumin adalah digoksin, gentamisin, furosemid dan seperti yang terlihat pada tabel 1. ? ~ “abel 9.1 Obat yang dapat melepaskan ikaran bilirubin dengan albumin ‘Analgetik, ancipiretik Naciuia salisilar, Fenilbutazon Antiseprik, desinfektan Meul, Isopropil, dl ‘Anuibiork dgn kandungan sulfa Sulfadiazin, Sulfamethizole, Sulfamoxazole, dll Cefalosporin Cofaiakson, Cefoperazon, dll Pent Propiclin, Cloxacillin Lain-ain Novabiosin. Triptophan, Asam mendelik, kontras X-ray ‘Sumber : Mac Mahon JR.ékk. 7 Pada BKB ikatan bilirubin akan lebih lemah yang umumnya merupakan komplikasi dari hipoalbumin, hipoksia, hipoglikemi, asidosis, hipotermia, hemolisis, dan septikemi. Hal tersebut tentunya akan mengakibatkan peningkatan jumlah bilirubin bebas dan berisiko pula untuk keadaan nerotoksisitas oleh bilirubin.? Bilirubin dalam serum tetdapat dalam 4 bentuk yang berbeda, yaitu : 1. Bilirubin tak terkonjugasi yang terikat dengan albumin dan membentuk sebagian besar bilicubin tak terkonjugasi dalam serum 2. Bilitubin bebas 3, Bilirububin terkonjugasi (cecutama monoglukuronida dan diglukuronida) yaitu bilirubin yang siap diekskresikan melalui ginjal atau sistem bilier. 150 Buku Ajar Neanatologi 4. Bilirubin terkonjugasi yang terikat dengan albumin serum ( a-bilirubin). Pada 2 minggu pertama kehidupan, a-bilirubin tidak akan tampak, Peningkaran kadar @- bilirubin secara signifikan dapat ditemukan pada bayi baru tahic normal yang lebih tua dan pada anak, Konsentrasinya meningkat bermakna pada keadaan hiperbilirubinemia terkonjugasi persisten karena berbagai kelainan pada hati.” Asupan bilirubin atau bilirubin intake® Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit, albumin terikat ke resepcor permukaan sel. Kemudian bilirubin, ditransfer melalui sel membran ‘yang berikatan dengan ligandin (protein Y), mungkin juga dengan protein ikacan sitosolik lainnya. Keseimbangan antara jumlah bilirubin yang masuk ke sirkulasi, dari sintesis de novo, resickulasi enterohepatik, perpindahan bilirubin antar jaringan, pengambilan bilirubin oleh sel hati dan konjugasi bilirubin akan menentukan konsentrasi bilirubin tak terkonjugasi dalam serum, baik pada keadaan normal ataupun tidak normal. Berkurangnya kapasiras pengambilan hepatik bilirubin tak terkonjugasi akan berpengaruh terhadap pembentukan. ikterus fisiologis. Penelitian menunjukkan hal ini terjadi ketena adanya defisiensi ligandin, tetapi hal itu tidak begitu penting dibandingkan dengan defisiensi konjugasi bilirubin dalam menghambat transfer bilirubin dari darah ke empedu selama 3-4 hari pertama kehidupan. Walaupun demikian defisiensi ambilan ini dapat menyebabkan hiperbilirubinemia terkonjugasi ringan pada minggu kedua kehidupan saat konjugasi bilirubin hepatik mencapai kecepatan normal yang sama dengan orang dewasa. Konjugasi bilirubin? Bilirubin cak cerkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang larut dalam air di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate glucuronosyt transferase (UDPG-T). Katalisaolehenzim ini akan merubah formasi menjadibilirubin monoghukoronida yang selanjutnya akan dikenjugasi menjadi bilirubin diglukoronida. Substrat yang digunakan untuk transglukoronidase kanalikuler adalah bilisubin monoglukoronida. Enzim ini akan memindahkan satu molekul asam glukuronida dari satu molekul bilirubia monoglukuronida ke yang lain dan menghasilkan pembentukan satu molekul bilirubin diglukuronida- Bilirubin ini kemudian diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu. Sedangkan satu molekul bilirubin tak terkonjugasi akan kembali ke retikulum endoplasmik untuk rekonjugasi berikumya. Pada keadaan peningkatan beban bilirubin yang dihantarkan ke hati akan terjadi retensi bilirubin tak terkonjugasi seperti halnya pada keadaan hemolisis kronik yang berat pigmen yang tetcahan adalah bilirsbin monoglukuronida. Penelitian in vitro tentang enzim UDPG-T pada bayi baru lahir didapatkan defisiensi akcifitas enzim, tetapi setelah 24 jam kehidupan, aktifitas enzim ini meningkat melebihi bilirubin yang masuk ke hati sehingga konsentzasi bilirubin serum akan menurun. Kapasitas total konjugasi akan sama dengan orang dewasa pada hari ke-4 kehidupan. Pada periode bayi baru lahis, Konjugasi monoglukuronida merupakan konjugat pigmen empedu yang lebih dominan. Asfiksia dan Resusitasi Bayi Baru Lahir 151 Ekskresi bilirubin Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresi kedalam kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan dieksktesikan melalui feses. Proses ekskresinya sendiri merupakan proses yang memerlukan enezgi. Setelah berada dalam usus halus, bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat diresorbsi, kecuali jika dikonversikan. kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta-glukoronidase yang cerdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati uncuk dikonjugasi kembali disebut sirkulasi enterohepatik.?® ‘Tetdapat perbedaan antara bayi baru lahir dan orang dewasa, yaitu pada mukosa usus hhalus dan feses bayi baru lahir mengandung enzim B-glukoronidase yang dapat menghidrolisa monoglukoronida dan diglukoronida kembali menjadi bilirubin yang tak terkonjugasi yang selanjutnya dapat diabsorbsi kembali, Selain itu pada bayi baru lahir, lumen usus halusnya steril schingga bilirubin konjugasi tidak dapat dirubah menjadi sterkobilin (suatu produk yang tidak dapar diabsorbsi).? Bayi baru lahir mempunyai konsentrasi bilirubin tak terkonjugasi yang relatif tinggi didalam usus yang berasal dari produksi bilirubin yang meningkat, hidrolisis bilirubin glukuronida yang berlebih dan konsentrasi bilirubin yang tinggi ditemukan didalam mekonium. Pada bayi baru lahiz, kekurangan relatif flora bakteri untuk mengurangi bilicubin menjadi urobilinogen lebih lanjut akan meningkatkan pool bilirubin usus dibandingkan dengan anak yang lebih tua atau orang dewasa. Peningkatan hidrolisis bilirubin konjugasi pada bayi baru fahir diperkuat oleh aktivitas B-glukuronidase mukosa yang tinggi dan ekskresi monoglukuronida terkonjugasi. Pemberian substansi oral yang tidak larut seperti agar atau arang aktif yang dapat mengikat bilirubin akan meningkatkan kadar bilirubin dalam tinja dan mengurangi kadar bilirubin serum, hal ini menggambarkan peran kontribusi sirkulasi enterohepatik pada keadaan hiperbilirubinemia tak rerkonjugasi pada bayi batu lahir?9 ikterus fisiologis Tkterus fisiologis merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi kurang maupun cukup dulan selama minggu pertama kehidupan yang frekuensinya pada bayi cukup bulan dan kurang bulan berturut-turut adalah 50-60% dan 80%. Untuk kebanyakan bayi fenomena ini ringan dan dapat membaik ranpa pengobatan. Ikterus fisiologis tidak disebabkan oleh faktor tunggal tapi kombinasi dari berbagai faktor yang berhubungan dengan maturitas fisiologis bayi baru lahir. Peningkatan kadar bilirubin cidak terkonjugasi dalam sirkulasi pada bayi baru lahir disebabkan oleh kombinasi peningkatan ketersediaan bilirubin dan penurunan clearance bilirubin? (Tabel 9.2) Peningkatan ketersediaan bilirubin merupakan hasil dari produksi bilirubin dan early bilirubin yang lebih besar serta penurunan usia sel darah merah, Resitkulasi akif bilirubin di enterohepatik, yang meningkatkan kadar serum bilirubin tidak terkonjugasi, disebabkan oleh penuruman bakceri flora normal, aktifitas B-gluctronidase yang tinggi dan penurunan sotilitas usiis halus? 152 Buku Ajar Neonatologi “Fabel 9.2 Faktor yang berhabungan dengan ikterus fisiologis Dasar Penyebab Penigkatan bilirubin yang terse *— Peningkatan produksi bilirubin Peningkatan sel darah merah ‘ Penuronan umut sel darah merah Peningkatan early bilirubin ‘+ Peningkatan cesirkulast melalui Peningkatan akeifitas f-slukoronidase Tidak enterohepacik shunt adanya fora baktert Pengeluaran mekonium yang terlambar Penurunan bilirubin clearance © Penurunan clearance dati plasma Defisicnsi protein katier ¢ Penurunan merabolisme hepatik Penutunan akeificas UDPGT ‘Sumber: Blackburn ST:2 Pada bayi yang diberi minum lebih awal atau diberi minum lebih sering dan bayi dengan aspirasi mekonium atau pengeluaran mekenium (ebih awal cendetung mempunyai insiden yang rendah untuk cerjadinya ikterus fisiologis. Pada bayi yang diberi minum susu formula cendetung mengeluarkan bilirubin lebih banyak pada mekoniumnya selama 3 hari pertama kehidupan dibandingkan dengan yang mendapat ASI. Bayi yang mendapat ASI, kadar bilirubin cenderung lebih rendah pada yang defekasinya lebih sering, Bayi yang terlambat mengeluarkan mekonium lebih sering terjadi ikterus fisiologis. Pada bayi yang mendapat ASI terdapat dua bentuk neonatal jaundice yaitu early (berhubungan dengan breast feeding) dan late (bethubungan dengan ASI). Bentuk early ‘onset diyakini berhubungan dengan proses pemberian minum. Bentuk late onse: diyakini dipengarubi oleh kandungan ASI ibu yang mempengaruhi proses konjugasi dan cksktesi. Penyebab late onset tidak diketahui, cetapi telah dihubungkan dengan adanya faktor spesifik dari ASI yaicu : 2<1-20B-pregnanediol yang mempengacuhi aktificas UDPGT atau pelepasan bilirubin konjugasi dari hepatosit, peningkatan aktifitas lipoprotein lipase yang kemudian melepaskan asam lemak bebas ke dalam usus halus; penghambatan konjugasi akibat peningkatan asam lemak unsaturated; atau B-glukorunidase arau adanya faktor lain yang mungkin menyebabkan peningkatan jalur enterohepatik.? Hiperbilirubinemia Hiperbilirubinemia bisa disebabkan proses fisiologis atau patologis atau kombinasi keduanya. Risiko hiperbilirubinemia meningkat pada bayi yang mendapat ASI, bayi kurang bulan dan bayi mendekati cukup bulan. Neonatal hiperbilirubinemia terjadi karena peningkatan produksi atau penurunan clearance bilirubin dan Icbih sering terjadi pada bayi imatur. Bayi yang diberikan ASI memiliki kadar bilirubin serum yang lebih tinggi dibanding bayi yang diberikan susu formula.”? Hal tersebut mungkin disebabkan oleh beberapa faktor antara lain; frekuenst menyusui yang tidak adekuat, kehilangan berat badan/dehidrasi (Tabel 9.3).% Asfiksia dan Resusitasi Bayi Baru Lahir 4153 Tabel 9.3 Faktor ctiologi yang mungkin berhubungan dengan hiperbilirubinemia pada bayi yang mendapat ASI ‘Asupaa cairan * — Kelaparan © Frekuensi menyusui + Kehilangan berat badanvdehidrasi Hambatan ekstes bilirubin hepatk: + Pregnandiol © Lipase free fatty acids + Unidentified inhibuor Intestinal reabsorption of bilirubin 1» Pasase evekonium cerlambat + Pembentukan urobilinoid bakteri + Beca-glukoronidase + Hidroisis alkaline © Asam empedu ‘Sumber: Gourley.” Hiperbilirubinemia yang signifikan dalam 36 jam pettama biasanya disebabkan karena peningkatan produksi bilirubin (terutama karena hemolisis), karena pada periode ini hepatic clearance jarang memproduksi bilirubin lebih 10'mg/dL (Tabel 9.4 dan Gambar 9.2). Peningkatan penghancuran hemoglobin 1% akan meningkatken kadar bilirubin 4 kali lipac.? ‘Tabel 9.4 Penyebab neonatal hiperbilirubinemia indirek Dasar Penyebab = - Peningkatan produkai bilirubin + Incomptabilitas darah feromaternal ABO) ~ Feningkatan penghaneuran hemoglobin + Defsiensi enzim kongenital (G6PD, galakcosemia) Perdarahan tertutup (sefathematom, memar) Sepsis Peningkatan jumbah hemoglobin + Polisitemia (twin-to-twin transfusion, SGA) Keterlambatan klem tali pusae ~ Peningkatan sirkulasi enterohepatik ~ Keretlambaran pasase mekonium, ileus mekonium, ‘Meconium plug syndrome Puasa atau keterlambatan minum Amresia atau stenosis intestinal ~ Perubahan clearance bilirubin hati + Imaturitas - Perubahan produksi atau aktivitas uridine - Gangguan metabolik/endokrin (Criglar-Nayjar disease Diphcsphoglucorony! transferase Hipotioidisme, gangguan metabolisme asam amino) ~Rerubahan fungsi dan perfusi hati ~ Asfilsia, hipoksia, hipotermi, hipoglikemi, (kemampuan konjugasi) ‘Sepsis (juga proses imflamasi) ‘Obat-obstan dan hormon (novobiasin, pregnanediol) ~ Obseruksi hepatik (berhubungan dengan - Anomall kongenital(aresia Sin flbtosiskisek) hiperbilirubinemia direk) Stasisbiliatis (hep itis, sepsis) Bilirubin load berlebihan ‘aoe pada hemolisis berac) ‘Sumber: Blackburn ST? 154 Buku Ajar Neonatologi 4ye7 Mueg HAeg isey1snsay uep eIsyysy SST Hn endbahan tung 4 Transporbirubln ire ke epatast oleh gactn ‘rutin index + ataen ‘lukoronid Bibi Ineo Blrubla ek letkvbin irk ltehscekst ken datant KOROUGAST Gambar 9.2 Skema peningkatan kadar bilirubin pada bayi baru lahir ‘Sumber : Blackburn ST? Unis 1 mottitas 1 sur Dengearen labia eek (Gala 1 | baste Jlukorogides — \usus eihewgin \, Ina EXSKREST Diagnosis Berbagai faktor tisiko dapat meningkatkan kejadian hiperbiliubinemia yang berat. Peclu penilaian pada hayi baru lahir tethadap berbagai risiko, rerutama untuk bayi-bayi yang pulang lebih awal. Selain itu juga pertu dilakukan pencatatan medis bayi dan disosialisasikan pada dokter yang menangani bayi tersebut selanjutnya.$ TTampilan ikterus dapat ditentukan dengan memeriksa bayi dalam ruangan dengan pencahayaan yang baik, dan menekan kulit dengan tekanan ringan untuk melihat warna kulit dan jaringan subkutan, Ikterus pada kulit bayi tidak terperhazikan pada kadar bilirubin kurang dari 4 mg/dL." Pemeriksean fisis hatus difokuskan pada identifikasi dari salah satu penyebab ikterus patologis. Kondisi bayi harus diperiksa pucat, petekie, extravasasi darah, memar kufit yang berlebihan, hepatosplenomegali, kehilangan berat badan, dan bukti adanya dehidrasi."' Guna mengantisipasi komplitasi yang mungkin timbul, maka perlu diketahui daerah letak kadar bilirubin serum cotal (Gambar 9.3) beserta faktor tisiko secjadinya hiperbilirubinemia yang berat (Tabel 9.5). g eee pee 7 3 Bitirsoin Sarum (ant zm w Usia Pasca Natal jam) 108 wee 120 Gambar 9.3. Nomogram Pénentuan Risiko Hiperbilirubinemia Pada Bayi Sehat usia 36 Minggu Atau Lebih Dengan Berat Badan 2000 Gram Atau Lebih Atau Usia Kehamiilan 35 Minggu Atau Lebih Dan Berat Badan 2500 Gram Atau Lebih Berdasarkan Jam Observasi dar Bilirubin Serum Sumber : AAP ® 156 Buku Ajar Neonatolog? ‘Fabel 9.5 Faktor risiko hiperbilirubinemia berat bayi usia kehamilan = 35 mg, Faktor risiko major = Sebelum pulang, kadar bilirubin serum cotal atau bilinubin transkucaneus terletak pada daerah xisiko tinggi (Gambat. 2) = ktetus yang muncut dalam 24 jam pertama kehidupan = _Inkompatibilitas golongan darah dengan tes antiglobulin diek. yang posit atau penyakithemolick fainnya (defisensi G6PD, peningkatan ETCO). Umur kehamian 35-38 minggu Riwayat anak sebelumnya yang mendapat foroterapi Sefathematom atau memar yang bermakria ‘ASI eksklusf dengan cara perawatan tidak baik dan Kebilangen berat badan yang berlebihan Ras Asia Timur - Faktor risiko minor > Sebelum pulang, kadar bilirubin serom roval atau bilirubin transkurancus terletak pada daerah, risiko sedang (gambar 2) + Umur kehamnilan 37-38 ming - Sebelum pulang, bayi tampak kuning + Riwayac anak sebelumnya kuning ~ Bayi makrosomia dari tou DM = Umuribu & 25 eahun ~ — Lakilaki Faktor risiko Jurang (faktoraktor ini berhubungan dengan menurunnya resiko ikterus yang signifikan, besarnya resiko sesuai dengen urutan yang tertulis makin ke bawah resiko makia rendah) - Kadar bilirdbin seram total atau bilirubin transkutaneus terletak pada daerah risiko rendah + Umor kehamilan 2 41 minggu + Bayi mendopar susu formula penuh Kali hiear ~ Bayi dipulangkan setelah 72 jam ‘Sumber : AAP* Manajemen Berbagai cara telah digunakan untuk mengelols bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia indirek, Strategi tersebut termasuk : pencegahan, penggunaan farmakotogi, fototerapi dan. tranfusi cukar® Strategi pencegahan American Academy of Pediatrics tahun 2004 mengeluarkan strategi praktis dalam pencegahan dan penanganan hiperbilirubinemia bayi baru lahir (< 35 minggu atau lebih ) dengan tujuan untuk menurunkan insidensi dari neonatal hiperbilirubinemia berat dan ensefalopati bilirubin serta meminimalkan risiko yang tidak menguntungkan seperti kecemasan ibu, berkurangnya breastfeeding atau terapi yang tidak diperlukan.Pencegahan dititik beratkan pada pemberian minum sesegera mungkin, seting menyusui untuk menurunkan shunt enterohepatik, menunjang kestabilan bakteri flora normal , dan merangsang akitifitas wsus halus.6 + Asfiksia dan Resusitasi Bayi Bary Lahir 4157 Strategi pencegahan hiperbilirubinemia * 1. Peneegahan primer Rekomendasi 1.0: Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12 kali pethari untuk beberapa hari pettama. : Rekomendasé 1.1 : Tidak memberikan cairan tambahan rurin seperti dekstrose atau air pada bayi yang mendapae ASI dan tidak mengatami debidrasi. 2, Pencegahan sekunder Rekomendasi 2.0 Harus melakukan penilaian sistematis terhadap risikokemungkinan terjadinya hiperbiki- tubinemia berat. selama periode neonatal © Rekomendasi 2.1 tentang golongan darah : Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesus serta penyaringan serum untuk antibodi isoimun yang tidak biasa. « Rekomendasi 2.1.1: Bila golongan darah ibu tidak diketahui atau Rh negatif, dilakukan pemeriksaan antibody direk (tes coombs), golongan darah dan tipe Rh(D) darah cali pusat bayi. = Rekomendasi 2.1.2 : Bila golongan darah ibu ©, Rh positif, terdapat pilhan untuk dilakuken tes golongan darah dan tes Coombs pada darah tali pusat bayi, tetapi hal itu tidak diperlukan jika dilakukan pengawasan, penilaian terhadap tisiko sebelum keluar Rumah Sakit (RS) dan cindak lanjut yang memadai. * Rekomendast 2.2 tentang penilaian Minis : Harus memastikan bahwa semua bayi secara rutin dimonitor terhadap timbulnya ikterus dan menecapkan pratokol terhadap penilaiani ikterus yang harus dinilai saat memeriksa tanda viral bayi,tetapi- tidak kaurang dari setiap 8-12 jam. * Rekomendasi 2.2.1 : Protokol untuk penilaian ikterus harus melibatkan seluruh, staf perawatan yang dituntut untuk dapat memeriksa tingkat bilirubin secara transkutaneus atau memeriksakan bilirubin serum total. 3. Evaluasi laboratorium * Rekomendasi 3.0 : Pengukuran bilirubin transkutaneus dan atau bilirubin serum total harus dilakukan pada setiap bayi yang mengalami ikterus dalam 24 jam pertama setelah lahir. Penentuan waktu dan perlunya pengukutan ulang bilirubin transkutaneus atau bilirubin serum total rergantung pada daerah dimana kadar bilirubin serum total terletak (Gambar. 3), umur bayi, dan evolusi hiperbilirubinernia. - ° Rekomendasi 3.1 : Pengukuran bilirubin transkutaneus dan atau bilirubin serum total harus dilakukan bila tampak ikterus yang berlebihan. Jika derajat ikterus meragukan, pemeriksaan bilirubin transkutaneus atau bilirubin serum harus dilakukan, terutama pada kulit hitam, oleh karena pemeriksaan derajat ikterus secara visual seringkali salah. * Rekomendasi 3.2 : Semua kadar bilirubin harus diinterpretasikan sesuai dengan umur bayi dalam jam. 158 Buku Ajar Neonatologi 4, Penyebab kuning . Rekomendasi 4.1 : Memikitkan Kemungkinan penyebab ikterus pada bayi yang menerima fototerapi atau bilirubin serum total meningkat cepat dan tidak dapat dijelaskan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis. + Rekomendasi 4.1.1 ; Bayi yang mengalami peningkatan bilirubin direk atau konjugasi harus dilakukan analisis dan kultur urin. Pemeriksaan laboratorium tambahan untuk mengevaluasi sepsis harus dilakukan bila terdapat indikasi berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis. = Rekomendasi 4.1.2 : Bayi sakit dan ikterus pada atau umur lebih 3 minggu harus dilakukan pemeriksaan bilirubin total dan direk arau bilirubin konjugasi untuk mengidentifikasi adanya kolestasis. Juge dilakukan penyaringan terhadap titoid dan galaktosemia. « Rekomendasi 4.1.3 + Bila kadar bilirubin dicek atau bilicubin konjugasi ‘meningkar, dilakukan evaluasi rambahan untuk mencari penyebab kolestasis. * Rekomendasi 4.1.4 : Pemeriksaan terhadap kadar ghicose-6-phosphatase dehydrogenase (GOPD) direkomendasikan untuk bayi ikcerus yang mendapat foroterapi dan dengan riwayat keluarga atau etnis/asal geografis yang menunjukkan kecenderungan defisiensi G6PD atau pada bayi dengan respon cethadap fotocerapi yang buruk. 5. Penilaian risiko sebelum bayi dipulangkan Rekomendasi 5.1 : Sebelum pulang dari rumah sakit, setiap bayi harus dinilai rethadap risiko betkembangnya hiperbilirubinemia berat, dan semua perawatan harus menetapkan protokol untuk meni cso ini. Peilaian ini angat penting pada bayi yang pulang sebelum umur 72 jam. * — Rekomendasi 5.1.1 : Ada dua pilihan rekomendasi klinis yaitu: + Pengukuran kadar bilirubin rranskutaneus atau kadar bilirubin serum total sebelum keluar RS , secara individual arau kombinasi uncuk pengukuran yang sistimatis tethadap tisiko : + Penilaian faktor risiko klinis. 6. Kebijakan dan prosedur rumah sakit Rekomendasi 6.1 : Harus memberikan informasi tertulis dan lisan kepada orangtua saat keluar dari RS, termasuk penjelasan tentang kuning, perunya monitoring tethadap kuning, dan anjuran bagaimana monitoring harus dilakukan. «© Rekomendasi 6.1.1 : tindak lanjut : Semua bayi harus diperiksa oleh petugas kesehatan profesional yang berkualitas beberapa hari setelah keluar RS untuk menilai keadaan bayi dan ada tidaknya kuning. Waktu dan tempat untuk melakukan penilaian ditentukan berdasarkan lamanya perawatan, ada atau tidaknya faktor risiko untuk hiperbilirubinemia dan risiko masalah neonatal lainnya. " Rekomendasi 6.1.2 : saat tindak lanjut : berdasarkan tabel dibawah : Asfiksia dan Resusitasi Bayi Baru Cahir 159 ‘Tabel 9.6 Saat tindak lanjut Bayi Keluar RS ‘Horus Dilihat Saat Umur Sebelum umur 24 jam 72 jam Antara umtue 24 dan 47,9 jam 96 jam Antara umur 48 dan 72 jam 120 jam Sumber : AAP® Untuk beberapa bayi yang dipulangkan sebelum 48 jam, diperlukan 2 kunjungan tindak lanjut yaitu kunjungan pectama antata 24-72 jam dan kedua antara 72- 120 jam Penilaian klinik harus digunakan dalam menentukan tindak lanjut. Pada bayi yang mempunyai fakcor risiko tethadap hiperbilirubinemia, hacus dilakukan tindak lanjut yang lebih awal atau lebih sering. Sedangkan bayi yang tisiko kecil atau tidak berisiko, waktu pemeriksaan kembali dapat lebih lama. = Rekomendasi 6.1.3 : Menunda pulang dari Rumah Sakic : Bila tindak Tanjut yang memadai tidak dapat dilakukan rethadap adanya peningkatan risiko timbulnya hiperbilirubinemia berat, mungkin diperlukan penundaan kepulangan dari RS sampai tindak lanjut yang memadai dapar dipastiken atau periode risiko terbesar telah terlewati (72-96 jam) = Rekomendasi 6.1.4 : penilaian tindak lanjut Penilaian tindak lanjut harus termasuk berat badan bayi dan perubahan persentase berat lahir, asupan yang adekuar, pola buang air besar dan buang air kecil, serta ada tidafnya kuning. Penilaian klinis harus digunakan untuk menentukan perlunya dilakukan pemetiksaan bilirubin. Jika penilaian visual meragukan, kadar bilirubin transkutaneus dan bilirubin toval serum harus diperiksa. Perkiraan kadar bilirubin secara visual dapat kelire, cerutama pada bayi dengan kulit hitam$ - 7. Pengelolean bayi dengan ikterus * Pengefolaan bayi ikeerus yang mendapat AST Berikcut ini adalah elemen-elemen kunci yang perlu diperhatikan pada pengelolaan early jaundice pada bayi yang mendapat ASI (Tabel 9.7). ‘Tabel 9.7 Pengelolaan ikterus dini {early jaundice} pada bayi yang mendapat AS] 1. Observasi semia feses awal bavi. Persimbangkan untuk merangsang pengcluaran ja feses dak keluar dalam wakeu 24 jam 2. Segera muti menyusul dan beri sesering mungkin. Menyusui yang sering dengan wakeu yang singkat lebih efekef dibandingkan dengan menyusui yang lama dengan frekuansi yang jarang, walaupun toral waktu yang diberikan adalah sama 3. Tidak dianjurkan pembserian air, dckstrosa arau formula penganti, ‘Observast berat badan, bak dan bab yang berhubungan dengan pola mesiyusui ‘Ketika kadar bilirubin mencapai {5 mg/4L, tingkatkan pemberian minum, rangsang pengeluarand produksi ASI dengan cara memompa, dan menggunakan prococol penggunaan fototerapi yang dikeluarkan AAP 6. Tidal terdepar bukti bahwa early jaundice berhubungan dengan abnormslices ASI, sehingge penghentian menyusui sebagai suatu upaya hanya diindikasikan jika ikterus menetap lebih dari 6 hari atau meningkat di atas 20 mg/L arau ibu memiliki rwayac bayi sebelumnya terkena kuning. Suniber: Blackburn ST? 160 Buku Ajar Neonatologi Penggunaan farmakoterapi Farmakoterapi telah digunaken untuk mengelola hiperbilirubinemia dengan merangsang induksi enzim-enzim hati dan protein pembawa, guna mempengaruhi penghancuran heme, atau untuk mengikat billirubin dalam usus halus sehingga reabsorpsi enterohepatik menurun. , antara lain : 1. Imunoglobulin intravena telah digunakan pada bayi-bayi dengan Rh yang berat dan inkompatibilitas ABO unwwk menekan hemolisis isoimun dan menurunkan tindakan tranfusi ganci. 2. Fenobarbital telah memperlihatkan hasil lebih efektif, metangsang aktivitas, dan konsenttasi UDPGT dan ligandin serta dapat meningkatkan jumlah tempat ikaran bilitubin. Penggunaan fenobarbital setelah lahir masih kontroversial dan secata umum. tidak direkomendasikan. Diperlukan waktu beberapa hari sebelum terlihat perubahan betmakna , hal ini membuat penggunaan fototerapi nampak jauh lebih mudah. Fenobarbital telah digunakan pertama kali pada inkompatabilitas Rh untuk mengurangi jumlsh tindakan tranfusi ganti. Penggunaan fenobatbital profilaksis untuk mengurangi pemskaian fototerapi atau cranfusi ganti pada bayi dengan defisiensi G6PD ternyata tidak membuahkan hasil. 3. Pencegahan hiperbilirubinemia dengan menggunakan mecalloprocoporphysin juga telah diteliti. Zat ini adalah analog sincetis heme. Protoporphyrin telah terbukti efektif sebagai inhibitor kompetitif dari heme oksigenase, enzim ini diperlukan untuk katabolisme heme menjadi biliverdin, Dengan zat-zat ini heme dicegah dari katabolisme dan diekskresikan secara utuh didalam empedu? 4. Pada penelitian terhadap bayi kurang dan cukup bulan, bayi dengan atas tanpa penyakit hemolitik, cin-protoporphytin (Sn-PP) dan tin-mesoporphyrin (Sa-MP) dapat.” menurunkan kadar bilirubin serum. Penggunaan fototerapi setelah pemberian Sn-PP berhubungan dengan timbulnya eritema foto coksik. Sn-MP kurang bersifat toksik, Khususnya jika digunakan bersamaan dengan fototerapi. Pada penelitian terbaru dengan penggunaan Sn-MP maka fororerapi pada bayi cukup bulan tidak dipertakan lagi, sedangkan pada bayi kurang bulan penggunaanya telah banyak berkurang. Pemakaian obat ini masih dalam percobaan dan keluaran jangka panjang belumn diketahui, sehingga pemakaian obat ini sebaiknya hanya digunakan untuk bayi yang mempunyat risike tinggi terhadap kejadian hiperbilirubinemia yang berkembang menjadi disfungsi neurologi dan juga sebagai clinical erial.*? 5. Baru-baru ini dilaporkan bahwa pemberian inhibitor B-glukuronidase pada bayi sehat cukup bulan yang mendapat ASI, seperti asam L-aspartik dan kasein haidrolisat dalam jumlah kecil (5 mi/dosis - 6 kali/hari) dapat meningkatkan pengeluaran bilirubin feses dan ikterus menjadi berkurang dibandingkan dengan bayi kontrol. Kelompok bayi yang mendapat campuran whey/kasein (bukan inhibitor B-glukuronidase) kuningnya juga tampak menurun dibandingkan dengan kelompok kontrol, hal ini mungkin disebabkan oleh peningkatan ikatan bilirubin konjugasi yang beraldbat pada penurunan’ jalur enterohepatik. Asfiksia dan Resusitasi Bayi Baru Lahir 161 Foto terapi dan tranfusi rukar © Rekomendasi 7.1 + Jtka kadar bilirubin total serum tidak menurun atau terus meningkat walaupun telah mendapat fototerapi intensif, kemungkinan relah rerjadi hemolisis dan direkomendasikan untuk menghentikan fototerapi. ‘Tabel 9.8 Penatalaksanaan bayi dengan hiperbilirubinemia. Terapt Lakukan focoterapl intensif dan aay transfsicukar sesuai indikasi (that Gambar 9.3 dan gambar 9.4) +” Lakulan pemeriksaan laborarorium: Senay ‘Test antibodi dtece ( Coombs) Serum albumin emerson dts rep Tngtap dengan hitung jens dan moro it Jumlah reciki (ulated DD Yhila terdapat kecurigaan (berdasarkan emis dan geografs) atau respon terhadap foxo terapi kurang) Usinalisis * Bil anamnesis dan acau tampilan Klinis menunjukkan kemungkinan sepsis lake pemerikszan Kultor darah, urine, dan liquor untuk protein, giukosa, hitung sel dan kul s Tindsker + la bilirubin total > 25 mg atau > 20 me pada bay sak rau bayi < 38 ming, akukan sees golnan dah dan cro atch pas pase yng stan dercanatan i Bs + RSS EEUEISS.. penyakit ocolmun hemolitk dan kadar bilirubin cotal meningkat walau télah dilakukan foro terapi intensif arau dalam 2-3 mg/dL kadar transfusi gand, berikan immunoglobulin intravena 0,5-1 glkg selama 2 jam dan boleh diulang bila pec 22 jam + BERET yang mengalami penurunan beratbadan lebih das 12% atau secara Klin au bul secara biokimia menunjukan tanda dehidrasi dianjurkan pemberian susu formula atau ASI tambahan Bila pemberian peroral suit dapat dibecikan intravena 1 Pada by mendapat foto trp intensi enberin minum lbs son? 3 jam + Bila Bilirubin total > 25 pemeriksaan ulangan dilakukan dalam 2-3 jam 2 BE Bllubi toate ear? Demerksaan ulongan dlskukan dalam 3-4 Jam, bila <20 mg/l diulang dalam 4-6 jam. Jika bilirubin coral recus curun periksa ulang dalam + BAPE. bitin cout dak curun atau malsh mendekati Kader transfisirokar atau pesbandingen bilirubin total dengan albumin (TSB/albumin) meningkat, mendekati fopha untuk tops utr maa lakukon tants anc ‘Bila kadar bilirubin toral kurang dari 13-14 mg/dL foro cerapi dihentikan + Tergantung kepada penyebab hiperbiliubinemia, pemerikszan bilirubin ulangan boleh Adskukan setelah 24 jam setelah bayi pulang untuk melthat kemungkinan cerjadinya rebound. ‘Sumber : AAP* + Rekomendasi 7.1-1 + Dalam penggunaan petunjuk fototerapi dan tranfusi ganti, kadar bilirubin direk arau konjugasi tidak harus dikurangkan dari bilirubin total. Dalam kondisi dimana kadar bilirubin direk 50% atau lebih dari bilirubin otal, tidak tersedia data yang batk untuk petunjuk terapi dan ditekomendasikan untuk berkonsultasi kepada ablinya 162 Buku Ajar Neonatologi * Rekomendasi 7.1.2 + Jika kadar bilirubin tore! serum berada pada angka untuk rekomendasi dilakukan tranfusi ganti (Gambar 9.4) ata sebesat 25 mg/dL atau lebih tinggi pada setiap waktu, hal ini metupakan keadaan emergensi dan bayi hatus segera masuk dan mendapatkan perawatan forotetapi intensif. Bayi-bayi ini tidak harus ditujuk melalui bagian emergensi karena bal ini dapat menunda terapi. * Relomendasi 7.1.3: Tranfusiganti harus dilakukan hanya oleh personel yang terlatih dicuangan NICU dengan observasi ketat dan mampu melakukan resusicasi. " Rekomendasi 7.1.4: Penyakit isoimun hemolitik, pemberian y-globulin (0,5-1 g/ kgBB selama 2 jam) direkomendasikan jika kadar bilirubin cotal serum meningkat walaupun telah mendapat fororerapi incensif atau kadar bilirubin cotal serum, berkisar 2-3 mg/dL dari kadar tranfusi ganti. Jika diperlukan dosis ini dapac diulang dalam 12 jam. Rasio albumin serum dan rasio bilirubin/albumin + Rekomendasi 7.1.5: Merupakan suatu pilihan uenuk mengukur kadar serum albumin dan meinpertimbangkan kadar albumin kurang dari 3 g/dl sebagai satu faktor risiko untuk menurunkan ambang batas penggunaan fororerapi. (Gambar 9.3) + Rekomendasi 7.1.6: Jika dipertimbangkan tranfusi ganci, kadar albumin serura harus diukur dan digunakan rasio bilirubir/albumin yang berkaitan dengan kadar bilirubin total serum dan faktor-fakcor lainnya yang menentukan dilakukannya canfusi ganti. Bilirubin ensefalopati akut = Rekomendasi 7.1.7: Direkomendasikan untuk segera melakukan tranfusi ganti pada setiap bayi ikterus dan tampak manifestasi fase menengah sampai lanjut dari akut bilirubin ensefalopati (hipertonia, arching, retrocollis, opistotonus, demam, menangis melengking) meskipun kadar bilirubin total serum telah eutun Rekomendasi 7.2 + Semua fasilitas perawaran dan pelayanan bayi harus memniliki peralaran uncuk fototerapi intensif. Manajemen bayi ikterus pada rawat jalan Rekomendasi 7.3: Pada bayi yang menyusu yang memerlukan foroterapi (Gambar 9.3), AAP merekomendasikan bahwa, jika memungkinkan, menyusui harus diteruskan. Juga terdapat pilihan memilih untuk menghentikan menyusvi sementara dan menggantinya dengan formula. Hal ini dapat mengurangi kadar bilirubin dan atau meningkatkan efektificas fototerapi. Pada bayi menyusui yang mendapat foroterapi , suplementasi dengan pemberian AS{ yang dipompa atau formula adalah cukup jika asupan bayi tidak adekuat, berat badan curun berlebihan, atau bayi tampak dehidrasi. Asfiksia dan Resusitasi Bayi Baru Lahir 163 Fototerapi 8 minol. Bilrubin serum total (mot) Bayi dengan sik rendah (2 38 minggu dan scat) Bayi dengan sso sed (2 38:mg + fio isko atau 35-37 677mg & schot Bayi dengan risk Gg (35-37 67 mrngge + fktor sl 9 Berulanit 2b jem —4Bjon = 7Riam = BB em hari Sheri 7 hari Umer Gambar 9. Panduan foto terapi pada bayi Usia kehamillan >35 minggu Sumber ; AAP ® Scbagai patokan gunakan kadar billirubin coral Faktor risiko: isoimune hemolytic disease, defisiensi G6PD, asfiksia, letargis, suhu tubuh yang tidak stabil, sepsis, asidosis,arau kadar albumin < 3 g/dL Pada bayi dengan usia kehamilan 35-37 6/7 minggu diperbolehkan untuk melakukan foto terapi pada kadar bilirubin total sekitar medium risk line. Merupakan pilihan untuk melakukan intervensi pada kadar bilirubin total serum yang lebih rendah untuk bayi- bayi yang mendekati usia 35 minggu dan dengan kadar bilirubin coral serum yang lebih. tinggi untuk bayi yang berusia mendekati 37 6/7 minggu. Diperbolehkan melakukan foro terapi baik di rumah sakic arau di rumah pada kadar bilirubin total 2-3 mg/dL di bawah garis yang ditunjukan, namun pada bayi-bayi yang memiliki faktor risiko foto terapi sebaiknya tidak dilakukan di rumah. Foto terapi intensif adalah foroterapi dengan menggunakan sinar blue-green spectrum (panjang gelmbang 430-490 nm) dengan kekuatan paling kurang 30 uW/em? (diperiksa dengan radiometer, atau diperkirakan dengan menempatkan bayi langsung di bawah sumber sinar dan kulit bayi yang terpajan lebih luas). Bila kosentrasi bilirubin ridak menurun arau cenderung naik pada bayi-bayi yang mendapat foto terapi intensif, kemungkinan besar rerjadi proses hemolisis.* 164 Buku Ajar Neonatologi ‘abel 9.9 Efek samping foroterapi Bfek samping Perubahan subu dan merabolk lainnya Perubahan spesifik dan cubuh Peningkacan Konsum oksigen Peningkatan lju respirash Peningkatan suhu lingkungan Implilcasi klinis Dipengotuhi oleh kemorangan, asupan kalort fenergi untuk mesespon perubshan suhu), adekuat arou cidaknya penyesuaian cerhadap suhu pada unit fototerapi, jarak dari unic ke bayi Peningkatan diven damarke 7 #2” iNkubacor (berkatan dengan alin udara a * dan kehilangan dara pada radiant warmer), penggunaan serocontol Pesubakan Perubahan sementara curah Terbukanya — kembali ~dukrus arteriosus, Kardiovaskular —_jancung dan penurunan curah — kermngkinan karena forcelakeas,biasony vidal venti! kit Sigofikan tethadap - hemodinamik. Perubahan hemodinamik tedlihar pada 12 jam percama fororecop, serelah itu Kembali ke awal atau imeningkae Seaway eran Peningkatan alin davah Meringkatkan kehilangan Caran perifer Peningkatan ingensible water lass Fungsi Saluran Coren Peningkatan jumlah dan frckuensi buang ait besar Dapat mengubah keperluan pemakaisn medikasi ineramuskular Discbabkan oleh kehilangon caltan melalut evaporasi, mecabolk, dan resprasi Dipengoruhi oleh lingkungan (lian udara, kelembaban, temperature), karakteristik unit fovoterapi, perubahan suhu, perubahan subu kulic ddan subu inti bayi, denyurt jancung, lau tespiras, laju metabolik, asupan kalor, bencuk tempaccidue (Mmeningkac dengan penggunaan radiant warmer dan inkubator) Berkairan dengan peningkatan aliran empedu yang dapat menstimulasi aktivitas saluran cera Feses cair, berwarna hijau ‘kecokelacan ‘Meningkatkan kehilangan cairan melalui feses Penurunan waktu transit usus Meningkarkan Kehilangan cairan Telalur feses dan tisiko debidrasi Penurunan absorpsi, recer nitrogen, ait dan elekeeolit Perubahan inendadak pada cairan dan elekcrolit Perubahan aktivicas laktosa, riboflavin Perubahan aktivitas _ Letargisgelisab Tntoleranat sementara laktosa dengan penuranan takease pada siliaepitel dan peniagkatan frekuens! BAB dan konsiscensi air pada feses ‘Dapat mempengaruhi hubungen orang tua ~ bayi Perubahan berat badan Penurunan nafsu makan Penurunan pada awatnya namun terkejar dalam 2-4 minggw ‘Menyebabkan perubshan asupan cairann dan kalori Disebabkan oleh pemberian asupan makanan yang bucuk dan peningkacan kehilangan melalui saluran cena Eiek oksler Tidak ada penelition pada manusia, samun perl perharian antara efek cahaya dibandingkan dengan efek penucup maca ‘Menurunnya input ensoris dan stimulas wensocis Penucup mata meningkatkan risiko infeksi, aberasi kornea, peningkacan tekanan intrakranial (ka tesla kencang) Asfiksia dan Resusitasi Bayi Baru Lahir 165 Pecubahan kulit Taming Disebabkan oleh induksi sintesa melanin arou disperse oleh sina uleravioler Rashes Disebabkan oleh cedera pada sel mast kulit dengan pelepasan histamine, eritema dari sinar ultraviolet Burns Disebabkan oleh pemaparan yang berlebiian dari emisi gelombang pendek sinar fluorescent Bronze baby syndrome Disebabkan oleh interaks! foroterapi dan akterus kolestasis, menghasilkan pigmen cokelat (Gilfuscin) yang mewarnai kulit, dapat pulih, dalam hitungan bulan Perubahan endokrin Perubahan kadar Balun diketahui secara pasti gonadotropin serum {peningkacan LH dan FSH) Perubahan Peningkatan curnover ‘Merupakon masalah bagi bayi dengan erombosit hhemacoiogi trombosit yang rendah dan yang dalam keadaan sepsis. Cedera pada sel dara merah _ Menyebabkan hemollsi, meningkackan dalam sirkulast dengan kebutuhan energi penurunan kalium dan peningkatan akeivitas ATP Perhatian ceshadap —_isolasi Efek diatasioich perawatan yang baik Perilsku psikclogis — “erabahan status organitasi __Dapac diatasl dengan interaksi orangt dan manajemen perilakw Dapac mempengaruhi scae kardiak Sumber: davi Blackburn ST* Transfusi tukar wv (madly Bilubin coral enum 19 166 513 Bayi dengan eho rendah (2 38 mingga dan hat) a ‘Bayi dengan riko sedang (2 35-mg + fktr riko atu 38.32 Ging sebac Bayi dengan reo ing (95.37 6/7 ming foto sk) J 8 oe eee l= = 3 aa i 2 = T= | a 7 2sr m Boruietir 24lem 4B jem = 7Ziom = BBiom «Shari Bhai Tri nue Gambar 9.5 Panduan transfusi tukar. ‘Sumber : AAP ® Buku Ajar Neonatofogi * Garis pucus-pucus pada 24 jam pertama menunjukan keadaan tanpa patokan pasti karena terdapat pertimbangan klinis yang luas dan tergantung respon tethadap foto tera! = Direkomendasikan tranfusi tukar segera bila bayi menunjukan gejala ensefalopati akut ( hipertoni, arching, retrocollis, opistoronus, high pitch cry, demam) atau bila kadar bilirubin toral > 5 mg/dL diacas garis patokan. = Faktor risiko: penyakit hemolitik aucoimun, defisiensi G6PD, asfiksia, lecargis, suhu tidak srabil, sepsis, asidosis = Periksa kadar albumin dan hitung casio bilirubin total / albumin (lihat tabel 9.9) + Sebagai patokan adalah bilirubin coral + Pada bayi sehac dan usia kehamilan 35-37 minggu ( risiko sedang) cransfusi tukar dapat dilakukan betsifat individual berdasarkan kadar bilirubin total sesuai usianya ‘Tabel 9. 10 Rasio bilirubin total/ albumin sebagai penunjang untuk memutuskan untuk transfusi tukar Rasio B/A Saat Transfusi tukar Katageri Risiko ‘Harus Dipertimbangkan Bi Tor ( mg/dl )/ Tot ((umolL ) Alb, g/dl JAlb, wo Bayi = 38 0/7 mg 80 0.94 Bayi 35077 mg -36 6/7 mgdan sehat atau 2380/7 mg jika vsiko tinggi atau icoimmune hemolytic disease atau defisiensi 72 084 G6PD Bayi 350/7-37 6/7 mg jika risiko tinggi atau Lsoimmune hemolytic disease atau defsiensi GOPD 68 080 ‘Dikutip dari AAP 20045 Dari gambar 9.4 dan 9.5 yang dikonversikan ke dalam angka dapat dilihat pada Tabel 9.11. Penatalaksanaan fororerpi dan tranfusi tukar berdasarkan berat badan pada Tabel 9.12 Tabel 9.11 Pecunjuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia pada bayi sehae cukup bulan berdasarkan American Academy of Pediarries Kacar Bilieubia Total Serum (mg/dL {umol/L]) “Transfusi tukar —‘Transfosi takes a (ke Pertimbangkan 7 i . A sia Gam) Ks Fototerapi ka fototerapi ——_& Foroterapi oo Fototerapi = neuf Goel Inensi Bae = 2 (170) = 15 (260) 2 20 (340) B 25 (430) 7 = 15 260) 218 G10} 225 (430) = 30 (510) 272 = 17 (290) = 20 G40) = 25 (430) = 3 (510) ‘Sumber: Madan A dk. Asfiksia dan Resusitasi Bayi Baru Lahir 167 ‘Tabel 9.12 Petunjuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia berdasarkan berat badan dan bayi baru Tahir yang relatif sehat ‘Kadar Bilirubin Total Serum (mg/dl) sehat sakit Berat Badan Fowwterapi “Transfusi cukar Foroterapi “Transfus kar Korang bulan < 100g 5-2 Bervariasi 4-6 Bervariasi 1001 ~ 1500 g 7-10 Bervariasi 6-8 Bervariasi 1501 - 2000 g 10-12 Bervariasi 8-10 Bervariasi 2001 - 2500 g 12-15 Bervariasi 10-12 Bewvariasi ‘Gukup bulan > 2500g 15-18 20-25 12-35 18-20 ‘Sumber : Madan A dkk? Komplikasi transfusi tukar:* 1. Hipokalsemia dan hipomagnesia. 2. Hipoglikemia. 3. Gangguan keseimbangan asam basa. 4. Hiperkalemia. 5. . Gangguan kardiovaskular + Perforasi pembuluh darah. + Emboli. + Infark. + Aricmia. + Volume overload. «© Arrest. 6. Pendarahan. + Trombositopenia. + Defisiensi faktor pembekuan. Infeksi. . Hemolisis. Grafi-versus host disease Lain-lain: hipotermia, hipertemia, dan kemungkinan terjadinya enterokolitis nekro- tikans meen 2 Daftar pustaka 1. Wong R], Stevenson DK, Ahlfors CE, Vreman H). Neonaral jaundice : Bilirubin Physiology and Clinical Chemistry. NeoReviews 2007; 8 : 58-67 . 2. Blackburn ST, penyunting, Bilirubin metabolism. maternal, fetal, & neonatal physiology, a clinical perspective. Edisi ke-3. Saunders. Missouri; 2007. 3. Hansen TWR. Jaundice, neonatal. E Medicine, 2006, June. Diunduh dari; URL: www.emedicine. comipedftopic 1661 hun. 4 Martin CR, Cloherty JP Neonacal hyperbilitubinemia. Dalam : Cloherry JP Eichenwaald EC, Stark AR, penyunting, Manual of neonatal care. Edisi ke 5. Philadelphia: Lippincowt Williams & Wilkins. 2004; h.185-221. 168 Buku Ajar Neonatologi 5. Madan A, Macmahon JR, Stevenson DK. Neonatal hyperbilirubinemia. In : Taeusch HW, Ballard RA, Gleason CA, editors. Avery’s disease af the newborn, Edisi ke 8. Philadelphia : WB. Saunders CO, 2005; h.1226-53. 6. American Academy of Pediatrics. Subcommittee on hyperbilirubinemia. Management of hyperbilicubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation. Clinical Practice Guidelines, Pediatrics 2004; 114: 297-316. 7. Mac Mahon JR, Stevenson DK, Oski FA. Bilirubin metabolism. Dalam ; Taeusch HW, Ballard RA, editors. Avery's diseases of the newborn. Edisi ke 7. Philadelphia: WB Saunders Company, 1998; b.995-1092. 8 Maisels MJ. Jaundice. Dalam ; Avety GB, Fletcher MA, Mac Donald MG, penyunting. Neonatology, pathophysiology & management of the newborn, Edisi ke 5. Baltimore: Lippincot William & Wilkins, 1999; b.765-819. . 9. Halamek LR Stevenson DK. Neonatal jaundice and liver disease. Dalam : Fanaroff AA, Martin RJ, penyunting. Neonatal-pericatal medicine. Diseases of the fetus and infant. Edisi ke 7. St Louis: Mosby inc, 2002; h.1309-50, 10. Gourley GR. Breasfeeding diet and neonatal hypetbilirubinemia. Neoreviews 2000; 1:25-31. IL. Porter ML, Dennis BL. Hyperbilirubinemia in the newborn. Am Fam Phy 2002; Diunduh dari: URL : httpwsow.aaffp.orgfafp hem. 12, Wong RJ, Bhutani VK, Vreman Hj, Stevenson, DK. Tin mesoporphyrin for the prevention of severe neoncal hyperbilirubinemia. Pharmacology review, Neo reviews 2007; 3: 77-84. Asfiksia dan Resusitesi 8ayi Baru Lahir 169 BAB X SEPSIS PADA BAYI BARU LAHIR Asril Aminullah Pendahuluan Sepsis pada BBL (sepsis neonatal) masih merupakan masalah yang belum dapat terpecahkan dalam pelayanan dan perawatan BBL. Di Negara berkembang, hampir sebagian besar BBL yang dirawat mempunyai kaitan dengan masalah sepsis. Hal yang sama ditemukan di Negara maju pada bayi yang dirawat di unit perawatan incensif BBL. Di samping morbiditas, mortalitas yang tinggi ditemukan pula pada penderita sepsis BBL. Dalam laporan WHO yang dikutip Child Health Research Projece Special Report : Reducing perinatal and neonatal mortality (1999) dikemukakan bahwa 42% kematian BBL terjadi karena berbagai bentuk infeksi seperti infeksi saluran pernafasan, tetanus neonatorum, sepsis dan infeksi gastrointestinal. Di samping Tetanus neonatorum, case fatality rate yang cinggi ditemukan pada sepsis neonatal. Hal ini terjadi karena banyak faktor risiko infeksi pada masa perinatal yang belum dapat dicegah dan ditanggulangi.’ Angka kejadian/insidens sepsis di negara yang sedang berkembang masih cukup tinggi (1.8 — 18 / 1000) dibanding dengan negara maju (1-5 pasien / 1000 kelahiran)? Pada bayi laki-laki risiko sepsis 2 kali lebih besar dari bayi perempuan. Kejadian sepsis juga meningkat pada BKB dan BBLR. Pada bayi berac lahir amat rendah (<1000 g) kejadian sepsis terjadi pada 26 perseribu kelahiran dan keadaan ini berbeda bermakna dengan bayi berat lahir antara 1000-2000 g yang angka kejadiannya antara 8-9 perseribu kelahiran. Demikian pula risiko kematian BBLR penderita sepsis lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi cukup bulan. Secara Nasional kejadian/insidensi sepsis neonatal belum ada. Laporan angka kejadian di Rumah Sakit menunjukkan jauh lebih tinggi khususnya bila Rumah Sakit tersebut merupakan tempat rujukan. Di RS CiptoMangunkusumo misalnya, angka kejadian sepsis neonatal memperliharkan angka yang tinggi dan mencapai 13.7% sedangkan angka kematian mencapai 14%2 ‘Walaupun infeksi bakterial berperan penting dalam sepsis neonatal, tetapi infeksi virus tetap perlu dipertimbangkan. Dari pengumpulan data selama 5 tahun terakhir, Shattuck (1992) melaporkan bahwa selain infeksi bakteri, infeksi virus khususnya enterovirus berperan pula sebagai penyebab sepsis/meningicis neonatal.‘ Pada topik ini, sepsis neonatal yang dibahas adalah yang disebabkan oleh bakteri. Dari tahun ke tahun insiden sepsis tidak banyak mengalami perbaikan, sebaliknya angka kematian memperlihatkan perbaikan yang bermakna. Di Inggris, angka kematian sepsis neonatal pada tahun 1985-1987(25-30%) menunjukkan penurunan yang bermakna dibandingkan dengan tahun 1996-1997 (menjadi 10%). Hal ini terjadi karena kemajuan 170 Buku Ajar Neonatologi ceknologi kedokteran serta penemuan berbagai macam antibiotika baru. Perbaikan angka kematian ini tidak disertai dengan perubahan insidens sepsis pada waktu tersebut Dalam 5 — 10 tahun terakhir ini tetdapat informasi baru mengenai patogenesis sepsis. Informasi ini memberikan juga cakrawala baru dalam pencegahan dan manajemen. bayi. Beberapa studi melaporkan cara diagnosis dan tata laksana sepsis yang lebih efisien dan efekcif pada bayi yang berisiko. °# Cara rerakhir ini membutuhkan teknologi kedokteran yang lebih canggih dan mahal yang mungkin belum dapat terjangkau untuk Negara berkembang. Definisi Sepsis pada BBL adalah infeksi aliran darah yang bersifatinvasif dan ditandai dengan ditenukannya bakteri dalam cairan tubuh sepserti dara, cairan sumsum tulang atau ait kemih. Keadaan ini sering terjadi pada bayi berisiko misalnya pada BKB,BBLR, Bayi dengan Sindrom Gangguan Napas atau bayi yang Iahir dari ibu berisiko. Sepsis neonatal biasanya dibagi dalam dua kelompok yaitu sepsis awitan dini dan awitan lambat, Pada awitan dint, kelainan ditemukan pada hari-hari pertama kehidupan (umur dibawah 3 hari).Infeksi terjadi secara vercika] karena penyakit ibu acau infeksi yang diderita ibu selama persalinan atau kelahiran. Berlainan dengan kelompok awican dini, penderira awitan lambat terjadi disebadkan kuman yang berasal dati lingkungan di sekitar bayi setelah hari ke 3 lahir. Proses infeksi semacam ini disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal dan rermasuk didalamnya infeksi karena kuman nosokomial. Selain perbedaan wakeu paparan kuman, kedua bentuk infeksi juga berbeda dalam macam kuman penyebab infeksi. Selanjutaya baik. patogenesis, gambaran klinis ataupun penatalaksanaan penderita tidak banyak berbeda dan sesuai dengan perjalanan sepsisnya yang dikenal dengan cascade sepsis? Sejak adanya konsensus dari American College of Chest Physicians/ Society of Critical Care Medicine (ACCP/SCCM) telah timbul berbagai istilah dan definisi di bidang infeksi yang banyak pula dibahas pada kelompok BBL dan penyakit anak’ Istilah/definisi tersebut ancara lain: © Sepsis merupakan sindcom respons inflamasi sistemik (Systemic Inflammatary Respons Syndrome - SIRS) yang terjadi sebagai akibac infeksi bakeeri, virus, jamur ataupun arasit. . Sepa berat adalah keadaan sepsis yang diserrai disfungsi organ. kardiovaskular dan gangguan napas akur atau terdapat gangguan dua organ lain (seperti gangguan neuralogi, hematologi, urogenital, dan hepatologi). + Syok sepsis terjadi apabila bayi masih dalam keadzan hipotensi walaupun telah mendapatkan cairan adekuat. © Sindroma disfungsi multi organ terjadi apabila bayi tidak mampu lagi mempertahankan homeostasis tubuh sehingga terjadi perubahan fungsi dua atau lebih organ tubuh. Masalah 1, Sering menimbulkan kematian 2. Penegakan diagnosis kadang sulit karena sering sepsis asimtomatik 3. Gefala sisa bila bayi dapat bertahan hidup 4. Biaya yang dikeluarkan cukup mahal Sepsis pada Bayi Baru Lahir 171 Masalah jenis infeksi Pada masa neonatal berbagai bentuk infeksi dapac terjadi pada bayi. Di negara yang sedang berkembang macam infeksi yang sering ditemukan berturut-turut infeksi saluran pernapasan akut, infeksi saluran cerna (diare), tetanus neonatal, sepsis dan meningitis (lihat tabel 10.1)" Tabel 10.1 Jenis infeksi utama pada masa neonaral “Angla Kematian Kasus Jenis infeksi Jumlah penderita (Case fataliey rate) Jomlah kematian (94) Infeksi Pernafasan Aku 2,500,000 o 750,000 ‘Tecanus Neonatal 438,000 85 372,000 Sepsis 40 300,000 Diare 6 150,000 Meningitis 40 50,400 ‘Sumber : Sto, BJ?” Selanjutnya dikemukan bahwa case fatality rate yang tinggi cerjadi pada penderira tetanus dan sepsis/meningitis neonatal. Kedua penyakit rerakhir ini lebih banyak menimbulkan masalah bila dibandingkan dengan penderica infeksi lain.?° Dilndonesia mortalitas yang disebabkan oleh Tetanus neonatorum sudah banyak mengalami perbaikan, Berlainan halnya dengan tetanus, case fatality vate yang tinggi pada penderita sepsis dan meningitis merupakan masalah yang belum cerpecahkan sampai saat ini Permasalahan tersebut dapat terjadi akibat berbagai fakor termasuk diantaranya masalah kuman penyebab, masalah diagnosis ataupun masalah penatalaksanaan dan pencegahan sepsis. Masalah kuman penyebab Pola kuman penyebab sepsis tidak selalu sama antara satu Rumah sakit dengan Rumah sakit yang lain. Perbedaan tersebut terdapat pula antar suatu negara dengan negara lain Perbedaan pola kuman ini akan berdampak terhadap pemilihan antibiotik yang dipergunakan pada pasien. Perbedaan pola kuman mempunyai kaitan pula dengan prognosa serta komplikasi jangka panjang yang mungkin diderita BBL. Hampir sebagian besar kuman penyebab di negara berkembang adalah kuman Gram negatif berupa kuman enterik seperti Enterobacter sp, Klebsiella sp dan Coli sp 7. Sedangkan di Amerika Utara dan Eropa Barat 40% penderita cerutama disebabkan oleh Streptokokus grup B, Selanjutnya kuman lain seperti Coli sp, Listeria Sp dan Enterovirus ditemukan dalam jumlah yang lebth sedikic!® Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang berkembang pola kuman yang terlihat juga tidak banyak berbeda dengan kuman di negara berkembang Jainnya. Karakteristik mikroorganisme penyebab sepsis di beberapa Rumah Sakit di Indonesia terlihac dalam cabel 10.2 di bawah. 172 Buku Ajar Neonatologi ‘Tabel 10.2 Kuman penyebab sepsis BBL di beberapa rumah sakit di Indonesia Peneliti ‘Tempat pote Miksoorganisme terbanyak ‘0 1 Stapkalococcws coagulated negative, Suarca (2004) RS Songlab, Denpasar 104 Ce an Serratia sp, Klebsiella pneumoniae, Siswanto (2004) m RS Hasopan 64 Enterobacter aerogenes, Klebsiella sp, B ita, Jakarta Enerbac Rohsiswatme Acinetobacier cokiaceicns, (2005)"" RSCM, Jakarca 310 Enterobacter sp, Seapkslococess sp | Staphylococus epidermidis, Yuiana 2006)" AS Hatin Sutlkin, sy Burkholderia cepaci, Klebsiella fandong prewmoice , ‘AcTnetobacercacoaceticus, Klebsiella Sofah F cays RSMoh Husein, 3g taewmonia, Staphylococcus embang epidennidis, Sereprococens vridans Staphylococeu congulated-negatve, Rahman (2006}' RS Suromo, Surabaya 36 “Acinnobates, Enterobacter aerogenes. Klebsiella pneumoniae. Sumber : Suarca , Siswanto , Rahsiswatino ", Yaliana 4, Sofah € 'S, Rahonan Walaupun penyebab perbedaan ini belum diketahut secara pasti, cetapi beberapa hipotesis yang sering dikemukakan adaiah karena = » — Tingginya angka kejadian kolonisasi kuman pada ibu. © Perbedaan pola kuman yang berada dilingkungan ibu dan bayi. © Perbedaan dalam respons imun dan faktor-faktor genetik dasi populasi © Perbedaan dalam melakukan analisa mikrobiologik yang dilaksanakan di masing-masing negara, » Perbedaan dalam cingkat pendidikan kesehatan dan pelayanan keseharan masing- masing negara. Penderita sepsis yang disebsbkan kuman Streptokokus Grup B ternyata mempunyai angka kematian yang lebih rendah dibandingkan penderita yang disebabkan kuman Gram negatif® Sclain perbedaan ancar negara, pola kuman juga selalu berubah dari wakeu ke waktu, Pada rabel 10. 3 texlihat perubahan pola kuman dari waktu ke waktu, Di RSCM dalam 30 tahun cerakhir ini telah terlihat tiga kali perubahan pola kuman yang ada. Sepsis peda Bayi Baru tahir AWB ‘Fabel 10.3 Perbedaan pola kuman dari waktu ke wakeu 1975-1980 1985-1990 1995-2003 RSCM/FRUI Acinetobacter Sp Salmonella Pseudomonas Sp Enterobacter Sp (Moningja, £9855 Klebselle Sp Klebsiella Sp Pseudomonas Sp Aminullah 1993, Amir T oop E, Coli Serratia Sp. 2003) E.Coli (ess Univ CDC Group B Serep. ECali Group B Strep. Aclanta) E.Coli Grove Boe. Listeria Sp (Shatwuck 1992; Schuchat Listeria Sp Enterovine Screp. pneumoniae nterovirus 1997) ox Group B Strep. Group B Sep. E.Coli Listeria Sp Listeria Sp. E.Coli (Heath PT 2003) Encerovius Eneerovirus Sumber : Aminullah A # Memperhatikan permasalahan kuman yang dibahas diacas, pertimbangan2 yang perlu dilakukan dalam tata laksana sepsis neonatal antara lain : ¢ Pemilihan antibiotik empirik untuk sepsis neonatal harus memperhatikan pola kuman penyebab yang paling sering ditemukan di masing masing Rumah Sakir + Jenis kuman penyebab perlu dievaluasi secara berkala © Upaya diagnosis dini kuman penyebab akan berpengaruh terhedap cata laksana dan prognosis pasien. Masalah diagnosis Diagnosis klinis sepsis neonatal mempunyai masalah tersendiri, Gambaran klinis pasien sepsis neonatal tidak spesifik. Tanda dan gejala sepsis neonatal tidak berbeda dengan penyakit non infeksi BBL lain seperti sindrom gangguan nafas, perdarahan incrkranial dan lain-lain. Demikian pula gejala sepsis klasik yang ditemukan pada anak lebih besar jarang terjadi pada BBL, namun tragisnya keterlambatan dalam diagnosis pasien berpotensi mengancam kelangsungan hidup bayi. Selain itu akan berpengaruh pula pada prognosis pasien. Sampai-saat ini, biakan darah masih merupakan baku emas dalam diagnosis sepsis BBL. Pemeriksaan biakan ini mempunyai kelemahan tersendiri. Hasil biakan kuman baru akan diketahui setelah 3-5 hari. Selain icu, hasif biakan dipengaruhi pula oleh pemberian antibiotik sebelumnya acau kemungkinan kontaminasi kuman nosokomial.?! Selanjutnya biakan sangat tergantung dari jumlah bahan pemeriksaan. Bila sampel darah yang diperiksa 1 mL sensitivitas akan berkurang sekitar 30-40%. Sebaliknya sensitivitas dan spesifisicas pemeriksaan akan meningkat sampai 70-80% bila menggunakan 3 mL. darah2 174 Buku Ajar Neonatologi Berbagai pemeriksaan penunjang lain seperti C reactive protein, rasio YT dll, tidak spesifik dan tidak dapat dipakai sebagai pegangan tunggal dalam diagnosis pasien sepsis. Akhir-akhir ini pemeriksaan biomolekular dan respons imun/sitokin dianggap lebih bermanfaat dalam menunjang diagnostik sepsis neonatal. Dibandingkan, dengan biakan darah, pemetiksaan biomolekuler dilaporkan mampu lebih cepat memberikan informasi jenis kuman. Selanjutnya dikemukakan bahwa sitokin yang beredar dalam sirkulasi pasien sepsis dapat dideteksi 2 hari sebelum gejala klinis sepsis muncul.’ Kedua pemeriksaan terakhis ini bermanfsat dalam manajemen pasien karena hal ini memumgkinkan pengobatan ditakukan lebih dini, lebih efisien sesca efektif sehingga komplikasi jangka panjang dapat dihindarkan- Masalah manajemen Pemitihan antibiotik dalam penatalaksanan sepsis neonatal memerlukan pettimbangan yang macang. Seperti dikemukakan sebelumnya, kuman penyebab infeksi tidak selalu sama satu dengan lainnya, baik antar Rumah sakit acaupun antec waktu. Selain itu sering terjadi dilema dalam penatalaksanaan pasien. Keterlambatan pengobatan akan meningkatkan mortalitas, sedangkan pemberian terlalu cepat sering menimbulkan over treatment yang dapat merugikan penderita. Oleh karena itu pemilihan spekerum antibiotik harus ditetapkan dengan tepat sesuai dengan pola kuman yang ditemukan serta dipethatikan pula coksisitas obat dan kemungkinan resistensi kuman dikemudian hast Selanjutnya dalam penatalaksanaan pasien perlu diperhatikan respons cubuh pasien terhadap perjalanan penyakit (cascade) infeksi yang tetjadi. Perubshan respons rubuh yang dimulai dengan sepsis dan bercurut-turut terjadi sepsis berat, syok sepsis dan gangguan fungsi multiorgan memerlukan antisipasi dan kemungkinan terapi tambahan (adjuvant therapy). Pemilihan terapi tambahan ini harus mempestimbangkan manfaac yang berbasis bukti. Masalah pencegahan Pencegahan sepsis neonatal juga mempunyai permasalahan tersendizi. Perawatan BBL yang sempurna tidak akan memberikan hasil yang optimal apabila tidak disertai perawatan ancenatal yang baik. Fakror-fakcor seperti sosial ekonomi, pendidikan ibu, jangkauan pelayanan kesehatan primer yang terlalu jauh serta kunjungan perawatan antenatal yang terbacas merupakan masalah umum yang dihadapi oleh ibu hamil sehari-bati. Gambaran. proses reproduksi semacarn ini akan berdampak tethadap tingginya kelahiran bayi BBLR, KB dan risiko infeksi ibu selama kehamilan dan persalinan. Ketiga fakeor teralehir ini merupakan faktor yang mempersulit rerlaksananya pencegahan sepsis neonatal. Selanjutaya, faktor yang berperan dalam timbulnya infeksi awitan lambat seperti tingginya kejadian infeksi kuman nosokomial di rumah sakie, ruang rawat yang sering terlalu penwh, cingginya insidens bayi KB/BBLR yang memperpanjang masa rawac dan kadang-kadang memerlukan perawatan khusus, kesemuanya metupakan masalah dalam mencegah rerjadinya sepsis diruang perawatan BBL. Sepsis pada Bayi Baru Lahir 175 Patofisiologi dan patogenesis ‘Selama dalam kandungan janin relacif aman terhadap kontaminasi kuman karena terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion, khorion, dan beberapa faktor anti infeksi pada cairan amnion. Walaupun demikian kemungkinan kontaminasi kuman dapat timbul melalui berbagai jalan yaitu : 1. Infeksi kuman, parasit atau virus yang diderita ibu dapat mencapai janin melalui aliran darah menembus barier plasenta dan masuk sirkulasi janin. Keadaan ini ditemukan pada infeksi TORCH, Triponema pallidum atau Listeria dll. 2. Prosedur obstetri yang kurang memperhatikan faktor aseptik/antisepsik misalnya saat pengambilan contoh darah janin, bahan villi khorion atau amniosentesis. Paparan kuman pada cairan amnion saat prosedur dilakukan akan menimbulkan amnionicis dan pada akhirnya terjadi kontaminasi kuman pada janin. 3. Pada saat ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina akan lebih berperan dalam infeksi janin. Pada keadaan ini kuman vagina masuk ke dalam rongga uterus dan bayi dapat terkontaminasi kuman melalui saluran pernafasan ataupun saluran cerna. Kejadian kontaminasi kuman pada bayi yang belum tahir akan meningkat apabila ketuban telah pecah lebih dari 18-24 jam. Setelah lahir, koncaminasi kuman terjadi dari lingkungan bayi baik karena infeksi silang ataupun karena alat-alac yang digunakan bayi, bayi yang mendapat prosedur neonatal invasif seperti kareterisasi umbilikus, bayi dalam ventilator, kurangmemperhatikan rindakan a/anei sepsis, rawac inap yang terlalu lama dan hunian terlalu padat, dll. Pasien yang terpapar setelah lahir ini dikelompokan dalam kelompok pasien sepsis dengan awitan lambat sedang yang sebelumnya dikelompokkan pada kelompok awitan dini. Bila paparan kuman pada kedua kelompok ini berlanjut dan memasuki aliran darah maka akan terjadi respons tubuh yang berupaya untuk mengeluarkan kuman dari tubuh. Berbagai reaksi tubuh yang terjadi akan memperlihatkan pula bermacam gambaran gejala klinis pada pasien. Tergantung dari perjalanan penyakic, gambaran klinis yang terlihat akan berbeda, karenanya penatalaksanaan penderita selain pemberian antibiotik, harus memperhatikan, pula gangguan fungsi organ yang timbul akibat beratnya penyakie. Short MA (2004) mengemukakan bahwa patofisiologi dan tingkat beratnya sepsis tampaknya tidak banyak berbeda antara pasien dewasa dan bayi. Sepsis biasanya akan dimulai dengan adanya repons sistemik tubuh dengan gambaran proses inflamasi, Koagulopati, gangguan fibrinolisis yang selanjutnya menimbulkan gangguan sirkulasi dan perfusi yang berakhir dengan gangguan fungsi organ. Informasi dalam patpgenesis dan perjalanan penyakit penderita sepsis ini merupakan konsep patogenesis infeksi yang banyak dibahas akhir-akhir ini dan dikenal dengan konsep “systemicinflammatory response syndrome” (SIRS). Dalam konsep inidiajukan adanyagambaran Klinik infeksi dengan respons sistemik yang pada stadium lanjut menimbulkan perubahan fungsi berbagai organ tubuh yang disebur Multi Organ Dysfunction Syndrome (MODS). Patofisologi cascade inflamasi ini berbeda dengan gambaran yang dianut sebelumnya dan hal ini merubah pula definisi berbagai keadaan yang ditemukan pada cascade tersebut? Pada mulanya Konsep ini lebih banyak diteliti pada pasien dewasa, tetapi patofisiologi 176 Buku Ajar Neonatologi mengenai SIRS dan MODS ini mulai di bahas pula dalam bidang pediatri dan BBL2**7 Berlainan dengan pasien dewasa, pada BBL terdapat berbagai cingkat defisiensi system pertahanan tubuh, sehingga respons sistemik pada janin dan BBL akan berlainan dengan pasien dewasa, Sebagai contoh, pada infeksi awitan dini respons sistemik pada BBL mungkin. terjadi saat bayi masth didalam kandungan. Keadaan ini dikenal dengan fetal inflammatory response syndrome (FIRS), yaitu infeksi janin atau BBL terjadé karena penjalaran infeksi kuman vagina - ascending infection - atau infeksi yang menjalar secara hematogen dari ibu yang menderita infeksi. Dengan demikian konsep infeksi pada BBL, khusus pada infeksi awiran dini, perjalanan penyakic bermula dengan FIRS kemudian sepsis, sepsis berat, syok septik/renjatan septik, disfungsi multi organ dan akhirnya kematian® Pada infeksi awican lambat perjalanan penyakic infeksi tidak berbeda dengan definisi pada anak. Dengan kesepakatan rerakhir ini, definisi sepsis neonatal ditegakkan. apabila terdapat keadaan SIRS/FIRS yang dipicu infeksi baik berbentuk tersangha (suspected) infeksi ataupun terbukti (proven) infeksi. Selanjurnya dikemukakan, sepsis BBL ditegakkan bila ditemukan satu atau tebth kriteria FIRS/SIRS yang disertai dengan gambaran klinis sepsis. Gambaran klinis sepsis BBL tersebut bervariasi, karena itu kriteria diagnostik harus pula mencakup pemerikasaan penunjang baik pemeriksaan laboratorium acaupun petneriksaan khusus lainnya. °527 Kriteria cersebut terkaie dengan perubahan yang terjadi dalam perjalanan penyakit infeksi. Perubahan tersebut dapat dikelompokan dalam berbagai_ variabel ancara tain variabel klinik (seperti suhu tubub, laju nadi dll), vatiabel hemodinamik (rekanan darah), varabel perfusi jaringan (capillary refill) dan variabel inflamasi (gambatan leukosit, trombosit, IT ratio, sitokon dll.) ** Berbagai variabel inflamasi tersebut di atas merupakan respons sistemik yang ditemukan pada keadaan FIRS/SIRS yang antara lain terlihat adanya perubahan system hematologik, system imun tubuh dll? Dalam sistem imun, salah satu respons sistemik yang penting pada pasien SIRS/FIRS adalah pembentukan sitokin. Sitokin yang terbentuk dalam proses infeksi berfungsi sebagai regulator reaksi tubub terhadap infeksi, inflamrmasi arau trauma. Sebagian sitokin (Pro inflammatory cytokine seperti IL-1, IL-2 dan TNF-a) dapat memperburuk keadaan penyakit tetapi sebagian lainnya (anti-inflammatory cytokine seperti IL-4 dan, IL-10) bertindak meredam infeksi dan mempectahankan homeosrasis organ vital tubuh. Selain berperan dalam regulasi proses inflamasi, pembencukan sitokin dapat pula digunakan sebagai penunjang diagnostik sepsis neonatal. Kuster dkk (1998) melaporkan Dahwa sitokin yang beredar dalam sirkulasi pasien sepsis dapat dideteksi 2 hari sebelum gejala klinis sepsis muncul.?*" Pelaporan ini bermanfaat dalam manajemen pasien karena pada bayi berisiko tata laksana sepsis dapat dilakukan dengan lebih efisien. Perubahan sistem imun penderita sepsis menimbulkan perubahan pula pada system koagulasi.?® Pada sistem koagulasi cersebue terjadi peningkatan pembentukan Tissue Factor (TF) yang bersama dengan faktor VII darah akan berperan pada proses koagulasi. Kedua faktor tersebur menimbulkan akcivasi faktor IX dan X schingga terjadi proses hiperkoagulasi yang menyebabkan pembencukan tombin yang berlebihan dan selanjuraya meningkatkan produksi fibrin dari fibrinogen..Pada pasien sepsis, respons Aibrinolisis yang biasa terlihat pada bayi normal juga terganggu. Supresi fibrinolisis Sepsis pada Bayi Baru Lahir 177 terjadi karena meningkatnya pembentukan plasminogen-activator inhibitor-! (PAI-1) yang dirangsang oleh mediator proinflamasi (TNF alpha). Demikian pula pembentukan trombin yang berlebihan berperan dalam akeivasi chrombin-activatable fibrinolysis inhibitor (TAF) yaitu fakcor yang menimbulkan supresi fibrinolisis. Kedua faktor yang berperan dalam supresi ini mengakibatkan akumulasi fibrin darah yang dapat menimbulkan mikrorrombi pada pembuluh darah kecil sehingga terjadi gangguan sirkulasi. Gangguan tersebut mengakibatkan hipoksemia jatingan dan hipotensi sehingge terjadi disfungsi berbagai organ tubuh. Manifestasi disfungsi multiorgan ini secara klinis dapat memperlihatkan. gejala-gejala sindrom distres pernafasan, hipotensi, gagal ginjal dan bila tidak teracasi akan diakhiri dengan kematian pasien. Diagnosis Diagnosis dini sepsis neonatal penting artinya dalam penatalaksanaan dan prognosis pasien. Kererlambatan diagnosis berpotensi mengancam kelangsungan hidup bayi dan memperburuk prognosis pasien. Seperti telah dikemukakan cerdahulu, diagnosis sepsis neonatal sulit karena gambaran klinis pasien tidak spesifik. Gejala sepsis klasik yang ditemukan pada anak lebih besar jarang ditemukan pada BBL. Tanda dan gejala sepsis neonatal tidak berbeda dengan gejala penyakit non infeksi berat lain pada BBL. Selain itu tidak ada satupun pemeriksaan penunjang yang dapat dipakai sebagai pegangan tunggal dalam diagnosis pasti pasien sepsis. Dalam menentukan diagnosis diperlukan berbagai informasi antara lain : © Faktor risiko © Gambaran Klinik © Pemeriksaan penunjang Keriga faktor ini perlu dipertimbangkan saat menghadapi pasien karena salah sara faktor saja tidak mungkin dipakai sebagai pegangan dalam menegakkan diagnosis pasien. Faktor risiko sepsis dapat bervariasi rergantung awitan sepsis yang diderita pasien. Pada awitan dini berbogai faktor yang terjadi selama kehamilan, persalinan ataupun kelahiran dapat dipakai sebagai indikator untuk melakukan elaborasi lebih lanjut sepsis neonatal. Berlainan dengan awitan dini, pada pasien awitan lambat, infeksi cerjadi karena sumber infeksi yang terdapac dalam lingkungan pasien. Pada sepsis awitan dini faktor risiko dikelompokkan menjadi: 1. Faktor ibu : Persalinan dan kelahiran kurang bulan Ketuban pecah lebih dari 18-24 jam Chorioamnionitis Persalinan dengan rindakan Demam pada ibu (>38.4°C), Infeksi saluran kencing pada ibu. Faktor social ekonomi dan gizi ibu. mmpeoge 178 Buku Ajar Neonatologi 2. Fakvor bayi Asfiksia perinacat Berat lair rendah Bayi kurang bulan Prosedur invasif Kelainan bawaan sooge Semua fakeor di atas sering kita jumpai dalam praktek sehati-hari dan sampai saac ini masih menjadi masalah yang belum terselesaikan. Hal ini merupakan salah satu faktor penyebab mengapa angka kejadian sepsis neonatal tidak banygk mengalami perubahan dalam dekade terakhir ini. Berlainan dengan awitan dini, pada pasien awitan lambat, infeksi tetjadi karena sumber infeksi yang berasal dati lingkungan tempat perawatan pasien. Keadaan ini sering ditemukan pada bayi yang dirawat di ruang intensif BBL, bayi kurang bulan yang mengalami lama rawat, nutrisi parenteral yang berlaru-larut, infeksi yang bersumber dari alat perawatan bayi, infeksi nosokomial atau infeksi silang dari bayi lain atau dari tenaga medik yang merawat bayi. Faktot risiko awitan dini maupun awitan lambat ini walaupun tidak selalu berakhir dengan infeksi, harus tetap mendapatkan perhatian khusus terutama bila disertai gejala klinis. Hal ini akan meningkatkan identifikasi dini dan tata laksana yang lebih efisien pada sepsis neonatal sehingga dapat memperbaiki mortalitas dan morbiditas pasien. ‘Seperti telah diungkapkan sebeluranya, gejala sepsis klasik yang ditemukan pada anak lebih besar jarang ditemukan pada BBL. Pada sepsis awitan dini janin yang terkena infeksi mungkin menderita takikardi, lahir dengan asfiksia dan memerlukan resusitasi karena nilai Apgar yang rendah, Setelah lahir, bayi terlihat temah dan tampak gambaran klinis sepsis seperti hipo/hipertermia, hipoglikemia dan kadang-kadang hiperglikemia. Selanjutnya akan terlihat berbagai kelainan dan gangguan fungsi organ tubuh. ‘Gangguan fungsi organ tersebut antara lain kelainan susunan sataf pusat seperti letargi, refleks hisap buruk, menagis lemab kadang-kadang terdengar high pizch cry dan bayi menjadi iritabel serta mungkin disertai kejang, Kelainan kardiovaskular seperti hipotensi, pucat, sianosis, dingin dan chummy skin. Bayi dapar pula mempeslihatkan kelainan hematologik, gastroincestinal araupun gangguam respirasi seperti perdarahan, ikterus, munrah, diare, distensi abdomen, intoleransi minum, waktu pengosongan lambung yang memanjang, takhipnu, apnu, merintih dan retraksi. #*? Pada tabel 10-4 terlihat berbagai gambaran klinis yang bisa terlihac pada disfungsi multiorgan.* Manifestasi gambaran klinis cersebut sangat tergantung pada beratnya gangguan yang terjadi pada masing- masing organ. Sepsis pada Bayi Baru Lahir 179 ‘Tabel 10. 4 Garmivaran klinis disfungs| multiorgan pada bayi Gangguan organ Gambaran klinis TTelanan daalhsiscolik <40 mmHg Denyut jancung <50 atau >220/nenie Terjadi henci jantung pil darah < 7.2 pada PaCO2 normal kebueuhan akan inocropik uncuk mempertahankan ceksnan darah normal, Kardiovaskular Saluran napas Feekuensi napas > 90/menit PaCO2 > 65 mmbig PaO2 < 40 mmHg Memerlukan verclasi mekanik FiQ2 < 200 tanpa kelainan jantung sianock System hemarologike Hb < 5 gidl WBC < 3.000 sel/mmkubic Trombosit < 20000 Dedimer > OSuginl pada PTT >20 decik arau wakeu romboplastin > 60 desk SSP: Kesadaran menurua diserta dilatasi pupil Gangguan ginjal Ureum > 100 mg/dL Creatinin > 20 mg/d. Gastroenterologi Perdarahan gastrointestinal disertoi dengun penurunan Hb > 2 2% hipotensi, perlu tranfusi darah atau operasi gastrointestinal Hepat : Bilirubin coral > 3 mg% Sumber : Proulx & Fayon M, Farrel C, etal * Bervariasinya gejala klinik dan gambaran klinis yang tidak seragam inenyebabkan kesulitan dalam menentukan diagnosis pasti. Untuk hal itu pemeriksaan penunjang baik pemeriksaan laboratorium ataupun pemeriksaan khusus lainnya sering dipergunakan dalam membantu menegakkan diagnosis. Upaya inipun campaknya masih belum dapat diandalkan. ‘Sampai saat ini pemeriksaan laboratorium cunggal yang mempunyai sensitificas dan spesifisicas tinggi sebagai indikator sepsis, belum ditemukan. Dalam penentuan diagnosis, incerpretasi hasil laboratorium hendaknya memperhatikan faktor risiko dan gejala klinis yang terjadi.? Seperti diungkapkan sebelumnya, diagnosis infeksi sisremik sulic ditegakkan apabita hanya berdasatkan riwayat pasien dan gambaran klinik saja. Untuk hal tersebut perlu cilakukan pemeriksaan penunjang yang dapat membantu konfirmasi diagttosis. Pemeriksaan penunjang tersebue dapat berbentuk pemeriksaan laboracorium araupun pemeriksaan kehusus lainnya. Langkah tadi disebut Septic work up dan rermasuk dalam hal ini pemeriksaan biakan darah. Hasil biakan sampai saat ini masih menjadi baku emas dalam menentukan diagnosis, cevapi hasil pemeriksaan membutuhkan waktu minimal 2-5 hari¥ Interpretasi hasil kultur perlu pertimbangan dengan hati-hati khususnya bila kuman yang ditemukan berlainan jenis dari kuman yang biasa ditemukan di klinik tersebut. Selain itu hasil kultur dépengaruhi pula oleh kemungkinan pemberian antibiotika sebelumnya acau adanya kemungkinan kontaminasi kuman nosokomial. 180 Buku Ajar Neonatalogi Untuk mengenal kefompok kuman penyebab infeksi secara lebih cepac dapat dilakukan pewarnaan Gram. Tetapi cara ini tidak mampu menetapkan jenis kuman secara lebih spesifik. Pemeriksaan lain dalam septic-work up tersebut adalah pemeriksaan komponen- komponen dara. Pada sepsis neonatal trombositopenia dapat ditemukan pada 10-60% pasien. Jumtah trombesit biasanya kurang dari 100,000 dan terjadi pada 1-3 minggu setelah diagnosis sepsis ditegakkan. Sel darah putih dianggap lebih sensitif dalam menunjang diagnosis ketimbang hieung twornbosit. Enam puluh persen pasien sepsis biasanya disertai perubahan hitung neutrofil. Rasio ancara neutrofil imatur dan neutrofil roral (casio 1/7) sering dipakai sebagai penunjang diagnosis sepsis neonatal. Sensitifitas rasio I/T int 60-90%, karenanya untuk diagnosis, perlu disertai kombinasi dengan gambaran klinik dan pemeriksaan penunjang fain2* C-reactive prowin (CRP), yaitu protein yang timbul pada fase akut kerusakan jaringan, meningkat pada 50-90% pasien sepsis neonatal. Peninggian kadar CRP ini terjadi 24 jam sctelah terjadi sepsis, meningkar pada hari ke 2-3 sakit dan menetap tinggi sampai infekst ceratasi. Karena protein ini dapat meningkat pada berbagai kerusakan jaringan tubuh, pemeriksaan ini tidak dapat dipakai sebagai indikator tunggal dalam menegakan sepsis neonatal. Nilai CRP akan lebih bermanfaat bila dilakukan secara serial karena dapat memberikan informasi respons pemberian antibiotika serta dapat pula dipergunakan untuk menentukan lamanya pemberian pengobatan dan kejadian kekambuhan pada pasien dengan sepsis neonatal.46? Dari bahasan di atas terungkap bahwa pemeriksaan CRP dan beberapa komponen darah lain seperti rasio IT, kadar trombosit darah, dll yang dipakai sebagai penunjang diagnosis dini mempunyai kemampuan yang terbatas. Dilain pihak diagnosis dini sepsis inerupakan fakror penentu dalam keberhasilan penatalaksanaan sepsis neonatal, Salah satu upaya yang dilakukan akhir-akhic ini dalam menentukan diagnosis dini sepsis adalah pemeriksaan biomolekular. Dibandingkan dengan biakan darah, pemeriksaan ini dilaporkan mampu lebils cepat memberikan informesi jenis kuman. Di beberapa kora besar di Inggris, pemeriksaan cara ini telah dilakukan pada semua fasilitas laboratorium untuk deceksi kuman tertence antara lain N. meningitidis dan $ pneumoniae. Selain manfaat uncuk dereksi dint, Polymerase Chain Reaction (PCR) mempunyai kemampuan pula untuk menenrukan prognosis pasien sepsis neonatal.2 Dalam 5-10 tahun rerakhir ini konsep “Systemic Inflammatory Response Syndrome” (SIRS) dalam bidang infeksi telah memberikan cakrawala baru dalam masalah diagnostik sepsis neonatal. Perubahan fisiologik sistem imun, baik humoral maupun seluler, yang terjadi dalam cascade inflamasi mempunyai arti penting dalam diagnosis infeksi BBL. Kadar sitokin proinflamasi (IL-2, IL-6, IFN-g, TNF-a) dan anti inflamasi (IL-4, IL-10) pada BBL tersebut ‘akan terlihat meningkat pada bayi dengan infeksi sistemik. Kuster dkk. melaporkan bahwa sitokin yang beredar dalam sirkulasi pasien sepsis neonatal dapat dideteksi 2 hari sebelum gejala klinis sepsis muncal. Pelaporan ini mempunyai arti yang penting dalam manajemen pasien. Pada bayi dengan risiko dimungkinkan merencanakan penatalaksanaan sepsis secara lebih efisien dass efekeif sehingga komplikasi jangka panjang yang mengganggu cumbnh kembang bayi dapat dihindarkan,”)" Sepsis pada Bayi Baru Lahir 181 Kedua pemeriksaan terakhir, pemeriksaan biomolekuler ataupun respons imun, memerlukan teknologi kedokteran yang lebih canggih dan biaya mahal yang mungkin belum bisa cerjangkau oleh sebagian besar Negara berkembang. Dari riwayat penyakie, gejala klinik, pemerikszan penunjang ataupun pemeriksaan laboratorium tampaknya belum ada informasi tunggal yang dapat dipakai sebagai indikator sepsis sehingga perlu dipertimbangkan kombinasi berbagai informasi dalam menentukan diagnosis. Di berbagai negara, baik negara maju maupun berkembang, banyak upaya dilakukan dengan mempergunakan bermacam-macam kombinasi anrara faktor risiko, gejala klinik dan pemeriksaan penunjang untuk diagnosis dini pasien sepsis neonatal.* 4 Ketajaman diagnosis dengan cara ini juga berlain-lainan. Upaya pendekatan melalui scoring system ini mungkin merupakan jalan pinas terbaik yang dapat digunakan bila pemeriksaan canggih seperti disebutkan cerdahulu belum dapat dilaksanakan di masing- masing Klinik. Manajemen Eliminasi kuman merupakan pilihan utama dalam manajemen sepsis neonatal. Pada kenyataannya menentukan kuman secara pasti tidak mudah dan membutuhkan waktu. Untuk memperoleh hasil yang optimal pengobatan sepsis harus cepat dilaksanakan. Sehubungan dengan hal tersebur pemberian ancibiotika secara empiris terpaksa cepar diberikan untuk menghindarkan bezlanjutnya perjalanan penyakit. Pemberian antibiotika empiris tersebut harus memperhatikan pola kuman penyebab yang tersering ditemukan di Klinik radi. Selain pola kuman hendaknya diperhatikan pula resistensi kuman. Segera setelah didapatkan hasil kuleur darah, jenis antibiotika yang dipakai disesuaikan dengan kuman penyebab dan pola resistensinya. Pemberian pengobatan pasien biasanya dengan memberikan antibiotik kombinasi yang bertujuan untuk mempertuas cakupan mikroorganisme patogen yang mungkin diderita pasien. Diupayakan kombinasi antibiocik tersebut mempunyai sensicifitas yang baik terhadap kuman Gram positif araupun Gram negacif, Tergancung pola dan resistensi kuman di masing-masing Rumah sakit biasanya ancibiotik yang dipilih adalah golongan ampisilin/ kloksasilin/vankomisin dan golongan aminoglikosid/ sefalosporin. Lamanya pengobatan sangat texgantung kepada jenis kuman penyebsb. Pada penderita yang disebabkan oleh kuman Gram Positif, pemberian antibiotik dianjurkan selama 10-14 hari, sedangkan penderita dengan kuman Gram negatif pengobaran dapat diteruskan sampai 2-3 ming. Pengobatan tambahan Waloupun pemberian antibiotik masth merupakan tatalaksana utama pengobatan sepsis neonatal, berbagai upaya pengobatan tambahan (adjunctive therapy, adjuvant therapy) banyak dilaporkan dalam upaya memperbaiki mortalitas bayic 182 Buku Ajar Neonatologi Pengobatan tambalan atau cerapi inkonvensional semacam ini selain mengatasi berbagai defisiensi dan belum matangnya fungsi pertahanan tubuh BBL, juga dalam rangka mengatasi perubahan yang terjadi dalam perjalanan penyakit dan cascade inflamasi pasien sepsis neonatal. Beberapa tetapi inkonvesional yang seting diberikan, antara lain 1. Pemberian immunoglobulin secara intravena (Intravenous Immunoglobulin - IVIG) Pemberian immunoglobulin dilakukan dengan harapan dapat meningkatkan antibodi tubuh serca memperbaiki fagositosis dan kemotaksis sel darah putih. Manfaat pemberian IVIG sebagai tatalaksana cambahan pada penderita sepsis neonatal masih kontroversi. Penurunan mortalitas ditemukan secara becmakna pada suatu penelitian cetapi pada penelitian lain IVIG tidak memperlihatkan perbedaan. Suatu studi multisenter memperlihatkan terdapat penurunan mortalitas neonatal sepsis pada 7 hari pertama pemberian, retapi kelangsungan hidup selanjutnya tidak berbeda bermakna.” Dalam suacu studi metanalisa yang dilakukan cerhadap 4933 bayi yang mendapatkan profilaksis IVIG dan 110 bayi menerima [VIG sebagai terapi sepsis dilaporkan bahwa pemberian IVIG tersebut lebih bermanfaat sebagai profilaksis sepsis neonatal (khususaya pada bayi BBLR) dibandingkan bila dipakai sebagai terapi standar sepsis." 2. Pemberian Fresh frozen plasma (FFP) Perubahan hematologik dan gangguan koagulasi ditemukan pula pada perjalanan penyakir sepsis neonatal. Pemberian FFP diharapkan dapat mengatasi gangguan koagulasi yang diderita pasien. Salah saw gangguan koagulasi yang mungkin ditemukan antara lain Pembekuan intravaskular menyeluruh (Disseminated Intravascular Coagulation ~ DIC). Di samping faktor koagulasi, FFP juga mengandung antibodi, komplemen, dan protein lain seperti C --reactive protein dan fironectin, Walaupun FFP mengandung antibodi protektif cerentu namun pemberian FFP dengan tujuan meningkatkan. kadar proteksi bayi, tidakakan banyak berfaedah. Dalam suatu studi bahkan dilaporkan bahwa FFP pada kenyataannya hanya meningkatkan [gA dan IgM bayi tanpa meningkatkan kadar IgG. Selanjutnya dikemukakan dengan tersedianya gammaglobulin intravena (Inrravena Immunoglobulin - [VIG), pemberian IVIG ini akan jauh lebih aman dalam menghindarkan efek samping pemberian FFP 3. Tindakan transfusi tukar ‘Tindakan ini merupakan cerapi tambahan yang tidak jarang dilakukan pada beberapa klinik dalam menaggulangt sepsis neonatal. “4? Tindakan ini bertujuan untuk : a. mengeluarkan/mengurangi toksin atau produk bakceri serta mediator-mediator penyebab sepsis b. memperbaikt perfusi perifer dan pulmonal dengan meningkatkan kapasitas oksigen dalam darah ¢. memperbaiki sistem imun dengan adanya tambahan neutrofil dan berbagai antibodi yang mungkin terkandung dalam darah donor. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam cindakan ini adalah sutitnya pelaksanaan dan risiko timbulnya reaksi transfus. Sepsis pada Sayi Baru Lahir 183 Penatalaksanaan tambahan lain Selain beberapa upaya di atas berbagai catalaksana fain dilakukan pula dalam rangka mengatasi mortalitas dan morbiditas sepsis neonatal. Pemberian transfusi_ granulosic dikemukakan dapat memperbaiki pengobatan pada penderita. Hal ini dilakukan karena produksi dan respons fungsi sel darah patih yang menurun pada keadaan sepsis neonatal. Demikian pula pemberian tranfusi packed red blood cells dikemukakan dapat bermanfaat dalam terapi sepsis neonatal. Alasan yang dikemukakan dalam pemberian transfusi ini adalah untuk mengatasi keadaan anemia dan menjamin oksigenisasi jaringan yang optimal pada pasien sepsis.% Dalam kepustakaan berbagai penelitian eksperimental maupun studi klinis seat ini banyak dilakukan untuk mengbambar cascade inflamasi dengan memperrimbangkan proses imunologik yang terjadi. Dalam suatu studi eksperimental pada hewan coba, penyuntikan TNF-a dan IL-L memperliharkan perubahan fisiologis yang sejalan dengan cascade inflamasi. Selanjutnya apabila dilakukan cinrangan aktifitas IL -1 dengan reseptor antagonis IL-[ (IL-Ira) ternyaca dapat inelindungi binacang dari kematian akibat bakteremia dan endotoksemia.*** Ringkasan Dinegara berkembang infeksi pada BBL masih merupakan masalah pencing dalam pelayanan dan perawatan BBL. Kemarian karena infeksi merupakan penyebab utama kematian BBL dan biasanya cerjadi karena retanus neonatorum, sepsis dan meningitis, Mortalitas tetanus neonatal sudah banyak mengalami perbaikan, tetapi kematian disebabkan sepsis belum memperlihatkan perbaikan yang bermakna. Keadaan ini terjadi karena diagnosis dini sepsis sulit ditegakkan. Gejala dan tanda sepsis klasik jarang ditemukan pada BBL. Biakan darab, yang merupakan baku emas dalam diagnosis, membutuhkan waktu 3-5 hari untuk memperoleh hasil, Demikian pula pemeriksaan penunjang seperti C reactive protein, rasio I/T dll ridak spesifik dan sulit dipakai sebagai pegangan dalam diagnosis pasti pasien sepsis, Keadaan ini menyebabkan keterlabatan pemberian anribiotika yang dapat mengakibatkan kematian bayi atau berakhir dengan cacat yang memerlukan pengobatan sepanjang hayarnya, Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat cakrawala baru dalam diagnosis dan manajemen neonatal sepsis. Salah satu upaya adalah melakukan pemeriksaan biomolekular yang ternyata lebih cepat memberikan informasi kuman ketimbang biakan darah. Selain manfaat untuk deteksi dini, secara kuanticatif pemeriksaan dapat pula digunakan untuk prediksi prognosis. ‘Upaya lain dalam menentukan diagnosis dini adalah melalui etaborasi system respons imun pasien sepsis, Dilaporkan bahwa sitokin yang beredar dalam sirkulasi pasien sepsis neonatal dapat dideteksi 2 hari sebelum gejala klinis sepsis muncul. Penemuan ini memungkinkan tata laksana sepsis yang lebih efisien dan efekeif pada bayi yang berisiko. Kedua pemeriksaan terakhir ini membucuhkan teknologi kedokteran yang lebih canggih dan mahal yang mungkin belum dapat terjangkau uncuk negara berkembang. 184 Buku Ajar Neonatologi Eliminasi kuman merupakan pilihan urama dalam penatalaksanaan sepsis neonatal karenanya pengobatan pasien sepsis neonatal harus dilakukan sedini mungkin agar komplikasi yang tidak diinginkan dapat dihindarkan. Pada kenyataannya penentuan kuman penyebab secara pasti tidak mudah dan membucuhkan waktu. Agar pengobatan pasien dapat dilakukan dengan hasil optimal, pemberian antibiotika empiris harus dilakukan sesegera mungkin dengan memperhacikan pola dan resistensi kuman penyebab yang tersering ditemukan di masing-masing klinik. Selain pola kuman hendaknya diperhatikan pula resistensi kuman. Segera setelah didapatkan hasil kuluur dacah, jenis antibiotika yang dipakai disesuaikan dengan kuman penyebab dan pola resistensinya. Lamanya pengobatan sangat tergantung kepada jenis kuman penyebab. Pada sepsis berat dapat dipertimbangkan pemberian terapi tambahan (adjuvant therapy), dengan selafu memperhatikan laporan ‘epustakaan centang terapi yang memberikan hasil bermakna berbasis bukti. Daftar pustaka 1. Child Heaith Research Project Special Report : Reducing perinatal and neonatal mortality, report of a meeting. Baltimore, 1999, 3(l):6-12, 2. Gerdes JS. Diagnosis and management of bacterial infections in the neonate, Pediae Clin N Am 2004; 51:939-59, 3. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM. Robsiswarmo R. Kontroversi diagnosis sepsis neonatorum. Dalam: Update in neonatal infection. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKULRSCM, 2005, h.32-43 4. Shattuck KE, Chonmaitree T. The changing spectrum of neonatal meningitis overa fifteen-year period. Clin Pediarr (992; 31:130-6. 5, Bellig LL, Ohning BL. Neonatal sepsis. Diunduh dari URL hup:thouuemedicine.comped/ ropic2630-hum. . 6. Moodi N, Care R. Promising stcacagems for reducing the burden of neonacal sepsis. Arch Dis Child Fecal Neonatal 2000; 83-F150-3, 7. Kuster H, Weiss M, Willeitner AE, et al. Interleukin-I receptor antagonist and interleukin. 6 for early diagnosis of neonatal sepsis 2 days before clinical manifestation, Lancet. 1998; 352:1271-7. 8. Fisher], Agosti JM, Opal SM, eral. Treatment of septic shock with the tumour necrosis factor: Fe fusion prozein. N Engl J Med. 1996; 334:1697-702 9. Bone RC. Iinmunologic dissonance : a continuing evolution in our understanding of rhe systetnic inflammatory response syndrome and the muiriple organ dysfunction syndrome. Ann Incern Med. 1996; 125:690-1. 10. Scoll, BJ. The global impact of infection. Clin Perinarol. 1997; 24:1-21. 11. Rohsiswatmo R. Mutridrug resistance in a neonatal unit and therapeutic implications. Paediatric Indones. 2006; 46:25-31 (2. Surca K, Kardana M, Sri Iswari |, Blood culture and sensitivity cest pattern of early versus lace onser sepsis in neonatal ward Sanglah Hospital Denpasat. Dalam, Garna H, Nataprawisa HM, penyunting. Abstract Book 13: National Congress of Child Health, Bandung: West Java Indonesian Society of Pediatricians, 2005. h.110. 13. Siswanto JE, Harahap FP Indrasanto E, Microorganism pattern and its sensitivity in NICU and L UH nursery Harapan Kita Children and Macemity Hospical Jakarta. Dalarn Garna H, Nataprawita HM, penyunting. Abstrace Book 13! National Congress of Child Health. Bandung: West Java Indonesian Society of Pediatricians,2005. h.302_ Sepsis pade Bayi Baru Lahir 185 14. YulianaN, Usman A. Sensitivitas dan spesifisicas pemeriksaan leukosit dan trombosit pada sepsis neonatorum di RSUP Dr, Hasan Sadikin Bandung periode Juli-Desember 2006, Dalam: Sadjimin TT Juffrie M, Julia M, Wibowo T, penyunting. Buku Abstrak PIT IKA IIL-IDAI Yogyakarta: IDA, 2007. h.27. 15. Sofiah § Indra RM, Bermawi H, Tasli JM. Pola sensirivicas kuman penyebab sepsis neonatal tethadap berbagai antibiotik. Dalam: Sadjimin TT, Juffrie M, Julia M, Wibowo T, penyunting Buko Abstrak PIT IKA ML-IDAF Yogyakarta: IDA, 2007. h.30. 16. Rahman T, Utomo MT, Etika R, Indarso F, Harianto A, Damanik SM. Sepsis neonatorum di RS Dr, Soetoro Surabaya 2006, Dalam: Sadjimnin T, Juffrie M, Julia M, Wibowo T, penyuncing Buku Abstrak PIT IKA f(-IDAI Yogyakarta; [DAI, 2007. h.532 17. Aggarwal R, Sarkar N, Deorari AK, Paul VK : Sepsis in the newborn, Indian J Pediatr 2001; 68:1 143-7. 18, Shattuck KE, Chonmaitzee T. The changing spectrum of neonatal meningitis over a fifteen-year period. Clin Pediatr 1992; 31:130-6, 19, Heath PT, Nik Yusoff NK, Baker C]. Neonatal meningitis. Arch Dis Child Fetal Neonatal 2003; 88:F 173-8. 20, Aminullah A. Perinatologi~ dari rahim ibu menbju sehat sepanjang haya. Pidaco pengukuhan, Gury Besar Tetap FKUL, 28 Januari 2004 Weinstein MB Town ML Quartey $M. The clinical significance of positive blood culeires in 19906: a prospective comphrehensive evaluation of the microbiology, epidemiology. and outcome of bacteremia and fungemia in adults. Clin Infect Dis 1997; 24:584-622. 22, Fischer JE, Seifarch FG, Buenziger O, et al. Hindsight judgment on ambiguous episodes of suspected infection in critically il children. Eur J Pediatr 2003; 162:840-3. 23. Shore MA. Linking the sepsis triad of inflammation, coagulation, and suppressed fibrinalysis to infants adv neonatal care 2004, 4(5):258-73. 24, Proulx F, Fayon M, Farrel C, et al. Epidemiology of sepsic and multiple organ dysfunction syndrome in children. Chest 1996; 109:1033-7. 25. Kempley SF, Murdoch E, Splanchnic haemodynamic disturbances in perinatal sepsis. Arch Dis Child Feral Neonacal 2000; 83:F139-42 26. Tantaledn JA, Leén RJ, Sancos AA, Sanchez E. Multiple organ dysfunction syndrome in children, Pedatr Crit Care Med 2003; 4(2).. 27. Members of the International Concensus Conference on Neonatal Sep: B Randolph A. Definitions for sepsis and organ dysfumetion in pediat Med 2008; 6(1):2-8. 28. Haque KN. Definition of blood stream infection in the newborn. Pediatr Crit Care Med 2005; 6845.9. 29. Levy MM, Fink MB Marshall JC, Abraham E, Angus D, Cook D, et al. SCCM/ESICM/ACCP/ ATS/SIS 2001 International Sepsis Definitions Conference. Crit Care Med 2003; 31:1250-6. 30, Opal SM. Concept of PIRO as a new conceptual framework to understand sepsis, Pediatr Cric ‘Care Med 2005; 6(3):555-60. 31. Ng PC, Li K, Wong RPO er al. Proinflammatory and anti-inflammatory cytokine responses in preterm infonts with systemic infections. Arch Dis Child Fetal Neonaval 2003; 88:209-13. 32, Rodrigo I. Changing patterns of neonatal sepsis. Sri Lanka J Child Health 2002; 3:3-8, 33. Orlando Regional Health Care, Educ & Develop. Neonatal sepsis self-learning packet 2002. Diunduh dari : hitp:/Avwmonhs.org/classes/nursing/sepsisO2pdf. 34, Kumar ¥, Qunibi M, Neal Tj, Yoxall CW. Time to positivity of neonatal blood cultures. Arch Dis ‘Child Fetal Neonatal 2001; 85:F182-6. 2, - Goldstein B, Giroir -s. Pediatr Crit Care 186 Buku Ajar Neonatologi 35. 32. 38. 39. 40. 4 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. DaSilva O, Ohlsson A, Kenyon C. Accuracy of leukocyte indices and C-reactive protein for diagnosis of neonatal sepsis, a critical review. Pediaer Infect Dis J 1995; 15:362-6. . Berger C, Ueblinger J, GhelfiD. e¢ al. Comparison of C-reactive protein and white cell count wich differential in neonates at risk for septicaemia. Europ } Pediatr 1995; 154(2):138-4 Kawamura M, Nishida H. The usefulness of serial C-reactive protein measurements in managing. neonatal infection. Acts Paediatr 1995: EI Bashir H, Laundy M, Booy R. Diagnosis and treatment of bacterial meningitis. Arch Dis Chile 2003; 88:615-20. Rodwell RL, Leslie AL, Tudehope DI. Early diagnosis of neonatal sepsis using a hematologic coring system. } Pediatt 1988; 112:761-7. Ghosh 8, Miccal M, Jaganathan G. Early diagnosis of neonatal sepsis using 2 hematological scoring systein. Indian J Med Sei 2001; 55:495-500. Monintla HE. Infeksi sistemik pada neonatus. Dalam : Yu VY, Monintja HE, Penyunting Beberapa masalah perawatan intensif neonatus, Jakarta: Balai Penerbit FKUL, 1997, h.217-30. Weiss MD, Burchfield DJ. Adjunce therapies to bacterial sepsis in the neonate, NBIN 2004; 4{1):46-50, aisman LE, Sell BJ, Kueser Tj, etal: Ineravenous immune globulin therapy for early onset sepsis in premature neonates. } Pediatr 1992; 121:431-43. Jenson HB, Pollock BH. Meta-analyses of the effectiveness of intravenous immune globulin for prevention and treatment of neonatal sepsis. Pediatr 1997; 99: e2. Acunas BA, Peakman M, Liossis G, et al. Effect of fresh frozen plasma and gammagtobulin on ‘humoral immunity in neonatal sepsis. Arch Dis Child Fecal Neonatal 1994; 70:F182-7. Murray NA, Roberts IA. Neonatal transfusion practice. Asch Dis Child Fecal Neonatal 2003: 89(2):F1O1-7. Vain NE, Mazlumian JR, Swarmet OW. et al. Role of exchange transfusion in the treatment of severe septicemia. Pediatrics 1980; 66: Howard M, Muchamuel T, Andrade $. et al. Interleukin 10 protects mice from lethal endotoxemia. | Exp Med 1993; 177:1205-8. Sepsis pada Bayi Baru Lahir 187 BAB XI GANGGUAN HEMOSTASIS PADA BAYI BARU LAHIR Risa Etika Pendahuluan Bayi kurang butan dan cukup bulan sering mengalami masalah hemostasis serra fungsi dan produksi sel darah merah yang penting secata klinis.' Angkakematian BBL di Indonesia adaiah 20 per 1000 kelahiran hidup (WHO report, 2005) dengan 3 penyebab utama adalah BBLR (29%), asfiksia (27%), tetanus neonatorum (10%) selebilnya adalah infeksi (5%), gangguan hematologis (6%), masalah pemberian minum (10%), dan lain-lain (13%) (SKRT, 2001). Pendekatan cerhadap semua gangguan hematologi yang terjadi pada BBL risiko tinggi meliputi usaha mendapatkan riwayat keluarga, riwayat obstetrik dan petinacal, pemeriksaan fisik bayi tersebut (dengan perhatian khusus pada penilaian kulir, membran mukosa, tulang kerangka, hepar dan lien) serta uji laboratorium selektif yang digunakan untuk mengetahui derajat keparahan dan gangguan hematologi khusus serta mengetabui kausanya.'>** Prosedur sederhana yang membutuhkan sedikit darah (beberapa cc) darah bayi, pemeriksaan hematologik terhadap orang tua (terutama ibu) dan pemeriksaan apus darah dapat menghasilkan diagnosis yang benar dan cepat. '45 Selama masa neonatal harga normal beberapa pemeriksaan laboratorium jelas berbeda dibandingkan bayi dan anak-anak yang lebih cua.!24* Disini diulas prinsip-prinsip dasar fisiologi hemostatis dan hematopoesis neonatal secara selektif sebagai dasar yang rasional dalam melakukan pendekatan gangguan hematologi pada BBL risiko tinggi. Selanjumya diulas pula masalah diagnosis dan manajemen awal gangguan yang umum terjadi. Definisi Gangguan hemostasis adalah gangguan pada sistim pembentukan darah.! Manfaat . Dengan mengetahui gangguan hemostasis pada BEL diharapkan mengetabui pendekatan diagnosis dan tata laksana gangguan hemostasis yang terjadi pada BBL. Meskipun gangguan hematologi pada neonatal hanya 6% (SKRT, 2001), namun merupakan masalah kesehatan masyarakat karena PPN (perdarahan pada neonatal) lanjut dapat berakibat fatal (1496), menyebabkan gejala/penyakit (40%) dan mengakibatkan kehilangan (disability-ajusced-life years) yang signifikan (46%). 188 Buku Ajar Neonatologi Masalah Masalah gangguan hemostasis terdici dari: A. Kekurangan faktor pembekuan B. Faktor trombosit C. Penyebab lain : Kelainan vaskular/pembuluh darah."? Mekanisme hemostatis pada BBL berbeda dengan bayt yang lebih tua dan anak- anak, di mana terdapat penutunan aktivitas faktor pembekuan, gangguan fungsi hati dan pertahanan yang kutang optimal terhadap texjadinya pembentukan gumpalan darah. BBL mempunyai masalah khusus, karena tidak seimbangnya biosintesa dengan penggunaan atau katabolisme dari faktor pembekuan dalam plasma. Sintesa faktor pembekuan di hepar yang masih belum sempurna mengakibatkan jumlah fakcor-faktor pembekuan darah kurang optimal. Sicuasi ini akan bertambah parah pada bayi prematur di mana permeabilitas dan fragilitas pembuluh darah meningkat dibandingkan pada bayi yang lahir cukup bulan. Bayi prematut dapat mempunyai trombosit normal atau sedikit rendah dengan kadat ADP (adenosine disphosphate) yang rendah yang dapat menyebabkan memanjangnya waktu pembekuan.78 A. Kekurangan faktor pembekuan 1. Defisiensi sesaat vitamin K: dependen terhadap faktor-fakror pembekuan Ii, Vil, IX dan X serta procein C yang terjadi pada periode BBL terutama disebabkan oleh hal-hal berikut: a. Pemberian makanan atau antibiotika yang sepenuhnya parenteral, atau ‘curangnya pemberian vicamin K, pada bayi prematur. b, Pada bayi cukup bulan akan terjadi kekurangan vitemin K pada hari ke 2-3 jika tidak diberi vitamin K, secara parenteral karena simpanan yang sedikit dan incake yang tidak adekuat. c. Ibu saat hamil mengkonsumsi obacobat terrentu yang dapat menyebabkan perdarahan pada 24 jam perrama, seperti fenitoin, phebobarbital, salisilat yang dapat mengganggu efek vitamin K pada proses pembentukan faktor-faktor pembekuan darah serta coumarin pada ibu hamil dapat mengganggu proses sintesa fakror-faktor pembekuan darah yang merupakan vitamin K dependen baik oleh hepar ibu maupun janin, dan perdarahan mungkin tidak dapat segera diatasi dengan pemberian vitamin K,7® 2, Gangguan pembekuan yang berhubungan dengan PIM (pembekuan intravaskular menyeluruh)/KID (koagulasi intravaskular disseminara) karena infeksi, syok, anoksia, NEC, trombosis vena renalis, pemasangan kateter melalui pembuluh darah yang dapat menggangeu produksi faktor-faktor pembekuan darah oleh hepan# Gangguan Hemostasis pada Bayi Baru Lahir 189 3. Kelainan faktor pembekuan darah turunan a. Sexlinked resesif (pada laki-laki) © Aktivicas faktor VIII dan antigen faktor VIII prokoagulan berkurang pada hemofiia Klasik « Penyakie Christmas karena kekwrangan kvantitas pada komponen plasma romboplastin component (PTC) (faktor IX) Iki dan perempuan dengan salah satu b. Autosomal dominan, terjadi pada bayi orang tua menderita : © Penyakit Von Willebrand; penurunan jumlah faktor VHI dan fungsi trombosit yang menurun karena penurunan daya rekat trombosit * Disfibrogenemia karena disfungsi fibrinogen (faktor 1) * Defisiensi faktor XI (plasma tromboplastin antecenden atau PTA) c. Autosomal resesif, pada laki dan perempuan dengan orang cua sebagai karien?4 B. Fektor trombosit Kualitatif termasuk penyakit Ganzalmann (tromboatenia), ibu yang mengkonsumsi aspirin 2. Kuanticatif, penyakic imun, PIM/KID, congenital megakariosit hypoplasia, leukemia, inherited trombositopenia, giant hemangioma, hiperviskositas, trombosis vena renalis, dan NEC." C. Penyebab lain Penyebab lain perdarahan termasuk kelainan pembuluh darah, misalnya perdarahan sistem saraf pusat, perdarahan paru, malformasi A-V, hemangioma, trauma karena rupture lien dan atau hepar karena kelabiran sungsang, perdarahan retro atau incra peritoneal (klinis adanya ekimosis pada skrotum), subdural hematom, hemaroma sefal akau perdarahan subgaleal yang dihubungkan dengan vakum ekscraksi dan gangguan fungsi hepar”* Patogenesis BBL rentan mengalami gangguan hemostasis karena fungsi sistem hemostasisnya masif imacur. Konsentrasi faktor-faktor koagulasi di dalam plasma, terutama faktor koagulasi yang pembentukannya bergantung kepada vitamin K (fakcor I, Vil, IX, X) masib rendah, yaitu sekitar 50% kadar normal’ orang dewasa. Demikian pula konsentrasi protein ancikoagulan (antitrombin, protein C dan protein $) dan sistem fibrinolisis. Hal ini perlu diingat dalam menilai hasil pemeriksaan Laboratorium hernostasis BBL, untuk menggunakan nilai rujukan normal yang sesuai sehingga tidak terjadi kekeliruan interpretasi. Fungsi trombosic juga belum sempurna (hiporeaktif). Fungsi sistem hemostasis ini akan semakin matang dengan bertambahnya usia dan mencapai kadar yang kurang lebih sama dengan orang dewasa normal pada usia sekitar 6 bulan’- 190 Buku Ajar Neonatologi Pada BBL yang tidak campak sakit (apparenily well neonate), bila cerdapat perdarahan perlu dipertimbangkan kemungkinan-kemungkinan seperti neonatal alloimmune thrombocytopenia atau gangguan koaguilasi herediter. Pada BBL yang sakit, misaluya infeksi berar atau sepsis, perdarahan terjadi umumaya karena koagulopati konsumtif (seperti koagulasi intravaskular disseminata) dan vombositopenia.™'"-) Trombositopenia akibat peningkatan destrnksi trombosit pada BBL dapat disebabkan oleh neonatal autoimmune thrombocytopenia dan neonatal isoimmune (alloimmune) thrombocytopenia. Yang lebih sering ditemukan adalah neonatal isoimmune (alloimmune} thrombocytopenia. Gejala klinis \keduanya tidak berbeda, namun terdapat perbedaan riwayat penyakit autoimun pada ibu. Pada neonatal autoimmune thrombocytopenia disebabkan oleh antibodi ibu yang terbentuk akibat penyakic PT! (purpura trombositopenik imun) pada ibu, lupus eritematosus sistemik, acaupun obat yang melewati sawar plasenta. Neonatal isoimmune thrombocytopenia terjadi ‘arena ibu membuat antibodi terhadap antigen trombosit janin yang dapat melewati sawar plasenca.!"? Defisiensi faktor koagulasi heredicer seperti hemofilia atau penyakit von Willebrand yang ringan-sedang umumnya tidak menyebabkan petdarahan pada masa neonatal. Pada gangguan yang berat dapat terjadi perdarahan tali pusat, sefalhematom huas, bruising, arau perdarahan yang sulic berhenti dari bekas tusukan pengambilan darah maupun pasca sirkumsisi. Penyebab petdarahan dicapat pada BBL yang paling sering adalah defisiensi vitamin K, koagulasi incravaskular disseminata dan gangguan fungsi hati seperti pada keadaan hipoksia, atresia bilier, hepatitis virus atau kelainan metabolik.'? Diagnosis Anamnesis Riwayat keluarga dengan gangguan perdarahan/pembekuan Riwayac pemberian obat-obatan selama kehamilan (fenitoin, aspirin, dll) Riwayat persalinan dan proses kelahiran Riwayat kelahiran sebelumnya Riwayat penyakit lain, pengobatan, kelainan dan tindakan pada bayi.!?5 Pemeriksaan fisik + Menencukan bayi yang mengalami perdarahan apakah bayi tersebut sehat acau sakic + Bayi sakit, pertimbangkan kemungkinan PIM/KID, infeksi, penyakic hepar (vascular injury yang disebabkan oleh hipoksia bisa mengarah ke KID) * Bayi sehat, pertimbangkan defisiensi vitamin K, defisiensi faktor pembekuan atau crombositopenia imun * Pecekie, ekimosis, perdarahan mukosa menandai adanya masalah terhadap trombosit. © Memar luas menandai kekurangan.faktor-faktor pembekuan darah, PIM/KID, penyakir hepar atau kekurangan vitamin K + Splenomegali menandai adanya infeksi kongenital, eritroblastosis * Tkterus menunjukkan adanya penyakit hepar atau infeksi © Gangguan retina berhubungan dengan infeksi.""” Gangguan Hemostasis pada Bayi 8aru Lahir 191 Pemeriksaan penunjang Laboratorium Dengan data yang diperoleh dari anamnesis dan pemeriksaan fisis, dapardilakukan beberapa pemeriksaan laboratorium awal sebagai skrining 142 1. Darah tepi lengkap Dari pemeriksaan ini ada dua informasi penting yang bisa digunakan untuk membantu diagnosis, yaitu ada/tidaknya trombositopenia sebagai salah satu sebab perdarahan dan perkiraan berapa lama/beratnya perdarahan (kadar Hemoglobin dan Hematokric). 2. Apusan darah tepi Apusan darah tepi penting untuk menilai morfologi sel darab merah dan konfirmasi jumlah serta morfologi trombosit. Pada PIM/KID dapat ditemukan adanya fragmentasi sel darah merah (schistocytosis) akibat dari proses mikroangiopatik. 3. Masa perdarahan/bleeding time (BT) Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendeteksi adanya gangguan fungsi trombosit. Bila hicung trombosit > 100.000/ul dan fungsi trombosit normal, maka akan didapatkan masa perdarahan normal (3-7 meait). 4, Prothrombin time (PT) dan aPTT (activated partial thromboplastin time) Prothrombin time dan aPTT merupakan uji terhadap hemostasis sekunder. PT berguna untuk menilai jaluc ckstrinsik dan jalur bersama, sedangkan aPTT herguna untuk menilai jalur incrinsik dan jalur bersama kaskade koagulasi. PT lebih sensitif untuk menilai faktor koagulasi yang pemhentukannya bergancung kepada vitamin K (JJ, VII, TX, X). Pemanjangan nilai aPTT merupakan indikasi defisiensi faktor koagulasi arau terdapat antikoagulan atau inhibitor dalam sirkulasi, Nilai aPTT akan memanjang umumnya bila kadar faktor koagulasi celah menurun sekitar 40% dari kadar normal dalam sirkulasi.'" ‘Tabel 11.1 Langkah dalam menentukan kelainan hemostasis ‘Adakah kelainan eromiboait? Hivung wonibose Landa 1 | Tombosrpeia ar nga fons wns "Adakah defisensifaktor Koagulas wertenta? Langkah 2 | Faksor Vil, Vill, IX, X, VXI, fbvinogen PT PTT ‘Adakah defsiens faksor koapulasi mulipel! | Pl aPTT Langkah 3 | Defisiensi vitamin K, penyakit hepar, efek samping warfarin Kadar faktor kooguasi Kemungkinae ancikoagulan dalam sirkulasi? Langkah 4 | Heparin, antibod! faktor VINX, lupus | aPTT; TT, reptiase time antikoagulan ‘Skiing PIMURID Adakah keagulopati konsumtif Hituag.tonbosie, ‘apusan darah tepi, Langkah S| Sepsis, uma, vaskulics,snchom herolik | PE aBTE TD Rorioger anetonlon turemik, penyakie hepar I, a2-antiplasmin, D-dimer ‘Sumber: Phibbs RH and Shennow KM ', Roberton NRC and Renni JM * 192 Buku Ajar Neonatolagi Manajemen Manajemen/Tatalaksana penderita BBL dengan perdarahan bergantung pada keadaan klinis dan penyebab perdarahan. Semua BBL harus diberi injeksi vicamin K, dosis 1 mg secara intramuskutar untuk mencegah cerjadinya perdarahan BBL. ‘Terapi definitif uncuk penderita dengan defisiensi faktor koagulasi tertentu seperti hemofilia adalah terapi pengganti (replacement therapy), yaitu pemberian faktor VILL atau faktor IX dan biasanya dilakukan beberapa hari sampai perdarahan berhenti.? Kebutuhan faktor anti hemofilia dapat dikitung dengan berbagai cara yaitu secara empiris atau berdasarkan persentase kadar faktor yang dibucubkan pada berbagai jenis perdarahan atau tindakan. Dosis secara empitis faktor Vill yang diberikan adalah 20-25 U/kg setiap 12 jam sedangkan dosis faktor IX adalah 40-50 U/kg setiap 24 jam dengan terlebih dahulu memberikan dosis muatan awal (loading dose) diberikan sebanyak 2 kali lipat dosis biasa. Faktor VIII dapar diberikan dalam bentuk konsentrat ataupun kriopresipitat, sedangkan faktor IX dalam bencuk FFP (konsentrat faktor IX tidak tersedia di Indonesia). Penyakit von Willebrand tingan dan sedang jarang memerlukan pengobatan. Bila pengobacan lokal tidak berhasil pada penyakit tipe 1 dapat digunakan desmopressin, yaitu analog sintesis dari hormon antidiuretik vasopressin secara subkutan, intranasal atau intravena, Lebih dari 90% pasien penyakit von Willebrand ripe 1 memberikan hasil yang baik dengan pengobatan desmopressin, tetapi hasil bervariasi pada tipe 2. Pada perdarahan yang berat atu preoperasi perlu diberikan komponen darah (kriopresipitat atau kensentrat fakror VIII). 2° Perdarahan akibac PIM (Pembekvan Intravaskular Menyeluruh) biasanya dapac diacasi dengan mengobati penyakit dasarnya dan mengatasi proses koagulopaci konsumtif yang sedang berlangsung dengan pemberian transfusi crombosit, faktor koagulasi dan antirombin-III bila dipeclukan.'*1¢ Koagulasi intravaskular disseminata (KID) atau Pembekuan intravaskular menyeluruh (PIM) Koagulasi Intravaskular Disseminata teremahan dati DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) atau sering juga disebut PIM (Pembekuan Intravaskular Menyeluruh) merupakan PPN (Perdarahan Pada Neonatal) lanjut yang dapat berakibac fatal bahkan mengakibatkan kematian signifikan apabila tidak dikelola dengan baik. Koagulasi Intravaskular Disseminata terjemahan dari DIC (Disseminated Intravscular Coagulation) atau sering disebut PIM (Pembekuan Incravaskular Menyelurnh) adalah kegagalan sistem koagulasi yang sering didapatkan pada BBL sakit berat yang mengalami hipotensi, gangguan perfusi, infeksi/sepsis, hipoksia atau asidosis. Perdarahan terutama disebabkan oleh penurunan protein pembekuan dan trombosit. PIM/KID bersifac difus, di mana aktifasi sistem pembekuan di sepanjang pemnbulnh darah berkurang. ‘67 Gangguan Hemostasis pada @ayi Baru Lahir 193 BBL dengan KID atau PIM sering mengalami perdarahan hebat dan gejala lain yang mengakibarkan angka kematian yang cinggi. © Opcimalisasi perawatan suport secara intensif pada BBL sakit berat. + Manajemen proaktif masalah ventilasi & sitkulasi. + Terapi definitif penyakit primer secara adekuat. * Pencegahan penyebab PIM (sepsis, pelepasan jaringan, hepatitis & sitrosis).!*”7 © Pemantavan kasus-kasus ristko tinggi PIM (hemangioma raksasa, purpura fulminan, tka bakar). "47 Patofisiologi PIM Perdarahan abnormal pada BBL disebabkan 3 hal : jumlah dan fungsi thrombosic yang abnormal, gangguan sistim koagulasi dan kerusakan vaskular endothal. Faktor koagulasi dibencuk oleh sekelompok protein yang terbentuk dari komponen fibrin yang, mengandung banyak clot/hemostatik plug. Protein tersebut dibentuk pada awal gestasi pada fetus dan tidak menembus plasenta. Penyebab cersering PIM/KID adalah kombinasi dari gangguan koagulasi dan fungsi liver yang memburuk pada BBL yang mengalami sepsis," Diagnosis PIM “7 Anamnesis Tu risiko tinggi (solusio plasenta, infeksi), bayi riwayat asfiksia/hipoksia. Pemeriksaan fisik © Bayi tampak sakit berat disertai gagal multi organ © Koagulasi progresif (lebam, petekie, perdarahan pada tempat tusukan, hemoragi pulmonal) © Tampak septik Pemeriksaan penunjang © Darah (trombositopenia & pemanjangan PT/aPTT) © Apusan darah (fragmen sel darah merah & trombosit raksasa) + Necropenia, granulosit bervakuola © Kadar fibrinogen turn dan produk degradasi fibrin meningkat + D-dimers (mengukur kadar fibrin yang mengalami kerusakan) 194 Buku Ajar Neonatologi Manajemen PIM **" « Perawatan suportif secara intensif dan optimal + Patensi masalah ventilasi dan sirkulasi © Terapi definitif penyakic primer secara adekuat ¢ Transfusi tukar dua kali volume (pada kasus yang tidak memerlukan teansfusi segera). * Transfusi plasma beku segar 10-20 ml/kgBB * Transfusi konsencrat combosit 1-2 unit/kgBB * Transfusi kriopresipitat 1 kantung (mengandung 250 mg fibrinogen dan 80-120 unit fakcor VIN) . © Heparin dosis kecil (masih kontroversi) Pemantauan'*” © Ukur kadar trombosit, PT/aPTT setiap 4-6 jam «Tanda PIM teratasi : kadar fibrinogen meningkat (stabil) © Monitor ketat tanda vical (respirasi, detak jantung, suhu dan capillary refill ime) © Monitor efek samping obat (reaksi transfusi) + Waspada crombogenik (akibat tingginya konsentrasi fakror VIII yang terkandung di dalam krioptesipitar) Trombositopenia ‘Yrombosicopenia merupakan gangguan yang paling sering dijumpai pada BBL dengan gangguan trombosic. Penyebab yang paling sering adalah ibu dengan pre-eklampsia dan diaberes mellicus, UGR dan neonatal sepsis.215!6:7 Definisi trombositopenia apabila jumlah trombosit < 150.000/mm? (150x10%/L). Biasanya diketahui dari hasil pemeriksaan darah lengkap. Namun pada trombositopenia berat dapat terjadi petekie atau perdarahan."4"7 Manfaat mempelajati hal ini agar sejawat dokter dapat mengantisipasi/mencegah terjadinya crombosiropenia dan dapat mengelola dengan baik kasus-kasus dengan trombosiropenia pada neonatal. BBL dengan trombositopenia yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan perdarahan fatal dengan segala akibatnya. Patogenesis trombositopenia Beberapa keadaan/penyakit dapac menyebabkan trombositopenia melalui jatur koagulast yang terganggu akibat keadaan/penyakic tersebur."*"” Gangguan Hemostasis pada Bayi Baru Lahir 195

You might also like