You are on page 1of 8

8th

Industrial Research Workshop and National Seminar


Politeknik Negeri Bandung July 26-27, 2017

Pancasila Enterprise Theory and Pancasila Bottom Line: Suatu Kajian


Mengakuisisi Akuntansi Ke-Indonesia-an dari Jeratan Kapitalisme
Arrayyan Firdaus1
1
Accounting Department, State Polytechnic of Malang 65141
E-mail : arrayyanfirdaus@email.com

ABSTRACT

The purpose of this study is to initiate the presence of Indonesian accounting practices that are free from the shackles of
capitalism. This study uses the spirit of postmodern paradigm in which the style of deconstruction Derrida with nuance local
wisdom is based the values of Pancasila. Manifestation of Pancasila in the frame of the accounting entity concept and the
bottom line consist of two phases: theoretical analysis and practical stage. The theoretical analysis phase consists of problem
formulation and methodological selection, examining and then reconstructing the theoretical philosophical framework from
the concept of the accounting entity and the bottom line, based on the perspectives of Pancasila which make the new concept
called Pancasila Enterprise Theory (PET) and Pancasila Bottom Line (PBL). Furthermore, empirical analysis phase consists
of depth processes on issues related to implementation of the three last accounting entity concepts, interpreting each meaning
and role of the precepts of Pancasila in life processes, and re-actualization Pancasila in accounting sciences. The concept of
PET and PBL is then regarded as a sign of the new gold era of accounting based on Pancasila or couldbe called by the birth
of Pancasila accounting practices that have been liberated from capitalism.

Key words: Postmodern Pardigm, Pancasila, PET, PBL, and Pancasila Accounting.

1. PENDAHULUAN teoritis akuntansi yakni proprietary theory, entity theory,


residual equity theory, fund theory, commander theory,
Telah banyak jurnal, buku bacaan, kajian diskusi di investor theory, enterprise theory, dan syariah enterprise
ruangan seminar, konferensi, dan dikelas yang theory (Lihat Belkaoui, 2000: 106-107; Kam, 1990;
menyebutkan bahwa pergerakan roodmap akuntansi di Hendriksen dan Sinaga, 1994; Triyuwono, 2001: 136-140;
Indoensia adalah produk budaya barat/kapitalisme Suwardjono, 2005: 495; dan Mulawarman, 2011: 67-96) [4-
(sehingga disebut dengan akuntansi modern/mainstream). 9]. Namun, konsep dasar teoritis akuntansi yang paling
Salah satu buktinya, Mulawarman (2011: xvii) telah viral hanyalah tiga macam yaitu proprietary theory, entity
mengungkapkan bahwasanya semua standar akuntansi di theory, dan enterprise theory. Alhasil, secara runtutan
Indonesia telah berinduk pada landasan teoritis kronologis, konsep entitas setidaknya mengalami
International Accounting Standards Committee (IASC) perombakan sebanyak tiga kali, dari proprietary theory
dengan judul “Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian yang dianggap tidak cocok karena menganggap pemilik
Laporan Keuangan” dalam bentuk Standar Akuntansi sebagai sentral segala jenis kepentingan sehingga seringkali
Keuangan (SAK) yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan terjadinya perilaku tidak etis, self-interest, dan moral
Indonesia [1]. Bahkan seolah tidak belajar dari kesalahan, hazard, menuju konsep entity theory (Lihat juga
dalam penyusunan kode etik, IAI juga tidak lepas atas Tuanakotta, 1986; Belkaoui, 2000; Triyuwono, 2002: 2;
proses pengadopsian dari badan internasional penyusun Godfrey dan Hodgson, 2010; dan Mulawarman, 2011; 70)
standar praktik akuntansi lainnya yaitu International [10-14].
Federation of Accountant (IFAC) (Lihat Ludigdo dan Namun, seiring bergulirnya waktu konsep entity theory
Kamayanti, 2012; dan Agus dan Ardana, 2014: 161) [2, 3]. menjadi semakin sarat akan nilai egoistik, individualistik,
Kepragmatisan sistem akuntansi di Indonesia untuk dan opportunistic yang digunakan untuk membantu para
selalu tunduk pada perintah budaya barat setidaknya dapat pemilik modal memperoleh laba yang maskimal dan
diteropong dari beberapa konsep dasar akuntansi khususnya pengambilan keputusan yang tepat pada modal yang
pada konsep entitas akuntansi (entity accounting) yang ditanam (Lihat Kam, 1990: 305-306; Triyuwono, 2002: 5
kemudian menjadi jebakan sosiologis bagi masyarakat Anthony et al. 2003: 31; dan Belkaoui 2005: 176) walaupun
Indonesia. Hal ini disebabkan karena secara lahiriah, sifat fokus utama dari konsep ini telah bergeser dari pemiliknya
karakteristik dari konsep entitas akuntansi secara derivatif ke arah perusahaan (Lihat Suwardjono, 2005: 498; dan
akan merepresentasikan tujuan pengungkapan pelaporan Djajanegara, 2008: 11) [15-20]. Artinya, walaupun konsep
keuangan dan kepentingan dari para pemakainya. Adalah ini telah dimodifikasi secara luas dari konsep proprietary
sesuatu yang wajar jika kemudian, teori entitas mampu theory, keduanya memiliki kesamaan pada basis ideologi
menentukan kalangan mana saja yang sekiranya dianggap yang mendasarinya yaitu ideologi kapitalisme (Lihat
paling berkepentingan dalam suatu aktifitas ekonomi. Triyuwono, 2002: 330-331; dan Setiabudi dan Triyuwono
Melalui beberapa literatur yang membahas tentang teori
akuntansi, setidaknya diperoleh delapan konsep besar dasar

274
8th
Industrial Research Workshop and National Seminar
Politeknik Negeri Bandung July 26-27, 2017

2002: 165-166) [21, 22]. Bisa dikatakan kedua konsep ini Akhirnya, usaha perwujudan elemen-elemen seperti
adalah hasil unifikasi dari kekuasaan ekonomi kapitalis. PET dan PBL memiliki nilai-nilai perjuangan dalam
Urgensi memahami kegagalan konsep entity theory mereaktualisasikan trisakti budaya Pancasila khususnya
yang masih bersifat profit oriented, pada yang waktu pada poin berdikari di bidang ekonomi dengan bernafaskan
hampir bersamaan lahirlah konsep enterprise theory. nilai-nilai Pancasila seperti Ketuhanan, Kemanusian,
Enterprise theory menurut Mulawarman (2011: 95) Kesatuan, Kerakyatan, dan Keadilan Sosial. Selain itu,
memiliki penekanan yang berbeda yakni perusahaan penggunaan sudut pandang Pancasila pada penelitian ini
sebagai organisasi nasional dituntut akan kehadirannya akan melahirkan wawasan atau paradigma baru dalam
sebagai pelaku pertanggungjawaban sosial (Tuanakotta, merekonstruksi kehegemonian akuntansi modern yang
1986: 179; Kam, 1990: 315-318) sehingga ditambahkan universal, dalam rangka menggagas sistem akuntansi ke-
Harahap (2002) bahwa teori ini terbilang melengkapi kedua Indonesia-an yang benar-benar lepas dari jerat kapitalisme.
teori entitas sebelumnya [22-25]. Hal inilah yang kemudian
melatarbelakangi adanya euforia aktivitas pendistribusian 2. METODE PENELITIAN
laba kepada para stakeholders. Dilain pihak, akuntansi
dalam ranah kritis, seperti akuntansi sosial dan lingkungan Pada penelitian ini, Pancasila akan berperan sebagai
secara ekstrem menggulirkan wacana berupa usulan nilai lain yang akan diinternalisasikan kedalam konsep
pengungkapan dan pelaporan berbasis sosial dan entitas akuntansi dan konsep the bottom line sebagai upaya
lingkungan, yang dalam hal ini terepresentasi pada bentuk untuk merekonstruksi logosentrisme dari akuntansi modern.
sustainability report. Upaya memanifestasi atau memasukkan nilai lain dari
Namun, kemapanan konsep enterprise theory akuntansi mainstream tadi dapat disebut sebagai upaya
sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, dianggap dekonstruksi yang dikenalkan oleh Derrida (Triyuwono,
Triyuwono (2001; dan 2004) masih perlu diperbaiki 2001: 6; dan O’Donnel, 2009: 56-57) [38, 39]. Proses ini
dikarenakan konsep ini belum mengakui indirect kemudian akan menjadi konsep dan wawasan baru yaitu
participants [26, 27]. Padahal secara normatif mereka tetap PET dan PBL sebagai diskursus aktual dalam rencana
mempunyai hak atas nilai tambah yang diciptakan oleh melahirkan akuntansi berbasis Pancasila.
perusahaan (Triyuwono, 2002: 6) [28]. Beranjak dari hal Integrasi Pancasila kedalam konsep entitas ekonomi
itu, Triyuwono (2001; 2004) mengusulkan konsep sya’riah dan konsep the bottom line dimulai dalam dua tahap yaitu
enterprise theory (SET) yang diyakini mampu meretaskan tahap teoritis dan tahap praktis. Kegiatan pada tahap
Allah SWT sebagai Maha Pencipta dan Maha Penguasa analisis teoritis antara lain merumuskan masalah dan
[29, 30]. Mulawarman (2011: 113-115) menambahkan memilih metodologi, barulah kemudian melakukan
dengan konsep ini juga mampu memperbaiki hubungan penelusuran kerangka filosofis teoretis dari proprietary
manusia dengan Tuhannya sebagai sentral sumber amanah theory, entity theory, dan enterprise theory, triple bottom
utama dan pemilik tunggal yang mutlak serta mewujudkan line, serta nilai-nilai dari setiap sila Pancasila, dan terakhir
kembali koeksistensi dari alasan Tuhan menjadikan melakukan rekonstruksi filosofis-teoretis pada ketiga
manusia sebagai perwakilannya di muka bumi yaitu sebagai konsep entitas akuntansi tadi dan triple bottom line
khalifatullah fil ardh dan abd’ Allah [31]. Kini konsep SET sehingga terbentuklah PET dan PBL. Selanjutnya, analisis
semakin menunjukkan keberhasilan, dimana telah berhasil empiris terdiri atas beberapa kegiatan yakni mengkaji lebih
menjadi konsep yang akan selalu menguatkan konsep mendalam mengenai masalah yang berkaitan dengan
filosofis teoritis-praktis dari akuntansi sya’riah yang idealis. penerapan ketiga konsep entitas akuntansi tadi, menafsir
Menilik keberhasilan Triyuwono (2001; dan 2004) setiap makna dari sila-sila Pancasila serta perannya dalam
dalam memanifestasikan konsep entitas akuntansi dalam berkehidupan dan bernegara, serta mereaktualisasikan
bingkai nilai-nilai syariah, membangun semangat penulis Pancasila dalam proses akuntansi. Bahan-bahan dan
untuk melakukan hal yang sama yakni membangun konsep informasi yang akan dianalisi pada bagian ini merupakan
kepemilikan berdasarkan pada budaya Pancasila dan local data-data sekunder yang peneliti peroleh dari berbagai
wisdom bangsa Indonesia yaitu Pancasila Enterprise sumber, bahan seminar, media masa, media elektronik, dan
Theory (PET) [32, 33]. Perlu diketahui, konsepsi PET ini lain-lain yang kemudian didukung dengan kajian pustaka.
tidak lain dan tidak bukan adalah bagian dari upaya Analisis teoritis akan dimulai dengan melakukan
motivasi penulis untuk merealisasikan conceptual reduksi data dengan memfokuskan perhatian pada
framework dalam rangka melahirkan praktik akuntansi pencarian materi penelitian dari berbagai literatur disertai
Pancasila (Lihat Firdaus, 2016a; 2016b; 2016c) [34-36]. dengan proses mengkritisi, mengevaluasi, menafsir, dan
Sebagai tambahan nantinya, konsep PET juga akan menarik kesimpulan konsep entitas akuntansi dan konsep
didukung (inheren) dengan hadirnya konsep Pancasila the bottom line berdasarkan indikator-indikator yang
Bottom Line (PBL) yang merupakan replikasi sekaligus bermuara pada nilai-nilai Pancasila. Sedangkan untuk
rekonstruksi dari konsep Elkington (1997) yaitu Triple analisis empiris, dilakukan dengan berinteraksi dengan
Bottom Line [37]. Replikasi ini lebih lanjut menjadi beberapa informan yang telah penulis pilih secara sengaja,
alternatif domain baru akuntansi yang berelasi dengan berdasarkan kriteria yang dijelaskan oleh Bungin (2010:
Tuhan sebagai upaya merangkai kekayaan nilai-nilai 78), bahwa informan merupakan individu yang telah cukup
altruistik-spritualis-humanis-ekologis yang terepresentasi lama dan intensif menyatu dengan kegiatan atau medan
pada nilai-nilai Pancasila. aktivitas yang menjadi sasaran penelitian dengan berbagai
pertimbangan baik melalui proses diskusi atau sharing [40].

275
8th
Industrial Research Workshop and National Seminar
Politeknik Negeri Bandung July 26-27, 2017

Selain itu, pemilihan informan juga didasarkan atas


hubungan atau pendekatan emosional dengan peneliti.
Kemudian, informan pada penelitian ini adalah orang-orang
yang menguasai atau menjadikan Pancasila sebagai
landasan keilmuannya dalam wujud academic writing dan
mempunyai ketertarikan dengan ilmu akuntansi non
mainstream atau non-positivism, agar mudah untuk saling
bertukar informasi mengenai wacana aktual rekonstruksi
ilmu akuntansi modern.

3. PEMBAHASAN

3.1 Akuntansi Pancasila: The New Gold Era Of Gambar 1. Proses Terjadinya Praktek Akuntansi Pancasila
……Accounting
Dengan meminjam pendapat Suwardjono (2005) dapat Jika dilihat dari gambar diatas, praktik akuntansi
diketahui bahwa akuntansi yang dipraktikkan dalam suatu Pancasila memang terwujud dari potret kepribadian
wilayah negara sebenarnya tidak terjadi begitu saja secara masyarakat Indonesia yang dikenal spritualis dan humanis.
alamiah, akan tetapi sengaja dirancang dan dikembangkan Bahkan, kedua nilai ini pun dipercayai sebagai ruh yang
untuk mencapai tujuan tertentu [41]. Akibatnya, ruh dari melatarbelakangi terbentuknya Pancasila sebagai ideologi
akuntansi pun akan selalu senada dengan realitas sosial negara. (Soekarno, 1964a; 1964b; 2002) [57-59]. Di lain
dimana akuntansi itu dipraktikkan (Morgan, 1988; Dilliard, pihak, keberhasilan Pancasila sebagai peradaban bagi
1991; dan Triyuwono, 2012) [42-44]. Alhasil, tidak heran bangsa Indonesia tidak perlu dipertanyakan lagi. Kini,
bila kemudian struktur dan praktik akuntansi akan berbeda Pancasila telah berdiri kokoh dengan meyandang gelar
antar negara. Di Indonesia sendiri, di era sebelum masa sebagai sumber dari segala sumber hukum, pandangan
penjajahan, sistem akuntansi yang digunakan bernuansa hidup, jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia, hingga
kerajaan, keagamaan, dan kearifan lokal. Namun, semua paradigma kehidupan di berbagai bidang seperti bidang
musnah ketika negara penjajah datang, dengan membawa ekonomi (Firdaus, 2016b) [60]. Lebih jauh, secara terang-
berbagai aturan dan pemaksaan. (Sukoharsono dan Gaffikin terangan, keberhasilan Pancasila dalam bidang ekonomi
1993; Poesponegoro dan Djoened, 2008; dan Budiasih, membantu Indonesia dalam mempertahankan idealismenya
2012) [45-47]. Walaupun demikian, dilain pihak, usaha dari dentuman dahsyat hegemoni antar dua kutub pemecah
pengembalian akuntansi berwawasan ke-Indonesia-an kini bangsa yaitu ekonomi kapitalisme dan sosialisme (Parikesit,
terus digulirkan khususnya menggunakan perspektif 2012: 8) melalui sistem ekonomi Pancasila [61].
Pancasila (Firdaus, 2016a; 2016b; 2016c; Parikesit, 2012; Perlu untuk diketahui, diskursus mengenai konsep
Ludigdo dan Kamayanti, 2012; dan Sitorus, 2015) [48-53]. sistem ekonomi Pancasila secara garis besar telah di
Memang diakui, usaha menyusun kerangka konsep canangkan oleh Mohammad Hatta, yang diberikan sentuhan
filosofis teoritis-praktis akuntansi berbasis ke-Indonesia-an agar menjadi lebih berkembang oleh Emil Salim dan
(dalam hal ini lebih dispesifikkan pada nilai-nilai Pancasila) Mubyantoro (Firmansyah, 2011) [62]. Corak ekonomi yang
terbilang sulit mengingat proses penyusunan kerangka dibangun melalui sistem ini tidak berfokus pada pemenuhan
akuntansi kapitalis misalnya, terungkap bahwa dibutuhkan materi tetapi lebih berusaha untuk menciptakan
waktu berpuluh-puluh tahun, melibatkan sekitar lima jenis keseimbangan antara aspek materi dan non materi seperti
ilmu pengetahuan, dan beberapa kali mengalami proses mentransformasikan nilai-nilai keTuhanan, kemanusiaan,
perbaikan (Harahap, 2001: 16; dan Muslim, 2015: 31) [54, dan keadilan dalam proses harmonisasi dan humanisasi
55]. Namun, jika memang ingin mewujudkan praktik dari sebagai wujud pribadi yang utuh. Hal ini tentu berbeda
akuntansi berbasis Pancasila, berikut tahapan yang harus dengan sistem ekonomi konvensional yang sarat akan self-
dijalani dan dilewati (Firdaus: 2016a; 9-10) [56]: interest. Sistem eknomi Pancasila juga mengutamakan etika
dan moral sebagai cerminan dari sila Pancasila dan
berusaha keras menegasikan penindasan sebagai kekuatan
revolusioner dalam upaya menuju perubahan sosial yang
semestinya (Hatta, 1993; Swasono, 2008; 2010; dan
Firmansyah, 2011) [63-66]. Lindayanti (2007)
menambahkan bahwa basis dari sistem ekonomi Pancasila
sebenarnya adalah moralitas agama, titah Tuhan, dan
keadilan yang digambarkan dengan kemerataan sosial dan
kerakyatan [67].
Dogma sistem ekonomi Pancasila yang seutuhnya
berbasis spritualis dan humanis ini akan menjadi pilar dan
terobosan baru di bidang akuntansi, dalam merekonstruksi
teori akuntansi positif yang terlalu bersifat maskulin (Hines,
1989; dan Triyuwono, 2012) [68, 69]. Sifat maskulinitas ini

276
8th
Industrial Research Workshop and National Seminar
Politeknik Negeri Bandung July 26-27, 2017

memang mengorbit pada budaya private cost/benefits, yang membawa warna baru dimana terlihat ada proses integrasi
orientasinya adalah kepentingan shareholder, sehingga nilai-nilai spritualis, sosial, dan ekologis. Alhasil, akuntansi
dimensi non materi seperti lingkungan jarang sekali Pancasila memiliki beberapa tujuan seperti penggunaan
dipandang. Selain itu, dimensi sosial juga terkadang turut konsep akuntansi haruslah berefleksi dan berorientasi pada
termaginalkan, sehingga pernyataan “memanusia manusia” agama sebagai wujud dari sila pertama, sehingga para
hanyalah sebuah wacana. Hal ini tereresentasi dari budaya pengguna dapat bertanggungjawab kepada Tuhan dan
perusahaan yang memberikan upah buruhnya yang tidak Makhluk-Nya. Tujuan kedua berelevansi dengan sila kedua
sesuai dengan effort nya (Firdaus, 2012c: 3) [70]. Melihat yaitu konsep akuntansi tidak boleh mangandung nilai-nilai
segala jenis penindasan yang terjadi sebagai akibat sistem yang menimbulkan kegiatan yang sifatnya memaksa
akuntansi yang terjerat nilai maskulinitas tadi, adalah kehendak orang lain seperti pemerasan. Selanjutnya,
penting kemudian memberikan ruang kepada Pancasila penerapan akuntansi dilakukan semata-mata untuk
untuk ambil peran sebagai pahlawan dengan mewujudkan meningkatkan rasa kekeluargaan dan gotong royong.
diskursus aktual teori akuntansi Pancasila. Adapun konsep Penerapan konsep akuntansi dalam bentuk pengambilan
teori akuntansi yang sesuai dengan Pancasila dapat dilihat keputusan juga harus mengutamakan hajat hidup orang
pada bagan berikut: banyak sehingga tidak sarat akan nilai egoistik,
individualistik, dan kapitalistik. Dan yang terakhir, tujuan
dari akuntansi ialah sebagai alat untuk menjaga
keseimbangan antara hak dan kewajiban pemakainya
sebagai makhluk Tuhan.

3.2 Modifikasi Konsep Enterprise Theory Melalui


Pendekatan Pemaknaan Ulang Stakeholders Dalam
Cakupan Vertikal-Horizontal
Melalui gambar dua pada poin sebelumnya,
melahirkan praktik dari akuntansi Pancasila membutuhkan
sebuah konsep dasar entitas yang kemudian disebut dengan
PET. Mengapa kemudian konsep ini begitu fundamental?
Hal ini berangkat dari sebuah pemikiran, bahwa sesuatu
Gambar 2. Konsep Teori Akuntansi Pancasila
yang berasal dari budaya barat tidak sepenuhnya sesuai dan
bisa diterapkan oleh mereka yang berbudaya timur, maka
Nilai-nilai seperti keTuhanan, kemanusiaan, kesatuan, secara sederhana, enterprise theory perlu dimodifikasi agar
kerakyatan, dan keadilan akan selalu melekat pada jiwa konsep teoritis hingga praktisnya mampu berwawasan ke-
sistem ekonomi Pancasila dan teori akuntansi Pancasila. Indonesia-an. Maka daripada itu, menurut Saputro dan
Alhasil, kelima nilai tersebut merupakan kerangka dasar Triyuwono, (2009), konsep ini membutuhkan proses
operasional dalam pada prinsip teori akuntansi Pancasila. replikasi seperti perlu adanya upaya mengakomodir
Nilai keTuhanan merupakan sumber spritualitas dan pengakuan terhadap indirect participants, karena secara
moralitas guna menghadirkan Tuhan dalam relung jiwa normatif mereka tetap mempunyai hak atas nilai tambah
akuntansi dan jiwa pemakainya. Nilai kemanusiaan akan yang diciptakan oleh perusahaan seperti yang diungkapkan
membangun trilogi keeksistensian akuntansi yang mampu oleh Triyuwono (2002) [71, 72]. Indirect participant yang
memperbaiki pendekatan emosional pemakainya dengan menjadi fokus utama dari pemikiran Triyuwono (2002; dan
Tuhan, antar sesama, dan lingkungannya. Selanjutnya, nilai 2012) ini adalah Tuhan [73, 74]. Artinya, Triyuwono (2002
kesatuan akan mewadahi dan memfasilitasi akuntansi dan 2012) memandang bahwa agenda mereplikasi dari
dalam menghadapi segala sesuatu yang berhubungan konsep enterprise theory menjadi syari’ah enterprises
dengan kemajemukan bangsa sebagai upaya preventif theory menghendaki segala jenis komponen pelaporan
munculnya potensi disintegrasi dikalangan pemakainya. harus dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan sebagai
Teori akuntansi Pancasila juga menginginkan segala jenis Manunggaling Kawulo Gusti agar sifat kapitalisme dari
pengambilan keputusan oleh pemakainya selalu didasari rahim enterprise theory tadi dapat larut dalam bingkai
dengan asas kebijaksanaan yang hikmat dengan agama [75, 76]. Secara terminologis kehadiran konsep
mengutamakan kepentingan hajat hidup orang banyak syari’ah enterprise theory, semata-mata untuk mewujudkan
melalui revitalisasi nilai kerakyatan. Akhirnya, orientasi kembali koeksistensi dari alasan Tuhan menjadikan
pengambilan keputusan pada kepentingan hajat hidup orang manusia sebagai perwakilannya di muka bumi yaitu sebagai
banyak yang dipandu oleh hikmah kebijakan akan khalifatullah fil ardh dan abd’ Allah (Mulawarman, 2011)
berimplikasi pada perwujudan keadilan sosial. Cara [77].
pandang dengan kelima nilai tadi, akan membuat sebuah Upaya menghilangkan nilai kapitalisme seperti yang
akuntansi baru (akuntansi Pancasila) yang benar-benar dilakukan Triyuwono melalui konsep syariah enterprise
bernuansa holistik (holistic approach) dan bersifat vertikal- theory, juga dapat diwujudkan dengan cara berbeda.
transedental dan horizontal-humanisasi. Misalnya dengan menginternalisasi nilai-nilai Pancasila
Keholistikan teori akuntansi Pancasila dalam kedalam konsep enterprise theory, sehingga menghasilkan
membangun konsep filosofis akuntansi (Pancasila) sebuah teori baru yang dapat disebut sebagai Pancasila
Enterprise Theory. Hal ini dapat saja dilakukan mengingat

277
8th
Industrial Research Workshop and National Seminar
Politeknik Negeri Bandung July 26-27, 2017

Pancasila telah bisa dikatakan sebagai ilmu pengetahuan akuntabilitas secara maksimal kepada stakeholder yang
karena telah memenuhi syarat postulat ontologi, akan bermuara pada dimensi spritualitas (Tuhan), sosial
epistemologi, hingga aksiologi dan telah memiliki empat (antar sesama manusia), dan ekologis (lingkungan).
tiang penyangga ilmu yaitu objek, metode, sistematika dan Ketercapaian makna akuntanbilitas disini adalah sebuah
argumentasi (Ardi, 2012, p. 5; dan Mardiana, 2016, p. 7) premis utama bahwa segala tindakan yang dilakukan
[78, 79]. Alhasil, internalisasi Pancasila kedalam manusia harus mencerminkan sifat kebijaksanaan
enterprise theory bisa menjadi solusi konkret dan efektif mengingat mereka adalah seorang pemimin dan telah
dalam rangka mewujudkan praktik akuntansi yang berbasis diberikan mandat dari Tuhan untuk mengelola sekaligus
Pancasila. menjaganya.
Proses internalisasi ini akan melibatkan nilai-nilai Lebih jauh, konsep PET terbilang lebih luas dari konsep
yang merepresentasikan dari setiap masing-masing sila dari enterprise theory terutama dalam memandang kepada siapa
Pancasila seperti nilai keTuhanan, kemanusiaan, kesatuan, saja mereka harus bertanggungjawab, yang dalam hal ini
kerakyatan, dan keadilan. Aksioma terpenting yang ingin terangkum dalam istilah stakeholder. Pada enterprise
dicapai dari konsep ini adalah terbentuknya pola akuntansi theory, makna akuntanbilitas cakupannya hanyalah berada
yang lebih mengutamakan asah kritis pemakainya sehingga pada tataran horizontal yaitu antara manusia dengan
memahami keberadaan akuntansi secara lebih holistik manusia lain seperti pemerintah, shareholders, dan
dengan segala jenis potensi kecerdasannya, menyerap nilai- masyarakat sekitar. Namun, pada konsep PET, makna
nilainya dengan ketulusan, mengimplementasikannya akuntabilitas mencakup horizontal-vertikal. Kata vertikal
dengan penuh keikhlasan, dan menyebarkannya dengan disini terdiri atas dua jenis, layaknya sumbu y pada titik
keyakinan. Dengan penuh kesadaran, akhirnya para koordinat matematika, dimana ada vertikal kebawah dan
pemakai akuntansi pun menjadi sadar bahwa dirinya adalah vertikal keatas. Makna dari vertikal kebawah
perwakilan Tuhan di muka bumi, sehingga ia akan berusaha melambangkan pusat tanggungjawab manusia kepada
keras untuk bertindak berdasarkan asas profesionalitas, lingkungannya, sedangkan vertical keatas melambangkan
responsif dan solutif dalam menanggapi isu lingkungan dan pusat tanggungjawab manusia kepada Tuhannya. Hal ini
sosial, memperjuangkan hak dan keadilan bersama, dan hampir mirip dengan konsep indirect stakholders dan direct
mewujudkan budaya transparansi sebagai proses stakeholders pada pemikiran Triyuwono (2002) [81].
bertanggungjawab kepada seluruh stakeholder yang ada. Dengan konsep PET, akan menggiring akuntansi
Stakeholder yang dimaksud pada penelitian ini mengacu Pancasila memiliki konsekuensi secara substansial dan
kepada konsep stakeholder menurut Firdaus (2016c: 29) konsekuensi teknis. Konsekuensi substansial diharapkan
[80]: akan membangun jiwa-jiwa pemakai akuntansi yang
Tabel 3: Pemaknaan Ulang Kata Stakeholder dalam Bingkai Pancasila memiliki sifat cinta dan tunduk atas kebesaran Tuhannya
Sila Pemaknaan Ulang Kata Stakeholder disertai dengan cinta terhadap negara nya sendiri. Alhasil,
I Konsep stakeholder yang BerkeTuhanan adalah para pemakai akuntansi memiliki pandangan bahwa dirinya
mengakui Tuhan sebagai pemilik hak tunggal dan harus berdaya juang, bersinergi, mengabdi, bekrya, dan
hak mutlak atas segala sesuatu yang ada di alam berdidikasi tinggi untuk negaranya tanpa mendistorsikan
semesta ini. nilai-nilai sosial dan lingkungan.
II Konsep stakeholder yang Berkemanusiaan adalah Kemudian, konsekuensi secara teknis, PET akan
mengakui bahwa manusia memiliki hak berjuang menjadikan dirinya sebagai landasan para
kepemilikan atas suatu objek menurut dasar pemakai akuntansi dalam bersikap (act) melalui proses
Ketuhanan melalui proses “memanusiakan perhitungan atau kalkulasi dalam bentuk angka (count) dan
manusia” tanpa mengindahkan faktor lingkungan proses pengambilan keputusan (think) (Firdaus, 2016b: 6)
III Konsep stakeholder yang bersatu adalah [82]. Kegiatan act, count, dan think tadi akan diterjemahkan
mengakui bahwa manusia memiliki hak sebagai praktek dari akuntansi Pancasila yang mengorbit
kepemilikikan atas suatu objek guna mencapai pada lima jenis teknik akuntansi Pancasila yaitu responsible
persaudaraan tanpa mengindahkan faktor to The God, Humans, and the Enviroment, materialistic and
lingkungan egoistic minimization, income distribution maximization,
IV Konsep stakeholder yang berkerakyatan adalah justice smoothing, dan non-financial perspective
mengakui bahwa manusia memiliki hak recognition (Firdaus, 2016b: 7) [83]. Kelima jenis teknik
kepemilikikan atas suatu objek guna mengangkat akuntansi Pancasila inilah yang kemudian menjadi langkah
derajat rakyatdengan semangat kekeluargaan revolusioner guna menghadirkan konsep Pancasila Value
tanpa mengindahkan faktor lingkungan Added Statement sebagai bentuk konkret dari praktik
V Konsep stakeholder yang berkeadilan adalah akuntansi Pancasila.
mengakui bahwa manusia memiliki hak
kepemilikikan atas suatu objek guna 3.3 PBL: Turunan Pancasila Enterprise Theory Sebagai
menyeimbangkan kebutuhan jasmani dan rohani Upaya Merentas Praktik Akuntansi Pancasila
tanpa mengindahkan faktor lingkungan
PBL hadir menjadi pribadi yang berfungsi untuk
Sumber: Firdaus (2016c: 29) menyokong kesempurnaan dari konsep PET.
Jika dilihat dari maksud dan tujuan dari PET maka Keeksistensian PBL sebagai sebuah karya dari hasil turunan
dapat digambarkan bahwa ada harapan dengan akuntansi PET akan lebih menitikberatkan pada bagaimana membuat
Pancasila, para pemakainya akan dapat mencapai makna konsep filosofis akuntansi Pancasila agar mampu menjawab

278
8th
Industrial Research Workshop and National Seminar
Politeknik Negeri Bandung July 26-27, 2017

tantangan kekinian dan harapan kedepan dunia sosial. Tiga jenis perbedaan antara konsep PBL dengan konsep
Artinya, ada sebuah keinginan untuk mendobrak peradaban TBL versi Elkington (1997) [87] terjadi sebagai akibat
lama yang hanya bersifat profit oriented atau realtias yang implikasi dari adanya proses internalisasi sila-sila Pancasila
tercanda. Inilah kemudian yang disebut dengan usaha kedalam tubuh TBL. Hakikat dari kelima sila ini kemudian
menenggelamkan konsep single bottom line. akan membentuk jiwa PBL yang secara komprehensif
PBL sendiri sebenarnya adalah buah pemikiran peneliti memiliki wawasan yang holistik. Melalui sila pertama
dalam mengkritik single bottom line seperti halnya yang mengindentifikasikan bahwa PBL memiliki aspek
dilakukan oleh Elkington (1997) dengan konsep triple spritualitas. Alhasil, PBL akan menjadi guidance bahwa
bottom line (TBL) yang memberikan hamparan keseharian tujuan utama perusahaan melakukan proses bisnis adalah
berupa keserakahan [84]. Dengan PBL, selanjutnya ada untuk mencari ridho Tuhannya.
harapan bahwa nantinya praktek akuntansi Pancasila benar- Sila kedua yaitu kemanusiaan melambangkan bahwa
benar akan membawa cahaya kebaikan yang tak luput atas PBL selain fokus pada aspek ekonomi juga memperhatikan
proses bagaimana mendisiplinkan ilmu akuntansi yang masalah sosial untuk bertahan hidup. Disamping hal itu,
peduli akan nilai-nilai sosial dan lingkungan, bahkan sila ketiga, keempat dan kelima juga akan fokus pada
hingga nilai transedental-spritualitas. tataran sosial seperti adanya sinergistas antara perusahaan
Jika ditanya, dimana letak perbedaan konsep PBL dan masyarakat sebagai makhluk sosial (sila ketiga), setiap
dengan konsep TBL yang telah diterjemahkan oleh tindakan yang akan diambil (para manajer) perusahaan
Elkington (1997) [85], setidaknya ada beberapa jawaban haruslah bijaksana dan mengutamakan hajat hidup orang
yang bisa dijelaskan. Pertama ialah ruh dari konsep PBL banyak (sila keempat), adanya perubahan pola pikir pada
benar-benar diterjemahkan dari bentuk sila-sila Pancasila, perusahaan bahwa melakukan aktifitas sosial tidak
sehingga wawasannya terbilang mampu mewakili diperlakukan sebagai beban atau biaya, tetapi adalah sebuah
kepribadian bangsa Indonesia yang humanis dan spritualis. ibadah untuk menggapai kepuasan batiniah dan rohaniah
Kedua, konsep PBL bersifat lebih holistik, lebih siap, dan yang tidak dapat diukur secara material (sila kelima).
lebih serius untuk memberikan ruang sekaligus menaungi Namun, sila kelima atau keadilan juga akan fokus pada
unsur-unsur minoritas yang sebelumnya termaginalkan. bagaimana perusahaan berprilaku adil dengan
PBL juga akan menjadi premis tujuan akuntansi Pancasila lingkungannya selain manusia itu sendiri seperti tumbuh-
yang memberikan perhatian pada isu-isu dalam pandangan tumbuhan dan hewan sebagai makhluk ciptaan-Nya
mikro-ekonomi berupa aspek sosial dan ekologis. (Firdaus, 2016a: 15) [88]. Apabila konsep PBL melalui
Konkretnya, pada aspek sosial, PBL akan membantu kelima sila ini diterapkan dengan penuh rasa keikhalasan
akuntansi Pancasila dalam mengkodifikasi nilai-nilai dari oleh setiap pelaku bisnis maka cepat atau lambat akan ada
sila Pancasila yang berelfleksi dengan proses berkehidupan energi positif yang akan mereka rasakan saat, sebelum,
dan bernegara misalnya mengungkap nilai-nilai hak asasi ataupun setelah proses kegiatan bisnis.
manusia seperti biaya non diskriminasi, kebebasan
berpendapat, tenaga kerja dibawah umur, hak penduduk
pribumi, dll. Sedangkan untuk aspek lingkungannya, seperti
masalah biodiversity yang dimanfaatkan, jumlah energi
yang digunakan, ataupun biaya polusi.
Ketiga adalah konsep PBL akan mengutamakan zat
yang tidak akan pernah mati yaitu Tuhan (aspek
spritualitas). Adalah sangat penting kemudian PBL
berusaha ingin merentas Tuhan dalam praktek akuntansi
Pancasila, mengingat PBL dari nilai-nilai Pancasila yang
sangat mengidamkan-idamkan ketitahan Tuhan
(representasi sila pertama). Ketitahan Tuhan adalah model
terobosan atau generasi baru yang harus diteropong para
pengguna akuntansi (Pancasila khususnya). Sepakat atau Gambar 4. Pancasila Bottom Line
tidak, sebagai makhluk-Nya kita sudah sebaiknya meyakini
bahwa aspek spritualitas ikut berperan penting dalam Hal tersebut dapat dianalogikan pada praktik akuntansi
pergerakan dan perkembangan sebuah organisasi. Artinya, konvensional dimana perusahaan memiliki perilaku
aspek ini hadir disetiap nafas aktivitas organisasi. Makna opportunistik dalam memperlakukan akun pendapatan,
Tuhan sebagai dimensi yang maha dahsyat juga tentunya beban, dan laba. Akuntansi konvensional berasumsi bahwa
akan memberikan energi postif bagi setiap elemen pendapatan dan laba adalah sesuatu yang postif dan harus
perusahaan dalam proses penyeimbangan atas apa yang ditingkatkan sedangkan beban atau biaya adalah sebaliknya.
telah dilakukan. Akhirnya, tidak berlebihan jika bentuk Asumsi ini pula yang memprovokasi perusahaan berlomba-
holy-spirit seorang manusia terhadap Tuhannya akan lebih lomba untuk berusaha meningkatkan nilai pendapatan atau
baik jika diungkapkan pada pelaporan akuntansi dengan laba dan menurunkan nilai beban dengan berbagai cara.
indikator yang diprakarsai oleh Sukoharsono (2010: 18) Perilaku semacam ini dikenal dengan istilah manajemen
seperti kasih yang tulus (merciful), cinta yang tulus (truthful laba atau akuntansi kreatif (Sugiarto, 2003; dan Firdaus,
love), kesadaran transendental, kemampuan kontemplasi 2016b: 1-2) yang kemudian menyebabkan terjadi
diri dan kejujuran [86]. disfunctional behaviour. Tidak heran jika kemudian

279
8th
Industrial Research Workshop and National Seminar
Politeknik Negeri Bandung July 26-27, 2017

perilaku ini menyebabkan masalah-masalah baru seperti new gold era of accounting based on Pancasila yang bisa
pencemaran lingkungan, tindakan diskriminatif, dll [89, kita sebut dengan akuntansi Pancasila yang telah merdeka
90]. dari jeratan kapitalisme. Merdeka Akuntansi ku, Merdeka
Hal ini tentu berbeda dengan konsep PBL secara Negaraku!!!
substansial yang telah dijelaskan pada paragraph
sebelumnya. Konsep PBL akan mendidik perusahaan untuk UCAPAN TERIMA KASIH
menganggap bahwa pendapatan, laba, bahkan beban adalah
sesuatu yang memberikan dampak positif (positive Ucapan terima kasih saya ucapkan kepada Dr. Nurafni
impacts). Secara singkat, beban dalam konsep PBL Eltivia dan Yunia Afiatin yang telah memberikan masukan
dianggap sebagai suatu proses pendewasaan pada dan sekaligus saran terkait penambahan refrensi yang
perusahaan dalam bertindak. Konkretnya, beban dianggap menunjang penulisan artikel ini secara subtansi. Di samping
sebagai aktivitas menebar kebermanfaatan berupa itu, Saya juga mendidikasikan artikel ini kepada seluruh
kesejahteraan terhadap lingkungannya (baik kepada antar peserta sekaligus panitia Kongres Pancasila VIII atas
sesama manusia/human balance sheet atau kepada makhluk semangat dan inspirasi yang diberikan sehingga Saya selalu
lainnya/environmental balance sheet) yang wujud nyatanya berusaha aktif mengkaji dan membangun ulang konsep
adalah bentuk beribadah kepada Tuhan (Firdaus, 2016a: 16) akuntansi Pancasila.
[91]. Melihat kenyataan tersebut, nyata sekali bahwa
konsep PBL ini tentu ingin meruntuhkan dan DAFTAR PUSATAKA
memporakporandakan dominasi akuntansi mainstream [1] [9] [13] [22] [31] [77] Mulawarman, A. D. “Akuntansi
dengan corak kapitalisme, berusaha untuk memperbaikinya Syariah: Teori, Konsep, dan Laporan Keuangan” in E-
dengan apa yang disebut dengan tindakan berkesadaran Publishing Company, Jakarta, 2011.
Tuhan. Inilah yang kemudian disebut dengan the new era of [2] [52] Ludigdo, Unti, and Ari Kamayanti. “Pancasila as
accounting, dengan Pancasila sebagai tonggaknya. Accountant Ethics Imperealism Liberator” in World Journal
of Social Sciences, vol.2, no. 6, pp. 159-168, 2012.
4. KESIMPULAN [3] Agus, Sukrisno, and Ardana, I Cenik. “Etika Bisnis dan
Profesi: Tantangan Membangung Manusia Seutuhnya” in
Kepragmatisan sistem akuntansi Indonesia untuk selalu Salemba Empat, Jakarta, 2004.
tunduk pada perintah akuntansi mainstream sebagai akibat [4] [10] [18] Belkaoui, Ahmad Riahi. “Teori Akuntansi” in
proses penyusunan yang dilakukan melalui mekanisme Salemba Empat, Jakarta, 2000.
adaptasi tanpa perubahan bearti dari IFAC dan IASC, [5] [15] [24] Kam, Vernon. “Accounting Theory. Second
setidaknya dapat diteropong dari empat konsep dasar edition” in John Wiley and Sons, New York, 1990.
akuntansi seperti harga pertukaran (historical cost), [6] Hendriksen, Eldon, S. “Teori Akuntansi” in Erlangga,
penandingan beban dengan pendapatan (matching cost Jakarta, 1994.
[7] [26] [29] [32] [38] Triyuwono, I. “Metafora Zakat dan Syariah
against revenue), pengukuran dalam satuan uang (monetary Enterprise Theory sebagai Konsep Dasar dalam Membentuk
measurement unit), dan konsep entitas akuntansi (entity Akuntansi Syaria” in Jurnal Akuntansi dan Auditing
accounting). Keempat konsep dasar ini kemudian menjadi Indonesia, vol. 5. no. 2. pp. 131-145, 2001.
jebakan sosiologis bagi Indonesia, karena akan [8] [19] [41] Suwardjono. “Teori Akuntansi: Perekayasaan dan
menghantarkan mereka menuju sistem akuntansi kapitalis Pelaporan Keuangan” in BPPE, Yogjakarta, 2005.
yang sarat akan nilai-nilai egoistik, materialistik, maskulin, [9] [23] Tuanakotta, T. M. “Teori Akuntansi” in LPFE-UI,
dan private. Jakarta, 1986.
Berkaca dari hal tersebut, menjadi penting kemudian [11] [16] [21] [28] [72] [75] [73] [81] Triyuwono, I. “Sinergi
untuk memerdekakan sistem akuntansi Indonesia agar lepas Oposisi Biner: Formulasi Tujuan Dasar Laporan Keuangan
dari jerat akuntansi kapitalis melalui wawasan atau Akuntansi Syariah. Prosiding Simposium Nasional Sistem
paradigm baru yakni budaya Pancasila sebagai kearifan Ekonomi Islami I” in PPPEI, FE-Universitas Islam
Indonesia, 2002.
lokal bangsa Indonesia. Revitalisasi Pancasila dalam [12] Godfrey, Hodgson, H. “Accounting Theory 7th Edition” in
membangun peradaban baru domain akuntansi Pancasila Wiley, Australia, 2010.
secara teoritis hingga praktis disinyalir akan membutuhkan [17] Anthony, Robert N, David F. Hawkins, and K. A. Merchant.
waktu yang sangat panjang. Terlepas dari itu, yang menjadi “Accounting: Text and Case” in McGraww-Hill, Bouston,
fokus sekarang adalah bagaimana cara membangun teori 2003.
akuntansi berbasis Pancasila secara masif dan konkret. [20] Djajanegara, Moermahadi Soerja. “Menuju Good Corporate
Setidaknya, pada penelitian ini, langkah yang diambil Governance: Suatu Kajian Empiris” in Kesatuan Press,
peneliti adalah dengan membangun konsep PET dan PBL. Bogor, 2008.
Misi utama dari konsep PET dan PBL ialah merekonstruksi [22] Setiabudi, Hendri Y, and Iwan Triyuwono. “Akuntansi
Ekuitas: Dalam Narasi Kapitalisme, Sosialisme, dan Islam”
akuntansi agar lebih berorietansi pada kepentingan yang in Salemba Empat, Jakarta, 2002.
lebih holistik, sehingga adanya pergeseran cara berpikir [25] Harahap, S. S. “Beberapa Dimensi Akuntansi: Menurut
oleh pengguna akuntansi dari sekularisme ke spritualisme, Alquran, Illahiyah, Sejarah Islam, dan Kini” in Media Riset
paradigma antroposentrisme ke biosentrisme, pergeseran Akuntansi, Auditing, dan Informasi, vol. 2, No. 2, pp. 57-
pandangan materialisme ke altruistik. Misi utama PET dan 101, 2002.
PBL tadi akan diekspresikan dalam bentuk laporan [27] [30] [33] Triyuwono, I. “Formulasi Karakter Laporan
keuangan yang bernama laporan pertanggungjawaban Akuntansi Syariah dengan Pendekatan Filsafat
kepada Tuhan dan Makhluknya sebagai tanda lahirnya the Manunggaling Kawulo Gusti (Syekh Siti Jenar)”, in

280
8th
Industrial Research Workshop and National Seminar
Politeknik Negeri Bandung July 26-27, 2017

Prosiding Simposium Nasional Sistem Ekonomi Islami II, [54] Harahap, S. S. “ Menuju Perumusan Teori Akuntansi Islam”
PPBEI, Universitas Brawijaya Malang, 2004. in Pustaka Quantum, Jakarta, 2001.
[34] [48] [56] [88] [91] Firdaus, Arrayyan. “Diskursus Aktual [55] Muslim, Sarip. “Akuntansi Keuangan Syariah: Teori dan
Akuntansi Pancasila: Merenda Rajut Oase Akuntansi Sosial Praktik” in Pustaka Setia, Bandung, 2015.
Dan Lingkungan Bernuansa Pancasila” in Prosiding Paper [57] Soekarno. (1964a). Camkan Pancasila! Pancasila Sebagai
2nd National Seminar on Accounting and Finance, Dasar Falsafah Negara. Jakarta: Departemen Penerangan RI.
Universitas Negeri Malang, 2016a. [58] Soekarno. (1964b). Di bawah Bendera Revolusi. Jakarta:
[35] [49] [60] [82] [83] [90] Firdaus, Arrayyan. “Manifestasi Panitya Penerbit Dibawah Bendera Revolusi.
Pancasila Dalam Bingkai Akuntansi Kreatif Sebagai Upaya [59] Soekarno. (2002). Lahirnya Pancasila. Jawa Barat: PT. Visi
Menuju Akuntansi Ke-Indonesia-an Berwawasan Holistik- Gagas Komunikasi (Vision 03).
Ekologis” in Prosiding Paper Seminar Nasional Akuntansi [62] [66] Firmansyah, Ilham. “Konsep Ekonomi Pancasila Dan
Manajemen dan Keuangan, Politeknik Negeri Malang, Ekonomi Islam (Analisis Pemikiran Ekonomi Sri-Edi
2016b. Swasono)”, working paper, 2011.
[36] [50] [70] [80] Firdaus, Arrayyan. “Mengaksikan Wacana [63] Hatta, Mohammad. “Persoalan Ekonomi Sosialis Indonesia”
Akuntansi Berfalsafah Pancasila Melalui Dekonstruksi in Djambatan, pp. 1-29, 1963.
Makna Stakeholders: Kritik Atas Kapitalisme” in Prosiding [64] Swasono, Sri-Edi. “Mewaspadai Neoliberalisme tentang
Paper Kongres Pancasila VIII, Universitas Gajah Mada, Kerakyatan dan Demokrasi Ekonomi”, in BAPPENAS,
2016c. 2008.
[37] [84] [85] [87] Elkington, John. “Cannibals woth Forks: The [65] Swasono, Sri-Edi. “Ekspose Ekonomika Mewaspadai
Triple Bottom Line of 21th Century Business” in Capstone Globalisasi dan PasarBebas Cetakan V” in PUSTEP-UGM,
Publishing, Oxford, 1997. Yogjakarta, 2010.
[39] O’ Donnel. “Postmoderniesme” in Kanisius, Yogjakarta, [67] Lindayanti, Wiwin. “Sistem Ekonomi Islam dan Sistem
2009. Ekonomi Pancasila (Studi Perbandingan Pandangan M.
[40] Bungin, B. “Penelitian Kualitatif: Penelitian Kualitatif: Umer Chapra dan Mubyarto)” unpublished, 2007.
Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial [68] Hines, Ruth D. “The sociopolitical paradigm” in financial
Lainnya” in Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010. accounting research, Accounting, Auditing, and
[42] Morgan, G. “Accounting as Reality Construction: Towards a Accountability Journal, vol. 2, no. 1), pp. 52-76, 1989.
New Epistemology for Accounting Practice” in Accounting, [71] Saputro, A. D., and Triyuwono, I. “Koreksi Konsep Nilai
Organizations, and Society, vol. 13. No. 5, pp. 477-85, Tambah Syari’ah: Menimbang Pemikiran Konsep Dasar
1988. Teoritis Laporan Keuangan Akuntansi Syari’ah” in
[43] Dillard, Jesse F. “Accounting as a Critical Social Science” Simposium Nasional Akuntansi 12, Palembang, 2009.
in Accounting, Auditing, and Accountability Journal”, vol. [78] Ardi, Mulia. “Etika Perpajakan Berbasis Etika Pancasila” in
4, no. 1, pp. 8-28, 1991. Jurnal Madani, Vol. I, 2012.
[44] [69] [74] [76] Triyuwono, I. “Akuntansi Syariah: Perspektif, [79] Mardiana. “Urgensi Pemahaman Pancasila Secara Holistik
Metodologi, dan Teori” in Rajawali, Jakarta, 2012. Bagi Semua Profesi Dan Khususnya Bagi Para Pembuat
[45] Sukoharsono, E. G, and Gaffikin, M. “The Genesis of Peraturan Dan Penentu Kebijakan Di Indonesia “Dalam
Accounting in Indonesia: The Dutch Colonialism in the Upaya Pengembalian Pancasila Kepada Fungsi Sebenar-
Early 17th Century in The Indonesian Journal of Accounting benarnya”, working paper, 2016.
and Business Society, vol. 3,no. 1, pp. 4-26, 1993. [86] Sukoharsono, E. G. “Metamorfosis Akuntansi Sosial dan
[46] Poesponegoro, and Djoened, M. “Sejarah Nasional Lingkungan: Mengkonstruksi Akuntansi Sustainabilitas
Indonesia IV” in Balai Pustaka, Jakarta, 2011. Berdimensi Spiritualitas” in Pidato Pengukuhan Jabatan
[47] Budiasih, I. G, and Sukoharsono, E. G. “Accounting Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Practices and the Use of Money in the Reign of King Brawijaya, Malang, 2012.
Udayana in Bali: An Ethnoarcheological Approach” in [89] Sugiarto, Sopa. (2003). Perataan Laba Dalam
Simposium Nasional Akuntansi 15, Banjarmasin, 2012. Mengantisipasi Laba Masa Depan Perusahaan Manufaktur
[51] [61] Parikesit, Bonifasius S. “Dekonstruksi Laba Dalam Yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Prosiding Paper Pada
Perspektif Pancasila”, in thesis Bachelor of Science Simposium Nasional Akuntansi VI
Program, Malang: Universitas Brawijaya, 2012.
[53] Sitorus. “Dekonstruksi Definisi Akuntansi Dalam Perspektif
Pancasila, (Online) in www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id,
2015.

281

You might also like