You are on page 1of 535
PROLOG "Ketika jodoh sudah ditetapkan. Sejauh apapun kau berlari, selama apapun kau pergi, dan sedalam apapun kau bersembunyi. Orang yang sama akan datang padamu walau dengan cara paling menyaktikan buatmu" -author- Hazna duduk di ruang tamu keluarganya. Disana ada Abi dan Ummi nya yang duduk di sebelahnya. Mereka sedang menerima tamu, teman lama Abi nya sewaktu bersekolah dulu. Dia menghembuskan nafas perlahan, dia tahu apa maksud dari kedatangan pasangan paruh baya yang sedang duduk dihadapan Abi dan ummi nya itu. Abinya sudah mengatakan beberapa minggu yang lalu bahwa Abinya akan menjodohkannya dengan putera dari teman lamanya ini. Dan hari ini pun putera dari pasangan paruh baya itu sedang duduk disamping kedua orang tuanya yang sedang bersilahturahmi. Perjodohan mereka memang tidak akan dilaksanakan dalam waktu dekat, saat ini mereka hanya sekedar diperkenalkan. "Hazna, bukankah kamu baru saja menyelesaikan kuliahmu apa rencanamu selanjutnya?" Wanita paruh baya yang tidak lain isteri dari teman Abi nya bertanya padanya sambil tersenyum. "Hazna belum punya rencana apa-apa tante. Kebetulan Hazna saat ini sedang disibukkan pembangunan rumah singgah." Hazna tersenyum menjawab wanita paruh baya itu. Ely Faridah | 1 "Tante sangat berharap jika kamu benar-benar menjadi menantu tante. Sudah cantik, sholehah pula." Hazna hanya tersenyum tipis menjawab pernyataan itu. Dia melirik kearah laki-laki yang Abi nya pilihkan untuk menjadi calon imamnya_ kelak. Lelaki itu hanya menunjukkan ekspresi datar. Tidak berniat menyapa sama sekali. Dan akhirnya setelah makan malam keluarga laki- laki itu pamit pulang menyisakan Hazna dan kedua orang tuanya yang sekarang sedang duduk diruang tengah. "Bagaimana Hazna?" Tiba-tiba Abi nya menatap Hazna. Hazna jelas tahu apa maksud Abinya itu, dia menatap Abi nya yang menuntut jawaban darinya. "Apa Abi yakin dengan pilihan Abi?" "Ya, Abi tidak mungkin menjerumuskanmu nak." "Hazna sangat menghargai pilihan Abi. Tapi bolehkah beri Hazna waktu untuk memikirkan keputusan ini?" Abinya mengehela nafas, biar bagaimanapun Hazna adalah puterinya satu-satunya. Dia mengajarkan Hazna ilmu agama sedari kecil. Hazna tidak mengenal istilah pacaran karna itu memang larangan darinya. Dia ingin Hazna terhindar dari pergaulan bebas saat ini, dia mencoba menawarkan perjodohan untuk Hazna dan berharap Hazna_ bersedia menerima calon suami pilihannya. "Baiklah, Abi berikan waktu untukmu" "Terimakasih Abi, Ummi. Kalau begitu § Hazna kekamar dulu" Dia melangkah menuju kamar, lalu menutup pintunya secara perlahan. Wedding for My Husband | 2 Dia berdiri dihadapan Cermin yang memantulkan bayangan dirinya. Dia adalah "Talita Hazna Humaira" gadis berusia 21 tahun yang baru menyelesaikan kuliahnya sebagai Sarjana Sastra Bahasa di Universitas indonesia. Dia adalah wanita berjiljab Besar. Semua jilbab yang dia gunakan jatuh dengan sempurna menutup sampai setengah kakinya. Tidak ada gaun, celana jeans ataupun kemeja. Yang ada hanya setumpuk gamis syar'i, rok dan blouse panjang besar didalam lemarinya. Dia adalah wanita dengan ilmu agama yang kuat. Dia terlahir dari pasangan muslim yang sangat kental ilmu agamanya. Dan dia memutuskan berjilbab sedari masuk Sekolah Menengah Pertama dan memutuskan berhijab syar'i tepat setelah masuk bangku perkuliahan. Dia seorang Hafidzah Al-Qur'an sejak masuk Sekolah Menengah Atas. Disaat wanita seusianya sibuk mencari kepopuleran masa muda, Hazna malah menyibukkan dirinya memperdalam ilmu agamanya. Dia tidak berteman dengan laki-laki, tidak berteman dalam artian sebenarnya. Hazna hanya akan mengenal laki-laki tapi tidak untuk berteman ataupun hubungan apapun lainnya. Alasannya selain karena menghindari fitnah, Hazna menghindari ketertarikan kepada lawan jenis. Dia tidak ingin hatinya dikotori oleh perasaan-perasaan yang tidak seharusnya. Tidak, sampai dia dipertemukan jodohnya oleh Allah. Dia menyimpan hatinya sendiri. Memberikan cintanya hanya untuk Allah SWT dan juga orang tuanya. Dan saat ini Abi nya menawarkan calon iman dan calon suami untuknya. Jujur dia belum memikirkan pendamping, dia baru saja lulus dan masih ingin Ely Faridah | 3 melanjutkan cita-citanya. Dia tidak tahu apakah calon yang ditawarkan Abi padanya bisa menjadi jodohnya atau tidak. Dia masih menatap cermin, lalu perlahan dia membuka jilbab besarnya, setelah itu tampak dengan jelas wajah nya. Kulit Hazna kuning langsat, bola mata hazel, bibir kecil merah muda, sepasang alis tebal, dagu lancip, hidung mancung dan ditambah rambut hitam lurusnya. Hazna memang mempunyai darah campuran Arab dari Abinya dan Jawa dari Umminya. Dia duduk ditepi ranjang sambil memikirkan perkataan Abi nya tadi. Lalu mengingat wajah laki-laki yang ingin dijodohkan dengannya. Namanya Maliq, Maliq Mirza Pratama. Dia Direktur utama, seorang pemimpin perusahan. Dari sekilas saat memandangnya. Dia mempunyai wajah sedikit bule karena Hazna tahu ayahnya berasal dari Jerman dan menjadi mualaf saat bertemu ibunya yang beragama islam. Tatapan matanya datar saat dia menatap Hazna. Dari sekali lihat pun Hazna tahu dia adalah lelaki metropolitan dan Hazna tahu laki-laki itu tidak tertarik padanya apalagi perjodohan ini. Dia menghembuskan nafasnya perlahan lalu memutuskan untuk mengganti bajunya, berwudhu dan tidur. Keesokan harinya Hazna menuruni tangga untuk sarapan. Hari ini dia memakai gamis coklat bermotif bunga lalu_ memakai jilbab syar'i berwarna soft pink dan tas selempang berwarna putih senada dengan flat shoes nya. "Assalamualaikum Abi, Ummi selamat _pagi." Hazna menuruni tangga lalu mencium tangan Abinya dan beralih ke Ummi nya ditambah mencium pipi kiri dan kanan Ummi nya itu. "Walaikumsalam. Apa kau akan ke kampus nak?" Wedding for My Husband | 4 “lya Ummi, ada beberapa hal yang harus diurus." Hazna mengambil 2 lembar roti lalu mengoleskan dengan selai coklat kesukaannya. “Hazna, apa bisa Abi minta tolong padamu?" "Tolong apa Abi?" “Bisa minta tolong antarkan ini ke perusahan Maliq?" “Perusahan Maliq? memangnya Apa itu Bi?" Hazna mengerutkan keningnya menatap amplop besar berwarna coklat yang ada diatas meja makan lalu mendongak menatap Abi nya. "Itu. beberapa informasi tentang usaha Abi di Kalimantan. Om Jhonatan berniat melakukan kerja sama dengan Abi, sebenarnya Abi berniat bertemu dengannya dan menyerahkan langsung padanya tapi ternyata dia ada urusan mendadak di Jerman jadi dia meminta Abi menyerahkan saja pada Maliq. Tapi hari ini Abi harus pergi dengan Ummi ke Bandung menjenguk Tantemu." Hazna_ menoleh menatap Ummi nya untuk memastikan perkataan Abi nya dan Ummi nya mengangguk sambil tersenyum. Dia menghela nafas perlahan lalu menyetujui permintaan Abi nya untuk mengantar surat itu setelah urusannya selesai di kampus. Walau Hazna sempat berpikir, apakah ini usaha dari orang tuanya mendekatkan Hazna dengan Maliq? Hazna melangkah dengan penuh keyakinan menuju ruang pimpinan universitasnya, mengabaikan tatapan beragam dari mahasiswa. Ada yang menatap aneh, sinis, segan ada juga yang menatap kagum _padanya. Dia sudah tidak kaget dengan tatapan-tatapan itu. Fakta bahwa dia seorang wanita berjilbab besar membuat Ely Faridah | 5 mahasiswa segan berteman dengannya, kecuali teman mahasiswa sesama perkumpulan majelis nya. Pandangan untuk wanita berjilbab besar adalah penganut aliran tertentu membuat mereka menjaga jarak dengan Hazna. Dan Hazna tak pernah ambil pusing, toh dia gadis biasa yang hanya menjalankan kewajiban sebagai wanita muslim dan menjalankannya sesuai syariat nya. Siapa yang tidak kenal denganya? dia Hazna seorang ketua dalam perkumpulan para mahasiswa dalam organisasi sosial. Bahkan dia diundang untuk mengisi acara dikampus lain sebagai pembicara tentang dirinya yang seorang Hafidzah Al-Qur'an. Dia mengetuk pintu ruangan pimpinan universitasnya dan masuk setelah mendapat jawaban dari dalam. Dia bernama Ibu Rena, Hazna lalu duduk setelah Ibu Rena mempersilahkannya. "Jadi begini Hazna, Ibu ingin memberitahukanmu kalau kamu mendapat tawaran beasiswa untuk kuliah di Kairo" Hazna melebarkan kedua matanya kaget dengan berita yang disampaikan Ibu Rena. "Kairo? Emm tapi maaf Bu, bagaimana bisa?" "Jadi seminggu yang lalu saat kamu menjadi pengisi acara di acara kampus kita, sebenarnya ada tamu dari pihak universitas Kairo yang tertarik menjadikanmu salah satu mahasiswi disana. Dia sempat menanyakan beberapa hal tentang prestasi akademikmu, lalu mereka mengabari Ibu kemarin dan memintamu agar menerima tawaran ini. Bagaimana?" Hazna memasuki kantor Maliq dengan langkah perlahan. Lagi-lagi tatapan aneh dia terima dari pegawai Wedding for My Husband | 6 kantor, tapi dia tidak perduli. Hazna bukanlah wanita lemah lembut, dia akan balik menatap tajam pada mereka yang memandang rendah dirinya. Dia menuju resepsionis yang lagi-lagi menatap sinis dirinya. Terkadang Hazna heran, mengapa mereka yang berpakaian sopan sesuai syariat malah dipandang sinis dan mereka yang dengan bangga mengumbar auratnya justru dipandang dengan penuh rasa kagum. Ck! Sungguh dunia ini sudah semakin salah. Tapi ya, itu sudah jalan hidup masing-masing dan Hazna pun tidak ingin mencampuri urusan orang lain. Setelah menanyakan ruangan Maliq dia menuju lift untuk naik ke lantai 25, yaitu lantai tertinggi digedung ini. Saat sampai dilantai 25, dia mendapati satu-satunya ruangan disana dan mendapati meja sekertaris yang kosong didepan ruangan. Mungkin sekertaris Maliq sedang istirahat karena sekarang sudah masuk jam makan siang. Dia memutuskan untuk mengetuk pintu ruangan Maliq beberapa kali dan tidak ada jawaban. Dengan ragu- ragu dia mencoba membuka pintunya. Dan setelah itu Hazna berdiri mematung didepan pintu, memandang kedalam ruangan Maliq dan tanpa sadar berucap, “Astagfirullahalazim" Sontak saja suara Hazna mengagetkan beberapa orang dalam ruangan itu. Ely Faridah | 7 PART 1 "Dia mungkin bisa menghindarinya , tapi nyatanya waktu dan takdir menuntunnya kembali pada kenyataan yang ada" -author- 4 tahun berlalu. Hazna melangkah keluar bandara lalu sejenak berhenti menatap lalu lalang orang diberbagai sudut bandara. Hazna menatap langit mendung jakarta sore ini. Sudah lama rasanya Hazna_ meninggalkan tanah kelahirannya ini. Selama menempuh pendidikan di Kairo, Hazna memang tidak pernah memanfaatkan liburannya untuk pulang ke Indonesia. Hazna lebih menyibukan diri dengan organisasi sosial bersama teman-temannya. Hazna melangkahkan kaki kembali dan mencari supir yang Abi nya minta untuk menjemputnya. Dia adalah Pak Maman, supir yang sudah bekerja untuk keluarga sejak Hazna kecil. Hazna tersenyum saat melihat Pak Maman yang tampak kebingungan mencarinya. Lalu Hazna melangkah mendekatinya. "Assalamualaikum Pak Maman?" Pak maman menoleh dan tersenyum saat melihat Hazna. "Walaikumsalam neng Hazna, aduh pak Maman sampe pangling liat neng Hazna sekarang tambah cantik. Gimana kabarnya disana? Kenapa enggak pernah pulang neng, emang enggak kangen sama Ibu dan Bapak?" Hazna_ tertawa_ kecil mendengar pertanyaan beruntun Pak Maman. Pak Maman memang sudah sangat Wedding for My Husband | 8 akrab dengan keluarganya jadi tak heran jika Pak maman bisa berbicara panjang lebar seperti tadi. “Aduh Pak Maman Hazna bingung jawab yang mana dulu. Begini saja kita pulang saja sekarang, nanti Hazna jawab pertanyaan Pak Maman di mobil saja." Pak Maman tersenyum lalu mengangguk dan mengambil alih dua koper besar, Hazna mengikuti pak Maman dari belakang lalu menaiki mobil dan menuju kerumah. Banyak hal yang Hazna ceritakan pada Pak Maman selama dia di Kairo, bagaimana Hazna beradaptasi dengan teman-teman baru dari berbagai negara, dan memilih berbahasa inggris untuk percakapan sehari-hari dengan teman-temannya. Hazna memang punya_beberapa sahabat yang tinggal bersama dengannya disana. Ada yang sesama berasal dari Indonesia, ada juga yang asli Kairo dan ada yang juga yang berasal dari Jerman. Hazna senang bisa mendapat teman-teman baru dan menjadi saudara disana, tapi sedih saat mereka sama- sama harus berpisah. Entah berapa lama Hazna bercerita pada Pak Maman, sampai tak terasa Hazna sudah sampai di halaman rumahnya. Hazna turun dan memandang rumah yang sudah lama dia tinggalkan. Tidak banyak yang berubah hanya saja taman bunga milik Ummi terlihat lebih indah dari terakhir kali dia lihat. Hazna masuk kedalam rumah karna pintu terbuka. “Assalamualaikum Ummi, Abi. Hazna pulaaang!" Hazna melangkah lebih dalam, ke ruang keluarga dan benar saja Ummi dan Abi Hazna terlihat sedang menonton tv tapi langsung bangkit saat mendengar teriakan Hazna "Walaikumsalam Ya Allah, Hazna kamu sudah sampai nak?" Umi langsung memeluk Hazna, meluapkan Ely Faridah | 9 rasa rindunya setelah Hazna mencium tangannya. Ummi melepaskan pelukannya lalu mencium pipi kiri dan kanan Hazna. Lalu Hazna melangkah mendekati Abi yang tersenyum dibelakang Ummi, Hazna mencium punggung tangan Abi nya lalu memeluknya. "Hazna rindu Bi." Hazna mendengar Abinya tertawa pelan dengan tangan yang mengelus punggungnya. Lalu melepas pelukan Hazna Dan menatapnya. "Siapa yang menyuruhmu untuk tidak pernah pulang, hm?" Abi Hazna berbicara dengan nada marah yang dibuat-buat. Dan Hazna hanya memberikan senyuman lebarnya. "Maaf Abi, Hazna hanya ingin fokus menyelesaikan pendidikan Hazna agar bisa cepat pulang" Abi Hazna hanya menggelengkan kepala mendengar jawabannya lalu mereka duduk dengan Hazna yang bercerita panjang lebar mengenai kegiatannya selama di Kairo. Setelah satu jam kemudian Hazna memutuskan beristirahat dan membersihkan diri sebelum kembali turun untuk makan malam. Hazna memasuki kamarnya yang tidak berubah sama sekali. Meneliti barang-barang yang masih tertata rapi di setiap sudut kamarnya. Hazna duduk dimeja yang biasa dia gunakan untuk belajar. Hazna menopang kepala diatas kedua tangan yang dia lipat diatas meja. Pikiran Hazna langsung melayang mengingat apa yang akan terjadi setelah ini. Hazna mengingat penjanjian dengan Abi nya 4 tahun yang lalu "Hazna bersedia Wedding for My Husband | 10 menerima perjodohan itu tapi saat Hazna telah lulus pendidikan di Kairo." Dan sekarang Hazna sudah lulus, lalu apa? Jujur saja, hatinya belum seyakin itu untuk menjalin sebuah pernikahan. Ditambah mengingat pertemuan terakhirnya dengan laki-laki itu 4 tahun yang lalu di kantornya yang membuat Hazna beristigfar. Flashback on. "Astagfirullahalazim" Tanpa sadar Hazna mengucapkan itu dan membuat beberapa orang dalam ruangan Maliq menoleh kaget, dan menghentikan aktifitas mereka. Hazna melihat dengan mata kepalanya sendiri, seorang lelaki sedang menindih seorang wanita di sofa panjang dengan mereka yang masih berpakaian lengkap. Dan diseberang mereka Hazna melihat laki-laki yang dia kenal sebagai Maliq sedang memangku wanita dan mereka sedang berciuman. Hazna mundur satu langkah meremas amplop yang saat ini ada digenggamannya. Demi Tuhan, Hazna tidak menyangka akan menyaksikan hal-hal semacam ini dalam hidupnya didepan matanya sendiri. Ya Allah, ampuni Hazna. Hazna menelan ludah perlahan dan menoleh lagi kearah orang-orang tadi. Yang saat ini sudah berdiri dan berhenti dari aktivitas mereka beberapa menit yang lalu, setelah Hazna menangkap basah mereka. Disana Hazna melihat seorang lelaki berkemeja putih dengan lengan digulung kesiku dan rambut berantakan, dia menggaruk tengkuknya dengan kaku sambil menatap kearah lain. Disebelahnya ada wanita dengan pakaian kerja yang sudah agak kusut memandang sinis kearah Hazna. Ely Faridah | 11 Lalu Hazna mengalihkan pandangannya dari dua orang itu kearah sofa di depan mereka, melihat seorang wanita dengan dress ketat merah darah dengan potongan dada rendah yang melipat tangannya didada dan menatap tajam kearahnya. Lalu yang terakhir disana adalah dia. Laki-laki itu, laki-laki yang Abi nya pilihkan untuk jadi calon imam nya nanti, berdiri dengan kemeja berwarna biru laut yang sudah jauh dari kata rapi. Tiga kancing kemejanya terbuka, dasinya bahkan sudah tidak berbentuk, rambutnya berantakan. Dan dari tempat Hazna berdiri, dia melihat wajah Maliq memerah menahan amarah. Tangannya mengepal kuat wajahnya tegang menatap kearah lain. Dan Hazna menghela nafas gugup . “Maaf jika menganggu kalian, aku hanya hanya ingin mengantarkan dokumen untuk om Jhonatan dari Ayahku." Hazna berjalan dengan langkah pasti menuju meja besar ditengah ruangan itu lalu meletakan amplop titipan Abi nya diatas meja dan berbalik menatap Maliq yang memperhatikannya. “Kalau begitu aku pamit dan sekali lagi maaf telah mengganggu." Hazna melangkah hendak keluar dari ruangan Maliq tapi tiba-tiba langkahnya terhenti saat mendengar seseorang memanggilnya. “Aku ingin berbicara denganmu." Hazna memasang ekspresi setenang mungkin, lalu berbalik dan melihat Maliq memberi isyarat pada wanita yang memakai pakaian kerja untuk keluar dan Maliq meminta Hazna untuk duduk. Maliq duduk disamping wanita yang memakai dress ketat, lalu disofa sebelahnya ada Iaki-laki yang Hazna Wedding for My Husband | 12 perhatikan masih salah tingkah karena tertangkap basah olehnya. Hazna duduk di single sofa jauh dari mereka bertiga. Dia mengangkat dagu memasang wajah sedatar dan se- cuek mungkin. Hazna tahu bagaimana sifat orang-orang seperti mereka. Jika Hazna terlihat lugu mereka akan merendahkannya. Jadi Hazna tidak akan membiarkan mereka mengintimidasinya. "Kau tau tentang rencana perjodohan orang tua kita?" Hazna mengangkat sebelah alisnya, memandang Maliq yang menatap tajam pada Hazna, mencoba mengintimidasinya. "yg" "Oke, mari kita buat ini menjadi mudah. Aku tidak mau tahu bagaimanapun caranya, perjodohan ini harus batal." "Mengapa?" Hazna membalas cepat setelah Maliq selesai berbicara. "Mengapa kau tanya? Jelas Maliq tidak mau menikah dengan wanita aneh sepertimu. Apa kau tidak berkaca bagaimana penampilanmu? Siapa yang akan melirikmu hah? dengan pakaian menggelikan seperti itu, dan jika kau memang menginginkan harta dari Maliq buang jauh-jauh mimpimu itu karena itu tidak akan mungkin terjadi." Hazna_ mengangkat sedikit sudut _ bibirnya. Memandang wanita dengan dress ketat itu lalu tertawa kecil membuat mereka bertiga memandang Hazna heran. "Pertama yang harus kalian tahu terutama kau nona. Tidak perduli tentang penilainmu terhadapku. Aku Ely Faridah | 13 justru miris melihatmu, lihat wajah cantikmu itu yang tertutupi entah berapa lapis bedak yang mungkin sedang menutupi kerutanmu dan tentang harta Malig. Orang tuaku cukup mampu membiayai hidupku sehingga aku tidak perlu mengemis pada lelaki lain, hanya untuk sekedar dibelikan tas limitid edision terbaru." Hazna melirik tas disamping wanita itu yang dia yakin hasil dibelikan oleh laki-laki lain. Lalu dia memandang kearah wanita itu yang sekarang melotot kearah Hazna. “Dan aku merasa kau tidak cukup lebih baik dariku, karena jika aku mau akan sangat mudah bagiku untuk berpenampilan sepertimu tapi aku bersumpah bahwa aku yakin, jika kau tidak akan mampu_ untuk bisa berpenampilan sepertiku." Hazna tersenyum puas saat melihat wajah wanita itu yang kaget mendengar jawaban Hazna. Lalu Hazna menoleh pada Maliq yang memasang wajah tak jauh beda dari wanita itu. “Dan untukmu, aku tidak tau apa yang Abiku lihat darimu sehingga memilih mu untuk menjadi calon imamku. Karena aku tidak melihat adanya kelebihan apapun darimu yang bisa membuatku tertarik padamu. Tapi karena aku tidak ingin mengecewakan orang tuaku. Jadi detik ini aku putuskan untuk menerima perjodohan ini" Hazna bangkit dari duduknya dan berbalik. “Aku bersumpah akan membuatmu menyesal menerima perjodohan sialan ini." "Dan aku berjanji membuatmu tak akan menduga apa yang akan kau terima dari perjodohan ini." Wedding for My Husband | 14 Setelah Hazna menjawabnya, dia melangkahkan kaki untuk keluar dari ruangan ini dan pulang untuk membicarakan perjodohan ini dengan Abi nya. Flashback off. Apa iya, Hazna bisa menjalani pernikahan itu dengan baik, sedangkan laki-laki yang akan menjadi imam nya adalah laki-laki dengan iman yang jauh dari harapannya. Bukan... bukan Hazna sok suci yang menginginkan laki-laki seorang ahli agama. Tapi setidaknya Hazna ingin laki-laki itu mempunyai tujuan yang sama dalam membangun rumah tangga. Hazna tidak hanya menginginkan seorang suami tapi juga menginginkan imam dalam hidupnya dan Maliq sangat jauh dari semua bayangannya. Hazna duduk disingle sofa setelah makan malam menghadap kearah Ummi dan Abi yang sedang duduk dihadapannya. "Hazna apa kau masih mengingat pembicaraan kita 4 tahun yang lalu saat kau meminta izin Abi untuk melanjutkan pendidikanmu?" Hazna_ menghela nafas masih dengan _posisi menunduk, menutup mata sejenak lalu mendongak menatap Ummi dan Abi nya yang menunggu jawabannya. "Ya Abi, Hazna mengingatnya. Hazna berterima kasih karena Abi mengizinkan Hazna_ melanjutkan pendidikan Hazna sampai selesai dan Hazna siap menepati janji Hazna jika itu keinginan Abi." "Kau pasti tahu bukan, bahwa tidak ada orang tua yang akan menjerumuskan anaknya Hazna. Entah apa alasannya tapi Abi yakin jika hanya Maliq yang terbaik untukmu." Ely Faridah | 15 Hazna tersenyum samar mengangguk dan kembali menunduk ‘tapi Hazna tak yakin Bi" ucapnya dalam hati. "Besok kita adakan pertemuan dengan keluarga Maliq, karena lebih cepat lebih baik." Setelah Hazna menyetujui permintaan Abinya. Kedua orang tuanya kembali kekamar untuk beristirahat, meninggalkan Hazna yang termenung. Hazna menutup matanya dengan kedua tangan menahan gelojak dengan perasaan takut luar biasa yang tiba-tiba menyerangnya. "Ya Allah inikah akhirnya?" Wedding for My Husband | 16 PART 2 "Ketika masa depan ada dihadapan mata dan keraguan yang makin memenuhi rongga dada. Masih Bisakah dia berkata ‘semua akan baik-baik saja’." -Author- Hazna duduk menghadap pasangan paruh baya itu. Tidak ada yang berubah, masih sama seperti 4 tahun yang lalu dan Hazna mengalihkan pandangan pada laki-laki muda yang tak lain adalah Malig, putera dari pasangan paruh baya itu. Lalu Hazna melihat senyum ramah dari Maliq yang membuat Hazna_ langsung menunduk menghindari tatapan itu. Hazna sedikit termenung melihat senyum Maliq tadi, bukan karena senang. Sungguh, Hazna tak pernah merasakan perasaan senang ataupun bahagia hanya karena mendapat senyuman dari laki-laki tampan. Justru. sebaliknya, Hazna takut mengakibatkan kemarahan Allah setiap mendapat sebuah senyuman yang jelas ditunjukkan kepadanya. Bukan bermaksud berbesar kepala, tapi ini bukanlah pertama kalinya Hazna mendapat senyum seorang lelaki tampan. Di Kairo Hazna memang tidak banyak berinteraksi dengan laki-laki tapi tak sedikit pula yang berusaha mendekatinya, entah karena tertarik atau penasaran. Hazna pendiam dan terkenal cuek dengan keadaan sekitar, tapi dia adalah mahasiswa yang sangat aktif di organisasi. "Jadi nak, bagaimana apakah kamu _ bersedia meneruskan perjodohan dengan Hazna?" Hazna mendongak saat mendengar pertanyaan Abi yang ditunjukkan pada Maliq lalu Hazna mengalihkan Ely Faridah | 17 pandangannya menatap Malig, karena ingin mendengar jawaban laki-laki itu. "Insyaallah, saya siap Om." Abi Hazna tersenyum mendengar jawaban tegas Maliq. Dan itu pun membuat Hazna bingung, bukankah dulu Malig sendiri yang tidak menginginkan perjodohan ini, tapi mengapa saat ini Maliq terlihat begitu yakin menerimanya? Apa waktu 4 tahun, saat Hazna pergi itu bisa mengubahnya. Tapi Hazna tidak perduli, Hazna melihat Abi nya yang tersenyum dengan jawaban Maliq. "Lalu bagaimana dengan kau Hazna?" "Saya bersedia tante."Hazna tersenyum menjawab pertanyaan wanita paruh baya yang dia kenal sebagai tante Mia itu. "Syukurlah akhirnya kamu benar-benar akan jadi menantu tante. Tante senang sekali." Hazna hanya bisa tersenyum mendengar perkataan tante Mia, lalu terjadilah kesepakatan antara kedua orang tua Hazna dan Maliq bahwa pernikahan akan dilaksanakan bulan depan. Selagi para orang tua sibuk membicarakan tentang pernikahan Hazna hanya mampu diam dengan pikiran melayang kemana-kemana. Hazna tahu bahwa mungkin kelak hubungan ini tidak akan berjalan dengan mudah, tapi entah keyakinan darimana semalam saat Hazna melaksanakan sholat malam memohon diberi petunjuk oleh Allah. Tidak disangka keesokan paginya saat Hazna bangun pagi, Hazna mendapat kemantapan hati untuk menjalankan perjodohan ini. Hazna merasa ada sesuatu hal yang membuatnya harus menerima perjodohan ini, entah sesulit apapun nanti dia menjalaninya. Yang terpenting adalah Hazna Wedding for My Husband | 18 harus menjaga hati, pikiran dan perasaannya agar kelak saat sesuatu terjadi dalam hubungannya dan Maliq, Hazna tidak akan terlalu merasakan sakit. “Nak Malig, ada baiknya kamu dan Hazna berbicara empat mata tentang pernikahan kalian. Kami akan makan malam lebih dulu dan kalian bisa menyusul nanti saat selesai bicara." Lamunan Hazna buyar saat mendengar perkataan Ummi nya yang meminta dia berbicara dengan Maliq. Hazna mengalihkan pandangan kearah Maliq dan melihatnya tersenyum ramah pada Ummi nya. “lya tante, saya akan membicarakan pernikahan ini dengan Hazna." Tepat setelah itu Maliq mengalihkan pandangan kearah Hazna, masih dengan senyum menghiasi wajahnya dan Hazna langsung mengalihkan pandangan kearah lain. Setelah itu orang tua Hazna dan orang tua Maliq pun beranjak kearah ruang makan, jarak dari ruang tengah dan ruang makan memang dekat jadi mereka masih bisa melihat Hazna dan Maliqg, walau mungkin tak dapat mendengar perbincangan mereka. “Bagaimana di Kairo?" Hazna menoleh kearah Maliq saat dia memulai pembincaraan. "Menyenangkan." Hazna memandangnya yang sedang tersenyum, senyumnya tulus. Tidak terlihat seperti keterpaksaan, dalam hati Hazna bertanya-tanya apa yang membuat Maliq berubah menjadi seperti ini. “Kenapa?" Pertanyaan itu keluar begitu saja dari bibir Hazna. Dan Maliq mengerutkan keningnya seolah bingung dengan pertanyaan Hazna. “Apa maksudmu?" Hazna menghembuskan nafas perlahan dengan berbagai pertanyaan yang muncul dikepalanya. Ely Faridah | 19 "Kenapa tiba-tiba kau menerima perjodohan ini? Bukankah sejak awal kau menentang keras menolak menikah denganku." Sejenak Maliq terdiam sambil memandang Hazna dan tersenyum. "Sebelumnya aku minta maaf tentang kejadian 4 tahun yang lalu, tepat disaat pertemuan terakhir kita. Aku tahu dulu aku adalah laki-laki pengecut dan mungkin juga brengsek tapi 4 tahun berlalu begitu cepat dan setiap orang bisa berubah kan?" Hazna termenung mendengar dan memikirkan jawaban dari Maliq. Memang benar, setiap orang bisa berubah tapi benarkah laki-laki dihadapannya ini berubah drastis hanya dalam waktu 4 tahun? "Jadi bagaimana menurutmu tentang perjodohan ini?" "Aku ingin belajar untuk menerima perjodohan ini. Belajar menerimamu untuk jadi pendampingku dan belajar untuk menjadi suami yang baik untukmu. Ya, aku tahu mungkin belum ada perasaan cinta diantara kita. Tapi kita bisa saling belajar bukan? Yang terpenting kita menjalani semua dengan ikhlas dan yakin. Karena bukankah cinta saja tidak cukup untuk dijadikan alasan membangun rumah tangga?" Hazna tercengang mendengar jawaban Maliq. Sungguh Hazna tidak percaya, laki-laki yang dulu begitu buruk di matanya bisa berbicara seperti itu. Untuk beberapa detik Hazna memandang mata Maliq dan melihat kesungguhan disana. Hazna memalingkan wajah kearah lain. "Ya, kau benar. Cinta saja tidak cukup untuk dijadikan modal berumah tangga." Wedding for My Husband | 20 "Jadi apa kau bersedia menjadi pendampingku, menerima segala kekuranganku. Menerima aku dan masa laluku, menemani disusah dan senangku? Menerima pinanganku untuk membangun sebuah pernikahan yang diridhoi Allah? " Hazna menoleh cepat pada Maliq dan mencoba mencerna ucapannya. “Apa kau sedang melamarku?" “Anggap Saja seperti itu, walau kita dijodohkan tapi aku ingin memulainya dengan baik. Dengan keikhlasan darimu dan juga aku, bukan karena kesepakatan orang tua kita yang seakan membuat kita terpaksa menikah. Jadi bagaimana, apa kau bersedia menerima lamaranku?" Hazna termenung beberapa saat, lalu menutup mata memantapkan keputusan yang telah dia yakini setelah lama berpikir sejak semalam. Hazna membuka mata dan tepat memandang bola mata hitam pekat milik Maliq yang sedang memandang pada Hazna menunggu jawabannya. "Ya, aku bersedia." Ely Faridah | 21 PART 3 “Mungkin hati memberontak walau bibir tak berucap, tapi Allah selalu menujukkan kuasa. Karena sekalipun kau tak mengharapkannya, tapi semua ini terjadi dengan nyata." -author- Tak terasa sebulan berlalu begitu cepat. Pernikahan pun tepat didepan mata, Hazna masih tak percaya bahwa saat ini wanita yang ada dicermin tepat dihadapannya adalah dirinya sendiri. Hazna berpikir akan jadi apa rumah tangganya nanti, karena jelas saja Hazna dan Maliq adalah dua orang asing yang dipertemukan untuk menjalin sebuah pernikahan. Hazna tidak mengenal Maliq sama sekali. Karena jangankan mengenal, berbicara saja baru terhitung dua kali dan sampai saat didetik-detik dia akan resmi menjadi isteri Maliq, Hazna hanya tahu nama Maliq tapi tidak dengan dirinya. Setengah melamun Hazna terkaget saat ada yang mengelus pundaknya. Hazna melirik lewat cermin dan menemukan wajah Umminya disana, Ummi Hazna sedang tersenyum kearahnya dan baru Hazna sadari jika para penata rias telah keluar dari kamarnya. Umi Hazna mengajak Hazna untuk duduk dipinggiran ranjang, disusul Ummi yang duduk disampingnya. "Apa yang kau rasakan?" Ummi Hazna memandang kedua mata Hazna, mencoba mencari jawaban atas pertanyaannya. Hazna pun mengalihkan pandangan, menghindari tatapan dari Umi nya. Wedding for My Husband | 22 “Entahlah Ummi, Hazna sendiri tidak tahu apa yang Hazna rasakan. Tapi Hazna akan mencoba menjalani ini dengan ikhlas Ummi." Hazna menunduk menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya. Tidak boleh ada yang tahu apa yang Hazna rasakan, termasuk Ummi nya sendiri. Tiba-tiba Ummi Hazna menggenggam kedua tangan Hazna dan meletakkan keatas pangkuannya. “Ummi tahu, kamu belum sepenuhnya yakin dengan pernikahan ini. Tapi Ummi berharap kamu tetap bisa menjadi isteri yang baik. Ingat nak, setelah ini kamu akan menjadi seorang isteri. Dan ketahuilah sekarang ridho Allah ada pada suamimu Hazna." Seketika mata Hazna berkaca-kaca memandang Ummi nya, dan detik berikutnya Hazna memeluk ummi nya. Hazna tidak menangis, tapi tangannya terkepal kuat dibelakang tubuh Ummi nya menahan gelojak didada yang seakan ingin meledak. "Ingat nak, apapun yang terjadi nanti sebagai seorang wanita kamu harus pintar bersabar. Karena dalam rumah tangga peran wanita sangatlah penting. Jangan sampai kamu _ dikuasai emosi, ego dan _ gengsi. Bagaimanapun suamimu nanti, hormati dia seperti kamu menghormati Ummi dan Abi. Kamu mengerti?” "Insyaallah Hazna akan mengingat pesan Ummi." Perbincangan Hazna dan Ummi nya terhenti karna ketukan pintu. Dan Hazna melihat Sesil, adik sepupunya berdiri dihadapannya sambil tersenyum. "Kak Hazna, acara akan segera dimulai. Ka Hazna diminta untuk turun menyaksikan ijab Qabul" Hazna mengalihkan pandangan pada Ummi nya yang tersenyum lalu mengangguk. Dia menghembuskan nafas, mengusir rasa gugup yang menyerang. Lalu Ummi Ely Faridah | 23 Hazna dan Sesil menuntun Hazna untuk turun menuju ruang tamu, tempat diadakannya prosesi ijab qabul yang diadakan dirumahnya. Hazna menuruni tangga didampingi Ummi disebelah kanannya dan Sesil disebelah kirinya. Semua mata menuju kearahnya sampai dimana tepat dia duduk disamping Maliq. Laki-laki yang saat ini memandang kearah Hazna dengan tersenyum. Dan Hazna pun hanya bisa menunduk meredakan segala getaran dalam dadanya. "Apa nak Hazna siap?" Hazna memandang Pak penghulu yang sedang menunggu jawabannya. Lalu Hazna mengangguk pelan. "Insyaallah, saya siap." Dan Pak penghulu pun menanyakan hal yang sama pada Maliq, yang dijawab dengan tegas bahwa dia siap menjalani proses ijab qabul. Tiba-tiba saja Hazna dihantam ketakutan luar biasa yang membuatnya harus mengepalkan kedua tangannya dibawah meja. Sampai suara itu melemaskan seluruh tubuhnya. "Saya terima nikah dan kawin nya Talita Hazna Humaira binti Ibnu Khoir dengan seperangkat alat sholat dan uang tunai tersebut dibayar tunai." Hazna menutup mata dan menunduk tepat disaat para saksi berucap SAH. hatinya berbisik lirih, "semua telah dimulai". Dan tepat saat Hazna membuka mata, disana ada seorang laki-laki yang sedang menatapnya_berdiri disamping pintu keluar rumahnya. Dia tersenyum getir menyaksikan pernikahan Hazna. Sampai pandangan Wedding for My Husband | 24 matanya beralih saat Pak penghulu memintanya untuk menanda tangani surat nikah. Dan saat Hazna kembali memandang kearah yang sama, ternyata dia sudah tidak ada. Setelah prosesi ijab qobul Hazna, Maliq dan keluarga mereka langsung menuju ke hotel diadakannya resepsi pernikahan Hazna san Malig. Hazna langsung didandani, lalu setelahnya diminta untuk mengisi kursi pelaminan. "Kau sangat cantik malam ini." Hazna menoleh saat mendengar suara Maliq yang duduk disebelahnya. Lalu tersenyum tipis saat tahu kata-kata itu ditunjukkan untuk Hazna. “Teman-temanku sudah datang, ayo kita sambut mereka." Hazna mengangguk seraya berdiri, saat melihat segerombolan laki-laki dewasa seusia Maliq yang berjalan kearah mereka. Teman-teman Maliq berjumlah 4 orang, dan satu diantara mereka mempunyai wajah yang cukup familiar untuk Hazna. Hazna Seperti pernah melihatnya dan tepat saat mereka sampai dihadapan Hazna dan Maliq, Hazna sadar laki-laki itu adalah laki-laki yang dia lihat 4 tahun lalu diruangan Malig. Laki-laki yang tertangkap basah oleh Hazna sedang bercumbu dengan seorang wanita. “Selamat menempuh hidup baru kawan. Semoga kau selalu bahagia." Teman-teman Maliq mengucapkan selamat pada mereka berdua yang dibalas Hazna dengan senyum tipis dan ucapan terima kasih. “Apa kau lelah?" Maliq memperhatikan raut wajah Hazna setelah mereka duduk kembali. Ely Faridah | 25 "Sedikit.". Hazna mengangguk = lirih_ ~~ sambil mengedarkan pandangannya kepenjuru ruangan yang diisi oleh banyak tamu dan pandangannya terhenti tepat saat Hazna melihat dia dipojok ruangan. Seorang lelaki yang sama saat diacara ijab qabul pernikahannya. Dia masih memakai pakaian yang sama, putih. Pandangan matanya memancarkan kesedihan. Dia berdiri sambil terus menatap Hazna. Hazna menunduk saat merasakan sebuah kekecewaan dan dia menghilang tepat saat Hazna mendongak untuk melihatnya kembali. Hazna masih tak menyangka sampai detik ini bahwa dia telah menikah dengan lelaki pilihan Abi nya. Hazna tidak mengerti mengapa Maliq bisa sangat berubah. Maliq yang dulu menentang perjodohan ini, tapi sekarang dia bersikap seolah-olah dia benar-benar ikhlas menjalani pernikahan ini. Ya, Hazna hanya berharap dia memang benar-benar telah berubah, karena Hazna akui sejauh ini sikapnya baik padanya. Jauh dari yang dulu, saat pertama kalinya mereka bicara. Dan Saat ini, Hazna sedang menyiapkan sarapan untuk mereka berdua. Hazna tinggal di apartemen Maliq tepat sehari setelah mereka menikah. Dan Hazna pun mau tidak mau harus menurutinya karena sekarang Maliq sudah menjadi suaminya. Hazna berusaha sebaik mungkin menjalankan kewajibannya sebagai isteri. Walau Maliq belumm meminta hak nya sebagai suami tapi Hazna tahu cepat atau lambat, dia harus siap untuk memberikan dirinya sepenuhnya pada Maliq. Selagi membuat roti panggang pikiran Hazna pun melayang pada Wedding for My Husband | 26 kejadian tadi malam, saat Hazna memasuki apartemen ini untuk pertama kalinya. Flashback on. Saat ini Hazna sedang menyusuri lobi apartemen Maliq dengan tangan yang digenggam oleh Maliq. Seumur hidupnya, Maliq adalah _ laki-laki pertama yang menggenggam tangannya selain Abinya. Setelah mereka ada didepan pintu apartemen, Maliq membuka pintu apartemen dan menuntun Hazna untuk masuk. Aparetemen Maliq bercat abu-abu dengan furnitur yang dominan berwarna hitam. Barang-barang disini tertata rapi dan untuk ukuran apartemen seorang laki-laki dewasa yang Hazna yakin cukup sibuk, apartemen ini ternyata begitu bersih. Mungkin Maliq menyewa jasa seseorang untuk membersihkan apartemen ini dengan rutin. Begitu pikir Hazna. "Bagaimana menurutmu? "Cukup nyaman." Hazna menjawab dengan pandangan mengamati ruang tamu apartemen Maliq yang banyak berisi foto-foto dan beberapa miniatur kecil. "Aku harap kau betah tinggal disini" Hazna menoleh pada Maliq yang sedang tersenyum memandang Hazna. "Aku harap juga begitu." "Ayo, kutunjukkan kamar kita." Maliq menghentikan langkahnya, saat dia tersadar akan sesuatu. Maliq berbalik dan memandang Hazna dengan gugup. "Aku akan tidur dikamar tamu jika kau belum siap untuk tidur..." "Aku akan tidur dimanapun kau tidur." Hazna memotong pembicarannya saat tahu apa maksud dari kegelisahannya. Ely Faridah | 27 Jujur saja sebenarnya Hazna pun gugup dengan semua situasi yang tak biasa ini. Maliq tersenyum lebar mendengar jawaban Hazna, lalu menggandeng tangan Hazna menaiki sebuah tangga menuju lantai atas dan membuka sebuah pintu kamar yang Hazna yakini adalah kamarnya. "Ini kamarku yang sekarang juga akan jadi kamarmu." Hazna masuk ketengah kamar Maliq. Disini ada kasur king size dengan sofa abu-abu, rak buku yang cukup besar dipojok ruangan, dan sebuah pintu yang Hazna yakini adalah kamar mandi. “Aku akan mandi sebentar, rasanya badanku sudah sangat lengket. Kau bisa melihat-lihat ruangan lain jika kau ingin. Tidak perlu sungkan, sekarang apartemen ini juga rumahmu." Maliq mengusap jilbab besar Hazna dengan senyuman lembut Ialu beranjak pergi kekamar mandi. Setengah jam kemudian Maliq keluar dari kamar mandi dengan hanya menggunakan celana pendek dan bertelanjang dada, sambil mengusap rambutnya dengan handuk. Reflek Hazna memalingkan wajah_ melihat pemandangan itu. Hazna tidak pernah melihat laki-laki bertelanjang dada dan mungkin setelah ini Hazna harus membiasakan diri melihatnya. “Kau tidak mandi?" Hazna melirik dari ekor matanya dan melihat Maliq yang sudah memakai bajunya. Hazna melirik kearah Maliq. "Aku tidak membawa baju ganti." Maliq menghampiri Hazna, lalu menggandeng tangannya membawa Hazna ke walking closet miliknya. Wedding for My Husband | 28 Dia menunjukkan pada Hazna sisi walking closet bagian kanan yang ternyata dipenuhi berbagai gamis, khimar, dress muslimah dan berbagai baju-baju wanita, Hazna menoleh kearah Maliq, mencoba bertanya lewat tatapan mata apa maksud semua ini. "Ini semua milikmu. Aku mendapat informasi dari Ummi, lalu aku membelikan barang-baranh ini tepat setelah tanggal pernikahan kita ditetapkan." Hazna makin dibuat bingung oleh sikap Maliq. Kenapa seakan-akan Maliq menjalani pernikahan ini karena dia memang menginginkannya? Akhirnya tanpa banyak bicara Hazna mandi dan mengganti pakaiannya dengan piyama panjang. Sebelum keluar dari kamar mandi, Hazna memandang dirinya dihadapan cermin dan melihat wajahnya yang telah bersih dari make up dengan rambut panjangnya yang terurai. Inilah_ saatnya, untuk pertama kalinya Hazna akan menunjukkan dirinya tanpa hijab besarnya pada seorang lelaki yang memang telah halal untuknya. Hazna membuka pintu kamar mandi perlahan, lalu melihat Maliq sedang duduk diatas tempat tidur sambil menyender ke kepala ranjang. Dia sedang sibuk dengan ipad di tangannya tapi melirik sebentar saat Hazna membuka pintu kamar mandi dan kembali sibuk kearah ipad nya lagi. Tapi detik berikutnya Maliq terlihat terdiam dan kembali memandang Hazna dengan tatapan yang sulit diartikan. Dia turun dari ranjang lalu melangkah perlahan menghampiri Hazna. "Ini kau Hazna?" Hazna mendongak memandang Maliq yang memandang Hazna_ intens sambil membenarkan anak rambutnya. Ely Faridah | 29 "Aku tak menyangka kau secantik ini, aku merasa beruntung memilikimu" Hazna diam tidak menjawab. Maliq mengajak Hazna duduk dipinggir ranjang, lalu menggenggam tangan Hazna. "Aku tahu, semua ini mungkin akan jadi canggung untukmu dan juga aku, karena tiba-tiba harus dihadapkan pada situasi seperti ini, tapi aku mencoba untuk membiasakan diri dengan kehadiranmu dan aku harap kau juga bisa membiasakan diri denganku dan sikapku." "Ya, aku akan mencobanya" Maliq tersenyum sambil mengusap rambut Hazna. "Dan untuk malam pertama kita, kau tak perlu gelisah. Aku tidak akan meminta hak ku malam ini. Aku akan menunggu sampai kau siap." Dan akhirnya malam pertama mereka hanya tidur bersama dengan Maliq yang menggenggam tangan Hazna. Flashback off. Lamunan Hazna buyar saat merasakan usapan lembut pada rambutnya. Hazna menoleh dan mendapati Maliq yang telah rapi dengan pakaian kerjanya. Hazna mengerutkan kening heran. Setahu Hazna, Maliq mengambil cuti karena menikah lalu kenapa_ pagi-pagi begini dia sudah rapi dengan pakaian kerjanya. "Aku akan kekantor sebentar mengurus beberapa dokumen yang harus aku tandatangani, sebelum aku benar-benar mengambil cuti untuk bulan madu." "Bulan madu? "Ya Hazna. Kita akan bulan madu ke Bali besok jadi lebih baik selama aku pergi, kau siapkan barang-barang kita untuk seminggu kita disana" Hazna menaruh roti panggang dan kopi dihadapan Maliq. Disaat Maliq sarapan, Hazna justru dilanda gelisah Wedding for My Husband | 30 dan juga bingung tentang rencana Maliq untuk bulan madu di Bali. Ini terlalu mendadak untuk Hazna. Abi dan Ummi nya pun tidak pernah memberi tahu jika Hazna dan Maliq akan bulan madu. "Kenapa kau tidak memakan sarapanmu?" Hazna terkaget saat merasakan usapan dipunggung tangannya disaat dia melamun. “Jangan melamun, makan sarapanmu agar kau tak sakit. Lalu istirahatlah, aku akan kekantor sekarang." Hazna bangkit dari duduknya untuk mengantar Maliq sampai didepan pintu dan saat didepan pintu Maliq menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap kearah Hazna yang sejak tadi mengikuti dibelakangnya. “Aku pergi dulu, kau baik-baik dirumah yah. Jika ada apa-apa hubungi aku." Malig tersenyum sambil mengusap kepala Hazna dan Hazna membalas senyumannya sambil mengangguk. Hazna menutup mata saat Maliq mencium keningnya sebelum beranjak pergi dan menghilang dibalik lift. Saat Hazna memutar tubuhnya hendak kembali masuk kedalam apartemen, tiba-tiba tubuhnya mematung dan sekujur tubuhnya juga merinding saat pandangannya menangkap sosok laki-laki yang sedang berdiri didepan pintu darurat yang berada tepat disamping lift yang tadi dimasuki Maliq. Dia disana. Berdiri sambil tersenyum kearah Hazna lalu dia menghilang secepat Hazna mengedipkan mata. Hazna mengedarkan pandangan mencari sosoknya yang tiba-tiba menghilang tapi dia tak ada dimana-mana. Akhirnya Hazna masuk kedalam apartemen dan bersandar dibelakang pintu. Hazna mengangkat tangannya dan meletakan didada kirinya, mengurangi debaran yang tiba- Ely Faridah | 31 tiba menggila merasakan takut yang tiba-tiba menyerang sekujur tubuhnya. Hazna menutup mata sambil bergumam lirih "Dia telah datang" Wedding for My Husband | 32 PART 4 "Dia terbisa menyimpan hati untuknya sendiri. Menjaganya dengan rapi agar tak ada yang mampu menyakiti sekalipun itu harapannya sendiri, tapi haruskah dia membagi pada laki-laki yang dia sebut sebagai 'SUAMI'." -author- Hazna memandang keluar jendela pesawat yang akan membawanya ke Bali untuk bulan madu. Masih teringat jelas dalam pikirannya ucapan Ummi nya kemarin, saat Hazna menelfonnya untuk menanyakan tentang kabar bulan madunya dan Maliq .. Umi berkata ini adalah hadiah pernikahannya dari mamah dan papah Maliq . Mereka ingin cepat memiliki cucu katanya.. Demi Allah, menikah dengan Maliq saja masih seperti mimpi untuknya apalagi memiliki anak dari laki-laki yang baru sehari menjadi suaminya. Tidak dipungkiri sebagai seorang istri pun Hazna menginginkan seorang anak tapi tidak secepat ini.. Tidak, disaat aku bahkan tidak benar-benar mengenal suaminya. Hazna menolehkan kepala memandang kearah tangan kanannya yang saat ini sedang digenggam oleh Maliq. Setengah jam yang lalu dia izin pada Hazna untuk tidur sebentar. Hazna cukup tahu dia lelah.. karena sejam sebelum berangkat ke bandara dia masih dikantor menyelesaikan urusannya agar bisa cuti untuk seminggu kedepan. Ely Faridah | 33, Hazna memandang kearah Maliq saat merasakan dia menggeliat dalam tidurnya. Perlahan matanya terbuka dan mengerjap lalu menoleh kearah Hazna. Mereka berpandangan cukup lama sampai dia tersenyum dan mengetatkan gengamannya.. "Maaf aku tertidur" "Tidak apa-apa aku tahu kau lelah, kau bisa meneruskan tidurmu" Hazna melihat dia menggeleng pelan. "Tidak ,aku ingin menemanimu" Akhirnya mereka sedikit — berbicang-bincang, bercerita tentang kesibukan masing-masing. Sampai pemberitahuan pesawat terdengar bahwa mereka akan segera mendarat. Hazna_ terbangun saat merasa ada yang memandanginya. Dia mengerjapkan mata dan pemandangan pertama Hazna lihat adalah sebuah senyuman. "Astagfirullah" Hazna terbangun saat menyadari hari sudah sore. Dia melihat kearah jam menunjukkan angka 5. Hazna menoleh kearah Maliq yang masih pada _posisinya berbaring miring dan menopang kepala sambil tersenyum kearahnya. "Kenapa kau tak membangunkanku mas? Ini susah lewat dari waktu ashar" Hazna bergegas bangun dan turun dari ranjang. setelah sampai divilla yang Maliq sewa, dia memang izin untuk tidur karena dia lelah sekali dan alhasil Hazna baru terbangun saat ini dengan Maliq yang hanya Wedding for My Husband | 34 memandanginya bukan malah membangunkannya untuk sholat. Belum sampai langkahnya sampai dikamar mandi untuk berwudhu tiba-tiba tangannya ditarik dan akhirnya Hazna berbalik dan terperangkap dipelukan Maliq. "Mas..." "Kau ingin kemana?" Maliq bertanya dengan nada santainya tanpa memikirkan bahwa sebentar lagi waktu sholat ashar akan habis. "Aku ingin berwudhu mas, kau tahu sebentar lagi waktu sholat ashar akan habis. jadi cepat lepaskan tanganmu dan biarkan aku pergi berwudhu." "Kau tidak mengajakku?" “Maksudmu?" Aku mengerutkan kening tidak mengerti dengan ucapan Maliq yang terdengar ambigu . "Kau tidak mengajakku untuk sholat bersamamu? kita sudah menikah bukankah lebih baik jika kita sholat bersama" Hazna tercengang mendengar ucapan Maliq. secara tidak langsung Maliq meminta untuk menjdi imam sholatnya bukan? Hazna memandang kearah mata Maliq, mencari kesungguhan yang langsung Hazna dapatkan. Hazna menghembuskan nafas perlahan. "Baiklah, kita sholat bersama. Jadi sekarang lepaskan tanganmu kita berwudhu lalu sholat karena waktu kita tidak banyak" Maliq tersenyum lebar seperti seorang anak kecil yang baru saja dibelikan permen. Dia mengangguk lalu membiarkan Hazna untuk berwudhu. Hazna mencium tangan Maliq setelah selesai sholat, lalu Maliq mengelus puncak kepala Hazna yang ditutupi mukena. Ely Faridah | 35 Hazna menengadahkan kedua tangan saat Maliq membacakan dzikir. Sebenarnya Hazna cukup kaget saat mendengar Maliq membacakan ayat-ayat suci al-Quran dengan fasih. Maliq seakan memang sudah terbiasa melafalkannya. Setelah selesai berdzikir, Maliq memutar duduknya menghadap Hazna lalu menaruh tangannya diatas kepala Hazna sembari mengusapnya pelan. "Wahai Hazna isteriku, semoga ibadah kita hari ini diterima oleh Allah SWT. Sholat pertama kita sebagai suami isteri ini semoga bisa menjadi langkah untuk kita menjadi lebih baik. memperkuat rumah tangga kita, membuatku lebih dekat denganmu, membuatmu lebih dekat denganku , dan membuat kita lebih dekat dengan- Nya. amiin" Hazna mengaminkan ucapan Malig, lalu menutup mata saat Maliq mencium keningnya. Seminggu setelah kejadian dimana untuk pertama kalinya Hazna dan Maliq sholat bersama, mereka menjadi lebih dekat. Hazna sebisa mungkin menyamankan diri dengan keberadaannya. Seminggu di Bali yang mereka lakukan hanya menjelajah tempat-tempat wisata diBali. Hazna setuju saat mendengar bahwa pulau-pulau di Bali sangatlah indah. Kebudayaan yang masih sangat kental terlihat jelas disini. Kecuali kebiasaan wisatawan luar negeri yang mungkin saat ini sudah ikut masuk ke sini. Yang mungkin untuk sebagian orang-orang indonesia masih dianggap tabu.. Dan saat ini, menjelang sore Hazna dan Maliq sedang berjalan-jalan menyusuri pantai kuta. Mereka berpegangan tangan sambil melihat pemandangan Wedding for My Husband | 36 disekitar mereka. Banyak wisatawan yang masih bermain surfing walau hari sudah masuk magrib, ada juga yang sama dengan Hazna sedang berjalan-jalan dengan pasangan mereka, ada anak-anak kecil yang sedang membuat istana pasir. Semua terlihat bahagia dengan kegiatan masing-masing. Hazna merasakan tarikan dari genggaman Maliq lalu Maliq pun mengalihkan tatapan kearahnya dan memberi isyarat untuk Hazna duduk dipinggir pantai. Hazna duduk disebelahnya, menyaksikan matahari yang perlahan beranjak turun. “Apa kau pernah jatuh cinta?" Hazna menoleh kearah Maliq yang menatap lurus kedepan. “Tidak pernah benar-benar merasakannya, aku tidak pernah benar-benar merasakan apa yang orang bilang berdebar-debar saat bersama seseorang. Seperti yang mereka katakan saat sedang jatuh cinta" "Lalu bagaimana caranya suamimu ini membuatmu jatuh cinta padanya?" Hazna mendengar nada humor disuara Maliq walau terselip rasa penasaran dalam ucapannya. "Cukup jadi panutanku, menuntun jalanku. Insyaallah laki-laki yang bisa jadi panutan, akan selalu disyukuri keberadaannya oleh setiap wanitanya." “Menurutmu laki-laki yang pernah menyakiti apa bisa dijadikan panutan?" “menurutku tidak ada orang yang pernah tersakiti?" “Maksudmu? "Kau tahu apa yang paling aku hindari didunia ini?" "Apa?" Maliq menatap Hazna penasaran. Ely Faridah | 37 Hazna menarik nafas dan menghembuskannya dengan perlahan. Pandangan Hazna menerawang jauh. "Harapan." Dari ekor matanya, Hazna melihat Maliq memandang heran kearah Hazna atas jawabannya. "Harapan? Mengapa?" "Kau tahu apa alasan orang tersakiti? Itu karna harapan mereka sendiri" Hazna melihat Malig tertegun sambil terus menatap Hazna. "Kenapa bisa?" "Saat seseorang berharap, dia terlalu tinggi berangan-angan tanpa sadar sedang menanamkan duri dalam dirinya. Padahal semua hal sudah diatur oleh Allah dan takdir pun telah ditetapkan. Jadi menurutku tersakiti itu bukan karna seseorang melukaimu tapi saat kenyataan tidak sesuai harapanmu." Hazna menoleh kearah Malig, mengamati ekspresi kaget diwajahnya setelah mendengar jawaban Hazna. "Apa menurutmu jatuh cinta kepada seseorang juga bisa menimbulkan sebuah harapan?" "Sebagian besar yang aku tahu memang begitu. Terlalu banyak harapan yang ditimbulkan saat seseorang jatuh cinta. Harapan agar perasaan kita terbalas, harapan agar bisa terus bersama dan harapan agar tidak pernah terpisah." "Apakah itu alasan yang mendasarimu takut untuk jatuh cinta? Takut timbul sebuah harapan lalu tersakiti?" Hazna mengulas senyum tipis lalu menoleh kearah Maliq yang sedang menunggu jawabannya. "Kau tahu, kita mungkin bisa menghidar untuk tidak tersakiti, tapi kita tidak bisa menghindar untuk jatuh hati. Wedding for My Husband | 38 Aku hanya belum benar-benar menemukan seseorang yang aku yakini saat bersamanya ridho Allah menanti." Mereka terdiam cukup lama lalu memandang matahari, yang beberapa detik lagi mungkin akan terbenam. “Lalu bagaimana denganmu, apa kau pernah jatuh cinta?" Maliq terdiam beberapa detik sampai Hazna mendengarnya berbisik lirih. "Ya, aku pernah merasakannya." Tepat setelah jawaban Maliq yang bersamaan dengan matahari tak terlihat, Hazna meyakini bahwa laki- laki disampingnya ini pernah benar-benar mencintai dengan sepenuh hati. Hazna menunduk sambil menarik sudut bibirnya, tersenyum mengetahui kenyataan ini. Ely Faridah | 39 PART 5 “Mungkin ketakutanmu tidaklah beralasan. Mungkin juga kamu harus mencoba berteman dengan kepercayaan" -author- Sebulan setelah kepulangan Hazna dari Bali, hubungannya dengan Maliq semakin dekat. Hazna pun sudah terbiasa dengan kedekatan mereka. Tapi kepergian mereka ke Bali tidak benar-benar untuk bulan Madu, karna sampai saat ini pun Hazna belum menyerahkan diri sepenuhnya pada Maliq. Maliq pun tidak pernah memaksa untuk meminta hak nya. Saat ini Hazna sedang duduk diatas karpet menonton tv diruang keluarga. Tangannya tidak tinggal diam, ia mengelus rambut Maliq yang saat ini sedang tertidur dipangkuan Hazna . Akhir-akhir ini Maliq suka sekali tidur dengan menjadikan pangkuan Hazna sebagai bantalan. Kedua tangannya dia lingkarkan di pinggul Hazna dengan wajahnya dia tenggelamkan diperut Hazna. Dia bilang posisi ini sangat nyaman untuknya. Dan kebiasaan barunya saat dia akan tidur adalah Hazna harus mengelus rambutnya sampai dia tertidur. Jika Maliq pulang larut malam dan Hazna sudah tertidur Dia akan menaruh tangan Hazna dirambutnya. Dia bilang dia tidak bisa tidur jika tangannya tidak berada disekitar kepalanya. Ini adalah sifatnya yang baru Hazna ketahui. Maliq bisa sangat manja padanya. Jika dia pulang dan Hazna tidak ada, dia akan merajuk dan mencari Hazna kemana- Wedding for My Husband | 40 mana. Dia sangat jauh dari bayangan Hazna dulu saat pertama kali bertemu dengannya, yang terkesan sombong dan angkuh. Kenyataanya Maliq bisa seperti anak kecil jika sudah ada maunya. Hazna melirik jam di dinding yang sudah menunjukkan angka 9 malam. Hazna dengan perlahan membangunkan Maliq dengan menempuk pelan pipinya. “Mas.." “Eughhh" Maliq menggeliat karena terganggu dengan panggilan Hazna. “Mas, ayo bangun kita sholat isya dulu. Setelah itu kita tidur." Bukannya bangun Maliq malah mengeratkan pelukannya disekitaran perut Hazna. “Ngantuk" "Ya, tapi kita belum sholat dan ini sudah jam 9 malam. Ayo kita sholat dulu." Akhirnya Maliq bangkit dengan malas-malasan. Hazna hanya bisa menggelengkan kepala_ melihat kelakuannya. "Mengapa kau memilih untuk tersakiti?" Wanita itu menatap hamparan taman bunga dihadapannya saat Mendengar pertanyaan dari laki-laki dibelakangnya. "Karena ini sudah jalannya." "Kau punya pilihan, tapi lebih memilih sakit hanya karna sebuah keputusan" "Aku tidak akan merasakan sakit selama aku tidak melibatkan harapan" Ely Faridah | 41 "Kau yakin jika suatu saat nanti tetap bisa terjaga dari harapan jika hatimu sudah bermain dengan perasaan?" "Setidaknya aku akan menjaga hati agar tidak benar-benar ada yang mampu menyakiti." "Kau tahu jelas, semua bisa jadi lebih buruk dari yang kau bayangkan." naire “Simpan tangismu, tutup lukamu, angkat kepalamu. Jangan biarkan siapapun menghancurkanmu." Hazna membuka mata saat bayangan Jaki-laki itu datang, laki-laki yang hadir dipernikahannya. Dia menoleh kesamping dan mendapati Maliq tertidur disampingnya. Melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 2 dini hari, akhirnya Hazna memutuskan untuk sholat malam. Setelah sholat malam dan berdzikir Hazna tidak bisa tidur kembali, sampai waktu sholat subuh. Akhirnya setelah sholat subuh Hazna berdiri diteras balkon apartemen, menatap pemandangan luar dari atas balkon. Hazna termenung memikirkan Bayangan J/aki-/aki itu yang menari-nari dikepalanya Lamunan Hazna buyar saat merasakan kedua tangan kokoh melingkar disekitar perutnya, tepat dibawah kedua tangan Hazna yang sedang terlipat didepan dada. "Kau sudah bangun?" Hazna mengelus punggung tangan Maliq yang sedang memeluknya. "Kenapa pagi-pagi sudah ada disini hmm? "Hanya melihat-lihat pemandangan." "Apa yang sedang kau fikirkan?" Wedding for My Husband | 42 Maliq memandang Hazna dari samping dengan kepalanya yang bertumpu di pundak kiri Hazna. “Tidak ada." Lalu mereka terdiam cukup lama masih dengan posisi yang sama. Sampai kata-kata itu keluar begitu saja dari bibir Hazna. "Jika kau tahu besok kau akan tersakiti apa yang akan lakukan hari ini?" "Jelas saja aku akan Menghindari penyebab dari sesuatu yang akan membuatnya sakit." Maliq menjawab pertanyaan Hazna dengan nada yang sangat yakin. "Kenapa tidak kau lalui saja kesakitan itu?" “Jika kita bisa menghindarinya mengapa kita harus melaluinya?"” Diam-diam didalam dekapan Maliq Hazna tersenyum miris mendengar jawabannya, Sambil bergumam lirih yang Hazna yakini tetap didengar oleh Maliq. "Karena sekalipun kau menghindarinya kau akan tetap merasakan sakitnya, dengan alasan yang sama diwaktu yang berbeda." Ely Faridah | 43 PART 6 “Untuk pertama kali hatinya bergetar untuk lelaki yang bergelar suami. Tidak besar, tapi cukup membuatnya bertanya-tanya apakah ada rasa yang banyak orang sebut cinta" -author- "Kalian tidak menunda untuk memiliki momongan bukan?" Mamah Maliq memandang Hazna dan Maliq bergantian. "Tidak Mah." Maliq menjawab pertanyaan mamahnya dengan nada malas. Hazna tahu topik ini cukup sensitif untuk mereka. Jelas saja, 2 bulan berlalu dengan perkembangan hubungannya yang masih sama. Hazna memang semakin dekat dengan Maliq, tapi sampai saat ini Hazna belum menyerahkan diri sepenuhnya pada Malig. Bukan tidak mau, tapi mereka memang masih sama-sama canggung untuk kedekatan yang lebih intim. Sejauh ini mereka hanya sampai tahap berpelukan, tidak lebih. Hazna tahu kedua orangtua mereka sama- sama mengharapkan cucu dari mereka. Tapi mereka sudah sepakat untuk tidak terlalu terburu-buru. Biarlah semua berjalan apa adanya. "Terus kapan kalian akan memberikan Mamah cucu?" Saat ini Hazna berada dirumah orang tua Maliq. Mamah Maliq meminta mereka berkunjung diakhir pekan. Memang sudah satu bulan ini mereka tidak datang Wedding for My Husband | 44 kerumah orang tua Malig, mereka disibukkan oleh kegiatan masing-masing. Maliq dengan urusan kantornya dan Hazna yang saat ini sibuk mengajar di universitasnya dulu, sebagai dosen Sastra. “Mamah doakan saja yah, semoga Maliq dan Hazna cepat-cepat diberi momongan oleh Allah" Maliq menegapkan duduknya lalu menggapai cangkir berisi teh yang sudah disiapkan asisten rumah tangga disini. "“Mamah sih doain kalian terus ,tapi doa juga harus dibarengi usaha Maliq. Kamu juga harus usaha dong, biar Hazna cepat hamil dan jangan kamu bilang selama 2 bulan menikah tapi Hazna masih perawan sampai sekarang." "Uhukk..uhukk.." Hazna menepuk pelan punggung Maliq yang tersedak teh yang dia minum. Jujur saja Hazna pun kaget dengan perkataan Mamah Maliq. Hazna tidak menyangka Mamah Maliq akan mengatakan kata-kata frontal seperti itu. Hazna mengusap punggung Maliq setelah dia berhenti terbatuk. “Mamah ini ngomong apa sih." Maliq menatap salah tingkah pada Mamah nya. Hazna tersenyum tipis melihat wajah Maliq yang bersemu. "Ya bisa aja kan, kamu belum berani deketin Hazna." "Mah, itu urusan Maliq dan Hazna. Mamah jangan bicara yang aneh-aneh dong". "Tapi beneran loh Maliqg, Mamah ingin secepatnya mendapat cucu dari kalian." "Insyaallah yah Mah, Hazna sama Maliq mohon doanya semoga cepat diberi momongan. Kita akan berusaha agar Mamah cepat mendapat cucu" Hazna mencoba menengahi perdebatan Maliq dan Mamah nya. Ely Faridah | 45 Hazna melihat Mamah Maliq menghembuskan nafas perlahan lalu mengalihkan pandangan padanya. "Maafin Mamah ya Hazna, kalau Mamah terkesan memaksa kalian. Dari awal kalian menikah Mamah sudah berharap sekali, kalau kalian bisa cepat mendapat momongan." "lya Mah,Hazna mengerti. Doakan saja yah Mah." Mamah Maliq akhirnya mengangguk lalu tersenyum. Disampingnya, Maliq menghembuskan nafas lega. Sepulang dari rumah orang tua Malig, Hazna meminta Maliq untuk mampir ke supermarket untuk berbelanja kebutuhan bulanan mereka. Maliq mendorong keranjang belanja dan Hazna sedang memilih-milih sayuran. "Kau ingin makan = apa malam ini?" Hazna bertanya pada Maliq yang saat ini sedang berdiri disampingnya. "Bagaimana dengan cumi saus tiram?" Hazna menggendikkan bahu, mendengar ide Maliq. "Baiklah, kita ke bagian sana" Hazna mengkode dengan dagunya tempat dimana cumi dan ikan-ikan berada. Tapi tepat saat Hazna berbalik, dia mematung ditempatnya, dadanya berdebar kencang, sekujur tubuhnya bergetar dan nafasnya terasq sesak. Hazna memejamkan mata sejenak dan membukanya kembali. Menoleh kearah kanan, dan tepat dugaannya. Dia disana, laki-laki itu disana berdiri diam sambil memandang lurus kearah Hazna. Haznatanpa sadar mengenggam tangan Maliq untuk menopang tubuhnya. "Hazna, kau kenapa?" Wedding for My Husband | 46 Hazna mengalihkan pandangan pada Malig, dan menggeleng pelan. “Aku tidak apa-apa." Lalu menoleh kembali ketempat dimana /aki-laki itu berada, dan tidak ada. Dia tidak ada disana. Tiba-tiba Maliq mengusap peluh dikening Hazna yang tanpa dia sadari sudah bercucuran. "Kita pulang saja yah?" Hazna mengangguk pelan dan mulai melangkah mengikuti Malig, dengan pandangan yang menelusuri segala penjuru supermarket mencari kemungkinan dimana laki-laki itu berada. Hazna keluar dari kamar mandi dan mendapati kamar kosong, karena Maliq sedang menonton tv diluar. Setelah insiden di supermarket, mereka memutuskan untuk makan diluar karna mereka belum sempat berbelanja sayuran. Hazna duduk didepan meja rias lalu mengeringkan rambutnya. Menatap cermin dihadapannya, lalu menutup mata sampai dia merasakan usapan disekitar pundaknya. "Kau cantik" Hazna tersenyum kecil mendengar bisikan itu. “Apa aku boleh meminta hakku malam ini?" Hazna membuka mata dan pandangannya bertabrakan dengan Maliq dari balik cermin, mencari kesungguhan disana. Sambil meneguhkan hati Hazna mengangguk perlahan. Dan malam ini akhirnya Hazna menyerahkan dirinya pada seorang lelaki yang telah Allah halalkan untuknya. Dan malam ini juga Hazna merasakan getaran itu, getaran dalam hatinya. Tidak besar memang, tapi cukup Ely Faridah | 47 membuatnya bertanya-tanya apakah ini awal dari segalanya? Wedding for My Husband | 48 PART 7 "Sudah kukatan jangan pernah berharap pada siapapun. Karena sakit hati terjadi karena harapanmu sendiri" -author- 6 bulan setelah pernikahan. “Kau lembur lagi mas?" Hazna mengambil tas kerja Maliq dari tangannya. Maliq melonggarkan simpul dasinya sambil mengangguk kepada Hazna. “Ilya, aku sangat sibuk akhir-akhir ini." Hazna tersenyum, dia cukup mengerti kesibukkan yang dimaksud Maliq. “Kau mau makan atau mandi dulu? biar aku siapkan." “Aku sudah makan diluar, jadi aku langsung mandi saja." Maliq menjawab tanpa menatap Hazna lalu masuk kedalam kamar. Beberapa minggu ini dia tidak seperti biasanya. Tidak lagi mencium kening Hazna saat berangkat dan pulang kerja. hanya sebatas Hazna yang mencium tangannya. Maliq pun lebih pendiam seperti menjaga jarak dengan Hazna, dengan pulang selalu larut malam. Beberapa hari lalu Maliq mengatakan ada masalah dalam perusahaannya. Sebagai seorang isteri, Hazna hanya dapat menemani dan mendoakannya. Terkadang diakhir pekan Maliq hanya mengurung dirinya diruang kerjanya, tidak jarang juga dia tertidur disana. Atau berangkat kekantor di hari minggu mengurus beberapa pekerjaan . Ely Faridah | 49 Hazna_ menghembuskan nafas_ perlahan alu menoleh kearah ruang makan, tepat dimana masakan yang dia buat sudah tertata rapi dimeja. Hazna menyiapkan masakan itu setelah pulang mengajar. Sudah beberapa hari ini masakannya berakhir ditempat sampah. Karena tidak mungkin Hazna menghabiskan nya sendiri. Dia beranjak kedapur membereskan meja makan, mematikan lampu dibeberapa ruangan lalu masuk kedalam kamar. Yang pertama kali Hazna dapatkan saat masuk kekamarnya adalah ruangan remang-remang, dan disana dia melihat Maliq sudah tertidur dengan pakaian yang sudah berganti. Hazna = melangkah mendekati Maliq, — lalu memandanginya yang sudah damai dalam tidurnya. Jika sedang seperti ini Maliq bagaikan seorang laki-laki polos dengan wajah tampannya, tanpa terlihat bagaimana sifat aslinya. Hazna menaikkan selimut untuk menutupi tubuh Maliq. Lalu beranjak naik keranjangnya mengisi sisi tempat tidur disebelah Maliq. Dia berbaring menatap langit-langit kamar dan menutup mata saat bisikan itu terdengar "tidak lama lagi" Hazna dan Maliq sarapan dalam diam, sejak bangun tidur Maliq tidak banyak bicara. "Hari ini aku izin untuk pergi kerumah singgah, apa boleh?" Hazna melihat Maliq hanya mengangguk lalu bangkit dari duduknya, karena sarapannya sudah habis. Hazna mengikuti Maliq untuk mengantarkannya sampai pintu depan. Wedding for My Husband | 50 “Nanti malam tak perlu menungguku, aku mungkin akan pulang larut malam." Hazna mengangguk dan hendak menggapai tangan Maliq untuk mencium tangannnya, tapi tiba-tiba Maliq menjauhkan tangannya dan menaikan lengan kemejanya berpura-pura melihat jam tangannya lalu pergi begitu saja. Hazna menatap kepergiannya dalam diam. Hazna tahu apa yang sedang terjadi, tapi dia tak menyangka akan secepat ini. Hazna termenung menatap keluar jendela taksi yang sedang membawanya kekantor Malig. Sehabis dari rumah singgah mengunjungi anak-anak disana, Hazna memutuskan untuk mengunjungi Maliq di kantornya. Sejak kuliah dulu, Hazna mempunyai organisasi sosial bersama teman-temannya dan mereka membangun sebuah rumah singgah untuk para anak yatim piatu, dan anak-anak kurang mampu. Semua tetap berjalan sekalipun Hazna melanjutkan kuliahnya di Kairo. Melihat anak-anak itu tersenyum tanpa beban adalah kebahagiaan untuk Hazna. Mereka tidak perlu repot memikirkan dunia, memikirkan rumitnya menjalani hidup dalam setiap cobaan yang ada. "Non, sudah sampai." Hazna tersadar dari lamunannya saat mendengar supir taksi memberitahukan bahwa dia sudah sampai. Hazna menoleh menatap bangunan kokoh yang tak lain adalah perusahan Maliq. Jujur saja sepanjang perjalanan kemari perasaan Hazna terus bekecambuk. Antara takut, gelisah dan tidak tenang. Setelah turun dari taksi Hazna melangkah masuk kedalam kantor Maliq. Sebagian besar karyawan yang Ely Faridah | 51 tahu bahwa Hazna adalah isteri Maliq menunduk hormat. Tak butuh waktu lama Hazna pun sampai dilantai ruangan Maliq. Meja sekretaris Maliq kosong, yang tandanya dia sedang istirahat. Hazna melangkah mendekati ruangan Maliq dan disetiap langkahnya Hazna merasa debaran jantungnya semakin cepat. Seperti mengantarkan langkah sendiri ke tepi jurang. Tangan Hazna terkepal kuat disamping tubuhnya. Dan tepat dua langkah didepan pintu ruangan Maliq, Hazna menolehkan kepala kearah lorong diujung ruangan. Dia disana, laki-laki yang sama. Dia menatap Hazna lurus dan Hazna balik menatap tajam kearahnya sambil terus mengepalkan tangannya. Dan Hazna memejamkan mata sejenak saat mendengar bisikan itu. "Sudah saatnya." Dia membuka mata, melepaskan kepalan tangannya seiring dengan nafasnya yang memburu. Hazna menatap pintu di hadapannya menyiapkan hati dan diri sendiri menghadapi orang-orang di dalamnya. Dia melangkah maju dan tanpa mengetuk, Hazna membuka handle pintu. "Akhirnya Aku sudah mendapatkan setengah saham dari perusahaan ini. tidak sia-sia pengorbananku selama ini." Hazna mendengar suara yang sudah sangat dia hafal, siapa lagi kalau bukan Maliq. "Tapi apa tidak keterlaluan dengan mengorbankan pernikahanmu." dan suara laki-laki lain yang Hazna tahu adalah sahabat baik Maliq. "Kau jelas tahu aku menikah dengan wanita itu hanya untuk mendapat harta warisanku." Wedding for My Husband | 52 “Lalu bagaimana setelah ini?" “Aku tidak perduli." “Tapi biar bagaimanapun pernikahan kalian sah secara hukum dan agama?" “Aku tinggal menggugat cerai dirinya. Lalu masalah selesai" "Tapi... Hazna!!" Hazna_ menaikkan sebelah alisnya saat Arga menyadari kehadirannya. Jangan Heran kenapa Hazna tahu nama laki-laki itu. Ini bukan pertama kalinya Hazna datang kekantor Maliq, jadi dia kenal beberapa karyawan disini termasuk Arga, teman dekat Maliq yang menjabat sebagai manager disini. "Sepertinya kalian punya perbincangan menarik" Arga terlihat gugup ditempatnya, dia berdiri seperti ingin menjelaskan sesuatu. “Hazna, ini tidak seperti...... “Baguslah, jika kau mendengar perbincangan kami, dengan begini aku bisa secepatnya menceraikanmu!" Hazna menyunggingkan senyum tipis di bibirnya. “Jadi seperti itu?" Hazna melangkah mendekati kedua laki-laki yang sedang berdiri tegap didepan sofa. Dia duduk dihadapan mereka lalu menatap mereka bergantian. "Kau menikah denganku untuk mendapatkan harta warisan orang tuamu, Begitu? ckck, tidak ku sangka aku sepenting itu untuk hidupmu" “Apa maksudmu?" "Yah, dengan kata lain jika kau tak menikah denganku, kau tidak akan mendapat warisan itu. Benar begitu bukan?" Ely Faridah | 53 "Hazna, Ke..kenapa kau terlihat biasa saja?" Hazna memiringkan kepalanya, lalu § menaikan sebelah alisnya menatap Arga yang berbicara padanya dengan nada bingung. "Lalu aku harus bagaimana? Marah, sedih Atau menangis ?" Hazna tertawa kecil dan memandang Maliq mengabaikan tatapan bingung dari Arga. "Sepanjang hidupku tak ada laki-laki yang mampu membuatku menangis, dan saat ini aku harus menangisi laki-laki seperti dia? Haha, jangan bercanda Arga. Bahkan dalam mimpi pun tak pernah ada yang kuizinkan melukaiku apa lagi membuatku menangis" Hazna tetap memandang kearah Maliq tepat kedalam dua bola matanya. Dari ekor matanya, Hazna melihat Arga terkaget ditempatnya, sementara Maliq mengepalkan tangannya. Hazna maju melangkah mendekati Maliq dan berdiri tepat satu langkah dihadapannya. "Jika yang kau inginkan dalam pernikahan ini hanya untuk mendapat harta warisan, mungkin kau sudah mendapatkannya. Tapi jika kau juga menginginkan aku terluka, kurasa kau tidak cukup hebat untuk melakukannya" Hazna menyeringai dengan dagu terangkat seolah menantang Maliq. Hazna_ melihat ekspresi terkejut dimata Maliq lalu berbalik pergi meninggalkan ruangan itu. Wedding for My Husband | 54 PART 8 "Tak ada cinta baginya karna semua hanya permainan untuk mendapatkan kemenangannya" -author- Maliq termenung saat mengingat ekspresi Hazna yang terlihat biasa saja saat mendengar pembicaraan tak sengajanya dikantor tadi. Ya, selama ini Maliq hanya bersandiwara pada Hazna karna Ayahnya mengancam jika Maliq tak menikahi Hazna maka warisan dan segala fasilitas akan ditarik kembali oleh Papahnya. Jadi mau tak mau Maliq harus bersandiwara dihadapan Hazna agar dia percaya dan mau menikah dengan Maliq. Maliq tak mencintainya karena dia tak suka wanita sok polos seperti Hazna. Walau Maliq tau dibalik pakaian besarnya itu Hazna adalah wanita yang cantik tapi Maliq tak tertarik sama sekali. Ditambah kesan cuek Hazna yang membuatnya terkesan misterius. Selama Maliq menikah dengannya tidak pernah Hazna mengeluh atau berkomentar, dia hanya mengikuti perintah Maliqg. Terkadang Maliq gemas_ sendiri melihatnya. Antara penurut atau terkesan tidak perduli. Walaupun ya, Maliq akui Hazna memang menjalankan tugasnya sebagai isteri cukup baik tapi Maliq merasa Hazna bukanlah seorang wanita yang mudah dirayu. Maliq tak pernah melihatnya salah tingkah seperti kebanyakaan gadis lugu. Dan untuk ukuran gadis seperti Hazna bagi Maliq, dia terlalu angkuh. “Kau lihat?" Ely Faridah | 55 Maliq berbalik memandang Arga yang duduk disofa dengan wajah gelisahnya. "Kau keterlaluan kau tau! Kau menjadikan pernikahanmu sebagai alat mendapatkan warisan orang tuamu" "Lalu kenapa? Kenapa kau begitu cemas?" "Aku hanya khawatir jika nanti......" "Apa? Apa yang khawatirkan? Apa kau mengkhawatirkan Hazna? Jangan bilang jika kau menyukainya?" Maliq menatap tajam Arga. Memotong pembicaraannya yang seakan lebih memihak pada Hazna. "Apa yang kau katakan!!" Arga berdiri dan membalas tatapan tajam Maliq. "Bukankah benar begitu? Kau takut dia sakit hati karena kenyataan ini" Maliq melihat Arga menggeleng dan tersenyum sinis kearahnya. "Bukan, bukan Hazna yang aku takuti akan tersakiti tapi kau" "Aku?" Maliq tertawa keras mendengar ucapan Arga yang terdengar konyol ditelinganya. "Bagaimana mungkin hah? bagaimana mungkin aku yang tersakiti. Jelas-jelas aku yang mengendalikan semua ini" "Ya memang kau yang membuat semua masalah ini, tapi semua bisa dibalik semudah kau membangun rumah tanggamu dan menghancurkannya dalam sekejap" Maliq tertegun mendengar perkataan Arga, secara tidak langsung apa yang Arga ucapkan memang benar. Maliq tersenyum sinis menyembunyikan fakta itu. "Jangan konyol. kau jelas tahu satu-satunya orang yang akan tersakiti disini bukanlah aku tapi Hazna" Wedding for My Husband | 56 “Lalu setelah semua terungkap, apa kau melihat ada perasaan tersakiti dari wajahnya tadi?" Inilah fakta lain yang Maliq benarkan. Jujur saja Maliq sedikit terkejut melihat ekspresi Hazna tadi saat dia mendengar pembicaraannya dan Arga. Dia hanya memasang ekspresi datar tanpa terlihat kaget apalagi menangis. "Dia hanya terlalu pintar menutupi perasaannya" “Kau yakin? apa kau tak berpikir dia bisa membalasmu lebih menyakitkan dari yang kau lakukan?" Maliq berbalik menatap pemandangan diluar kantor dari balik kaca ruangannya. "Dia tidak akan melakukan itu, tidak akan pernah bisa." “Berhati hatilah. Hazna bukan wanita lemah seperti yang kau pikirkan" Sepanjang perjalanan pulang Maliq memikirkan perkataan Arga. Perkataan Arga benar-benar mengusiknya walaupun Maliq yakin Hazna tidak mungkin berani membalas apapun padanya. Dan yang Malig yakini saat ini Hazna mungkin sudah pulang kerumah orang tuanya atau mungkin dia sudah mengadu pada Ummi dan Abi nya. Jika dugaannya itu benar, Maliq harus benar-benar mempersiapkan diri menerima amukan dari orang tuanya. Tapi yang terpenting bagi Maliq adalah dia sudah menanda tangani harta warisan dari Papahnya berupa 50% saham perusahan. Setidaknya Sekarang Maliq tidak perlu berpura-pura baik didepan Hazna lagi. wanita yang Maliq anggap sudah merusak hari- harinya. Jika kalian pikir Maliq benar-benar berubah, kalian salah besar. Tepat 4 tahun lalu setelah Hazna pergi Ely Faridah | 57 dari ruangan Maliq dan berkata akan menerima perjodohan itu, Maliq langsung mencari tahu semua tentang Hazna. Laporan yang Maliq dapatkan tentang Hazna cukup baik, nyaris sempurna malah. Sebagai seorang wanita muslim Hazna sangat taat. Dia pun cukup terkenal dikampusnya dulu. Mungkin bagi laki-laki_—_ lain mendapatkan Hazna adalah suatu keberuntungan. Tapi bagi Maliq? Menaklukkannya adalah tantangan buatnya. Sepanjang 6 bulan pernikahannya, tidak sekalipun Maliq melihat Hazna bersedih, dia juga tidak pernah tertawa lepas, hanya sesekali tersenyum tipis. Mliq tidak tahu, apa memang Hazna tidak pernah merasa terluka atau dia terlalu pintar menyembunyikan perasaannya. Lama memikirkan kemungkinan yang berkecambuk dipikirannya, tidak terasa Maliq sudah sampai di parkiran apartemen. Maliq keluar dari mobilnya dan langsung menuju lantai apartemennya. Dan saat pertama kali membuka pintu. yang Maliq lihat adalah _gelap, dia hampir tidak bisa melihat apapun. Maliq tidak terlalu kaget karna dia sudah bisa menduganya, Hazna pasti sudah pergi setelah tahu kenyataan yang sebenarnya. Maliq menutup pintu dan mengucinya. Dan tepat saat dia berbalik lampu menyala tiba-tiba dan disana Hazna berdiri dengan santainya dan berjalan mendekat kearah Maliq. "Kau sudah pulang?" Dia mengambil tas kerja Maliq, agak berjinjit dan membuka ikatan dasi dileher Maliq. Dengan jarak sedekat ini, Maliq memandangi wajah Hazna yang tetap memasang ekspresi datar. Hazna pun tidak terlihat seperti seseorang yang habis menangis atau Wedding for My Husband | 58 memang dia tidak menangis setelah tahu kenyataan yang sesungguhnya tentang pernikahan mereka. "Lebih baik kau makan dulu, aku akan menyiapkan air hangat untuk kau mandi" Hazna berbalik hendak melangkah masuk kedalam kamar. "Kenapa kau masih disini?" Hazna menghentikan langkahnya, dia berbalik memandang Maliq kembali. “Kau pikir aku akan pergi kemana?" "Kau sudah tahu kenyataannya bukan? Aku menikahimu hanya untuk mendapatkan warisan orang tuaku." "Lalu?" Maliq mengepalkan tangan menahan emosi melihat ekspresi santai Hazna. Kenapa susah sekali membuatnya terluka. “Lalu mengapa kau masih ada disini. Kau sudah tahu bukan aku tidak mencintaimu dan tidak mengharapkan pernikahan ini denganmu" “Aku tahu, bukankah kau sudah mengucapkannya sejak awal bahwa bukan perasaan yang kau tawarkan tapi sebuah hubungan untuk masa depan" “Tapi aku tidak ingin lagi hidup bersamamu." "“Mengapa?" Hazna mengangkat sedikit dagunya seolah menantang Maliq. "Karena pemainan ini sudah selesai, dan aku sudah muak berpura-pura baik dihadapanmu." Hazna, tersenyum sinis lalu berbalik tapi masih belum beranjak dari tempatnya. “Jika bagimu ini sebuah permainan, anggap saja aku sedang mengikuti permainanmu sampai diantara kita menyerah. Dan kau tidak perlu berpura-pura baik padaku. Lakukan apapun sesukamu. Sesuka yang kau mau untuk melanjutkan permainan ini.." Ely Faridah | 59 Setelah kata-kata itu, Hazna berjalan masuk kekamar dan hilang dibalik pintu. Dan Maliq tahu jalannya tidak akan mudah untuk menghancurkan wanita itu. benar apa yang Arga bilang Hazna tidak selemah yang dia duga. Wedding for My Husband | 60 PART 9 "Dia tidak diajarkan menangisi laki-laki untuk apapun alasan yang mendasari. Dia lengah menjaga hati sampai tak sadar duri menancap membuat sekujur tubuh merasa nyeri" -author- Hazna mamandang lautan yang ada dihadapannya. Memikirkan banyak hal yang dia lalui. Kalian mungkin bertanya-tanya mengapa dia masih bertahan? Kenapa Hazna tidak pergi saja? Atau kenapa dia tidak meminta berpisah saja? Kalian boleh katakan Hazna bodoh, Hazna lemah atau apapun itu. Tapi kenyataannya takdir nya tetap harus disini. Mendampingi laki-laki yang secara sah masih berstatus suaminya. Terlepas apapun alasan dia menikahi Hazna. Tiba-tiba angin berhembus tepat dihadapannya dan sekujur tubuhnya merinding. Dan saat itu Hazna tahu, dia datang, /aki-laki itu datang. Dia berdiri sekitar dua langkah dibelakang Hazna, tepat disisi kanannya. Tanpa berbalik Hazna cukup tahu dia datang untuk Hazna. “Bagaimana rasanya?" Hazna tersenyum_ kecil mendengar pertanyaannya. "Cukup membuatku kaget” "Lalu mengapa kau masih bertahan?" “Karena Takdir" Hazna tetap pada posisinya memandang ombak yang terus berlomba-lomba untuk menuju ke tepi. "Kau mempunyai pilihan untuk tidak kesakitan" Ely Faridah | 61 "Tapi aku tetap memilih untuk bertahan" “Ini akan jadi lebih buruk jika kau tak memilih pergi." "Nyatanya aku ingin disini, melalui kesakitan ini.” "Apa kau mampu?" "Aku akan mencobanya" tepat setelah jawaban terakhirnya, Hazna membalikan badan dan dia tidak ada. Tidak ada siapapun dibelakangnya, Hazna menutup mata seiring semilir angin yang menerpa wajahnya. Hazna bangkit dari duduknya saat mendengar pintu apartemen terbuka. Dia melangkah kearah pintu untuk menyambut kedatangan Maliq. Apapun yang sudah terjadi dalam rumah tangganya, Hazna tetap berusaha menjadi isteri yang baik. Tetap melayani Maliq seperti biasa, tanpa mengubah keadaan walau jarak mereka saat ini lebih terasa berjauhan. Hazna cukup tahu, setelah semua kenyataan yang terungkap hubungan mereka tidak akan sama lagi, mereka tidak akan sedekat dulu. Hazna tersenyum_ miris mengetahui kedekatan mereka pun ternyata bagian dari sandiwara Maliq. Belum sampai dipintu masuk langkah Hazna terhenti saat melihat Maliq disana. Maliq berdiri didepan pintu, tapi bukan itu yang menjadi fokusnya. Disamping Maliq berdiri seorang wanita dengan dress hitam, Rambutnya ikalnya dia gerai, sebagai wanita Hazna mengakui kecantikannya. Dan yang pasti wanita ini bukan wanita yang 4 tahun lalu Hazna temui diruangan kantor Maliq. Hazna merasakan bahwa dia bukan wanita yang sering dikencani Maliq lalu ditinggalkan begitu — saja, Wedding for My Husband | 62 Ada yang berbeda dari wanita ini. Hazna mengalihkan pandangan kearah tangan mereka yang saling bertautan. "Kebetulan kau ada disini, kenalkan ini Tiffany kekasihku " Tepat setelah ucapan Maliq, Hazna merasa ada yang menyentil hatinya dari dalam. Berucap istigfar dalam hati, Hazna mencoba mempertahankan ekspresi datar di wajahnya. Hazna tahu, Maliq berulang kali mengujinya agar dia merasa menang. Tapi jika ini satu-satunya jalan untuk mempertahankan rumah tangganya, terpaksa Hazna harus mengikuti permainannya. "Sepertinya aku tidak bertanya." Hazna melipat kedua tangannya didepan dada, memandang kedua orang dihadapannya yang mengaku sebagai sepasang kekasih. Yang mungkin untuk orang yang melihatnya akan memandang miris pada Hazna. Karena suaminya sendiri dengan berani membawa wanita yang jelas dia akui sebagai kekasihnya. Dan hebatnya mereka datang bersamaan kehadapan Hazna, untuk menghancurkan Hazna. "Dia akan menginap disini" Hazna menaikan satu alisnya mendengar perkataan Maliq. "Siapa yang mengizinkannya menginap disini?" Maliq terlihat marah mendengar jawaban Hazna, dan menatap tajam kearahnya. “Apa hakmu hah? Biar aku ingatkan padamu bahwa ini adalah apartemenku, jadi aku berhak membawa siapapun kemari" Hazna tersenyum sinis memandang kedua orang dihadapannya. Ely Faridah | 63 "Dan biar kuingatkan juga padamu, bahwa di apartemen MILIKMU ini ada seorang wanita yang masih berstatus sebagai isteri SAHmu." Lalu tiba-tiba saja wanita itu tertawa. "Isteri? Haha.. biar kuberitahu padamu, Maliq menikahimu hanya untuk mendapatkan harta warisannya. Jadi jangan bertingkah seperti orang penting." "kenapa memangnya jika Maliq menikahiku hanya untuk sebuah harta warisan? Setidaknya aku punya alasan kuat yang bisa membuatnya menikahiku, menjadikannya halal bagiku. Sedangkan kau? Apa yang kau punya untuk membuat Maliq memilihmu, cinta? Haha.. aku berani bertaruh jika saja kau datang lebih dulu kehadapan Maliq membawa cintamu itu aku yakin Maliq tetap akan memilihku untuk mendapat harta warisannya. Karena kita sama-sama tahu bukan, laki-laki seperti apa yang berdiri disampingmu ini." Hazna tersenyum sinis sambil menatap Maliq yang terlihat marah. "Kau!!!" Maliq menunjuk kearah Hazna. "Apa?" Hazna mengangkat dagunya, menatap tajam Maliq yang sedang menahan emosinya. "Dengarkan aku baik-baik! selama aku masih disini menjadi isteri sahmu, kau tidak bisa membawa wanita lain kemari. Jika kau masih berani membawa dia kemari, kupastikan aku akan melakukan hal yang tidak pernah kau bayangkan sebelumnya." "Kau berani mengancamku?" "Jika itu. satu-satunya cara membuatmu_ sadar kenapa tidak? Sekarang lebih baik bawa pergi wanita ini dari sini." Hazna tetap menjaga nada bicaranya, karena tidak ingin terpancing emosi dari kelakuan Maliq. Wedding for My Husband | 64 “Kau akan menyesal karna berani melawanku!" Maliq berbalik dan membawa wanita itu keluar dari apartemen, masih dalam keadaan tangan yang saling menggenggam. Dan saat mereka hilang dari pandangannya bergumam lirih. "Sebentar lagi Hazna, sebentar lagi.." Ely Faridah | 65 PART 10 “Banyak yang berkata ‘andai waktu berputar kembali’ . tapi dia akan berkata, dia tak akan kembali saat langkahnya telah sampai sejauh ini" -author- Hazna termenung menatap anak-anak yang sedang bermain sore ini disebuah taman. Duduk sendiri sejak setengah jam yang lalu. Memikirkan segala macam ujian yang sedang Allah limpahkan. Hazna tidak ingin mengeluh, tidak ingin mencari siapa yang salah, dan tidak ingin menyalahkan siapapun. Sudah seminggu sejak _—ikejadian _—terakhir pertengkarannya dan Maliqg, mereka belum bertemu lembali. Bukan karena Maliq tidak pernah pulang, Tapi Hazna tahu Maliq menghindarinya. Maliq selalu pulang larut malam dan tidur diruang kerjanya, dan keluar dari sana setelah Hazna_pergi mengajar. Pernah Hazna mencoba untuk menemui Maliq diruang kerjanya, tetapi dia mengunci diri disana dan tidak akan keluar jika Hazna masih ada di apartemen. Sarapan yang Hazna buat pun tidak pernah dia makan. Tapi Hazna masih bersyukur, karena Maliq masih ingat pulang. Baginya tak perduli selama apapun dia singgah diluar sana, yang terpenting dia tetap tahu jalan pulang walau bukan Hazna yang jadi tujuannya. "Untuk apa kau meminta untuk bertemu?" Hazna melirik dari ekor matanya saat mendengar suara seorang wanita, dan melihat dia disana. Wanita sama yang dibawa Maliq malam itu, memakai dress selutut berwarna Wedding for My Husband | 66 putih, dengan tas berwarna hitam dan rambutnya dia biarkan tergerai. “Duduklah." Dia duduk disamping Hazna dan menatap lurus, ikut memandang anak-anak yang sedang bermain. “Perkenalkan aku Hazna, isteri Maliq” Hazna merasakan bahwa Tiffany tersenyum sinis mendengar ucapannya. "Dan perkenalkan, aku Tiffany kekasih dari suamimu" Sekarang giliran Hazna yang tersenyum. "Akhirnya kita bertemu /agi" Tiffany menoleh dan mengerutkan kening mendengar pernyataan Hazna, yang terdengar ambigu ditelinganya. “Jangan bertele-tele langsung saja,apa yang ingin kau katakan? jika yang ingin kau bicarakan adalah memintaku untuk menjauhi Maliq, Maaf saja aku tidak akan menurutinya." "Kau salah. Aku tidak ingin dan tidak pernah memintamu atapun Maliq saling menjauh. Terbukti dari Maliq yang lebih sering bersamamu dari pada aku. Benar bukan?" Dia diam tidak menjawab dan itu sudah cukup membuktikan bahwa apa yang Hazna katakan adalah benar. Sampai akhirnya Hazna melanjutkan ucapannya. "Boleh aku tahu cerita tentangmu dan Maliq?" Tiffany mendengus dan membuang pandangan lurus kedepan kembali. "Untuk apa? Apa pentingnya buatmu?" “Aku hanya ingin tahu tentang kehidupan suamiku." Ely Faridah | 67 "Apa kau yakin? aku tidak mau terlihat jahat hanya karena menceritakan kisah cintaku pada isteri dari kekasihku" "Apa kau tidak merasa jahat saat memperkenalkan dirimu sebagai kekasih suamiku?" "Tapi kenyataannya aku memang kekasihnya. Kami saling mencintai." "Benarkah? lalu mengapa kau tidak menikah dengannya?" "Karena aku telah menikah dengan laki-laki lain Hazna menoleh kearahnya, lalu memiringkan kepala mendengar jawaban Tiffany. "kau sudah menikah?" "Ya, tapi itu dulu. Saat ini aku sudah berpisah dengan suamiku" "Kenapa kau menikah dengan laki-laki lain jika kau mencintai Maliq?" "Karena aku dijodohkan." "Apa kalian tidak memperjuangkan perasaan kalian?" Hazna melihat wajahnya berubah mendung seakan ingin menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. "Keadaan tidak memungkinkan saat itu. Aku dipaksa menikah dengan lelaki lain" "Jadi setelah berpisah kau berpikir untuk kembali pada Maliq. begitu?" "Kenapa tidak? Aku masih mencintainya begitu juga sebaliknya." "Apa sebelumnya kau tau bahwa dia sudah menikah?" "Ya aku tahu, Dia memberitaku sebelumnya " "Lalu kenapa kau tetap berani mendekatinya?"” Wedding for My Husband | 68 "Karena aku tahu pernikahan kalian bukan karena cinta, karena jelas-jelas Maliq mencintaiku dan tidak mencintaimu" Hazna tersenyum kembali mendengar fakta itu. Fakta yang selalu terdengar ditelinganya dan menghantuinya setiap hari. “Benar, dia tidak mencintaiku. Karena bukan itu tujuannya menikahiku. Tapi aku tidak perduli, apapun alasan dia menikahiku bagiku dia tetap imamku. Tetap suami sahku, dan dia tetap panutanku. Jika perpisahan yang kau harapkan dari aku dan Malig, maka maaf aku tidak bisa memenuhinya. Tapi aku memberimu pilihan, jika kau memang benar-benar mencintainya, menikahlah dengannya." Tepat setelah perkataan Hazna, Tiffany menoleh kearahnya dengan pandangan kaget. “Menikahlah dengan suamiku. Aku melamarmu untuk menjadi isteri kedua suamiku. Aku rela kau menjadi maduku." Hazna menoleh menatap wanita itu penuh harap . “kau gila?" Hazna tersenyum menatap mata Tiffany, dan jelas terlihat kekagetan disana. "Kenapa?" “Apa kau sadar apa yang baru saja kau ucapkan?" “Aku sadar, aku sadar bahwa menikah dengan Maliq tidaklah mudah. Aku sadar saat dengan jelas dia mengatakan bahwa dia tidak mencintaiku. Saat kalian datang kehadapanku sebagai sepasang kekasih, dan aku juga sadar jika hari ini aku melamar seorang wanita untuk suamiku sendiri" Tiffany tertegun dengan jawaban Hazna. "Kenapa kau memintaku menikah dengannya?" Ely Faridah | 69 "Bukankah sudah jelas kau mencintainya? Dan apalagi yang diharapkan wanita selain dinikahi laki-laki yang dicintainya." "Tapi bagaimana denganmu?" "Tak perlu memikirkan tentangku. Bukankah saat kalian memperkenalkan diri sebagai sepasang kekasih pun kalian tidak memikirkan bagaimana perasaanku?" Hazna menatap Tiffany dalam-dalam mencoba menyelami perasaan Tiffany. "Dengarkan aku. Seburuk apapun Maliq, dia tetap suamiku. Aku mengikuti langkahnya untuk menuju surga, jika jalannya salah bukankah sudah tugasku untuk mengingatkannya. Aku tidak menyalahkan kau ataupun Maliq jika memang kalian saling mencintai, karena kita tidak bisa memilih pada siapa kita akan jatuh hati. Tapi disini Maliq adalah seorang suami, jika kau bersamanya tanpa ikatan yang sah itu akan menimbulkan fitnah. Sebagai seorang isteri aku pun mempunyai kewajiban menutup aib suamiku, jadi bukankah lebih baik kalian menikah?" "Jadi dengan kata lain kau mengizinkan Maliq poligami?" "Ya, aku mengizinkannya." Tiffany diam termenung tidak menjawab. Lalu Hazna menggenggam tangan Tiffany dan dia menoleh menatap Hazna. "Tiffany, jika yang kau harapkan adalah sebuah perpisahan aku tidak bisa. Aku sudah melangkah terlalu jauh dan tak mungkin menghentikan langkahku begitu saja. Aku memberi pilihan padamu untuk menikah dengan Maliq, kau tidak perlu memikirkan tentang keluarga kami karena aku yang akan memastikan kau akan mendapat Wedding for My Husband | 70 restu dari mereka. Tapi jika kau tidak bersedia menerima tawaran pertamaku, maka aku akan memberi pilihan lain padamu. Jika kau tidak bersedia menikah dengan Maliq kumohon pergi darinya, dari hidupnya." Tiffany langsung menarik tangan kirinya yang di genggam Hazna, setelah mendengar ucapan terakhirnya. Dan Hazna pun hanya membalasnya dengan tersenyum, lalu Hazna bangkit dari duduknya. "Pikirkan baik-baik pilihan yang kuberikan. Semoga kau memilih pilihan yang tepat." Hazna melangkah pergi meninggalkan Tiffany, tapi langkah Hazna terhenti seketika saat mendengar pertanyaannya. “Lalu bagaimana denganmu? Apa kau mencintai Maliq?" Hazna_menarik sudut bibirnya, tersenyum mendengar ucapan pertanyaan Tiffany. Lalu tanpa berbalik Hazna menjawabnya. “Aku belum pernah benar-benar merasakan apa itu cinta, tapi sebagai seorang isteri aku menghormatinya. Dan sejak awal pun yang kami sepakati adalah sebuah masa depan bukan sebuah perasaan."” Hazna pun bergumam lirih yang entah didengar atau tidak oleh Tiffany. “Andai kau tahu bahwa cinta saja tidak cukup untuk bertahan dan rasa percaya tidak selamanya membuat setia." Ely Faridah | 71 PART 11 “Bukan menyangkal luka sendiri, hanya saja dia cukup tahu diri. Tidak akan berarti sekalipun dia merendahkan diri meminta untuk dikasihani. Cukup seperti ini diam dan menikmati" -author- Hazna duduk di ruang tv sambil menunggu kepulangan Maliq. Ini sudah pukul satu malam dan Maliq belum juga pulang. Pikirannya kembali mengingat pertemuannya dengan Tiffany kemarin. Bohong, jika Hazna katakan dengan mudahnya dia mengizinkan Maliq berpoligami, tapi jika mengingat hubungannya dan Maliq saat ini, Hazna pikir itu adalah satu-satunya cara mempertahankan rumah tangganya. Walau harus berbagi dia rela, Hazna menarik nafas perlahan mulai bosan menunggunya sedari tadi. 15 menit kemudian, Hazna mendengar suara pintu dibuka dan mendengar langkah kaki mendekat. Lampu memang sudah Hazna matikan, jadi mungkin Maliq tidak menyadari dia yang sedang duduk di ruang tengah. Saat Maliq melangkah melewati Hazna, dia memanggilnya. "Tunggu!" Dan Maliq langsung menghentikan langkahnya. "Aku ingin bicara sesuatu denganmu." "Kau tidak lihat ini jam berapa? Aku lelah ingin istirahat." Maliq melangkah hendak masuk keruang kerjanya. "Ini tentang Tiffany" Dan detik itu juga dia menghentikan langkahnya, berbalik dan menatap Hazna Wedding for My Husband | 72 Tajam. Saat itu Hazna sadar bahwa Tiffany memang begitu penting untuk Maliq. "Ada apa dengan Tiffany? Jangan bilang kau melakukan sesuatu padanya karena kau cemburu" “Cemburu? Untuk apa aku cemburu? Dengar! kau tidak cukup berarti untukku sampai aku harus cemburu. Aku hanya ingin menanyakan padamu. Apa kau benar- benar mencintainya?" “Apa urusannya denganmu hah? apa urusannya denganmu jika aku mencintainya?" “Aku hanya ingin tahu, mengapa kau dan Tiffany tidak menikah jika kalian saling mencintai?" “Itu. bukan urusanmu!" Hazna_ melihat Maliq mengepalkan tangannya. Hazna tahu dia mulai terpancing emosi. “Apa karena dia menikah dengan laki-laki lain?" Hazna melihat Maliq semakin tajam menatapnya. "Siapa yang mengizinkankanmu dengan lancang mencari tahu tentang aku dan Tiffany?" “Aku tidak mencari tahu tentang siapapun. Tiffany mengatakannya sendiri padaku" "Kau bertemu dengannya? Untuk apa?" "Itu tidak penting, yang terpenting adalah apa kau benar-benar mencintainya?" Maliq tersenyum sinis, lalu membalikkan badan tapi masih belum beranjak. “Jika kau belum tidur hanya karena_ ingin menanyakan itu aku akan menjawabanya. Dengarkan ini baik-baik! aku mencintai Tiffany, sangat mencintainya. Bahkan aku rela memberikan nyawaku untuknya, dan dia adalah satu-satunya wanita yang akan selalu aku cintai.” Ely Faridah | 73 Hazna tersenyum miris mendengar penyataan cinta Maliq barusan. Mungkin hanya dia, hanya Maliq satu- satunya laki-laki yang berani menyatakan perasaannya untuk wanita lain dihadapan isterinya. Sambil mengepalkan tangan, Hazna memantapkan hati memandang punggung Maliq. "Kalau begitu menikahlah dengannya!" Maliq menoleh cepat kearah Hazna. "Apa maksudmu?" "Kau tahu jelas apa maksudku. Menikahlah dengan Tiffany, aku mengizinkanmu untuk menjadikan Tiffany isteri keduamu?" Maliq menatap Hazna dalam-dalam_ mencari kesungguhannya. "Apa yang sedang kau rencanakan?" "Tidak ada. Kenapa memangnya jika aku menyuruhmu untuk menikah dengan Tiffany, bukankah harusnya kau senang?" "Apa kau pikir aku bodoh dengan mempercayaimu? Wanita gila mana yang meminta suaminya untuk berpoligami?" "Dan laki-laki gila mana yang membawa wanita lain kehadapan isterinya?" Hazna menjawab cepat perkataan Maliq, dan melihat Maliq menatap marah kearahnya. "Jangan membalikan kata-kataku!!" Hazna menggendikkan bahu tidak perduli. "Aku mengizinkanmu berpoligami dengan satu syarat" Maliq diam menunggu Hazna meneruskan kata- katanya. Menghembuskan nafas perlahan lalu Hazna melangkah mendekati Maliq. Wedding for My Husband | 74 “Aku mengizinkanmu menikah lagi dengan Tiffany dengan satu syarat, berjanjilah bahwa kau akan benar- benar menerimanya dengan sepenuh hati. Kau menikahinya karena kau menginginkannya, karena kau mengatakan kau mencintainya. Berjanjilah bahwa Tiffany tidak akan merasakan apa yang aku rasakan. Berjanjilah bahwa kau tidak akan memperlakukan Tiffany seperti kau memperlakukanku. Karena aku tidak yakin dia akan mampu untuk merasakan berada diposisiku." Hazna_ balas menatap matanya dalam-dalam menyampaikan sejuta kata yang tak mungkin dia ucapkan. Setelah beberapa saat Maliq tak menjawab Hazna melangkah menuju kekamar tapi baru dua langkah dia melangkah, Hazna mendengar Maliq bertanya padanya. “Berikan satu alasan agar aku percaya bahwa kau tidak berniat buruk dengan memintaku menikahi Tiffany?" Hazna_ menghentikan langkahnya, diam sejenak sebelum aku membalikan badan menatap Maliq . "Kau ingat aku pernah mengatakan bahwa kau tidak akan menyangka apa yang akan kau terima dari pernikahan ini. Jika kau ingin aku menyesali pernikahan ini. aku pun akan membuat kau mengerti betapa pentingnya pernikahan yang kau sia-siakan. Mungkin bagimu ini adalah sebuah permainan dan kita hanya dua orang yang sedang berada dalam permainan yang sama. Kau yang ingin cepat menyelesaikan permainan ini dan aku yang masih ingin melanjutkan permainan ini lebih lama." Maliq tetap diam sambil mencerna setiap ucapan Hazna. "Aku hanya mencoba memberikan sesuatu yang tidak bisa kau berikan dalam pernikahan ini. Kau tau apa itu? keikhlasan. Kau, hatimu, pikiran, dan jiwamu yang Ely Faridah | 75 tidak bisa memberi keikhlasan pada pernikahan ini. Yang tidak bisa ikhlas menerima kenyataan jika nyatanya yang kau sebut dalam ijab dan qabul mu adalah aku. yang kau janjikan bahagia nya dihadapan Allah adalah aku." "Bohong, jika ada wanita di dunia ini yang ingin dimadu. Tapi jika itu satu-satunya cara agar aku tetap bisa bertahan diposisiku, aku bisa apa? Aku hanya ingin mempermudah jalanmu, ingin membantu menyampaikan perasaanmu dengan cara yang halal. kau tidak perlu memikirkan tentangku, cukup yakinkan Tiffany bahwa dia akan tetap bahagia walau menjadi isteri kedua. Dan masalah keluarga kita, aku pastikan kau akan mendapat restu mereka.” Hazna berbalik meninggalkan Maliq yang tertegun ditempat mendengar kata-katanya. Wedding for My Husband | 76 PART 12 “Tidak ada yang ingin berbagi milik sendiri. Percayalah, cinta memang seegois itu. Tapi saat keyakinan tak lagi cukup untuk bertahan. membagi adalah satu-satunya pilihan." -author- "Maafkan aku" Hazna memandang § seseorang dihadapannya yang baru bicara, sejak 15 menit berlalu duduk diam dihadapannya. Dia adalah Tiffany, wanita yang Hazna lamarkan untuk menjadi isteri kedua suaminya. “Maaf, karena telah menganggu rumah tanggamu dan Maliq. Aku menyesal Hazna, aku menyesal." Hazna tetap diam, memandang Tiffany yang masih terus menunduk. Menangis tanpa berani menatapnya. “Aku sadar, harusnya aku tidak mengganggu kalian. Tidak memanfaatkan kesempatan hanya karena Maliq tidak mencintaimu." Tiffany mendongak dan Hazna menatap wajahnya, matanya berair dan mukannya memerah menatap Hazna. “Aku sudah memutuskan bahwa aku tidak akan menikah dengan Malig. Aku akan pergi, meninggalkan Maliq dan tidak akan mengganggunya." Hazna mengangkat sebelah alisnya. Dia menatap Tiffany dalam-dalam mencari kesungguhannya. Jika orang lain mungkin akan senang mendengarnya, tapi tidak dengan Hazna. Dia membuang pandangan kelain arah, menatap para pengunjung cafe yang lumayan ramai hari ini. Ely Faridah | 77 Saat ini Hazna sedang berada disebuah caffe, tempat dimana Tiffany mengajaknya bertemu untuk menyampaikan keputusannya. "Apa kau yakin?" Hazna tetap dalam posisinya, duduk menatap kearah lain tanpa memandang kearahnya. Menyandarkan tubuh dan melipat tangannya didepan dada. "Ya aku yakin. Aku berjanji tidak akan..." "Lalu bagaimana dengan anak yang kau kandung?" Hazna memotong kata-kata_ Tiffany, menoleh kearahnya yang langsung diam seketika. Tiffany membelalakan matanya mendengar perkataan Hazna. "A..apa maksudmu?" Hazna menegakkan duduknya dan maju meletakkan kedua tangannya diatas meja. Menatap kedua mata Tiffany dalam-dalam. "Jika kau menolak menikah dengan Maliq, lalu bagaimana dengan anak yang kau kandung. Dia anak Maliq bukan?" "Da..dari mana kau.." "Darimana aku tahu kau Hamil? Darimana aku tahu bahwa anak yang kau kandung adalah anak Maliq, sedangkan kau belum mengatakannya pada Maliq. Itu yang ingin kau tanyakan?" Tiffany mematung di tempatnya, dan Hazna kembali menyandarkan punggung kekursi merasa lelah. "Bukankah sudah kukatakan bahwa tidak perlu memikirkanku. Salah satu alasan mengapa aku memintamu menikahinya adalah karena aku tahu ada malaikat kecil tak berdosa yang sedang tumbuh dirahimmu dan jika kau bertanya sejak kapan aku mengetahuinya. Sejak pertama_ kali kau datang Wedding for My Husband | 78 kehadapanku memperkenalkan diri sebagai kekasih suamiku." Tiffany membisu © dan Hazna_ mengalihkan pandangan menahan gejolak di dadanya. Percayalah, bahwa semua ini tidak mudah. “Aku belum memberitahunya karena aku ingin kau yang mengatakannya sendiri. Aku berani bertaruh jika dia akan sangat bahagia mendengar kabar ini. Dan dengan begitu, kau tidak punya pilihan lain selain menikah dengan Maliq. Ikutlah denganku menemui keluarga Mali, kita hadapi ini bersama." Hazna memandang Tiffany penuh kesungguhan. Hazna turun dari mobil diikuti Tiffany. Mereka melihat mobil Maliq yang sudah terparkir dihalaman rumah milik kedua orang tua Malig. Hazna melangkah masuk bersamaan dengan Tiffany yang berjalan gelisah disampingnya. “Assalamualaikum" Hazna langsung memasuki rumah kedua orang tua Malig, karna pintu utama terbuka. "Walaikumsalam, kamu sudah datang Hazna. Aduhh mamah kangen sekali" Mamah Maliq menjawab salamnya dan langsung memeluk Hazna. “Loh Hazna, ini siapa? ? Temen kamu?" Mamah memandang heran Tiffany yang masih berdiri diam disamping Hazna. "Dia calon anggota baru keluarga kita Mah.." Mamah mengerutkan kening bingung dengan perkataan Hazna. Tanpa banyak bicara Hazna menggandeng tangan Mamah Maliq. Ely Faridah | 79 "Ayo kita kedalam Mah. ada yang ingin Hazna bicarakan. Ayo Tiffany kau juga harus ikut" Hazna masuk kedalam ruang tengah, ruangan yang biasa digunakan untuk tempat berkumpul keluarga. "Assalamulaikum... " Hazna melihat Abi dan papah Maliq sedang sibuk membicarakan bisnis mereka dan melihat Maliq yang baru turun dari lantai atas. Ummi Hazna pun terlihat keluar dari arah dapur membawa beberapa camilan yang mungkin baru saja dibuat dengan Mamah Maliq. Hati Hazna mencelos melihat pemandangan ini. karena sebentar lagi, beberapa menit lagi setelah dia menyampaikan kabar ini mungkin semua tidak akan sama lagi. Hazna berjalan kehadapan mereka mencium tangan mereka satu persatu. Hazna meminta mereka semua untuk duduk. Hazna tahu pandangan Ummi nya sejak tadi tertuju pada Tiffany yang menunduk dan duduk disebelah kirinya, sedangkan Maliq duduk disebelah kanan Hazna. "Ada apa Hazna, kau meminta kami semua berkumpul. Apa ada yang ingin kamu bicarakan?" Mamah Maliq menatap Hazna sambil tersenyum lembut. Dan Hazna tersenyum tipis menatap mereka satu persatu. "Ya, ada yang ingin Hazna bicarakan Mah.." Hazna bangkit dan melangkah menuju Papah Maliq dan Abinya. Meminta mereka berdiri dihadapannya walau dengan ekspresi bingung, mereka tetap menuruti tanpa banyak bertanya. "Abi dan Papah, sebelumnya Hazna berterima kasih karena telah meluangkan waktu untuk bisa berkumpul Wedding for My Husband | 80 disini. Hazna ingin meminta sesuatu pada Abi dan Papah, apa boleh?" "Kau ingin meminta apa Hazna? Insyaallah akan Abi turuti selama Abi mampu" Papah Maliq mengelus pucuk kepala Hazna yang tertutupi Jilbab hitam hari ini dan tersenyum lembut padanya. “Dengar Hazna, Papah sudah menganggap kamu seperti anak kandung Papah sendiri. Papah pasti akan menuruti keinginan kamu" Hazna_ tersenyum = miris. kedua_ laki-laki_ di hadapannya ini adalah laki-laki yang sangat dia banggakan selama ini. Hazna yakin mereka akan kaget mendengar permintaannya, tapi biar bagaimanapun dia harus mengatakan nya. Hazna mengambil tangan kanan Abi nya dan Papah Maliq lalu meletakkannya diatas kepalanya. "Berjanjilah, Abi dan papah akan menuruti permintaan Hazna kali ini. Untuk pertama dan terakhir kalinya." Sambil tetap memegang kedua tangan diatas kepalanya, Hazna menatap Abinya dan papah Maliq yang memandangnya bingung tapi keduanya tetap mengangguk. “Katakanlah nak." Hazna menutup mata dan memantapkan hatinya. "Hazna minta, Abi dan Papah merestui Maliq menikahi Tiffany!!" Tepat saat selesai mengatakan itu, Hazna membuka mata dan langsung bertemu pandang dengan Abinya dan Papah Maliq yang kaget mendengar perkataannya. Papah menarik tangannya dengan cepat. “Apa yang kau katakan Hazna?" Ely Faridah | 81 "Hazna benar-benar meminta restu Papah dan Abi untuk Maliq dan Tiffany. Mereka saling mencintai, Hazna mohon biarkan mereka bersama." Papah Maliq menatap tajam Maliq yang sudah berdiri didepan disofa tepat dibelakang Hazna. Terlihat jelas kemarahan disana. Papah Maliq hendak melangkah menghampiri Maliq tapi Hazna menahan tangannya. Dan posisi Hazna sekarang, dengan tangan kanan yang masih memegangi tangan Abi nya dikepala, sedangkan tangan kiri Hazna menahan tangan Papah Maliq. "Papah boleh memukulnya sepuas hati Papah, tapi jangan lupakan janji Papah untuk menuruti permintaan Hazna." Setelah mengucapkan itu, Hazna melepaskan tangan papah Malig. Dan tepat beberapa detik setelah itu dia mendengar suara pukulan dari arah belakangnya, berbarengan dengan jeritan dari suara Tiffany. Hazna menatap Abi nya yang tangannya masih berada diatas kepalanya. “Hazna mohon restu Abi.." Abi Hazna_ menatap_ puterinya dalam-dalam mencoba mengerti apa yang sedang terjadi. "Lalu bagaimana denganmu nak?" "Hazna akan baik-baik saja Bi. Hazna janji." Hazna tahu Ummi nya dan mamah Maliq sedang menangis dibelakangnya tapi Hazna tetap menatap Abi nya dengan pandangan memohon. "Demi kau nak, Abi merestuinya demi kau." "Terimakasih Bi, terimakasih." Hazna mengambil tangan Abinya lalu menciumnya. Berbalik badan dan pemandangan miris terlihat dimatanya. Maliq sudah babak belur dihajar Papahnya. Wedding for My Husband | 82 Dan Tiffany yang menangis tersedu-sedu sendirian. Hazna menghampirinya dan memeluknya. "Maliq, Hazna..hikss..." “Biarkan dia. Setidaknya biarkan dia merasakan sakit jika dia ingin mendapatkanmu." “Maafkan aku Hazna.. hikss maafkan aku.." Hazna menahan semua gejolak dihatinya, menatap jauh ke luar pintu utama yang terbuka dan dia disana. Laki-laki itu disana menatap tajam tepat kearah Hazna. Tangannya terkepal seperti menahan emosi, dan beberapa detik kemudian dia menghilang. "Anak kurang ajar! Papah dan Mamah_ sudah mencarikan isteri sebaik Hazna, dan kamu malah memilih wanita tidak jelas asal usulnya." “Kau benar-benar membuat malu keluarga. Kurang apa Hazna sebagai istri hah? apa salahnya sampai kamu mengkhianatinya?" “Aku tidak mencintainya Pah!" Bughhh.. Hazna menutup mata sambil meringis, menahan nyeri dihati mendengar kata-kata Maliq. “Tahu apa kau soal cinta hah? Apa kau pikir kau mencintai wanita mura.." “Cukup!" Hazna menginterupsi perkataan Papah Maliq, dan itu cukup membuat gerakan tangan papah yang akan memukul Maliq berhenti. “Papah boleh memukul dan menghina Maliq sesuka hati Papah. Yang Hazna mohon, jangan hina Tiffany, wanita yang sedang menggandung darah keturunan Papah." Ely Faridah | 83 Semua yang ada diruangan ini diam mematung mendengar perkataan Hazna "Ma..maksudmu?" Maliq yang sedang jatuh terduduk dilantai membelalakkan matanya. "Tiffany sedang hamil." Hazna menatap mereka satu persatu dan Mamah Maliq menggelengkan kepala sambil menutup bibirnya tak percaya. "Tidak! Tidak Hazna! Mamah yakin itu bukan anak Maliq. Mamah tidak merestui Maliq menikah dengan Tiffany. TIDAK AKAN HAZNA! TIDAK AKAN!" Mamah Malig menjerit, dia hilang kendali dan Ummi Hazna pun memeluk Mamah = Maliq — untuk menenangkannya. "Hazna berani bertaruh jika anak yang ada didalam kandungan Tiffany adalah anak Malig. Jadi Hazna mohon pada kalian semua, tolong restui mereka. Demi Hazna, dan demi calon cucu keluarga ini." Mamah Maliq menghapus air matanya, lalu menghampiri Maliq yang masih terduduk dilantai. PLAAKKKKK.. Mamah Maliq menampar pipi kanan Maliq dan menatap tajam Maliq. "Kamu lihat, KAMU LIHAT ITU MALIQ!!! Isteri yang kamu sakiti dan kamu khianati memohon pada kami, untuk dosa yang kamu perbuat. Untuk kebahagiaan kamu, buka mata kamu Malig. Wanita yang menjadi isterimu saat ini adalah wanita berhati malaikat. Wanita yang kamu sia-siakan hanya demi wanita macam dia!" Mamah Maliq menunjuk Tiffany tanpa menatapnya, dadanya naik turun masih dengan menatap Maliq. "Dengar! Sekalipun kau nantinya akan menikahinya. Mamah tidak akan mengikhlaskannya" Wedding for My Husband | 84 Tiba-tiba Papah Maliq memegangi dadanya dengan nafas yang terputus-putus, semua yang ada diruangan itu pun berlari menghampiri Papah Maliq sebelum dia jatuh kelantai. "Pah..papah kenapa? Ya Allah.. Mas, mba tolong aku." Mamah meminta tolong kepada Abi dan Ummi Hazna. Akhirnya Mamah Malig dan kedua orang tua Hazna membantu membawa Papah Maliq untuk kekamar. Hazna_ berbalik menatap Tiffany yang sedang membatu Malig bangkit dari lantai. "Lebih baik kau antar Tiffany pulang, aku akan melihat keadaan Papah." Maliq mengangguk sambil meringis karena wajahnya yang sudah berdarah dan lebam. Hazna pun berbalik hendak melihat keadaan Papah Maliq di kamarnya. Tapi dia menghentikan langkahnya dan menoleh kearah Tiffany juga Maliq yang masih ada di tempat tadi. Hazna tersenyum kecut melihat mereka. Maliq tersenyum lalu mencium kening Tiffany dan mengelus perutnya. Lihat! Maliq begitu bahagia mengetahui bahwa Tiffany sedang mengandung anaknya. Dan Hazna_ reflek memegang perutnya_ sendiri. ‘andai saja'. Ely Faridah | 85 PART 13 "Dia tahu, setelah ini bahagia mungkin tak akan jadi miliknya, tapi dengan dia merelakan semua, ketenangan merasuk kalbunya" -author- "Kau ingin kita punya anak berapa?" Tanya si pria yang sedang menyetir kepada wanita disampingnya.. "Bagaimana kalau dua?" Jawab si wanita itu sambil tersenyum menatap kearah laki-laki itu. "Tapi aku ingin anak laki-laki." Laki-laki itu menatap jalanan dihadapannya. Saat ini, sepasang suami isteri itu sedang menempuh jalanan menuju luar kota. Malam sudah sangat larut dan mereka harus melewati jalanan dengan jurang disamping kiri dan kanannya. “Kenapa laki-laki? Aku ingin perempuan supaya bisa kudandani..." "Tapi aku ingin mengajarinya bermain bola sayang. Begini saja, nanti kita program kehamilan untuk anak laki- laki dan setelah lahir kita buat lagi perempuan, bagaimana?" Laki-laki itu menatap isterinya sambil menaik turunkan alisnya menggoda. Dan langsung mendapat pukulan dilengannya. "Enak saja, apa mas pikir melahirkan itu mudah. Kalau begitu mas saja yang mengandung" Laki-laki itu tertawa puas melihat isterinya yang cemberut mendengar godaannya. Wedding for My Husband | 86 Dan tawanya berhenti seketika saat dia menyadari ada yang tidak beres dengan mobilnya. Dia mencoba menginjak rem tapi tidak bisa, perasaan panik mulai menguasainya sampai dia tidak bisa mengendalikan mobilnya. "Mas ada apa? Kenapa dengan mobilnya?" "Aku tidak tahu, tiba-tiba rem nya tidak berfungsi. Sayang cepat kau melompat keluar, mobil ini hilang kendali." "Tapi bagaimana denganmu? Aku tidak mau kau kenapa-napa mas, aku akan disini bersamamu." Pria itu’ mencoba untuk tetap mengendalikan mobilnya dengan benar. Dia menekan tombol untuk membuka pintu penumpang. "Tidak, tidak. Kau harus keluar dari mobil sekarang, aku tidak ingin kau kenapa-napa. Kumohon sayang, sekarang kau keluar." Wanita disampingnya menangis menatap suaminya. Dia bingung apa harus keluar, atau tetap bersama suaminya menghadapi nasib yang mungkin sudah diujung tanduk. Dengan air mata yang mengalir sang wanita membuka pintu mobil. "Berjanjilah kau akan baik-baij saja Mas, kau akan kembali untukku." "Maafkan aku, aku tidak bisa berjanji padamu." Tepat setelah perkataanya tadi, Iaki-laki itu mendorong isterinya keluar dari mobil dan beberapa detik kemudian mobil itu jatuh kedalam jurang. Ely Faridah | 87 Sebelum wanita itu jatuh di rerumputan dan pingsan karna kepalanya membentur batu besar di pinggir jalan dia sempat melihat mobil yang dikendarai suaminya jatuh kejurang dan dia berteriak memanggil suaminya. "MAAAASSSSSSSSSS! 11!" "AWAAAAAASSSSSSSS|!!!!" Hazna bangun terduduk dengan nafas terengah- engah. Keringat membanjiri keningnya, dan dia melihat jam dinding menunjukkan pukul 4 pagi. "Astagfirullahalazim" Dia mengambil air minum yang ada dinakas samping tempat tidur, lalu meneguk habis isinya. Hazna termenung memikirkan mimpinya tadi. laki-laki itu. Laki-laki yang sama seperti laki-laki yang selama ini selalu menemuinya. Laki-laki yang selalu tiba- tiba muncul dihadapannya. Laki-laki yang datang dihari pernikahannya. Hazna memikirkan arti dari mimpinya tadi, mengapa dia selalu muncul menemui Hazna, dan mengapa dia selalu mengganggu Hazna. Hazna turun dari ranjang dan bersiap untuk sholat subuh. Hari ini mungkin akan jadi hari yang berat untuknya karena di hari ini Maliq dan Tiffany akan menikah. Setelah 2 minggu yang lalu dengan susah payah Hazna meyakinkan kedua orang tuanya dan Maliq, akhirnya mereka merestui Maliq menikahi Tiffany. Dan selama 2 minggu ini, Hazna menyiapkan pernikahan mereka dengan cepat. Pernikahan ini memang tidak besar, hanya akan dilakukan akad dan resepsi di rumah orang tua Maliq. Wedding for My Husband | 88 Hari ini Hazna harus mengecek beberapa dekorasi di rumah orang tua Malig. Hazna juga yang akan mengambil baju pengantin milik Maliq di butik. Karena baju milik Tiffany sudah diantar ke rumah orang tua Maliq kemarin. Tiffany dan Maliq semalam pun sudah menginap disana, sedangkan Hazna sendiri memilih pulang ke apartemen. Hazna keluar dari taksi yang dia tumpangi, lalu melangkah masuk ke gerbang rumah orang tua Maliq. Banyak para pekerja yang sedang lalu lalang memasang dekorasi. Setelah mengambil jas Maliq dibutik, Hazna langsung menuju kerumah orang tua Maliq. Hazna_ menyapa para pekerja yang sedang memasang bunga-bunga dan sedikit berbicang-bincang, menentukan posisi bunga yang ada di halaman rumah Maliq yang akan dijadikan tempat resepsi pernikahan. Hazna masuk kedalam rumah dan meneliti beberapa persiapan seperti makanan dan camilan yang sudah dia pesan melalui jasa catering. Yang harus kalian tahu, semua persiapan pernikahan Maliq adalah Hazna yang mempersiapkan. Mamah Maliq memang sudah memperingatinya, bahwa dia tidak akan mau ikut mengurusi apapun tentang pernikahan Maliq dengan Tiffany.Dan Hazna_ tahu, Mamah mertuanya itu belum sepenuhnya ikhlas dengan pernikahan ini. Terbukti dari Mamah Maliq yang sekarang hanya berdiri di ruangan penghubung antara ruang tamu dan ruang tengah. Dia menatap datar para pekerja di rumah ini, Hazna menghembuskan nafas lalu melangkah menghampiri mertuanya itu. Ely Faridah | 89 Hazna berdiri disampingnya dan baru dia tahu bahwa Mamah Maliq sedang melamun, Hazna mengamati wajah lelahnya. Mamah Malig terlihat pucat dan kantung matanya tertutupi riasan. Mamah Maliq memakai kebaya putih dengan bawahan batik, rambutnya disanggul rapi dengan riasan sederhana di wajahnya. Hazna menyentuh lengannya, mencoba menyandarkan mertuanya dari lamunan. "Mah?" Mamah Maliq terkesiap dan menoleh kearah Hazna, dia menatap sendu Hazna yang saat ini tersenyum padanya. “Hazna." "Mamah sedang apa disini?" "Apa tidak bisa dibatalkan?" Hazna menatap dalam-dalam kedua matanya. Hazna tahu, Mamah Maliq adalah orang yang paling tidak menerima pernikahan ini. Dia begitu menyanyangi Hazna dan tidak terima jika Hazna dimadu oleh anaknya sendiri. "Hazna tahu, sulit untuk Mamah menerima semua ini. Tapi kita tetap harus menjalaninya. Mamah harus merelakan semua ini, sebentar lagi Mamah akan memiliki cucu, Mamah akan menjadi seorang nenek. Hazna minta Mamah berbahagia dengan kenyataan ini." "Katakan, bagaimana Mamah harus berbahagia saat Mamah tahu menantu yang paling Mamah_ sayangi tersakiti oleh anak Mamah sendiri" Hazna tersenyum menatapnya, lihat! Wanita paruh baya ini begitu menyayangi Hazna. Begitu memikirkan perasaannya, Hazna mengambil kedua tangan Mamah Malig lalu menggenggamnya dengan lembut. Wedding for My Husband | 90 “Mah, insyaallah Hazna ikhlas menerima semua ini. Hazna ikhlas dimadu, Hazna ikhlas menerima Tiffany dalam rumah tangga Hazna. Hazna ikhlas berbagi tempat dengannya." "Ya Allah, terbuat dari apa hatimu nak? Maliq benar- benar bodoh menyia-nyiakan wanita sebaik kamu." Dan Hazna hanya membalasnya dengan senyuman. Hazna masuk kekamar tamu, kamar yang ditempati Tiffany semalam saat menginap disini. Dan dia melihat Tiffany sedang duduk di depan cermin. Tiffany sedang dirias oleh para perias, dari sini Hazna bisa melihatnya yang pagi ini begitu cantik. Dengan kebaya pengantin berwarna putih dan jilbab yang sudah di aplikasikan dengan gaya modern. Beberapa waktu lalu Tiffany bilang padanya, bahwa dia ingin menggunakan baju pengantin berjilbab dan akhirnya Hazna menemaninya untuk memilih gaun pengantin untuk akad dan resepsi pernikahannya. "Bisa kalian tinggalkan kami sebentar?" Hazna menatapnya yang saat ini sedang meminta para penata rias keluar dari kamar. Dan para penata rias yang berjumlah 2 orang itu pun keluar dari kamar. Tiffany bangkit dari duduknya dan berbalik menatap Hazna. “Hazna.." Hazna tersenyum lalu melangkah mendekati Tiffany. “Cantik." Tiffany tersenyum dan memeluk Hazna. Tubuhnya bergetar, Hazna tahu dia sedang menangis dibalik pundaknya. "Terima kasih, terima kasih Hazna. karena telah memberi tempat untukku di keluarga ini." Ely Faridah | 91 Hazna mengusap punggung Tiffany perlahan, mencoba memberi ketenangan untuknya. "Tak perlu berterima kasih, ini semua memang sudah takdirmu bersama dengan Malig. Aku tidak memberi tempat padamu, aku hanya sedang membagi tempatku. Tidak banyak, tapi insyaallah cukup untuk kita mencari ridho Allah dari laki-laki yang sama." Tiffany melepaskan pelukannya, menatap Hazna dengan wajah basah oleh air mata. "Demi Tuhan, aku menyesal telah merusak rumah tanggamu. Aku menyesal telah menjadi orang ketiga, andai saja aku tidak..." Hazna mengangkat tangannya sebagai isyarat agar dia menghentikan kata-katanya. "Tidak perlu menyesali apapun. Jika nantinya kau menyandang gelar sebagai isteri Maliq, sekalipun hanya sebagai yang kedua kau akan tetap jadi wanita terhormat. Aku hanya berharap kau bisa berbahagia dan aku berharap kita bisa membangun keluarga kecil kita bersama." "Ajari aku untuk bisa sepertimu Hazna, menjadi wanita yang tegar penuh keikhlasan." Hazna tersenyum dan bertanya tentang sesuatu yang membuat dia penasaran pada Tiffany. "Apa orang tuamu tidak akan datang?" Tiffany menunduk sambil mengusap air matanya. "Ibu dan Ayahku tidak merestui pernikahan ini Hazna. Mereka marah besar dan mengatakan bahwa mereka tidak akan datang ke acara pernikahanku." Hazna memandang Tiffany dengan pandangan yang sulit diartikan. Wedding for My Husband | 92 “Sabarlah Tiffany, aku yakin sekalipun tidak datang mereka tetap memberi doa terbaik untuk kebahagiaan." Tiffany hanya membalasnya dengan senyuman dan anggukan. mereka sedikit berbincang-bincang, sampai Hazna pun pamit keluar dari kamar. Dan langkah Hazna menuju kekamar Malig. Dia masuk tanpa mengetuk pintu, dan melihat Maliq sedang berdiri di hadapan cermin membenarkan tatanan rambutnya. "Aku membawakan jasmu." Maliq menatap Hazna dari balik cermin lalu kembali sibuk dengan rambutnya. "Taruh saja di sofa, akan kupakai nanti." Hazna melangkah mengabaikan perkataan Maliq, menghampirinya lalu berdiri dibelakang Maliq dan membalikkan tubuhnya. “Apa yang kau lakukan? Aku bisa memakainya sendiri." Hazna tak memperdulikan perkataannya dan tetap memakaikan jas ketubuh Maliq. “Biarkan aku memakaikan jas pengantinmu." Hazna mendongak menatapnya dalam-dalam. "Setidaknya sebelum ada yang menggantikan tugasku untuk memakaikan jas padamu nantinya." Maliq diam memperhatikan Hazna yang menunduk untuk memasangkan kancing jas nya. “Ada yang ingin kubicarakan padamu." Dia diam dan Hazna tahu Maliq menunggu Hazna melanjutkan perkataannya. "Kau tahu, sebentar lagi kau akan menjadi seorang ayah." "Ya, aku tau. Tiffany sedang mengandung anakku." “Bukan hanya Tiffany..." Ely Faridah | 93 Maliq menangkap tangan Hazna yang masih menempel di jasnya. “Apa maksudmu?" Hazna mendongak menatap Maliq. "Aku juga sedang mengandung anakmu." Maliq mundur dua langkah menjauhi Hazna, menatapnya dengan ekspresi terkejut. Lalu tersenyum remeh sambil menggelengkan kepalanya. "Kau sedang bergurau denganku?" "Apa aku seperti seseorang yang sedang bergurau?" Maliq mengamati wajah Hazna, mencoba mencari kesungguhan dari ekspresi Hazna dan sesaat kemudian Maliq mematung ditempatnya. "Bagaimana bisa?" "Kau bertanya bagaimana bisa aku mengandung anakmu? Jangan bodoh! Jawabannya adalah sama dengan bagaimana bisa Tiffany mengandung anakmu." Dia menatap marah pada Hazna. "Gugurkan kandunganmu atau aku ceraikan kau!" Dan sekarang giliran Hazna yang menatap marah padanya. Sudah bisa Hazna duga bahwa beginilah reaksi Maliq yang akan ditunjukkan padanya. Dia mencoba untuk tetap tenang dan tidak terpancing emosi. "Jika aku tidak mau, kau mau apa?" Hazna mengangkat dagu, mencoba menantang Maliq dan disana Maliq semakin menatap tajam kepadanya. "Jika kau tidak mau menyingkirkannya, maka terpaksa aku yang akan melalukannya." Hazna melangkah maju ke arah Malig, berhenti di depannya dan nyaris menempel dengannya. Hazna menarik kerah kemejanya dan menatap tajam matanya dalam-dalam. Wedding for My Husband | 94 "Dengarkan aku baik-baik Maliq! Kau boleh melakukan apapun sesukamu, bahkan aku tidak perduli jika harus dimadu olehmu. Tapi jika sekali saja KAU berani mencelakai anak dalam kandunganku...." Hazna_ menarik tangan kanan Maliq dan menempelkannya di perut Hazna yang masih datar. "Jika kau berani mencelakainya, AKU BERSUMPAH DEMI ANAK YANG AKU KANDUNG. Kau akan berhadapan denganku, kau akan menyesal seumur hidupmu. Camkan itu Maliq!" Hazna melepaskannya dan berbalik hendak keluar dari kamar tapi terhenti saat mendengar peringatan Maliq. “Aku akan membiarkan anak itu lahir, dengan syarat kau tidak akan mengatakannya pada Tiffany. Aku tidak ingin kehamilanmu menjadi beban pikirannya.” Hazna tersenyum miris mendengar kata-katanya. Sesak dia rasakan mengingat ekspresi Maliq saat mendengar kabar kehamilan Tiffany yang terlihat bahagia, semua berbanding terbalik saat ini. Sambil mengepalkan tangan dan tanpa berbalik Hazna menjawab kata-katanya dengan penuh penekanan. "Kau tenang saja, selama hidupku tak pernah terpikir olehku ingin menjdi beban untuk orang lain. Dan coba kau ingat, selama menjadi istrimu pernahkah aku membebanimu? Aku dan calon anakku cukup kuat untuk bertahan sendirian. Kami tidak butuh pengakuan dari siapa pun termasuk dari seseorang lelaki sepertimu." Dan Hazna keluar dari kamar itu tanpa berbalik lagi. Ely Faridah | 95 PART 14 “Inikah harga yang harus dia bayar untuk melihat senyum bahagiamu, melalui segala jalan dengan menahan perih yang terpendam. Jika mereka saja tahu apa yang dia rasakan, mengapa kau menutup mata saat dia kesakitan?" -Author- "Menangislah, jika kau ingin menangis" Hazna menoleh saat mendengar suara Umminya dari arah belakangnya. Hazna tersenyum dan Ummi Hazna melihatnya dengan tatapan iba. "Tidak ada yang perlu ditangisi Ummi, bukankah Hazna yang meminta restu kalian agar pernikahan ini terjadi." Hazna kembali menatap Maliq dan Tiffany yang saat ini sudah duduk dihadapan penghulu. Hazna tetap diam saat merasakan usapan lembut pada pundaknya. "Ummi tidak tahu apa yang terjadi dalam rumah tanggamu nak. Tapi apapun yang terjadi nanti, ingatlah masih ada Ummi dan Abi untuk tempatmu berpulang.” "Pasti Ummi, Hazna pasti ingat itu." Hazna mengangguk pasti menatap Ummi nya. "Baiklah mari kita mulai acara ijab qabul ini. Diharap para hadirin untuk tenang, dan sebelumnya maaf sekali karena ini adalah pernikahan kedua mas Maliq. Izinkan saya meminta persetujuan dari isteri pertama mas Maliq yaitu mba Hazna." Wedding for My Husband | 96 Pak penghulu menatap kearah Hazna. “Mba Hazna sebagai isteri pertama dari mas Maliq, ikhlas dan ridho kah engkau jika suamimu menikah lagi untuk yang kedua kalinya hari ini, dengan wanita yang bernama Tiffany?" Semua para tamu menatap Hazna menunggu jawabannya, Hazna tahu banyak sekali para tamu yang hadir membicarakan pernikahan Maliq dan Tiffany. Bahkan sebagian besar dari para tamu menatap iba kearahnya. Hazna menoleh menatap Maliq dan Tiffany yang sama-sama menunggu jawabannya, lalu menoleh kembali kearah pak penghulu. Dan dia tersenyum lalu mengangguk. "Insyaallah saya ikhlas. Saya meridhoi suami saya menikah lagi dengan seorang wanita bernama Tiffany yang saya beri kesempatan menjadi isteri kedua suami saya." Pak penghulu itu tersenyum tipis lalu mengangguk. "Baiklah kalau begitu, karena sudah mendapat izin dari isteri pertama mas Maliq mari kita mulai saja ijab qabul ini. Silahkan mas Maliq jabat tangan saya..." Bersamaan dengan Maliq yang menjabat tangan pak penghulu, Hazna menyentuh perutnya saat merasakan sakit hebat diperutnya. Lalu dia meringis nyeri. Hazna mengabaikan pak penghulu yang telah mengucapkan ijab kepada Malig. Dia mundur perlahan sambil memegangi perutnya, Hazna sebisa mungkin bergerak menjauh tanpa mengusik jalannya acara ijab qabul. “Saya terima nikah dan kawinnya Tiffany bin Hazna_ berlari kearah toilet sambil menutup mulutnya membuka pintu lalu menguncinya. "Hoekk,, hhh.. hoekkk." Tidak keluar apapun dari mulutnya tapi mual hebat Hazna rasakan diperutnya. Ely Faridah | 97 Dengan nafas terengah-engah Hazna membersihkan bibirnya. Lalu memegangi pinggiran wastafel dengan kedua tangannya dan menutup mata sejenak untuk menenangkan dirinya. "Bagaimana pak, bagaimana kondisi menantu saya? Apa dia sudah ditemukan?" Wanita paruh baya itu menatap pak polisi dihadapannya penuh harap. “Maafkan kami Bu, selama seminggu ini kami sudah berusaha mencari menantu ibu tapi satu-satunya fakta yang bisa kami simpulkan adalah menantu ibu sudah meninggal dan jasadnya masuk kedalam jurang. Ini adalah bukti yang memperkuat dugaan kami.." Polisi itu memberikan sebuah kemeja yang sudah tidak berbentuk. Warnanya sudah bercampur darah dan kondisinya sudah tidak utuh lagi. “Kami menemukan ini disekitar mobil menantu ibu yang sudah terbakar" Wanita paruh baya itu menerima serpihan baju yang diyakini milik menantunya dengan tangan gemetar. Jeritan terdengar dari wanita paruh baya lain disampingnya yang tidak lain adalah ibu dari laki-laki yang menjadi korban dalam kecelakaan tersebut. Dan tangis mereka pecah saat mereka melihat baju itu. Sang ibu ingat, baju itu adalah baju terakhir yang dipakai anaknya sebelum pergi, begitu pun sang mertua yang juga mengingatnya. Dan sang mertua itu terisak memeluk suami yang berdiri disampingnya. "Bagaimana ini yah? Bagaimana kita harus mengatakan pada puteri kita jika dia bangun nanti?" "Yang sabar Bu, kita harus sabar. Kita harus bisa jadi penguat anak kita nanti disaat dia mendengar kabar ini." Wedding for My Husband | 98 Kedua pasangan paruh baya itu berpelukan menumpahkan kesedihannya. Dan mereka tersentak saat mendengar seseorang menyapa mereka. "Permisi Pak, Bu, bisa kita bicara sebentar diruangan saya? Ada yang ingin saya bicarakan mengenai kondisi puteri Bapak dan Ibu." Kedua pasangan paruh baya itu saling bertukar pandang, lalu mengangguk dan mengikuti langkah sang dokter keruangannya. "Bu, kami pamit akan menemui dokter." Ucap sang wanita paruh baya berambut sebahu kepada sang besan. "Ya Bu, saya berharap tidak ada hal-hal buruk padanya" "Amiin, saya juga berharap begitu" Lalu pasangan paruh baya itu pergi meninggalkan sang besan yang masih ada didepan ruang rawat untuk menuju keruangan dokter. "Begini pak, Bu, setelah memeriksa puteri Bapak dan Ibu selama seminggu ini selain patah tulang yang dialami di kakinya. Kami mendapat hasil yang mungkin akan menjadi kabar buruk untuk Bapak dan Ibu. Karena benturan hebat yang dialami di kepalanya saat jatuh dari mobil kemungkinan besar setelah bangun nanti puteri Bapak dan Ibu akan mengalami masalah mengenai ingatannya." Hazna membuka mata dengan nafas terengah- engah, peluh membanjiri keningnya saat kilasan itu datang lagi. Kilasan-kilasan yang Hazna sendiri tak tahu apa maksudnya. Dan Hazna mematung saat melihat dari balik cermin seseorang yang selama ini selalu menghantuinya. Ely Faridah | 99 Laki-laki itu lagi. Dibelakangnya dia tersenyum kearah Hazna. Hazna mencengkram pinggiran wastafel mencoba menahan tubuhnya yang bergetar. “Aku kembali" Hazna_ menggeleng lalu menutup mata dan menunduk mencoba menenangkan dirinya. "Mengapa kau melakukan ini? Mengapa kau menyiksa dirimu sendiri" "Karena ini sudah jalannya, ini sudah takdirnya" “Apa kau pikir kau mampu menjalaninya?" "Aku akan mencoba selama aku mampu." "Jangan menyiksa dirimu lebih dari ini, mereka semua memikirkanmu. Mereka menyayangimu." "Aku tau" Setelah lima menit berlalu dalam keheningan, Hazna membuka mata dan tidak mendapati /aki-laki itu dibelakangnya. Menatap kembali wajahnya di balik cermin yang terlihat pucat. Setelah merapikan penampilannya, Hazna keluar dari toilet dan berjalan kearah ruang tengah. Acara ijab qabul sudah selesai dan Hazna tidak mendapati Maliq dan Tiffany di sana. Mungkin mereka sedang bersiap-siap untuk acara resepsi. "Hazna, dari mana saja kamu nak?" Hazna menoleh saat merasakan tepukan di pundaknya. Dan mendapati Mamah Maliq dan Ummi nya yang sedang menatap Hazna dengan khawatir. Dia tersenyum mencoba menenangkan dua wanita yang sangat dia sayangi itu. "Hazna baru saja dari toilet Ummi, Mamah. Ada apa?" "Kamu tidak apa-apa kan nak?" Wedding for My Husband | 100 Ummi menyentuh lengan Hazna_ mencoba memeriksa keadaannya. "Hazna tidak apa-apa Ummi. Hazna hanya merasa sedikit tidak enak badan." “Ya Allah sayang, kamu pasti kelelahan menyiapkan pesta pernikahan ini. Maafkan Mamah yang tidak membantumu. Mamah pikir dengan begitu kamu bisa membatalkan niatmu untuk memberi izin Maliq menikahi Tiffany." "Hazna tidak apa-apa Mah, Mamah tidak perlu mengkhawatirkan Hazna. Apapun halangannya_jika nyatanya takdir mengharuskan Maliq dan Tiffany menikah, semua akan tetap terjadi." Hazna tersenyum menatap Mamah dan Ummi nya yang memandang sendu dirinya. Hazna berdiri dekat kolam di taman rumah orang tua Maliq. Menyapa para tamu undangan satu persatu. Tamu yang datang memang tidak sebanyak saat pernikahannya dan Maliq, tapi ini saja sudah cukup membuatnya harus mengulas senyum karena kebanyakan dari mereka mengucapkan keprihatinannya akan nasib Hazna . Mereka menanyakan mengapa tidak Hazna sudahi saja pernikahannya dengan Malig, dan Hazna hanya bisa tersenyum tanpa menjawab pertanyaan mereka. Hazna menatap Maliq dan Tiffany yang saat ini sedang berdiri dikursi pelaminan menyalami para tamu undangan. “Hazna" Hazna menoleh mendengar seseorang memanggil namanya. “Arga" Ely Faridah | 101 Hazna tersenyum menatap Arga yang malam ini memakai kemeja putih dengan jas dan celana berwarna abu-abu. "Kau baru datang?" "Ya, aku baru pulang dari Singapura sore tadi, setelah si brengsek itu mengabariku bahwa hari ini dia menikah dengan Tiffany" Hazna tersenyum dan mengangguk mendengarkan Arga. "Aku pikir semua ini hanya leluconnya saja, selama mengenalnya aku tidak menyangka bahwa dia bisa sekejam ini" Hazna diam mendengarkan setiap perkataannya, dengan mata menatap lurus kearah Maliq dan Tiffany. "Mengapa kau mengizinkan Maliq menikahi Tiffany?" Hazna tersenyum tipis. "Coba kau lihat dia disana, selama mengenalnya belum pernah aku melihatnya sebahagia itu. Dia tersenyum sampai kematanya. Seburuk apapun yang dikatakan orang tentang Malig. Faktanya dia tetap suamiku, aku tahu sebenarnya dia adalah orang baik. Hanya saja dia memberontak karena merasa kenyataan tidak sesuai apa yang dia harapkan." Hazna menoleh kearah Arga dan melihatnya sedang menatapnya. "Kau tahu, aku bahkan sempat berpikir jika aku adalah penyebab dari ketidak bahagiaannya. Aku datang di tempat dan waktu yang salah. pertama kali aku bertemu dengannya, aku pikir laki-laki seperti dia tidak bisa benar-benar mencintai seorang wanita. Tapi saat melihatnya pertama kali bersama Tiffany saat itu, aku tahu Wedding for My Husband | 102 dia mencintai Tiffany begitu dalam. Bahkan aku tidak meragukan kesetiaannya pada Tiffany. Jadi apa salahnya jika aku memberinya sedikit kebahagiaan dengan membiarkannya bersama Tiffany." "Dan mengabaikan kebahagiaanmu _ sendiri? Mengapa kau tidak menjauhkannya saja dari Tiffany? Mengapa kau malah menyatukan mereka?" “Andai saja aku bisa Arga, apa kau pikir aku punya hak untuk mengaturnya? Tidak akan berarti sekalipun aku berteriak agar dia tetap disampingku, mempertahankannya untuk diriku sendiri. Jadi biarlah kubagi tempatku untuk Tiffany." “Aku tidak tahu apa yang Maliq lakukan dimasa lalu, sampai mendapat seorang isteri sebaik dirimu." Hazna hanya menjawabnya dengan tersenyum. “Apa kau mencintainya Hazna?" "ARGAAA!" Belum sempat Hazna menjawab pertanyaannya, mereka mendengar seseorang berteriak memanggil Arga dan saat Hazna menoleh, dia melihat Maliq sedang melambaikan tangan meminta Arga menghampirinya. "Aku akan menghampirinya, rasanya tidak sabar ingin memukul wajahnya Hazna" Hazna tertawa kecil mendengar candaannya dan mengangguk saat Arga pamit padanya. Setelah dia pergi Hazna termenung ditempatnya, memikirkan pertanyaan Arga tadi. Hazna bergumam lirih sambil mengelus perutnya. “Bagaimana aku mengatakan tidak mencintainya, jika aku mati-matian mempertahankan calon anaknya" Ely Faridah | 103 PART 15 "Dia ingin melihat air matamu. Ingin melihat kelemahanmu. Bahkan luka dia gores nyata dihadapanmu, tapi mengapa kamu masih bisa tertawa seakan semua baik-baik saja?" -author- Pagi ini Hazna, Tiffany, Maliq dan kedua orang tuanya sedang sarapan. Tadi malam setelah resepsi pernikahan Maliq dan Tiffany, mereka memutuskan menginap dirumah orang tua Maligq. "Apa kau akan membeli tempat tinggal baru untuk isteri barumu Maliq?" Maliq mendengar Mamahnya berkata dengan nada sinis nya menyindir Tiffany yang duduk disebelah kanannya. "Mas Maliq tidak akan membeli rumah baru Mah, Tiffany akan tinggal bersama kami di apartemen." Maliq menoleh cepat kearah Hazna yang menjawab pertanyaan Mamahnya, bahkan sebelum Maliq sempat menjawabnya. "Apa maksud kamu Hazna? Cukup dengan Maliq menduakanmu. Mamah tidak mengizinkan kamu tinggal satu atap dengan Tiffany. Biarkan Maliq mencarikan tempat tinggal untuknya.” "Ya Hazna, tidak apa-apa aku bisa tetap di apartemenku sendiri jadi aku tidak perlu pindah. Terima kasih atas tawaranmu." Maliq melihat Hazna tersenyum sambil menyentuh tangan Tiffanny diatas meja. Wedding for My Husband | 104 “Jangan sungkan Tiffany, kita sekarang adalah keluarga. Ada baiknya jika kita bersama-sama membangun keluarga kecil kita. Kau bisa tinggal di apartemen Maliq denganku, bisa memasak bersama dan bisa menunggu Maliq pulang bekerja bersama-sama. Bukan begitu Mas?" Maliq tersentak kaget lalu menatap Hazna mencoba mencari tahu niat tersembunyi dari tawarannya tadi. Wanita waras mana yang meminta tinggal dengan isteri kedua suaminya. Dan Maliq menoleh kearah Mamahnya yang sedang menatap tajam kearahnya. Maliq menelan ludah dengan susah payah. Dia tahu, Mamahnya tidak merestui pernikahannya dengan Tiffany. Tapi karena paksaan Hazna akhirnya Mamah nya merestui mereka. Sampai saat ini Maliq tidak tahu, mengapa Hazna memintanya menikahi Tiffany. Apa karena benar-benar dia sebaik yang orang tuanya katakan, atau ada maksud tertentu dari semua ini. Pikiran Maliq melayang mengingat perkataan Arga tadi malam di acara resepsi pernikahannya. Flashback on. "Aku tidak menyangka kau akan jadi sebrengsek ini." Arga berkata sinis pada Maliq dengan posisi membelakanginya. Dia berbalik badan lalu menatap tajam pada Maliq. "Kau menikah dengan Hazna hanya untuk mendapat harta warisan orang tuamu, dan sekarang kau menikah lagi dengan cinta pertamamu. " "Ada apa memangnya? Hazna tidak keberatan, justru dia yang memintaku menikahi Tiffany." "Dan kau menurutinya begitu saja?" Ely Faridah | 105 "Kenapa tidak? Aku masih mencintai Tiffany begitu juga sebaliknya." “Jangan munafik Maliq! Kau jelas tahu apa yang sedang kau lakukan saat ini. Memanfaatkan keadaan Tiffany untuk mendapat dia kembali." Maliq mengepalkan tangannya saat tahu maksud dari perkataan Arga. “Kau pikir aku tidak tau keadaan Tiffany saat ini? Kau memanfaatkannya, dan membohonginya.." "Cukup!!!! Dengar, aku mengundangmu_ karena ingin’ merayakan kebahagiaanku bersamamu yang kuanggap sebagai sahabatku. Bukan bertengkar seperti ini." Arga tersenyum sinis pada Maliq. “Kebahagiaan? Lalu kau pikir wanita disebelah sana juga sama bahagianya seperti yang kau rasakan?" Maliq mengikuti arah pandang Arga yang memandang pada satu titik. Disana Hazna sedang berbincang-bincang dengan beberapa wanita. Dia tersenyum dan sesekali tertawa kecil. "Aku sempat bertanya-tanya terbuat dari apa hatinya? Bahkan di hari pernikahan kedua suaminya, dia masih bisa tersenyum bahkan tertawa seperti tidak terjadi apa-apa." Maliq diam sambil terus menatap kearah Hazna. Sampai Maliq melihat Hazna menyentuh perutnya dan mengernyit seperti merasakan sakit. Lalu sedetik kemudian Hazna menolehkan kepala menatap Maliq dan pandangan mereka bertemu. Dan Maliq mengalihkan pandangan kearah lain. "Aku harus kembali ke Tiffany." Maliq hendak melangkah pergi saat mendengar perkataan Arga. Wedding for My Husband | 106 "Karma itu ada dan tak ada yang _ bisa menghindarinya. Jika dia bisa sehebat itu menutupi lukanya, —yakinlah_ ~=Tuhan bisa lebih ~—shebat membalaskannya" Flashback off. "Ada yang ingin aku berikan padamu Tiffany, anggap saja ini sebagai hadiah pernikahan kalian dariku." Maliq tersentak dari lamunannya mendengar suara Hazna. Dia menoleh kearah Hazna dan melihat Hazna memberikan sebuah Amplop pada Tiffany. “Tiket?" Tiffany mengerutkan kening saat membuka amplop yang diberikan Hazna. "Ya, itu tiket bulan Madu kalian ke Singapura." “Uhukkkk.." Maliq terbatuk-batuk tepat setelah mendengar kata-kata Hazna. Dia menoleh kearah Tiffany yang sedang membelalakkan matanya menatap Hazna tak percaya. “Apa-apaan ini Hazna? kamu memberikan tiket bulan madu untuk mereka?" “Memangnya mengapa Mah? Mereka baru saja menikah wajar jika Hazna memberikannya tiket bulan Madu" “Mamah tidak tahu bagaimana jalan pikiran kamu Hazna. Membiarkan kamu mengizinkan mereka menikah saja, Mamah masih belum rela dan sekarang kamu memberikan mereka tiket untuk bulan madu. Jangan terlalu baik Hazna, Mamah tidak mau kebaikanmu dimanfaatkan orang." Dan tepat setelah perkataanya, Mamah Maliq menatap tajam Maliq dan Tiffany lalu pergi begitu saja. Ely Faridah | 107 Maliq melihat Papahnya ikut bangkit dari duduknya, lalu menghembuskan nafas berat dan menatap Hazna. "Apa yang Mamah katakan benar Hazna. Jangan terlalu baik, kau tidak tahu terkadang ada beberapa orang yang tidak tahu diri, memanfaatmu lalu mengkhianatimu." Maliq mengepalkan tangannya mendengar perkataan Papahnya. Maliq jelas tahu apa maksud Papahnya yang jelas menyindirnya, karena dia menikahi Hazna hanya karena harta warisan yang Papahnya janjikan. Setelah kepergian Papah Maliq, Hazna menggenggam tangan Tiffany yang saat ini menunduk sedih mendengar sindiran Papah dan Mamah Maliq. "Tidak perlu dipikirkan, butuh waktu untuk meyakinkan banyak orang bahwa kita layak diterima. Tak perlu berkecil hati, cukup buktikan bahwa kau tak seburuk yang mereka katakan." Tiffany tersenyum dan mengangguk memandang Hazna yang dibalas senyum tipis oleh Hazna. Maliq baru saja pulang mengantar Tiffany ke apartemennya. Tiffany bilang dia akan menyiapkan barang-barangnya untuk bulan madu mereka. Dan tadi Maliq membiarkan Hazna pulang sendiri bersama supir Papahnya. Maliq masuk kedalam kamar dan mendapati Hazna sedang membereskan beberapa baju-bajunya. "Ada yang ingin aku bicarakan denganmu."” Hazna menoleh lalu melanjutkan kegiataannya yang sedang mengemasi barang-barang Maliq untuk pergi bulan madu. "Katakan saja." "Sebenarnya apa yang kau inginkan?" "Maksudmu apa?" Wedding for My Husband | 108 "Kau pikir aku dengan mudahnya percaya dengan kata-katamu yang memintaku menikahi Tiffany begitu saja, meminta Tiffany tinggal satu atap dengan kita, dan sekarang kau memberi tiket bulan madu pada kami? Aku tidak bodoh Hazna, aku juga tahu kau tidak sebodoh dan sepolos itu." Maliq melihat Hazna menghentikan gerakan tangannya yang semula sedang melipat bajunya untuk dimasukkan kekoper. Hazna menegapkan badanya lalu melangkah mendekati Malig, lalu berdiri tepat satu langkah darinya. Dari sini Maliq dapat memandangnya dengan jelas. Harus dia akui Hazna adalah wanita yang cantik. Tapi sayang, Maliq bertemu Tiffany lebih dulu. Tiffany adalah cinta pertamanya dan sampai saat ini dia masih mencintai Tiffany. Maliq menatap Hazna dalam-dalam mencari kesedihan dan kesakitan dari matanya. Tapi_ nihil, ekspresinya datar Tidak ada emosi sama sekali di wajahnya. “Seburuk itukah kau berpikir tentangku?" "Faktanya kau tidak sepolos itu Hazna? Kau wanita cerdas, kau tahu apa yang sedang terjadi saat ini." “Aku tahu, aku sadar apa yang sedang terjadi. Semua terjadi sesuai keinginanmu, karena sekarang wanita yang kau cintai sudah kau halalkan. Lalu apa lagi yang kau permasalahkan?" Maliq diam tidak menjawab, dan dia melihat Hazna menghembuskan nafas perlahan. "Mas, aku tahu satu-satunya hal yang kau inginkan adalah air mataku, kesakitanku dan kehancuranku, benar bukan? Tapi satu hal yang harus kau tahu, aku tidak Ely Faridah | 109 diajarkan untuk hancur. Selama aku masih sanggup untuk bertahan, akan aku lakukan. Sekalipun harus kesakitan bahkan diduakan. " Hazna membawa telapak tangan kanan Maliq dan membawanya kearah dada kiri Maliq. "Jika kau ingin tahu bagaimana aku yang sebenarnya, disini. Tanya pada dirimu sendiri, jangan selalu ikuti logikamu yang tidak selamanya benar. Hatimu tidak akan berbohong dalam menilai seseorang." Maliq tetap diam saja memperhatikan Hazna. "Apa kau melakukan ini karena kau mencintaiku?" Hazna menunduk tersenyum tipis lalu mendongak memandang Maliq. "Jika aku mengatakan aku mencintaimu, apa itu akan merubah keadaan? Akan merubah perasaanmu padaku. Akan merubah kenyataan bahwa saat ini kau bukan hanya milikku. Kenyataan bahwa kau bukan hanya jadi suamiku, bahwa bukan hanya aku yang kau sebut namanya dalam ijab qabul mu. Apa semua itu bisa berubah hanya karena kata cinta dariku?" Hazna tersenyum dan menggeleng. "Tidak bisa, tidak akan bisa. Semua tidak akan bisa terulang lagi, kau tau kenapa? Karena kenyataannya kau menyebutkan dua nama dalam janji sucimu. Kau mempunyai dua ratu dalam istanamu. Ada dua hati yang harus kau jaga dan kau bina. Karena kau juga calon ayah dua anak dari dua wanita yang berbeda. Setidaknya jika kau belum bisa menjadi suami idaman, jadilah calon ayah yang bisa dibanggakan." Wedding for My Husband | 110 PART 16 “Jangan tanya kemana perginya air matanya. Tidak ada yang boleh melihat kelemahannya agar bisa menghancurkan hidupnya. Sekalipun hati meraung kesakitan, tapi hanya dihadapan Allah semua tersampaikan" -Author- Dua bulan berlalu begitu begitu cepat. Sampai saat ini Hazna tak menyangka, jika dia tinggal satu atap dengan suaminya dan madunya. Tidak mudah menjalani semuanya. Bahkan terkadang sesak melandanya saat di hadapannya, mereka bermesraan tanpa perduli kehadiran Hazna. Tanpa perduli bahwa Hazna juga punya hak yang sama sebagai seorang isteri. Tapi sejak awal Hazna tahu, inilah resiko yang harus dia jalani saat dia memutuskan untuk berbagi suami dengan Tiffany. Hazna tersenyum miris menyadari kenyataan ini. Hazna menoleh kearah wanita berjilbab biru yang sedang sibuk mengganti channel tv, dia terlihat bosan dengan tayangan yang ada. Dia adalah Tiffany, kalian heran mengapa Hazna mengatakan wanita berjilbab biru? Ya, tepat setelah pulang dari bulan madunya dengan Maliq, Tiffany meminta tolong pada Hazna agar membimbingnya untuk belajar menjadi isteri yang baik. Dan Hazna dengan senang hati menyambut niat baiknya. Tiffany memulainya dengan menutup auratnya. Menyimpan semua baju-baju seksi nya dan menggantinya dengan baju muslimah modern. Dia bilang Ely Faridah | 111 jika harus memakai pakaian syar'i seperti Hazna, dia belum mampu. Tapi Hazna memakluminya, karena Hazna tahu untuk menjadi lebih baik tidaklah mudah. Semua butuh proses dan kemantapan hati. "Kau tidurlah jika sudah mengantuk, biar aku saja yang menunggu Mas Maliq pulang.” Tiffany menoleh dengan mata sayu nya. Hazna tahu dia sudah cukup bosan dan mengantuk menunggu Maliq yang sudah jam 10 malam belum juga pulang. "Tapi bagaimana denganmu?" "Aku tidak apa-apa. Kau tidurlah, aku tahu kau sudah mengantuk." Tiffany menghembuskan nafas lelah, menoleh kearah jam dinding lalu menoleh kearah Hazna. "Baiklah, karena aku sudah benar-benar mengantuk dan karena malam ini jadwalnya bersamamu. Jadi tolong sampaikan salamku pada Mas Maliq. Katakan padanya, maaf tak bisa menunggunya pulang" "Ya, aku akan mengatakanya " Hazna mengangguk dan tersenyum bersamaan Tiffany yang bangkit dari duduknya dan mengucapkan selamat malam pada Hazna. Hazna memandangnya sampai dia masuk ke kamarnya. Hazna termenung memikirkan kedatangan Tiffany pertama kali ke apartemen ini. Hazna sendiri yang menyambut kedatangannya, bahkan Hazna sendiri yang menyiapkan kamar yang akan ditempatinya dan Maliq. Mereka sudah sepakat membagi waktu, walau akhir-akhir ini Maliq lebih memilih tidur dengan Tiffany. Tapi Hazna cukup memakluminya biar bagaimana pun mereka masih pengantin baru. Wedding for My Husband | 112 Dua jam berlalu dan jam dinding menunjukkan angka 12 malam. Hazna yang mulai bosan menyandarkan kepala ke sofa menatap langit-langit kamar sambil mengelus-elus perutnya. Mirisnya, Hazna baru menyadari bahwa belum ada yang tau keberadaan buah hatinya yang saat ini sedang tumbuh dalam rahimnya. Satu-satunya orang yang dia beri tahu adalah Malig, yang tak lain adalah ayah dari calon anaknya tapi ternyata dia tak bahagia dengan kabar kehamilan Hazna. Hazna_ tersentak mendengar pintu apartemen terbuka dan Hazna bangkit dari duduk nya dan berjalan kearah ruang tamu. Hazna melihat Maliq yang baru masuk dan sedang mengunci pintu. “Kau sudah pulang?" Hazna mengambil tas kerja dari tangan Maliq lalu membantu melepaskan dasi di lehernya. “Ya, dimana Tiffany?" "Dia sudah tidur sejak 2 jam yang lalu. Dia minta maaf karena tak bisa menunggumu pulang." “Aku akan tidur dengannya malam ini. Jadi lebih baik kau tidur saja." Hazna mendongak menatap Maliq. “Bukankah.. “Aku tahu, tapi aku ingin tidur dengannya malam ini. Apa kau keberatan?" Hazna menghembuskan nafas perlahan menekan segala sesak di dada. “Baiklah, apakah kau ingin makan malam? Aku ‘Aku sudah makan dan aku hanya ingin bertemu Tiffany, tidakkah itu cukup untuk membuatmu mengerti bahwa aku merindukannya?" Ely Faridah | 113 Hazna tersenyum miris dengan kepala tertunduk lalu mendongak dan mendapati Maliq sedang menatapnya. Memandang kedua matanya dalam-dalam mencoba menyalurkan semua yang dia rasakan. Mencoba memberinya isyarat bahwa Hazna juga isterinya. Hazna juga mempunyai hak yang sama seperti Tiffany tapi Hazna tetap mencoba tersenyum padanya. "Pergilah, pergilah temui dia. Dia pasti akan senang jika kau menemaninya malam ini." Lalu tanpa berkata apa-apa Maliq melangkah melewati Hazna begitu saja. Hazna menuju kearah dapur membereskan makanan yang sore tadi dia buat. Selalu seperti ini, jika Tiffany tidak makan malam bersamanya, Maliq tidak akan mau makan. Setelah membereskan semuanya, Hazna melangkah hendak kembali ke kamar tapi langkahnya terhenti tepat di depan kamar Tiffany yang sedikit terbuka dan Hazna melihat pemandangan yang menambah sesak dadanya. Di sana Maliq duduk dipinggir tempat tidur tepat di samping Tiffany yang sudah tertidur. Dia menunduk, mencium lama kening Tiffany dengan tangan mengelus permukaan perut Tiffany. Lalu menunduk menghadap perut ‘Tiffany membisikkan sebuh kata-kata yang Hazna tidak tahu apa, setelah itu menciumnya. Hazna cepat-cepat kembali ke kamar menutup pintunya. Lalu mendongak menghalau apapun yang sedang dia rasakan. Tangannya terkepal kuat disamping tubuhnya. Hazna menunduk sambil meremas dadanya. Dia sudah menyiapkan hati sejak awal, tapi entah mengapa semua masih saja terasa berat untuk dia jalani. Wedding for My Husband | 114 Menenangkan hatinya, Hazna melangkah kearah tempat tidur dan berbaring mengistirahatkan tubuhnya. Pagi ini Hazna, Maliq dan Tiffany sedang sarapan bersama. Mereka makan dalam diam. Hazna diam sejak tadi menahan nyeri karena kram yang dia rasakan di perutnya. “Hazna maaf, sepertinya siang nanti aku tidak bisa makan dirumah, juga tidak bisa membantumu untuk memasak." Hazna mendongak, menatap Tiffany yang sekarang sedang menatapnya juga. “Memangnya kau mau kemana?" “Aku akan bertemu temanku, ada beberapa urusan yang harus aku selesaikan. Tidak apa-apa kan Mas aku pergi?” Tiffany menoleh kearah Maliq yang masih sibuk memakan sarapannya. "Ya, pergilah. Hati-hati dijalan jangan terlalu lelah, dan kau minta tolong saja pada supir untuk mengantarmu" Tiffany tersenyum lebar dan menggenggam tangan Maliq yang sedang memegang sendok makan sembari mengangguk. "Mas, bisakah kau temani aku ke acara kampus siang ini? " Maliq menatap Hazna lama, lalu dia meletakkan sendok dan garpunya. "Siang ini aku ada meeting dengan klien. Kau pergilah sendiri. Toh Tiffany juga pergi sendiri dan karena supir dipakai Tiffany, jadi kau bisa kan pergi dengan taksi?" Ely Faridah | 115 Hazna sudah bisa menduga jika Maliq pasti akan menolak ajakannya. Dia menyembunyikan kekecewaannya dan mengangguk pada Maliq. Setelah itu Maliq melihat jam tangannya dan meminum kopinya lalu dia bangkit berdiri. Hazna dan Tiffany ikut bangkit hendak mengantar Maliq sampai pintu depan tapi tiba-tiba Maliq menghentikan mereka. "Kalian tidak perlu mengantarku lanjutkan saja makan kalian, aku pamit." Tiffany mencium punggung tangan Malig lalu Maliq balas mencium keningnya dan saat Maliq melangkah kearah Hazna. Hazna mencium punggung tangannya, Maliq menatap Hazna cukup lama sampai Hazna merasakan Maliq mengelus pelan kepalanya. Saat Hazna mendongak Maliq sudah melangkah pergi. Hazna tersenyum miris mengetahui apa yang baru saja terjadi. "Hazna, aku akan kembali kekamar untuk bersiap- siap. Karena aku akan pergi setelah ini." Hazna menoleh kearah Tiffany yang berdiri diseberang meja makan tepat dihadapannya. Dia mencoba tersenyum lalu menggangguk, setelah itu Tiffany pergi ke kamarnya meninggalkan Hazna sendiri diruang makan. Hazna tertunduk, menghela nafas yang seakan menyesakkannya. Dan detik berikutnya Hazna_berlari kearah kamar sambil menutup mulutnya saat merasakan perutnya bergejolak. Dia masuk ke kamar, menutup pintunya dan membuka kasar pintu kamar mandi. "Hoeekk.. hoekkk..... hhh... hoekk astagfirullohalazim..." Wedding for My Husband | 116 Hazna mencuci mulutnya saat tidak keluar apapun walau rasa mual hebat itu masih terasa. Dia menutup mata, meremas perutnya saat sakit itu datang lagi. “Ya Allah, shhh sakit sekali.. Ya Allah, nak Bunda mohon bertahanlah. Baik-baik di dalam sana. Bunda mohon" Hazna mengelus perutnya dan sakit itu perlahan- lahan menghilang. Dia keluar dari kamar mandi dan Hazna membuka nakas disamping tempat tidur. Menemukan beberapa obat-obatan lalu meminumnya. Setelah sedikit terasa tenang, Hazna memutuskan untuk bersiap-siap pergi ke kampus. Saat ini Hazna sedang duduk di sebuah cafe, memandang keramaian jalan raya dari balik kaca. Setelah menghadiri acara di kampusnya tadi, Hazna memutuskan pergi kemari untuk makan siang. Cafe ini cukup jauh dari kampusnya tapi disini begitu nyaman, dengan desain cafe yang minimalis. Hazna termenung dalam kesendiriannya dipojok cafe tempat dia duduk. Lalu menunduk memainkan cangkir teh mint yang dia pesan. Lalu mengedarkan pandangan melihat-lihat pengunjung cafe, dan di sebelah kanan ruangan Hazna melihat seorang wanita yang sedang memainkan ponsel di tangan kanannya dengan tangan kiri yang sedang mengelus-elua perutnya yang terlihat sedikit menonjol. Dia terus tersenyum terlihat bahagia sekali. Hazna menoleh kearah pintu masuk saat melihat seorang lelaki melangkah dan mengedarkan pandangan lalu tersenyum memandang wanita yang sejak tadi Hazna perhatikan. Ely Faridah | 117 Laki-laki itu menghampiri sang wanita yang saat ini sudah bangkit menyambutnya. Laki-laki itu mencium kening wanitanya, lalu ikut mengelus perutnya. Mereka terlihat serasi dan juga bahagia. Diam-diam ada perasaan iri menggelitik jiwanya melihat pemandangan didepan sana. Hazna menunduk menatap tehnya yang tersisa setengahnya. Demi Allah!! Hazna tidak pernah merasakan perasaan seperti ini. Dua orang yang Hazna perjuangkan kebahagiaannya, membohonginya di depan matanya. Hazna tertawa miris didalam hatinya. Ya, pasangan yang sejak tadi Hazna perhatikan adalah Maliq yang pagi tadi berkata akan makan siang dengan kliennya. Dan Tiffany yang berkata akan bertemu dengan temannya. Mereka membohongi Hazna dan bertemu disini tanpa sepengetahuannya. Hazna menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, merasakan lelah dan kecewa yang tiba-tiba menyerangnya. Setelah pulang dari cafe, Hazna pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan kandungannya. Hazna masuk keruangan dokter kandungan. "Ibu Haz...na, Ya ampun Hazna lama sekali kita tidak bertemu." Hazna tersenyum menatap dokter kandungan yang ternyata adalah teman lamanya dulu. Mereka berpelukan dan saling melepas rindu. "Stella, bagaimana kabarmu?" "Aku baik. Dan kau?" "Aku juga baik. Jadi sekarang kau sudah menjadi dokter kandungan?" Wedding for My Husband | 118 “lya Hazna, dan kau sudah menikah?" “lya, aku sempat mengundangmu tapi sepertinya kau tak datang." “Orang tuaku pindah rumah Hazna. Dan baru 2 bulan ini aku pulang dari Australia. Maaf karena tidak bisa hadir dipernikahanmu. Dan dimana suamimu Hazna? Dia tidak mengatarkanmu?" “Dia di kantor Stella." “Baiklah kalau begitu kita periksa kondisimu dulu yah." Hazna berbaring di ranjang yang ada di ruangan Stella. Dan Stella mulai melakukan pemeriksaan sampai akhirnya mereka kembali duduk berhadapan. “Hazna usia kandunganmu sudah memasuki minggu ke-10. Tapi aku mengkhawatir tekanan darahmu yang tinggi Hazna. Apakah kau tidak menjaga pola makanmu atau kau memikirkan sesuatu yang membuatmu stress?" “Apa itu berbahaya Stella?" "Tekanan darah tinggi pada ibu hamil sangat berbahaya Hazna, untukmu sendiri dan bayimu. Apa kau makan dengan baik? "Beberapa minggu ini aku mengalami sakit di perutku lalu mual dan muntah juga." “Aku akan memberikanmu obat Hazna tapi jika gejalamu dan tekanan darahmu masih tetap seperti ini. Kita adakan pemeriksaan lebih lanjut. Aku khawatir pada kondisimu, paling tidak jika ada yang tidak beres dengan kehamilanmu kita sudah tahu lebih awal." Hazna mengangguk dan mengelus perutnya. “Apa setelah ini kau akan langsung pulang Hazna? Aku berniat berbicara lebih banyak denganmu." “Baiklah, apa kau sudah tidak ada pasien lagi?" Ely Faridah | 119 "Tidak ada Hazna. Jam kerjaku sudah berakhir." Hazna dan Stella akhirnya memutuskan berbincang di kantin rumah sakit. Sebenarnya Stella mengajak Hazna duduk bersama untuk membicarakan kondisi Hazna. Stella sebenarnya curiga pada kondisi Hazna, Stella merasa ada yang berbeda dari Hazna. "Hazna, kita pernah menjadi sahabat dan aku cukup mengenal baik dirimu. Aku tahu ada sesuatu yang menganggu pikiranmu. Kau tahu Hazna sekian lama berpisah bukan berarti kita bukan lagi seorang sahabat bukan? Kau masih bisa menceritakan apapun padaku." Hazna menatap Stella dalam-dalam, mempertimbangkan apakah dia harus menceritakan masalah hidupnya pada Stella. Hazna menghembuskan nafasnya sebelum akhirnya memutuskan — untuk menceritakan semuanya pada Stella. Menceritakan tentang dirinya dan kehidupan rumah tanggannya. Setelah Hazna menceritakan semuanya dia melihat Stella menatap iba padanya, dan menggenggam tangan Hazna. "Apa tidak sebaiknya kau tinggalkan Maliq?" Hazna tersenyum miris lalu mendongak menatap wanita cantik dihadapannya. "Apa dengan berpisah dengannya akan merubah keadaan?" "Tapi setidaknya kau akan terbebas dari laki-laki itu. Untuk apa mempertahankan rumah tangga dengan laki- laki jahat seperti dia Hazna? Bukan maksudku untuk menghasutmu. Tapi Hazna, sebagai sahabatmu aku tidak tega melihat keadaanmu sekarang. Mempertahankan kandunganmu dengan kondisimu saat ini tidaklah mudah. Ditambah dengan sikap Maliq dan ketidak tahuan keluargamu tentang kehamilanmu ini." Wedding for My Husband | 120 "Aku tidak butuh pengakuan siapapun tentang kehamilanku. Bagiku selama anakku masih bersamaku, itu saja sudah cukup. Kau bukanlah orang pertama yang memintaku meninggalkannya, tapi salahkah aku jika aku masih ingin bertahan dengannya?" “Tapi Hazna kondisimu..." "Please Stella, satu-satunya hal yang ingin aku minta darimu adalah tolong jaga rahasia ini. Jika mungkin nantinya ada sesuatu hal yang buruk, tolong jangan katakan pada mereka mengenai kondisiku." “Aku tidak tahu, bagaimana kau menjalani ini semua Hazna. Di depan matamu mereka menyakitimu tapi kau masih membiarkan mereka tertawa bahagia, tanpa memperdulikan perasaanmu." Hazna tahu, Stella menjadi salah satu orang yang ikut membenci Tiffany karena menjadi orang ketiga dalam rumah tangga Hazna. Padahal menurut Hazna, Tiffany tidak sepenuhnya bersalah, karena jika saja Maliq tidak memberikan harapan pada Tiffany, tidak mungkin ada yang menjadi orang ketiga. Tapi biarlah. Biar semua mengalir sesuai jalan takdir yang telah Allah tetapkan. Jika ini adalah salah satu ujian yang memang harus Hazna lewati dia akan terus mencoba bertahan semampunya. Walau dia tidak yakin, sanggupkah dia bertahan hingga akhir. “Biar semua berjalan sesuai takdir Stella. Aku tidak ingin menyalahkan siapa-siapa. Dan maaf,aku harus pergi Stella, hari sudah sore. Aku tidak ingin saat Maliq pulang dan dia tidak mendapatiku dirumah." “Hmm, baiklah. Jangan lupa minum obatmu. Kabari aku jika kau merasakan sakit lagi pada perutmu. Dan Ely Faridah | 121 Hazna pikirkan saranku baik-baik. Tentang kau yang lebih meninggalkan Maliq.” "Terima kasih Stella, aku akan menghubungimu jika aku merasa sakit lagi. Aku akan memikirkannya nanti, tapi semoga Allah memantapkan hatiku untuk tetap mempertahankan rumah tanggaku, setidaknya ini untuk calon anakku. Sekalipun nantinya tidak ada yang mengharapkan kehadirannya." Belum juga Hazna bangun dari duduknya, dia dikagetkan dengan suara seseorang yang ada di belakangnya. "Hazna." Dan tepat saat Hazna berbalik, dia melihat dua orang berdiri dihadapannya. Seorang wanita yang sedang menatap kaget kearah Hazna dan seorang laki-laki yang menatap marah kearahnya. Wedding for My Husband | 122 PART 1 "Dia tahu dibalik diammu, dibalik ketidak peduliaanmu, ada sedikit rasa tak tega. Karena nyatanya kamu adalah orang baik yang tak terima dengan takdir yang ada" -Author- Hazna menatap dua orang yang sedang menatapnya diseberang tempat duduknya. "Ya Allah nak, kenapa kamu tidak pernah jujur pada kami? Apa kamu tidak menganggap kami sebagai orang tuamu lagi?" Hazna menghembuskan nafas perlahan. Ya, dua orang yang memergokinya keluar dari ruangan dokter kandungan adalah Abi dan Umminya. Mereka ada disana karena baru saja menjenguk teman yang sedang sakit, dan tanpa Hazna ceritakan pun dia yakin orang tuanya pasti tahu apa yang sedang dia lakukan. Hazna menatap Abi dan Ummi nya lama. “Abi, Ummi, sebelumnya maafkan Hazna. Bukan maksud Hazna ingin menyembunyikan semua ini dari Abi dan Ummi. Hazna memang berniat memberitahukan ini tapi tidak sekarang, Hazna mohon agar Abi dan ummi mengerti." Ummi Hazna menangis dipelukan Abinya dengan berlinang air mata. Hazna tahu mereka sangat kecewa padanya. "Sejak kapan Hazna?" Hazna memandang Abinya yang sedang menatapnya tajam. Hazna tahu Abinya kecewa saat tahu Hazna meminta restu untuk pernikahan Maliq yang kedua Ely Faridah | 123 dan saat ini kekecewaannya bertambah terlihat jelas saat tahu Hazna menyembunyikan kehamilannya. "Sejak hari dimana Maliq mengucapkan ijab qabul untuk Tiffany." Kekagetan terlihat jelas dari kedua wajah orang tua Hazna. Ummi Hazna semakin tersedu mendengar pengakuannya. "Selama itu dan kami baru mengetahuinya hari ini? Itupun karena kami memergokimu keluar dari ruangan dokter kandungan. Apa kamu _ benar-benar berniat menyembunyikan keberadaan cucu kami?” Ummi Hazna lepas kendali, dia menangis sambil terus menyudutkan Hazna. Mereka begitu terpukul mendengar kenyataan ini. "Demi Allah Ummi, Hazna sama _ sekali tidak bermaksud untuk berbohong ataupun menutupi semua ini. Tetapi keadaan, membuat Hazna_ belum bisa memberitahukan kehamilan Hazna." "Kenapa? Kenapa Hazna? Apa karena wanita itu? Karena Maliq mempunyai dua isteri." Hazna diam tidak menjawab, dia menunduk menyembunyikan rasa sesak di dadanya melihat Ummi nya yang terus menangis karenanya. "Kenapa dia Hazna, kenapa wanita itu lagi yang jadi alasannya? Kenapa dia lagi yang ..." "Please Ummi, cukup. Hazna mohon." Mereka terdiam cukup lama sampai suara Abi Hazna memecah keheningan. "Apa Malig tahu tentang ini?" Hazna mendongak menatap Abinya. Lalu dia mencoba memberi isyarat untuk menjawab pertanyaan Abi tadi. Dan seakan mengerti Abi Hazna mengatakan Wedding for My Husband | 124 sesuatu yang sudah sangat Hazna yakin akan dikatakan Abinya. "Tinggalkan dia nak." Hazna tersenyum kecut mendengar perintah Abinya. "Tidak abi, Hazna tidak bisa. Bukankah Abi pernah berkata bahwa selama kita masih sanggup bertahan, jangan pernah lelah untuk berjuang Hazna sedang berjuang Abi, walau seluruh dunia berteriak agar Hazna berhenti tapi Allah masih ingin Hazna tetap bertahan. Jadi Hazna mohon Abi, doakan Hazna agar Hazna tetap sabar untuk bertahan." Abi dan Ummi Hazna kompak menatapnyaa. Mereka terlihat sedih dengan keputusan Hazna, tapi suka atau tidak suka ini sudah jadi pilihannya. “Dan Hazna mohon, agar Ummi dan Abi menyembunyikan kehamilan Hazna dari orang tua Maliq." Wanita itu terbaring lemah diranjang rumah sakit. Dengan perban dikepalanya dan tangan terpasang selang infus. Matanya dengan perlahan terbuka, dia mengernyit saat cahaya lampu kamar menusuk penglihatannya. "Kamu sudah bangun nak..?" Wanita itu menoleh dan mendapati sepasang suami istri paruh baya berdiri disampingnya. Wanita itu mengernyit bingung memandang pasangan paruh baya itu bergantian. "Ayah, ibu?" "lya nak, apa yang kamu rasakan? " "Kepalaku sakit sekali Bu." "Ibu panggilan dokter ya nak, kamu _ tahan sebentar." Ely Faridah | 125 Lalu wanita paruh baya itu memencet tombol diatas tempat tidur untuk memanggil dokter. “Nak, apa yang kamu cari?" Wanita paruh baya itu menatap puterinya yang mengedarkan pandanganya seperti mencari sesuatu. "Dimana Maliq?" Hazna membuka mata tiba-tiba dengan nafas memburu, menatap kelangit-langit kamar. "Ya Allah, mimpi itu." Hazna bangun dari tidurnya melihat ke jam dinding yang menunjukkan angka jam dua pagi. Hazna mengambil segelas air di nakas samping tempat tidurnya yang ternyata sudah habis isinya. Dia menyibak selimut dan turun dari ranjang, lalu beranjak menuju kearah dapur. Sesampainya di dapur dan mengambil air, dia berdiri disamping meja makan meminum air putih sambil menenangkan dirinya mengingat mimpinya tadi. Hazna mengernyit tiba-tiba dan reflek memegangi perutnya saat sakit itu menyerangnya. “Astagfirullah." Hazna membungkuk karena sakit hebat itu, sambil meringis Hazna berjalan tertatih menuju kamar untuk mengambil obat yang stella berikan kemarin. dan duduk di tepi ranjang setelah menelan obat pemberian Stella. Pagi ini Tiffany dan Maliq berkata pada Hazna bahwa siang nanti akan berbelanja kebutuhan bulanan dan Tiffany mengajak Hazna untuk ikut bersama mereka. Sebenarnya Hazna enggan untuk mengganggu mereka, Wedding for My Husband | 126 tapi karena Tiffany memaksanya akhirnya disinilah dia sekarang. Bersama Tiffany yang berdiri di sampingnya sedang memilih-milih sayuran. Hazna mengedarkan pandangan menatap para pengunjung supermarket siang ini yang lumayan ramai. Tapi pandangan Hazna terhenti di rak seberang tempatnya berada. Hazna yakin betul itu dia. Laki-laki itu yang menghantuinya terus menerus berdiri disana menatap Hazna yang sedang bersama Tiffany. Kebetulam Maliq sedang mencari kebutuhan pribadinya dan memutuskan berpisah dengan mereka. Tanpa memberi tahu Tiffany, Hazna berjalan cepat menuju ketempat /aki-laki itu berada tapi dia sudah tidak ada. Hazna mencoba mencari kesekitar tempat dia berada tadi, tapi tidak Hazna temukan dia. Sampai sebuah tepukan dipundak mengagetkannya. “Hazna kau sedang mencari siapa? Mas Maliq sudah menunggu kita didepan kasir jadi kau tidak perlu mencarinya. Ayo kita kesana." Hazna menatap Tiffany dan mengangguk pelan sambil terus mengedarkan pandangan, mencari keberadaan /e/aki itu. Hazna_ termenung sendirian di dalam kamar memikirkan kejadian di supermarket tadi. Laki-laki itu selalu hadir menghantuinya, Hazna tidak tahu apa maksud dan tujuannya pada Hazna. Sambil memikirkan kemungkinan yang ada, Hazna membongkar belanjaan yang sempat dia beli tadi siang. Ini sudah lewat waktu magrib, setelah berbelaja siang tadi mereka berkeliling mall sampai sore hari karena Ely Faridah | 127 permintaan Tiffany, dan pulangnya akhirnya mereka makan di restoran padang. Dan baru pulang setengah jam yang lalu. Hazna mengeluarkan beberapa sabun dan kebutuhan mandinya, dan dia menemukan sekotak susu ibu hamil di dalam kantong belanjaannya. Hazna mengerutkan kening bingung, setahunya dia tidak membeli ini. Karena Hazna baru membelinya minggu lalu dan yang pasti dia akan membelinya diam-diam. Apakah ini milik Tiffany? Tapi rasanya tidak mungkin, Tiffany lebih suka rasa vanilla dibanding rasa cokelat. Hazna tahu dari stock susu hamilnya yang ada di rak dapur. Dia membolak balik sekotak susu ibu hamil itu, lalu menemukan sebuah note terselip di dalamnya. Hazna membacanya dan baru dia tahu apa maksudnya. “Minumlah, setidaknya agar kau dan ‘dia’ tidak sakit dan merepotkanku." -M- Diam-diam setelah membaca note itu Hazna tersenyum. Lalu melihat kearah sekotak susu ibu hamil dengan rasa cokelat itu. Hazna memang lebih suka susu dengan rasa cokelat dan secara tidak langsung Maliq masih mengingat rasa kesukaannya. Sambil mengulas senyum, Hazna beranjak kedapur untuk membuat susu yang baru saja Maliq berikan. Biasanya jam segini Tiffany sudah ada di kamarnya, dan dia yakin dia sedang bersama Maliq karena Hazna tidak menemukan Maliq di ruang tengah. Sesampainya di dapur Hazna yag baru saja hendak mengambil gelas dikagetkan sebuah suara dari arah belakangnya. "Kau membeli susu ibu hamil?" Wedding for My Husband | 128 Hazna menoleh kaget kesumber suara, dan menemukan Tiffany dengan wajah herannya menatap Hazna dan kotak susu yang ada digenggamannya bergantian. Dan Hazna juga melihat Maliq ikut menatapnya tapi langsung membuang muka_ saat pandangannya bertemu dengan Hazna. "Oh ini, tadi sebenarnya aku membeli ini untukmu tapi aku tidak tahu kau menyukainya atau tidak." "Oh. kukira kau juga Hamil. Sebenarnya aku lebih suka rasa vanilla tapi jika kau sudah membelikanku rasa cokelat aku akan tetap menerimanya." Tiffany tersenyum, perlahan mendekati Hazna lalu mengambil kotak susu itu dari tangannya. "Terima kasih ya Hazna, aku tidak pernah menyangka kau juga akan perduli dengan anakku. " Hazna hanya membalas senyum Tiffany, setelah mengucapkan terima kasih Tiffany pergi ke arah kamarnya membawa kotak susu cokelat itu. Dia lalu memandang Maliq. Mereka berpandangan beberapa detik sampai dia berbalik badan meninggalkan Hazna. Hazna_ menghembuskan nafas perlahan dan beranjak kearah kamarnya. Beberapa langkah setelah memasuki kamar dan hendak menuju tempat tidur, langkah Hazna terhenti karna sebuah suara. “Aku akan membelikannya lagi nanti." Hazna berbalik badan, dan melihat Maliq sedang berdiri tidak jauh dari pintu kamar yang sudah tertutup. Hazna tersenyum saat tahu apa yang Maliq maksud. "Tidak apa-apa, terima kasih karena_ sudah membelikannya untukku." Ely Faridah | 129 "Aku hanya tidak ingin terjadi apa-apa dengannya, dan berujung merepotkanku." Hazna tersenyum dan mengelus perutnya masih dengan menatap Maliq. "Dia takkan merepotkan siapa-siapa. Dia bahkan tidak pernah merepotkan aku sebagai Bundanya. Jadi aku yakin dia juga akan mengerti, untuk tidak merepotkan Ayahnya." Maliq menatap ke arah perut Hazna sesaat dengan pandangan yang sulit diartikan, sebelum melangkah melewati Hazna menuju ke arah kamar mandi. Malam ini dia memang akan bersama Hazna dan saat ini mungkin dia sedang mengganti bajunya. 30 menit berlalu Hazna menunggu Maliq, tapi dia tak kunjung keluar dari kamar mandi. Sedangkan matanya sudah tidak bisa diajak untuk menunggu. Hazna menurunkan badannya yang sejak tadi bersandar di kepala ranjang, Hazna berbaring di tempat tidur dan tidak sampai lima menit matanya pun tertutup. Belum lama Hazna menutup mata, dia yang sebenarnya belum benar-benar terlelap mendengar pintu kamar mandi terbuka. Hazna tetap menutup mata saat langkah kaki mendekat kearahnya, dan dia merasakan kehadiran seseorang di samping tempat tidurnya sedang mengawasinya. "Mengapa sulit sekali menjatuhkanmu? Membuatmu mengerti bahwa permainan ini hanya akan menghancurkanmu. Tidakkah kau lelah dengan semua ini, aku bahkan tak mengerti apa yang membuatmu bertahan. Apa karena anak ini? Bahkan aku dengan jelas Wedding for My Husband | 130 mengatakan tak pernah mengharapkannya tapi kenapa kau mati-matian mempertahankannya. " Setelah kata-kata itu, Hazna mendengar langkah kaki menjauh dan terdengar pintu yang tertutup. Hazna membuka mata dan memandang langit-langit kamar sambil mengelus perutnya. Rasa kantuknya hilang entah kemana. “Kau salah, pada akhirnya permainan ini akan berbalik kepadamu. Karena semakin kau berniat menghancurkanku, semakin aku ingin terus berjuang untukmu" Ely Faridah | 131 PART 18 "Karena semua rasa punya massa nya, ada saat dimana: dia yang selalu kamu sakiti justru terbayang sampai mimpi dan dia yang kamu cintai mungkin saja terlewati." -author- Maliq termenung menatap keluar jendela kantornya. Menatap lalu lalang diluar sana yang ramai dengan aktivitas mereka masing-masing. Pikirannya melayang di malam dia melihat Hazna yang terlihat kesakitan. Saat tengah malam itu, Maliq hendak ke dapur untuk mengambil minum tapi dia melihat Hazna termenung sendirian di samping meja makan dan beberapa saat kemudian Hazna membungkuk seperti orang kesakitan. Dia meringis sambil meremas perutnya. Lalu berjalan tertatih menuju kearah kamarnya sambil terus memegangi perutnya. Ingin rasanya Maliq nenghampiri dan menanyakan keadaan Hazna, tapi ego menahan Maliq untuk tetap di tempatnya memperhatikan Hazna yang masuk kedalam kamarnya. "Apa yang kau pikirkan?" Maliq melirik dari ekor matanya dan mendapati Arga di sampingnya. "Sejak kapan kau disini?" "Cukup lama untuk memperhatikan kau yang terlihat gelisah, ada apa?" "Tidak ada apa-apa." Wedding for My Husband | 132 “Ayolah, kau pikir berapa lama kita berteman. Aku tahu ada yang mengganjal di pikiranmu, apa ini tentang Tiffany? Istri kesayanganmu itu? " Maliq tidak menjawab, dia diam sambil terus menerawang jauh. “Bagaimana lagi cara untuk menghancurkannya?” Beberapa saat kemudian barulah Arga mengerti siapa yang sedang dipikir kan oleh Malig, diam-diam dia menarik sudut bibirnya. "Jadi begitu eh?" Maliq menatap Arga yang saat ini sedang tersenyum sinis. “Apa maksudmu? Arga menggendikkan bahunya. “Jadi sekarang kau sudah sering memikirkannya" Maliq menatap tajam Arga, saat dia menyadari Arga sedang menggodanya. “Jangan menggodaku! Selama ini kau tahu, aku hanya ingin menghancurkannya." “Lalu apa yang kau dapat? Apa kau merasa kau sudah berhasil menghancurkannya?" “Aku memintanya mengugurkan kandungannya." Arga terbelalak menatap Maliq kaget. Dia menarik bahu kanan Maliq agar berhadapan dengannya. “Apa yang kau katakan tadi?" “Aku meminta Hazna mengugurkan kandungannya." “Kau gila!!!!" Maliq kembali menatap jendela kantornya menghiraukan ekspresi tak percaya Arga. "Kau gila Malig, kau benar-benar gila. Tanpa alasan yang jelas kau membenci Hazna, memanfaatkannya, Ely Faridah | 133 mengkhianatinya dan sekarang dia hamil anakmu dan kau dengan mudahnya menyuruh dia mengugurkannya." "Kau tahu Arga, dia bersumpah akan membuatku menyesal jika sampai aku nekad menyingkirkan anaknya." Maliq berbicara tanpa mengabaikan perkataan Arga. Sedangkan Arga yang disampingnya sudah mengepalkan tangannya dengan wajah merah padam menahan emosi, memandang sahabatnya yang baginya sudah seperti pecundang ini. "Bahkan jika sampai terjadi apa-apa dengan kandungan Hazna dan itu karena kau, aku tidak akan mengakuimu sebagai sahabatku lagi." Maliq menoleh menatap Arga dan melihat kemarahan diwajah sahabatnya. "Mengapa kau perduli sekali dengannya?" "Harusnya aku yang bertanya padamu. Coba kau tanyakan pada dirimu, mengapa kau sangat benci padanya? Apa salahnya, sampai kau mati-matian — ingin menghancurkannya" "Kesalahannya adalah dia datang dan mengusik hidupku." "Apa tidak salah? Bukankah kau yang datang dan menghancurkan hidupnya, menyiksa jiwa dan raganya setiap hari. Biar kuingatkan padamu Malig, pernikahan kalian terjadi bukan karena keinginanmu atau keinginan Hazna. Tapi karena keinginan orang tua kalian. Hazna tidak pernah mengemis untuk dinikahi olehmu, bahkan kau sendiri yang memanfaatkannya untuk mendapat harta warisanmu" Maliq tertegun ditempatnya, bagai ditampar secara kasat mata saat mendengar perkataan Arga. Memang benar begitu kenyataannya, Hazna tidak pernah meminta Wedding for My Husband | 134 untuk hadir dihidupnya. Bahkan Maliq yang memanfaatkan dirinya untuk bisa mendapat harta warisannya. “Kenapa kau diam saja? Benar bukan apa yang aku katakan. Kau membenci Hazna tanpa alasan yang jelas. Bahkan sekarang kau ingin jadi seorang pecundang yang tidak mengakui darah dagingmu sendiri, untuk pertama kalinya aku menyesal pernah mengenalmu." Setelah berkata seperti itu, Maliq mendengar pintu ruangan dibuka lalu ditutup dengan kasar. Maliq masih di tempatnya, memikirkan semua kata-kata Arga tadi. 15 menit kemudian dia mendengar pintu ruangannya dibuka kembali dan mendengar langkah kaki mendekat kearahnya. “Ada apa? Bukankah meeting baru akan dimulai 20 menit lagi?" Maliq berbicara tanpa berbalik, karena dia meyakini bahwa seseorang yang masuk keruangannya dan berdiri dibelakangnya adalah sekertarisnya.. "Apa kabar Maliq?" Maliq mematung di tempatnya setelah mendengar suara seseorang di belakangnya. Dua membalikan badan dan matanya terbelalak menatap seseorang di hadapannya. Maliq menunduk menggelengkan kepalanya tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. “Kenapa kau kaget begitu Maliq Maliq mendongak dan mendapati orang itu masih di tempatnya. "Kau?" "Ya. ini aku, kau tak percaya?" "Tidak mungkin! Bukankah kau sudah meninggal?" Orang itu tersenyum sinis, dan menatap Maliq dengan tatapan menusuk. Ely Faridah | 135 "Kau mengharapkan aku mati heh? Haha.. tidak semudah itu Maliq. Tidak akan aku biarkan lelaki sepertimu menguasai keadaan." Maliq menatap tajam seseorang yang sedang tersenyum sinis pada Malig. Diam-diam Maliq dilanda ketakutan luar biasa. Dia sampai mengepalkan tangan untuk menutupi tubuhnya yang bergetar. “Hahaha.. tenang saja. Kau tidak perlu takut, aku datang hanya untuk mengambil milikku. Kau tahu maksudku bukan?" "Tidak ada sesuatu yang pernah jadi milikmu." "Haha rupanya kau serakah juga." Seseorang di hadapannya berhenti tertawa dan menatap tajam Maliq. "Jangan kau pikir aku tidak tahu bagaimana brengseknya dirimu Maliq. Mengkhianti Hazna dan memanfaatkan keadaan Tiffany. Coba kau __ pikir bagaimana jika Tiffany suatu hari nanti sadar apa yang terjadi. Apa kau yakin dia akan memaafkanmu?" Maliq terdiam sambil terus menatap lurus seseorang yang juga sedang menatap marah padanya. “Ingat ini baik-baik. Aku akan mengambil milikku lagi." Setelah berbicara seperti itu, orang itu pergi dari ruangan Maliq meninggalkan Maliq yang terdiam dengan pikiran tidak menentu. Hazna pulang dari mengajar pukul setengah 7 malam. Hari ini dia sangat lelah karena sibuk mengurusi banyaknya mahasiswa yang meminta bimbingan padanya. Dia memasukkan beberapa kode angka di pintu apartemen. Dan saat pintu terbuka suasana di ruang tamu Wedding for My Husband | 136 sepi. Dia memasuki ruang tengah, dan mendapati Tiffany dengan gaun muslimah modern sedang membenarkan letak dasi dan jas yang Maliq kenakan. Hazna menatap mereka bingung, lalu melangkah mendekati keduanya. Hazna berdiri tidak jauh dari mereka dan langsung membuat Maliq juga Tiffany menoleh. “Hazna kau sudah pulang?" Hazna menatap Tiffany dan Maliq bergantian lalu tersenyum tipis, pada Tiffany sebagai jawaban dari pertanyaannya tadi. “Apaa kalian akan pergi?" "ya, aku dan Mas Maliq akan menghadiri acara pernikahan salah satu temanku. Emm.. tidak apa-apa kan Hazna kau di rumah sendiri" Hazna_ menatap Maliq dalam-dalam sambil bergumam. "Ya, tidak apa-apa. Pergilah" “Baiklah, aku akan mengambil tasku di kamar. Tunggu sebentar ya Mas." Setelah Tiffany pergi kekamarnya, Hazna tersenyum kecut memandang Maliq. “Bukankah kemarin aku yang lebih dulu memintamu untuk menemaniku ke acara temanku?" “Aku tidak menjanjikan untuk menemanimu" “Begitukah? Tidak bisakah aku mendapat hak yang sama seperti Tiffany?" “Jangan berlebihan Hazna. Tiffany sedang Hamil, jelas aku akan lebih memilih menemaninya." “Aku juga sedang hamil, jika kau lupa" Belum sempat Maliq menjawab mereka merasakan kehadiran Tiffany. “Ayo Mas kita berangkat, Hazna kami pergi dulu." Ely Faridah | 137 Hazna tersenyum tipis lalu mengangguk. "Ya.. kalian hati-hati." Hazna memandang kepergian mereka dalam diam. Saat ini Hazna sedang berdiri di pojok ballroom gedung pernikahan salah satu temannya. Dia berdiri seorang diri sambil menatap ke arah tengah ruangan yang sedang berkumpul sekelompok pengusaha yang sedang berbincang-bincang. Pandangannya mengarah kearah laki-laki yang sangat dikenalnya, yang saat ini sedang memeluk pinggul wanita disampingnya. Ya, mereka adalah Maliq dan Tiffany. Ternyata Tiffany juga diundang di pernikahan ini. Miris, saat sadar bahwa mereka mendapat undangan dari orang yang sama. Tapi Maligq lebih memilih mengantar Tiffany ketimbang dirinya. Tiba-tiba sekujur tubuh Hazna merinding merasakan kedatangan seseorang dibelakangnya. Dia memejamkan matanya sejenak. “Harus sesakit apalagi agar kau berhenti untuk bertahan?" Hazna membuka matanya lalu tersenyum kecut. "Mengapa aku harus berhenti?" "Agar kau tidak kesakitan, lihat mereka. Mereka tertawa bahagia tanpa perduli kau yang terluka." Hazna berbalik hendak menjawab tapi tidak ada siapapun di sekitarnya. Hazna memang berada di pojok ruangan jauh dari gerombolan para tamu yang datang. Dia menatap kembali kearah Maliq dan Tiffany sampai pandangannya menangkap' Tiffany yang pergi meninggalkan Maliq dan teman-temannya. Wedding for My Husband | 138 Maliq menoleh kearah samping saat merasakan Tiffany menarik lengannya. “Mas, aku izin ketoilet sebentar. " “Perlu kutemani?" "Tidak perlu, aku hanya sebentar dan akan kembali lagi." Maliq mengangguk sebagai jawaban dan membiarkan Tiffany pergi. Tiffany melangkah menuju kearah toilet. Lorong menuju ke arah toilet wanita sangat sepi hingga membuat Tiffany bergidik takut. Dia mempercepat langkahnya dan masuk kesalah satu bilik toilet. 5 menit kemudian Tiffany keluar dari toilet sambil menunduk mencari handphone yang ada dalam tasnya. Dan begitu dia menemukannya dia mengambilnya lalu mendongak. Tepat setelah itu Tiffany mematung di tempatnya, dia menjatuhkan handphone yang ada di tangannya. Sekujur tubuhnya bergetar karena kaget melihat seseorang yang saat ini berdiri di hadapannya dengan jarak hampir lima langkah. Ketakutan mulai menyerang Tiffany saat melihat dia hanya diam memandang Tiffany. Dan ketakutan itu semakin menjadi saat mendengar ucapan seseorang yang ada di hadapannya. "Lama tidak bertemu Tiffany" Ely Faridah | 139 PART 19 "Mungkin ada beberapa kenangan yang tiba-tiba teringat. tapi semakin kamu mengingatnya semakin rumit kamu masuk dalam alurnya. Karena ada beberapa bagian dalam hidupmu yang kadang tak sengaja terlewati, terlalu jauh untuk kamu kembali, dan terlalu sulit untuk kamu ulangi" -Author- Pagi ini Hazna duduk di ruang tengah sambil memeriksa beberapa tugas mahasiswanya. Disampingnya duduk Tiffany yang menonton tv. Sedangkan Maliq sudah berangkat sejam yang lalu. Setelah setengah jam sibuk memeriksa tugas. Akhirnya Hazna selesai, dia merapikan tumpukan kertas yang berserakan dan hendak bangkit menuju kamarnya. Tapi niatnya terhenti saat melihat Tiffany menatap kosong tv yang menyala. Dia melamun entah memikirkan apa, dan Hazna duduk kembali lebih dekat dengannya. Hazna menyentuh pundak Tiffany dan dia langsung terkaget, ternyata benar dugaannya kalau sejak tadi Tiffany melamun. “Hazna." "Ada apa Tiffany? Aku perhatikan sejak pulang dari acara temanmu semalam, kau lebih banyak diam. apa ada yang mengganggu pikiranmu?" Dia menunduk dan menggeleng pelan tak berani menatap Hazna. "Tidak ada apa-apa Hazna. Aku tidak apa-apa, kau tidak perlu khawatir." Wedding for My Husband | 140 Tiffany mendongak sambil tersenyum pada Hazna. Hazna tahu ada yang mengganjal di pikirannya, tapi Hazna tidak ingin memaksa Tiffany. Hazna melihat Tiffany mengalihkan pandangan kembali kearah tv. Hazna menatapnya lalu menghembuskan nafas perlahan, sebenarnya ada sesuatu ingin Hazna tanyakan pada Tiffany. Tapi Hazna takut akan menyinggungnya. "Tiffany" "Ya?" Tiffany menoleh kearah Hazna lalu menatapku. "Boleh aku bertanya sesuatu padamu?" "Ya, tanyakan saja." “Boleh aku tahu ceritamu dan mantan suamimu?" Hazna memandangnya dan dia meyakini bahwa ada yang berbeda dari ekspresi wajah Tiffany. "Kenapa kau tiba-tiba menanyakan tentang itu Hazna, bukankah sudah aku katakan aku sudah berpisah dengannya." Tiffany terlihat marah dan gelisah diwaktu yang bersamaan, dan Hazna semakin meyakini bahwa ada yang Tiffany sembunyikan. "Hmm... ya sudah baiklah, aku tidak akan memaksamu Tiffany. Aku hanya sekedar ingin tahu, tidak bermaksud ikut campur urusanmu. Dan maaf_ jika pertanyaanku menyinggungmu, kalau begitu aku kekamar dulu." Hazna baru saja ingin bangkit berdiri tapi tiba-tiba Tiffany menggenggam lengannya dan membuat Hazna menoleh lagi kearahnya. "“Duduklah Hazna, ada sesuatu yang ingin aku ceritakan padamu." Ely Faridah | 141 Hazna_ kembali duduk dan menatapnya. Mereka berpandangan, Hazna tahu ada sesuatu yang mungkin sulit untuk Tiffany ceritakan, dan Hazna mencoba sabar menunggunya. "Dulu aku pernah mengalami kecelakaan dan membuat aku koma. Entah berapa lama aku tertidur, yang aku tahu saat aku bangun semua orang menangisiku. Ayah dan Ibu bilang aku mengalami amnesia. Aku tidak tahu bagian mana yang aku lupakan. Karena aku juga masih mengingat namaku, orang tuaku dan beberapa hal lainnya.” Tiffany menatap Hazna dalam-dalam.. "Dan Maliq! Dia adalah orang yang aku cari saat aku terbangun, aku bingung. Aku seperti merasa_ tidak melupakan apapun. Ayah dan ibuku menceritakan penyebab aku kecelakan tapi rasanya semua tidak masuk akal, sampai orang tuaku menceritakan bahwa aku sudah menikah." "Kau tahu Hazna aku sempat menertawakan kenyataan itu, jelas-jelas aku ingat betul bahwa aku masih menjalin hubungan dengan Malig, lalu bagaimana mungkin aku sudah menikah dan bukan Maliq orangnya." "Aku menyangkal kenyataan itu. Walau orang tuaku memberiku beberapa bukti mengenai pernikahanku, tapi aku menganggap bahwa mereka hanya mengarang cerita padaku. Sampai hari itu tiba, beberapa _ polisi mendatangiku hendak menanyakan kronologi kecelakaan yang menimpaku dan mereka mengatakan bahwa suamiku sudah meninggal. Mereka bahkan mengantarkanku ke makam suamiku tapi yang aku rasakan hanya perasaan asing." Wedding for My Husband | 142 “Aku sempat menanyakan mengapa aku bisa menikah dengan laki-laki lain dan bukannya dengan Maliq. Orang tuaku bilang jauh setelah aku berpisah dengan Maliq aku baru bertemu suamiku. Kami kenal cukup lama sampai akhirnya memutuskan untuk menikah, dengan kata lain aku menikah dengannya karena kemauanku sendiri, dan orang tuaku bilang aku dan dia menikah karena kami saling mencintai." Sekujur tubuh Hazna_ merinding mendengar ceritanya. Hazna tidak tahu karena apa, tapi hatinya seperti meyakini satu hal dan dia berharap dugaannya salah. “Lalu apa yang terjadi ?" "Jelas saja aku tidak percaya Hazna. Jika aku mencintainya, kenapa justru hanya suami yang tidak aku ingat." Hazna terdiam ikut membenarkan kata-kata Tiffany. "Dan tadi malam Hazna, aku bertemu seseorang." "Bertemu seseorang, siapa?” Tiffany menggeleng dengan peluh yang bercucuran. “Aku tidak tahu Hazna, aku tidak tahu tapi aku yakin dia masih ada hubungannya dengan masa laluku. Dia bahkan mengenalku dengan baik." “Apa mungkin dia temanmu?" “Aku tidak tahu. aku tidak sempat berkata apa-apa dengannya. Dia pergi tepat saat Maliq menghampiriku, Tapi Hazna aku seperti mengenali wajah laki-laki itu." "Siapa?" "Dia seperti... seperti wajah mantan suamiku Hazna. Aku mengenalinya karena mengingat foto yang diberikan Ibuku." Ely Faridah | 143 Hazna menatap Tiffany yang nampak ketakutan, menggenggam tangannya mencoba_ menyalurkan ketenangan. "Boleh aku tau siapa nama mantan suamimu?" Tiffany menoleh pada Hazna lalu menunduk, sambil bergumam lirih yang masih bisa Hazna dengar. Dan setelah mendengar jawabannya, Hazna seperti ditusukkan sebuah belati tajam tepat di jantungnya. Tubuhnya langsung bergetar mendengar satu nama yang rasanya langsung meruntuhkan dunianya "Namanya Ezra, Ezra Aryandika Kurniawan." Wedding for My Husband | 144 PART 20 "Jika kamu bersembunyi jangan berniat untuk kembali. karena kamu tidak tahu berapa banyak waktu yang dia butuhkan untuk membiasakan hidup tanpa kamu" -author- Hazna keluar kelas setelah mengajar. Tersenyum membalas sapaan para mahasiswa yang berpapasan dengannya. Saat melewati lorong perpustakaan yang sepi, dia melihat seorang /aki-laki yang berada di depan ruangan musik. Ruangan musik memang jarang sekali dipakai. Juga jarang ada yang kesana, karena lokasinya yang jauh dan sepi. Ruangan itu terletak dipojok gedung dekat dengan gudang kampus dan juga halaman belakang kampus. Tiba-tiba dada Hazna berdebar kencang, tangan kirinya yang memegang beberapa jurnal pun_ ikut berkeringat. Laki-laki itu diam disana, menatap Hazna dan tiba- tiba dia berbalik dan pergi menuju kearah halaman belakang kampus. Hazna berlari mengejarnya, mencari keberadaanya yang entah kenapa cepat sekali menghilang. Tapi pandagan Hazna terhenti melihat sosoknya berdiri dekat pintu gudang yang dia yakin setiap orang akan bergidik takut mendatangi tempat ini. Laki-laki itu berdiri membelakangi Hazna dan Hazna melangkah perlahan mendekatinya. Bulu kuduk Hazna merinding saat jaraknya semakin dekat dengan /aki-laki itu. "Mengapa kau mengikutiku?" Ely Faridah | 145 Tanpa berbalik dia bertanya saat langkah Hazna berhenti tepat dua langkah dibelakangnya. Hazna memantapkan hati untuk menatap punggungnya. "Harusnya aku yang bertanya kenapa kau selalu menghantuiku? Apa tujuanmu?" "Aku hanya ingin melihatmu, apa kau tak merindukanku?" "Jangan main-main! Apa kau yang menemui Tiffany malam itu?" Sekilas Hazna melihat jika /aki-laki itu tersenyum sinis saat menolehkan kepalanya kesamping. "Jika iya kenapa?" "Untuk apa?" “Aku ingin mengambil milikku" "Milikkmu, siapa? Tiffany maksudmu? Dia sudah bahagia dengan Maliq kau tahu?" "Ya aku tahu, aku juga mendatanginya." "Untuk apa?" "Untuk mengingatkannya bahwa dia harus bersiap- siap untuk kehilangan" "Cukup! Dengarkan aku, semua ini bukan sebuah permainan. Kau pikir setelah semua yang terjadi kau bisa datang dan pergi sesukamu." Hazna melihat dia mengepalkan kedua tangan yang ada di kedua sisi tubuhnya. Tiba-tiba saja dia berbalik dan menatap Hazna tajam. Hazna mundur dua langkah saat merasakan aura yang membuatnya ingin berlari menjauh saat ini juga, tapi Hazna mencoba bertahan dengan kedua tangan yang juga ikut mengepal. "Kenapa kau membelanya Hazna, kenapa? Kau tahu, Maliq memanfaatkan Tiffany saat Tiffany kehilangan Wedding for My Husband | 146 ingatannya. Saat Tiffany tak ingat pada suaminya. Bahkan Maliq mengatakan bahwa Tiffany di jodohkan paksa oleh orang tuanya, hanya agar Maliq bisa kembali padanya." “Aku tahu, aku tahu semua itu sejak awal. Aku tahu kisah mereka, lalu apa? Apa yang akan kau lakukan? Kau ingin menjadikan itu alasan untuk mengancam Maliq, iya? Lalu apa kau pikir setelah itu Tiffany akan percaya, lalu mencintaimu dan menjadi milikmu?" Hazna_ menunduk dan tersenyum sinis_ lalu mendongak menatap tajam /aki-laki dihadapannya. “Kau tahu, semua tidak akan merubah apapun. Sekalipun kau berteriak bahwa Maliq membohongi Tiffany. Karena apa? Karena bagi Tiffany saat ini, orang yang dia cintai hanyalah Maliq. " "Mengapa kau selalu membelanya Hazna? Mengapa kau selalu memikirkan mereka? Apa yang kau dapatkan? Apa kau bahagia dengan semua ini? Jangan munafik Hazna, aku tahu kau juga tersakiti karena mereka." “Jika iya lalu kenapa? Aku tahu jika semua ini menyakitkan. Tapi aku tetap menjalaninya sesulit apapun jalannya. Sedangkan kau, kemana kau selama ini? Disaat Tiffany membutuhkanmu. Disaat aku dan semua orang mencarimu, kau bersembunyi dan tak terlihat lagi. Dan sekarang saat semua yang telah terjadi kau datang tanpa diundang. Dimana hati dan perasaanmu?" Tiba-tiba Hazna melihat wajahnya berubah sendu, dia melepas kepalan tangannya. "Maafkan aku Hazna, maaf karena aku tidak ada disampingmu saat kau membutuhkanku. Maaf jika aku terlalu lama bersembunyi. Aku hanya terlalu takut untuk Ely Faridah | 147 kembali, aku.. aku hanya tidak ingin kalian bersedih karenaku. Maafkan aku Hazna.. maafkan aku.." Hazna mundur beberapa langkah saat dia melangkah maju hendak menggapainya. Laki-laki itu berhenti ditempatnya saat Hazna memberikan isyarat agar dia tidak melangkah mendekatinya. "Diantara kita jelas tidak ada yang bisa mengulang waktu. Entah itu kau atau pun aku. Tapi setidaknya kita bisa membuat keadaan menjadi lebih baik, jadi aku ingin kau melakukan sesuatu... " Dua hari setelah kejadian di kampus Hazna, hari ini dia sedang berjalan-jalan disebuah mall seorang diri. Hazna berbelanja kebutuhan pribadinya dan hendak membeli susu hamilnya yang sudah habis. Dia berhenti di depan toko perlengkapan bayi. Dan ada sesuatu yang membuatnya tertarik untuk masuk kedalamnya. Memutari barang-barang untuk pelengkapan bayi yang lucu-lucu dan Hazna berhenti pada rak yang memajang sepaket sarung tangan dan kaus kaki dengan motif senada berwarna biru. Hazna Mengambilnya, dan perasaan hangat merasuki hatinya. Hazna mencari sepaket sarung tangan dan kaus kaki yang sama_ seperti yang ada digenggamannya. Tapi tidak ada lagi, hanya ini motif dan warna satu-satunya yang tersisa. Akhirnya Hazna membawanya_ kekasir untuk membayarnya. Dan keluar dari toko itu untuk berjalan- jalan kembali. "Hazna?’ Wedding for My Husband | 148 Hazna menoleh dan mendapati Arga sedang tersenyum padanya “Arga, kau disini?" “Ilya aku sedang ingin makan siang disini dan tak sengaja melihatmu. Sedang apa kau disini dan dimana Maliq?" "Aku hanya sedang berjalan-jalan dan membeli beberapa kebutuhan. Maliq sedang ada dikantornya, Emm.. kau bersama siapa?" Hazna melirik wanita yang bersembunyi dibelakang Arga dan Arga pun terlihat salah tingkah. "Emm, kenalkan Hazna dia Clarissa kekasihku." Hazna menaikkan satu alisnya saat dia mendengar Arga memperkenalkan seorang wanita cantik berpakaian kantor yang disampingnya. Lalu Hazna berjabat tangan dengan Clarissa . “Jangan bilang ini adalah kisah cinta antara bos dan sekertarisnya." Arga menggaruk tengkuknya salah tingkah dan Hazna yakin bahwa tebakannya adalah benar. “Emm... Hazna bagaimana jika kita makan siang bersama?" “Apa tidak akan mengganggu, jika aku ikut makan siang dengan kalian?" “Tidak apa-apa Mba, pasti akan lebih menyenangkan jika kita makan bersama."” Hazna tersenyum saat Clarissa ikut mengajaknya makan bersama mereka. Hazna akhirnya mengangguk untuk mengiyakan dan mereka pun mencari restoran untuk makan siang. Ely Faridah | 149 Banyak yang mereka bicarakan, salah satunya adalah rencana Arga dan Clarissa yang akan menikah tahun depan. Setelah selesai makan siang, Hazna_berjalan berdampingan dengan Clarissa diikuti Arga dibelakang mereka. Mereka menuju di pintu keluar dan Arga memisahkan diri hendak mengambil mobilnya. 15 menit kemudian mobil Arga berhenti tepat di depan Hazna dan Clarissa. Arga menurunkan jendela mobilnya. "Hazna lebih baik kau ikut denganku. Aku akan mengantarmu" Hazna tersenyum lalu menggeleng. "Tidak usah, aku bisa pulang sendiri lagipula aku masih ada sedikit keperluan setelah ini, jadi kalian pulang saja aku tidak apa-apa." "Benar tidak apa-apa mba kami tinggal?" Hazna menoleh kearah Clarissa yang terlihat tidak enak padanya. "Tidak apa-apa Clarissa. Sungguh" Akhirnya setelah mereka berpamitan, dan mobil Arga pergi dari hadapannya, Hazna memutuskan menyeberang jalan. Setelah dari tempat ini Hazna berniat akan berkunjung ke rumah singgah, karena sudah lama sekali rasanya dia tidak kesana. "Haznaaaa!!" Hazna menghentikan langkahnya saat mendengar seseorang berteriak memanggil namanya.Dan tepat saat Hazna menoleh terdengar suara dentuman keras dari belakangnya. Wedding for My Husband | 150 Nafas Hazna seakan terhenti dan jantungnya seakan ditarik paksa dari tempatnya melihat seseorang yang tak jauh dari tempatnya berdiri, tergeletak ditengah jalan dengan darah yang mengalir. Ely Faridah | 151 PART 21 "Dia tidak berharap menjadi satu-satunya wanita yang ada dihidupmu. karena baginya bisa berdiri disampingmu ditengah badai yamg menghantamnya sudah cukup membuatnya tahu, bahwa dia cukup kuat untuk bertahan untukmu" -author- Hazna berlari mengikuti brangkar rumah sakit yang membawa Tiffany yang saat ini sudah tidak sadarkan diri menuju ruang UGD. Tubuhnya bergetar mengikuti langkah para suster yang sudah siaga di depan rumah sakit, setelah Hazna menghubunginya. Ya, seseorang yang mengalami kecelakaan itu adalah Tiffany. Menurut saksi yang melihat kejadian itu beberapa saat sebelum kecelakaan, Tiffany sempat memanggil Hazna dan hendak menyeberang jalan untuk menghampirinya tapi karena tidak memperhatikan jalan dia tidak menyadari ada mobil yang melaju kencang dan berakhir menabrak dirinya. Jujur saja, Hazna phobia akan darah tapi saat ini gamis dan jilbabnya sudah tercampur darah. Hazna mengabaikan rasa mual yang tiba-tiba menyerangnya, dia duduk termenung didepan ruang UGD sesaat setelah Tiffany dibawa masuk oleh tim dokter. Kepala Hazna_ tiba-tiba terasa pusing. Dia menggelengkan kepalanya mencoba untuk tetap sadar. Hazna menyandarkan kepalanya kedinding dibelakangnya untuk mengurangi pusing hebat yang menyerangnya. Wedding for My Husband | 152 Setengah jam berlalu dan dokter akhirnya keluar dari ruang UGD. Hazna bangkit dari duduknya dan menghampiri dokter yang baru saja keluar. “Bagaimana keadaan Tiffany dok?" "Keadaannya kritis. Dia kehilangan banyak darah dan butuh donor darah. Tapi stock darah yang sama dengan Ibu Tiffany sedang habis dirumah sakit ini, selain itu kami akan meminta bantuan dokter kandungan karena Ibu Tiffany mengalami pendarahan hebat." Kaki Hazna langsung lemas mendengar berita yang dokter sampaikan. Hazna tidak tahu bagaimana nanti reaksi Maliq mendengar kabar tentang Tiffany. "Dokter, ambil darah saya saja untuk didonorkan pada Tiffany. Mungkin golongan darah saya sama, tolong dok selamatkan Tiffany." “Tapi bu, saya lihat muka ibu pucat sekali. Apa ibu sakit?" "Tidak dok, tidak apa-apa. Jadi saya mohon biarkan saya mendonorkan darah untuk Tiffany." Dokter sempat berpikir sebelum akhirnya mengangguk. Sebelum mengikuti dokter, Hazna menghubungi Maliq dan menelpon keluarga Maliq untuk memberi kabar tentang kecelakaan yang menimpa Tiffany. Hazna_ melangkah kearah ruang dokter dan melakukan pemeriksaan tapi tiba-tiba saja sang dokter meminta untuk berbicara dengan Hazna. "Mohon maaf sekali Ibu Hazna, Ibu tidak bisa melakukan donor darah karena Ibu sedang dalam keadaan hamil dan kondisi ibu benar-benar sangat lemah." "Tapi kenapa dok? Lalu bagaimana dengan Tiffany?" Ely Faridah | 153 "Maaf Bu, karena banyaknya resiko yang akan dialami pada ibu hamil, itu sebabnya ibu hamil sangat tidak dianjurkan melakukan donor darah karena bisa berakibat fatal pada tumbuh kembang janin bahkan bisa menyebabkan keguguran." Hazna menunduk merasa putus asa sekaligus bimbang. "Lalu bagaimana nasib Tiffany dok?" "Untuk masalah itu ibu tidak perlu khawatir. Saya sudah mencoba meminta bantuan donor darah dari rumah sakit lain dan syukurlah karena ternyata masih ada stock yang akan segera dikirimkan untuk membantu Ibu Tiffany." "Benarkah Dok?" “Ilya Ibu, jadi ibu tidak perlu khawatir lagi. Dan saya berharap ibu bisa menjaga kesehatan ibu. jangan terlalu stress karena itu sangat berpengaruh pada kesehatan Ibu dan juga kehamilan Ibu." "lya dok, saya mengerti. Terimakasih" Hazna keluar dari ruangan dokter, walau tak bisa mendonorkan darahnya tapi setidaknya Hazna bersyukur karena masih ada stock darah yang bisa membantu Tiffany. Hazna mencoba melangkah untuk kembali keruangan Tiffany berada, tapi tiba-tiba pandangannya mengabur, semua seakan berputar. Dan sekilas Hazna melihat Mamah Maliq melangkah kearahnya sebelum pandangannya berubah gelap. Hazna membuka mata perlahan saat samar-samar mendengar seseorang menangis. Bau obat langsung tercium olehnya dan baru dia sadari bahwa dia sedang berbaring di ranjang rumah sakit dan tangannya pun dipasangi selang infus. Wedding for My Husband | 154 “Haz...na" Hazna menoleh kearah kanan dan mendapati Mamah Maliq sedang menangis disamping Papah mertuanya. Hazna tersenyum menatapnya. “Mah.." "Kenapa kamu seperti ini nak, kenapa? Kenapa kamu menutupi kehamilan kamu dari kami Hazna?" Hazna_ tertegunmendengar penuturan Mamah Maliq. Dia tidak menyangka bahwa mertuanya itu akan tahu kehamilannya secepat ini. “Mamah sudah tahu?" “lya, itu pun karena mamah tak sengaja tahu jika yang memeriksamu adalah dokter kandungan." "Maafkan Hazna Mah, Hazna tidak berniat menyembunyikan kehamilan Hazna. Hazna hanya berpikir jika waktunya belum tepat untuk mengabarkan kehamilan Hazna" “Apa anak Mamah yang kurang ajar itu tahu bahwa kau sedang hamil?" "Ya, Mas Maliq tahu Hazna bahwa Hazna sedang hamil Mah." "Dia tahu kamu hamil, tapi tidak memberitahukan pada kami. Katakan Hazna, apa Maliq menolak mengakui anak dalam kandunganmu?" “Tidak Mah, tidak. Mas Maliq tidak seperti itu, Hazna yang meminta Mas Maliq untuk tidak lebih dulu memberitahukan soal kehamilan Hazna. Hazna_ ingin memberi kejutan pada Mamah dan Papah" Hazna melihat Mamah mertuanya menatapnya seperti meneliti apakah yang dia katakan benar atau tidak. "Baiklah, kali ini Mamah percaya padamu. Sekarang kamu jaga kandunganmu, dan jaga juga kesehatanmu." Ely Faridah | 155 Hazna_ mengangguk dan tersenyum menatap Mamah Maliq. "Aku ingin melihat keadaan Tiffany dan Maliq, Mah." "Untuk apa Hazna? Biarkan mereka mendapat hukuman dari Tuhan karna sudah banyak menyikiti kamu. kamu tidak perlu memikirkan mereka." "Astagfirullah Mah, Mamah tidak boleh berbicara seperti itu. Biar bagaimana pun, Maliq tetap anak Mamah dan Tiffany juga menantu Mamah. Hazna mohon Mah, jangan sampai marahnya Mamah menimbulkan murkanya Allah." Lama berdebat Hazna dengan mertuanya agar dia diizinkan menemui Tiffany, akhirnya Mamah Maliq mengizinkannya untuk pergi keruangan Tiffany. Awalnya Mamah Maliq menyuruhnya menggunakan kursi roda, tapi Hazna memaksa untuk berjalan sendiri. Hazna berjalan dengan langkah perlahan. Dan langkahnya terhenti didepan pintu ruangan Stella. Hazna mengetuk pintu, lalu membukanya saat mendengar jawaban dari dalam sana. "Hazna, kau sudah bangun? Duduklah. Kenapa kau tidak istirahat saja?" "Aku tidak apa-apa Stella, boleh aku tanya kenapa mertuaku bisa sampai tahu kehamilanku?" “Maafkan aku Hazna, tapi saat aku memeriksa kondisimu tiba-tiba. ibu =mertuamu = masuk dan menanyakan keadaanmu. Aku tidak mungkin berbohong Hazna, karena ibu mertuamu tahu kalau aku adalah dokter kandungan." "Baiklah tak apa-apa Stella, lalu bagaimana kondisi anakku? " Wedding for My Husband | 156 "Hazna, dengan kondisimu saat ini mengapa kau sempat-sempatnya berpikir ingin mendonorkan darah. Kau tahu, wanita hamil tidak diperbolehkan mendonorkan darah. Akan sangat berbahaya apalagi kondisimu sangat lemah, kau juga kelelahan. Kurangi beban pikiranmu, karena itu sangat berpengaruh pada janinmu. Dan setelah kita melakukan beberapa pemeriksaan, beberapa waktu yang lalu. Aku dengan sangat terpaksa harus mengatakan ini padamu Hazna, kau terdiagnosa mengalami pre- eklampsia, " “Bagaimana bisa Stella?” “Ada beberapa faktor penyebabnya Hazna, selain ini adalah kehamilan pertamamu. Lalu tekanan darahmu yang tinggi kau juga sedang mengandung anak kembar?” “Ke..kembar?” “Ya Hazna, kau mengandung anak kembar” Hazna tidak tahu apa dia harus bahagia atau sedih mendengar kabar ini. Dia mendongak menatap Stella. “Lalu apa yang harus aku lakukan Stella?” “Aku akan memberimu beberapa obat, jangan pikirkan apapun yang membuatmu stress dan sering- seringlah datang untuk berkonsultasi.” Hazna mengangguk tanda mengerti. “Aku akan mengikuti saranmu Stella, dan apa kau tahu keadaan Tiffany?" Hazna melihat ekspresi wajah Stella berubah. Dia menghembuskan nafas perlahan. "Ya aku tahu, kebetulan tadi dokter bagian UGD memintaku memeriksa kondisi kandungannya." "Lalu bagaimana, Tiffany dan kandungannya baik- baik saja bukan?" Ely Faridah | 157 "Aku belum tahu keadaan Tiffany saat ini tapi yang jelas kandungan Tiffany , tidak bisa diselamatkan." "Ma.. maksudmu Tiffany....." "Ya, Tiffany keguguran Hazna." Hazna termenung menatap stella, sungguh kabar ini benar-benar mengejutkannya. "Aku akan melihat keadaannya!" "Ingat Hazna, jaga kesehatanmu jika kau masih ingin kandunganmu selamat." Hazna mengangguk lalu bangkit dari duduknya. Saat sudah memegang handle pintu Hazna teringat akan sesuatu. Dia berbalik badan dan memandang Stella yang sudah sibuk dengan berkas-berkasnya. "Apa kau mengatakan tentang kondisiku pada keluargaku?" Stella mendongak menatap Hazna dalam diam. "Ingin rasanya mengatakan pada mereka tentangmu Hazna, tapi aku tahu kau tak akan suka jika aku melakukan itu. Aku akan tutup mulut selama kau mau berjanji jika kau akan baik-baik saja." Hazna tersenyum dan mengangguk sekali lagi padanya Stella. "Terima kasih Stella" Hazna keluar dari ruangan Stella dan berjalan menuju kearah ruangan rawat Tiffany berada. Dia masuk kedalam ruangannya dan melihat Tiffany sudah bangun dan sedang menatap langit-langit kamar. Dia tidak tahu dimana Malig, Hazna menghampiri Tiffany yang membuatnya menoleh menatap Hanza. "Hazna" "Kau sudah bangun?" Wedding for My Husband | 158 Tiffany menangis menjadi-jadi sambil memeluk Hazna. “Ampuni aku Hazna.. ampuni aku. Maafkan aku yang telah merusak rumah tanggamu. Aku sudah mengingat semuanya. Aku berdosa Hazna karena menyakitimu dan mengkhianati Ezra." “Apa kau mengingat semuanya?" “Ya Hazna, aku mengingat semuanya Hazna. Dimana Ezra, dimana dia? Kau pasti tahu keberadaannya kan? "Tenang Tiffany, tenangkan dirimu. Aku akan memberi tahumu tentang Ezra, tapi kumohon tenangkan dirimu." Tiba-tiba pintu terbuka dan Hazna mendapati Maliq datang dan melangkah kearah mereka. “Tiffany sayang, kau tidak apa-apa kan? Ya Tuhan, aku sangat mengkhawatirkanmu." "Stop jangan mendekat! Berhenti di situ Maliq." “Ada apa Tiffany, ada apa dengan dirimu?" "Ada apa kau bilang, ADA APA? Aku sudah mengingat semuanya Malig. AKU SUDAH MENGINGAT SEMUANYA. Aku sudah mengingat kau yang dulu mengkhianatiku dan tidur dengan sahabatku dan sekarang kau memanfaatkan aku yang kehilangan ingatanku dan membodohiku agar menikah denganmu. Demi Tuhan Maliq, aku menyesal pernah mengenalmu!" Hati Hazna bagai teriris mendengar setiap perkataan Tiffany. Bahkan dengan fakta yang baru dia ketahui, bahwa ternyata Maliq pernah mengkhianati Tiffany. “Tiffany dengar dulu penjelasanku, aku _ bisa menjelaskan semuanya." "Aku tidak mau mendengar apapun dari lelaki bajingan sepertimu. Aku tidak.. akkhhh.." Ely Faridah | 159 Tiba-tiba Tiffany memegang kepalanya yang diperban seperti kesakitan. "Tiffany kau kenapa? Tiffany jangan buat aku takut." Tanpa menunggu lama, Hazna menekan tombol untuk memanggil dokter bertepatan dengan Tiffany yang tiba-tiba tidak sadarkan diri Dokter datang dan langsung memeriksa keadaan Tiffany. "Maaf Pak Bu, sebaiknya kalian menunggu diluar." "Tapi Pak, saya suaminya.” "Saya tahu Pak, tapi Bapak bisa menunggu diluar agar kami bisa fokus memeriksa isteri Bapak. "Ayo Mas, kita tunggu dulu diluar. Biarkan dokter memeriksa Tiffany." Maliq menatap Hazna dan tanpa berkata apa-apa dia berjalan keluar meninggalkan Hazna dibelakangnya. "Tolong selamatkan saudara saya dok" "Kami akan berusaha sebaik mungkin Bu" Hazna mengangguk dan tanpa banyak bicara lagi Hazna pun keluar dari ruangan itu. Diluar sudah ada kedua orang tua Maliq dan orang tua Tiffany. Mereka duduk dengan wajah gelisah mereka, sedangkan Maliq duduk menjauh dengan kedua tangan menutupi wajahnya, pakaiannya_sudah__terlihat berantakan. Dan Hazna tersenyum miris melihatnya. Sekelibat pemikiran terlintas begitu saja dikepalanya. Mungkinkah Maliq juga akan seperti ini jika Hazna yang berada didalam sana menggantikan Tiffany. Setengah jam berlalu dan mereka semua bangkit dari duduknya saat melihat pintu ruangan Tiffany terbuka. Mereka mendekat kearah dokter. "Bagaimana keadaan isteri saya dok" Wedding for My Husband | 160 "Maafkan saya Pak, dengan berat hati saya harus mengatakan bahwa Ibu Tiffany sudah meninggal akibat parahnya benturan dikepalanya saat kecelakaan. Ditambah dengan luka yang pernah dia alami dibagian yang sama. Dan begitu pun juga dengan kandungannya yang tidak bisa diselamatkan." Hazna mundur dengan limbung mendengar kabar itu. lalu) menoleh_ kearah Maliq yang mematung ditempatnya. Tapi tiba-tiba Maliq maju kearah dokter itu dan menarik kerah kemejanya. “Jangan main-main dengan saya mengenai isteri saya dok, atau dokter akan menyesal." “Maaf pak, tapi kenyataannya Ibu Tiffany istri bapak dan calon anak bapak memang sudah meninggal. Saya dan tim dokter lain sudah mencatat waktu kematiannya." Maliq jatuh berlutut dilantai, menunduk dan menangis. Dan Hazna hanya bisa menatapnya. Mungkin sebagian orang berpikir bahwa_ kepergian Tiffany membawa keberuntungan untuk Hazna, karena dengan begitu Hazna adalah isteri Maliq satu-satunya. Tapi Hazna justru yakin, kenyataannya keadaan akan jauh lebih buruk setelah Tiffany tidak ada. Karena Hazna tahu setelah ini. Maliq akan lebih jauh darinya, dan akan lebih sulit tersentuh olehnya. Ely Faridah | 161 PART 22 "Saat jatuh cinta kamu harus siap menghadapi 2 hal yang akan menyiksamu perlahan-lahan, yaitu: ditinggalkan dan kehilangan." -Author- Hazna menatap para tetangga yang sedang membacakan yasin di rumah orang tua Tiffany. Ini adalah hari ke tujuh sejak meninggalnya Tiffany. Hazna menoleh kearah Maliq yang saat ini menunduk dan diam saja. Hazna cukup mengerti perasaan Maliq, dia sangat terpukul dengan kepergian Tiffany. Hazna tahu betapa cintanya dia pada Tiffany dan calon anaknya. Bahkan saat proses pemakaman pun Maliq menangis tanpa suara, saat melihat Tiffany dan calon anaknya dimakamkan berdampingan. Malam ini Maliq memakai baju kokoh putih dan celana hitam. Dia tidak berbicara apapun sejak mendapati kenyataan bahwa Tiffany meninggal, walau Hazna sudah berusaha untuk mengajaknya berbicara. "Nak Hazna." Hazna menoleh saat merasakan usapan pada pundaknya. "Tante?" Hazna tersenyum saat mendapati Ibu dari Tiffany yang memanggilnya. "Maafkan Tiffany ya nak, maafkan dia karena sudah banyak menyakitimu." Hazna tersenyum sambil mengusap punggung Ibu Tiffany saat melihat matanya berkaca-kaca saat menatapanya. Hazna mencoba tersenyum padanya. Wedding for My Husband | 162 "Tante, Hazna sudah memaafkan Tiffany. Hazna sudah mengikhlaskan semuanya. Bagi Hazna, Tiffany adalah saudara. WHazna_ tidak ingin menghalangi kebahagiaan siapapun, termasuk Maliq dan Tiffany" Ibu Tiffany menggeleng dia menatap Hazna. “Dulu Tiffany memang sangat mencintai Mali. Ibu pikir Maliq juga begitu tapi saat tahu Maliq mengkhianati Tiffany, dia sangat terpukul. Sampai dia bertemu dengan Ezra dan menikah dengannya. Tapi ternyata kebahagian mereka tidak berlangsung lama karena kecelakaan itu Hazna." Tiba-tiba Ibu Tiffany menatap Hazna dengan tatapan yang berbeda. “Hazna, mengenai Ezra tante minta maaf karena..." Hazna menyentuh tangannya untuk menghentikan kata-katanya. “Tante, mengenai Tiffany dan Ezra. Hazna tidak berhak ikut campur. Biar itu jadi cerita mereka. Dan mengenai Tiffany, Maliq maupun Hazna biar itu jadi kenangan kami. Hazna tidak pernah membenci Tiffany, karena dari dia juga Hazna belajar sabar dan ikhlas." “Kamu benar-benar wanita baik Hazna. Beruntung orang-orang yang mengenalmu nak. Bisa kamu ikut tante sebentar, ada yang ingin tante tunjukkan." Hazna terlihat berpikir sesaat sebelum akhirnya mengangguk, sebelum mengikuti langkah Ibu Tiffany, Hazna menoleh kembali kearah Maliq yang saat ini ternyata sedang menatapnya sebelum akhirnya dia mengalihkan pandangannya kearah lain. Hazna mengikuti Ibu Tiffany yang saat ini menuju kelantai atas, dan langkahnya terhenti didepan pintu yang Hazna_ yakini adalah sebuah kamar. Ibu Tiffany Ely Faridah | 163 membukanya perlahan, dan yang pertama kali Hazna rasakan adalah kehampaan. Kamar ini memang kamar pada umumnya, ada ranjang queen size dan segala barang-barang wanita lainnya. Tapi entah kenapa Hazna merasakan sebuah kehampaan, kekosongan dan kesepian? Hazna menoleh kearah Ibu Tiffany yang saat ini menatapnya. "Ini adalah kamar Tiffany, dulu dia meninggalkan kamar ini setelah berpisah dari Malig. Setelah tahu Maliq mengkhianatinya, dia mengurung dirinya dikamar ini berhari-hari bahkan sampai seminggu penuh. Dia tidak mau menemui siapapun, tidak mau makan apapun. Dia menghabiskan waktunya hanya untuk menangis disini. Kami yang khawatir dengan keadaannya_ akhirnya mendobrak paksa pintu kamar dan.. dan keadaannya sungguh memilukkan untuk tante lihat. Dia seperti mayat hidup Hazna. Dia tidak mau _ diajak _berbicara, pandangannya kosong sampai kami harus membawanya ke psikiater. Dan tante sangat bersyukur karena dari sanalah Tiffany tidak sengaja bertemu Ezra. Dia yang membuat Tiffany sembuh dan membuat Tiffany melupakan Maliq." "Semenjak mengenal Ezra, Tiffany memutuskan untuk meninggalkan rumah ini dan pindah ke apartemen dan sampai akhirnya dia menikah dengan Ezra." "Apa itu alasan kenapa dikamar ini tidak ada foto tentang mereka? Karena Tiffany sudah tidak menempati kamar ini la "Ayo ikut Ibu." Tiba-tiba Ibu Tiffany menuntun Hazna kepojok ruangan, kearah sebuah lemari besar. Tapi dia tetap Wedding for My Husband | 164 berjalan kearah samping lemari dan baru Hazna ketahui, bahwa disamping lemari besar itu terdapat sebuah pintu. Ibu Tiffany mengeluarkan sebuah kunci dari kantong bajunya dan membuka pintu itu. Hazna terbelalak kaget melihat isi dari ruangan di dalamnya. Hazna memasuki ruangan itu dengan pandangan menelusuri seisi ruangan. disini tidak ada barang apapun hanya ada berpuluh-puluh foto. Bisa dibilang ini adalah galeri foto. Disini terpajang puluhan foto Tiffany dengan seorang lelaki. Di semua foto yang ada Tiffany nampak sangat bahagia, dia selalu tersenyum. Hazna menuju kearah foto ber-pigura besar yang ada ditengah-tengah puluhan foto. Dan baru Hazna tahu, bahwa itu adalah foto pernikahan Tiffany. Hati Hazna mencelos saat mengetahui siapa mempelai laki-laki yang ada di foto itu. Dan tanpa sadar Hazna bergumam lirih. “Ezra...” Hari berlalu begitu cepat ini sudah sebulan setelah kepergian tiffany dan kehamilan Hazna memasuki bulan ke 7. Semenjak kepergian Tiffany, Maliq jarang pulang ke apartemen dia lebih sering menginap di kantornya. sekalipun pulang dia akan pulang larut malam dan pergi pagi-pagi buta. Hazna hampir tidak bisa bertemu apalagi berbicara dengannya. Maliq menghindari Hazna, dia lebih dingin dari sebelumnya. Dia seperti tidak ingin tersentuh oleh siapapun. Bahkan oleh orang tuanya sendiri. Dan sekarang orang tua Hazna dan orangtua Maliq lebih protektif pada kehamilan Hazna. Mereka melarang Hazna_ untuk kelelahan dan tidak mengizinkannya untuk banyak pikiran. Ely Faridah | 165 Tapi bagaimana pun, Hazna tidak bisa menutup mata dengan kondisi hubungannya dan Maliq. Dia selalu khawatir akan Malig, seperti malam ini dia yang sedang duduk di atas ranjang dengan kepala menyender di kepala ranjang. Jam sudah menunjukkan pukul setengah 1 pagi dan Maliq belum juga pulang. Hazna menutup mata dan tak beberapa lama dua mendengar pintu kamarnya terbuka. Hazna membuka mata dan menoleh kearah pintu dan mendapati Maliq disana yang sedang menatapnya. "Mas..." Maliq berlalu begitu saja kearah lemari dan mengambil baju untuk tidur lalu masuk kekamar mandi. setengah jam berlalu dan Maliq keluar dari kamar mandi dengan baju yang sudah berganti. Tanpa menatap atau berbicara apapun pada Hazna, Maliq langsung berbaring disampingnya dengan posisi membelakangi Hazna. Hazna pun mengikutinya berbaring dengan dia yang menatap punggung Maliq "Mas aku ingin bicara." Tidak ada jawaban tapi Hazna tau kalau Maliq belum tidur. "Aku tahu kau belum tidur Mas, aku tahu sulit bagimu untuk menerima kenyataan ini. Ditinggalkan orang yang kau cintai memang menyakitkan, tapi hidupmu masih panjang. Jangan siksa dirimu seperti ini Mas, aku disini agar kau bisa berbagi kesedihanmu." Lama tidak ada respon dari Maliq, sampai Hazna menyadari bahwa bahunya bergetar. Hati Hazna teriris nyeri melihat Maliq seperti ini. "Dia membenciku, disaat terakhirnya Dia bilang dia membenciku. Aku tahu, aku salah membohonginya. Tapi Wedding for My Husband | 166 aku sangat mencintainya. Aku ingin menebus dosaku dengan membahagiakannya. =‘ Tapi kenapa dia meninggalkanku?" Maliq berbicara_ lirih terdengar menahan tangisnya. Hazna mengelus rambutnya dari belakang saat melihat Maliq meringkuk seperti janin. “Aku mencintainya Hazna, aku mencintainya.." Sambil terus mengusap rambutnya untuk menenangkannya, Hazna menahan sesak di dadanya mendengar Maliq yang terus bergumam bahwa dia mencintai Tiffany sampai tak di sadari dia tertidur. Pagi ini Hazna sudah ada di dalam kelas untuk mengajar. Pagi tadi saat bangun hendak sholat subuh Hazna mendapati ranjang di sebelahnya sudah kosong, entah Maliq berangkat kekantor jam berapa karena tadi malam dia baru tidur jam 1 pagi. Hazna fokus menerangkan materi hari ini didepan kelas yang cukup tenang. Mereka mendengarkan materi yang Hazna sampaikan dengan seksama. Kelas sudah berlangsung lancar sekitar setengah jam sampai tiba-tiba Hazna merasakan nyeri diperutnya. "Bu? Bu Hazna, kenapa Bu?" Para mahasiswanya bergerak mendekati Hazna, saat Hazna_ tiba-tiba menghentikan penjelasannya dan menahan sakit, sambil memeganggi perutnya. Mengabaikan pertanyaan para mahasiswanya, Hazna berjalan tertatih menuju kearah tasnya berada. Dengan tangan kiri yang terus memegangi perutnya. Hazna membongkar tasnya untuk mencari obatnya tapi tidak dia temukan. Dan Hazna baru mengingat bahwa obatnya habis tadi malam dan rencananya sehabis Ely Faridah | 167 mengajar, siang ini Hazna baru akan menemui Stella untuk meminta tambahan obat dan juga memeriksakan kandungannya. "Astagfirullah.." Hazna meremas perutnya saat sakit itu bertambah parah. Dan Hazna tertegun saat menyadari sesuatu. Ketakutan hebat menyerangnya, saat dia melihat darah mengalir dikedua kakinya. Setelah itu semua berubah gelap. Wedding for My Husband | 168 PART 23 "“Sakit memang kehilangan orang yang kita cintai tapi akan lebih sakit saat kamu menyadari, dia pergi dengan meninggalkan rasa benci" -author- Maliq memandang nisan dihadapannya dengan perasaan tak menentu. Ya, ini adalah makam Tiffany dan juga anaknya. Maliq tidak pernah menyangka bahwa mereka akan pergi secepat ini. Maliq akui, dia berdosa pada Tiffany. Dia memanfaatkan Tiffany yang hilang ingatan agar Maliq dapat kembali padanya. Maliq mengabaikan status Tiffany yang masih menjadi istri orang. Jujur saja, Maliq senang saat mengetahui suami Tiffany dinyatakan meninggal dalam kecelakaan itu, karena dengan begitu berarti jalannya untuk kembali pada Tiffany akan semakin mudah. Tapi jangan berpikir jika Maliq yang menjadi penyebab kecelakaan mereka, karena itu tidaklah benar. Dulu saat berpisah dengan Tiffany, Maliq mencoba mengikhlaskannya karena Maliq tahu dia sudah menyakitinya. Maliq membiarkan Tiffany bahagia dengan laki-laki lain karena dia tahu, tak bisa membahagiakan Tiffany. Tapi saat Maliq mendengar bahwa Tiffany dan suaminya mengalami kecelakaan, Maliq langsung mencari tahu keadaan Tiffany. Karena jika boleh jujur, hanya Tiffany wanita yang benar-benar Maliq cintai. Niat awalnya hanya untuk mencari tahu keadaannya tapi semua itu berubah saat Maliq mendengar kabar bahwa Ely Faridah | 169 Tiffany hilang ingatan, dan yang lebih menguntungkannya lagi Tiffany masih mengingat Maliq sebagai kekasihnya. Dan kesempatan itu Maliq gunakan untuk kembali padanya sekaligus menyakiti Hazna. Kalian boleh katakan Maliq jahat. Tapi Demi Tuhan, Maliq tidak punya pikiran sampai menikah dan berpoligami, jika saja Hazna tidak melontarkan kata-kata yang Maliq yakin justru dihindari oleh semua wanita di dunia ini. Bahkan sampai saat ini Maliq tidak mengerti apa yang Hazna pikiran. Dia meminta Maliq berpoligami, dan masih bersikap baik pada Maliq maupun Tiffany. Setelah kepergian Tiffany Maliq bahkan menjauhinya, mengacuhkannya dan tak pernah menganggap_ kehadirannya. Tapi dia tetap disana menunggunya pulang hingga larut malam, dan tetap memasak setiap harinya walau tidak pernah Maliq makan. Ada sedikit perasaan iba dalam hatinya melihat ketegaran Hazna, ditambah saat Maliq menyadari perut Hazna semakin membesar. Tapi Maliq sendiri bingung apa yang harus dia lakukan. Di satu sisi, Maliq ingin memperbaiki hubungannya dengan Hazna. Dan disisi lain egonya mengalahkan segalanya. "Kita bertemu lagi Maliq." Tiba- tiba jantung Maliq berdebar lebih cepat mendengar suara yang familiar di telinganya. Dia mencoba mengendalikan dirinya untuk menutupi tubuhnya yang bergetar. Maliq berbalik dan tepat disana, /aki-laki itu memandang lurus kearah Mali. Laki-laki yang beberapa waktu lalu mendatangi kantornya. "Untuk apa kau disini?" Wedding for My Husband | 170 "Bukankah harusnya aku yang bertanya untuk apa kau disini?" “Aku suaminya jelas aku berhak ada disini." "Haha.. Malig.. Malig... kau masih punya muka untuk mengaku sebagai suaminya, setelah dia mengingat kebrengsekanmu?" “Tutup mulutmu! Biar bagaimana pun aku tetap suami sahnya" "Suami yang dibenci lebih tepatnya. Bagaimana rasanya, dibenci orang yang kau cintai. Menyedihkan bukan? Tapi itu tidak sebanding dengan apa yang menimpa Tiffany juga Hazna, karena ulahmu mereka yang terkena karmanya" “Jangan bawa-bawa Hazna dengan masalah ini. Dia tidak ada hubungannya dengan semua ini." Maliq berbalik hendak pergi sebelum kata-kata /aki- laki itu menghentikannya. "Ada yang ingin aku bicarakan tentang Hazna." “Aku tidak ingin membicarakan apapun tentang dia, karena kau sendiri pun tak mengenalnya." "Apa kau tahu, bahwa Hazna adalah seorang indigo?" Maliq berbalik dan menatap tajam dirinya. "Kau pikir, aku ini bodoh dengan mempercayai kata- katamu. Aku tidak percaya pada hal seperti itu" "Kau boleh tidak percaya dengan kenyataan itu, tapi apa kau tidak pernah berpikir kenapa Hazna_ tidak meninggalkanmu saat dia tahu kau menikah hanya untuk memanfaatkannya. Lalu saat dia malah menyuruhmu menikah dengan Tiffany?" Maliq diam tidak menjawab. Jujur saja, itulah yang selama ini jadi pertanyaan dibenaknya. Ely Faridah | 171 "Kau penasaran bukan? Itu karna sejak awal dia tahu niatmu. Dia tahu kau menikah dengannya hanya untuk mendapat harta warisanmu." Maliq tertegun di tempatnya lalu menggeleng dan tersenyum sinis. "Jangan gila! Jika dari awal dia tahu aku menikahinya hanya untuk memanfaatkannya, dia tidak mungkin mau menikah denganku." "Takdir. Karena dia tahu takdirnya harus ada dihidupmu dan menikah denganmu, dan merasakan sakit karenamu. Dia mungkin bisa menghindari takdirnya tapi dia tahu, dia tetap akan merasakan sakitnya dengan alasan yang sama di waktu yang berbeda." Dan tepat setelah mendengar kata-kata itu, Maliq bagai tertohok tepat di jantungnya. Kata-kata itu sama persis seperti yang pernah Hazna katakan dulu saat Maliq masih bersandiwara menjadi suami yang baik untuknya. "Siapa kau sebenarnya?" Sebelum dia sempat menjawab, _ tiba-tiba handphone yang ada digenggam Maliq berbunyi dan Maliq melihat nama "Papah" ada dipanggilan masuk. perasaan Maliq mulai tidak enak karena bertanya-tanya ada apa Papahnya tiba-tiba menghubunginya. Sebelum Maliq menjawab telepon dari Papahnya, Maliq mendongak kembali untuk melihat /aki-laki tadi tapi dia sudah tidak ada. Maliq mengalihkan pandangan mencari-cari keberadaannya disekitar area pemakaman tapi tidak dia temukan. Handphone Maliq terus berbunyi, menampilkan nama sang Papah. Akhirnya Maliq pun mengangkat panggilannya itu. Wedding for My Husband | 172 "Hall..." "Cepat datang kerumah sakit, Hazna mengalami pendarahan" Belum selesai Maliq menyapa Papahnya, tapi kata- kata yang papah nya ucapkan seperti melumpuhkan tubuhnya. Maliq menjatuhkan handphone nya begitu saja diatas tanah. Tiba-tiba pikirannya kosong dan yang terlintas hanya satu nama. “Hazna" Maliq berlari kearah UGD. Tidak memperdulikan tatapan aneh pengunjung rumah sakit yang melihat penampilannya yang basah kuyup. Setelah menerima telepon dari Papahnya. Dia termenung disana sampai tanpa aba-aba hujan turun dengan lebat menyadarkanya dari pikiran yang berkecambuk dikepalanya. Setelah itu tanpa pikir panjang Maliq langsung pergi menuju rumah sakit. Sambil terus berlari kearah ruang UGD, Maliq dalam hatinya terus meneriakan kata-kata maaf. Dia tidak tahu akan jadi seperti apa dirinya, jika sampai terjadi sesuatu pada Hazna atau pun kandungannya. "Ya Tuhan, jangan lagi kumohon." Hatinya terus berdoa agar tidak terjadi apa-apa pada mereka, Hazna dan juga anak mereka. “Mah, bagaimana keadaan Hazna?" Maliq langsung bertanya pada Mamahnya yang saat ini sedang duduk di depan UGD bersama sang Papah. Mamah Maliq mendongak dan baru Maliq sadari bahwa Mamahnya sedang menangis. Mamah Maliq bangun dari duduknya dan menatap tajam padanya. PLAKK.. Ely Faridah | 173 Maliq merasakan panas pada pipi kirinya dan dia menatap Mamahnya yang terlihat murka. "Untuk apa kamu kesini hah? UNTUK APA? Kamu ingin menyakiti menantu dan calon cucu mamah lagi? lya?" Hati Maliq meringis pilu mendengar sindiran dari Mamahnya. Dia tahu, dia sudah sangat jahat pada Hazna dan kini entah kenapa penyesalan itu mulai terasa dalam dirinya. "Mah.." Belum sempat menjawab kata-kata Mamahnya, Maliq menoleh saat mendengar langkah kaki tergesa-gesa mendekat dan dia melihat seorang dokter wanita juga dua orang suster yang menuju kearah ruang UGD tempat Hazna berada. Raut wajah mereka terlihat tegang bahkan wajah sang dokter sungguh menyedihkan, matanya nampak berkaca-kaca. Mereka masuk kedalam ruangan UGD dan tidak keluar lagi sampai hampir satu) jam lamanya. Maliq mondar mandir dengan gelisah didepan pintu. Pintu terbuka menampilkan wajah dokter yang Maliq lihat tadi. "Keluarga Ibu Hazna?" Malig, dan kedua orang tuanya bergerak mendekati dokter. Orang tua Hazna tidak ada, karena mereka sedang ada di Saudi Arabia, pulang ketempat asal Abi Hazna dan Maliq belum sempat mengabari mereka. "Apa kau yang bernama Maliq? Suami dari Hazna?" Mamah Maliq menoleh dan menatap tajam kearah Maliq. Jantung Maliq makin berdetak tidak karuan dan dia mengangguk perlahan. Wedding for My Husband | 174 “Perkenalkan aku Stella, dokter kandungan Hazna sekaligus sahabatnya." Maliq membalas jabatan tangan dokter Stella dan dia merasakan aura kebencian dari dokter di hadapannya yang ditunjukkan kepadanya. Tapi matanya memerah seperti menahan tangis. “"Langsung keintinya saja. Hazna kehabisan banyak darah, dia mengalami pendarahan hebat dan... dan maaf Maliq, aku tidak bisa menyelamatkan calon anak kalian." Bagai terhantam ribuan batu besar Maliq merasakan sakit di dadanya. Maliq pernah merasakan di posisi ini, bahkan belum sembuh sakitnya. Dan sekarang Maliq harus merasakan sakit yang sama untuk kedua kalinya sampai membuatnya berharap ini semua hanya mimpi belaka. Ely Faridah | 175 PART 24 "Tidak benar-benar ada orang berhati malaikat didunia ini. Termasuk dirinya sendiri. Dia yang sekuat mungkin untuk mempertahakan rumah tangganya tapi tak bisa mengabaikan kehancuran didepan mata" -author- "Hazna?" Hazna membalikan tubuhnya saat mendengar seseorang memanggil namanya dan Hazna melihat dia disana. Laki-laki yang selalu menghantuinya. Tapi ada yang berbeda darinya. Dia menggendong seorang bayi mungil dalam dekapannya. Dan hati Hazna menghangat saat melihat bayi mungil itu memandangnya dengan tatapan polosnya. "Tolong jaga dia" Hazna menatap laki-laki itu, mencoba meminta padanya untuk menjaga bayi mungil dalam dekapannya. “Kenapa tidak kau sendiri yang menjaganya?" Hazna menggeleng pelan dengan mata terus menatap kearah bayi itu. "Aku tidak bisa, tolong jaga dia. Setidaknya sampai waktunya aku menyusul kalian" Hazna membuka mata perlahan menyesuaikan cahaya yang masuk ke matanya. Dia merasakan kebas di sekujur tubuhnya, entah berapa lama dia tertidur disini karna rasanya untuk menggerakan tangan pun sangat sulit. Hazna mengerutkan kening saat merasakan sakit di kepalanya, lalu mengingat apa yang terjadi sebelumnya Wedding for My Husband | 176 dan saat mengingatnya tangan Hazna reflek menyentuh perutnya. Dan yang Hazna rasakan adalah kekosongan. Bagai dihantam bongkahan batu besar tepat di jantungnya saat menyadari sesuatu. Hazna menutup mata sambil meremas kuat dada kirinya saat rasa sesak itu datang. Lalu mencoba menenangkan dirinya yang tiba-tiba bergetar hebat. Hazna membuka mata, menatap langit-langit ruang rawat inap rumah sakit. Memikirkan banyak hal terjadi, dia cukup mengerti apa yang terjadi saat ini dan dia tak perlu merasa penasaran akan hal itu. Hazna tak menangis saat menyadari semua yang telah terjadi karena dia tahu tidak ada gunanya. Malaikat kecilnya telah pergi bahkan sebelum dia sempat melihatnya, Hazna tersenyum getir memikirkan kenyataan ini. Walau dia tau ini akan terjadi tapi entah kenapa, ini terasa benar-benar menyakitkan. Sungguh Hazna merasa ini adalah titik terendah dihidupnya. Bahkan ini lebih menyakitkan dari saat dia tahu, dia dikhianati oleh Maliq dan lebih sakit dari saat dimana dia harus rela membagi suaminya untuk wanita lain. Hazna tetap diam saat menyadari pintu ruang rawat inapnya dibuka seseorang. Dia tidak tahu siapa, tapi dia merasa orang itu mendekat kearahnya. Saat Hazna merasa orang itu berdiri disamping ranjang. Hazna melirik dari ekor matanya dan dia melihatnya disana. Laki-laki yang masih berstatus suaminya. Entah Hazna masih bisa mengakuinya suami atau tidak. Hazna tidak tahu apa yang dia rasakan, dia tidak ingin marah karena kehilangan calon anaknya karena itu sama saja menentang takdir Allah yang lebih mencintai anaknya dan membawanya pergi. Ely Faridah | 177 Hazna_ tidak ingin membenci Maliq karena memperlakukannya seperti ini, karna jelas dari awal Hazna tahu bagaimana perasaan laki-laki itu. Hazna telah mencoba bertahan semampu yang dia bisa, tapi apa Hazna masih bisa baik-baik saja setelah semua ini terjadi. Setelah semua yang dilakukannya pada Hanza, pada calon anak mereka yang telah pergi. "Hazna." Hazna menoleh saat Maliq memanggilnya lirih, Hazna memandangnya, menatap matanya yang dipenuhi kesedihan, kesakitan dan penyesalan. "Ma..maaf... maaf Hazna, kumohon maafkan aku." Maliq menangis menenggelamkan wajahnya ditangan Hazna yang sedang dia genggam. Hazna merasa tangan Maliq bergetar hebat seperti ketakutan. Hazna cukup tahu, bahwa dia masih merasakan sakit akibat kepergian Tiffany dan calon anak mereka. Ditambah kenyataan saat ini calon anak Hazna dan Maliq pun ikut pergi. Walaupun Hazna tidak yakin Maliq merasa kehilangan sepertinya. "Kau tidak salah, jadi tidak perlu meminta maaf." Maliq mendongak menatap Hazna dan Hazna mendapati matanya memerah. "Hazna.." "Bolehkah aku meminta sesuatu padamu?" Hazna memandang jauh kedalam mata Malig, menyelami apa yang laki-laki itu rasakan. "Apapun.. apapun yang kau mau. Aku akan melakukan semuanya yang kau minta" Maliq menatap Hazna sungguh-sunguh. Dan Hazna tahu, Maliq telah menyadari semua kesalahannya. "Aku hanya ingin satu. Selama kita menikah aku tidak pernah meminta sesuatu padamu bukan? Dan aku berjanji ini yang pertama dan terakhir kalinya" Wedding for My Husband | 178 "Ya, katakan Hazna." Maliq menatap Hazna penuh harap. "Aku ingin’ memulai semuanya dari awal denganmu." Hazna memandangi wajah Malig, melihat ekspresi dari wajahnya lalu dia tersenyum tulus pada Hazna. Senyum yang pernah Hazna lihat diawal pernikahan mereka sebelum rahasianya terbongkar. "Ya, ya Hazna kita akan memulainya dari awal. Aku akan berubah menjadi laki-laki yang lebih baik, aku tidak akan menyia-nyiakanmu lagi. Aku berjanji." “Sebelum kita memulai semuanya dari awal. Apa kau bersedia melakukan sesuatu untukku?" Hazna mengalihkan pandangan, menatap langit- langit kamar inapnya sambil menunggu jawabannya dan mengabaikan janji Maliq tadi. “Kau ingin aku melakukan apa?" Dia berbicara dengan lembut sambil mengelus punggung tangan kiri Hazna. Sedangkan Hazna menutup mata sambil menghembuskan nafas perlahan. Dia tahu, mungkin permintaannya ini terdengar bodoh. Apalagi dengan keadaannya yang seperti ini. Tapi Hazna tahu, jika dia dan Maliq ingin bahagia mereka harus melakukan ini. Hazna membuka mata dengan tangan kanan terkepal dibawah selimut. "Ceraikan aku!" Hazna menoleh kearah Maliq yang sekarang berdiri mematung sambil melebarkan matanya, Maliq menatap Hazna dalam-dalam mencari kesungguhan. Dan detik itu juga Hazna meyakini bahwa ini yang terbaik untuk mereka. Ely Faridah | 179 PART 25 "Sesak melihatnya diam tanpa kata. Bernafas tanpa merasa, menangis tanpa air mata. Berteriak tanpa suara. dan dia pun tersiksa tanpa kamu tahu rasanya." -author- Maliq. mendongak menahan _ tangis saat menyaksikan Hazna memandikan bayi mungil yang beratnya bahkan kurang dari 2,5kg itu. Hazna memandikannya dengan lembut, seakan takut menyakiti bayi itu. Kemarin setelah tahu bayinya meninggal dan akan dimakamkan hari ini. Dia memaksa untuk ikut dalam proses pemakaman. Bahkan dia memaksa untuk memandikan dan mengkafani bayi itu sendiri. Maliq menatap Umi Hazna, dan Mamah nya yang sudah menangis sejak tadi. Tapi Hazna? Semenjak perjalanan dari rumah sakit dia sendiri yang memangku bayi yang sudah tidak bernafas itu. Hazna hanya menatap bayinya dalam diam. Tidak ada kata-kata, tidak ada air mata. Setelah memandikan bayinya Hazna menuju ke ruang tengah lalu mengambil kain kafan yang sudah disediakan. Semua pelayat menangis menyaksikan bagaimana Hazna dengan sangat rapi melilitkan kain itu ditubuh kecil bayinya. Jujur saja, Maliq tidak berani menyebut bayi itu sebagai bayi mereka. Maliq malu, setelah sekian banyak dosa yang telah dia lakukan rasanya dia tak pantas menyebut bayi itu sebagai anaknya. Wedding for My Husband | 180 Setelah Hazna selesai, dia menaruh bayinya dan membiarkan para pelayat membacakan doa. Bayi Hazna berjenis kelamin laki-laki dan yang paling miris adalah banyak orang mengatakan dia mirip dengan Maliq. Padahal Maliq ingat, dengan brengseknya dulu dia meminta Hazna mengugurkannya. Ya Allah, laki-laki macam apa dia yang dengan kejamnya menyangkal darah dagingnya sendiri. Saat ini mereka sudah berada didepan liang lahat yang sudah disiapkan untuk memakamkan bayi mereka. Sejak tadi bayi itu dalam ada dekapan Hazna, Maliq bahkan tidak berani mendekatinya. Saat waktunya Pak ustad meminta Hazna menurunkan bayinya keliang lahat, Maliq melihat Hazna menunduk membisikan sesuatu ditelinga bayinya. Lalu Hazna melangkah bukan kearah liang lahat justru dia melangkah kearah Malig. Hazna menatap Maliq dalam- dalam lalu tersenyum tipis. Bahkan hampir tidak terlihat seperti tersenyum. “Apa kau tidak ingin mengucapkan sesuatu pada anak kita?" Maliq diam tidak menjawab lalu menoleh kearah bayi yang sudah menutup matanya dalam dekapan Hazna. "Ini juga anakmu kan mas? Mengapa kau tidak ingin mengucapkan kata-kata terakhir untuknya. Setidaknya sebelum dia tidur ditempat barunya.” Maliq mengangkat kedua tangannya yang tiba-tiba bergetar bermaksud untuk menerima bayi itu. Dan saat bayi itu sudah ada dalam dekapannya, perasaan hangat dan juga sesak bercampur di dadanya. Ya Allah ampuni Maliqg, ampuni dia yang telah dengan tega pernah membencinya, bahkan_berniat Ely Faridah | 181 menyingkirkan bayi tak berdosa ini. Maliq mengamati matanya yang tertutup, hidungnya, bibirnya, alisnya dan bentuk wajahnya. Bahkan bayi itu hampir sama miripnya dengan Maliq saat dia masih bayi dulu. "Nak, maafkan.. maafkan Ayah." Maliq sekuat mungkin menahan air mata yang sudah mengenang dipelupuk matanya. "Boleh aku minta tolong Mas?" Maliq mendongak menatap Hazna yang tidak melepaskan pandangannya dari bayi mereka. "Ya." "Bisakah kau mengantarkannya kedalam sana dan mengadzankan dia untuk pertama dan terakhir kalinya?" Maliq bagai ditampar mendengar penuturannya. Dia diam menatap Hazna. Mampukah Maliq membawa bayi mereka masuk keliang lahat, disaat mendekapnya seperti ini saja membuat tubuhnya bergetar hebat. Tapi melihat Hazna yang memandangnya dengan penuh harap dan juga tatapan lelahnya, akhirnya dia mengangguk pelan. Maliq melangkah dengan langkah berat menuju kearah liang lahat. "Mas." Maliq menghentikan langkahnya dan menoleh kearah Hazna. "Kumohon jangan menangis, jangan tangisi dia Mas." Maliq terdiam dan mengangguk. Dia turun dengan perlahan, dan tepat saat kakinya menyentuh tanah didalam liang lahat. Dia seperti mengantarkan nyawanya sendiri kedalamnya. Maliq meletakkan bayi itu perlahan dan mulai mengadzaninya. Wedding for My Husband | 182 Maliq menyaksikan didepan matanya sendiri untuk yang kedua kalinya anaknya dimakamkan. Dia menatap nama yang ada dipapan nisannya. “DAFFA MALIQ WARDANA" Maliq tersenyum sendu, Hazna bahkan memakaikan namanya dalam penggalan nama anak mereka. Dia dengan jelas mengakui Maliq sebagai ayah dari anaknya. Maliq mengepalkan kedua tangannya saat dia merasa matanya mulai berair. Dan Maliq terkaget saat merasakan sentuhan di lengannya, yang membuatnya lebih kaget adalah saat menoleh Hazna sudah limbung dan hampir jatuh pingsan. Saat ini Maliq menunggu di depan ruang rawat inap Hazna. Sebenarnya Hazna belum boleh banyak beraktifitas, kondisinya menurun drastis saat dia pingsan dipemakaman. Dokter keluar dari ruang rawat inap Hazna. Umi dan Abi Hazna langsung menghampiri sang dokter. “Dok bagaimana kondisi Hazna?" Tanya Umi Hazna dengan tidak sabar. "Jangan buat dia banyak pikiran. Kondisinya sangat lemah, baik fisik dan mentalnya. Jadi saya harap dari pihak keluarga tidak membuat dia tertekan. Saat ini dia sudah sadar dan sudah bisa ditemui." Orang tua Hazna masuk keruang rawat inap Hazna. Maliq yang juga hendak melangkah untuk menuju keruangan Hazna tiba-tiba dicekal oleh Mamahnya. “Mau kemana kamu?" "Maliq ingin keruangan Hazna Mah, Maliq ingin melihat keadaannya." "Tidak perlu!!" Ely Faridah | 183 Maliq mengerutkan kening menatap mamahnya bingung, kenapa_ tiba-tiba Mamahnya_ melarangnya menemui Hazna. "Kenapa?" "Cukup Maliq, cukup kamu jadi penyebab kesakitan Hazna. Mamah tidak mau lagi melihat Hazna menderita. Dia berhak bahagia Maliq." "Maliq tahu Mah, Malig salah. Maliq berdosa pada Hazna tapi Maliq ingin memperbaiki semuanya. Maliq ingin menebus kesalahan Maliq." "Tidak perlu Malig, cukup jauhi Hazna jika kamu ingin melihat hidupnya tenang. Karena apapun yang kamu lakukan, kamu tidak akan bisa menghapuskan rasa sakitnya." Setelah mengatakan itu Mamah Maliq masuk kedalam kamar inap Hazna diikuti Papahnya. Sebelum Papah Maliq melewatinya, dia membisikan kata-kata yang menyadarkan Maliq. "Selalu ada konsekuensi dari setiap tindakan. Ikuti kata Mamahmu, biarkan waktu yang mempertemukan kalian." Maliq memandang seorang wanita berhijab yang saat ini sedang duduk seorang diri di taman rumah sakit. Dia sedang melamun dengan tatapan lurus menatap danau dihadapannya. Ya, dia adalah Hazna. Selama seminggu ini Maliq mengikuti saran Papahnya, menuruti keinginan Mamahnya untuk menjauh dari Hazna sementara. Tapi tidak benar-benar menjauh. Maliq tetap datang ke rumah sakit untuk melihat keadaan Hazna, tentunya Wedding for My Husband | 184 dengan diam-diam. Hazna masih di rumah sakit karena dia masih harus beristirahat. Tapi pagi tadi dokter berkata pada Malig, bahwa secara fisik Hazna sudah membaik dan dia diperbolehkan pulang. Jujur, entah perasaan dari mana tapi beberapa hari tidak mendapati Hazna di apartemen membuatnya merasa_ kehilangan. Terasa ada yang berbeda di apartemen saat tak ada Hazna disana. Dengan perlahan Maliq melangkah mendekat kearah Hazna. Maliq menghampirinya lalu berjongkok di depan Hazna yang masih belum menoleh kearahnya. Hazna masih menatap kearah danau, lalu § Maliq menggenggam tangan kirinya dan membuat Hazna menoleh kearah tangan Maliq yang menggenggam tangannya. Sebelum akhirnya menatap Maliq dan tersenyum padanya. Maliq tidak tahu, wanita baik seperti yang ada dihadapannya ini. Setelah semua yang terjadi dalam hidupnya, dia masih tersenyum seakan semua baik-baik saja. “Hazna" "Ya Mas" Hazna menatap Maliq dalam diam. “Maafkan aku" Hazna_ tersenyum kecil pada Maliq seraya mengangguk pelan. “Aku sudah memaafkanmu Mas, bahkan sebelum kau memintanya." Walau Hazna berulang kali berkata bahwa dia sudah memaafkan Maliq tapi dia tak merasa lega. Justru Maliq gelisah, ada yang mengganjal dalam hatinya, entah apa itu. Ely Faridah | 185 "Apa kau tidak membenciku? Kau tidak ingin menamparku, berteriak padaku atau memukulku? Aku rela kau melakukan semua itu untuk menebus kesalahanku." Hazna_ = menatap = Maliq dalam-dalam —_lalu mengangkat tangannya menuju kepipinya. Bukan untuk menamparnya tapi untuk mengelus pipinya. Tubuh Maliq merinding menerima sentuhannya, Hazna tersenyum kecil. "Kuberikan satu rahasia padamu. Saat kau menyakiti seseorang, biarpun nyawa kau berikan untuk membalas kesalahanmu kau tetap tidak akan menghilangkan kenangan rasa sakitnya. Karena apa? Sesuatu yang pernah kau gores terlalu dalam tidak akan bisa terlihat sesempurna sebelumnya." Maliq terdiam tak berkutik. Benar, apa yang Hazna katakan sangatlah benar. "Aku mungkin punya pilihan untuk memukulmu, menamparmu, memakimu untuk semua yang pernah kau lakukan padaku. Tapi setelah apapun aku membencimu, kenangan itu tidak akan pernah terhapus. Entah dalam ingatanku atau kisah hidupku. Aku mencoba mengikhlaskan yang telah terjadi. Tidak ada gunanya membencimu, toh tidak akan mengembalikan malaikat kecilku padaku." Dan lagi-lagi penyesalan itu menyerap disetiap aliran darahnya bagai racun mematikan. "Apa kau menganggap apa yang terjadi pada calon anak ki..kita adalah karena kesalahanku di masa lalu?" "Dia pergi karena takdir Allah. Tak perduli apapun alasan dibalik semua ini bagiku Allah mengambilnya Wedding for My Husband | 186 karena dia menyayanginya. Dan apa pernah aku menyalahkamu atas semua yang terjadi?" Maliq menggeleng pelan_ lalu§ = menunduk menyembunyikan wajahnya. Sekarang dia mengerti wanita seperti Hazna. Dia adalah wanita baik yang sialnya bertemu dengan laki-laki brengsek seperti Malig. Dan Maliq adalah laki-laki bodoh yang menyia-nyiakan wanita berhati malaikat seperti Hazna. Maliq merasakan elusan lembut dikepalanya saat dia masih tertunduk. “Biar semua berjalan sesuai kehendak Allah Mas, kita hanya perlu berserah diri untuk apapun yang terjadi. Berusaha dan berdoa agar setelah ini semua akan jadi lebih baik lagi." Maliq mendongak menatap Hazna yang tersenyum manis tanpa dibuat-buat. Ya Allah ampuni Malig, ampuni dia yang menyakiti wanita sebaik Hazna. “Hazna.." tle “Permintaanmu kemarin di kamar inap, tidak benar- benar serius bukan?" Hazna langsung terdiam cukup lama, menampilkan ekspresi yang sulit Maliq artikan. Dia mengambil sesuatu dari balik tubuhnya. Sebuah map berwarna cokelat. Tiba-tiba perasaan Maliq gelisah. “Mas, demi Allah aku sudah berusaha semampu yang aku bisa. Tapi kenyataannya aku tak sekuat itu, aku lelah Mas, dan aku rasa waktuku bersamamu cukup sampai disini. Maafkan aku Mas." Hazna_ mengambil tangan kanan Maliq lalu meletakkan amplop cokelat itu, Maliq menatapnya dan Hazna mengangguk pelan. Ely Faridah | 187 Tangan Maliq bergetar membuka amplop itu dengan perlahan, dan rasanya dia ingin berhenti bernafas saat ini juga saat membaca isi kertas dalam amplop itu. "SURAT GUGATAN CERAI" Dan Maliq semakin terasa sesak saat mendengar suara Hazna. "Aku akan menunggumu di pengadilan Mas." Maliq melajutkan mobilnya gila-gilaan, menyalip apapun yang ada di hadapannya. Pikirannya berkecamuk memikirkan setiap ucapan Hazna. Penyesalan menghantui disetiap langkahnya. Apa yang harus Maliq lalukan untuk mempertahankan rumah tangganya. Dulu, Maliq yang ingin sekali berpisah dari Hazna tapi sekarang bahkan setelah Hazna sudah mengurus surat cerai mereka, hati Maliq memberontak tidak terima dengan semua itu. Apa Maliq mulai mencintai Hazna atau ini hanya sebuah rasa bersalah karena dia yang selalu menyakiti Hazna? Maliq benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Dia bahkan tidak fokus pada jalan didepannya. Maliq menambah kecepatannya, mengabaikan klakson dari para pengguna jalan lain. Dan tepat di pertigaan jalan Maliq membanting setir kekiri saat melihat seorang anak kecil menyeberang jalan. Tanpa bisa Maliq hindari dari arah berlawan, mobil hitam melaju di hadapannya. Detik berikutnya terdengar suara yang memekakkan telinga, kepala Maliq membentur setir mobil dan sebelum kesadarannya hilang hanya satu nama yang dia ingat. "Hazna" Wedding for My Husband | 188 PART 26 "Karna saat seseorang pergi tanpa rasa benci itu adalah saat dimana dia sudah merelakan segalanya." -Author- Seminggu semenjak kejadian Maliq kecelakaan, Maliq masih harus dirawat dirumah sakit. Maliq mengalami patah tulang rusuk, dan harus mendapat beberapa jahitan di kepalanya karena terkena serpihan kaca mobil yang pecah. Maliq juga juga mengalami lecet- lecet dibeberapa bagian tubuhnya. Dan selama seminggu itu pula, dia hanya bisa berbaring diranjang rumah sakit. Dia bosan dan sudah tidak betah disini. Tapi ada yang membuat dia terus mengeluh selama seminggu di rumah sakit. Karena Hazna sama sekali tidak menjenguknya. Bahkan menayakan kabarnya pun tidak. Dalam hati Maliq bertanya-tanya apakah Hazna membencinya? Mengapa Hazna_ tak menjenguknya? Karena Maliq yakin Hazna pasti tahu bahwa Maliq kecelakaan. “Mah, apa Hazna akan datang kemari hari i Untuk kesekian kalinya, di pagi hari ini Maliq menanyakan Hazna pada Mamahnya. “Kamu yah, harus berapa kali Mamah bilang kondisi Hazna masih lemas. Dia juga harus banyak beristirahat. Lagi pula untuk apa kamu menanyakan Hazna? Dulu setiap hari dia ada disampingmu tapi tak pernah kamu anggap keberadaannya." Maliq tertunduk sedih, dia tau apa yang Mamahnya katakan adalah benar. Tapi entah kenapa Maliq Ely Faridah | 189 merindukan Hazna. Maliq = menginginkan Hazna disampingnya, setidaknya menemaninya untuk sebentar saja. "Mah, jangan seperti itu. Kasihan Maliq.” Papah Maliq yang sedang membaca koran dan mendengar pembicaraan istri dan anaknya menegur sang istri yang secara tidak langsung menyindir sang anak. Papah Maliq tahu Maliq bersalah, dia pun tak ingin membela anaknya. Dia cukup mengerti perasaan Maliq, setelah kehilangan Tiffany dia harus kehilangan 2 calon anaknya. Belum lagi Hazna yang sedang meminta cerai darinya. Dia tahu sulit berada diposisi Malig, tapi biar bagaimana pun itu akibat kesalahan Maliq sendiri. Melihat selama seminggu anaknya lebih banyak diam dan selalu menanyakan Hazna dan selalu menunggu Hazna datang. Papah Maliq tahu, anaknya sedikit demi sedikit telah sadar dengan perbuatannya. Walau dia sendiri tak tahu apa Maliq sudah terlambat atau belum. Melihat Hazna menantunya, seperti sudah menyerah pada Maliq. "Apa tidak sebaiknya kau beritahu saja pada Maliq Mah?" "Untuk apa Pah? Bukankah apapun yang berhubungan dengan Hazna dia tak akan mau perduli." Maliq menatap kedua orang tuanya bergantian. Dia bingung apa yang sedang orang tuanya katakan. "Mah, Papah tahu Mamah kecewa pada Maliq, tapi apa Mamah tidak melihat selama seminggu ini betapa Maliq mengharapkan kedatangan Hazna?" Mamah Maliq menatap Maliq sendu. Seburuk apapun sikap anaknya selama ini, Maliq tetap anaknya kan? Tetap anak yang benar-benar dicintainya kan? Ibu mana Wedding for My Husband | 190 yang tega melihat anaknya tersiksa. Walaupun dia juga tidak tega melihat Hazna selama ini tersakiti. Walau dia tidak pernah melihat Hazna menangis, walau dia tak pernah mendengar Hazna mengeluh tapi dia cukup tahu betapa Hazna tersiksa dengan semua ini. Dalam lubuk hatinya pun Mamah Malig tak rela, jika suatu hari nanti Maliq dan Hazna harus berpisah. Tapi Mamah Maliq tidak bisa berbuat apa-apa. Terlalu banyak rasa sakit yang sudah Hazna terima selama ini. Wajar saja jika Hazna lelah dan memutuskan untuk menyerah, tapi jika sampai Hazna dan Maliq berpisah dia tahu anaknya akan hancur, dan membayangkan bagaimana nasib anaknya setelah ini tanpa sadar membuat Mamah Maliq menangis. “Mah, Mamah kenapa? Kenapa Mamah menangis?" Mamah Maliq yang berada disamping ranjang tempat Maliq bersandar pun kaget saat anaknya menyentuh lengannya. Mamah Maliq menghapus air matanya lalu menatap Malig. Dia menatap penampilan anaknya yang terlihat pucat, Maliq pun terlihat semakin kurus. Dia tahu, jika saja Hazna ada disini mungkin itu akan jadi obat yang mujarab untuk anaknya. Tapi sayang, jangankan meminta Hazna untuk datang kemari. Bertemu Hazna saja rasanya Mamah Maliq tak sanggup. "Kamu ingin bertemu Hazna?" Mamah Malig bertanya pada anaknya yang dijawab anggukan. Dan Mamah Maliq pun mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Maliq memperhatikan Mamahnya yang mengeluarkan dua buah amplop dari tasnya lalu Ely Faridah | 191 menyerahkan padanya. Maliq menerima amplop itu dengan tatapan bingungnya. "Hazna mengirimkan itu sehari setelah tahu kau kecelakaan. Baca dari amplop yang berwarna putih dahulu. Mamah akan memberimu waktu untuk membacanya. Ayo Pah, kita keluar." Maliq menatap Mamah dan papah nya yang keluar dari ruangannya. Dan dia mengikuti perintah Mamahnya untuk membaca amplop yang berwarna putih lebih dulu. “Untuk: Suamiku. Assalamuaikum wr.wb.... Mas, mungkin ini terlihat lucu, karena aku menitipkan surat untukmu tanpa berani mendatangimu. Maafkan aku, jika aku tidak bisa mendampingimu disaat dukamu. Disaat kau terbaring karena sakitmu. Kau boleh menganggap aku bukan isteri yang baik, bukan seseorang yang pantas kau pertahankan. Aku bukan tidak ingin datang. Hanya saja aku tidak sanggup untuk melihatmu kesakitan. Tapi ketahuilah, doaku tak pernah putus untukmu. Untuk sehatmu, untuk bahagiamu, dan untuk hidupmu. Terima kasih... pernah menjadikanku seorang isteri. Pernah mengucapkan janji suci untukku, dan pernah memberiku kesempatan untuk jadi pendampingmu. Aku tahu sulit untukmu menerima semua kenyataan ini. Kenyataan bahwa wanita yang kau cintai pergi dan menyisahkan aku disini yang tidak pernah kau harapkan kehadirannya. Dulu semua orang berteriak padaku, agar aku meninggalkanmu tapi nyatanya aku tetap memilih Wedding for My Husband | 192 bertahan untukmu. Ini bukan soal cinta, bukan soal aku yang buta sampai tidak tahu bagaimana kau bahagia. Tapi ini tentang sebuah hubungan diantara kita yang dimulai karena takdir yang ada. Aku tahu, dia adalah caramu tertawa, caramu tahu akan cinta. Aku tidak mempermasalahkannya. Aku tidak ingin mengubahnya, aku bahkan membagi tempatku untuknya. Hanya agar aku tahu bahwa kau bisa bahagia walau bukan aku yang jadi alasannya. Jangan ditanya sakitnya, karena aku berdoa bahwa kau tidak akan merasakan hal yang sama. Tapi Allah tahu bahwa akan ada saatnya kita dihadapkan pada waktu berdua. Aku telah mencoba bertahan semampuku, mempertahankan posisiku. Sampai kenyataan menyadarkanku, bahwa aku tidak sekuat itu untuk bertahan disampingmu. Awalnya kupikir tanpa cinta kita tetap bisa mencoba untuk saling menerima, membangun rumah _ tangga dengan tujuan yang sama. Tapi ternyata aku salah, bahkan sejak awal kita punya niat yang berbeda. Jujur saja aku katakan. Aku lelah, aku menyerah, dan aku mengaku kalah. Satu-satunya alasan yang menjadikanku kuat ,kini pergi. Kau tahu, jika saja aku bisa menggantikan tempatnya di surga hanya agar anak kita bisa merasakan indahnya dunia pasti aku akan melakukannya. Tapi ternyata Allah belum mempercayakan dia padaku. Dia mamanggil malaikat kecil kita bahkan saat aku belum sempat menatap matanya. Tapi untuk semua yang pernah terjadi aku berusaha untuk mengikhlaskannya. Berusaha untuk diam tanpa suara, hanya agar tidak ada keluh dalam kata. Ely Faridah | 193 Maafkan aku Mas, jika dalam kebersaman kita banyak hal yang tidak bisa kau terima. Banyak kekuranganku yang jadi alasan kau tak suka dengan keberadaanku. Kurasa cukup sampai disini, aku berharap saat bertemu nanti kita bisa lebih baik dari saat ini. doaku menyertaimu. Wassalamualaikum wr.wb. Salamku.. Hazna Maliq bergetar membaca tulisan tangan Hazna di surat itu. Dia bahkan tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Lalu dia menatap satu amplop cokelat yang tersisa, membukanya dan membaca isinya. Dia makin sesak saat tahu bahwa itu adalah surat panggilan dari pengadilan berkaitan dengan gugatan cerai yang dilayangkan Hazna. Maliq harus memenuhi panggilan itu besok. BESOK!! Ya Allah, dia harus bertemu dengan Hazna besok di pengadilan untuk proses percerainnya. Rasanya bagai mimpi buruk untuk Malig. Dia merobek-robek surat dari pengadilan yang ada digenggamannya. Dan di lain tempat.. Hazna berdiri setelah dia bersimpuh didepan makam Daffa, almarhum anaknya. Dia disana sejak satu jam yang lalu. Berdoa dan juga membersihkan makam Daffa. Wedding for My Husband | 194 "Baik-baik ya nak disana, semoga kamu bahagia. Sampaikan salam Bunda untuk Allah. Bilang pada Allah Bunda titip Daffa. " “Lalu kapan kau akan menyusul kami?" Hazna tercengang mendengar seseorang yang berbicara padanya. Dia berbalik dengan perlahan dan menatap J/aki-laki yang saat ini sedang berdiri tidak jauh darinya, menatapnya dengan menggendong seorang bayi dalam dekapannya. Hazna menatap bayi itu sendu, dia melangkah hendak menggapai bayi itu tapi yang ada laki-laki itu semakin menjauhi Hazna. "Kapan kau akan menyusul kami?" "Secepatnya. Secepatnya aku akan menyusul kalian." Hazna menjawab dengan mantap sambil menatap laki-laki itu dan dibalas /aki-laki itu dengan senyuman. Ely Faridah | 195 PART 21 “Untuk laki-laki yang bergelar suami. Di memang tidak tahu apa-apa tentang perasaan. Tapi dia cukup mengerti bahwa kehilangan akan selalu sepaket dengan penyesalan." -author- Malam ini Hazna sedang beristirahat diatas kasur queen size nya, memandang ke langit-langit kamar. Hazna memikirkan kabar yang Umi nya berikan seminggu yang lalu, tentang kecelakaan yang Maliq alami dan Hazna belum menjenguknya sampai hari ini. Bukan Hazna tak ingin menjenguknya, hanya saja Hazna takut. Takut tidak bisa untuk melihat Maliq kesakitan dan berakhir untuk kembali padanya. Tapi Hazna sempat mengirim surat untuk Maliq. Hazna telah memikirkan semua ini matang-matang. Memikirkan bahwa tidak ada artinya jika Hazna memaksa untuk melanjutkan rumah tangga mereka. Maliq yang tak bisa menerima Hazna, Maliq yang tak bahagia disamping Hazna. Maliq yang tak pernah ridho dengan kehadirannya. Semua hanya akan menimbulkan kesia-siaan belaka. Hazna telah berjuang, berjuang untuk Malig. Berjuang untuk dirinya, dan berjuang untuk rumah tangga mereka. Berjuang sampai Hazna lupa bagaimana rasanya itu bahagia. Hazna yang selalu berjuang untuk bertahan disamping Maliq. Wedding for My Husband | 196 Tapi ternyata Hazna sudah cukup lelah. Hazna sudah cukup merasa bahwa dia bukan tempat Maliq berpulang, bukan tempat Maliq berbagi keluh kesah. Jika kalian bertanya-tanya mengapa tak dari dulu Hazna meninggalkan Maliq. Mengapa tidak disaat Hazna tahu dia hanya dimanfaatkan. Tidak disaat Maliq mengkhianati Hazna dengan Tiffany. Jawabannya adalah karena Hazna ingin membuktikan pada Maliq, bahwa orang ketiga saja tidak cukup untuk menggoyahkan kepercayaan Hazna pada rumah tangganya. Tidak cukup hebat untuk menghancurkan hubungan yang telah Hazna pertahankan. Tapi nyatanya Hazna salah, dia tidak cukup kuat untuk berjuang sendirian. Itu © sebabnya Hazna memutuskan untuk berpisah dari Maliq. Percayalah ini tidaklah mudah. Karena Hazna yakin bahwa di dunia ini yang ditakutkan oleh semua wanita yang bergelar isteri adalah orang ketiga dan juga perpisahan. Karena Hazna meyakini bahwa ada masa, dimana orang ketiga pasti akan datang. Entah sekarang atau di masa depan. Pikiran Hazna berkelana memikirkan bagaimana keadaan Malig. Besok adalah jadwal sidang perceraian mereka. Apakah Maliq akan datang atau hanya diwakili kuasa hukumnya. Hazna menutup mata dengan punggung tangannya mencoba melepas beban yang sedang bergelayut di kepalanya memikirkan hari esok yang akan jadi penentu masa depannya. Entah hanya Hazna yang merasa atau tidak tapi mengapa malam cepat sekali berlalu. Dan saat ini entah Ely Faridah | 197 bagaimana ceritanya Hazna sudah duduk di ruang pengadilan. Semua sudah_ berkumpul menunggu dimulainya sidang. Mereka sedang menunggu keluarga dari pihak Maliq yang belum juga datang dari setengah jam tepat dari waktu yang seharusnya ditentukan. Orang tua Maliq mengabari Hazna bahwa mereka harus menjemput Maliq di rumah sakit. Perasaan takut itu menyerang Hazna_ kembali. Sambil terus beristigfar dalam hati, Hazna tahu bahwa dia pun ada diruang sidang ini menyaksikan proses perceraiannya. Hazna menoleh kearah pintu melihat kedatangan beberapa orang. Ada orangtua Maliq, dan ada Arga yang sedang mendorong kursi roda yang sedang diduduki seorang lelaki yang sebentar lagi akan berstatus sebagai mantan suami Hazna. Hazna meringis dalam hati melihat keadaan Maliq. Kepala Maliq diperban, begitu pun dengan kaki kanannya. Tangannya pun terdapat banyak goresan yang terlihat jelas dari tempat Hazna duduk. Arga mendorong masuk Maliq dan menempatkan Maliq dibarisan depan tepat diseberang tempat duduk Hazna. Dia menoleh dan menatap Hazna sendu yang dibalas dengan senyum tipis Hazna. Lalu Hazna menoleh kearah Pak hakim yang ada di depan sana sedang membuka acara persidangan ini. "Baiklah kalau begitu, mari kita mulai saja sidang siang ini. ‘Tunggu. Bolehkah saya berbicara dengan suami saya sebentar saja?" Wedding for My Husband | 198 Hazna mendongak menatap Pak hakim yang tampak berpikir lalu mengangguk. “Silahkan Bu Hazna." Hazna tersenyum lalu mengangguk. “Terimakasih Pak" Hazna bangkit dari duduknya dan menghampiri Malig. Berdiri dihadapannya dan pandangan keduanya bertemu. “Assalamualaikum Mas, bagaimana kabarmu?" Maliq menatap Hazna dengan wajah pucatnya. “Tidak pernah lebih buruk dari ini." Hazna —_— tersenyum menatap Maliq, lalu membungkuk untuk mensejajarkan wajah mereka menatap luka yang ada dikepala Maliq dan menyentuh pelan perban yang ada dikepalanya. “Apa ini masih sakit?" Maliq menangkap tangan Hazna yang masih berada di keningnya. "Tidak lebih sakit, dari saat aku tahu bahwa hari ini aku dan isteriku akan berpisah." Hazna menatap Maliq intens dan yang dia dapatkan adalah kesedihan dalam mata lelaki itu. “Aku merindukanmu, Hazna." Perasaan berkecamuk dalam dada Hazna. Dulu Hazna pernah berharap kata-kata itu keluar dari bibirnya. Tapi kenapa Maliq mengucapkan ini disaat hubungan mereka sudah berada diujung tanduk. Hazna menunduk mencium kening Maliq lama, lalu bersimpuh dihadapannya. Maliq menangkup pipi Hazna dan Hazna menutup mata saat Maliq balas mencium keningnya.Membuka mata dan pandangan Hazna bertemu Ely Faridah | 199 dengan Malig. Wajahnya menatap Hazna sendu bahkan matanya sudah memerah. "Tak bisakah kau hentikan ini semua. Aku..aku tak ingin berpisah dengamu." Hazna menatap Maliq dalam-dalam, Ya Allah, kuatkan mereka. Jujur saja Hazna tak kuat melihat Malig seperti ini. Dia yang biasanya terlihat tegas, dengan tatapan tajamnya, saat ini bagai anak kecil yang takut ditinggal orang tuanya. Hazna mengelus pipi Maliq perlahan tanpa memutuskan kontak mata mereka. "Kenapa kau tidak ingin berpisah denganku?" "Aku, aku..." Maliq terlihat bingung untuk menjawab pertanyaan Hazna. Dan Hazna tersenyum tipis lalu menggenggam tangannya. "Selama kau dan hatimu tidak bisa mendapatkan jawaban kenapa kau ingin bersamaku, semua tidak akan berhasil Mas. Kita memulainya dengan salah wajar jika kita gagal. Kita pernah mencoba tapi kenyataannya sia-sia." Maliq mulai berkaca-kaca, dan Hazna_ sekuat mungkin berusaha untuk tidak menangis saat ini. "Maafkan aku Mas, untuk semua salah dan khilafku selama ini. Maaf jika selama ini aku tak bisa menjadi isteri yang baik yang bisa membahagiakanmu. Dan maaf jika hari ini aku memutuskan menyerah untuk berjuang." Maliq menangkup pipi Hazna dan Hazna merasakan tangan Maliq bergetar. "Ma..mafkan aku Hazna. Aku yang seharusnya minta maaf. Maaf karena selalu menyakitimu, karena selalu membuatmu_ terluka. Aku menyesal Hazna, aku menyesal." Hazna mengangguk pelan. Wedding for My Husband | 200 "Ya Mas, aku memaafkanmu. Jaga dirimu baik-baik, jaga sholatmu, jangan lupakan Allah. Dia yang tidak pernah meninggalkanmu disetiap susah dan senangmu." Maliq mengangguk lirih lalu tertunduk. Hazna menatapnya dan menunggunya. Lalu Maliq mendongak menatap Hazna dalam-dalam. Maliq Mengangkat tangan dan meletakkannya di atas kepala Hazna. Hazna menutup matanya menahan sesak didada saat dia tahu inilah saatnya. "Talita Hazna Humaira isteriku. Hari ini, detik ini aku ak..aku menjatuhkan talak tiga kepadamu." Bagai petir menggelegar saat mendengar Maliq menjatuhkan talak pada Hazna dan bersamaan dengan kata-kata itu tanpa sadar setetes air mata jatuh di pipi keduanya. Ely Faridah | 201 PART 28 "Karna seberapa kejam dunia mempermainkan kita. Allah selalu ada dengan segala takdir indahnya " -author- Hazna duduk termenung diruang perpustakaan yang ada dirumahnya. Ini sudah hampir sebulan setelah dia bercerai dari Maliq. Dia mengingat kejadian sebulan yang lalu diruang pengadilan saat Maliq menjatuhkan talak 3 pada Hazna dan membuat semua orang menatap kaget kearahnya. flashback on. Hazna dan Maliq masih menunduk setelah Maliq baru saja menjatuhkan talak pada Hazna. Tanpa disadari keduanya, mereka menangis dalam diam. Tiba-tiba Mamah Maliq bergerak mendekat kearah mereka. "Apa-apaan ini Maliq? Kenapa kamu menjatuhkan talak 3 pada Hazna. Jelas-jelas ini proses perceraian kalian yang pertama. Bagaimana bisa?" Maliq menatap mamahnya lalu menatap Hazna. "Ak..aku, aku sudah menjatuhkan 2 talak pada Hazna." “Jangan bercanda kamu Maliq. Jangan main-main. Ini tidak lucu. " "Maafkan Maliq Mah, kenyataannya Maliq sudah menjatuhkan 2 talak pada Hazna sebelumnya." Mamah Maliq membelalakkan matanya_ tidak percaya. Wedding for My Husband | 202 "Tidak mungkin. Hazna, katakan bahwa semua ini tidak benar" Hazna mendongak menatap Mamah Maliq sendu. Lalu tersenyum miris dan mengangguk lemah. "lya Mah. Mas Maliq sudah menjatuhkan 2 talak pada Hazna sebelumnya." Semua yang ada di ruangan ini terdiam. “Kapan? Kapan Maliq menjatuhkan talak itu?" Hazna menundukkan kepalanya, berat baginya untuk mengatakan ini. Baginya ini aib rumah tangga nya, dia malu saat banyak orang mendengarnya. “Jawab Hazna. Kapan anak mamah menjatuhkan 2 talak sebelumnya?" Hazna bergumam pelan yang ia yakini masih di dengar oleh Mamah Maliq. "6 bulan setelah pernikahan kami dan.. saat tahu Hazna hamil" PLAAKKK.... Hazna menutup mata mendengar suara itu. Dia tahu semua akan jadi rumit saat banyak orang tahu masalah rumah tanggannya ini. Seperti saat ini, saat dia menyaksikan di depan matanya Mamah Maliq menatap Maliq murka setelah menamparnya. "KAMU MENIKAHI TIFFANY KARNA DIA HAMIL ANAK KAMU. DAN SAAT ISTRI SAH KAMU HAMIL KAMU MALAH MENJATUHKAN TALAK PADANYA. DIMANA OTAK KAMU MALIQ.. DIMANA??" Mamah Maliq mengatur nafasnya dengan air matanya yang berlinangan menatap anak nya. Ya Allah, bagaimana=mungkin anak yang selama _ ini dibanggakannya justru menjadi laki-laki brengsek seperti ini. Ely Faridah | 203 "Maaf." “Apa maaf saja cukup untuk menebus kesalahan kamu? Ternyata kamu memang tidak pantas untuk Hazna. Bagus kalian bercerai, setidaknya Hazna bisa mendapat yang lebih baik dari kamu" flashback off. Ya, ini adalah jawaban dari rasa penasaran orang- orang yang ada diruang sidang. Ini adalah rahasia terbesar yang Hazna sembunyikan. Tidak ada yang tahu kenyataan ini, Hazna menyembunyikannya dengan hebat. Saat itu di ruang kerja Maliq saat Hazna mengetahui Maliq hanya memanfaatkannya, Maliq mengucapkan kata cerai untuk Hazna. Bahkan saat itu ada Arga yang menyaksikan bagaimana Maliq dengan mudahnya mengatakan cerai. Dan yang kedua adalah saat tepat dihari pernikahan Maliq dan Tiffany saat diruang ganti. Hazna mengatakan bahwa dia hamil. Dan Maliq dengan teganya memaksa Hazna mengugurkan kandungannya. Bukan hanya sampai disitu. saja, tiba-tiba Maliq untuk ke dua_ kalinya melontarkan kata-kata yang meremukkan Hati Hazna seketika. “Jika kau tak mau mengugurkan kandunganmu. Aku akan ceraikan kau Hazna." Sampai Maliq akhirnya membiarkan Hazna mempertahankan kandungannya dengan syarat dia harus menyembunyikannya dari Tiffany. Setelah menjatuhkan talak 3 itu, Maliq dan Hazna mengikuti proses perceraian di pengadilan. Dan Hazna sudah menyerahkan semua urusannya pada pengacaranya. Begitu pun Maliq yang memang sudah pasrah dengan keputusan Hazna. Wedding for My Husband | 204 Hazna_ tersentak kaget dari lamunannya saat mendengar pintu ruang perpustakaan terbuka. Dia mengambil buku jurnal mengajar dan pura-pura sibuk menulis sesuatu disana. Abi Hazna menatap puteri satu-satunya itu dalam- dalam, lalu menghembuskan nafasnya perlahan. Dia duduk di hadapan Hazna. “Sampai kapan kau akan seperti ini Hazna?" Hazna_ menghentikan gerakan tangannya alu mendongak menatap Abi nya. "Seperti ini bagaimana maksud Abi?" “Jangan mengelak Hazna! Sampai kapan kau akan tenggelam dengan duniamu itu. Bekerja dan bekerja hanya agar kau terlihat baik-baik saja?" Hazna menghembuskan nafasnya perlahan, lalu tersenyun miris. “Lalu Hazna harus bagaimana Abi? Apa Hazna harus menangis, berdiam diri meratapi nasib karena Hazna gagal mempertahankan rumah tangga Hazna. Itu yang Abi inginkan?" “Abi memang tidak ingin kau terpuruk, tapi tidak dengan menutup dirimu dari orang lain seperti ini Hazna. Kau tahu Ummi mengkhawatirkanmu. Ummi tahu kau tersiksa, kau membuatnya cemas dengan sikapmu ini." “Hazna hanya ingin mencoba untuk menghadapi semuanya sendiri. Hazna hanya tidak ingin menangis. Abi yang mengajarkan Hazna untuk tidak meratapi sesuatu yang sudah terjadi. Jujur saja Hazna lelah Bi, Hazna pikir dengan bersikap bahwa Hazna_ baik-baik saja_ bisa membuat Abi dan Ummi tenang." Ely Faridah | 205 "Kau tahu Hazna. Seorang ibu adalah satu-satunya orang yang tahu apa yang kau teriakkan dalam hati. Dia tau perasaamu tanpa kau katakan." Hazna menunduk menahan sesak dalam hati. "Lalu apa yang harus Hazna lakukan?" "Temui Ummi, ceritakan apapun yang kau rasakan. Jadikan dia tempatmu berbagi, setidaknya itu bisa membuatnya merasa bahwa kau masih membutuhkannya.." Hazna turun dari kamar dan bermaksud menemui Ummi nya, dan dia melihat Umminya sedang melamun di ruang tengah. Dia menghampiri Umminya perlahan. “Ummi.." Ummi Hazna menoleh, lalu tersenyum dan memberi isyarat agar Hazna mendekat. "Hazna, kemarilah nak." Hazna menghampiri Ummi dan bersimpuh di hadapannya yang sedang duduk disofa. Hazna menenggelamkan wajahnya dipangkuan Ummi nya. "Maafkan Hazna Ummi. Maafkan Hazna yang bersikap egois, maafkan Hazna yang merasa bahwa Hazna bisa melewati semua seorang diri tanpa memikirkan Ummi dan Abi yang mengkhawatirkan Hazna. Maafkan Hazna, Ummi.." Ummi mengelus kepala Hazna sayang sambil menitikkan air mata. "Ummi sudah memaafkanmu nak, sungguh. hanya saja Ummi ingin kau berbagi dengan Ummi dan Abi. Berbagi sedihmu, Ummi tahu kau tidak baik-baik saja Hazna. Ummi tahu kau terluka, Ummi ingin kau membaginya dengan Ummi. Menangislah, jangan kau tahan. Menangislah jika hatimu menginginkannya." Wedding for My Husband | 206 Lalu sedetik kemudian bahu Hazna bergetar hebat mendengar perkataan Ummi nya. Dia _ tetap menyembunyikan wajahnya dipangkuan Ummi nya dan dalam hati Hazna berbisik lirih. "Ya Allah aku kalah. Maafkan aku Ya Allah, aku mohon izinkan aku menangis. Kali ini saja." Samar-samar Hazna mendengar bahwa Umminya juga menangis. Ini adalah alasan terbesar kenapa Hazna tidak ingin mengungkapkan perasaan nya. Air mata Umminya adalah hal yang paling Hazna hindari, dan saat ini Ummi nya menangis karena dirinya, Karena ikut bersedih dengan nasib nya. Hazna_ melangkahkan kakinya menuju taman kampusnya mengajar dan melihat seorang pria berbalut jas hitam sedang berdiri membelakanginya. “Apa kau sudah lama menungguku?" Maliq barbalik badan dan menemukan Hazna sedang tersenyum kearahnya. “Tidak, baru beberapa menit." Ya, Maliq menemui Hazna dikampusnya. Setelah sebulan bercerai mereka masih menjalin komunikasi dengan baik. Maliq pun kadang menemui Hazna untuk sekedar menanyakan kabar. “Ada apa kau datang kemari?" “Hanya ingin tahu kabarmu, dan sepertinya semakin hari kau semakin cantik." Hazna tertawa kecil mendengar rayuan Maliq, lalu dia menundukkan wajahnya. “Aku baik, bagaimana denganmu?" Ely Faridah | 207 Maliq tersenyum dan mengalihkan pandangannya lurus kearah lapangan basket yang ada disamping taman kampus. "Entahlah, aku sendiri bahkan tidak tahu bagaimana kabarku. Yang jelas sejak hari itu semua berbeda. Faktanya aku tidak baik-baik saja Hazna. Sepertinya Allah sedang menghukumku Hazna." "Jangan mengeluh, hidupmu masih panjang. Kau bisa lebih baik dari ini jika kau mau." "Ya, kau tahu berat rasanya melangkah menuju masa depan Hazna. Masa lalu itu menjeratku. Kenangan betapa buruknya aku dulu selalu menyudutkanku. Membuatku menyesal setiap harinya, membuatku merasa bahwa laki-laki brengsek sepertiku tidak pantas berharap untuk bahagia. Karena aku pun sudah membuat banyak orang terluka." "Sudah pernah kukatakan bukan. Seseorang terluka karena harapan mereka sendiri." Tiba-tiba Maliq menatap Hazna intens, yang membuat Hazna mengerutkan keningnya bingung. "Kenapa?" "Apa aku boleh bertanya sesuatu?"” "Ya, tanyakan saja." Maliq menatap Hazna dalam-dalam "Apa kau pernah mencintaiku?" Hazna pun membalas tatapan Maliq. "Jika yang orang bilang cinta, adalah kita akan berdebar saat bersama dengannya. Maka jawabannya adalah, ya! Aku pernah merasakannya denganmu. Pertama kali dalam hidupku, jantungku berdebar cepat setiap kali bersamamu dan semua itu berhenti tepat Wedding for My Husband | 208 setelah kau menjatuhkan talak ketiga padaku, satu bulan yang lalu." Maliq bagai dihantam sebuah batu besar mendengar pernyataan Hazna. Dia merasakan sesak dalam hatinya. Jadi selama ini saat dia menyakiti Hazna, wanita itu sudah mencintainya. Jadi selama ini, dia melukai Hazna dengan kejamnya. Dan dari sekian lama waktu yang pernah mereka lalui bersama dia baru tahu kenyataan itu saat ini. Saat mereka sudah berpisah dan hanya sedikit kemungkinan mereka bisa kembali bersama. Ya Allah, apa lagi kenyataan yang lebih buruk dari ini, bisakah semua terulang lagi. Bisakah jika dia sadar lebih cepat bahwa betapa sempurnanya wanita dihadapannya ini. Harusnya dia sadar jika dulu dia pernah jadi laki-laki paling beruntung karena memiliki Hazna. Tapi bukankah semua orang tahu, bahwa penyesalan itu datangnya diakhir, dan sekarang Maliq harus merasakan penyesalan itu. Setiap hari menyiksanya, menghantuinya bahkan bisa jadi membunuhnya perlahan lahan. Ely Faridah | 209 PART 29 "Karna penyesalan adalah hukuman paling menyiksa yang akan mengikatmu seumur hidupmu" -Author- "Bundaaaaaaaa.." Hazna menoleh kearah suara yang memanggilnya. Dia tersenyum menatap gadis kecil yang sekarang sudah berdiri disampingnya. "Ada apa Sheina? kenapa kamu teriak-teriak seperti itu nak?" "Hahh hahh.. aduh Bunda, Sheina capek. Sheina tadi lari-lari." Hazna menggelengkan kepalanya menatap gadis bernama Sheina itu. Gadis kecil berusia 6 tahun itu sekarang sudah duduk dikursi sambil mengatur nafasnya. Hazna menuangkan minum lalu menyodorkannya pada sheina . "Ini Sheina minum dulu, baru deh cerita apa yang buat Sheina lari-lari kaya tadi. Kalau Sheina jatuh gimana?" Gadis kecil itu hanya menyengir lebar saat sudah menghabiskan minumannya. "Jadi kenapa Sheina lari-lari begitu?" "Oh ya, Sheina hampir aja lupa. Itu loh Bun, diluar ada Om Maliq mau ketemu Bunda katanya." Hazna_ menaikkan sebelah alisnya mendengar penuturan Sheina. "Om Maliq?" "Ilya Bun, Om Malig. Om Maliq bilang om Maliq baru pulang dari luar negeri Bun. Tadi dia bawa mainan banyak Wedding for My Husband | 210 banget deh Bun, buat Sheina sama temen-temen yang lainnya." Hazna mengangguk-anggukan kepalanya. "Ya sudah, Bunda mau temuin Om Malig dulu, ya sayang." “Okeh, Sheina lanjut main sama temen-temen yang lain yah Bun." “Boleh, tapi ingat sebentar lagi kamu sama yang lain mandi karena udah sore. mengerti?" Sheina mengangguk lalu menunjukkan jempolnya pada Hazna. "Sip Bunda, dadah Bunda. Oh ya bilangin sama Om Maliq yah Bun, sering-sering kesini biar Bundanya Sheina enggak kangen.. haha" “Sheinaaaa!!" Hazna tersenyum menatap gadis kecil itu yang sudah lari karena baru saja menggoda dirinya, lalu menunduk dengan miris. Gadis kecil tadi adalah Sheina Zahwa. Dia adalah salah satu anak Hazna. Bukan! Bukan anak kandung. Lebih tepatnya anak asuh. Apa Hazna pernah bilang bahwa Hazna pernah mendirikan rumah singgah? Setelah 3 bulan berpisah dari Maliq. Hazna sibuk bekerja dan sibuk mendirikan yayasan sosial untuk anak- anak yatim piatu ataupun anak-anak kurang mampu. Anak-anak yang mengikuti bimbingan rumah singgah yang dulu Hazna dan teman-temannya dirikan juga dia pindahkan kemari. Di sebuah rumah yang cukup besar yang dia bangun untuk dijadikan sebuah yayasan. Banyak yang tinggal disini, mulai dari anak yatim piatu atau anak jalanan yang tidak memiliki keluarga, juga Ely Faridah | 211 anak yang ditinggalkan begitu saja oleh orang tuanya. contohnya adalah Sheina. Hazna menemukan Sheina di pasar tradisional di dekat yayasan. Saat itu Sheina berkata bahwa dia dibawa bibinya kepasar dan tiba-tiba dia ditinggalkan begitu saja. Selama seminggu Hazna mencoba mencari tahu tentang keberadaan keluarga Sheina karena Sheina bercerita sejak kecil dia sudah menjadi yatim piatu. Ibu kandungnya meninggal saat melahirkannya dan Ayahnya meninggal saat Sheina berumur 2thn. Seminggu mencari tahu keberadaan bibinya yang diberi tanggung jawab menjaga Sheina, tapi tidak ada tanda-tanda bahwa bibinya berniat mencari Sheina. Akhirnya Sheina, ia jadikan sebagai salah satu anak asuhnya. Semua anak di sini memanggil Hazna dengan sebutan Bunda. Mereka menganggap Hazna_ sebagai Bundanya. Hazna tersadar dari lamunannya saat ingat bahwa Maliq sedang menunggu dirinya di luar. Hazna melangkah keluar untuk menemui Maliq. Maliq memang sering kesini mengunjungi yayasan ini setelah mereka bercerai. Dia pun menjadi donatur tetap sejak pertama kali yayasan ini dibuka. Hazna melihat Maliq duduk dibangku yang ada dihalaman depan yayasan ini. memerhatikan para anak laki-laki yang sedang bermain bola. Hazna pun duduk agak berjauhan dari Maliq. "Maaf menunggu lama " Maliq menoleh saat mendengar suara Hazna lalu tersenyum menatapnya. "Tidak masalah. Apa kau sedang sibuk?" Wedding for My Husband | 212 “Tidak. bukankah kau sedang ada pekerjaan di Jepang." "Sudah selesai. Aku baru saja pulang dan langsung kemari karena merindukan anak-anak.. juga Bunda mereka" Maliq menatap Hazna yang tidak menatapnya. Hazna hanya tersenyum manatap lurus ke arah anak-anak asuhnya. “oh ya? Jadi sekarang kau sudah pintar menggombal rupanya." Maliq tertawa geli mendengar sindiran Hazna. Lalu mereka terdiam sambil memandang anak-anak yang masih bermain sampai suara Hazna memecahkan keheningan diantara mereka. “Aku ingin pamit " Maliq menatap Hazna_ sambil mengerutkan keningnya. “Pamit? Memangnya kau akan kemana?" “Aku mendapat tawaran mengajar di Kairo. Tempat kuliahku dulu." Maliq terdiam sesaat. Jika Hazna ke Kairo, bukankah akan lebih sulit Maliq bertemu dengannya. Tiba-tiba perasaan tidak rela itu muncul dalam benaknya. Tapi Maliq tahu dia tidak berhak melarang Hazna. “Lalu. bagaimana dengan anak-anak? Dengan yayasan ini? Apakah kau tega meninggalkan mereka?" “Banyak temanku yang akan mengurus mereka disini. Mereka anak-anak pintar, aku yakin mereka akan mengerti posisiku." Maliq menghembuskan nafas_ perlahan. Dia menutup mata dan diam-diam mengepalkan tangannya. Ely Faridah | 213 Dia ingin sekali melarang Hazna untuk pergi tapi dia tidak bisa. "Kapan kau akan pergi?" "Besok pagi." "Aku akan mengantarmu ke bandara." Setelah tangisan anak-anak asuhnya yang membuat Hazna harus lebih lama untuk berangkat akhirnya dia ada di sini. Di bandara bersama Maliq untuk menunggu panggilan keberangkatan. "Apa kita akan bertemu lagi?" "Jika Allah mengizinkan, insyaallah kita akan bertemu lagi." Maliq tersenyum miris. Kenapa rasanya berat sekali melepas Hazna pergi. Perasaannya tidak tenang, entah kenapa dia begitu mengkhawatirkan Hazna. Tiba-tiba Hazna mendengar panggilan keberangkatan terdengar. Dia menatap Maliq lalu tersenyum. "Aku rasa aku harus pergi sekarang." "Jaga dirimu baik-baik Hazna. Berjanjilah bahwa kau akan bahagia setelah ini." "Aku meyakini bahwa Allah selalu membuatku bahagia, walau mungkin terkadang aku tidak menyadarinya. Aku pamit, jaga dirimu baik-baik dan semoga suatu saat nanti kita dipertemukan kembali dengan cara yang baik pula. aku pergi, assalamualaikum.." Hazna tersenyum sebelum berbalik pergi. "Walaikumsalam. " Maliq menatap Hazna sendu. Tidak ada pelukan atau kontak fisik yang biasa dilakukan seperti orang lain untuk sebuah salam perpisahan. Karena Maliq tahu Hazna Wedding for My Husband | 214 bukan lagi seseorang yang halal untuknya. Dan mungkin, tidak akan pernah lagi menjadi halal untuknya. Tiba-tiba Maliq melihat Hazna berhenti melangkah di depan tempat pemeriksaan. Hazna mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya bersamaan dengan jatuhnya sebuah amplop. Hazna tak menyadari itu dan langsung masuk melewati ruang pemeriksaan dan tak terlihat lagi oleh Maliq. Maliq melangkah ketempat amplop yang dijatuhkan Hazna tanpa sengaja. Dia mengambil amplop itu, karena rasa penasarannya yang begitu. tinggi © Maliq memberanikan diri membuka amplop itu. Sesaat kemudian dia membelalakan matanya setelah membaca isi dari surat yang ada di amplop itu. Dia menatap kearah tempat yang Hazna masuki dan dia langsung berlari hendak masuk tapi ditahan oleh petugas keamanan. “Maaf Pak, Bapak tidak bisa masuk begitu saja. Apa Bapak punya tiket?" “Pak, saya harus bertemu seseorang Pak. Ini penting pak, dia akan berangkat ke Kairo. tolong izinkan saya masuk." "Maaf pak. Pesawat akan berangkat 5 menit dari sekarang. Dan Bapak tidak bisa masuk karena Bapak tidak memiliki tiket." Lama Maliq berdebat tapi tidak ada Hasil. Dia tetap tidak diperbolehkan masuk dan dia hanya mengundang perhatian dari orang-orang yang ada di bandara karna membuat kehebohan. Akhirnya Maliq menyerah dan memilih pergi dari sana. Sedangkan Hazna, dia hanya tersenyum miris dari balik kaca besar. Menyaksikan Maliq memaksa petugas keamanan untuk bisa diizinkan masuk. Ely Faridah | 215 Dia menunduk menatap tiket yang ada ditangannya. "Maafkan aku Mas, aku menyembunyikannya darimu. Tapi aku berjanji, suatu saat nanti aku akan mempertemukannya denganmu." Lalu Hazna membuang tiket yang ada ditangannya dan mengambil tiket lainnya dalam tasnya lalu masuk menuju pesawat yang akan ditumpanginya. Hazna tahu laki-laki itu sudah menunggunya dalam pesawat. Maliq menjalankan mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata. Setelah tidak diizinkan masuk oleh petugas keamanan bandara, dia langsung pergi menuju rumah orang tua Hazna. Setengah jam kemudian Maliq memarkirkan mobilnya dihalaman rumah orang tua Hazna. Dia langsung masuk karena pintu depan rumah Hazna terbuka lebar, lalu dia berjalan kearah ruang tengah. Dia tahu kebiasaan orang tua Hazna yang sangat suka bersantai diruang tengah. “Assalamualaikum." Benar dugaannya, Ummi Hazna ada diruang tengah sedang menonton tv. "Walaikumsalam. Loh Maliq? Ada apa tiba-tiba datang kemari?" Satu keberuntungan untuk Maliq adalah sejahat apapun dia pada Hazna dulu. Kedua orang tua Hazna tidak pernah membencinya. Sama seperti Hazna yang selalu memaafkannya. Bahkan dia masih boleh memanggil kedua orang tua Hazna dengan sebutan Ummi dan Abi. "Ada yang ingin Maliq bicarakan Ummi, apa Abi ada?" Wedding for My Husband | 216 “Abi diruang kerjanya. Ayo Ummi akan antar kau kesana." Ummi Hazna pun mengantar Maliq ke ruang kerja Abi. Mereka berdiri di depan ruang kerja Abi yang pintunya tidak tertutup rapat, dan mendapati Abi Hazna sedang melamun menatap keluar jendela yang ada di dalam ruang kerjanya. “Assalamualaikum Abi" Abi Hazna membalikan badan dan mendapati isterinya juga Maliq berada dipintu ruang kerjanya. "Maliq? Sedang apa kau disini?" "Maliq ingin berbicara sesuatu dengan Abi." Abi mempersilahkan Malig untuk duduk disofa yang ada diruang kerjanya. “Apa yang ingin kamu bicarakan Maliq?" "Ini tentang Hazna, Abi." “Hazna? Dia sudah pergi pagi tadi Maliq, apa kau tidak tahu?" "Hazna memberitahu Maliq Ummi, karena Maliq sendiri yang mengantarkannya. Tapi yang Maliq ingin tanyakan adalah apa Abi dan Ummi bisa menjelaskan apa maksudnya ini?" Maliq menyerahkan surat yang sejak tadi dia pegang erat. Ummi menatap surat itu dengan tatapan bingung lalu mengambilnya. Ummi Hazna membuka surat itu, Abi yang duduk di sebelah Ummi Hazna pun ikut membaca isi surat itu, lalu setelah itu dia menutup surat yang ternyata adalah surat dari rumah sakit tentang operasi kandungan yang dilakukan Hazna saat anaknya meninggal. Abi dan Ummi — saling = berpandangan talus mengalihkan pandanganya kearah Maliq. “Ya Maliq, apa yang ada disurat ini adalah benar." Ely Faridah | 217 "Jadi? Bagaimana bisa Ummi? Bagaimana bisa Hazna menyembunyikan semua ini dari Maliq. Ya Allah, apa Hazna sangat membenci Malig. Sampai dia tidak mengatakan yang sebenarnya pada Maliq?" "Nak, Hazna tidak membencimu. Dia hanya takut, dia takut kehilangan lagi. Itu sebabnya Hazna menyembunyikannya darimu. Ummi tahu tindakan Hazna memang tidak bisa dibenarkan, tapi Ummi mohon maafkan Hazna.." Maliq mengacak rambutnya frustasi dia menunduk dengan mata memerah. "Abi yakin Hazna pasti akan kembali Maliq. Setidaknya sekarang kamu sudah tahu bahwa kamu tidak benar-benar kehilangan darah dagingmu." Maliq mendongak menatap Abi Hazna yang sekarang menatapnya _— juga. Dia mengalihkan pandangannya saat merasa matanya mulai berair. Tapi pandangan justru tak sengaja melihat dua pigura besar didinding ruang kerja Abi Hazna yang menarik perhatiannya. Maliq bangkit dan melangkah kearah dua pigura besar, dan dia melihat dua foto penikahan. Foto pertama adalah foto pernikahan Maliq dan Hazna, dan foto kedua adalah foto pernikahan Tiffany? Kenapa foto Tiffany ada di ruang kerja Abi Hazna? Dan dia semakin heran saat melihat mempelai laki-laki yang ada di foto pernikahan Tiffany. Itu bukan foto pernikahan Tiffany dan Maliq. Itu adalah foto pernikahan Tiffany dan suami pertama Tiffany. Tiba-tiba perasaan gelisah menyerang dirinya, pertanyaan-pertanyaan muncul dikepalanya. Dan kegelisahan itu makin menjadi saat melihat bingkai foto keluarga Hazna. Disana ada Abi, Ummi, Hazna dan seorang Wedding for My Husband | 218 laki-laki yang sangat Maliq kenali. Dia menoleh cepat kearah Abi dan Ummi Hazna. Ummi Hazna menatap Maliq sendu dan seakan tahu apa yang ada dipikiran Malig, Ummi Hazna mengangguk sebagai jawaban. “lya Maliq, dia adalah anak laki-laki Ummi dan Abi. Dia adalah saudara kembar Hazna." Sedangkan Hazna yang saat ini sudah duduk dalam pesawat sedang menatap bayi yang ada dalam gendongannya sambil tersenyum dan mengelus pipinya, Hazna mencium kening bayi itu lama. “Kau ingin memberi nama dia siapa?" Hazna_ menoleh ke samping kanannya_lalu tersenyum menatap laki-laki yang duduk disampingnya, yang saat ini juga sedang menatapnya. “Namanya DAFFI MALIQ WARDANI. Bagaimana menurutmu, Kak Ezra?" Ely Faridah | 219 PART 30 "Karena pahit sekalipun, masa lalu akan tetap jadi bagian hidupmu dan tidak bisa terhapus sekalipun oleh waktu" -author- "Papah Ezraaaa... huhhh.. huhh.. tunggu Daffi, Daffi cape.... huh.." Seorang anak laki-laki berumur 4 tahun sedang berlari mengejar laki-laki yang tak lain adalah Ezra. Sedangkan Ezra hanya tertawa melihat Daffi yang berlari dengan langkah kecilnya. Dia berlari memasuki sebuah rumah minimalis yang terletak di daerah perkotaan kota Jogja. Ya! 5 tahun yang lalu Hazna tidak pergi ke Kairo untuk mengajar tapi dia pindah ke kota Jogja untuk membesarkan anaknya, Daffi. Kalian mungkin heran mengapa Hazna bisa bersama Ezra, sedangkan yang kalian tahu Ezra sudah meninggal. Kenyataannya adalah setelah kecelakaan yang menimpa Tiffany dan Ezra beberapa tahun lalu yang membuat Tiffany hilang ingatan adalah, Ezra belum meninggal. Dia ditemukan seorang warga lalu langsung dibawa kerumah sakit dan dia dinyatakan koma hampir 2 bulan lamanya. Hazna tahu Ezra yang tak lain adalah Saudara kembarnya belum meninggal. Itu mengapa saat itu Hazna yang sedang berada di Kairo memutuskan untuk tidak pulang ke Indonesia saat keluarganya memutuskan untuk mengadakan tahlil dirumahnya dan menganggap Ezra sudah meninggal. Dari mana Hazna tahu? Selain dari Wedding for My Husband | 220 ikatan batin diantara keduanya, Hazna pun sempat mendapat kabar dari Ezra yang sempat mengirimkan email kepadanya. Tapi Ezra meminta Hazna untuk tidak memberi tahu siapa pun tentang dirinya yang masih hidup. Saat bangun dari koma nya dan dinyatakan sembuh, Ezra pergi menemui Tiffany. Dia ingin menemui isterinya itu tapi ternyata Tiffany tidak mengenalnya bahkan Tiffany berteriak histeris melihat Ezra sebagai orang yang tidak diingatnya tiba-tiba mengaku sebagai suaminya. Akhirnya saat itu Ezra pergi dan menemui dokter yang pernah menangani Tiffany dirumah sakit. Ezra merasa hancur saat dokter mengatakan bahwa Tiffany mengalami amnesia. Sejak saat itu dia tidak lagi menemui Tiffany karna takut akan memperburuk kondisinya. Kedua orang tua Tiffany yang mendapat cerita dari Tiffany bahwa dia bertemu laki-laki yang mengaku sebagai suaminya hanya diam dan menatap sendu Tiffany. Orang tua Tiffany mengira bahwa Tiffany hanya berhalusinasi bertemu dengan Ezra. Karena seperti yang mereka tahu kalau Ezra sudah meninggal. Semenjak saat itu Ezra selalu menemui Hazna ketika la tahu Hazna sudah pulang dari Kairo. Karena Hazna adalah satu-satunya orang yang tahu jika Ezra masih hidup. Mengapa Ezra tidak menemui kedua orang tuanya? Karena dia tidak ingin membuat orang tuanya bertambah sedih melihat kondisinya. Saat itu kondisi Ezra sangatlah memperihatinkan. Kepalanya botak, karena banyak serpihan kaca yang menancap dikepalanya saat kecelakaan yang membuat dokter harus memotong rambutnya. Dia pun harus memakai tongkat untuk menopang kaki kirinya yang patah. Belum lagi lecet yang memenuhi tangan juga wajahnya. Ely Faridah | 221 Dan Ezra tidak akan sanggup menemui orang tuanya dalam keadaan seperti itu. Dan saat ini mereka memutuskan tinggal bersama di kota Jogja. Di sebuah rumah minimalis yang sudah Hazna sewa sekitar 4 tahun yang lalu. Daffi berlari memasuki dapur hendak menemui Hazna. "Bundaaa, papah Ezra curang" Hazna yang sedang memasak didapur menghentikan aktivitasnya lalu menoleh kebawah saat Daffi menarik- narik ujung gamis nya. Hazna berjongkok lalu menatap anaknya. "Papa Ezra curang kenapa hmm?" "Tadi Daffi lomba lari dari taman, sama papah Ezra, ehh sampe di depan rumah Papah Ezra beliin Daffi ice cream terus Daffi makan ice cream nya dulu dong Bun. Ehh papah Ezra tinggalin Daffi terus bilang papah yang menang karena masuk rumah duluan." Hazna_ tersenyum alu menggeleng melihat puteranya mengadu padanya dengan keringat bercucuran dan bibir yang kotor karna noda ice cream. Belum lagi ditambah ekspresinya yang cemberut menandakan dia sedang kesal. "Terus sekarang dimana papah Ezra?" Anaknya bersidekap lalu mengkode Hazna dengan dagunya mengarah keruang tv. "Tuh, lagi tidur di depan sana Bun" "Ya udah ayo kita samperin Papah Ezra, Bunda akan marahin papah karena udah nakalin Daffi" Daffi langsung berbinar mendengar Hazna akan memarahi Ezra. "Ayo Bun!!!" Wedding for My Husband | 222 Daffi menarik tangan Hazna lalu membawanya keruang tv. Mereka melihat Ezra sedang berbaring disofa dengan lengan menutupi matanya. Tiba-tiba Daffi menghentikan langkahnya yang membuat Hazna menatapnya bingung. Daffi meletakkan telunjuknya dibibir, sambil menatap Hazna_ pertanda Hazna harus diam. Daffi berjalan mengendap-endap kearah Ezra lalu dalam hitungan detik dia sudah menduduki perut Ezra. Daffi menggoyang-goyang kan tubuh kecilnya diatas perut Ezra. "Ya Allah Daffi. Kamu mau buat papah sakit ya? " Hazna menahan tawa saat melihat Ezra yang kaget karena ulah Daffi. Selalu seperti ini, mereka selalu saja saling menjahili. “Biarin, salah siapa Papah curangin Daffi. Rasakan pembalasan Daffi. Haha..." "Oke, okeh. Ampun papah kalah, jadi sekarang Daffi turun, oke Daffi jagoan?" Daffi menatap Ezra beberapa saat sebelum akhirnya mengangguk, baru saja dia mengangkat tubuhnya dari atas perut Ezra tiba-tiba saja Ezra membalik posisinya. Dan setelah itu terdengar suara cekikikan dari Daffi karena Ezra menggelitiki perutnya. “Hahahaha... aduhh duhh, ampun papah.. haha Daffi geli...." Hazna_ berbalik kembali menuju dapur untuk meneruskan memasak dan meninggalkan Ezra juga Daffi yang masih asik bercanda. Ely Faridah | 223 Sore ini Hazna duduk dibangku yang berada di taman belakang rumahnya. Dia menoleh saat merasakan bangku disampingnya bergerak. Dia melihat Ezra tersenyum memandang Daffi yang sedang berlari-lari mengejar kelinci. "Kak?" Ezra menoleh kearah Hazna. "ya" "Apa tidak sebaiknya kita pulang saja ke Jakarta?" Ezra menatap intens Hazna mencoba mencari tau apa yang ingin dibicarakan oleh Hazna. "Apa kau sudah siap menemuinya Hazna?" "Aku disini bukan karena tidak siap bertemu dengannya kak, tapi karena disana terlalu§ banyak kenangan yang membutakanku. Menimbulkan penyesalan yang mengusik jiwaku." Hazna_ menatap Ezra dan Hazna_ mencoba membicarakan sesuatu yang mungkin akan jadi topik sensitif untuk mereka. "Kak, maafkan aku, maafkan Maliq" Ezra tersenyum tipis tanpa menoleh dan menatap Hazna dia menghembuskan nafas perlahan. Sejujurnya Ezra tidak ingin lagi membahas masalah ini. Ezra tahu Hazna tidak bersalah bahkan Hazna pun sama tersakiti seperti dirinya. Dan setiap kali menginggat ini, ada rasa marah pada dirinya dan juga pada Maliq. Mengapa disaat Tiffany dalam keadaan tidak sadar dan tidak mengingat dirinya, Maliq justru hadir dan memanfaatkan keadaan Tiffany. Dan Hazna justru membuat mereka bersama dalam ikatan pernikahan. "Sudahlah Hazna, biarkan itu menjadi pembelajaran untuk kita. Aku tahu kau tidak bersalah dan kau juga sama Wedding for My Husband | 224 tersakiti sepertiku. Aku memaafkanmu hanya saja aku tidak terima dengan sikap Maliq padamu dan Tiffany. Dan bolehkah aku bertanya mengapa kau mengizinkan Tiffany dan Maliq menikah?" Tanpa sadar Hazna mencengkram pegangan tangannya pada kursi yang dia duduki. Sebisa mungkin dia tetap memasang ekspresi datarnya menatap lurus kearah taman. “Apa ada pilihan lain selain mengizinkan mereka untuk bersama? Saat aku tahu ternyata suamiku sudah menghamili wanita lain, yang mirisnya adalah kakak iparku sendiri?" "Kenapa kau tidak langsung menceraikannya saat itu?" “Karena jika aku semudah itu menyerah pada rumah tanggaku semua tidak akan lebih baik Kak, selain fakta bahwa aku juga sedang mengandung saat itu, aku tahu jika aku terlalu mudah untuk menyerah Maliq tidak akan pernah sadar. Maliq hanya akan merasa aku tidak cukup kuat untuk menghadapi dia dengan segala sikapnya. Dan dia akan berpikir bahwa apa yang dia lakukan bukanlah sebuah kesalahan yang harus dibenarkan. Satu-satunya jalan untuk bertahan adalah meminta mereka untuk bersama Kak." “Dan apa setelah mereka bersama kau bahagia?" "Bohong Kak, bohong jika aku berkata aku bahagia. Bohong jika aku berkata aku baik-baik saja. Tapi menangis pun tak ada gunanya. Hanya Allah yang menjadi saksi Kak, bagaimana hancurnya aku saat itu. Bagaimana disetiap malamnya aku selalu bersujud lebih lama hanya untuk memohon kekuatan. Saat aku menangis tanpa suara agar tidak ada yang tahu bagaimana sakitnya diriku saat itu." Ely Faridah | 225 Hazna_ mengerjap matanya berulang kali saat merasa matanya berkaca-kaca. Ezra mengusap lembut bahu Hazna. Ezra tahu Hazna adalah wanita hebat yang pernah dia temui didunia ini setelah Ummi nya. Dulu Ezra sempat bertanya-tanya bagaimana bisa Hazna masih bisa tersenyum saat hidupnya seolah dipermainkan oleh takdir. "Apa kau benar-benar memaafkannya Hazna? Maksudku apa kau tidak membenci dia setelah apa yang telah dia lakukan padamu?" Hazna mengangguk dan menatap Ezra. Dia tersenyum tulus dan dengan tenang menjawab pertanyaan Ezra yang membuat kakaknya itu diliputi rasa kagum karena kebaikan Hazna. "Aku memaafkannya Kak, insyaallah aku sudah mengikhlaskan semuanya. Tentang masa lalu yang semoga bisa menjadi pelajaran untukku" "Setelah 4 tahun, apa kau tidak merindukannya?" Hazna menoleh_ kearah Ezra yang berada disampingnya lalu tersenyum miris. Dia kembali memandang Daffi dan bergumam lirih. "Apa aku akan berdosa_ kak, jika aku merindukannya?" "Kenapa harus berdosa?" "Karena dia bukan lagi seseorang yang halal bagiku dan mungkin juga tidak akan pernah lagi menjadi halal untukku" Hazna merasakan elusan pada kepalanya. Dia menoleh dan mendapati Ezra tersenyum lembut padanya. "Kau percaya jika jodoh tidak akan tertukar kan? Jika dia memang jodohmu Allah pasti menyatukan kalian kembali." Wedding for My Husband | 226 Hazna mengangguk lalu tersenyum pada Ezra. “Lalu apa kau juga merindukan Daffa?" Hazna tertegun ditempatnya lalu pandangannya berubah sendu menatap Daffi. “Bagaimana aku tidak merindukannya jika hampir setiap detiknya aku merasakan kehadirannya dalam diri Daffi." 4 tahun yang lalu saat Maliq menemukan surat yang Hazna jatuhkan di bandara sebenarnya itu adalah surat keterangan dari rumah sakit yang menyatakan bahwa Hazna mengandung anak kembar. Dan Maliq yang tidak tahu kenyataan itu hendak masuk kedalam bandara ingin menyusul Hazna untuk menanyakan kebenarannya. Karena jika memang Hazna mengandung anak kembar, mengapa yang dia tahu adalah anaknya hanyalah Daffa yang sudah meninggal? Lalu dimana anaknya yang satu lagi?? Tapi Maliq sudah terlambat. Hazna sudah pergi dan dia yakin Hazna pergi membawa anak mereka. Anak yang bahkan Maliq tidak pernah ketahui keberadaannya. Hazna tersentak saat Ezra memegang tangannya. Hazna menoleh dan mendapati Ezra menatapnya dalam- dalam. "Kita akan kembali ke Jakarta besok jadi bersiaplah Hazna dan heii JAGOAN, SUDAH BERMAIN NYA CEPAT MANDI DAN KITA BERKEMAS!! KITA AKAN BERTEMU KAKEK DAN NENEK DI JAKARTA BESOK!" Ely Faridah | 227 PART 31 "Satu-satunya cara agar kamu bahagia dimasa depan adalah melepaskan masa lalu dan ikhlaskan semua yang pernah membuatmu terluka" -author- Hazna menoleh ke samping kanannya. Menatap Ezra yang sedang menatap ke arah pintu yang ada di hadapan mereka dengan sendu. Saat ini mereka berada di depan pintu rumah orang tua mereka. Hazna tahu Ezra sangat merindukan Abi dan Ummi begitu pula dengan Hazna. Waktu yang begitu lama berlalu tanpa kedua orang tua di samping mereka ditambah dengan status single parent Hazna dalam membesarkan Daffi sendirian. Semua itu tidaklah mudah. Hazna_ bersyukur karena ada Ezra yang menemaninya selama_ ini untuk ikut membantu membesarkan Daffi. Sebenarnya Hazna mengatakan pada kedua orang tuanya bahwa dia tidak berangkat ke Kairo. Tapi Hazna tidak mengatakan dia berada di Jogja. Hazna hanya meminta izin untuk pergi menjauh dari Jakarta. Lebih tepatnya menjauh dari Maliq. Semata-mata karena dia belum siap mempertemukan Malig dengan Daffi. Orang tua mereka memang tahu keberadaan Daffi tapi mereka belum pernah bertemu dengan Daffi. Hazna terpaksa berbohong dengan mengatakan pada orang tuanya bahwa Daffi dibawah pengawasan Stella, dokter kandungannya dulu. Dan hari ini Hazna akan mempertemukan Daffi dan Ezra pada Orang tua mereka. Wedding for My Husband | 228 Hazna tidak tahu bagaimana respon orang tua mereka jika melihat Hazna, Daffi dan Ezra hari ini menemui mereka. Tapi Hazna yakin mereka begitu mengharapkan kedatangannya. Hazna tersadar dari lamunannya saat mendengar suara handle pintu dibuka dari dalam. Hazna dan Ezra saling berpandangan lalu mundur beberapa langkah saat pintu terbuka. “Aduh Abi, ayo cepat! Nanti kita bisa terlambat. Ummi tidak enak dengan..." Hazna melihat Ummi nya mematung didepan pintu yang sudah dibuka menatap Hazna penuh kerinduan, matanya langsung berkaca-kaca. “Haz..Hazna..?" Hazna tersenyum menatap Ummi nya dan detik berikutnya Ummi Hazna langsung memeluk Hazna erat. "Ya Allah nak, kamu pulang Hazna. Ummi rindu sekali padamu" "Hazna juga rindu Ummi." Ummi Hazna menoleh kearah samping dan membelalakan matanya dengan kedua tangan menutup mulutnya seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Ez.. Ezra..?? Ya Allah Abii Cepat kemari Bi. Ya Allah, Hazna. Katakan pada Ummii jika ini hanya mimpi. Katakan bahwa Ummi sedang bermimpi bertemu kakakmu Ezra." Ummi Hazna melangkah mendekati Ezra lalu mencoba menyentuh pipinya detik berikutnya teriakan histeris keluar dari bibirnya disusul suara tangisan. Ely Faridah | 229 "Ezra. Ya Allah nak, kamu masih hidup nak. Ya Allah bagaimana kabarmu? Apa kamu baik-baik saja? Kamu sehat kan nak? Ya Allah Ummi pikir ini hanya mimpi." Ummi Hazna memeluk Ezra erat. keduanya sama- sama menangis dengan haru. Mata Hazna pun juga ikut berkaca-kaca menatap pemandangan di hadapanya. Abi Hazna keluar dari dalam dan langsung mematung ditempatnya melihat isterinya sedang menangis dipelukan Ezra. "Ezra?" Ezra melepaskan pelukan Ummi nya lalu menatap Abi yang berdiri tidak jauh dari tempatnya. "Abi." Ezra berjalan cepat dan langsung memeluk Abi nya. "Ini benar-benar kau Ezra? Ya Allah alhamdulillah ternyata kau masih hidup, nak." Hazna tetap diam menunggu orang tua mereka melepas rindu kepada sang Kakak. "Lebih baik kita masuk kedalam kalian pasti lelah karena perjalanan jauh." Abi Hazna dan Ezra berjalan masuk kedalam rumah diikuti Ummi. Dan Hazna_ merasakan seseorang menggerakan genggaman ditangannya. "Bunda, itu Kakek sama Nenek yah? Kok Daffi enggak diajak masuk sih Bun? Cuma papah Ezra aja yang diajak masuk." Mendengar suara Daffi sontak Abi, Ummi dan Ezra membalikan tubuhnya lalu terbelalak menatap Daffi. "Hazna dia...??" "Ya Ummi dia Daffi. Cucu Ummi dan Abi." Ummi Hazna langsung menggendong Daffi dan memeluknya. Wedding for My Husband | 230 “Kamu Daffi? Cucu Ummi?" Daffi menoleh menatap Hazna yang dibalas Hazna dengan senyuman dan anggukan. “lya nenek, ini Daffi cucu nenek anaknya Bunda yang paling keren." Ummi Hazna tertawa dengan berlinang air mata lalu dia menciumi wajah Daffi yang membuat Daffi tertawa geli. Sedangakan Abi menghampiri Ummi yang masih menggendong Daffi. “Hai cucu kakek." Daffi menoleh kearah Abi Hazna dan tersenyum lebar.. “Hai juga kakek." Abi Hazna menggendong Daffi dan memeluknya meluapkan kebahagiaannya karena_ bertemu_ cucu pertamanya. Mereka berbincang sebentar sampai Ummi menyuruh mereka masuk kedalam rumah. Pagi ini setelah sarapan keluarga Hazna berkumpul diruang tengah. Daffi sedang bermain bersama mbak Sri, asisten rumah tangga yang dipekerjakan Ummi Hazna 2 tahun belakangan ini. Sedangkan Hazna, Ezra dan juga kedua orang tua mereka sedang membicarakan mengenai perihal Ezra yang tidak menemui orang tua mereka setelah bangun dari koma setelah kecelakaan. “Maafkan Ezra Ummi, Abi. Maafkan Ezra yang baru menemui Ummi dan Abi. Bukan Ezra idak ingin pulang. Hanya saja saat itu kondisi Ezra sungguh tidak memungkinkan." Ezra tertunduk saat Ummi nya menanyakan kenapa Ezra tidak langsung pulang setelah kecelakaan itu. Ely Faridah | 231 Lalu Ummi menghela nafas pasrah. "Sudahlah Ezra, Ummi dan Abi sudah memaafkanmu tapi kau harus berjanji tidak akan mengulanginya lagi." Ezra mendongak menatap Ummi nya lalu tersenyum dan mengangguk pelan. "Ilya Ummi, Ezra Janji!" Lalu tiba-tiba saja Ummi menatap kearah Hazna yang sejak tadi hanya diam mendengarkan. "Hazna, Ummi tahu banyak hal yang belum kau ceritakan pada Ummi Tapi Ummi tidak akan memaksa. Ummi hanya ingin memberi tahu kalau malam ini keluarga Maliq mengadakan pesta untuk perusahaannya juga untuk merayakan ulang tahun Maliq.” Hati Hazna tiba-tiba berdebar saat mendengar nama itu disebut. "Lalu?" Diam-diam tangan Hazna terkepal di balik hijab besarnya. Mencoba untuk terlihat biasa saja dihadapan kedua orang tua dan juga Kakaknya. "Lalu apa setelah 4 tahun berlalu kau belum juga ingin mempertemukan Daffi dengan ayahnya?" Hazna diam bingung entah harus menjawab apa. Pikirannya melayang mengingat kejadian 4 tahun yang lalu tepatnya pertemuan terakhirnya dengan Maliq di bandara. Hazna yakin Maliq sudah tahu tentang Daffi dan Hazna berpikir apakah ini waktu yang tepat untuk mempertemukan Daffi dengan ayah kandungnya. "Hazna, Ummi tahu Maliq bukanlah laki-laki yang baik di masa lalu. Ummi juga tahu mungkin kau belum bisa melupakan apa yang pernah terjadi diantara kalian. Tapi Ummi dan Abi tidak pernah mengajarkan anak-anak Ummi untuk menaruh dendam. Jangan pernah taruh kebencian Wedding for My Husband | 232 dalam hatimu, nak. Ikhlaskan Hazna. Ikhlaskan sesulit apapun caranya. Dan Ummi percaya 4 tahun lebih dari cukup untuk memulai semua dari Awal. Jangan menjadi egois untuk Daffi. Dia juga berhak tahu ayah kandungnya." Hazna merasakan kehangatan menyebar dalam hatinya mendengar kata-kata Ummi ditambah sentuhan di tangannya. Dan diam-diam Hazna membenarkan ucapan Ummi nya. Hazna menatap Ummi, Abi dan Kakaknya. Dia tersenyum lalu mengangguk. "lya, Hazna akan mempertemukan Daffi dengan ayahnya." Hazna = memasuki ruangan- besar tempat diadakannya acara ulang tahun perusahaan Maliq juga ulang tahun Malig. Hazna berusaha menekan perasaannya saat dia merasakan jantungnya berdebar cepat. “Bunda, lihat deh! Banyak kue yah? Daffi mau minta boleh?" "Boleh jagoan, ambil saja sesukamu?" Hazna memberi tatapan tajam pada Ezra dan dibalas cengiran lebarnya. "Daffi tidak boleh makan kue terlalu banyak. Nanti Bunda ambilkan dan Daffi ingat untuk apa kita datang kesini?" “Bertemu Ayah dan memberi selamat pada Ayah karena Ayah hari ini ulang tahun, tapi Daffi tidak lihat ayah Bun. Disini banyak sekali orangnya." Hazna tersenyum menatap Daffi yang sekarang sedang mengedarkan pandangannya mencari sosok Ayahnya. Ely Faridah | 233 Lalu tiba-tiba Daffi menatap Hazna sambil menujuk panggung. Hazna yang tidak mengerti maksudnya hanya bisa mengerutkan keningnya. "Bun, Daffi mau naik keatas panggung yah biar lebih gampang cari ayah." Dan belum sempat Hazna menjawabnya Daffi sudah berlari naik keatas panggung. Saat Hazna hendak menyusulnya Ezra menghentikan langkah Hazna. "Biarkan dia, dia sudah besar. Kita hanya perlu mengawasinya dari sini." "Ihh om, Daffi mau pinjem mic nya sebentar. Daffi mau cari Ayah Daffi." Hazna menoleh mendengar suara Daffi yang berteriak dari mic yang seharusnya digunakan pembawa acara. Tapi Hazna tidak melihatnya di atas panggung. Lalu tidak lama kemudian Hazna melihat Daffi berlari kecil ke atas panggung. "Untung aja Daffi dapet mic nya. Dasar om-om pelit, Daffi pinjem sebentar aja enggak boleh." Hazna menahan kesal juga menahan tawa disaat yang bersamaan. Daffi yang sudah berada di depan panggung belum menyadari jika mic yang dia pegang sudah aktif dan semua pasang mata yang ada diruangan itu sudah menatapnya. Dia memukul pelan kepala mic nya dan mencoba berbicara dihadapan mic itu. "Halo tes tes, hihihi. Halo nama aku Daffi. Sekarang Daffi itu sebenarnya lagi bingung cari ayah Daffi yang mana. Orangnya banyak sekali Daffi sampe pusing liatnya. Jadi Daffi mau ucapin disini aja siapa tahu ayah Daffi lihat Daffi disini. Ehem.. Selamat ulang tahun ayah Maliq. Walau Daffi belum ketemu Ayah tapi Bunda bilang Ayah Wedding for My Husband | 234 itu ganteng. Serius Ayah, Bunda bilang begitu. Bunda juga bilang Ayah Daffi Ayah yang hebat, Bunda bilang Daffi enggak boleh jadi anak cengeng juga harus jadi anak pinter biar Ayah bangga. Katanya nanti kalau Daffi udah pinter Ayah bakal nemuin Daffi. Dan sekarang Daffi udah pinter Ayah. Enggak dimandiin Bunda lagi. Daffi udah bisa mandi sendiri. Udah bisa makan sendiri walaupun masih berantakan. Daffi tunggu Ayah datang loh. Daffi sayang Ayah, i love you Ayah." Dan dari sini Hazna dapat melihat Maliq yang berada ditengah ruangan dengan para rekan bisnisnya mematung ditempat nya saat mendengar Daffi mengucapkan kata-kata itu untuknya dari atas panggung. Dia mengerjap tidak percaya bahwa anak laki-laki didepan sana adalah anaknya. Benarkah dia anak dari wanita yang selama ini ditunggu oleh Malig. Benarkah Dia adalah anaknya dan Hazna? Ely Faridah | 235 PART 32 "Sesuatu yang pernah kamu lepaskan dan kamu biarkan pergi tidak akan jadi sama lagi saat dia kembali..." -author- Maliq mematung ditempatnya menatap anak laki- laki diatas panggung yang saat ini sedang berjalan turun. Maliq melangkah cepat kearah anak itu lalu menepuk pundaknya. "Nak?" Daffi membalikkan tubuhnya lalu mengerutkan kening menatap Maliq. "Om panggil Daffi?" "Ilya. Ini A..Ayah nak, Ayah Maliq." Maliq berlutut agar bisa lebih sejajar dengan Daffi. Daffi menatap Maliq lama. Mengamati wajah Maliq yang dipenuhi rambut halus diwajahnya. Semenjak berpisah dari Hazna hidup Maliq kacau. Yang dia pikirkan hanya bekerja dan bekerja. Dia tidak lagi mengurus dirinya. Baginya disetiap diamnya hanya ada wajah Hazna dan wajah anaknya yang telah meninggal. Setiap harinya Maliq dihantui rasa bersalah. Setiap dia pulang kerumah dia selalu mengingat saat dia menyakiti Hazna. Dia seperti melihat kembali Hazna yang sedang kesakitan di tengah malam. Belum lagi jika dia pulang kerumah orang tuanya. Dia seperti mengingat kembali saat dengan teganya dia menyuruh Hazna untuk mengugurkan kandungannya. Semua selalu terbayang dipikirannya seperti kaset rusak. Bahkan karena Maliq yang selalu gelisah dia sempat Wedding for My Husband | 236 pergi ke psikolog. Dan hasilnya sia-sia. Setiap malam dia menangis di kamar apartemennya, mengamuk dan membanting semua barang-barang nya. Dia menangis dan selalu meneriakan kata-kata maaf. Semua_ berlangsung selama hampir setahun perceraiannya dengan Hazna. Sampai akhirnya dia memutuskan mengalihkan pikirannya pada pekerjaan. Dia selalu bekerja dan bekerja. Dia lebih sering menginap di kantor daripada pulang. Dan hari ini di hari ulang tahunnya ada seorang anak yang mengaku sebagi anaknya. Entah keyakinan darimana walau Malig tidak melihat Hazna tapi dia begitu yakin jika anak laki-laki di hadapannya ini adalah benar anaknya. “Bunda dia bener Ayahnya Daffi?" Daffi bertanya pada seseorang di belakang Maliq dan membuat Maliq menoleh ke belakang. Hazna disana menatap Daffi dan Maliq bergantian. “Ha..Hazna?" Hazna tersenyum menatap Maliq. “Assalamualaikum mas. Bagaimana kabarmu?" Maliq mematung, dia hanya diam menatap Hazna yang semakin cantik menurutnya. "Bunda, pasti Om ini bohong kan?" Maliq tersadar menatap Daffi yang saat ini memasang tampang kesalnya. “Bohong apa nak?" “lya, Om ini bohong Bunda. Bunda kan bilang sama Daffi katanya Ayah Maliq itu ganteng, tapi Om ini kan enggak Bun. Tuh lihat Om itu mukanya banyak bulunya. enggak ganteng bunda berarti bukan Ayah Daffi kan Bun?" Maliq melongo menatap Daffi yang mengatakan bahwa dirinya tidak ganteng karena rambut halus yang Ely Faridah | 237 ada di sekitar rahangnya. Ezra yang berada dibelakang Hazna mati-matian menahan tawa karena perkataan Daffi. Sedangkan Hazna terlihat bingung harus menjawab apa. "Nak, Ayah Maliq bukannya tidak ganteng tapi Ayah Maliq hanya lupa bercukur jadi diwajahnya banyak rambut halusnya.” "Bener begitu Bunda?" Daffi terlihat tidak yakin dengan jawaban Bundanya. "Ilya sayang, biar bagaimanapun Ayah Maliq tetep Ayahnya Daffi. Daffi harus hormat sama Ayah enggak boleh nakal. Jadi sekarang minta maaf sama ayah terus kasih salam sama Ayah Maliq." Daffi mengangguk pelan lalu menghampiri Maliq. Daffi memberi kode pada Maliq untuk berjongkok agar mereka bisa sejajar. Maliq pun menuruti keinginan Daffi. "Ayah maafin Daffi yah, udah enggak sopan sama Ayah. Daffi enggak akan kayak gitu lagi." Maliq tersenyum haru menatap Daffi. "Boleh Ayah peluk Daffi?" Daffi mengangguk sambil tersenyum. "Boleh Ayah." Maliq langsung membawa Daffi kepelukannya, lalu Memeluknya erat. Bahkan tanpa disadarinya Maliq meneteskan air matanya. "Maafkan Ayah nak. Maafkan Ayah" "Ayah enggak usah minta maaf karena Daffi udah maafin Ayah. Daffi kan sayang Ayah." "Daffi cucu Oma.." Di tengah pelukan mereka Mamah Maliq datang dan langsung memanggil Daffi. Daffi menatap mamah Maliq bingung. "Nenek siapa?" Wedding for My Husband | 238 "Ini oma nak, Mamah nya Ayah Maliq. Nenek kamu." Daffi langsung berbinar menatap mamah Maliq. Dia mengerjapkan matanya berulang kali. “Woah Oma. Jadi Nenek Daffi ada 2? Asiik.." Daffi bertepuk tangan girang. Tapi dia langsung terdiam dan menatap Mamah Maliq. “Kemarin waktu pertama ketemu nenek, Daffi digendong terus dipeluk. Jadi oma juga harus gitu. Oma harus peluk Daffi." Mamah Maliq tertawa tapi matanya mengeluarkan air mata. Ya Allah, betapa berdosanya para orang dewasa disekitar Daffi. Mereka hanya memikirkan kebahagiaan masing-masing tanpa memikirkan kebahagiaan bocah menggemaskan ini. Penyeselan makin memenuhi diri Malig. Andai dulu dia tidak menyakiti Hazna mungkin sekarang dia sudah bahagia bersama Hazna dan juga Daffi, dan bersama Daffa juga mungkin . Mamah Maliq memeluk Daffi erat. “Ayo kita temui opa Daffi?" "Opa? Siapa itu opa?" "Opa itu kakek sayang. Papahnya ayah Maliq" Daffi mengangguk-ngangguk terlihat seperti mengerti. “ayo!" “Ayo! Dan kau Hazna, kau juga harus ikut dengan kami." Hazna mengangguk dan tersenyum. Dia mengikuti Mamah Maliq dan Daffi dibelakang mereka. Dan Maliq yang hendak menyusul mereka tiba-tiba terdiam. "Kau tidak ingin menyapaku?" Ely Faridah | 239 Seketika tubuh Maliq berubah tegang mendengar suara seseorang di belakangnya. Maliq berbalik dan terbalalak kaget melihat Ezra disana. "Kenapa kau kaget begitu? Kau masih ingat denganku bukan? Karena aku juga akan selalu mengingatmu. Mengingat apa yang telah kau lakukan pada adik dan istriku." Maliq membisu. dia diam tanpa bisa menjawab apa- apa. "Dan kau harus ingat kalau aku adalah orang pertama yang akan menghalangi jalanmu mendekati mereka. Hazna dan Daffi." Dan Maliq merasakan ketakutan mendengar ancaman Ezra. Dia tahu Ezra tidak akan main-main dengan ancamannya. Setelah mengatakan kata-kata itu Ezra pergi melewati Maliq tapi sebelumnya Ezra membisikkan kata- kata yang membuat Maliq bagai ditikam sebuah belati. "Lihat! Dia begitu pintar bahkan menggemaskan. Harusnya dia tumbuh besar bersama dengan saudara kembarnya tapi sayang dia harus kehilangan Daffa karena keegoisan Ayahnya. Jika saja Daffi tahu kenyataan ini mungkin saja dia akan sangat membenci Ayahnya sama seperti Ayahnya yang membenci Bundanya dan menolak kehadirannya." Setelah berbincang-bincang dengan keluarga Maliq. Hazna berpamitan untuk pergi ketoilet. Dan saat keluar dari toilet dia melihat Maliq diatas panggung yang sedang memberikan sambutan. Hazna hendak kembali ketempat duduk nya semula tapi dia seperti melihat laki-laki yang dikenalnya. Wedding for My Husband | 240 Dia menghampiri laki-laki tersebut dan berdiri tidak jauh dari laki-laki itu. “Arga?" Arga menoleh dan tersenyum menatap Hazna. "Hai Hazna, lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?" “Aku baik, bagaimana denganmu?" Belum sempat Arga menjawab, Daffi sudah datang memanggilnya. “Bunda.." Hazna dan Arga menoleh dan mendapati Daffi digandengan Ezra. “Bunda lagi ngobrol sama siapa?" "Oh, sini sayang. Kenalkan ini Om Arga. Temannya Ayah Malig." "Hazna, dia?" Hazna melihat Arga memandang Daffi tidak percaya. Arga menatap Hazna dan mendapati Hazna mengangguk menatap Arga. Dia tersenyum sambil menatap Daffi yang melepaskan genggamannya pada Ezra. Dan Ezra pun pergi meninggalkan mereka. "Dia Daffi saudara kembar Daffa. Anakku dan Maliq.” Arga_ terbelalak menatap Hazna. Ini adalah kenyataan yang baru diketahuinya. Walau_ rasa penasarannya sungguh besar tapi dia mencoba menahannya dan tidak ingin terkesan ikut campur. "Om siapa?" Arga mengerjap lalu menunduk menatap Daffi yang saat ini menatapnya penasaran. "Oh, kenalkan nama Om Arga." Ely Faridah | 241 Daffi mengerutkan kedua alisnya menatap Arga sambil mencoba mengintimidasinya yang justru membuat Daffi terlihat menggemaskan. Beberapa detik dia mencoba mengamati Arga sampai senyum cerah menghiasi wajahnya. Hazna menaikan sebelah alisnya bingung melihat anaknya yang tiba-tiba tersenyum menatap Arga. "Bunda" "Ya?" "Emm, boleh enggak Ayah Daffi dituker sama Om Arga aja." Hazna membelalakan matanya kaget mendengar perkataan Daffi. "Daffi!!" Hazna memanggil Daffi dengan penuh peringatan. Tapi Daffi justru menatapnya dengan wajah_ polos. Sedangkan Arga menahan tawa mendengar pembicaraanya. "Memangnya kenapa Daffi ingin menukar Ayah Daffi, hm?" "Ayah Maliq enggak ganteng om. Masa di muka Ayah banyak rambut nya kan Daffi geli kalau Ayah cium Daffi. Daffi enggak suka. " "Oh jadi menurut Daffi om Arga lebih ganteng dari Ayah Maliq?" "lya." Daffi menjawab dengan ekspresi polosnya. Dan membuat Arga tertawa lepas sedangkan Hazna menatap tajam Daffi yang dibalas cengiran oleh bocah itu. "Bunda, tadi kan Bunda bilang mau kasih Daffi kue. Mana kue nya?" "Baiklah, ayo kita cari kuenya. Arga aku duluan yah!" Wedding for My Husband | 242 Arga tersenyum dan mengangguk pada Hazna. Lalu Daffi berjalan lebih dulu ke meja di mana terdapat banyak kue yang sedari tadi menjadi incarannya. Hazna mengikuti Daffi di belakangnya tapi baru satu langkah Hazna berjalan Arga sudah memanggilnya. “Haznal" Hazna menoleh dan mendapati Arga sedang menatapnya lurus. Ekspresinya terlihat begitu serius. "Ya?" “Apa kau kembali untuk Maliq?" Hazna tertegun ditempatnya mendengar perkataan Arga. Dia tidak tahu apa maksud dari pertanyaan Arga. “Aku kembali untuk mempertemukan Daffi dengan Maliq. Untuk saat ini hanya itu alasanku kembali." “Bunda Ayo! Daffi udah dapet kue nya." Hazna menatap Arga kembali dan tersenyum sebelum akhirnya berpamitan. “Aku permisi." Hazna pergi meninggalkan Arga yang terdiam sambil menatap kepergiannya. Dia menatap Hazna yang pergi menjauh dengan tatapan yang sulit diartikan. Ely Faridah | 243 PART 33 "Karna cinta pun tak akan cukup membuat sesuatu yang telah hancur untuk jadi utuh lagi" -author- Hazna melangkahkan kakinya memasuki sebuah lift dengan tangan menggandeng Daffi. Hari ini Hazna datang kekantor Maliq untuk mengantarkan Daffi. Tadi malam selepas acara diperusahan Malig, orang tua Maliq meminta izin pada Hazna agar Daffi diperbolehkan untuk menginap di rumah orang tua Maliq. Hazna pikir tidak masalah selama Daffi mau dan tidak merepotkan keluarga Maliq. Dan orangtua Maliq pun meminta bertemu di kantor Maliq karena siang ini orang tua Maliq akan datang kemari. "Bun, nanti ada Oma sama Opa?" Hazna menunduk menatap Daffi yang mendongakan kepala menunggu jawaban darinya. “lya sayang, nanti disana ada Ayah, Oma sama Opa. Daffi enggak boleh nakal juga harus nurut Ayah. Mengerti?" Daffi diam sambil terlihat berpikir lalu detik berikutnya dia menganggukan kepala kecilnya. "Ngerti Bun.." Hazna tersenyum menatap Daffi. Terkadang Daffi seperti orang dewasa. Dia tidak pernah menuntut ini itu. Tidak pernah juga meminta macam-macam. Saat dulu Hazna mengatakan jika ayahnya sedang bekerja Daffi pun hanya mengangguk tanpa bertanya lagi. Hanya terkadang Wedding for My Husband | 244 sifat jahil Daffi yang meniru kelakuan Ezra membuat Hazna gemas sendiri pada anaknya itu. Hazna sampai didepan ruang kerja Maliq dan melihat seorang sekertaris didepan ruangannya. "Permisi ada yang bisa saya bantu Bu?" Hazna tersenyum menatap seorang laki-laki muda dengan usia yang Hazna perkirakan hampir seumuran dengan nya sedang menatap Hazna dan Daffi bergantian. “Saya ingin bertemu Bapak Maliq, bisa?" "Oh Maaf bu, Pak Maliq baru keluar beberapa menit yang lalu. Dan maaf apa ibu sudah membuat janji dengan Bapak Maliq sebelumnya?" “lya saya sudah buat janji kemarin." "Boleh saya tahu atas nama siapa?" “Atas nama Hazna." “Mohon tunggu sebentar ibu, akan saya cek jadwal pertemuan anda dengan Bapak Maliq." Hazna mengangguk lalu mengajak Daffi duduk di depan meja sekertaris Maliq. Hazna melihat sekertaris Maliq membuka buku agendanya. Lalu terlihat meneliti sesuatu sampai akhirnya matanya terbelalak. Dia mendongak menatap Hazna dan Daffi. Terlihat gugup dan gelisah dan Hazna mengerutkan kening menatap sekertaris Maliq itu. “Jadwal pertemuan ini diajukan oleh Ibunda dari Bapak Maliq atas nama Ibu Hazna. Ibu Talita Hazna Humaira, isteri dari bapak Maliq. Apa be..benar Bu?" Hazna kaget mendengar penuturan sekertaris Maliq tentang statusnya sebagai isteri Maliq. "Untuk nama, ya! Memang benar saya. Nama saya Talita Hazna humaira tapi untuk status mungkin bisa Ely Faridah | 245 dikoreksi sedikit saya bukan isteri Pak Maliq. Tapi lebih tepatnya mantan isteri." "Oh, maaf Bu. Maaf atas ketidaktahuan saya." "Ya,tidak apa-apa. Tapi boleh saya tahu kemana Pak Maliq pergi?" "Pak Maliq sedang pulang kerumah Bu. Untuk menjemput kedua orang tua Pak Maliq." "Hazna?" Hazna menoleh dan mendapati Arga berdiri tidak jauh dari meja meja sekertaris Maliq. "Sedang apa kau disini?" "Aku dan Daffi ada janji bertemu dengan Maliq tapi dia sedang tidak ada ditempat." "Oh ya? Tama kemana perginya bosmu itu?" Sekertaris Maliq yang bernama Tama berdiri lalu membungkuk hormat pada Arga. "Pak Maliq sedang pulang menjemput orang tuanya Pak Arga, kemungkinan sebentar lagi beliau akan kembali." "Ya Hazna, Maliq sedang pulang bagaimana kalau selagi menunggunya kita ke kantin bawah. Aku akan mentraktir kalian. Ice cream mungkin?" "Ice cream om?" Arga mengangguk sambil tersenyum. "Ya, ice cream. Om akan mentraktirmu makan ice cream. Apa kau mau?" Daffi mengangguk antusias lalu mendongak menatap bundanya dengan tampang polosnya. "Boleh kan Bun?” Hazna menghembuskan nafas_ pelan_—lalu mengangguk pada Daffi. Wedding for My Husband | 246 "Baiklah kali ini Bunda izinkan tapi tidak boleh terlalu banyak. " "Siap Bunda." Hazna menoleh menatap Arga yang saat ini sedang menatap Daffi sambil tersenyum. “Apa tidak merepotkanmu?" Arga menoleh menatap Hazna yang juga sedang menatapnya lalu menggeleng. “Tidak sama sekali Hazna. Pekerjaanku sudah selesai, jadi kita bisa makan siang bersama sembari menunggu Maliq datang." "Baiklah. Oh ya, Pak Tama saya akan pergi dulu, dan saya akan kembali setelah jam makan siang. Permisi" Belum sempat sekertaris itu menjawab Hazna sudah melangkah pergi menggandeng Daffi disusul Arga di belakang mereka. Saat ini Hazna, Daffi dan Arga sedang duduk dikantin kantor. Daffi sudah sibuk dengan semangkuk kecil Ice cream nya. Dan Hazna sesekali mengelap bibir Daffi yang kotor. "Oh ya, bagaimana kabarnya Clarissa? Lama sekali aku tidak bertemu dengannya. Kalian sudah menikah bukan?" Tanpa Hazna sadari ekspresi Arga berubah tapi Arga mencoba untuk terlihat biasa saja. “Aku batal menikah dengannya." Hazna mendongak menatap Arga yang kini sedang mengalihkan pandangannya kelain arah. "Bagaimana bisa?" Arga menoleh menatap Hazna lalu tersenyum miris. Lalu terlihat seperti menerawang mengingat kejadian yang Ely Faridah | 247 membuat Arga hampir gila saat itu karna menanggung malu. "Dia memutuskan meninggalkanku tepat dihari pernikahan kami" Hazna diam menunggu Arga melanjutkan kata-kata nya. "Tepat di hari pernikahan kami, dia mengatakan padaku jika dia ingin berpisah dariku. Karena ternyata dia, dia hamil anak dari laki-laki lain." Hazna terbelalak mendengar pengakuan Arga. Dia tidak pernah menyangka jika nasib lelaki di hadapannya akan seperti itu. "Arga, aku.. maaf aku tidak.." Hazna terlihat merasa bersalah menanyakan_ ini pada Arga. "Tidak apa-apa Hazna. " Keduanya terdiam beberapa saat sampai suara handphone milik Hazna berbunyi pertanda ada pesan masuk. Hazna membukannya dan ternyata dari mamah Maliq yang memberitahukan jika Mamah Maliq sudah datang dan sekarang ada di ruangan Maliq. "Arga sepertinya aku harus duluan. Mamah Maliq mengabariku jika mereka sudah datang." "Ya baiklah, aku juga akan bertemu klien sebentar lagi. Terima kasih karena sudah menerima ajakan makan siangku." "Oh Tidak, harusnya aku yang berterima kasih karena kau sudah mentraktir kami. Daffi, ucapakan terima kasih pada Om Arga." Daffi yang masih asik memakan ice cream nya mendongak menatap Hazna dan Arga bergantian. Wedding for My Husband | 248 “Makasih yah om, ice cream nya enak." Arga tersenyum menatap Daffi lalu mengelus rambutnya. “lya sama-sama. Lain kali om Arga traktir ice cream lagi yah?" “Beneran Om? Asikkk.." Hazna hanya dapat menggelengkan kepalanya menatap Daffi yang terlihat senang. “Ayo Daffi, bersinkan tanganmu lalu kita temui Oma dan Opa." Beberapa menit kemudian Hazna berpamitan pada Arga. Dan Arga pun hanya bisa menatap punggung Hazna. tapi dia mengerutkan kening saat melihat Hazna menghentikan langkahnya tidak jauh dari tempatnya. Hazna membalikan tubuhnya dan menatap Arga. “Arga." nvale “Percayalah bahwa jodoh tidak pernah tertukar. Dan yang pergi pasti akan terganti." Tanpa menunggu balasan Arga, Hazna_pergi meninggalkan Arga yang termenung mendengar kata- kata nya tadi. Hazna_ menggandeng tangan Daffi menuju keruangan Malig. Sampai di depan ruangan Maliq yang sedikit terbuka Hazna dapat mendengar suara beberapa orang dari dalam sana. Meja sekertaris Maliq yang bernama Tama juga kosong. "Ini semua terjadi karena kesalahan kamu Maliq. Kalau saja dulu kamu tidak dibodohkan oleh cinta. sekarang pasti kamu sudah bahagia dengan Hazna dan juga Daffi." Ely Faridah | 249 Dia mendengar suara mamah Maliq. karena Hazna mendengar namanya disebut akhirnya dia mengurungkan niatnya untuk masuk kedalam. Dia juga meminta Daffi untuk diam. "Mah, sudahlah jangan selalu menyalahkan Maliq. Kita tahu sendiri jika selama ini Maliq pun tersiksa setelah perceraiannya dengan Hazna." Dan kali ini dia mendengar suara Papah Maliq. Sedangkan didalam ruangan, Mamah Maliq terdiam dan menatap Maliq yang saat ini menundukan kepalanya menutupi wajahnya dengan kedua tangan. "Apa benar-benar tidak ada kesempatan Maliq kembali lagi bersama mereka Mah, Pah? Maliq menyesal." "Apa yang kau sesali nak? Apa karena kau pernah menyakiti Hazna? Atau karena kau mencintai Hazna?" Maliq termenung mendengar pertanyaan Papahnya. Dia bingung, dia tak bisa menjawabnya. Karena itu adalah pertanyaan yang sampai saat ini dia tanyakan pada dirinya sendiri. Dia tidak tahu apa yang dia rasakan pada Hazna. Hanya saja keinginan untuk kembali pada Hazna begitu kuat. Tok Tok tok... Maliq dan kedua orang tuanya menatap kearah pintu yang diketuk. "Masuk!" Pintu terbuka dan menampilkan Hazna dan Daffi. "Ya Allah Daffi. Cucu Oma, kemari nak!" Daffi pun berlari menghampiri Mamah Maliq lalu memeluknya. Sedangkan Hazna_ berjalan ketengah ruangan menuju tempat Maliq dan orangtua sedang duduk. Wedding for My Husband | 250 "Duduklah Hazna ada yang ingin Papah bicarakan denganmu." Hazna duduk disingle sofa disamping sofa yang Maliq duduki. "Daffi sayang, Oma tadi membelikan Daffi mainan banyak sekali dan Oma taruh di kamar Ayah. Sekarang Daffi main di kamar Ayah saja yah?" Daffi menatap Hazna meminta izin. "Ya nak, tidak apa-apa Daffi main di kamar Ayah tapi ingat tidak boleh nakal dan tidak boleh berantakan" “lya Bun, Oma makasih yah mainannya." "lya sama-sama nak, sekarang minta Ayah antar Daffi ke kamar. " Daffi menatap Maliq dan langsung berbinar. Dia turun dari sofa disamping Mamah Maliq dan menaiki sofa tempat duduk Maliq lalu menatap Maliq serius. “Ayah, kok rambut-rambut dimuka ayah udah enggak ada?" “"lya Ayah baru mencukurnya tadi pagi karena kata anak Ayah, Ayah tidak ganteng. Sekarang bagaimana? Apa Ayah sudah ganteng?" "Sudah Ayah. Sudah ganteng kaya Daffi." Maliq yang gemas melihat Daffi akhirnya mencium pipi Daffi dan pemandangan itu tidak luput dari pandangan Hazna. “Ayo, Ayah tunjukkan kamar Ayah dan kamu bisa main sepuasnya disana" Maliq menggendong Daffi yang sudah tertawa senang. Maliq membawa Daffi ke kamar yang ada di ruang kerjanya. Setelah Maliq dan Daffi masuk kedalam kamar, Papah Maliq mengalihkan pandangannya pada Hazna. “Hazna?" Ely Faridah | 251 "lya Pah." Kedua orang tua Maliq memang memaksa Hazna untuk tetap memanggil mereka dengan sebutan Mamah dan Papah. "Kamu pasti berjuang dengan keras untuk membesarkan Daffi. Maafkan kami terutama Maliq yang membiarkan kamu berjuang sendirian Hazna." "Tidak Pah, harusnya Hazna yang meminta maaf pada Papah, Mamah dan terutama mas Malig. Karena menyembunyikan keberadaan Daffi." "Kamu tidak salah nak. Mamah mengerti, mungkin jika mamah yang ada di posisi kamu Mamah tidak akan sekuat dirimu. Bahkan setelah semua yang telah Maliq perbuat kamu masih bisa tersenyum padanya dan tidak membencinya." "Hazna hanya sedang belajar untuk tidak menjadi seorang pendendam Mah, walau bagaimanapun Mas Maliq pernah jadi bagian hidup Hazna dan akan selalu jadi bagian dalam diri Daffi." Mamah Maliq menatap Hazna dengan Mata berkaca-kaca. Ya Tuhan, harus dengan kata-kata seperti apa dia mengungkapkan betapa sempurnanya Hazna. Wanita yang pernah menjadi menantunya ini. "Apa kamu tidak berniat dan tidak ingin kembali pada Maliq dan membangun rumah tangga yang lebih baik Hazna? Papah bisa menjamin Mali tidak akan mengulangi kesalahan yang sama." Hazna terkejut dengan penuturan papah Maliq tapi kemudian dia mencoba tersenyum menatap kedua orang tua Maliq yang sedang menunggu jawabannya. "Hazna tidak mau mendahului takdir Allah. Secara agama Hazna memang tidak bisa kembali pada mas Maliq Wedding for My Husband | 252 karena talak 3 yang dijatuhkan mas Malig. Tapi rencana Allah siapa yang tahu. Hazna hanya bisa berharap entah Hazna, maupun mas Maliq bisa bahagia dijalannya masing- masing. Tapi untuk saat ini Hazna ingin fokus pada Daffi." Dan diam-diam tanpa mereka sadari ada seseorang yang sedang tersenyum didepan pintu ruangan Maliq karena mendengar jawaban dari Hazna. Ely Faridah | 253 PART 34 "Saat kamu menyakiti seorang wanita jangan pernah menjadi bangga. karena ada laki-laki lebih hebat yang akan datang sembuhkan lukanya" -author- Hazna berjalan dengan wajah paniknya menuju keruang dokter anak. Tadi pagi tiba-tiba Daffi panas tinggi dan mengigil kedinginan. Hazna sudah memberikannya obat penurun panas tapi panasnya tidak kunjung turun. Dan disinilah dia sekarang berjalan kearah ruang dokter anak sembari menggendong Daffi. Yang membuat Hazna bertambah panik adalah Ezra yang selama ini selalu menemaninya sedang berada diluar kota untuk tugas kantor karena semenjak pulang kerumah, Abi nya menyerahkan tanggung jawab perusahaan pada kakaknya itu. Sedangkan Ummi dan Abinya tadi pagi baru Saja pergi ke Bogor menghadiri salah satu acara keluarga. Hazna sudah menitip pesan pada asisten rumah tangga nya untuk mengabari Ezra dan kedua orang tuanya selagi Hazna membawa Daffi kedokter. Hazna langsung masuk keruangan dokter karena dia sudah membuat janji sebelum datang kemari. "Selamat pagi Ibu, silahkan baringkan putra Ibu disini" Hazna membaringkan Daffi yang tertidur ke ranjang yang ada diruangan dokter. "Dok, tolong periksa anak saya. Dari pagi tadi dia demam saya sudah memberinya obat penurun panas tapi panasnya tidak juga turun. Dia juga menggigil kedinginan." Wedding for My Husband | 254 "Biar saya periksa dulu yah Bu, saya harap ibu tenang." Hazna_ memperhatikan dokter yang sedang memeriksa Daffi. Sungguh dia sangat tidak tega melihat Daffi sakit seperti ini. “Anak ibu hanya demam biasa. Akan saya beri resep dan ibu bisa menebusnya nanti di apotik. Menurut saran saya lebih baik putra ibu dibawa keruang perawatan untuk istirahat sebentar dan nanti siang Ibu sudah bisa membawanya pulang." “Baiklah dok, saya akan menuruti saran dokter asal anak saya cepat sembuh." “lya, saya doakan anak ibu cepat sembuh, ibu juga harus sabar yah." “lya dok, terima kasih" Akhirnya Daffi pun dibawa ke ruang perawatan. Hazna duduk disamping ranjang sambil mengusap kening Daffi yang mulai berkeringat. "Cepat sembuh ya nak, jangan bikin Bunda khawatir." Hazna terus memperhatikan Daffi yang gelisah dalam tidurnya. Dia melihat Daffi mengerjap lalu membuka matanya BUN ce “lya sayang, ada apa? Mana yang sakit bilang sama Bunda." "Daffi pusing Bun." “"lya sayang, sabar yah. Sekarang Daffi bangun pelan-pelan terus makan abis itu minum obat biar Daffi tidak pusing lagi." "Daffi enggak mau makan Bun." Ely Faridah | 255 "Ayo dong sayang, makan dulu yah Daffi biar bisa minum obatnya. Habis itu Daffi tidur lagi deh. Yah nak ayo bangun." "Enggak mau Bun. Hiks.. hikss.. Daffi pusing Bunda. Hiks.. Bunda." Daffi memegangi kepalanya sambil menangis. Hazna berkaca-kaca menatap putranya. Selalu seperti ini, Daffi akan sangat rewel saat sakit. Biasanya ada Ezra yang membantu menenangkannya tapi sekarang dia sendirian. Dengan mata menahan tangis dia bengkit mengelus kening Daffi perlahan-lahan. Membacakan beberapa doa berharap supaya Daffi cepat sembuh. "Daffi anak bunda, kalau Daffi sayang Bunda. Bunda mohon turuti permintaan Bunda yah, supaya Daffi cepat sembuh. Biar Daffi bisa main lagi sama Bunda. Daffi mau kan?" Bagai_ terhipnotis Daffi mengangguk dengan tangisan yang sudah berhenti sejak Hazna mengelus keningnya. Hazna_ membantu Daffi untuk duduk. Lalu mengambil bubur di nakas yang tadi dibawakan suster. Dia menyuapi Daffi dalam diam sampai habis alu meminumkan obat pada Daffi. "Sekarang Daffi tidur yah? Bunda akan temani Daffi disini." Daffi mengangguk. "Bunda nanti beliin Daffi cokelat kesukaan Daffi yah. beli 2 yang satu buat Bunda yang satu buat Daffi" Hazna tersenyum lalu mengangguk. "lya sayang, nanti Bunda beliin yang penting sekarang Daffi sembuh dulu." Wedding for My Husband | 256 Akhirnya Daffi menutup matanya dan tertidur. Setelah merasa Daffi sudah tertidur, Hazna keluar dari ruangan rawat inap Daffi. Dia mengeluarkan ponselnya dan mencoba menghubungi Maliq. Pada dering ke 3 panggilan akhirnya dijawab. "Ya Hallo" “Assalamualaikum" "Walaikumsalam, Hazna?" "Ya ini aku. Apa aku mengganggumu?" "Tidak, kau tidak mengganggu. Ada apa Hazna? Kenapa kau tiba-tiba menelponku?" “Ada yang ingin kuberitahukan. Daffi sakit dan sekarang dia ada di rumah sakit." Lama tidak ada jawaban sampai Hazna_pikir sambungan terputus. "Hallo?" "Aku akan kesana sekarang. Tolong kirimkan alamat rumah sakitnya." “Tapi..." Tut tut Tut.. Baru saja Hazna ingin mengatakan bahwa Daffi sudah tidak apa-apa dan Maliq tidak perlu khawatir tapi ternyata telfonnya sudah dimatikan. “Hazna?" Hazna_ membalikkan badanya saat mendengar seseorang memanggilnya dan bertemu pandang dengan Arga. “Arga.” Arga melangkah cepat saat menyadari wajah Hazna terlihat pucat. Ely Faridah | 257 "Hazna kau sedang apa disini? Kau tidak apa-apa bukan?" "Aku tidak apa-apa Arga. Aku sedang menemani Daffi." "Ada apa dengan Daffi?" "Dia demam. Dokter sudah memeriksanya dan karena Daffi harus beristirahat jadi dokter menyarankanku untuk membawa Daffi ke ruang perawatan. Setelah Daffi bangun aku akan membawanya pulang." "Tapi dia tidak apa-apa kan? Lalu apa Maliq sudah tahu ini?" "Daffi sudah lebih baik. Sekarang dia sedang tidur dan aku sudah memberitahukan Maliq tadi. Dia sedang dalam perjalanan menuju kesini." "Syukurlah kalau begitu. Boleh aku menemanimu sampai Maliq tiba disini?" Hazna_ terlihat berpikir sampai akhirnya dia mengangguk pelan. Hazna duduk di sebelah pintu kamar rawat inap Daffi dan Arga duduk di seberang tempat duduk Hazna. Arga cukup tahu diri untuk tidak duduk berdekatan dengan Hazna. Dia memperhatikan Hazna yang sedang tertunduk entah memikirkan apa. "Hazna?" Hazna mendongak dan menatap Arga yang duduk diseberang bangkunya. "Apa kau lelah?" Hazna terdiam belum menjawab. Karena baginya pertanyaan Arga terdengar ambigu. "Apa kau lelah setelah sekian tahun berjuang sendirian? Aku yakin tidak mudah menjadi dirimu Hazna. Kau melewati terlalu banyak ujian. Pernahkah kau merasa lelah menjalaninya?" Wedding for My Husband | 258 Hazna tersenyum tipis mendengar pertanyaan Arga. "Kau salah, Aku tidak berjuang sendirian. Allah selalu bersamaku Arga, sebesar apapun ujiannya tidak ada yang bisa meringankan bebanku kecuali Allah. Dia yang selalu bersamaku tanpa aku minta. Jika kau bertanya apa aku lelah untuk berjuang sama halnya kau bertanya apa aku bosan untuk hidup. Karena selama kita hidup kita akan terus berjuang." Arga terdiam mendengar jawaban Hazna. Sejujurnya ada sedikit iri di hatinya. Mengapa Maliq pernah mendapat wanita sebaik Hazna tapi dengan bodohnya disia-siakan. “Hazna." Lagi-lagi Hazna mendongak tapi kali ini bukan Arga yang memanggilnya melainkan Maliq. “Bagaimana keadaan Daffi. Dia baik-baik saja kan? Bagaimana dia bisa sampai sakit?" Hazna menghembuskan nafas pelan mendengar pertanyaan Maliq yang bertubi-tubi. Dia bangkit dan berdiri tidak jauh dari Maliq. “Tenangkan dirimu, Daffi pagi tadi demam karena panasnya tak kunjung turun akhirnya kubawa dia kemari. Dia sudah tidak apa-apa. Sekarang dia sedang tidur, setelah bangun nanti dia bisa dibawa pulang." Maliq menghembuskan nafas lega. "Syukurlah kalau begitu. Aku takut terjadi apa-apa dengannya" Maliq mengalihkan pandangan dan bertemu pandang dengan Arga yang menatapnya sejak dia datang. “Arga sedang apa kau disini?" Ely Faridah | 259 "Awalnya aku ingin bertemu dengan dokter spesialis ibuku dan tak sengaja melihat Hazna. Sabar saja, Daffi pasti cepat sembuh." "Aku harap juga begitu." "Hazna apa kau ingin pulang untuk istirahat? Nanti Daffi biar aku yang akan membawanya pulang.” Hazna menggeleng pelan, "Tidak. Aku akan tetap disini, tapi mungkin aku akan kekantin rumah sakit sebentar membeli cemilan untuk Daffi." "Kalau begitu biar kutemani." Maliq sudah bersiap untuk melangkah tapi Hazna kembali menggeleng. "Tidak perlu, aku bisa sendiri. Kau tunggulah disini bersama Arga. Aku titip Daffi yah?" Belum sempat Maliq menjawab Hazna sudah pergi. Maliq menatap kepergian Hazna dan tanpa disadarinya Arga juga melakukan hal yang sama. Dan saat Arga menoleh, Arga melihatnya. Melihat bagaimana Maliq menatap Hazna dengan cara yang __ berbeda. Dan akhirnya Arga menyadari sesuatu. Dia menunduk dengan tersenyum kecil lalu menoleh kembali pada Maliq. "Apa yang kau rasakan?" Maliq menoleh saat merasa Arga_ berbicara dengannya. Dia menaikkan kedua alisnya menatap Arga tidak mengerti. "Apa maksudmu?" "Apa yang kau rasakan melihat Hazna yang sudah berganti status menjadi mantan istrimu sekarang? Apa kau masih membencinya seperti dulu?" Maliq mengalihkan pandangannya ke arah lain saat merasa pertanyaan Arga menohok dirinya. Wedding for My Husband | 260 "Entahlah aku sendiri tak mengerti. Jika benci mungkin tidak lagi." "Apa itu berarti sekarang kau mencintainya?" “Kurasa ya. aku, ahh aku sendiri tidak tahu apa yang aku rasakan. Hanya saja aku punya keinginan kuat untuk kembali bersamanya." "Untuk apa? Untuk apa lagi kau ingin kembali padanya? Untuk menyakitinya lagi seperti dulu?" Maliq menatap tajam Arga. “Aku tidak mungkin sebodoh itu dengan mengulangi kesalahan yang sama Arga" Arga mengendikkan bahunya tidak perduli. Lama mereka terdiam sampai suara Arga membuyarkan pemikiran Maliq. “Kau ingat? Aku pernah berkata bahwa aku mencintai seorang wanita tapi aku tidak punya kesempatan memilikinya." Maliq menatap Arga dengan kening berkerut tapi Maliq tetap diam menunggu Arga melanjutkan ucapannya. “Saat ini aku mempunyai kesempatan itu dan mungkin ini hanya akan jadi kesempatan pertama dan terakhir untukku. Menurutmu apakah aku harus memperjuangkannya atau tetap diam merelakannya?" Dan Maliq tertegun di tempatnya mendengar pengakuan Arga. Bagai tersentil hatinya. Dia merasakan firasat yang entah datang darimana, tapi Maliq merasa apa yang Arga bicarakan akan jadi berhubungan dengan dia nantinya. Ely Faridah | 261 PART 35 "Kau bisa merancang masa depan seindah mungkin, tapi kau tak mungkin bisa mengusik apa yang sudah Tuhan tentukan sebaik mungkin." -author- Hazna tersenyum memandang Daffi yang sedang bermain dengan teman-teman nya ditaman dekat rumahnya. Sedangkan Hazna sendiri sedang duduk di sebuah bangku. Sore tadi Daffi merengek ingin main di taman dan akhirnya Hazna_ menemaninya _ disini. Daffi terlinat sangat senang bermain dengan teman-teman yang baru ditemuinya disini. Daffi memang jarang bermain diluar, bukan karena Hazna melarangnya tapi karena memang tidak ada yang bisa menemaninya. Selama di Jogja setiap harinya jika tidak ikut Hazna bekerja, Daffi akan diajak ke bengkel tempat Ezra bekerja. Ya, selama di Jogja Hazna bekerja di sebuah sekolah dasar untuk mengajar. Dan Ezra bekerja sebagai manager di sebuah bengkel yang lumayan besar. Setiap hari Daffi hanya bermain dengan Hazna atau Ezra. Sesekali Ezra dan Hazna mengajaknya bermain di taman hiburan. Tapi Daffi pun tidak pernah menuntut macam-macam pada Hazna sampai suatu hari Daffi bertanya tentang Ayahnya. Daffi bertanya dimana Ayahnya dan Hazna menjawab bahwa Ayahnya sedang bekerja ditempat yang jauh dan akan pulang jika Daffi menjadi anak yang pintar. Wedding for My Husband | 262 Saat itu Daffi hanya mengangguk seakan mengerti padahal dia masih sangat kecil. Hati Hazna sesak melihat Daffi saat itu. Dia bahkan sering menangis diam-diam saat Daffi sering memandangi anak-anak seusianya yang sedang bermain dengan para Ayahnya. Karena Daffi tau walau dia punya Ezra. Dia tahu Ezra bukanlah Ayah kandungnya, Ezra hanyalah pamannya yang sengaja Daffi panggil Papah karena kedekatan Daffi dengan Ezra sedari anak itu lahir. Hazna merasa bersalah karena telah memisahkan Daffi dan Maliq. Tapi dia terpaksa harus melakukan itu. Hazna tahu kemungkinan untuk kembali pada Maliq sangatlah kecil dan jika terus berada didekat Maliq, Hazna takut tidak bisa mengontrol perasaanya karena perceraian mereka sungguh mengguncang dirinya. Hazna merasa gagal menjadi seorang isteri. Bukan hanya karena Maliq yang tidak bisa mencintainya lalu memilih Tiffany, tapi dia juga tidak bisa mempertahankan rumah tangganya. Pertama pindah ke kota Jogja Hazna_ sering melamun. Bahkan dia sempat jatuh sakit karena memikirkan perceraiannya. Tapi Ezra berulang_ kali mengingatkan Hazna untuk tidak larut dalam kesedihannya, karena dia juga harus memikirkan Daffi yang masih membutuhkan perhatian Hazna. Dan sejak saat itu Hazna bertekad untuk mengikhlaskan Maliq dan hancurnya rumah tangga mereka demi membesarkan Daffi. "Dia tumbuh menjadi anak yang pintar." Hazna_ menoleh kesamping kanannya saat mendengar suara seseorang membuyarkan lamunannya. Dia tersenyum kecil saat mendapati Maliq berdiri di Ely Faridah | 263 samping bangku yang Hazna duduki. Tidak dekat walau ada dalam bangku yang sama. "Aku melewati banyak kesempatan melihat Daffi tumbuh. Aku tak ada bahkan disaat dia mulai belajar bicara, belajar berjalan bahkan berlari. Aku bahkan merasa tak pantas disebut Ayah" Hazna tertegun ditempatnya. Hatinya tertohok mendengar perkataan Maliq. Hazna tahu dia juga penyebab Daffi jauh dari Maliq. "Yang terpenting sekarang kau bisa menemui dia kapan pun kau mau. Kau bisa menemani dia saat dia tumbuh dewasa. Aku yakin dia akan jadi lelaki hebat sepertimu." Maliq tertawa miris tanpa menoleh. "Apa kau tak takut jika Daffi akan jadi laki-laki brengsek sepertiku?" "Apa yang harus aku takutkan? Jika pada kenyataannya dia juga adalah darah dagingmu. Aku percaya jika kau punya banyak sisi baik untuk bisa kau ajarkan pada Daffi. Dan itu juga alasanku kembali." Maliq menoleh kearah Hazna dengan menautkan kedua alisnya. "Aku berjuang = melahirkannya bahkan harus merelakan Daffa. Aku membesarkannya seorang diri. Melewati hari-hari dengan suara_ tangisan sampai celotehannya. Siang malam aku terjaga saat dia sakit. Selalu menjadi orang pertama yang menjaganya saat dia belajar berjalan hanya agar dia tidak terjatuh. Dan aku juga orang pertama yang meneteskan air mata saat untuk pertama kalinya dia memanggilku Bunda. Tapi aku tahu, aku tidak mungkin terus bisa mendampinginya untuk tumbuh besar sendirian. Dia butuh kau, untuk belajar Wedding for My Husband | 264 menjadi laki-laki sejati. Walau dia tidak pernah menanyakan macam-macam tentang ayahnya tapi sebagai seorang ibu aku tau dia merindukanmu, Dia membutuhkanmu. Itulah sebabnya aku kembali agar dia bisa bertemu denganmu dan bisa bersamamu. Walau jika boleh jujur aku ingin Daffi hanya bersamaku. Tapi aku tau aku tak bisa seegois itu. Aku tidak tahu tentang hidupmu saat ini, tapi boleh kah aku minta padamu tolong bantu aku mendampingi Daffi. Setidaknya walau tak lagi bersama tapi kita tetap bisa menjadi orang tua untuk Daffi dengan cara kita masing-masing. Aku tidak akan megusik hidupmu dengan menjadikan Daffi sebagai alasannya. Karena aku hanya tidak ingin Daffi kehilangan sosok Ayahnya." Maliq mendongak menghalau air mata yang siap tumpah sambil tersenyum miris. Ya Allah, sebesar apa dosanya sampai sesakit ini Maliq merasa sesak di dadanya. Jika saja tidak ingat bahwa dia seorang laki-laki mungkin Maliq akan menangis disini. “Apa tidak ada kesempataan bagiku untuk kembali menjadi bagian dari kau dan Daffi?" “Aku tak tahu, tapi untuk saat ini biarkan semua berjalan seperti ini. Karena kita tidak pernah tahu apa yang takdir dan waktu rencanakan untuk kita di masa depan" Hari ini Hazna sedang berada di sebuah mall untuk mencari kebutuhan Daffi yang akan masuk bangku taman kanak-kanak. Dia berjalan sendiri menyusuri toko yang berjejer. Kebetulan Daffi sedang berada dirumah orang tua Maliq, jadi dia memutuskan untuk berbelanja sendiri. Sebenarnya Hazna ingin meminta Ezra untuk menemaninya tapi ternyata pagi tadi Ezra ada meeting Ely Faridah | 265 mendadak di kantor, jadilah dia hanya pergi sendiri. Daffi memang sudah lama meminta ingin sekolah jadi saat tahu Hazna akan mendaftarkannya ke sebuah TK dia begitu senang. Hazna berhenti didepan sebuah toko yang menjual peralatan sekolah. "Hazna" Hazna_ menghentikan langkahnya yang hendak masuk dan berbalik saat mendengar seseorang memanggilnya. "Arga?" "Ya, Hazna sedang apa kau disini?" "Aku sedang mencari beberapa keperluan untuk Daffi. Minggu depan dia akan masuk sekolah." "Benarkah? Wahh, pasti dia akan jadi murid paling pintar." Hazna tersenyum menanggapi penuturan Arga. "Kau sendiri sedang apa disini?" "Aku baru saja meeting dengan klienku. Oh ya Hazna, kenalkan ini temanku Samuel. Kau bisa memanggilnya Sam." Hazna melihat seorang laki-laki blasteran dengan rambut pirang dan bola matanya biru. Dia tampan dengan pakaian khas kantornya. Samuel tersenyum manis lalu mengangkat tangannya hendak berjabat tangan dengan Hazna. Tapi yang terjadi adalah Hazna hanya menangkup kedua tangannya di depan dada. "Salam kenal dariku Sam" Hazna hanya tersenyum singkat. "Kalau begitu aku duluan Arga, Sam. Assalamualaikum" Hazna pergi dari hadapan Arga dan Samuel. Tatapan Arga terus mengikuti langkah Hazna yang kian menjauh. Wedding for My Husband | 266 Dan Samuel hanya menatap tangannya yang menggantung di udara tanpa dibalas oleh Hazna. Ini adalah kali pertamanya untuk Samuel bahwa ada seorang wanita yang menolak bersalaman denganya dan Ely Faridah | 267 PART 36 "Jangan salah mengartikan sebuah perasaan, karena 2 orang yang hidup bersama mengatas namakan cinta saja bisa berpisah dengan mudahnya" -author- Hazna menuntun Daffi masuk kedalam kelas. Hari ini Daffi resmi bersekolah ditaman _kanak-kanak. Sejak tadi Daffi tersenyum bahagia karna akan memiliki teman-teman baru. "Bunda, bunda disini terus kan temenin Daffi?" "Ya, Bunda disini sayang temenin Daffi. Nanti Bunda tunggu di depan kelas Daffi. Inget yah Daffi tidak boleh nakal, harus dengerin apa yang Bu guru bilang. Mengerti?" "Ilya Bun, Daffi enggak akan nakal. Oh iya, Ayah bakal dateng kan Bun? Ini kan hari pertama Daffi masuk sekolah." "lya, Insyaallah Ayah datang buat jemput Daffi." Hazna duduk di depan kelas Daffi bergabung dengan para ibu-ibu yang juga sedang menunggu putra putri mereka. Satu jam kemudian Daffi keluar dari kelas. Karena hari ini adalah hari pertama jadi hanya ada perkenalan yang tidak terlalu lama. "Bunda, Ayah udah dateng?" "Belum sayang, mungkin sebentar lagi." "Oh, Ya udah Daffi main ditaman dulu sama temen- temen bolehkan Bun?” "Ya sudah, tapi hati-hati yah." Wedding for My Husband | 268 Daffi pun mengangguk lalu pergi ke taman bergabung dengan teman-temannya. “Hazna?" Hazna Menoleh kearah kanannya dan mendapati Arga sedang berdiri disebelahnya. “Arga? Sedang apa kau disini?" "Maliq ada rapat mendadak dan tidak bisa menjemputmu jadi dia meminta tolong padaku untuk menjemput kau dan Daffi" "Kau tidak usah repot-repot Arga. Aku dan Daffi bisa pulang dengan taksi atau meminta dijemput Kak Ezra. Kau tidak perlu. datang kemari dan meninggalkan pekerjannmu." ‘Tidak apa-apa Hazna lagipula ini jam istirahat dan aku juga ingin melihat Daffi untuk pertama kali memakai seragam sekolahnya. Dimana dia?" "Dia sedang bermain dengan teman-temannya sembari menunggu Maliq menjemputnya. Tapi ternyata dia tidak bisa datang." “Apa kau sangat berharap Maliq bisa menjemput kalian?" Hazna menoleh dan tersenyum kecil. “Aku bahkan tidak berharap dia menjemputku atau Daffi hanya saja Maliq sudah mengatakan pada Daffi bahwa dia akan menjemput Daffi. Kau tahu bukan jika anak-anak punya daya ingat yang hebat. Oleh karena itu Daffi pasti akan menanyakan kenapa Maliq tidak jadi menjemputnya" "Ya, Daffi pasti akan sangat kecewa. Itu kenapa aku ada disini, untuk mengurangi kekecewaan Daffi nantinya. Setidaknya ada yang menjemputnya walau bukan Ayahnya." Ely Faridah | 269 "Terima kasih Arga." Arga hanya tersenyum kecil pada Hazna. "Ada yang ingin aku bicarakan padamu Hazna" "Apa?" Arga diam beberapa saat sampai Hazna mendengarnya menghembuskan nafas perlahan. "Sepertinya aku mencintaimu Hazna" Hazna menoleh cepat kearah Arga. Arga menatap lurus kearah kumpulan anak ditaman itu dan tiba-tiba menunduk lalu tersenyum tipis. Dia menoleh ke arah Hazna dan mereka sempat bertemu pandang sebelum Hazna mengalihkan pandangannya ke sembarang arah. "Jangan bawa-bawa perasaan untuk sebuah lelucon Arga. Itu sungguh tidak lucu." "Apa kau pikir ini sebuah lelucon Hazna? Andai saja aku bisa mengatakannya seperti itu. Andai saja hatiku tidak memilihmu hingga sejujurnya aku pun merasa bersalah pada Maliq. Tapi inilah kenyataannya Hazna. Aku mencintai mantan isteri dari sahabatku sendiri." Aku tersenyum miris sambil menggeleng. "Tidak Arga. Kau tidak mencintaiku. Mungkin saja itu hanya rasa tertarik bukan cinta. Jangan terlalu yakin, karena banyak orang yang salah menafsirkan sebuah perasaan." "Aku tidak mungkin salah Hazna. awalnya kufikir memang begitu tapi apa aku salah mengartikan ini sebuah cinta jika perasaan tidak biasa ini hadir sejak aku pertama kali melihatmu di ruangan Maliq saat kau belum menjadi isterinya? Aku tahu Hazna perasaanku saat itu tidaklah benar. Aku menekan perasaanku berharap semua hilang seiring berjalannya waktu saat aku menemukan wanita lain. Karena aku pun sadar diri aku tak pantas untuk Wedding for My Husband | 270 wanita sempurna sepertimu. Aku yang saat itu masih menjadi laki-laki brengsek tak jauh beda dari Maliq hanya bisa diam memandangmu dari jauh. Melihat kau menikah dengan Maliq, aku berusaha mengikhlaskanmu. Tapi saat aku tahu Maliq hanya mempermainkanmu, ada keinginan kuat dalam diriku untuk mendampingmu dan menyembuhkan lukamu." Hazna diam dengan pikiran berkecambuk entah kemana. Ya Allah, tidak pernah sekalipun terpikir dalam benaknya bahwa laki-laki di sampingnya ini menaruh hati padanya. Rasanya sungguh sulit dipercaya saat Arga mengatakan bahwa dia mencintai Hazna yang tidak lain adalah mantan isteri dari Maliq, sahabatnya sendiri. "Aku..." “Bundaaaaa" Kata-kata Hazna terhenti saat mendengar Daffi memanggil Hazna. Saat menoleh Hazna melihat Daffi sedang berlari ke arahnya dan Arga. “Om Arga? Om kok ada disini?" “lya, Om kesini untuk jemput Daffi." Kulihat Daffi memasang wajah bingungnya lalu mengalihkan tatapannya padaku. “Loh Bun kok Om Arga yang jemput, bukannya Ayah?" “Ayah ada pekerjaan mendadak sayang, jadi Ayah tidak bisa datang untuk jemput Daffi" "Kok gitu sih Bun. Ayah kan udah bilang kemarin mau jemput Daffi.” Hazna melihat Daffi memasang wajah kesalnya. Dan arga pun menghampiri Daffi lalu bersimpuh di hadapan Daffi untuk mensejajarkan wajahnya. Ely Faridah | 271 "Daffi dengerin Om yah, bukannya Ayah tidak mau jemput Daffi tapi tadi Ayah ada pekerjaan mendadak yang tidak bisa ditinggalkan. Jadi Ayah minta tolong Om untuk jemput Daffi. Begini saja bagaimana sebagai permintaan maaf Ayah Malig. Om yang akan traktir Daffi ice cream, bagaimana? Daffi mau?" Mendengar kata ice cream muka kesal daffi langsung berbinar-binar. Daffi sungguh penggemar ice cream. Tak akan sulit membuat daffi senang. Cukup dengan memberinya ice cream sudah dapat melihat wajah bahagianya. "Beneran om mau traktir Daffi ice cream? Kalau begitu ayo kita beli ice cream!" Daffi langsung menggandeng tangan Arga. "Bunda ayo! Daffi mau ditraktir ice cream sama Om Arga" Arga pun bangkit dan menatap Hazna dan Hazna pun hanya balas tersenyum kecil padanya. Siang ini Hazna berjalan menyusuri trotoar dengan tangannya menggandeng tangan Sheina. Gadis kecil yang dulu ditemukannya di sebuah pasar dan kini hidup bersama anak-anak lain di yayasan yang didirikan Hazna. Dia sekarang sudah tumbuh menjadi gadis yang manis. Sekarang usianya hampir 10 tahun. Hazna dan Sheina baru saja pulang dari pasar membeli sayuran. Hari ini Hazna mengunjungi yayasan diantar Ezra dan Daffi. Tapi pagi tadi Ezra tak bisa menemaninya di yayasan karena akan langsung berangkat ke Singapura untuk urusan bisnis. Hazna terkadang hanya bisa geleng-geleng kepala melihat Kakaknya yang begitu sibuk. Terkadang dalam sebulan Ezra hanya ada di rumah selama seminggu. Wedding for My Husband | 272 Hazna terkaget saat merasa tubuhnya terdorong turun kepinggir jalan saat merasa seseorang menabraknya dengan kencang. “Maaf mba, saya buru-buru." “Bunda enggak apa-apa?” Sheina turun menghampiri Hazna yang saat ini berada dipinggir jalan. Sheina ikut membantu mengambil beberapa kantong belanjaan yang terjatuh. “Astagfirullah Sheina " Hazna_ kembali terkaget saat melihat Sheina tersenggol kaca spion mobil yang melintas disampingnya. Dan sheina terdorong kedepan lalu jatuh. Hazna menghampiri Sheina yang saat ini terduduk dijalan. Sheina meringis sakit, dan saat Hazna melihat ternyata rok panjang yang dikenakannya sobek dibagian lutut. Hazna melihat sebuah mobil range rover berhenti di hadapannya. Dan seorang laki-laki tinggi besar keluar dari mobil. Tanpa memperdulikannya Hazna membantu Sheina untuk berdiri. Sheina mengernyit menahan sakit. "Maaf aku sungguh tidak sengaja. Apa dia baik-baik saja?" Hazna mendongak menatap laki-laki yang saat ini memakai kacamata hitam. Jujur saja Hazna kesal karena Hazna tahu pengendar itu membawa mobil dengan kencang dan kurang memperhatikan jalan. “Bisakah anda lebih berhati-hati membawa mobil anda?" Hazna kembali menunduk dan menatap Sheina yang masih terlihat kesakitan. “Hazna?" Ely Faridah | 273 Hazna kembali mendongak dan melihat laki-laki itu sudah membuka kacamata hitamnya. Hazna mengerutkan kening saat rasanya wajah laki-laki itu seperti tak asing baginya dan dia juga tahu nama Hazna. "Aku Sam teman Arga. Beberapa hari yang lalu kita sempat bertemu dimall.. Kau ingat? Ah, begini saja aku benar-benar minta maaf Hazna karena tidak sengaja menabrak gadis kecil ini. Bagaimana kalau sebagai permintaan maafku aku akan mengantar kalian pulang atau kita ke rumah sakit saja?" Tiba-tiba sheina menarik tangan Hazna pelan. "Bun, kita pulang aja yah? Sheina enggak mau ke rumah sakit. lagian lukanya enggak terlalu parah." Dan Hazna menoleh ke arah Sam_ kembali. Sebenarnya Hazna benar-benar lupa wajah Sam karena saat pertama bertemu dia tidak terlalu memperhatikan Sam. "Terima kasih atas tawaranmu tapi aku rasa tidak perlu Sam. Kau tidak perlu mengantarkan kami ke rumah sakit. Kami akan langsung pulang saja. " "Baiklah kalau begitu akan kuantar kalian pulang. Sungguh aku akan merasa sangat bersalah jika kalian menolaknya. Lagipula dia juga terlihat kesakitan. Bukankah lebih baik jika aku antar kalian agar kalian cepat sampai dan lukanya bisa cepat diobati." Hazna_ memikirkan kata-kata Sam yang ada benarnya. Perjalanan dari sini memang lumayan jauh untuk sampai ke yayasan dan jika menunggu angkutan paling tidak harus menunggu penumpang nya penuh. Kasihan sheina yang sudah kesakitan. "Baiklah, tolong antarkan kami pulang saja." Wedding for My Husband | 274 Sam tersenyum lalu mengangguk dan Hazna membantu menuntun Sheina masuk kedalam mobil sedangkan Sam membantu membawa belanjaan mereka. 15 menit kemudian Hazna dan Sheina sampai di yayasan. Mereka turun dari mobil dan Hazna membantu Sheina masuk kedalam dan mendudukkannya di ruang tamu. “Bunda, Kak Sheina kenapa Bun?" Daffi dan beberapa anak lain yang sedang bermain bola di halaman depan menghampiri Hazna dan Sheina. “Kak Sheina tidak apa-apa Daffi hanya luka kecil. Sekarang Daffi sama yang lain main lagi yah sayang, Bunda akan mengobati Kak Sheina." Daffi mengangguk lalu menatap Sheina. "Kak Sheina cepat sembuh yah biar nanti bisa main lagi sama Daffi." “lya, makasih Daffi." Daffi pun kembali bermain dengan anak-anak yang lain. Hazna bersyukur Daffi bisa menerima dan mengerti bahwa Hana juga adalah bagian dari anak-anak disini. Dia tidak iri saat Hazna juga memberikan perhatian pada anak- anak yang lain. Daffi bahkan mau bergabung dan berteman dengan mereka. "Duduklah Sam, aku akan kebelakang untuk mengambil kotak obat" Hazna mempersilahkan Sam duduk saat melihatnya hanya berdiri didekat pintu. Lalu Hazna menuju kearah dapur dan mencari kotak obat dan kembali keruang tamu untuk mengobati luka Sheina. 15 menit kemudian Hazna sudah selesai mengobati Sheina. Ely Faridah | 275 "Sekarang kembalilah ke kamarmu Sheina dan istirahatlah. Bunda akan memanggil Ajeng untuk membantumu ke kamar." "Ilya Bunda. Terimakasih sudah mengobati Sheina dan om terima kasih sudah mengantar Sheina dan Bunda pulang.” "Sama-sama Sheina. Maafkan Om yang tidak sengaja membuatmu terluka." "Ilya om tidak apa-apa. Kalau begitu Sheina masuk dulu. Sampai ketemu lagi Om." Hazna menatap Sheina yang berjalan masuk dengan dituntun Ajeng dan tak lama kemudian dia mendengar suara adzan berkumandang. “Apa ini yayasan milikmu?” “Yayasan ini milikku dan teman-temanku. Tapi aku yang turun tangan untuk mengurusnya karena teman- temanku punya kesibukkan lainnya.” “Berapa banyak anak-anak yang tinggal disini?” “Sekitar 50 anak lebih.” “Apa semua anak-anak disini tidak memiliki orang tua?” “Untuk yang tinggal disini ya, mereka adalah anak- anak yang tidak memiliki orang tua tapi ada anak-anak dari luar yayasan yang sering datang kesini untuk ikut belajar bersama. Contohnya anak-anak yang tidak bisa sekolah.” “Apa kau yang mengajar mereka?” “Terkadang aku, terkadang juga temanku yang berprofesi sebagai guru.” “Apa anak-anak di sini bersekolah Hazna?” “Alhamdulillah semua anak-anak di yayasan_ ini bersekolah, dan banyak diantara mereka mendapat Wedding for My Husband | 276 beasiswa_ dari sekolahnya karena menjadi murid berprestasi.” Ditengah perbincangan mereka, Hazna mendengar suara adzan dzuhur berkumandang. “Sudah masuk waktu sholat dzuhur, apa kau ingin ikut sholat bersamaku dan anak-anak?" Hazna melihat ekspresi Sam berubah. Seperti merasa tidak enak pada Hazna. “Aku seorang non muslim Hazna." Dan Hazna pun mengetahui fakta baru. Bahwa laki- laki dihadapannya bukan seorang muslim. "Oh maafkan aku, aku tidak tahu itu." “Tidak apa-apa, aku bisa menunggu kau dan anak- anak sampai selesai sholat" “Baiklah kalau begitu aku pamit untuk sholat dulu." Sam mengangguk pada Hazna. Hazna pun pergi hendak sholat tapi tiba-tiba Sam memanggilnya. "Boleh aku bertanya sesuatu?" Hazna mengerutkan kening saat merasa nada bicara Sam terdengar lebih serius. Tapi akhirnya Hazna tetap mengangguk pada Sam. "Ya" “Apa kau sudah menikah?" Hazna tertegun mendengar pertanyaan Sam. Untuk apa tiba-tiba Sam bertanya tentang hal seperti itu. Hazna menghembuskan nafas_ perlahan lalu mengalihkan pandangan ke arah lain. Menghindari tatapan Sam yang menunggu jawabannya. "Ya, aku sudah menikah. Lebih tepatnya sudah pernah menikah" Ely Faridah | 277 PART 3) "Ini bukan soal seberapa banyak hati yang ditawarkan kepadamu. tapi ini tentang seberapa siap kamu memilih diantara mereka tanpa harus menyakiti salah satunya” -author- Arga memasuki kantor Maliq diikuti Sam dibelakangnya. Sampai di lantai ruangan Maliq dia melihat sekertaris Mali, yaitu Tama. "Tama." laki-laki bernama Tama itu berdiri dan mengangguk hormat. "Selamat siang Pak Arga. Ada yang bisa saya bantu?" "Apa Pak Maliq ada?" "Ada pak, Pak Maliq ada di ruangannya." "Bagus, sekarang boleh tolong katakan padanya bahwa saya ingin bertemu?" "Baik Pak. Mohon tunggu sebentar." Tama menarik gagang telepon untuk menghubungi Maliq dan mengatakan bahwa Arga ingin bertemu. Setelah mendapat jawaban dari Maliq, Tama menutup teleponnya kembali. "Pak Arga, Bapak Maliq bilang pak Arga bisa langsung masuk keruangan Beliau." "Oke,terima kasih." "Sama-sama Pak" Arga berjalan lebih dulu disusul Sam dibelakangnya. Tapi Sam berhenti di depan meja Tama. Dia tersenyum simpul menatap sekertaris Maliq itu. "Thanks." Wedding for My Husband | 278 “Your welcome Sir." Arga memasuki ruangan Maliq tanpa mengetuk pintunya. Dia melihat Maliq sedang sibuk dengan berkas- berkas nya. “Lihat siapa yang kubawa ini kawan!!" Maliq mendongak lalu mengerutkan kening tidak mengerti ucapan Arga tapi sesaat kemudian dia bahwa Sadar Arga tidak sendiri. “sam?” Maliq berdiri lalu memutari meja menuju ketempat Arga dan juga Sam. "Yes, ini aku. Apa kabar kawan?" Mereka berpelukan dan Sam menepuk punggung Maliq. “Aku baik, bagaimana denganmu? Aku tidak menyangka bertemu lagi denganmu." “Aku juga baik. Kau yang terlalu sibuk dengan kantor Malig." "Haha iya, iya." Maliq tertawa mendengar candaan Sam. Sam adalah temannya saat mereka bertiga kuliah di Jerman. Mereka_ sering bersama untuk membolos. Untuk mengincar para bule cantik ataupun sekedar nongkrong di club. Tapi mereka berpisah saat Maliq dan Arga kembali ke Indonesia setelah mereka lulus kuliah. Sam sempat beberapa kali mengunjungi mereka di Jakarta sekedar untuk liburan ataupun urusan kerja. Tapi terhitung sudah hampir 7thn mereka tidak bertemu sejak terakhir Sam datang ke Indonesia. "Ah, bagaimana kalau malam ini kita berkumpul seperti dulu?" Ely Faridah | 279 Tanpa sam sadari Maliq dan Arga berpandangan dan tersenyum canggung. "Bagaimana Arga? Kau mau kan?" "Hah? ehh, emm sori Sam sepertinya aku tidak bisa. Aku, aku ada beberapa pekerjaan yang harus selesai besok. Jadi mungkin aku harus lembur." "Ck!! Sungguh membosankan Arga. Kau lebih mirip Maliq sekarang yang sering menempel di bangku kantor. Bagaimana denganmu Maliq? Apa kau bisa pergi malam ini?" "Emmm sepertinya, sepertinya aku tidak bisa." "Oh jangan bilang bahwa kau juga ada pekerjaan yang harus dikerjaan? Oh ayolah, kalian ini seorang bos untuk apa para bawahan kalian. Jika kalian masih harus bekerja keras seperti itu." "Bukan, hmm aku.." Maliq mencoba mencari alasan yang lebih logis. Dia tidak mungkin mengatakan pada Sam bahwa dia bukanlah Maliq yang dulu. Dia telah berubah. Bukan lagi Maliq yang brengsek yang menghabiskan malamnya untuk tebar pesona pada para wanita atau sekedar berkumpul dengan teman-temannya disebuah club malam, dengan ditemani botol-botol minuman keras. Dan di tengah lamunannya Maliq mendengar suara seseorang. "Ayahhhh" Maliq menoleh dan mendapati Daffi sedang berjalan masuk keruangannya. "Daffi" "Haii ayah. eh, ada om Arga?" Daffi mamandang orang-orang yang ada di ruangan Maliq dengan senyuman lebar. "Daffi, kamu sama siapa kesini nak?" Wedding for My Husband | 280 “Daffi kesini sama Bunda, Ayah." Maliq mengerutkan kening bingung karena tidak melihat Hazna. “Bunda? Dimana bunda?" "Itu di belakang." Maliq menoleh kearah pintu saat melihat seorang wanita berjilbab besar berwarna biru langit dengan gamis putih bermotif bunga memasuki ruangannya. “Assalamualaikum" “Walaikumsalam" Maliq dan Arga menjawab salam Hazna dengan serempak. "“Maaf kalau menganggumu Maliq tapi Daffi menangis pagi ini, memaksa untuk bertemu denganmu." Sam dan Arga melihat semua itu. Melihat Maliq dan Hazna yang sedang berbincang layaknya suami istri yang sedang membicarakan pertumbuhan anak mereka. “Apa maksudnya semua ini Arga? Apa ada sesuatu yang terjadi yang aku lewati? Dan kenapa anak itu memanggil Maliq dengan sebutan ayah?" Sam yang masih berdiri disamping Arga berbisik disampingnya dengan pandangan yang masih fokus menatap Maliq, Hazna dan juga Daffi. "Dia adalah anak dari Maliq dan Hazna. Mereka menikah beberapa tahun yang lalu dan bercerai." Sam membelalakkan matanya dan menoleh cepat ke arah Arga yang belum mengalihkan matanya dari Maliq dan Hazna. "Jadi maksudmu Maliq adalah mantan suami Hazna?" "Ya begitulah." "Oh hai Arga dan Sam. Kalian ada disini?" Ely Faridah | 281 "Ya Hazna, apa aku sekecil itu sampai tak pernah terlihat di matamu?" Maliq menoleh menatap Arga yang sedang menatap lurus kearah Hazna. Maliq cukup terusik dengan kata-kata Arga. Terdengar seperti candaan yang mengandung arti. Sedangkan Hazna membuang pandanganya ke arah lain. Hazna tahu setelah pernyataan cinta Arga kemarin mereka tidak mungkin menganggap semua seperti tidak terjadi apa-apa. "Kalau begitu aku pamit dulu. Daffi dengarkan Bunda jangan nakal dan menganggu pekerjaan Ayah. Daffi harus menurut apa yang ayah katakan. Mengerti Daffi?" Daffi yang sudah duduk di sofa mendongak lalu mengangguk. "Mengerti Bunda." Lalu kembali sibuk bermain game ditablet milik Maliq. "Aku permisi Malig, Arga dan Sam. Assalamualaikum" "Walaikumsalam" Diam-diam tanpa Arga dan Maliq sadari Sam melihat semua itu. Melihat bagaimana Maliq dan Arga menatap Hazna dengan cara yang sama. Dan detik itu juga dia sadar bahwa mereka --Maliq dan Arga--, mempunyai perasaan yang sama pada seorang wanita yang saat ini melangkah keluar dari ruangan Maliq. Sam memandang kepergian Hazna dengan senyuman dan berbisik lirih. "Semua tidak akan mudah" Siang ini Hazna sedang duduk ditaman sekolah Daffi. Dia sedang menunggu Daffi sekolah dengan duduk Wedding for My Husband | 282 seorang diri dan membaca sebuah buku tentang berbagai macam sifat anak. "Lihat! itu Bundanya Daffi kan? Dengar-dengar dia tidak memiliki suami?" Tiba-tiba salah satu dari segerombolan ibu-ibu yang sedang duduk tidak jauh dari tempat Hazna memandangi Hazna yang sedang sibuk membaca buku. "Hah, tidak memiliki suami? Jika dia tidak memiliki suami lalu Daffi itu anak siapa? Apa dia hamil lalu pacarnya tidak mau bertanggung jawab?" Ibu-Ibu yang lain ikut menimpali kata-kata dari Ibu sebelumnya. "Huss, jangan sembarangan kalau ngomong. Masa wanita sholehah seperti Bu Hazna hamil diluar nikah." Dan ibu-ibu yang memakai jilbab di hadapannya pun ikut berkomentar. "Ya bisa saja kan. Tidak ada yang tidak mungkin. Siapa tau setelah hamil diluar nikah dan harus membesarkan Daffi sendirian dia jadi bertobat dan menjadi sholehah seperti itu" Hazna_ mendengarnya, mendengar semua_ itu. Bohong jika dia mengatakan dia tidak mendengar itu karena bagaimanapun dia berpura-pura hatinya tetap terusik oleh setiap perkataan dari ibu-ibu diseberang tempat duduknya. Hazna menunduk dan tersenyum miris. Sebelum akhirnya dia bangkit dan berjalan kearah gerombolan ibu- ibu yang sejak tadi setia menjadikan Hazna sebagai topik hangat pembicaraan mereka. “Assalamualaikum Ibu-Ibu." Para segerombolan ibu-ibu itu langsung gugup saat melihat Hazna yang menghampiri mereka. Ely Faridah | 283 "Wa.. walaikumsalam." "Bolehkah saya ikut duduk disini dan bergabung dengan kalian?" Mereka saling berpandangam bingung sampai salah satu diantara mereka mengangguk. "Silahkan Bu Hazna." Hazna duduk dan memandang mereka satu persatu, lalu tersenyum pada mereka. "Kenalkan nama saya Hazna. saya adalah ibu dari Daffi." Para ibu itu menoleh ke arah Hazna dengan pandangan salah tingkah dan juga tidak enak. "Tidak perlu merasa tidak enak Bu. Dari tempat saya duduk sebelumnya saya mendengar semuanya dan saya memakluminya." Para ibu itu terkesiap memandang Hazna. "Bu, maaf Bu Hazna. bukan maksud kami untuk...." "Tidak apa-apa Bu saya mengerti, tapi dari pada nantinya ibu-ibu menambah dosa dengan mempertanyakan tentang saya dan menduga-duga kebenaran yang bahkan belum tentu benar jadi biar saya beritahu sedikit tentang saya dan anak saya." "Saya adalah seorang single parent. Itu status saya sebenarnya. Daffi memang tidak pernah dijemput ayahnya saat pulang sekolah seperti anak ibu-ibu semua, tapi itu bukan karena Daffi tidak memiliki Ayah. Bukan karena Ayah Daffi lari dari tanggung jawab dan menelantarkan Daffi. Tapi karena Ayahnya menyadari bahwa ada jarak yang harus saya jaga dengannya. Saya sudah pernah menikah 6 tahun yang lalu dan akhirnya memutuskan berpisah. Saya dikaruniai 2 orang anak. Namanya Daffi yang saat ini sedang belajar didalam sana dan satu lagi Wedding for My Husband | 284 bernama Daffa yang tidak lain adalah saudara kembar Daffi yang saat ini sudah bahagia disurga." Para ibu itu melotot pada Hazna tidak menyangka tentang cerita Hazna. “Saya menceritakan ini bukan untuk mengubah pandangan ibu-ibu pada saya. Sungguh saya tidak pernah perduli apapun yang orang katakan tentang saya ataupun hidup saya. Yang saya perdulikan adalah disini kita, saya dan ibu-ibu semua duduk disini untuk menunggu anak- anak kita di dalam sana yang sedang belajar bukan? Belajar untuk menjadi anak yang pintar. Agar suatu hari bisa menjadi seseorang yang lebih baik dari kita. Tapi bagaimana mereka akan menjadi lebih baik jika kita sebagai guru besar mereka justru duduk disini untuk menambah keburukan kita dengan membicarakan apa yang ibu-ibu sendiri tidak tahu kebenarannya" Ibu-ibu dihadapan Hazna perlahan-lahan menunduk menahan malu karena ucapan Hazna. Hazna memegang tangan seorang ibu yang berada disampingnya. “Maafkan saya, jika perkataan saya menyinggung ibu-ibu semua. Tapi sungguh bukan saya ingin sok suci tapi daripada ibu-ibu membicarakan saya yang saya yakin tidaklah penting untuk ibu-ibu semua, bukankah lebih baik jika kita membicarakan hal yg lebih bermanfaat dari itu?" Dan tanpa Hazna sadari seseorang di belakang Hazna melihat dan mendengar semuanya. Semua yang Hazna katakan dan semua yang Hazna lakukan. Maliq menahan sesak di dada melihat pemandangan itu. Ini semua karena ulahnya. Karena dia yang menyia-nyiakan Hazna dan Daffi, dan membuat Hazna memilih pergi darinya. Jika saja dirinya tidak terlalu dalam menyakiti Ely Faridah | 285 Hazna mungkin saja saat ini mereka tetap menjadi keluarga. Kriiiinggggggege... Maliq melihat Hazna dan gerombolan para ibu-ibu itu bubar dan menghampiri anak mereka masing-masing. Dan melihat Hazna yang saat ini sedang menggandeng tangan Daffi dengan senyum tulusnya. Dari sini Maliq dapat melihat Daffi yang sedang berceloteh entah menceritakan apa dan Hazna yang tersenyum sambil terus melangkah meninggalkan sekolah Daffi. Maliq menghampiri Hazna dan juga Daffi dan erhenti dibelakang mereka yang sedang menunggu taxi. "Daffi" Hazna dan Daffi membalikkan tubuh mereka dan melihat Maliq berdiri beberapa langkah dari mereka dengan tersenyum. "AYAH" Daffi berlari kearah Maliq dan langsung memeluknya. "Hai jagoan, bagaimana sekolahmu hari ini?" "Hari ini Daffi dapat nilai 100 Ayah." "Benarkah? Wah hebat anak Ayah." "lya dong, Ayah datang mau jemput Daffi yah?" "Yap, benar sekali. Ayah datang untuk jemput Daffi dan.... Bunda." Maliq mendongak menatap Hazna yang berdiri memandangi Maliq dan Daffi. Dia tersenyum tipis pada Maliq. "Tapi Daffi laper Ayah. Kita makan dulu ya?" "Ayah sih setuju saja. Tapi Daffi Harus izin dulu pada Bunda." Wedding for My Husband | 286 Daffi menoleh kearah Hazna dengan senyum polosnya. “Boleh kan Bun?" Hazna menggendikkan bahu lalu tersenyum tipis. “Bunda bisa apa kalau Daffi memaksa." "Yeay, ayo Ayah kita pergi makan!" "Oke, siap bos!" Maliq berbalik = =menuju = mobilnya = sambil menggendong Daffi. Mereka berjalan dengan saling bercanda. Dan senyuman yang sejak tadi menghiasi wajah Hazna tergantikan dengan hembusan nafas berat sebelum melangkah mengikuti langkah Maliq. Setelah makan siang Maliq mengantarkan Hazna dan Daffi pulang. Dan Daffi justru tertidur dikursi belakang dengan menjadikan pangkuan Hazna sebagai bantalannya. Mereka berada pada situasi yang canggung. Hanya ada suara radio yang terdengar selama perjalanan pulang. Dan saat sampai kerumah, Maliq menggendong Daffi sampai kekamarnya. Setelahnya dia pamit pulang pada Ummi Hazna yang sedang sibuk memasak. Hazna mengantar Maliq sampai ke depan teras rumahnya. Tapi sebelum melangkah menuju kemobilnya Maliq berbalik menatap Hazna. “Hazna." Hazna memandang bingung pada Maliq yang tiba- tiba berhenti melangkah. "Ya?" “Bolehkah aku berjuang untukmu dan Daffi." Hazna tertegun ditempatnya. “Apa maksudmu?" Ely Faridah | 287 "Dulu kau yang selalu berjuang untukku dan Daffi. Jadi bolekah sekarang aku ganti berjuang untukmu. Lebih tepatnya berjuang untuk kembali bersamamu?" Dan Hazna mematung tanpa tahu apa yang harus dia katakan. Wedding for My Husband | 288 PART 38 “Jangan selalu berpikir bahwa dia akan selalu menunggumu. Kamu hanya tidak tau ada orang yang sedang berusaha menggantikan posisimu" -author- "Jadi kau sudah pernah menikah dan wanita yang kau nikahi adalah Hazna dan kau tak memberitahuku? Good Maliq. Kau sudah tidak menganggapku sebagai sahabatku heh!" Sam melipat tangannya didepan dada. Dia sedang duduk disofa ruangan Maliq bersama juga dengan Arga. Daffi baru saja tidur siang dikamar yang ada diruangan Maliq. "Bagaimana dia akan mengundangmu Sam jika dia menikahi Hazna hanya karena terpaksa" Sam menoleh kearah Arga lalu mengerutkan keningnya tidak mengerti. “Terpaksa? Maksudnya?" “Arga, jangan mulai." Maliq menatap tajam Arga yang dibalas Arga dengan mengendikkan bahunya cuek. “Ya Sam. Dulu aku akui aku memang bersalah pada Hazna. Tapi sekarang aku sedang berusaha memperbaiki kesalahanku dan juga hubunganku, karena aku baru sadar aku mencintainya." "Kau pernah dengar istilah penyesalan akan datang diakhir. Ya, itulah yang sedang sahabat kita rasakan saat ini Sam." Ely Faridah | 289 Arga tersenyum sinis membalas tatapan tajam Maliq setelah puas menyindirnya. "Selamat siang Hazna Hazna yang baru saja akan masuk kedalam yayasan kaget saat melihat Sam ada diteras yayasan. "Sam? Ya selamat siang ada apa kau datang kemari?" "Ada yang ingin aku bicarakan Hazna. Tentang yayasan ini." "Oh, kalau begitu mari kita duduk didalam saja." Hazna pun menpersilahkan Sam duduk di ruang tamu. "Jadi apa yang ingin kau bicarakan Sam? "Begini Hazna aku berniat menjadi donatur tetap di yayasan mu ini. Apa bisa?" Hazna menatap Sam serius. Dia cukup heran mengapa tiba-tiba Sam ingin menjadi donatur tetap di yayasan ini. "Boleh aku tau mengapa tiba-tiba kau ingin menjadi donatur di yayasan ini?" "Ya, aku hanya ingin menyumbangkan sedikit hartaku. Lagipula ini bukan atas nama pribadi tapi atas nama perusahaan, Hazna. Jadi apa boleh?" Hazna terlihat berpikir sebentar sebelum menatap Sam kembali. "Begini, aku sungguh sangat berterima kasih jika kau berniat menjadi donatur disini dan aku akan menjelaskan tentang yayasan ini juga berbagai kegiatan anak-anak di sini. Tapi maaf Sam ini sudah masuk waktu sholat ashar. Apa kau mau menungguku selesai sholat atau kau mau kembali besok?" Wedding for My Husband | 290 “Aku bisa menunggu Hazna. Kau bisa sholat dulu “Baiklah kalau begitu, Maaf aku tinggal dulu Sam." Hazna bangkit dari duduknya untuk sholat ashar tapi sebelum itu dia meminta tolong salah satu anak asuhnya membuatkan minum untuk Sam. Sambil menunggu, Sam melihat-lihat beberapa pajangan disana. Beberapa foto kegiatan anak-anak. Dan sebuah lemari besar berisi puluhan piala yang didapat dari anak-anak disini. "Eh tunggu sebentar, boleh saya bertanya sesuatu?" Sam tiba-tiba menghentikan langkah seorang anak perempuan berusia sekitar 14 tahun yang baru saja menyajikan minum untuknya. “Tanya apa om?" “Boleh saya bertanya dimana letak toiletnya?" "Oh, om bisa lurus terus belok kiri. " "Oke, terima kasih... ?" “Ajeng om, nama saya Ajeng" "Ya. Terima kasih Ajeng." “Sama-sama Om kalau begitu saya permisi" Sam melangkah melewati banyak kamar yang dia yakin kamar anak-anak disini. Dia lalu berbelok kekiri sesuai petunjuk Ajeng tadi. Tapi dia berhenti saat mendengar sebuah suara dari ruangan yang baru saja akan dia lewati. Ruangan itu luas dan hanya ada karpet yang menutupi lantai disana. Sam mengira ini adalah tempat yang mungkin digunakan untuk sholat. Dia melihat Hazna disana memakai mukenanya dan dia sedang membaca al-Qur'an. Sam menutup matanya saat mencoba meresapi setiap alunan bacaan yang Hazna ucapkan. Tiba2 dia merasakan Ely Faridah | 291 getaran aneh yang membuat sejujur tubuhnya merinding. Dia membuka matanya dan melihat Hazna masih disana. Dari tempatnya berdiri dia melihat Hazna terlihat sangat cantik. Wajahnya polos tanpa polesan make up, Jauh berbeda dari para wanita yang selama ini Sam temui. Sam merasa bahwa wajah Hazna seperti bersinar. Dan harus Sam akui Hazna adalah wanita yang cantik dan juga menarik. Sam menggelengkan kepalanya lalu langsung melangkah menuju toilet. Saat dia kembali dia sudah melihat Hazna duduk di ruang tamu. "Maaf, Aku baru saja dari toilet." "Tidak apa-apa Sam. Maaf juga jika aku terlalu lama meninggalkanmu." "Tidak masalah. Jadi bisakah kita mulai membahas tentang yayasan ini " Akhirnya Hazna dan Sam_ terlihat — serius membicarakan tentang yayasan. Berbagai kegiatan yang ada disini dan beberapa prestasi yang anak-anak yayasan peroleh. Sampai satu jam terlewat begitu saja. "Terima kasih Sam atas kebaikan hatimu. Semoga Tuhan melancarkan segala rezekimu." "Ya sama-sama Hazna aku juga senang bisa membantu anak-anak disini." Mereka berdiam beberapa saat dengan Hazna yang sedang membereskan beberapa dokumen diatas meja. "Hazna?" "ya" "Aku tidak menyangka jika kau adalah mantan isteri dari Maliq. Bahkan aku tidak tau jika Maliq pernah menikah." Wedding for My Husband | 292 Hazna mendongak menatap Sam. Dia cukup terkejut saat diantara banyak macam topik justru topik ini yang Sam bicarakan. Hazna menghembuskan nafas perlahan, lalu menumpuk dokumen terakhir dan menegapkan posisi duduknya. "Ya begitulah, aku sendiri juga tak menyangka jika kau adalah sahabat Maliq.” “Aku bersahabat dengannya saat aku, Maliq dan Arga kuliah dijerman. Dan sudah lama sekali kami tidak bertemu." “Pantas aku tak melihatmu di acara pernikahanku dulu." "Boleh aku tahu mengapa kau dan Maliq memutuskan untuk berpisah?" Hazna menoleh ke arah Sam lalu tersenyum tipis. “Karena memang sudah jalannya." “Apa kau berniat kembali pada Maliq?" Hazna mengendikkan bahunya. "Entahlah, karena kemungkinan untuk kami kembali sangatlah kecil." "Kenapa? Sam tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya dan langsung menanyakan pada Hazna. "Karena Maliq sudah menjatuhkan talak 3 nya kepadaku." “Lalu?" “Dalam islam seorang wanita yang sudah dijatuhkan talak 3 haram baginya untuk kembali pada mantan suaminya sebelum wanita itu menikah dengan laki-laki lain" "Jadi dengan kata lain, kau harus menikah dulu dengan laki-laki lain jika ingin kembali lagi dengan Maliq" Ely Faridah | 293 "Ya, kurang lebih seperti itu." "Lalu apa kau sudah berniat untuk menikah lagi dengan laki-laki lain" Hazna tersenyum tipis. Dia memaklumi ketidak tahuan Sam. "Tidak seperti itu Sam. Menikah bukanlah hal yang main-main. Kita tidak bisa menjadikan sebuah pernikahan sebagai alat untuk tujuan_ tertentu. Sekali pun ketentuannya adalah aku harus menikah dengan lelaki lain setelah itu baru bisa bersama Malig, bukan berarti aku menjadikan orang lain sebagai korbannya. Sekalipun aku menikah lagi itu harus pernikahan sungguhan yang tidak boleh diniatkan untuk berpisah hanya karna aku ingin kembali pada mantan suamiku. Setidaknya aku harus menjalani pernikahan itu dengan setulus hati tanpa ada niat untuk menghancurkannya" "Tapi bukankah dengan begitu kesempatan mu kembali dengan Maliq sangat tipis" "Ya, bahkan kesempatan itu mungkin tidak ada. Karna aku belum berpikir untuk membangun rumah tangga lagi." "Belum kan? berarti masih banyak kemungkinan untukmu menikah lagi. Mungkin bukan saat ini tapi bisa jadi suatu hari nanti." Hazna menatap Sam dari samping saat mendengar kata-kata. Sam yang sarat akan sebuah keyakinan didalamnya. "Aku tunggu malam ini di rooftop kantor." Maliq mengerutkan kening saat sebuah pesan masuk ke ponselnya. Dia tidak tahu mengapa orang ini Wedding for My Husband | 294 tiba-tiba mengiriminya pesan seperti itu, karena orang itu bisa saja langsung menemuinya. Maliq menggelengkan kepalanya tidak mengerti lalu memutuskan untuk kembali bekerja. Dia meraih telepon untuk menghubungi seketaris Arga. “Hallo Sella? Apa Arga ada di ruangannya?" "Maaf Pak Malig, Pak Arga sedang keluar untuk makan siang." “Baiklah sampaikan saja padanya, jika saya ingin melihat kontrak kerjasama dengan perusahan Jepang yang ditanganinya kemarin" "Baik Pak, akan saya sampaikan nanti." Maliq menutup teleponnya lalu memijat keningnya perlahan, akhir-akhir ini dia sangat sibuk. Bahkan sudah 2 hari ini dia tidak bertemu Daffi dan juga.... Hazna. Mengingat Hazna_ membuat kepala Maliq bertambah pusing mengingat perkataan mamahnya kemarin. Flashback on. "Kamu tidak bisa kembali dengan Hazna, Maliq!" "Kenapa Mah? Aku sudah berubah, bukan lagi Maliq yang brengsek seperti dulu." "Ya mamah tahu itu tapi kenyataannya kamu tidak bisa kembali dengan Hazna setelah kamu menjatuhkan talak 3 padanya" "Maksud Mamah?" "Seorang isteri yang sudah ditalak 3 tidak bisa kembali pada mantan suaminya kecuali jika sang isteri menikah lagi dengan laki-laki lain lalu mereka berpisah." Maliq menoleh cepat pada Mamahnya dengan mata melotot. Ely Faridah | 295 "Menikah dengan laki-laki lain?" "Ya, begitu hukum dalam agama kita Maliq. Dan jika kau tidak rela Hazna menikah dengan laki-laki lain. Maka kau harus mengubur dalam-dalam keinginanmu untuk kembali pada Hazna" Flashback off. Maliq menjambak rambutnya frustasi mengingat perkataan Mamahnya. Mana mungkin Maliq rela jika Hazna harus menikah dengan laki-laki lain dan dimiliki laki- laki lain. la tidak mungkin sanggup melihat semua itu. Dan sesaat kemudian Maliq merasa tertegun ditempatnya saat ia merasakan dejavu. Dulu Hazna yang melihat Maliq menikah dengan wanita lain didepan matanya, bahkan secara terang-terangan Hazna sendiri yang meminta Maliq menikah lagi. Dan sekarang _— bagaimana Maliq —_harus mempersiapkan diri jika benar suatu hati nanti Hazna akan menikah lagi dengan laki-laki lain. Maliq bukan Hazna yang mempunyai hati seluas samudera. Yang selalu terlihat bahwa dia baik-baik saja. Maliq menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan mencoba menyingkirkan berbagai pikiran yang menyesakkan dadanya . Maliq menatap laki-laki di hadapannya tidak mengerti. Dia tidak tahu mengapa tiba-tiba lelaki yang ada dihadapannya mengajaknya bertemu. "Ada yang ingin aku bicarakan." Maliq menaikan alisnya, bingung. "Apa?" Lelaki dihadapannya menatap Maliq serius. Wedding for My Husband | 296 “Aku rasa aku mencintai Hazna." Maliq membelalakkan matanya terkejut. Dia mengepalkan tangannya kuat lalu bergerak maju dan menarik kerah kemeja laki-laki yang ada di hadapannya “Apa maksudmu?" Maliq menekan setiap perkataanya lalu menatap tajam laki-laki itu. “Aku mencintainya dan aku berniat melamarnya." Bughhh.. "APA-APAAN KAU HAH? JELAS-JELAS KAU TAHU SELAMA INI AKU BERJUANG UNTUK MENDAPATKAN DIA KEMBALI. KAU TAHU AKU MENCINTAINYA DAN SEKARANG KAU BILANG KAU JUGA MENCINTAINYA! KAU INGIN MENJADI PENGKHIANAT HAH?" Laki-laki itu mengusap ujung bibirnya yang terluka. Dia sadar bahwa setelah ini mungkin Maliq akan membencinya tapi dia tidak bisa membohongi dirinya sendiri bahwa dia juga mencintai Hazna. Ely Faridah | 297 PART 39 "Ada kalanya pergi adalah pilihan terbaik agar kamu mengerti siapa yang namanya selalu kamu jeritkan dalam hati" -author- Dada Maliq naik turun memandang tajam laki-laki yang saat ini sedang berusaha bangkit setelah dia memberi pukulan tepat di rahangnya. "Maafkan aku." Laki-laki itu menatap Maliq dengan tatapan bersalah. "Katakan jika semua ini hanya leluconmu. Karena Demi Tuhan ini sungguh tidak lucu" Laki-laki itu menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak Maliq, aku tidak bercanda. Aku merasakan perasaan itu tepat semenjak pertama kali aku melihatnya. Aku = mengatakan ini semata-mata karena aku menghormatimu sebagai sahabatku." "JIKA KAU MENGHORMATIKU SEBAGAI SAHABATMU. SEHARUSNYA KAU TIDAK MENCINTAI HAZNA! BRENGSEKK!" Maliq kembali mencengkram kerah kemeja laki-laki itu dengan mata menatap tajam kearahnya. Ingin rasanya dia menghajar laki-laki ini sampai babak belur tapi Maliq menahannya. Dia menyadari bagaimana pun _laki-laki dihadapannya adalah sahabatnya. "Jika aku bisa mengatur hatiku berlabuh dimana. Aku tidak mungkin membiarkan diriku jatuh cinta pada mantan isteri sahabatku Maliq. Sama sepertimu yang tidak bisa menghapus perasaanmu pada Tiffany dulu walau kau Wedding for My Husband | 298 sudah punya Hazna. Aku pun juga begitu Malig. Aku tak bisa menghapus perasaanku pada Hazna walau dia pernah jadi isterimu" Bughhhh.. "JANGAN BAWA-BAWA TIFFANY DALAM MASALAH INI! SIALAN KAU ARGA!" Ya, laki-laki itu adalah Arga, yang mengatakan bahwa dia mencintai Hazna. Arga bangkit kembali dengan tatapan tajamnya pada Maliq "Kenapa? Kenapa aku tidak boleh membawa-bawa nama Tiffany hah? Kau tidak lupa bukan bahwa karena perempuan itu kau menghancurkan Hazna." "Jadi sekarang kau mau menggunakan rasa bersalahku yang telah menyakiti Hazna untuk menjadikan dirimu pantas mencintainya. Begitu?" "Kenapa memangnya? Aku tidak menganggap bahwa itu sebuah kecurangan. Setidaknya aku menjadikan tindakan bodohmu itu sebagai pelajaran buatku untuk tidak melakukannya juga" “Aku tidak menyangka jika aku punya sahabat seorang pengkhianat sepertimu Arga" Bughhhhhh .. Kali ini Arga yang memukul wajah Maliq tepat setelah Maliq selesai mengucapkan kata-katanya. "JIKA AKU KAU ANGGAP PENGKHIANAT SETELAH AKU MENGATAKAN AKU MENCINTAI HAZNA. LALU APA SEBUTAN YANG PANTAS UNTUKMU SETELAH KAU MENGKHIANATI HAZNA DENGAN MENIKAHI WANITA LAIN YANG TERNYATA ADALAH KAKAK IPAR HAZNA SENDIRI!! APA SEBUTAN YANG PANTAS UNTUKMU? BAJINGAN!!" Arga sudah tidak bisa menahan emosinya. Dia sudah cukup bersabar menghadapi sikap Malig. Bahkan dia Ely Faridah | 299 masih menghormatinya sebagai mantan suami Hazna. Itu sebabnya dia mengatakan jika dia mencintai Hazna. "Dengar Maliq! Kau sahabatku, itu adalah fakta yang membuatku merasa bersalah mencintai Hazna karena dia adalah mantan isterimu. Sebenarnya aku punya hak untuk tidak mengatakannya padamu tapi karna aku menghormatimu. Itu) mengapa aku mengatakannya langsung kepadamu. Tapi jika kau malah menganggapku mengkhianatimu. Aku rasa kau harus bertanya pada dirimu sendiri siapa yang lebih hebat untuk menjadi seorang pengkhianat." Setelah itu Arga pergi meninggalkan Maliq yang tertegun ditempatnya mendengar perkataan Arga. Pagi ini Maliq mengadakan rapat yang dihadiri oleh Arga juga Sam sebagai mitra bisnisnya_ kali ini. untunglah Maliq cukup profesional untuk tetap bersikap baik pada Arga setelah pertengkaran mereka kemarin malam. Sam yang diam-diam mengamati Maliq dan juga Arga di ruangan itu cukup tahu bahwa ada yang tidak beres dengan 2 sahabatnya ini . Satu setengah jam kemudian rapat akhirnya selesai. semua peserta meeting keluar satu persatu meninggalkan ruangan, menyisakkan mereka bertiga. "Maliq" Sam menghentikkan langkah Maliq saat melihat laki- laki itu akan keluar dari ruangan tanpa menyapanya sama sekali. "Ada apa Sam? Aku masih banyak pekerjaan." "Santai sedikit kawan, ada apa denganmu? Mengapa kau dan Arga terlihat bersitegang? Kalian ada masalah?" Wedding for My Husband | 300 "Kenapa kau membawa-bawa namaku Sam. Aku diam saja sejak tadi" Arga mendengus kecil saat tiba-tiba Sam menyebutkan namanya. "Oh ayolah, aku mengenal kalian bukan sebulan atau dua bulan. Jelas aku tau jika kalian sedang bermasalah. Bukan begitu Maliq?" Maliq menatap Sam lalu beralih menatap tajam Arga. "Tanya saja pada sahabatmu itu Sam!" Setelah mengatakan itu Maliq berlalu dan keluar dari ruang meeting. "Kurasa memang kau yang harus menjelaskan semuanya Arga" Sam akhirnya mengajak Arga untuk makan siang di cafe depan kantor Maliq setelah rapat. Dia penasaran kenapa 2 sahabatnya ini terlihat saling menghindari satu sama lain. "Jadi ada apa Arga? Aku yakin jika kau dan Maliq sedang ada masalah" "YQ" "Masalah apa?" "Kemarin aku menemuinya" "Lalu?" “Aku mengatakan padanya jika aku mencintai Hazna dan berniat melamarnya." Sam melotot mendengar perkataan Arga. “Kau serius?" “Aku harus bagaimana Sam. Aku mengatakan itu karena aku menghormati Maliq sebagai sahahatku dan karena Hazna adalah mantan isterinya. Aku bisa saja Ely Faridah | 301 langsung melamar Hazna tapi bukankah aku malah akan terdengar seperti seorang pengecut." Mereka terdiam beberapa saat sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. "Kenapa harus Hazna?" Sam menoleh bertanya pada Arga yang saat ini sedang menatap jalanan diluar sana. Arga tetap diam tidak terlihat akan menjawab pertanyaan Sam. "Kenapa Hazna, Arga? Aku tahu jelas seperti apa tipe wanitamu? Apa kau tidak berpikir jika itu hanya rasa tertarik yang bisa hilang kapan saja?" "Kau tidak tahu Sam. Kau tidak tahu bagaimana rasanya aku tersiksa bertahun-tahun lamanya melihat Hazna wanita yang kucintai harus tersakiti oleh Maliq. Bagaimana aku melihat keikhlasan hati Hazna menerima Maliq menikah lagi di depan matanya dan aku tidak bisa melakukan apa-apa untuk meringankan sakitnya Sam." "Apa maksudmu dengan Maliq menikah lagi Arga?" Arga tertegun dan menyadari bahwa dia kelepasan bicara’ dia mengalihkan pandangan_ kearah lain. Mengabaikan pertanyaan Sam. "Arga, kau masih menganggapku sahabatmu bukan?" Arga menghembuskan nafas nya perlahan lalu menatap Sam yang menatapnya dengan pandangan menuntut. "Fine, karena aku masih menganggapmu sebagai sahabatku. Aku akan menceritakannya padamu tapi aku harap kau bisa menjaga rahasia ini" Arga akhirnya menceritakan semua yang terjadi. Tentang pernikahan Maliq dan Hazna, tentang sikap Maliq sampai pernikahan Maliq dan Tiffany. Sam menatap Arga Wedding for My Husband | 302 dengan pandangan tak percaya setelah Arga menceritakan semuanya. "Katakan bahwa kau berbohong Arga. Bagaimana mungkin Maliq sebrengsek itu." "Itu kenyataan Sam. Jadi apa aku salah jika aku mencintai Hazna? Aku ingin membahagiakan dia Sam." Sam tidak menjawab karena terlalu sibuk mencerna setiap cerita Arga. Dia benar-benar sulit mempercayainya. Dan dia hanya mendapat satu kesimpulan dari semua yang diceritakan Arga bahwa Hazna bukan hanya berhati baik tapi Sam merasa Hazna lebih dari itu. Dia seperti malaikat. Sam melangkah kearah taman belakang yang berada di yayasan milik Hazna. Tadi sewaktu Sam datang dia bertemu Sheina dan Ajeng di teras depan lalu mereka berkata bahwa Hazna ada taman di belakang sedang menemani Daffi bermain bola dengan anak-anak lainnya. “Hazna?" Hazna yang sedang berdiri memandang Daffi dan gerombolan anak-anak lainnya menoleh kearah sumber suara yang memanggilnya. "Sam? Sedang apa kau disini?" “Ada yang mau aku bicarakan padamu" "Kalau begitu kita bisa bicara didalam" “Tidak usah Hazna, di sini saja. Lagipula ini bukan hal yang serius" “Baiklah" lama mereka terdiam sampai suara Sam membuyarkan kesunyian diantara mereka. “Aku ingin pamit padamu." “Pamit?" “Aku akan kembali ke Jerman besok." Ely Faridah | 303 Hazna menaikkan sebelah alisnya bingung. "Kau akan kembali ke Jerman? Kupikir kau akan menetap disini." "Untuk saat ini aku belum bisa menetap tapi suatu hari nanti saat aku mempunyai seseorang yang bisa aku jadikan alasan untuk tetap tinggal. Aku pasti akan menetap disini. Suatu hari nanti saat ada seseorang yang bisa aku jadikan tempat untukku pulang." Hazna tersenyum mendengar perkataan Sam yang terdengar penuh dengan kesungguhan. "Kuharap kau akan segera menemukan orang itu Sam" Sam tersenyum memandang Hazna. Dia menoleh lagi kearah anak-anak yang sedang bermain bola. "Boleh aku bertanya Hazna?" "ya" "Jika ada seorang laki-laki yang diam-diam mencintaimu dan ingin menjadi pendampingmu. Apa yang akan kau lakukan?" Hazna menoleh cepat kearah Sam_ terkejut mendapat pertanyaan seperti itu. Jujur dari setiap kali Hazna berbincang dengan Sam banyak dari perkataan pria itu yang entah mengapa Hazna rasa ada maksud tertentu. Tapi setiap dia memandang Sam ekspresi pria itu tidak pernah bisa terbaca oleh Hazna. "Aku tidak tahu Sam. Banyak yang harus aku pikirkan. Aku bukan lagi seorang gadis single. Ada seorang anak yang harus aku pikirkan kebahagiaannya. Yang harus aku libatkan disetiap keputusanku. Lagipula laki-laki mana yang mau menerima dengan setulus hati seorang janda yang memiliki satu anak?" Wedding for My Husband | 304 "Kau harus percaya Hazna, bahwa ada laki-laki yang mau berjuang bahkan meninggalkan semua dunianya hanya untuk mendapatkan wanita sebaik dirimu" Sam menoleh, memandang intens Hazna yang juga sedang memandangnya dengan pandangan bingung saat mendengar kata-kata nya. Ely Faridah | 305 PART 40 "Karena nyatanya mengenali sebuah perasaan itu tidaklah mudah. Banyak yang mengatakan cinta padahal itu hanyalah rasa kagum semata." -author- Ini sudah hampir sebulan setelah pertengkaran Maliq dan Arga. Dan hubungan mereka merenggang. Terlebih setelah kepergian Sam yang telah kembali ke Jerman. Mereka_ saling menjauh satu sama _ lain. Sebenarnya Maliq tidak membenci Arga hanya saja dia kecewa. Kecewa karena sahabat yang paling dekat dengannya justru menjadi saingan terberatnya. Dan yang menjadi pertanyaan terbesarnya adalah mengapa Hazna? Mengapa Hazna yang harus dicintai Arga? Mengapa mereka harus mencintai wanita yang sama. Dan kenyataan yang paling menyakiti Maliq adalah ternyata Arga lebih dulu mencintai Hazna daripada dirinya yang justru adalah mantan suami Hazna. Memikirkan semua itu membuat kepalanya semakin pusing. "Ayah" Maliq mendongak menatap Daffi yang ternyata sedang berlari masuk keruangannya. "Jagoan Ayah! Kenapa tidak bilang kalau akan datang kemari. Ayah kan bisa jemput Daffi." "Enggak apa-apa yah, ada Bunda kok yang antar Daffi kesini." Maliq mendongak menatap Hazna yang baru saja masuk dengan membawa tas Daffi dan tas kecil yang Maliq yakin berisi bekal makan siang Daffi. Wedding for My Husband | 306 "Hazna, kenapa kalian tidak bilang akan kemari. aku bisa menjemput kalian" "Tidak apa-apa, aku tidak ingin merepotkanmu. Daffi, kalau begitu bunda pulang dulu yah nak." “Bunda disini aja ya? Main sama Daffi dan ayah disini. lya kan yah?" "Daffi benar Hazna, tinggal lah dulu. Tidak masalah bukan? Mungkin Daffi ingin bermain dengan Ayah dan Bundanya. lyakan Daffi?" Daffi hanya mengangguk dan mulai sibuk bermain puzzle yang dia bawa dari rumah. Akhirnya Hazna memutuskan untuk tetap disana. Menemani Maliq dan Daffi bermain. Selama ini jika dia mengantar Daffi ke kantor dia akan langsung pulang karena merasa tidak enak jika dia harus berada di satu ruangan yang sama dengan Maliq yang tidak lain adalah mantan suaminya. Tidak terasa satu jam sudah mereka bermain dan mereka baru saja makan siang. Maliq memesan makan siang untuknya dan Hazna sedangkan Daffi sendiri sudah membawa bekal makan siang yang dimasakkan Hazna. “Daffi ngantuk Bunda." Hazna menatap jam dinding yang ada di ruangan Maliq dan menunjukkan jam 13.25 WIB dan ini memang sudah masuk jam tidur siang Daffi. Lalu Hazna membereskan mainan Daffi. "Kalau begitu kita pulang yah sayang." “Enggak mau!" Hazna menaikkan alisnya melihat Daffi mendekati Maliq dan merapatkan tubuhnya pada Maliq. "Loh, katanya Daffi ngantuk?" "Daffi mau tidur disini aja. Di kamar ayah. Bolehkan Ayah?" Ely Faridah | 307 Daffi mendongak menatap Maliq dengan tatapan polosnya. Meminta izin pada Ayahnya itu. "Tapi nak..." "Tidak apa-apa Hazna, biar Daffi tidur disini. Aku akan mengantar dia pulang nanti." "Apa tidak akan mengganggumu ?" "Tidak, lagi pula tidak ada pekerjaan penting. Hanya saja apa kau bisa menemaninya sampai dia tidur. Aku harus memeriksa beberapa dokumen untuk ditanda tangani." "Baiklah kalau begitu aku akan menemani Daffi. Ayo Daffi kita masuk kamar." Akhirnya Hazna dan Daffi masuk kedalam kamar dan Maliq melanjutkan pekerjaannya. Setengah jam kemudian Hazna keluar dari kamar yang ada di ruangan Maliq. "Daffi sudah tidur, jadi aku akan pamit pulang" "Hazna, ada yang ingin aku bicarakan denganmu. Duduklah." Hazna terdiam sesaat sebelum akhirnya dia duduk disofa dihadapan Maliq yang lebih dulu duduk disana. Mereka terdiam beberapa saat sampai dia melihat Maliq menegapkan tubuhnya. "Aku ingin kembali padamu Hazna" Hazna menoleh ke arah Maliq dengan mata terbalalak. “Apa maksudmu Maliq? Ada apa ini? Kenapa tiba- tiba kau mengatakan ini?" Hazna pikir Maliq hanya ingin membicarakan tentang Daffi. Tapi tidak disangkanya jika topik yang akan dibahas Maliq adalah tentang mereka berdua. Wedding for My Husband | 308 “Tidak ada yang tiba-tiba Hazna, kau jelas sudah tahu Hazna jika aku mencintaimu. Jawaban apa lagi yang ingin kau dengar?" “Aku rasa pembicaraan ini tidak seharusnya dibahas Maliq, dan aku rasa aku harus pergi." Hazna bangkit berdiri hendak pergi. "Kenapa Hazna? Kenapa memangnya jika kita membicarakan ini? Daffi butuh orang tua yang lengkap. Tidakkah kau menyadari semua itu?" Gerakkan Hazna yang akan bangun terhenti, lalu dia duduk kembali ketempatnya. Dia menatap lurus Maliq, mempertahankan ekspresi datar yang selalu ditunjukkan nya. “Jika ini tentang Daffi biar kujelaskan padamu. Dia punya orang tua yang lengkap. Dia punya kau sebagai Ayah, dan dia punya aku sebagai Bundanya. Lalu apa lagi yang kurang? Kita tetap orang tuanya tanpa perduli fakta bahwa kita sudah berpisah." "Kau tahu dengan pasti maksudku Hazna, jangan egois. Tidakkah kau ingin Daffi bahagia. Setidaknya kita bisa memulai semua dari awal Hazna. Aku berjanji akan menjadi suami dan Ayah yang baik untuk kalian." Hazna tertawa miris mendengar kata-kata Maliq yang menohok hatinya. “Egois? Jadi kau menyalahkanku dan menganggapku egois hanya karena keadaan kita saat ini, begitu?"” Maliq tersadar akan ucapannya dan_ seketika langsung merasa bersalah. “Bukan begitu Hazna, maksudku.." Maliq terdiam saat melihat Hazna mengangkat tangannya meminta Maliq untuk berhenti bicara. Ely Faridah | 309 "Jangan paksa aku untuk mengatakan hal yang pada akhirnya akan menyakiti kau sendiri Maliq. Aku pamit pulang." Hazna bangkit dan berbalik hendak melangkah keluar tapi kata-kata Maliq kembali membuatnya menghentikan langkahnya. "Katakan saja Hazna? Toh pada kenyataannya aku sudah terlanjur sakit. Aku sakit, aku tersiksa Hazna. Aku mencintaimu tapi kenyataanya aku tidak bisa memilikimu." Hazna diam. Dia sama sekali tidak berniat menjawab, dia pun tidak berniat membalikkan tubuhnya. Wajahnya menatap pintu di hadapannya dengan tatapan tajam. "Tidakkah 4 tahun cukup untuk menebus dosaku padamu dan anak-anak kita? Aku kehilangan Tiffany dan anak kami, lalu kehilangan Daffa dan akhirnya aku kehilanganmu juga Daffi. Apa itu semua belum cukup menebus semua dosaku dulu Hazna? Aku mencintaimu Hazna. Aku mencintai Daffi. Aku mencintai kalian." Hazna mendongakkan kepalanya keatas menatap langit-langit, menghalau air matanya yang Hazna yakini akan keluar. Dia sangat yakin jika Maliq juga sedang menahan tangis karna suara pria itu yang berubah serak . "Please Malig, jangan seperti ini." Hazna berbisik lirih. "LALU AKU HARUS BAGAIMANA HAZNA! KATAKAN! Aku harus bagaimana? Aku ingin kalian kembali padaku. Aku mencintai kalian" "Jika kau mencintai kami, biarkan seperti ini jika kau masih ingin dekat dengan kami. Jangan buat semua ini menjadi sulit. Dan mulailah mengkhilaskanku. Sama Wedding for My Husband | 310 seperti aku yang dulu mengikhlaskanmu. Karena mungkin tidak ada kesempatan untuk kita kembali bersama." Hazna berlalu keluar dari ruangan Maliq tanpa berbalik. Dan Maliq menatap Hazna dengan mata memerah. Dia berbisik lirih pada dirinya sendiri. "Apakah sudah benar-benar tidak ada cinta itu lagi Hazna?" Seminggu setelah kejadian di kantor itu hubungan Maliq dan Hazna sama_sekali tidak menujukkan peningkatan. Bahkan Hazna memilih menjauh. Dia sebisa mungkin menjaga jarak dengan Maliq. Jika Daffi meminta ingin bertemu dengan Malig, Hazna akan tetap mengantarkannya ke kantor tapi kemudian dia akan membuat berbagai alasan hanya agar dia tidak terlalu lama berada didekat Maliq. Sore ini Hazna berada di yayasannya. Menemani anak-anak disana untuk belajar. Anak-anak disini pintar- pintar, maka tidak heran jika banyak diantara mereka mendapat beasiswa untuk sekolah di sekolah formal. Dan Hazna sangat bangga melihat mereka bisa bersekolah seperti anak-anak lain diluar sana. "Bunda, ada yang nyariin Bunda." Hazna yang baru saja mengambil minum di dapur menoleh ke arah Ajeng lalu mengerutkan kening mencoba menerka siapa yang datang mencarinya karena seingatnya dia tidak memiliki janji dengan siapapun. "Siapa Ajeng?" “Enggak tahu Bun, Ajeng lupa tanya namanya." "Ya udah, Bunda ke depan dulu." Hazna melangkah kearah teras depan dan menemukan Arga yang sedang berdiri membelakanginya. Ely Faridah | 311 Arga sedang memperhatikan Sheina dan anak-anak lainnya yang sedang duduk dibawah pohon besar, mereka sedang belajar. Anak-anak disini sangat senang belajar di luar ruangan. mereka berkata agar tidak cepat bosan dan Hazna tidak pernah melarang hal itu selama itu tidak menganggu konsentrasi belajar mereka . Hazna berdehem pelan agar Arga menyadari keberadaannya. "Hazna, assalamualaikum" "Walaikumsalam" "Maaf apa aku mengganggumu Hazna?" "Tidak Arga. kau tidak menggangguku. Oh ya, duduklah.” Arga duduk dikursi yang ada diteras depan. "Anak-anak disini rajin yah, mereka pasti anak-anak yang pintar." "Ya, mereka anak-anak yang pintar dan juga baik." "Aku percaya, ditambah lagi mereka punya guru dan orang tua hebat sepertimu."” Hazna yang masih menatap lurus tidak menyadari jika Arga ditempat duduknya yang hanya dipisahkan sebuah meja di samping Hazna saat ini sedang menatap Hazna dalam-dalam. Walau dadanya tidak berhenti berdebar-debar sejak tadi tapi Arga berusaha menyembunyikannya. "Mereka menjadi pintar dan juga baik karena kemauan mereka sendiri. Dan semua itu karena mereka mau untuk terus belajar. Dan ada apa kau kemari Arga?" Arga gugup, sangat gugup saat Hazna menanyakan tujuan kedatangannya. Arga pikir dia bisa berbasa basi lebih lama setidaknya untuk mencoba mengulur waktu agar dia bisa lebih mempersiapkan dirinya untuk Wedding for My Husband | 312 mengatakan hal yang mungkin akan jadi hal paling penting untuk hidupnya. “Ada yang ingin aku bicarakan." “Tentang?" “Tentang kita." Hazna menaikkan sebelah alisnya dengan perasaan yang mulai tidak nyaman. “Kita?” "Ya tentang kita. Tentang aku dan juga kau." "Aku tidak mengerti Arga, apa maksudmu sebenarnya?" "Aku.. aku berniat melamarmu Hazna. Aku ingin kau jadi isteriku." Hazna bangkit dari duduknya karna terlalu terkejut mendengar perkataan Arga. “Apa-apaan ini Arga? Apa yang kau katakan" Arga bangun dan mencoba menghampiri Hazna tapi Hazna menghindar. "Please Hazna, dengarkan aku dulu." Hazna mencoba menenangkan dirinya. Menghembuskan nafasnya perlahan lalu membuang pandangannya ke arah lain. "Katakaniah apa yang ingin kau katakan Arga. Katakan dengan sejelas- jelas nya!" "Aku mencintaimu Hazna, kau sudah tahu itu. Aku single dan kau juga begitu. Lalu apa aku salah jika aku berniat menjadikanmu istriku dan menjadikan Daffi sebagai anakku." Hazna diam menunggu kelanjutan yang ingin Arga sampaikan. "Kau jelas juga tahu kalau aku sangat menghormatimu Hazna. aku mengatakanya disini karena Ely Faridah | 313 ingin mendengar jawabanmu dan jika kau bersedia setelah ini aku akan datang ke rumah orang tuamu_ untuk melamarmu di hadapan mereka" Perlahan Hazna menatap Arga yang saat ini sudah berada di hadapannya . Harus Hazna Akui Arga adalah laki- laki yang baik. Dia selalu membantu Hazna dia juga dekat dengan Daffi. Terlebih sikap lembutnya pada Hazna. Arga yang melihat Hazna hanya diam saja tanpa berniat untuk menjawab akhirnya kembali berbicara. "Bagaimana Hazna apa kau mau menerimaku dan mau memberi kesempatan padaku untuk menjadi pendampingmu?" Diam-diam Hazna merasa bingung. Dia menatap laki-laki yang berdiri jauh dibelakang Arga. laki-laki itu adalah Malig. Dia ada beberapa langkah dibelakang Arga tanpa pria itu ketahui. Dia menatap lurus kearahnya seperti menunggu jawaban apa yang akan Hazna pilih. Hazna menatap Arga kembali dan melihat tatapan yang sama. Tatapan dengan harapan besar, tatapan yang dengan jelas menyiratkan bahwa dia sangat berharap Hazna akan menerima lamarannya. Hazna menutup matannya sejenak mencoba menenangkan dirinya. Dia membuka matanya kembali dan tatapannya langsung tertuju pada Maliq, tapi dia mencoba mengabaikan nya dan langsung menatap Arga. Tanpa siapa pun sadari tangan Hazna terkepal di samping tubuhnya. Dia tau jawabannya mungkin akan menyakiti salah satu dari pria itu dan pasti akan membuat dirinya merasa bersalah tapi dia harus melakukan ini. Hazna mencoba menghembuskan nafasnya perlahan dan mulai mengumpulkan keberaniannya untuk menjawab. "Arga aku.." Wedding for My Husband | 314 Ely Faridah | 315 PART 41 "Karena sebaik apapun kita dalam bersikap, kita tidak bisa membuat semua orang menyukai kita. Terkadang ada beberapa dari mereka yang mencari kesalahan kita agar bisa dijadikan alasan untuk membenci kita" -author- Hazna duduk di ruang perpustakaan dengan pandangan setengah melamun. Pikirannya menerawang pada kejadian dimana Arga melamarnya saat itu. Flashback on. "Arga aku.." “Bundaaaa, Kak Dimas Bun.." Tepat saat Hazna akan menjawab lamaran Arga tiba-tiba dia mendengar teriakan anak-anak asuhnya. Hazna menolehkan kepala kearah sumber suara dan melihat anak-anak yang sudah berkerumunan di depan pagar mengelilingi seorang anak laki-laki berseragam SMP yang sedang dibantu berjalan oleh 2 orang teman lainnya. Hazna membelalakkan mata menyadari itu adalah Dimas salah satu anak asuhnya. “Astagfirullah Dimas!" Hazna melangkah cepat ke arah mereka diikuti Arga di belakangnya. "Kamu kenapa nak? Ya Allah, kenapa kamu bisa luka-luka begini? Ayo masuk, Bunda obatin." Arga membantu membawa Dimas masuk ke kamarnya. Hazna langsung mencari kotak P3K lalu Wedding for My Husband | 316 mengobati luka Dimas sedangkan Arga berdiri disamping tempat tidur. "Sekarang ceritakan sama bunda kenapa kamu bisa sampe luka-luka begini?" "Tadi Dimas jalan kaki di pinggir jalan Bun waktu pulang sekolah. Tapi tiba-tiba aja ada mobil yang minggir- minggir ke arah Dimas. Dimas yang kaget langsung jatuh ke aspal Bun, ya jadi gini deh" "Lain kali hati-hati nak, lihat-lihat kalau lagi jalan. Untung cuma jatuh enggak sampe ketabrak. Ya udah kamu sekarang istirahat, Bunda keluar dulu." Hazna keluar dari kamar Dimas diikuti Arga lalu menutup pintunya. Hazna menoleh ke arah Arga yang saat ini seperti sedang memikirkan sesuatu. "Arga?" Arga menoleh kearah Hazna seperti terkaget oleh panggilannya. "yg" "Maafkan aku Arga aku belum sempat menjawab pertanyaanmu tadi. aku..." “Emm Hazna, tidak usah memaksa untuk menjawab itu sekarang. Percayalah masih ada banyak waktu dan aku akan menunggunya sampai kau siap menjawabnya." Flashback off. Setelah perkataannya itu Arga pamit pulang. Dan tepat keesokan harinya Arga mengabari Hazna jika dia akan ditugaskan ke Aussie untuk jangka waktu yang lama. Cabang perusahaan keluarga Maliq yang berada disana sedang diambang kehancuran. Dan Papah Maliq secara pribadi menugaskan Maliq dan Arga untuk mengurusnya. Dan ini sudah hampir 2 bulan sejak kejadian Arga melamar Hazna. Hazna tidak tahu bagaimana hubungan Ely Faridah | 317 Maliq dan Arga saat ini. Apakah Maliq sudah tahu bahwa Arga mencintai Hazna. Dan selama itu juga Hazna belum memberikan jawaban padanya. Arga bilang dia akan meminta jawabannya saat Arga pulang ke Indonesia nanti. Dan sampai hari ini Hazna tidak tahu jawaban apa yang harus dia berikan pada Arga. Hazna menghembuskan nafas perlahan dan menatap jam dinding yang ada diruang perpustakaan. jam sudah menunjukkan pukul 14.00 WIB. Hazna bangkit dan hendak bersiap-siap untuk ke yayasan. Hari ini Daffi sedang di monopoli Mamah Maliq. Dia sudah menginap 2 hari disana dan Hazna pun tidak keberatan selama itu tidak merepotkan kedua orang tua Maliq. Sebelum ke yayasan Hazna mampir ke salah satu toko roti yang tidak jauh dari yayasan. Karena jaraknya yang lumayan dekat akhirnya dia memutuskan untuk berjalan kaki ke yayasan. Tapi perasaannya tiba-tiba tidak enak. Hazna membalikan tubuhnya menatap kesekeliling. Dia yakin betul ada yang sedang mengikutinya, tapi dia tidak punya gambaran siapa dan untuk tujuan apa orang itu mengikuti Hazna. Karena tidak ingin menerka-nerka akhirnya Hazna mempercepat langkahnya dan Hazna merasakan orang itu mulai mengikutinya lagi. Hazna berbelok ke gang sempit dan bersembunyi di belakang tiang listrik besar. Setelah itu Hazna melihat dua orang berbadan besar berhenti tepat didepan gang tempatnya bersembunyi. Hazna terus berdoa, semoga mereka tidak melihat Hazna dan dia menghembuskan nafas lega saat melihat mereka pergi. Hazna memegang dadanya yang berdebar kencang. Ya Allah, siapa mereka dan untuk apa mereka Wedding for My Husband | 318 mengikutinya. Apa mereka perampok? Tapi entah kenapa firasat Hazna mengatakan mereka bukan mengincar hartanya tapi lebih dari itu. Astagfirullah, semoga Allah selalu melindunginya. Akhirnya setelah orang-orang itu tidak terlihat lagu, Hazna mengeluarkan handphonenya mencoba menghubungi Ezra agar dia menjemput Hazna. 15 menit kemudian Ezra menjemput Hazna dan mengantarnya ke yayasan hanya untuk mengantar roti yang sudah dia beli. Hazna dan Ezra memutuskan mampir ke cafe sebelum pulang ke rumah. “Apa kau sedang punya masalah dengan seseorang Hazna?" Hazna mendongak menatap kakaknya yang lebih dulu memulai pembicaraan, selagi menunggu pesanan kami diantar. “Aku pikir tidak kak, aku tidak pernah merasa punya musuh selama ini." "Kalau begitu kau harus hati-hati. Aku takut ada yang berniat buruk padamu." "Ya kak, aku akan lebih berhati-hati." "Setelah ini kau harus mengatakan padaku kemana pun kau akan pergi Hazna. Aku tidak mau terjadi apa-apa denganmu dan Daffi." Hazna hanya mengangguk mendengar perintah kakaknya. “Hazna?" "ya" “Apa Maliq pernah memintamu kembali lagi padanya?" Hazna tertegun ditempat mendengar pertanyaan kakaknya. Dia berpura-pura melihat jam tangannya. Ely Faridah | 319 "Kak sudah lewat waktu sholat ashar, ayo kita pulang. Umi pasti sudah menunggu kita." Hazna_ bangkit lalu) mengambil tasnya dan melangkah keluar lebih dulu mengabaikan pertanyaan Ezra. Hazna tahu, Ezra mungkin akan tersinggung dengan sikapnya tapi dia belum siap membicarakan tentang Maliq, tidak dengan Ezra. Keesokan harinya Hazna kembali keyayasan. Jam menujukkan pukul 13.00 WIB. Di jam seperti ini yayasan akan terlihat lebih sepi karena sebagian anak-anak lebih memilih tidur siang setelah pulang sekolah dan sholat dzuhur. Hazna duduk di meja kerjanya untuk membuat anggaran bulan ini yang akan dia serahkan untuk laporan pada para donatur yayasan ini. Tapi Hazna mengerutkan kening saat melihat sebuah kertas putih diantara tumpukan map. Dia mengambilnya dan membuka lipatan kertas tersebut. "Jauhi ‘dia’ jika kau masih ingin hidup dengan tenang." Hazna mengernyit bingung, apa maksud kata-kata itu. Dia membolak balikkan kertas itu tapi tidak ada tanda- tanda dari sang pengirim. Apa ini hanyalah kerjaan dari orang yang iseng saja. Tapi kenapa bisa sampai di yayasan ini. Tiba-tiba perasaan gelisah itu menyusup dalam dadanya. Perasaan yang selalu Hazna hindari, setiap dia merasa bahwa ada hal yang akan terjadi. Ini lebih kepada firasat buruk. Hazna menatap kembali kertas di tangannya dan tanpa sadar meremas kertas itu seiring dengan teriakan salah satu anak asuhnya. "Bundaaaa... ada kebakaran di depan yayasan." Wedding for My Husband | 320 PART 42 "Mungkin ini adalah saat dimana masa lalu menjeratnya dan masa depan membingungkannya" -author- Hazna berlari kearah luar yayasan dan melihat kepulan asap hitam yang sudah membesar. Api itu berada tepat didepan gerbang yayasan. “Ajeng kenapa bisa ada kebakaran seperti ini nak, Ya Allah" “Ajeng enggak tahu Bun, tiba-tiba udah ada api begini. Tadi kata anak laki-laki yang kebakar itu ban mobil Bun." "Ya tapi siapa yang tiba-tiba bakar ban mobil di depan yayasan begini Ajeng?” “Enggak tahu Bun, enggak ada yang liat orangnya. Kan Bunda tahu jam segini disekitar sini pasti sepi." Firasat buruk kembali menyerang Hazna. Ini aneh, bagaimana mungkin ada ban mobil tiba-tiba terbakar didepan yayasan. Jika hanya keisengan anak-anak rasanya tidak mungkin sampai sejauh ini. Kecuali jika ada orang yang dengan sengaja melakukan ini. Disaat Hazna memikirkan dugaan-dugaan yang mungkin terjadi, pandangannya berhenti di suatu titik tidak jauh dari yayasan ini. Hazna melihat di belakang pohon besar, ada seseorang berpakaian hitam yang sedang memperhatikan kebakaran yang sedang terjadi di depan yayasan. Ely Faridah | 321 Hazna melangkah cepat bahkan nyaris berlari mengejar orang itu yang langsung pergi setelah melihat Hazna memergoki keberadaannya. "Heii tunggu!" Hazna_ kehilangan jejaknya, tepat saat dia menyebrang jalan dan langkah Hazna terhenti saat sebuah mobil melintas menghalangi jalannya. Setelah itu Hazna tak melihat orang itu lagi. Hazna yakin bahwa orang itu ada hubungannya dengan kebakaran di yayasan tadi. Tapi apa alasan dibalik semua ini. Semakin dipikir kan semakin Hazna pusing dibuatnya. Akhirnya Hazna memutuskan kembali keyayasan untuk membereskan _ sisa-sisa kebakaran. Malam ini Hazna sedang bersiap tidur dengan Daffi yang berbaring disampingnya. Daffi sedang bercerita tentang kegiatannya di sekolah. "Bundaa, kata Nenek hari lusa_ mau ajak Daffi ke puncak" "Oh ya, untuk apa?" "Nenek bilang, Kakek ajak kita piknik Bun. Berarti Nenek ajak Daffi naik puncak gunung yah?" Hazna tersenyum menatap Daffi lalu mengelus rambutnya. "Bukan sayang, puncak itu nama tempat bukan berarti Daffi mau naik gunung. Tapi karena Kakek punya villa di sana, di daerah puncak" "Ohh gitu. Terus kalo hari lusa kapan Bun?" "Lusa itu bukan hari sayang, lusa itu berarti 2 hari setelah hari ini. Nah sekarang Bunda tanya, sekarang hari apa?" Wedding for My Husband | 322 Daffi terlihat berpikir, lalu menoleh menatap Hazna setelah berpikir cukup lama. “Jumat Bunda" “Nah berarti besok hari apa?" Dia diam kembali terlihat berpikir dan menghitung. Hazna tersenyum melihat kening Daffi yang berkerut. “Sabtu?" “Terus setelah hari sabtu?" Kembali Daffi berkomat kamit dengan bibir mungilnya mengurutkan nama-nama_ hari. Hazna menunggunya dengan sabar. "Minggu yah Bun?" “lya. Jadi nenek ngajak Daffi ke puncak hari minggu, sayang." “Oh gitu.." "Ya sayang, sudah ya sekarang Daffi tidur. Ini sudah malam." “lya Bunda " "Sekarang Daffi berdoa dulu." Daffi mengangkat tangannya berdoa dengan terputus-putus, karena belum sepenuhnya hafal doanya. Lalu mencium pipi Hazna. "Selamat Tidur Bunda. Daffi sayang Bunda" "Bunda juga sayang Daffi" Tidak lama setelah itu Daffi tertidur dan Hazna turun dari ranjang berniat untuk ke dapur mengambil air. Sesampainya didapur Hazna melihat rumah sudah sepi, mungkin Abi dan Umminya sudah tidur. Hazna mendengar suara pintu depan terbuka, padahal jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Hazna menaikkan sebelah alisnya, apakah kakaknya baru pulang dari kantor semalam Ely Faridah | 323 ini. Dan benar dugaannya, saat melihat Ezra dengan setelan kerjanya berjalan menuju dapur. "Kau baru pulang Kak?" "Hazna, kau belum tidur? lya aku baru pulang dari kantor" "Aku sedang mengambil minum untuk dibawa ke kamar takut Daffi kehausan tengah malam. Aku perhatikan kau makin sibuk dikantor Kak" "Ya harus bagaimana lagi, aku tidak mungkin membebani Abi dengan pekerjaan kantor yang rasanya tidak ada habisnya itu." "Hmm, kalau kakak butuh bantuan jangan sungkan ya Kak. Siapa tahu Hazna bisa bantu." "Ya Hazna, terima kasih. Ngomong-ngomong apa masih ada makanan?" "Apakah Kakak belum makan?" Hazna melihat Ezra menggeleng. Dia menghela nafas, ini adalah kebiasaan buruk kakaknya yang tidak pernah memperhatikan kesehatannya sendiri. "Lebih baik kakak ganti baju dulu. Aku akan menaruh air minum ini ke kamar. Baru setelah itu aku akan membuatkan Kakak makanan" "Apa tidak merepotkan? Jika tidak ada makanan aku bisa delivery." Hazna menggeleng tegas. Selain sering melewatkan jam makannya, kakaknya itu juga suka sekali mengkomsusi makanan cepat saji, lebih praktis katanya. Padahal itu jelas tidak baik untuk kesehatannya. "Aku akan membuatkanmu makanan Kak. Jadi cukup ganti pakaianmu dan kembali lagi kesini." "Baiklah aku ke kamar dulu yah." Wedding for My Husband | 324 Hazna mengangguk seiring Ezra yang pergi ke kamarnya, dan dia naik untuk menaruh air minum diatas nakas samping tempat tidur lalu menyelimuti Daffi dan turun kembali untuk membuat makanan untuk Ezra. Setengah jam kemudian Hazna sudah duduk di depan Ezra yang sedang menyantap nasi goreng yang Hazna buatkan. Hazna pikir hanya itu makanan yang paling cepat untuk dimasak. Dia tak tega melihat Ezra terlalu lama menunggunya memasak. "Kak?" Ezra mendongak lalu menaikan kedua alisnya seakan menjawab panggilannya. “Ada yang ingin aku bicarakan" Mengunyah suapan terakhir, lalu Ezra mengambil air untuk diminum dan mulai sepenuhnya fokus untuk mendengarkan Hazna. “Ada apa Hazna?" "Emm.. Tadi siang tiba-tiba ada orang yang sepertinya sengaja membakar ban mobil di depan gerbang yayasan." Hazna mengamati perubahan raut wajah Ezra yang berubah kaku, dia memicingkan mata menatap Hazna. "Siapa yang melakukan itu Hazna?" “Aku tidak tahu Kak, kondisi disana saat itu sangat sepi. Tapi aku sempat memergoki seseorang yang sedang bersembunyi untuk mengawasi yayasan" “Lalu apa kau berhasil menangkapnya?" “Tidak kak, aku kehilangan jejaknya" "Apa kau punya gambaran siapa orang yang melakukan ini padamu?" Ely Faridah | 325 "Aku tidak tahu Kak. Aku benar-benar tidak merasa memiliki musuh." "Apa perlu. aku) menyewa_ seseorang untuk menjagamu?" "Tidak perlu Kak. Aku yakin aku akan baik-baik saja, hanya saja bolehkan aku minta tolong padamu?" "Apa?" "Aku hanya minta tolong, jangan ceritakan ini pada Abi dan Umi. Aku tidak ingin mereka khawatir akan hal ini dan aku minta tolong padamu untuk menjaga Daffi hari minggu besok" Ezra mengerutkan keningnya menatap Hazna. "Memang kau akan kemana?" "Daffi bilang Ummi mengajaknya untuk berlibur di puncak. Bisakah aku minta tolong padamu untuk ikut bersama mereka.” "Lalu bagaimana denganmu?" "Aku tidak bisa ikut kak. Aku akan ada di yayasan karena di sana keadaannya sedang tidak baik. Aku juga tidak ingin gara-gara ini Daffi terkena dampaknya, jadi biar aku tetap disini " "Baiklah tapi kau harus menghubungiku secepatnya jika terjadi sesuatu." Hazna mengangguk sambil tersenyum tipis. "Terimakasih kak.." Sore ini Hazna dan Daffi ada di bandara bermaksud untuk menjemput Maliq yang pulang dari Aussie. Setelah setengah jam menunggu. Hazna melihat Maliq keluar dari bandara dengan menarik kopernya. Tadi pagi Daffi menangis saat Hazna mengatakan jika besok dia tidak bisa menemaninya ke puncak. Dan Wedding for My Husband | 326 sebagai pengalihan perhatiannya agar dia tidak menangis terus, Hazna memberitahunya jika Maliq akan pulang hari ini. Dan Daffi langsung merengek untuk menjemput Maliq di bandara. “Ayahhhh" “Daffill!" Hazna melihat Daffi berlari kearah Maliq yang saat ini sudah berlutut sambil merentangkan tangannya menyambut pelukan Daffi. "Daffi kangen Ayah" “Ayah juga kangen Daffi, kangen sekali. Gimana kabar Daffi? Sehatkan, tidak nakal kan?" “Daffi sehat, dan enggak nakal Ayah." “Pinter jagoan Ayah. Kita pulang?” “Ayo!!" Maliq bangkit lalu menatap Hazna. “Hazna? Bagaimana kabarmu?" “Aku baik. Kau sendiri bagaimana?" “Aku baik, tapi aku merindukan kalian" Hazna hanya membalas kata-kata Maliq dengan tersenyum. "Kau pulang sendiri? "Ya, memangnya kau pikir aku akan pulang dengan siapa?" "Kau tidak pulang dengan Arga? Bukankah kalian di sana bersama" Dan secara tiba-tiba ekspresi Maliq berubah tajam. Dia mengalihkan pandanganya kearah lain. “Tidak. Ayo Daffi kita pulang!" Maliq berjalan melintasinya begitu saja. Apakah Maliq marah karena pertanyaan Hazna, tapi kenapa? Hazna hanya menanyakan apa dia tidak pulang dengan Ely Faridah | 327 Arga bukan? Apa jangan-jangan Maliq tahu kalau Arga mencintainya. Hazna menggelengkan kepala membuang jauh-jauh pikiran yang berputar di kepalanya. Hazna melangkah mengikuti Maliq yang sudah berjalan lebih dulu ke arah tempat parkir di mana supirnya berada. Hazna pulang ke rumah Maliq karena mamah Maliq memaksanya untuk mampir ketempatnya. Dan karena tidak enak Hazna pun akhirnya memenuhi ajakannya. Disana Mamah Maliq mengajaknya makan dan Daffi meminta untuk disini lebih lama karena masih rindu dengan Maliq dan Hazna juga tidak bisa melarangnya. "Mah Hazna pulang dulu, sampaikan salamku pada Papah. Dan Daffi jangan nakal disini yah nak" "lya Bun, hati-hati yah Bunda?" "lya sayang. Bunda pulang yah" "Hazna biar Maliq antar kamu pulang yah?" "Tidak usah Mah. Maliq pasti lelah, biar aku pulang sendiri saja" "Kalau begitu biar supir mengantarmu dan kamu tidak boleh menolak." Akhirnya Hazna hanya bisa mengangguk pasrah dan melangkah keluar. Tapi saat sampai di halaman rumah Malig, langkahnya terhenti saat mendengar Maliq memanggilnya. "Hazna" "Ya?" "Aku ingin menanyakan sesuatu padamu?" "Ya silahkan saja" Hazna melihat Maliq menghembuskan nafas berat, wajahnya berubah kaku. "Apa kau mencintai Arga?" Wedding for My Husband | 328 Hazna membelalakkan mata mendengar pertanyaan Maliq yang mengejutkannya. "Kenapa tiba-tiba kau bertanya seperti i “Karena aku tahu, jika Arga mencintaimu" Hazna terkejut bukan main. Ya Allah, darimana Maliq tahu bahwa Arga mencintainya, apa mungkin Arga yang mengatakannya. Tapi bagaimana mungkin Arga berani mengatakan pada Maliq jika dia mencintai Hazna yang tidak lain adalah mantan isteri Malig, sahabatnya sendiri. “Arga yang mengatakannya sendiri padaku jika itu yang ingin kau tanyakan." Hazna mengerjapkan matanya berulang kali. Jadi benar Arga mengatakannya sendiri pada Malig. tapi bagaimana bisa dia melakukan itu. Apa dia tidak memikirkan bagaimana hubungannya dengan Maliq nantinya. “Jangan bergurau Maliq mana mungkin Arga mengatakan hal seperti itu padamu. Lalu kau dan arga, maksudku hubungan kalian?" “Bagaimana hubunganku dengan Arga itu tidak penting, karena yang terpenting adalah apa kau juga mencintai Arga?” Hazna mengalihkan pandangannya kesembarang arah, menghindari tatapan Maliq yang menatap intens ke arahnya. “Kurasa aku tidak punya kewajiban untuk menjawab pertanyaanmu. Aku pamit dulu, assalamualaikum " Lalu Hazna pun melangkah pergi dari halaman rumah Maliq tanpa berbalik lagi. Fal Ely Faridah | 329 Pagi ini setelah sarapan Hazna baru saja hendak bersiap-siap untuk berangkat ke yayasan. Keluarganya baru saja berangkat ke puncak, syukurlah Daffi tidak menangis karna terlalu senang akan berlibur . Tok tok tok.. Hazna bangkit dari duduknya saat mendengar pintu kamarnya diketuk. Dan dia mendapati asisten rumah tangganya berdiri di depan kamarnya dengan membawa kotak. "Ada apa Bi?" "Ini Non, ada paketan untuk Non Hazna" Bi Siti menyerahkan kotak yang ada di tangannya ke arah Hazna dan Hazna menerimanya dengan pandangan bingung. "Dari siapa ini Bi?" "Bibi juga enggak tahu Non. Tiba-tiba ada kotak itu di depan dan tertulis buat Non Hazna. Ya udah non, Bibi mau nyiramin tanaman." "Terima kasih Bi. Hazna mengangguk lalu kembali masuk ke kamar. Sambil menerka-nerka siapa yang mengirim paketan itu, Hazna mencoba membuka kotak itu. Dan saat Hazna sudah berhasil membukanya, Hazna ditambah bingung karena isi didalamnya berisi banyaknya foto anak-anak di yayasannya. Foto ini diambil secara candid dan dari jarak jauh. Foto mereka sedang bermain bola, sedang belajar dan masih banyak lagi. Dan yang lebih membuatnya tercengang adalah disitu juga terdapat foto Dimas yang beberapa waktu lalu jatuh, juga foto kebakaran di depan yayasan. Dua foto itu sudah diberi tanda disilang dengan spidol merah. Wedding for My Husband | 330 Tiba-tiba dadanya berdebar cepat, perasaan cemas menyerangnya. Hazna bangkit hendak mengambil tas dan pergi ke yayasan tapi tiba-tiba handphonenya berbunyi dan menampilkan panggilan private number. Dengan perasan ragu Hazna mengangkatnya. "Hallo" "Selamat pagi Hazna, bagaimana dengan kejutannya pagi ini? Apa kau suka?" Deg.... Orang ini, orang ini adalah orang yang sudah mengirim paketan itu kepada Hazna. Hazna kembali menoleh ke arah kotak yang saat ini berada di genggamnya. "Siapa anda? Apa anda yang sudah mengirim paket ini untuk saya?" Hazna tidak mendengar apapun selain tawa dari seberang sana, suaranya jelas seorang wanita. "Kenapa? Kau menyukainya bukan?" "Siapa anda?" Hazna menahan emosi yang menekan dadanya. Setidaknya dia sadar jika orang ini berusaha memancing amarahnya. "Haha santai Hazna. Lagipula aku juga sudah bosan bermain-main denganmu." “Cukup katakan siapa anda dan apa mau anda?" "Kau yakin hanya ingin tau siapa aku dan apa mauku? Kau tidak ingin bertemu denganku?" Hazna mengepalkan tangannya erat-erat saat kesabarannya mulai menipis. Bukan Hazna tidak bisa menahan amarahnya tapi orang ini sudah cukup membahayakan, bukan hanya untuknya tapi untuk anak- Ely Faridah | 331 anak di yayasan dan Hazna takut Daffi akan ikut terseret dalam bahaya ini. "Baiklah jika anda cukup berani untuk bertemu dengan saya. Dimana saya harus bertemu dengan anda?" "Hahaha.. Hazna... Hazna, apa yang membuatku harus takut bertemu denganmu? Bahkan aku menantikan saat itu, karena tak sabar ingin bertemu denganmu. Di dalam paket yang kau terima pagi ini ada sebuah alamat. Kau bisa datang menemuiku siang ini. Sampai jumpa Hazna" Baru saja Hazna membuka bibir untuk menjawabnya tapi tiba-tiba telepon terputus. Hazna membuka kotak itu kembali dan mencari sesuatu sebagai petunjuk yaitu sebuah alamat yang tertera di salah satu foto. Jujur saja ada keinginan besar untuk menemui orang ini, tapi Hazna takut jika keputusannya ini salah. Dan setelah berpikir lama akhirnya Hazna memutuskan untuk menemui orang itu. Entah benar atau tidak tapi dalam paket yang Hazna dapat pagi tadi, hanya ada tulisan yang mencantumkan alamat sebuah restoran Jepang di Jakarta. "Selamat siang Bu, apa Ibu sudah_ reservasi sebelumnya?" "Ya, nama saya Hazna" "Oh Bu Hazna, mari Bu saya antar ke ruangan yang sudah dipesankan untuk ibu." Hazna diantar kelantai dua restoran dan dibimbing menuju ruang VIP. Pelayan tersebut hanya mengantar sampai di depan pintu. "Silahkan Bu, anda sudah ditunggu di dalam" Hazna masuk perlahan kedalam ruangan, dan menemukan seorang wanita sedang berdiri menghadap Wedding for My Husband | 332 kaca besar. Lalu dia membalikkan tubuhnya saat mendengar langkah kaki Hazna yang semakin mendekat. "Selamat datang Hazna" Hazna mengerutkan kening menatap wanita di hadapannya. Dia bukan wanita muda seperti dugaan Hazna sebelumnya, tapi dia adalah wanita paruh baya dengan dandanan berkelas sosialita. Dengan dres biru tua, tas channel berwarna hitam seperti sepatunya dan rambut pendek sebahunya yang tergerai lurus. Dia kelihatan awet muda walaupun Hazna yakin umurnya sudah tidak muda lagi . Dia tersenyum seakan meremehkan Hazna. Meneliti penampilannya dari atas sampai bawah dan menatap tajam pada Hazna. “Aku tidak menyangka jika dia memiliki selera buruk dalam memilih wanita." Hazna bingung dengan kata-katanya yang terdengar ambigu. Siapa yang wanita paruh baya ini maksud dengan dia. “Tunggu sebentar nyonya. Apa maksud anda? Saya benar-benar tidak mengerti. Mungkin anda salah orang" "Tidak mungkin aku salah orang. Kau Hazna kan? Seorang janda yang mempunyai satu anak laki-laki." Disadari atau tidak tiba-tiba hati Hazna seperti tercubit mendengar kata-kata yang diucapkan wanita paruh baya ini dengan nada mencemooh. “Aku tidak tahu apa yang dia lihat darimu sampai mencintai wanita sepertimu. Padahal dia bisa mendapat wanita yang jauh lebih terhormat darimu" "Oke cukup, begini Nyonya. Nyonya boleh mengatakan saya janda, karena itu memang kenyataannya dan saya pikir itu bukanlah masalah untuk anda karena Ely Faridah | 333 saya benar-benar tidak mengenal anda. Tapi jujur saja saya benar-benar tidak mengenal anda. Bahkan saya tidak mengerti apa dan siapa yang sedang anda bicarakan. Mungkin benar-benar ada kesalah pahaman diantara kita " Tiba-tiba wanita paruh baya di hadapannya mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya, dan memberikannya pada Hazna. Membalik sebuah kertas yang Hazna yakini adalah sebuah foto dan dia langsung tertegun ditempatnya menatap foto itu. "Kamu pasti mengenal dia bukan?" Hazna menatap foto laki-laki yang ada dalam genggamannya, lalu menatap wanita paruh baya yang ada di hadapannya. "Di..dia?" "Dia anakku! Dan harus kau ingat sampai kapan pun aku tidak akan pernah rela jika anakku mencintaimu" Wedding for My Husband | 334 PART 43 "“Jangan berharap jika kamu terlalu takut jatuh. karena tidak ada harapan yang selalu terbang tinggi tanpa pernah merasakan jatuh sama sekali" -Author- “Hazna?" Hazna tersentak dari lamunannya saat mendengar suara Abi nya. Hazna menoleh menatap Abi, Ummi dan Kakaknya yang memandang Hazna heran. Hanya Daffi yang masih sibuk dengan sarapannya. Saat ini mereka sedang berkumpul untuk sarapan pagi. Sejak tadi mereka berbincang-bincang atau lebih tepatnya orang tua dan kakak Hazna yang berbincang-bincang, karena sejak tadi tanpa Hazna sadari sepertinya dia melamun sampai tak mendengar apa yang mereka bicarakan. “Ada apa Hazna? Tidak biasanya kau melamun seperti ini. Ada masalah?" Abi Hazna = menghentikan makannya —lalu memandang puterinya begitu juga dengan Umminya. “Tidak apa-apa Abi, Ummi. Hazna tidak apa-apa, juga tidak ada masalah. Hanya sedikit memikirkan tentang yayasan saja. Oh ya, tadi Abi bicara apa? Maaf Hazna tidak mendengarnya." "Hm, tadi Abi mu bertanya apa kau tidak berniat bergabung ke perusahaan Abi dan membantu kakakmu, Hazna?" Ummi menjawab- pertanyaan Hazna_ setelah menghembuskan nafasnya perlahan. Ely Faridah | 335 Hazna menatap Abi dan Ummi nya lalu menoleh ke arah kakaknya yang malah menggendikkan bahunya cuek. "“Maaf Ummi, Abi. Bukan Hazna tidak mau, hanya saja itu bukanlah bidang Hazna. Hazna tidak terlalu mengerti bidang bisnis. Tapi kalau ada yang bisa Hazna bantu, pasti Hazna akan bantu Bi." "Ya sudah, Abi juga tidak memaksa. Lebih baik kau fokus mengurus Daffi dan yayasanmu." "lya, terimakasih Abi." Akhirnya mereka melanjutkan sarapan dalam diam. Dan tanpa mereka sadari Hazna kembali merenung memikirkan kejadian beberapa hari yang lalu tentang pertemuannya dengan wanita paruh baya yang ternyata selama ini menerornya. Sampai saat ini Hazna tak menyangka bahwa dia menerornya hanya karena dia berpikir bahwa anaknya mencintai Hazna. Yang lebih membuat Hazna penasaran adalah dari mana dia bisa mengambil kesimpulan seperti itu? Sebenarnya banyak sekali yang ingin Hazna tanyakan pada wanita itu, tapi sayangnya tepat saat dia berkata bahwa dia tidak akan mengizinkan anaknya untuk mencintai Hazna. Wanita lalu pergi begitu saja tanpa berkata apapun lagi. Dan sampai sekarang Hazna masih bingung memikirkan sikap wanita itu. Pagi ini setelah sarapan, Hazna mengantar Daffi ke sekolah. Hazna menunggu Daffi di bangku taman bermain, sambil membaca sebuah buku tentang psikologi. Walau Hazna mengambil jurusan bahasa tapi dia sangat tertarik dengan bidang psikologi. Bahkan dia sempat ingin masuk kejurusan itu, walau pada akhirnya bidang bahasa lah yang paling menarik minatnya. Wedding for My Husband | 336 Entah sudah berapa lama dia membaca saat dia melihat jam yang ada di pergelangan tangannya dan dia tahu bahwa sebentar lagi Daffi akan keluar untuk istirahat. Tepat saat Hazna menutup bukunya, handphone yang ada dalam tasnya berbunyi dan sebuah panggilan video call masuk. Hazna cukup terkejut saat wajah Arga yang muncul disana. “Assalamualaikum Hazna" “Walaikumsalam. Arga?" Di sana Arga tersenyum tulus. Dia memakai pakaian kantor dan berada disebuah ruangan yang Hazna yakini adalah ruang kantornya . "Ya ini aku. Bagaimana kabarmu?" “Alhamdulillah aku baik. Bagaimana denganmu?" “Aku baik-baik saja, terlepas dari fakta bahwa aku merindukanmu" Hazna hanya tersenyum tipis, bingung harus menjawab apa. Lalu Dia melihat Daffi berlari dari dalam kelas menuju ke tempat Hazna “Bundaa... Bunda lagi apa? Ehh Om Arga?" Daffi yang langsung mengintip ke arah handphone yang sedang Hazna pegang kaget, saat ada wajah Arga di layar handphone nya. "Hai Daffi" “Om Arga. Wahh Om Arga lagi ngapain?" "Om Arga sedang di kantor. Daffi sedang Apa?" “Daffi lagi istirahat ini om" Selanjutnya mereka berbincang panjang lebar tentang sekolah Daffi. Hazna hanya memperhatikan mereka, memperhatikan Daffi yang tertawa mendengar candaan Arga. “Om, Daffi bentar lagi masuk kelas." Ely Faridah | 337 "Oh ya sudah kalau begitu. Sampai bertemu nanti yah. Om akan bawakan oleh-oleh untuk Daffi" "Oleh-oleh? Oleh-oleh itu apa om?" "Oleh-oleh itu hadiah. Daffi mau hadiah?" "Waahh, mau om mau. Daffi mau hadiah kalau gitu." "Sip.. Om akan cepat pulang kalau begitu untuk membawakan hadiah untuk Daffi." "Yeaayyy. Daffi tunggu loh om." "Oke, kalau begitu sudah dulu yah. Hazna sudah dulu ya. Aku akan melanjutkan pekerjaanku dan cepat pulang agar bisa bertemu kalian. Assalamualaikum" Hazna hanya mengangguk kecil dan menjawab salam sebelum mematikan sambungannya. "Ya, walaikumsalam." Hazna menatap layar ponselnya yang sudah mati dengan perasaan tak menentu. Ada rasa tak enak dalam hatinya, entah karena apa. "Bunda, Daffi masuk kelas lagi yah. Oh ya, tadi pagi Ayah bilang hari ini Ayah bakal jemput Daffi Bun." "Oh ya? Kok Bunda gak tau?" "Kata Ayah kejutan enggak boleh kasih tahu Bunda" Hazna menaikkan satu alisnya sambil menahan senyum. "Kejutan? Kalau tidak boleh kasih tahu Bunda, terus kenapa Daffi kasih tahu?" "Ya Daffi kan enggak mau bohong sama Bunda. Nanti dosa." "Ya udah, kalau begitu Daffi masuk kelas lagi yah" Daffi mengangguk dan berjalan kembali masuk ke kelasnya. Pulang sekolah ini karena Maliq bilang dia akan Wedding for My Husband | 338 menjemput Daffi. Jadi sekarang Hazna dan Daffi sedang menunggu Maliq di taman sekolah Daffi. "Hazna, Daffi." Hazna mendongak menatap Maliq yang sudah berdiri tidak jauh darinya. Dan Hazna melihat Daffi berlari ke arah Maliq. "Daffi jangan lari-lari nak" Hazna berseru keras saat melihat Daffi berlari, tanpa melihat jalanan yang ada didepannya . “Ayaahh" Daffi langsung melompat kepelukan Maliq yang sudah berjongkok menyambut Daffi. “Hati-hati jagoan, jangan lari-lari seperti itu. Nanti Daffi bisa jatuh dan membuat Bunda sedih." “Hehe..maaf Ayah" Hazna hanya menggelengkan kepala melihat Daffi yang hanya menyengir digendongan Maliq. Saat ini mereka sedang dalam perjalan pulang, setelah Maliq memaksa untuk makan siang bersama di luar. Daffi sedang duduk dipangkuan Hazna dan sepertinya dia sudah mulai mengantuk setelah makan siang. “Ayah, tadi Daffi telepon sama Om Arga loh Yah. Yang pake video itu loh." Hazna terkejut saat Daffi memberitahukan Maliq tentang Arga. Hazna tetap memadang ke arah luar jendela dan bersikap seolah biasa saja. "Video call maksudnya?" “lya Yah" “Oh ya? Memang Om Arga telePon Daffi? Ngomong apa?" Ely Faridah | 339 "Om Arga telepon Bunda, terus bilang katanya sebentar lagi bakal pulang terus bawain Daffi oleh-oleh. Emang Om Arga lagi pergi kemana Ayah?" Hazna tahu, Maliq menoleh dan menatap ke arahnya tapi dia sama sekali tak berniat menoleh pada Maliq. "Om Arga lagi pergi keluar negeri nak" "Oh, nanti Daffi minta oleh-oleh mobil ah sama om Arga." Setelah itu tidak ada suara lagi dan Hazna menyadari bahwa Daffi telah tertidur dipangkuannya. "Ternyata sudah sejauh itu?" Hazna menoleh kearah Maliq yang masih fokus menyetir dikursi depan. "Apa maksudmu?" "Kau sudah pada tahap saling mengabari dengannya?" Hazna mengalihkan pandangannya ke arah lain, saat menyadari bahwa Arga yang sedang dijadikan topik pembicaraan saat ini. "Hanya sesekali, itu pun dia lebih sering mengobrol dengan Daffi" "Lalu bagaimana denganmu?" "Ada apa denganku memangnya?" "Bagaimana perasaanmu padanya Hazna?" “Mengapa kau begitu ingin tahu bagaimana perasaanku Maliq? Apapun perasaanku pada Arga bukankah tidak ada hubungannya denganmu?" "Jelas itu. berhubungan denganku Hazna. Aku mencintaimu dan aku berharap hubungan kita bisa kembali seperti dulu" Wedding for My Husband | 340 Hazna diam tidak menjawab. Dia terlalu bingung memikirkan semuanya. “Apa aku salah jika aku mengkhawatirkan sahabatku, yang mencintai mantan isteriku yang masih aku cintai sampai saat ini. Aku takut Hazna. Aku takut jika harapan untuk kembali bersamamu tiba-tiba hancur karena Arga mencintaimu." “Kalau begitu jangan berharap!!" Maliq menoleh cepat ke arah belakang dan menatap Hazna dengan tatapan terkejut. Dan Hazna ikut menatap ke arah Maliq. "Kalau begitu jangan berharap Maliq. Jangan pernah berharap apapun dariku. Jangan pernah berharap apapun dari hubungan ini. Jika pada kenyataannya yang kau lakukan hanya selalu mengkhawatirkan hatimu agar tidak tersakiti." Hazna_keluar dari dalam mobil dengan menggendong Daffi, karena Maliq sudah menghentikan mobilnya di depan rumah. Lalu dia melangkah masuk tanpa berbalik menatap Maliq lagi. Hazna tahu mungkin kata-katanya menyakiti Malig, tapi mungkin itu bisa membuatnya sadar. Jika Maliq memutuskan mencintai seseorang, dia tidak harus selalu mengkhawatirkan hatinya sendiri. Tidak perlu ada yang ditakuti hanya karena dia tidak ingin tersakiti. Karena bukankah mencintai dan sakit hati berada dalam satu paket yang tidak bisa dipisahkan. Bukankah dulu Hazna pernah mengatakan padanya, jika mungkin setiap orang bisa menghindari sakit hati, tapi dia tetap akan merasakan sakitnya dengan alasan yang sama walau di waktu yang berbeda. Ely Faridah | 341 Jadi jika yang selalu ditakutinya adalah hatinya akan kesakitan. Bukankah lebih baik dia menghentikan semua harapan yang mungkin sudah dia tanamkan dalam hatinya. Hazna tidak berharap Maliq membalas perasaannya. Bahkan tidak berharap bahwa Maliq ingin kembali lagi dengan Hazna. Hazna bahkan tidak menyangka bahwa Arga, sahabat Maliq menyatakan cinta padanya. Sekarang Maliq menyudutkannya karena perasaan Arga terhadap Hazna. Apa dia pikir Hazna bisa mengatur perasaan orang lain, apa Hazna bisa menghentikan rasa cinta Arga begitu saja hanya karena Hazna menolaknya? Kenyataannya semua tidak semudah itu. Dan disini Hazna merasa Maliq hanya memikirkan perasaannya sendiri, hanya menjaga hatinya agar tidak tersakiti. Hazna masuk ke kamarnya dan menaruh Daffi di kasur lalu menghembuskan nafas lelah. Hazna terlalu lelah menghadapi Arga, Maliq dan perasaan mereka. Hazna hanya ingin hidup tenang tanpa menyakiti orang lain, itu saja. Malam ini Hazna, Ummi dan Daffi sedang menonton tv di ruang tengah. Kakaknya Ezra dan Abinya sedang berada di ruang kerja membicarakan perkembangan perusahaan. Daffi sedang tiduran dipangkuan Hazna, sambil memainkan pesawat baru yang dibelikan Ezra. Hazna tahu, Daffi sudah mengantuk tapi dia belum mau tidur dan Hazna sejak tadi hanya mengusap kepalanya. "Hazna, bagaimana dengan yayasanmu?" "Baik-baik saja Ummi, anak-anak disana juga sehat dan bertambah pintar. Salah satu donatur, kemarin Wedding for My Husband | 342 menawarkan beasiswa untuk Ajeng karena kemarin baru saja memenenangkan lomba matematika." “Alhamdulillah kalau begitu. Insyaallah nanti Ummi main kesana jika ada waktu. Beberapa bulan ini kamu tahu sendiri, Ummi sibuk menemani Abi mu keluar kota mengurus beberapa usahanya." “lya tidak apa-apa, tapi sampaikan pada Abi jangan terlalu lelah. Toh, sudah ada beberapa orang kepercayaan Abi yang mengurusnya" “Ummi sudah sering mengingatkan Abi. Tapi kau tau sendiri Abimu itu tidak betah jika harus diam saja dan hanya mengandalkan anak buahnya jadi Ummi hanya bisa menemaninya untuk mengawasi kesehatannya." Tok tok tok.. Belum sempat Hazna menjawab kata-kata Ummi nya tiba-tiba pintu depan rumah diketuk. “Biar Hazna saja yang membukanya Ummi. Daffi bangun dulu yah, Bunda ingin buka pintu." "Siapa itu Bun?" “Bunda juga tidak tahu. Daffi disini saja dengan Nenek yah. Biar Bunda yang buka pintunya." Setelah Daffi mengangguk, Hazna pun bangkit dan melangkah ke arah pintu depan. Hazna membuka pintu rumah dan melihat laki-laki yang saat ini sedang berdiri membelakanginya. Hazna mengerutkan kening mencoba menerka- nerka, siapa laki-laki yang datang ke rumah malam-malam seperti ini. “Maaf, anda mencari siapa?" Laki-laki itu membalikkan tubuhnya dan barulah Hazna dapat melihat wajah laki-laki di hadapannya. Tapi kerutan di dahi nya belum juga hilang. Yang membuat Ely Faridah | 343 Hazna bingung, untuk apa laki-laki di hadapannya datang ke rumahnya malam-malam begini. "Selamat malam Hazna. Bolehkah aku bertemu orang tuamu?" Hazna semakin mengerutkan kening, saat laki-laki itu berkata ingin bertemu orang tuanya. "Boleh aku tahu ada urusan apa kau ingin bertemu dengan orang tuaku?" Laki-laki itu menunduk sesaat lalu tersenyum dan tak lama dia memandang kearah Hazna dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. "Menikahlah denganku Hazna, karena aku ingin melamarmu malam ini" Hazna_ membelalakan matanya karena_ kaget, bahkan menutup mulut dengan tangan kanannya karena tidak percaya dengan apa yang baru dia dengar. Wedding for My Husband | 344 PART 44 "Karna cinta bisa datang tanpa perduli seberapa besarnya sebuah perbedaan, bahkan seberapa kuatnya sebuah keyakinan" -author- “Ap.. apa maksudmu?" “Aku mencintaimu Hazna. Mungkin kau pikir ini gila, ini konyol tapi aku tahu aku mencintaimu. Aku ingin menjadi pendampingmu Hazna. Kumohon beri aku kesempatan bertemu orang tuamu_ aku __ ingin melamarmu." "Kau gila Sam? Kau tiba-tiba datang malam-malam begini lalu berkata ingin melamarku. Lebih baik kau pulang, aku tidak ada waktu menangapi candaanmu." “Tidak... tidak Hazna. Aku serius. Aku tidak main- main. Kumohon Hazna percaya padaku" "Pulang Sam!!" “Aku tidak akan pulang sampai kau mau memberi kesempatan padaku untuk bertemu orang tuamu." "Kalau begitu terserah." Hazna menutup pintu rumahnya lalu menguncinya. “Siapa yang datang Hazna?" Ummi Hazna bertanya saat melihat Hazna kembali ke ruang tengah. "Bukan siapa-siapa Ummi. Daffi ayo kita tidur." Hazna mengajak Daffi masuk ke kamarnya tanpa ingin | memperdulikan apa Sam_ benar-benar akan menunggunya atau tidak. Hazna sudah terlalu lelah menghadapi semuanya. Ely Faridah | 345 Setengah jam berlalu tiba-tiba suara hujan yang turun deras mengusik Hazna yang belum juga bisa memejamkan mata. Sedangkan Daffi sudah terlelap sejak tadi. "Hazna apa kau sudah tidur" "Belum, masuk saja Kak." "Apa kau kenal laki-laki yang sedang kehujanan di luar sana?" Hazna menoleh dan mendapati Ezra sudah berdiri ditengah pintu kamarnya. Hazna kembali menatap langit kamarnya tak menghiraukan pertanyaan Ezra. "Aku tidak tahu apa masalahmu dengannya hanya saja dia masih menunggumu di depan. Abi dan Ummi tidak akan suka jika mereka tahu kau membiarkan tamu menunggumu di depan rumah sampai kehujanan." Hazna turun dari tempat tidur dan melangkah ke arah jendela. Dia melihat Sam sedang berdiri di bawah pohon besar yang ada di halaman depan rumahnya sambil menggigil kedinginan. Sam menunduk sambil memeluk tubuhnya sendiri. Jaket yang dipakainya juga sudah basah. "Apa yang harus aku lakukan Kak?" "Ajak dia masuk, biar aku yang akan berbicara dengannya" Akhirnya Hazna turun kembali dan keluar dengan 2 payung di tangannya. Sam yang sedang menunduk tiba-tiba mendongak saat merasa aliran air hujan di atas kepalanya berhenti dan pandangannya langsung bertemu dengan pandangan Hazna. Hazna memandang ke arah lain saat Sam menatap intens kepadanya. "Kenapa kau tidak pulang?" Wedding for My Husband | 346 “Aku ingin berbicara denganmu Hazna." “Masuklah!" Sam tersenyum saat Hazna akhirnya memberinya kesempatan untuk berbicara dengannya. Dia mengikuti langkah kaki Hazna ke arah teras rumah dan berhenti tepat di depan pintu masuk. “Hazna?" Hazna berbalik dan menatap Sam yang masih menggigil kedinginan. Sejujurnya Hazna tidak tega melihat wajah pucat Sam, tapi dia bingung apa yang harus dia lakukan. "Biar aku disini saja. Bajuku basah dan kotor Hazna" “Tidak apa-apa, masuklah. Kau bisa menggantinya dengan bajuku." Sam menoleh menatap laki-laki yang berdiri di belakang Hazna dengan senyum ramah. “Aku Ezra, Kakaknya Hazna" Sam akhirnya mengangguk kecil dan masuk ke kamar tamu yang ditunjuk Hazna dan berganti baju dengan milik Ezra . Setelah berganti baju dan minum teh akhirnya Sam terlihat lebih baik dibandingkan tadi. Sam menatap Hazna dan Ezra yang duduk di hadapannya. “Jadi untuk apa kau datang kemari dan menemui adikku, Hazna." “Aku datang kemari untuk melamar Hazna." Ezra membelalakkan matanya menatap Sam lalu menoleh kearah Hazna. Hazna menutup matanya menahan dirinya untuk tidak menggerang frustasi. Ya Allah, apa lagi ini? Belum selesai Maliq dan Arga yang membuat Hazna pusing. Sekarang Sam datang entah dari negara mana, malam-malam begini kerumahnya dan dengan mudahnya mengatakan ingin melamar Hazna. Ely Faridah | 347 Dia pikir dia ingin mengajak Hazna jalan-jalan, sampai semudah itu dia mengatakan sebuah lamaran. "Kau ingin melamar Hazna?" "Ilya, aku ingin melamar Hazna untuk menjadi pendampingku. Jika diterima secepatnya keluargaku akan datang kemari untuk bertemu orang tua kalian." "Cukup Sam! Ini sudah benar-benar keterlaluan. Bagaimana bisa kau menjadikan sebuah lamaran sebagai bahan gurauanmu!" "Demi Tuhan Hazna aku tidak sedang bergurau. Aku serius ingin melamarmu." "Dan kau pikir aku akan percaya padamu Sam?" "Katakan apa yang membuatmu tidak percaya padaku." "Pertama, fakta bahwa kita berbeda keyakinan. Itu saja sudah jelas membuktikan bahwa ini semua hanya lelucon. Kedua, aku dan kau adalah orang asing di samping fakta bahwa kau adalah donatur di yayasanku. Selain itu aku tidak mengenalmu Sam. Dan apa alasan itu tidak cukup untuk membuatku berpikir, apakah kau dalam keadaan sadar datang malam-malam begini ke rumahku dan mengajukan sebuah lamaran?" "Jika itu yang jadi permasalahannya boleh aku menjawabnya? Aku tahu kita hanya sebatas kenal tanpa benar-benar menjadi seorang teman. Tapi beberapa bulan kenal denganmu cukup membuatku sadar jika kau wanita yang baik yang ingin aku pilih menjadi pendampingku kelak. Dan untuk masalah keyakinan, ini.. aku ingin menunjukkan ini padamu." Sam mengeluarkan sebuah amplop dari jaket nya yang basah dan menyodorkannya diatas meja ke arah Ezra dan Hazna yang duduk di hadapannya. Wedding for My Husband | 348 Ezra) mengambil amplop coklat itu dan mengeeluarkan isinya beberapa foto, kartu tanda pengenal, dan sebuah surat. Terlihat mulai basah karna terkena air hujan tapi masih cukup jelas untuk dilihat dan dibaca. Ezra membuka surat itu sedangkan Hazna mengambil beberapa foto. Hazna terkejut bukan main menatap foto-foto itu. Lalu merebut surat dari tangan Ezra yang bahkan belum selesai membacanya. Dada Hanza berdegup kencang saat mendengar suara lirih Ezra yang berada disampingnya. “Kau menjadi mualaf?" Hazna menatap taman dibelakang rumahnya dengan pikiran berkelana kemana-mana. Banyak yang dia pikirkan terutama fakta bahwa semalam Sam datang kerumahnya dan melamarnya. Bahkan sam memberi bukti bahwa dia sudah menjadi seorang mualaf. Entah ini harus dibilang anugerah atau musibah. Dua pria melamarnya dan menunggu jawabannya. Belum lagi Maliq yang juga ingin kembali padanya. “Apa yang kau pikirkan?” “Kak Ezra? Kau tidak ke kantor?" "Karena aku tahu adikku sedang ada masalah jadi ya aku memutuskan pulang." “Aku tidak apa-apa Kak?" Ezra menatap Hazna yg terlihat murung . “Kau memikirkan tentang Sam?" Hazna menoleh kearah Ezra yang sudah duduk di sampingnya dan dia mengangguk kecil menjawab pertanyaan Ezra. "Dimana kau mengenalnya" Ely Faridah | 349 "Hanya kebetulan karena dia teman Arga dan aku dikenalkan dengannya saat aku tidak sengaja bertemu mereka beberapa bulan lalu di sebuah mall." "Apa kau sering bertemu dengannya?" "Tidak, tapi saat dia tahu aku memiliki yayasan dia memutuskan menjadi donatur di sana." "Kau menerimanya menjadi donatur?" Hazna menggendikkan bahunya lalu kembali menatap lurus ke depan. "Kenapa aku harus menghalangi niat baik seseorang untuk menyumbangakan hartanya ke anak-anak di yayasanku. Aku tidak berpikir itu dia lakukan karena dia menyukaiku, lagi pula dia menjadi donatur bukan atas nama pribadi tapi atas nama perusahaan. Jadi kupikir tidak ada masalah." "Lalu sekarang apa yang kau pikirkan? Bukankah kau hanya perlu menerimanya jika kau berniat memberi kesempatan padanya dan kau cukup menolaknya dengan cara baik-baik jika kau tak berniat untuk memberinya kesempatan." "Kenyataannya tidak semudah itu Kak." "Lalu apa yang membuatnya menjadi sulit?" "Dia sahabat Arga" Ezra mengangguk mencoba mencermati apa yang ingin Hazna sampaikan. "Ya, Lalu?" "Dia juga sahabat Maliq” "Maliq?" Hazna mengangguk dan menoleh kearah Ezra yang saat ini sedang menunduk dengan Kening berkerut. "Arga dan Maliq juga sama-sama mencintaiku. Jadi bagaimana menurutmu Kak?" Wedding for My Husband | 350 Ezra mendongak dan melotot ke arah Hazna dengan wajah kaget dan Hazna hampir saja tertawa melihat ekspresi Ezra, tapi dia menahannya. “Maksudmu mereka bertiga, Malig, Arga dan Sam bersahabat? Hazna mengangguk pelan. "Dan mereka, Malig, Arga dan Sam sama-sama mencintaimu?" Sekali lagi Hazna mengangguk dan Ezra hanya melongo, mengerjapkan matanya lalu menggeleng. “Ya Allah, tidak disangka kau laris manis Hazna" Hazna menatap Ezra tidak percaya. Dari sekian banyak kata-kata yang bisa Ezra katakan kenapa kata-kata seperti itu yang justru keluar dari bibir Kakaknya. “KAKAK!!" “Ehh iya-iya, Maaf hehe. Lalu diantara mereka siapa yang kau sukai?" Hazna menggeleng tidak tahu harus menjawab apa. “Aku tidak tau kak. Aku tidak tahu harus memilih siapa." “Pilihlah sesuai kata hatimu Hazna. Sholatlah dan minta petunjuk pada Allah. Jangan takut untuk memilih. Jika memang ada salah satu dari mereka yang kau yakini bisa menjadi pendampingmu kelak maka cobalah untuk membuka hatimu. Tapi jika tidak ada diantara mereka maka jujurlah dengan cara yang baik agar tidak sampai menyinggung perasaan mereka." Hazna memasuki gerbang yayasan dan melihat seorang wanita cantik sedang duduk di teras yayasan. Hazna mendekati wanita itu dan berdehem pelan. “Maaf ada yang bisa saya bantu Nona?" Ely Faridah | 351 Wanita itu mendongak lalu bangkit menatap Hazna. "Aku ingin bertemu dengan Hazna pemilik yayasan ini" "Kebetulan saya yang bernama Hazna. Maaf kalau boleh tahu, ada perlu apa?" Wanita itu terlihat terkejut lalu memandangi Hazna dari atas sampai bawah. Kemudian dia tersenyum menatap Hazna. "Kenalkan namaku Lexi. Boleh aku berbicara denganmu, tapi tidak disini." "Baiklah kalau begitu, kita berbicara di ruanganku saja." Hazna masuk kedalam ruangan kerjanya yang ada diyayasan. Lalu mempersilahkan wanita bernama Lexi itu untuk duduk. "Jadi ada apa?" "Mungkin kau bingung dengan kedatanganku karena kau tidak mengenalku. Jadi sebelum kita memulai pembicaraan ini aku ingin mengenalkan diriku. Aku adalah kakak kandung Sam" Hazna tertegun di tempatnya, mengerjapkan matanya lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Sesuai dugaanmu Hazna, karena aku adalah kakak Sam maka aku datang kesini memang untuk membicarakan Sam." "Apa yang ingin kau bicarakan?" "Aku tahu kemarin Sam datang dari Jerman dan langsung menemuimu 2 hari yang lalu." Hazna menghembuskan nafasnya pelan. Jujur saja sebenarnya Hazna tidak ingin membicarakan atau memikirkan tentang Sam, Arga atau Maliq sekalipun. Tapi Wedding for My Husband | 352 untuk menghormati wanita yang ada di hadapannya, suka atau tidak dia tetap harus mendengarkannya . "Ya, lalu?" “Boleh aku tau apa yang dia sampaikan padamu?" Hazna diam dengan mata menatap lurus ke arah Lexi. Hazna heran untuk apa Lexi bertanya seperti itu jika dia memang benar-benar kakak kandung Sam. Bukankah paling tidak dia harusnya tahu bahwa Sam datang ke rumahnya untuk melamar Hazna. “Aku tahu, kau mungkin heran kenapa aku bertanya seperti ini tapi Sam bahkan tidak tahu jika aku ada di Indonesia" Hazna kembali mengalihkan pandangannya kearah lain. “Dia melamarku." "Sudah kuduga." Hazna menoleh dengan kening berkerut. Tidak mengerti maksud dari kata-kata Lexi. “Aku sudah menduga itu Hazna. Aku tahu cepat atau lambat Sam akan datang menemuimu. Satu bulan yang lalu Sam menemuiku di Singapura. Dia menceritakan banyak hal tentangmu, bahkan dia sempat mengutarakan keinginan nya untuk masuk Islam. Aku jelas menolaknya, menurutku dia tidak harus pindah agama untuk memilikimu. Karena kalian bisa menikah di luar negeri tapi Sam bilang kau berbeda. Maaf sebelumnya karena sebenarnya aku pernah mencari tahu tentangmu Hazna. Aku ingin tahu wanita seperti apa yang bisa menggetarkan hati adikku. Rasanya selama ini Sam tidak pernah benar- benar mencintai seorang wanita. Dia hanya suka bermain- main. Semata-mata hanya untuk mengalihkan pikirannya." Ely Faridah | 353 Hazna diam menunggu kelanjutan dari setiap kata- kata Lexi. "Sudah bertahun-tahun lamanya Sam tidak benar- benar hidup bahagia Hazna. Keluarga kami hancur dan itu mengguncang jiwanya. Dia bukan lagi Sam yang aku kenal dulu. Tapi beberapa bulan yang lalu saat menceritakanmu, aku tau ada yang berbeda. Sam seperti hidup kembali Hazna. Dia seperti punya harapan dan alasan lagi untuk menjadi Sam yang baik seperti dulu. Itu alasan kenapa akhirnya aku menyetujui keinginannya untuk menjadi seorang mualaf." Hazna menunduk bingung harus menjawab apa. Dari setiap kata yang Lexi ucapkan jelas tersirat sebuah harapan jika Hazna mau menerima Sam. Ya Allah, kenapa mereka semua terlalu menggantungkan harapan-harapan itu pada Hazna. Hazna adalah manusia biasa dan jelas Hazna tidak mungkin bisa memenuhi harapan dari mereka semua. "Aku mohon Hazna tolong terima Sam. Hanya kau satu-satunya orang yang mungkin bisa menyembuhkannya. Jika| menerimanya terlalu berat untukmu_ setidaknya tolong beri dia kesempatan, kesempatan agar bisa memasuki hati dan hidupmu." Wedding for My Husband | 354 PART 45 "Karma hanya akan menyadarkanmu tapi tidak akan menghapus kesalahanmu dimasa lalu" -author- "Papah Ezra mau kemana?" Daffi yang saat ini sedang duduk di ruang tengah sambil menonton tv tiba-tiba menoleh lalu menatap Ezra dengan bingung. Karena Om nya itu pagi ini berbeda. Biasanya yang Daffi lihat Om yang sejak dulu dia panggil Papah itu setiap pagi memakai setelan jas lengkap jika ingin berangkat ke kantor, tapi berbeda dengan pagi ini karena Ezra memakai celana jeans dan kemeja berwarna biru laut. “Emm, Papah mau ke bandara." “Bandara? Mau apa?" “Papah ingin mejemput teman Papa sayang” “Daffi ikut Pah?" Ezra menggaruk tengkuknya dan kebingungan. Dia memang akan menjemput temannya, teman wanita maksudnya. Jadi Ezra bingung bagaimana cara untuk menolak agar Daffi tidak perlu ikut. “Daffi kan sekolah nak." “Daffi enggak sekolah papah. Daffi libur 3 hari kata Bu guru." “Tapi nak, Papah akan lama disana nanti Daffi capek. Jadi Daffi enggak usah ikut yah, di rumah aja." Ezra melihat Daffi memanyunkan bibirnya dengan pandangan sedih, dan tiba-tiba berteriak ke arah dapur. “Bundaa.. Papah enggak mau ajak Daffi pergi! " Ely Faridah | 355 Hazna keluar dari dapur mendengar Daffi yang berteriak memanggilnya. "Ada apa Daffi? Kenapa Daffi teriak-teriak begitu?"” "Liat tuh Bun, Papah mau pergi ke bandara. Daffi enggak boleh ikut." Hazna menaikkan sebelah alisnya melihat Daffi yang terlihat kesal, lalu menatap Ezra yang berdiri tidak jauh dari tempat duduk Daffi. Dan melihat Ezra sedang meringis dan tersenyum canggung. Setelah itu Hazna mengerti, Ezra tidak mungkin meninggalkan Daffi dan tidak mau mengajaknya jika itu bukan hal-hal yang menyangkut privasinya. Karena bahkan Ezra pun tak pernah merasa keberatan jika Daffi ikut ke kantornya. "Kenapa Daffi tidak boleh ikut Papah?" Hazna kembali menatap Daffi yang sedang melipat tangannya didepan dada. "Kata Papah nanti Daffi capek. Padahal kan Daffi enggak apa- apa. Daffi juga hari ini libur enggak masuk sekolah dan Daffi pengen ikut papah jemput temennya papah" "Hazna.." Ezra mencoba memberi penjelasan pada Hazna, tapi Hazna tidak menghiraukan ucapannya. "Oh jadi Papah mau jemput temennya tapi Daffi enggak boleh ikut?" Hazna menatap Ezra lalu menahan senyumnya. Hazna yakin teman Ezra yang dimaksud Daffi bukanlah teman biasa. Hazna yakin Ezra ingin diberi kesempatan untuk bersama temannya itu. Dan mungkin teman Ezra ini adalah teman spesial maka Ezra tidak ingin diganggu. Wedding for My Husband | 356 “Ilya Bun. Papah jahat Bun, Daffi enggak temen Papah." "Daffi, bukan begitu tapi Papah.." Ezra yang ingin menjelaskan baik-baik kepada Daffi lagi-lagi diinterupsi oleh Hazna. “Daffi, papah bukan tidak mau mengajak Daffi. Tapi kan Papah ada urusan penting dan nanti Daffi pasti bosen di sana karena nungguin Papah, Jadi Daffi dirumah aja yah sama Bunda. Bunda mau bikin kue kesukaan Daffi" Daffi menundukkan wajahnya. Daffi selalu menuruti apa kata Hazna, Bundanya. Karena Bundanya selalu baik padanya, tidak pernah memarahinya. Jika Daffi nakal atau berbuat salah Bundanya akan menjelaskan dan memberi pengertian padanya. Daffi sangat menyayangi Bundanya dan tidak mau Bundanya sedih. “Tapi Daffi kangen Papah, Bunda. Udah lama Papah enggak ajak Daffi main lagi. Apa papah enggak sayang Daffi lagi?" Daffi berbicara dengan suara lirinnya yang masih cukup didengar oleh Ezra. Ezra menghembuskan nafasnya pedih. Biar bagaimanapun Daffi juga anaknya, sejak lahir Ezra yang ada di sampingnya. Menemaninya dan tumbuh besar bersamanya. Wajar jika Daffi dekat sekali dengan Ezra bahkan memanggilnya Papah. Ezra menghampiri Daffi lalu berjongkok dihadapan Daffi yang masih menunduk. “Daffil" Daffi mendongak menatap Ezra dengan mata berkaca-kaca. "Dengerin Papah. Daffi anak Papah! Papah sayang Daffi dan akan terus begitu. Papah sadar, Papah sibuk akhir-akhir ini dan jarang main lagi dengan Daffi. Papah Ely Faridah | 357

You might also like