You are on page 1of 7

PENGARUH TERAPI WARNA HIJAU TERHADAP STRES

PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA


WANA SERAYA DENPASAR

Devi, P.S., Sawitri,K.A., Nurhesti, P.O.Y,


Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas kedokteran Universitas Udayana

Abstract. Presentation of elderly group is increasing with all problems that follow. One of
the psychological problems that is likely experienced by the elderly is stress. Stress
management can be done with non-pharmacological and pharmacological therapies. One of
non pharmacological therapies that can affect stress is green color therapy. The green color
can make people feel comfortable, relax, reduce stress, balance and calm down the emotions,
and stimulate the pituitary to release neurohormones, which can reduce stress. This study
aims to determine the therapeutic effect of green color on stress of the elderly in the Elderly
Social Institution of Wana Seraya Denpasar. This research is a quasy-experimental study
(pre-test and post-test with control group design). Samples consist of 30 elderly people that
were selected by purposive sampling, and divided into two ie; control and experimental
groups. The experimental group was given green color therapy for 10 minutes every day for
seven days. Stress measurement was carried out by using Depression Anxiety Stress Scales
(DASS) questionnaire of which the validity and reliability have been tested. The results
obtained, the average decrease in stress score of 1.20 in the control group, and in the
experimental group gained an average decrease in stress score of 11.80. Based on the
independent sample t-test, this difference was statistically significant, with t value of -17.528
and the Sig. (2-tailed) of 0.000, which means there is a therapeutic effect of green color
therapy to stress in the elderly in the Elderly Social Institution Wana Seraya Denpasar.

Key words: elderly, green color therapy, stress

PENDAHULUAN mempunyai dampak lebih banyak


Saat ini, keberhasilan pembangunan terjadinya gangguan penyakit pada lansia.
di bidang kesehatan telah mampu Lansia akan mengalami berbagai masalah
meningkatkan Usia Harapan Hidup (UHH) fisik, mental, sosial, ekonomi, dan
manusia Indonesia (Komari, 2008). Badan psikologis (Hidayati, 2009). Salah satu
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) masalah psikologis yang dapat dialami
menyebutkan angka usia harapan hidup oleh lansia adalah stres. Stres adalah reaksi
penduduk global hingga saat ini mencapai tubuh terhadap sesuatu yang menimbulkan
60 tahun atau lebih (Utami, 2009). tekanan, perubahan dan ketegangan emosi
Bertambahnya umur rata-rata ataupun (Sunaryo, 2004 dalam Subakti, 2008).
harapan hidup (life expectancy) pada Stres pada lansia dapat diakibatkan
waktu lahir, karena berkurangnya angka oleh beberapa hal, yaitu: pertama masalah
kematian kasar (crude date rate) maka yang disebabkan oleh perubahan hidup dan
presentasi golongan lanjut usia (lansia) kemunduran fisik yang dialami oleh lansia.
akan bertambah dengan segala masalah Kedua, lansia yang sering mengalami
yang menyertainya (Maramis, 2004). kesepian yang disebabkan oleh putusnya
Menurut Undang-undang No. 13 hubungan dengan orang-orang yang paling
Tahun 1998 Pasal 1 Ayat 2 tentang dekat dan disayangi. Ketiga, post power
Kesejahteraan Lanjut Usia menyatakan syndrome, hal ini banyak dialami lansia
bahwa lanjut usia adalah seseorang yang yang baru saja mengalami pensiun,
telah mencapai usia 60 tahun ke atas. kehilangan kekuatan, penghasilan dan
Peningkatan jumlah lansia hidup tentunya
kebahagiaan (Darmawan, 2003 dalam Warna hijau berefek pada sistem saraf
Hidayati, 2009). secara keseluruhan, terutama bermanfaat
Menurut Potter & Perry (2005:476), bagi sistem saraf pusat. Warna ini
stres dapat menimbulkan tuntutan yang memiliki efek penenang, mengurangi
besar pada seseorang, dan jika orang iritasi dan kelelahan, serta dapat
tersebut tidak dapat mengadaptasi, maka menenangkan gangguan emosi dan sakit
dapat terjadi penyakit. Menurut Sriati kepala (Vernolia, 1988 dalam Edge, 2003).
(2007), stres dapat menyebabkan aktivasi Berdasarkan studi pendahuluan
hipotalamus yang selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti di Panti
mengendalikan dua sistem neuroendokrin, Sosial Tresna Werdha Wana Seraya
yaitu sistem simpatis dan sistem korteks Denpasar pada tanggal 6 Februari 2012
adrenal yang dapat dapat menimbulkan selama satu hari, didapatkan hasil bahwa
berbagai dampak seperti gangguan terdapat 52 orang lansia, dimana setelah
pernafasan akibat spasme jalan nafas, dilakukan wawancara secara acak dari 10
jantung berdebar-debar, pembuluh darah orang didapatkan tujuh orang mengalami
menyempit (constriction), peningkatan stres. Berdasarkan uraian diatas maka
kadar glukosa darah, serta dapat peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh
mengakibatkan depresi sistem imun terapi warna hijau terhadap stres lansia di
sehingga orang yang mengalam stres Panti Sosial Tresna Werdha Wana Seraya
mudah terinfeksi penyakit. Denpasar.
Menurut Yulianti (2004) dalam
Isnaeni (2010), untuk menghindari dampak METODE PENELITIAN
dari stres, maka diperlukan adanya suatu Rancangan Penelitian
pengelolaan stres yang baik. Dalam Penelitian ini merupakan penelitian
mengelola stres dapat dilakukan dengan kuantitatif, dengan rancangan penelitian
terapi farmakologi yang meliputi quasy-experimental. Model yang
penggunaan obat cemas (axiolytic) dan digunakan dalam rancangan penelitian ini
anti depresi (anti depressant), serta terapi adalah pre-test and post-test with control
nonfarmakologi yang meliputi pendekatan group design.
perilaku, pendekatan kognitif, serta
relaksasi. Salah satu jenis terapi yang Populasi dan Sampel
dapat menimbulkan relaksasi sehingga Populasi penelitian ini adalah
dapat mengurangi stres dan belum banyak semua lansia yang tinggal di Panti Sosial
di terapkan di Indonesia adalah terapi Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar
warna (Kusuma, 2010). yang berjumlah 52 orang. Peneliti
Terapi warna yang dikenal juga mengambil sampel berrjumlah 30 orang
dengan nama chromatherapy merupakan sesuai dengan kriteria sampel.
terapi yang didasarkan pada pernyataan Pengambilan sampel dilakukan dengan
bahwa setiap warna tertentu mengandung teknik sampling Non Probability
energi-energi penyembuh. Dalam bidang Sampling, yaitu Purposive Sampling.
kedokteran, menurut Kusuma (2010) terapi
warna digolongkan sebagai Instrumen Penelitian
electromagnetic medicine atau pengobatan Pengumpulan data dilakukan
dengan gelombang elektromagnetik. Salah dengan wawancara terstruktur
satu warna yang dapat dimanfaatkan dan menggunakan instrumen pengumpulan
memiliki efek positif yaitu warna hijau data berupa kuesioner pengukuran stres
(Kusuma, 2010). Warna hijau dapat yaitu Depression Anxiety Stress Scale 42
menimbulkan rasa nyaman, rileks, (DASS 42) yang telah diuji validitas dan
mengurangi stres, menyeimbangkan, dan reliabilitasnya oleh peneliti.
menenangkan emosi (Kusuma, 2010).
Prosedur Pengumpulan dan Analisis Data hijau yaitu rata-rata skor didapatkan
Lansia yang terpilih menjadi sebesar 25,93 dengan standar deviasi
sampel penelitian dibagi menjadi dua sebesar 8,24, berdasarkan pembagian
kelompok, yaitu kelompok eksperimental kategori stres, didapatkan dari 15 orang
dan kelompok kontrol. Lansia yang responden 46,7% mengalami tingkat stres
menjadi kelompok eksperimental ringan dan 53,3% mengalami tingkat stres
diberikan terapi warna hijau, dengan cara sedang. Gambaran stres responden
memasukkan responden ke dalam ruangan kelompok eksperimental sebelum terapi
yang telah dicat dengan warna hijau dan warna hijau yaitu rata-rata skor didapatkan
diberikan paparan slide berwarna hijau sebesar 31 dengan standar deviasi sebesar
selama 10 menit. Kegiatan ini dilakukan 5,21, berdasarkan pembagian kategori
satu kali sehari selama satu minggu. Satu stres, didapatkan dari 15 orang responden
hari sebelum pemberian terapi warna hijau 6,7% mengalami tingkat stres ringan dan
dilakukan pre-test pada masing-masing 93,3% mengalami tingkat stres sedang.
kelompok dan satu hari setelah pemberian Gambaran stres responden kelompok
terapi warna hijau yaitu pada hari eksperimental setelah terapi warna hijau
kedelapan dilakukan post-test. Pre-test dan yaitu rata-rata skor didapatkan sebesar
post-test pada masing-masing kelompok 19,2 dengan standar deviasi sebesar 5,16.
dilakukan dengan wawancara terstruktur Berdasarkan pembagian kategori stres,
menggunakan kuesioner DASS 42. Setelah didapatkan dari 15 orang responden 86,7%
data terkumpul maka data dideskripsikan mengalami tingkat stres ringan dan 13,3%
dan ditabulasi ke dalam matriks mengalami tingkat stres sedang.
pengumpulan data, yang kemudian Menurut hasil uji statistik
dilakukan analisa univariat dengan perbedaan perubahan skor stres pada
menggunakan statistik deskriptif yaitu kelompok kontrol dan kelompok
gabungan tendensi sentral dan distribusi eksperimental dengan menggunakan uji t
frekuensi. Untuk mendeskripsikan skor dua sampel tidak berpasangan
stres lansia, masing-masing skor stres (independent sample t-test) didapatkan
responden dibuat dalam tiga kategori yaitu nilai t sebesar – 17,528, dan didapatkan
stres berat (50 – 75), stres sedang (25 – pula nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar
<50), dan stres ringan (0 – <25). Uji 0,000 yang memiliki nilai lebih kecil dari
bivariat untuk menganalisa pengaruh terapi α penelitian yaitu 0,05 yang artinya Ho
warna hijau terhadap stres lansia ditolak dan Ha diterima. Berdasarkan
digunakan uji beda statistik parametrik, statistik berati terdapat perbedaan yang
yaitu uji t dua sampel tidak berpasangan signifikan antara perubahan skor stres
(independent sample t-test), dengan tingkat kelompok eksperimental dengan
kepercayaan 95% (p ≤ 0,05). perubahan skor stres kelompok kontrol
setelah-sebelum terapi warna hijau. Jadi
HASIL PENELITIAN dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
Berdasarkan hasil penelitian terapi warna hijau terhadap stres lansia di
didapatkan gambaran stres responden Panti Sosial Tresna Werdha Wana Seraya
kelompok kontrol sebelum terapi warna Denpasar.
hijau yaitu rata-rata skor didapatkan
sebesar 27,13 dengan standar deviasi PEMBAHASAN
sebesar 8,66, berdasarkan pembagian Berdasarkan penelitian yang
kategori stres, didapatkan dari 15 orang dilakukan oleh peneliti, didapatkan
responden 46,7% mengalami tingkat stres responden mengalami stres ringan dan
ringan dan 53,3% mengalami tingkat stres stres sedang dengan skor stres yang
sedang. Gambaran stres responden berbeda-beda untuk setiap responden.
kelompok kontrol setelah terapi warna Secara teoritis, lansia cenderung akan
mengalami stres, dimana stres yang kelompok kontrol dan kelompok
dihadapi oleh lansia dapat berasal dari eksperimental didapatkan nilai t sebesar –
berbagai situasi. Lansia berada dalam 17,528, dan didapatkan pula nilai Asymp.
tahap kehidupan di mana mereka mungkin Sig. (2-tailed) sebesar 0,000 yang memiliki
menghadapi masalah kesehatan yang nilai lebih kecil dari α penelitian yaitu 0,05
panjang dan kritis. Mereka mungkin yang artinya Ho ditolak dan Ha diterima.
kehilangan pasangan dan merasa kesepian Berdasarkan statistik berati terdapat
dan sendirian. Mereka mungkin sudah perbedaan yang signifikan antara
pensiun dan karena itu akan dipaksa untuk perubahan skor stres kelompok
membuat perubahan dalam kondisi hidup eksperimental dengan perubahan skor stres
mereka serta memanajemen keuangan. kelompok kontrol setelah-sebelum terapi
Stres lebih lanjut ditambah oleh fakta warna hijau. Jadi dapat disimpulkan bahwa
bahwa kemampuan lansia untuk ada pengaruh terapi warna hijau terhadap
menghadapi situasi stres melemah dari stres lansia di Panti Sosial Tresna Werdha
waktu ke waktu. Terlepas dari semua Wana Seraya Denpasar.
masalah yang dihadapi selama usia tua, Hasil ini sesuai dengan teori,
beberapa sistem tubuh lansia yang bereaksi dimana warna hijau berefek pada sistem
dan membantu dalam manajemen stres saraf secara keseluruhan, terutama
tidak lagi efisien (Lau, 2004). bermanfaat bagi sistem saraf pusat. Warna
Masing-masing responden memiliki ini memiliki efek penenang, mengurangi
skor stres berbeda, hal ini dikarenakan iritasi dan kelelahan, serta dapat
stres bersifat subjektif dan dipengaruhi menenangkan gangguan emosi dan sakit
oleh berbagai faktor. Menurut Lazarus & kepala (Vernolia, 1988 dalam Edge, 2003).
Folkman (1984) dalam Potter & Perry Warna ini menimbulkan rasa nyaman,
(2005:478), setiap orang memiliki respon rileks, mengurangi stres,
yang berbeda dalam menghadapi stresor. menyeimbangkan, dan menenangkan
Makin besar seseorang menyerap stresor, emosi (Kusuma, 2010).
maka makin besar respon stres yang Hasil penelitian ini juga didukung
ditimbulkan. Respon terhadap segala oleh teori yang menunjukkan bahwa terapi
bentuk stresor bergantung pada fungsi warna hijau ini dapat mempengaruhi
fisiologis, kepribadian, serta sifat dari hipotalamus dalam mengeluarkan berbagai
stresor (Potter & Perry, 2005:478). Selain neurohormon sehingga dapat mengurangi
hal tersebut, menurut Suparto (2000) stres. Jalur utama dari mekanisme
dalam Puspasari (2009), ada beberapa transmisi warna menuju sistem limbik dan
faktor lain yang mempengaruhi stres yaitu sistem endokrin adalah
falsafah hidup, persepsi, posisi sosial, serta Retinohypothalamic tract yang merupakan
pengalaman. Menurut Nasution (2011), salah satu jalur dimana hipotalamus
umur adalah salah satu faktor penting yang menghubungkan sistem saraf dengan
menjadi penyebab stres, semakin Autonomic Nervous System (ANS) dan
bertambah umur seseorang, semakin sistem endokrin (Holzberg & Albrecht,
mudah mengalami stres. Hal ini antara lain 2003 dalam Honig, 2007).
disebabkan oleh faktor fisiologis yang Berdasarkan studi percontohan
telah mengalami kemunduran dalam yang dilakukan oleh Shealy dkk (1996)
berbagai kemampuan seperti kemampuan dalam Honig (2007), yang mengukur
visual, berpikir, mengingat dan perubahan dalam berbagai zat kimia saraf
mendengar. dan neurohormonnya sebagai respon
Berdasarkan hasil uji statistik terhadap cahaya berwarna, ditemukan
dengan menggunakan uji t dua sampel bahwa warna hijau menyebabkan
tidak berpasangan (independent sample t- terjadinya peningkatan rata-rata kadar
test), perbedaan perubahan skor stres pada serotonin hingga 104%, oksitosin hingga
45,5%, beta endorfin hingga 33%, dan memicu pelepasan glukosa dari
growth hormone hingga 150%. Warna penyimpanan energi, dan meningkatkan
hijau juga menyebabkan terjadinya aliran darah ke otot rangka (Heneka et al,
penurunan kadar norepinefrin hingga 29%. 2010). Pemberian terapi warna hijau dapat
Perubahan kadar zat kimia saraf dan menurunkan kadar norepinefrin dalam
neurohormon tersebut memiliki pengaruh darah, sehingga stres dapat berkurang.
dalam menurunkan stres. Berdasarkan pengamatan lapangan,
Serotonin disekresikan oleh nukleus terapi warna hijau cocok diterapkan untuk
yang berasal dari medial batang otak dan lansia karena terapi warna hijau sangat
berproyeksi di sebagian besar daerah otak, mudah diaplikasikan. Dalam lingkungan
khususnya yang menuju radiks dorsalis sehari-hari warna hijau sangat mudah
medula spinalis dan hipotalamus. Setelah untuk ditemukan, seperti pemandangan
dilepaskan, serotonin mampu dari pepohonan.
mengaktifkan reseptor serotonin pre-sinaps
maupun post-sinaps. Serotonin dalam KESIMPULAN DAN SARAN
kondisi normal mempunyai peran penting Gambaran stres pada seluruh
untuk mengontrol tidur-bangun, perilaku responden baik kelompok kontrol ataupun
makan, pengendalian transmisi sensoris, kelompok eksperimental sebelum dan
mood, dan sejumlah perilaku. Pemberian setelah diberikan terapi warna hijau
terapi warna hijau akan merangsang menujukkan lansia mengalami stres
pelepasan serotonin, sehingga peningkatan kategori ringan dan sedang. Menurut hasil
kadar serotonin dapat meningkatkan mood uji statistik perbedaan perubahan skor stres
seseorang sehingga dapat menciptakan pada kelompok kontrol dan kelompok
rasa bahagia dan menurunkan stres eksperimental dengan menggunakan uji t
(Psychother, 2005) dua sampel tidak berpasangan
Di hipotalamus, oksitosin dibuat di (independent sample t-test) didapatkan
magnocellular neurosecretory cells di nilai t sebesar – 17,528, dan didapatkan
supraoptik and nukleus paraventrikular. pula nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar
Oksitosin dapat menginduksi anti stres 0,000 yang memiliki nilai lebih kecil dari
serta memberikan efek dalam penurunan α penelitian yaitu 0,05 yang artinya Ho
tekanan darah dan kadar kortisol ditolak dan Ha diterima. Berdasarkan
(Psychother, 2005). Tingkat oksitosin statistik berati terdapat perbedaan yang
endogen berhubungan dengan kecemasan signifikan antara perubahan skor stres
dan stres secara dua arah, yaitu oksitosin kelompok eksperimental dengan
memberikan efek ansiolitik, tetapi perubahan skor stres kelompok kontrol
oksitosin juga dirilis dalam respon setelah-sebelum terapi warna hijau. Jadi
terhadap stres. Pemberian terapi warna dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
hijau dapat meningkatan kadar oksitosin terapi warna hijau terhadap stres lansia di
dalam darah, sehingga efek ansiolitik yang Panti Sosial Tresna Werdha Wana Seraya
dikeluarkan dapat menurunkan stres. Denpasar.
Terapi warna hijau juga meningkatkan Dengan mengetahui pengaruh
beta endorfin yang merupakan hormon terapi warna hijau terhadap stres,
antistres yang tentunya juga dapat diharapkan petugas panti dapat
menurunkan stres (John Hughes, 1975 merencanakan sebuah intervensi berupa
dalam Liza 2010). terapi warna hijau dalam menurunkan stres
Norepinefrin merupakan hormon pada lanjut usia, sehingga bisa
stres yang mempengaruhi hipotalamus. meningkatkan kualitas hidup lansia. Untuk
Sama dengan epinefrin, norepinefrin juga lansia diharapkan mampu melakukan
mendasari respon fight-or-flight yang terapi warna hijau secara mandiri tanpa
bekerja meningkatkan denyut jantung, panduan langsung dari peneliti, misalnya
dengan melihat pemandangan hijau di J210050063.pdf, diakses: 17
taman. Januari 2012).
Disarankan kepada peneliti Honig, L.M. 2007. Physiological and
selanjutnya, apabila melaksanakan Psychological Response to Colored
penelitian sejenis, agar mencari responden Light, (online), Dissertation.
yang mengalami stres dengan kategori Faculty of Saybrook Graduate
umur dan jenis kelamin yang sama, agar School and Research Center San
responden yang diperoleh lebih homogen. Francisco.
Teknik dan durasi lain yang bisa (http://gradworks.umi.com/336959
digunakan dalam pemberian terapi warna 0.pdf, diakses 13 Januari 2011).
hijau untuk menurunkan stres, juga agar
dapat diteliti lebih lanjut. Peneliti Isnaeni, D.N. 2010. Hubungan Antara
selanjutnya juga diharapkan dapat Stres dengan Pola Menstruasi pada
melakukan penelitian di masyarakat, Mahasiswa D IV Kebidanan Jalur
karena terapi warna hijau diharapkan tidak Reguler Universitas Sebelas Maret
hanya bisa diterapkan kepada lansia di Surakarta, (online), Karya Tulis
institusi tetapi juga lansia di masyarakat. Ilmiah. Fakultas Kedokteran
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang Universitas Sebelas Maret
lebih akurat, diharapkan peneliti Surakarta.
selanjutnya dapat menggunakan metode (http://eprints.uns.ac.id/192/1/1652
pemberian terapi warna hijau yang lebih 40109201010581.pdf, diakses 21
efektif untuk menurunkan stres serta dapat Januari 2012)
mengontrol Confounding Factor. Komari. 2008. Faktor-Faktor yang
Berhubungan Dengan Terjadinya
DAFTAR PUSTAKA Stress Pada Lansia Di Panti
Edge, K.J. 2003. Wall Color of Patient’s Wredha Dharma Bakti Surakarta,
Room: Effects on Recovery, (online), Skripsi. Fakultas Ilmu
(online), Thesis. University of Kesehatan Universitas
Florida. Muhammadiyah Surakarta.
(http://etd.fcla.edu/UF/UFE000085 (http://etd.eprints.ums.ac.id/901/1/J
7/edge_k.pdf, diakses 13 Januari 220060036.pdf, diakses: 17 Januari
2011). 2012).
Heneka, M.T., F.Nadrigny, T.Regen, dkk. Kusuma, E. 2010. Pengertian Gelombang
2010. Locus Ceruleus Controls dan Aplikasi, (online),
Alzheimer's Disease Pathology by (http://ichsan09.blog.uns.ac.id/files/
Modulating Microglial Functions 2010/11/pengertian-gelombang-
Through Norepinephrine, (online), dan-aplikasi.pdf, diakses 25 Januari
(http://www.pnas.org.libproxy.ucl.a 2012).
c.uk/content/107/13/6058.full.pdf,
diakses 22 Januari 2012). Lau, B.W. 2004. Stress, Coping. and
Ageing. J. Hongkong Coll.
Hidayati, L.N. 2009. Hubungan Dukungan Psychiatr.4, 39-44.
Sosial dengan Tingkat Depresi
pada Lansia di Kelurahan Daleman Lazarus. R.S & Folkman, S. 1984. Stress
Tulung Klaten, (online), Skripsi. Appraisal and Coping. New York,
Fakultas Ilmu Kesehatan Springer.
Universitas Muhammadiyah Liza. 2010. Otak Manusia,
Surakarta. Neurotransmiter, dan Stres,
(http://etd.eprints.ums.ac.id/6425/1/ (online),
(http://adiwarsito.files.wordpress.co
m/2010/03/6224830-otak-manusia- Sriati, Aat. 2007. Tinjauan Tentang Stres,
neurotransmiter-dan-stress-by-dr- (online),
liza-pasca-sarjana-stain- (http://resources.unpad.ac.id/unpad-
cirebon.pdf, diakses 20 Januari content/uploads/publikasi_dosen/TI
2012). NJAUAN%20TENTANG%20STR
ES.pdf, diakses 17 Januari 2012).
Maramis, W.F. 2004. Catatan Ilmu
Kedokteran Jiwa. Surabaya: Subakti, E.P. 2008. Stres dan Koping
Airlangga University Press. Lansia pada Masa Pensiun,
(online), Skripsi. Fakultas Fakultas
Nasution, H. 2011. Gambaran Coping
kedokteran Universitas Sumatera
Stress Pada Wanita Madya Dalam
Utara.
Menghadapi Pramenopause,
(http://repository.usu.ac.id/bitstrea
(online), Skripsi. Fakultas Psikologi
m/123456789/14286/1/09E01612.p
Universitas Sumatera Utara.
df diakses 19 Januari 2012).
(http://repository.usu.ac.id/bitstrea
m/123456789/24670/4/Chapter%- Sunaryo. 2004. Psikologi untuk
20II.pdf, diakses 17 Januari 2012). Keperawatan. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar
Fundamental Keperawatan. Suparto. 2000. Sehat Menjelang Usia
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran Senja. Bandung: Remaja
EGC. Rosdakarya.
Psychother, P.M. 2005. Oxytocin, a Undang-Undang Republik Indonesia
Mediator of Anti-Stress, Well- Nomor 13 Tahun 1998 tentang
Being, Social Interaction, Growth Kesejahteraan Lanjut Usia,
and Healing, (online), (online),
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pub (http://www.dpr.go.id/uu/uu1998/U
med/15834840, diakses 12 Januari U_1998_13.pdf, diakses 10 Januari
2012). 2012).
Puspasari, S. 2009. Hubungan Antara Utami, R.D. 2009. Hubungan Antara
Kemunduran Fungsi Fisiologis Karakteristik Personal dengan
Dengan Stress Pada Lanjut Usia di Sikap Lansia Terhadap Pelayanan
Keluarahan Kaliwiru Semarang, di Panti Wredha Dharma Bhakti
(online), Universitas Surakarta, (online), Skripsi.
Muhammadiyah Semarang. Fakultas Ilmu Kesehatan
(http://digilib.unimus.ac.id/gdl.php? Universitas Muhammadiyah
mod=browse&op=read&id=jtptuni Surakarta.
mus-gdl-septikapus- (http://etd.eprints.ums.ac.id/4493/1/
5189&PHPSESSID=1e67af6fa4bd J210050038.pdf, diakses 22 Januari
d962b254ed311c991538, diakses: 8 2012).
Maret 2012). Yulianti, Devi. 2004. Manajemen Stres.
Shealy, C.N., R.K. Cady, D. Veehof, M.B. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
Atwell, R. Houston, & R.H. Cox. EGC.
1996. Effect of Color
Photostimulation Upon
Neurochemicals and
Neurohormones. Journal of
Neurological and Orthopedic
Medicine and Surgery, 17, 95-97.

You might also like