You are on page 1of 12

MAKALAH

KERAJAAN SINGASARI

Makalah ini dibuat untuk memenuhi mata Pelajaran Sejarah

Disusun oleh :

Mega Syah Putri

SMK MUHAMMADIYAH 2 SUMEDANG

Tahun Ajaran 2019-2020


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT atas semua limpahan nikmat dan karunia-Nya.
Dan tak lupa pula kami haturkan sholawat dan salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW,
nabi akhir zaman, yang mengenalkan kepada kami jalan kebenaran yakni Islam.

Akhirnya kami mampu merampungkan makalah Sejarah Kebudayaan Indonesia yang membahas
tentang “Kerajaan Singasari”. Makalah ini kami buat dalam rangka memperdalam pengetahuan kami
tentang Kerajaan Singasari, dan sekaligus memenuhi tugas dalam mata kuliah Sejarah Kebudayaan
Indonesia yang diampu oleh Ibu Fatiyah, S.Hum, M.A. Disertai ucapan terima kasih kepada Ibu Fatiyah,
yang telah membimbing kami dengan ikhlas.

Demikian makalah ini kami buat, semoga bermanfaat bagi kami sendiri dan segenap para pembaca yang
budiman. Tentunya dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan baik format maupun isi dari makalah
itu sendiri. Oleh karena itu, kami berharap ada masukan atau kritikan yang membangun dari segenap
pembaca yang budiman, khususnya kepada Ibu Fatiyah selaku pengampu materi Sejarah Kebudayan
Indonesia.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kerajaan Singasari adalah sebuah kerajaan di Jawa Timur yang didirikan oleh Ken Arok (Sri Rajasa)
pada tahun 1222. Lokasi kerajaan ini sekarang diperkirakan di daerah Singasari, Malang.[1] Kerajaan
Singasari (1222-1293) adalah salah satu kerajaan besar di Nusantara yang bercorak Hindu-Budha. Awal
mulanya Kerajaan Singasari berawal dari daerah Tumapel yang berada di bawah payung kekuasaan
Kerajaan Kadiri. Tumapel merupakan negara bagian dari Kerajaan Kadiri. Wilayah Tumapel pada saat
itu dikuasai oleh seorang Akuwu (bupati) yang bernama Tunggul Ametung.

Berkat jasa dan bantuan pendeta Lohgawe, Ken Arok menghambakan dirinya kepada sang Akuwu
Tumapel Tunggul Ametung. Namun, nantinya Ken Arok tertarik dengan istri Tunggul Ametung yang
bernama Ken Dedes. Maka dibunuhlah Tunggul Ametung. Kemudian Ken Dedes dipersunting sebagai
istrinya. Pada waktu itu, Ken Dedes sedang mengandung anak dari Tunggul Ametung yang masih
berumur tiga bulan.

Ken Arok merebut Tumapel, salah satu wilayah Kerajaan Kadiri yang dipimpin Tunggul Ametung,
pada tahun 1222. Pada saat Ken Dedes dikawini oleh Ken Arok ia memiliki seorang anak bernama
Anusapati yang nantinya membunuh Ken Arok sebagai bentuk balas dendam atas tindak pembuhunan
yang pernah ia lakukan terhadap ayahnya (Tunggul Ametung). Anusapati nantinya menjadi raja kedua
dari Kerajaan Singasari pada tahun (1227-1248). Kerajaan Singasari mencapai puncak kejayaan ketika
dipimpin oleh Raja Kertanagara (1268-1292) yang bergelar Maharajadhiraja Kertanagara Wikrama
Dharmottunggadewa.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah berdirinya Kerajaan Singasari/Tumapel?

2. Siapa sajakah raja-raja yang sempat menduduki tahta Kerajaan Singasari?

3. Bagaimana masa kejayaan Kerajaan Singasari?

4. Bagaimana kondisi sosial masyarakat, ekonomi, budaya dan politik Kerajaan Singasari?

5. Bagaimana masa kemunduran Kerajaan Singasari?

C. Batasan Masalah

Membahas Kerajaan Singasari/Tumapel.

D. Tujuan

1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya Kerajaan Singasari/Tumapel.

2. Untuk mengetahui raja-raja yang sempat menduduki tahta Kerajaan Singsari.

3. Untuk mengetahui masa kejayaan Kerajaan Singasari.

5. Untuk mengetahui masa kemunduran Kerajaan Singasari.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Kerajaan Singasari

Sebelumnya Kerajaan Singasari dikenal dengan Kerajaan Tumapel. Tumapel bisa dianggap negara
bagian/bawahan Kerajaan Kadiri dibawah pemerintahan Akuwu (Bupati) Tunggul Ametung. Berkat
jasa dan bantuan pendeta Lohgawe, Ken Arok menghambakan dirinya kepada sang Akuwu Tumapel
Tunggul Ametung, Ken Arok pun menjadi pengawal kepercayaannya. Namun, Ken Arok pun tertarik
kepada Ken Dedes istri Tunggul Ametung, ia pun berniat menyingkirkan Ametung. Akhirnya, Ken
Arok membunuhnya dengan keris yang dibuat oleh Empu Gandring. Setelah berhasil membunuhnya,
ia merebut dan menikahi Ken Dedes serta mengangkatnya sebagai permaisurinya. Pada waktu itu Ken
Dedes sedang mengandung anak Tunggul Ametung yang berumur tiga bulan.

Selanjutnya Ken Arok ingin membebaskan Tumapel dari jerat Kerajaan Kadiri yang dipimpin oleh
Kertajaya. Pada masa itu Tumapel merupakan sebuah daerah keakuwuan (kadipaten) yang masuk
wilayah kekuasaan Kerajaan Kadiri. Pada saat itu Kadiri dipimpin oleh Kertajaya atau Dandang Gendis.
Ken Arok (Angrok) menunggu momentum yang tempat untuk memberontak dan melepaskan diri dari
cengkraman Kertajaya. Keinginannya pun terwujud, ketika kaum Brahmana Kadiri meminta
perlindungan kepada Ken Arok dari tindakan-tindakan Kertajaya yang melanggar adat. Para pendeta
tidak mau tunduk terhadapnya dan hijrah ke Tumapel dengan menghambakan diri kepada Ken Arok.
Momentum ini, ia gunakan untuk menggulingkan Kertajaya dari tampuk kekuasaan Dengan restu
pendeta, ia melancarkan serangan pada tahun 1222 M/1144 (Tahun Saka) kepada raja Kertajaya.
Akhirnya Kertajaya gugur di medan perang yang terjadi di desa Ganter.[2]

Kerajaan Kadiri pun runtuh digantikan oleh Kerajaan Singasari yang dipelopori oleh Ken Arok. Dan
seluruh wilayah bekas kekuasan Dandang Gendis ia persatukan dalam otoritas kekuasaannya. Kerajaan
Singasari (1222-1293) adalah salah satu kerajaan besar di Nusantara yang bercorak Hindu-Budha. Pada
perkembangannya, daerah kekuasaan Singasari nantinnya meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur,
Palembang, Jambi, Pahang, Tumasik, Bangka, Tanjung Pura, Bantayan dan Seram.[3]

Dengan kemenangannya dalam perang atas Kertajaya, ia menyatakan dirinya sebagai raja Singasari
dengan gelar Sri Rajasa Bhattara Sang Amurwabhuni. Ken Arok sebagai pendiri Singasari ditegaskan
dalam Prasasti Mula Malurung yang berangka tahun 1255, tetapi di dalamnya Ken Arok disebut dengan
nama Siwa. Raja Ken Arok memiliki permaisuri Ken Dedes dan selir Ken Umang. Dalam kitab
Nagarakretagama, Ken Arok bergelarkan Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra. Sedangkan dalam kitab
Pararaton, Ken Arok menyandang gelar Sri Rajasa Bhattara Sang Amurwabhuni.[4]

Ken Arok sebagai raja yang bergelar Sang Amurwabuni, Ken Arok memiliki sifat bhairawa
anoraga, dalam artian perkasa secara fisik dan lemah lembut secara spiritual, serta selalu membumi
(bhumi sparsa mudra). Dengan pengertian lain, kepemimpinan Ken Arok tetap berorientasi pada
kerakyatan yang setia pada janji, berwatak tabah, kokoh, toleran dan senantiasa bersifat sosial. Salah
satu aktualisasi sifat kesetiaan dan balas budi Ken Arok, dinyatakan pada pengangkatan Dang Hyang
Lohgawe sebagai pendeta istana yang telah berjasa terhadapnya. Serta memberikan hak-hak prerogatif
kepada Bango Samparan, anak-anak pandai besi di Lulumbang dan anak Mpu Gandring.

B. Raja-raja Kerajaan Singasari

Kerajaan Singasari merupakan kerajaan yang bercorak Budha dengan usianya yang tak lebih dari 1 abad
(100 tahun). Kerajaan Singasari hanya melahirkan lima orang raja, yakni[7]:
1. Ken Arok/Angkrok (1222-1227)

Ken Arok (Angkrok) ini merupakan pendiri Kerajaan Singasari dan Raja pertama. Ia telah berhasil
menggulingkan Kertajaya raja terakhir dari Kerajaan Kadiri. Ia mengambil alih kekuasaan dan
menyatukan wilayah Kadiri sisa dari kekuasaan Kertajaya. Asal usul Ken Arok menurut Pararaton
menyebutkan ia anak dewa Brahma yang dilahirkan oleh seorang wanita petani dari desa Pangkur, di
daerah sebelah timur Gunung Kawi. Akan tetapi, mengingat fungsi kedudukan raja dalam masyarakat
Indonesia kuno dan juga keadaan serta susunan masyarakat dengan sistem-sistem kepercayaannya,
tentulah Ken Arok anak seorang penguasa atau Sang Amawabhumi walaupun ibunya seorang wanita
desa.

Dalam serat pararaton Ken Arok, sebelum menjadi raja berkedudukan sebagai seorang akuwu di
Tumapel pengganti Tunggul Ametung. Hal itu, berkat bantuan pendeta Lohgawe agar Tunggul
Ametung mengizinkannya sebagai seorang pengabdi terhadapnya. Namun, pada akhirnya Ken Arok
tertarik pada istri Tunggul Ametung yaitu Ken Dedes, sehingga ia membunuhnya dengan menikamkan
keris buatan Mpu Gandring. Dan ia pulalah pada nantinya yang menggulingkan Dandang Gendis
(Kertajaya) raja terakhir dari Kerajaan Kadiri. Kemudian, Ken Arok mendirikan Kerajaan Singasari.
Dalam kitab Nagarakretagama Ken Arok selaku raja bergelar Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra.
Sedangkan dalam kitab Pararaton, Ken Arok menyandang gelar Sri Rajasa Bhattara Sang
Amurwabhuni.

2. Anusapati (1227-1248)

Dari pararaton dapat diketahui bahwa Anusapati bukanlah keturunan dari Ken Arok dengan Ken Dedes
melainkan keturunan dari Tunggul Ametung dengan Ken Dedes. Pada waktu Ken Dedes diambil oleh
Ken arok, Ken Dedes dalam kondisi hamil, berumur 3 bulan. Selang beberapa bulan, lahirlah bayi
tersebut yang diberi nama Anusapati. Setelah ia dewasa, ia mendengar bahwa ia bukanlah anak dari
Ken Arok dan ia mendengar tentang kematian ayah kandungnya. Dan akhirnya Anusapati menuntut
balas atas kematian ayahnya dengan membunuh Ken Arok.

Setelah Ken Arok berhasil dibunuhnya, Anusapati menggantikannya sebagai raja dari Kerajaan
Singasari. Lambat laun berita pembunuhan Anusapati atas Ken Arok terdengar oleh Panji Tohjaya
keturunan dari Ken Arok dan Ken Umang. Panji Tohjaya menuntut balas atas kematian ayahnya, oleh
sebab itu ia melakukan balas dendam terhadap Anusapati dengan membunuhnya saat mereka
melakukan sabung ayam. Kemudian, kekuasaan jatuh ke tangan Panji Tohjaya.[8] Anusapati
didharmakan di Kidal, sebuah daerah bertempat di sebelah barat kota Malang.

3. Apanji Tohjaya (1248)

Dalam kitab Pararaton tertulis bahwa sepeninggal Anusapati, yang menggantikan menjadi raja
Tumapel/Singasari adalah Panji Tohjaya.[9] Panji Tohjaya melakukan balas dendam terhadap
Anusapati sebagai pembunuh ayahnya Ken Arok. Panji Tohjaya merupakan putra dari perkawinan
antara Ken Arok dengan Ken Umang. Berdasarkan garis keturunan menurut Pararaton seharusnya yang
menduduki tahta maha raja di Singasari/Tumapel adalah Mahisa Wonga Teleng, anak sulung dari Ken
Arok dan Ken Dedes.

Dalam kitab Pararaton dan Negarakretagama menjelaskan bahwa pemerintahan Panji Tohjaya hanya
beberapa bulan saja menduduki tahta kekuasaan di Singasari. keambisiusannya yang keras untuk
menghilangkan keponakannya (Mapanji Sminingrat anak Anusapati dan Mahisa Campaka anak Mahisa
Wonga Teleng) membuat Panji Tohjaya membabi buta. Namun, semua rakyat di sekitarnya tidak se-
mufakat dengan rencana Panji. Pada akhirnya oknum-oknum yang mendukung kedua pangeran tersebut
melakukan suatu siasat untuk menggulingkan Panji. Pada akhirnya, nanti Panji Tohjaya dapat
digulingkan.

4. Ranggawuni (1248-1254)

Pararaton menyebutkan bahwa sepeninggal Panji Tohjaya, Ranggawuni dinobatkan menjadi raja
dengan gelar Wirnuwarddhana. Mahisa Campaka menjadi Ratu Angabhaya dengan gelar Batara
Narasinga. Nagarakertagama juga mencatat tentang naik tahtanya dua pangeran tersebut, gelar mereka
adalah Batara Wisnuwarddhana dan Batara Narasinghamurtti. Pemerintahan dipegang oleh dua orang
laksana Madhawa (Wisnu) dan Indra, atau bagaikan dua ekor ular dalam satu lubang.

Masa pemerintahan Wisnuwarddhana memang menarik perhatian. Dari zaman Rajasa hingga Tohjaya,
Kerajaan Tumapel dipegang oleh satu raja. Namun, ketika Wisnuwarddhana memerintah, ia
memerintah bersama-sama dengan Narasinghamurtti. Hal ini jelas dipahami apabila mengikuti alur
seperti yang telah disebut sebelumnya. Wisnuwarddhana (Ranggawuni) tidak ingin memisah lagi
kekuasaan Kadiri dan Tumapel seperti yang pernah dilakukan oleh kakeknya, yaitu Sri Rajasa (Ken
Arok). Oleh karena itu anak tertua pamanya (Batara Parameswara), yaitu Nararya Waningyun yang
kelak sebagai putri mahkota Kerajaan Kadiri, ia ambil sebagai istri dan dijadikan permaisuri. Sementara
pewaris tahkta Kerajaan Kadiri kedua, yaitu Mahisa Campaka, adik Nararya Waningyun ia jadikan Ratu
Angbhaya di Tumapel bersama-sama memerintah dengannya. Dengan demikian bersatu kembalilah
Kadiri dan Tumapel.

5. Kertanagara (1254-1292)

Kertanagara adalah raja terakhir dari Kerajaan Singasari. Sepeninggal Ranggawuni (Wisnuwarddhana),
pada tahun 1268 Kertanagara menggantikan ayahnya dan ia merupakan raja kelima. Sebenarnya,
sebelum ayahnya meninggal ia pernah menjadi yuwaraja yang didampingi oleh ayahnya. Ia bergelar
yang bergelar Maharajadhiraja Kertanagara Wikrama Dharmottunggadewa. Ibunya bernama Waning
Hyun yang bergelar Jayawardhani. Waning Hyun adalah putri dari Mahisa Wonga Teleng.[10]

Pada masa pemerintahan Kertanagara, Kerajaan Singasari mengalami masa keemasan. Stabilitas yang
dibangun sejak pemerintahan masa Ranggawuni ayah Kertanagara semakin dimapankannya. Dialah
yang mempunyai gagasannya untuk menyatukan semua kerajaan yang ada di wilayah Nusantara.

Ia adalah raja Singasari yang sangat terkenal dalam bidang politik dan keagamaan. Dalam bidang
keagamaan ia sangat dikenal sebagai seorang penganut agama Siwa dan Budha. Agama Budha yang
dianutnya adalah agama Budha aliran Tantrayana. Dalam bidang perpolitikan ia melakukan perluasaan
wilayah kekuasaan dan pengaruhnya sampai ke luar jawa dengan mengadakan relasi persahabatan
terhadap negara-negara lain. Untuk merealisasikan cita-citanya ini, ia melancarkan ekspedisi-
ekspedisinya ke luar Jawa. Pada tahun 1284 Kerajaan Singasari menaklukan Bali, rajanya pun ditawan
dan dibawa ke Singasari. Demikian pula, ia mengirimkan ekspedisi ke Melayu pada tahun (1275),
seluruh Bakulapura dan tidak luput pula Sunda dan Madura.[11]

C. Masa Kejayaan Kerajaan Singasari

Sudah disindir di atas bahwa Ken Arok memiliki dua istri, yaitu: Ken Dedes dan Ken Umang. Dari istri
yang lain yaitu Ken Umang, ia dianugerahi empat orang anak, masing-masing bernama: Panji Tohjaya,
Panji Sudhatu, Panji Wregola dan Dewi Rambi. Namun Ken Arok berhasil dibunuh oleh suruhan
Anusapati. Anusapati memerintah Kerajaan Singasari selama kurang lebih dua puluh tahun (1227-
1248).[15]

Lambat laun pembunuh Ken Arok diketahui oleh Panji Tohjaya, yaitu Anusapati. Ia pun akhirnya
membalas perbuatan Anusapati sebagai pembunuh ayahnya. Pada tahun 1248, Anusapati dibunuh
olehnya saat keduanya melakukan sabung ayam. Anusapati pun di dharmakan di Kidal.

Belum genap satu tahun memerintah di Singasari, kekuasaan Apanji Tohjaya dikudeta oleh
Ranggawuni (putra Anusapati) dan Mahisa Campaka (putra Mahisa Wong Ateleng). Akibat kudeta itu,
Apanji Tohjaya yang terkena tombak melarikan diri sampai ke desa Lulumbang dan meninggal di sana
pada tahun 1250.

Terusirnya Apanji Tohjaya, maka Ranggawuni naik takhta sebagai raja Singasari yang bergelar Sri
Jayawisnuwarddhana Sang Mapanji Seminingrat Sri Sakala Kalana Kulama Dhurmadana
Kamaleksana. Sementara Mahisa Campaka yang turut berjuang bersama Ranggawuni menjadi Ratu
Angabhaya bergelar Narasinghamurtti.

Semasa pemerintahan Ranggawuni, Singasari mulai menunjukkan masa kejayaan. Selain menyatukan
wilayah Singasari dan Kadiri, Ranggawuni melaksanakan tiga kerja besar guna membangun
kemakmuran dan perdamaian di wilayah kekuasaannya. Ketiga kerja besar tersebut, yakni: pertama,
meresmikan pelabuhan Changgu (majakerta). Kedua, memindahkan ibu kota kerajaan dari kotaraja ke
Singasari. Ketiga, menumpas pemberontakan Linggapati di Mahibit.[16]

Selain raja Ranggawuni, Raja Kertanagara raja terakhir dari kerajaan ini yang memiliki kontribusi yang
besar dalam bidang politik. Ia adalah raja Singasari yang sangat terkenal dalam bidang politik dan
keagamaan. Dalam bidang keagamaan ia sangat dikenal sebagai seorang penganut agama Siwa dan
Budha. Agama Budha yang dianutnya adalah agama Budha aliran Tantrayana.

Dalam bidang politik ia melakukan perluasaan wilayah kekuasaan dan pengaruhnya sampai ke luar
Jawa dengan mengadakan hubungan persahabatan terhadap negara-negara lain. Untuk merealisasikan
cita-citanya ini, ia melancarkan ekspedisi-ekspedisinya ke luar Jawa. Pada tahun 1284 Kerajaan
Singasari menaklukan Bali, rajanya pun ditawan dan dibawa ke Singasari. Demikian pula, ia
mengirimkan ekspedisi ke Melayu pada tahun (1275), seluruh Bakulapura dan tidak luput pula Sunda
dan Madura.[17] Berikut kebijakan politik Kertanagara dalam memperluas dan mengokohkan
kekuasaanya baik dalam maupun luar wilayah kerajaan (negeri).[18]

a. Kebijakan dalam negeri:

1) Pergantian pejabat kerajaan, bertujuan menggalang pemerintahan yang kompak. Ia mengganti


para pejabat yang kolot dengan yang baru, seperti Patih Raganata diganti oleh Pati Aragani.

2) Memelihara keamanan dan melakukan politik perkawinan. Tujuannya untuk menciptakan


kerukunan dan politik yang stabil. Dalam politik perkawinan Kertanegara mengawinkan putrinya
sendiri, Dewi Tapasi, dengan Raja Campa.[19]

b. Kebijakan luar negeri:

1) Yang luar negeri menggalang persatuan nusantara dengan mengutus ekspedisi tentara Pamalayu
ke kerajaan Malayu Jambi. Dan mengutus pasukan ke Sunda, Bali, Pahang.

2) Menggalang kerja sama dengan kerajaan lain. Contohnya menjalin persekutuan dengan kerajaan
Campa.
Ekspedisi ke luar Jawa, khususnya ke Melayu dilakukan rangka menghadapi ekspansi Mongol yang
dilancarkan oleh Kubhilai Khan ke Asia Tenggara. Sebagaimana maklumnya kerajaan Melayu
menguasai jalannya perdagangan di selat Malaka dan Melayu saat itu telah dipengaruhi Mongol.

Ekspansi Mongol ke Asia Tenggara semakin masif. Pada tahun 1280, 1281, 1286 dan yang terakhir
1289 Kubhilai Khan mengutus utusannya ke Singasari agar Kertanagara tunduk terhadapnya. Namun,
Kertanagara melukai utusan dari Kubhilai Khan dan menyuruhnya kembali ke negerinya. Utusan
terakhir yang dipimpin oleh Meng Ch’i ditolak oleh Kertanagara sehingga Kubhilai Khan sangat marah.
Dan mengutus armada Mongol untuk menghukum Raja Singasari Kertanagara. Armada tersebut sampai
di Jawa 1923, tetapi Kertanagara sudah wafat pada tahun1292 dibunuh oleh Jayakatwang.[20] Sejak
saat itu, Kerajaan Singasari mengalami keruntuhan.

D. Kondisi Sosial, Ekonomi, Budaya dan Politik Kerajaan Singasari

Dalam kitab Pararaton dan Negarakretagama bahwa kehidupan sosial masyarakat Singasari cukup baik
dikarenakan rakyat terbiasa hidup aman dan tentram sejak awal pemerintahan Kerajaan Singasari.
Bahkan dari raja sampai rakyatnya terbiasa dengan kehidupan religius. Telah terbukti dengan
berkembangnya ajaran baru yaitu Tantrayana (Syiwa Budha) dengan kitabnya yang bernama Tantra.

Dalam bidang ekonomi tidak ditemukan sumber secara jelas. Namun, kemungkinan perekonomian
masyarakat Singasari ditekankan pada pertanian dan perdagangan karena Singasari merupakan daerah
yang subur dan dilintasi dua sungai yaitu Sungai Brantas dan Bengawan Solo sebagai sarana lalu lintas
perdagangan.

Dalam bidang kebudayaan masyarakat Singasari meninggalkan candi-candi dan patung-patung yang
telah dibangunnya, yakni Candi Kidal, Candi Jago, Candi Singasari, Patung Ken Dedes melambangkan
kesempurnaan ilmu dan Patung Kertanagara dalam wujud patung Joko Dolog.

Dalam bidang perpolitikan, semasa pemerintahan Ranggawuni, ia menyatukan wilayah Singasari dan
Kadiri. Dan Ranggawuni melaksanakan tiga kerja besar guna membangun kemakmuran dan
perdamaian di wilayah kekuasaannya. Ketiga kerja besar tersebut, yakni: pertama, meresmikan
pelabuhan Changgu (Majakerta). Kedua, memindahkan ibu kota kerajaan dari Kotaraja ke Singasari.
Ketiga, menumpas pemberontakan Linggapati di Mahibit.[21]

Tidak hanya Ranggawuni, Kertanagara pun memiliki kontribusi yang besar dalam perpolitikan
Kerajaan Singasari. Dalam bidang politik ia melakukan perluasaan wilayah kekuasaan dan pengaruhnya
sampai ke luar Jawa dengan mengadakan hubungan persahabatan terhadap negara-negara (kerajaan)
lain. Untuk merealisasikan cita-citanya ini, ia melancarkan ekspedisi-ekspedisinya ke luar Jawa. Berikut
kebijakan politik Kertanagara:

a. Kebijakan dalam negeri:

1) Pergantian pejabat kerajaan, bertujuan menggalang pemerintahan yang kompak.

2) Memelihara keamanan dan melakukan politik perkawinan. Tujuannya untuk menciptakan


kerukunan dan politik yang stabil.

b. Kebijakan luar negeri:

1) Yang luar negeri menggalang persatuan Nusantara dengan mengutus ekspedisi tentara Pamalayu
ke kerajaan Malayu Jambi. Dan mengutus pasukan ke Sunda, Bali, Pahang.
2) Menggalang kerja sama dengan kerajaan lain. Contohnya menjalin persekutuan dengan kerajaan
Campa.

E. Masa Mundurnya dan Keruntuhan Singasari

Kertanagara dan kerajaan Melayu menjalin hubungan yang sangat dekat. Sebenarnya ekspedisi ke luar
Jawa khususnya ke Melayu adalah bagian dari politik raja Kertanagara untuk menghadapi ekspansi
Mongol yang sedang dilancarkan oleh Kubhilai Khan ke Asia Tenggara. Seperti yang kita ketahui
kerajaan Melayu pada masa itu telah menguasai jalan perdagangan di selat Malaka. Namun, pada waktu
itu juga kerajaan Melayu telah dipengaruhi oleh kerajaan Mongol. Oleh karena itu, ekspedisi Singasari
ke Melayu merupakan perjanjian persahabatan guna membentuk benteng pertahanan dalam
menghadapi ekspansi Mongol.

Pengaruh Mongol tidak bisa dibendung lagi ke wilayah Asia Tenggara. Oleh karena itu, pada tahun
1281 menyerbu Campa, dan pada tahun 1287 Pagan jatuh ke tangan Mongol. Bahkan Kubhilai Khan
mengutus perutusannya ke Singasari 1280, 1281, dan 1289 untuk meminta pengakuan tunduk dari raja
Kertanagara. Namun, Kertanagara menolak utusan Kubhilai Khan yang dipimpin oleh Meng Ch’i
dengan melukainya. Setelah mengetahui apa yang diperbuat Kertanagara terhadap utusannya, Kubhilai
Khan sangat marah terhadap Kertanagara, sehingga ia mengutus pasukan Mongol pada 1293 guna
menghukum Kertanagara. Namun, setibanya di Jawa Raja Kertanagara telah mati pada tahun 1292 di
tangan Jayakatwang.

Pada tahun 1292 dalam Kerajaan Singasari terjadi perubahan politik. Raja jayakatwang melakukan
pemberontakan terhadap Kertanagara. Ia adala raja Kadiri yang merupakan wilayah bagian dari
Kerajaan Singasari. Ditegaskan dalam kidung Harsa-Wijaya disebutkan bahwa raja Jayakatwang
sebagai abdi yang taat kepada atasannya (Kertanagara). Akan tetapi ia dihasut oleh patihnya. Patihnya
mengatakan bahwa dahulu buyutnya Kertajaya dibunuh oleh buyut raja Kertanagara (Ken Arok). Oleh
sang patih ditunjukkan dharma seorang kesatria yang harus menghapuskan aib yang diderita oleh
moyangnya. Itulah yang membuat Jayakatwang memberontak terhadap Kertanagara.[22]

Dalam makalah sejarah Sumenep, dijelaskan bahwa Jayakatwang membunuh Kertanagara dikarenakan
Aria Wiraraja menghasut dan mempengaruhi Jayakatwang agar membuat perhitungan terhadap
Kertanagara. Aria Wiraraja melakukan hal tersebut dikarenakan ia tidak puas dengan kebijakan
Kertanagara yang memindahkan Wiraraja ke Sumenep sebagai adipadi. Dan Aria Wiraraja pernah
mempunyai pendapat yang berbeda dengan Kertanagara sehingga menyebabkan dirinya tidak disukai
olehnya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Kerajaan Singasari disebut pula dengan Kerajaan Tumapel yang merupakan negara
bagian/bawahan Kerajaan Kadiri Tunggul Ametung. Tunggul Ametung memiliki pengawal
kepercayaan bernama Ken Arok. Ken Arok pun tertarik kepada Ken Dedes istri Tunggul Ametung, ia
membunuhnya dengan keris yang dibuat Mpu Gandring. Ia merebut dan menikahi Ken Dedes. Ken
Arok melakukan pemberontakan pada Kerajaan Kadiri yang dipimpin oleh Kertajaya (Dangdang
Gendis). Ia melancarkan serangan pada tahun 1222 M/1144 (Tahun Saka) kepada raja Kertajaya.
Akhirnya Kertajaya gugur di medan perang yang terjadi di desa Ganter. Kerajaan Kadiri pun runtuh
digantikan oleh Kerajaan Singasari yang didirikan oleh Ken Arok. Ia menyatakan dirinya sebagai raja
Singasari dengan gelar Sri Rajasa Bhattara Sang Amurwabhuni.

2. Raja-raja Kerajaan Singasari ada lima orang raja, yakni:

a. Ken Arok/Angkrok (1222-1227)

b. Anusapati (1227-1248)

c. Apanji Tohjaya (1248)

d. Ranggawuni (1248-1254)

e. Kertanagara (1254-1292)

3. Masa kejayaan kerajaan Singsari pada masa raja:

a. Raja Ranggawuni, melaksanakan tiga kerja besar.

1) Pertama, meresmikan pelabuhan Changgu (majakerta).

2) Kedua, memindahkan ibu kota kerajaan dari kotaraja ke Singasari.

3) Ketiga, menumpas pemberontakan Linggapati di Mahibit.

b. Raja Kertanagara memiliki kontribusi yang besar dalam bidang politik. Ia melakukan perluasaan
wilayah kekuasaan sampai ke luar Jawa dengan mengadakan hubungan persahabatan terhadap negara-
negara lain. Untuk merealisasikan cita-citanya ini, ia melancarkan ekspedisi-ekspedisinya ke luar Jawa.
Kebijakan dalam negeri: Pergantian pejabat kerajaan dan memelihara keamanan dan melakukan politik
perkawinan. Kebijakan luar negeri: menggalang persatuan nusantara dengan mengutus ekspedisi tentara
Pamalayu ke kerajaan Malayu Jambi dan Menggalang kerja sama dengan kerajaan lain.

4. Kondisi Sosial, Ekonomi, Budaya dan Politik Kerajaan Singasari

· Kondisi sosial masyarakat Singasari cukup baik dikarenakan rakyat terbiasa hidup aman dan
tentraman sejak awal pemerintahan Kerajaan Singasari. Bahkan dari raja sampai rakyatnya terbiasa
dengan kehidupan religius.
· Dalam bidang ekonomi masyarakat Singasari ditekankan pada pertanian dan perdagangan
karena Singasari merupakan daerah yang subur dan dilintasi dua sungai yaitu Sungai Brantas dan
Bengawan Solo sebagai sarana lalu lintas perdagangan.

· Dalam bidang kebudayaan masyarakat Singasari meninggalkan candi-candi dan patung-patung


yang telah dibangunnya, yakni Candi Kidal, Candi Jago, Candi Singasari, Patung Ken Dedes dan Patung
Kertanagara.

· Raja Kertanagara memiliki kontribusi yang besar dalam bidang politik. Ia melakukan
perluasaan wilayah kekuasaan sampai ke luar jawa dengan mengadakan hubungan persahabatan
terhadap negara-negara lain.

5. Pada tahun 1294 dalam Kerajaan Singasari terjadi perubahan politik. Raja Jayakatwang
melakukan pemberontakan terhadap Kertanagara. Ia dihasut oleh patihnya untuk memberontakan
terhadap Kertanagara. Jayakatwang melakukan serangan pada tahun 1292 menyerang Singasari dari
dua arah, yaitu dari arah utara dan selatan. Setibanya pasukan Jayakatwang di istana Singasari, mereka
mendapati raja Kertanagara dengan patihnya sedang pesta mabuk-mabukkan. Pada saat itulah, pasukan
Jayakatwang dengan mudah membunuh raja Kertanagara. Sejak saat itulah kekuasaan Kertanagara
jatuh ke tangan Jayakatwang, dan menjadi tanda berakhirnya Kerajaan Singasari.

B. Saran

Dengan membaca makalah ini kami pemakalah berharap semoga pembaca dapat berpikir tepat dan
benar sehingga terhindar dari kesimpulan yang salah dan kabur.Tentu saja dalam makalah ini ada
banyak kekurangan sehingga atau bahkan kekeliruan. Maka dari itu, kami pemakalah sangat berharap
adanya masukan dari pembaca dan kritik sebagai acuan memperbaiki baik untuk saat ini dan kelak di
masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA

Kartodirdjo, Sartono, Djoened Poesponogoro, Marwasti, dan Notosusanto, Nugroho, Sejarah


Nasional Indonesia II, Balai Pustaka: Jakarta, 1977.

Achmad, Sri Wintala, Sejarah Kerajaan-kerajaan Besar di Nusantara, Araska Publisher: Yogyakarta,
2016.

Suwardono, Sejarah Indonesia Masa Hindu-Budha, Ombak: Yogyakarta, 2013.

Cholik, Abdul, Atlas Sejarah Indonesia dan Dunia, Artha Rivera: Jakarta, 2011.

Abimayu, Soedjipto, Kitab Sejarah Terlengkap Kearifan Raja-raja Nusantara, Laksana: Yogyakarta,
2014.

[PDF] Modul Kerajaan Singasari.

Makalah Sejarah Sumenep, disusun oleh Tim Penyusun Sejarah Sumenep, 2003.

You might also like