You are on page 1of 52

BAB IV

MATERI, PENDEKATAN PROSES KEPERAWATAN DAN SOAL

BERDASARKAN KEILMUAN

4.1 Materi. soal dan pembahasan Keperawatan Medikal Bedah

4.1.1 Pokok Pokok Materi System Pernapasan

Kasus system pernapasan yang ditemukan adalah Asma, Chronic Pulmunary Obstructive

Disease ( COPD ), Tuberculosis, Efusi Pleura, Pleuritis dan Pneumonia.

4.1.1.1 Materi

 Menentukan suara dan frekuensi napas pasien Asma, COPD dan Pleuritis. Menguraiakan

patofisiologi Asma ,TB paru. Menginterpretasikan hasil AGD ( Asisdosis, Alkalosis,

Respiratorik dan Metabolik).

 Mendiagnosis bersihan jalan napas, kerusakan pertukaran gas, gangguan pola napas. (

Mekanisme proses pertukaran )

 Melakukan kolaborasi pemberian Nebulizer, Suction, Postural Drainase, pemeberian

oksigen ( nasal kanul, masker sederhana, rebreating mask, non rebreating mask ),

fisioterapi dada, Purse Lip Breathing. Memberikan pendidikan kesehatan yang tepat

pada pasien asma. Manajemen nutrisi dan pendidikan kesehatan pemberian OAT pada

pasien TB.

 Mengevaluasi masaslah pernapasan sudah teratasi. Evaluasi kepatuhan minum OAT.

 Prosedur pengambilan darah arteri untuk pemeriksaan AGD, pencegahan penularan (

etika batuk ), batuk efektif, kepatenan Drainase WSD, Perawatan WSD.

4.1.1.2 Proses

A. Fokus Pengkajian

 Saat pengkajian pasien gangguan pernapasan kita harus mengkaji frekuensi

napas. Takipnea adalah frekuensi napas > 25x/menit. Hal ini disebabkan oleh

peningkatan rangsang ventilasi saat demam, asma akut, eksasebarsi PPOK, atau
penurunan kapsitas ventilasi pada Pneu monia, dan adeam paru. Bradipnea

jika frekuensi napas lebih < 10x/menit terjadi pada keadaan toksisitas opioid,

hipetirodisma, peningkatan intracranial, dan lesi di hipotalamus.

 Dada normalnya simetris dan berbentuk bulat lonjong, diameter antero-

posterior lebih kecil dari diameter lateral. Barrel chest apabila diameter antero-

posterior lebih besar dari diameter lateral, hal ini berhubungan dengan

hiperinflasi paru pada pasien PPOK berat.

 Asma berat dan penyakit paru obstruksi kronik ( PPOK/COPD ) menyebabkan

batuk disertai wheezing/mengi yang berkepanjangan. Wheezing merupakan

bunyi siulan bernada tinggi akibat aliran udara yang melalui saluran nafas yang

sempit, yang terjadi saat ekspirasi. Wheezing saat latihan sering ditemukan

pada pasien asma dan PPOK. Terhubung malam hari dengan wheezing

merupakan pertanda asma, dan jika timbul stelah terbangun di pagib hari

merupakan pertanda PPOK.

 Perkusi normal paru adalah sonor. Hasil perkusi paru abnormal ; hipersonor

ditemukan pada pasien pneumotoraks, pekak pada pasien konsolidasi paru,

kolaps paru, fibrosis paru berat, dullness pada efusi pleura dab hematotorak.

 Pengkajian pasien dengan Pleuritis : suara paru friction rub

 Pemeriksaan analisis gas darah arteri dapat dilihat adanya gangguan gas darah

arteri ( PaCO₂, PaO2₂ ), dan status asam basa ( Ph dan HCO₃ ).

 Asidosis respratorik terjadi peningkatan PaCO₂, dan penurunan Ph. Hal ini

sering ditemukan pada pasien asma akut yang berat, pneumonia berat,

eksaserbasi PPOK. Tubuh akan melakukan upaya kompetensi yaitu terjadi

retensi HCO₃ di ginjal dalam upaya menormalkan Ph hal ini disebut asadosis

repiratorik terkompensasi.

 Uji mantoux untuk melihat adanya paparan mycobacterium tubercolusis. Hasil <

5mm ( negative ), 5-9 mm ( meragukan ), > 10 positif TB.


B. Fokus Diagnosis

 Bersihkan jalan nafas tidak efektif

 Kerusakan pertukaran gas

 Pola nafas tidak efektif

C. Fokus Intervensi

 Kolaborasi nebulizer diberikan pada kondisi bromkospam ( asma ), produksi

mucus yang berlebihan. Obat-obat seperti ventolin, pulmicort, bisolvon banyak

digunakan pada prosedur nebulizer.

 Tindakan untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas bisa dilakukan dengan

teknik suction, postural drainase, fisioterapi dada, purse Lip Breathing, dan

posisi high fowler sangat direkomendaiskan terutama pada pasien COPD.

 Untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi, maka pemberian oksigen ( nasal kanul,

masker sederhana, rebreathing mask, non rebreathing mask ) bisa dilakukan

pada pasien.

 Pada kondisi dimana perubahan saluran pernafasan dipicu oleh perubahan

lingkungan ( debu, kondisi cuaca ) contoh pada penyakit asma, maka pendidikan

kesehatan seperti bagaimana memodifikasi lingkungan perlu diberikan pasa

pasien.

 Kondisi seperti pasien dengan infeksi seperti tuberculosis, maka terjadi

peningkatan kebutuhan asupan nutrisi. Oleh karena itu diperlukan manajemen

nutrisi Tinggi Kalori dan Tinggi Protein ( TKTP ) dan juga kepatuhan pasien dalam

mengkonsumsi OAT.

 Prosedur WSD pada pasien afusi pleura menekankan pada perbedaan tekanan

pada rongga dada dan botol WSD, sehingga cairan didalam rongga dada bisa

ditarik keluar

D. Fokus Evaluasi
 Kepatenan jalan nafas dapat dilihat dari kondisi fisik seperti tidak adanya secret

pada saluran pernafasan, frekuensi nafas normal tidak ada suara nafas

tambahan.

 Pada kondisi Pasien yang mengkomsumsi obat secara terus menerus seperti

kondisi tuberculosis, kepatuhan OAT dapat dievaluasi melalui dengan tidak

adanya putus obat, minum obat sesuai jumlah, jenis obat, dosis, dan waktu

meminumnya.

4.1.2. SISTEM KARDIOVASKULAR

Kasus system kardiovaskuler yang banyak ditemukan, antara lain : angina pectoris,

infark miokard, gagal jantung kongesif, miokarditis, dan perikarditis.

4.1.2.1 Materi

 Melekukan pengkajian karakteristik nyeri dada

 Menginterpretasikan hasil EKG sederhana dan menghitung denyut jantung.

Mengidentifikasi enzim-enzim jantung pada serangan, menentukan derajat

edema, pengkajian gagal jantung kiri dan kanan, pengkajian aktivitas menurut

NYHA, pengkajian riwayat keluarga dan gaya hidup

 Mengidentifikasi masalah penurunan cardiac output, nyeri, intoleransi aktivitas,

gangguan perfusi jaringan perifer, kelebihan cairan

 Manajemen nyeri dada, pengaturan aktifitas, mengevaluasi pemberian

antidiuretik, evaluasi intensitas dan karakteristik nyeri, kepatuhan pengobatan

dan diit

 Mengevaluasi pemberian obat digoksin, anti hipertensi dan obat adrenergic.

Menguraikan fase – fase rehabilitasi pasien dengan gagal jantung. Memberikan

pendidkan kesehatan manajemen hipertensi

 Prosedur pengukuran tekanan darah dan memberikan tranfusi darah.


4.1.2.2 Proses

A. Fokus Pengkajian

 Karakteristik nyeri dada menyebar ke tangan, dagu, punggung dan perut

 Pengkajian Enzim – Enzim jantung fase akut dan fase kronik. Enzim yang

pertama meningkat pada miokard infark : troponin meningkat dalam 1-2 jam,

selanjutnya CPK-MB 12-24 Jam, dan LDH 24-36 Jam

 Pengkajian aktifitas menurut NYHA

 Mengidentifikasi derajat edema

 Nilai EKG abnormal, sandapan lead, identifikasi area infark

B. Fokus Diagnosis

 Penurunan curah jantung

 Kelebihan cairan

 Intolerasi aktivitas

C. Fokus Intervensi / Implementasi

 Manajemen nyeri dada pada pada kasus iskemik miokard dan infark miokard (

Pemberian Nitrat dan Trombolitik dan anti koagulan )

 Melakukan perekaman EKG dan melakukan prosedur Tindakan DC Syock

 Pengaturan aktivitas pada kasus gagal jantung congestive

 Mengevaluasi pemberian antidiuretik

 Evaluasi intensitas dan karakteristik nyeri setelah diberikan intervensi

manajemen nyeri

 Kolaborasi pemberian obat-obatan termasuk 5 golongan obat-obatan

kardiovaskuler serta kepatuhan pengobatan dan diit

 Prosedural knowledge : teknik pemasangan Precordial lead pada EKG dan

Teknik Melakukan Defibrilasi pada pasien ventrikuler fibrilasi.


D. Fokus Evaluasi

 Evaluasi nyeri dada

 Kemandirian dan rehabilitasi pasien gagal jantung.

4.1.3 Sistem Pencernaan

Kasus system pencernaan yang banyak dijumpai adalah kasus typoid, appendicitis,

hepatitis, sirosis hepatis, diare dan ca colon

4.1.3.1. Materi

 Typoid : tanda dan gejala, mengatasi gejala – gejala typoid, pemeriksaan

penunjang. Typoid terjadi karena kuman salmonella typhi masuk melalui oral,

menebus dinding usus ilium dan yeyenum dan berkembang baik. Salmonella

Typhi akan mengeluarkan endotoksin sehingga menginduksi leukosit untuk

memproduksi pirogen endogen seperti IL-1 dan TNFa. Pirogen endogen akan

merangsang system saraf pusat dan terjadi sistesis prostaglandi E-2 yang

menyebabkan peningkatan suhu tubuh (Hipertermia )

 Appendik : Keluhan utama adalah nyeri perut kanan bawah. Secara anatomi,

lokasi appendik berada pada kuadran kanan bawah. Nyeri terjadi karena

hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi pada appendik. Nyeri visceral akan

mengaktifasi nervus vagus sehingga mengakibatkan muntah. Pada palpasi

didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik Mc. Burney.

 Serosis Hepatis : infeksi hepatitis B/C mengakibatkan peradangan sel hati yang

mengakibatkan nekrosis hati dan terbentuk jaringan parut sehingga

mengganggu aliran darah porta dan menimbulkan hipertensi porta. Hipertensi

porta menyebabkan gangguan sekresi ADH sehingga Na air tertahan dan

menyebabkan kelebihan volume cairan ( Hipervolemia )

 Kuadran yang tepat untuk pemeriksaan kelainan percernaan : mengkaji lokasi

dan karakteristik nyeri appendik, tanda – tanda dehidrasi pada pasien diare
 Menentukan diagnosis pada kasus system percernaan

 Intervensi pasien pasca operasi system percernaan, pengaturan diit, pengaturan

aktivitas dan istirahat, pemasangan dan pemberian nutrisi melalui NGT,

persiapan pasien endoskopi, pengkajian peristaltic usus

 Perawatan kolostomi, menghitung tetesan infus pada pasien dehidrasi,

melakukan pemasangan infuse, menghitung balance cairan

 Tanda dan gejala pasien hepatitis, serosis hepatitis : ascites dan shifting dullness

4.1.3.2 Proses

A. Fokus Pengkajian

 Pengkajian fokus pada system gastrostrointestinal ( G1 ) dan pencernaan adalah

abdomen. Saat pengkajian membagi abdomen ke dalam 4 kuadran atau

membagi abdomen menjadi 9 kuadran, dan mengetahuai organ – organ pada

setiap kuadrannya.

PEMBAGIAN RONGGA PERUT

( Gambar )

 Investigasi keluhan nyeri abdomen, mual dan muntah. Identifikasi dengan pasti

karakteristik dan lokasi nyeri missal pada nyeri appendicitis pada kuadran kanan

bawah dengan nyeri tusuk.

 Mengindentifikasi frekuensi dan karakter suara bising usus. Bising usus tidak

terdengar bila diindikasi adanya obstruksi pada saluran usus. Peningkatan bunyi

peristalking usus 5-24 kali/menit biasa ditemukan pada pasienn yang

mengalami diare.

 Palpasi distensi pada obdomen, adanya shifting dullness dan juga pengukuran

lingkar perut pada kasus sirosis hepatis dengan ascites.


 Fokus perhitungan cairan ( intake dan output cairan dalam 24 jam ) dan

mengenai tanda tanda kekurangan cairan seperti: mata cekung, kulit dan

mukosa bibir terlihat kering, dan penurunan kesadaran.

 Data laboratorium : Peningkatan pepsinogen menunjukan duodenal ulcer,

penurunan pada gastritis, penurunan potassium dapat disebabkan oleh muntah

dan diare. peningkatan SGOT menunjukan penyakit hati, Amilase menunjukan

pancreatitis akut, tes widal untuk mengetehui salmonella typhisa peningkatan

titer 4x lipat selama 2-3 minggu ditanyakan positif.

B. Fokus Diagnosis

Terkait dengan keluhan umum yang terjadi berupa peningkatan pengeluaran cairan

dan rasa mual muntah pada beberapa penyakit disistem GI dan pencernaan, maka

masalah keperawatan yang mungkin terindektifikasi adalah :

 Nyeri akut

 Hipertermi

 Defisit Nutrisi

 Hipervolemia dan Hipovolemia

C. Fokus Intervensi/Implementasi

 Manajemen cairan diperlukan dalam mempertahankan keadekuatan cairan di

dalam tubuh pasien.

 Untuk keperluan tersebut maka dibutuhkan kepatenan IV akses untuk

pemberian cairan dan pengobatan.

 Pemasangan NGT diperlukan untuk mempertahankan keadekuatan asupan

nutrisi

 Memastikan pasien merasa nyaman dan memonitor kondisi umum pasien

seperti adanya tanda tanda dehidrasi.

 Terkadang pasien akan mengalami kelemahan sacara umum pasien seperti

adanya tanda-tanda dehidrasi.


 Terkadang pasien akan mengalami kelemahan sacara umum, maka pengaturan

aktivitas dan kebutuhan energy perlu diperhatikan.

 Pada pasien dengan kolostomi perlu diberikan pendidikan kesehatan tentang

pemasangan dan perawatan kantor ostomi.

 Prinsip pemasangan NGT harus memeperhatikan posisi high fowler dengan

meminta pasien untuk menempelkan dagu ke dada. Pengukuran panjang insersi

selang dari ujung hidung ke xyphoid dengan menggunakan water soluble

lubricant. Jika terjadinya perubahan kondisi mendadak seperti sianosis dan

kesulitan bernafasan, tarik selang sesegara mungkin. Untuk memastikan bahwa

selang masuk kedalam lambung, aspirasi cairan lambung dengan 20 ml syring,

jika terlihat cairan berawan dan hijau atau kecoklatan maka posisi selang sudah

benar.

D. Fokus Evaluasi

 Memastikan kepatenan pemasangan NGT dan juga IVF perlu dilakukan untuk

memastikan kedekatan asupan nutrisi dan cairan.

 Mengevaluasi kondisi pendarahan didalam saluran GI seperti adanya warna

kemerahan gelap pada feses dan muntah pasien.

 Tidak adanya tanda kemerahan dan iritasi pada kulit disekitar kantong stoma

menjadi hal yang perlu dievaluasi pada pasien yang dipasang kolostomi.

 Mengevaluasi keseimbangan cairan

4.1.4 Sistem Evaluasi

kasus system persarafan yang banyak dijumpai adalah kasus stoke, cedera kepala dan

meningitis dan tumor otak.

4.1.4.1 Materi

 Pengkajian neurologi difokuskan pada kemapuan untuk menetukan beberapa point

gangguan neurologis yaitu: fungsi mental ( Fungsi luhur ) dan tingkat kesadaran ( GCS )

dapat dilihat di bahasan gawat darurat, 12 saraf cranial ( gangguan otot wajah, safar
trigeminal, gangguan menelan, dll ), mengukur kekuatan otot, reflex fisiologi dan

patologis pada pasien neurologi.

 Muncul gangguan neurologis umunya terjadi sebagai akibat dari rusaknya jaringan otak

karena kurangnya aliran darah otak, tertekannya jaringan otak, proses edemen jaringan

otak dan munculnya peningkatan tekanan intracranial. Tanda tanda yang perlu di

perhatikan untuk mengenali dan memastikan peningkatan TIK adalah TRIAS TIK: muntah

proyektil, nyeri kepala hebat dan papil edema. Tanda lainnya dapat dilihat dari hasil ST

scan dengan melihat gambaran hiperden dan hipoden.

 Gambaran diatas dapat menunjukan adanya diagnosis keperawatan kasus neurologi

adalah risiko perubahan perfusi jaringan serebral, kerusakan mobilitas fisik, gangguan

komunikasi verbal, dan lainnya.

 Masalah tersebut memerlukan identifikasi intervensi yang tepat untuk membantu

seperti melakukan manajemen TIK, pemasangan NGT, melatih komunikasi, melatih

ROM, malatih menelan. Handicap atau disbilitas jangka panjang memerlukan tindakan

rahabilisasi diantaranya, rehabilitasi fungsional, rehabilitasi berjalan, menelan.

4.1.4.2 Proses

A. Fokus Pengkajian

 Perubahan status mental dan kognitif dan tingkat kesadaran yaitu orientasi,

penurunan kesadaran, tingkat kesadaran GCS, dan tanda-tanda vital yang tidak

stabil ditambah dengan gambaran ST.Scan dapat menjadikan penguat

pernyataan data tentang munculnya diagnose gangguan perfusi cerebal. Tanda-

tanda fraktur basis kranii: rhinorea, otorea, raccoon eyes, dll.

 Gejala ini dapat terjadi pada kasus cedera kepala, stroke, meningitis dan tumor

otak.

 Hasil pengkajian lain adalah gangguan saraf cranial seperti gangguan saraf 10,

saraf 9 dan saraf 12 akan memberikan dukungan kuat terhadap gangguan


menelan. Wajah tidak simetris, pelo gangguan saraf cranial 7, 10, dan 12

sebagai tanda munculnya gangguan komunikasi verbal.

 NI ( olfaktorius, penghidu ), NII ( optikus, lapang pandang dan ketajaman

penglihatan), NIII ( okulomotorius, reaksi pupil), NIV ( Trochlear, pergerakan

mata ), NVIII ( akustikus, pendengar dan keseimbangan ), NIX (glosso-phryngeal,

mengunyah, berbiacara ), NX ( vagus, reflek menelan ), XI ( spina accessory,

pergerakan leher), dan XII ( Hypoglossal, pergerakan dan kekuatan lidah )

 Perubahan motorik: gaya berjalan, keseimbangan, dan koordinasi, hemiparese,

gangguan reflek menjadi penciri diri terjadinya gangguan mobilisasi. Masalah ini

paling sering terjadi pada stroke dan cedera mendula spinalis.

 Gangguan 12 safar cranial: sering terganggu pada pada kasus stoke, meningitis

 Gangguan reflex patologis menunjukan adanya gangguan pada upper motor

neuron, sering ditemukan pada kasus infeksi serebal ( Meningitis, encephalitis )

dan cedera kepala dengan sub arakhnoid hemation.

B. Fokus Diagnosis

 Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif

 Gangguan mobilitas fisik

 Gangguan komunikasi verbal

 Resiko Aspirasi atau gangguan menelan

C. Fokus Intervensi / Implementasi

 Pemantauan status neurologi, status oksigenesi jaringan serebral dan juga

ferifer

 Pemasangan NGT, latihan menelan pada pasien dengan disfagia dan mencegah

aspirasi

 Pemasangan Collar neck pada pasien dengan curiga cedera servikal


 Manajemen dan pencegahan peningkatan tekanan intra cranial ( TIK )

 Menurunkan pemenuhan oksigen, mengatur atau menurunkan aktifitas

 Perubahan posisi tirah baring : miring kanan / miring kiri dan terlentang pada

pasien dengan parese ( Stroke )

 Latihan Range of Motion ( ROM ) untuk mencegah komplikasi pada pasien

dengan gangguan fungsi motorik seperti gangguan mobilisasi pasien stroke

 Pengaturan posisi tirah baring untuk mencegah terjadinya luka tekan pada

pasien dengan gangguan mobilitas fisik seperti stroke

 Terapi wicara dan modifikasi pola komunikasi

 Latihan berdiri, keseimbangan dan koordinasi dan berjalan ( khusus pasien

stroke )

 Toilet training pada pasien dengan inkontinensia uri

D. Fokus Evaluasi

 Perbaikan tingkat kesadaran evaluasi GCS, stabilnya tanda – tanda vital,

 Pemenuhan kebutuhan sehari hari terpenuhi, tidak terjadi aspirasi, atrofi dan

sejenisnya

4.1.5 Sistem Endokrin

Kasus system endokrin yang banayak dijumpai pada tatanan klinik adalah kasus DM

tipe-2 dan Hipo/Hipertiroid

4.1.5.1 Materi

 Kerusakan sel β pancreas menyebabkan penurunan produksi insulin dan

mengakibatkan peningkatan kadar glukosa darah ( ketidakstabilan glukosa darah

). Keadaan ini menyebabkan glukosa dalam darah masuk ke dalam urine (

Glokusuria ) sehingga terjadi diuresis osmotic yang ditandai dengan pengeluaran


urine berlebih ( Poliuria ). Banyaknya cairan yang keluar menimbulkan sensasi

rasa haus ( Polidipsia ). Glukosa yang hilang melalui urine menyebabkan

kurangnya glukosa yang akan diubah menjadi energy sehingga menyebabkan

peningkatan rasa lapar (poliphagia) → Trias DM (poliuri, polifagi, dan polidipsi)

 Tanda dan gejala hipotiroid dan hipertiroid, interpretasikan hasil lab T3 dan T4

 Mengidentifikasi masalah pada kasus system endokrin

 Penanganan yang tepat pasien hipoglikemia dan hiperglikemia

 Mengevaluasi kestabilan kadar glukosa darah

 Pemberian insulin

 Perawatan ulkus DM

 Keseimbangan asam basa

4.1.5.2 Proses

A. Fokus Pengkajian

 Adanya keluhan berupa poliuria, polifagia dan polidipsi yang menjadi gejala

klasik dari DM Tipe-2

 Pengkajian riwayat keluarga dan gaya hidup

 Perubahan kondisi yang biasa ditemui pada pasien kasus hipertiroid adalah

anorexia, kehilangan berat badab secara drastic, takikardi, tremor dan

intolerans terhadap panas

 Perubahan terhadap proses pikir dan binggung juga mungkin ditemui pada

kasus sistem endokrin

 Perubahan hasil laboratorium seperti kadar hormone T3, T4 : kadar glukosa

darah ( 250 – 800 MG/DL ), hasil tes urin 24 jam, nilai abnormal dari AGD terkait

dengan asidosis metabolic (Ph 7.3 dan dicarbonate 15 meq/L)

B. Fokus Diagmosis

 Hipovolemia
 Ketidakstabilan kadar glukosa darah

 Defisit nutrisi

 Kerusakan integritas kulit/jaringan

C. Fokus Intervensi/Implementasi

 Memonitor tanda-tanda vital dan status kesadaran pasien dan kepatenan jalan

nafas.

 Memastikan kepatenan IV akses untuk kepetingan asupan cairan dan

pengobatan.

 Menentukan penanganan yang tepat pasien hipoglikemia dan hiperglikemia,

Memonotor kadar gula darah dan komplikasinya seprti infeksi kulit, neuropati

perifer, sirkulasi buruk pada ektreminitas bawah.

 Memonitor dengan ketat inteka dan output cairan

 Prinsip pemberian injeksi insulin baik untuk insulin yang bekerja jangka panjang

pandang dan jangka pendek harus memeperhatikan prinsip 6 benar ( obat,

pasien, dosis, rute, waktu dan dokumentasi ). Pemberian insulin dilakukan di

subkutan di daerah sekitar bahu, gluteus maximus ( bokong ), abdomen, dan

paha atas dengan memperhatikan sudut 45-90°.

 Pemeriksaan penunjungan seperti CT scan terkadang dilakukan pada pasien

dengan gangguan media kontras, agar dapat berfungsi dengan baik maka

kondisi pasien harus dipastikan adekuat.

 Penatalaksanaan pasien DM: Edukasi, Olahraga, Diet, Obat dan Monitoring

Glukosa Darah.

D. Fokus Evaluasi

 Mengevaluasi kestabilan kada glukosa darah normal ( GDP = 60-110 mg/dl, GDP

2 jam PP = 65-140 mg/dl, HbAlc = 5,7% )

 Monitoring terus menerus status kardiovaskuler dan respirasi.


 Memastikan kepatenan pemeberian IV dan hor,ome replacement therapy ( HRT

4.1.6 Sistem Muskuloskeletal

Kasus system muskulosketel yang banyak ditemukan di klinik diantaranya: fraktur,

osteomyelitis, dan osteoarthris.

4.1.6.1 Materi

 Status neurovascular, tanda-tanda OA, gout, osteoporosis.

 Tanda-tanda dislokasi, pengukuran panjang ekstremitas bawah.

 Masalah nyeri, kerusakan mobilitas fisik, risiko gangguan neurovascular dan koping

tidak efektif.

 Ciri-ciri kompatemen sindrom, manajemen strain, sprain, manajemen nyeri, kolaborasi

pemasang traksi, gips, fitting kaki palsu, pasca amputasi dan kruk.

 Kasus etik pada system muskulo seperti amputasi, dll

 Perawatan luka post op, traksi, gips, dll

 Komplikasi fraktur.

 Kekuatan otot

4.1.6.2 Proses

A. Fokus Pengkajian

 Mengkaji status neurovascular pada pasien fraktur status neurovascular : 5 P (

Pain/Nyeri, Paralisis, Parestasi, Pulse/denyut nadi, Pale/pucat) dilakukan pada

bagian distal area yang sakit.

 Melakukan pengukuran panjang ekstremitas bawah.

 Menelaah komplikasi fraktur

 Pengukuran ektremitas bawah yang mengalami trauma, pengukuran mulai dari

Kristal iliaka sampai malleolus. Pendek area yang sakit menunjukan ada fraktur

displaced. Panjang area yang sakit menunjukan dislokasi.


 Menjelaskan tanda-tanda OA, gout, osteoporosis. Menjelaskan tanda-tanda

dislokasi

 Mengkaji kekuatan otot.

B. Fokus Diagnosis

 Nyeri Akut

 Kerusakan mobilitas fisik

 Resiko kerusakan neurovascular

C. Fokus Intervensi/Implementasi

 Manajemen pasien fraktur difokuskan kepada meningkatkan kenyamanan,

mecegah komplikasi dan rehabilitasi. Untuk mengurangi rasa nyeri dapat

diberikan analgetik dan perawat harus mengevaluasi efektifitas mengevaluasi

efektifitas analgesic, jika nyeri tidak hilang indikasi dari kerusakan

neurovascular. Untuk menurunkan bengkak dan nyeri dapat dilakukan elevasi

dari daerah yang terkana.

 Tindakan untuk strain meliputi RICE ( rest, ice, compression dan elevation )

 Perawatan gips; gips dipasang bertujuan untuk melindungi dan mengimobilisasi

fraktur untuk memepercepat penyembuhan, setelah pemasangan gips harus

dilakukan pemeriksaan status neurovaskuler, jika setelah pemasangan gips

terjadi nyeri hebat, tidak ada nadi, presentasi, paralisis maka tindakan gips

harus dibuka.

 Perawatan traksi adalah teknik unruk stabilisasi, aligmen dan memberikan

tarikan pada faktur. Traksi pada umumnya terdiri dari skeletal traksi dan skin

traksi. Yang harus diperhatikan posisi pasien, posisi kaki pasien anatomis, pins

risiko infeksi ( skteletal traksi ), simpul tali jangan sampai tersangkut katrol,

nyeri pada tumit ( risiko decubitus ) dan beban harus menggantung.

 Perawatan Kruk pengukuran pada posisi supine ujung keuk berada 15 cm di

samping tumit klien. Tempatkan ujung pria pengukur dengan leher tida samapai
empat jari ( 4-5 cm ) dari aksila dan ukur sampai tumit klien. Pada posisi berdiri:

posisi kruk dengan ujung kruk berada 24-25 cm di depan kaki klien. Dengan

metode lain, siku harus di fleksikan 15 sampai 30 derajat. Lebar bantalan kruk

harus 3-4 jari ( 4-5 cm ) di bawah aksila.

D. Fokus Evaluasi

Mencegah terjadinya komplikasi seperti compartemen syndrome dengan cirri – cirri

nyeri hebat tidak berkurang dengan analgetik, pucat, parestesi, tidak ada denyut nadi

dibagian distal dan terasa dingin. Tindakan dilakukan fasciotomy.

4.1.7 Sistem ginjal dan perkemihan

Kasus ginjal dan system perkemihan yang banyak ditemukan di klinik adalah chronic

kidney desease ( CKD ), hemodialitas, infeksi saluran kemih dan benigna prostat

hipertropi ( BPH ), infeksi saluran kemih / ISK ( Sistitis ), batu ginjal

4.1.7.1 Materi

 Melakukan pengkajian nyeri ketuk pada lokasi ginjal. Menghitung berat badan

kering, mengevaluasi pendarahan pasca TURP. Menginterpretasi hasil

laboratorium urinalisa, GFR, ureum, kreatinin dan elektrolit

 Mengidentifikasi masalah kelebihan cairan dan elektrolik, gangguan eliminasi

 Kolaborasi pemasangan kateterisasi. Pengaturan diit dan pembatasan cairan.

Pemberian pendidkan kesehatan yang tepat pasien hemodialysis

 Merumuskan prinsip etik pasien menolak hemodialysis

 Melakukan irigasi post TURP

 Edukasi pencegahan ISK berualang dan intervensi mengatasi ISK

 Melakukan pengkajian gangguan batu ginjal, melakukan tindakan keperawatan

post operasi batu ginjal

4.1.7.2 Proses

A. Fokus Pengkajian
 CKD; Penurunan progresif dari fungsi jaringan ginjal secara permanen

( irreversible ), dimana ginjal tidak mampu lagi mempertahankan metabolisme

dan keseimbangan cairan dan elektrolit. Klasifikasi CKD terbagi menjadi 5

berdasarkan nilai GFR. Seringnya pasien CKD datang ke rumah sakit sudah

derajad 4 yaitu GFR 15-29 Ml/mim/1.73 m², atau derajat 5 (terminal) yaitu :

GFR < 15 Ml/min/1.73 m². Pasien ini membutuhkan hemodialisis

 Pasien yang menjalani hemodialisa : kaji kepatenan tempat vena penusukan.

Adanya arteriovenous fistula atau graft, palpasi adanya getaran atau sensasi

vibrasi dan adanya suara bruit saat auskultasi, kaji adanya sumbatan atau

infeksi pada area tusukan

 Pada pasien CKD terjadi penurunan GFR → cairan tertahan dalam tubuh, jumlah

cairan tubuh ↑ → Ht↓. Sisa metabolism tertumpuk dalam plasma : asam urat

dan ureum, kretinin, phenol, guanidine → azotemia

 Pemeriksaan laboratorium pada pasien gangguan ginjal adalah

 Urinalisis

 Warna : Kuning Jernih

 Kandungan : glukosa ( - ), keton ( - ), Bilirubin ( - ), sel darah merah 0-4/lpm,

leukosit 0-5/lpm, bakteri ( - )

 BJ dan osmolaritis : 1.003 – 1.030 & 300 – 1300 mOsm/kg

 Ph normal : 4,0 – 8,0 ( rata-rata 6,0 )

 glukosaria adalah adanya glukosa dalam urin dan sering terjadi pada pasien

DM

 Hiperurikosuria : batu, keganasan

 Analisis darah

 Plasma kreatinin : produk akhir metabolism protein dan otot, nilai normal 0,6-

1.3 mg/dl, meningkat pada pasien gagal ginjal


 BUN : Normal 6 – 20 mg/dl, meningkat : gagal ginjal, kondisi non renal yang

dapat meningkatakn BUN adalah infeksi, demam, trauma pendarahan saluran

cerna

 Uremia renal terjadi akibat gagal ginjal (penyebab tersering) yang

menyebabkan gangguan ekskresi urea

 Infeksi saluran kemih ; Sistitis. Prevalensi ISK delapan kali lebih tinggi pada

perempuan. ISK diakibatkan oleh bakteri gram negative. Manifestasi klinis

berupa nyeri seperti terbakar saat BAK (dysuria), sering buang air kecil-tidak

bisa menahan, tidak tuntas, urin keruh dan hematuria

 Keluhan subjektiv pada pada pasien BPH adalah : kesulitan berkemih, bertahap,

sampai menetes dan tidak bisa kencing. Urine bercampur darah, Rectal Tusase.

 Tindakan yang paling sering dilakukan pada pasien BPH adalah operasi TURP (

trans urethal resection of the prostate ).

 Fokus pengkajian batu ginjal : nyeri hebat skala 7-10, urin keruh

 Melakukan tindakan keperawatan untuk pasien post op pengangkatan batu

ginjal, ESWL

B. Fokus Diagnosis

 Kelebihan volume cairan

 Nyeri

 Gangguan eliminasi urin adalah disfungsi eliminasi urin.

 Risiko infeksi

C. Fokus Intervensi/Implememtasi

 Intervensi dan Implementasi pasien CKD

a. Monitor balance cairan

b. Timbang BB tiap hari dengan menggunakan timbangan yang sama

c. Batasi inteksi cairan


d. Untuk memperlambat progresifitas kerusakan ginjal maka dapat

dilkukan; pengendalian tekanan darah, biet rendah protein dan rendah

fosfat, mengendalikan proteinuria dan hiperlipidemia

e. Mengatasi anemia pasien CKD: terapi ESA ( Erythropoiesis Stimulating

Agents ).

 Intervensi dan Implementasi pasien BPH

a. Irigasi kandung kemih paksa TURP bertujuan untuk membuang jaringan

debris dan bekuan darah dalam kendungan kemih agar tidak terjadi

obstruksi aliran urine. Pastikan selang kateter tidak terlalu panjang,

melengkung, tidak tertekuk/tertindih pasien, kantong 30 cm lebih

rendah dari pasien, catat jumlah, warna Cloting urine, jaga kebersihan.

 Peosedur

Pada saaat pemasangan kateter terapat prisiip-prinsip yang tidak boleh

dilupakan pasientsafety, sehingga harus mempertahatikan anatomi kateter,

panjanguretrsa, fiksasi.

Berdasarkam amatomi kateter letak balon berada ± 2 cm dari ujung kateter,

sehingga saat pemasangan kateter setelah urin keluar kita masukkan kembali

kateter 5 cm memastikan balon kateter benar berada di dalam vesika urinary.

 Intervensi dan Implementasi pasien ISK : Fokus intervensi mengahambat

pertumbuhan bakteri ( terapi antibiotic dan restriksi aktivitas selama pemberian

antibiotic ), memodifikasi diet ( perubahan diet untuk menjaga keasman urin,

menghindari kafein dan beralkohol ), meningkatkan asupan cairan, mencegah

komplikasi, mengajar strategi promosi kesehatan ( minum minimal 2-3L/hari,

mecegah IKS berulang dengan menghindari factor resiko )

 Intervensi dan implementasi Batu ginjal : meningkatkan asupan cairan,

mengurangi nyeri, mencegah pembentukan batu berulang, perubahan pola

diet. Intervensi post op: monitor urin output dan perdarahan post op.
D. Fokus Evaluasi

Evaluasi keseimbangan cairan dan elektrolit, identifikasi tanda adanya retensi cairan

seperti edema local maupun sistematik termasuk adanya edema pada paru. Evaluasi

secara bertahap kemampuan berkemih dan kesulitan untuk berkemih, adanya

perdarahan dalam urin makrokopik dan mikrosopik.

4.1.8 S istem Integumen

Kasus system integument yang banyak ditemukan di klinik adalah luka

bakar,psoriasis vulgaris dan dermatitis.

4.1.8.1 Materi

 Luka bakar, ciri- cirri luka bakar berdasarkan klasifikasi.

 Mengidentifikasi masalah kekurangan cairan, nyeri akut

 Manajemen cairan pada pasien luka bakar

4.1.8.2 Proses

A. Fokus Pengkajian

 Pada pengkajian prosentase luka bakar kita harus mengingat prinsip rule of

nine : kepada dan leher : 9 %, ekstremitas atas 9 % x 2 ekstremitas, trunkus

anterior ( dada depan dan abdomen ) : 18 %x 2 ekstremitas, dan perineum : 1

%.

 Pengkajian derajat luka bakar berdasarkan kerusakan lapisan kulit sebagai

berikut:

 Derajat I : terjadi kerusakan lapisan epidemis, kulit memerah, sedikit

adema, Nyeri terjadi sampai dengan 48 jam.

 Derajat II : terjadi kerusakan meliputi epidermis dan dermis, adanya

bulae, nyeri, warna merah atau merah muda.

 Derajat III : kerusakan seluruh lapisan dermis dan organ kulit, warna

pucat – putih, tidak nyeri, dijumpai eskar ( koagulasi protein )


 Pasien luka bakar luas dapat mengalami syok, sehingga kita penting

mengkaji tanda tanda syok seperti ; akral dingin, tachikardi, penurunan

CRT, bradicardi.

B. Fokus Diagnosis

 Kekurangan volume cairan

 Kerusakan intergritas kulit

C. Fokus Intervensi/Implementasi

 Penghitungan kebutuhan cairan berdasarkan luas luka bakar berdasarkan

rumus Parkland/Baxter : 4 ml x luas luka bakar x Berat badan. Pemberian 50 %

pada 8 jam pertama, 50 % pada 16 jam berikutnya ( 25 % pada 8 jam kedua dan

25 % pada 8 jam ketiga). Jenis cairan yang diberikan adalah kritaloid (

contohnya : cairan ringer lactate )

 Monitor & hitung jumlah pemasukan & pengeluaran cairan setiap 30 menit

 Waspada terhadap tanda – tanda kelebihan cairan dan gagal jantung, terutama

saat pemberian resusitasi cairan

 Pada saat pemasangan kateter terdapat prinsip – prinsip yang tidak boleh

dilupakan pasien safety, sehingga harus diperhatikan anatomi kateter, panjang

uretra, fiksasi

D. Fokus Evaluasi

Pasien luka bakar yang mengalami kekurangan cairan harus dilakukan evaluasi

keberhasilan resusitasi cairan yang telah dilakukan dengan mengukur urin output.

Normal urin output adalah 0.5 – 1 ml/kg bb/jam

4.1.9 Sistem Darah Dan Kekebalan Imun

Kasus system darah dan kekebalan imun yang banyak ditemuka di tatanan klinik yaitu :

HIV/AIDS, Anemia, SLE, dan DHF.


4.1.9.1 Materi

 Mengidentifikasi hasil pemeriksaan ELISA. Membedakan pola temperature pasien

DHF dan penyakit lainnya, menginterpretasikan hasil laboratorium pasien DHF,

memvalidasi hasil pemeriksaan rumple-leed pada pasien DHF

 Mengidentifikasi masalah kekurangan cairan, risiko pendarahan

 Memberikan intervensi pasien HIV dengan manifestasi diare, Pneumocystis

Pneumonia ( PCP ) dan tuberkolosis

 Mengatasi stigma pada pasien HIV

 Menjelaskan tahapan VCT

4.1.9.2 Proses

A. Fokus Pengkajian

 SLE merupakan penyakit sistematik autoimmune yang berdampak pada system

tubuh meliputi system musculoskeletal, artharalgia dan arthritis (synovitis)

yang paling tampak pembengkakan pada sendi dan nyeri saat bergerak,

bengkak pada pagi hari

 Anemia : ada kelemahan, fatique, malaise, pucat pada konjungtiva dan mukosa

oral. Jaundice dapat terjadi pada anemia megaloblastik dan anemia hemolitik

 HIV : identifikasi risiko factor ( risiko seksual atau penggunaan obat – obatan

injeksi ), status nutrisi, status neurologi, keseimbangan cairan dan eletrolit,

tingkat pendidik )

B. Fokus Diagnosis

 Fatique

 Risiko Cidera

 Risiko Hipovolemia

 Risiko tinggi infeksi

 Hambatan interaksi sosial


C. Fokus Intervensi

 SLE : Cegah untuk terpapar sinar ultraviolet, monitor komplikasi pada system

kardiovaskular dan renal

 Anemia : intervensi fokus pada membantu pasien untuk memprioritaskan

aktivitas dan menyeimbangkan antara aktivitas dan istirahat, mempertahankan

nutrisi yang adekuat, mempertahankan adekuat perfusi dengan transfuse dan

pemberian oksigen

 HIV / AIDS : kultur feces, pemberian antikolinergik, dan mempertahankan cairan

3 L/hari, monitor tanda – tanda infeksi, monitor jumlah sel darah putih, teknik

aspetik, berikan pulmonary care ( batuk, napas dalam, pengaturan posisi )

 Transfusi darah : prinsip benar pemberian transfuse, persiapan, prosedur

pelaksanaan dan evaluasi transfuse. Jika terjadi reaksi alergi pada 15 menit

pertama, stop transfuse, laporkan ke dokter berikan NaCI 0.9%

D. Fokus Evaluasi

 Anemia : tampak nfatique berkurang (rencana aktivitas, istirahat dan latihan),

prioritaskan aktivitas, mempertahankan nutrisi yang adekuat, mempertahankan

adekuat perfusi, tidak adanya komplikasi )

 HIV / AIDS : mempertahankan integritas kulit, tidak terjadi infeksi, paham

tentang HIV AIDS, tidak terjadi defisien volume cairan

4.1.10 Sistem Pengindraan

Kasus system darah dan kekebalan imun yang banyak ditemukan ditatanan klinik yaitu :

katarak, glaucoma, mastoiditis, otitis media

4.1.10.1 Materi

 Intrerpretasi pemeriksaan virus, rinne, weber

 Mengidentifikasi gangguan sensori – persepsi

 Melakukan perawatan pasien katarak pasca operasi


 Melakukan pemberian tetes telinga pasien dengan OMSK

4.1.10.2 Proses

A. Fokus Pengkajian

 Nilai virus misalnya 6/300 menunjukkan angka pertama 6 adalah jarak normal

yang bisa dibaca sedangkan angka kedua 300 merupakan hasil yang ditemukan

dari pemeriksaan pasien. Nilai normal 6/6

 Tes Rinne merupakan uji pendengaran dengan menggunakan garputala untuk

mengetahui gangguan pendengaran antara tuli konduktif dan tuli sensorik.

Normal hantaran udara lebih panjang hantaran tulang. tuli konduktif : hantaran

udara = atau < hantaran tulang : tuli sensorik hantaran udara > hantaran tulang

B. Fokus Diagnosis

 Gangguan persepsi sensori

 Nyeri akut

 Risiko cedera

C. Fokus Intervensi

 Menilai kehilangan fungsi penglihatan ( ketajaman penglihatan, lapang pandang

 Menilai kehilangan fungsi pendengaran ( jenis tuli konduktif, tuli sensorineural )

 Pendidikan kesehatan terkait dengan kehilangan fungsi penglihatan dan fungsi

pendengaran

 Melakukan perawatan post operasi katarak dan galukoma dan perawatan

pasien post operasi tympano plasty

 Teknik pemberian obat melalui irigasi dan tetes mata, tetes telinga, tetes

hidung dan irigasi

 Teknik pembebatan pada mata

 Pemberian tetes dan salep mata

 Irigasi mata
D. Fokus Evaluasi

 Ketajaman penglihatan pasca tindakan operasi

 Memanatau tanda – tanda pendarahan pasca operasi

 Risko infeksi yang terjadi pasca operasi

4.1.11 Contoh Soal Pengkajian dan pembahasan

1. Seorang perempuan berusia 38 tahun dirawat di ruang penyakit dalam karena PPOK.

Hasil pengkajian pasien tampak sesak, TD 110/70 mmHg, frekuensi napas, dan tampak

retraksi dada, dan tampak penggunaan otot-otot pernapasan. Hasil pemeriksaan AGD

dipatkan nilai Ph 7,30, PaCO₂ 49 mmHg, PaO₂ 85 mmHg₃- 22 mEq/L, saturasi oksigen

97%.

Apakah interpretasi hasil AGD pada pasien ?

A. Asidosis Metanolik terkompensasi

B. Alkalosis Respiratorik

C. Asidosis Respiratorik

D. Alkalosis Metabolik

E. Asidosis Metabolik

Pembahasan:

Pada kasus di atas untuk melakukan interpretasi nilai AGD, langka yang harus diingat

yaitu: Langkah 1 Klasifikasi Ph, nilai normal Ph: 7,35-7,45, dalam soal Nilai Ph 7,30 (

menurun ) menandakan Asidemia. Langka 2 Nilai PaCO₂ dengan nilai normal: 35-34

mmHg, dalam soal nilai PaCO₂ 49 mmHg ( Meningkat ) menandakan adanya asidosis

respiratorik. Langka 3 Nilai HCO₃- dengan nilai normal: 22-26 mEq/dl, dalam soal di atas

nilai –nya normal, apabila menurun mendadak adanya asidosis metabolic, dan apabila

meningkat menandakan adanya alkalosis metabolic. Langkah 4 tentukan adanya

kompensensi dengan melihat dua komponen yaitu PaCO₂ dan HCO₃-, apabila keduanya

abnormal ( atau hampir abnormal ) pda arah yang berlawanan maka terdapat
kompensasi. Apabila nilai salah satu komponen abnormal, dan komponen lainnya

normal maka tidak terdapat komptensi.

Strategi :

Jawaban B dan D bukan pilihan karena Ph di bawah 7,35. Nilai PaCO₂ pada soal

mengalami peningkatan sehingga termasuk dalam respiratorik.

Jawab: C

2. Seorang laki-laki berusia 40 tahun di ruang penyakit dalam dengan keluhan sesak

napas. Hasil pengkajian : TD 130/80 mmHg, frekuensi nadi 88x/menit, frekuensi napas

24n/menit, x-ray toraks menunjukan adanya pleuritis dextra. Saat ini perawat sedang

melakukan pemeriksaan fisik paru pada tahapan auskultasi

Apakah hasil pemriksaan pada kasus tersebut?

A. ronchi

B. vesikuler

C. wheezing

D. bronchial

E. friction rub

Pembahsan:

Pleuritis adalah peradangan pada areal pleura. Friction rub terjadi karena

adnanya gesekan antar lapisan pleura bagian dalam dari luar yang meradang.

Friction rub akan terdengar saat proses respirasi dan tidak terdengar saat tidak

ada respirasi .

Strategi:
Vesikuler dan bronchial merupakan suara napas normal, wheezing terjadi karena

udara melewati jalan napas yang menyempit/tersumbat. Ronkhi terjadi karenan

adanya obstruksi atau secret di jalan nafas yang banyak, ronkhi biasanya hilang

saat di batukan.

Jawaban: E

3. Seorang laki-laki berusia 64 tahun di rawat di ruang penyakit dalam keluhan nyeri dada

sejak 2 jam sebelum MRS. Hasil pengkajian pasien mengatakan dadanya terasa panas,

skala nyeri 7, akral dingin, lemah dan cemas. TD 140/80 mmHg, frekuensi nadi

72x/menit, dan frekuensi napas 20 x/ menit. Hasil EKG menunjukkan ST elevasi pada

lead V3 dan V4.

Dimanakah lokasi infark yang dialami pasien tersebut?

A. Posterior jantung

B. Inferior jantung

C. Anterior jantung

D. Lateral jantung

E. Septal jantung

Pembahasan :

Sandapan menunjukan arah vector dari gelombang yang muncul, Lead V3 dan V4

menunjukan adanya gelombang terlambat dan putus pada daerah inferior jantung,

Lead V1 dan V2 pada area septum, Lead I, AVL, V5 dan V6 pada area lateral, Lead II,

III dan aVF area inferior dan Lead Resiprokal, V1-V3 area posterior.

Strategi :
Anterior adalah bagian depan dari jantung pada Lead V3 dan V4. Sandapan lead lain

bukan merupakan area anterior.

Jawaban : C

4. Seorang laki-laki berusia 46 tahun dirawat di ruang penyakit dalam dengan diagnosis

peritonitis dan mengeluh nyeri perut. Hasil pengkajian skala nyeri 6, tampak wajah

menyeringai, TD 140/90 mmHg, frekuensi nadi 100x/menit, frekuensi napas 24x/menit,

suhu 38°C.

Apakah pengkajian lanjutan pada kasus tersebut?

A. Mual

B. Muntah

C. Bising usus

D. Distesi perut

E. Intake and output cairan

Pembahasan :

Peritonitis menghasilkan efek sistematik yang berat, perubahan sirkulasi,

perpindahan cairan dan masalah pernapasan serta ketidakseimbangan cairan

dan elektrolit. Respon inflamasi mengalihkan aliran darah ekstra ke bagian usus

yang mengalami inflamasi untuk melawan infeksi, cairan dan udara tertahan

dalam lumen, tekanan dan sereksi cairan dalam usus meningkat. Sehingga

aktifitas usus sendiri meningkatkan kebutuhan terhadap oksigen sehingga paru

berespon dengan meningkatkan pernapasan.

Strategi :
Aktifitas usus pada peritonitis cenderung mengalami penurunan bahkan

berhenti sehingga hal utama yang diperhatikan adalah bising usus.

Jawaban : C

5. Seorang perempuan berusia 30 tahun dirawat diruang penyakit dalam dengan

diagnosis suspect apendisitis.Hasil pengkajian, pasien mengeluh nyeri perut kanan

bawah, nyerik skala 7, mual, ,muntah, serta tidak nafsu makan, TD 130/80 mmHg,

frekuensi napas 26x/menit, dan frekuensi nadi 8x/menit.

Aapakah pengkajian lanjut pada kasus tersebut?

A. auskultasi bisnis usus

B. observasi status nutrisi

C. pemeriksaan laboratorium

D. observasi tanda-tanda dehidrasi

E. palpasi pada titik mc.burney

Pembahasan :

Nyeri dan sakit perut pada apendisitis terjadi karena hiperperistaltik untuk

mengatasi obstruksi pada apendik. Nyeri visceral akan mengaktifikasi nervus vagus

sehingga mengakibatkan muntah. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan

kuadran kanan bawah atau titik Mc.Burney dan ini merupakan tanda kunci

diagnosis.

Strategis :

Nyeri tekan pada titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis

apendik.
Jawaban : E

6. Seorang laki-laki berusia 65 tahun dirawat di ruang neurologi dengan keluhan

penurunan kesadaran. Hasil pengkajian saat diberi rangsang nyeri kedua lengan

tampak fleksi abnormal, membuka mata dan suara mengerang, pupil anisokor kanan,

reflex cahaya lambat, TD 160/90 mmHg, frekuensi nadi 92x/menit, frekuensi napas

20x/menit, dan suhu 36,8°C.

Berapa nilai GCS pada kasus tersebut ?

A. 5

B. 6

C. 7

D. 8

E. 9

Pembahasan :

Gangguan neurologi pada kasus stroke, cedera kepala dan meningitis terjadi karena

adanya kerusakan jaringan otak kerusakan jaringan otak atau edema jaringan otak

munculnya tekanan intra krainal. Salah satu tanda yang paling mudah dilihat pada

mekanisme ini adalah penurunan kesadaran. Semakin rendah nilaiGCS meununjukan

semakin berat kerusakan atau edema atau tekanan intra krainal.

Strategi :

Pertanyaan diatas menunjukan penentuan nilasi GCS. Nilai GCS didapat di

pemeriksaan fisik dengan memberikan rangsang. Rangsang yang diberikan pada

kasus ini adalah rangsang nyeri. Kasus ini menunjukan respon motorik fleksi

abnormal, membuka mata dan suara mengerang saat diberi rangsang nyeri ( 3-2-2 ).

Jadi nilai Ngcs 7. Perlu dipelajari lebih baik setiap nilai dari komponen verbal, motorik

dan membuka mata.


Jawaban : C

7. Seorang perempuan barusia 35 tahun dirawat di ruang bedah saraf dengan pasca

craniotomy. Hasil pengkajian, pasien tampak hemapirese kanan, lemah dan tidak

mampu menggerakan tubuhnya, reflex fisiologi melambat. Saat dilakukan

pemeriksaan otot ekstremitas kanan didapat hasil sebagai berikut tidak mampu

mengangkat lengan dan kaki namun maish bisa menggerakannya. Berapakah nilai

kebutuhan otot pada pasien tersebut?

A. 1

B. 2

C. 3

D. 4

E. 5

Pembahasan :

Penurunan kekuatan otot merupakan gejala neurolgis yang umum terjadi pada kasus

neurologi seperti stroke, meningitis dan cedera kepala. Ada mekanisme gangguan

sentral pada pusat motorik otak sehingga kurang mampu mengkordinasikan gerakan

ekstremitas. Kelemahan otot ditemukan dengan skala kekuatan otot yakni ; 0: tidak

ada tonus, 1; terdapat tonus tapi ada gerakan, 2: terdapat pergerakan sendi tetapi

tidak bisa melawan gravitasi, 3: dapat melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan

tahanan, 4 : pergerakan dapat menahan tahanan ringan-sedang, 5: kekuatan otot

normal.

Strategi :
Pertanyaan diatas menunjukan penentuan kekuatan otot maka yang perlu dilihat

adalah apa respon pasien saat diperiksa. Ingat tahapan pemeriksaan dan hasilnya.

Perlu memahami nilai nilai dari setiap respon seperti yang di gambarkan pada

pembahasan.

Jawaban : B

8. Seorang perempuan berusia 56 tahun, dirawat di ruang neurologi dengan keluhan

sakit kepala. Hasil pengkajian didapat penglihatanbkabur, kelemahan kaki, dan tangan

pada sisi kanan serta bicara tidak jelas. Untuk memastikan perawat akan melakukan

pengkajian pada nervus cranial XII.

Apakah yang harus diperhatikan dalam pengkajian tersebut?

A. Minta pasien mengucapkan suara “ A “

B. Meletakkan garam pada lidah bagianj depan

C. Meletakkan gula pada lidah bagian belakang

D. Minta pasien untuk memoncongkan mulutnya

E. Minta pasien menggerakan lidah kesatu sisidan kesisi lainnya

Pembahasan :

Defisit neurologi terjadi sebagai akibat dari kerusakan jaringan otak ada tertekannya

jaringan otak. Tanda dan gejala yang muncul sangat dipengaruhi juga oleh berat

ringannya kerusakan jaringan otak. Kerusakan jaringan otak pada bagian mid brain dan

batang otak atau adanya peningkatan tekanan intracranial berdampak terhadap fungsi

XII saraf krainal. Tanda yang muncul memberikan bukti adanya kerusakan saraf

bersangkut seperti munculnya gangguan saraf krainal XII dibuktikan dengan hilangnya

fungsi menggerakan lidah, saraf vagus hilangnya fungsi menelan dan sebagainya.
Strategi :

Pertanyaan ini adalah tentang pemeriksaan saraf cranial XII. Perlu dipahami dengan

jelas funsi – fungsi saraf cranial seperti saraf cranial XII itu adalah menginervasi saraf

motoric lidah jadi fungsinya menggerajan lidah, jika fungsi saraf ini hilang tentu yang

dilihat adalah gangguan menggerakan lidah.

Jawaban : E

9. Seorang laki – laki berusia 18 tahun, dirawat di ruang bedah dengan fraktur tbia 1/3

proksimal tertutup 12 jam yang lalu. Perawat melakukan pengkajian neuvovaskular

untuk mengindentifikasi adanya sindrom kompartemen.

Apakah data fokus pada kasus tersebut?

A. eritema pada area fraktur

B. adema pada sekitar area faktur

C. perubahan warna kulit dari puncat ke sianosis

D. nyeri progresif tidak hilang dengan analgetik

E. daerah disekitar lokasi fraktur terasa lebih hangat

Pembahasan:

Compartemen Syndrome adalah seatu kondisi peningkatan tekanan

intracompartemental. Peningkatan tekanan pada compartemen dapat menghambat

aliran darah dan sarap dan aliran perfusi darah ke bagian distal terhambat bila dibiarkan

akan terjadi proses iskemi dan nekrosis dal tersebut dapat menimbulkan nyari yang

hebat dan cepat.

Strategi :
Eritama, edema, pucat dan hangat pada sekitar fraktur bukan tanda Compartemen

Syndrome.

Jawaban : D

10. Seorang perempuan berusai 45 tahun dirawat di ruang penyakit dalam dengan CKD.

Hasil pengkajian : edema di ekstremitas bawah Inteka cairan 1000cc/24 jam, urin

output 100cc/24 jam, TD 150/90 mmHg, frekuensi napas 28x/ menit dan suhu 37°C.

Pasien direncanakan hemodialisa.

Apakah pengkajian selanjutnya pada pasien tersebu?

A. Kaji adanya bunyi napas tambahan

B. Kaji adanya kenaikan berat badan

C. Kaji nilai ureum dan kreatinin

D. Kaji kadar hemoglobin

E. Kaji kecemasan

Pembahasan :

Slahsatu menifestasi klinis pasien dengan CKD adalah ketidak seimbangan elektrolit dan

asam basa. Adanya gangguan eksresu natrium, akan terjadi rentasi natrium yang dapat

mengikat cairan. Rentasi natrium dapat menyebabkan terjadinya adema, pada pasein

dengan CKD yang mengalami kondisi kelebihan volume cairan dalam tubuh, pengkajian

yang dapat dilakukan adalah pengukuran derajat edema, kenaikan berat badan dan

lingkar perut. Berat badan menjadi indicator peningkatan kelebihan cairan tubuh karena

kenaikan 1 kg BB = 1 Liter air. Urin output normal adalah 0,5 – 1 cc/kg BB/Jam.

Strategi :
Fokus masalah keperawatan pada kasus di atasa adalah keseimbangan cairan. Data

pengkajian yang merupakan kata kunci adalah edema ekstremitas bawah, intake cairan

dan urin output.

Jawaban : A

11. Seorang perempuan berusia 34 tahun di rawat diruang bedah dengan luka bakar derajat II.

Pasien mengeluh nyeri, lemas dan haus. Hasil pengkajian luka bakar daerah dada, tangan kanan

dan paha kanan. Beberapa persentase luka bakar kasus tersebut?

A. 44%

B. 42%

C. 34%

D. 32%

E. 27%

Pembahasan :

Berdasarkan hasil pengkajian pada kasus luka bakar diantara ditemukan luka bakar

daerah dada, tangan kanan dan paha kanan. Untuk menentukan persentase luas luka

bakar digunakan rumus “ Rule of Nine “ sehingga didapatkan hasil; daerah dada nilainya

= 9%, tangan kanan = 9%, paha kanan = 9%, total area yang mengalami luka bakar

adalah 27%.

Strategi : Pahami rumus “ Rule of Nine “

( Gambar )
Jawaban : E

12. Seorang laki – laki berusia 50 tahun datang ke poliklinik saraf dengan keluhan gangguan

pendengaran. Perawat melakukan pemeriksaan pendengaran pada pasien dengan cara

menempelkan garputala pada planum mastoid pasien. Hasil pemeriksaan menunjukkan

setelah perawat tidak mendengar, sedangkan pasien masih dapat mendengarkan

getaran garpatula.

Apakah interpretasi pemeriksaan pada kasus tersebut?

A. tuli kombinasi

B. tuli konduksi

C. tuli sensorik

D. tuli saraf

E. normal

Pembahasan :

Tes schawabach bertujuan membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa

dengan pemeriksa yang pendengarannya normal. Interpretasi hasil pasien masih

mendengar getaran garpatula ( memanjang : tuli konduksi ).

Strategi :

hanya tes schwabach yang dilakukan dengan cara membandingkan dengan

pemeriksaan, sedangkan tes Rinne dan Weber hanya pada pasien.

Jawaban : B

4.1.12 Contoh Soal Diagnosis dan Pembahasan


1. Seorang laki – laki berusia 43 tahun dirawat diruang penyakit dalam dengan TB paru.

Hail pengkajian keluhan sesak napas, tampak cemas, batuk berdahak dan retraksi

dinding dada. TD 130/80 mmHg, frekuensi nadi 100x/menit, frekuensi napas 27x/menit,

suhu 38°C. Ph 7,47; PaCo₂ 32 mmHg, PaO₂ 90 mmHg, saturasi Oksigen 92%, HCO₃ 22

mEq/Dl, BE + 22 mEq/Dl, BE +3.

Apakah masalah keperawatan utama pada pasien?

A. hipertemia

B. keletihan

C. kerusakan pertukaran gas

D. ketidakefektifan pola napas

E. ketidakefektifan kebersihan jalan napas

Pembahasan :

Pasien dengan TB paru secara patofisiologi gangguan berupa infeksi Mycobacterium

Tuberculosis yang menyebabkan peradangan dan kerusakan pada area paru.

Kerusakan tersebut menyebabkan terhambatnya perpindahan gas ( O₂ dan CO₂ ) di

alveolus dengan kapiler pulmonal. Kegagalan pertukaran gas menyebabkan

gangguan keseimbangan asma basa tubuh dimana CO₂ dalam darah akan menurun.

Strategi :

Pilihan jawaban A dan B tidak menjadi prioritas masalah, pilihan E tidak didukung

data yang tepat, Pilihan jawaban D serta konsep terjadi pada pasien TB dan di

dukung data yang lengkap.

Jawaban : C

2. Seorang laki – laki berusia 48 tahun dirawat hari ke-3 dengan diagnosis gagal

jantung kongestif. Pasien mengeluh sesak bertambah, saat berjalan ke kamar mandi.
Hasil pemeriksaan fisik, frekuensi nadi 90x/menit, TD 150/90 mmHg, frekuensi napas

28x/menit, urine 40 cc/jam, dan hasil EKG sinus rhythm.

Apakah masalah keperawatan utama pada pasien tersebut?

A. intolerasi aktifitas

B. pola napas tidak efektif

C. gangguan eliminasi urin

D. kelebihan volume cairan

E. gangguan perfusi jaringan

Pembahasan :

Gagal jantung merupakan kegagalan jantung dalam memompa darah secara normal

keseluruh tubuh, sehingga darah yang berisi nutrisi dan oksigen tidak dapat

didistribusikan secara adekuat sampai ke sel. Akibatnya proses metabolism sel menjadi

terganggu dan energy yang dihasilkan berkurang. Tanpa energy yang cukup, pasien

tidak toleran dalam melakukan aktivitas secara normal.

Strategi :

Kata kunci pada kasus adalah adanya keluhan sesak napas pada pasien gagal jantung

dan berambah sesak saat berjalan ke kamar mandi, sehingga masalah keperawatan

yang tepat adalah Intoleransi aktivitas.

Jawaban : A

3. Seorang laki – laki usia 64 tahun dirawat dirawat diruang penyakit dalam dengan

keluhan sesak napas dan kedua kaki bengkak. Sesak dirasakan memberat saat pasien

beraktivitas. Hasil pengkajian pasien terlihat pucat dan sianosis, lemah tidak
berdaya, JVP meningkat, TD 100/70 mmHg, frekuensinadi 100x/menit, frekuensi napas

24x/menit dan dangkal, serta photo toraks menunjukkan CTR 65%.

Apakah masalah keperawatan yang tepat pada kasus tersebut?

A. Intoleransi aktivitas

B. gangguan perfusi jaringan

C. penurunan curah jantung

D. polanapas tidak efektif

E. kelebihan volume cairan

Pembahasan :

Tanda yang menonjol dikemukakan pada kasus tersebut adalah menunjukkan

ketidakmampuan jantung dalam memompa darah, akibat dari pembsaran jantung

(CTR >50%) Sehingga terjadi penurunan curah jantung. Kompensasi jantung untuk

memenuhi kebutuhan metabolism tubuh adalah dengan meningkatkan nadi. Pucat

dan lemah sebagai akibat tidak sampainya darah ke perifer dan darah diperifer

banyak mengandung CO₂ sulit kembali ke jantung.

Strategi :

Masalah prioritas pada pasin gagal jantung adalah penurunan cardiac output yang

menimbulkan berbagai masalah lainnya dan dapat mengancam jiwa pasien.

Jawaban : C

4. Seroang perempuan berusai 22 tahun di rawat di ruang bedah dengan pasca operasi

apendektomi hari ke-2. Pasien mengeluh nyeri pada luka bekasa operasi, skala nyeri 6, wajah

menyeringai, pasien susah tidur dan mengeluh mual serta nafsu makan berkurang. Td 130/80
mmHg, frekuensi nadi 98x/menit, frekuensi napas 24x/menit, ushu 37,5°C, Tampak lemah

dengan gelisah.

Apakah masalah keperawatan pada kasus tersebut?

A. nyeri akut

B. risiko infeksi

C. deficit nutrisi

D. intoleransi aktifitas

E. gangguan pola tidur

Pembahasan :

Tindakan appendektomi menyebabkan terputusnya kontribuksi jaringan kulit dan yang

memperyarafinya sehingga mengakibatkan rasa nyeri. Nyeri dapat mengakibatkan

gangguan tidur, taku gerak, mual dan muntah sehingga berdampak terhadap

pemenuhan nutrisi.

Strategi :

Terdapat data mayor yang mendukung diagnose nyeri akut yaitu keluhan nyeris skala 6

dan wajah yang menyeringai dan gelisah.

Jawaban : A

5. Seorang perempuan barusia 58 tahun dirawat di ruang neurologi dengan stroke

haemorhagik. Hasil pengkajian kesadaran stupor dengan GCS 9, reflex pupil lambat, kesan

hemiparese dextra. TD 190/100 mmHg, frekuensi nadi 100 x/menit, frekuensi 28x/menit

dan suhu 38°C. CT-scan menunjukan adanya gambaran hiperdens pada daerah

frontotemporal kanan.

Apakah masalah keparawatan yang tepat pada kasus tersebut?


A. Gangguan perfusi jaringan serebral

B. Ketidak efektifan pola napas

C. Hambatan mobilitas fisik

D. Risiko cedera

E. Hipertermia

Pembahasan :

Stroke hermoragik adalah pecahnya pembuluhan darah otak dan menimbulkan adanya

peningkatan masa intracerebal. Yang terjadi adalah peningkatan tekanan masa

intracranial. Ciri cirri terjadinya hal tersebut ditunukan dengan data seperti penurunan

kesadaran, pupillambat, gangguan neurologis lainnya dan juga adanya gambaran st

scan. Data ini mendominasi maka diagnosanya adalah gangguan perfusi cerebal.

Strategi :

Cluster data terbesar, mayor dan saling sinergi satu sama lian adalah menunjukan

adanya kerusakan jaringan otak, sedang data yang lain hanya satu satu dan minor

sehingga tidak memungkinkan menyimpulkan diagnose keperawatan. Data mayor

dimaksud adanya kerusakan intracranial dan terjadi penurunan kapasitas adaptif

intracranial yakni perubahan neurologis mendadak seperti GCS, Hemiparese, tekanan

darah dan didukung lagi dengan CT Scan.

Jawaban : A

6. Seroang laki – laki berusia 65 tahun, dirawat di rung neurologis dengan keluhan

mengalami kelemahan pada sisi kiri tubuh sejak semalam. Hasil pengkajian

didapatkan wajah asimetris, biacara pelo, diberi minum tersedak, lidah telihat

mencong ke kanan. CT Scan menunjukan infark parietal dextra.


Apakah masalah keperawatan yang tepat pada kasus tersebut?

A. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

B. Risiko ketidak efektifan perfusi jaringan serebral

C. Hambatan komunikasi verbal

D. Hambatan mobilitas fisik

E. Risiko aspirasi

Pembahasan :

Proses seragam stroke menimbulkan proses kerusakan jaringan otak yang bersifat fokal

dan gangguan terjadi sesaui dengan daerah focal otak yang terkena. Berat ringan sangat

tergantungan dari lokasi dan luasnya kerusakan jaringan otak yang rusak. Sehingga

kerusakan otak dapat dilihat dati tanda dan gejala yang ditimbulkan. Satu gangguan

ynag menonjol di tampilkan pada kasus ini adalah gangguan menelan seperti bicara

pelo, tersendak dan sebagainya akibat yang berat muncul adalah risiko aspirasi yaitu

masuknya cairan gastro tertentu lambung ke saluran pernapasan dan berakibat

gangguan system napas.

Strategi :

Soal mempertanyakan masalah perawatan maka saat skiming ternyata secara

komprehensif dapat ditangkap masalah aspirasi. Jadi penentuan diagnose didasarkan

pada masalah yang sering disebutkan dan saling sinergis dan menjadi persoalan pokok

dan komplikasi saat tidak mendapatkan penanganan yang memadai.

Jawaban : E

7. Seorang laki – laki berusia 52 tahun dirawat diruang penyakit dalam dengan

diagnosis DM. Hasil pengkajian, mudah lelah, aktivitas dibantu orang lain, sering
merasa haus, BB turun, kulit kering, TD 120/80 mmHg, frekuensi nadi 80x/menit,

frekuensi napas 20x/menit, dan hasil laboratorium gula darah sewaktu 578 mg/dl.

Apakah masalah keperawatan utama pada kasus diatas?

A. deficit nutrisi

B. intelorensi aktivitas

C. kekurangan volume cairan

D. kerusakan integritas kulit

E. ketidakstabilan kadar glukosa darah

Pembahasan :

Pada penderita DM mengalami gangguan produksi insulin atau resistensi insulin yang

mengakibatkan ketidakmampuan menjaga kadar glukosa darah dalam rentang normal.

Manisfestasi klinis penderita diabetes meliputi polidipsi, poliuri, poliphagia. Polidipsi

dan poliuri terjadi karena kehilangan cairan akibat kondisi dieresis osmotic. Poliphagia

karena hasil dari status katabolic yang disebabkan karena kurangnya insulin dan proses

pemecahan lemak dan protein.

Strategi :

Masalah pada DM tipe 2 dengan peningkatan gula darah adalah deficit cairan tetapi

pada kasus TD dan nadi masih batas normal. Sehingga pilihannya ada ketidakstabilan

glukosa darah, sedangkan jawaban A, B, D kurang didukung oleh data objektif dan

bukan prioritas.

Jawaban : E

8. Seorang laki – laki berusia 60 tahun datang ke poli bedah dengan keluhan nyeri dan

kaku pada persendian kaki. Hasilpengkajian skala nyeri 3 bertambah saat pagi, lemas,
kesulitan saat bergerak dan rentang gerak menurun, pasien juga mengeluh

penyakitnya tidak sembuh – sembuh.

Apakah masalah utama pada kasus tersebut?

A. kerusakan mobilitas fisik

B. risiko cedera

C. kelemahan

D. nyeri akut

E. ansietas

Pembahasan :

Terdapat 2 manisfestasi utama klinis pada osteoarthritis yaitu nyeri yang bertambah

berat pada pagi hari dan keterbatasan pergerakan, sering diikuti oleh kretipus,

kekakuan sendi dan juga pembesaran sendi.

Strategi :

Fokus utama manajemen OA adalah manajemen nyeri dan perbaikan mobilitas, bila

nyeri sudah dapatg ditoleransi, maka fokus manajemen keperawatan adalah

mengembalikan fungsi mobilitas pasien.

Jawaban : A

9. Seorang perempuan berusia 46 tahun dirawat diruang penyakit dalam DHF. Hasil

pengkajian pasien mengggeluh lemah, terdapat petekie pada kedua lengan, ndan kedua

ekstremitas terasa dingin dan suhu 36°C. Hasil pemeriksaan laboratorium HB 18 mg/dl,

Hematoktrit 50%, trombosit 45.000/mm³.

Apakah masalah keperawatan yang utama pada kasus tersebut?

A. Risiko syok
B. hipertermia

C. risiko pendarahan

D. intoleransi aktifitas

E. gangguan integritas kulit

Pembahasan :

Infeksi virus dengue akan menyebabkan terjadinya peningkatan permeabilitas dinding

pemluh darah dan merembesnya cairan ke ekstravaskular. Petekie dan trombositopenia

( 150.000/mm³ - 450.000/mm³ ) merupakan tanda adanya pendarahan pada pasien

DHF. Pada kasus diatas perlu diwaspadai adanya kebocoran plasma dengan

meningkatnya Hb yaitu 18 mg/dl ( 13-15 mg/dl ) dan peningkatan hematokrit yaitu 50%

( 37% - 47% ) yang dapat menyebabkan kondisi hipovolemia dan syok.

Strategi :

Hipertermi terjadi 2 – 7 hari biasanya bifasik, pada kasus suhu tidak begitu tinggi

sehingga tidak menjadi prioritas. Pada pasien sudah terjadi pendarahan dengan adanya

petekie dan trombosit 45.000/mm³. Petekie tidak mendukung masalah gangguan

integritas kulit.

Jawaban : A

10. Seorang laki –laki berusia 45 tahun dirawat diruang penyakit dalam dengan keluhan

diare kronis sejak sebulan yang lalu. Pasien mempunyai riwayat HIV, mengalami

penurunan BB 18 kg dalam 4 bulan terakhir. Hasil pengkajian turgor kulit tidak elastic,

membrane mukosa kering,urin output menurun, konsentrasi menurun.

Apakah masalah keperawatan prioritas pada pasien tersebut?

A. ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


B. kerusakan integritas kulit

C. deficit volume cairan tubuh

D. hambatan memori

E. diare

Pembahasan :

Diare adalah salah satu infeksi oprtunistik dari penderita HIV, diare menyebabkan

keluarnya cairan dan elektrolit berlebih sehingga pasien akan mengalami kekurangan /

defisiensi cairan dan elektrolit. Pada kasus ini sangat terlihat pasien mengalami

defisiensi cairan, hal ini didukung dengan adanya turgor kulit tidak elastic, membrane

mukosa kering , urin output menurun, konsentrasi menurun.

Strategi :

Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh kerusakan integritas kuli.

Hambatan memori perlu data dukung lainnya. Diare pasa pasien terjadi sejak 1 bulan

yang lalu sehingga menyebabkan kondisi kekurangan volume cairan pada pasien yang

didukung dengan adanya data turgor kulit tidak elastic, membrane mukosa kering,

output menurun, konsentrasi menurun.

Jawaban : C

11. Seorang laki – laki berusia 60 tahun, datang ke polik linik mata dengan keluhan

padangan mata sebelah kanan kabur. Hasil pengkajian: Visus 4/6, TIO 27 mmHg, lensa

tampak keruh, tampak gelisah, pasien tampak berhati – hati berjalan, TD 150/100 mmHg,

frekuensi nadi 80x/menit, frekuensi napas, 20x/menit, suhu : 37°C, 20x/menit.


Apakah masalah keperawatan utama pada kasus tersebut?

A. cemas

B. nyeri akut

C. risiko cedera

D. hambatan mobilitas fisk

E. gangguan persepsi sensori

Pembahasan :

Masalah pasien pada kasus tersebut yang paling utama adalah penglihatan kabur atau

terjadinya kehilangan ketejaman penglihatan.

Strategi :

Pada pasien dengan gangguan penglihatan kemungkinan mengalami gangguan persepsi

sensorik: visiual dan risiko cedera. Risiko cedera lebih difokuskan pada lingkungan yang

rentan menimbulkan cedera saat pasien berdaptasi.

Jawaban: E

4.1.13 Contoh Soal Intervensi/ Implementasi dan Pembahasan

1. Seorang laki – laki berusia 56 tahun dirawat di ruang penyakit dalam dengan

Pneumonia. Hasil pengkajian fisik, ireguler dan terlihat penggunaan otot bantu

pernapasan. Perawat sudah melakukan tindakan nebulisasi menggunakan ekspektoran,

namun sekretnya masih sulit dikeluarkan. Terpasang oksigen nasal 3 liter/menit.

Apakah tindakan perawat selanjutnya?

A. mengatur posisi semiflower

B. melakukan fisioterapi dada

C. melakukan auskulturasi paru


D. menganjurkan batuk efektif

E. menganjurkan untuk tarik napas dalam

Pembahasan :

Pneumonia merupakan proses inflamasi pada parenkim paru yang ditandai

dengan demam, sesak, batuk dan produksi sputum yang berlebihan

menyebabkan sulit untuk menjaga kepatenan jalan napas. Fisioterapi dada

merupakan salah rangkaian tindakan keperawatan yang terdiri atas postural

drainage, clapping, dan vibration, tindakan tersebut untuk meningkatkan

turbulensi dan kecepatan ekshalasi udara sehingga sekret dapat bergerak dan

mencegah terkumpulnya serta mempercepat pengeluaran sekret.

Strategi :

Kata kunci pada kasus adalah sudah dilakukan tindakan nebulisasi, namun

sekretnya masih sulit dikeluarkan, sehingga tindakan selanjutnya yang tepat

adalah melakukan fisioterapi dada.

Jawaban : B

2. Seorang laki – laki berusia 56 tahun dirawat diruang penyakit dalam dengan PPOK

(Penyakit Paru Obstruktif Kronik ). Hasil pengkajian pasien mengeluh sesak dan kelelahan,

batuk berdahak, terdapat ronkhi di bagian medial dan basal paru kanan. TD 130/80 mmHg,

Frekuensi nadi 90x/menit, frekuensi napas 30x/menit, suhu 37,5°C, saturasi oksigen 96%.

Saat ini pasien sudah mendapatkan terapi oksigen 3 liter/menit.

Apakah intervensi keperawatan utama pada kasus tersebut?

A. beri oksigen dengan masker 6 liter/menit

B. kolaborasi pemberian bronkodilator


C. lakukan fisioterapi dada

D. posisikan semiflower

E. ajarkan batuk efektif

Pembahasan :

PPOK Merupakan penyakit yang ditandai dengan adanya hambatan aliran udara di

saluran nafas, gejala klinis yang sering terjadi adalah peningkatan sputum karena proses

inflamasi. Sputum yang sulit dikeluarkan menyebabkan terjadinya sesak nafas, sehingga

masalah keperawatan utama pada pasien diatas adalah ketidakefektifan kebersihan jalan

nafas. Fisioterapi dada yang terdiri dari postural drainage, clapping, dan vibration,

merupakan tindakan untuk meningkatkan turbulensi dan kecepatan ekshalasi udara

sehingga sekret dapat bergerak mencegah terkumpulnya sekret dan mempercepat

pengeluaran sekret.

Strategi :

Pemberian oksigen 6 liter/menit belum diperlukan karena nilai saturasi oksigen normal.

Pemberian bronkodilator dapat dilakukan sebagai intervensi kolaboratif. Memberikan

posisi semiflower hanya meningkatkan ekspansi paru dan menurunkan keluhan sesak

pada pasien. Batuk efektif kurang tepat dilakukan pada pasien yang mengalami kelelahan

karena tidak dapat menggunakan otot abdomen dalam memberikan tekanan atau “force”

pada saat batuk efektif. Pilihan paling tepat dan efektif melakukan fisioterapi dada.

Jawaban : C

3. Seorang perempuan berusia 55 tahun terpasang Chest Tube yang disambungkan ke

Water Seal Drainage(WSD ) dengan system 2 botol. Saat pasien bergerak, tiba – tiba

selang tertarik sehimngga botol ke-2 tergelincir dan menyebabkan botol tersebut pecah.

Apakah tindakan awal yang harus dilakukan perawat?

A. sambungkan kembali kebotol yang utuh

B. klem selang yang dekat dari dada


C. lepaskan selang dari dada

D. bersihkan pecahan botol

E. ganti dengan botol baru

Pembahasan :

Pemasangan WSD dengan system 2 botol efektif pada pasien efusi pleura atau

hydropneumothorax. Botol pertama sebagai botol penampung drainage dan botol kedua

bekerja sebagai water seal. Botol kedua berfungsi untuk menghindari udara masuk ke

dalam pleura kembali sehingga tekanan intra pleura dalam kondisi stabil. Tindakan yang

harus segera dilakukan untuk menghindari perubahan tekanan intrapleural akibat

masuknya udara atmosfer ke dalam pleura maka segara lakukan klem selang (chest tube )

yang dekat dengan dada ( pleura ). Tindakan yang lainnya dalam pilihan diatas akan

menimbulkan resiko darurat peningkatan intrapleural atau kolaps paru akibat perubahan

tekanan masuknya udara atmosfer ke dalam rongga pleura.

Strategi :

Pilihan jawaban yang lain merupakan bukan tindakan aman dan tepat karena

kemungkinan udara dapat masuk kedalam pleura kembali.

Jawaban : B

4. Seorang laki – laki berusia 45 tahun datang ke poliklinik paru. Saat ini sedang menjalani

program pengobatan TB (tuberculosis). Pasien memiliki riwayat buruk perokok aktif dan

suka meludah sembarangan. Sebagai upaya preventif, perawat memotivasi pasien

untuk berhenti merokok dan membuang ludah pada tempat yang sudah di sediakandi

rumah mengingat pasien saat ini tinggal bersama dengan anak perempuannya yang

sedang hamil dan memiliki anak balita.


Apakah prinsip etik yang diterapkan oleh perawat tersebut?

A. Non-maleficence

B. Confidentiality

C. Beneficence

D. Autonomy

E. Fidelity

Pembahasan :

Etik memberikan pertimbangan kepada perawat untuk memilih perilaku sesuai dengan

prinsip ( putusan ) moral atau prinsip kebijakan atau prinsip kebaikan bagi pasein.

Pengertian Etik yaitu memfokuskan pada nilai ( value ) dan moral manusia yang

berkenaan dengan tindakan manusia. Pada kasus diatas, etik yang diterapkan oleh

perawat yaitu beneficence. Perawatan mempertimbangkan tindakan yang memberikan

kebaikan bagi pasein yaitu mencegah perburukan akibat rokok dan mencegah

penyebaran dan penularan tuberculosis kepada anggota keluarga pasien.

You might also like