You are on page 1of 18
SASARAN KESELAMATAN PASIEN (SKP) GAMBARAN UMUM Bab ini membahas Sasaran Keselamatan Pasien yang wajib diterapkan di semua rumah sakit yang diakreditasi cleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan sasaran ini mengacu ke- pada Nine Life-Saving, Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety (2007) yang digu- nakan juga oleh Pemerin 3h. Maksud dan tujuan Sasaran Kese'amatan Pasien adalah untuk mendorong rumah sakit agar melakukan perbaikan spesifik dalarn keselamatan pasien. Sasaran ini menyoroti bagian- bagian yang bermasalah dalam pelayanan rumah sakit dan menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus para ahli atas permasalahan ini. Sistem yang baik akan berdampak pada peningkatan mutu pelayanan rumah sakit dan keselamatan pasien. SASARAN 1 : MENGIDENTIFIKAS! PASIEN DENGAN BENAR Standar SKP 1 Rumah sakit menetapkan regulasi untuk menjamin ketepatan (akurasi) identifikasi pasien Maksud dan Tujuan SKP 1 Kesalahan identifikasi pasien dapat terjadi di semua aspek diagnosis dan tindakan. Keadaan yang dapat membuat identifikasi tidak benar adalah jika pasien dalam keadaan terbius, mengalami disorientasi, tidak sepenuhnya sadar, dalam keadaan koma, saat pasien berpindah tempat tidur, berpindah kamar tidur, berpindah lokasi di dalam lingkungan rumah sakit, terjadi disfungsi sensoris, lupa identitas diri, atau mengalami situasi lainnya. Ada 2 (dua) maksud dan tujuan standar ini: pertama, memastikan ketepatan pasien yang akan menerima layanan atau tindakan dan kedua, untuk menyelaraskan layanan atau tindakan yang dibutuhkan oleh pasien. Proses identifikasi yang digunakan di rumah sakit mengharuskan terdapat paling sedikit 2 (dua) dari 4 (empat) bentuk identifikasi, yaitu nama pasien, tanggal lahir, nomor rekam medik, nomor induk kependudukan atau bentuk lainnya (misalnya, barcode/QR code). Nomor kamar pasien tidak dapat digunakan untuk identifikasi pasien. Dua (2) bentuk identifikasi ini digunakan di semua area layanan rumah sakit seperti di rawat jalan, rawat inap, unit darurat, kamar operasi, unit layanan diagnostik, dan lainnya. Dua (2) bentuk identifikasi harus dilakukan dalam setiap keadaan terkait intervensi kepada pasien. Misalnya, identifikasi pasien dilakukan sebelum memberikan radioterapi, menerima cairan intravena, hemodialisis, pengambilan darah atau pengambilan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis, katerisasi jantung, prosedur radiologi diagnostik, dan identifikasi terhadap pasien koma. Elemen Penilaian SKP1 Telusur 1. Ada regulasi yang mengatur pelak- sanaan iden\ kasi pasien. (R) Regulasi tentang pelaksanaan identifikasi pasien 2. Identifikasi pasien dilakukan dengan meng- gunakan minimal 2 (dua) identitas dan tidak boleh menggunakan nomor kamar pasien atau loka- si pasien dirawat sesuai dengan regulasi rumah sakit. (D,O,W) Bukti pelaksanaan tentang identitas pasien pada semua berkas rekam medis, identitas pasien tercetak dengan minimal menggunakan 2 (dua) dari 4 (empat) identitas: 1) nama pasien sesuai KTP-el 2) tanggal lahir 3) nomor rekam medis 4) nomor induk kependudukan Lihat pelaksanaan identitas pasien pada label obat, rekam medis, resep, makanan, spesimen, permintaan dan hasil laboratorium/radiologi ¢ Staf unit pelayanan © Staf klinis © Pasien/keluarga 3. Identifikasi pasien dilakukan sebelum dilaku- kan tindakan, prosedur diag- nostik, dan tera- peutik. (0,W,S) Lihat pelaksanaan identifikasi sebelum tindakan, prosedur diagnostik dan terapeutik. Identifikasi minimal menggunakan 2 (dua) identitas dari 4 (empat) identitas pasien, identifikasi dilakukan secara verbal atau visual © Staf klinis © Pasien/keluarga Peragaan pelaksanaan identifikasi pasien 4. Pasien diidenti- fikasi sebelum pemberian obat, darah, produk darah, pengam- bilan spesimen, dan pemberian diet (lihat juga PKPO 6.1; PAP 3.3 EP 2; AP 5.7; PAP 4 EP S;). (O,W,S) Lihat pelaksanaan identifikasi sebelum pemberian obat, darah, produk darah, pengambilan spesimen, dan pemberian diet ©. Staf Klinis © Pasien/Keluarga Peragaan pelaksanaan identifikasi pasien Skor 10 | TL | 0 TT 10--|:-TL 5 Ts 0 TT 10 | TL 5 Ts 0 TT Wi 5 TS 0 TT: 5. Pasien diiden- © | Lihat pelaksanaan identifikasi sebelum 10 | TL tifikasi sebe- pemberian radioterapi, menerima cairan lum pembe- intravena, hemodialisis, pengambilan darah atau ws rian radioterapi, pengambilan spesimen lain, katerisasi jantung, o | tT menerima cairan prosedur radiologi diagnostik, dan pasien koma intravena, hemo- dialisis, pengam- | w |e staf klinis bilan darah atau © Pasien/keluarga pengambilan spesimen lain un-| ¢ | peragaan pelaksanaan identifikasi pasien tuk pemeriksaan klinis, katerisasi jantung, prose- dur radiologi diagnostik, dan identifikasi terha- dap pasien koma. (O.M,S) _| SASARAN 2 : MENINGKATKAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF Standar SKP 2 Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses meningkatkan efektivitas komunikasi verbal dan atau komunikasi melalui telpon antar profesional pemberi asuhan (PPA). Maksud dan Tujuan SKP 2 sampai SKP 2.2 Komunikasi dianggap efektif bila tepat waktu, akurat, lengkap, tidak mendua (ambiguous), dan diterima oleh penerima informasi yang bertujuan mengurangi kesalahan-kesalahan dan meningkatkan keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk verbal, elektronik, atau tertulis. Komunikasi yang jelek dapat membahayakan pasien. Komunikasi yang rentan terjadi kesalahan adalah saat perintah lisan atau perintah melalui telepon, komunikasi verbal, saat menyampaikan hasil pemeriksaan kritis yang harus disampaikan lewat telpon. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan aksen dan dialek. Pengucapan juga dapat menyulitkan penerima perintah untuk memahami perintah yang diberikan. Misalnya, nama-nama obat yang rupa dan ucapannya mirip (ook alike, sound alike), seperti phenobarbital dan phentobarbital, serta lainnya. Pelaporan hasil pemeriksaaan diagnostik kritis juga merupakan salah satu isu keselamatan pasien, Pemeriksaan diagnostik kritis termasuk, tetapi tidak terbatas pada a) pemeriksaaan laboratorium; b) _pemeriksaan radiologi; c)_pemeriksaan kedokteran nuklir; d) prosedur ultrasonografi; e) magnetic resonance imaging; f) _diagnostik jantung; g) pemeriksaaan diagnostik yang dilakukan di tempat tidur pasien, seperti hasil tanda-tanda vital, portable radiographs, bedside ultrasound, atau transesophageal echocardiograms. Hasil yang diperoleh dan berada di luar rentang angka normal secara mencolok akan menunjukkan keadaan yang berisiko tinggi atau mengancam jiwa. Sistem pelaporan formal yang dapat menunjukkan dengan jelas bagaimana nilai kritis hasil pemeriksaaan diagnostik dikomunikasikan kepada staf medis dan informiasi tersebut terdokumentasi untuk mengurangi risiko bagi pasien. Tiap-tiap unit menetapkan nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostiknya. Untuk melakukan komunikasi secara verbal atau melalui telpon dengan aman dilakukan hal-hal sebagai. berikut: 1) pemesanaan obat atau permintaan obat secara verbal sebaiknya dihindari; 2) dalam keadaan darurat karena komunikasi secara tertulis atau komunikasi elektronik tidak mungkin dilakukan maka harus ditetapkan panduannya meliputi permintaan pemeriksaan, penerimaan hasil pemeriksaaan dalam keadaan darurat, identifikasi dan penetapan nilai kritis, hasil pemeriksaaan diagnostik, serta kepada siapa dan oleh siapa hasil pemeriksaaan kritis dilaporkan; 3) prosedur menerima perintah lisan atau lewat telpon meliputi penulisan secara lengkap permintaan atau hasil pemeriksaaan oleh penerima informasi, penerima membaca kembali permintaan atau hasil pemeriksaaan, dan pengirim memberi konfirmasi atas apa yang telah ditulis secara akurat. Penggunaan singkatan-singkatan yang tidak ditetapkan oleh rumah sakit sering kali menimbulkan kesalahan komunikasi dan dapat berakibat fatal. Oleh karena itu, rumah sakit diminta memiliki daftar singkatan yang diperkenankan dan dilarang (lihat juga MIRM 12 EP 1). Serah terima asuhan pasien (hand over) di dalam rumah sakit terjadi: a) antar-PPA seperti antara staf medis dan staf medis, antara staf medis dan staf keperawatan atau dengan staf Klinis lainnya, atau antara PPA dan PPA lainnya pada saat pertukaran shift; b) antarberbagai tingkat layanan di dalam rumah sakit yang sama seperti jika pasien dipindah dari unit intensif ke unit perawatan atau dari unit darurat ke kamar operasi; dan c) dari unit rawat inap ke unit layanan diagnostik atau unit tindakan seperti radiologi atau unit terapi fisik. Gangguan komunikasi dapat terjadi saat dilakukan serah terima asuhan pasien yang dapat berakibatl kejadian yang tidak diharapkan (adverse event) atau kejadian sentinel. Komunikasi yang baik dan terstandar baik dengan pasien, keluarga pasien, dan pemberi layanan dapat | memperbaiki secara signifikan proses asuhan pasien. Elemen Penilaian SKP 2 Telusur 1. Ada regulasi ten- tang komunikasi efektif antar pro- fesional pemberi asuhan (lihat juga TKRS 3.2 EP 2). (R) Regulasi tentang komunikasi efektif antar profesional pemberi asuhan, sesuai MKE 1 EP 1 2. Ada bukti pelati- han komunikasi efektif antar pro- fesional pemberi asuhan. (D,W) Bukti pelaksanaan pelatihan tentang komunikasi efektif e DPIP © PPAlainnya ©. Staf klinis lainnya Pesan secara verbal atau ver- bal lewat telpon ditulis lengkap, dibaca ulang oleh penerima pesan, dan dikonfirmasi oleh pemberi pesan (lihat juga AP 5.3.2 EP 1,2 dan 3). (D,W,S) Bukti pelaksanaan tentang penyampaian pesan verbal atau lewat telpon. Lihat dengan cek silang dokumen penyampaian verbal lewat telepon dari sisi pemberi dan dari sisi penerima e DPIP © PPJA/Staf Perawat © Staf klinis lainnya Peragaan proses penerimaan pesan secara verbal atau verbal lewat telpon 4. Penyampaian hasil pemerik- saaan diagnostik secara verbal ditulis lengkap, dibaca ulang, dan dikonfirmasi oleh pemberi pesan secara lengkap. (D.W,S) Bukti hasil pemeriksaaan diagnostik secara verbal ditulis lengkap. Lihat dengan cek silang dokumen penyampaian verbal lewat telepon dari sisi pemberi dan dari sisi penerima © DPIP e PPJA/Staf Perawat ©. Staf klinis lainnya Peragaan penyampaian hasil pemeriksaan diagnostik Skor 10 | TL 0 TT a 5 TS 0 aie 10 } TL 5 TS O iB 16 7 TL 5 TS 0 1T Standar SKP 2.1 Rumah sakit menetapkan regulasi untuk proses pelaporan hasil pemeriksaaan diagnostik kritis. Elemen Penilaian SRP EA Telusur Skor 1. Rumah sakit R_| Regulasi tentang: 10 | TL menetapkan be- 1) penetapan besaran nilai kritis laboratorium/ saran nilai kritis tanda vital dan hasil pemeriksaan diagnostik pi. laboratorium/ kritis 0 +|7T tanda vital dan 2) penetapan siapa yang harus melaporkan dan hasil pemerik- siapa yang harus menerima saan diagnostik kritis (lihat juga AP 5.3.2 EP 1). (R) 2. Pelaksanaan D_ | Bukti pelaksanaan pelaporan dilaksanakan to | TL pelaporan dilak- sesuai regulasi termasuk staf yang melaporkan sanakan sesuai dan menerima laporan 2 regulasi (lihat ale juga AP 5.3.2). W |e DPIP (D,w,s) © PPJA/Staf perawat © Staf klinis lainnya s_ | Peragaan proses melaporkan nilai kritis laboratorium/tanda vital dan hasil pemeriksaan diagnostik kritis Standar SKP 2.2 Rumah sakit menetapkan dan melaksanakan proses komunikasi “Serah Terima” (hand over). Elemen Penilaian SKP 2.2 Telusur Skor 1. Ada bukti D_ | Bukti catatan pelaksanaan serah terima, to | TL catatan tentang ditandatangani oleh yang menyerahkan dan hal-hal kritikal yang menerima ie dikomunikasikan oft diantara profe- | w |e DpPJP sional pemberi © PPJA dan staf Perawat asuhan pada ©. Staf klinis lainnya waktu dilakukan serah terima pasien (hand over) (lihat juga MKE 5 EP 6). (ow) LL 2. Proses serah D | Bukti formulir serah terima, memuat alat, 10 TL terima pasien metode serah terima pasien (operan/hand over), (operan/hand bila mungkin melibatkan pasien/keluarga 5 | 75 over) menggu- olt nakan formulir W |e Dokter dan metode se- PPJA dan staf Perawat suai regulasi, bila © Staf klinis lainnya mungkin meli- batkan pasien/ keluarga. (DW) 3. Ada bukti di- D | Bukti tentang evaluasi catatan komunikasi 10 Tt lakukan evaluasi yang terjadi saat (operan/hand over) untuk tentang catatan memperbaiki proses 2 | komunikasi yang ain terjadiwaktu | w ]~ Dokter serah terima PPJA dan staf Perawat pasien (operan/ © Staf klinis lainnya hand over) untuk memperbaiki proses. (D,W) SASARAN 3: MENINGKATNYA KEAMANAN OBAT YANG PERLU DIWASPADAI (HIGH ALERT MEDICATIONS) Standar SKP 3 Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses meningkatkan keamanan terhadap obat-obat yang perlu diwaspadai. Maksud dan Tujuan SKP 3 dan SKP 3.1 Setiap obat jika salah penggunaannya dapat membahayakan pasien, bahkan bahayanya dapat menyebabkan kematian atau kecacatan pasien, terutama obat-obat yang perlu diwaspadai. Obat yang perlu diwaspadai adalah obat yang mengandung risiko yang meningkat bila kita salah menggunakan dan dapat menimbulkan kerugian besar pada pasien. Obat yang.perlu diwaspadai terdiri atas: © obat risiko tinggi, yaitu obat yang bila terjadi kesalahan (error) dapat menimbulkan kematian atau kecacatan seperti, insulin, heparin, atau kemoterapeutik; © obat yang nama, kemasan, label, penggunaan klinis tampak/kelihatan sama (look alike), bunyi ucapan sama (sound alike), seperti Xanax dan Zantac atau hydralazine dan hydroxyzine atau disebut juga nama obat rupa ucapan mirip (NORUM); elektrolit konsentrat: potasium fosfat dengan konsentrasi sama atau lebih besar dari 3 mmol/ml dan natrium klorida dengan konsentrasi lebih dari 0,9% dan magnesium sulfat dengan konsentrasi 50% atau lebih © elektrolit dengan konsentrasi tertentu: potasium klorida dengan konsentrasi 1 mEq/ml atau lebih dan magnesium sulfat dengan konsentrasi 20%, 40%, atau lebih. ‘Ada banyak obat yang termasuk dalam kelompok NORUM. Nama-nama yang membingungkan ini umumnya menjadi sebab terjadi medication error di seluruh dunia. Penyebab hal ini adalah 1) pengetahuan tentang nama obat yang tidak memadai; 2) ada produk baru; 3) _kemasan dan label sama; 4) _indikasi klinis sama; 5) bentuk, dosis, dan aturan pakai sama; 6) _terjadi salah pengertian waktu memberikan perintah. Daftar obat yang perlu diwaspadai (high alert medication) tersedia di berbagai organisasi kesehatan seperti the World Health Organization (WHO) dan Institute for Safe Heatth Medication Practices (ISMP), di berbagai kepustakaan, serta pengalaman rumah sakit dalam hal KTD atau kejadian sentinel. Kesalahan dapat terjadi jika petugas tidak memperoleh orientasi cukup baik di unit perawatan pasien dan apabila perawat tidak memperoleh orientasi cukup atau saat keadaan darurat. Cara paling efektif untuk mengurangi atau menghilangkan kejadian ini adalah dengan menetapkan proses untuk mengelola obat yang perlu diwaspadai (high alert medication) dan memindahkan elektrolit konsentrat dari area layanan perawatan pasien ke unit farmasi (lihat juga PKPO 3.2). Rumah sakit membuat daftar semua obat high alert dengan menggunakan informasi atau data yang terkait penggunaan obat di dalam rumah sakit, data tentang “kejadian yang tidak diharapkan” (adverse event) atau “kejadian nyaris cedera” (near miss) termasuk risiko terjadi salah pengertian tentang Nama Obat Rupa Ucapan Mirip (NORUM). Informasi dari kepustakaan seperti dari Institute for Safe Medication Practices (ISMP), Kementerian Kesehatan, dan lainnya. Obat-obat ini dikelola sedemikian rupa untuk menghindari kekuranghati-hatian dalam menyimpan, menata, dan menggunakannya termasuk administrasinya, contoh dengan memberi label atau petunjuk tentang cara menggunakan obat dengan benar pada obat-obat high alert. Untuk meningkatkan keamanan obat yang perlu diwaspadai, rumah sakit perlu menetapkan risiko spesifik dari setiap obat dengan tetap memperhatikan aspek peresepan, menyimpan, menyiapkan, mencatat, menggunakan, serta monitoringnya. Obat high alert harus disimpan di instalasi farmasi. Bila rumah sakit ingin menyimpan di luar lokasi tersebut, disarankan disimpan di unit/depo farmasi yang berada di bawah tanggung jawab apoteker. Elemen Penilaian SKP 3 Telusur Skor 1. Ada regulasiten- | R | Regulasi tentang obat yang perlu di waspadai 10 | Th tang penyediaan, penyimpanan, a penataan, pe- o |t nyiapan, dan penggunaan obat yang perlu di waspadai (R) 2. Rumah sakit D_ | Bukti pelaksanaan tentang penyediaan, 10 | TL mengimplemen- penyimpanan, penataan, penyiapan, dan tasikan regulasi penggunaan obat yang perlu diwaspadai 5 ws yang telah dibuat o}t (DW) W |e Apoteker/TTK ¢ PPJA dan staf perawat © Staf klinis 3. Di rumah sakit D | Bukti tentang daftar obat yang perlu diwaspadai. | 10 | TL tersedia daftar semua obat yang | © | Lihat pelaksanaan penggunaan daftar obat di eis perlu diwaspa- unit terkait oli dai, yang disusun berdasar data wile ppa spesifik sesuai © Staf unit pelayanan (Apoteker/TTK) kebijakan dan e Staf Klinis prosedur (D,0,W) 4. Tempat pe- D_ | Bukti tentang daftar obat yang perlu diwaspadai | 10 | TL nyimpanan, pela- di tempat penyimpanan obat. belan, penyimpa- 5 TS nan obat yang © | Lihat pelaksanaan tempat penyimpanan obat o |r perlu diwaspa- yang perlu diwaspadai dai, termasuk obat “look-alike/ | w |» Ppa sound-alike” Staf unit pelayanan (Apoteker/TTK) semua diatur di tempat aman (D,0,w) Standar SKP 3.1 Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses mengelola penggunaan elektrolit konsentrat dan elektrolit dengan konsetrasi tertentu. Elemen Penilaian Telusur Skor SKP 3.1 1. Rumah sakit R_ | Regulasi tentang pengelolaan elektrolit to | TL menetapkan konsentrat dan elektrolit dengan konsetrasi regulasi untuk tertentu | melaksanakan 0 Tt proses mencegah kekurang hati- hatian dalam mengelola elek- trolit konsentrat dan elektrolit dengan konsetra- si tertentu. (R) 2, Elektrolit konsen-| D | Bukti tentang daftar elektrolit konsentrat dan | 10 | TL trat dan elektro- elektrolit dengan konsetrasi tertentu di semua lit dengan kon- tempat penyimpanan yang diperbolehkan i" setrasi tertentu ole hanya tersedia di} © | Lihat pelaksanaan tempat penyimpanan instalasi farmasi/ depo farmasi. w le PPA (D,0,w) e Staf unit pelayanan SASARAN 4 : TERLAKSANANYA PROSES TEPAT-LOKASI, TEPAT-PROSEDUR, TEPAT- PASIEN YANG MENJALANI TINDAKAN DAN PROSEDUR Standar SKP 4 Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses memastikan Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur dan Tepat-Pasien yang menjalani tindakan dan prosedur. Maksud dan Tujuan SKP 4 Salah-Lokasi, Salah-Prosedur, dan Salah-Pasien yang menjalani tindakan serta prosedur merupakan kejadian sangat mengkhawatirkan dan dapat terjadi. Kesalahan ini terjadi antara lain akibat 1) komunikasi yang tidak efektif dan tidak adekuat antaranggota tim; 2) tidak ada keterlibatan pasien untuk memastikan ketepatan lokasi operasi dan tidak ada prosedur untuk verifikasi; 3) asesmen pasien tidak lengkap; 4) catatan rekam medik tidak lengkap; 5) budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antaranggota tim; 6) masalah yang terkait dengan tulisan yang tidak terbaca, tidak jelas, dan tidak lengkap; 7) penggunaan singkatan yang tidak terstandardisasi dan dilarang. Tindakan bedah dan prosedur invasif memuat semua prosedur investigasi dan atau lea penyakit serta kelainan dari tubuh manusia melalui mengiris, mengangkat, memindahkan, mengubah atau memasukkan alat laparaskopi/endoskopi ke dalam tubuh untuk keperluan diagnostik dan terapeutik. Rumah sakit harus menentukan area-area di dalam rumah sakit yang melakukan tindakan bedah dan prosedur invasif. Sebagai contoh, kateterisasi Jantung, radiologi intervensi, laparaskopi, endoskopi, pemeriksaan laboratorium, dan lainnya. Ketentuan rumah sakit tentang Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, dan Tepat-Pasien berlaku di semua area rumah sakit di lokasi tindakan bedah dan invasif dilakukan. Rumah sakit diminta untuk menetapkan prosedur yang seragam sebagai berikut: 1. beri tanda di tempat operasi; 2. dilakukan verifikasi praoperasi; 3. melakukan Time Out sebelum insisi kulit dimulai. Pemberian tanda di tempat dilakukan operasi atau prosedur invasif melibatkan pasien dan dilakukan dengan tanda yang tepat serta dapat dikenali. Tanda yang dipakai harus konsisten digunakan di semua tempat di rumah sakit, harus dilakukan oleh individu yang melakukan prosedur operasi, saat melakukan pasien sadar dan terjaga jika mungkin, serta harus masih terlihat jelas setelah pasien sadar. Pada semua kasus, lokasi tempat operasi harus diberi tanda, termasuk pada sisi lateral (laterality), daerah struktur multipel (multiple structure), jari tangan, jari kaki, lesi, atau tulang belakang. Tujuan proses verifikasi praoperasi adalah 1) memastikan ketepatan tempat, prosedur, dan pasien; 2) memastikan bahwa semua dokumen yang terkait, foto (imajing), dan hasil pemeriksaan yang relevan diberi label dengan benar dan tersaji; 3) ~memastikan tersedia peralatan medik khusus dan atau implan yang dibutuhkan. Beberapa elemen proses verifikasi praoperasi dapat dilakukan sebelum pasien tiba di tempat praoperasi, seperti memastikan dokumen, imajing, hasil pemeriksaaan, dokumen lain diberi label yang benar, dan memberi tanda di tempat (lokasi) operasi. Time-Out yang dilakukan sebelum dimulainya insisi kulit dengan semua anggota tim hadir dan memberi kesempatan untuk menyelesaikan pertanyaan yang belum terjawab atau ada hal yang meragukan yang perlu diselesaikan. Time-Out dilakukan di lokasi tempat dilakukan Operasi sesaat sebelum prosedur dimulai dan melibatkan semua anggota tim bedah. Rumah sakit harus menetapkan prosedur bagaimana proses Time-Out berlangsung. Salah-lokasi, salah-prosedur, dan salah-pasien operasi adalah kejadian yang meng- khawatirkan dan dapat terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk memverifikasi lokasi operasi. Di samping itu, juga asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antaranggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan penulisan di instruksi pengobatan/ resep yang tidak terbaca illegible handwriting), serta pemakaian singkatan yang tidak terstandarisasi atau yang dilarang merupakan faktor-faktor-yang sering terjadi. Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur yang efektif di dalam meminimalkan risiko ini. Kebijakan ini termasuk definisi tindakan operasi yang lengkap sesuai dengan cakupan pelayanan rumah sakit (lihat juga PAB 7). Kebijakan ini berlaku di setiap lokasi rumah sakit dimana prosedur ini dijalankan. Praktik berbasis bukti ini diuraikan dalam Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety terkini. Elemen Penilaian SKP 4 IE 1. Ada regulasiun- | R tuk melakukan penandaan lo- kasi operasi atau tindakan invasif (site marking). (R) Telusur Skor Regulasi tentang pelaksanaan penandaan lokasi | 10 operasi atau tindakan 0 TL LL 2. Ada buktirumah | D sakit meng- gunakan satu tanda ditempat | o sayatan operasi pertama atau tindakan inva- sif yang segera dapat dikenali dengan cepat sesuai kebijakan dan prosedur yang ditetapkan rumah sakit. (0,0) Bukti pelaksanaan tentang penandaan satu tanda yang seragam dan mudah dikenali Lihat form dan bukti penandaan 10 TL TS TT 3. Ada bukti bahwa | D penandaan lo- kasi operasi atau tindakan invasif (site marking) dilakukan oleh | o staf medis yang melakukan w operasi atau tindakan invasif dengan melibat- kan pasien bila mungkin. (D,0,W) Bukti pelaksanaan penandaan dilakukan oleh staf medis yang melakukan operasi atau tindakan invasif dengan melibatkan pasien bila mungkin Lihat pelaksanaan penandaan site marking © DPIP e Pasien/keluarga 10 TL TS Standar SKP 4.1 Rumah sakit melaksanakan prosedur bedah yang aman dengan menggunakan “surgical safety check list” (WHO Safety Checklist terkini) serta memastikan terlaksananya proses Time-out di kamar operasi_ sebelum operasi dimulai, untuk memastikan Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien yang menjalani tindakan dan prosedur. ee | Telusur sor 1. Ada regulasiten- | R | Regulasi tentang penggunaan surgical safety to] TL tang pengunaan check list untuk prosedur bedah aman “surgical safety a check list” (WHO 0 7 Safety Checklist terkini) untuk prosedur bedah aman. (R) 2, Sebelum operasi | D | Bukti pelaksanaan tentang form surgical safety | 10 7 TL atau tindakan check list invasif dilakukan, 5 | 1s rumah sakitme- | | Lihat form surgical safety check list untuk o [att nyediakan “check mencatat list“ atau proses lain untuk men- catat, apakah in- formed consent sudah benar dan lengkap, apakah tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien sudah terinden- tifikasi, apakah semua dokumen dan peralatan yang dibutuh- kan sudah siap tersedia dengan lengkap dan ber- fungsi dengan baik. (D,0) . Rumah sakit menggunakan Komponen Time- Out terdiri dari identifikasi Te- pat-Pasien,Tepat Prosedur dan tepat Lokasi, persetujuan atas operasi dan kon- firmasi bahwa proses verifikasi sudah lengkap dilakukan. (D,0,W,S) Bukti tentang hasil pelaksanaan Time-Out Lihat pelaksanaan Time -Out * DPIP ¢ Tim operasi Peragaan proses time-out 10 | TL . Rumah sakit menggunakan ketentuan yang sama tentang Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien, Jika operasi dilakukan, ter- masuk prosedur tindakan medis dan gigi, di luar kamar operasi. (0,0,w) Bukti pelaksanaan Time-Out di luar kamar operasi Lihat form terkait Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien PIP 10 | TL SASARAN 5: DIKURANGINYA RISIKO INFEKSI TERKAIT PELAYANAN KESEHATAN | Standar SKP 5 Rumah sakit menetapkan regulasi untuk menggunakan dan melaksanakan “evidence-based hand hygiene guidelines” untuk menurunkan risiko infeksi terkait layanan kesehatan. Maksud dan Tujuan SKP 5 Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan sebuah tantangan di lingkungan fasilitas kesehatan. Kenaikan angka infeksi terkait pelayanan kesehatan menjadi keprihatinan bagi Pasien dan petugas kesehatan. Secara umum, infeksi terkait pelayanan kesehatan terjadi di semua unit layanan kesehatan, termasuk infeksi saluran kencing disebabkan oleh kateter, infeksi pembuluh/aliran darah terkait pemasangan infus baik perifer maupun sentral, dan infeksi paru-paru terkait penggunaan ventilator. Upaya terpenting menghilangkan masalah infeksi ini dan infeksi lainnya adalah dengan menjaga kebersihan tangan melalui cuci tangan. Pedoman kebersihan tangan (hand hhygiene) tersedia dari World Health Organization (WHO). Rumah sakit mengadopsi pedoman kebersihan tangan (hand hygiene) dari WHO ini untuk dipublikasikan di seluruh Tumah sakit. Staf diberi pelatihan bagaimana melakukan cuci tangan dengan benar dan prosedur menggunakan sabun, disinfektan, serta handuk sekali pakai (towel), tersedia di lokasi sesuai dengan pedoman (lihat juga PPI 9). Elemen Penilaian SKPS Telusur Skor 1. Ada regulasi R_ | Regulasi tentang kebersihan tangan (hand to | tentang pedo- hygiene) man kebersihan tangan (hand olr hygiene) yang mengacu pada standar WHO terkini (lihat juga PPI9 EP 1). (R) 2. Rumah sakit D | Bukti pelaksanaan program kebersihan tangan 10 |} TL melaksanakan (hand hygiene) di seluruh rumah sakit program keber- sihan tangan Staf RS (hand hygiene) | oyT di seluruh rumah sakit sesuai regu- lasi (lihat juga PPI 9 EP 3). (D,W) 76 INSTRUMEN SURVEI STANDAR NASIONAL AKREDITAS! RUMAH SAKIT EDISI 1.1 3. Stafrumah sakit | O | Lihat pelaksanaan cuci tangan diseluruh rumah | 10 | TL dapat melaku- sakit kan cuci tangan 5 | Ts sesuai dengan w | staf Rs oli prosedur. (ihat juga PPI 9 EP 3). S| Peragaan cuci tangan (W,0,5) 4, Ada bukti staf | w |Staf RS 10 | 1 melaksanakan lima saat cuci © | Lihat pelaksanaan fasilitas untuk cuci tangan(1. | 5 | TS tangan. (W,O,S) ‘tempat tidur satu handrub), lihat kepatuhan staf | g | TT pada lima saat cuci tangan S_| Peragaan cuci tangan 5. Prosedur disin- | W | Staf RS 10 | TL feksi di rumah sakit dilakukan | © | Lihat pelaksanaan fasilitas untuk disinfeksidan | > | TS sesuai dengan pelaksanaan disinfeksi oft regulasi. (iat juga PPI EP 1 dan EP 3). (W,0) 6. Ada bukti rumah | D | Bukti pelaksanaan tentang evaluasi upaya a0 | TL sakit melak- menurunkan angka infeksi sanakan evaluasi 5 | terhadap upaya_| w |e Komite/Tim PMKP o |. menurunkan . PPI angka infeksi . terkait pelayanan . kesehatan (lihat juga PMKP 7 EP 3).(D,W) INSTRUMEN SURVEI STANDAR NASIONAL AKREDITAS! RUMAH SAKIT © EDISI 1.1 7 SASARAN 6 : MENGURANGI RISIKO CEDERA KARENA PASIEN JATUH ‘Standar SKP 6 Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses mengurangi risiko pasien jatuh. Maksud dan Tujuan SKP 6 Banyak cedera yang terjadi di unit rawat inap dan rawat jalan akibat pasien jatuh. Berbagai faktor yang meningkatkan risiko pasien jatuh antara lain: a) kondisi pasien; b) gangguan fungsional pasien (contoh gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan, atau perubahan status kognitif); ©) lokasi atau situasi lingkungan rumah sakit; d) riwayat jatuh pasien; e) konsumsi obat tertentu; f)_ konsumsi alkohol. Pasien yang pada asesmen awal dinyatakan berisiko rendah untuk jatuh dapat mendadak berubah menjadi berisiko tinggi. Hal ini disebabkan oleh operasi dan/atau anestesi, Perubahan mendadak kondisi pasien, serta penyesuaian pengobatan. Banyak pasien memerlukan asesmen selama dirawat inap di rumah sakit. Rumah sakit harus menetapkan kriteria untuk identifikasi pasien yang dianggap berisiko tinggi jatuh. Contoh situasional risiko adalah jika pasien yang datang ke unit rawat jalan dengan ambulans dari fasilitas rawat inap lainnya untuk pemeriksaan radiologi. Pasien ini berisiko jatuh waktu dipindah dari brankar ke meja periksa radiologi, atau waktu berubah posisi sewaktu berada di meja sempit tempat periksa radiologi. Lokasi spesifik dapat menyebabkan risiko jatuh bertambah karena layanan yang diberikan. Misalnya, terapi fisik (rawat jalan dan rawat inap) memiliki banyak peralatan spesifik digunakan pasien yang dapat menambah risiko pasien jatuh seperti parallel bars di unit rehabilitasi medik, freestanding staircases (tangga tanpa pegangan tangan, dan peralatan lain untuk latihan. Rumah sakit melakukan evaluasi tentang pasien jatuh dan melakukan upaya mengurangl risiko pasien jatuh, Rumah sakit membuat program untuk mengurangi pasien jatuh yang ‘meliputi manajemen risiko dan asesmen ulang secara berkala di populasi pasien dan atau lingkungan* tempat pelayanan dan asuhan itu diberikan. Rumah sakit harus bertanggung jawab untuk identifikasi lokasi (seperti unit terapi fisik), situasi (pasien datang dengan ambulans, transfer pasien dari kursi roda atau cart), tipe Pasien, serta gangguan fungsional pasien yang mungkin berisiko tinggi untuk jatuh. Rumah sakit menjalankan program pengurangan risiko jatuh dengan menetapkan regulasi yang sesuai dengan lingkungan dan fasilitas rumah sakit. Program ini mencakup monitoring terhadap kesengajaan dan atau ketidak-sengajaan dari kejadian jatuh. Misalnya, pembatasan gerak (restrain) atau pembatasan intake cairan. 78 INSTRUMEN SURVEI STANDAR NASIONAL AKREDITAS! RUMAH SAKIT EDISI 1.1 Elemen Penilaian | ie Telusur Skor 1. Ada regulasi yang Regulasi tentang mencegah pasien cedera 10 | 1 mengatur ten- karena jatuh ‘tang mencegah 5 | Ts pasien cedera oli karena jatuh. (R) 2. Rumah sakit Bukti dalam rekam medis tentang pelaksanaan | 10 | TL melaksanakan asesmen awal dapat berupa asesmen cepat suatu proses (rapid assessment) risiko jatuh untuk pasien 5 | 75 asesmen awal gawat darurat dan rawat jalan serta dilakukan o | tt risiko jatuh asesmen lanjutan bila pasien akan masuk rawat untuk pasien inap gawat darurat dan rawat jalan Lihat pelaksanaan asesmen cepat (rapid dengan kondisi, assessment) risiko jatuh untuk pasien gawat diagnosis, lo-_ darurat dan rawat jalan serta pelaksanaan kasi terindikasi era ring asesmen lanjutan bila pasien akan masuk rawat berisiko tinggi inap jatuh sesuai regu- lasi (lihat juga AP >; mR 1.4.2). (0,0) o_Staf klinis 3. Rumah sakit Bukti dalam rekam medis tentang pelaksanaan | 10 | TL melaksanakan asesmen awal dan asesmen ulang risiko jatuh proses asesmen 5 8 awal dan ases- . ola men ulang dari . pasien rawat inap yang ber- dasar catatan teridentifikasi risiko jatuh (D,W) 4, Langkah-langkah Bukti pelaksanaan tentang langkah-langkah to | TL diadakan untuk untuk mengurangi risiko jatuh is larg mengurangi risiko jatuh bagi Lihat pelaksanaan langkah-langkah mengurangi | g | TT pasien dari risiko jatuh (manajemen jatuh) situasi dan lokasi yang menyebab- © PPA kan pasien jatuh © Staf klinis (0,0,w) *_Pasien/keluarga INSTRUMEN SURVE! STANDAR NASIONAL AKREDITASI RUMAH SAKIT « EDISI 1.1 79

You might also like