Professional Documents
Culture Documents
Khutbah Jumat
Khutbah Jumat
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, yang memerintahkan kita untuk terus bertakwa kepada-Nya.
Allah juga memerintahkan kita juga untuk menjaga lisan, dan itulah bentuk takwa. Takwa ini adalah bukti
bahwa kita telah mensyukuri nikmat-nikmat-Nya yang ada. Siapa yang bersyukur kepada Allah, maka Allah
akan terus menambahkan ia nikmat.
Pada hari Jumat penuh berkah ini, kita diperintahkan bershalawat kepada Nabi akhir zaman, Nabi kita
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, kepada keluarga, para sahabat, serta pengikut setia beliau hingga
akhir zaman.
Pada Jumat kali ini, kami akan terangkan mengenai dosa yang diperbuat oleh lisan kita yaitu dosa ghibah.
Secara bahasa ghibah berasal dari kata al-ightiyab, yang artinya tertutup, di mana sesuatu tertutup dari
pandangan.
Pengertian paling bagus tentang ghibah secara istilah adalah menyebut-nyebut aib tanpa orang lain yang
disebut itu ada (dzikrul ‘aibi bi zhahril ghaibi). Hal ini dinyatakan oleh Imam Al-Munawi rahimahullah.
Kata Imam Al-Ghazali rahimahullah dalam Ihya’ Al-‘Ulumuddin, sebab ghibah adalah:
Pertama: Untuk meredam marah lantas menyebut aib orang lain yang mengghibahnya.
Keempat: Orang yang mengghibah ingin berlepas diri dari aib dan ia menyatakan aib tersebut pada orang
lain serta menyebut lainnya sama dengannya.
Keenam: Hasad pada orang yang dipuji oleh orang lain dan akhirnya ia menyebut dirinya sendiri dengan
kebaikan.
Dikatakan dalam Majma’ Al-Anhar (2:552), segala sesuatu yang ada maksud untuk mengghibah termasuk
dalam ghibah dan hukumnya haram.
Imam Nawawi mengatakan dalam kitabnya Al-Adzkar, “Cara ghibah bisa jadi melakui lisan, tulisan, isyarat,
atau bermain isyarat dengan mata, tangan, kepala atau semisal itu.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyarankan pada Fatimah binti Qais radhiyallahu ‘anha untuk
menikah dengan Usamah, dibanding dengan dua laki-laki yang telah melamarnya yaitu Mu’awiyah dan Abu
Jahm. Beliau berkata pada Fatimah,
ْ َ َ ْ َ َ َ ُ ْ ُ َ َ َ َ ٌ ُ ْ ُ َ ُ َ َ ُ َّ َ َ َ َ ْ َ ُ َ َ ُ َ َ َ َ ْ َ ُ َ َّ َ
أما أبو جه ٍم فال يضع عصاه عن ُعات ِق ِه وأما مع ِاوية فصعلوك ال مال له ان ِك ِِح أسامة بن زي ٍد
ُ ْ ََ ْ َ ًْ َ
.ت ِب ِه يه خ ريا واغتبط ف ُ َف َن َك ْح ُت ُه َف َج َع َل ه.» ال « ْانكِح أ َس َام َة
اَلِل َ َف َكر ْه ُت ُه ُث َّم َق.»
ِ ِ ِ ِ ِ
“Abu Jahm itu biasa memukul istri. Sedangkan Mu’awiyah itu miskin (tidak punya banyak harta). Nikahlah
saja dengan Usamah bin Zaid.” Fatimah berkata, “Aku awalnya enggan.” Namun Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam tetap mengatakan, “Nikahlah dengan Usamah.” Akhirnya, aku memilih menikah dengan
Usamah, lantas Allah mengaruniakan dengan pernikahan tersebut kebaikan. Aku pun berbahagia dengan
pernikahan tersebut. (HR. Muslim, no. 1480).
Allah Ta’alaberfirman,
َالل ْغ َو َأ ْع َر ُضوا َع ْن ُه َو َق ُالوا َل َنا َأ ْع َم ُال َنا َو َل ُك ْم َأ ْع َم ُال ُك ْم َس َال ٌم َع َل ْي ُك ْم َال َن ْب َتغ ْال َجاهلي
ه
واعُ َوإ َذا َسم
ِِر ِي ِ ِ
“Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan
mereka berkata: “Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami
tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil.” (QS. Al-Qashash: 55)
Tinggalkan kita renungkan saja dunia politik saat ini, apakah termasuk nasihat ataukah ghibah ataukah
fitnah, apa kita mau terus-terusan habiskan waktu terjun di dalamnya jikalau itu maksiat? Silakan pikirkan!
Yang lebih baik kita perbuat saat ini adalah mendoakan baik untuk pemimpin-pemimpin kita. Moga kita
mendapatkan pemimpin yang shalih dan dapat terus memperjuangkan hak-hak kaum muslimin.
َ ي إ َّن ُه ُه َو
َ السم ْي ُع
الع ِل ْي ُم َ ْ الم ْسلم َ َأ ُق ْو ُل َق ْوَل َه َذا َو ْاس َت ْغف ُر
ُ هللا َل َو َل ُك ْم َول َسائر
ِ ر
ِ ِِ ِِ ِ ِي ِ ِي
Khutbah Kedua
Agama Islam dibawa mereka dengan cara damai dan terbuka, Islam rahmatan lilalamin. Masyarakat pribumi
terpesona dengan akhlak para pedagang yang sekaligus Dai ilallah. Mereka masuk Islam dengan suka rela,
padahal sebelumnya mereka tidak mengenal Tuhan, menyembah roh, bebatuan, pepohonan. Agama nenek
moyang kita dahulu dinamakan animisme dan dinamisme.
Dakwah Islam itu dilanjutkan oleh para auliyaaullah atau Wali Songo. Terutama di kawasan Jawa. Perlahan
Islam dianut oleh masyarakat di seluruh nusantara. Sampai akhirnya Islam menjadi agama mayoritas di
negeri ini.
Bahkan saat kolonialisme Barat menyerbu bumi nusantara, para pahlawan muslim-lah yang membebaskan
negeri ini dari penjajahan dengan pekikan lantang Takbir, Allaaahu Akbar. Islam masuk bumi nusantara ini
berkat sentuhan para Dai ilallah, dilanjutkan oleh para Wali Songo, dimerdekakan oleh para pahlawan
muslim. Sampai hari ini faktanya Indonesia menjadi Negara berpenduduk Muslim terbesar di seluruh dunia.
Pendidikan kita masih tambal sulam dan mahal, bahkan ada lembaga pendidikan Asing yang tidak bisa
disentuh oleh pemerintahan kita meski terjadi banyak pelecehan seksual terhadap anak-anak. Secara politik,
Indonesia masih belum mandiri dan masih disetir pihak Asing (lihatlah bagaimana kepentingan Asing itu
mendekati capres sekarang ini). Secara sosial di negeri ini masih terjadi ketimpangan juga tindak pidana
narkoba, sangat mengerikan. Keamanan sekarang ini pada titik nadir, banyak kriminalitas di sekitar kita.
Secara budaya, kita di jajah oleh budaya Barat yang mempertontonkan kehidupan materialisme dan
hedonisme atau serba boleh.
Tanggung jawab kita sebagai Muslim sekarang ini adalah melanjutkan dakwah para pendahulu kita, agar
negeri ini menjadi merdeka secara hakiki. Merdeka secara hakiki itu berarti masyarakatnya mampu
melaksanakan ibadah secara baik, mengenyam kesejahteraan dan kemakmuran, dan mendapatkan jaminan
stabilitas keamanan. Itulah yang dirasakan oleh bangsa Arab sampai saat ini. Allah swt berfirman:
“Karena kebiasaan orang-orang Quraisy. (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim
panas. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka’bah). Yang telah memberi
makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.” (QS.
Quraisy:1-4)
Pengalaman khatib saat studi di Mekah selama satu tahun. Di sana pendidikan gratis, fasilitas dipenuhi,
bahkan mendapatkan beasiswa bulanan dalam jumlah lumayan besar. Itu bagi mahasiswa asing, bagaimana
dengan mahasiswa pribumi, tentu mereka sekolah dan kuliah mendapatkan beasiswa yang besar. Kesehatan
di sana gratis dengan fasilitas maju. Infrastruktur bagus; jalanan lebar dan bagus., seperti jalan tol-nya kita
bahkan lebih bagus mereka, tapi tak berbayar.
Masyarakat mereka sejahtera. Padahal kekayaan mereka hanya minyak. Gunung mereka bebatuan. Tanah
mereka tandus. Lautan mereka tidak seberapa. Menuju Indonesia Berkah Hadirin sidang jum’ah -
rahimakumullah- Kita bangsa Indonesia ini kaya raya, memiliki segalanya. Tanah kita subur makmur;
tongkat dilempar menjadi tanaman.
Gunung kita emas, dieksploitasi sampai anak cucu kita tidak akan habis, seperti yang berada di Papua.
Gunung kita pepohonan lebat menjulang, itu berarti kertas dan kayu. Itu semua adalah duit. Lautan kita
banyak titik minyak juga jutaan spesies ikan. Minyak kita ada sekitar 150 titik dan yang baru dieksplorasi
60-an titik. Jutaan spesies ikan mestinya menjadikan para nelayan sejahtera, bukan setiap hari ikan-ikan kita
dicuri oleh Asing dengan kapal-kapal canggih. Indonesia lebih kaya dibandingkan Negara-negara Timur
Tengah, karena Allah sengaja menyiapkan bumi ini untuk hamba-hamba-Nya yang beriman. Allah swt.
berfirman:
ُورث ُ اها امن ايشااء إم ْن إع ابا إد إه او ْال اعاقإ ابةُ إل ْل ُمتَّقإينا إإ َّن األ ا ْر ا
ض إ ِّلِلإ ي إ
“Sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; diwariskannya kepada siapa yang dihendaki-Nya dari hamba-
hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-A’raf:128)
صا إلحُونا
َّ إي ال ُور إمن با ْع إد ال إذِّ ْك إر أ ا َّن ْاأل ا ْر ا
ض يا إرث ُ اها إعبااد ا َّ اولاقادْ اكت ا ْبناا فإي
الزب إ
“Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya
bumi ini diwarisi hamba-hamba-Ku yang saleh.” (QS. Al-Ambiya’:105)
Bumi nusantara ini dari Sabang sampai Merauke adalah milik Allah, diwariskan bagi hamba-hamba-Nya
yang Beriman, Shalih, dan Bertaqwa. Menuju Indonesia yang baldathun thayyibatun wa Rabbun Ghafuur.
Rakyat bisa sekolah dengan gratis sampai perguruan tinggi.
Rakyat bisa berobat tanpa dipungut biasa sepeserpun. Rakyat kita menikmati pembangunan fisik dan
infrastruktur dengan nyaman. Rakyat kita mendapatkan kesejahteraan dan kemakmuran. Rakyat kita
merasakan keamanan. Memilih Pemimpin Hadirin sidang jum’ah -rahimakumullah-
Dalam waktu dekat bangsa Indonesia akan menyelengarakan pemilu 2019, Saat itulah umat Islam wajib
menentukan pilihannya sebagai bentuk tanggung jawab dan peran melanjutkan dakwah yang sudah
dilakukan oleh para pendahulu kita.
Sebab, pemimpin baik calon legislatif, presiden maupun wakil presiden dengan pemerintahannya akan
menentukan nasib umat Islam dan bangsa ini.
BBM naik itu tergantung presiden, cabai naik itu tergantung presiden, narkoba dibasmi itu tergantung
presiden, perzinahan dibasmi itu tergantung presiden. Pendidikan gratis itu tergantung presiden, kesehatan
gratis itu tergantung presiden, infrastruktur bagus itu tergantung presiden.
Indonesia maju makmur sejahtera itu tergantung presiden dan tentu pemerintahannya serta didukung
parlemen. Umat Islam harus memilih pemimpin yang baik agamanya, jelas keberpihakannya pada umat
Islam, dan didukung oleh ormas dan parpol Islam.
Bukan memilih pemimpin yang tidak jelas agamanya, atau kelompok yang jelas-jelas memusuhi umat Islam,
seperti mereka yang telah menolak UU Pendidikan, UU Pornografi, UU Jaminan Halal, UU Perbankan
Islam dst. umat Islam harus memilih pemimpin yang lebih mendekati pada kriteria kepemimpinan dalam
Islam, yaitu Muslim, Mukmin, Shalih, dan Bertaqwa. Allah swt berfirman:
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada
mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa
mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’raf:96)
Memilih pemimpin tidak sekedar yang Muslim secara KTP saja, karena sepanjang perjalanan
kepemimpinan bangsa Indonesia ini selalu dipimpin oleh Muslim, tapi sampai saat ini bangsa ini masih
belum sesuai yang diharapkan bersama seperti yang saya uraikan di atas. Karena itu, kita tidak sekedar
memilih pemimpin yang Muslim, karena Allah swt pernah menolak klaim orang Arab badui yang mengaku
beriman. Allah swt berfirman:
“Orang-orang Arab Badui itu berkata: “Kami telah beriman”. Katakanlah: “Kamu belum beriman, tapi
katakanlah ´kami telah tunduk´, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu.
Dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat:14) Semoga umat Islam di
Indonesia melek politik. Politik adalah bagian dari agama. Politik bagian dari kehidupan umat Islam, satu
kesatuan tidak terpisahkan. Jangankan memilih presiden, makan saja Islam mengaturnya.
Jangankan politik, ke WC saja Islam mengaturnya. Jika yang remeh-temeh saja Islam memberi bimbingan,
maka hal yang besar dan menentukan nasib jutaan umat manusia, Islam jauh lebih memperhatikan dan
memberikan arahannya. Semoga negeri yang kita cintai ini menjadi negeri “baldatun thoyyibatun wa
Rabbun Ghafuur; negeri yang gemah ripah loh jinawi toto tentrem karto raharjo.” Aamiin
وتقبل مني ومنكم تَلوته إنه هو السميع العليم, ونفعني وإياكم بما فيه من األيات والذكر الحكيم,بارك هللا لي ولكم في القرأن العظيم
Sumber: https://www.dakwatuna.com/2014/05/23/51766/khutbah-jumat-tanggung-jawab-muslim-memilih-
pemimpin/#ixzz5IP1OT9Ej Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook