You are on page 1of 5

MASTITIS

Mastitis dan abses payudara merupakan peradangan payudara yang dapat atau tidak disertai
dengan infeksi. Mastitis terjadi pada saat seorang ibu sedang menyusui ataupun tidak menyusui.
Bila terjadi saat menyusui atau pada waktu berhenti menyusui disebut mastitis laktasi atau
mastitis puerperal. Mastitis terjadi selama 2-3 minggu post partum, tetapi dapat juga terjadi
selama masa laktasi.
I. Epidemiologi
Mastitis dan abses payudara terjadi pada semuampopulasi, dengan atau tanpa
kebiasaan menyusui. Pada insiden terjadi kira-kira 35% wanita menyusui. Mastitis sering
terjadi pada minggu kedua dan ketiga pasca kelahiran dan mastitis adapat terjadi pada
setiap tahap laktasi termasuk pada tahun kedua.
II. Klasifikasi dan penyebab
Mastitis terbagi menjadi 2 yaitu :
A. Mastitis laktasi
1. Penyebab utama yaitu produksi ASI yang tidak dikeluarkan akibat beberapa
sebab diantaranya obstruksi ductus, frekuensi dan lamanya pemberian yang
kurang, isapan bayi yang tidak kuat, produksi ASI berlebih, dan rasa sakit waktu
menyusui. ASI yang tidak dikeluarkan merupakan media untuk penumbuhan
bakteri. Thomsen (1984), menghitung leukosit dan jumlah bakteri pad ASI yang
dikeluarkan dari penderita mastitis dan diklasifikasikan menjadi 3 kelompok :
a. ASI yang tidak keluar, didapatkan <106 leukosit dan <103, akan membaik
dengan pengeluaran ASI.
b. Inflamasi non infeksi, didapatkan >106 leukosit dan <103, dan diterapi
dengan pengeluaran ASI.
c. Infectious mastitis didapatkan >106 leukosit dan >103 bakteri, dan diterapi
dengan pengeluaran ASI dan pemberian antibiotic sistemik.
2. Penyebab lain yaitu infeksi. Infeksi yaitu masuknya kuman kedalam payudara
melalui ductus ke lobules atau melalui palus hematogen atau dari fissure putting
ke system limfatik periduktal. Kuman yang sering ditemukan Staphylococcus
aureus, Staphylococcus albus, E.Coli dan Streptococcus.
3. Factor predisposisi penyebab mastitis :
a. Usia : perempuan dengan usia 21-35 lebih mungkin untuk timbul mastitis
b. Kehamilan : anak pertama pemicu lebih besar terjadi mastitis
c. Mastitis sebelumnya : mastitis memiliki resiko terjadi secara berulang
d. Komplikasi melahirkan : pengeluaran ASI yang terlambat
e. Nutrisi : resiko pada pasien dengan diet tinggi lemak, tinggi garam, dan
anemia. Sedangkan antioksidan, selenium, vitamin A, vitamin E mengurangi
resiko mastitis.
f. Stress dan kelelahan
g. Trauma
4. Gejala Klinis
Engorgement (pembengkakan) : payudara dapat terasa penuh akibat ASI
tidak dapat keluar , yang menyebabkan tekanan pada aliran vena, aliran
limfatik dan aliran ASI, ini salah satu yang menyebabkan payudara terasa
bengkak, gambaran klinisnya :
a. Payudara terasa berat, panas, dan keras, tidak mengkilat dan
kemerahan. Kadang ASI keluar secara spontan  memudahkan bayi
unuk mengeluarkan ASI.
b. Payudara membesar, bengkak dan sakit, mengkilat/edema dan
kemerahan, putting datar, ASI susah keluar dan kadang disertai
demam  menyulitkan bayi untuk mengeluarkan ASI.
c. Obstruksi ductus menyebabkan galaktokel berupa kista yang berisi
ASI. Cairan ini pertama encer kemudian menjadi kental, dan bila
ditekan akan keluar cairan ASI dan akan terisi kembali setelah
beberapa hari.
d. Mastitis subklinis ditandai dengan adanya peningkatan rasio antara
Na/K didalam ASI dan peningkatan IL-8 tanpa disertai gejala mastitis,
menandakan adanya respon inflamasi.
e. Mastitis infeksius, dapat diketahui dengan menghitung jumlah bakteri
f. Mastitis rekuren, terjadi karena keterlambatan atau tidak adekuatnya
penanganan mastitis sebelumnya atau cara pemberian ASI yang tidak
benar.
g. Abses payudara : payudara kemerahan, sakit, panas, dan edema pada
jaringan sekitarnya.
B. Mastitis Non Laktasi
Bila ASI tidak dikeluarkan dari sebagian atau seluruh payudara, produksi ASI
melambat dan akhirnya berhenti. Tetapi proses ini membutuhkan waktuu beberapa
hari dan tidak akan selesei dalam waktu 2-3 minggu dan akumulasi ASI dapat
menyebabkan respons peradangan.
1. Infeksi periareola : terjadi pada perempuan perokok. Gejala yang timbul :
inflamasi pada daerah periareola dengan tanpa massa, abses periareola , retraksi
putting. Dapat dilakukan pengangkatan dari ductus yang terinfeksi.
2. Mammary ductus fisula : terjadi akibat insisi dan drainase dari abses payudara
nonlaktsi sehingga terjadi fisula. Terapinya dengan eksisi fistula dan ductus yang
terlihat kemudian ditutup dengan luka primer.
3. Peripheral nonlactational breast abses : sering terjadi pada perempuan muda ,
dan dapat disertai penyakit lain seperti DM, rheumatoid arthritis, terapi steroid
maupun trauma.
4. Selulitis dengan atau tanpa abses : terjadi pada perempuan dengan overweight,
payudara besar, pernah operasi atau radiasi pada payudara. Lokasi tersering
terjadi pada kulit payudara bagian bawah atau lipatan mamari. Terapinya dengan
eksisi kulit yang terlihat.
5. Tuberculosis : kuman ini dapat mengenai payudara berjalan dari kelenjar getah
bening aksila, kelenjar getah bening leher, ataupun kelejar getah bening
mediastinum, atau dari tulang iga. Terapinya menggunakan eksisi dan obat TBC.
6. Abses factital : sering terjadi pada pasien dengan memiliki masalah/gangguan
pada kejiwaan
7. Granulomatous lobular mastitis : berupa masa multiple, lunak, nyeri, dan
berbentuk mikroabses pada lobus payudara. Kuman penyebabnya
corynobacterium. Terapinya dengan antibiotic.
III. Penegakkan diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis kelainan yang terjadi di payudara diperlukan beberapa
pemeriksaan yaitu: Pemeriksaan fisik, pemeriksaan imaging (ultrasonografi dan
mamografi). Pemeriksaan sel dan jaringan yaitu pemeriksaan sitology dengan Fine
Needele Aspiration Diopsy (FNAB) atau pemeriksaan histopatologi dari specimen biopsi
atau operasi.
A. Anamnesis
Keluhan utama penderita dapat berupa massa tumor di payudara, rasa sakit, cairan
dari puting susu, retraksi puting susu, adanya eksem sekitar areola, keluhan kulit
berupa dimpling, kemerahan, ulserasi atat adanya peau d'orange, atau keluhan
berupa pembesaran kelenjar getah bening aksila atau tanda metastasis jauh. Khusus
untuk kasus postpartum atau masa laktasi, hal-hal yang berhubungan dengan
produksi ASI dan intensitas bayi dalam proses menyusui perlu ditanyakan. Apabila
keluarnya ASI tidak lancar kemungkinan terjadinya mastitis akan makin besar.
B. Pemeriksaan fisik
Teknik Pemeriksaan fisik untuk mendeteksi adanya mastitis
1. Posisi tegak (duduk)
Penderita duduk dengan talgan bebas ke samping. Pemeriksa berdiri di depan
dalam posisi yang lebih kurang sama tinggi. Pada inspeksi, dilihat apakah
payudara simetris kiri dan kanan dilihat pula kelainan papila, letak, dan
bentuknya, adanya retraksi puting susu, kelainan kulit berupa tanda-tanda
radang, peau d'orange, dimpling, ulserasi, dan lain-lainnya.
2. Posisi berbaring
Penderita berbaring dan diusahakan agar payudara jatuh tersebar rata di atas
lapangan dada. Pada para penderita yang payudaranya besar jika periu bahu atau
punggungnya diganjal dengan bantal kecil.
C. Pemeriksaan penunjang
1. Lavase duktal. Teknik ini dengan memasukkan alat ke dalam duktus yang
mengeluarkan cairan kemudian dilavase dengan NaCl. Dengan teknik tesebut
akan didapatkan 5.000 sel dari setiap lavase. Jumlah sel tersebut lebih banyak
100x dibandingkan dengan pemeriksaan sitologi dari cairan yang keluar secara
biasa.
2. Duktoskopi. Teknik tersebut dapat dilakukan dengan memasukkan
mikroendoskopi melalui duktus yang mengeluarkan cairan. Keuntungan teknik
tersebut dapat dilakukan biopsi bila terdapat keiainan dari duktus.
Apabila saat di inspeksi ditemukan payudara merah dan membengkak serta saat palpasi
ditemukan adanya rasa nyeri saat ditekan, dapat dicurigai adanya mastitis. Peningkatan
suhu badan hingga lebih dari 38oC, keadaan payudara pada ibu dengan mastitis
biasanya berwarna kemerahan, bengkak, nyeri tekan, lecet pada putting susu,
dan terdapat nanah jika terjadi abses.
IV. Diagnosis banding mastitis
A. Abses payudara: kecurigaan klinis terbentuknya abses saat demam tinggi tidak turun
selama 48 sampai 72 jam atau terbentuknya massa yang dapat diraba.
B. Galaktokel: meskipun jarang, susu dapat menumpuk di satu atau lebih lobus
payudara akibat tersumbatnya duktus oleh susu yang mengental. Dapat terbentuk
massa fluktuatif yang mungkin menghilang sendiri atau memerlukan aspirasi.
C. Nekrosis lemak : Benjolan jinak payudara yang terjadi akibat trauma (tumpul atau
operasi) pada jaringan lemak payudara, berupa benjolan dengan konsistensi keras,
bulat, kulit di sekitar benjolan dapat memerah atau memar dan dimple, benjolan
tersebut tidak akan berubah jadi keganasan dan dapat terjadi pada perempuan pada
setiap tingkatan usia.
V. Manajemen Mastitis
Prinsip utama penanganan mastitis:
A. Konseling supportif
Mastitis merupakan pengalaman yang dapat membuat seorang ibu merasa frustasi.
Penjelasan yang membingungkan dari tenaga kesehatan dapat membuat ibu menjadi
bingung dan cemas, yang bisa berakhir pada perasaan tidak ingin menyusui.
Untuk menangani hal tersebut, sebagai tenaga kesehatan kita harus mampu
memberi bimbingan yang jelas dan meyakinkan bahwa ASI yang dari payudara yang
terkena tidak akan membahayakan bayi dan harus tetap dilanjutkan, serta
keyakinan bahwa payudaranya akan pulih baik bentuk maupun fungsinya. Seorang
ibu juga harus diberi bimbingan yang jelas mengenai tindakan yang dibutuhkan
untuk penanganan, dan bagaimana meneruskan menyusui atau memeras ASI dari
payudara yang terkena.
B. Pengeluaran ASI dengan efektif.
3 poin penting yang dapat dijabarkan
1. Bantu ibu memerbaiki kenyutan bayi pada payudara. Saat menyusui dengan
kedua payudara, sebaiknya bayi mula-mula mengisap payudara yang tidak sakit.
Hal ini memungkinkan terjadinya milk-let-down sebelum bayi dipindahkan ke
payudara yang sakit.
2. Dorong untuk sering menyusui, sesering dan selama bayi menghendaki tanpa
pembatasan
3. Bila perlu peras ASI dengan tangan atau dengan pompa atau botol panas sampai
menyusui dapat dimulai lagi. Pemompaan ASI dilakukan secara hati-hati
C. Terapi antibitoik
Indikasi pemberian antibiotik
1. Hitung sel dan koloni bakteri atau biakan yang ada menunjukkan infeksi
2. Gejala berat sejak awal
3. Terlihat puting pecah-pecah atau terluka
4. Gejala tidak membaik 12-24 jam setelah pengeluaran ASI
Tabel antibiotik yang dapat diberikan

Antibiotic β-laktamase harus ditambahkan agar efektif terhadap Staph. aureus.


Antibiotik terpilih harus diberikan dalam jangka panjang. Dianjurkan pemberian 10-
14 hari untuk mencegah resistensi bakteri.
D. Terapi simtomatik
Nyeri yang muncul sebaiknya di terapi dengan analgesic. Ibuprofen dipertimbangkan
sebagai obat yang paling efektif dan dapat membantu mengurangi inflamasi dan
nyeri. Parasetamol merupakan alternative yang tepat.
Istirahat sangat penting dinajurkan dan seharusnya di tempat tidur. Selain
membantu ibu, tirah baring dengan bayi sangat berguna untuk peningkatan
frekuensi menyusui, sehingga memperbaiki pengeluaran ASI. Tindakan lain yang
dianjurkan adalah penggunaan kompres hangat pada payudara yang akan
menghilangkan nyerii dan membantu aliran ASI.
E. Terapi abses payudara
Insisi dan drainase bila perlu untuk mengeluarkan ASI yang tersumbat serta bila
adanya pus dalam kasus mastitis.

You might also like