You are on page 1of 11

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/331529610

Pembangunan Sektor Pertanian Berbasis Sumberdaya Pangan Lokal Untuk


Meningkatkan Ketahanan Dan Keamanan Pangan

Conference Paper · February 2019

CITATIONS READS

0 403

3 authors, including:

Adnan Albahry
Ministry of Agriculture
18 PUBLICATIONS   10 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Image Process application on Rice View project

Coffee quality attribute and authentication View project

All content following this page was uploaded by Adnan Albahry on 05 March 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Seminar Nasional Pertanian Terpadu II,
Fakultas Pertanian, UNMUS
Merauke, 5 – 6 November 2018

PEMBANGUNAN SEKTOR PERTANIAN BERBASIS SUMBERDAYA PANGAN
LOKAL UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN DAN KEAMANAN PANGAN
Adnan1), Martina Sri Lestari2), dan Muhammad Thamrin3)
1,2,3)
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua
Jl. Yahim No. 49, Sentani, Jayapura - Papua 99352
Telp (0967) 592179, Fax (0967) 591235

e-mail : adnan.msi@pertanian.go.id; aalbahry@yahoo.com

ABSTRACT

Agricultural development based on indigenous crops policy is important to be legalized and


be implemented to increase food security and food safety. This paper aims to investigate
agricultural development based on indigenous crops policy and investigate the development
of indigenous crops by the Assessment Institute for Agricultural Technology (AIAT) of
Papua. The result shows Central Government has legalized special policy on indigenous
crops and has been implemented on Ministry of Agriculture of The Republic of Indonesia
program. Local Government of Papua has legalized common policy on land usage for
indigenous crop production. The development of indigenous crops needs further detail policy
to encounter the decreasing per capita consumption. Furthermore, AIAT of Papua research
location-specific technology agricultural innovation to develop indigenous crops such as
sago, sweet potato and yam in order to increase local food security.

Keywords: indigenous crops, food security, policy, innovation, location-specific technology


agricultural innovation

ABSTRAK

Kebijakan pembangunan sektor pertanian berbasis sumberdaya pangan lokal perlu dibuat dan
diimplementasikan untuk meningkatkan ketahanan dan keamanan pangan. Makalah ini
bertujuan untuk mengkaji kebijakan pembangunan sektor pertanian berbasis pangan lokal dan
memaparkan implementasi penelitian dan pengkajian pengembangan pangan lokal yang
dilakukan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Papua. Hasil kajian
menunjukkan bahwa Pemerintah Pusat sudah membuat kebijakan khusus mengenai pangan
lokal dan dijalankan melalui program kerja Kementerian Pertanian. Sedangkan Pemerintah
Daerah Papua sudah membuat kebijakan umum mengenai pemanfaatan lahan untuk produksi
pangan lokal. Peraturan tambahan masih diperlukan untuk mendukung pengembangan
tanaman lokal yang tingkat konsumsi perkapitanya cenderung menurun. Selanjutnya, BPTP
Papua mengkaji inovasi teknologi spesifik lokasi untuk mengembangkan tanaman lokal sagu,
ubi jalar dan gembili untuk mendukung program ketahanan pangan lokal.

Kata kunci: pangan lokal, ketahanan pangan, kebijakan, inovasi, teknologi pertanian spesifik
lokasi

9
ISBN 978-602-51761-1-1
Seminar Nasional Pertanian Terpadu II,
Fakultas Pertanian, UNMUS
Merauke, 5 – 6 November 2018

PENDAHULUAN
Kontribusi sektor pertanian terhadap rata-rata kontribusi sektor pertanian terhadap PDB
mencapai 10.26% dengan pertumbuhan sekitar 3.90% pada periode 2010-2014. Sektor
pertanian menyerap sekitar 35.76 juta atau sekitar 30.2% dari total tenaga kerja, terbesar
dibandingkan sektor lain walaupun ada kecenderungan menurun. Nilai Tukar Petani (NTP)
meningkat dari sebesar 101.78 pada tahun 2010 menjadi 106.52 pada tahun 2014, walau
sempat menurun pada tahun 2013. Jumlah penduduk miskin di perdesaan menurun -
3.69%/tahun atau menurun dari sekitar 19,93 juta pada tahun 2010 menjadi 17,14 juta pada
tahun 2014. Penduduk desa tersebut sebagian besar berada di sektor pertanian (Kementan,
2015).
Tantangan pembangunan sektor pertanian pada masa depan adalah skala ekonomis dan
teknis yang belum tercapai, alih fungsi lahan, tataniaga pertanian, diversifikasi produk,
fluktuasi harga, infrastruktur terbatas dan perubahan iklim (Bantacut, 2019).
Untuk mengatasi permasalahan sektor pertanian tersebut, Kementerian Pertanian
menyusun sasaran strategis tahun 2015-2019. Sasaran strategis tersebut adalah: 1. pencapaian
swasembada padi, jagung dan kedelai serta peningkatan produksi gula dan daging; 2.
peningkatan diversifkasi pangan; 3. peningkatan komoditas bernilai tambah dan berdaya
saing dalam memenuhi pasar ekspor dan substitusi impor; 4. penyediaan bahan baku
bioindustri dan bioenergi; 5. peningkatan pendapatan keluarga petani; 6. akuntabilitas kinerja
aparatur pemerintah yang baik. Sasaran strategis tersebut diwujudkan dalam program kerja
yang terperinci (Kementan, 2015).
Selain target swasembada produk strategis nasional yaitu padi, jagung, kedelai serta
peningkatan produksi gula dan daging, Kementerian Pertanian juga fokus untuk
mengembangkan sumberdaya pangan lokal seperti tercantum dalam rencana strategis tahun
2015-2019. Program diversifikasi pangan harus terus dikembangkan menggunakan bahan
pangan lokal seperti sagu, ubi jalar, singkong dan gembili untuk mengurangi tingkat
konsumsi beras (Hanafie, 2010; Pawiroharsono, 2013). Selanjutnya, bahan pangan lokal bisa
diproses lebih lanjut menjadi tepung untuk mengurangi penggunaan terigu yang masih 100%
diimpor dari luar negeri (Budijanto, 2009; Damayanti, Wahyuni, & Wena, 2014).
Makalah ini bertujuan untuk: 1. mengkaji kebijakan pembangunan sektor pertanian
berbasis pangan lokal, 2. Memaparkan implementasi penelitian dan pengkajian
pengembangan pangan lokal yang dilakukan oleh BPTP Papua.
METODOLOGI
Kajian menggunakan metode penelitian kuantitatif deskriptif dengan pendekatan
analisis data sekunder. Sumber data berasal dari peraturan pemerintah, peraturan daerah,
laporan akhir tahun instansi dan jurnal ilmiah. Data ditampilkan dalam bentuk tabel dan
gambar.

10
ISBN 978-602-51761-1-1
Seminar Nasional Pertanian Terpadu II,
Fakultas Pertanian, UNMUS
Merauke, 5 – 6 November 2018

HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Kebijakan Pembangunan Pertanian Berbasis Sumberdaya Pangan Lokal

Kebijakan Pemerintah Pusat


Produksi sumberdaya pangan lokal seperti singkong dan ubi jalar pada umumnya
meningkat tetapi tingkat konsumsi terus menurun. Penurunan konsumsi pangan lokal
disebabkan oleh perubahan gaya hidup. Persepsi sebagian masyarakat menganggap bahwa
pangan lokal merupakan makanan inferior dan untuk konsumsi kelompok ekonomi lemah.
Persepsi tersebut mengalahkan fakta bahwa pangan lokal memiliki indeks glikemik rendah
sehingga berpotensi untuk mencegah penyakit diabetes yang banyak diderita oleh masyarakat
saat ini (Ariani, 2010).
Dalam rangka mengembangkan pangan lokal sebagai salah satu pilar ketahanan pangan
nasional, pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah (PP) Nomor 68 tahun 2002 tentang
Ketahanan Pangan. Melalui PP tersebut, pemerintah mendorong penganekaragaman pangan
untuk meningkatkan ketahanan pangan dengan memperhatikan sumber daya, kelembagaan
dan budaya lokal. Penganekaragaman pangan tersebut dilakukan dengan cara: 1.
meningkatkan keanekaragaman pangan; 2. mengembangkan teknologi pengolahan dan
produk pangan; 3. meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi aneka ragam
pangan dengan prinsip gizi seimbang (PP, 2002).
Selanjutnya, pengembangan pangan lokal secara khusus diatur dengan PP Nomor 22
tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis
Sumber Daya Lokal (PP, 2009). PP tersebut dirancang karena penganekaragaman konsumsi
pangan belum mencapai kondisi yang optimal, yang dicirikan oleh skor Pola Pangan Harapan
(PPH) yang belum sesuai harapan. Selain itu, peran pangan lokal belum optimal dalam
mendukung penganekaragaman konsumsi pangan. Secara umum tujuan kebijakan percepatan
penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal adalah memfasilitasi dan
mendorong terwujudnya pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman
yang diindikasikan oleh skor PPH 95 pada tahun 2015.
Hasil penelitian Widodo, Sandjaja, & Ernawati (2017) menunjukkan bahwa skor target
PPH 95 belum tercapai sampai saat ini. Skor PPH konsumsi anak umur 0.5-1.9 tahun adalah
48.7, umur 2.0-5.9 tahun adalah 54.7, dan umur 6.0-12.9 tahun adalah 48.8. Secara
keseluruhan skor PPH anak umur 0.5-12.9 tahun (49.9) masih jauh di bawah skor ideal (100).
Skor PPH cenderung lebih tinggi pada anak yang tinggal di perkotaan, tingkat pendidikan ibu
lebih tinggi, dan status sosial ekonomi lebih tinggi.

11
ISBN 978-602-51761-1-1
Seminar Nasional Pertanian Terpadu II,
Fakultas Pertanian, UNMUS
Merauke, 5 – 6 November 2018

Sumber: Kementan (2015)


Gambar 1. Peta strategi Kementerian Pertanian.
Kementerian Pertanian sebagai salah satu penyelenggara urusan pemerintahan di bidang
pertanian untuk membantu Presiden telah dan akan terus berusaha mengembangkan
pembangunan pertanian berbasis sumberdaya pangan lokal. Pada periode tahun 2010-2014,
Kementerian Pertanian telah menginisiasi pengolahan tepung berbasis bahan baku lokal
sebanyak 196 unit yang menghasilkan tepung cassava, tapioka, sagu dan ubi jalar. Selain itu,
program konservasi sumber daya genetik lokal, inovasi pertanian spesifik lokasi sampai
promosi One Day No Rice terus dilakukan pada di seluruh propinsi melalui Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP) (Kementan, 2015).
Untuk melanjutkan program pengembangan pangan lokal, Kementerian Pertanian pada
periode 2015-2019 membuat visi “terwujudnya sistem pertanian-bioindustri berkelanjutan
yang menghasilkan beragam pangan sehat dan produk bernilai tambah tinggi berbasis
sumberdaya lokal untuk kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani”. Strategi Kementerian
Pertanian untuk mewujudkan visi tersebut dirangkum pada Gambar 1 (Kementan, 2015).
Kebijakan Pemerintah Daerah
Pemerintah Daerah Papua melalui Perda No 23 tahun 2013 tentang Perlindungan
Lahan Pertanian Pokok Berkelanjutan mengatur kebijakan secara umum mengenai
pemanfaatan lahan untuk produksi pangan dalam rangka ketahanan pangan lokal dan
nasional. Kebijakan perlindungan lahan pertanian pangan pokok bertujuan untuk menunjang

12
ISBN 978-602-51761-1-1
Seminar Nasional Pertanian Terpadu II,
Fakultas Pertanian, UNMUS
Merauke, 5 – 6 November 2018

tercapainya sasaran program ketahanan pangan berbasis sumberdaya lokal. Program budi
daya dan peningkatan produksi padi, umbi-umbian dan sagu sebagai tanaman pertanian
pangan pokok dilaksanakan untuk menjaga ketersediaan pangan yang cukup, dan aman di
setiap daerah kabupaten/kota di Papua. Program pangan lokal juga dilaksanakan untuk
melakukan antisipasi dan mengatasi daerah yang memiliki potensi terjadinya rawan pangan
(Perda, 2013a).

Gambar 2. Konsumsi per kapita penduduk Papua tahun 2015-2017


Peraturan lebih rinci diperlukan untuk mengatasi tantangan pembangunan pertanian di
Papua. Permasalahan pembangunan pangan lokal adalah kepemilikan tanah ulayat; petugasa
penyuluh, sarana dan prasarana penyuluhan minim; produktifitas dan kualitas hasil produksi
pertanian rakyat, terutama di daerah pedalaman dan pegunungan rendah; margin keuntungan
tingkat petani kecil; pemanfaatan lahan pertanian tidak efektif; serta bahan konsumsi
penduduk asli Papua bergeser dari sagu, ubu-ubian dan pisang menjadi beras (Perda, 2013b).
Perubahan pola konsumsi penduduk Papua pada tahun 2015-2017 ditampilkan pada
Gambar 2. Konsumsi per kapita per tahun untuk komoditi beras meningkat sedangkan
konsumsi komoditi lokal seperti ubi jalar, sagu dan keladi menurun, kecuali singkong
meningkat (BPS, 2015, 2017). Konsumsi ubi jalar masih tertinggi dibandingkan komoditi
lain, tetapi jumlahnya makin menurun. Kondisi tersebut mengkhawatirkan karena pada masa
depan kemungkinan konsumsi beras akan melebihi konsumsi ubi jalar. Jika hal ini terjadi,
penduduk Papua akan menjadi tergantung pada komoditi beras walapun komoditi lokal
tersedia dalam jumlah cukup dan berpotensi untuk menimbulkan kerawanan pangan.
2. Penelitian dan Pengkajian Pangan Lokal di Papua

BPTP Papua sebagai unit kerja Kementerian Pertanian di Provinsi Papua


mendapatkan mandat untuk mengembangkan teknologi pertanian spesifik lokasi. Teknologi
pertanian mulai dari bibit unggul, teknik budidaya, pengendalian hama dan penyakit, sampai
penerapan teknologi panen dan pascapanen harus mempertimbangkan kondisi spesifik lokasi.
Papua terdiri dari 4 tipologi ekoregional yaitu: 1. dataran rendah utara; 2. pegunungan
tengah; 3. Dataran rendah utara (lahan rawa pasang surut dataran rendah dan lahan kering
dataran rendah); 4. Kepulauan dan pesisir. Tipologi ekoregional tersebut terbentuk
berdasarkan gabungan karakteristik ekologi, sosial, budaya dan ekonomi (Perda, 2013b).

13
ISBN 978-602-51761-1-1
Seminar Nasional Pertanian Terpadu II,
Fakultas Pertanian, UNMUS
Merauke, 5 – 6 November 2018

Pengembangan pangan lokal oleh BPTP Papua untuk mendukung program Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah dilaksanakan dengan mempertimbangkan kondisi spesifik
lokasi tersebut. Kegiatan pengembangan lokal meliputi pengelolaan sumber daya genetik
(SDG), komoditi sagu, ubi jalar dan gembili.
Pengelolaan sumber daya genetik
BPTP Papua telah melakukan kegiatan inventarisasi, karakterisasi dan koleksi tanaman
lokal Papua sejak tahun 2013. Kegiatan inventarisasi yang telah dilakukan adalah tanaman
buah 15 aksesi, tanaman pangan lokal 37 aksesi, tanaman sayuran 10 aksesi dan tanaman hias
5 aksesi. Karakterisasi dilakukan sebanyak 177 tanaman dan koleksi sebanyak 700 tanaman
(Ondikeleuw, 2017).
Pada tahun 2018, 6 aksesi tanaman sedang didaftarkan ke Pusat Perlindungan Varietas
Tanaman dan Perizinan Pertanian (PPVTPP) Kementerian Pertanian oleh BPTP Papua atas
nama Kepala Daerah (Tabel 1). Dua aksesi yang didaftarkan merupakan jenis umbi. Aksesi
gembili (Dioscorea esculenta) disebut Maninggombu dan aksesi ubi kelapa/ uwi (Dioscorea
alata) lokal disebut gula yu merupakan umbi-umbian lokal yang berpotensi dikembangkan
sebagai pangan lokal. Umbi tersebut biasanya digunakan sebagai makanan pendamping untuk
acara adat seperti pembayaran mahar, kematian dan upeti kepala suku (Ondikeleuw, 2018).

Tabel 1. Varietas yang sudah diusulkan pada tahun 2018

No Komoditas Nama Aksesi Tgl Pengusulan (ttd Bupati)


1 Pangan – Umbi Gembili Maninggombu 08 Juni 2018
2 Pangan – Umbi Ubi Kelapa/ Gula Yu 08 Juni 2018
3 Horti – Buah Anggur Papua 08 Juni 2018
4 Horti – Buah Khombelu 28 Agustus 2018
5 Horti – Buah Pisang Ebulu Yokholo 01 Oktober 2018
6 Horti – Buah Pisang Aumang 01 Oktober 2018
Sumber: Ondikeleuw (2018)
Sagu
Kegiatan penerapan model pertanian bioindustri sagu telah dilaksanakan di Kampung
Yakonde, Distrik Waibu pada tahun 2016. Tahapan pelaksanaan kegiatan adalah: 1.
sosialisasi kegiatan pertanian bioindustri; 2. identifikasi kebutuhan teknologi spesifik lokasi;
3. penerapan teknologi; 4. pendampingan model. Hasil kajian menunjukkan bahwa model
pertanian bioindustri komoditas lokal berbasis sagu berupa pengolahan tepung, pengolahan
pangan dan aneka kue, serta pemanfaatan limbah ampas sagu sebagai pakan sapi dan pakan
ikan diminati oleh koperator kelompok usaha. Model bioindustri sagu memberikan manfaat

14
ISBN 978-602-51761-1-1
Seminar Nasional Pertanian Terpadu II,
Fakultas Pertanian, UNMUS
Merauke, 5 – 6 November 2018

bagi peningkatan kesejahteraan dengan alias kelayakan usaha R/C> 1. Tantangan
pengembangan bioindustri sagu adalah aspek pemasaran hasil. Selain itu, penerapan
teknologi pakan sapi dan pakan ikan menggunakan limbah sagu terkendala kondisi sosial
budaya (Lewaherilla, 2016).
Ubijalar
BPTP Papua mengembangkan bioindustri ubi jalar di Kampung Erom, Kabupaten
Merauke pada tahun 2016. Tujuan kegiatan adalah mendapatkan paket teknologi peningkatan
produksi ubijalar sehingga mendorong munculnya industri pengolahan ubijalar di pedesaan
dan diperolehnya paket teknologi pemanfaatan limbah ubijalar. Tahapan kegiatan yang
dilakukan adalah: 1. peningkatan produktivitas tanaman ubijalar dengan penggunaan varietas
unggul; 2. peningkatan produksi tepung ubijalar yang optimal; 3. peningkatan pemanfaatan
limbah ubijalar sebagai pakan ternak.
Hasil kajian adalah teknologi budidaya ubijalar di Kampung Erom perlu diperbaiki
terutama teknologi untuk menghadapi serangan hama boleng pada musim kemarau. Salah
satu cara adalah dengan introduksi varietas ubijalar yang tahan terhadap serangan hama
boleng Cylas formicaris yaitu dengan varietas alternatif Antin-1, Antin-2 dan Sawentar
(Tabel 2).
Tabel 2. Rata-rata intensitas serangan Hama Boleng Cylas formicaris

Jumlah Umbi Jumlah lubang Jumlah Intensitas


Varietas
rusak gerekan serangga serangan (%)
Beta-1 0 0 0 0
Beta-2 0 0 0 0
Antin-1 1.5 1.1 1.4 50.5
Antin-2 2.2 1.5 1.3 51.4
Kidal 2.1 1.1 2.3 45.3
Benindo 1.2 1.6 2.5 46.7
Sukuh 1.5 1.1 1.4 35.6
Jago 3.1 4.2 3.4 65.3
Sawentar 0 0 0 0
Papua Salosa 5.5 4.3 3.4 67.5
Lokal Unggu 4.5 4.6 4.4 75.2
Lokal Putih 4.1 5.1 4.3 75.3
Sumber: Lestari (2016)
Model kelembagaan ekonomi sebagai unit percontohan agroindustri tepung dan
produk olahan ubijalar yang ditawarkan diterima oleh anggota kelompok tani. Tantangannya

15
ISBN 978-602-51761-1-1
Seminar Nasional Pertanian Terpadu II,
Fakultas Pertanian, UNMUS
Merauke, 5 – 6 November 2018

adalah bimbingan yang intensif perlu dilakukan karena latar belakang pendidikan dan
pengetahuan anggota tani kurang (Lestari, 2016).

Gembili

Gembili menjadi salah satu komoditas pangan lokal unggul masyarakat lokal di daerah
perbatasan Sota, Kabupaten Merauke. Pola budidaya gembili masih dilakukan secara
tradisonal seperti jarak tanam tidak teratur dan tidak dilakukan pemupukan. Pola
Penyimpanan yang dilakukan masih sederhana sehingga masa simpan umbi pendek (3-4
bulan).

Untuk memperbaiki kondisi tersebut, BPTP Papua melakukan kajian perbaikan teknik
budidaya gembili untuk meningkatkan populasi tanaman dan optimalisasi lahan pada tahun
2018. Teknologi yang diintroduksi adalah jarak tanam dan pemberian pupuk organik serta
memperbaiki model penyimpanan gembili sehingga masa simpan umbi bisa lebih lama dan
tunas umbi tidak cepat tumbuh. Jarak tanam yang diperkenalkan adalah 100x75x200 m,
75x75x150 m dan 100x200m (Gambar 3). Pemupukan organik dilakukan menggunakan
bahan organik yang ada di sekitar lokasi. Tujuh aksesi gembili yang ditanam yaitu Njorung,
Keplam, Tai, Saloken, Mpeter, Sipik, dan Sent. Selanjutnya, penyimpanan gembili diperbaiki
dengan cara meningkatkan ketebalan lantai penyimpanan dan pengaturan ventilasi sinar
matahari. Hasil kajian menunjukkan bahwa petani menyukai pengetahuan baru mengenai
pengaturan jarak tanam dan pemupukan organik.

Gambar 3. Model budidaya gembili di Sota, Kabupaten Merauke

16
ISBN 978-602-51761-1-1
Seminar Nasional Pertanian Terpadu II,
Fakultas Pertanian, UNMUS
Merauke, 5 – 6 November 2018

KESIMPULAN
Tingkat konsumsi pangan lokal cenderung menurun karena perubahan pola konsumsi
ke beras. Kondisi ini bisa melemahkan ketahanan pangan nasional. Pembangunan sektor
pertanian berbasis sumberdaya pangan lokal harus terus diupayakan untuk meningkatkan
ketahanan pangan. Pemerintah Pusat membuat kebijakan percepatan penganekaragaman
konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal melalui Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun
2009 yang kemudian diimplementasikan pada program kerja Kementerian terkait.
Kementerian Pertanian sebagai penyelenggara urusan pemerintahan di bidang pertanian
menjalankan kebijakan dan program kerja untuk mewujudkan sistem pertanian-bioindustri
berkelanjutan yang menghasilkan beragam pangan sehat dan produk bernilai tambah tinggi
berbasis sumberdaya lokal untuk kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani. Pemerintah
Daerah Papua sudah membuat kebijakan umum mengenai pemanfaatan lahan untuk produksi
pangan strategis nasional dan pangan lokal, namun masih perlu peraturan tambahan khusus
untuk pengembangan pangan lokal. BPTP Papua mengembangkan teknologi pertanian
spesifik lokasi untuk mengakomodir kepentingan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di
Papua. Inovasi pengembangan komoditas pertanian lokal seperti sagu, ubi jalar dan gembili
terus dikembangkan mulai dari aspek sumberdaya genetik, bibit unggul, teknologi budidaya
dan pengendalian hama penyakit sampai teknologi panen dan pascapanen.

DAFTAR PUSTAKA
Ariani, M. (2010). Analisis konsumsi pangan tingkat masyarakat mendukung pencapaian
diversifikasi pangan. Gizi Indon, 33(1), 20–28.
Bantacut, T. (2019). Agenda Pembangunan Pertanian dan Ketahanan Pangan 2014-2019.
Pangan, 23(3), 278–295.
BPS. (2015). Pengeluaran Untuk Konsumsi Penduduk Papua Tahun 2015. Jayapura, Papua:
CV. Mitra Karya Pura.
BPS. (2017). Pengeluaran Untuk Konsumsi Penduduk Papua Tahun 2017. Jayapura, Papua:
CV. Mitra Karya Pura.
Budijanto, S. (2009). Dukungan Iptek Bahan Pangan pada Pengembangan Tepung Lokal.
Pangan, 54(18), 55–67.
Damayanti, D. A., Wahyuni, W., & Wena, M. (2014). Kajian kadar serat, kalsium, protein,
dan sifat organoleptik chiffon cake berbahan mocaf sebagai alternatif pengganti terigu.
Teknologi Dan Kejuruan, 37(1), 73–82.
Hanafie, R. (2010). Peran Pangan Pokok Lokal Tradisional Dalam Diversifikasi Konsumsi
Pangan. J-SEP, 4(2), 1–7.
Kementan. (2015). Rencana Strategis Kementerian PertanianTahun 2015-2019. Biro
Perencanaan, Sekretariat Jenderal, Kementerian Pertanian.
Lestari, M. S. (2016). Model Pertanian Bioindustri Berbasis Ubijalar Di Papua. Laporan
Akhir BPTP Papua. Jayapura, Papua.
Lewaherilla, N. E. (2016). Model Pertanian Bioindustri Berbasis Sagu Di Papua. Laporan

17
ISBN 978-602-51761-1-1
Seminar Nasional Pertanian Terpadu II,
Fakultas Pertanian, UNMUS
Merauke, 5 – 6 November 2018

Akhir BPTP Papua.
Ondikeleuw, M. (2017). Pengelolaan Sumber Daya Genetik Di Provinsi Papua. Laporan
Akhir BPTP Papua. Jayapura, Papua.
Ondikeleuw, M. (2018). Pengelolaan Sumber Daya Genetik Di Provinsi Papua. Laporan
Akhir BPTP Papua. Jayapura, Papua.
Pawiroharsono, S. (2013). Revitalisasi Penganekaragaman Pangan Berbasis Pangan Lokal.
Pangan, 22(1), 77–86.
Perda. Perlindungan Lahan Pertanian Pokok Berkelanjutan, Pub. L. No. 27 (2013). Papua.
Perda. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Papua Tahun 2013-2018,
Pub. L. No. 14 (2013). Papua.
PP. Ketahanan Pangan, Pub. L. No. 68 (2002). Indonesia.
PP. Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya
Lokal, Pub. L. No. 68 (2009).
Widodo, Y., Sandjaja, & Ernawati, F. (2017). Skor pola pangan harapan dan hubungannya
dengan status gizi anak usia 0,5 – 12 tahun di Indonesia. Penelitian Gizi Dan Makanan,
40(2), 63–75.

18
ISBN 978-602-51761-1-1

View publication stats

You might also like