You are on page 1of 29
BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan di Indonesia sangat kompleks, penyakit menular belum reda tertanggulangi dan kecenderungan terus meningkat, serta telah mengancam sejak usia muda, Setientara itu penyakit degencratif sudah muncul, schingga Indonesia menghadapi dua beban (double burden). Penyakit menular yang masih menjadi masalah keschatan masyarakat antara lain tuberkulosis [TB] dan Demam Berdarah Dengue [DBD] (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Dengan demikian, penyakit DBD dan TB masih merupakan masalah Kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Kedua penyakit tersebut berhubungan dengan perilaku kesehatan. ‘Angka kesakitan penyakit DBD cenderung meniingkat dati tahun ke tahun dan daerah terjangkit semakin meluas, babkan sering menimbulkan kejadian Ivar biasa (KLB). World Health Organization (2015) melaporkan Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. Pada tahun 2015 jumlah penderita DBD yang dilaporkan tetjadi peningkatan kasus yaitu sebanyak 129,650 kasis dengan jumlah ‘kematian scbanyak 1.071 orang (incidence rate [IR] - angka kesakitan = 50,75 per 100.000 penduduk dan case fatality rate [CFR] - angka kematian = 0,83%), dibandingkan tahun 2014 dengan kasus sebanyak 100.347 serta IR 39,80. Peningkatan dan penycbaran kasus DBD disebabkan karena faktor perilaku dan partisipasi masyarakat yang masih kurang dalam kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) serta faktor pertambahan jumlah penduduk dan faktor peningkatan mobilitas penduduk sejatan dengan semakin membaiknya: sarana_transportasi menyebabkan penyebaran virus DBD semakin mudah dan semakin luas (Kemenierian Kesehatan RI, 2010). Sementara itu, Indonesia merupakan negara dengan penderita TB terbanyak nomer dua sctelah India, yaitu 10% dari scluruh penderita di dunia, Angka prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2014 sebesar Modo! Perencanaan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan 647/100.000 penduduk meningkat dari 272/100.000 penduduk pada tahun sebelumnya, angka kesakitan tahun 2014 sebesar 399/100.000 penduduk dari sebelumnya sebesar 183/100.000 penduduk pada tahun 2013. Demikian juga dengan angka mortalitas pada tahun 2014 sebesar 41/100.000 penduduk, dari 25/100.000 penduduk pada tahun 2013. Sementara itu, angka notifikasi kasus (case notification rate) baru TB paru pada tahun 2015 sebesar 74 per 100.000 penduduk, menurun dibandingkan tahun 2014 yang sebesar 77 per 100.000 penduduk. Sedangkan angka notifikasi seluruh kasus TB pada tahun 2015 sebesar 130 yer 100.000 penduduk meningkat dibandingkan tahun 2014 sebesar 129 per 100.000 penduduk. Angka keberhasilan pengobatan pada tahun 4015 sebesar 85,0% (data per Juni 2016). WHO menetapkan standar angka kebethasilan pengobatan sebesar 85% (World Health Organization Report, 2015). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2016 tentang penanggulangan TB menegaskan bahwa TB masih menjadi masalah Kesehatan masyarakat yang menimbulkan kesakitan, kecacatan, dan kematian yang tinggi sehingga perlu dilakukan upaya penang- gulangan. Penanggulangan TB adalah segala upaya keschatan yang mengutamakan aspek promotif dan preventif, tanpa mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitatif yang dityjukan untuk melindungi kesehatan masyarakat, menurunkan angka kesakitan, kecacatan atau kematian, memutuskan penularan mencegah resistensi obat dan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan akibat TB. Penanggulangan TB diselenggarakan secara terpadu, komprehensif dan berkesinambungan. Target program penanggulangan TB nasional yaitu eliminasi pada tahun 2035 dan Indonesia bebas TB tahun 2050. Masalah penyakit menular terkait dengan faktor-faktor sosial, budaya, politik, ekonomi, serta struktur-struktur lainnya serta terkait kebijakan pemerintah, Sementara itu, determinan derajat kesehatan merupakan hasil interaksi berbagai faktor, baik internal (dati dalam diti manusia) maupun faktor eksternal (di Iuar diri manusia). Faktor internal terdiri dari faktor fisik dan psikis (mental), sedangkan faktor eksternal terdiri dati berbagai faktor antara lain lingkungan fisik, biologik, Kimiawi, pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, politik, dan sebagainya (Sulaeman, 2015). Sementara itu, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia pada tahun 2016 berada pada peringkat ke-110 dari 188 negara dengan besaran 0,684, Fakta ini menunjukkan makin merosotnya kualitas hidup manusia Indonesia (UNDP, 2015). Umur Harapan Hidup (UHH) meningkat dati 68,6 tahun pada tahun 2004 menjadi 70,5 tahun pada tahun 2007 dan 70,6 pada tahun 2010 (Kementerian Kesehatan RI, 2007). Sasaran IPM pada 2 Model Perencanaan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan tatun 2000 oleh para pemimpin dunia - melalui PBB, disempumakan menjadi Millenium Development Goals/MDG (Tujuan Pembangunan Mitenium). Beberapa target MDG yang ingin dicapai pada akhir tahun 2015 terkait dengan penyakit menular adalah: (1) menekan penyebaran penyakit HIV/AIDS, (2) menekan penyebaran penyakit malaria dan TB (BAPPENAS, 2010). Laporan pencapaian MDG’s tahun 2010 menunjuk- kan bahwa target mengendalikan penyebaran penyakit .TB untuk menurunkan jumlah kasus baru TB. Indonesia sebagai negara pertama di Regional Asia Tenggara yang mencapai target TB global yang dicanang- kan waktu itu yaitu angka penemuan kasus (Case Detection Rate, CDR) di atas 70% dan angka keberhasilan pengobatan (treatment success rate, TSR) di atas 85% pada tahun 2006. ‘Sustainable Development’ Goals (SDG, Tujuan .. Pembangunan Berkelanjutan) ‘untuk periode 2015-2030 melanjutkan MDG. Dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa: di New York, Amerika Serikat pada 25-27 September 2015 menyepakati_mengadopsi secara aklamasi dokumen berjudul "Transforming Our World: The 2030 Agenda for Sustainable Development”. Ada 5 (lima) pondasi dari SDGs yaitu manusia,-planet, kesejahteraan, perdamaian, dan kemitraan. Tiga tujuan SDG- terkait dengan kemiskinan, kelaparan, ketahanan pangan, peningkatan gizi, seria hidup sehat dan kescjahteraan, Tujuan pertama ‘SDGs adalah mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuknya dimana- pun; Tujuan kedua SDGs_ adalah. mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan meningkatkan gizi, serta mondorong pertanian yang berkelanjutan; dan tujuan ketiga adalah pastikan hidup sehat dan mempromosikan kesejahteraan untuk semua -pada segala usia (United Nation, 2015). Dalam rangka menurunkan KLB pefyakit menular telah dilakukan pengembangan early warning and respons system (EWARS) atau sistem Kewaspadaan dini dan. respon (SKDR) sebagai -penguatan sistem kewaspadaan dini - kejadian Juar biasa (SKD-KLB). Melalui penggunaan EWARS diharapkan ‘terjadi peningkatan dalam deteksi dini dan respon ierhadap peningkatan trend kasus penyakit Khususnya’ yang, berpotensi menimbulkan KLB (Kementerian Kesehatan, 2006). Sejak tahun 2004 telah diperkenalkan suatu metode komunikasi/penyampaian informasi/ pesan yang berdampak pada perubahan perilaku dalam pelaksanaan PSN melalui pendekatan sosial budaya setempat yaitu metode communication {for behavioral impact (COMB)). Kegiatan PSN dengan metode pendekatan ‘COMBI tersebut_ menjadi salah satu prioritas kegiatan dalam program. P2DBD di masa yang akan datang. a Revitalisasi, promosi Kesehatan dan pemberdayaan melalui pendekatan pembangunan Kesehatan masyarakat desa (PKMD) perlu 3 Model Perencanaan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan dihidupkan’ kembali,’ dipertahankan, dan’ ditingkatkan, -melalui upaya fasilitasi/pendampingein masyarakat untuk menjalani proses pembelajaran sebagai proses: pemecahan: masalah keschatan yang dihadapinya, SKN (2012) menegaskan-bahwa pendckatan pelayanankeschatan. primer (PKP)Primary Health Care dengan metode pendekatan-PKMD secara global telah diakui sebagai pendekatan yang tepat dalam mencapai Keschatn bagi semua, yang untuk Indonesia diformulasikan sebagai vs Indonesia Sehat (Kementerian Keschatan RI, 2012). Hasil penelitian diseriasi Sulaeman (2012) masalah promasi kesehatan dan pemberdayaan adalah lemahaya kemampuan mengidentifi- kasi dan pemecahan masalah kesehatan. Sulaeman menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan kemampuan mengidentifikasi masalah keschatan meliputi tingkat pendidikan, pengetahuan, kesadaran, kepedulian, kebiasaan, akses informasi, peran petugas Kesehatan dan fasilitator, kepemimpinan, modal sosial, dan Survei Mawas Diri (SMD). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kemampuan pemecahan masalah kesehatan meliputi - tingkat _pendidikan, pengetahuan, . kesadaran, kepemimpinan, status ekonomi, modal sosial,. partisipasi ‘masyarakat, sumer daya lokal, Musyawarah Masyarakat Desa (MMD), peran petugas Kesehatan dan fusilitator, peran pemerintahan desa, instansi pemerintah tingkat kecamatan dan Kabupaten, serta dukungan sumber daya dari pemerintah. Selanjutnya, hasil penelitian Sulaeman (2012) menyimpulkan bahwa faktor internal komunitas yang berperan kuat dalam mengiden- tifikasi dan memecahkan masalah kesehatan adalah kepemimpinan dan modal ‘sosial. Sedangkan faktor » ektermal komunitas adalah akses informasi kesehatan, peran petugas dan fasilitator: Beberapa masalah perencanaan promosi keschatan dan pember- dayaan program pencegahan dan pengendalian DBD (P2DBD) serta pencegahan dan penangulangan penyakit TB (P2TB), yaitu: keterbatasan sumber daya kesehatan dan sedikitnya pelayanan kesehatan, komunitas, mengekibatkan penurunan pengembangan layanan dalam keduanya; Program P2DBD dan P2TB belum mengaplikasi Paradigma Sehat, yaitu upaya program menitik beratkan pada promotif dan preventif tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif. Berdasarkan studi pendahuluan, masalah program promosi keschatan dan pemberdayaan adalah belum dijadikan program unggulan dan arus utama program pembangunan Keschatan, serta-model perencanaan program promosi Keschatan dan pemberdayaan belum dirumuskan. sccara_partisipatif berdasarkan penilaian kebutuhan masyarakat (buttom up), dan masih berdasarkan petunjuk teknis (luknis) atau petunjuk pelaksanaan (Juklak) dari _Kementeriaan Kesehatan (top down). Terbatasnya kapasitas perencanaan program promosi kesehatan dan pemberdayaan di daecah Model Perencanaan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan akibat kurangnya tenaga promosi kesehatan. Hal tersebut yang membuat tidak maksimalnya pelaksanaan promosi keschatan.dan pemberdayaan masyarakat. Meskipun terdapat banyak model untuk promosi Kesehatan dan pemberdayaan, penelitian telah menunjukkan bahwa model PRECEDE- PROCEED paling berguna untuk praktisi perencanaan program promosi kesehatan dan pemberdayaan (Jones SC dan Donovan RI, 2004; Lin LZ et al., 2005; Zhang YF, 2000; Zhang I. et al., 2007). Namun, di Indonesia perencanaan promosi kesehatan dan pemberdayaan program P2DBD dan P2TB belum merujuk pada teori promosi kesehatan dan pemberdayaan, dan karena itu, efektivitasnya belum optimal. Green LW, Kreuter MW (2005) berpendapat perlunya input multi-disiplin pada proses perencanaan, dan pelbagai perspektif dalam analisis masalah. Dalam kombinasi, dapat menghasilkan program intervensi yang schat dan efektif. Perencana program menggunakan:model PRECEDE-PROCEED dapat mengatur dengan mudah, sesuai dengan budaya dan tujuan, melalui penelitian berbagai faktor yang berpotensi memengaruhi perilaku Kesehatan, termasuk situasi sosial-budaya. Pertanyaan perencanaan promosi Kesehatan dan pemberdayaan program P2DBD dan P2TB adalah untuk memahami apa yang diinginkan masyarakat, apa yang benar-benar diperlukan, dan apa yang dapat benar- benar dilakukan. Tiga wilayah yang tumpang tindih mewakili apa yang dapat dicapai. Namum, karena keterbatasan sumber daya, tidak memung- kinkan semuanya dapat diatasi, sehingga perlu dilakukan penentuan prioritas (Green LW, Kreuter MW, 2005). Saat ini, penilaian kebutuhan dilakukan tidak memadai sebelum masyarakat melakukan kegiatan promosi kesehatan, schingga menghasilkan dampak terbatas dan buruk dalam penggunaan sumber daya. Penilaian kebutuhan keschatan dapat memfasilitasi partisipasi masyarakat dalata program kesehatan, meng- hindari membuang-buang sumber daya yang terbatas dan memberikan dasar untuk analisis program. Mengingat bahwa sumber daya yang tersedia untuk program P2DBD dan P2TB sangat terbatas, maka penilaian kebutuhan Kesehatan adalah salah satu poin penting untuk Keberhasilan program berbasis promosi kesehatan dan pemberdayaan. Penelitian ini menggunakan kerangka kerja Model PRECEDE/ PROCEED (Green LW, Kreuter MW, 2005). Kerangka kerja tersebut digunakan untuk mengidentifikasi masalah, menganalisis kebutuhan masyarakat, dan memecahkan masalah kesehatan masyarakat. Model tersebut mencakup tahap penilaian masalah kesehatan masyarakat, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Berdasarkan atas empat disiplin: epidemiologi, promosi kesehatan dan perubahan perilaku, kebijakan, dan manajemen. Model PRECEDE-PROCEED terdiri dari sembilan langkah BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sesuai dengan judul pencfitian teridentifikasi variabel penelitian, maka tinjanan pustaka difokuskan pada variabel penelitian, yaitu: (1) Promosi kesehatan dan pemberdayaan, (2) Program pencegahan dan pengendalian penyakit DBD (P2DBD), sera pencegahan dan penanggulangan penyakit TB (P2TB), serta pembelajaran dan pelatihan kader DBD dan TB, (3) Perencanaan promosi Kesehatan dan pember- dayaan masyarakat pada program P2DBD dan P2TB (4) Peta jalan riset (road map) dan pencapaian inovasi Research Group (RG) Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan A. Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Salah satu konsep kunci dalam visi keschatan masyarakat kontem- porer adalah promosi kesehatan dan pemberdayaan. Pengertian promosi kkesehatan untuk mencapai ‘Keschatan untuk semua’ dipandang sebagai proses yang memungkinkan orang untuk meningkatkan pengendalian atas determinan keschatan dan meningkatkan kesehatan. Ada (setidaknya) dua definisi yang berbeda dan berguna dari. pemberdayaan. Pertama, Pemberdayaan didefinisikan sebagai kondisi (dan tujuan) yang akan dicapai, dan sebagai proses (atau instrumen) untuk mencapai keadaan (dan tujuan) (Tengland 2008). Kedua, Pemberdayaan sebagai kondisi individu, kelompok, dan masyarakat (Perkins dan Zimmerman, 1995; Laverack, 2009). Pemberdayaan sebagai proses. yaitu profesional “memfasilitasi" orang atau kelompok untuk memiliki atau memperolch pengendalian lebih besar atas proses perubahan yang memungkinkan (Freire 1972; Rogers, 2009; Wallerstein dan Bemstein 1988; Tengland 2008; Laverack 2009). Definisi promosi kesehatan menurut WHO (2005) dalam Bangkok Charter for Health Promotion in a Globalized World adalah "Health promotion is the process of enabling people to increase control over their health and its determinants, and thereby iniprove their health” (Promosi Model Perencanaan Promosi Kesehatan dan Pembentayaan keschatan adalah proses memampukan orang untuk -meningkatkan pengendalian atas faktor-faktor penentu [determinan] Kesehatan dan dengan demikian dapat meningkatkan Kesehatan mereka), Dengan demikian promosi kesehatan adalah fungst inti dari keschatan masyarakat dan berkontribusi terhadap upaya penangeulangan penyakit menular dan tidak menular, serta ancaman lain terhadap keschatan. Pengertian promosi Keseliatan mengandung proses dan tujuan pemberdayaan diri (self empowerment), Dengan demikian esensi promosi kesehatan adalah pemberdayaan agar mampu:memelihara dan meningkatkan Kesehatan, dengsa partisipasi sebagai unsur pokok untuk mempertahankan tindakan promosi kesehatan. Konsep pemberdayaan terkait erat dengan definisi menurut Piagam Ottawa (1996) pada tindakan masyarakat untuk kesehatan. Dalam Konsep ini salah satu komunitas diberdayakan di mana individu dan organisasi menerapkan keterampilan dan sumber daya mereka dalam upaya kolektif untuk diarahkan pada prioritas Kesehatan dan memenuhi kebutuhan masing-masing keschatan. Melalui partisipasi tersebut, individu dan organisasi dalam komunitas yang diberdayakan menyediakan dukungan sosial untuk keschatan, menanggulangi konflik dalam masyarakat, dan mendapatkan peningkatan pengaruh serta Kendali atas faktor-faktor penentu kesehatan dalam komunitas. Penekanan definisi pemberdayaan yakni melalui kemitraan dan mobilisasi sumber daya, pentingnya peran provider kesehatan dan penggiat kesehatan lainnya yang berperan sebagai katalis bagi tindakan promosi kesehatan, misalnya dengan menyediakan akses ‘informasi tentang keschatan, memfasilitasi pengembangan keterampilan, dan mendukung akses pada proses politik yang dapat membentuk kebijakan publik yang memengaruhi keschatan. Selanjutnya WHO (1998) mendefinisikan pemberdayaan sebagai ‘....@ process through which people gain greater control over decisions and actions affecting their health (suatu proses membuat orang mampu meningkatkan pengendalian lebih besar atas keputusan dan tindakan yang memengaruhi kesehatan), bertujuan untuk memobilisasi individu dan kelompok rentan dengan memperkuat Keterampilan dasar hidup mereka dan meningkatkan pengaruh mereka pada hal-hal yang mendasari kondisi sosial dan ekonomi. Pengertian holistik pemberdayaan adalah proses sosial, budaya, psikologis, dan politik melalui individu dan kelompok sosial sehingga mampu mengekspresikan kebutuhan, menghadirkan ke- pedulian, menyusun strategi dalam keikutsertaannya dalam pengambilan keputusan, serta mencapai tindakan politik, sosial dan budaya untuk memenuhi kebutuhan. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis, Disain, Tempat dan Waktu Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dan analitik. Desain penelitian adalah potong-lintang (cross sectional) dengan pendckatan menggunakan desain gabungan antara penelitian kuantitatif dan kualitatif. Penelitian kualitatif dilakukan melalui studi kasus, sedangkan penelitian kvantitatif berupa analisis cakupan program pencegahan dan pengendalian penyakit DBD dan TB (P2DBD dan P2 TB). Lokasi penelitian di Kabupaten Pati Provinsi Jawa Tengah, dengan memilih secara acak dua Desa Siaga, yaitu satu Desa Siaga Utama (Desa Kertomulyo) dan satu Desa Siaga Pratama (Desa Tegalharjo) Kecamatan/ Puskesmas Kecamatan Trangkil. Waktu penelitian dilakukan selama 6 (enam) bulan mulai Juni 2014 sampai dengan November 2014. B. Populasi, Sampel, Teknik Samping, dan Teknik Pengumpulan Data Populasi penelitian kuslitatif menurut Spradley (1980). Mengguna- kan istilah “social situation” (situasi sosial) terdiri atas 3 (tiga) elemen: tempat (place), pelaku (actor), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis. Dengan demikian situasi sosial dalam strategi studi kasus adalah program P2DBD dan P2TB. Teknik pengambilan sampel pada studi kasus menggunakan kombinasi antara pengambilan sampel secara purposive dan snawball sampling (Patton MQ, 2002). Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder, baik data kualitatif maupun kuantitatif, Data sekunder diperoleh melalui analisis dokumen diarahkan pada kebijakan dan kinerja program P2DBD dan P2TB, mencakup data profil kesehatan_ pusat, provinsi dan kabupaten Pati, laporan tahunan program P2DBD dan P2TB, 83 Model Perencanaan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan peraturan perundangan dalam bentuk Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Kesehatan, Keputusan Dirjen, Peraturan Daerah maupun Peraturan Gubernur. Data primer didapat melalui wawancara mendalam (in depth interview), focus group discussion (FGD), dan observasi partisipasi (participan observation). wawancara mendalam (indepth interview) di Dinas Kesehatan Kabupaten Pati, Puskesmas Trangkil serta Desa Kertomulyo dan Desa Tegalharjo Kecamatan Trangkil. Untuk interpretasi hasil analisis data, dilakukan pula studi kepustakaan terutama kajian teoritis dari hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan kajian. Observasi lapangan dilakukan di Puskesmas dan masyarakat. Observasi di Puskesmas bertujuan untuk mengamati pelaksanaan program P2DBD dan P2TB yaitu mengamati kegiatan pemeriksaan dan pengobatan pendcrita TB di klinik dan laboratorium Puskesmas dan menganalisis kinerja program P2DBD dan P2TB. Saat observasi juga dilakukan wawancara dengan petugas kesehatan yaitu kepala Puskesmas, dokter fungsional Puskesmas, dan petugas klinik dan laboratorium Puskesmas, Berdasarkan pengamatan, rata-rata kunjungan klien/ pasien di Puskesmas untuk pemeriksaan dan pengobatsn penderita TB antara kisaran 5-7 orang. Observasi lapangan di masyarakat bertujuan untuk mengamati kegiatan pemberantasan nyamuk Aedes aegypti. Menurut penuturan beberapa informan, kegiatan pemberantasan DBD masyarakat masih berorientasi pengasapan (fogging), sehingga banyak permintaan peng- asapan. Sementara itu pengelolaan lingkungan, melalui PSN 3M Plus belum terlaksana secara optimal. Pengamatan di beberapa rumah secara acak, masih ditemukan bak mandi dan tempat-tempat penampungan air terdapat jentik-jentik nyamuk, tempat penampungan air seperti bak, tempayan, dan tempat air lain tidak ditutup rapat, air vas bunga dan tempat minum burung tidak diganti sekurang-kurangnya seminggu sekali, pekarangan dan halaman rumah banyak terdapat barang-barang bekas seperti kaleng bekas dan botol pecah, dan belum terbiasa memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk. Hasil observasi kualitas lingkungan, pengawasan kebersihan lingkungan di setiap rumah termasuk sekolah, tempat-tempat umum (TTU) dan tempat-tempat industri (TTI) belum terselenggara. Demikian pula penyuluhan dan gerakan kebersihan lingkungan oleh masyarakat melalui gotong royong secara berkala belum dilaksanakan, serta pemantauan jentik nyamuk oleh kader atau petugas ‘belum terlaksana secara rutin. Wawancara mendalam dan FGD dilakukan terhadap 55 partisipan (n ~ 55) terdiri dari partisipan masyarakat sebanyak 40 orang (n = 40) dan partisipan petugas kesehatan sebanyak 15 orang (n = 15). Partisipan 84 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Pati mempunyai luas wilayah: 10.149,07 km? terdiri dari 21 Kecamatan, 401 desa dan 5 kelurahan, 1.106 Dukuh, 1.474 RW dan 7524 RT. Jumlah penduduk sebanyak 1.207.399 jiwa (2013), sehingga rata-rata kepadatan penduduk 802,96 jiwa/km? Terdiri dari penduduk laki - laki: 586.870 jiwa (48,61 persen) dan penduduk perempuan: 620.529 jiwa (51,39 persen), seks rasio sebesar 94,58%,. Laju pertumbuhan penduduk scbesar 0,73. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 sebesar 73,36 dengan kisaran IPM per kabupaten/kota 69,37-78,60. Sementara itu IPM Kabupaten Pati sebesar 73,81 (Kementerian Kesehatan RI, Ditjen PPPL, 2013). Sarana kesehatan meliputi Rumah Sakit 8 buah milik Pemerintah Kabupaten sebanyak 2 buah, RS swasta sebanyak 5 buah, TNU/Polri sebanyk 1 buah. Jumlah Puskesmas sebanyak 29 buah, terdiri dari Puskesmas perawatan 6 buah, Puskesmas non_perawatan 23 buah, Puskesmas Pembantu 50 buah dan Puskesmas Keliling 29 buah. Klinik sebanyak 38 buah, Rumah Bersalin 8 buah. Praktik dokter bersama 2 buah. Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) meliputi Program Desa Siaga sebanyak 406 buah, dengan kualifikasi Desa Siaga Pratama sebanyak 89, madya sebanyak 156 buah, pumama sebanyak 100 buah dan mandiri sebanyak 61 buah. Jumah Poskesdes sebanyak 406 buah, dana Posyandu sebanyak 1.902 buah. Angka kematian bayi di Kabupaten Pati tahun 2013 berjumlah 202 jiwa (10.84/1000 kelahiran) turun dibandingkan tahun 2012 berjumlah 214 (13,9 /1000 kelahiran) tahun 201 1 (178 = 9,23/1000 kelahiran). Lima tahun terakhir Angka Kematian Bayi di Kabupaten Pati 2006 (13,81), 2007 (13,35), 2008 (13,89) dan tahun 2009 turun menjadi (10,53) tahun 2010 (183 = 10,24). Angka Kematian Balita (AKABA) di Kabupaten Pati tahun 2013 sebanyak 228 anak (5,69/1000 kelahiran), turun dibandingkan dengan tahun 2012 sebesar 231 balita, angka kematian balita tahun 2011 93 Mode! Perencanaan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan sebesar 190 balita, tahun 2010 sebesar 206 balita dan 2009 sebesar 116 balita. Angka kematian ibu Kabupaten Pati tahun 2013 adalah 29 orang atau 157.25/100.000 kelahiran terdiri dari kematian ibu pada saat hamil ada 9 saat bersalin 4 dan kematian ibu nifas 17 orang, naik dibandingkan tahun 2012 sebanyak 22 atau 109.52/100.000 KH, terdiri dari kematian ibu hamil ada 6 ibu bersalin 5 dan ibu nifas sebanyak 11 orang. Tahun 2011 jumlah kematian ibu ada 24 terdiri dari kematian ibu hamil 10, kematian ibu bersalin ada 5 dan kematian ibu nifas ada 9. dan tahun 2010 ada 21 terdiri dari kematian ibu hamil 8, kematian ibu bersalin ada $ dan kematian ibu nifas ada 8 sedangkan kematian ibu tingkat propinsi 116,3/100.000 dan tingkat nasional 119/100.000 KH. Cakupan imunisasi dasar lengkap bayi di Kabupaten Pati dari semua antigen sudah mencapai target minimal nasional (85%). Jumlah sasaran bayi pada tahun tahun 2013 adalah 19.128 menurun dibanding tahun 2012 sebanyak 19.704. Sedangkan cakupan masing-masing jenis imunisasi tahun 2013 adalah sebagai berikut BCG (96,8%), DPT-HB1 (101,1%), DPT-HB3 (103,3%), Polio 4 (102,2%) dan Campak (102,6%). Hal ini mengalami peningkatan bila dibanding tahun 2012 yaitu BCG (100,7%), DPT-HB1 (99,1%), DPT-HB3 (100,5%), Polio 3 (100.9%) dan Campak (100,8%). UKBM terdiri atas Desa Siaga, Forum Kesehatan Desa, Poskesdes, Polindes, dan Posyandu. UKBM tahun 2013 adalah 2.008 buah lebih banyak dibanding tahun 2011 (2.007 buah). UKBM terbanyak adalah Posyandu sebesar 1.602 (79,78%), meliputi Posyandu Strata Mandiri sebanyak 181 (11,3%) lebih tinggi dibanding tahun 2012 (110 buah atau 6,87%). Pencapaian cakupan tersebut sudah melampaui target SPM 2010 © 2%). Jumlah Posyandu Purnama sebanyak S88 buah (36,7%) lebih sedikit dibandingkan dengan tahun 2012 sebanyak 598 buah (37,3%) Berdasarkan data hasil pengkajian PHBS Tatanan Rumah Tangga yang dilaporkan oleh Puskesmas di Kabupaten Pati tahun 2013 dari 387.771 rumah tangga yang ada, diperiksa 152.829 rumah tangga (39,4%) naik apabila dibandingkan dengan tahun 2012 dengan jumlah rumah tangga 387.771 dan yang diperiksa sejumlah 30.034 rumah tangga (7,7%). Pada tahun 2013 Jumlah rumah seluruhnya 339.513 rumah yang diperiksa 339.513 (100%) dari jumlah rumah yang diperiksa dan dinyata- kan sehat 201.735 (59,42%) naik dibandingkan dengan tahun 2012 jumlah rumah seluruhnya 339.513 sedangkan jumlah yang diperiksa dan dinyatakan sehat 197.551 (58,19%) dibandingkan tahun 2011 jumlah rumah yang ada 344.334 diperiksa 258.321 (75,02%) dan dinyatakan sehat 145.452 (56,31%). Tahun 2010 jumlah rumah yang ada 341.865 diperiksa 125.702 (36.77%) dan dinyatakan sehat 81.577 (65%). 94 BABIV KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan ‘ig |. Pendidikan dan pengorgani Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Kualitas hidup individu dan masyarakat dinilai dari tingkat pen- didikan, status ekonomi, pekerjaan, penghasilan, dan ketaatan dalam beribadah; . Masalah Kesehatan prioritas yang memberikan Kontribusi pada kualitas hidup adalah penyakit DBD dan TB; Perilaku dan lingkungan yang berhubungan dengan masalah kesehatan spesifik (penyakit DBD dan TB) dihnbungkan dengan faktor-faktor perubahan perilaku Kesehatan (kecenderungan, pemungkin dan pendukung) pada program P2DBD dan P2TB: Perilaku kesehatan masyarakat dipengaruhi olch latar belakang pendidikan, perolehan informasi, paparan sosialisasi dan penyuluhan program, kehidupan sosial masyarakat, keterbatasan akses terhadap layanan Kesehatan, dukungan masyarakat terhadap program Kesehatan, keikutsertaan kader kesehiatan, lingkungan sosial budaya dan norma sosial. ian yang dibutuhkan, serta mengiden- tifikasi dan mengklasifikasikan faktor-faktor perubahan perilaku Kesehatan (kecenderungan, memungkinkan, dan pendukung) yang memengaruhi perilaku kesehatan pada program P2DBD dan P2TB: a, Pendidikan dan pengorganisasian: Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki masyarakat diperoleh dari kader yang, telah mengi- kuti pelatihan Posyandu dan PHBS. Upaya kesehatan dibina dan difasilitasi oleh petugas kesehatan Puskesmas dan sektor terkait. Masyarakat memperoleh informasi Kesehatan dari berbagai sumber, yaitu dari penyuluhan petugas Puskesmas, media TV, radio dan media cetak seperti surat kabar. Pengorganisasian upaya keschatan di desa dilakukan melalui Forum Kesehatan 153 Model | Perencanaan Promasi Kesehatan dan Pemberdayaan Desa (FKD) dan Posyandu, serta organisasi ikatan antar warga seperti perkumpulan selapanan, arisan, pengajian, tablilan, RT, Dasawisma, dan pengajian ibu-ibu. Pendidikan dan pengorgani- sasian yang dibutuhkan adalah pembelajaran dan pelatihan kader DBD dan TB. b. Klasifikasikan faktor-faktor perubahan perilaku kesehatan: 5. 154 1) Faktor kecenderungan meliputi tingkat pendidikan, penge- tahuan, keyakinan, serta kepercayaan kepada takhayul dan dukun. Faktor memungkinkan meliputi adanya pelatihan dan penyu- Iuhan yang diberikan oleh petugas kesehatan dari Puskesmas; ketersediaan sarana keschatan di desa seperti, Posyandu, Poskesdes, Puskemas Pembantu, Puskesmas Induk, Forum Kesehatan Desa; adanya asuransi kesehatan JKN-BPJS; pendapatan; dukungan dana - diperoleh dari dana anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDES); adanya sumberdaya Jokal yaitu tenaga, sumberdaya alam, dan partisipasi masyarakat. Tenaga yang ada di masyarakat adalah kader Poyandu dan kader PAUD; Sumberdaya alam yaitu tanaman bahan pangan seperti sayuran hijau, singkong, kacang tanah dan jagung. 3) Faktor penguat meliputi adanya kepemimpinan desa yang memberikan contoh panutan - Kepala desa dan perangkat desa dan ketua PKK menjadi panutan masyarakat - memberi contoh dalam berperilaku sehat - sebagai "koco benggolo” (berarti kaca yang sangat besar yang bisa digunakan untuk bercermin orang banyak atau masyarakat); adanya dukungan sosial; modal sosial yaitu adanya rasa kekeluargaan dan gotong royong, saling silaturahmi atar warga; adanya organisasi yang menjadi wahana menjaga ikatan antar warga seperti perkumpulan selapanan, arisan, pengajian, tablilan, RT, Dasawisma, dan pengajian ibu-ibu; adanya norma sosial; penghargaan; akses informasi kesehatan dan keteladanan. 4) Faktor penghambat (inhibiting factor) sebagai rintangan yaitu Kekuatan sosial yang merintangi faktor pendukung, seperti kepercayaan pada tradisi. ‘Administrasi dan Kebijakan serta menentukan dukungan sumber daya, komponen program promosi kesehatan dan pemberdayaan pada program P2DBD dan P2TB: Penilaian sumber daya, pengembangan dan alokasi anggaran, pengembangan jadwal pelaksanaan, organisasi atau personil dalam program, serta koordinasi dan ketjasama lintas program dan lintas sektoral, Kerjasama dengan organisasi kelembagaan 2 Model Perencanaan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan DAFTAR PUSTAKA Aluoch JA et al. (1984). Study of ease-finding for pulmonary tuberculosis in outpatients complaining of a chronic cough at a district hospital in Kenya, American Review of Respiratory Disease. 129:915-920. Ashwell HES and Barclay L (2009). A retrospective analysis of a community-based health program in Papua New Guinea. Health Promotion International. 24 (2): 140-148. [cited 2016 April 22]. Available from: http://heapro. oxfordjoumals.org/ Baatiema L, Skovdal M, Rifkin S dan Campbell C (2013) Assessing participation in a community-based health planning and services programme in Ghana, Baatiema et al. BMC Health Services Research. 13:233. [cited 2014 Juli 12). Avalable from: ttp://www.biomedeentral.com/1472-6963/13/233. Bailey PH etal. (1994). A heart health survey at the worksite: the first step to effective programming. AAOHIN Journal, 42(1): 9-14 Baum F (2008). The New Public Health (3rd ed.). Oxford: Oxford UP Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Kementerian Kesehatan (2012). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). Jakarta. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) (2006), Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat dan Deputi Bidang SDM dan Kebudayaan. Kajian Kebijakan Penanggulangan (Wabah) Penyakit Menular Studi Kasus DBD. Bappenas: Jakarta. Baily GVJ et al, (1967). Potential yield of pulmonary tuberculosis cases by direct microscopy of sputum in a district of South India Bulletin of the World Health Organization, 37:875-892. Binkley CJ, dan Johnson KW (2014). Application of the PRECEDE- PROCEED Planning Model in Designing an Oral Health Strategy. J Theory Pract Dent Public Health. 1(3): 1-17. Available from: PMC 2014 October [6. Becx-Bleumink M et al. (2001). High tuberculosis notification and treatment success rates through community participation in central Sulawesi, Republic of Indonesia. International Journal of Tuberculosis and Lung Disease, 5:920-925. 164 Model Perencanaan Promosi Kesohatan dan Pemberdayaan, Bochm A and Staples LH (2002). The Functions of the Social Worker in Empowering: ‘The Voices of Consumers and Professionals. Social Work/Volume 47, Number 4/Oktober 2002, [cited 2014 March 12}. Buchanan D (2000). An Ethic for Health Promotion. Oxford: Oxford UP. p77 Bhuyan KK (2004), Health promotion through self-care and community participation: Elements of a proposed programme in the developing countries. BMC Public Health 2004, All: 1-12 ‘Available from: http://www. biomedcentral.com/1471-2458/4/11 Campbell C, Nair Y, Maimane S (2007). Building contexts that support effective community responses to HIV/AIDS: a South African case study. Am J Community Psychol, 39 (34): 347-363. Centre for Desease Control and Prevention (CDC). 2001. Updated Guidlines for Evaluating Public Health Surveilance System. Atlanta. [cited 2015 March 20]. Available from: http://www. cde,gow/mmw+/preview//r5013al htm. Coburn CL dan Weismuller PC (2012). Asian motivators for health promotion. Journal of Transcuttural Nursing, 23(2): 205-214. Departemen Kesehatan RI Subdirektorat Arbovirosis (2005). Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia, Jakarta: Direktorat Jenderal PP & PL. http:/www.perpustakaan. depkes.go.id/ egi-bin/koha/opacdetail. pl?..46 (Sitasi 4 Februari 2014) -. (2003). Standar Pengawasan Program Bidang Kesehatan. Pemberantasan Demam Berdarah Dengue (DBD). Jakarta, —-. (2003). Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator Provinsi Schat dan Kabupaten/Kota Sehat (Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1202/Menkes/SK/VII/2003). Jakarta. -, (2003). Standar Pelayanan Minimal Bidang Keschatan (Keputusan Menteri Keschatan RI ‘No.1457Menkes/SK/X/2003). Jakarta. Sekretaris Jenderal. (2003). Kemitraan Menuju Indonesia Sehat. Jakarta, _-.Sekretaris Jenderal (2002), Paradigma Sehat Menuju Indonesia Schat 2010, Jakarta. 165 ‘Modal Perencanaan Promosi Kesehatan dan Periberdayaan dan Kesejahteraan Sosial Direktorat Promosi Kesehatan Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat (2000). Buku Strategi Promosi Kesehatan Di Indonesia. Jakarta. Dignan MB, Carr PA (1992). Program Planning for Health Education and Promotion. Second Edition. USA: Lea & Febiger. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2011. Standarisasi Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Jawa Tengah. Semarang, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2013. Buku Profil Kesehatan Jawa Tengah Tahun 2012. Semarang. Dye JE, Schatz, IM, Rosenberg BA, Coleman ST: Constant comparison method: A kaleidoscope of data. [hip:/www.nova.edu/ssss/QR/ QR4-I/dye.htmi]. Downie RS, Tannahill C dan Tannahill A (1996). Health promotion: Models and values. Oxford: Oxford UP. Egger G, Spark R, dan Donovan R (2005). Health Promotion Strategies and Methodes. Second Edition. Australia: McGraw-Hill Australia Pty Ltd. Fong OE, Tai GK dan Gubler DJ (2006). Dengue Prevention and 35 Years of Vector Control in Singapore. Emerging Infectious Diseases. 12 (6): 887-893. Available from: www.cde.gov/eid Everett JE, Homstead K and Drisko J (2007). Frontline Worker Perceptions of The Empowerment Process in Community-Based Agenccies. EBSCOhost. [cited 2014 July 12]. Ewles L dan Simnett 1 (1994). Promoting Health, A Practical Guide. Second Edition. Terjemahan Ova Emilia: Promosi Kesehatan, Petunjuk Praktis. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Fitzpatrick M (2001). The tyranny of health: doctors and the regulation of lifestyle. London: Routledge. pp 73-75 Fleming ML dan Parker E (2007). Health Promotion: Principles and practice in the Australian Context. 3rd Edition. Sydney: Ligare Book Printer. Floyd K et al. (2006). Cost and cost-efffectiveness of public and private sector collaboration in tuberculosis control: evidence from India. Bulletin of the World Health Organization, 84:437-445_ Freire P (1972). Pedagogik fOr fOrtryckta [Pedagogy of the oppressed]. Stockholm: Gummessons. 166 ‘Model Perencanaan Promosi Kesshatan dan Pemberdayaan Glanz K, Rimer BK, dan Viswanath K (eds.) (2008). 4th revised ed. Health Behavior and Health Education: Theory, Research, and Practice. San Francisco; Jossey-Bass. Green LW, Kreuter MW (2005). Health Promotion Planning: An Educational and Ecological Approarch. 4" Edition. McGraw Hill Higher Education, New York. Gosoniu GD et al. (2008), Gender and socio-cultural determinants of delay to diagnosis of TB in Bangladesh, India and Malawi. International Journal of Tuberculosis and Lung Disease. 12(7):848-855. Goodstadt MS, Hyndman B, McQueen DV, Potvin L, Rootman I & Springett J (2001). Evaluation in helth promotion: synthesis and recommendation in Rotman I, Goodstadt MS, Hyndman B, McQueen DV, Potvin L, Springett J & Ziglio Z (eds). Evaluation in helth promotion: Principles and perspectives. WHO Regional Publications. Europians series. No. 92. World Health Organization. Guttman N dan Salmon CT (2004), Guilt, Fear, Stigma and Knolwedge Gaps: Ethical Issues in Public Health Communication Interventions. Bioethics, 18(6), 531-552. Gubler DJ (2011). Dengue, Urbanization and Globalization. The Unholy Trinity of the 2ist Century. Tropical Medicine and Health Vol. 39(4):3-11. Available from: The Japanese Society of Tropical Medicine. Guha-Sapir D dan Schimmer B (2005). Dengue fever: new paradigms for 1a changing epidemiology. Emerging Themes in Epidemiology, 21): 1-10. Available from: http://www.ete-online.com/content/ 2, Halstead, Scott B (2000). Successes and Failures in Dengue Control- Global Experience, Dengue Bulletin Volume 24, December-2000 [cited 9 Juli 2005] Available from: http:/ w3.whosea.org/en/ Section! 0/Section332, Hawe P, Degeling D dan Hall J (1993). Evaluating Health Promotion, A Health Worker’s Guide. Australia: MacLennan & Petty Pty Limited. Hidajat DDI (2004). Peranserta Masyarakat dalam Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue: Kasus di Jakarta. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Indonesia ‘Available from: http://www lontar.ui.ac.id//opac/themes/ libri2/ detail jsp?id-778358lokasi=local. 167 Model Perencanaan Promosi Kesehatan dan Pembardayaan Ife J (2006). Community Empowerment: Community-Based Alternatives in on Age of Globalisation. Pearson Education Australia, Unit 4, Level 3, 14 Aquatic Drive Frenchs Forst NSW 2086. Jacobs B and Price N (2005). Improving acces for the poorest to public sector health services: insight from Kirivong Operational Health District in Cambodia, Oxford University Press. Diunduh 12 Juli 2013. Jaramillo E (2001). The impact of media-based health education on tuberculosis diagnosis in Cali, Colombia. Health Policy Plan, 16: 68-73. Jones SC dan Donovan RJ (2004). Does theory inform practice in health promotion in Australia? Health Education Research 19(1): 1-14. Kaiser and Farris, et al. (2009). Public and Community Health Nursing Interventions With Vulnerable Pramary Care Clients: A Pilot Study. Journal of Community Health Nursing. 26: 87-97, 2009. Diakses 12 Juli 2013. Keleher H, MacDougall C, dan Murphy B (2007). Understanding Health Promotion. Victoria. Australia: Oxford University Press. Kelly, M (2006). Applications of models of behavior change. In M. Davies and W. Macdowall (eds.) Health Promotion Theory. Maidenhead: Open University Press. p. 142 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional [BAPPENAS] (2010). Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Di Indonesia. Jakarta Kementerian Kesehatan RI (2015). Sekretariat Jenderal. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019, Jakarta. ~. Infodatin, (2015) Pusat data dan informasi kementerian kesehatan RI, Kemenkes RI 2015. Sckretariat Jenderal (2015). Rencana _Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019. Jakarta. ~. Sekretariat Jenderal (2015). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015. Jakarta. --. Sekretariat Jenderal (2014). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta. ~. Pusat Data dan Informasi (2013). Ringkasan Eksekutif Data dan Informasi Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Jakarta. 168 Model Perencanaan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan ---. Ditjen PPPL (2013), Laporan Kinerja Triwulan If Tahun 2013 --- Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyebatan Lingkungan (2011). Modul Pelatihan Pengendalian Demam Berdarah Dengue. Jakarta. -- Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (2011). Terobosan Menuju Akses Universal Strategi ‘Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014, Jakarta -- Pusat data dan Surveilans Epidemiologi (2010). Buletin Jendela Epidemiologi. Topik Utama Demam Berdarah Dengue. Jokarta: Kementrian Kesehatan RL Volume Kedua. Agustus 2010. ISSN - 2087-1546. 2010. (2007). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta. . (2006). Laporan Kajian Kebijakan Penanggulangan (Wabah) Penyakit Menular (Studi Kasus DBD), BPPN. Jakarta. Kratzke C et al. (2010). Training community health workers: factors that influence mammography use. Journal of Community Health 35(6): 683-688. Kristina (2004). Demam Berdarah Dengue. Badan Penelitian dan ‘Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan. Kusriastuti, Rita, 2006. Kebijakan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Subdit Arbovirosis, Ditjen PP & PL Depkes RI. Laverack G (2009), Public Health, Power and Empowerment. 2nd ed. Basingstoke: Palgrave MacMillan. Laverack G and Wallerstein N (2001) Measuring community empowerment: a fresh look at organizational domains. Health Promotion International, 16, 179-185. Laverack G dan Labonte R (2000). A planning framework for community empowerment goals within health promotion. Oxford University Press. Diunduh 12 Juli 2010. Lewis GH, Sheringham J, Kalim K dan Crayford TJ (2008). Mastering Public Health A postgraduate guide to examinations and revalidation. Royal Socciety of Medicine Press Ltd. Elsevier Australia, 169 ‘Model Perencanaan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Linnan LA et al, (2005). Planning and the professional preparation of health educators: implications for teaching, research, and practice. Health Promotion Practice, 6(3): 308-319. Lin LZ, Zhou CM, Yu QH, Ye YY (2005). Influence of PRECEDE- PRECEDE mode of oral health education on KAP of pupils. Chinese. Journal of Health Education, 21(17):537-539. Li Y, Cao J, Lin H, Li D, Wang Y and He J (2009). Community health needs assessment with precede-proceed model: a mixed methods study. BMC Health Services Research. 91(81): 1 - 14. [cited 2016 April 22]. Available from: http://www. biomedcentral.com/ 1472-6963/9/181. Lloyd LS (2003). Strategic Report 7. Best Practices for Dengue Prevention and Control in the Americas. Environmental Health Project Contract HRN-I-00-99-00011-00. Office of Health, Infectious Diseases and Nutrition Bureau for Global Health U.S. Agency for International Development Washington, DC 20523. Loss J dan Nagel E (2010). Social Marketing - Verfihrung zum gesundheitsbewussten Verhalten? [Social Marketing Seduction with the Aim of Healthy Behavior] Gesundheitswesen, 72: $4— 62. Lénnroth K et al. (2009). Drivers of tuberculosis epidemics: the role of risk factors and social determinants. Social Science & Medicine. Maldonado RW and Merrill SB. 2002. Building Partnership with the Community: Lessons from the Camden Health Improvement Learning Collaborative. Journal of Health Care Management 45: 3 May/June 2002. [cited 2013 Juli 12]. Matarazzo JD, Weiss SM, Herd JA dan Miller NE (1984). Behavior Health A Handbook of Health Enhancement and Disease Prevention. United State of America: Published by John Wiley & Sons, Inc. Miles MB and Huberman AM. 2009. Qualitative Data Analysis, Analisis Data Kualitatif Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru. diterjamahkan oleh Rohidi, T.R. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press) Mittelmark MB (2001). Promoting social responsibility for health: health impact assessment and healthy public policy at the community level. Health Promotion International, 16, 269-274. 170 Model Perencanaan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Moran-Ellis J (2006). Triangulation and integration: processes, claims and implications, Qualitative Research, 6(1):45-59. ‘Morgan LM (2001). Community p: persistent challenge. Health Policy Plan. 16(3): Naidoo J dan Wills J (1996). Health Promotion: Foundation for Practice. ‘Third London: Printing Bailliere Tindall, Northhouse LL dan Northhouse PG (1998). Health Communication Strategies for Health Professional. The United States of America: Prentice Hall... ‘Nutbeam D (2006). Using theory to guide changing individual behavior. In M. Davies and W. Macdowall (eds.). Health Promotion Theory. Maidenhead: Open University Press. Nutbeam D (1998). A staged model for planning implementation and evaluation of helath promotion program. Adelaide. O'Donnell MP (2009). Definition of Health Promotion. American Journal of Health Promotion: September/October 2009, 24 (1): pp. iv-iv Padgett DK (2012). Qualitative and Mixed Methods in Public Health. London: Sage Publication Asia Pacific Pte. Ltd. Pan American Health Organization (2006). PAHO Regional Program On Dengue. Available from: http://www.paho.org/english/AD/DPC/ ‘CD/dengue-program-page.htm. Pantoja A et al. (2009). Economic evaluation of PPM-DOTS in Bangalore, south India. Part I: Cost and cost-effectiveness of intensified efforts. International Joumal of Tuberculosis and Lung Disease, 13:698-704. Parks W & Linda L, (2004). Planning social mobilization and ‘communication for dengue fever prevention and control, World Health Organization Patton MQ (2002). Qualitative research and and evaluation methods. 3" edition. Thousand Oaks: Sage Publications Pemerintah RI dan UNICEF (1999). Panduan Umum Pemberdayaan ‘Masyarakat di Bidang Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta. Perkins DD danZimmerman MC (1995). Empowerment Theory, Research, and Application. American Journal of Community Psychology, Vol. 23, No 5, PP. 569-579. Petesch P, Smulovitz A, Walton M (2005): Evaluating empowerment: a framework with cases from Latin America. In Measuring 171 ‘Model Perencanaan Promosi Kesehatan dan Pemberdayai empowerment: crossdisciplinary perspectives. Edited by Narayan D. Washington, DC: The World Bank:39-67, Quality of Life Assessment: international perspectives. Proceedings of the joint meeting organized by the World Health Organization and the Foundation IPSEN in Paris, July 2-3, 1993. In: Orley J, Kuyken W (eds.). Berlin, Heidelberg, NewYork, London, Paris, Tokyo, HongKong, Barcelona, Budapest. Springer-Verlag, Berlin,1994 Rahmadani A (2010), Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan Jumantik dalam Mengupayakan Peningkatan Atribut Survailans’ DBD di Kelurahan Pilangbango Kota Madiun. Skripsi. Surabaya: Universitas Airlangga (Sitasi 1 Desember 2013). Reiter P (1998). Aedes alpobictus and the world trade in used tires, 1988- 1995: The shape of things to come? J Am Mosq Cont Assoc; 14: 83.94, Ritchie J, Spencer L, O'Connor W (2003). Cairying out qualitative analysis. In Qualitative Research Practice: A guide for Social Science Students and Researchers Edited by: Ritchie J, Lewis J. London: Sage;219-262, Rogers EM (2009). Diffusion of Innovations. Sth Edition, Simon and Schuster. The Free Press. London: Collier Macmillan Publishers. Rothman J, and Tropman JE, 1987. Models of community organization and macro practice: Their mixing and phasing. In Cox FM et al. (eds). Strategies of community organization. 4 th edn. Peacock. ‘New York. Salinero-Fort MA, de Santa Pau EC, Arrieta-Blanco FJ, Abanades- Hetranz JC, Martin-Madrazo C, Rodés-Soldevila B dan de Burgos-Lunar C (2011), Effectiveness of PRECEDE model for health education on changes and level of control of HbA Ic, blood ptessure, lipids, and body mass index in patients with type 2 diabetes mellitus. BMC Public Health. 11:267. [cited 2016 April 22). Available from: http:/www.biomedcentral.com/1471-2458/ 11/267. Sanchez-Perez HI et al. (2002). Detection of pulmonary tuberculosis in ‘Chiapas, Mexico. Annals of Epidemiology, 12:166—172. Simnett-I (2001). Managing Health Promotion: Developing Healthy Organizations and Communities. New York. John Wiley & Sons. 172 Model Perencanaan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Sitepu FY, Suprayogi A, Pramono D (2012). Evaluasi dan Implementasi Sistem Surveilans Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Singkawang, Kalimantan Barat, Artikel Vol. 8. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada (Sitasi 15 Juli 2014). Shrestha S. 2003. A Conseptual Model for Empowerment of the Female Community Health Volunteers in Nepal. Education for Health. Vol. 16, November 2003, 318-327. [cited 2014 Juli 12). Sreevatsan 8, Pan X, Stockbauer KE, Connell ND, Kreiswirth BN, et al. (1997) Restricted structural gene polymorphism in the Mycobacterium tuberculosis complex indicates evolutionarily recent global dissemination. Proc Natl Acad Sci USA 94: 9869— 9874. ‘Swaddivudhipong W, Chaovakiratipong C, Nguntta P, Koonchote S, Khumklam P and Lerdiukanavonge P (1992). Effect of health education on community Participation in control of dengue hemorthagic Fever in an urban area of Thailand. The southeast asian journal of tropical medicine and public Health. 23 (2): 200- 206. “Available from: https://www.researchgate.net/publication/ 21715689 Sungkar S (2007). Pemberantasan Demam Berdarah Dengue: Sebuah ‘Tantangan yang Harus Dijawab. Majalah Kedokteran Indonesia, Volume 57. Nomor: 6, Juni 2007 Sulaeman ES (2015). Manajemen Masalah Kesehatan dan Manajemen Strategis Organisasi Layanan Kesehatan, Sebelas Maret University Press. Surakarta. os . (2013). Model Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan Studi Program Desa Siaga, Cetakan pertama. Surakarta: UNS Press, ISBN: 978-979-498-835-0. (2012). Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan Teori dan Implementasi, Cetakan pertama. Yogyakarta: Gadjah ‘Mada University Press. .dkk (2012), Model Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan Studi Program Siaga. Kesmas, Jumal Kesehatan Masyarakat Nasional, Volume 7, Nomor 4, November 2012. --—dkk (2012). Leadership, Social Capital, Access to Information and Community Empowerment To Address Health Issues. International Journal of Scientific Research and Education (USRE), [Volume||t|[ssuc||5||Page|90-1071|2013|| ISSN (¢): 2321- 7545 September 2013 Website:http://ijsae.in India 173 Mode! Perencanaan Promos! Kesehatan dan Pemiberdayaan Sukana B (1993). Puslit Ekologi Kesehatan, Pemberantasan Vektor DBD di Indonesia. Media Litbangkes. III (01): 9-16. Takano M et al. (2005). Behavior and lifestyle factors related to quality of life in junior high school students. Environmental Health and Preventive Medicine, 10(2); 94-102, ‘Talbot L and Verrinder G (2005). Promoting Health: The Primary Health Care Approach, 3rd edition. Elsevier Australia, Marrickville, NSW. p.ll Tawil O, Vester A, O'Reilly K (1995). Enabling approaches for HIV/AIDS promotion: can we modify the environment and minimise the risk? AIDS, 9:1299-1306. Tengland PA (2006). The Goals of Health Work: Quality of Life, Health and Welfare, in Philosophy, Medicine and Health Care 9: 155- 167. The Hague, Tuberculosis Coalition for Technical Assistance (2010). Patient centered approach package (also available at: http:/Avww.tbcta.org/Library/#216). Uplekar M, Pathania V, Raviglione M (2001). Private practitioners and public health: weak links in tuberculosis control. Lancet, 358:912-916. United Nations Development Program (UNDP). Human Development Report 2015 Work for Human Development (2015). United Nations Development Programme 1 UN Plaza, New York, NY 10017. USA. 2015 [cited 2016 July 20) -. 2012. Overcoming Barriers: Human Mobility and Development, [cited 2015 July 20], United Nations. Millenium development goals. At www. un.org/ millenniumgoals/. [cited 2016 January 5). (2015). Transforming our world: the 2030 Agenda for Sustainable Development. A/RES/70/1. [cited 2016 January 20]. Available from: sustainabledevelopment.un.org. Wallerstein N dan Bernstein E (1988). Empowerment Education: Freire’s Ideas Adapted to Health Education. Health Education Quarterly, Vol. 15(4): 379-394. Wass A (1997). Promoting Health The Primary Health Care Approach. Sydney: Harcourt Brace & Company. 174 ‘Model Perencanaan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Watson MR ct al. (2001). A community participatory oral health promotion program in an inner-city Latino community. Jounal of Public Health Dentistry, 61(1): 34-41. Weiss MG, Sommerfeld J, Uplekar M (2008). Social and cultural dimensions of gender and tuberculosis. International Journal of Tuberculosis and Lung Disease, 12:829-830. Wickramage K, Nellapalli P (2008). Community Participatory Methods in Disease Surveillance and Public Health in War-Affected Camps, and Its Potential Contribution to Peace Building. International Electronic Journal of Health Education; 11:95-108. World Health Organization. WHO Report 2015: Global tuberculosis control. Geneva. 2015. (Available from: http//www.who.inl/ about/licensing/copyright_forny en/index.himl. --. (2011). Early detection of tuberculosis, An overview of approaches, guidelines and tools. Geneva. Switzerland. --. (2010). Monitoring and Evaluation of Health Systems Strengthening: An Operational Framework. Geneva, WHO. [cited 2015 July 20]. Available from: hitp:/Avww.who.int/ healthinfoJHSS_ManE_framework_Oct_2010. pdf (2010). Public-private mix for TB cate and control: a toolkit. Geneva, World Health Organization, 2010 (WHO/ HTM/TB/2010.12). --. (2010). A roadmap for ensuring quality tuberculosis diagnostics services within national laboratory strategic. plans. Geneva, World Health Organization, 2010 (also available at: http://www. who int/tb/laboratory/ gli_roadmap.pdf). (2008). Community involvement in TB care and "prevention: towards partnerships for health. Geneva, World Health Organization (WHO/HTM/TB/2008.397).. (2008). Implementing the WHO Stop TB Strategy: a handbook for national tuberculosis programmes. Geneva, World Health Organization (WHO/HTM/TB/2008.401).. (2008). Contributing to health system strengthening: guiding principles for national tuberculosis programmes. Geneva, ‘World Health Organization, 2008 (WHO/HTM/TB/2008.400). --. (2008). Stop TB Partnership. Advocacy, communication and social mobilization (ACSM) for tuberculosis control: a 195 ‘Model Perencanaan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan handbook for country programmes. Geneva, World Health Organization. (2008). Primary Health Care Now More Than Ever. The World Health Report . (2007), Empowerment and involvement of tuberculosis patients in tuberculosis control. Geneva, World Health Organization (WHO/HTM/STB/2007.39).. . (2007). Tuberculosis care and control in refugee and displaced populations. Geneva, World Health Organization (WHO/HTM/TB/2007.377). (2006). The Stop TB Strategy: building on and enhancing DOTS to meet the TB-related Millennium Development Goals. Geneva, World Health Organization (WHO/HTM/ TB/2006.368). . (2006), Engaging all health care providers in TB control: guidance on implementing public-private mix approaches. Geneva, World Health Organization, 2006 (WHO/HTM/TB/2006.360). . (2005). Bangkok Charter for Health Promotion in a Globalized World. Sixth Global Conference on Health Promotion. Policy and partnership for action: addressing the determinants of health. Bangkok, Thailand, 7-11 August, 2005. [cited 2016 January 5]. Available at www. who.int/ healthpromotion/conferences/. ~---. (2005). Addressing poverty in TB control: options for national TB control programmes. Geneva, World Health Organization (WHO/HTM/TB/2005.352). ----. (2004). Overview of the WHO Framework for Monitoring and Evaluating Surveillance and Response System for Communicable Diseases. Regional Office for Europe (2002) Community Participation in Local Health and Sustainable Development: Approaches and Techniques. Centre for Urban Health, WHO Regional Office for Europe, Copenhagen. [cited 2015 January 20). Available from: http://www.who.dk/document/ €78652.pdf. p. 10. Division of Health Promotion, Education and Communications (HPR) (1998). Health Education and Health 176 ‘Model Perencanaan Promasi Kesehatan dan Pemberdayaan Promotion Unit (HEP). Health Promotion Glossary. Geneva: Printed in Switzerland. [cited 2013 July 6] Available from: www.wpro.who.int/hpr/docs/ glossary.pdf. . (1997). ‘The Jakarta Declaration on Leading Health Promotion into the 21st Century. The Fourth Intemational Conference on Health Promotion: New players for a new era - leading health promotion in the 21" century. Jakarta, Indonesia, July 21-25. [cited 2014 January 5]. ‘Available at www. who .int/healthpromotion/conferences/ HPR/HEP/4ICHP/BR/97.4. --. (1997). Intersectoral Action for Health: A Comerstone for Health for All in the 21st Century. WHO/PPE/PAC/97.6. WHO, Geneva. . (1996). Equity in Health and Health Care, WHO/ ARA/96.1. WHO, Geneva --. (1996). Quality of Life Assessment. The WHOQOL Group, 1994, What Quality of Life? The WHOQOL Group. In: World Health Forum, WHO, Geneva, 1996. .. (1991). Sundsvall Statement on Supportive Environments for Health. WHO/HPR/HEP/95.3. WHO, Geneva. ——-----.(1988). Adelaide Recommendations on Healthy Public Policy. WHO/HPR/HEP/95.2. WHO, Geneva. 1986. The Ottawa Charter for Health Promotion. World Health Organization. Genewa, WHO/HPR/HEP/95.1. Xue M (2005), utilization of Precede-proceed model in health promotion ‘on natural labour. Chinese Primary Health Care, 19(7):43. Yin RK. 2003. Case Study Research: Design and Methods. Third Edition. London: Sage Publication. Zhang YF (2000). Guidance of Using Health Promotion Model in Fitness for Alll. Sichuan Sports Science, 3:55-58. Zhang L, Fu H, Li Y, Li J (2007). Utilization of precede-proceed in ‘behaviour intervention of service in restaurants. Shanghai Journal of Preventive Medicine, 19(6):276-278. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis, Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Keschatan ‘Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 177 Model Perencanaan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Nomor 184, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5570); Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia ‘Tahun 1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3447); Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 45 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1113): Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1676); Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 42 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 966); Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 949/Menkes/ SK/VIIV/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB). Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Penyakit Menular Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan ‘Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia ‘Tahun 1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3447) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 565/Menkes/ Per/IIV/2011 Tentang Strategi Nasional Pengendalian Tuberculosis Tahun 2011-2014. Jakarta Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 193) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 364/Menkes/SK/V/2009 tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 203/Menkes/SK/II/1999 tentang Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Kepmenkes No. 581 Tahun 1992 Tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue - Biro Hukum. www.hukor.depkes. g0.id/?forum=global&read=65 (sitasi 12 Agustus 2014 178 ‘Model Perencanaan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 3) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 021/Menkes/SK/1/2011 tentang, Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014 Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1479/MENKES/SK/X/2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular Terpadu Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1116/MENKES/SK/VIIV/ 2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004 ‘Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Undang-undang nomor 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan daerah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran ‘Negara Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara ‘Nomor 5063) ‘Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4700) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1984 Tentang Penyakit Menular 179

You might also like