You are on page 1of 5
PROSPEK FILSAFAT DI INDONESIA DALAM MASYARAKAT Bahan untuk diskusi panel tgl. 29-9-1978 Franz von Magnis S.J. Yang diminta dari saya ialah membicarakan, apakah filsafat dalam ma- syarakat Indonesia mompunyai suatu prospek , suatu masa depan. Saya langsung condong untuk membenarkan pertanyaen itu: tentu punya. Mengapa? Karena di tiasyarakat kita segala apa masih bisa dipa= kait orang-orang kita adalah seniman hidup. Mari kita lihat saja kiri kanan kita, betapa beraneka bentuk dan cara orang monjamin nafkah hi~ dupnyae Apa yang dibuang oleh yang satu, menjadi barang berharga bagi yang lain. Tak ada sesuatu yang tidak berguna, yang tidak dapat dibi- kin sumber nafkah, tak ada yang tidak dapat diputar sekali dua kali digosok, dipermak, kemudian dijual lagi. Melihat itu, tentu filsafat mempunyai masa dopan yang terjamin. Kalau orang bisa hidup sebagai tukang ngamen, orang fileuf pun bisa hidup, Pasti ia akan menemukan yang mau mendeagarkan. Apalagi filsafat sedang "in". Kata falsafah banyak berkumandange Ada falsafah hidup, falsafeh negara, falsafah administrasi. Keuntu- ngan falsafah ialah bahwa apa saja dapat dibicarakan dengan sebutan itu, dan oleh siapa saja. Kalau saya kadang-kadang kurang berhati-ha- ti dan memperkenalken diri sebagai dosen filsafat, mungkin sekali ki- ta akan bicara tentang masalah masa depan umat manusia, kebatinan, masalah lingkungan, KB, agama, ilmu bintang, manusia yang berbudaya, parapsikologi, krisis ahlak dan kekurangajaran generasi muda masa ki~ ni. Namun, apa prospek’ yang terjamin itu berlaku bagi sembarang fileafat? Mari kita tentukan dengan lebih tepat apa yang kita makeud dengan filsafat di sini. Saya mau membatasi diri pada filsafat ilmi= ah, bukanlsh fileafat dalam arti pandangan hidup atau ideologi, seba- gai salah satu disiplin atau ilmu sebagaimana dijalankan dalam ling: kungan perguruan tinggi. Jadi saya tidak bicara tentang filsafat se- bagai pandangen Kidup, ideologi, kecuali sejauh itu pun terdapat de~ lam filsafat ilmiah itu. Yang mau saya bicarakan prospeknya ialah filsafat akademis, sebagai suatu usaha ilmiah (ontah berhasil entah tidak) yang menuntut keahlian dan mempunyai standart-standart ilmiah tertentu. Melihat ponontuan ini, maka gambaran menjadi kurang monggembira~ kan. Filsafat yang "in" di Indonesia sekarang justru filsafat dalam arti semacam saingen kebatinan atau agama. Sedangkan pada saat kita mengharapkan suatu usaha sistenatis, tertib, metodis dan intelektuil kebanyakan peminat mengundurkan diri, Kesediaan untuk melontarkan spekulasi tentang apa caja sangat besar dalam masyarakat, tetapi se~ bagai disiplin yang logis ilmiah serta yang menuntut studi yang mendalam filsafat belum laku. 44 Serikut ini kutipan dari surat seorang mahasiswa STF yang per- nah saya terima:"Seperti yang terjadi dalam kebonyakan bangea di ne~ geri timur, bangsaku dalam bideng spirituil tidaklah mendambakan kee Penuhan pengertian intelektuil yang ampuh yang bisa untuk mongerti fegala-galanya. Tetapi yang moreka dambakan ialsh ketcnangan hidup, kedamaian di antara sesana, yang nana hal ini tidak bisa didatangkan Gengan teori molainkan dilaksanakan dengan ponghayatan hidup. Pong— hayatan hidup rukun bersama yang diungkapkan dengan adanya ulah kee tajanan rasa +... Dengan studi filsafat kani nempunyai pernilaian Yong bersifat analitis, logis, sistenatis, jelas, sodangkan masyara= kat nenghayati hidupnya dengan wlah rasa‘. Suatu penolakan relevansi filsafat akadonis bagi masyarakat Indonesia yang lebih tajam dan total lagi sulit untuk dibayangkan. Totapi di kalangan akadenis pun kedudukan filsafat akademis ja= uh dari terjamin. Kalau saya momperkenalkan diri sébagai dosen fii safat pada seseorang di antara elite intelek Indonésia yang betul= betul ahli dalam salah satu bidang ilmiah, tak jarang saya moncium feaksi yang dia mau merahasiakannya, yaitu suatu pertanyaan skeptis tentang apakah tempat kesibukan filsafat dalan kalangan ilmu-ilmu, dan apa kita di Indonesia tidak sebenarnya meerlukan "ahli-ahli yang sungguh-sungguh", misalnya di bidang ekonomi, kedokteran, teke nologi dsb. Dalam suatu simposium yang diadakan di Jerman Barat empat tahun yang lalu yang diikuti oleh 12 ahli filsafat Jerman yang terkemuka “ari segala aliran, dibicarakan relevansi filsafst di dunia univer= sits jaman sekarang. Promotor saya dulu, Profesor Lobkowiez, seo- rang filsof dan politolog, dan juga Rektor Magnificus Universitas Mimchen, dengan nada sinis mengatakan, bahwa filsafat adalsh sata« satunya iltu yang kerjaan pokoknya terdiri dalan mempelajari seja- sehnya sendiri serta satu-satunya hasilnya ialah filsuf-fileuf yang lagi mombicarakan sejarah mereka. Filsafat memang suatu ilmu yang aneh betul. Diminta memberikan definisi saja para filsuf sudah kuvalahan den kalau ada yang borani nemberikannya, pasti filsuf-filsuf lain akan mengatakan bahwa filsa~ fat artinya justru bukan itu, Coba bagainana suatu Kamus Fileafat mendefinisikan filsafat:"Apa itu filsafat dan apa nilainya itu die pertentangkans Ada yang mengharapkan kebenaran yang luar biasa darie Padanya, ada yang membuangkannya sebagai cara berfikir yang ngawur saja. Ada yang memandangnya penuh rasa hormat sebagai usaha ponting dari orang-orang yang luar biasa atau meremehkannya sebagai lamunan orang yang suka mimpi. Ada yang monganggapnya perkara yang penting bagi siapa saja dan oleh karena itu mestinya sebetulnya sederhana dan mudah dimengerti, atau pun dianggap sedemikian sulit sehingga merase putus asa untuk mempelajarinya. Apa yang menamakan diri fil- safat, momang menyajikan contoh yang dapat membenarkan semua penda- pat itu. Bagi orang yeng bersikap ilmiah, yang paling mengerikan ialah bahwa filsafat tidak menghasilkan resultat-resultat yang ber- aku umum, sesuatu yang dapat diketahui dan dengan demikian dimili- wi. Kalau iimu-ilmu pongetahuan di bidang masing-masing biasanya 15 Mencapai suatu pengetahuan dan pengertian-pengertian yang pasti dan Giterima umum, maka filsafat, biarpun sudah diusahakan sejak ribuan fahun, belum mencapainya: Memang, dalam fileafat tidak ada porsotuju= an tentang sesuatu yang sckali untuk selamanya difahami", Sckian ke- mus itu. Cukup monyedihkan, bukan? Betulkah anggapan yang beraeal dex ri Auguste Comte, bahwa filsafat itu suatu fosil dari jaman kedua perkombangan umat manusia, yaitu jaman metafisik, yang berhasil dise. jamatkan ke jaman ketiga, jaman kita, yaitu jaman positif-ilmiah? Saya kira, jawaban tidak bisa diberikan begitu saja. Jawabannya tergantung dari apa yang kita lakukan apabila kita berfilsafat. Kalan gelam filsafat kita mau memberikan suatu pandangan dunia yang menye= jurub, maka filsafat kita ini memang sudah usang. Bukan itu yang boo ich diharapkan masyarakat dari kita. Memberi pandangan dunia itu tus Gas agama-agama, tugas kepercayaan-kepercayaan segala macam, baile yang bersifat keagamaan maupun yang bersifat sckulir. Filsafat tidak menambahkan suatu kepereayaan barus Begitu pula, kalau fileafot itu terdiri dalam mengkhayal saja, dalam berfikir berputar-putar tanpa tertib, kalau fileafat dipakai sebagai pentil untuk berfantasi saja, saya'kira filsafat macam itu tidak’ kita perlukan. Biarpun laku dalam masyarakat, biarpun dapat barangka?i kita jual pada orang awam sebagai “kebijaksanaan", scbe- narnya kibulkan masyaraket dengan itu, Kita aken monjadi tukang can- du sebagaimana dituduhkan Marx kepada agama. Bukan itu yang dalam pandangan saya diporlukan masyarakat Indonesias Tetapi ada juga filsofat din, Fileafat yang berfikir metodis, logis, bertatatertib dan secarp togas mendasarkan diri pada fonomen= fenomen yang dialami olch manudiaenanusia yang nyata serta dihasil- kan olch ilmu-ilmu yang televan) Filsafat ini tidak mau monyaingi ilmu-ilmu empiris. Tetapi\filsafht ini sebagai usaha tertid, metodis, yang dipertanggungjawabkan\secara\intelektuil untuk melakukan apa yang sebetulnya, diharapkan dari setiap orang yang tidak hanya mau membebek saja, Yeng tidak hanya mau\monelan mentah-mentah apa yang sudah dikunyah sébelumnya oleh fihaksfihak lain. Yaitu untuk menger- ti, memahami, mengartikan, monilai, mengritik data-data dan fakta- fakta yang dihasilkan dalam pongalaman\sehari-hari dan melnlui ilmu- ilmu. Filsafat sebagai latihan untuk mengambil sikap, memberi bobot kepada apa saja yang dai segala ponjuru ditawarkan kepada kita. Kae iau kita disuruh membangha masyarakat, filsafat akan membuka impli- kasi suatu pembangunan yang misalnya hanya mementingkan kerohanian sebagai idcologi karena manusia itu memang bukan hanya rohani saja. Atau kalau pembangunan hanya gateriil dan hanya mengenai prasarana~ pracarana hebat saja, filsafat\akan bertanya sejauh nana pembangunan itu akan monambah kans manusia konkrit dalam masyarakat untuk merasa bahagia. Dan kalau otoritas-otoritas dalam masyarakat mau mewajibkan sesuatu kepada kita, fileafat dapat membantu kita dalam mengambil sikap yang dewasa dongan mempersoalkan hak dan batas suatu fihak un- tuk mewajibkan sesuatu. Dan terhadap ideologi kemajuen akan diperso= alkan apa arti maju bagi manusia. Atau orang mau mengekang kebebasan kita atas nama Tuhan yang Nahaesa, filsafat akan menarik perhatian kita pada fakta bahwa yang mau mongekang itu hanyalah manusia saja 16 yang mengatasnamakan Tuhan, dan bahwa Tuhan tidak pernah identik dex Rgan suatu manusia begitu saja. Dan kalau suatu resim fanatik man mombawahken segala nilai pada kemegahan negara saja, filsafat dapat soja menunjuk pada seorang filsuf yang dua ribu tahun yang lalu to- dah menganjurkan obat itu juga, yaitu Platon, dan bagaimana dia di- iawankan olch seorang filsuf lain dit jamen itu, yaitu Aristoteles. Bukenkah @i masa sokarang dari manusia dituntut lebih daripada itu? Bukahkah tradisi-tradisi dan tata-cara masyarakat yang dulu nenberi bimbingan tegas kepada kita, sudah pudar dan manusia secara individuil harus berhadapen dengan kekuatan-kokuatan politik, ekono= mis dan ideologis yang raksasa? Bukankah justru dalam koadaan itu kita tidak hanya boleh berseru kepada manusia supaya ia tidak’ mau Gimanipulasikan oleh kekuatan-kekuatan itu, melainkan perlu menawar= kan sarana-sarana intelcktuil supaya itu dapat dijalankan? Ttulah yang saya lihat sebagai tugas fileafat. Fileafat ad-lah suatu disi- plin ilmiah yang bertugns untuk mombuat kita dapat mouchami implika- sivimplikasi dari segala gejala yang setiap hari menbanjiri kamiy ac gar kita dapat monilainya, mengritiknya, menomukan jarak den dapat Rengambil sikap terhadapnya, Dalam ini saya merasa dibenarkan olch porhatian yang semakin besar terhadap bahaya ideologi-ideologi no= gern dan perlunya usaha filsafat untuk melawannya. Justru filouf- fileuf kritis seperti Herbert linrcuse, Max Horkheimer dan Theodor Wiecengrund Adorno menyorang sosiclogi modern yang positivis sebagai ideologi mercka yang mau mempertahankan srtuktur-srtuktur kekuasacn karona morckalah yang beruntung daripadanya. Di Indonesia pun kita somakin sndar akan sifat ideologis yang terselubung di belakang pragmatiome pendekatan toknokratis dan apa yang disebut depolitisasi. Begitu pula terhadsp usaha-usaha untuk momobilisir tradisi-tradisd Kuno untuk secara diam-diam mengebalkan diri terhadap sogala bentuk kritik. Fontu filenfat macam itu bukan lagi philosophia perennis. Walau= pun plilosophia perennis pun, dengan nafasnya yang berabadeabad lama nya masih dapat mombuat pelbagai ideologi-ideologi jaman sckarang Kompass Filsafat jaman sekerang memang harus bergulat dengan ‘lah dalam masyarakat sekarang. Harus membuat kita melix ajon dan kritis apa yang sedang terjadi di sekeliling kita, di mana kite pun mau tak mau tersangkut Filsafat macam itu bukanlah suatu lukee dalam kan swtu keharusan, Apakah kita mau dongan mata buta membebek saja Gi Delakang sesuatu yang oleh para tukang jual Rinso dan Lomonpledge @itawarkan sebagai kemajuan? Dengon mongotori sungai-sungai dan laut= an kita, merusak lingkungan alam dan manusia, menjebol akar-akar ke- sosialan manusia dan membuang mereka sebagai individu telanjang ke asfal jalan-jalan di kota-kota? asyarckat melain= Bukaniah seakan-akan seluruh masyarskat harus atau pun dapat be- jajar fileafat ilmiah seperti itu, Filsafat itu secara langsung tetap torbatas pada lingkungan Universitas dan lingkungan kaum intelektuil, Tetapi lingkungan itu sebagai keseluruhan secara dialcktis mempunyai andil besar dalam meneiptakan suasana kesadaran seluruh masyarakat, 1 Aga yang melalui filsafat menjadi kesadaran di lingkungan terbatas itu, akan terpantul dalam masyarakat pula. Akhir kata, saya secara Khusus melihat tiga bidang di mana ¢: lingkungan intelektuil Indonesia perlu diadakan pendekatan falsafi (4) Fileafat secara kritis harus menyortai ilmu-ilmu sosial dalam sikap moreka terhadap kompleks masalah hubungen antara individ, institusi dan ideologi. 42) Sccara khusus filsafat-dapat membantu untuk merefleksikan kemba= “14 kedudukan agama'di dalam kompleks itu tadi, dan sekaligus menjadi suatu basis bagi dialog-antar agama. (3) Filsafat mengupas ideologi-ideologi terkemuka yang menentukan iklim nasional dan internasional, seperti: kapitalisme, Marxisme, Komunisme, elitarisme, pragmatisme, kepercayaan kepada telnologi, ideologi tentang kemajuan dan lain-lainnya, Jakarta, 21 September: 1978 . wovado0endoo~

You might also like