Professional Documents
Culture Documents
Konsep Ekonomi Hijau Green Economic Dala
Konsep Ekonomi Hijau Green Economic Dala
Ida Nurlinda1
Abstract
Natural resources is one of the most important environmental elements that needs
to be qualitatively and quantitatively preserved to guard human’s life. Since 1972
environmental aspect has become one of the development issues, however, it is
proven that the development is still based on economic evolution and override
social and environmental aspects hence poverty and environmental damage
problem still arise. Green economic concept became the major factor of
sustainable development since economic is not only aimed to extent welfare, but
also expected to offer justice upon the population, environmental and natural
resources. The philosophical idea behind the concept is the balance between the
welfare and social justice by decreasing ecology and environmental damage risks.
The establishment of national legislation, management policy and the utilization
of natural resources, particularly the implementatition, are becoming essential.
The authorization towards the rights to use and other entitlements of natural
resources that are obtained without proper regulation needs a complete
arrangement that is based by the efficiency of the utilization, method of
comsumption and sustainable production by inserting economic and
environmental costs. Further, the principles of natural resources management as
stipulated in the People’s Consultative Assembly (MPR-RI) No. IX/MPR/2001
nedd implementation to restructure related regulation.
Keywords: Natural Resources, Green Economic, Sustainable Development
A. Pendahuluan
Meskipun perhatian dunia terhadap masalah-masalah lingkungan hidup
sudah dituangkan sejak 40 tahun yang lalu, dengan diselenggarakannya
Konferensi PBB tentang lingkungan hidup di Stockholm pada tahun 1972,
namun kenyataannya dunia masih menghadapi 2 masalah besar, yaitu
masalah pemenuhan kesejahteraan rakyat di satu sisi, serta masalah
pelestarian fungsi lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam sebagai
penopang kehidupan manusia di sisi lain. Kedua masalah ini pada
1
Staf pengajar Hukum Agraria dan Hukum Lingkungan pada Fakultas Hukum Unpad
1
kenyataannya memang selalu dipertentangkan. Kegiatan pembangunan
ekonomi untuk memenuhi kesejahteraan rakyat selama ini di Indonesia
lebih banyak berbasis kepada sumber daya alam, mengingat Indonesia
memiliki kuantitas dan kualitas sumber daya alam yang sangat baik. Hal
demikian menyebabkan aspek perlindungan dan pelestarian lingkungan
terabaikan, dan menimbulkan beragam permasalahan lingkungan, seperti
pencemaran air dan/atau udara, kerusakan kualitas tanah, kebakaran dan
kerusakan hutan, alih fungsi lahan pertanian, perubahan iklim dan
sebagainya. Kondisi demikian pada akhirnya mendorong timbulnya
kantong-kantong kemiskinan pada masyarakat yang hidupnya bergantung
pada sumber daya alam dan lingkungan tersebut.
2
Chay Asdak, Kajian Lingkungan Hidup Strategis: Jalan Menuju Pembangunan
Berkelanjutan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2012: hlm. 3
3
Ditjen Pengelolaan Lahan dan Air (PLA) Kementerian Pertanian, Strategi dan
Kebijakan Pengelolaan Lahan, Jakarta, 2005: hlm. 5
2
pada akhirnya menimbulkan kantong-kantong kemiskinan yang tidak
jarang menimbulkan masalah lingkungan seperti banjir, sanitasi dan
kawasan permukiman yang kumuh.
Meskipun produk domestik bruto dunia pada tahun 2011 sudah mencapai
77,2 triliun dollar AS, namun lebih dari 900 juta orang masih hidup di
bawah garis kemiskinan 4 . Hal ini mendorong isu kemiskinan menjadi
salah satu fokus dalam Koferensi Pembangunan Berkelanjutan, Rio +20
pada 20-22 Juni 2012. Dua topik besar yang menjadi fokus Konfrensi
Rio+20 ini adalah5:
1. Ekonomi hijau (green economy) dalam konteks pembangunan
berkelanjutan untuk penghapusan kemiskinan;
2. Kerangka institusi untuk pembangunan berkelanjutan.
4
Akhmad Fauzi, Ekonomi Hijau untuk Bumi, Artikel pada Surat Kabar Harian
KOMPAS, Jakarta, 7 Juli 2012: hlm. 7
5
www.unep.org/wed/greeneconomy, Towards Green Economy, diunduh 3
Juni 2012
6
ibid
3
Meski demikian, sebagai sebuah paradigma pembangunan, ekonomi hijau
perlu dikedepankan dalam rangka pemerintah melakukan kebijakan
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam, untuk mencegah
kerusakan lingkungan serta pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya
alam yang adil dan berkelanjutan. Masalah-masalah lingkungan perlu
diintegrasikan (diinternalisasikan) ke dalam perencanaan pembangunan
ekonomi7. Namun tentunya pada tataran implementasi hal ini tidak mudah.
Banyak hal yang harus disiapkan untuk mendukung kebijakan tersebut
termasuk politik hukum yang berlaku atas pengelolaan dan pemanfaatan
tanah dan sumber daya alam. Sepanjang kebijakan pemerintah masih
menjadikan tanah dan sumber daya alam sebagai bahan baku utama untuk
menghasilkan devisa tanpa disertai upaya-upaya perlindungannya, maka
paradigma ekonomi hijau hanya sebatas slogan belaka.
7
Laksmi Dhewanthi, Kebijakan Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup: Asuransi
bagi Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Makalah pada Seminar Nasional
“Peran Asuransi Lingkungan dalam Pemberian Ganti Kerugian bagi Masyarakat dan
Pemulihan Lingkungan, Fakultas Hukum Unpad, Bandung, 13 -9-2012: hlm. 1
4
hukum sekunder berupa bahan kepustakaan baik literatur, jurnal, artikel
yang terkait dengan materi penelitian. Selain itu, untuk memberi
penjelasan lebih lanjut pada bahan hukum primer dan sekunder,
dipergunakan bahan hukum tersier berupa kamus hukum. Mengingat
materi penelitian terkait dengan sumber daya alam dan lingkungan hidup,
maka penelitian ini pun menggunakan pendekatan ilmu-ilmu di luar ilmu
hukum seperti ilmu ekonomi dan ilmu lingkungan itu sendiri.
8
Makmun, Green Economy: Konsep, Implementasi dan Peranan Kementerian
Keuangan, Artikel dalam Jurnal “Ekonomi dan Pembangunan”, LIPI, volume XIX (2) 2011:
hlm. 3.
9
Lihat Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada Press,
Yogyakarta, 2006: hlm. 15.
5
dijadikan dasar dalam merumuskan kebijakan lingkungan dalam
konsep pembangunan yang berkelanjutan, yaitu10:
a. Mendorong pertumbuhan dan meningkatkan kualitas;
b. Mendapatkan kebutuhan pokok mengenai pekerjaan, makanan,
energi, air dan sanitasi;
c. Menjamin tingkat pertumbuhan penduduk yang mendukung
keberlanjutan;
d. Melakukan konservasi dan kemampuan sumber daya ;
e. Orientasi teknologi dan mengelola risiko;
f. Memadukan pertimbangan lingkungan ekonomi dalam proses
pengambilan keputusan.
10
Daud Silalahi, Pembangunan Berkelanjutan dalam Rangka Pengelolaan (termasuk
Perlindungan) Sumber Daya Alam berbasis Pembangunan Sosial Ekonomi, Makalah pada Seminar
Pembangunan Hukum Nasional VIII, Bali 14-18 Juli 2003: hlm. 6.
11
Emil Salim, Ratusan Bangsa Merusak Satu Bumi, Penerbit KOMPAS, Jakarta, 2010:
hlm. 135.
6
negara mempunyai ketahanan ekonomi yang baik jika mempunyai
kemampuan ekonomi yang tidak tergoncangkan oleh ketidak-pastian
yang ditimbulkan oleh globalisasi, serta mampu memberikan
kesejahteraan yang meningkat pada rakyatnya melalui pembangunan12.
Atas dasar hal tersebut, kemudian berkembang konsep ekonomi hijau
(green economy), sebagai konsep yang mendukung pembangunan
berkelanjutan dan penghapusan kemiskinan. Namun mengingat tidak
adanya model pembangunan berkelanjutan yang sama untuk seluruh
negara, maka konsep ekonomi hijau difahami secara berbeda pula,
dengan mempertimbangkan berbagai kendala pada masing-masing
negara.
12
Makmun , Op.Cit.: hlm. 5
13
www.unep.org/greeneconomy, diunduh 3 Juni 2012.
7
dengan tetap mengurangi resiko-resiko kerusakan lingkungan dan
ekologi 14 . Dalam hal inilah esensi ekonomi hijau sebagai model
pembangunan ekonomi yang berbasis pembangunan berkelanjutan.
14
Velix Wanggai, Menuju Ekonomi Hijau, Artikel pada Jurnal Nasional, Jakarta,
28 Juni 2012: hlm. 7.
15
Sonny Mumbunan, Ekonomi Hijau dan Pemerintahan Bersih,
www.perspektifbaru.com, diunduh 1 Juni 2012.
16
Hariadi Kartodihaedjo dan Hira Jhamtani (penyunting), Politik Lingkungan
dan kekuasaan di Indonesia, Equinox Publishing Indonesia-Ford Foundation, Jakarta,
2006: hlm. 7
8
Dalam kaitannya dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya
alam, ekonomi hijau harus dapat merubah pola pemanfaatan sumber
daya alam yang eksploratif dan berjangka pendek ke pola pemanfaatan
sumber daya alam yang berorientasi jangka panjang, mengacu pada 3
(tiga) pilar pembangunan berkelanjutan (pilar ekonomi, pilar sosial dan
pilar ekologis), serta bertumpu pada daya dukung dan daya tampung
lingkungan. Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam pada
pilar ekonomi, sosial dan ekologis merupakan syarat penting
mewujudkan pembangunan berkelanjutan, sebagaimana disepakati
dalam KTT Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg tahun 2002.
Ketiga pilar tersebut harus dijalankan secara terintegrasi dan saling
memperkuat satu sama lain17. Implementasinya memang tidak mudah,
karena yang sering terjadi adalah justru pertentangan diantara ketiga
pilar pembangunan tersebut 18 . Dalam kaitan dengan implementasi
ketiga pilar pembangunan berkelanjutan di atas, maka konsep ekonomi
hijau melengkapinya, bahkan ekonomi hijau menjadi motor penggerak
pembangunan berkelanjutan.
17
Otto Soemarwoto, Pembangunan Berkelanjutan antar Konsep dan Realitas,
Ceramah umum ulang tahun Otto Soemarwoto ke-80 di Universitas Padjadjaran,
Bandung, 20 Februari 2006: hlm. 11.
18
Ida Nurlinda, Prinsip-prinsip Pembaruan Agraria: Perspektif Hukum,
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2009: hlm. 212.
19
Cato, M.S., Green Economics: An Introduction to Theory, Policy and Practice,
earthscan, London, 2009, dalam Sudarsono Soedomo, Ekonomi Hijau: Pendekatan
Sosial, Kultural dan Teknologi, makalah pada Diskusi “Konsep Ekonomi
Hijau/Pembangunan Ekonomi yang Berkelanjutan untuk Indonesia, Jakarta 14 Juli 2010:
hlm. 6-7
9
yang menyenangkan di mana berita dan pandangan politik
dipertukarkan seperti halnya barang dan uang;
c. Ekonomi hijau sangat mungkin melibatkan distribusi aset
dengan menggunakan harta warisan yang ditingkatkan dan pajak
capital gain;
d. Dalam ekonomi hijau, pajak kemungkinan digunakan juga
secara strategis untuk mempengaruhi kekuasaan dan perilaku
bisnis. Dominasi neoliberal dari pembuatan keputusan
mengakibatkan pergeseran pajak dari korporasi ke pendapatan
dari penduduk swasta;
e. Ekonomi hijau akan dipandu oleh nilai keberlanjutan daripada
oleh nilai uang;
f. Ekonomi hijau akan meninggalkan kecanduan pada
pertumbuhan ekonomi dan mengarah pada ekonomi steady-
state;
g. Ekonomi hijau akan menjadi ekonomi yang ramah di mana
hubungan dan komunitas menjadi pengganti konsumsi dan
teknologi;
h. Ekonomi hijau memberi peran yang lebih luas bagi ekonomi
informal dan sistem koperasi dan berbasis komunitas yang
saling mendukung;
i. Dalam ekonomi hijau, sistem kesehatan akan fokus pada
pengembangan kesehatan yang baik dan penyediaan perawatan
primer, berbasis lokal daripada obat berteknologi tinggi dan
perusahaan farmasi yang luas;
j. Ekonomi hijau akan menggantikan bahan bakar fosil dan sistem
pertanian intensif dengan pertanian organik dan berbagai sistem
seperti pertanian dengan dukungan komunitas, di mana manusia
terhubung lebih dekat dengan sumber pangannya.
10
UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup tidak memberikan pengertian atau ciri-ciri ekonomi
hijau. Namun terkait ekonomi lingkungan (yang tentu saja berbeda
maknanya dengan ekonomi hijau), UUPPLH menyinggungnya dalam
kaitannya dengan instrumen ekonomi lingkungan. Pasal 1 angka 33
UUPPLH menegaskan bahwa instrumen ekonomi lingkungan adalah
seperangkat kebijakan ekonomi untuk mendorong Pemerintah,
pemerintah daerah atau setiap orang ke arah pelestarian fungsi
lingkungan hidup. Pengertian tersebut tentunya tidak memadai untuk
ditafsirkan bahwa kebijakan ekonomi tersebut dalam konteks ekonomi
hijau, karena hanya mengarah kepada isu pelestarian fungsi
lingkungan saja, belum mengarah pada isu kesejahteraan dan keadilan
sosial sebagai isu utama dalam ekonomi hijau. Namun dalam konteks
penafsiran hukum yang memperluas (extensif interpretatie) maka
pemahaman isu pelestarian fungsi lingkungan harus dimaknai
termasuk juga isu kesejahteraan dan isu keadilan sosial.
11
Pasal 42 dan Pasal 43 UUPPLH dapat dimaknai sebagai kaidah antara
(tussennorm) yang menjembatani prinsip-prinsip dasar hukum
lingkungan, prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan termasuk di
dalamnya prinsip-prinsip ekonomi hijau, sebagai kaidah dasar
(grundnorm) dari perlindungan dan pengelolaan lingkungan. Sebagai
kaidah antara (tussennorm), Pasal 42 dan Pasal 43 UUPPLH harus
dapat menjadi cantolan (ratio legis/reasoning) terbentuknya kaidah-
kaidah pelaksana (casusnorm) dari pengaturan tentang ekonomi hijau
dalam hukum positif Indonesia. Dengan demikian internalisasi konsep
ekonomi hijau dalam pembangunan nasional mempunyai dasar hukum
yang baik.
12
penafsiran hukum sistematis dan sosiologis, sehingga paradigma
ekonomi hijau dapat termasuk ke dalamnya.
13
2. Urgensi Konsep Paradigma Ekonomi Hijau (Green Economy)
dalam Pengaturan dan Kebijakan Pengelolaan dan Pemanfaatan
Sumber Daya Alam untuk Mendukung Pembangunan
Berkelanjutan
Penerapan konsep ekonomi hijau (green economy) pada peraturan
perundang-undangan yang mengatur perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup saja sebagaimana dikemukakan di atas, kiranya tidak
cukup. Hal tersebut seyogianya diterapkan pula pada seluruh sektor
yang terkait dengan bidang dan/atau sektor pembangunan, lebih
khusus lagi pada kegiatan pembangunan yang menggunakan sumber
daya alam sebagai bahan dasar kegiatannya. Disinilah arti penting
sinergi ketiga pilar (ekonomi, sosial dan ekologi) dari pembangunan
berkelanjutan. Di mana kegiatan pembangunan ekonomi yang berbasis
sumber daya alam dan lingkungan selain ditujukan untuk mendukung
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, membawa dampak yang
signifikan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat, tetapi tetap
mengedepankan upaya-upaya perlindungan dan pelestarian
lingkungan.
Menurut The Global Green Economy Index, paling tidak ada 4 dimensi
yang dipakai untuk mengukur keberhasilan suatu negara
mempromosikan model ekonomi hijau dalam mendukung kegiatan
pembangunannya. Keempat aspek itu adalah: komitmen pemimpin
nasional, kebijakan domestik yang ramah lingkungan, investasi yang
ramah lingkungan, dan kegiatan ekonomi seperti wisata yang
20
berdimensi lingkungan . Peran aktif Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono dalam berbagai pertemuan internasional terkaitan
penyelamatan lingkungan dan sumber daya alam, belumlah cukup.
Yang jauh lebih penting adalah bagaimana implementasinya dalam
hukum positif Indonesia, yang mengatur pemanfaatan sumber daya
20
Velix Wanggai, Op. Cit.
14
alam dan pelestarian lingkungan. Dengan demikian, konsep ekonomi
hijau (green economy) harus menjadi paradigma dalam pengaturan dan
kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam. Hal ini
dikarenakan pembangunan ekonomi nasional masih memanfaatkan
sumber daya alam sebagai sumber utama dalam rangka meningkatkan
pendapatan negara melalui pajak, retribusi ataupun bagi hasil atas
pemanfaatan sumber daya alam seperti migas, tambang, perkebunan,
kehutanan dan sebagainya.
15
f. Mewujudkan keadilan termasuk kesetaraan gender dalam
penguasaan, pemilikan, penggunaan, pemanfaatan dan
pemeliharaan sumber daya agraria/ sumber daya alam;
g. Memelihara keberlanjutan yang dapat memberi manfaat yang
optimal, baik untuk generasi sekarang maupun generasi
mendatang dengan tetap memperhatikan daya tampung dan daya
dukung lingkungan;
h. Melaksanakan fungsi sosial, kelestarian dan fungsi ekologis
sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat;
i. Meningkatkan keterpaduan dan koordinasi antar sektor
pembangunan dan antar daerah dalam pelaksanaan pembaruan
agraria dan pengelolaan sumber daya alam;
j. Mengakui, menghormati dan melindungi hak masyarakat hukum
adat dan keragaman budaya bangsa atas sumber daya
agraria/sumber daya alam;
k. Mengupayakan keseimbangan hak dan kewajiban negara,
pemerintah (pusat, daerah provinsi, kabupaten/kota dan desa
atau yang setingkat) masyarakat dan individu;
l. Melaksanakan desentralisasi berupa pembagian kewenangan di
tingkat nasional, daerah provinsi, kabupaten/kota dan desa atau
yang setingkat, berkaitan dengan alokasi dan pengelolaan
sumber daya agraria/sumber daya alam.
16
b. Prinsip keadilan, dalam dimensi filosofis baik keadilan
intergenerasi maupun keadilan antar generasi dalam upaya
mengakses sumber daya agraria;
c. Prinsip keberlanjutan, dalam dimensi kelestarian fungsi dan
manfaat yang berdaya guna dan berhasil guna.
22
Hasim Purba, Reformasi Agraria dan Tanah untuk Rakyat: Sengketa Petani
vs Perkebunan, artikel pada Jurnal Law Review, Volume X, No. 2 November 2010: hlm.
174
23
Daud Silalahi, Fungsi dan Peran Asuransi dalam Perlindungan dan Penegakan
Hukum Lingkungan, Makalah pada Seminar Nasional “Peran Asuransi Lingkungan dalam
Pemberian Ganti Kerugian bagi Masyarakat dan Pemulihan Lingkungan, Fakultas Hukum
Unpad, Bandung 13 September 2012: hlm. 7.
17
C. Penutup
Internalisasi konsep ekonomi hijau (green economy) ke dalam peraturan
perundang-undangan dan kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan sumber
daya alam serta pelestarian lingkungan untuk mendukung pelaksanaan
pembangunan berkelanjutan Indonesia, merupakan suatu keniscayaan.
Sebagai suatu keniscayaan, maka menjadi tanggung jawab dan kewajiban
kita semua untuk mewujudkannya. Dokumen The Future We Want yang
dihasilkan pada Konferensi Rio+20 bulan Juni 2012 yang lalu menunjukan
komitmen bangsa-bangsa di dunia untuk melakukan pembangunan
berparadigma ekonomi hijau.
18
pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan dengan memasukan
unsur-unsur biaya lingkungan dan ekonomi.
Daftar Pustaka
Akhmad Fauzi, Ekonomi Hijau untuk Bumi, Artikel pada Surat Kabar Harian
KOMPAS, Jakarta, 7 Juli 2012
----------, Fungsi dan Peran Asuransi dalam Perlindungan dan Penegakan Hukum
Lingkungan, Makalah pada Seminar Nasional “Peran Asuransi
Lingkungan dalam Pemberian Ganti Kerugian bagi Masyarakat dan
Pemulihan Lingkungan, Fakultas Hukum Unpad, Bandung 13 September
2012
Ditjen Pengelolaan Lahan dan Air (PLA) Kementerian Pertanian, Strategi dan
Kebijakan Pengelolaan Lahan, Jakarta, 2005
Emil Salim, Ratusan Bangsa Merusak Satu Bumi, Penerbit KOMPAS, Jakarta,
2010
Hasim Purba, Reformasi Agraria dan Tanah untuk Rakyat: Sengketa Petani vs
Perkebunan, artikel pada Jurnal Law Review, Volume X, No. 2 November
2010
19
Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada Press,
Yogyakarta, 2006
Maria Sumardjono, Transnasional Justice atas Hak Sumber Daya Alam, tulisan
dalam buku Himpunan tulisan Komnas HAM: Keadilan dalam Masa
Transisi, Komnas HAM-Jakarta, 2001
Velix Wanggai, Menuju Ekonomi Hijau, Artikel pada Jurnal Nasional, Jakarta, 28
Juni 2012
-inm-
20